Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Umum Objek Penelitian
Dalam penelitian yang sudah dilakukan, peneliti menggunakan data
sekunder, yaitu laporan keuangan yang telah diunduh dari dan dipublikasi
oleh Bursa Efek Indonesia, dengan interval waktu setiap 1 tahun sekali, yaitu
laporan keuangan tahunan dari setiap perusahaan yang telah dipilih oleh
peneliti, dan sifat laporan keuangan yang digunakan sudah diaudit demi
kepastian data yang diperoleh.
Variabel bebas yang disajikan oleh peneliti antara lain current assets
(CA), current liabilities (CL), retained earnings (RE), earnings before
interest taxes (EBIT), sales (SALES), market value equity (MVE), total
liabilities, dan total assets (TA). Variabel terikat yang disajikan oleh peneliti
antara lain variabel A yang diberi nama Working Capital to Total Assets
Ratio, variabel B yang diberi nama Retained Earnings to Total Assets Ratio,
variabel C yang diberi nama Earnings before Interest Taxes to Total Assets
Ratio, variabel D yang diberi nama Market Value Equity to Book Value of
(Total) Liabilities Ratio, variabel E yang diberi nama Sales to Total Assets
Ratio, dan variabel Z yang diberi nama hasil perhitungan Z-Score.
48
Pengolahan data dilakukan oleh peneliti dengan metode regresi linear
berdasarkan rumus Z = 0.717 (A) + 0.847 (B) + 3.107 (C) + 0.420 (D) + 0.998
(E). Hasil penelitian akan dipaparkan dalam bentuk penjelasan zona
perusahaan, ada 3, yaitu distress zones, grey zone, dan safe zone; di mana
ketiganya akan menunjukkan tingkat keamanan perusahaan. Peneliti juga
memaparkan korelasi antara harga saham dengan tingkat kebangkrutan dari
perusahaan.
Berikut adalah perusahaan yang disajikan oleh peneliti, dari
perusahaan Adaro Energy Tbk dengan inisial ADRO, Atlas Resources Tbk
dengan inisial ARII, Delta Dunia Makmur Tbk dengan inisial DOID, Golden
Energy Mines Tbk dengan inisial GEMS, Harum Energy Tbk dengan inisial
HRUM, Indo Tambangraya Megah Tbk dengan inisial ITMG, Tambang
Batubara Bukit Asam Tbk dengan inisial PTBA, dan Petrosea Tbk dengan
inisial PTRO.
49
1.1. Profil Perusahaan
1.1.1. Adaro Energy Tbk
Dilansir dari halaman utama profil Adaro Energy Tbk,
Adaro Energy merupakan sebuah perusahaan pertambangan yang
berdiri pada awal mulanya pada tahun 1970an dalam bentuk Coal
Cooperation Agreement dengan perusahaan pemerintah Spanyol,
Enadimsa, ketika pada tahun 1970an terjadi goncangan minyak
dunia, yang menyebabkan pemerintah Indonesia mengubah
kebijakan mengenai energi, yang dahulu hanya berfokus pada
minyak dan gas saja, lalu menambahkan batubara sebagai sumber
energi lokal, dengan cara membuka tender pada blok – blok
batubara di Kalimantan. Hal ini menjadi peluang perusahaan
Adaro untuk memulai kegiatan pertambangan pada tahun 1982 di
Kalimantan Timur dan Selatan. Perusahaan ini sudah berdiri
sekitar 35 tahun, dan masih bertahan hingga sekarang.
Menurut Laporan Tahunan Adaro Energy (2016, h. 6),
Adaro Energy Tbk merupakan salah satu pertambangan di
Indonesia, yang memiliki bisnis terintegrasi dalam bidang
pertambangan batubara, jasa pertambangan dan listrik, serta
50
ketenagalistrikan. Adaro Energy memiliki sebuah tambang yang
berpusat di Kalimantan Selatan, dan produk utama dari Adaro
Energy adalah Envirocoal, yang diklaim oleh Adaro Energy,
batubara dengan polusi paling rendah dibandingkan dengan jenis
batubara lainnya. Adaro Energy juga memiliki anak – anak
perusahaan, yang tentu berhubungan erat dengan rantai pasokan
untuk distribusi batubara, berupa pertambangan, logistik batubara,
distribusi, pemasaran, dan ketenagalistrikan.
Dari 100% produksi batubara Adaro Energy, 25% dari
keseluruhan batubara ditujukan kepada pasar domestik, terutama
pada pembangkit – pembangkit listrik tenaga batubara. Sisa
produksi yang 75% diekspor menuju ke berbagai manca negara,
dan pangsa pasar dari Adaro yang besar antara lain di India, Korea
Selatan, Jepang, Spanyol, dan China. Adaro Energy juga
mengontrol sumber batubara sekitar 12.8 miliar ton, dan juga
memiliki cadangan batubara sebesar 1.1 miliar ton.
51
1.1.2. Atlas Resources Tbk
Dilansir dari halaman utama profil Atlas Resources Tbk,
Atlas Resources merupakan perusahaan pertambangan Indonesia
yang berdiri sejak tanggal 26 Januari 2007, dan sudah memiliki
beberapa titik untuk pertambangan batubara di Indonesia, antara
lain di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua; di mana Papua
menjadi tempat penghasil batubara terbesar untuk Atlas Resources,
dengan 1 titik penambangan dan luas penambangan sekitar
100,000 hektar, di Sumatera ada 2 titik penambangan dan luas
penambangan sekitar 65,481 hektar; dan di Kalimantan ada 3 titik
penambangan dan luas penambangan sekitar 36,762 hektar.
Menurut Laporan Tahunan Atlas Resources Tbk (2016, h.
18), Atlas Resources Tbk berfokus pada pertambangan dengan
wilayah regional berskala kecil, dan melakukan akusisi, eksplorasi,
dan pengembangan sebagai usaha untuk melakukan ekspansi.
Atlas Resources Tbk juga memiliki produksi batubara jenis
thermal coal sebagai produk batubara utama perusahaan ini, dan
memiliki lahan konsensi untuk pertambangan sekitar 200,000
hektar.
52
Menurut Laporan Tahunan Atlas Resources (2016, h. 55),
target pasar dari Atlas Resources Indonesia ada yang berasal dari
domestik dan internasional. 63% dari produksi batubara dipasarkan
di pasar domestik, dan sisanya di pasar internasional. Negara
internasional yang menjadi konsumen batubara dari Atlas
Resources Indonesia antara lain Malaysia dan India. Sedangkan
konsumen batubara dari Atlas Resources di Indonesia umumnya
adalah perusahaan yang membangkitkan listrik menggunakan
batubara, seperti PLTU Tarahan Baru, PLTU 3 Banten, PLTU
Teluk Sirih, dan PLTU 2 Jawa Barat.
53
1.1.3. Delta Dunia Makmur
Dilansir dari Indonesia Investments, Delta Dunia Makmur
merupakan perusahaan yang berdiri pada tanggal 26 November
1990, dan kemudian menjadi go public pada tanggal 15 Juni 2001.
Perusahaan ini awalnya berfokus pada penjualan komoditas tekstil,
lalu berpindah industri menjadi properti komersil dan industri pada
tahun 2008, dan akhirnya setelah mengakuisisi PT Bukit Makmur
Mandiri Utama pada tahun 2009, perusahaan ini beralih komoditas
menjadi batubara, hingga saat ini, disertai dengan entitas di bidang
logistik.
Menurut Laporan Tahunan Delta Dunia Makmur (2016, h.
4 – 5), Perusahaan ini juga tercatat sebelumnya sempat mengubah
nama beberapa kali, hingga akhirnya menjadi PT. Delta Dunia
Makmur Tbk berdasarkan Akta Notaris No. 7 tanggal 16 Oktober
2009 yang dibuat di hadapan Notaris Leolin Jayayanti, S.H., di
Jakarta, dengan Surat Keputusan nomor AHU-
50729.AH.01.02.Tahun 2009 yang diterbitkan pada tanggal 20
Oktober 2009.
54
Target pasar batubara dari Delta Dunia Makmur adalah
pasar domestik dan pasar internasional. Negara di mana Delta
Dunia Makmur Tbk melakukan ekspor antara lain China, India,
dan negara – negara lainnya. Targer pasar domestik dari Delta
Dunia Makmur yang terutama adalah di megaproyek listrik di
Indonesia, yang ditargetkan akan membutuhkan energi dari
batubara untuk meningkatkan daya listrik sebesar 35.000 MW.
Hal yang menyebabkan Delta Dunia Makmur tidak
langsung menjual batubara dalam bentuk lepas adalah dikarenakan
harga batubara yang tidak kunjung membaik, sesuai dengan grafik
yang telah peneliti paparkan di dalam skripsi ini, disertai juga
permintaan dari China yang menurun dikarenakan adanya global
warming yang disebabkan oleh industri – industri di China, hingga
mencapai polusi tingkat berbahaya, seperti yang disampaikan di
berbagai berita internasional.
Gambar 4.1. Polusi di China. Sumber: Global Liputan 6
55
1.1.4. Golden Energy Mines Tbk
Menurut Laporan Tahunan Golden Energy Mines (2016, h.
2), Golden Energy Mines memiliki sejarah berikut ini. Perusahaan
pada mulanya didirikan pada tanggal 13 Maret 1997 dengan nama
PT Bumi Kencana Eka Sakti, lalu pada tahun 2006 mengakuisisi
sebuah perusahaan yang bernama PT Borneo Indobara. Lalu
perusahaan pernah juga diakuisisi oleh PT Dian Swastatika
Sentosa Tbk pada tahun 2009. Sekitar tahun 2009 – 2010,
perusahaan mengakuisisi beberapa perusahaan pertambangan di
Jambi dan Kalimantan Tengah, dan pada tanggal 16 November
berubah nama menjadi PT Golden Energy Mines Tbk, serta
menjadi go public setahun kemudian, tepatnya pada tanggal 17
November 2011.
Golden Energy Mines terutama bergerak pada bidang
pertambangan dan jasa pertambangan. Golden Energy Mines
sendiri memiliki beberapa titik pertambangan, di antaranya di
Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan
Selatan. Golden Energy Mines juga memiliki target pasar domestik
dan internasional. Negara pelanggan dari Golden Energy Mines
antara lain Korea, Filipina, Thailand, India, China, Australia, dan
56
Afrika Selatan. Golden Energy Mines juga bekerja sama dengan
PT PLN Indonesia sebagai pelanggan domestik, dengan kontrak
berjangka mengenai pengadaan batubara. 55% dari produksi
batubara digunakan untuk pasar domestik dan sisanya diekspor ke
luar negeri. Produksi batubara yang terjadi adalah sekitar 9.5 juta
ton dengan volume penjualan 11.0 juta ton.
Selain itu, yang menyebabkan perusahaan ini kuat adalah
kepemilikan saham terhadap perusahaan tambang lain baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Beberapa perusahaan yang
langsung sahamnya dimiliki oleh Golden Energy Mines Tbk
adalah PT Roundhill Capital Indonesia, PT Borneo Indonesia, PT
Trisula Kencana Sakti, dll, di mana data perusahaan langsung
dapat dilihat pada Laporan Tahunan Golden Energy Mines (2016,
h. 6 – 7).
57
1.1.5. Harum Energy Tbk
Menurut Laporan Tahunan Harum Energy (2016, h. 30),
pertama kali perusahaan berdiri pada tanggal 12 Oktober 1995
dengan nama PT Asia Antrasit, yang kemudian berubah nama
menjadi PT Harum Energy Tbk pada tanggal 13 November 2007
di depan Notaris James Herman Raharjo, S.H., di Jakarta, dengan
Akta No. 30. Perusahaan ini memiliki empat anak perusahaan yang
bergerak di bidang batubara, antara lain PT Mahakam Sumber
Jaya, PT Tambang Batubara Harum, PT Santan Batubara, dan PT
Karya Usaha Pertiwi. Harum Energy Tbk menjadi go public pada
bulan Oktober 2010. Seluruh anak perusahaan ini bergerak di
bawah nama PT Harum Energy Tbk untuk melakukan kegiatan
operasional pertambangan.
Harum Energy Tbk memiliki jaringan integrasi distribusi
batubara dengan mengoperasikan jalan angkut batubara, fasilitas
pengolahan batubara, pelabuhan, dan armada kapal. Oleh karena
itu, dapat dilihat bahwa Harum Energy juga memiliki anak
perusahaan di bidang logistik, dengan pertambangan sebagai
perusahaan yang utama. Perusahaan ini juga pernah menerima
58
penghargaan, berupa 100 Best Companies in Indonesia dari
Fortune Indonesia, dan 200 Best under a Billion dan Best Return
on Investment dari Forbes Asia.
Target pasar dari Harum Energy Tbk, berdasarkan Laporan
Tahunan Harum Energy Tbk (2016, h. 48), secara keseluruhannya
adalah pasar internasional, dengan komposisi sebagai berikut: 29%
China, 26% Malaysia, 19% Korea Selatan, 18% Taiwan, 3% India,
2% Thailand, 2% Jepang, dan 1% Filipina. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa Harum Energy Tbk memiliki konsumen
batubara utama yang berasal dari luar negeri.
59
1.1.6. Indo Tambangraya Megah Tbk
Menurut Laporan Keuangan Tahunan Indo Tambangraya
Megah Tbk (2016, h. 42), Indo Tambangraya Megah Tbk
merupakan sebuah perusahaan pertambangan yang berdiri pada
tahun 1987 dengan Akta Pendirian nomor 3 dalam Surat
Keputusan nomor C2-640.HT.01.01.TH’89 oleh Notaris Benny
Kristianto, S.H. Perusahaan ini menjadi go public semenjak
tanggal 18 Desember 2007 di Bursa Efek Indonesia sebagai tempat
listing harga saham perusahaan tersebut. Pada tahun 2001, Indo
Tambangraya Megah sempat diakuisisi oleh Banpu Group, yang
menyebabkan perubahan kepemilikan saham, dan saat ini
kepemilikan Banpu adalah 65%, sisanya adalah kepemilikan
publik.
Indo Tambangraya Megah juga memiliki beberapa anak
perusahaan bernama PT ITM Indonesia, PT Tambang Raya Usaha
Tama, PT ITM Energi Utama, PT ITM Batubara Utama, dan PT
ITM Banpu Power, yang semuanya bergerak dalam bidang energi
dan batubara. Lokasi operasional pertambangan Indo Tambangraya
Megah terletak di pulau Kalimantan, dengan pusat utama di
Kalimantan Timur.
60
Menurut Laporan Tahunan Indo Tambangraya Megah Tbk
(2016, h. 104 – 105), Indo Tambangraya Megah memiliki pangsa
pasar domestik dan internasional. 14% dari produksi pertambangan
perusahaan disalurkan ke pasar domestik dan sisanya ke pasar
internasional. Negara – negara yang menjadi konsumen batubara
dari Indo Tambangraya Megah antara lain China dengan total
pembelian 25% dari total produksi, Jepang 16%, Korea 6%,
Taiwan 3%, Filipina 9%, Thailand 8%, Malaysia 1%, India 10%,
Bangladesh 1%, dan Italia 2%.
61
1.1.7. Tambang Batubara Bukit Asam
Menurut Laporan Keuangan Tahunan Tambang Batubara
Bukit Asam (2016, h. 46 – 48), awal mula adanya perusahaan ini
berasal sejak zaman kolonial Belanda pada tahun 1919, di mana
perusahaan saat itu masih menggunakan tambang terbuka, dan
tambang tersebut bernama tambang Air Laya, yang berlokasi di
Tanjung Enim. Seiring dengan kemerdekaan Indonesia, saat tahun
1950, tambang tersebut menjadi berubah kepemilikan menjadi
Indonesia, dan terbentuklah perusahaan bernama Perusahaan
Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA), untuk
mengurus tambang tersebut. Dan akhirnya, pada tanggal 1 Maret
1981, PN TABA berubah nama menjadi PT Tambang Batubara
Bukit Asam, atau disebut juga dengan PTBA. Pada tanggal 22
Desember 2002, PT Tambang Batubara Bukit Asam menjadi go
public.
Tambang Batubara Bukit Asam memiliki kegiatan
operasional perusahaan berupa pertambangan, pemrosesan hasil
tambang, perdagangan tambang baik domestik maupun
internasional, dan pengoperasian dermaga dan pelabuhan khusus
batubara.
62
Menurut Laporan Keuangan Tahunan Tambang Batubara
Bukit Asam (2016, h. 90), lokasi dari penambangan batubara
Tambang Batubara Bukit Asam Tbk antara lain di Tanjung Enim,
dengan luas area 66,414 hektar; di Peranap, dengan luas area
18,230 hektar; di IPC, dengan luas area 3,238 hektar; di Tabalong,
dengan luas area 3,145 hektar; dan di Ombilin, dengan luas area
2,950 hektar. Total sumber daya tambang yang dimiliki Tambang
Batubara Bukit Asam adalah 8.27 milyar ton, dan cadangan
tambang yang dimiliki adalah 3.33 milyar ton.
Menurut Laporan Keuangan Tahunan Tambang Batubara
Bukit Asam (2016, h. 161), target pasar yang dimiliki oleh
Tambang Batubara Bukit Asam Tbk adalah domestik dan
internasional. Untuk domestik, Tambang Batubara Bukit Asam
Tbk mengadakan kerjasama dengan Kereta Api. Untuk
internasional, Tambang Batubara Bukit Asam Tbk memiliki
konsumen di Asia Pasifik.
63
1.1.8. Petrosea Tbk
Menurut Laporan Keuangan Petrosea Tbk (2016, h. 46 –
47), Petrosea Tbk adalah sebuah perusahaan pertambangan yang
didirikan pada tanggal 21 Februari 1972, berdasarkan Akta
Perusahaan Terbatas nomor 75 yang disetujui dengan Surat
Keputusan nomor Y.A.5/51/17 dihadapan notaris Djojo Muljadi,
S.H., dan menjadi go public pada tanggal 21 Mei 1990. Petrosea
Tbk memiliki beberapa bidang usaha berupa jasa konstruksi, jasa
pertambangan, pertambangan murni, logistik, dan pengembangan
infrastruktur. Lokasi penambangan batubara Petrosea terletak pada
pulau Kalimantan, provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Timur.
Petrosea merupakan salah satu perusahaan dengan bisnis
yang multi disipliner, yang berarti bahwa Petrosea tidak berfokus
hanya pada pertambangan saja. Berdasarkan Laporan Tahunan
Petrosea Tbk (2016, h.120), bahwa untuk sektor pertambangan
sendiri, Petrosea mengadakan kontrak dengan beberapa perusahaan
domestik, seperti PT Kideco Jaya Agung dan PT Santan Batubara.
Kontrak pertambangan ini menghasilkan sekitar 25% dari total
pendapatan yang Petrosea miliki.
64
1.2. Data Laporan Keuangan
Pada bagian ini, peneliti menyajikan data – data dari laporan
keuangan masing – masing perusahaan, antara lain aset lancar / current
assets (CA), hutang lancer / current liabilities (CL), laba ditahan /
retained earnings (RE), earnings before interest taxes (EBIT), total
penjualan (SALES), nilai ekuitas pasar / market value equity (MVE), total
hutang / total liabilities (TL), dan total aset / total assets (TA). Jika data
menunjukkan angka positif, itu menandakan bahwa sebuah variabel
menunjukkan kondisi yang baik, sedangkan jika data menunjukkan angka
negatif, itu menandakan bahwa sebuah variabel menunjukkan kondisi
yang kurang baik. Peneliti juga memaparkan pola keuangan dari masing –
masing perusahaan, yang dideskripsikan pada bagian sebelum tabel, dan
tabel yang ditunjukkan adalah angka yang didapatkan dari hasil
pengolahan dan/atau laporan keuangan.
65
1.2.1. Adaro Energy Tbk
Data 5 tahun terakhir Adaro Energy Tbk menunjukkan pola
sebagai berikut. Current Assets cenderung menurun, yang berarti
aset lancar yang dimiliki perusahaan cenderung berkurang.
Current Liabilities cenderung menurun, yang berarti perusahaan
cenderung mampu mengurangi hutangnya. Retained Earnings
cenderung meningkat, yang berarti saldo neraca perusahaan
meningkat. Earnings Before Interest Taxes cenderung menurun,
yang berarti pendapatan operasional perusahaan menurun. Sales
cenderung menurun, yang berarti penjualan batubara menurun
karena permintaan menurun. Market Value Equity cenderung
stabil. Total Liabilities cenderung menurun, yang berarti total
hutang yang dimiliki perusahaan berkurang. Total Assets
cenderung menurun, yang berarti perusahaan sempat menjual
asetnya, atau aset mengalami depresiasi.
66
Tabel 4.1. Data Laporan Keuangan Adaro Energy Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
CA 1,413,875 1,370,879 1,271,632 1,092,519 1,076,948
CL 899,223 773,679 774,595 454,473 644,555
RE 1,066,661 1,217,607 1,309,707 1,387,009 1,574,902
EBIT 836,384 534,285 493,553 331,881 546,520
SALES 3,722,489 3,285,142 3,102,126 2,491,596 2,524,239
MVE 342,940 342,940 342,940 342,940 342,940
TL 2,797,979 2,765,105 3,155,500 2,605,586 2,736,375
TA 6,692,256 6,733,787 6,413,648 5,958,629 6,522,257
67
1.2.2. Atlas Resources Tbk (ARII)
Data 5 tahun terakhir Atlas Resources Tbk menunjukkan
pola sebagai berikut. Current Assets cenderung menurun, yang
berarti aset lancar yang dimiliki perusahaan cenderung berkurang.
Current Liabilities cenderung meningkat, yang berarti perusahaan
cenderung perlu menambah hutangnya. Retained Earnings
cenderung menurun, yang berarti saldo neraca perusahaan
berkurang. Earnings Before Interest Taxes cenderung menurun,
yang berarti pendapatan operasional perusahaan menurun. Sales
cenderung menurun, yang berarti penjualan batubara menurun
karena permintaan menurun. Market Value Equity cenderung
stabil. Total Liabilities cenderung meningkat, yang berarti total
hutang yang dimiliki perusahaan bertambah. Total Assets
cenderung meningkat, yang berarti perusahaan membeli asetnya,
atau aset mengalami peningkatan valuasi.
68
Tabel 4.2. Data Laporan Keuangan Atlas Resources Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
CA 59,232 44,366 29,444 40,086 36,446
CL 150,903 170,263 147,597 195,545 205,700
RE -5,676 -16,356 -33,061 -63,035 -87,598
EBIT -9,655 -24,053 -21,242 -19,428 -17,924
SALES 97,240 114,712 38,468 28,342 11,641
MVE 67,498 67,498 67,498 67,498 67,498
TL 154,799 183,181 433,661 269,491 273,848
TA 299,105 316,177 317,071 351,484 330,115
69
1.2.3. Delta Dunia Makmur Tbk (DOID)
Data 5 tahun terakhir Delta Dunia Makmur Tbk
menunjukkan pola sebagai berikut. Current Assets cenderung
menurun, yang berarti aset lancar yang dimiliki perusahaan
cenderung berkurang. Current Liabilities cenderung meningkat,
yang berarti perusahaan cenderung perlu menambah hutangnya.
Retained Earnings cenderung meningkat, yang berarti saldo neraca
perusahaan meningkat. Earnings Before Interest Taxes cenderung
meningkat, yang berarti pendapatan operasional perusahaan
bertambah. Sales cenderung menurun, yang berarti penjualan
batubara menurun karena permintaan menurun. Market Value
Equity cenderung stabil, walaupun data menunjukkan kenaikan,
dikarenakan adanya inflasi. Total Liabilities cenderung menurun,
yang berarti total hutang yang dimiliki perusahaan berkurang.
Total Assets cenderung menurun, yang berarti perusahaan sempat
menjual asetnya, atau aset mengalami depresiasi.
70
Tabel 4.3. Data Laporan Keuangan Delta Dunia Makmur Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
CA 385,860,243 421,980,187 301,905,997 307,841,985 299,288,034
CL 205,844,123 300,006,336 127,104,883 102,527,797 219,305,122
RE -15,255,620 -29,369,973 15,469,646 -8,306,595 37,089,185
EBIT 56,072,645 63,794,316 79,365,135 -8,306,595 60,709,743
SALES 843,254,769 694,912,667 607,426,558 565,615,288 611,231,812
MVE 45,593,925 45,811,864 45,933,063 46,051,790 46,233,674
TL 1,070,263,947 1,013,391,564 813,373,779 746,795,972 755,806,919
TA 1,159,770,820 1,081,805,400 905,305,407 831,796,061 882,275,704
71
1.2.4. Golden Energy Mines Tbk (GEMS, disajikan dalam ribuan)
Data 5 tahun terakhir Golden Energy Mines Tbk
menunjukkan pola sebagai berikut. Current Assets cenderung
meningkat, yang berarti aset lancar yang dimiliki perusahaan
cenderung bertambah. Current Liabilities cenderung meningkat,
yang berarti perusahaan cenderung perlu menambah hutangnya.
Retained Earnings cenderung meningkat, yang berarti saldo neraca
perusahaan meningkat. Earnings Before Interest Taxes cenderung
meningkat, yang berarti pendapatan operasional perusahaan
bertambah. Sales cenderung meningkat, yang berarti penjualan
batubara menaik karena permintaan bertambah. Market Value
Equity cenderung meningkat, yang berarti pasar berminat dengan
perusahaan. Total Liabilities cenderung meningkat, yang berarti
total hutang yang dimiliki perusahaan bertambah. Total Assets
cenderung meningkat, yang berarti perusahaan membeli asetnya,
atau aset mengalami peningkatan valuasi.
72
Tabel 4.4. Data Laporan Keuangan Golden Energy Mines Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
CA 1,796,212,239 1,861,966,556 1,757,801,329 2,707,128,412 2,749,837,326
CL 506,386,611 1,015,810,673 796,834,747 968,797,694 728,574,297
RE 216,014,545 199,852,729 320,640,138 361,582,983 596,027,378
EBIT 118,675,553 45,264,104 175,833,431 129,775,005 692,553,649
SALES 3,958,897,172 4,421,626,222 5,185,585,519 4,884,714,291 5,195,728,820
MVE 588,235,300 588,235,300 588,235,300 899,890,219 879,599,399
TL 538,865,216 1,053,418,021 840,925,836 1,689,465,623 1,524,237,658
TA 3,440,326,009 4,022,393,567 3,921,803,354 5,112,657,647 5,105,562,109
73
1.2.5. Harum Energy Tbk (HRUM)
Data 5 tahun terakhir Harum Energy Tbk menunjukkan
pola sebagai berikut. Current Assets cenderung menurun, yang
berarti aset lancar yang dimiliki perusahaan cenderung berkurang.
Current Liabilities cenderung menurun, yang berarti perusahaan
cenderung mampu mengurangi hutangnya. Retained Earnings
cenderung menurun, yang berarti saldo neraca perusahaan
berkurang. Earnings Before Interest Taxes cenderung menurun,
yang berarti pendapatan operasional perusahaan menurun. Sales
cenderung menurun, yang berarti penjualan batubara menurun
karena permintaan menurun. Market Value Equity cenderung
stabil. Total Liabilities cenderung menurun, yang berarti total
hutang yang dimiliki perusahaan berkurang. Total Assets
cenderung menurun, yang berarti perusahaan sempat menjual
asetnya, atau aset mengalami depresiasi.
74
Tabel 4.5. Data Laporan Keuangan Harum Energy Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
CA 335,580,765 284,658,847 280,935,293 225,450,032 268,174,019
CL 107,154,190 82,438,100 78,548,349 32,609,650 52,932,232
RE 211,649,930 183,619,735 154,162,725 134,843,853 148,193,604
EBIT 211,493,581 68,759,060 7,361,665 -17,690,193 29,391,728
SALES 1,043,301,146 837,079,750 477,643,910 249,328,849 217,121,593
MVE 28,876,375 28,877,151 28,877,151 28,877,151 28,877,151
TL 109,999,862 85,645,546 82,138,174 37,224,342 57,935,532
TA 538,639,301 480,621,137 444,106,858 380,654,005 413,365,853
75
1.2.6. Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG)
Data 5 tahun terakhir Indo Tambangraya Megah Tbk
menunjukkan pola sebagai berikut. Current Assets cenderung
menurun, yang berarti aset lancar yang dimiliki perusahaan
cenderung berkurang. Current Liabilities cenderung menurun,
yang berarti perusahaan cenderung mampu mengurangi hutangnya.
Retained Earnings cenderung menurun, yang berarti saldo neraca
perusahaan berkurang. Earnings Before Interest Taxes cenderung
menurun, yang berarti pendapatan operasional perusahaan
menurun. Sales cenderung menurun, yang berarti penjualan
batubara menurun karena permintaan menurun. Market Value
Equity cenderung stabil. Total Liabilities cenderung menurun,
yang berarti total hutang yang dimiliki perusahaan berkurang.
Total Assets cenderung menurun, yang berarti perusahaan sempat
menjual asetnya, atau aset mengalami depresiasi.
76
Tabel 4.6. Data Laporan Keuangan Indo Tambangraya Megah Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
CA 968,928 746,328 569,553 512,318 539,004
CL 437,021 374,674 364,170 284,344 238,835
RE 609,497 570,935 505,704 442,443 519,693
EBIT 558,438 337,475 262,030 139,446 191,991
SALES 2,438,941 2,178,763 1,942,655 1,589,409 1,367,498
MVE 63,892 63,892 63,892 63,892 63,892
TL 488,807 428,285 408,724 343,806.00 302,362
TA 1,491,224 1,392,140 1,307,348 1,178,363 1,209,792
77
1.2.7. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA)
Data 5 tahun terakhir Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
menunjukkan pola sebagai berikut. Current Assets cenderung
meningkat, yang berarti aset lancar yang dimiliki perusahaan
cenderung bertambah. Current Liabilities cenderung meningkat,
yang berarti perusahaan cenderung perlu menambah hutangnya.
Retained Earnings cenderung meningkat, yang berarti saldo neraca
perusahaan meningkat. Earnings Before Interest Taxes cenderung
menurun, yang berarti pendapatan operasional perusahaan
menurun. Sales cenderung meningkat, yang berarti penjualan
batubara menaik karena permintaan bertambah. Market Value
Equity cenderung stabil. Total Liabilities cenderung meningkat,
yang berarti total hutang yang dimiliki perusahaan bertambah.
Total Assets cenderung menurun, yang berarti perusahaan sempat
menjual asetnya, atau aset mengalami depresiasi.
78
Tabel 4.7. Data Laporan Keuangan Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
CA 8,718,297 6,479,783 7,416,805 7,598,476 8,349,927
CL 1,770,664 2,260,956 3,574,129 4,922,733 5,042,747
RE 7,410,590 8,093,505 9,205,393 10,191,771 11,365,741
EBIT 3,593,510 2,152,838 4,021,743 3,913,044 2,733,799
SALES 11,594,057 11,209,219 13,077,962 13,733,627 14,058,869
MVE 1,152,066 1,152,066 1,152,066 1,152,066 1,152,066
TL 4,223,812 4,125,586 6,141,181 7,606,496 8,024,369
TA 12,728,971 11,677,155 14,812,023 16,894,043 10,226,847
79
1.2.8. Petrosea Tbk (PTRO)
Data 5 tahun terakhir Petrosea Tbk menunjukkan pola
sebagai berikut. Current Assets cenderung menurun, yang berarti
aset lancar yang dimiliki perusahaan cenderung berkurang.
Current Liabilities cenderung menurun, yang berarti perusahaan
cenderung mampu mengurangi hutangnya. Retained Earnings
cenderung menurun, yang berarti saldo neraca perusahaan
berkurang. Earnings Before Interest Taxes cenderung menurun,
yang berarti pendapatan operasional perusahaan menurun. Sales
cenderung menurun, yang berarti penjualan batubara menurun
karena permintaan menurun. Market Value Equity cenderung
stabil. Total Liabilities cenderung menurun, yang berarti total
hutang yang dimiliki perusahaan berkurang. Total Assets
cenderung menurun, yang berarti perusahaan sempat menjual
asetnya, atau aset mengalami depresiasi.
80
Tabel 4.8. Data Laporan Keuangan Petrosea Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
CA 165,634 188,589 176,832 141,187 147,736
CL 125,918 121,305 107,514 90,941 68,442
RE 153,861 164,169 159,422 145,211 137,277
EBIT 74,640 55,353 66,591 29,143 -8,797
SALES 385,492 360,096 347,968 206,834 209,370
MVE 33,438 33,438 33,438 33,438 33,438
TL 342,452 311,666 274,905 247,091 222,976
TA 529,742 509,242 467,732 425,368 393,425
81
1.3. Hasil Perhitungan 5 Rasio
Pada bagian ini, peneliti memaparkan hasil perhitungan 5 rasio
dengan menggunakan data laporan keuangan yang telah peneliti paparkan
pada bagian sebelumnya, yang dinyatakan dalam 5 variabel, yaitu variabel
A yang bernama Net Working Capital to Total Assets Ratio, variabel B
yang bernama Retained Earnings to Total Assets Ratio, variabel C yang
bernama Earnings before Interest Taxes to Total Assets Ratio, variabel D
yang bernama Market Value Equity to Book Value of (Total) Liabilities
Ratio, variabel E yang bernama Sales to Total Assets Ratio.
Hasil dari rasio – rasio keuangan yang telah diolah ini, akan
dimasukkan ke dalam perumusan Altman Z – Score sebagai pedoman
penentuan tingkat keamanan perusahaan dari kebangkrutan. Rasio – rasio
ini juga mengindikasikan kesehatan keuangan perusahaan. Rasio A
mengindikasikan ada atau tidaknya modal kerja perusahaan, rasio B
mengindikasikan ada atau tidaknya dana cadangan perusahaan, rasio C
mengindikasikan seberapa besar tingkat laba yang dapat dihasilkan
perusahaan, rasio D mengindikasikan tingkat risiko solvabilitas
perusahaan / solvency risk oleh debitur jika perusahaan mengalami
kebangkrutan, dan rasio E mengindikasikan tingkat perputaran barang
dalam perusahaan melalui penjualan produk yang dilakukan.
82
1.3.1. Adaro Energy Tbk (ADRO)
1.3.1.1. Working Capital to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Adaro Energy
Tbk mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar 12.50%
selama 5 tahun. Hal ini berarti Adaro Energy Tbk mengalami
penurunan modal kerja bersih sebesar 12.50% selama 5 tahun.
Tabel 4.9. Data Working Capital to Total Assets Ratio Adaro Energy Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var A 0.08 0.09 0.08 0.11 0.07
1.3.1.2. Retained Earnings to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Adaro Energy
Tbk mengalami peningkatan untuk rasio ini sebesar 50%
selama 5 tahun. Hal ini berarti Adaro Energy Tbk mengalami
peningkatan saldo laba ditahan sebesar 50% selama 5 tahun.
83
Tabel 4.10. Data Retained Earnings to Total Assets Ratio Adaro Energy
Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var B 0.16 0.18 0.20 0.23 0.24
1.3.1.3. Earnings Before Interest Taxes to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Adaro Energy
Tbk mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar 33.33%
selama 5 tahun. Hal ini berarti Adaro Energy Tbk mengalami
penurunan jumlah laba operasional sebesar 33.33% selama 5
tahun.
Tabel 4.11. Data Earnings Before Interest Taxes to Total Assets Ratio
Adaro Energy Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var C 0.12 0.08 0.08 0.06 0.08
84
1.3.1.4. Market Value Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Adaro Energy
Tbk mengalami peningkatan untuk rasio ini sebesar 8.33%
selama 5 tahun. Hal ini berarti Adaro Energy Tbk mengalami
kenaikan tingkat solvabilitas perusahaan sebesar 8.33% selama
5 tahun jika terjadi kebangkrutan.
Tabel 4.12. Data Market Value Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio Adaro Energy Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var D 0.12 0.12 0.11 0.13 0.13
1.3.1.5. Sales to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Adaro Energy
Tbk mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar 30.36%
selama 5 tahun. Hal ini berarti Adaro Energy Tbk mengalami
penurunan penjualan batubara sebesar 30.36% selama 5 tahun.
85
Tabel 4.13. Data Sales to Total Assets Ratio Adaro Energy Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var E 0.56 0.49 0.48 0.42 0.39
1.3.2. Atlas Resources Tbk (ARII)
1.3.2.1. Working Capital to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Atlas
Recources Tbk mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar
64.52% selama 5 tahun. Hal ini berarti Atlas Resources Tbk
mengalami penurunan modal kerja bersih sebesar 64.52%
selama 5 tahun.
Tabel 4.14. Data Working Capital to Total Assets Ratio Atlas Resources
Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var A -0.31 -0.40 -0.37 -0.44 -0.51
86
1.3.2.2. Retained Earnings to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Atlas
Recources Tbk mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar
1250% selama 5 tahun. Hal ini berarti Atlas Resources Tbk
mengalami penurunan saldo laba ditahan sebesar 1250%
selama 5 tahun.
Tabel 4.15. Data Retained Earnings to Total Assets Ratio Atlas Resources
Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var B -0.02 -0.05 -0.10 -0.18 -0.27
1.3.2.3. Earnings Before Interest Taxes to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Atlas
Recources Tbk mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar
66.67% selama 5 tahun. Hal ini berarti Atlas Resources Tbk
mengalami penurunan jumlah laba operasional sebesar 66.67%
selama 5 tahun.
87
Tabel 4.16. Data Earnings Before Interest Taxes to Total Assets Ratio Atlas
Resources Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var C -0.03 -0.08 -0.07 -0.06 -0.05
1.3.2.4. Market Value Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Atlas
Recources Tbk mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar
43.18% selama 5 tahun. Hal ini berarti Atlas Resources Tbk
mengalami penurunan tingkat solvabilitas perusahaan sebesar
43.18% selama 5 tahun jika terjadi kebangkrutan.
Tabel 4.17. Data Market Value Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio Atlas Resources Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var D 0.44 0.37 0.16 0.25 0.25
88
1.3.2.5. Sales to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Atlas
Recources Tbk mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar
87.88% selama 5 tahun. Hal ini berarti Atlas Resources Tbk
mengalami penurunan penjualan batubara sebesar 87.88%
selama 5 tahun.
Tabel 4.18. Data Sales to Total Assets Ratio Atlas Resources Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var E 0.33 0.36 0.12 0.08 0.04
1.3.3. Delta Dunia Makmur Tbk (DOID)
1.3.3.1. Working Capital to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Delta Dunia
Makmur Tbk mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar
43.75% selama 5 tahun. Hal ini berarti Delta Dunia Makmur
89
Tbk mengalami penurunan modal kerja bersih sebesar 43.75%
selama 5 tahun.
Tabel 4.19. Data Working Capital to Total Assets Ratio Delta Dunia
Makmur Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var A 0.16 0.11 0.19 0.25 0.09
1.3.3.2. Retained Earnings to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Delta Dunia
Makmur Tbk mengalami peningkatan untuk rasio ini sebesar
500% selama 5 tahun. Hal ini berarti Delta Dunia Makmur Tbk
mengalami peningkatan saldo laba ditahan sebesar 500%
selama 5 tahun.
Tabel 4.20. Data Retained Earnings to Total Assets Ratio Delta Dunia
Makmur Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var B -0.01 -0.03 0.02 -0.01 0.04
90
1.3.3.3. Earnings Before Interest Taxes to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Delta Dunia
Makmur Tbk mengalami peningkatan untuk rasio ini sebesar
40% selama 5 tahun. Hal ini berarti Delta Dunia Makmur Tbk
mengalami peningkatan jumlah laba operasional sebesar 40%
selama 5 tahun.
Tabel 4.21. Data Earnings Before Interest Taxes to Total Assets Ratio Delta
Dunia Makmur Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var C 0.05 0.06 0.09 -0.01 0.07
1.3.3.4. Market Value Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Delta Dunia
Makmur Tbk mengalami peningkatan untuk rasio ini sebesar
50% selama 5 tahun. Hal ini berarti Delta Dunia Makmur Tbk
mengalami peningkatan tingkat solvabilitas perusahaan sebesar
50% selama 5 tahun jika terjadi kebangkrutan.
91
Tabel 4.22. Data Market Value Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio Delta Dunia Makmur Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var D 0.04 0.05 0.06 0.06 0.06
1.3.3.5. Sales to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Delta Dunia
Makmur Tbk mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar
5.48% selama 5 tahun. Hal ini berarti Delta Dunia Makmur
Tbk mengalami penurunan penjualan batubara sebesar 5.48%
selama 5 tahun.
Tabel 4.23. Data Sales to Total Assets Ratio Delta Dunia Makmur Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var E 0.73 0.64 0.67 0.68 0.69
92
1.3.4. Golden Energy Mines Tbk (GEMS)
1.3.4.1. Working Capital to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Golden Energy
Mines Tbk mengalami peningkatan untuk rasio ini sebesar
8.11% selama 5 tahun. Hal ini berarti Golden Energy Mines
Tbk mengalami peningkatan modal kerja bersih sebesar 8.11%
selama 5 tahun.
Tabel 4.24. Data Working Capital to Total Assets Ratio Golden Energy
Mines Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var A 0.37 0.21 0.25 0.34 0.40
1.3.4.2. Retained Earnings to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Golden Energy
Mines Tbk mengalami peningkatan untuk rasio ini sebesar
100% selama 5 tahun. Hal ini berarti Golden Energy Mines
93
Tbk mengalami peningkatan saldo laba ditahan sebesar 1250%
selama 5 tahun.
Tabel 4.25. Data Retained Earnings to Total Assets Ratio Golden Energy
Mines Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var B 0.06 0.05 0.08 0.07 0.12
1.3.4.3. Earnings Before Interest Taxes to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Golden Energy
Mines Tbk mengalami peningkatan untuk rasio ini sebesar
366.7% selama 5 tahun. Hal ini berarti Golden Energy Mines
Tbk mengalami peningkatan jumlah laba operasional sebesar
366.7% selama 5 tahun.
Tabel 4.26. Data Earnings Before Interest Taxes to Total Assets Ratio
Golden Energy Mines Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var C 0.03 0.01 0.04 0.03 0.14
94
1.3.4.4. Market Value Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Golden Energy
Mines Tbk mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar
46.79% selama 5 tahun. Hal ini berarti Golden Energy Mines
Tbk mengalami penurunan tingkat solvabilitas perusahaan
sebesar 46.79% selama 5 tahun jika terjadi kebangkrutan.
Tabel 4.27. Data Market Value Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio Golden Energy Mines Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var D 1.09 0.56 0.70 0.53 0.58
1.3.4.5. Sales to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Golden Energy
Mines Tbk mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar
11.30% selama 5 tahun. Hal ini berarti Golden Energy Mines
Tbk mengalami penurunan penjualan batubara sebesar 11.30%
selama 5 tahun.
95
Tabel 4.28. Data Sales to Total Assets Ratio Golden Energy Mines Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var E 1.15 1.10 1.32 0.96 1.02
1.3.5. Harum Energy Tbk (HRUM)
1.3.5.1. Working Capital to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Harum Energy
Tbk mengalami peningkatan untuk rasio ini sebesar 23.81%
selama 5 tahun. Hal ini berarti Harum Energy Tbk mengalami
peningkatan modal kerja bersih sebesar 23.81% selama 5
tahun.
Tabel 4.29. Data Working Capital to Total Assets Ratio Harum Energy Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var A 0.42 0.42 0.46 0.51 0.52
96
1.3.5.2. Retained Earnings to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Harum Energy
Tbk mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar 7.69%
selama 5 tahun. Hal ini berarti Harum Energy Tbk mengalami
penurunan saldo laba ditahan sebesar 7.69% selama 5 tahun.
Tabel 4.30. Data Retained Earnings to Total Assets Ratio Harum Energy
Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var B 0.39 0.38 0.35 0.35 0.36
1.3.5.3. Earnings Before Interest Taxes to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Harum Energy
Tbk mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar 82.05%
selama 5 tahun. Hal ini berarti Harum Energy Tbk mengalami
penurunan jumlah laba operasional sebesar 82.05% selama 5
tahun.
97
Tabel 4.31. Data Earnings Before Interest Taxes to Total Assets Ratio
Harum Energy Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var C 0.39 0.14 0.02 -0.05 0.07
1.3.5.4. Market Value Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Harum Energy
Tbk mengalami peningkatan untuk rasio ini sebesar 92.31%
selama 5 tahun. Hal ini berarti Harum Energy Tbk mengalami
peningkatan tingkat solvabilitas perusahaan sebesar 92.31%
selama 5 tahun jika terjadi kebangkrutan.
Tabel 4.32. Data Market Value Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio Harum Energy Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var D 0.26 0.34 0.35 0.78 0.50
98
1.3.5.5. Sales to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Harum Energy
Tbk mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar 72.68%
selama 5 tahun. Hal ini berarti Harum Energy Tbk mengalami
penurunan penjualan batubara sebesar 72.68% selama 5 tahun.
Tabel 4.33. Data Sales to Total Assets Ratio Harum Energy Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var E 1.94 1.74 1.08 0.66 0.53
1.3.6. Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG)
1.3.6.1. Working Capital to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Indo
Tambangraya Megah Tbk mengalami penurunan untuk rasio
ini sebesar 30.56% selama 5 tahun. Hal ini berarti Indo
Tambangraya Megah Tbk mengalami penurunan modal kerja
bersih sebesar 30.56% selama 5 tahun.
99
Tabel 4.34. Data Working Capital to Total Assets Ratio Indo Tambangraya
Megah Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var A 0.36 0.27 0.16 0.19 0.25
1.3.6.2. Retained Earnings to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Indo
Tambangraya Megah Tbk mengalami peningkatan untuk rasio
ini sebesar 4.87% selama 5 tahun. Hal ini berarti Indo
Tambangraya Megah Tbk mengalami peningkatan saldo laba
ditahan sebesar 4.87% selama 5 tahun.
Tabel 4.35. Data Retained Earnings to Total Assets Ratio Indo
Tambangraya Megah Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var B 0.41 0.41 0.39 0.38 0.43
100
1.3.6.3. Earnings Before Interest Taxes to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Indo
Tambangraya Megah Tbk mengalami penurunan untuk rasio
ini sebesar 56.76% selama 5 tahun. Hal ini berarti Indo
Tambangraya Megah Tbk mengalami penurunan jumlah laba
operasional sebesar 56.76% selama 5 tahun.
Tabel 4.36. Data Earnings Before Interest Taxes to Total Assets Ratio Indo
Tambangraya Megah Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var C 0.37 0.24 0.20 0.12 0.16
1.3.6.4. Market Value Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Indo
Tambangraya Megah Tbk mengalami peningkatan untuk rasio
ini sebesar 61.54% selama 5 tahun. Hal ini berarti Indo
Tambangraya Megah Tbk mengalami peningkatan tingkat
101
solvabilitas perusahaan sebesar 61.54% selama 5 tahun jika
terjadi kebangkrutan.
Tabel 4.37. Data Market Value Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio Indo Tambangraya Megah Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var D 0.13 0.15 0.16 0.19 0.21
1.3.6.5. Sales to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Indo
Tambangraya Megah Tbk mengalami penurunan untuk rasio
ini sebesar 31.10% selama 5 tahun. Hal ini berarti Indo
Tambangraya Megah Tbk mengalami penurunan penjualan
batubara sebesar 31.10% selama 5 tahun.
Tabel 4.38. Data Sales to Total Assets Ratio Indo Tambangraya Megah Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var E 1.64 1.57 1.49 1.35 1.13
102
1.3.7. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA)
1.3.7.1.Working Capital to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Tambang
Batubara Bukit Asam Tbk mengalami penurunan untuk rasio
ini sebesar 41.82% selama 5 tahun. Hal ini berarti Tambang
Batubara Bukit Asam Tbk mengalami penurunan modal kerja
bersih sebesar 41.82% selama 5 tahun.
Tabel 4.39. Data Working Capital to Total Assets Ratio Tambang Batubara
Bukit Asam Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var A 0.55 0.36 0.26 0.16 0.32
1.3.7.2. Retained Earnings to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Tambang
Batubara Bukit Asam Tbk mengalami peningkatan untuk rasio
ini sebesar 91.38% selama 5 tahun. Hal ini berarti Tambang
103
Batubara Bukit Asam Tbk mengalami peningkatan saldo laba
ditahan sebesar 91.38% selama 5 tahun.
Tabel 4.40. Data Retained Earnings to Total Assets Ratio Tambang
Batubara Bukit Asam Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var B 0.58 0.69 0.62 0.60 1.11
1.3.7.3. Earnings Before Interest Taxes to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Tambang
Batubara Bukit Asam Tbk mengalami penurunan untuk rasio
ini sebesar 3.57% selama 5 tahun. Hal ini berarti Tambang
Batubara Bukit Asam Tbk mengalami penurunan jumlah laba
operasional sebesar 3.57% selama 5 tahun.
Tabel 4.41. Data Earnings Before Interest Taxes to Total Assets Ratio
Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var C 0.28 0.18 0.27 0.23 0.27
104
1.3.7.4. Market Value Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Tambang
Batubara Bukit Asam Tbk mengalami penurunan untuk rasio
ini sebesar 48.15% selama 5 tahun. Hal ini berarti Tambang
Batubara Bukit Asam Tbk mengalami penurunan tingkat
solvabilitas perusahaan sebesar 48.15% selama 5 tahun jika
terjadi kebangkrutan.
Tabel 4.42. Data Market Value Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var D 0.27 0.28 0.19 0.15 0.14
1.3.7.5. Sales to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Tambang
Batubara Bukit Asam Tbk mengalami peningkatan untuk rasio
ini sebesar 50.55% selama 5 tahun. Hal ini berarti Tambang
105
Batubara Bukit Asam Tbk mengalami peningkatan penjualan
batubara sebesar 50.55% selama 5 tahun.
Tabel 4.43. Data Sales to Total Assets Ratio Tambang Batubara Bukit
Asam Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var E 0.91 0.96 0.88 0.81 1.37
1.3.8. Petrosea Tbk (PTRO)
1.3.8.1. Working Capital to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Petrosea Tbk
mengalami peningkatan untuk rasio ini sebesar 185.7% selama
5 tahun. Hal ini berarti Petrosea Tbk mengalami peningkatan
modal kerja bersih sebesar 185.7% selama 5 tahun.
Tabel 4.44. Data Working Capital to Total Assets Ratio Petrosea Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var A 0.07 0.13 0.15 0.12 0.20
106
1.3.8.2. Retained Earnings to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Petrosea Tbk
mengalami peningkatan untuk rasio ini sebesar 20.69% selama
5 tahun. Hal ini berarti Petrosea Tbk mengalami peningkatan
saldo laba ditahan sebesar 20.69% selama 5 tahun.
Tabel 4.45. Data Retained Earnings to Total Assets Ratio Petrosea Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var B 0.29 0.32 0.34 0.34 0.35
1.3.8.3. Earnings Before Interest Taxes to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Petrosea Tbk
mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar 114.3% selama 5
tahun. Hal ini berarti Petrosea Tbk mengalami penurunan
jumlah laba operasional sebesar 114.3% selama 5 tahun.
107
Tabel 4.46. Data Earnings Before Interest Taxes to Total Assets Ratio
Petrosea Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var C 0.14 0.11 0.14 0.07 -0.02
1.3.8.4. Market Value Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Petrosea Tbk
mengalami peningkatan untuk rasio ini sebesar 50% selama 5
tahun. Hal ini Petrosea Tbk mengalami peningkatan tingkat
solvabilitas perusahaan sebesar 50% selama 5 tahun jika terjadi
kebangkrutan.
Tabel 4.47. Data Market Value Equity to Book Value of Total Liabilities
Ratio Petrosea Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var D 0.10 0.11 0.12 0.14 0.15
108
1.3.8.5. Sales to Total Assets Ratio
Selama 5 tahun terakhir, terlihat bahwa Petrosea Tbk
mengalami penurunan untuk rasio ini sebesar 27.40% selama 5
tahun. Hal ini berarti Petrosea Tbk mengalami penurunan
penjualan batubara sebesar 27.40% selama 5 tahun.
Tabel 4.48. Data Sales to Total Assets Ratio Petrosea Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Var E 0.73 0.71 0.74 0.49 0.53
109
1.4. Hasil perhitungan Z-Score
Berdasarkan hasil perhitungan Altman Z-Score yang sudah
dipaparkan pada bab ini oleh peneliti, maka peneliti membuat hipotesa
berikut ini. Perusahaan yang memiliki Z-Score kurang dari 1.81 dapat
dikatakan sedang memasuki distress zone, sedangkan yang memiliki Z-
Score antara 1.81 hingga 2.99 dapat dikatakan sedang memasuki grey
zone, dan perusahaan yang memiliki Z-Score lebih dari 2.99 dapat
dikatakan sedang memasuki safe zone.
Peneliti juga berusaha mengulas mengenai hubungan rasio
keuangan yang telah dipaparkan pada subbab sebelumnya disertai dengan
hubungannya terhadap Z-Score setiap perusahaan yang telah peneliti pilih,
menurut analisa rasio keuangan dari sudut pandang peneliti. Rasio
keuangan yang berdampak signifikan saja yang akan dibahas secara
mendetail. Analisa yang digunakan adalah dalam tren 5 tahun,
berdasarkan peningkatan atau penurunan setiap variabel yang telah
peneliti uji, dan data yang disampaikan dalam bentuk persentase. Berikut
adalah analisa peneliti dari satu per satu perusahaan.
110
1.4.1. Adaro Energy Tbk (ADRO)
Dalam waktu 5 tahun, Adaro Energy Tbk mengalami
kondisi distress zone pada tahun 2012 – 2016, dikarenakan
berdasarkan hasil perhitungan Z-Score, Adaro Energy Tbk
mendapatkan skor 1.19 pada tahun 2012, di mana poin ini
merupakan titik tertinggi selama 5 tahun, kemudian menurun
menjadi 1.00 pada tahun 2013 dan 2014 berturut-turut, dan
menurun lagi hingga mencapai titik terendah menjadi 0.92 pada
tahun 2015, tetapi meningkat menjadi 0.95 pada tahun 2016.
Secara garis besar, perusahaan ini mengalami risiko
kebangkrutan yang tinggi dalam jangka waktu 5 tahun dikarenakan
tren Z-Score perusahaan ini cenderung menurun, disertai dengan
rata – rata Z-Score sebesar 1.012 untuk 5 tahun, dan berada di
bawah skor grey zone selama 5 tahun berturut – turut, yaitu 1.81.
Risiko kebangkrutan yang muncul di perusahaan Adaro
Energy Tbk dikarenakan penurunan pada variabel E yang
signifikan, yaitu sales to total assets ratio, sebesar 30.36%,
sehingga berdampak juga pada pendapatan yang diterima oleh
perusahaan, hingga mempengaruhi penurunan variabel C, yaitu
earning before interest taxes to total assets ratio, sebesar 33.33%.
Tentu saja apabila penjualan berkurang, otomatis total pendapatan
111
berkurang, sehingga laba perusahaan berkurang, dan akhirnya ada
kemungkinan mengakibatkan gangguan operasional perusahaan.
Dari penurunan variabel tersebut juga berdampak pada penurunan
variabel A, yaitu net working capital to total assets ratio, yaitu
sebesar 12.50%.
Sedangkan untuk jumlah laba yang ditahan oleh Adaro
Energy Tbk, data menunjukkan peningkatan yang signifikan,
terletak pada variabel B, yaitu retained earnings to total assets
ratio, sebesar 50%, dan tingkat solvabilitas yang meningkat juga,
terletak pada variabel D, yaitu market value equity to book value of
total liabilities ratio, yaitu sebesar 8.33%.
Tabel 4.49. Data Z-Score Adaro Energy Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Z-
Score 1.19 1.00 1.00 0.92 0.95
Kondisi Distress
Zone
Distress
Zone
Distress
Zone
Distress
Zone
Distress
Zone
Z-
Score 5
tahun
1.012
Rata-rata
Zona 5
tahun
Distress Zone
112
1.4.2. Atlas Resources Tbk (ARII)
Dalam waktu 5 tahun, Atlas Resources Tbk mengalami
kondisi distress zone pada tahun 2012 – 2016, dikarenakan
berdasarkan hasil perhitungan Z-Score, Atlas Resources Tbk
mendapatkan skor 0.17 pada tahun 2012, di mana poin ini
merupakan titik tertinggi selama 5 tahun, kemudian menurun
dengan signifikan menjadi -0.05 pada tahun 2013, kemudian
menurun lagi dengan signifikan menjadi -0.38 pada tahun 2014,
kemudian menurun sedikit menjadi -0.46 pada tahun 2015, dan
menurun lagi hingga pada titik terendah selama 5 tahun
perhitungan menjadi -0.62 pada tahun 2016.
Secara garis besar, perusahaan ini mengalami risiko
kebangkrutan yang sangat tinggi dalam jangka waktu 5 tahun
dikarenakan tren Z-Score perusahaan ini cenderung menurun,
disertai dengan rata – rata Z-Score sebesar -0.268 untuk 5 tahun,
dan berada di bawah skor grey zone selama 5 tahun berturut –
turut, yaitu 1.81.
Risiko kebangkrutan muncul di Atlas Resources Tbk
dikarenakan adanya penurunan yang signifikan di penjualan,
hingga mendekati titik nol di variabel E, yaitu sales to total assets
ratio, sebesar 87.88%, sehingga operasional perusahaan pun pasti
113
terganggu, terlihat pada variabel B, yaitu retained earnings to total
assets ratio, mengalami penurunan yang sangat signifikan,
sejumlah 1250%, pada variabel A, yaitu net working capital to
total assets ratio, juga menurun sebesar 64.52%, pada variabel C,
yaitu earnings before interest taxes to total assets ratio, juga
menurun sebesar 66.67%, yang akhirnya berdampak juga pada
penurunan tingkat solvabilitas perusahaan, yang terlihat pada
variabel D, yaitu market value equity to book value of total assets
ratio, sebesar 43.18%. Hal ini tidak akan berdampak baik, karena
perusahaan dalam kondisi rugi dan bahkan tidak mencapai break
even point, di mana total pendapatan sama dengan total biaya.
Tabel 4.50. Data Z-Score Atlas Resources Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Z-
Score 0.17 -0.05 -0.38 -0.46 -0.62
Kondisi Distress
Zone
Distress
Zone
Distress
Zone
Distress
Zone
Distress
Zone
Z-
Score 5
tahun
-0.268
Rata-rata
Zona 5
tahun
Distress Zone
114
1.4.3. Delta Dunia Makmur Tbk (DOID)
Dalam waktu 5 tahun, Delta Dunia Makmur Tbk
mengalami kondisi distress zone pada tahun 2012 – 2016,
dikarenakan berdasarkan hasil perhitungan Z-Score, Delta Dunia
Makmur Tbk mendapatkan skor 0.99 pada tahun 2012, kemudian
menurun menjadi 0.90 pada tahun 2013, lalu sempat meningkat
menjadi 1.12 pada tahun 2014, di mana poin ini merupakan titik
tertinggi selama 5 tahun, lalu menurun menuju titik terendah
selama 5 tahun menjadi 0.84 pada tahun 2015, dan meningkat lagi
menjadi 1.03 pada tahun 2016.
Secara garis besar, perusahaan ini mengalami risiko
kebangkrutan yang tinggi dalam jangka waktu 5 tahun dikarenakan
tren Z-Score perusahaan ini cenderung menurun, disertai dengan
rata – rata Z-Score sebesar 0.976 untuk 5 tahun, dan berada di
bawah skor grey zone selama 5 tahun berturut – turut, yaitu 1.81.
Risiko kebangkrutan di Delta Dunia Makmur muncul
dikarenakan rendahnya nilai rasio pada setiap variabel yang diuji
menggunakan Z-Score, walaupun selama 5 tahun perusahaan ini
menunjukkan upaya perbaikan yang signifikan, terlihat pada
peningkatan variabel B, yaitu retained earnings to total assets,
sebesar 500%, dan variabel D, yaitu market value equity to book
115
value of total liabilities ratio, yaitu sebesar 50%. Hal lain yang
menolong kesehatan perusahaan Delta Dunia Makmur adalah
tingginya variabel E, yaitu sales to total assets ratio, yang
berhubungan dengan tingkat perputaran batubara, jika
dibandingkan dengan keempat variabel lainnya, yaitu dengan rata
– rata sebesar 0.68, yang menunjukkan 68% dari aset perusahaan
merupakan perputaran batubara untuk penjualan. Sedangkan empat
rasio yang lain rata – ratanya bahkan tidak ada yang mencapai
20%. Hal ini tentu saja menunjukkan performa Delta Dunia
Makmur yang kurang maksimal.
Tabel 4.51. Data Z-Score Delta Dunia Makmur Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Z-
Score 0.99 0.90 1.12 0.84 1.03
Kondisi Distress
Zone
Distress
Zone
Distress
Zone
Distress
Zone
Distress
Zone
Z-
Score 5
tahun
0.976
Rata-rata
Zona 5
tahun
Distress Zone
116
1.4.4. Golden Energy Mines Tbk (GEMS)
Dalam waktu 5 tahun, Golden Energy Mines Tbk pernah
mengalami dua kondisi, yaitu distress zone pada tahun 2013 dan
2015, dan grey zone pada tahun 2012, 2014 dan 2016. Berdasarkan
hasil perhitungan Z-Score, Golden Energy Mines Tbk
mendapatkan skor 2.04 pada tahun 2012, lalu menurun menuju
titik terendah selama 5 tahun menjadi 1.56 pada tahun 2013, lalu
meningkat kembali menjadi 2.0 pada tahun 2014, lalu menurun
kembali menuju titik terendah selama 5 tahun menjadi 1.56 pada
tahun 2015, dan akhirnya meningkat dengan signifikan menjadi
2.06 pada tahun 2016, di mana poin ini merupakan titik tertinggi
selama 5 tahun.
Secara garis besar, perusahaan ini mengalami risiko
kebangkrutan sedang dalam jangka waktu 5 tahun dikarenakan rata
– rata Z-Score 5 tahun dari perusahaan ini masih menunjukkan
masuk dalam kondisi grey zone, yaitu sebesar 1.844.
Golden Energy Mines Tbk dapat masuk ke dalam grey
zone dikarenakan penilaian rasio yang signifikan di variabel E,
yaitu sales to total assets ratio, dengan rata – rata 1.11, yaitu total
117
penjualan yang jumlah perputarannya melebihi aset hingga 11%
dari total nilainya, meskipun jumlah penjualannya menurun
sebesar 11.30% dalam 5 tahun, disertai dengan kuatnya nilai dari
variabel A, yaitu net working capital to total assets ratio, sebesar
0.314, yang mengartikan bahwa 31,4% dari total aset yang ada
merupakan modal kerja bersih. Sedangkan yang melemahkan nilai
Z-Score, terlihat pada variabel B, yaitu retained earnings to total
assets ratio, sebesar 0.076, dan variabel C, yaitu earnings before
interest taxes to total assets ratio, sebesar 0.05. Nilai tersebut
mengindikasikan kelemahan pada perbandingan laba ditahan dan
laba operasi terhadap total aset pada Golden Energy Mines Tbk.
Tabel 4.52. Data Z-Score Golden Energy Mines Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Z-
Score 2.04 1.56 2.00 1.56 2.06
Kondisi Grey Zone
Distress
Zone Grey Zone
Distress
Zone Grey Zone
Z-
Score 5
tahun
1.844
Rata-rata
Zona 5
tahun
Grey Zone
118
1.4.5. Harum Energy Tbk (HRUM)
Dalam waktu 5 tahun, Harum Energy Tbk pernah
mengalami 3 kondisi, yaitu safe zone pada tahun 2012, grey zone
pada tahun 2013 dan 2014, dan distress zone pada tahun 2015 dan
2016. Berdasarkan hasil perhitungan Z-Score, Harum Energy Tbk
mendapatkan skor 3.90 pada tahun 2012, di mana poin ini
merupakan titik tertinggi selama 5 tahun, kemudian menurun
dengan signifikan menjadi 2.95 pada tahun 2013, dan menurun
lagi dengan signifikan menjadi 1.89 pada tahun 2014, lalu
mencapai titik terendah selama 5 tahun menjadi 1.50 pada 2015,
dan kemudian sempat meningkat menjadi 1.63 pada tahun 2016.
Secara garis besar, perusahaan ini mengalami risiko
kebangkrutan sedang dalam jangka waktu 5 tahun dikarenakan rata
– rata Z-Score 5 tahun dari perusahaan ini masih menunjukkan
masuk dalam kondisi grey zone, yaitu sebesar 2.374. Akan tetapi,
tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan ini bisa mengalami
kebangkrutan dalam jangka waktu dekat, dikarenakan 2 tahun
terakhir, perusahaan mengalami kondisi distress zone.
Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan adanya kemerosotan
penjualan dari Harum Energy dengan signifikan, terlihat pada
penurunan variabel E, yaitu sales to total assets ratio, sebesar
119
72.68% selama 5 tahun, yang mengakibatkan juga penurunan yang
signifikan pada laba operasi, terlihat pada penurunan variabel C,
yaitu earnings before interest taxes to total assets ratio, sebesar
82.05% selama 5 tahun.
Tetapi, hal yang menolong kondisi perusahaan ini dari
terjun bebas kesehatan keuangan yang terlalu parah adalah di laba
ditahan yang disimpan, terlihat pada variabel B, yaitu retained
earnings to total assets ratio, dengan rata – rata 0.366, dan tingkat
solvabilitas perusahaan, terlihat pada variabel D, yaitu market
value equity to book value of total liabilities ratio, dengan
peningkatan sebesar 92.31% selama 5 tahun, disertai dengan
peningkatan modal kerja bersih yang terlihat pada variabel A,
dengan peningkatan sebesar 23.81% selama 5 tahun.
Hal – hal inilah yang menyebabkan perusahaan Harum
Energy masih dapat bertahan di dalam grey zone dengan kurun
perhitungan rata – rata Z-Score selama 5 tahun¸ meskipun pada 2
tahun terakhir Z-Score kedua perusahaan Harum Energy sudah
tergolong pada distress zone menurut hasil perhitungan.
120
Tabel 4.53. Data Z-Score Harum Energy Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Z-
Score 3.90 2.95 1.89 1.50 1.63
Kondisi Safe Zone Grey Zone Grey Zone
Distress
Zone
Distress
Zone
Z-
Score 5
tahun
2.374
Rata-rata
Zona 5
tahun
Grey Zone
121
1.4.6. Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG)
Dalam waktu 5 tahun, Indo Tambangraya Megah Tbk
pernah mengalami dua kondisi, yaitu safe zone pada tahun 2012
dan grey zone pada tahun 2013 – 2016. Berdasarkan hasil
perhitungan Z-Score, Indo Tambangraya Megah Tbk mendapatkan
skor 3.45 pada tahun 2012, di mana poin ini merupakan titik
tertinggi selama 5 tahun, kemudian menurun dengan signifikan
menjadi 2.92 pada tahun 2013, kemudian menurun lagi dengan
signifikan menjadi 2.61 pada tahun 2014, kemudian menurun
hingga mencapai titik terendah selama 5 tahun dalam 2 tahun
berturut – turut, yaitu dengan skor 2.25 pada tahun 2015 dan 2016.
Secara garis besar, perusahaan ini mengalami risiko
kebangkrutan sedang dalam jangka waktu 5 tahun dikarenakan rata
– rata Z-Score 5 tahun dari perusahaan ini masih menunjukkan
masuk dalam kondisi grey zone, yaitu sebesar 2.696, berdasarkan
perhitungan rata – rata 5 tahun.
Hal yang menyebabkan Indo Tambangraya Megah
merupakan salah satu perusahaan yang terbaik di antara delapan
perusahaan yang peneliti pilih untuk menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah dari tingkat penjualan perusahaan, yang dapat
dilihat pada variabel E, yaitu sales to total assets ratio, dengan rata
122
– rata sebesar 1.436, yang berarti nilai penjualan sebesar total aset
ditambah 43.6%. Hal ini tentu sangat baik dikarenakan Indo
Tambangraya Megah mampu melakukan perputaran batubara
dengan sangat baik.
Indo Tambangraya Megah Tbk pun masih dapat
mempertahankan posisinya di dalam grey zone yang poinnya
hampir mendekati safe zone dalam kurun waktu 5 tahun, meskipun
secara teknis Z-Score perusahaan terjun bebas dari 3.45 menjadi
2.25, dikarenakan adanya peningkatan saldo laba ditahan, yang
terlihat pada variabel B, yaitu retained earnings to total assets
ratio, sebesar 4.87%, dan peningkatan tingkat solvabilitas
perusahaan, pada variabel D, yaitu market value equity to book
value of total liabilities ratio, sebesar 61.54%, disertai rata – rata
penjualan yang terlihat pada variabel E, yaitu sales to total assets
ratio, yang nilai rata – rata selama 5 tahun di atas 1.00.
Akan tetapi, Indo Tambangraya Megah performanya
merosot dikarenakan adanya penurunan penjualan yang signifikan
selama 5 tahun, dilihat dari variabel E, yaitu sales to total assets
ratio, sebesar 31.10%, yang akhirnya berdampak pada penurunan
modal kerja bersih, dilihat dari variabel A, yaitu net working
capital to total assets ratio, sebesar 30.56% dan pada laba operasi
Golden Energy Mines, yang tentu juga berdampak pada penurunan
123
keuntungan bersih, dilihat dari variabel C, yaitu earnings before
interest taxes to total assets ratio, sebesar 56.76%. Meskipun
terjadi penurunan yang signifikan, Indo Tambangraya Megah
masih mampu mempertahankan kondisi pada grey zone.
Tabel 4.54. Data Z-Score Indo Tambangraya Megah Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Z-
Score 3.45 2.92 2.61 2.25 2.25
Kondisi Safe Zone Grey Zone Grey Zone Grey Zone Grey Zone
Z-
Score 5
tahun
2.696
Rata-rata
Zona 5
tahun
Grey Zone
124
1.4.7. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA)
Dalam waktu 5 tahun, Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
pernah mengalami dua kondisi, yaitu grey zone pada tahun 2012 –
2015, dan safe zone pada tahun 2016. Berdasarkan hasil
perhitungan Z-Score, Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
mendapatkan skor 2.79 pada tahun 2012, lalu menurun menjadi
2.49 pada tahun 2013, kemudian sempat meningkat sedikit
menjadi 2.52 pada tahun 2013, kemudian mencapai titik terendah
selama 5 tahun menjadi 2.22 pada tahun 2015, lalu meningkat
menjadi 3.44 pada tahun 2016, di mana poin ini merupakan titik
tertinggi selama 5 tahun.
Secara garis besar, perusahaan ini mengalami risiko
kebangkrutan sedang dalam jangka waktu 5 tahun dikarenakan rata
– rata Z-Score 5 tahun dari perusahaan ini masih menunjukkan
masuk dalam kondisi grey zone, yaitu sebesar 2.692, berdasarkan
perhitungan rata – rata 5 tahun. Tetapi jika dilihat dari
perkembangan terakhir pada tahun 2016, perusahaan tergolong
dalam safe zone, sehingga cenderung aman dari risiko
kebangkrutan.
Hal yang menarik, yang membuat perbedaan antara
Tambang Batubara Bukit Asam, dibandingkan dengan 7
125
perusahaan pertambangan lainnya yang peneliti pilih adalah,
Tambang Batubara Bukit Asam mampu mencapai titik safe zone
menurut Z-Score, dikarenakan peningkatan laba ditahan yang
dimiliki oleh perusahaan, dilihat dari variabel B, yaitu retained
earnings to total assets, sebesar 91.38% selama 5 tahun, dan pada
tahun 2016 mencapai poin 1.11, di mana jika terjadi kemacetan
operasional, perusahaan masih mempunyai dana cadangan sebesar
111% dari total asetnya untuk menutup biaya – biaya yang
diperlukan.
Hal lain yang menyebabkan Tambang Batubara Bukit
Asam juga mencapai safe zone pada tahun 2016 adalah
peningkatan penjualan, dilihat dari variabel E, yaitu sales to total
assets ratio, sebesar 50.55%, disertai nilai rasio sebesar 1.37 pada
tahun tersebut, yang menandakan perputaran batubara yang
dilakukan oleh Tambang Batubara Bukit Asam sehat karena
nilainya lebih besar 37% dari total aset yang ada.
Sedangkan hal yang masih menghambat Tambang
Batubara Bukit Asam, sehingga dalam 5 tahun masih termasuk
dalam grey zone adalah pada modal kerja bersih mereka, dilihat
dari variabel A, yaitu working capital to total assets ratio, di mana
perusahaan mengalami penurunan sebesar 41.82% selama 5 tahun,
dan penurunan tingkat solvabilitas, jika terjadi kebangkrutan,
126
dikarenakan adanya peningkatan jumlah hutang lancar / current
assets dan total hutang / total liabilities yang mereka miliki, dilihat
dari variabel D, market value equity to book value of total
liabilities ratio, sebesar 48.15% selama 5 tahun.
Penambahan hutang inilah yang menyebabkan Indo
Tambangraya tidak masuk dalam safe zone selama 5 tahun, karena
peningkatan jumlah hutang yang cukup signifikan, hingga 500%
selama 5 tahun.
Tabel 4.55. Data Z-Score Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Z-
Score 2.79 2.49 2.52 2.22 3.44
Kondisi Grey Zone Grey Zone Grey Zone Grey Zone Safe Zone
Z-
Score 5
tahun
2.692
Rata-rata
Zona 5
tahun
Grey Zone
127
1.4.8. Petrosea Tbk (PTRO)
Dalam waktu 5 tahun, Petrosea Tbk mengalami kondisi
distress zone pada tahun 2012 – 2016, dikarenakan berdasarkan
hasil perhitungan Z-Score, Petrosea Tbk mendapatkan skor 1.50
pada tahun 2012, kemudian menurun sedikit menjadi 1.46 pada
tahun 2013, kemudian meningkat menjadi 1.63 pada tahun 2014,
di mana poin ini merupakan titik tertinggi selama 5 tahun,
kemudian menurun dengan signifikan menjadi 1.13 pada tahun
2015, dan mencapai titik terendah selama 5 tahun menjadi 0.96
pada tahun 2016.
Secara garis besar, perusahaan ini mengalami risiko
kebangkrutan yang tinggi dalam jangka waktu 5 tahun dikarenakan
tren Z-Score perusahaan ini cenderung menurun, disertai dengan
rata – rata Z-Score sebesar 1.012 untuk 5 tahun, dan berada di
bawah skor grey zone selama 5 tahun berturut – turut, yaitu 1.336.
Petrosea mengalami penurunan Z-Score yang signifikan
selama 5 tahun, dikarenakan penurunan penjualan yang signifikan,
dilihat dari variabel E, yaitu sales to total assets ratio, sebesar
27.40%, yang tentu saja berdampak pada laba operasi, bahkan
Petrosea mengalami kerugian pada tahun 2016, dibuktikan dengan
128
nilai variabel C, yaitu earnings before interest taxes to total assets
ratio, yang negatif, yaitu sebesar -0.02, dan juga menunjukkan
penurunan laba operasi sebesar 114.3% selama 5 tahun, meskipun
modal kerja bersih yang dimiliki Petrosea menunjukkan
peningkatan, dilihat dari variabel A, yaitu net working capital to
total assets ratio, sebesar 185.7% selama 5 tahun, tetapi tidak
berdampak signifikan, dikarenakan jumlah hutang yang besar,
yang perlu ditanggung oleh Petrosea.
Tabel 4.56. Data Z-Score Petrosea Tbk
2012 2013 2014 2015 2016
Z-
Score 1.50 1.46 1.63 1.13 0.96
Kondisi Distress
Zone
Distress
Zone
Distress
Zone
Distress
Zone
Distress
Zone
Z-
Score 5
tahun
1.336
Rata-rata
Zona 5
tahun
Distress Zone
129
2. Analisa Perusahaan Secara Garis Besar
2.1. Analisa Laporan Keuangan
Berdasarkan data 8 perusahaan yang telah peneliti paparkan,
berikut peneliti sajikan tabel kesimpulan mengenai tren kondisi keuangan
perusahaan selama 5 tahun, berdasarkan variabel current assets (CA),
current liabilities (CL), retained earnings (RE), earnings before interest
taxes (EBIT), total sales (SALES), market value equity (MVE), total
liabilities (TL), dan total assets (TA). Tren positif dengan perubahan
minimal lebih kecil atau sama dengan 0,5% diberi tanda positif beserta
dengan prosentase kenaikannya, tren stabil atau penurunan atau kenaikan
kurang dari 0,5% diberi tanda garis karena perbedaan tidak signifikan, dan
tren negatif dengan perubahan minimal lebih kecil atau sama dengan 0,5%
diberi tanda negatif beserta dengan prosentase penurunannya. Tabel
disajikan oleh peneliti pada halaman berikut ini.
130
Tabel 4.57. Tren Keuangan 8 Perusahaan (dalam persen)
ADRO ARII DOID GEMS HRUM ITMG PTBA PTRO
Rata-
Rata
CA -23.83 -38.47 -22.44 +53.09 -20.09 -44.37 -4.22 -10.80 -13.89
CL -28.32 +36.31 +6.54 +43.88 -50.60 -45.35 +184.8 -45.64 +24.04
RE +47.65 -1443 +343.1 +175.9 -29.98 -14.73 +53.37 -10.78
-
109.81
EBIT -34.66 -85.64 +8.27 +483.6 -86.10 -65.62 -23.92 -111.8 +10.52
SALES -32.19 -88.03 -27.52 +31.24 -79.19 -43.93 +21.26 -45.69 -33.01
MVE --- --- --- +49.53 --- --- --- --- +6.19
TL -2.20 +76.90 -29.38 +182.9 -47.33 -38.14 +89.98 -34.89 +24.73
TA -2.54 +10.37 -23.93 +48.40 -23.26 -18.87 -19.66 -25.73 -6.90
131
Dari data tersebut, terlihat bahwa 8 perusahaan cenderung
mengalami peningkatan dalam hal berikut ini, yaitu current liabilities,
earnings before interest taxes, market value equity, dan total liabilities;
dan penurunan dalam hal berikut ini, yaitu current assets, retained
earnings, sales, dan total assets. Berikut adalah analisa dari peneliti.
Pertama, penurunan current assets sebesar 13.89%; yang berarti
kemampuan perusahaan untuk membeli keperluan operasional yang cepat,
seperti perlengkapan yang kurang dari 1 tahun, berkurang sebesar 13,89%
selama 5 tahun terakhir.
Kedua, peningkatan current liabilities sebesar 24.04%; yang
berarti perusahaan memiliki beban tambahan sebesar 24,04% untuk
membayar hutang dalam jangka pendek selama 5 tahun terakhir.
Ketiga, penurunan retained earnings sebesar 109,81%; yang
berarti perusahaan mengalami pengurangan cadangan saldo laba setiap
tahunnya sebesar -109,81% selama 5 tahun terakhir.
Keempat, peningkatan earnings before interest taxes sebesar
10.52%; yang berarti perusahaan cenderung mendapatkan peluang untuk
meningkatkan pendapatan bersihnya sebesar 10,52% selama 5 tahun
terakhir.
132
Kelima, penurunan sales sebesar 33.01%; yang berarti penjualan
yang berhasil dilakukan oleh perusahaan selama 5 tahun cenderung
menurun sebesar 33.01%.
Keenam, peningkatan market value equity sebesar 6.19%; yang
berarti perusahaan cenderung mendapatkan peluang untuk meningkatkan
valuasi perusahaannya sebesar 6.19% selama 5 tahun terakhir.
Ketujuh, peningkatan total liabilities sebesar 24.73%; yang berarti
perusahaan perlu menambahkan hutang sebesar 24.73% selama 5 tahun
terakhir agar operasional perusahaan tetap dapat berjalan dengan baik dan
atau melakukan ekspansi.
Kedelapan, penurunan total assets sebesar 6.90%; yang berarti
perusahaan mengalami devaluasi perusahaan dan atau perlu menjual
asetnya sebesar 6.90% dari kepemilikan perusahaan selama 5 tahun
terakhir agar perusahaan tetap dapat bertahan.
Kesimpulan peneliti berdasarkan prosentase yang telah dihitung
oleh peneliti adalah bahwa 5 tahun terakhir perusahaan – perusahaan
cenderung mengalami penurunan penjualan, yang berimbas pada
peningkatan hutang dan penurunan aset, karena perusahaan perlu
mengamankan operasional perusahaan selama 5 tahun ini, di dalam
133
kondisi permintaan yang cenderung menurun, sehingga perusahaan perlu
menyadari penggunaan hutang secara bijak.
2.2. Analisa Rasio Keuangan
Berdasarkan perhitungan rasio, berikut peneliti sajikan tabel
kesimpulan mengenai tren rasio perusahaan selama 5 tahun, berdasarkan 5
variabel yang telah peneliti paparkan sebelumnya, yaitu variabel A yang
berarti Net Working Capital to Total Assets Ratio, B yang berarti Retained
Earnings to Total Assets Ratio, C yang berarti Earnings Before Interest
Taxes to Total Assets Ratio, D yang berarti Market Value to Book Value of
Total Liabilities Ratio, dan E yang berarti Sales to Total Assets Ratio.
Tren positif dengan perubahan minimal lebih kecil atau sama dengan 0,5%
diberi tanda positif beserta dengan prosentase kenaikannya, tren stabil atau
penurunan atau kenaikan kurang dari 0,5% diberi tanda garis karena
perbedaan tidak signifikan, dan tren negatif dengan perubahan minimal
lebih kecil atau sama dengan 0,5% diberi tanda negatif beserta dengan
prosentase penurunannya. Seluruh data yang disajikan dalam tabel ini
dinilai dalam persen. Tabel disajikan oleh peneliti pada halaman
berikutnya.
134
Tabel 4.58. Tren Rasio Keuangan 8 Perusahaan (dalam persen)
ADRO ARII DOID GEMS HRUM ITMG PTBA PTRO
Var A -12.50 -64.52 -43.75 +8.11 +23.81 -30.6 -41.82 +185.7
Var B +50 -1250 +500 +100 -7.69 +4.87 91.38 +20.69
Var C -33.33 -66.67 +40 +366.67 -82.05 -56.76 -3.57 -114.3
Var D +8.33 -43.18 +50 -46.79 +92.31 +61.54 -48.15 +50
Var E -30.36 -87.88 -5.48 -11.3 -72.68 -31.1 +50.55 -27.4
Berdasarkan tabel tersebut, peneliti memerkirakan bahwa
perusahaan menggunakan pendekatan – pendekatan berikut selama 5
tahun terakhir.
Adaro Energy Tbk, yang mengalami rasio positif di variabel B,
cenderung menggunakan pendekatan yang konservatif, yaitu dengan
meningkatkan saldo laba ditahan untuk mempertahankan keuangan
perusahaan.
135
Atlas Resources Tbk, cenderung ekspansif, dengan meningkatkan
hutang lancar mereka, terancam untuk mengalami kebocoran keuangan,
dapat dilihat dari rasio variabel B yang mengalami penurunan hingga
1250% dari keadaan 5 tahun lalu.
Delta Dunia Makmur Tbk, cenderung mengutamakan peningkatan
laba ditahan, dengan strategi pengurangan biaya pokok, sehingga laba
operasi perusahaan cenderung lebih besar dibandingkan 5 tahun yang lalu.
Golden Energy Mines Tbk, cenderung ekspansif, dengan cara
meningkatkan arus kas perusahaan, ditandai dengan meningkatkan
pendapatan dan aset lancar, sehingga perusahaan memerlukan modal dan
menyebabkan perusahaan meningkatkan hutang.
Harum Energy Tbk, cenderung konservatif, dengan cara menjual
aset perusahaan untuk melunasi hutang perusahaan.
Indo Tambangraya Megah Tbk, cenderung konservatif, dengan
cara menjual aset perusahaan untuk melunasi hutang perusahaan.
Tambang Batubara Bukit Asam Tbk, cenderung menggunakan
hutang untuk meningkatkan penjualan dan mendongkrak laba ditahan
yang dimiliki oleh perusahaan.
136
Petrosea Tbk, cenderung konservatif, dengan cara menjual aset
perusahaan untuk melunasi hutang perusahaan.
2.3. Analisa Altman Z – Score
Berdasarkan hasil perhitungan Z-Score, berikut peneliti sajikan
tabel mengenai rata – rata Z-Score perusahaan selama 5 tahun dan tingkat
peningkatannya, berdasarkan perhitungan rumus Z = 0.717 (A) + 0.847
(B) + 3.107 (C) + 0.420 (D) + 0.998 (E), di mana Z-Score di bawah 1.81
berarti perusahaan mengalami kondisi distress zone (D), Z-Score di antara
1.81 hingga 2.99 berarti perusahaan mengalami kondisi grey zone (G), dan
Z-Score di atas atau sama dengan 3.00 berarti perusahaan mengalami
kondisi safe zone (S). Untuk penamaan zona, huruf D melambangkan
perusahaan sedang mengalami distress zone, huruf G melambangkan
perusahaan sedang mengalami grey zone, dan huruf S melambangkan
perusahaan sedang mengalami safe zone. Berikut tabel peneliti sajikan
pada halaman berikutnya.
137
Tabel 4.59. Tren Z-Score 8 Perusahaan
ADRO ARII DOID GEMS HRUM ITMG PTBA PTRO
Rata – rata 1.012 -0.27 0.98 1.844 2.374 2.696 2.692 1.336
Zona 5 tahun D D D G G G G D
Z-Score 2012 1.19 0.17 0.99 2.04 3.90 3.45 2.79 1.50
Zona 2012 D D D G S S G D
Z-Score 2013 1.00 -0.05 0.90 1.56 2.95 2.92 2.49 1.46
Zona 2013 D D D D G G G D
Z-Score 2014 1.00 -0.38 1.12 2.00 1.89 2.61 2.52 1.63
Zona 2014 D D D G G G G D
Z-Score 2015 0.92 -0.46 0.84 1.56 1.50 2.25 2.22 1.13
Zona 2015 D D D D D G G D
Z-Score 2016 0.95 -0.62 1.03 2.06 1.63 2.25 3.44 0.96
Zona 2016 D D D G D G S D
138
Perusahaan yang digolongkan sebagai distress zone, atau
perusahaan yang mengalami kondisi terancam bangkrut dalam waktu
dekat, berdasarkan tabel tersebut, disebutkan ada empat perusahaan, antara
lain: Adaro Energy Tbk, Atlas Resources Tbk, Delta Dunia Makmur Tbk,
dan Petrosea Tbk.
Perusahaan yang digolongkan sebagai grey zone, atau perusahaan
yang mengalami ambang kondisi antara perusahaan terancam bangkrut
atau dapat bertahan, berdasarkan tabel tersebut, disebutkan ada empat
perusahaan, antara lain: Golden Energy Mines Tbk, Harum Energy Mines
Tbk, Indo Tambangraya Megah Tbk, dan Tambang Batubara Bukit Asam
Tbk.
Perusahaan yang digolongkan sebagai safe zone, atau perusahaan
yang digolongkan sebagai perusahaan yang aman dari kebangkrutan, dari
list tersebut, tidak terdapat satupun perusahaan yang aman dari hal ini.
Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
perusahaan yang memiliki risiko paling tinggi untuk bangkrut dalam
kurun waktu 5 tahun berikutnya adalah Atlas Resources Tbk, dengan rata
– rata Z-Score selama 5 tahun senilai -0.27, kedua diikuti oleh Delta
Dunia Makmur Tbk, dengan rata – rata Z-Score senilai 0.98, dan ketiga
diikuti oleh Adaro Energy Tbk, dengan rata – rata Z-Score senilai 1.012.
139
Perusahaan yang memiliki risiko paling kecil untuk bangkrut dalam kurun
waktu 5 tahun berikutnya adalah Indo Tambangraya Megah Tbk, dengan
rata – rata Z-Score selama 5 tahun senilai 2.696, kedua diikuti oleh
Tambang Batubara Bukit Asam, dengan rata – rata Z-Score senilai 2.692,
dan ketiga diikuti oleh Harum Energy Tbk, dengan rata – rata Z-Score
senilai 2.374.
Oleh karena itu, peneliti memperkirakan bahwa seluruh
perusahaan tambang tersebut memiliki risiko kebangkrutan yang tinggi,
berdasarkan rata – rata Z-Score 8 perusahaan tersebut, yaitu di angka 1.58,
yang berarti masuk ke distress zone.
140
3. Pembahasan Lanjutan
Pada bagian ini, peneliti menganalisa keselarasan antara harga saham
dan harga komoditas batubara dengan nilai Z-Score yang setiap perusahaan
miliki, sehingga di penelitian ini dapat diketahui risiko kebangkrutan
perusahaan. Analisis yang dipakai peneliti untuk membuat kesimpulan adalah
analisis regresi linear.
3.1. Harga Saham Perusahaan Pertambangan Sektor Batubara di
Indonesia selama 5 tahun terakhir
Di subbab ini, peneliti akan memaparkan harga saham selama 5
tahun terakhir, data ditampilkan per 3 bulan sekali, dari tahun 2012 – 2016
untuk setiap perusahaan pertambangan sektor batubara yang sudah
ditetapkan. Data yang digunakan oleh peneliti untuk menganalisa harga
saham berikut ini diambil dari Bursa Efek Indonesia.
Harga saham ini digunakan oleh peneliti sebagai salah satu
pertimbangan untuk melihat toleransi pasar terhadap risiko kebangkrutan
yang dialami oleh perusahaan pertambangan. Tentunya sebuah perusahaan
yang bagus, di mana tentu saja perusahaan cenderung tentu masuk dalam
141
kategori safe zone, adalah perusahaan yang memiliki kecenderungan untuk
memiliki harga saham yang ke arah naik dan pasar cenderung membeli.
Perusahaan yang memiliki Z-Score yang termasuk dalam antara
grey zone dan distress zone, biasanya akan memiliki kecenderungan harga
saham yang turun, dikarenakan kedua jenis perusahaan berisiko untuk
mengalami kebangkrutan yang lebih tinggi, sehingga pasar cenderung
kurang memercayai perusahaan – perusahaan tipe seperti ini dan mereka
cenderung menjual saham mereka dari perusahaan ini.
142
3.1.1. Harga Saham Adaro Energy Tbk
Gambar 4.2. Harga Saham Adaro Energy Tbk Tahun 2012 – 2016
Dari grafik tersebut, didapati bahwa harga saham Adaro
Energy pada bulan Desember 2012 adalah Rp 1.590,00;
Desember 2013 adalah Rp 1.090,00; Desember 2014 adalah Rp
1.040,00; Desember 2015 adalah Rp 515,00; dan Desember
2016 adalah Rp 1.695,00. Dapat disimpulkan bahwa harga
saham perusahaan tersebut selama 5 tahun memiliki trendline
1930
1450 1500
1590
1310
860 900
1090 980
1175 1175
1040 950
760
535 515
645
850
1205
1695
0
500
1000
1500
2000
2500
Mar
-12
Jun-1
2
Sep
-12
Des
-12
Mar
-13
Jun-1
3
Sep
-13
Des
-13
Mar
-14
Jun-1
4
Sep
-14
Des
-14
Mar
-15
Jun-1
5
Sep
-15
Des
-15
Mar
-16
Jun-1
6
Sep
-16
Des
-16
Adaro Energy Tbk
143
menurun. Jika dikaitkan dengan Z-Score, didapati ada
perbedaan bahwa kondisi perusahaan ini paling baik pada
tahun 2012, yaitu sebesar 1.19, dikaitkan dengan rata – rata
harga saham tertinggi, pada tahun 2012, yaitu sebesar Rp
1.617,50, dan yang terburuk pada tahun 2015, yaitu sebesar
0.92, dikaitkan dengan rata – rata harga saham terendah, pada
tahun 2015, yaitu sebesar Rp 690,00.
144
3.1.2. Harga Saham Atlas Resources Tbk
Gambar 4.3. Harga Saham Atlas Resources Tbk Tahun 2012 – 2016
Dari grafik tersebut, didapati bahwa harga saham Atlas
Resources pada bulan Desember 2012 adalah Rp 1.510,00;
Desember 2013 adalah Rp 850,00; Desember 2014 adalah Rp
448,00; Desember 2015 adalah Rp 400,00; dan Desember 2016
adalah Rp 520,00. Dapat disimpulkan bahwa harga saham
perusahaan tersebut selama 5 tahun memiliki trendline
1420 1450
1410
1510
1190
800 780 850
695 680
424 448 405
450 415 400
450 500 500
520
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Mar
-12
Jun-1
2
Sep
-12
Des
-12
Mar
-13
Jun-1
3
Sep
-13
Des
-13
Mar
-14
Jun-1
4
Sep
-14
Des
-14
Mar
-15
Jun-1
5
Sep
-15
Des
-15
Mar
-16
Jun-1
6
Sep
-16
Des
-16
Atlas Resources Tbk
145
menurun. Jika dikaitkan dengan Z-Score, didapati benar bahwa
kondisi perusahaan ini paling baik pada tahun 2012, yaitu
sebesar 0.17, dikaitkan dengan rata – rata harga saham
tertinggi, pada tahun 2012, yaitu sebesar Rp 1.447,50, namun
ada perbedaan antara Z-Score yang terburuk pada tahun 2016,
yaitu sebesar -0.62, dengan rata – rata harga saham terendah,
pada tahun 2015, yaitu sebesar Rp 417,50.
146
3.1.3. Harga Saham Delta Dunia Makmur Tbk
Gambar 4.4. Harga Saham Delta Dunia Makmur Tbk Tahun 2012 – 2016
Dari grafik tersebut, didapati bahwa harga saham Delta
Dunia Makmur pada bulan Desember 2012 adalah Rp 153,00;
Desember 2013 adalah Rp 92,00; Desember 2014 adalah Rp
193,00; Desember 2015 adalah Rp 54,00; dan Desember 2016
adalah Rp 510,00. Dapat disimpulkan bahwa harga saham
perusahaan tersebut selama 5 tahun memiliki trendline
610
395
250
153
210
134
89 92 93
170
258
193
131
80 63 54
99
232 226
510
0
100
200
300
400
500
600
700
Mar
-12
Jun-1
2
Sep
-12
Des
-12
Mar
-13
Jun-1
3
Sep
-13
Des
-13
Mar
-14
Jun-1
4
Sep
-14
Des
-14
Mar
-15
Jun-1
5
Sep
-15
Des
-15
Mar
-16
Jun-1
6
Sep
-16
Des
-16
Delta Dunia Makmur Tbk
147
menurun. Jika dikaitkan dengan Z-Score, didapati ada
perbedaan antara Z-Score yang terbaik pada tahun 2014, yaitu
sebesar 1.12 dengan rata – rata harga saham tertinggi, pada
tahun 2012, yaitu sebesar Rp 352,00, dan didapati benar bahwa
Z-Score yang terburuk pada tahun 2015, yaitu sebesar 0.84,
dikaitkan dengan rata – rata harga saham terendah, pada tahun
2015, yaitu sebesar Rp 82,00.
148
3.1.4. Harga Saham Golden Energy Mines Tbk
Gambar 4.5. Harga Saham Golden Energy Mines Tbk Tahun 2012 – 2016
Dari grafik tersebut, didapati bahwa harga saham
Golden Energy Mines pada bulan Desember 2012 adalah Rp
2.375,00; Desember 2013 adalah Rp 2.175,00; Desember 2014
adalah Rp 2.000,00; Desember 2015 adalah Rp 1.400,00; dan
Desember 2016 adalah Rp 2.700,00. Dapat disimpulkan bahwa
harga saham perusahaan tersebut selama 5 tahun memiliki
2850
2625 2500
2375 2450
2350
2200 2175
1775 1700
1950 2000
1700 1650
1395 1400
1670 1640
1420
2700
0
500
1000
1500
2000
2500
3000M
ar-1
2
Jun-1
2
Sep
-12
Des
-12
Mar
-13
Jun-1
3
Sep
-13
Des
-13
Mar
-14
Jun-1
4
Sep
-14
Des
-14
Mar
-15
Jun-1
5
Sep
-15
Des
-15
Mar
-16
Jun-1
6
Sep
-16
Des
-16
Golden Energy Mines Tbk
149
trendline menurun. Jika dikaitkan dengan Z-Score, didapati ada
perbedaan antara Z-Score yang terbaik pada tahun 2016, yaitu
sebesar 2.06 dengan rata – rata harga saham tertinggi, pada
tahun 2012, yaitu sebesar Rp 2.587,50, dan didapati benar
bahwa Z-Score yang terburuk pada tahun 2015, yaitu sebesar
1.56, dikaitkan dengan rata – rata harga saham terendah, pada
tahun 2015, yaitu sebesar Rp 1.536,25.
150
3.1.5. Harga Saham Harum Energy Tbk
Gambar 4.6. Harga Saham Harum Energy Tbk Tahun 2012 – 2016
Dari grafik tersebut, didapati bahwa harga saham
Harum Energy pada bulan Desember 2012 adalah Rp 6.000,00;
Desember 2013 adalah Rp 2.750,00; Desember 2014 adalah Rp
1.660,00; Desember 2015 adalah Rp 675,00; dan Desember
2016 adalah Rp 2.140,00. Dapat disimpulkan bahwa harga
saham perusahaan tersebut selama 5 tahun memiliki trendline
menurun. Jika dikaitkan dengan Z-Score, didapati ada
8150
5700 5900 6000
4800
3025 2700 2750
2185 2325 2045
1660 1500
1105 845
675 880 820
1045
2140
-1000
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
Mar
-12
Jun-1
2
Sep
-12
Des
-12
Mar
-13
Jun-1
3
Sep
-13
Des
-13
Mar
-14
Jun-1
4
Sep
-14
Des
-14
Mar
-15
Jun-1
5
Sep
-15
Des
-15
Mar
-16
Jun-1
6
Sep
-16
Des
-16
Harum Energy Tbk
151
perbedaan antara Z-Score yang terbaik pada tahun 2016, yaitu
sebesar 2.06, dengan rata – rata harga saham tertinggi, pada
tahun 2012, yaitu sebesar Rp 6.437,50, dan didapati benar
bahwa Z-Score yang terburuk pada tahun 2015, yaitu sebesar
1.56, dengan rata – rata harga saham terendah, pada tahun
2015, yaitu sebesar Rp 1.031,25.
152
3.1.6. Harga Saham Indo Tambangraya Megah Tbk
Gambar 4.7. Harga Saham Indo Tambangraya Megah Tbk Tahun 2012 – 2016
Dari grafik tersebut, didapati bahwa harga saham Indo
Tambangraya Megah pada bulan Desember 2012 adalah Rp
41.550,00; Desember 2013 adalah Rp 28.500,00; Desember
2014 adalah Rp 15.375,00; Desember 2015 adalah Rp
5.725,00; dan Desember 2016 adalah Rp 16.875,00. Dapat
disimpulkan bahwa harga saham perusahaan tersebut selama 5
tahun memiliki trendline menurun. Jika dikaitkan dengan Z-
43450
35950
42150 41550
35500
28150 26300
28500
24350
27000 25975
15375 16900
12850
9875
5725 6625
9375 10900
16875
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
Mar
-12
Jun-1
2
Sep
-12
Des
-12
Mar
-13
Jun-1
3
Sep
-13
Des
-13
Mar
-14
Jun-1
4
Sep
-14
Des
-14
Mar
-15
Jun-1
5
Sep
-15
Des
-15
Mar
-16
Jun-1
6
Sep
-16
Des
-16
Indo Tambangraya Megah Tbk
153
Score, didapati benar bahwa Z-Score yang terbaik pada tahun
2012, yaitu sebesar 3.45, dikaitkan dengan rata – rata harga
saham tertinggi, pada tahun 2012, yaitu sebesar Rp 40.775,00,
dan didapati benar bahwa Z-Score yang terburuk pada tahun
2016, yaitu sebesar 2.25, dengan rata – rata harga saham
terendah, pada tahun 2016, yaitu sebesar Rp 10.943,75.
154
3.1.7. Harga Saham Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
Gambar 4.8. Harga Saham Tambang Batubara Bukit Asam Tbk Tahun 2012 – 2016
Dari grafik tersebut, didapati bahwa harga saham
Tambang Batubara Bukit Asam pada bulan Desember 2012
adalah Rp 15.100,00; Desember 2013 adalah Rp 10.200,00;
Desember 2014 adalah Rp 12.500,00; Desember 2015 adalah
Rp 4.525,00; dan Desember 2016 adalah Rp 12.500,00. Dapat
20500
14650
16200
15100 14400
13300 12750
10200 9325
10725
13200 12500
10750
8400
5625
4525
6275
7700
9625
12500
0
5000
10000
15000
20000
25000M
ar-1
2
Jun-1
2
Sep
-12
Des
-12
Mar
-13
Jun-1
3
Sep
-13
Des
-13
Mar
-14
Jun-1
4
Sep
-14
Des
-14
Mar
-15
Jun-1
5
Sep
-15
Des
-15
Mar
-16
Jun-1
6
Sep
-16
Des
-16
Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
155
disimpulkan bahwa harga saham perusahaan tersebut selama 5
tahun memiliki trendline menurun. Jika dikaitkan dengan Z-
Score, didapati ada perbedaan bahwa Z-Score yang terbaik
pada tahun 2016, yaitu sebesar 3.44, dikaitkan dengan rata –
rata harga saham tertinggi, pada tahun 2012, yaitu sebesar Rp
16.612,50, dan didapati benar bahwa Z-Score yang terburuk
pada tahun 2015, yaitu sebesar 2.22, dengan rata – rata harga
saham terendah, pada tahun 2015, yaitu sebesar Rp 7.325,00.
156
3.1.8. Harga Saham Petrosea Tbk
Gambar 4.9. Harga Saham Petrosea Tbk Tahun 2012 – 2016
Dari grafik tersebut, didapati bahwa harga saham Petrosea pada
bulan Desember 2012 adalah Rp 1.320,00; Desember 2013 adalah Rp
1.150,00; Desember 2014 adalah Rp 925,00; Desember 2015 adalah Rp
290,00; dan Desember 2016 adalah Rp 720,00. Dapat disimpulkan bahwa
harga saham perusahaan tersebut selama 5 tahun memiliki trendline
menurun. Jika dikaitkan dengan Z-Score, didapati ada perbedaan antara Z-
4275
3275
1510 1320
1890
1200 1160 1150
1395 1275 1200
925 785
443 290 290
458 480 535 720
-500
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
Mar
-12
Jun-1
2
Sep
-12
Des
-12
Mar
-13
Jun-1
3
Sep
-13
Des
-13
Mar
-14
Jun-1
4
Sep
-14
Des
-14
Mar
-15
Jun-1
5
Sep
-15
Des
-15
Mar
-16
Jun-1
6
Sep
-16
Des
-16
Petrosea Tbk
157
Score yang terbaik pada tahun 2014, yaitu sebesar 1.63 dengan rata – rata
harga saham tertinggi, pada tahun 2012, yaitu sebesar Rp 2.595,00, dan
didapati ada perbedaan antara Z-Score yang terburuk pada tahun 2016,
yaitu sebesar 0.96, dengan rata – rata harga saham terendah, pada tahun
2015, yaitu sebesar Rp 452,00.
158
3.2. Harga Komoditas Dunia 5 Tahun Terakhir
Di subbab ini, peneliti memaparkan dua jenis harga komoditas,
yaitu harga batubara Australia dan harga energi selama 5 tahun, yaitu
tahun 2012 – 2016. Harga ini ditunjukkan oleh peneliti dengan tujuan
menunjukkan tren pasar energi yang ada di dunia secara menyeluruh,
saat periode 2012 – 2016, untuk menunjukkan tingkat keamanan
perusahaan yang bergerak di dalam industri energi, khususnya
batubara.
Harga komoditas energi tentu sangat berpengaruh terhadap
operasional perusahaan batubara, dikarenakan nilai jual dari batubara
itu sendiri sangat bergantung terhadap pasar. Jika kondisi pasar itu
sendiri volatile dan tingkat perubahannya sangat tinggi, maka akan
berakibat pada kondisi perusahaan batubara yang juga mengalami
volatilitas yang tinggi juga, dan juga berlaku sebaliknya. Berikut
peneliti sediakan dua jenis data komoditas energi, yaitu komoditas
energi British Thermal Unit dan Australian Thermal Unit.
159
3.2.1. Harga Komoditas Energi dalam British Thermal Unit
Gambar 4.10. Harga Komoditas Energi Tahun 2012 – 2016
Dari grafik tersebut, terlihat bahwa harga energi
tertinggi terdapat pada tahun 2012, dengan rata – rata harga
sebesar US$ 193.60 per BTU (British Thermal Unit), dan
harga energi terendah terdapat pada tahun 2015, dengan rata –
rata harga sebesar US$ 95.01 per BTU (British Thermal Unit).
216,98
172,47
196,48 188,46 190,63
184,85 192,95 194,31 190,84
197,2
175,77
119,24
104,16 113,96
89,26
72,64 71,5
88,01 85,72
100,12
0
50
100
150
200
250M
ar-1
2
Jun-1
2
Sep
-12
Des
-12
Mar
-13
Jun-1
3
Sep
-13
Des
-13
Mar
-14
Jun-1
4
Sep
-14
Des
-14
Mar
-15
Jun-1
5
Sep
-15
Des
-15
Mar
-16
Jun-1
6
Sep
-16
Des
-16
Energi (Keseluruhan)
160
3.2.2. Harga Batubara Australia
Gambar 4.11. Harga Batubara Australia Tahun 2012 – 2016
Dari grafik tersebut, terlihat bahwa harga batubara tertinggi
terdapat pada tahun 2012, dengan rata – rata harga sebesar US$
100.85 per ATU (Australian Thermal Unit), dan harga energi
terendah terdapat pada tahun 2015, dengan rata – rata harga
sebesar US$ 60.49 per ATU (Australian Thermal Unit).
115,14
93,42 95,31 99,51 97,48
88,67 83,16
90,36
78,58 76,59 70,65
66,9 64,41 63,04
58,66 55,85 55,44 56,23
76,37
93,13
0
20
40
60
80
100
120
140
Mar
-12
Jun-1
2
Sep
-12
Des
-12
Mar
-13
Jun-1
3
Sep
-13
Des
-13
Mar
-14
Jun-1
4
Sep
-14
Des
-14
Mar
-15
Jun-1
5
Sep
-15
Des
-15
Mar
-16
Jun-1
6
Sep
-16
Des
-16
Batubara Australia
161
3.3. Analisa Korelasi Harga Saham, Harga Komoditas, dan Z-Score
Berdasarkan data yang sudah dipaparkan oleh peneliti, maka
peneliti dapat memberikan analisis sebagai berikut ini. Poin pertama, 8
perusahaan pertambangan yang dianalisa oleh peneliti, pada tahun 2015
mengalami kondisi terburuk, yaitu risiko kebangkrutan tertinggi selama 5
tahun terakhir, semenjak harga batubara mengalami rata – rata harga
terendah, yaitu US$ 60.49 per ATU (Australian Thermal Unit), disertai
rata – rata harga energi terendah, yaitu US$ 95.01 per BTU (British
Thermal Unit). Kedua hal tersebut menjadi pukulan keras bagi perusahaan
pertambangan batubara, karena perusahaan – perusahaan tersebut
bergantung sekali pada harga energi dan batubara.
Dan karena 8 perusahaan tersebut memiliki penghasilan utama dari
penjualan batubara, ketika harga jatuh, tentu saja akan banyak sekali
kendala yang terjadi di dalam operasional perusahaan, seperti
berkurangnya purchase parity power, atau kemampuan perusahaan untuk
membeli batu bara, disertai juga dengan lack of marketability, yaitu
ketidakmampuan perusahaan untuk menjual batubara dengan harga saat
perusahaan tersebut membeli, dan juga perusahaan terancam oleh
competitive pricing, di mana perusahaan tetap harus mempertahankan
operasionalnya dengan menyaingkan harga mereka di pasar, sehingga
perusahaan mampu menjual batu bara mereka di pasar, dan tentu saja hal
162
ini menjadi risiko untuk perusahaan, dengan saja bisa menjual di harga
murah, yaitu di bawah harga beli, sehingga menyebabkan kerugian,
sedangkan di lain sisi, perusahaan memang bisa menjual di atas harga beli,
tetapi akan berdampak kepada operasional perusahaan, di samping itu
competitive pricing terjadi juga karena banyaknya pengganti energi selain
batu bara.
Dilansir dari History.com dan The Balance, seperti yang terjadi
pada kasus the Great Depression, pada tanggal 24 Oktober 1929, di
Amerika Serikat, hal tersebut terjadi karena ketidakmampuan bank sentral
dan perusahaan investasi untuk menyeimbangkan kondisi finansial karena
kegagalan bank sentral untuk menetapkan kebijakan moneter yang benar,
karena saat itu bank sentral menggunakan tight monetary policy untuk
mengontrol masuk dan keluarnya dollar Amerika, yang di mana bank
sentral saat itu seharusnya menggunakan loose monetary policy untuk
meningkatkan jumlah dollar Amerika yang beredar di negara tersebut
demi kelancaran transaksi saham, sehingga tidak terjadi stock market
crash; dan kegagalan perusahaan investasi untuk menyeimbangkan
permintaan dan penjualan saham, ketika saat itu terjadi kasus Black
Thursday, dikarenakan terjadinya stock market crash karena penjualan
saham menjadi tiga kali jumlah normal, yaitu 12.9 juta lembar pada hari
yang bersamaan, sehingga terjadi ketidakpercayaan investor terhadap
stock market dan menyebabkan kondisi harga saham yang turun terus –
163
menerus hingga tahun 1932, yang menyisakan nilai saham 20% dari harga
semula sebelum tanggal 24 Oktober 1929, atau yang disebut dengan free
fall market, yang memunculkan kasus the Great Depression hingga tahun
1939. Hal tersebut juga bisa terjadi pada perusahaan batubara di berbagai
belahan dunia, apabila mereka tidak segera mengambil tindakan yang
tepat untuk mengamankan operasional dan mampu menyesuaikan pasar.
Dari poin pertama, peneliti hendak menyatakan bahwa risiko pasar
batubara saat ini mempengaruhi tiga hal terhadap operasional perusahaan,
yaitu berkurangnya purchase parity power / kemampuan membeli
perusahaan, terjadinya lack of marketability / kekurangan prospek untuk
melakukan pemasaran, dan competitive pricing / persaingan harga yang
sangat tinggi.
Poin kedua, kesadaran masyarakat mengenai polusi udara yang
semakin tinggi, menyebabkan pengurangan penggunaan energi batubara
dengan signifikan, karena batubara merupakan salah satu penghasil emisi
karbon dioksida (CO2) tertinggi, disertai dengan risiko kematian
diakibatkan oleh polusi udara itu sendiri, dalam bentuk toksifikasi sistem
pernafasan manusia. Ditambah lagi dengan pembaruan teknologi zaman
sekarang, yang mengarah menuju sumber daya energi yang dapat
diperbarui, seperti angin, air dll; yang mulai banyak menggantikan sumber
daya energi yang tidak dapat diperbarui, seperti minyak, batubara dll.
Dilansir dari jurnal “Reviews of Solutions to Global Warming, Air
164
Pollution, and Energy Security” yang ditulis oleh Mark Z. Jacobson,
Ph.D.; “ … Coal-CCS and nuclear offer less benefit thus represent an
opportunity cost loss…” yang berarti, batubara menghasilkan keuntungan
yang kurang sebanding dengan energi lainnya, serta menghasilkan kerugian
dalam hal biaya peluang, yang dapat menyebabkan kerugian terhadap bisnis
dan lingkungan.
Menurut Jacobson, “… Indoor plus outdoor air pollution is the sixth-
leading cause of death, causing over 2.4 million premature deaths
worldwide.1Air pollution also increases asthma, respiratory illness,
cardiovascular disease, cancer, hospitalizations, emergency-room visits,
work-days lost, and school-days lost, all of which decrease economic output,
divert resources, and weaken the security of nations. …” yang berarti polusi
dalam ataupun luar ruangan adalah salah satu penyebab kematian nomor 6 di
dunia, yang menyebabkan kematian manusia sebanyak 2.4 juta manusia di
seluruh belahan dunia. Polusi udara juga meningkatkan risiko asma, penyakit
pernapasan, penyakit jantung, kanker, rawat inap di rumah sakit, perlunya
tindakan darurat di rumah sakit, berkurangnya hari kerja, dan berkurangnya
hari sekolah, yang semuanya menyebabkan penurunan hasil ekonomi,
pengalihan sumber daya, dan mengurangi kekuatan dari sebuah bangsa.
Hal ini juga dipengaruhi dari hasil penggunaan batubara dalam
industri, yaitu pengolahan batubara menjadi energi, yang menghasilkan residu
165
berupa karbon dioksida, yang secara langsung juga bertanggung jawab
terhadap polusi udara yang ada di muka bumi sekarang ini.
Menurut Jacobson, “… Since hydrogen production from coal
gasification is a chemical rather than combustion process, this method could
result in relatively low emissions of classical air pollutants, but CO2 emissions
would still be large unless it is piped to a geological formation. However, this
model (with capture) is not currently feasible due to high costs. …” yang
berarti, karena produksi gas hidrogen itu berasal dari penyubliman itu
merupakan proses kimia dan bukan proses pembakaran, sebenarnya metode
ini menghasilkan emisi gas yang lebih rendah, tetapi emisi karbon dioksida
dari proses ini akan tetap besar kecuali prosesnya dipipakan secara geologis,
tetapi model ini tidak dapat dikerjakan karena biaya yang besar.
Hal ini mengartikan bahwa, meskipun ada cara untuk mengurangi
emisi karbon dioksida, ada risiko biaya yang sangat besar jika mencoba
menggunakan metode penyubliman menggunakan pipa geologis.
Menurut Jacobson, “… Coal reserves were 930 billion tons in 2006.
With 2400 kWh ton−1
and 60% (or 11 PWh yr−1
) of annual electricity
produced by coal, coal could last 200 yr if coal used did not increase. …”,
yang berarti, pada tahun 2006, simpanan batubara adalah sejumlah 930 milyar
ton. Dengan penggunaan listrik sebesar 2,400 kWh/ton dan 60% (atau 11
PWh/tahun) dari listrik sehari – hari yang berasal dari batubara, maka batubara
166
dapat menyalakan listrik hingga 200 tahun ke depan apabila penggunaan
listrik tidak naik jumlahnya.
Menurut Jacobson, “… The effects on bird and bat deaths due to each
energy technology should also be considered. Energy technologies kill birds
and bats by destroying their habitat, polluting the air they breathe and the
water they drink, and creating structures that birds and bats collide with or
are electrocuted on. ...”, yang berarti bahwa penyebab kematian burung dan
kelelawar dikarenakan teknologi untuk energi perlu dipertimbangkan.
Teknologi energi membunuh burung dan kelelawar dengan cara merusak
habitat mereka, mencemari udara yang mereka hidup dan air yang mereka
minum, dan membuat bangunan yang menyebabkan mereka tertabrak atau
tersetrum.
Tentu saja dengan pembakaran batubara dan pembebasan lahan untuk
pembentukan sebuah power plant, akan menyebabkan risiko berkurangnya
habitat untuk hewan, tetapi khusus untuk teknologi yang berhubungan dengan
energi, dampaknya sangat berpengaruh terhadap hewan yang terbang. Jika
dibiarkan dalam tahap lanjut, maka dampaknya tentu akan buruk untuk
lingkungan, dan bisa menyebabkan kekacauan ekosistem, sehingga
perusahaan batubara pun akan mengalami kerugian apabila sampai ekosistem
kacau karena akan berdampak juga pada tempat di mana mereka melakukan
penambangan, dan juga berisiko untuk masing – masing individu dikarenakan
kerugian ekonomi, seperti yang peneliti jelaskan pada paragraf sebelumnya.
167
Menurut Jacobson, “ … Four general tiers of technology options
emerge based on distinct divisions in weighted average score of the
technology. Tier 1 (<4.0), includes wind-BEVs and wind-HFCVs. Tier 2 (4.0–
6.5) includes CSP-BEVs, geo-BEVs, PV-BEVs, tidal-BEVs, and wave-BEVs.
Tier 3 (6.5–9.0) includes hydro-BEVs, nuclear-BEVs, and CCS-BEVs. Tier 4
(>9) includes corn- and cellulosic-E85. ... The Tier 3 technologies are less
desirable. However, hydroelectricity, which is cleaner than coal-CCS or
nuclear with respect to climate and health, is an excellent load balancer. As
such, hydroelectricity is recommended ahead of the other Tier 3 power
sources, particularly for use in combination with intermittent renewables
(wind, solar, wave). …” yang menyatakan bahwa, ada empat jenis energi yang
diklasifikasikan. Tingkat 1 yaitu power plant / pembangkit listrik yang
menggunakan udara, tingkat 2 yaitu power plant / pembangkit listrik yang
menggunakan gelombang air laut atau sinyal – sinyal dari tanah, tingkat 3
yaitu power plant / pembangkit listrik yang menggunakan energi dari air,
nuklir, dan batubara, dan tingkat 4 yaitu power plant / pembangkit listrik yang
menggunakan ethanol yang berasal dari serat jagung atau rerumputan. Power
plant tingkat 3, di mana batubara digunakan di dalamnya sebagai salah satu
jenis sumber daya energi yang dipakai dalam pembangkit listrik tingkat ini,
tidak terlalu disarankan untuk digunakan karena dampak terhadap kesehatan
dan lingkungan tidak terlalu bagus.
168
Dan pada akhirnya, berdasarkan penelitian Mark Z. Jacobson
mengenai penilaian atas berbagai macam sumber energi, ada 3 poin penting
mengenai batubara yang peneliti ulas dalam skripsi ini.
Pertama, batu bara merupakan salah satu sumber energi yang paling
tidak efisien jika dibandingkan dengan sumber energi lainnya, dikarenakan
menyebabkan opportunity cost terhadap lingkungan yang lebih tinggi, disertai
dengan dampak negatif yang lebih banyak dibandingkan dengan sumber daya
lainnya, setelah nuklir.
Kedua, batu bara merupakan salah satu energi yang menyebabkan
polusi, baik dari di dalam ruangan ataupun luar ruangan, dan dapat dihasilkan
dari mana saja, seperti pengolahan batubara di mesin, pembakaran, pernafasan
manusia dll; dan polusi merupakan salah satu penyebab kematian nomor 6 di
dunia. Polusi ini terjadi baik di udara, tanah, maupun air, sehingga
meningkatkan risiko kematian juga untuk hewan dan tumbuhan.
Ketiga, batu bara merupakan sumber daya yang terbatas, yang
diprediksikan oleh Jacobson, hanya akan bertahan hingga 200 tahun yang
akan datang, sehingga perlu adanya pertimbangan penggunaan sumber daya
lain yang baru agar segala sesuatu yang ada di dunia ini, seperti ekonomi,
industri, teknologi dll dapat berjalan terus dengan lancar.
Oleh karena itu, berdasarkan poin kedua, peneliti hendak menyatakan
kepada perusahaan untuk mempertimbangkan apakah batubara masih layak
169
sebagai sumber utama perusahaan untuk mendapatkan penghasilan, atau
apakah ada komoditas lain yang bisa menjadi sumber untuk mendapatkan
penghasilan terhadap perusahaan.
Poin ketiga, boom komoditas batubara yang terjadi pada tahun
2000an yang menyebabkan oversuplai perusahaan batubara, sehingga
meningkatkan risiko kebangkrutan perusahaan batubara. Dilansir dari
Indonesia Investments, ada pernyataan sebagai berikut: “Boom komoditas
pada era 2000-an menghasilkan keuntungan yang signifikan untuk
perusahaan-perusahaan yang bergerak di dalam ekspor batubara.
Kenaikan harga komoditas ini - sebagian besar - dipicu oleh
pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang. Kendati begitu,
situasi yang menguntungkan ini berubah pada saat terjadi krisis
keuangan global pada tahun 2008 ketika harga-harga komoditas menurun
begitu cepat. … Selain dari lambatnya pertumbuhan ekonomi global (dan
penurunan besar-besaran perekonomian RRT), penurunan permintaan
komoditas, ada pula faktor lain yang berperan.
Pada era boom komoditi 2000-an yang menguntungkan, banyak
perusahaan pertambangan baru yang didirikan di Indonesia sementara
perusahaan-perusahaan tambang yang sudah ada meningkatkan investasi
untuk memperluas kapasitas produksi mereka. Hal ini menyebabkan
kelebihan suplai yang sangat besar dan diperburuk oleh antusiasme para
penambang batubara di tahun 2010-2013 untuk memproduksi dan
170
menjual batubara sebanyak mungkin - karena rendahnya harga batubara
global - dalam rangka menghasilkan pendapatan dan keuntungan.”.
Ditambah lagi dengan hal berikut yang menjadi beban bagi
perusahaan, yang dituliskan dalam salah satu koran ternama di Indonesia,
dilansir dari Kompas, menyatakan bahwa dalam tahun berjalan, tahun
2015, menyatakan bahwa ada 125 perusahaan batubara yang bangkrut,
yang mengakibatkan 5.000 karyawan kena putus hubungan kerja (PHK).
Hal tersebut terjadi dikarenakan tiga hal yang terjadi. Pertama,
pembajakan minyak oleh ISIS (Islamic State in Iraq and Syria). Kedua,
sekitar 30% dari dana operasional perusahaan dialokasikan sebagai dana
siluman oleh perusahaan. Ketiga, ada 31 jenis pajak yang dibebankan oleh
pemerintah Indonesia sebagai kewajiban perusahaan batubara.
Pada poin ketiga ini, peneliti hendak menyatakan bahwa,
dikarenakan anjloknya harga, ditambah dengan jumlah perusahaan yang
berlebih, serta tekanan biaya dari pemerintah dan operasional perusahaan
yang sangat tinggi, maka perusahaan pertambangan perlu
mempertimbangkan untuk melakukan restrukturisasi internal, yang dapat
mengurangi risiko biaya operasional yang terlalu tinggi, atau juga bisa
merangkul pemerintah untuk bergabung dengan proyek mereka, apabila
dirasa perlu untuk dapat meningkatkan jumlah pendapatan perusahaan,
dan melakukan hal lainnya yang sekiranya dapat menguntungkan pihak
stockholders yang memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputusan
171
untuk perusahaan secara internal, serta para stakeholders yang berada di
luar perusahaan, yang terkait secara langsung dengan perusahaan, seperti
pemerintah dan masyarakat sekitar power plant / pembangkit listrik atau
mining site / lokasi pertambangan, dan yang tidak langsung seperti LSM
dan organisasi – organisasi yang peduli terhadap kesejahteraan pihak –
pihak tertentu.
Akhir kata dari penulis mengenai bab 4, ada pertimbangan positif
ataupun negatif, yang dapat perusahaan pertimbangkan dalam melanjutkan
operasional.