Upload
nguyendat
View
215
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Letak Geografis Kabupaten Pohuwato
Kabupaten Pohuwato merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi
Gorontalo dan pada awalnya, Kabupaten Pohuwato masih termasuk Kabupaten
Boalemo dalam kurung waktu dari tahun 1999 sampai dengan bulan mei 2003.
Berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten
Pohuwato dan Kabupaten Bonebolango maka sejak tanggal 6 mei 2003 Kabupaten
Pohuwato telah menjadi Kabupaten tersendiri. 1
Kabupaten Pohuwato dengan luas wilayah 4.244.31 km² atau 36.77 % dari
luas total Provinsi Gorontalo, letak geografis antara 0 22’-1 57’ lintang utara
121 23’-122 19’ bujur timur. yakni sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten
Buol (Sulawesi Tengah) dan Kecamatan Sumalata (Kabupaten Gorontalo Utara),
sebalah timur berbatasan dengan Kecamatan Mananggu (Kabupaten Boalemo),
sebelah selatan berbatasan dengan teluk tomini dan sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Parigi Mouton (Sulawesi Tengah).2
1 Modul, (Pemetaan Neraca Dan Valuasi Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove Kabupaten Pohuwato
Provinsi Gorontalo Skala 1:50.000), 2009, hlm 40 2 Modul, (Rencana Pengelolaan, Pemanfaatan, Dan Penanggulangan Kerusakan Hutan Mangrove kabupaten
Pohuwato Provinsi Gorontalo), 2011, hlm 6
4.2 Kebijakan Pemerintah Terhadap Alih Fungsi Kawasan Hutan Mangrove Di
Kabupaten Pohuwato.
Fenomena kondisi hutan manggrove di Kabupaten Pohuwato telah
menghadapi baragam masalah yang kompleks dan saling keterkaitan yang bersifat
multi dimensi yang mengharuskan semua pihak wajib mewujudkan sesuatu sistem
pegelolaan secara lestari, baik kelestarian fungsi ekonomi, fungsi ekologi maupun
fungsi sosial, dalam mempertahankan sumberdaya alam yang tersedia. Pemerintah
harus berupaya melakukan penanganan melalui kegiatan-kegiatan yang dapat
mengembalikan fungsi hutan yaitu fungsi produksi, fungsi lindung, serta fungsi
konservasi. Akibat tekanan pertambahan penduduk dan mengakibatkan adanya
perubahan tata guna lahan dan sumberdaya alam secara berlebihan, hutan mangrove
di Kabupaten Pohuwato semakin menipis dimana budidaya pola tambak merupakan
sumber mata pencaharian utama, dan bahkan ada kawasan yang menjadi satu
pemukiman yang padat penduduk (desa).
Alih fungsi kawasan hutan mangrove saat ini sangat mencuat dikalangan
masyarakat yang telah banyak dijadikan lahan usaha pertambakan. Salah satu
penyebabnya kurangnya peran serta pemahaman dari individu maupun kelompok
masyarakat untuk merehabilitasi hutan mangrove. Padahal, dengan merehabilitasi
hutan mangrove akan berdampak positif dalam peningkatan pembangunan ekonomi
khususnya dalam bidang perikanan, industri, pemukiman, rekreasi dan lain-lain. Di
samping itu, hutan mangrove sebagai suatu ekosistem didaerah pasang surut,
kehadirannya sangat berpengaruh terhadap ekosistem-ekosistem lain. Pemanfaatan
areal hutan mangrove menjadi daerah pertambakan ini banyak diusahakan oleh
masyarakat yang berada didesa-desa wilayah kawasan hutan mangrove dan sebagian
masyarakat yang berada didesa-desa diluar wilayah kawasan hutan mangrove.
Besarnya pengalihan fungsi hutan mangrove ini, selain berakibat negatif kepada
fungsi ekologi kawasan pesisir juga berdampak pada tingginya nilai ekonomi
perlindungan lingkungan, dalam hal ini biaya rehabilitasi lahan mangrove.
Melihat kondisi hutan mangrove yang sudah banyak dialih fungsikan maka
diharapkan kepada pemerintah untuk melakukan suatu tindakan ataupun suatu usulan
guna mengembalikan kualitas hutan mangrove yang berpotensi sangat tinggi bagi
kehidupan masyarakat untuk itu harus memerlukan pengelolaan dengan tepat, sejauh
mungkin dapat mencegah terjdinya pencemaran lingkungan dan menjamin kelestarian
untuk masa kini dan yang akan datang. Sejalan apa yang dikemukakan oleh Djoni
Nento S.ip, Kepala Dinas Kehutanan Pertambangan Dan Energi Kabupaten
Pohuwato, (wawancara tgl 18/02/2013). Pemerintah daerah yang ada di Kabupaten
Pohuwato khususnya dinas kehutanan pada tahun 2007 telah berupaya mengeluarkan
surat dengan memuat tentang pelarangan dan pencegahan pembukaan lahan tambak
oleh masyarakat dikawasan hutan mangrove, dan mendata serta melaporkan luas
tambak yang sudah dimanfaatkan masyarakat.
Sejalan dengan intruksi Bupati Pohuwato nomor 01 tahun 2012 tentang
larangan pembukaan lahan tambak dikawasan hutan mangrove dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Pohuwato. Sesuai
dengan kenyataan yang ada dilapangan maka pemerintah daerah tidak terlalu tegas
terhadap adanya kerusakan lahan kawasan hutan mangrove yang dikelola oleh
masyarakat hal ini dapat dibuktikan dengan pembukan lahan tambak di kawsan hutan
mangrove. Sesuai dengan pernyataan Bpk. Nasir masyarakat/pemilik tambak
(wawancara tgl 01/03/2013). Dalam hal ini memang pemerintah kabupaten telah
menginstruksi dan mengeluarkan surat edaran tersebut tetapi kami tidak membuka
lahan sendiri, kami membelinya dari orang yang sudah lama berkecimpun dimata
pencaharian yaitu tambak sejak tahun 1999 dan sudah menghasilkan. Maka kalau ini
dilarang maka kami harus bagaimana lagi untuk menghidupkan rumah tangga kami?
sedangkan kami tidak punya apa-apa. Dalam melestarikan mangrove kami juga turut
dalam hal ini. Contoh, mangrove yang berada diwilayah pesisir kami tidak
merusaknya. Kerena kami juga mengetahui fungsi dan manfaatnya. Akan tetapi kami
juga memberikan harapan agar pemerintah tidak menghentikan kegiatan kami ini
namun sosialisasinya ditingkatkan.
Menyikapi pernyataan yang disebutkan diatas dengan keterlambatan aturan
yang dibuat oleh pemerintah dan kurangnya penyuluhan serta lemahnya aparat
kehutanan sehingga masyarakat banyak meluangkan waktu untuk membuka lahan
sebagai mata pencaharian dan mengalih fungsikan kawasan hutan mangrove menjadi
lahan tambak. Oleh karna itu perlu adanya peran serta kerja samanya pihak terkait
dan pemerintah daerah. Berikut ini dapat kita lihat luas lahan kritis yang ada di
Kabupaten Pohuwato pada tabel 1.
Tabel 1: Luas Lahan Kritis di Kabupaten Pohuwato
LAHAN KRITIS
N
o Kecamatan AK K PK SK TK
Gren
Total
1 2 3 4 5 6 7
1 Buntulia
35,979.78
1,379.23
12,001.18
681.88
23.06
50,065.14
2 Dengilo
29,314.24
678.75
5,379.81
1,315.71 8.87
36,697.38
3 Duhiadaa
1,480.34
30.54
2,176.16 67.42
3,754.47
4 Lemito
29,954.67
2,339.56
16,141.27 522.08 600.39
49,557.97
5
Marisa 1,955.37
202.16
717.22 30.23
2,904.97
6
Paguat 4,405.96
1,666.46
305.74 190.26
101.82
6,670.25
7
Patilanggio 23,655.80
872.36
8,576.77 1,080.44 69.21
34,254.57
8
Popayato 9,894.19
692.98
4,421.05 260.41 93.08
15,361.71
9 Popayato
Barat
23,382.28
2,698.13
43,133.28 971.97
232.18
70,417.84
10 Popayato
Timur
14,903.60
1,536.43
11,643.70 744.34 283.73
29,111.80
11
Randangan 12,219.70
744.08
4,781.95
222.03 967.56
18,935.31
12 Taluditi
24,260.80
2,129.38
42,253.20
473.97
190.77
69,308.12
13
Wanggarasi 26,299.61
2,191.92
15,640.80
2,527.12 318.81 46,978.26
Grand Total
237,706.34
17,161.98
167,172.13
8,990.21
2,987.14
434,017.80
Sumber, Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi Kabupaten Pohuwato.
Keterangan:
AK : Agak Kritis SK : Sangat Kritis
K : Kritis TK : Tidak Kritis PK :
Potensial Kritis
Berdasarkan tabel diatas nampaknya sangat besar lahan kritis diwilayah
kabupaten pohuwato dan mengalami degradasi yang cukup laju, pemanfaatan lahan
dipesisir berasal dari perbuatan manusia terhadap konservasi hutan mangrove.
Kebanyakan terjadi konservasi hutan mangrove dialihkan ke fungsi yang lain seperti
tambak. Dari uraian diatas kebijakan pemerintah dalam rangka melestarikan kawasan
hutan mangrove di Kabupaten Pohuwato memerlukan pendekatan vertikal maupun
horisontal dalam hal ini pemerintah harus mampu bersosialisasi dengan suluruh
instansi terkait, dan msyarakat. Sebab dalam pemulihan ekosistem hutan mangrove
dibeberapa daerah yang termasuk wilayah Kabupaten Pohuwato yang dilakukan oleh
pemerintah didukung dengan biaya dan dukungan serta partisipasi masyarakat,
kebijakan tentang pelestarian ekosistem hutan mangrove oleh pemerintah Kabupaten
Pohuwato karena hutan mangrove merupakan kawasan pantai yang didominasi oleh
plora dan pauna. Luas kawasan hutan mangrove di Kabupaten Pohuwato dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel 2: Luas Kawasan Hutan Mangrove Berdasarkan Kecamatan Di
Kabupaten Pohuwato
No Kecamatan Hutan
Lindung
Cagar
Alam
Hutan
Produksi APL
Grand
Total
1 Paguat 251,83 60,31 24,02 270,72 606,88
2 Marisa 0 253,55 1,31 263,73 518,59
3 Duhiadaa 436,72 1,197.48 1,634.20
4 Patilanggio 616,22 0 0 436.64 1,052.86
5 Randangan 1,515.03 1,469.97 0 1,523.31 4,508.31
6 Wanggarasi 1,131.72 1,420.47 0 568.19 3,120.38
7 Lemito 1,133.28 0 0 330.76 1,464.04
8 Popayato
timur 458.31 0 0 257.71 716.02
9 Popayato 549.14 0 0 354.64 903.78
10 Popayato
barat 712.34 0 0 363.28 1,075.62
Grand total 6,804.59 3,204.30 25.33 5,566.46 15,600.81
Sumber, Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kab Pohuwato.
Berdasarkan tabel di atas bahwa kabupaten pohuwato mempunyai luas
kawasan hutan mangrove sebesar 15,600.81 ha. Yang terdiri dari hutan lindung,
hutan produksi, cagar alam, dan areal pembangunan lain (APL), saat ini hutan
mangrove yang telah beralih fungsi menjadi lahan pertambakan sebesar 7,679.64 ha,
hal ini dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 : Luas kawasan Hutan Mangrove Yang Beralih Fungsi Menjadi
Tambak Di Kabupaten Pohuwato
No Kecamatan Hutan
Lindung
Cagar
Alam
Hutan
Produksi APL
Grand
Total
1 Paguat 95,46 0 12.72 50.73 158.92
2 Marisa 0 1.39 0.58 196.47 198.44
3 Duhiadaa 357.88 621.10 978.99
4 Patilanggio 60.48 0 0 276.30 336.79
5 Randangan 145.55 939.08 0 955.19 2,039.82
6 Wanggarasi 934.28 1,104.65 0 245.01 2,283.94
7 Lemito 414.01 0 0 86.88 500.89
8 Popayato timur 0.32 0.32
9 Popayato 346.21 0 0 327.73 673.95
10 Popayato barat 191.89 0 0 315.70 507.59
Grand total 2,545.77 2,045.12 13.30 3,075.46 7,679.64
Sumber, Hasil Survey Tim Dinas Kehutanan Kabupaten Pohuwato
Berdasarkan tabel diatas bahwa hutan mangrove yang ada di Kabupaten
Pohuwato sudah banyak yang dialih fungsikan hal ini dapat menimbulkan kondisi
yang kurang menguntungkan olehnya itu pemanfaatan hutan mangrove yang tersisa
atau upaya rehabilitasi untuk menanggulangi kerusakan yang sudah terjadi.
Adapun penyebab kerusakan hutan mangrove diwilayah Kabupaten
Pohuwato yaitu mencakup dua faktor yaitu:
a. Faktor internal
1. Tidak jelasnya batas kawasan hutan mangrove;
2. Adanya budidaya perikanan darat (pola tamabak) disekitar kawasan hutan
mangrove;
3. Adanya pembukaan/penguasaan lahan oleh masyarakat yang diperkuat oleh
administrasi kepemilikan lahan oleh pemerinah desa dan kecamatan tanpa
sepengetahuan pemerintah daerah;
4. Minimnya personil polhut serta belum adanya PPNS pada dinas kehutanan;
5. Masih kurangnya pengawasan oleh pemerintah desa, kecamatan dinas
kehutanan dan instansi terkait terutama BKSDA;
6. Masih minimnya anggaran sarana dan prasarana untuk perlindungan hutan;
7. Belum terjalinnya koordinasi lintas sektor;
8. Masih kurangnya penyuluhan;
9. Belum adanya perda yang mengatur khusus daerah pesisir pantai kawasan
hutan mangrove;
b. Faktor eksternal
1. Masih rendahya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya
hutan manggrove serta peraturan perundang-undangan;
2. Adanya pengkaplingan lahan mangrove oleh masyarakat setempat dan
diperjual belikan kepada pengusaha tambak;
3. Perkembangan jumlah penduduk diwilayah Kabupaten Pohuwato;
4. Adanya migrasi penduduk dari dan luar Kabupaten Pohuwato Provinsi
Gorontalo yang berinvestasi pada usaha tambak;
5. Masih rendahnya ekonomi masyarakat pesisir kawasan hutan mangrove;
6. Masih lemahnya pengawasan dan masih rendahnya partisipasi masyarakat
terhadap rehabilitasi hutan mangrove;
Menurut penulis pemerintah daerah harus selalu memperhatikan keadaan
hutan mangrove yang ada diwilayah Kabupaten Pohuwato mengingat tingkat
kerusakan hutan mangrove di Kabupaten Pohuwato sangat-sangat memprihatinkan
untuk itu, perlu adanya suatu trobosan dan secepatnya melakukan suatu tindakan
terkait pelestarian kawasan hutan mangrove dan mengadakan penataan lingkungan
hidup untuk kesejahteraan rakyat maka perlu adanya pembinaan oleh pemerintah
kepada masyarakat. Upaya untuk melestarikan kawasan hutan lindung (mangrove)
yang perlu ditingkatkan dan dipertahankan melalui kebijakan yang sifatnya sangat
mengikat, antara lain:
1. Memanfaatkan fungsi lindung bagi kawasan lindung yang masih bisa
dipertahankan;
2. Pengembalian fungsi hutan bagi kawasan lindung yang telah beralih fungsi
dan mengalami tumpang tindih dengan kegiatan budidaya yang dapat
mengganggu fungsi lindung;
3. Pelanggaran atau pencegahan atau kegiatan budidaya pada kawasan lindung
yang telah ditetapkan;
4. Pembatasan budidaya yang ada dengan tindakan konservasi secara intensif;
5. Pemindahan kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi kawsan hutan
lindung;
Dalam kebijakan pengelolaan kawasan hutan lindung khususnya kawasan
hutan mangrove perlu adanya pendekatan yang terintegritas antara kepentingan
pemanfaatan dan sumberdaya alam dan pelestariannya. Dikaitkan dengan adanya
kondisi hutan mangrove yang mengalami kerusakan maka perlu penataan ruang yang
eksisting delineasi kawasan hutan lindung dengan permasalahan tumpang tindih
dengan kegiatan budidaya pola tambak yang dapat mengganggu fungsi lindung.
Beberapa permasalahan yang terjadi yang perlu mendapat perhatian dari
pemerintah daerah (Rahardjo Adisasmita):
1. Perambahan atau intervensi kawasan hutan lindung untuk kegiatan
perladangan berpindah, sehingga menyebabkan semakin melusnya lahan-
lahan kritis.
2. Kondisi eksisting pada kawasan hutan lindung yang ternyata tidak
mempunyai fungsi lindugn lagi.
3. Kegiatan bididaya yang telah lama berkembang yang menurut kriteria fisik
merupakan kawasan lindung.
4. Pemukiman yang telah berkembang lama didalam kawasan lindung.3
3 Rahardjo Adisasmita, 2010: Pembangunan Kawasan Dan Tata Ruang, Graha Ilmu, Yogyakarta. hlm 84
Oleh karena itu sangat diperlukan kebijakan dalam pengendalian fungsi yang
sudah ditetapkan, yaitu untuk menjaga terjadinya erosi, bencana alam, sedimentasi,
dan hidrologis tanah untuk menjamin kelestarian lingkungan.
Menurut penulis untuk menjaga dan mengendalikan fungsi kawasan hutan
mangrove pemerintah harus lebih cenderung melakukan pengawasan pemanfaatan
kawasan lindung yang diantaranya:
a. Pemantauan
1. Potensi kawasan hutan lindung yang perlu dijaga kelestariannya untuk
generasi sekarang maupun yang akan datang..
2. Adanya kegiatan yang bisa merusak di bidang kuhutanan yang perlu di
hentikan.
3. Mengupayakan kegiatan budidaya pada kawasan lindung yang telah
ditetapkan.
b. Evaluasi
1. Mengevaluasi kawasan hutan mangrove yang fungsinya masih sangat
mengambang;
2. Mengevaluasi tentang kegiatan yang terjadi dibidang kehutanan khususnya
dikawasan hutan mangrove;
3. Mengevaluasi nilai ekonomis dalam kawasan hutan lindung;
Sejalan dengan yang diungkapan oleh Udin Buludawa Tokoh masyarakat
(wawancara tgl 01/03/2013). Kami sangat mengharapkan kepada pihak pemerintah
terutama instansi terkait untuk mengoptimalkan kawasan hutan maka kami butuh
kepastian hukum terhadap pelestarian hutan mangrove dalam pengawasan yang
seluas-luasnya kepada kami dalam upaya perbaikan sistem pengelolaan hutan
mangrove secara bertahap.
Kenyataan yang sedemikian, masyarakat ingin melihat sejauh mana peran dan
prilaku dari pemerintah atau lembaga yang terkait dalam pelestarian kawasan hutan
mangrove dan memberikan sanksi ataupun kepastian hukum terhadap pelanggaran
yang dilakukan baik disengaja maupun yang tidak disengaja. Fakta dilapangan
menunjukkan bahwa kecendrungan gangguan pada ekosistem mangrove diwilayah
Kabupaten Pohuwato terus meningkat. Sementara upaya perbaikan dan pemulihan
habitat masih sangat kurang tidak sebanding dengan laju konservasi lahan menjadi
tambak maupun penebangan kayu untuk kayu bakar, dimana kondisi fisik lahan telah
mengalami perubahan secara signifikan maka dengan itu upaya untuk rehabilitasi
kawasan hutan mangrove sangat sulit untuk dilakukan. Selanjutnya Arif Tahir
masyarakat (wawancara tgl 03/03/2013). Menyatakan perhatian pemerintah sangat
menentukan keberhasilan tentang upaya pelestarian kawasan hutan mangrove, jika
pemerintah mengawasi dan mendampingi pengelolaan hutan mangrove dengan baik
maka hasil yang ingin dicapai dapat terlaksana sebagaimana mestinya, tetapi jika
pemerintah hanya memantaunya dari jauh maka hasilnya tidak akan optimal.
Menyikapi permasalahan diatas maka ada beberapa hal yang menjadi
kebijakan pemerintah daerah diantaranya:
1. Mempertahankan kelestarian kawasan hutan mangrove;
2. Lahan tambak yang terdapat dilokasi APL akan ditetepkan menjadi kawasan
budidaya perikanan pola tambak dengan merehabilitasi pematang tambak;
3. Usulan taman hutan raya (Tahura) ke pemerintah pusat dimana tahura tersebut
dikelola dengan sistem pembagian zona yaitu zona perlindungan, zona
budidaya, zona wisata alam;
4. Usulan perubahan fungsi kawasan hutan secara persial ke pemerintah pusat;
Upaya-upaya yang telah ditempuh oleh pemerintah daerah (Dinas Kehutanan,
Pertambangan Dan Energi) terkait dengan pelestarian kawasan hutan mangrove yaitu:
1. Sosialisasi, pengawasn pembinaan dan penerbitan perusakan mangrove.
2. Instruksi pelarangan pembukaan lahan tambak baru dan penggunaan alat berat
dikawasan hutan mangrove;
3. Monitoring bersama DPRD Kabupaten Pohuwato;
4. Rehabilitasi hutan mangrove dari tahun 2004 sampai dengan 2011 seluas
1.700 ha;
5. Pemberian rekomendasi perbaikan pematang tambak;
6. Di heiring pansus mangrove oleh DPRD Provinsi;
7. Di heiring oleh komisi II DPRD Kabupaten Pohuwato;
8. Pelaporan perusakan mangrove;
9. Pemeriksaan oleh polri kepada masyarakat dan aparatur;
10. Operasi gabungan dengan polri, satpol, dan dishut;
11. Pendataan kepemilikan tambak;
Untuk masa yang akan datang maka perbaikan, pemulihan kawasan hutan
mangrove dapat difokuskan pada lahan pertambakan yang terindikasi telah ada
pemulihan alami, upaya yang bisa dilakukan dengan memproteksi lahan tersebut dari
berbagai gangguan seperti penebangan dan pembukaan kembali untuk budidaya
tambak. Pada lahan yang masih terbuka dan sisa konstruksi tambak masih ada,
perbaikan hidrologi dengan membuka jalur air pasang surut antar petak tambak.
Peran kelompok kerja (pokja) mangrove menjadi sangat penting dalam kegiatan
rehabilitasi mangrove.
Menurut Dahuri pemecahan suatu masaalah dengan suatu perencanaan tata
ruang kawasan pesisir yang baik serta adanya dukungan dan peran masyarakat,
swasta, dan pemerintah setempat. Tata ruang yang dimaksud adalah penetapan
peruntukan lahan yang dibagi dalam empat zona yaitu:
1. Zona preservasi;
2. Zona konservasi;
3. Zona pemanfaatan;
Zona preservasi adalah suatu daerah yang ekosistemnya unik, biota endemik
atau langkah atau proses penunjang seperti sebagai daerah pemijahan, pembesaran,
alur ruaya dan sebagai tempat berlindung dan mencari makanan. Sedangkan pada
zona konservasi sebagai kawasan lindung, juga bisa dimanfaatkan secara terbatas dan
terkendali seperti kegiatan wisata alam dan pendidikan. Sedangkan zona pemanfaatan
untuk budidaya hendaknya ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik sesuai dan
tidak mengganggu zona lainnya4
Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Anonim yang menyatakan selain
penataan tata ruang yang baik yang didukung oleh peran serta masyarakat, swasta dan
pemerintah setempat, perlu ada suatu model pengelolaan pemanfaatan hutan
mangrove yang baik yang akan dijadikan sebagai areal budidaya, model tersebut
dalam bentuk sistem budidaya perikanan yang memasukkan pohon mangrove
sebagian dari budidaya. Menurut Anonim ada beberapa prinsip dasar yang dapat
diperhatikan untuk mengelola kawasan hutan angrove dan tambak secara terpadu dan
baik yaitu:
1. Tambak dibangun pada areal mangrove yang sudah diatur dalam tata ruang
yang baik sesuai dengan peruntukan zonasinya.
4 Dahuri (Tesis Misran, Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Mangrove Serta Pengaruhnya Terhadap Potensi
Hasil Tangkapan Beberapa Jenis Krustasea Dipesisir Selatan Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato
Provinsi Gorontalo), Manado, 2006, hlm 74
2. Ketentuan mengenai lebar jalur hijau antara tambak dan pantai atau sungai
yang disesuaikan dengan kondisi peraturan yang telah ditetapkan.
3. Tambak sebaiknya dibangun pada areal yang sangat luas tutupan
mangrovenya.
4. Perbandingan antara luas tambak dengan luas mangrove yang sangat
professional dikawasan perlu diperhatikan dan dapat dijadikan patokan pada
suatu wilayah untuk menjamin peran mangrove bagi tambak dan lingkungan
sekitar.
5. Tambak dibangun diarea yang memenuhi aspek ekologi seperti kualitas air,
karakteristik tanah yang sesuai dengan pasang surut dan komposisi jenis
mangrove, dan aspek teknis konstruksi tambak, keleregan lahan, tata guna
lahan serta komunitas air ke dalam tambak.
6. Tambak yang tidak memenuhi aspek ekologis dan teknis tersebut, tentunya
akan mengalami kegagalan dan terjadinya kerusakan hutan mangrove yang
produktif. Dan apabila terjadi maka tambak harus dihutankan kembali dan
dikelola dengan baik.5
Dengan memperhatikan peran dan potensi sumberdaya alam ekosistem hutan
mangrove yang sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia, maka pemanfaatan
hutan tersebut perlu memperhatikan prinsip pemanfaatan yang optimal dan lestari,
5 Anonim (Tesis Misran, Analisis Pemanfaatan Sumberdaya Mangrove Serta Pengaruhnya Terhadap Potensi
Hasil Tangkapan Beberapa Jenis Krustasea Di Pesisir Selatan Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato
Provinsi Gorontalo), Manado 2006, hlm 75
sehingga tidak akan mengurangi daya dukung lingkungan. Dalam perkembangannya
hutan mangrove telah dimanfatkan untuk berbaagai macam kepentingan dikalangan
masyarakat tentunya membuat dampak negatif seperti budiydaya pola tambak,
adanya berbagai kepentingan dari berbagai pihak dalam memanfaatkan areal hutan
mangrove sering menimbulkan adanya konflik atau tumpang tindih.
Melihat kondisi sumberdaya hutan yang terjadi saat ini, maka kebijakan yang
perlu diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya hutan adalah mengoptimalkan fungsi
ekonomi, sosial budaya dan ekologi hutan yang berorientasi pada pelestarian
ekosistem mangrove dengan dukungan kelembagaan yang handal, didukung oleh
partisipasi seluruh lapisan masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, perlu ditingkatkan pula keterlibatan para
pemuka masyarakat dan pemuka agama untuk mengingatkan ancaman dan bencana
kerusakan sumberdaya lingkungan dari aksi kerusakan hutan. Kedepan ada tiga hal
yang harus decermati yaitu pemisahan dan keterkaitan secara jelas yang meliputi,
kebijakan lahan dan ruang, produksi, dan kelembagaan dan keuangan.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mansur Monoarfa Staf Pegawai Dinas
Kehutanan, Pertambangan Dan Energi Kabupaten Pohuwato (wawancara tgl
18/02/2013). Kerusakan hutan mangrove kami berusaha untuk menghentikan
kerusakan yang terjadi dan mengadakan kegiatan merehabilitasi bahkan merostorasi
dengan mengembalikan fungsi utama kawasan hutan mangrove dan menata hutan
mangrove yang mengalami kerusakan, mengingat potensi hutan sangat bepotensi
tinggi bagi kehidupan masyarakat dalam pemenuhan ekonomi.
Menurut Ramdan, bahwa nilai ekonomi total tersebut belum dapat mecakup
keseluruhan nilai sumberdaya tersebut, hal ini disebabkan karena banyak fungsi
ekosistem dan proses yang sulit dianalisis secara ilmiah, tetapi hasil penelitian
ekonomi tersebut tetap sangat berguna dalam pengambilan keputusan, pemanfaatan
dan penciptaan keadilan dalam pemanfaatan sumberdaya alam.6
Kebijakan pemanfaatan sumberdaya alam (termasuk sumberdaya hutan
mangrove) yang sampai saat ini cenderung bersifat ekstraktif, yang lebih
mengutamakan manfaat langsung dari sumberdaya yang ada. Dampak dari pada
kebijakan tersebut, menyebabkan terjadinya degradasi sumberdaya hutan mangrove.
Dengan memperhatikan hal tersebut diharapkan kepada pemerintah untuk melakukan
suatu kajian dalam pengelolaan sumberdaya alam. Meskipun nilai ekonomi yang
diperoleh menggambarkan nilai dugaan yang secara kasar, hal ini menggambarkan
bahwa analisis ekonomi sumberdaya hutan mangrove:
1. Mampu memberikan input informasi serta jasa lingkungan dan aset
lingkungan.
6 Ramdan, (Modul, Pemetaan Neraca Dan Valuasi Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove
Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo Skala 1:50.000), 2009, hlm 75
2. Mampu menyajikan informasi sebagai bahan pembuatan suatu keputusan
pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove, terutama ekonomi terhadap aset
sumberdaya yang sering diberikan nilai terlalu rendah.
3. Mampu memberikan input informasi dalam mempertimbangkan sumberdaya
hutan mangrove dapat memperlambat laju degradasi lingkungan,
pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove seharusnya
dapat dilakukan dan memberikan manfaat yang lebih besar kepada
masyarakat.
4. Dalam upaya mempertahankan kelestarian sumberdaya alam mangrove
sebagai dasar kebijakan pembangunan.
Menurut penulis ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu elemen
yang terpenting bagi kehidupan manusia dan peranannya sangat berpengaruh dalam
keseimbangan kualitas lingkungan hidup dan dapat menyeimbangkan kawasan pantai
pesisir. Maka ada beberapa usulan dari pemerintah daerah dalam rencana pengelolaan
pelestarian kawasan hutan mangrove yakni rencana makro dan rencana mikro:
a. Rencana makro
(a). Penunjukkan dan penataan kawasan taman hutan raya (tahura):
1. Taman hutan raya (tahura) merupakan kawasan yang memiliki ciri khas pada
kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun ekosistemnya yang sudah
berubah;
2. Taman hutan raya (tahura) memiliki keindahan alam atau gejala alam;
3. Taman hutan raya (tahura) mempunyai luas yang memungkinkan
pembangunan tumbuhan dan satwa;
(b). Pengawetan kawasan hutan raya (tahura):
1. Melakukan perlindungan dan pengamanan;
2. Melakukan invertarisasi kawasan;
3. Melakukan penelitian dengan pengembangan yang menunjang pengelolaan
sumberdaya hutan;
4. Melakukan pembinaan dan pengembangan tumbuhan atau satwa;
b. Rencana Mikro
1. Restorasi atau rehabilitasi hutan mangrove
Restorasi atau rehabilitasi merupakan usaha untuk mengembalikan
kondisi lingkungan yang sudah rusak kepada kondisi semula secara alami.
Restorasi atau rehabilitasi akan terus diupayakan dan dilaksanakan oleh
pemerintah Kabupaten Pohuwato terutama kawasan cagar alam dan kawasan
hutan lindung.
2. Hutan desa
Didalam penjelasan undang-undang No 41 tahun 1999 tentang pokok
kehutanan pasal 5, hutan desa adalah hutan negara yang dimanfaatkan oleh
desa untuk kesejahteraan masyarakat desa. Selanjutnya PP no 6 tahun 2007
tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan. Hutan desa
didefinisikan sebagai hutan negara yang belum dibebani ijin atau hak yang
dikelola oleh desa untuk kesejahteraan desa. Pengelolaan hutan desa
merupakan suatu alternatif pengelolaan, pemanfaatan, penanggulangan,
kerusakan hutan mangrove di Kabupaten Pohuwato, masyarakat dapat
memanfaatkan hutan lindung untuk budidaya perikanan tampak merubah
fungsi kawasan hutan lindung, disamping itu kawasan untuk budidaya
perikanan masyarakat dapat memanfaatkan hasil hutan untuk peningkatan
pendapatan.
3. Hutan kerakyatan
Sistem hutan kerakyatan menggambarkan hutan bukan sekedar
tegakan kayu melainkan suatu sistem pengelolaan kawasan diantaranya hutan
alam, hutan sekunder. Kerakyatan menegaskan aktor utama dalam
pengelolaan hutan adalah komunitas lokal.
4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Pemerintah Terhadap
Alih Fungsi Kawasan Hutan Mangrove Di Kabupaten Pohuwato.
Kebijakan pemerintah daerah dalam upaya melestarikan kawasan hutan
mangerove di Kabupaten Pohuwato untuk melindungi terjadinya kerusakan-
kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia dan juga mempertahanakan
dan menjaga hak negara atas hutan. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi
dinamika lahan pantai disepanjang pesisir Kabupaten Pohuwato yaitu:
1. Perairan pantai yang umumnya landai;
2. Sedimentasi akibat suplai sedimen dari sungai-sungai yang bermuara
diwilayah pantai terutama (sungai popayato, lemito, randangan, dan sugai
marisa), dan belakang berasal dari sungai-sungai pasang surut yang membawa
sedimen dari lahan-lahan mangrove yang dibuka untuk tambak;
3. Aksi gelombang besar saat musim angin timur, menyebabkan terbentuknya
arus susur pantai kearah barat sepanjang wilayah pantai pohuwato.
Oleh karena itu didalam konteks kebijakan pemerintah ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam pelestarian kawasan hutan
mangrove diantarnya adalah yang pertama faktor komunikasi yang di informasikan
kepada masyarakat, kedua faktor Sikap yaitu sikap pelaksana daripada kebijakan
pelestarian hutan mangrove, ketiga sumberdaya berupa fasilitas ataupun sarana yang
dimiliki oleh instansi terkait, keempat faktor ekonomi masyarakat yang ada
dikawasan hutan mangrove yang mempunyai peranan penting dalam hal tersebut
yaitu:
a. Faktor Komunikasi
Faktor komunikasi dalam penyelenggaraan kebijakan dalam bidang kehutanan
sangat berpengaruh, hal ini harus dipahami oleh pemerintah dalam mensosialisasakan
atau menginformasikan kepada masyarakat keberhasilan pembangunan di bidang
kehutanan tidak saja ditentukan oleh aparatur yang cakap dan trampil, tetapi harus
juga didukung peran serta masyarakat. Dalam undang-undang No 41 tentang pokok
kehutanan pasal 52 dijelaskan bahwa pengurusan hutan secara lestari, diperlukan
sumberdaya manusia berkualitas yang bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang didasari dengan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
melalui penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta
penyuluhan kehutanan yang berkesinambungan. Disamping itu, didalam pasal 5 dan
pasal 6 undang-undang no 4 tahun 1982 tentang pengelolaan lingkungan hidup telah
diatur peran serta masyarakat. Pasal 5 undang-undang No 4 tahun 1982 tentang
pengelolaan lingkungan hidup yang berbunyi:
1. Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat;
2. Setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta
menganggulangi kerusakan dan pencemarannya;
Pasal 6 undang-undang No 4 tahun 1982 tentang pengelolaan lingkungan
hidup ditentukan bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk berperan
serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Selanjutnya dalam penjelasan
undang-undang no 41 tentang pokok kehutanan pasal 56 dijelaskan bahwa
penyuluhan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukung
pembangunan kehutanan atas dasar iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
serta sadar akan pentingnya sumberdaya hutan bagi kehidupan manusia.
Menyadari akan pentingnya suatu komunikasi antara semua stakeholder, baik
pemerintah, serta masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu diharapkan kepada
pemerintah dalam mengkomunikasikan secara tepat agar mancapai suatu tujuan yang
diharapkan. Menurut Abd Wahid Hiola Sekretaris Dinas Kehutanan Pertambangan
Dan Energi Kabupaten Pohuwato (wawancara tgl 20/02/2013). Kami sebagai
penyelenggara suatu kebijakan dalam pelestarian hutan mangrove dalam
mengkomunikasikan apa maksud dan tujuan pemanfaatan dan pelestarian kawasan
hutan mangrove kami menggunakan sarana dan prasarana untuk melakukan
penyuluhan, seminar, rapat kerja dan mempublikasikan melalui media lain
Olehnya itu peranan penting bagi pemerintah dalam rangka pengetahuan
masyarakat dalam upaya pelestarian hutan mangrove dengan kesadaran masyarakat
menjaga kawasan akan pentingnya bagi kehidupan mereka. Selanjutnya menurut
Umar Pasandre masyarakat menyatakan (wawancara tgl 05/03/2013). Tujuan
pelaksanaan daripada kebijakan pelestarian hutan mangrove oleh pemerintah daerah
sangat memberikan manfaat besar bagi kami sebagai masyarakat, namun demikian
kecendrungan pemerintah dalam mengkomunikasikan atau mempublikasikan dalam
waktu yang sangat langka sehingga terjadi komunikasi yang tidak berkelanjutan
terutama masyarakat yang tinggal dipelosok pedesaan tentunya mereka tidak terlalu
mengetahui adanya kebijakan dari pemerintah itu sendiri
Dengan demikian faktor komunikasi dalam kebijakan pemerintah daerah
khususnya pelestarian kawasan hutan mangrove sangat berpengaruh, untuk itu dalam
mencapai upaya agar kebijakan terlaksana dengan baik salah satu cara dalam kegiatan
ini menitip beratkan kepada masyarakat yang ada dikawasan pesisir hutan mangrove ,
peran pemerintah harus mensinergitas antara masyarakat dan pemerintah dalam
pelestarian kawasan hutan mangrove.
b. Faktor Sikap
Sikap pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan sangat dipengaruhi oleh sikap
pemerintah itu sendiri, maka dari itu sikap dan perilaku dalam melaksanakan kegiatan
kehutanan, tentunya sangat terkait dengan peran dan fungsi yang diembang setiap
stakeholder. Hal ini sesuai pernyataan Bambang pelaksana tehnis lapangan
Dinas Kehutanan Kabupaten Pohuwato (wawancara tgl 22/02/2013). Kami dalam
melaksanakan tugas ataupun pengawasan terhadap kawasan hutan mangrove kami
langsung turun ke lokasi, sasaran kami untuk memberikan pemahaman akan
pentingnya kawasan hutan mangrove kepada masyarakat, terutama masyarakat yang
telah memanfaatkan hutan mangrove untuk kebutuhan sehari-hari dan yang penting
telah berahli fungsi menjadi tambak tanpak diberi ijin dari pihak pemerintah daerah
terutama dinas kehutanan.
Pemerintah harus melakukan suatu pendekatan ruang wilayah adalah
pemanfaatan wilayah dengan memperhatikan aspek ruangan yang mencakup aspek
lokasi wilayah dan aspek dimensi wilayah. Aspek lokasi wilayah berkaitan dengan
fungsi lindung, dengan masalah pemilihan lokasi bagi tempat permukiman atau
kegiatan usaha yang memperoleh tingkat kemudahan yang diinginkan, dan kegiatan
usaha bagi masyarakat diwilayah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun
untuk mengembangkan kegiatan usahanya sehari-hari. Dan aspek dimensi wilayah
berkaitan dengan tataguna lahan sehubungan dengan fungsi lindung dalam rangka
pemanfaatan secara optimal.
Dalam mengembangkan perilaku yang sesuai dengan kebutuhan kehutanan,
maka diperlukan suatu budaya IPTEK, karena dengan memahami ilmu pengetahuan
dan teknologi maka sikap dan perilaku masyarakat dapat secara konsisten
dikembangkan kearah yang lebih baik. Serta peran masyarakat terhadap pengelolaan
sumberdaya alam yang sebenarnya sudah diatur dalam beberapa-beberapa peraturan
perundang-undangan seperti yang tercantum dalam pasal 68 samapi dengan pasal 70
undang-undang No 41 tahun 1999 tentang pokok kehutanan diatur sebagai berikut:
1. hak masyarakat
a. Menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan. Pengertian
menikmati kualitas lingkungan, termasuk untuk memperoleh manfaat sosial
dan budaya bagi masyarakat yang tinggal didalam dan disekitar hutan.
b. Dapat.
1) Manfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2) Mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan, dan
informasi kehutanan.
3) Memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam pembangunan
kehutanan.
4) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan.
c. Masyarakat didalam dan sekitar hutan berhak memperoleh kompensansi
karena hilangnya akses dengan hutan sekitarnya sebagai lapangan kerja untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya akibat penetapan kawasan hutan, sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu untuk tidak
menimbulkan kesensaraan kepada pemerintah dan pihak penerima izin usaha
pemanfaatan hutan berkewajiban untuk mengupayakan konfensasi yang
memadai, antara lain dalam bentuk mata pencaharian baru dan keterlibatan
dalam usaha pemanfaatan hutan disekitarnya.
d. Setiap orang berhak memperoleh konfensasi karena hilangnya hak atas tanah
milik sebagai akibat dari adanya penetapan kawasan hutan, sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. kewajiban masyarakat
Dalam bidang kehutanan masyarakat berkewajiban ikut serta memelihara dan
menjaga kawasn hutan dari gangguan dan perusakan, artinya mencegah dan
menanggulangi terjadinya pencurian, kebakaran hutan, gangguan ternak, perambahan,
pendudukan, dan sebagainya.
3. peran serta masyarakat
a. Turut berperan serta dalam pembangunan bidang kehutanan;
b. Ketentuan mengenai peran serta masyarakat diatur dalam peraturan
pemerintah.
Selanjutnya Rijal Sompah ketua karang taruna Desa Torosiaje menyatakan
(wawancara tgl 06/03/2013). Sikap dan perilaku pemerintah dalam mengaplikasikan
suatu program kerja sangat menentukan keberhasilan program itu sendiri dalam hal
ini jika pemerintah dalam pelaksanaan program sangat berperan penting maka akan
tercapai sesuai apa yang diharapkan.
Pengawasan terhadap kebijakan dalam pelestarian kawasan hutan mangrove
salah satu wujud dan kunci keberhasilan setiap usaha dan upaya pelestatian yang
secara berkesinambungan. Oleh karena itu pemerintah harus meningkatkan peran
aktif masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove.
c. Faktor Sumberdaya
Pengelolaan sumberdaya alam harus dirumuskan dalam kegiatan-kegiatan
yang bertujuan untuk optimasi fungsi ekosistem atau sisten habitat dengan kondisi
perairan. Secara garis besar kegitan tersebut berupa kegitatan pelestarian,
pengembangan dan rehabilitasi ekosistem mangrove. Kegiatan pelestarian ekosistem
mangrove ditujukan terhadap ekosistem yang fungsinya dalam keadaan optimum agar
fungsi tersebut dapat lestari. Pemanfaatan yang baik adalah penyandagunaan
sumberdaya sesuai dengan daya dukung sumberdaya yang bersangkutan. Oleh sebab
itu guna mencapai pemanfaatan secara berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan
manusia terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat diwilayah
pesisir dan lautan, maka diperlukan sumberdaya pesisir dan lautan yang berpusat
pada masyarakat dan dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan dua aspek
kebijakan, yaitu aspek ekonomi dan ekologi.(Supriharyono). 7
Dalam kebijakan pelestarian kawasan hutan mangrove sangat diperlukan
adanya sumberdaya yang mempunyai peranan penting untuk pengembangan kawasan
sebagai upaya pembangunan pada suatu wilayah demi tercapainya kesejahteraan
masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya secara efektif dan berkelanjutan
dengan cara melakukan kegiatan-kegiatan produktif (sektor primer,sekunder, tersier)
dan penyediaan fasilitas pelayanan ekonomi dan sosial, penyedian sarana dan
prasarana serta perlindungan lingkungan. Sebagaiman diungkapkan oleh Abd Wahid
Hiola, Sekretaris Dinas Kehutanan, Pertambangan Dan Energi Kabupaten Pohuwato
(wawancara tgl 22/02/2013). Saat ini keterbatasan personil dinas kehutanan maka
akan dilakukan kerja antara sektor dengan maksud dan tujuan pelestarian kawasan
hutan mangrove agar terlaksana dengan apa yang diharapkan, dan berusaha
menyampaikan dan mensosialisasikan kepada masyarakat
7 Supriharyono. (Modul, Pemetaan Neraca Dan Valuasi Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove Kabupaten
Pohuwato Provinsi Gorontalo Skala 1:50.000), 2009, hlm 22
Dengan demikian sangat dibutuhkan jumlah staf dan tenaga ahli dalam
menata sumberdaya hutan terutama dinas kehutanan, dan seharusnya sumberdaya
hutan perlu mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah agar status dan
keadaan sumber fisik hutan dapat terjaga dengan baik serta kondisi sosial masyarakat
yang ada didalam dan disekitar hutan tentunya lebih mengoptimakan sinergitas semua
elemen itu perlu dilakukan pengukuhan kawasan hutan, dan penyusunan neraca
sumber daya hutan serta sistem informasi kehutanan, dan sumberdaya manusia yang
ada didalamnya. Selanjutanya menurut Rahmat Labuku masyarakat menyatakan
(wawancara tgl 06/03/2013). Permasalahnya saat ini adalah sumberdaya manusia
yang sangat terbatas sehingga terjadi ketidak koneksitas antara masyarakat dan
pemerintah dalam mengoptimalkan program pelestarian kawasan hutan mangrove
yang ada di Kabupaten Pohuwato, contohnya diwilayah kecamatan popayato tidak
ada konsisten dari pemerintah kepada masyarakat, saat ini pemerintah harus mampu
merekrut relawan dari kelompok masyarakat yang dapat membantu terlaksananya
program tersebut.
Menyikapi hal tersebut sangat berdampak pada arah kebijakan dalam upaya
pelestarian hutan mangrove yaitu mengembalikan daya fungsi hutannya, kebijakan
oleh pemerintah daerah dengan meluasnya perambahan hutan mangrove sesuai
dengan kebutuhan masyarakat menunjukkan bahwa ada kecenderungan masyarakat
yang menggeluti masalah kehutanan dan belum optimalnya penyuluhan pemerintah
kepada masyarakat. Olehnya itu perlu ditingkatakan SDM dan stakeholder yang
terkait dengan kehutanan.
Ada beberapa prinsip dalam penataan ruang yang terkait dengan pelestarian
kawasan hutang mangrove dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan hidup
yaitu:
1. Kesesuaian (suitability).
Setiap kegiatan terkait dengan pengelolaan sumberdaya harus
mempertimbagkan keserasian antara kebutuhan dari kegiatan yang akan
dilaksanakan baik kegiatan langsung maupun tidak langsung pada saat
sekarang maupun yang akan datang dan menghindari berbagai konflik yang
terjadi diantara kegiatan-kegiatan dalam pemanfaatan ruang.
2. Kesinambungan sumberdaya alam dan lingkungan hidup (the continuity of
natural resources and environment).
Fungsi perlindungan (proteksi) seharusnya selalu mengikuti fungsi yang
telah dialokasikan pada ruang atau kawasan tertentu menjadi sangat penting
tidak hanya karena karakteristik kawasan tersebut, akan tetapi memeliki kaitan
yang erat dengan kawasan tersebut.
3. Demokratisasi ruang.
Pemanfatana ruang atau kawasan seharusnya mampu menyediakan
aksebilitas secara profesional bagi setiap anggota masyarakat untuk
pemenfaatan sumberaya dalam wilayah atau disuatu kawasan yang
bersangkutan. Dalam rencana pengelolaan sumberdaya seharusnya
direncanakan dan disususn sedemikian rupa yang merupakan pendorong untuk
mengembangkan kegiatan pembangunan yang melibatkan peran serta
masyarakat setempat.
4. Sinergi regional (regional synergy).
Sinergi regional dalam suatu kondisi dimana kapabilitas suatu wilayah
atau kawasan mengembangkan kegiatan pembangunan diakibatkan oleh
intraksi fungsional secara optimal diantara unit-unit wilayah dan sekitarnya.
d. Faktor Ekonomi
Perubahan yang terjadi pada sumberdaya alam dan lingkungan akan
memberikan dampak pada kegiatan perekonomian masyarakat, yang pada akhirnya
berakibat pada pendapatan dan biaya secara finansial. Perubahan pada pendapatan
tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk valuasi sumberdaya alam dan
lingkungan.
Dalam hal ini perlu diidentifiksi fakor-faktor input untuk perikanan karang
yang menjadi output bagi ekosistem hutan mangrove. Demikian pula faktor-faktor
biofisik yang mempengaruhi produktifitas ekosistem hutan mangrove perlu diukur
dan diidentifikasi kaitannya dengan perikanan karang. Nilai-nilai ekonomi yang
terkandung didalam sumberdaya alam khususnya ekosistem mangrove sangat
berperan dalam penentuan kebijakan pengelolaannya, sehingga alokasi dan alternatif
pengelolaannya dapat efisein dan berkelanjutan. Hal terungkap dari Djoni Nento, S.Ip
Kepala Dins Kehutanan, Pertambangan Dan Energi Kabupaten Pohuwato
(wawancara tgl 24/02/2013). Kami dari pemerintah daerah akan berusaha untuk
mempertegas aturan-aturan yang sudah dibuat dan kebijakan yang sudah
dilaksanakan oleh pemerintah dan kami juga akan menerapkan tindakan hukum
kepada masyarakat yang semata-mata tidak ada perhatian atas kebijakan yang
diupayakan oleh pemerintah daerah.
Dalam hal ini pemerintah daerah akan mempertegas aturan dalam menjaga
dan melestarikan kawasan hutan mangrove yang ada diwilayah Provinsi Gorontalo
khususnya Kabupaten Pohuwato mengingat manfaat hutan mangrove bagi kehidupan
masyarakat. Untuk itu dikaitkan dengan struktur birokrasi yang efektif yang bisa
mewujudkan suatu program unggulan dari pemerintah daerah terkait pelastarian hutan
mangrove dan pembangunan bidang kehutanan dan pengembangan hutan rakyat
dengan adanya reboisasi hutan dan lahan kritis dengan tanaman yang memiliki nilai-
nilai ekonomis yang tinggi, serta membina dan meningkatkan kesadaran ekologi dan
konservasi pada masyarakat dalam pemanfaatan hutan mangrove. Sejalan apa yang
diungkapkan oleh Marjun Ngguik masyarakat (wawancara tgl 07/03/2013).
Seharusnya pemerintah harus memperhatikan kondisi daripada masyarakat, karena
sebagian masyarakat hidup mereka sangat bergantungan pada pemanfaatan hutan
mangrove, contohnya kami sebagai masyarakat kecil biasanya kami mempergunakan
kayu mangrove untuk kepentingan rumah tangga seperti dipakai untuk memasak,
tetapi jika pemerintah melarangnya maka kami dalam keadaan yang seperti ini harus
bagaimana lagi?
Lain halnya dengan pendapat Muhidin Darise, Tokoh Masyarakat menyatakan
(wawancara tgl 07/03/2013). Pemerintah bisa saja melarang kami untuk mengambil
atau mempergunakan kayu mangrove yang biasa disebut dengan bakau tetepi
pemerintah harus mampu menanggulangi keperluan kami dalam sehari-hari, seperti
menyiapkan kompor dan minyak tanah, karena melihat kondisi ekonomi yang sangat
rendah maka setiap masyarakat menggunakan kayu untuk keperluan memasak dan
lain-lain
Menyikapi pernyataan diatas masyarakat dalam hal ini perlu mendapat
pengertian dari pemerintah bahwa hutan mangrove yang akan dilestarikan akan
menjadi milik mereka khususnya yang ada diwilayah pesisir. Melalui mekanisme ini
masyarakat tidak merasa dianggap bertanggungjawab, melainkan ikut memeliki hutan
mangrove tersebut, karena mereka merasa ikut merencanakan apa yang direncanakan
oleh pemerintah menyangkut pelestarian kawasan hutan mangrove. Kondis
kemiskinan masyarakat disekitar hutan sangat meningkatnya jumlah penduduk dari
tahun ke tahun oleh sebab itu tidak danya lapangan kerja diluar pertanian menjadikan
sumber tekanan kawasan hutan oleh masyarakat hal ini disebabkan faktor hukum dan
kebijakan pemerintah yang mendukung hal itu terjadi.
Hutan mangrove di Kabupaten Pohuwato baik secara langsung maupu tidak
langsung telah memberikan manfaat kepada masyarakat disekitarnya, maka dari itu
pemerintah mempertahankan sumberdaya hutan mangrove, merujuk dari hasil
wawancara dengan masyarakat yang ada dikawasan hutan mangrove, nilai ekonomi
hutan mangrove di Kabupaten Pohuwato dihitung dari manfaat langsung, manfaat
tidak langsung, manfaat pilihan, dan manfaat keberadaan.
a. Manfaat langsung
Manfaat langsung berupa:
1) manfaat usaha tambak;
2) manfaat dari hasil kayu untuk bahan bangunan;
3) manfaat penangkapan hasil perikanan seperti kepiting, bibit alam, benur atau
nener, dan kerang;
4) manfaat dari bibit bakau
b. Manfaat tidak langsung
Manfaat tidak langsung adalah nilai yang secara tidak langsung diserahkan
manfaatnya, berupa hal yang dapat mendukung nilai guna langsung.
c. Manfaat pilihan
Manfaat pilihan adalah nilai potensial yang dapat dimanfaatkan untuk masa
yang akan datang, memperhitungkan manfaat keanekaragaman hayati (boidiversity)
dari ekosistem mangrove.
d. Manfaat keberadaan
Manfaat keberadaan adalah nilai guna yang berdasarkan pada kepedulian akan
keberadaan sumberdaya.
Berdasarkan hasil identifikasi dan kuantifikasi seluruh manfaat hutan
mangrove yang diperoleh di Kabupaten Pohuwato, maka nilai keseluruhan dapat
dilihat pada tabel 4.
Tabel 4: Nilai Total Ekonomi Hutan Mangrove Di Kabupaten Pohuwato tahun
2009
No Kategori manfaat Rp Per ha per
tahun Rp Per tahun Presentase
1 Manfaat langsung
aktual 10.209.891,67 30.0216.653.732,46 21,28
2 Manfaat tidak
langsung 156.062.008,24 85.950.247.451,66 60,93
3 Manfaat pilihan 156.570,00 1.074.724.662,60 0,76
4 Manfaat keberadaan 3.500.000,00 24.024.630.000,00 17,03
Total 176.901.768,95 141.071.255.846,72 100,00
Sumber: Data Primer Pemetaan Neraca Dan Valuasi Ekonomi Sumberdaya Hutan
Mangrove Di Kabupaten Pohuwato,
Nilai ekonomi total (NET) bermanfaat untuk mengilustrasikan hubungan
timbal balik antara ekonomi dan lingkungn yang diperlukan untuk melakukan
pengelolaan sumberdaya alam yang baik, dan menggambarkan keuntungan atau
kerugian yang berkaitan dengan pilihan kebijakan dan program pengelolaan
sumberdaya alam, sekaligus bermanfaat dalam menciptakan keadilan dalam dalam
distribusi manfaat sumberdaya alam tersebut, (Ramdan).8
8 Ramdan et al, (Modul, Pemetaan Neraca Dan Valuasi Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove Kabupaten
Pohuwato Provinsi Gorontalo Skala 1:50.000), 2009, hlm 73