Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Ringinrejo adalah salah satu dari 26 kecamatan
yang ada di Kabupaten Kediri. Kecamatan Ringinrejo yang
menghubungkan Kota Blitar dan Kota Kediri. Batas wilayah
Kecamatan Ringinrejo adalah sebagai berikut:
Timur : Kecamatan Wates
Selatan : Blitar
Barat : Kecamatan Kras
Utara : Kecamatan Kandat
Topografi Kecamatan Ringinrejo berupa dataran rendah,
sehingga untuk mendapatkan air di lingkungan peternakan
cukup mudah. Lokasi yang digunakan sebagai peternakan
harus tersedia sumber air yang cukup. Terutama pada musim
kemarau, air merupakan kebutuhan mutlak untuk ayam karena
kandungan air didalam tubuh ayam mencapai 70% jumlah air
yang dikonsumsi ayam tergantung dari jenis ayam, umur,
berat badan ayam dan cuaca. Suhu udara didaerah ini 28˚C
dengan tingkat curah hujan rata-rata sekitar 23,11 mm per
hari. Secara keseluruhan luas wilayah sekitar 4.223 km2.
Wilayah Kecamatan Ringinrejo diapit oleh dua gunung yang
berbeda sifatnya, yaitu Gunung Kelud di sebelah Timur yang
bersifat Vulkanik dan Gunung Wilis disebelah barat yang
bersifat non vulkanik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas penduduk
dengan mata pencaharian sebagai peternak adalah desa
Purwodadi. Desa Purwodadi merupakan salah satu desa yang
berada di kawasan Kecamatan Ringinrejo yang memiliki luas
daerah sekitar 462,6 Ha dengan jumlah dusun sebanyak 3
38
daerah, hal ini menjadikan banyaknya penduduk yang memilih
bermata pencaharian sebagai peternak dan petani, karena luas
lahan kosong yang cukup mendukung dalam usaha peternakan
ayam ras petelur. Lokasi peternakan yang baik yaitu harus
jauh dari pemukiman penduduk dengan tujuan untuk
menghindari konflik dengan lingkungan akibat dari polusi bau
atau debu, serta agar ayam terhindar dari kontaminasi penyakit
yang dibawa oleh manusia atau binatang lainnya seperti ayam
kampung, itik, kambing, sapi dan kerbau.
Rata-rata populasi pemeliharaan ayam ras petelur di
Kecamatan Ringinrejo adalah sebanyak 10.031 ekor ayam ras
petelur strain lohmann, alasan pemilihan strain tersebut
berdasarkan pengalaman bahwa strain tersebut dapat
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan, pertimbangan yang
lain adalah efisiensi produksi yang cukup tinggi dan
menghasilkan telur relatif baik. Poultry Indonesia (2006)
menjelaskan bahwa apa yang dilakukan dengan perbaikan
genetik pada semua strain ayam bertujuan meningkatkan
pendapatan peternak.
4.2. Karakteristik Responden
Sampel yang digunakan dalam penelitian untuk peternak
dengan total 16 peternak yang ada di Kecamatan Ringinrejo
dengan rincian 7 peternak untuk Desa Purwodadi, 4 peternak
untuk Desa Deyeng, 1 peternak untuk Desa Dawung, 1
peternak untuk Desa Cangkringan, 1 peternak untuk Desa
Nambakan, 1 peternak untuk Desa Ringinrejo dan 1 peternak
untuk Desa Balong. Sampel untuk pedagang dengan rincian 3
orang sampel untuk pedagang besar, 10 sampel untuk
pedagang menengah dan 20 sampel untuk pedagang pengecer
telur ayam ras. Pengambilan data dari masing-masing sampel
39
dijadikan sebagai data primer untuk karakteristik responden
mulai dari peternak sampai pedagang pengecer telur ayam ras
meliputi usia responden, jenis kelamin responden, pendidikan
terakhir responden dan lama usaha yang dijalankan oleh
responden penelitian. Karakteristik responden penelitian akan
dijelaskan dalam bentuk gambar karakteristik responden pada
masing-masing profil peternak, pedagang besar, pedagang
menengah dan pedagang pengecer telur ayam ras sebagai
berikut.
4.2.1. Responden Peternak (Produsen)
Peternak ayam ras petelur di Kecamatan Ringinrejo rata-
rata memiliki populasi 10.031 ekor ayam ras petelur. Peternak
ayam ras petelur berperan sebagai produsen dalam
pendistribusian telur ayam ras, artinya semua harga yang
nantinya akan terpatok dari peternak ayam ras petelur.
Karakteristik peternak menggambarkan tingkat kemampuan
dari masing-masing peternak. Karakteristik peternak dapat
diperoleh dengan melihat latar belakang peternak tersebut, hal
yang perlu diamati meliputi usia, tingkat pendidikan akhir,
jenis kelamin, lama usaha dan mata pencaharian utama.
4.2.1.1. Karakterisitik Responden Peternak Berdasarkan
Usia
Responden peternak di Kecamatan Ringinrejo Kabupaten
Kediri sebagian besar berusia antara 41-50 tahun sebanyak 7
orang atau 43,75%, responden peternak berusia antara 21-30
sebanyak 1 orang atau 6,25%, responden peternak berusia
antara 31- 40 tahun sebanyak 5 orang atau 31,25% dan
responden peternak yang berusia antara 51-60 tahun sebanyak
3 orang atau 18,75% (seperti terlihat pada lampiran 1). Usia
40
merupakan salah satu pendukung dalam ketangkasan
melakukan usaha, dimana pada usia seseorang. Orang dapat
dikatakan produktif dan tidak produktif lagi dalam
pengembangan usaha yang dijalankan, selain itu usia juga
menentukan kemampuan fisik dalam menjalankan usaha yang
ditekuninya, terutama usaha dibidang peternakan ayam ras
petelur yang cukup banyak melakukan kegiatan fisik, sehingga
peternak harus mampu menanganinya walaupun tenaga kerja
yang digunakan sudah cukup. Mayoritas usia yang dimiliki
oleh peternak ayam ras petelur adalah usia 41-50 tahun sebesar
43,75%, usia 41-50 termasuk umur yang produktif karena
tingkat produktivitas seseorang dipengaruhi oleh tingkat umur
yang dapat dilihat dan diamati dari beberapa segi antara lain
lamban, kurang kreatif, sukar mengerti dan diarahkan. Usia
yang dianggap kurang produktif adalah 65 tahun ke atas,
sedangkan yang termasuk usia produktif adalah 15-64 (Badan
Pusat Statistik, 2014). Usia produktif merupakan usia dimana
seseorang dapat mengoptimalkan segala hal yang
mempengaruhi persepsi seperti pengalaman, proses belajar dan
pengetahuan.
6.25%31.25%
43.75%
18.75%Usia 21-30
tahun
Usia 31-40
tahun
Usia 41-50
tahun
Usia 51-60
tahun
Sumber: Data Primer 2014 (diolah).
Gambar 3. Diagram karakteristik peternak berdasarkan usia.
41
4.2.1.2. Karakteristik Responden Peternak Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Akhir
Tingkat pendidikan seseorang merupakan salah satu
indikator keberhasilan dalam suatu usaha di bidang peternakan
ayam ras petelur. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi
dimiliki oleh peternak, maka ketrampilan dan wawasan yang
dimiliki di dunia budidaya ayam ras petelur akan semakin
banyak sehingga muncul inovasi-inovasi baru yang dapat
memberikan perkembangan dan kemajuan usaha yang sedang
dijalankannya. Orang yang memiliki tingkat pendidikan yang
rendah cenderung akan menggunakan pengalaman sebagai
ketrampilan usahanya dan orang orang tersebut tidak mudah
menerima inovasi baru yang diberikan penyuluh peternakan
dikarenakan alasan pengalaman yang didapatkannya lebih
bermakna dibandingkan inovasi baru yang diberikan penyuluh
pada peternak. Tingkat pendidikan responden diukur melaui
tingkat pendidikan formal yang pernah dilaluinya. Responden
peternak sebagian besar tamatan SLTP sebanyak 6 orang atau
37,5%. Persentase responden peternak lainnya antara lain
tamatan SD yaitu sebanyak 6 orang atau 37,5%, responden
peternak tamatan SLTA yaitu sebanyak 4 orang atau 25% dan
peternak yang menjadi responden tidak ada yang melalui
pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi (seperti terlihat
pada lampiran 1). Hasil penelitian menujukkan persentase
paling banyak pada kategori ini adalah pendidikan SD dan
SLTP hal ini disebabkan karena kurang adanya informasi dan
biaya pendidikan (seperti terlihat pada gambar 4). Pendidikan
sangat mempengaruhi pola pikir seseorang, terutama dalam
hal pengambilan keputusan dan pengaturan manajemen dalam
mengelola suatu usaha. Pendidikan dapat mempermudah
dalam menerima atau mempertimbangkan suatu suatu inovasi
42
yang dapat membantu mengembangkan usaha menjadi lebih
baik dari sebelumnya, sehingga peternak tidak mempunyai
sifat yang tidak terlalu tradisional. Pendidikan dianggap
sebagai sarana untuk mendapatkan sumber daya manusia yang
berkualitas karena pendidikan dianggap mampu untuk
menghasilkan tenaga kerja yang bermutu tinggi.
37.5%
37.5%
25%
SDSLTPSLTA
Sumber: Data Primer 2014 (diolah).
Gambar 4. Diagram karakteristik peternak berdasarkan tingkat
pendidikan akhir.
4.2.1.3. Karakteristik Responden Peternak Berdasarkan
Lama Usaha
Pengalaman responden dalam usaha di bidang peternakan
ayam ras petelur di Kecamatan Ringinrejo (seperti terlihat
pada lampiran 1) yaitu berkisar antara 1 hingga 30 tahun.
Sebagian besar responden peternak belum banyak
berpengalaman yaitu berkisar antara 1-10 tahun sebanyak 10
orang atau 62,5%. Responden peternak lainnya memiliki
pengalaman berkisar antara 11-20 tahun sebanyak 5 orang atau
31,25%, responden peternak yang memiliki pengalaman
berkisar antara 21-30 tahun sebanyak 1 orang atau 6,25% dan
belum ada peternak yang memiliki pengalaman beternak lebih
dari 30 tahun. Persentase paling banyak pada kategori ini
43
adalah lama usaha 1-10 tahun, hal ini dikarenakan modal dan
pengetahuan dalam beternak masih sedikit (seperti terlihat
pada gambar 5). Lama usaha peternak menghasilkan
pengalaman yang diterima peternak selama menjalankan usaha
peternakan ayam ras petelur. Pengalaman tersebut menentukan
keberhasilan dari bidang usaha petermakan ayam ras petelur
yang ditekuninya, sebab dari pengalaman yang didapatkan
seorang peternak mampu mengukur kemampuan kerja dan
produktifitas yang dihasilkan dari usaha ternak yan
dijalaninya, selain itu pengalaman juga dapat membuat
peternak menjadi terampil dan mandiri dalam
mengembangkan usaha peternakannya, semakin lama
pengalaman beternak cenderung semakin memudahkan
peternak dalam pengambilan keputusan yang berhubungan
dengan teknis pelaksanaan usaha ternak yang dilakukannya,
hal itu disebabkan karena pengalaman dijadikan suatu
pedoman dan penyesuaian terhadap suatu permasalahan yang
terkadang dihadapi oleh peternak dimasa yang akan datang,
namun banyak para peternak yang memiliki pengetahuan serta
ketrampilan di dalam mengelola usaha ternak berasal dari
orang tua atau melalui pelatihan oleh dinas terkait dan
koperasi.
44
62.5%31.25%
6.25%
1-10 tahun
11-20 tahun
21-30 tahun
Sumber: Data Primer 2014 (diolah).
Gambar 5. Diagram karakteristik peternak berdasarkan lama
usaha.
4.2.1.4. Karakteristik Responden Peternak Berdasarkan
Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin menentukan seseorang dalam memilih
suatu usaha yang dijalankannya, dimana usaha yang
dijalankannya melakukan aktifitas-aktifitas yang berpengaruh
terhadap fisik peternak. Penduduk Kecamatan Ringinrejo
mayoritas peternak adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak
12 orang atau 75% dan peternak berjenis kelamin perempuan
sebanyak 4 orang atau 25% (seperti terlihat pada lampiran 1).
Persentase 25% muncul dari perempuan adalah minoritas dari
perempuan yang mau dan mampu menjalankan bisnis
peternakan (seperti terlihat pada gambar 6). Faktor yang
muncul apabila seorang perempuan menjalankan bisnis
peternakan kemungkinan karena peternakan yang dimilikinya
sudah turun temurun dan perempuan tersebut berganti alih
menjadi kepala keluarga pengganti seorang laki-laki karena
alasan yang bermacam-macam. Perempuan menjalankan usaha
peternakan mayoritas akan membutuhkan tenaga kerja yang
cukup banyak, sehingga biaya produksi dari upah tenaga kerja
45
yang dikeluarkan cukup banyak, jadi mayoritas peran pelaku
peternak adalah berasal dari kaum laki-laki.
75%
25%
Laki-laki
Perempuan
Sumber: Data Primer 2014 (diolah).
Gambar 6. Diagram karakteristik peternak berdasarkan jenis
kelamin.
4.2.1.5. Karakteristik Responden Peternak Berdasarkan
Mata Pencaharian Utama
Daerah dipedesaan masih banyak anggota rumah tangga
yang bekerja lebih dari satu jenis pekerjaan artinya peternak
mempunyai mata pencaharian utama dan sampingan.
Kecamatan Ringinrejo memiliki suhu yang sesuai untuk
diadakan usaha tani dan usaha ternak. Lahan kosong yang
cukup luas di Kecamatan Ringinrejo menjadikan penduduk
memilih bermatapencaharian sebagai petani dan peternak.
Padi, jagung, kedelai, sayuran dan hasil kebun dapat tumbuh
baik didaerah ini. Hewan ternak seperti kambing, sapi, ayam
pedaging dan bebek dapat berdaptasi dengan baik didaerah
penelitian, maka usaha responden peternak mempunyai
pekerjaan sebagai petani dan peternak. Peternak di Kecamatan
Ringinrejo memiliki mayoritas pekerjaan sebagai petani
sebanyak 56,25% dan peternak 43,75% (seperti terlihat pada
lampiran 1). Persentase paling banyak pada kategori ini adalah
sebagai petani karena banyaknya lahan kosong dan tanah yang
46
subur untuk lahan pertanian selain itu pekerjaan sebagai petani
merupakan salah satu pekerjaan sampingan peternak karena
pekerjaan sebagai peternak masih belum cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup perternak (seperti terlihat pada
gambar 7).
43.75%56.25%
Peternak
Petani
Sumber: Data Primer 2014 (diolah).
Gambar 7. Diagram karakteristik peternak berdasarkan jenis
mata pencaharian utama.
4.2.2. Responden Pedagang Besar
Peran pedagang besar telur ayam ras adalah sebagai
perantara pemasaran dari pihak produsen hingga sampai ke
tangan konsumen akhir melalui pedagang menengah dan
pedagang pengecer. Fungsi dari pemasaran fisik yang
dilakukan oleh pedagang besar antara lain penampungan telur
dari produsen, untuk telur konsumsi daya simpan tidak boleh
melebihi jangka waktu 1 bulan, kemudian pedagang besar
melakukan pengangkutan telur ke pedagang menengah atau
konsumen akhir. Karakteristik peternak menggambarkan
tingkat kemampuan dari masing-masing pedagang besar.
Karakteristik pedagang besar dapat diperoleh dengan melihat
latar belakang pedagang besar tersebut. Karakteristik yang
47
perlu diamati meliputi usia, tingkat pendidikan akhir, lama
usaha dan jenis kelamin.
4.2.2.1. Karakteristik Responden Pedagang Besar
Berdasarkan Usia
Responden pedagang besar di Kecamatan Ringinrejo
Kabupaten Kediri sebagian besar berusia 31-40 tahun
sebanyak 2 orang atau 66,67% dan yang berusia antara 21-30
tahun sebanyak 1 orang atau 33,33% (seperti terlihat pada
lampiran 2). Persentase paling banyak pada kategori ini usia
pedagang besar 31-40 atau 66,67% (seperti telihat pada
gambar 8), dimana pada usia tersebut seseorang merupakan
usia produktif dalam melakukan pekerjaan dan memiliki
cukup banyak pengalaman dalam penditribusiannya, dengan
usia yang produktif akan memberikan manfaat pada
lingkungan pekerjaan, dimana tenaga kerja produktif dari luar
akan terminimalisir, sehingga biaya yang digunakan untuk
upah tenaga kerja juga akan terminimalisir. Umur produktif
merupakan tingkatan umur dimana seseorang akan mampu
menghasilkan produk maupun jasa atau dengan kata lain umur
produktif merupakan umur dimana seseorang akan mampu
bekerja dengan baik. Tingkat produktifitas seseorang
dipengaruhi oleh tingkat umur yang dapat dilihat dan diamati
dari beberapa segi antara lain lamban, kurang kreatif, sukar
dimengerti serta diarahkan dan sebagainya. Efisiensi kerja
biasanya dari golongan yang nonproduktif yang lebih sukar
mengerjakan sesuatu secara maksimal. Usia yang dianggap
kurang produktif adalah 65 tahun ke atas, sedangkan yang
termasuk usia produktif adalah 15-64 (Badan Pusat Statistik,
2014). Usia produktif merupakan usia dimana seseorang dapat
48
mengoptimalkan segala hal yang mempengaruhi persepsi
seperti pengalaman, proses belajar dan pengetahuan.
33.33%66.67%
Usia 21-30
tahun
Usia 31-40
tahun
Sumber: Data Primer 2014 (diolah).
Gambar 8. Diagram karakteristik pedagang besar
berdasarkan usia.
4.2.2.2. Karakteristik Responden Pedagang Besar
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Akhir
Tingkat pendidikan akhir menentukan keberhasilan dalam
pemasaran telur ayam ras, dimana semakin tinggi pendidikan
seseorang maka orang tersebut akan memiliki ketrampilan dan
wawasan yang tinggi, sehingga orang tersebut akan terampil
dalam memasarkan telur ayam ras yang akan dijualnya.
Responden pedagang besar di Kecamatan Ringinrejo
Kabupaten Kediri sebagian besar tamatan SLTA yaitu
sebanyak 2 orang atau 66,67%, tamatan SLTP sebanyak 1
orang atau 33,33% (seperti terlihat pada lampiran 2).
Persentase paling banyak pada kategori ini adalah tingkat
pendidikan akhir 66,67% (seperti terlihat pada gambar 9)
karena pedagang besar dengan tingkatan pendidikan lebih
tinggi mampu menciptakan hal-hal baru yang dapat
memudahkannya dalam memasarkan telur ayam ras, sehingga
kerusakan telur akibat daya simpan yang cukup lama karena
49
pedagang yang kurang terampil tidak akan terjadi. Pendidikan
dianggap sebagai sarana untuk mendapatkan sumber daya
manusia yang berkualitas karena pendidikan dianggap mampu
untuk menghasilkan tenaga kerja yang bermutu tinggi.
33.33%
66.67%
SLTP
SLTA
Sumber: Data Primer 2014 (diolah).
Gambar 9. Diagram karakteristik pedagang besar
berdasarkan tingkat pendidikan akhir.
4.2.2.3. Karakteristik Responden Pedagang Besar
Berdasarkan Lama Usaha
Pengalaman merupakan salah satu hasil yang diterima oleh
pedagang besar yang didapatkan dari jangka waktunya dalam
membuka usaha, dari pengalaman tersebut pedagang akan
mengevaluasi kinerja dan produktifitas sehingga pedagang
mewaspadai terjadinya kegagalan dalam menjalankan
usahanya. Pengalaman kerja seseorang dapat dilihat dari
lamanya seseorang tersebut menggeluti usaha atau pekerjaan
tersebut. Responden pedagang besar yang memiliki
pengalaman usaha berkisar antara 1-10 tahun sebanyak 3
orang atau 100% (seperti terlihat pada lampiran 2) adanya
pengalaman usaha menjadikan tolak ukur pedagang dalam
melakukan kegiatan pemasaran berdasarkan pengalaman yang
didapatkan agar kinerja dari pemasaran menjadi lebih baik dari
50
hasil yang sebelumnya, selain faktor pendidikan yang dapat
berpengaruh terhadap tingkat produktivitas dan kemampuan
kerja seseorang. Faktor pengalaman kerja juga merupakan
salah satu indikator yang dapat berpengaruh terhadap
kemampuan menjalankan pekerjaan. Pengalaman kerja
seseorang dapat dilihat dari lamanya seseorang tersebut
menggeluti usaha atau pekerjaan tersebut.
4.2.2.4. Karakteristik Responden Pedagang Besar
Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin seseorang mempengaruhi kualitas kerja di
bidang usaha yang dijalankannya. Pedagang besar
menjalankan fungsi pemasaran fisik salah satunya adalah
pengangkutan yang tidak menutup kemungkinan bahwa
pedagang besar dengan jenis kelamin perempuan akan
membutuhkan tenaga kerja laki-laki, sehingga membutuhkan
biaya lagi untuk memberikan upah tenaga kerja yang
dibutuhkan terutama laki-laki. Responden pedagang besar
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 3 orang atau 100% (seperti
terlihat pada lampiran 2). Jenis kelamin seseorang menentukan
kualitas pekerjaan yang dihasilkan, namun antara laki-laki dan
perempuan memilih suatu pekerjaan berdasarkan apa yang
menjadi kebutuhannya pada saat itu. Perempuan yang
berkecimpung di dunia perdagangan terutama telur ayam ras,
menjadikan suatu tantangan untuk melakukan pekerjaan secara
fisik dan langsung turun tangan, namun hal ini hanya menjadi
minoritas saja, sebab perempuan lebih banyak menggunakan
tenaga kerja laki-laki untuk melakukan kegiatan secara fisik.
51
4.2.3. Responden Pedagang Menengah
Peran dari pedagang menengah atau yang dikenal dengan
sebutan pedagang menengah adalah sebagai perantara
penjualan dari pedagang besar kepada pedagang pengecer
maupun konsumen akhir. Karakteristik peternak
menggambarkan tingkat kemampuan dari masing-masing
pedagang menengah. Karakteristik pedagang menengah dapat
diperoleh dengan melihat latar belakang pedagang menengah
tersebut. Karakteristik yang perlu diamati meliputi usia,
tingkat pendidikan akhir, lama usaha dan jenis kelamin.
4.2.3.1. Karakteristik Responden Pedagang Menengah
Berdasarkan Usia
Responden pedagang menengah di Kecamatan Ringinrejo
Kabupaten Kediri sebagian besar berusia antara 41-50 tahun
sebanyak 5 orang atau 50%. Responden pedagang menengah
berusia antara 31-40 sebanyak 3 orang atau 30% dan
responden pedagang menengah yang berusia 21-30 sebanyak 2
orang atau 20% (seperti terlihat pada lampiran 3). Persentase
paling banyak pada kategori ini usia pedagang besar 41-50
atau 50% (seperti terlihat pada gambar 10), dimana pada usia
tersebut seseorang merupakan usia produktif dalam melakukan
pekerjaan dan memiliki cukup banyak pengalaman dalam
penditribusiannya. Usia yang produktif akan memberikan
manfaat pada lingkungan pekerjaan, dimana tenaga kerja
produktif dari luar akan terminimalisir, sehingga biaya yang
digunakan untuk upah tenaga kerja juga akan terminimalisir.
Umur produktif merupakan tingkatan umur dimana seseorang
akan mampu mengahasilkan produk maupun jasa atau dengan
kata lain umur produktif merupakan umur dimana seseorang
akan mampu bekerja dengan baik. Pekerjaan sebagai pedagang
52
menengah merupakan tugas yang cukup berat untuk
dilakukan, sebab pedagang menengah harus menjalani
aktifitas-aktifitas yang berhubungan langsung dengan fisik
yaitu melakukan pengangkutan barang kepada pedagang
pengecer maupun konsumen akhir, sehingga membutuhkan
tenaga kerja yang cukup kuat dalam melakukan kegiatan itu.
Pedagang menengah dibutuhkan tenaga kerja produktif
sehingga dapat terminimalisir penyerapan tenaga kerja yang
dapat meningkatkan pengeluaran biaya untuk memberikan
upah tenaga kerja. Proses pemasaran telur ayam ras upah yang
dikeluarkan sudah cukup banyak, hal ini dilakukan untuk
mengurangi pengeluaran biaya produksi. Usia yang dianggap
kurang produktif adalah 65 tahun ke atas, sedangkan yang
termasuk usia produktif adalah 15-64 (Badan Pusat Statistik,
2014). Usia produktif merupakan usia dimana seseorang dapat
mengoptimalkan segala hal yang mempengaruhi persepsi
seperti pengalaman, proses belajar dan pengetahuan.
20%
30%50%
Usia 21-30
tahun
Usia 31-40
tahun
Usia 41-50
tahun
Sumber: Data Primer 2014 (diolah).
Gambar 10. Diagram karakteristik pedagang menengah
berdasarkan usia.
53
4.2.3.1. Karakteristik Responden Pedagang Menengah
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Akhir
Responden pedagang menengah tamatan SD yaitu
sebanyak 3 orang atau 30%, tamatan SLTP sebanyak 1 orang
atau 10%, tamatan SLTA sebanyak 5 orang atau 50% dan
pedagang menengah yang melalui pendidikan hingga jenjang
perguruan tinggi sebanyak 1 orang atau 10% (seperti terlihat
pada lampiran 3). Proses pemasaran telur ayam ras pedagang
menengah harus memiliki ketrampilan dan wawasan yang
tinggi, dikarenakan munculnya persaingan-persaingan di dunia
marketing yang nantinya akan berdampak pada pendapatan
dan keuntungan yang diterima oleh pedagang menengah, oleh
karena itu perlu ada inovasi baru yang diterapkan oleh
pedagang menengah untuk tetap hidup dalam persaingan
pasar. Persentase paling banyak pada kategori ini adalah
tingkat pendidikan akhir SLTA hal ini disebabkan pedagang
menengah menganggap SLTA (seperti terlihat pada gambar
11) merupakan tingkat pendidikan yang paling tinggi.
Pendidikan dianggap sebagai sarana untuk mendapatkan
sumber daya manusia yang berkualitas karena pendidikan
dianggap mampu untuk menghasilkan tenaga kerja yang
bermutu tinggi.
54
30%
10%
50%
10%
SD
SLTP
SLTA
Perguruan
tinggi
Sumber: Data Primer 2014 (diolah).
Gambar 11. Diagram karakteristik pedagang menengah
berdasarkan tingkat pendidikan akhir.
4.2.3.2. Karakteristik Responden Pedagang Menengah
Berdasarkan Lama Usaha
Responden pedagang menengah yang memliki pengalaman
usaha berkisar antara 1-10 tahun sebanyak 9 orang atau 90%,
responden pengalaman usaha berkisar antara 11-20 sebanyak 1
orang atau 10% (seperti terlihat pada lempiran 3). Persentase
paling banyak pada kategori ini adalah lama usaha 1-10 tahun
atau 90% (seperti terlihat pada gambar 11), karena adanya
pengalaman usaha menjadikan tolak ukur pedagang dalam
melakukan kegiatan pemasaran berdasarkan pengalaman yang
didapatkan agar kinerja dari pemasaran menjadi lebih baik dari
hasil yang sebelumnya. Lama usaha menentukan pengalaman
yang didapatkan oleh pedagang menengah, semakin lama
usaha yang dijalankan oleh pedagang menengah maka
semakin banyak pengalaman yang didapatkan oleh pedagang
menengah selama menjalani usahanya. Pengalaman yang
banyak maka menjadikan pedagang menengah selalu
melakukan evaluasi dari hasil pemasaran yang dilakukannya,
55
agar kejadian yang membuat kerugian pedagang menengah
dapat diminimalisir.
90%
10%
1-10 tahun
11-20 tahun
Sumber: Data Primer 2014 (diolah).
Gambar 12. Diagram karakteristik pedagang menengah
berdasarkan lama usaha.
4.2.3.3. Karakteristik Responden Pedagang Menengah
Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin seseorang menetukan kualitas pekerjaan
yang dihasilkan, namun antara laki-laki dan perempuan
memilih suatu pekerjaan berdasarkan apa yang menjadi
kebutuhannya pada saat itu dan seorang perempuan yang
berkecimpung di dunia perdagangan terutama telur ayam
petelur, menjadikan suatu tantangan untuk melakukan
pekerjaan secara fisik dan langsung turun tangan. Responden
pedagang menengah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8
orang atau 80% dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 2
orang atau 20% (seperti terlihat pada lampiran 3). Persentase
paling banyak pada kategori ini adalah pedagang menengah
laki-laki sebanyak 8 orang atau 80% (seperti terlihat pada
gambar 13) dikarenakan pekerjaan ini dilakukan secara
langsung dan untuk mengurangi penyerapan tenaga kerja hal
tersebut dilakukan untuk efisiensi biaya produksi.
56
80%
20%
Laki-laki
Perempuan
Sumber: Data Primer 2014 (diolah).
Gambar 13. Diagram karakteristik pedagang menengah
berdasarkan jenis kelamin.
4.2.4. Responden Pedagang Pengecer
Peran dari pedagang pengecer adalah sebagai perantara
antara peternak dengan konsumen akhir yang bersinggungan
secara langsung, sebab di pedagang pengecer ini menerima
pasokan grosir maupun eceran. Pedagang pengecer mendapat
telur dari pedagang menengah yang akhirnya langsung dijual
pada konsumen akhir. Karakteristik pedagang pengecer
menggambarkan tingkat kemampuan dari masing-masing
pedagang pengecer. Karakteristik pedagang pengecer dapat
diperoleh dengan melihat latar belakang pedagang pengecer
tersebut. Karakteristik yang perlu diamati meliputi usia,
tingkat pendidikan akhir, lama usaha dan jenis kelamin.
4.2.4.1. Karakteristik Responden Pedagang Pengecer
Berdasarkan Usia
Responden pedagang pengecer yang membeli telur pada
pedagang menengah sebagian besar berusia 31 - 40 tahun
sebanyak 8 orang atau 40%, yang berusia 21-30 tahun dan 41-
50 tahun yaitu masing-masing sebanyak 5 orang atau 25%
sedangkan yang berusia 51-60 sebanyak 2 orang atau 10%
57
(seperti terlihat pada lampiran 4). Persentase paling banyak
pada kategori ini usia pedagang besar 31 - 40 atau 40%
(seperti terlihat pada gambar 14), dimana pada usia tersebut
seseorang merupakan usia produktif dalam melakukan
pekerjaan dan memiliki cukup banyak pengalaman dalam
penditribusiannya. Usia yang produktif akan memberikan
manfaat pada lingkungan pekerjaan, dimana tenaga kerja
produktif dari luar akan terminimalisir, sehingga biaya yang
digunakan untuk upah tenaga kerja juga akan terminimalisir
Usia seseorang menentukan keberhasilan dalam menjalankan
usaha perdagangan, namun faktor ini hanya relatif kecil. Dunia
perdagangan memerlukan ketrampilan yang baik dalam
menghitung dan mengatur strategi dalam menjual barang
dagangannya. Kriteria usia dalam dunia perdagangan
memerlukan usia yang produktif dalam menjadikan usahanya
semakin berangsur membaik, sebab usia produktif seseorang
telah memiliki banyak pengalaman dan ketrampilan yang
diperoleh dari lama waktu menjalankan usahanya. . Usia yang
dianggap kurang produktif adalah 65 tahun ke atas, sedangkan
yang termasuk usia produktif adalah 15-64 (Badan Pusat
Statistik, 2014). Usia produktif merupakan usia dimana
seseorang dapat mengoptimalkan segala hal yang
mempengaruhi persepsi seperti pengalaman, proses belajar dan
pengetahuan.
58
25%
45%
25%
10% Usia 21-30
tahun
Usia 31-40
tahun
Usia 41-50
tahun
Usia 51-60
tahun
Sumber: Data Primer 2014 (diolah).
Gambar 14. Diagram karakteristik pedagang
pengecer berdasarkan usia.
4.2.4.2. Karakteristik Responden Pedagang pengecer
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Akhir
Responden pedagang pengecer sebagian besar tamatan
SLTA yaitu sebanyak 9 orang atau 45%, tamatan SLTP
sebanyak 8 orang atau 40% dan tamatan SD sebanyak 3 orang
atau 15% (seperti terlihat pada lampiran 1. 4). Persentase
paling banyak pada kategori ini dengan pendidikan tingkat
akhir SLTA sebanyak 9 atau 45% (seperti terlihat pada gambar
15) hal ini disebabkan pedagang pengecer menganggap SLTA
merupakan tingkat pendidikan yang paling tinggi. Pendidikan
dianggap sebagai sarana untuk mendapatkan sumber daya
manusia yang berkualitas karena pendidikan dianggap mampu
untuk menghasilkan tenaga kerja yang bermutu tinggi. Tingkat
pendidikan akhir menentukan keberhasilan dalam pemasaran
telur ayam ras, dimana semakin tinggi pendidikan seseorang
maka orang tersebut akan memiliki ketrampilan dan wawasan
yang tinggi, sehingga orang tersebut akan terampil dalam
memasarkan telur ayam ras yang akan dijualnya. Pedagang
pengecer yang demikian akan menciptakan hal-hal baru yang
59
dapat memudahkannya dalam memasarkan telur ayam ras,
sehingga kerusakan telur akibat daya simpan yang cukup lama
karena pedagang yang kurang terampil tidak akan terjadi.
Pendidikan dianggap sebagai sarana untuk mendapatkan
sumber daya manusia yang berkualitas karena pendidikan
dianggap mampu untuk menghasilkan tenaga kerja yang
bermutu tinggi.
15%
40%
45%
SD
SLTP
SLTA
Sumber: Data Primer 2014 (diolah).
Gambar 15. Diagram karakteristik pedagang pengecer
berdasarkan tingkat pendidikan akhir.
4.2.4.3. Karakteristik Responden Pedagang Pengecer
Berdasarkan Lama Usaha
Responden pedagang pengecer sebagian besar pengalaman
usaha berkisar antara 1-10 tahun sebanyak 19 orang atau 95%
dan responden pedagang pengecer memiliki pengalaman usaha
berkisar antara 11-20 tahun sebanyak 1 orang atau 5% (seperti
terlihat pada lampiran 4). Persentase paling banyak pada
kategori ini adalah lama usaha 1-10 tahun sebanyak 19 orang
atau 95% (seperti terlihat pada gambar 16), karena pedagang
pengecer tersebut masih baru menjadikan pedagang sebagai
pekerjaan yang ditekuninya, adanya pengalaman usaha
menjadikan tolak ukur pedagang dalam melakukan kegiatan
60
pemasaran berdasarkan pengalaman yang didapatkan agar
kinerja dari pemasaran menjadi lebih baik dari hasil yang
sebelumnya. Pengalaman kerja seseorang dapat dilihat dari
lamanya seseorang tersebut menggeluti usaha atau pekerjaan
tersebut. Umumnya mereka memiliki pengalaman banyak
(Nitisemito dan Burhan, 2004). Lama usaha menentukan
pengalaman yang didapatkan oleh pedagang pengecer,
semakin lama usaha yang dijalankan oleh pedagang pengecer
maka semakin banyak pengalaman yang didapatkan oleh
pedagang pengecer selama menjalani usahanya.
95%
5%
1-10 tahun
11-20 tahun
Sumber: Data Primer 2014 (diolah).
Gambar 16. Diagram karakteristik pedagang pengecer
berdasarkan lama usaha.
4.2.4.4. Karakteristik Responden Pedagang Pengecer
Berdasarkan Jenis Kelamin
Responden pedagang pengecer berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 4 orang atau 20% dan responden berjenis kelamin
perempuansebanyak 16 orang atau 80% (seperti terlihat pada
lampiran 4). Persentase jenis kelamin antara laki-laki dan
perempuan pada pedagang pengecer cenderung lebih besar
pedagang pengecer perempuan sebanyak 16 orang atau 80%
61
(seperti terlihat pada gambar 17) sebab pada pedagang
pengecer ini seseorang tidak hanya melakukan penjualan dan
pembelian hanya pada telur ayam ras saja, namun juga
menjual berbagai macam kebutuhan pokok, sehingga
pedagang pengecer yang berjenis kelamin perempuan juga
memiliki pengetahuan dan ketrampilan seputar harga-harga
kebutuhan pokok, oleh karena itu munculnya kaum perempuan
pada pedagang pengecer ini juga sama-sama memenuhi
kebutuhan pokok yang juga termasuk penjualan telur ayam
ras.
20%
80%
Laki-laki
Perempuan
Sumber: Data Primer 2014 (diolah).
Gambar 17. Diagram karakteristik pedagang
pengecer berdasarkan jenis kelamin.
4.3. Analisis Lembaga Pemasaran
Sudiyono (2001) menjelaskan bahwa lembaga pemasaran
sebagai badan usaha atau individu yang menyelenggarakan
pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen
kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan
badan usaha atau individu lain. Tugas lembaga pemasaran ini
adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi
keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen
memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa
margin pemasaran. Lembaga pemasaran merupakan pelaku
62
yang menjalankan fungsi pemasaran yang terkait pemasaran
telur ayam ras sebagaimana pelaku tersebut memiliki peran
antara lain:
4.3.1. Peternak (Produsen)
Produsen atau peternak ini yang menyediakan telur ayam
ras. Peternak dalam lembaga pemasaran mempunya fungsi
sebagai produsen yang memproduksi barang berupa telur
ayam ras yang dijual kepada konsumen, namun selama proses
penjualan atau pemasaran berlangsung, produsen
membutuhkan peranan lembaga-lembaga lain dalam
memasarkan telur ayam ras agar sampai ke tangan konsumen
akhir. Lembaga pemasaran yang terlalu panjang yang ikut
dalam proses pemasaran telur ayam ras secara otomatis biaya
pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga
akan bertambah.
4.3.2. Pedagang Besar
Pedagang besar adalah pedagang yang membeli atau
mendapatkan produk barang dagangan dari tangan pertama
atau produsen secara langsung. Pedagang besar dalam
lembaga pemasaran mempunyai peran sebagai pengepul
sekaligus sebagai perantara penyalur dari produsen ke
konsumen akhir, dikatakan sebagai pedagang besar karena
mempunyai modal yang besar, berkaitan dengan pembelian
dalam jumlah besar dan memiliki penyalur. Pemasaran yang
dilakukan oleh pedagang besar dilakukan dengan penjualan
telur ayam ras per kg. Sistem yang dilakukan oleh pedagang
besar dalam proses pemasarannya adalah dengan cara
mendekatkan barang yang dikirim dari produsen kepada
konsumen akhir. Keberadaan pedagang besar sangat
63
membantu produsen dalam menyalurkan barang kepada
konsumen akhir, namun pada proses penyaluran barang ini
terdapat keunggulan dan kekurangan yang didapat karena
adanya pedagang besar adalah nilai margin pemasaran yang
menjadi tinggi.
4.3.3. Pedagang Menengah
Pedagang menengah adalah pedagang yang membeli atau
mendapatkan barang dagangannya dari distributor atau
pedagang besar yang biasanya akan diberi daerah kekuasaan
penjualan atau perdagangan tertentu yang lebih kecil dari
daerah kekuasaan distributor, sebagai perantara antara
pedagang besar dengan pedagang pengecer dan pengambilan
barang dalam skala yang tidak terlalu besar. Pedagang
menengah mempunyai peran sebagai penyalur dari pedagang
besar ke pedagang pengecer bahkan juga konsumen akhir.
Pemasaran yang dilakukan oleh pedagang menengah ke
pedagang pengecer adalah dalam bentuk satuan kg, adannya
pedagang menengah juga memudahkan produsen dalam
menyalurkan barang sampai ke tangan konsumen akhir.
Pedagang perantara yang panjang dari produsen menuju
konsumen akhir, nilai margin pemasaran terus bertambah.
Pedagang menengah mengalami kerugian apabila telur yang
disimpan terlalu lama, sebab banyaknya lembaga yang
menyalurkan barang kepada pedagang menengah sehingga
telur banyak yang mengalami kerusakan.
4.3.4. Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer adalah pedagang yang menjual barang
yang dijualnya langsung ke tangan pemakai akhir atau
konsumen dengan jumlah satuan atau eceran. Pedagang
64
pengecer menjual telur ayam ras dalam bentuk ecer, namun
tidak sedikit pedagang pengecer yang melayani pembelian
telur dalam jumlah banyak yang dihitung setiap kilogram.
Hambatan yang sering diterima oleh pedagang pengecer
adalah telur yang diterima dari lembaga lain sudah tersimpan
terlalu lama, sehingga telur banyak yang mengalami
kerusakan.
4.4. Analisis Fungsi Pemasaran
Fungsi pemasaran terbentuk sejalan dengan peranan dari
lembaga pemasaran yang terkait. Fungsi pertukaran meliputi
penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh semua lembaga
yang terlibat dalam pemasaran telur ayam ras. Fungsi
penjualan dilakukan oleh produsen, pedagang besar, pedagang
menengah dan pedagang pedagang pengecer, sedangkan
fungsi pembelian dilakukan oleh pedagang besar, pedagang
menengah dan pedagang pengecer. Fungsi pengadaan fisik
meliputi pengangkutan dan penyimpanan. Pengangkutan
dilakukan oleh pedagang menengah dan pedagang
pengecer/pengecer. Fungsi fasilitas ada empat yaitu:
permodalan/biaya, penanggulangan resiko, grading serta
informasi pasar. Pembiayaan dilakukan oleh pedagang besar,
pedagang menengah dan pedagang pengecer. Pembiayaan
dilakukan oleh pedagang besar, pedagang menengah dan
pedagang pengecer. Pembiayaan yang dikeluarkan adalah
adalah biaya dalam pembelian telur ayam ras dan biaya yang
dikeluarkan dala proses pemasaran (transportasi, tenaga kerja
dll). Resiko yang ditanggung oleh pedagang adalah resiko
kerusakan telur. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam
pemasaran telur ayam ras di Kecamatan Ringinrejo Kabupaten
Kediri melakukan beberapa fungsi pemasaran. Fungsi-fungsi
65
pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran
tersebut dijelaskan sebagai berikut.
4.4.1. Pelaksanaan Fungsi Pemasaran Peternak
Peternak ayam ras pada umumnya menjual telur kepada
pedagang besar dengan cara pedagang besar datang ke lokasi
produksi untuk membeli telur dengan harga Rp. 13.600,-/kg,
dengan biaya produksi sebesar Rp. 11.941,15,-, tetapi ada juga
dengan cara mengirim ke tempat pedagang besar. Fungsi
pemasaran yang dilakukan oleh peternak ayam ras adalah
penggudangan atau penyimpanan telur ayam ras sampai
pedagang besar mengambil jumlah telur yang diinginkan,
untuk transportasi hanya terkadang saja peternak yang
mengantarkan telur ayam ras ke pedagang besar, umumnya
pedagang besar yang mengambil telur ayam ras ke lokasi
produsen. Fungsi pemasaran dengan fasilitas terdiri dari
informasi pasar yang artinya peternak harus mengetahui
informasi mengenai naik turunnya harga telur ayam ras yang
ada di pasaran, kemudian produsen juga menanggung resiko
kerusakan telur yang terjadi karena daya simpan yang terlalu
lama atau masalah lain yang dapat menyebabkan telur menjadi
rusak.
4.4.2. Pelaksanaan Fungsi Pemasaran Pedagang Besar
Pedagang besar atau yang dikenal dengan pengepul
memiliki fungsi pemasaran antara lain fungsi pertukaran yang
mencakup pembelian dan penjulan. Pembelian telur ayam ras
dilakukan pengepul langsung kepada produsen dengan jumlah
rata-rata pengambilan per bulan 15.000 kg dengan harga
pembelian Rp. 13.600,-/kg selain pembelian fungsi pertukaran
pengepul adalah penjualan. Penjualan dilakukan kepada
66
pedagang menengah dengan harga Rp. 14.800,-/kg dengan
jumlah pengiriman kepada pedagang menengah rata-rata
setiap bulan 9.800 kg. Fungsi pemasaran berupa fisik yang
dilakukan oleh pengepul adalah transportasi, artinya pengepul
melakukan pengiriman telur kepada pedagang menengah
dengan alasan tertentu untuk mendapatkan biaya tambahan
pada saat proses pemasaran telur ayam ras. Fungsi pemasaran
berupa fasilitas adalah penanggungan resiko atas kerusakan
telur dihitung dari jangka waktu setelah pengiriman, namun
untuk penanggungan resiko ini antara pengepul dengan
pedagang menengah harus memiliki sebuah perjanjian
sebelum melaksanakan kegiatan pemasaran, selanjutnya
adalah informasi pasar yang artinya pengepul harus
mengetahui minimal naik turunnya harga telur ayam ras yang
berlaku pada saat itu. Cara pembayaran oleh pedagang besar
(pengepul) kepada peternak ayam ras ada dua cara yaitu secara
tunai dan kredit.
4.4.3. Pelaksanaan Fungsi Pemasaran Pedagang
Menengah
Pedagang menengah memiliki fungsi pemasaran antara
fungsi pertukaran yang mencakup pembelian dan penjualan.
Pembelian telur ayam ras dilakukan pedagang menengah
langsung dari pedagang besar/pengepul dengan jumlah rata-
rata pengambilan per bulan dengan jumlah 9.800 kg dengan
harga pembelian Rp. 14.800,-/kg, selain pembelian fungsi
pertukaran pedagang menengah adalah melakukan kegiatan
rutin penjualan telur ayam ras. Penjualan dilakukan kepada
pedagang pengecer dengan harga Rp. 15.850,-/kg dengan
jumlah pengiriman kepada pedagang pengecer rata-rata setiap
bulan dengan jumlah 1.210 kg. Fungsi pemasaran berupa fisik
67
yang dilakukan oleh pedagang menengah adalah transportasi,
artinya pedagang menengah melakukan pengiriman telur
kepada pedagang pengecer dengan alasan tertentu untuk
mendapatkan biaya tambahan pada saat proses pemasaran telur
ayam ras. Grading telur tidak dilakukan oleh pedagang
menengah, sebab sasaran yang dituju adalah pedagang
pengecer, sedangkan pedagang pengecer nantinya akan
menjual telur dalam bentuk eceran. Fungsi pemasaran berupa
fasilitas penangggungan resiko ini antara pedagang menengah
dengan pedagang pengecer harus memiliki sebuah perjanjian
sebelum melaksanakan kegiatan pemasaran, selanjutnya
adalah informasi pasar yang artinya pengepul harus
mengetahui minimal naik turunnya harga telur ayam ras yang
berlaku pada saat itu.
4.4.4. Pelaksanaan Fungsi Pemasaran Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer memiliki fungsi pemasaran antara lain
fungsi pertukaran yang mencakup pembelian dan penjualan.
Pembelian telur ayam ras dilakukan pedagang pengecer
langsung dari pedagang menengah dengan jumlah rata-rata
1.210 kg dengan harga pembelian Rp. 15.850,-/kg selain
pembelian, fungsi pertukaran pedagang pengecer adalah
melakukan kegiatan sampingan, namun rutin penjualan telur
ayam ras. Pekerjaan sebagai pedagang pengecer dikatakan
penjualan sampingan, dikarenakan pada pedagang pengecer
tidak hanya menjual telur ayam ras saja melainkan kebutuhan
pokok yang lainnya, sehingga pendapatan yang diterima tidak
hanya berasal dari keuntungan penjualan telur ayam ras.
Penjualan dilakukan kepada konsumen akhir dengan harga Rp.
17.200,-/kg. Grading telur tidak dilakukan oleh pedagang
pengecer, sebab sasaran yang dituju adalah konsumen akhir.
68
Fungsi pemasaran berupa fasilitas penangggungan resiko,
apabila konsumen akhir membeli dalam jumlah banyak dan
terjadi kerusakan telur ini antara pedagang menengah dengan
pedagang pengecer harus memiliki sebuah perjanjian sebelum
melaksanakan kegiatan pemasaran, selanjutnya adalah
informasi pasar yang artinya pengepul harus mengetahui
minimal naik turunnya harga telur ayam ras yang berlaku pada
saat itu.
4.5. Analisis Saluran Pemasaran Telur Ayam Ras
Saluran pemasaran telur ayam ras di Kecamatan Ringinrejo
memiliki 3 rantai pemasaran. Saluran pemasaran pertama
terdiri dari peternak (produsen), pedagang besar, pedagang
menengah, pedagang pengecer hingga konsumen akhir.
Saluran pemasaran kedua terdiri dari peternak (produsen),
pedagang besar, pedagang menengah hingga konsumen akhir.
Saluran pemasaran ketiga terdiri dari peternak (produsen),
pedagang besar hingga konsumen akhir. Saluran distribusi
diperlukan oleh setiap perusahaan karena produsen
menghasilkan produk dengan memberikan kegunaan bentuk
(form utility) bagi konsumen setelah sampai ketangannya,
sedangkan lembaga penyalur membentuk atau memberikan
kegunaan waktu, tempat dan pemilikan dari produk itu. Kotler
(2006) menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang mendorong
perusahaan membuat keputusan. Schiffman, Kanuk (2007)
menjelaskan bahwa keputusan pembelian adalah pemilihan
dari dua atau lebih alternatif pilihan keputusan pembelian,
artinya bahwa seseorang dapat membuat keputusan, haruslah
tersedia beberapa alternatif pilihan. Lembaga pemasaran yang
terlibat dalam pemasaran telur ayam ras di Kecamatan
Ringinrejo adalah pedagang besar (agen sebagai pengepul
69
sekaligus sebagai perantara dari produsen ke konsumen akhir),
pedagang menengah (sebagai penyalur dari pedagang besar ke
pedagang pengecer dan konsumen akhir) dan pedagang
pengecer (sebagai penyalur dari pedagang menengah ke
konsumen akhir).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk harga jual telur
ayam ras dari peternak seharga Rp. 13.600,-/kg per 17
Februari 2014. Harga tersebut adalah harga yang dijual kepada
pedagang besar dan pedagang besar menjual kembali dengan
harga Rp. 14.800,-/kg kepada pedagang menengah. Pedagang
menengah menjual kembali kembali telur ayam ras kepada
pedagang pengecer dengan harga Rp. 15.850,-/kg, sehingga
harga telur ayam ras dari sampai ke tangan konsumen akhir
dengan harga Rp. 17.200,-/kg. Pedagang besar melakukan
pembelian telur ayam ras dari peternak dalam jumlah 15.000
kg, sedangkan pedagang menengah membeli telur ayam ras
dari pedagang besar dalam jumlah 9800 kg dan saluran
terakhir untuk pedagang pengecer membeli telur ayam ras
sebanyak 1.210 kg. Jumlah pembelian tersebut
diakumulasikan dalam jangka waktu satu bulan. Pemasaran
merupakan proses produksi yang dilakukan oleh suatu usaha
yang dapat menentukan keberhasilan dalam usaha. Pemasaran
yang dilakukan oleh peternak dengan menghampiri para
pedagang besar dan ada juga yang mengambil langsung ke
tempat peternak. Resiko yang diterima oleh peternak apabila
menghampiri masing-masing pedagang besar adalah pecahnya
telur pada saat pengangkutan menuju pedagang besar.
70
4.5.1. Saluran Pemasaran Pola I
Gambar 18. Saluran pemasaran pola I.
Kekurangan pada pola I adalah semakin panjang saluran
pemasaran maka margin pemasaran akan semakin besar,
sebaliknya semakin pendek saluran distribusi maka margin
pemasaran akan semakin kecil/berkurang. Kelebihan saluran
pola I produsen biasanya menggunakan saluran distribusi
panjang karena produk yang dihasilkan dapat memenuhi
permintaan pasar atau konsumen yang lebih luas dan
penguasan pasar (seperti dapat dilihat pada gambar 18).
Produsen menjual telur kepada pedagang besar dengan harga
Rp. 13.600,-/kg dengan kapasitas telur rata-rata per bulan
15.000 kg, kemudian dari harga tersebut dijual kembali oleh
pedagang besar kepada pedagang menengah dengan harga Rp.
14.800,-/kg dengan kapasitas rata-rata per bulannya 9800 kg,
lalu pedagang menengah dijual kembali kepada pedagang
pengecer dengan harga Rp. 15.850,- dengan kapasitas rata-rata
pnerimaan tiap bulan dari pedagang menengah sebanyak 1.210
kg, selanjutnya pedagang pengecer menjual telur kepada
konsumen akhir dengan harga Rp. 17.200,-/kg (seperti dapat
dilihat pada gambar 19).
Peternak Pedagang besar Pedagang
menengah Pedagang pengecer Konsumen akhir
71
Gambar 19. Saluran distribusi pemasaran telur ayam ras pola I.
4.5.2. Saluran Pemasaran Pola II
Gambar 20. Saluran pemasaran pola II.
Kekurangan pada pola II masih banyak menggunakan
fungsi lembaga pemasaran sehingga keuntungan yang
didapatkan tidak terlalu besar, sedangkan kelebihan biaya
pemasaran yang dikeluarkan tidak terlalu besar (seperti dapat
dilihat pada gambar 20). Produsen menjual telur kepada
pedagang besar dengan harga Rp. 13.600,-/kg dengan
kapasitas telur rata-rata per bulan 15.000 kg, kemudian dari
Peternak Pedagang besar Pedagang
pengecer Konsumen akhir
Rp. 15.850,-/kg
92,15%
92,15%
92,15%
Rp. 17.200,-/kg
100%
79,07%
Rp. 13.600,-/kg
Rp. 14.800,-/kg
86,05%
Peternak ayam ras
petelur (produsen)
Pedagang
besar
Pedagang
menengah
Pedagang
pengecer
Konsumen
akhir
72
harga tersebut dijual kembali oleh pedagang besar kepada
pedagang menengah dengan harga Rp. 14.800,-/kg dengan
kapasitas rata-rata per bulannya adalah 9.800 kg, lalu oleh
pedagang menengah kepada konsumen akhir dengan harga Rp.
16.500,-/kg. Margin pada saluran pola II ini adalah Rp. 2.900,-
/kg. Margin pada saluran pola II ini melibatkan dua lembaga
dalam pendistibusiannya antara lain pedagang besar dan
pedagang menengah (seperti dapat dilihat pada gambar 21).
Rp. 13.600,-/kg
82,42%
Rp. 14.800,-/kg
86,69%
Rp. 16.500,-/kg
1
100%
Gambar 21. Saluran distribusi pemasaran telur ayam ras
pola II.
4.5.3. Saluran Pemasaran Pola III
Gambar 22. Saluran pemasaran pola III.
Kekurangan pada pola III adalah produk yang dihasilkan
kurang dapat memenuhi permintaan pasar/konsumen yang
lebih sedikit dan penguasaan pasar yang kecil, sedangkan
kelebihan pada pola ini adalah margin pemasaran yang tidak
besar (seperti dapat dilihat pada gambar 22). Produsen menjual
telur kepada pedagang besar dengan harga Rp. 13.600,-/kg
Peternak ayam ras
petelur (produsen)
Pedagang
besar
Pedagang
menengah
Konsumen
akhir
Peternak Pedagang besar Konsumen akhir
73
dengan kapasitas telur rata-rata per bulan 15.000 kg, kemudian
dari harga tersebut dijual kepada konsumen akhir dengan
harga Rp. 15.500,-/kg. Margin pada saluran pola III ini adalah
Rp. 1.900,-/kg. Margin pada saluran pola III ini melibatkan
satu lembaga saja dalam pendistribusiannya yaitu pedagang
besar (seperti dapat dilihat pada gambar 23).
Rp. 13.600,-/kg
87,74%
Rp. 15.500,-/kg
100%
Gambar 23. Saluran distribusi pemasaran telur ayam ras
pola III.
4.6. Analisis Margin Pemasaran Telur Ayam Ras
Margin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar
oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima oleh
lembaga diatasnya, yang meliputi biaya dan keuntungan
pemasaran. Biaya pemasaran adalah adalah semua biaya yang
dikeluarkan untuk mengalirkan barang dari satu lembaga
pemasaran ke lembaga pemasaran lainnya diluar keuntungan
yang diperoleh lembaga pemasaran tersebut. Margin
pemasaran merupakan selisih antara harga di tingkat
konsumen dengan harga di tingkat produsen atau merupakan
jumlah biaya pemasaran dengan keuntungan yang diharapkan
oleh masing-masing lembaga pemasaran. Margin pemasaran
Peternak ayam ras
petelur (produsen) Pedagang
besar
Konsumen
akhir
74
pada pola saluran distribusi panjang, sedang maupun pendek
berbeda. Perbedaan ini disebabkan banyaknya lembaga
pemasaran yang terlibat, biaya pemasaran yang dikeluarkan
oleh lembaga pemasaran dan tingkat keuntungan yang
diharapkan (Mukson, Setyawan dan Suryanto, 2005).
4.6.1. Analisis Komponen Biaya Produksi dan Pendapatan
Peternak Telur Ayam Ras
Biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk produksi
adalah biaya tetap (fix cost) dan biaya tidak tetap (variable
cost). Biaya tetap meliputi sewa tanah, penyusutan tempat
minum, penyusutan tempat pakan, egg tray, timbangan, dan
gaji tenaga kerja. Biaya tetap yang dikeluarkan peternak paling
tinggi adalah upah tenaga kerja yaitu sebesar Rp. 198,14,- atau
1,7% setiap produksi 1 kg telur ayam ras. Rincian biaya tetap
dalam produksi telur ayam ras dapat dilihat pada tabel 1.
Penentuan harga dan pertimbangan yang berpatok pada
parameter biaya. Peternak juga menentukan besarnya harga
jual dari kondisi pasar, dimana munculnya persaingan di pasar
menjadikam parameter dalam menentukam harga jual, selain
itu peternak melihat kebutuhan telur ayam ras yang semakin
meningkat di kalangan masyarakat, karena semakin banyaknya
masyarakat yang sadar akan kebutuhan gizi yang diperoleh
dari kandungan gizi yang diperoleh dari kandungan telur ayam
ras sebagai sumber protein hewani. Biaya pengeluaran tidak
tetap umtuk peternak antara lain pembelian pakan, pembelian
DOC strain lohmann, pembelian vaksin dan obat-obatan,
pembelian desinfektan, pembelian sekam, pembayaran listrik
dan air. Biaya tidak tetap yang paling besar dikeluarkan oleh
peternak adalah biaya pembelian pakan dengan persentase
sebesar 78,97% dari total biaya dan harga Rp. 9.430,- setiap
75
penjualan telur dalam jumlah 1 kg. Total biaya keseluruhan
yang ditanggung oleh peternak dalam kurun waktu satu bulan
adalah sebesar Rp. 11.941,15 per 1 kg penjualan telur ayam
ras, setelah diperoleh total biaya yang dikeluarkan oleh
peternak, maka pendapatan yang dihasilkan oleh peternak
adalah dari hasil penjualan telur ayam ras yang dalam 1 kg
telur ayam ras, selain itu beberapa peternak memperoleh
pendapatan tidak hanya dari penjualan telur ayam ras
melainkan hasil penjualan karung pakan, bekas karton dan
penjualan kompos. Hasil penelitian diketahui pendapatan
maka untuk mengetahui hasil keuntungan yang diterima
peternak adalah selisih dari pendapatan dan total biaya. Tabel
19 menjelaskan total penerimaan yang diperoleh oleh peternak
sebesar Rp. 13.600,- dan total biaya yang dikeluarkan peternak
sebesar Rp. 11.941,15,- yang diperoleh selisih hasil yang
disebut dengan pendapatan yang diterima oleh peternak
sebesar Rp. 1.658,85,-. Rincian keuntungan dapat dilihat pada
tabel 2.
76
Tabel 1. Biaya produksi ayam ras petelur per Rp/kg.
Komponen biaya Jumlah (Rp) % biaya
Biaya tetap
Sewa tanah 41,68 0,35
Penyusutan kandang 38,29 0,32
Penyusutan ternak 1.937,5 16,22
Penyusutan tempat pakan 7,75 0,06
Penyusutan tempat minum 5,34 0,04
Gaji tenaga kerja 198,14 1,66
Egg tray 44,86 0,38
Timbangan 47,35 0,4
TFC 2.320,91 19,44
Biaya tidak tetap
Biaya pakan 9.430 78,97
Vaksin dan obat 30,34 0,25
Biaya listrik dan air 26,26 0,23
Desinfektan 23,61 0,2
Sekam 110,03 0,92
TVC 9.620,24 80,56
Total biaya (TC) 11.941,15 100
Sumber: Data primer 2014 (diolah)
Tabel 2. Pendapatan telur produsen dihitung per (kg telur).
Uraian Nilai (Rp.)
Total penerimaan telur 13.600
Total biaya 11.941,15
Pendapatan 1.658,85
Sumber: Data primer 2014 (diolah).
77
4.6.2. Analisis Biaya Pemasaran, Ditribusi margin, Share
harga, Share biaya, Share keuntungan, Ratio keuntungan
lembaga pemasaran Pola I
Saluran pemasaran pola I dalam pemasaran telur ayam ras
petelur terdapat 3 lembaga pemasaran yang terlibat yaitu
pedagang besar, pedagang menengah dan pedagang pengecer
(seperti terlihat pada gambar 18). Telur yang disalurkan oleh
pedagang besar kepada pedagang menengah dan pedagang
pengecer kemudian dijual kepada konsumen masing-masing.
Komponen biaya pemasaran meliputi transportasi, biaya
tenaga kerja dan biaya telepon dapat dilihat pada tabel 3. Tabel
20 menjelaskan bahwa pada saluran pemasaran pola ke I harga
jual produsen sebesar Rp. 13.600 per kilogram, harga jual
pedagang besar Rp. 14.800,- per kilogram, harga jual
pedagang menengah Rp. 15.850,- per kilogram dan harga jual
pedagang pengecer Rp. 17.200,- perkilogram. Total margin
sebesar Rp. 3.600,- (100%) dengan distribusi dari biaya
pemasaran pada pedagang besar sebesar Rp. 428,55,-. Biaya
pemasaran yang dikeluarkan pedagang menengah sebesar Rp.
294,3,- sedangkan biaya pemasaran yang dikeluarkan
pedagang pengecer sebesar Rp. 578,5,-.
Share harga yang diterima sebesar 79,07% yang artinya
bahwa setiap Rp. 13.600 ,-/kg telur harga yang diterima oleh
konsumen akhir, produsen memperoleh penerimaan sebesar
Rp. 10.753,52,- per kilogram, pemasaran hasil pertanian
ditinjau dari bagian harga yang diterima oleh petani produsen
dikatakan efisien apabila harga jual petani lebih dari 40% dari
harga tingkat konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemasaran telur ayam ras di Kecamatan Ringinrejo sudah
efisien, dengan tingkat efisiensi sebesar 79,07% yang artinya
bahwa setiap harga telur Rp. 13.600,-/kg harga yang diterima
78
oleh konsumen akhir, produsen memperoleh penerimaan
sebesar Rp. 10.753,52,- per kilogram atau dapat dikatakan
bahwa bagian harga yang dinikmati oleh produsen sebesar
79,07% terhadap harga ditingkat konsumen. Hasil perhitungan
ini menunjukkan bahwa pemasaran telur ayam ras ditinjau dari
bagian harga yang diterima oleh peternak sudah melebihi batas
40%.
Share biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar,
pedagang menengah dan pedagang pengecer secara berurutan
adalah 35,71%, 28,03% dan 42,85% yang mengartikan bahwa
setiap pembelian telur Rp. 13.600/kg, Rp. 14.800,-/kg dan Rp.
15.850,-/kg marketing margin, pedagang besar memberikan
kontribusi biaya sebesar Rp. 4.856,56 perkilogram, pedagang
menengah memberikan kontribusi biaya sebesar Rp.
4.148,44,- perkilogram dan pedagang pengecer memberikan
kontribusi biaya sebesar Rp. 6.791,73,- perkilogram.
Perbedaan share biaya pada lembaga-lembaga pemasaran
disebabkan biaya perbedaan biaya pemasaran dan margin
pemasaran pada lembaga pemasaran. Biaya pemasaran yang
terlalu besar maka margin pemasaran juga semakin besar.
Keuntungan yang diterima oleh masing-masing pedagang
besar, pedagang menengah dan pedagang pengecer berturut-
turut adalah Rp. 771,45,- , Rp. 755,7,- , dan Rp. 541,57,-,
sedangkan untuk share keuntungan dari penjualan telur ayam
ras yang diterima oleh pedagang besar, pedagang menengah
dan pedagang pengecer berturut-turut 64,28%, 71,97% dan
40,12% yang mengartikan bahwa setiap penjualam telur Rp.
Rp. 14.800,-/kg, Rp. 15.850,-/kg dan Rp. 17.200,- marketing
margin, pedagang besar memberikan kontribusi biaya sebesar
Rp. 9.513,44,- perkilogram, pedagang menengah memberikan
kontribusi biaya sebesar Rp. 11.407,25,- perkilogram dan
79
pedagang pengecer memberikan kontribusi biaya sebesar Rp.
6.900,64,- perkilogram. Biaya pemasaran, keuntungan, margin
pemasaran, farmer’s share, share keuntungan dan biaya pada
masing-masing saluran pemasaran yang terlibat pada
pemasaran telur ayam ras, dimana besar nilainya akan berbeda
disetiap lembaga pemasaran yang terlibat. Tinggi rendahnya
biaya, margin dan keuntungan pemasaran mempengaruhi
kelayakan dari saluran pemasaran tersebut. Pola pemasaran I
dikatakan efisien, karena hasil dari ratio keuntungan
menunjukkan nilai lebih dari 1. Pada ratio keuntungan
pedagang pengecer bernilai 0,9% hal ini dikarenakan biaya
pemasaran yang besar sehingga perbandingan antara share
keuntungan dan biaya tidak seimbang.
80
Tabel 3. Rata-rata distribusi margin, share harga lembaga, share
biaya lembaga, share keuntungan lembaga dan ratio
keuntungan biaya pola I. Lembaga pemasaran Harga
(Rp/kg)
Margin Share
Harga
(%)
Share
Biaya
(B)
(%)
Share
Keuntungan
(K)
(%)
Ratio
Keuntungan
K/B
(Rp)
(%)
Peternak
a. Harga jual
Pedagang besar
a. Harga beli
b. Biaya transportasi
c. Tenaga kerja
d. Biaya telepon
e. Penyusutan
kendaraan
f. Penyusutan
timbangan
g. Penyusutan egg tray
h. Penyusutan peti
Total biaya pemasaran
i. Keuntungan
j. Harga jual
Pedagang menengah
a. Harga beli
b. Tenaga kerja
c. Biaya telepon
d. Biaya transportasi
e. Penyusutan
kendaraan
f. Penyusutan
timbangan
g. Penyusutan egg tray
h. Penyusutan peti
Total biaya pemasaran
i. Keuntungan
j. Harga jual
Pedagang pengecer
a. Harga beli
b. Biaya transportasi
c. Penyusutan
kendaraan
d. Penyusutan
timbangan
e. Penyusutan egg tray
f. Penyusutan peti
g. Tenaga kerja
Total biaya pemasaran
h. Keuntungan
i. Harga jual
Margin
13.600
13.600
177,78
222,22
8,89 19,17
0,08
0,2
0,21
428,55
771,45
14.800
14.800
214,29
6,38
69,9
3,49
0,0029
0,031
0,21
294,3
755,7
15.850
15.850
208,7
20,6
0,27
0,18
0,18
578,5
808,43
541,57
17.200
1.200
1.050
1.350
3.600
33,33
29,17
37,5
100
79,07
35,71
28,03
42,85
64,28
71,97
40,12
1,8
2,7
0,9
Sumber: Data primer 2014 (diolah).
81
4.6.3. Analisis Biaya Pemasaran, Ditribusi margin, Share
harga, Share biaya, Share keuntungan, Ratio keuntungan
lembaga pemasaran Pola II
Saluran pemasaran pola II dalam saluran telur ayam ras
terdapat 2 lembaga pemasaran yaitu pedagang besar dan
pedagang menengah, biasanya saluran pemasaran pola II ini
sering disebut dengan saluran distribusi sedang (seperti terlihat
pada gambar 20). Saluran pemasaran pola II merupakan
saluran pemasaran yang memiliki margin pemasaran dengan
nilai yang cukup rendah dibandingkan dengan nilai margin
pemasaran pada pola I. Hasil dari pemasaran pola II dapat
dilihat pada tabel 4. Tabel 4 menjelaskan bahwa pada saluran
pemasaran pola ke II harga jual produsen sebesar Rp. 13.600,-
per kilogram, harga jual pedagang besar Rp. 14.800,- per
kilogram dan harga jual pedagang menengah Rp. 16.500,- per
kilogram, sehingga produsen memperoleh share harga sebesar
82,42% yang artinya bahwa setiap Rp. 100,- harga yang
diterima oleh konsumen akhir, produsen memperoleh
penerimaan sebesar Rp. 82,42 per kilogram. Share harga yang
diterima sebesar 82,42% yang artinya bahwa setiap harga
telur Rp. 13.600,-/kg harga yang diterima oleh konsumen
akhir, produsen memperoleh penerimaan sebesar Rp.
11.209,12,- per kilogram. Pemasaran hasil pertanian ditinjau
dari bagian harga yang diterima oleh petani produsen
dikatakan efisien apabila harga jual petani lebih dari 40% dari
harga tingkat konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemasaran telur ayam ras di Kecamatan Ringinrejo sudah
efisien, dengan tingkat efisiensi sebesar 82,42% atau dapat
dikatakan bahwa bagian harga yang dinikmati oleh produsen
sebesar 82,42% terhadap harga ditingkat konsumen. Hasil
82
perhitungan ini menunjukkan bahwa pemasaran telur ayam ras
ditinjau dari bagian harga yang diterima oleh peternak sudah
melebihi batas 40%.
Total margin sebesar Rp. 2.900,- (100%) dengan distribusi
dari biaya pemasaran pada pedagang besar sebesar Rp.
428,55,-. Biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang
menengah sebesar Rp. 294,3,-. Share biaya serta biaya yang
dikeluarkan oleh pedagang besar dan pedagang menengah
untuk membeli 1 kg telur secara berurutan adalah 35,71%
dan 17,31% yang mengartikan bahwa setiap Rp. 13.600,-/kg
dan Rp. 14.800,-/kg marketing margin, pedagang besar
memberikan kontribusi biaya sebesar Rp. 4.856,56
perkilogram dan pedagang menengah memberikan kontribusi
biaya sebesar Rp. 2.561,88,- perkilogram. Perbedaan share
biaya pada lembaga-lembaga pemasaran disebabkan biaya
perbedaan biaya pemasaran dan margin pemasaran pada
lembaga pemasaran.
Keuntungan serta penjualan telur yang diterima oleh
masing-masing pedagang besar dan pedagang menengah
berturut-turut adalah Rp. 771,45,- dan Rp. 1405,7,- sedangkan
untuk share keuntungan yang diterima oleh pedagang besar
dan pedagang menengah berturut-turut 64,23% dan 82,69%
yang mengartikan bahwa setiap penjualan telur Rp. 14.800,-
/kg dan Rp. 16.500,- /kg pedagang besar memberikan
kontribusi biaya sebesar Rp. 9.506,04,- perkilogram dan
pedagang menengah memberikan kontribusi biaya sebesar
Rp.13.643,85,- perkilogram. Perbedaan share keuntungan
pada lembaga pemasaran disebabkan keuntungan yang didapat
masing-masing lembaga pemasaran dan margin pemasaran
yang berbeda. Biaya pemasaran, keuntungan, margin
83
pemasaran, farmer’s share, share keuntungan dan biaya pada
masing-masing saluran pemasaran yang terlibat pada
pemasaran telur ayam ras, dimana besar nilainya akan berbeda
disetiap lembaga pemasaran yang terlibat. Tinggi rendahnya
biaya, margin dan keuntungan pemasaran mempengaruhi
kelayakan dari saluran pemasaran tersebut. Pola pemasaran II
dikatakan efisien, karena hasil dari ratio keuntungan
menunjukkan nilai lebih dari 1. Ratio keuntungan yang terlalu
besar disebabkan pemasaran pada pola ini pendek, hanya
melibatkan pedagang besar dan pedagang menengah, sehingga
margin pemasaran tidak terlalu besar dan keuntungan yang
didapat pedagang menengah cukup besar.
84
Tabel 4. Rata-rata distribusi margin, share harga
lembaga, share biaya lembaga, share
keuntungan lembaga dan ratio keuntungan
biaya pola II. Lembaga pemasaran Harga
(Rp/kg)
Margin Share
Harga
(%)
Share
Biaya
(B)
(%)
Share
Keuntunga
n
(K)
(%)
Ratio
Keuntungan
K/B (Rp) (%)
Peternak
a. Harga jual
Pedagang besar
a. Harga beli
b. Biaya transportasi
c. Tenaga kerja
d. Biaya telepon
e. Penyusutan
kendaraan
f. Penyusutan
timbangan
g. Penyusutan egg
tray
h. Penyusutan peti
Total biaya
pemasaran
i. Keuntungan
j. Harga jual
Pedagang menengah
a. Harga beli
b. Tenaga kerja
c. Biaya telepon
d. Biaya transportasi
e. Penyusutan
kendaraan
f. Penyusutan
timbangan
g. Penyusutan egg
tray
h. Penyusutan peti
Total biaya pemasaran
i. Keuntungan
j. Harga jual
Margin
13.600
13.600
177,78
222,22
8,89 19,17
0,08
0,2
0,21
428,55
771,45
14.800
14.800
214,29
6,38
69,9
3,49
0,0029
0,031
0,21
294,3
1405,7
16.500
1.200
1.700
2.900
41,38
58,62
100
82,42
35,71
17,31
64,23
82,69
1,8
4,7
Sumber: Data primer 2014 (diolah)
85
4.6.4. Analisis Biaya Pemasaran, Ditribusi margin, Share
harga, Share biaya, Share keuntungan, Ratio keuntungan
lembaga pemasaran Pola III.
Saluran pemasaran pola III ini merupakan saluran
pemasaran yang melibatkan satu lembaga yaitu pedagang
besar, biasanya saluran pemasaran saluran III ini sering
disebut dengan saluran distribusi pendek (seperti terlihat pada
gambar 22). Saluran pemasaran pola III merupakan saluran
pemasaran yang memiliki margin pemasaran dengan nilai
yang paling rendah, sebab lembaga yang digunakan dalam
proses pemasaran telur ayam ras terdiri dari 1 lembaga
pemasaran. Hasil dari pemasaran pola III dapat dilihat pada
tabel 5. Tabel 5 menjelaskan bahwa pada saluran pemasaran
pola ke III harga jual produsen sebesar Rp. 13.600 per
kilogram dan harga jual pedagang besar Rp. 15.500,- per
kilogram, sehingga produsen memperoleh share harga sebesar
87,74% yang artinya bahwa setiap telur Rp. 13.600,-/kg harga
yang diterima oleh konsumen akhir, produsen memperoleh
penerimaan sebesar Rp. 11.932,64,- per kilogram. Total
margin sebesar Rp. 1.900,- (100%) dengan biaya pemasaran
yang dikeluarkan pedagang besar sebesar Rp. 428,55,-. Share
biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar 22,52% yang
mengartikan bahwa setiap Rp. 13.600,-/kg telur pedagang
besar memberikan kontribusi biaya sebesar Rp. 3.062,72
perkilogram. Keuntungan yang diterima oleh masing-masing
pedagang besar sebesar Rp. 1.411,45,- sedangkan untuk share
keuntungan yang diterima oleh pedagang besar 77,44%, yang
mengartikan bahwa setiap penjualan telur Rp. 15.500,-/kg
pedagang besar memberikan kontribusi biaya sebesar Rp.
12.003,2,- perkilogram. Pola pemasaran III dikatakan efisien,
86
karena hasil dari ratio keuntungan menunjukkan nilai lebih
dari 1.
Hasil penelitian menujukkan bahwa semakin banyak
lembaga yang digunakan dalam pemasaran telur ayam ras,
maka nilai margin pemasaran akan semakin besar. Saluran
distribusi yang pendek belum tentu mengeluarkan biaya
pemasaran yang sedikit. Lembaga pemasaran yang banyak
melakukan fungsi pemasaran menyebabkan biaya pemasaran
yang dikeluarkan semakin besar. Saluran pemasaran pola ke
III ini menguntungkan bagi konsumen akhir, sebab lembaga
yang digunakan dalam proses pemasaran telur ayam ras tidak
menggunakan lembaga-lembaga pemasaran selain pengepul,
sehingga telur ayam ras yang dijual tidak setinggi harga telur
ayam ras yang dijual pada saluran pemasaran pola I yang
menggunakan berbagai lembaga dalam proses pemasaran.
Tingginya harga telur ayam ras yang dijual tergantung pada
lembaga yang digunakan dalam proses pemasaran telur ayam
ras, semakin banyak lembaga pemasaran yang digunakan
maka margin pemasaran akan semakin tinggi, karena biaya
yang dikeluarkan dalam pembiayaan lembaga-lembaga yang
digunakan dalam proses pemasaran telur ayam ras di
Kecamatan Ringinrejo. Share harga yang diterima peternak
pada pola III akan semakin besar dibandingkan dengan pola I
dan II pada proses penjualan telur ayam ras yang
menggunakan seluruh lembaga mulai dari pedagang besar,
pedagang menengah dan pedagang pengecer, sehingga share
harga yang diterima peternak memiliki jumlah yang paling
tinggi diantara pola saluran pemasaran I dan II, sebab biaya
yang dikeluarkan untuk lembaga pemasaran semakin kecil,
sehingga penerimaan yang didapatkan oleh peternak semakin
87
besar. Ratio keuntungan pada pola III cukup besar, karena
keuntungan yang didapat besar dan margin pemasaran yang
rendah.
Tabel 5. Rata-rata distribusi margin, share harga lembaga,
share biaya lembaga, share keuntungan lembaga dan
ratio keuntungan biaya pola III.
Lembaga
pemasaran
Harga
(Rp/kg)
Margin
Share
Harga
(%)
Share
Biaya
(B)
(%)
Share
Keuntungan
(K)
(%)
Ratio
Keuntungan
K/B (Rp) (%)
Peternak
a. Harga jual
Pedagang besar
a. Harga beli
b. Biaya
transportasi
c. Tenaga kerja
d. Biaya
telepon
e. Penyusutan
kendaraan
f. Penyusutan
timbangan
g. Penyusutan
egg tray
h. Penyusutan
peti
Total biaya
pemasaran
i. Keuntungan
j. Harga jual
Margin
13.600
13.600
177,78
222,22
8,89 19,17
0,08
0,2
0,21
428,55
1471,45
15.500
1.900
1.900
100
87,74
22,52
77,44
3,4
Sumber: Data primer 2014 (diolah)