Upload
trandan
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Proses Perancangan
4.1.1. Identifikasi Kebutuhan
Singkong atau ketela pohon pada umumnya dijual dalam bentuk umbi segar oleh petani.
Petani jarang mengeringkan singkongnya terlebih dahulu, karena penjualan singkong dalam bentuk
chip kering tidak umum dilakukan. Singkong kering biasanya dijual dalam jumlah besar ke
perusahaan bahan makanan seperti mie, kue dan saus sebagai campuran maupun sebagai bahan baku
utama. Singkong kering juga lebih banyak diekspor ke luar negeri dibandingkan dijual secara umum
di pasar lokal.
Kendala pengeringan singkong terletak pada peralatan untuk mengeringkan singkong
tersebut. Pengeringan dengan penjemuran langsung tentu akan memerlukan areal lahan yang besar
jika singkong dikeringkan dalam jumlah yang besar. Pengeringan dengan menggunakan mesin
pengering vakum yang umum dijual di pasaran tentu akan memberatkan petani dari segi biaya, belum
lagi pengoperasiannya membutuhkan energi listrik secara penuh sehingga akan menyulitkan untuk
digunakan di daerah terpencil. Petani singkong dalam hal ini membutuhkan pengering singkong yang
bisa beroperasi dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan, mudah dalam pengoperasiannya,
aman dan sebisa mungkin tidak menggunakan energi listrik dalam pengoperasiannya.
4.1.2. Analisis Masalah dan Spesifikasi Produk
Permasalahan utama yang akan di analisis pada bagian ini adalah batasan-batasan terhadap
solusi yang akan dijadikan acuan dasar perancangan pengering. Batasan-batasan tersebut yang akan
juga menentukan spesifikasi dari pengering yang akan dirancang.
Energi terbarukan dipilih sebagai sebagai sumber energi utama untuk mengoperasikan
pengering singkong ini. Sumber energi terbarukan dipilih karena relatif tidak mahal, bersifat netral
karbon, kebanyakan tidak menimbulkan polusi--dengan catatan bahwa populasi tumbuhan hijau tetap
dipertahankan sehingga rantai siklus karbon tidak terputus. Implementasi penggunaan sumber energi
terbarukan ini dalam masyarakat pedesaan juga bisa memberikan peluang kemandirian kepada
masyarakat pedesaan untuk mengelola dan mengupayakan kebutuhan energi mereka sendiri beserta
solusinya (Contained Energy Indonesia 2009).
Pengeringan merupakan suatu proses yang melibatkan energi panas dalam jumlah yang
besar, karena itu sumber energi terbarukan yang dipilih haruslah sumber energi yang dapat
memberikan suplai panas yang dapat digunakan langsung atau melalui proses konversi yang singkat
dan sederhana. Sumber energi terbarukan yang dapat memberikan panas secara langsung adalah
matahari, sehingga pengering ini dirancang untuk dapat memanfaatkan panas matahari seoptimal
mungkin.
22
Pengering yang berbasis energi matahari yang banyak dikembangkan adalah pengering tipe
efek rumah kaca. Pengering ini menggunakan prinsip yang sama dengan fenomena efek rumah kaca
yang terjadi di permukaan bumi.
Permasalah dalam pemanfaatan sumber energi matahari ini adalah radiasi matahari yang
tidak konstan sepanjang waktu, sehingga diperlukan sumber panas cadangan untuk dapat menutupi
kekurangan kebutuhan energi yang tidak dapat dipenuhi energi matahari. Namun, sumber energi
cadangan ini harus memenuhi prinsip green energy.
Sumber energi terbarukan lainnya yang mudah diperoleh dan relatif murah adalah biomassa.
Biomassa merupakan salah satu sumber energi yang telah digunakan orang sejak dari jaman dahulu
kala. Sumber energi ini bersifat terbarukan karena pohon dan tanaman pangan akan selalu tumbuh dan
akan selalu ada limbah tanaman (Contained Energy Indonesia 2009).
Biomassa yang paling mudah didapatkan dan mudah dalam penggunaanya adalah kayu
bakar. Panas dapat langsung diperoleh cukup dengan membakar kayu bakar tersebut. Adapun produk
lain dari energi yang berasal dari biomassa seperti gas hasil gasifikasi, bioetanol, biodiesel, briket dan
biogas memerlukan proses konversi yang khusus dan tidak sederhana.
Berdasarkan hasil analisis diatas maka konsep pengering yang akan dikembangkan adalah
pengering surya efek rumah kaca dengan sumber energi tambahan (hibrid) berupa biomassa,
pengering juga direncanakan untuk tidak menggunakan energi listrik dalam pengoperasiannya.
Target-target spesifik untuk pengering yang akan dirancang diberikan pada Tabel 7. Setiap spesifikasi
dikelompokkan berdasarkan dua kriteria. Kriteria tersebut terdiri dari : (1) Acceptability Criteria (A)
yaitu spesifikasi yang muncul berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan pengguna dan merupakan
target yang harus dipenuhi peralatan, (2) Other Criteria (O) yaitu spesifikasi yang merupakan
tambahan dari hasil pemikiran perancang atas pertimbangan tertentu.
Tabel 7. Daftar spesifikasi peralatan Pengering Singkong Efek Rumah Kaca (ERK)-Hibrid
No Daftar Spesifikasi A / O 1 Konstruksi
Dirancang untuk skala kecil-menengah
Ukuran : Panjang = 2 m, Lebar = 1.5 m, Tinggi = 2.5 m
Dinding dan atap terbuat dari bahan transparan dengan transmisivitas ≥ 90%
Pengering menggunakan sistem knock-down sehingga antar bagiannya dapat dipisah-pisahkan untuk memudahkan dalam transportasi jarak jauh
A
O
O
2 Target Operasi
Kapasitas pengeringan 180 kg/batch
Mengeringkan singkong yang diiris dari kadar air 65% bb hingga kadar air 13% bb
Suhu udara pengering berada pada kisaran 50 ºC dan RH pengering 50% pada kondisi suhu lingkungan rata-rata 28 ºC dan RH lingkungan rata-rata 65%
Dapat menyelesaikan proses pengeringan dalam waktu 30 jam dengan kondisi operasi seperti disebutkan sebelumnya
O
A
O
O
23
Dapat digunakan baik pada siang hari maupun malam hari dan dalam kondisi cerah maupun mendung (hujan)
O
3 Material
Pengering dibuat dengan bahan yang mudah didapat dan tersedia di pasaran
Tidak memerlukan perlakuan khusus (heat treatment)
A
O
4 Energi
Menggunakan energi surya sebagai sumber energi penghasil panas yang utama
Memiliki sumber energi penghasil panas tambahan yang berasal dari biomassa berupa kayu bakar
Tidak menggunakan sumber energi listrik yang dibangkitkan dari sumber energi fosil
A
A
O
5 Keselamatan dan Ergonomika
Tidak membahayakan pada saat dioperasikan
Tidak membahayakan pada saat pelepasan dan pemasangan
A
A
6 Pengoperasian
Tidak memerlukan keahlian khusus dalam pengoperasiannya
A
7 Perawatan
Tidak memerlukan perawatan khusus
O
Berdasarkan spesifikasi yang harus dipenuhi oleh pengering dan pemikiran tambahan dari
perancang, data awal yang digunakan untuk perancangan pengering dirangkum dalam Tabel 8.
Tabel 8. Data Awal Perancangan PARAMETER NILAI SATUAN SUMBER KETERANGAN
Kapasitas Rencana (w0) 180 kg Ditentukan Kadar Air Awal (m0) 65 %bb Nanda SK, 2002 Pada kisaran 65-70% Kadar Air Akhir (m1) 13 %bb Nanda SK, 2002 Pada Kisaran 12-14% Suhu Udara Pengering (Tp)
50 oC Balagopalan C, 1988 Pada Kisaran 50-75 oC
RH Udara Pengering (RHp)
50 % Ditentukan Didasarkan hasil penelitian Sutoyo (2010) yaitu 54.47%
Suhu Udara Lingkungan (TL)
28 oC Ditentukan Didasarkan hasil penelitian Sutoyo, (2010) yaitu 28.7 oC
RH Udara Lingkungan (RHL)
65 % Ditentukan Didasarkan hasil penelitian Sutoyo (2010) yaitu 65.66 %
Iradiasi Rata-rata (I) 500 Watt/m2 Ditentukan Berdasarkan Purwoko (2009) yaitu 4.8 kWh/m2/hari
Densitas Bahan (ρ) 500 Kg/m3 Nanda SK, 2002 Tebal Tumpukan (t) 2 cm Ditentukan
24
4.1.3. Struktur Fungsi dan Alternatif Solusi
Struktur Fungsi
Struktur fungsi yang menggambarkan konsep pengering berdasarkan interaksi antar
komponen Gambar 10. Setiap blok menyatakan hubungan antara masukan dan keluaran. Struktur
fungsi terdiri atas ruang pengering (termasuk di dalamnya rak bahan), tungku pembakaran, penukar
panas dan pengatur sirkulasi udara.
Gambar 10. Struktur fungsi yang menggambarkan cara kerja pengering
Panas dari matahari masuk ke ruang pengering melalui proses radiasi, yang kemudian
menaikkan suhu udara di ruang pengering dan memanaskan bahan. Udara lingkungan memasuki
ruang pengering, dinaikkan suhunya melalui proses pindah panas secara konveksi pada penukar panas.
Udara panas yang masuk ke ruang pengering akan memberikan panas terhadap bahan dengan cara
konveksi dan sekaligus membawa uap air keluar melalui outlet. Panas yang hilang ke udara terjadi
akibat penetrasi terhadap dinding pengering, tungku, penukar panas dan udara yang keluar melalui
outlet pengering.
Alternatif Solusi
Alternatif solusi adalah beragam bentuk fisik dari sub-fungsi struktur yang dapat
mengakomodasi fungsi-fungsi yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Bentuk-bentuk fisik
tersebutlah yang akan dipilih dan digabungkan hingga menjadi struktur pengering yang dapat
menjalankan fungsi-fungsi yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Alternatif solusi diberikan
dalam bentuk matriks yang dibagi berdasarkan sub- fungsi struktur. Alternatif solusi yang diperoleh
dari hasil studi literatur yang dapat dipilih dan dikembangkan lebih lanjut diberikan pada Gambar 11.
25
Gambar 11. Alternatif solusi untuk memenuhi spesifikasi pengering
Alternatif solusi pada Gambar 11 merupakan varian yang dapat dipilih dan dikembangkan
lebih lanjut dengan menyesuaikan dengan spesifikasi produk yang telah dibahas sebelumnya.
Alternatif solusi pada Gambar 11 akan dipilih satu untuk setiap sub-fungsi struktur. Alternatif solusi
yang dipilih untuk masing-masing sub-fungsi struktur selanjutnya akan digabungkan untuk
membentuk struktur fungsi pengering secara keseluruhan.
Alternatif
Solusi
Sub-
Fungsi
Struktur
1 2 3 4
Ruang
Pengering
(A) Arc Piggy-Back Tunnel Truncated
Trapezoid
Rak Bahan
(B)
Rak Datar Rak Berputar
Penukar
Panas
(C) Pipa-Ganda Pelat Datar Cross-Flow Shell & Tube
Tungku
(D)
Tungku Tradisional
Tungku Gasifikasi
Pengatur Sirkulasi
(E)
Kipas (Sentrifugal, Aksial, Exhaust) Turbin Ventilator
26
Sub-fungsi struktur yang pertama ditentukan adalah penukar panas. Penukar panas yang
paling memungkinkan digunakan adalah penukar panas C3, yaitu tipe cross-flow. Penukar panas tipe
ini merupakan penukar panas yang dapat beroperasi tanpa menggunakan pompa, yang artinya tidak
perlu energi listrik untuk pengoperasiannya. Penukar panas C3 juga merupakan penukar panas yang
paling tepat untuk dipasangkan dengan tungku biomassa. Tungku biomassa (D1) merupakan pilihan
utama karena biomassa yang akan digunakan adalah kayu bakar, meskipun tungku gasifikasi dapat
digunakan namun dalam perancangannya memerlukan studi khusus.
Sub-fungsi struktur yang ditentukan berikutnya adalah pengatur sirkulasi udara, terdapat dua
pilihan untuk struktur fungsi ini yaitu kipas dan turbin ventilator. Turbin ventilator (E2) dipilih untuk
menjadi pengatur sirkulasi udara. Turbin ventilator dipilih karena dapat beroperasi penuh tanpa listrik.
Kipas bukan tidak mungkin untuk digunakan, namun jika kipas yang akan dipilih untuk digunakan
maka perlu dipikirkan sumber listrik yang akan menyuplai listrik untuk kipas. Kembali pada
pertimbangan di awal bahwa pengering dapat beroperasi dengan listrik yang tidak dibangkitkan dari
energi fosil maka perlu sumber energi listrik yang dibangkitkan dari sumber energi terbarukan.
Alternatif solusi untuk hal tersebut adalah dengan menggunakan panel surya untuk menghidupkan
kipas. Penggunaan panel surya tentu akan menambah biaya dalam pembuatan pengering, karena akan
diperlukan peralatan tambahan lainnya seperti baterai, panel kontrol dan converter dari arus DC ke
AC (jika digunakan kipas AC).
Sub-fungsi struktur untuk ruang pengering yang memungkinkan untuk menyesuaikan dengan
struktur fungsi yang telah dipilih sebelumnya adalah tipe A1. Pengatur sirkulasi udara beroperas
karena pengaruh kecepatan angin dan perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar turbin maka
udara juga perlu dikondisikan sehingga dapat memanfaatkan efek chimney dan buoyancy pada udara.
Struktur fungsi ruang pengering tipe A1 mungkin perlu dimodifikasi untuk menyesuiakan dengan pola
draft udara.
Mengacu pada Desrosier (2008) tipe pengering untuk sayuran dan buah-buahan adalah tipe
kabinet atau kamar, terowongan, dan tungku, maka tipe rak yang akan digunakan untuk menyesuaikan
dengan empat sub-fungsi struktur lainnya yaitu tipe rak datar (kabinet). Tipe rak ini umum digunakan
dalam pengering ERK-Hibrid yang telah ada sebelumnya.
4.1.4. Rancangan Konsep dan Perhitungan Kebutuhan Panas
Rancangan Konsep
Rancangan konsep pengering disusun dengan menggabungkan alternatif solusi yang dipilih
untuk setiap sub-fungsi struktur pengering pada bagian sebelumnya. Sub-fungsi struktur ini disusun
sedemikian rupa sehingga dapat mengakomodasi kerja semua sub-fungsi struktur sehingga kombinasi
struktur fungsi ini dapat menjalankan fungsi utamanya yaitu pengeringan. Ruang pengering dalam hal
ini berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan bahan sekaligus sebagai kolektor panas. Bentuk ruang
pengering dimodifikasi dari bentuk dasarnya dengan harapan dapat menyesuaikan dongan pola draft
aliran udara sehingga dengan konsep ini diasumsikan aliran udara menjangkau seluruh bagian
pengering. Rancangan konsep pengering diberikan pada Gambar 12.
Perhitungan Kebutuhan Panas
Berdasarkan rancangan konsep
kebutuhan panas sebagai acuan untuk menentukan dimensi fisik untuk setiap sub
Perhitungan secara rinci diberikan pada
PARAMETERKadar Air Awal (m1) Kadar Air Akhir (m2) Kapasitas Rencana (W0) Air yang harus diuapkan (W
Panas untuk menaikkan suhu bahan (Q
Panas untuk menguapkan air pada bahan (Q
Panas untuk memanaskan udara ruang pengering (Q3) Panas yang hilang karena penetrasi dinding (QTotal Kebutuhan Panas (Q
Panas dari matahari (QS)
Panas dari biomassa (QB)
Gambar 12. Rancangan konsep pengering
Perhitungan Kebutuhan Panas
Berdasarkan rancangan konsep pengering pada Gambar 12 maka dilakukan perhitungan
kebutuhan panas sebagai acuan untuk menentukan dimensi fisik untuk setiap sub
diberikan pada Lampiran 1 dan hasil perhitungan diberikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Kebutuhan panas pengering ARAMETER NILAI SATUAN
65 %bb 13 %bb
180 Kg Air yang harus diuapkan (WV) 107.6 Kg
KEBUTUHAN PANAS Panas untuk menaikkan suhu bahan (Q1) 11.9 MJ
Panas untuk menguapkan air pada bahan (Q2) 256.4 MJ
Panas untuk memanaskan udara ruang pengering 202.7 MJ
Panas yang hilang karena penetrasi dinding (Q4) 78.6 MJ Total Kebutuhan Panas (QT) 549.6 MJ
SUPLAI PANAS 108 MJ
441.6 MJ
27
maka dilakukan perhitungan
kebutuhan panas sebagai acuan untuk menentukan dimensi fisik untuk setiap sub-fungsi struktur.
ampiran 1 dan hasil perhitungan diberikan pada Tabel 9.
KETERANGAN
Cp dicari dengan persamaan Siebel Hfg yang digunakan untuk suhu 50 oC
Iradiasi rata-rata = 500 W/m2, τα = 0.75, Luas terkena radiasi = 4 m2 Nilai kalor biomassa = 16351 kJ/kg
28
4.1.5. Rancangan Bentuk
Rancangan bentuk (embodiment design) untuk masing-masing sub-fungsi struktur pengering adalah sebagai berikut :
1. Ruang Perangkap Panas Sekaligus Ruang Pengering
Ruang pengering ini berukuran 2 m x 1.5 m dengan bahan untuk tiang berupa besi hollow 40
x 40 x 5. Dinding ruang pengering menggunakan bahan polikarbonat transparan dengan ketebalan 1.6
mm, dengan trasnmisivitas ± 90%. Bentuk struktur ruang pengering diberikan pada Gambar 13.
Gambar 13. Ruang perangkap panas sekaligus ruang pengering
2. Rak Bahan
Rak bahan berjumlah 30 dengan ukuran 90 cm x 65 cm, ukuran ini disesuaikan dengan
ukuran ruang pengering. Jumlah rak ditentukan berdasarkan perhitungan pada Lampiran 2. Rak
disusun secara zigzag, bentuk struktur rak bahan diberikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Rak bahan
29
3. Sumber Panas Tambahan
Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 2 maka ditentukan ukuran tungku adalah 700
mm x 475 mm x 400 m (Panjang x Lebar x Tinggi). Volume tungku ini menjadi 0.133 m3, volume
tungku ini 2 kali lebih besar dari perhitungan karena melihat posisi lubang pengeluaran asap yang
berada di ujung tungku, agar asap tidak banyak keluar maka panjang tungku diperbesar. Perhitungan
rincin penentuan dimensi tungku diberikan pada Lampiran 2. Ukuran ini inlet udara dari tungku
tersebut adalah 0.19 m2, lebih besar dari yang diperlukan yaitu 0.04 m2. Ukuran inlet yang lebih besar
diharapkan dapat menutupi excess air yang diperlukan. Gambar 15 menunjukkan bentuk struktur
tungku.
Gambar 15. Tungku biomassa
4. Penukar Panas
Penukar panas yang akan digunakan adalah tipe cross-flow. Bentuk struktural untuk penukar panas diberikan pada Gambar 16.
Gambar 16. Pipa penukar panas dan rumah pipa penukar panas
Skema suhu yang diperkirakan terjadi pada sistem penukar panas ini adalah sebagai berikut :
30
Keterangan :
T1 = Suhu udara masuk HE
T2 = Suhu udara keluar HE
t1 = Suhu asap masuk HE
t2 = Suhu asap keluar HE
Hitungan rinci penentuan jumlah pipa penukar panas diberikan pada Lampiran 2. Jumlah
pipa ditentukan sebanyak 42 buah dengan tinggi 400 mm dan digunakan pipa ukuran 1 inch.
5. Pengatur Sirkulasi Udara
Dengan harapan bahwa pengering ini tidak menggunakan sumber energi listrik karena
diperuntukkan untuk daerah terpencil maka untuk mengatur sirkulasi udara digunakan turbin
ventilator. Turbin ventilator yang digunakan memiliki diameter 14 inch sebanyak dua buah. Gambar
17 menunjukkan bentuk turbin ventilator.
Gambar 17. Turbin Ventilator
Turbin Ventilator adalah sejenis exhaust fan atau roof fan tanpa menggunakan motor
penggerak dimana fungsinya adalah menghisap udara panas, debu, juga membantu sirkualsi udara.
Cara kerja Turbin Ventilator adalah alat ini berputar dengan memanfaatkan adanya hembusan angin
dan adanya perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar ruangan. Udara panas akan naik ke atas dan
akan menekan ke luar melalui sirip – sirip turbin.
Gambar 18 menunjukkan bentuk fisik akhir pengering hasil rancangan yang menggabungkan
seluruh sub-fungsi struktur. Foto wujud nyata pengering baik pada saat pengujian maupun pembuatan
diberikan pada Lampiran 7.
T1 T2
t1
t2
4.2. Pengujian Tanpa Beban
Pengujian tanpa beban
mengetahui bahan bakar yang harus diumpankan untuk mencapai suhu ruang yang direncanakan.
Pengujian dilakukan pada tanggal
Dari hasil pengujian kosong ini rata
48.0 oC dan 41.2 oC. Gambar
Gambar
Suhu maksimum yang dapat dicapai pada rak atas adalah 63
minimum 40 oC pada saat iradiasi nol karena gerimis namun tiga puluh menit sebelumnya
diumpankan biomassa sebanyak 4 kg.
55.2 oC saat iradiasi 504 W/m
Gambar 18. Hasil akhir rancangan mesin pengering
Pengujian Tanpa Beban
Pengujian tanpa beban dilakukan untuk mengetahui sebaran suhu pada pengering dan juga
mengetahui bahan bakar yang harus diumpankan untuk mencapai suhu ruang yang direncanakan.
pada tanggal 19 Maret 2012 dari pukul 10.35 WIB sampai pukul 15.35 WIB.
l pengujian kosong ini rata-rata suhu di rak atas, tengah dan bawah berturut
Gambar 19 menunjukkan grafik sebaran suhu dan iradiasi surya.
Gambar 19. Grafik sebaran suhu pada uji tanpa beban
Suhu maksimum yang dapat dicapai pada rak atas adalah 63 oC pada iradiasi 630 W/m
C pada saat iradiasi nol karena gerimis namun tiga puluh menit sebelumnya
diumpankan biomassa sebanyak 4 kg. Suhu maksimum yang dapat dicapai pada rak teng
C saat iradiasi 504 W/m2 dan minimum 39.7 oC pada iradiasi nol namun tiga puluh menit
31
dilakukan untuk mengetahui sebaran suhu pada pengering dan juga
mengetahui bahan bakar yang harus diumpankan untuk mencapai suhu ruang yang direncanakan.
dari pukul 10.35 WIB sampai pukul 15.35 WIB.
rata suhu di rak atas, tengah dan bawah berturut-turut 51.1 oC,
menunjukkan grafik sebaran suhu dan iradiasi surya.
C pada iradiasi 630 W/m2 dan
C pada saat iradiasi nol karena gerimis namun tiga puluh menit sebelumnya
pada rak tengah adalah
C pada iradiasi nol namun tiga puluh menit
32
sebelumnya diumpankan biomassa sebanyak 4 kg. Suhu maksimum yang dapat dicapai rak bawah
maksimum 50.5 oC saat iradiasi 504 W/m2 dan minimum 32.4 oC pada iradiasi nol namun tiga puluh
menit sebelumnya diumpankan biomassa sebanyak 4 kg.
Suhu di ruang plenum maksimum 59.4 oC pada iradiasi nol namun satu jam sebelumnya
diumpankan biomassa sebanyak 4 kg dan minimum 40.7 pada iradiasi nol dan tiga puluh menit
sebelumnya diumpankan biomassa sebanyak 4 kg. Suhu lingkungan rata-rata 31.3 oC dan RH rata-rata
67%. Jika dilihat pada gambar diatas maka secara umum suhu pada bagian atas dan tengah telah
mampu mencapai target yaitu berada pada kisaran 50 oC, meskipun suhu berfluktuasi. Sementara
untuk rak bawah suhu tidak bisa mencapai target karena hanya berada pada kisaran 45 oC.
Rendahnya suhu pada bagian bawah pengering diduga akibat penetrasi udara terhadap bagian
bawah lantai pengering. Selain itu juga adanya efek bouyancy didalam ruang pengering tersebut
dimana udara dengan suhu tinggi dan kerapatan rendah cenderung akan berada di atas dan sebaliknya
udara dengan suhu yang rendah dan kerapatan tinggi akan berada di bagian bawah. Kecenderungan
udara panas selalu bergerak ke atas inilah yang mengakibatkan suhu pada bagian bawah pengering ini
menjadi rendah. Turbin ventilator tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga sirkulasi udara
lebih dipengaruhi oleh faktor termal, yaitu suhu udara.
Gambar 20 menunjukkan pola pergerakan suhu pada sistem pemanas tambahan, dimana
dengan pengumpanan biomassa sebanyak 3 kg dapat mempertahankan suhu plenum pada kisaran 40 –
50 oC pada iradiasi rata-rata 382.7 W/m2. Fluktuasi suhu yang signifikan adalah pada pukul 11.35,
pada jam tersebut iradiasi matahari tinggi yaitu 560 W/m2, sehingga pengumpanan biomassa
dikurangi.
Gambar 20. Grafik hubungan suhu pemanas tambahan dan pengumpanan biomassa
4.3. Pengujian Kapasitas Penuh
Pada pengujian ini dikeringkan sebanyak 180 kg chip singkong dengan ketebalan kurang
lebih 3 mm dengan tumpukan setinggi 2 cm dengan kadar air awal bahan adalah 61.31 %bb (158.53
%bk). Bahan dikeringkan selama 49 jam nonstop dan menghabiskan bahan bakar sebanyak 81.4 kg.
Pengujian dilakukan dari tanggal 23
14.50.
Iradiasi surya rata
dari energi surya selama pengeringan adalah 111.4 MJ. Matahari hanya memberikan energi panas
selama 20 jam selama pengeringan yang dilakukan selama 49 jam ini, sisanya disuplai dari biomassa
dengan energy share sebesar 7.72% terhadap total energi yang masuk selama pengeringan, sementara
sisanya yaitu sebesar 92.28 % disuplai dari biomassa. Grafik iradi
21.
Berdasarkan perhitungan pada perancangan awal pengering
adalah 19.7%. Perhitungan ini dengan asumsi bahwa efisiensi tungku 30% dan ef
panas sebesar 0.4. Nilai
teoritis dan nyata menjadi jauh berbeda, karena pada kondisi nyata kemungkinan nilai efisiensi
berada dibawah nilai tersebut. Evaluasi terhadap efisiensi sistem pemanas belum diketahui ka
aliran massa udara yang masuk ke pipa penukar panas tidak diketahui.
Suhu rata-rata pengeringan untuk bagian atas, tengah dan bawah berturutoC, 42.3 oC dan 34.3 oC. Sebaran suhu pada ruang
Gambar
. Bahan dikeringkan selama 49 jam nonstop dan menghabiskan bahan bakar sebanyak 81.4 kg.
Pengujian dilakukan dari tanggal 23 maret 2012 pukul 13.50 hingga tangga 25 Maret 2012 pukul
Iradiasi surya rata-rata selama pengujian ini adalah 515.6 W/m2. Total panas yang diperoleh
dari energi surya selama pengeringan adalah 111.4 MJ. Matahari hanya memberikan energi panas
a 20 jam selama pengeringan yang dilakukan selama 49 jam ini, sisanya disuplai dari biomassa
sebesar 7.72% terhadap total energi yang masuk selama pengeringan, sementara
sisanya yaitu sebesar 92.28 % disuplai dari biomassa. Grafik iradiasi surya dapat dilihat pada Gambar
Berdasarkan perhitungan pada perancangan awal pengering energy share
%. Perhitungan ini dengan asumsi bahwa efisiensi tungku 30% dan ef
. Nilai efisiensi sistem pemanas inilah yang membuat perbedaan
teoritis dan nyata menjadi jauh berbeda, karena pada kondisi nyata kemungkinan nilai efisiensi
da dibawah nilai tersebut. Evaluasi terhadap efisiensi sistem pemanas belum diketahui ka
aliran massa udara yang masuk ke pipa penukar panas tidak diketahui.
Gambar 21. Grafik iradiasi surya
rata pengeringan untuk bagian atas, tengah dan bawah berturut
C. Sebaran suhu pada ruang pengering diberikan pada Gambar 2
Gambar 22. Sebaran suhu udara di ruangan pengering
33
. Bahan dikeringkan selama 49 jam nonstop dan menghabiskan bahan bakar sebanyak 81.4 kg.
maret 2012 pukul 13.50 hingga tangga 25 Maret 2012 pukul
. Total panas yang diperoleh
dari energi surya selama pengeringan adalah 111.4 MJ. Matahari hanya memberikan energi panas
a 20 jam selama pengeringan yang dilakukan selama 49 jam ini, sisanya disuplai dari biomassa
sebesar 7.72% terhadap total energi yang masuk selama pengeringan, sementara
asi surya dapat dilihat pada Gambar
energy share dari panas matahari
%. Perhitungan ini dengan asumsi bahwa efisiensi tungku 30% dan efektifitas penukar
inilah yang membuat perbedaan energy share
teoritis dan nyata menjadi jauh berbeda, karena pada kondisi nyata kemungkinan nilai efisiensi
da dibawah nilai tersebut. Evaluasi terhadap efisiensi sistem pemanas belum diketahui karena laju
rata pengeringan untuk bagian atas, tengah dan bawah berturut-turut adalah 46.2
pengering diberikan pada Gambar 22.
Suhu ruangan pada bagian bawah pengering terutama dua rak terbawah selalu berad
kisaran suhu yang rendah.
pada saat iradiasi 700 W/m
Gambar
Gambar 23 menunjukkan hubungan suhu bahan dengan suhu ruangan pengering dan
iradiasi. Suhu bahan juga tidak jauh berbeda dengan suhu udara dalam pengering. Suhu bahan rata
rata pada rak atas, tengah dan bawah berturut
pada dua rak terbawah maksimum hanya 39.4 dengan rata
bahan rata-rata hanya 36.9
Suhu bahan yang rendah tersebut
besar dari yang direncanakan karena dengan suhu bahan yang lebih rendah panas laten penguapan air
pada bahan juga akan meningkat.
Pada saat malam hari laju
terjadi pengembunan di dinding pengering hingga setinggi 40 cm dari lantai. Pada malam hari
sirkulasi udara dalam pengering hanya memanfaatkan perbedaan tekanan udara di ruang pengering
akibat perbedaan suhu.
Laju pengeringan bahan untuk sampel pada rak atas (sampel C), tengah (sampel B), bawah
(sampel A) dan penjemuran langsung (sampel D) berturut
3.46 %bk/jam dan 5.64 %bk/jam.
Suhu ruangan pada bagian bawah pengering terutama dua rak terbawah selalu berad
kisaran suhu yang rendah. Suhu maksimum yang dapat dicapai bagian bawah pengering hanya 41.1
pada saat iradiasi 700 W/m2 dengan rata-rata 34.3 oC.
Gambar 23. Grafik suhu bahan dan suhu udara pengering
menunjukkan hubungan suhu bahan dengan suhu ruangan pengering dan
Suhu bahan juga tidak jauh berbeda dengan suhu udara dalam pengering. Suhu bahan rata
rata pada rak atas, tengah dan bawah berturut-turut adalah 40.2 oC, 36.2 oC dan 34.3
pada dua rak terbawah maksimum hanya 39.4 dengan rata-rata suhu 34.3 o
rata hanya 36.9 oC. Suhu bahan ini jauh dibawah yang ditargetkan yaitu pada kisaran 50
uhu bahan yang rendah tersebut mengakibatkan energi yang diperlukan untuk penguapan bahan lebih
besar dari yang direncanakan karena dengan suhu bahan yang lebih rendah panas laten penguapan air
pada bahan juga akan meningkat. Grafik sebaran suhu bahan dapat dilihat pada Gambar 24.
Pada saat malam hari laju aliran udara menjadi sangat lambat. Bahkan pada saat malam hari
terjadi pengembunan di dinding pengering hingga setinggi 40 cm dari lantai. Pada malam hari
sirkulasi udara dalam pengering hanya memanfaatkan perbedaan tekanan udara di ruang pengering
Gambar 24. Grafik sebaran suhu bahan
Laju pengeringan bahan untuk sampel pada rak atas (sampel C), tengah (sampel B), bawah
(sampel A) dan penjemuran langsung (sampel D) berturut-turut adalah 4.41 %bk/jam, 5.64 %bk/jam,
3.46 %bk/jam dan 5.64 %bk/jam.
34
Suhu ruangan pada bagian bawah pengering terutama dua rak terbawah selalu berada pada
yang dapat dicapai bagian bawah pengering hanya 41.1 oC
g
menunjukkan hubungan suhu bahan dengan suhu ruangan pengering dan
Suhu bahan juga tidak jauh berbeda dengan suhu udara dalam pengering. Suhu bahan rata-
C dan 34.3 oC. Suhu bahan oC. Secara umum suhu
C. Suhu bahan ini jauh dibawah yang ditargetkan yaitu pada kisaran 50 oC.
ng diperlukan untuk penguapan bahan lebih
besar dari yang direncanakan karena dengan suhu bahan yang lebih rendah panas laten penguapan air
Grafik sebaran suhu bahan dapat dilihat pada Gambar 24.
menjadi sangat lambat. Bahkan pada saat malam hari
terjadi pengembunan di dinding pengering hingga setinggi 40 cm dari lantai. Pada malam hari
sirkulasi udara dalam pengering hanya memanfaatkan perbedaan tekanan udara di ruang pengering
Laju pengeringan bahan untuk sampel pada rak atas (sampel C), tengah (sampel B), bawah
turut adalah 4.41 %bk/jam, 5.64 %bk/jam,
Laju pengeringan pada
pengeringan dengan pengering karena rata
pengering hanya 4.50 %bk/jam, hal ini kemungkinan disebabkan uap
yang dijemur langsung dibawa lebih cepat oleh aliran angin sehingga
baik.
Gambar 25 menunjukkan grafik penurunan kadar air bahan terhadap waktu. Laju
pengeluaran uap air dalam pengering sangat lambat yang disebabkan oleh tidak bekerjanya turbin
ventilator yang berfungsi menghisap keluar uap air di dalam pengering. Uap air menjadi tertahan di
dalam pengering dan menyebabkan laju pengeringan berjala
bahwa pengeringan akan berjalan lebih cepat jika udara
tinggi karena penguapan air dari udara ke udara lebih cepat, demikian sebaliknya
Pada rak bagian bawah pada waktu
diduga karena campuran udara dan uap air mem
air pada bahan, sehingga yang terjadi adalah adsorpsi uap air dari udara ke bahan bukan desorspi uap
air dari bahan ke udara sekitar, karena udara pada dua rak terbawah ini tertahan akibat lemahnya
hisapan turbin ventilator
maka udara menjadi terkumpul di bawah.
Gambar
Gambar 26 menunjukkan bahwa pada saat iradiasi meningkat maka la
mengalami peningkatan.
mencapai 25 %bb meskipun
Kadar air akhir bahan hasil pengeringan tidak merata untuk bagian atas, tengah dan bawah.
Kadar air akhir yang dicapai untuk sampel pada rak bawah adalah 11.8 %bb, rak tengah 12.19 %bb,
rak atas 7.81 %bb dan untuk penjemuran langsung 7.67 %bb. Kadar air sa
yang diharapkan yaitu 13 %bb, namun jika dilihat secara keseluruhan bahan tidak kering merata.
Kadar air bahan untuk kemungkinan berbeda untuk setiap rak, secara umum seluruh bahan kering
namun kualitas bahan hasil pengeringannya
akibat lambatnya laju penguapan air dari bahan, sehingga memberikan kesempatan untuk
mikroorganisme beraktivitas.
aju pengeringan pada sampel yang dijemur langsung lebih cepat dibandingkan dengan laju
pengeringan dengan pengering karena rata-rata laju pengeringan untuk sampel di dalam ruan
pengering hanya 4.50 %bk/jam, hal ini kemungkinan disebabkan uap air yang dilepaskan oleh
dibawa lebih cepat oleh aliran angin sehingga pengeringan berlangsung lebih
menunjukkan grafik penurunan kadar air bahan terhadap waktu. Laju
pengeluaran uap air dalam pengering sangat lambat yang disebabkan oleh tidak bekerjanya turbin
ventilator yang berfungsi menghisap keluar uap air di dalam pengering. Uap air menjadi tertahan di
dalam pengering dan menyebabkan laju pengeringan berjalan lambat. Desrosier (2008)
bahwa pengeringan akan berjalan lebih cepat jika udara mengalir lebih cepat dan suhu udara lebih
tinggi karena penguapan air dari udara ke udara lebih cepat, demikian sebaliknya
Pada rak bagian bawah pada waktu-waktu tertentu terjadi kenaikan massa sampel, hal ini
diduga karena campuran udara dan uap air memiliki tekanan yang lebih tinggi dibanding tekanan uap
air pada bahan, sehingga yang terjadi adalah adsorpsi uap air dari udara ke bahan bukan desorspi uap
air dari bahan ke udara sekitar, karena udara pada dua rak terbawah ini tertahan akibat lemahnya
dan karena suhunya juga rendah maka akibat kerapatan
maka udara menjadi terkumpul di bawah.
Gambar 25. Grafik hubungan kadar air bahan terhadap waktu
menunjukkan bahwa pada saat iradiasi meningkat maka la
mengalami peningkatan. Peningkatan laju pengeringan tidak terlalu signifikan
meskipun iradiasi matahari tinggi.
Kadar air akhir bahan hasil pengeringan tidak merata untuk bagian atas, tengah dan bawah.
Kadar air akhir yang dicapai untuk sampel pada rak bawah adalah 11.8 %bb, rak tengah 12.19 %bb,
rak atas 7.81 %bb dan untuk penjemuran langsung 7.67 %bb. Kadar air sampel sudah melewati target
yang diharapkan yaitu 13 %bb, namun jika dilihat secara keseluruhan bahan tidak kering merata.
Kadar air bahan untuk kemungkinan berbeda untuk setiap rak, secara umum seluruh bahan kering
namun kualitas bahan hasil pengeringannya kurang baik. Sebagian bahan mengalami penjamuran
akibat lambatnya laju penguapan air dari bahan, sehingga memberikan kesempatan untuk
mikroorganisme beraktivitas.
35
langsung lebih cepat dibandingkan dengan laju
rata laju pengeringan untuk sampel di dalam ruang
yang dilepaskan oleh sampel
pengeringan berlangsung lebih
menunjukkan grafik penurunan kadar air bahan terhadap waktu. Laju
pengeluaran uap air dalam pengering sangat lambat yang disebabkan oleh tidak bekerjanya turbin
ventilator yang berfungsi menghisap keluar uap air di dalam pengering. Uap air menjadi tertahan di
Desrosier (2008) menjelaskan
mengalir lebih cepat dan suhu udara lebih
tinggi karena penguapan air dari udara ke udara lebih cepat, demikian sebaliknya.
waktu tertentu terjadi kenaikan massa sampel, hal ini
iliki tekanan yang lebih tinggi dibanding tekanan uap
air pada bahan, sehingga yang terjadi adalah adsorpsi uap air dari udara ke bahan bukan desorspi uap
air dari bahan ke udara sekitar, karena udara pada dua rak terbawah ini tertahan akibat lemahnya
dan karena suhunya juga rendah maka akibat kerapatan udara yang tinggi
. Grafik hubungan kadar air bahan terhadap waktu
menunjukkan bahwa pada saat iradiasi meningkat maka laju pengeringan juga
Peningkatan laju pengeringan tidak terlalu signifikan pada saat kadar air
Kadar air akhir bahan hasil pengeringan tidak merata untuk bagian atas, tengah dan bawah.
Kadar air akhir yang dicapai untuk sampel pada rak bawah adalah 11.8 %bb, rak tengah 12.19 %bb,
mpel sudah melewati target
yang diharapkan yaitu 13 %bb, namun jika dilihat secara keseluruhan bahan tidak kering merata.
Kadar air bahan untuk kemungkinan berbeda untuk setiap rak, secara umum seluruh bahan kering
kurang baik. Sebagian bahan mengalami penjamuran
akibat lambatnya laju penguapan air dari bahan, sehingga memberikan kesempatan untuk
Gambar
Permasalah utama yang menyebabkan bahan tidak kering secara merata adalah sebagai
berikut : (1) sebaran suhu yang tidak seragam pada ruang pengering, terutama pada empat rak
terbawah; (2) tumpukan bahan yang terlalu tinggi menyebabkan tidak semua permukaan
terkena aliran udara; (3) turbin ventilator yang tidak berjalan menyebabkan laju perpindahan uap air
dari pengering keluar menjadi sangat lambat; (4) posisi turbin ventilator yang menghalangi sinar
matahari menyebabkan radiasi matahari terhalang; (5
sehingga tidak mampu mempertahankan suhu ruang pengering yang konstan.
4.4. Pengujian Setengah Kapasitas
Pengujian setengah kapa
dengan kapasitas penuh yang kurang maksimal.
dengan kadar air rata-rata 69.
kadar air akhir yang ditargetkan adalah 28 jam dan menghabiskan kayu bakar sebanyak 56.7 kg.
Pengujian dilakukan pada tanggal 25 April 2012 pukul 8.30 sampai dengan tanggal 26 April 2012
pukul 14.00.
Gambar
Gambar 26. Grafik hubungan laju pengeringan dengan iradiasi
Permasalah utama yang menyebabkan bahan tidak kering secara merata adalah sebagai
berikut : (1) sebaran suhu yang tidak seragam pada ruang pengering, terutama pada empat rak
terbawah; (2) tumpukan bahan yang terlalu tinggi menyebabkan tidak semua permukaan
terkena aliran udara; (3) turbin ventilator yang tidak berjalan menyebabkan laju perpindahan uap air
dari pengering keluar menjadi sangat lambat; (4) posisi turbin ventilator yang menghalangi sinar
matahari menyebabkan radiasi matahari terhalang; (5) pengumpanan kayu bakar terlalu sedikit
sehingga tidak mampu mempertahankan suhu ruang pengering yang konstan.
Pengujian Setengah Kapasitas
Pengujian setengah kapasitas dilakukan karena melihat hasil yang diperoleh pada pengujian
dengan kapasitas penuh yang kurang maksimal. Massa bahan awal yang dikeringkan sebanyak 95 kg
rata 69.47 %bb (232.26 %bk). Lama waktu yang diperlukan untuk mencapai
r air akhir yang ditargetkan adalah 28 jam dan menghabiskan kayu bakar sebanyak 56.7 kg.
Pengujian dilakukan pada tanggal 25 April 2012 pukul 8.30 sampai dengan tanggal 26 April 2012
Gambar 27. Grafik iradiasi surya harian pada pengujian kedua
36
. Grafik hubungan laju pengeringan dengan iradiasi
Permasalah utama yang menyebabkan bahan tidak kering secara merata adalah sebagai
berikut : (1) sebaran suhu yang tidak seragam pada ruang pengering, terutama pada empat rak
terbawah; (2) tumpukan bahan yang terlalu tinggi menyebabkan tidak semua permukaan bahan
terkena aliran udara; (3) turbin ventilator yang tidak berjalan menyebabkan laju perpindahan uap air
dari pengering keluar menjadi sangat lambat; (4) posisi turbin ventilator yang menghalangi sinar
) pengumpanan kayu bakar terlalu sedikit
tas dilakukan karena melihat hasil yang diperoleh pada pengujian
yang dikeringkan sebanyak 95 kg
Lama waktu yang diperlukan untuk mencapai
r air akhir yang ditargetkan adalah 28 jam dan menghabiskan kayu bakar sebanyak 56.7 kg.
Pengujian dilakukan pada tanggal 25 April 2012 pukul 8.30 sampai dengan tanggal 26 April 2012
ujian kedua
Iradiasi surya rata
Gambar 27 menunjukkan grafik iradiasi surya selama pengujian.
pengujian ini adalah 73.2 MJ.
selama pengeringan. Kontribusi energi matahari pada pengujian kedua ini tidak jauh berbeda dengan
hasil pengujian sebelumnya yaitu 7.72%. Kontribusi energi matahari turun 0.41% pada pengujian
setengah kapasitas ini. Pada hari kedua pengujian digunakan juga biomassa pada pukul 6.00
Suhu rata-rata pengering untuk bagian atas, tengah dan bawah adalah 45.4
36.2 oC. Rentang perbedaan suhu pada uji kedua ini tidak jauh berbeda dengan
rata-rata suhu pengering 41.1
Sebaran suhu pada ruang pengering diberikan pada Gambar
Gambar
Gambar 28 menunjukkan suhu turun mencapai 30
karena pengumpanan bahan
banyak pada pukul 6.30 dan hal ini ternyata memberikan efek pada meningkatnya laj
terutama untuk sampel bahan yang berada di tengah dan di bawah
Gambar 29 menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya pengumpanan biomassa pada
saat menjelang pukul 7 pagi laju pengeringan juga meningkat. Selain karena meningkatnya suhu ruang
pengering akibat penambahan biomassa, diduga hal ini juga terjadi karena terjadinya
beberapa jam sebelumnya.
tengah malam hingga menjelang pagi), karena pada saat tersebut suhu ruangan menurun dan laju
pengeringan juga sangat rendah, hal ini menyebabkan
langsung.
Iradiasi surya rata-rata untuk pengujian dengan setengah kapasitas adalah 451.6 W/m
menunjukkan grafik iradiasi surya selama pengujian. Total panas yang diperoleh selama
pengujian ini adalah 73.2 MJ. Energy share dari matahari 7.31% dari total energi yang digunakan
selama pengeringan. Kontribusi energi matahari pada pengujian kedua ini tidak jauh berbeda dengan
hasil pengujian sebelumnya yaitu 7.72%. Kontribusi energi matahari turun 0.41% pada pengujian
apasitas ini. Pada hari kedua pengujian digunakan juga biomassa pada pukul 6.00
rata pengering untuk bagian atas, tengah dan bawah adalah 45.4
C. Rentang perbedaan suhu pada uji kedua ini tidak jauh berbeda dengan
rata suhu pengering 41.1 oC tidak jauh berbeda dibandingkan saat kapasitas penuh yaitu 40.9
Sebaran suhu pada ruang pengering diberikan pada Gambar 28.
Gambar 28. Grafik hubungan sebaran suhu dengan RH
menunjukkan suhu turun mencapai 30 oC pada saat menjelang pagi hal ini terjadi
karena pengumpanan bahan-bakar berkurang pada saat menjelang pagi. Kayu bakar diumpankan lebih
banyak pada pukul 6.30 dan hal ini ternyata memberikan efek pada meningkatnya laj
terutama untuk sampel bahan yang berada di tengah dan di bawah.
menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya pengumpanan biomassa pada
saat menjelang pukul 7 pagi laju pengeringan juga meningkat. Selain karena meningkatnya suhu ruang
pengering akibat penambahan biomassa, diduga hal ini juga terjadi karena terjadinya
beberapa jam sebelumnya. Tempering ini diduga terjadi karena pada beberapa jam sebelumnya (dari
tengah malam hingga menjelang pagi), karena pada saat tersebut suhu ruangan menurun dan laju
pengeringan juga sangat rendah, hal ini menyebabkan terjadi tempering pada bahan secara tidak
37
rata untuk pengujian dengan setengah kapasitas adalah 451.6 W/m2.
Total panas yang diperoleh selama
dari matahari 7.31% dari total energi yang digunakan
selama pengeringan. Kontribusi energi matahari pada pengujian kedua ini tidak jauh berbeda dengan
hasil pengujian sebelumnya yaitu 7.72%. Kontribusi energi matahari turun 0.41% pada pengujian
apasitas ini. Pada hari kedua pengujian digunakan juga biomassa pada pukul 6.00-12.00.
rata pengering untuk bagian atas, tengah dan bawah adalah 45.4 oC, 41.5 oC dan
pengujian pertama dan
C tidak jauh berbeda dibandingkan saat kapasitas penuh yaitu 40.9 oC.
C pada saat menjelang pagi hal ini terjadi
bakar berkurang pada saat menjelang pagi. Kayu bakar diumpankan lebih
banyak pada pukul 6.30 dan hal ini ternyata memberikan efek pada meningkatnya laju pengeringan
menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya pengumpanan biomassa pada
saat menjelang pukul 7 pagi laju pengeringan juga meningkat. Selain karena meningkatnya suhu ruang
pengering akibat penambahan biomassa, diduga hal ini juga terjadi karena terjadinya tempering pada
ini diduga terjadi karena pada beberapa jam sebelumnya (dari
tengah malam hingga menjelang pagi), karena pada saat tersebut suhu ruangan menurun dan laju
terjadi tempering pada bahan secara tidak
Gambar
Laju pengeringan pada pengeringan kedua ini juga lebih cepat dibanding pada saat pengujian
kapasitas penuh. Pada pengujian setengah kapasitas ini laju pengeringan rata
sampel adalah 8.56 %bk/jam, lebih besar dibanding pengujian pertama y
Laju pengeringan ini meningkat lebih cepat dikarenakan proses pengeluaran uap air berlangsung
cukup baik hal ini disebabkan turbin ventilator bekerja lebih baik, turbin ventilator dibantu
putarannya dengan menggunakan motor DC 12V.
pengujian kapasitas penuh sehingga memungkinkan udara menyebar lebih merata ke semua
permukaan bahan dan uap yang dilepaskan bahan juga dapat keluar dari tumpukan dengan lebih
mudah. Gambar 30 menunjukkan
ruang pengering. Perbedaan antara suhu udara pengering dengan suhu bahan tidak terlalu besar.
Gambar 3
Suhu udara pengering rata
antara suhu udara dan suhu bahan tidak terlalu jauh hanya sekitar 3
terjadi baik sehingga selisih suhu bahan suhu pengering rendah.
suhu udara pengering rata
bahan dan suhu udara pengering 4
kapasitas. Penurunan kad
pada Gambar 31.
Gambar 29. Grafik hubungan laju pengeringan terhadap waktu
Laju pengeringan pada pengeringan kedua ini juga lebih cepat dibanding pada saat pengujian
kapasitas penuh. Pada pengujian setengah kapasitas ini laju pengeringan rata
sampel adalah 8.56 %bk/jam, lebih besar dibanding pengujian pertama yang hanya 4.50 %bk/jam.
Laju pengeringan ini meningkat lebih cepat dikarenakan proses pengeluaran uap air berlangsung
cukup baik hal ini disebabkan turbin ventilator bekerja lebih baik, turbin ventilator dibantu
putarannya dengan menggunakan motor DC 12V. Selain itu, tumpukan bahan juga tidak setebal saat
pengujian kapasitas penuh sehingga memungkinkan udara menyebar lebih merata ke semua
permukaan bahan dan uap yang dilepaskan bahan juga dapat keluar dari tumpukan dengan lebih
menunjukkan bahwa perubahan suhu bahan mengikuti perubahan suhu udara di
ruang pengering. Perbedaan antara suhu udara pengering dengan suhu bahan tidak terlalu besar.
Gambar 30. Grafik hubungan suhu pengering, suhu bahan dan iradiasi
Suhu udara pengering rata-rata 41.1 oC, sementara suhu bahan rata-rata 38.2
antara suhu udara dan suhu bahan tidak terlalu jauh hanya sekitar 3 oC, artinya proses pemanasan yang
terjadi baik sehingga selisih suhu bahan suhu pengering rendah. Pada saat pengujian kapasitas penuh
suhu udara pengering rata-rata adalah 40.9 oC dan suhu bahan rata-rata 36.9
bahan dan suhu udara pengering 4 oC, tidak berbeda jauh dibandingkan dengan pengujian setengah
kapasitas. Penurunan kadar air selama pengujian setengah kapasitas untuk semua sampel dapat dilihat
38
laju pengeringan terhadap waktu
Laju pengeringan pada pengeringan kedua ini juga lebih cepat dibanding pada saat pengujian
kapasitas penuh. Pada pengujian setengah kapasitas ini laju pengeringan rata-rata untuk seluruh
ang hanya 4.50 %bk/jam.
Laju pengeringan ini meningkat lebih cepat dikarenakan proses pengeluaran uap air berlangsung
cukup baik hal ini disebabkan turbin ventilator bekerja lebih baik, turbin ventilator dibantu
Selain itu, tumpukan bahan juga tidak setebal saat
pengujian kapasitas penuh sehingga memungkinkan udara menyebar lebih merata ke semua
permukaan bahan dan uap yang dilepaskan bahan juga dapat keluar dari tumpukan dengan lebih
bahwa perubahan suhu bahan mengikuti perubahan suhu udara di
ruang pengering. Perbedaan antara suhu udara pengering dengan suhu bahan tidak terlalu besar.
. Grafik hubungan suhu pengering, suhu bahan dan iradiasi
rata 38.2 oC. Perbedaan
C, artinya proses pemanasan yang
Pada saat pengujian kapasitas penuh
rata 36.9 oC, selisih antara suhu
C, tidak berbeda jauh dibandingkan dengan pengujian setengah
ar air selama pengujian setengah kapasitas untuk semua sampel dapat dilihat
Gambar
Sampel 3 dan 4 berada di rak teratas sehingga laju pengeringannya lebih cepat dibandingkan
dengan yang lainnya, laju pengeringan untuk sampel 3 adalah 9.19 %bk/jam sedangkan untuk sampel
4 adalah 7.92 %bk/jam. Sampel 2 dan 5 yang berada di tengah laju pengeringannya berturut
%bk/jam dan 8.04 %bk/jam. Sampel pada bag
berturut-turut adalah 9.43 %bk/jam dan 9.19 %bk/jam.
terhadap laju pengeringan.
Gambar 3
Peningkatan laju pengeringan terjadi seiring terja
hari laju pengeringan cenderung rendah karena beban pengeringan meningkat akibat suhu lingkungan
yang juga menurun. Laju pengumpanan bahan bakar juga rendah hanya 3.3 kg/jam. Secara teoritis
seharusnya laju pengumpanan bahan bakar adalah
biomassa sama sekali. Sedangkan jika pada siang harinya digunakan biomassa maka malam hari
seharusnya diumpankan biomassa sebanyak 7.7
kJ/kg (Gaoss 2008).
Kadar air akhir rata
ini melebihi target 13 %bb.
Gambar 31. Grafik hubungan kadar air terhadap waktu
Sampel 3 dan 4 berada di rak teratas sehingga laju pengeringannya lebih cepat dibandingkan
lainnya, laju pengeringan untuk sampel 3 adalah 9.19 %bk/jam sedangkan untuk sampel
4 adalah 7.92 %bk/jam. Sampel 2 dan 5 yang berada di tengah laju pengeringannya berturut
n 8.04 %bk/jam. Sampel pada bagian bawah yaitu sampel 1 dan 6
turut adalah 9.43 %bk/jam dan 9.19 %bk/jam. Gambar 32 manunjukkan hubungan kadar air
terhadap laju pengeringan.
Gambar 32. Grafik hubungan kadar air terhadap laju pengeringan
Peningkatan laju pengeringan terjadi seiring terjadinya peningkatan iradiasi. Pada saat malam
hari laju pengeringan cenderung rendah karena beban pengeringan meningkat akibat suhu lingkungan
yang juga menurun. Laju pengumpanan bahan bakar juga rendah hanya 3.3 kg/jam. Secara teoritis
mpanan bahan bakar adalah 19.25 kg/jam apabila siang harinya tidak digunakan
biomassa sama sekali. Sedangkan jika pada siang harinya digunakan biomassa maka malam hari
diumpankan biomassa sebanyak 7.7 kg/jam dengan asumsi nilai kalor
Kadar air akhir rata-rata yang dicapai untuk seluruh sampel adalah 8.81 %bb. Kadar air akhir
ini melebihi target 13 %bb. Efisiensi total pengering untuk pengujian setengah kapasitas ini hanya
39
Sampel 3 dan 4 berada di rak teratas sehingga laju pengeringannya lebih cepat dibandingkan
lainnya, laju pengeringan untuk sampel 3 adalah 9.19 %bk/jam sedangkan untuk sampel
4 adalah 7.92 %bk/jam. Sampel 2 dan 5 yang berada di tengah laju pengeringannya berturut-turut 7.61
n bawah yaitu sampel 1 dan 6 laju pengeringannya
Gambar 32 manunjukkan hubungan kadar air
laju pengeringan
dinya peningkatan iradiasi. Pada saat malam
hari laju pengeringan cenderung rendah karena beban pengeringan meningkat akibat suhu lingkungan
yang juga menurun. Laju pengumpanan bahan bakar juga rendah hanya 3.3 kg/jam. Secara teoritis
kg/jam apabila siang harinya tidak digunakan
biomassa sama sekali. Sedangkan jika pada siang harinya digunakan biomassa maka malam hari
kg/jam dengan asumsi nilai kalor kayu bakar 16351
rata yang dicapai untuk seluruh sampel adalah 8.81 %bb. Kadar air akhir
ntuk pengujian setengah kapasitas ini hanya
40
14.84 % turun 3.46 % dari pengujian kapasitas penuh yaitu sebesar 18.3 %. Penurunan ini terjadi
karena banyak energi biomassa yang hilang, biomassa yang diumpankan pada pengujian kedua ini
hampir 67 % dari total biomassa yang digunakan pada pengujian kapasitas penuh meskipun massa
bahan yang dikeringkan hanya setengah dari pengujian sebelumnya Tabel 10 memberikan
perbandingan kinerja pengering untuk ketiga pengujian.
Tabel 10. Perbandingan Performansi Pengering untuk Ketiga Pengujian Parameter Tanpa Beban Kapasitas Penuh Setengah Kapasitas
Massa Awal - 180 kg 95 kg
Massa Akhir - 70.1 kg 33.1 kg
Lama Pengeringan - 49 jam 28 jam
Suhu Udara Pengering
Rata-rata 46.8 oC 40.9 oC 41.1 oC
Suhu Bahan Rata-rata - 36.9 oC 38.2 oC
Laju Pengeringan - 4.5 %bk/jam 8.56%bk/jam
Energy Share Matahari 9.4 % 7.72% 7.31%
Energy Share Biomassa 90.6 % 92.28% 92.69%
Efisiensi Total - 18.3% 14.84%
Kontribusi energi dari matahari pada pengujian kedua ini hanya sebesar 7.31% dan biomassa
sebesar 92.69%. Energy share dari matahari ini tidak jauh berbeda dibanding dengan pengujian pada
kapasitas penuh. Iradiasi harian rata-rata pada pengujian setengah kapasitas hanya 451.6 W/m2,
iradiasi rata-rata ini bahkan lebih rendah dari yang ditargetkan yaitu sekitar 500 W/m2. Meskipun
demikian kinerja pengering pada pengujain kedua ini lebih baik dibandingkan pada saat pengujian
dengan kapasitas penuh, karena seluruh bahan kering merata.
4.5. Performansi Pengering
Dari dua kali pengujian didapatkan efisiensi total pengeringan yang berbeda. Pada kapasitas
penuh efisiensi total pengeringan adalah 18.3%. Sementara pada pengujian dengan setengah kapasitas
diperoleh efisiensi total sebesar 14.84%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wikri
(1998), pada pengujian pengering kakao tipe rak zig-zag diperoleh efisiensi total pengering 13.41%
untuk mengeringkan 132 kg kakao dari kadar air 169.36 %bk selama 58 jam dan untuk pengeringan
220 kg kakao dari kadar air 171.52 %bk diperoleh efisiensi total sebesar 20.61%.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wulandani et al (2009) mengeringkan kapulaga dengan
ERK-Hibrid sebanyak 10 kg dari kadar air 80-82 %bb hingga mencapai kadar air akhir 9-10 %bb
diperoleh efisiensi sebesar 16%. Dengan pengering yang sama dengan jumlah kapulaga dikeringkan
sebanyak 96 kg dari kadar air awal 87.5 %bb hingga 10 %bb diperoleh efisiensi total 19%.
Dibandingkan dengan kinerja pengering ERK-Hibrid lainnya, maka pengering singkong yang
41
dirancang ini kinerjanya tidak berbeda jauh dengan pengering ERK-hibrid lainnya, sehingga layak
untuk digunakan dan dikembangkan kembali.
Biaya pokok pengeringan dalam hal ini belum diperhitungkan, karena pengering belum
menunjukkan kinerja yang optimal. Biaya pokok pengeringan terkait dengan biaya yang dikeluarkan
untuk operasi pengeringan dan juga untuk pengadaan mesin pengering. Kinerja mesin pengeringa
yang ada masih dapat ditingkatkan sehingga analisa biaya pengeringan akan lebih baik jika dilakukan
apabila kinerja pengering sudah mencapai kinerja optimalnya.
4.6. Simulasi Aliran Udara
Hasil pengujian pengering menunjukkan bahwa performa pengering masih jauh dibawah
target yang diharapkan. Permasalahan utama pada pengering yang telah dirancang adalah
keseragaman aliran udara di dalam ruang pengering. Bagian atas pengering memiliki suhu yang tinggi
sementara bagian bawah pengering cenderung bersuhu rendah, bahkan pada malam hari muncul
embun di dinding ruang pengering.
Kondisi aliran udara di dalam ruang pengering tidak dapat diketahui dengan pasti, oleh
karena itu dilakukan simulasi untuk menduga kondisi aliran pada ruang pengering tersebut. Simulasi
dilakukan dengan program Solidworks Educational License 2010 melalui fitur FloXpress yang
terdapat di dalam program tersebut. Simulasi ini hanya menunjukkan pola aliran udara pada suhu dan
tekanan tertentu tanpa memperhatikan faktor-faktor luar seperti penetrasi udara luar terhadap dinding
pengering serta konduksi dan konveksi yang terjadi antara dinding dan udara di dalam pengering.
Gambar 33 dan Gambar 34 menunjukkan pola aliran di dalam ruang pengering hasil simulasi.
Gambar 33. Pola aliran udara di dalam ruang pengering hasil simulasi (tampak samping)
42
Gambar 34. Pola aliran udara di dalam ruang pengering hasil simulasi (tampak atas)
Parameter-parameter yang menjadi input dalam simulasi ini adalah sebagai berikut :
1). Kondisi udara keluar heat exchanger
Debit = 0.09 m3/s
Suhu = 320 K
2). Kondisi udara lingkungan
Suhu = 293.2 K
Tekanan = 101.325 kPa
Data-data untuk parameter input tersebut diambil dari hasil pengujian pertama, karena pada
pengujian pertama turbin ventilator tidak berfungsi dengan baik. Simulasi ini dijalankan dengan
menganggap bahwa aliran udara di dalam pengering hanya ditentukan oleh aliran udara inlet tanpa
dipengaruhi adanya hisapan udara oleh turbin ventilator karena pada pengujian pertama turbin
ventilator tidak bekerja. Data output hasil simulasi diberikan pada Lampiran 4.
Hasil simulasi pada Gambar 33 dan Gambar 34 menunjukkan bahwa aliran udara yang
terjadi di dalam ruang pengering sangat lambat, kecepatan udara rata-rata berada di bawah 0.1 m/s.
Udara panas yang keluar heat exchanger cenderung berkumpul di ruang plenum dan naik ke bagian
atas ruang pengering. Sementara bagian bawah ruang pengering tidak dijangkau oleh udara panas.
Hasil simulasi ini juga dapat menjelaskan penyebab terjadinya pengembunan pada dinding
bagian bawah pengering. Dari hasil simulasi, kecepatan aliran udara pada dinding bagian bawah
pengering ini dibawah 0.1 m/s, hal ini menyebabkan uap air tertahan di daerah tersebut. Uap air yang
tertahan menyebabkan suhu bola kering dan bola basah menjadi sama sehingga terjadi pengembunan.
43
Uap air yang tertahan ini juga menyebabkan tekanan uap air udara di sekitar bahan menjadi lebih
besar dibanding dari tekanan uap air dalam bahan, sehingga diduga terjadi difusi uap air dari udara ke
bahan dan menyebabkan massa sampel bahan meningkat.
4.7. Solusi Perbaikan Pengering
Pengering surya yang telah dirancang menunjukkan kinerja yang belum sesuai dengan target,
terutama sebaran suhu yang tidak merata. Beberapa modifikasi harus dilakukan untuk perbaikan
pengering yang telah dibuat tersebut. Guna mendapatkan model pengering yang lebih baik maka
dilakukan kembali simulasi untuk mendapatkan bentuk struktur yang lebih baik agar aliran udaranya
seragam dan suhunya merata.
Simulasi untuk mencari bentuk struktur yang lebih baik dilakukan dengan software yang
sama dengan simulasi sebelumnya yaitu SolidWorks Educational License 2010. Dari beragam bentuk
yang telah disimulasikan diperoleh bentuk model pengering yang memiliki sebaran udara paling baik,
yaitu model ruang pengering yang ditunjukkan pada Gambar 35. Hasil simulasi untuk variasi model
lainnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
Gambar 35. Bentuk struktur pengering yang dimodifikasi
Parameter-parameter yang menjadi input dalam simulasi ini adalah sebagai berikut :
1). Kondisi udara keluar heat exchanger (masuk ke ruang pengering)
Suhu = 320 K
Tekanan = 101.325 kPa
2). Kondisi udara keluar pengering
Debit = 0.2 m3/s
3). Pengatur sirkulasi udara pada pengering yang dimodifikasi ini kipas berdiameter 250 mm sebanyak
tiga buah.
Sama dengan simulasi sebelumnya faktor-faktor luar seperti penetrasi udara luar terhadap
dinding pengering serta konduksi dan konveksi yang terjadi antara dinding dan udara di dalam
44
pengering dan dari udara pengering ke bahan tidak diperhitungkan. Hasil simulasi ditunjukkan pada
Gambar 36 dan Gambar 37.
Gambar 36. Pola aliran udara di dalam ruang pengering hasil modifikasi (tampak samping)
Gambar 37. Pola aliran udara di dalam ruang pengering hasil modifikasi (tampak atas)
45
Hasil simulasi menunjukkan sebaran udara yang cukup baik di ruang pengering. Hasil ini
menunjukkan bahwa kinerja kipas lebih baik untuk mensirkulasikan udara. Dari hasil simulasi
didapatkan bahwa dengan debit udara keluar minimum 0.2 m3/s, atau kecepatan udara outlet minimum
1.35 m/s dapat memeberikan sebaran aliran udara yang baik di dalam ruang pengering. Hasil simulasi
juga menunjukkan bahwa posisi outlet udara yang baik yaitu berada di dinding depan setinggi 1.8 m
diatas lantai pengering dengan posisi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 35. Daya kipas yang
dubutuhkan untuk tiap kipas adalah 36 Watt, perhitungan rinci mengenai kebutuhan daya untuk tiap
kipas diberikan pada Lampiran 4.
Gambar 38 menunjukkan perbandingan pola aliran udara pada pengering yang ada saat ini
(Gambar A) dengan pengering rancangan baru yang merupakan modifikasi dari pengering yang telah
ada (Gambar B). Namun, pengering rancangan yang baru tidak dikonstruksi, hasil simulasi ini
diharapkan dapat menjadi pertimbangan jika akan dilakukan perbaikan terhadap pengering yang ada.
Gambar 38. Perbandingan pola aliran udara di dalam ruang pengering