Upload
rusdi-yakusa
View
36
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
geomorfologi pantai
Citation preview
55
1. Bentuklahan Destruksional
a. Cliff, notch dan wave cut platfrom
Cliff merupakan bentuk lereng terjal yang berada di pantai menyerupai dinding.
Pada gambar 4.7 terdapat di sebelah utara lokasi penelitian tepatnya 3°28'12.77" LS
dan 118°52'39.43" BT pada Bukit Pattipur sekitar 80 m dari jalan raya. Bentuklahan
cliff yang bentuknya belum terlalu terjal kemiringannya hanya mencapai 45o dengan
ketinggian 7 mdpl. Warna dindingnya yang cerah, material penyusunnya terdiri dari
batuan beku. Pada batuan penyusunnya terlihat retakan bekas-bekas pengikisan air
laut. Akar tanaman yang menggantung merupakan bukti bahwa ada bagian
permukaan batuan yang hilang. Hilangnya bagian tersebut diakibatkan oleh aksi
gelombang yang menghempas khususnya pada musim barat. Sedangkan di bagian
depan cliff terdapat kumpulan karang mati yang membantu dalam melemahkan
kekuatan gelombang sampai ke dinding cliff. Disekitar tebing terdapat bongkahan–
bongkahan batuan hasil erosi yang terkumpul. Dengan adanya kumpulan tersebut
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.7b Cliff tampak dari arah barat
Gambar 4.7a Cliff tampak dari arah utara
56
dasar cliff mulai terlindung karena energi gelombang dicurahkan untuk meyeberangi
kumpulan batuan tersebut.
Sekitar 230 m dari bukit Pattipor tepatnya 3°28'15.40" LS dan
118°52'39.80"BT terdapat juga cliff dengan ketinggiannya 6 mdpl, merupakan batas
antara garis pantai dan jalan raya, kemiringan lerengnya 40o. Karakteristik batuan
dasarnya berlapis – lapis. Proses perlapisan dapat menjadi stabil karena pengaruh
panas dan kembali tidak stabil karena perbedaan konsentrasi kadar garam. Saat terjadi
pergerakan ke bawah terjadi kehilangan panas dan saat itu pula densitas meningkat.
Karena penyebaran panas lebih cepat dibandingkan garam, penyebaran panas pada
bagian bawah yang cenderung menaikkan densitas di lapisan paling atas akan
menyebabkan bagian tersebut mencari kedalaman yang sesuai dengan densitasnya.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.8 Cliff dengan bentuk batuan dasarnya berlapis-lapis
57
Sementara larutan kehilangan panas dan mengalami peningkatan densitas, saat itu
pula larutan mencapai lapisan yang sesuai dengan densitasnya kemudian terendapkan
(Campbell, 1996 dalam Suprapto 1997). Proses pengikisan yang bekerja pada batuan
tersebut meninggalkan bentukan yang berupa notch yaitu pada bagian bawahnya
terkikis sehingga meninggalkan sisa berupa lubang pada bagian tengah yang disebut
dengan sea cave.
Bentuk Cliff yang tampak pada gambar 4.9 terdapat di Passai tepatnya
3°28'31.80" LS dan 118°52'44.80"BT merupakan bentuk hasil kikisan gelombang
yang relatif lambat dengan batuan dasarnya terdiri dari beku berwarna gelap, juga
dapat ditemukan notch dan lereng yang cekung kearah daratan overhanging
(menggantung). Kemiringannya mencapai 45o dengan ketinggian 10 mdpl. Bentukan
lereng yang overhanging akan memberi gaya berat dari batuan diatasnya yang akan
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.9 Cliff dan notch yang tampak dari arah utara
Notch
Overhanging
Cliff
58
meninggalkan bentuk cliff yang vertical. Di dasar cliff sudah tampak wave cut
platform yang bisa mengurangi kekuatan hempasan gelombang.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.10 Cliff yang dindingnya masih rata pada musim timur tahun 2011
Gambar 4.11 Cliff yang sudah membentuk notch pada musim barat tahun 2012
59
Pada gambar 4.10 terlihat cliff terdapat di bukit Rewata’a tepatnya
3°28'34.90"LS dan 118°52'52.50"BT yang dindingnya mencapai 85o dengan
ketinggiannya 8 mdpl. Ciri dindingnya mengalami retakan–retakan dengan batuan
dasarnya batuan beku. Pada gambar 4.10 dindingnya yang masih rata saat musim
timut, tetapi pada gambar 4.11 dinding cliff sudah terlihat ada bagian yang hilang
sehingga tampak cekungan seperti bentuk balok. Hilangnya bagian tersebut terjadi
pada musim barat. Disamping itu diseberang jalan di Passai merupakaan cliff yang
sudah tidak dipengaruhi lagi oleh aktifitas gelombang namun bentuk dasarnya yang
kelihatan seperti hasil kikisan bentukan manusia untuk keperluan perluasan jalan, itu
dicirikan dengan dindingnya yang kasar dan teratur. Selain itu pada cliff tersebut
tampak adanya rekahan. Menurut hasil wawancara bagian rekahan tersebut dibom
untuk keperluan sarana transportasi, hal tersebut didukung dengan struktur batuan
yang sama antara sebelah kiri dan kanan jalanan lihat gambar 4.12.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.12 Bentukan Cliff yang sudah ada campur tangan manusia
60
Sekitar 646 m ke arah Selatan yaitu di Tara Ujung tepatnya 3° 29' 1.80"LS
dan 118° 53' 2.70"BT terdapat cliff dengan bentuk lereng yang kemiringannya sudah
mencapai 90o ketinggiannya mencapai 8 mdpl. Panjangnya sekitar 421 m, lerengnya
muncul dengan kasar, tekstur penampang luarnya yang sangat kasar dan bagian
atasnya runcing disertai dengan retakan-retakan. Dengan melihat kenampakan yang
ada sebelum terbentuknya cliff pembentukannnya sudah terpukul mundur oleh
hempasan gelombang. Itu ditandai dengan banyaknya muncul stack dan stamp yang
berada di depan cliff. Bongkahan batuan tampak jatuh didepan cliff dan sudah ada
yang membentuk pelataran. Maka cliff mulai terlindung karena energi gelombang
yang dicurahkan untuk menyeberangi pelataran, tindakan gelombang secara
berangsur angsur menjadi kurang berarti dalam perusakan cliff.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.13 Cliff dengan bentuk yang vertikal dan memanjang dari arah barat
61
Di Tanjung Batu tepatnya 3° 29' 6.33" LS dan 118° 53' 21.21"BT terdapat cliff
dengan material dasarnya batu gamping, ketinggian cliff 2 mdpl, dengan kemiringan
85o, panjangnya 257 m disepanjang Tanjung Batu. Disepanjang dasar cliff terdapat
runtuhan–runtuhan batuan lihat gambar. 4.14
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.14 Cliff di sepanjang Tanjung Batu tampak dari arah barat laut
Gambar 4.15 Cliff di sepanjang Tanjung Batu tampak dari timur laut
62
b. Notch
Notch juga merupakan cliff, hanya saja pada bagian tebing yang dekat dengan
permukaan air laut melengkung kearah darat sehingga pada tebing tersebut terdapat
relung, di sepanjang Tanjung Batu ditemukan notch dengan panjang 135 meter,
kedalamannya sekitar 1,3 m (gambar 4.16).
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.16 Notch di sepanjang Tanjung Batu tampak dari arah barat
Gambar 4.17 Notch di sepanjang Tanjung Batu tampak dari arah timur
63
c. Sea cave
Sea cave merupakan sebuah lubang yang dibentuk oleh kekuatan gelombang
atau lebih dikenal dengan nama gua laut. Di Pattipur tepatnya 3°28'26.53" LS dan
118°52'43.51" BT ditemukan sea cave yang merupakan tingkat awal pembentukan
sea cave. Batuan dasarnya merupakan batuan beku dengan diameternya 20 cm,
kedalamannya sekitar 15 cm.
Pada Passai juga terdapat sea cave yang berbatasan dengan jalur transportasi
memiliki diameter 40 cm dengan kedalaman 50 cm, mulut gua berbentuk segitiga tak
beraturan
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.18 Awal pembentukan sea cave
Gambar 4.19 Sea cave pada batuan berlapis - lapis
64
Di sepanjang Tanjung Batu tepatnya 3°29'5.00"LS dan 118°53'20.03"BT
ditemukan sea cave dengan diameternya 90 cm dengan kedalaman 1 m (gambar 4.20
Selain itu ditemukan beberapa sea cave dengan diameter 30 cm dengan kedalaman 50
cm (gambar 4.21).
.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.20 Sea cave pada bagian tengah Tanjung Batu
Gambar 4.21 Sea cave pada bagian ujung Tanjung Batu
65
Lihat pada folder peta skripsi dengan nama file : peta bentuklahan hasil sisa (stack)
FMIPA Universitas Negeri Makassar
66
2. Bentuklahan Hasil sisa
a. Stack dan stump
Stack merupakan bentuk pilar raksasa (tugu) yang berada di pantai. Proses
terbentuknya merupakan bentuk lanjutan dari notch dan cliff yang memiliki tingkat
resistensi batuannya menahan aksi gelombang. Sebuah stack yang telah direduksi
menjadi pilar pendek dikenal sebagai stump. Stump yang terdapat di Pattipur
memiliki tinggi 1,7 m dan lebarnya 2 m.
Di Passai terdapat stump yang memiliki ketinggian 2,2 m dan lebarnya 1.7 m,
bentuknya yang memanjang dengan bagian tengahnya terbelah. Material
penyusunnya dari batuan beku.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.23 Stack berbentuk bulat dengan material penyusunnya batuan beku
67
Di Passai ditemukan stack yang tampak seperti tower di daerah karst, berupa
komplek perbukitan yang puncak-puncaknya menonjol, namun antara bukit yang
satu dengan bukit lainnya masih terlihat berhubungan. Panjang perbukitan stack
yaitu 67 m. warnanya gelap tampak sudah mengalami proses metamorfosa.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.24 Stack yang bagian tengahnya sudah mengalami pelapukan
Gambar 4.25 Kumpulan Stack yang berada di Tara Ujung (lihat peta 4.22).
68
Stack berada di Tara ujung 3°29'4.62"LS dan 118°53'12.14"BT panjangnya 6
m, ketinggiannya 4 mdpl, ciri fisiknya yang retak, banyak celah-celah hasil kikisan
gelombang (gambar 4.26). Sedangkan stump yang berada di tanjung batu tepatnya
3°29'3.05"LS dan 118°53'22.36"BT tingginya 1,2 mdpl dengan lebar bagian atasnya
1,1 m dan bagian bawahnya 60 cm (gambar 4.27)
FMIPA Universitas Negeri MakassarGambar 4.27 Stack yang muncul Tanjung Batu
Gambar 4.26 Perubahan dari Stack menjadi stump
69
Lihat pada folder peta skripsi dengan nama file : peta bentuklahan konstruksional
FMIPA Universitas Negeri Makassar
70
3. Bentuklahan Konstruksional
Zona endapan yaitu zona dimana terkumpulnya hasil pengikisan seperti
pecahan, mineral, atau material yang ditransforkan dari berbagai sumber dan
diendapkan air dan juga termasuk didalamnya material yang diendapakan dari
material yang melayang dalam air atau dalam bentuk larutan kimia sehingga
membentuk berupa bentukan-bentukan yang menonjol di tepi pantai. Zona endapan
ini biasanya terdapat pada bagian pantai yang kekuatan gelombangnya melemah dan
daerah dekat dengan muara sungai.
a. Gisik
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.29 Gelombang yang membentur tepi pantai selanjutnya material tersebut diangkut dan diendapkan ke arah samping sesuai arah arus susur pantai
Beach drift
71
Pada gambar 4.29 dapat dilihat di muara sungai Kalosi tepatnya arah
gelombang yang menghempas tepi pantai kemudian arus mengankut hasil material.
Material yang dibawah berupa material hasil kikisan yang berupa pasir, material
kikisan batuan beku, batu karang dan material sungai. Pengangkutan material sangat
ditentukan oleh arah pergerakan arus dan gelombang. Material tersebut diendapkan
ketika gelombang telah mencapai titik lemahnya. Selanjutnya gisik pada Tanjung
Batu materialnya berbatuan gamping berkembang disekitar lekukan-lekukan Tanjung
Batu dimana sedimen yang bergerak di sepanjang pantai terjebak, material gisik
merupakan hasil erosi air laut pada daerah cliff dan masswating yang jatuh dari atas
Tanjung Batu, itu bisa dibuktikan dengan melihat terdapat bongkahan-bongkahan
batuan gamping yang tidak mungkin terbawah oleh gelombang air laut. Selain itu
gisik juga disusun oleh koral yang berkumpul di tepi Tanjung Batu (gambar 4.30).
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar. 4.30 Beachdrift jalur angkutan material batuan oleh sepanjang garis pantai untuk diendapkan sebagai bahan pembentuk beach
72
Di Teluk Teppo dapat didapatkan gisik yang tersusun dari bermacam–macam
partikel organik dan nonorganik. Selain material dari hasil abrasi batuan gamping
materialnya juga berasal dari pasir. Profil bentuk gisik ditentukan oleh ukuran,
bentuk, dan komposisi penyusunnya, julang pasang surut dan sifat gelombang yang
datang. Karena penyusunnya terdiri dari pasir halus dan pasir kasar maka sudut
kemiringannya ada yang rendah dan lebih besar.
Di daerah lekukan Pattipur juga dapat ditemukan endapan pasir dengan warna
putih lihat gambar 4.31 pasir yang berwarna putih itu menandakan bahwa materialnya
berasal dari batu karang. Material batu karang dari asalnya diangkut oleh gelombang
(swash) dari laut dan ketika backswash kekuatannya sudah melemah sehingga
materialnya terendapkan.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Beach drift
Gambar. 4.31 Kondisi swash pada saat membentur tepi pantai dan backswash selanjutnya diendapkan oleh arus
Swash
73
Kemiringan gisik di zona swash dan backswash berhubungan dengan ukuran
rata–rata partikel yang menyusun endapan gisik. Karena endapannya berupa pasir
maka sudut kemiringannya rendah sedangkan kalau materialnya berupa cobbles maka
backswashnya makin kecil karena meningkatnya laju infiltrasi di zona swash. Pada
endapan berupa kerikil, kerakal dan boulder yang berada di Pattipur semua swash
tenggelam ke dalam endapan sehingga tidak terjadi backswash akibatnya partikel
hanya dapat tertekan kearah daratan lihat gambar 4.33
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.33 Endapan yang bermaterial pasir, kerikil dan boulder
Gambar 4.32 Endapan pasir putih
74
Material endapan yang berada Pattipur dominasi oleh karang (coral) lihat
gambar 4.34. Karang biasa juga disebut sebuah rangkaian atau gir batuan yang
terletak pada atau dekat permukaan air terutama adalah batuan karang.
Di Passai Endapan yang tersusun atas batu karang membentuk tidal inlets
gambar 4.34. Tidal inlets ini merupakan pintu-pintu tempat keluar dan masuknya air
laut antara laut bebas dengan lagoon sesuai dengan gerak pasang surut. Dengan
perkembangan lanjut (mature), jumlah dari inlets bertambah lebar dimana arus
memperoleh muatan material. Sehingga bisa ditemukan bentuk lahan bar yaitu
kumpulan endapan yang bentuknya memanjang di Passai. Tidal (rataan pasang surut)
merupakan bentuk bentuk deposional yang luas tersusun dari sedimen berlumpur dan
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.34 Batu karang yang membentuk endapan
75
khas terbentuk dari lagoon dan estuari pasang surut. Sedimen lempung dan debu
halus yang terbawa ke pantai cenderung membentuk kumpulan besar ketika bertemu
dengan kumpulan karang. Lumpur ini dibawah oleh pasang yang datang dan
diendapkan membalik surut kembali. Hal itu bisa dibuktikan dengan melihat di Passai
terdapat tumbuhan mangrove yang sangat cocok dengan daerah berlumpur. Sistem
perakaran dari tanaman halopita dan mangrove akan mempercepat laju pengendapan
sedimen.
b. Delta
Delta adalah sebuah endapan sedimen yang terbentuk pada mulut sungai meluas
keluar dari garis pantai yang terendapkan oleh gelombang, arus ataupun pasang surut.
Delta bisa ditemukan di Muara Sungai Kalosi tepatnya 3° 28’ 15.2112"LS dan 118°
52’ 34.65"BT dengan material pasir yang berwarna putih (gambar 4.35), berupa
sampah-sampah seperti kelapa, plastik. Sedangkan delta yang terdapat di Sungai
Teppo deltanya lebih luas dibandingkan dengan di muara sungai Kalosi. Delta di
Sungai Teppo bentuknya memanjang dan melengkung dari arah laut ke muara sungai
Teppo. Pada musim kemarau material yang di bawah dari sungai Teppo tertampung
pada delta (lihat gambar 4.36), sehingga air sungai tidak bisa masuk ke laut lewat
muara tetapi air sungai tembus ke laut melalui lapisan aquifer (lihat gambar 4.37).
sedangkan pada musim hujan air sungai sudah bisa menembus delta, hal tersebut
dapat terjadi karena pada musim hujan debit air sungai bertambah besar. Proses
terbentuknya delta sangat dipengaruhi aliran air dari hulu sungai dan pasang surut air
FMIPA Universitas Negeri Makassar
76
laut yang masuk kedalamnya, serta pasokan sedimen, tetapi tidak seluruhnya sedimen
primer dari hulu. Sedimen dengan butiran besar akan mengendap pada saat memasuki
laut pasang surut karena makin mengecilnya kecepatan aliran di dalamnya sedangkan
sedimen layang yang terkandung di dalam aliran debit akan menggumpal menjadi
bebutir yang lebih besar, pada waktu aliran memasuki ruas bagian hilir.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.35 Delta yang berada di sungai Kalosi.
Gambar 4.34 Delta yang berada di sungai TeppoGambar 4.36 Delta yang berada di sungai Teppo pada musim kemarau
tahun 2011
77
c. Endapan hasil organisme
Bentuklahan organisme yaitu bentuklahan yang dibentuk oleh binatang
termasuk manusia. Endapan yang terdapat di Passai merupakan hasil kerja manusia
terdiri dari material batuan beku yang berwarna cerah dan bentuknya bundar.
Berdasarkan hasil interpretasi, endapan tersebut bukan hasil alami dari bentukan
gelombang, karena kekuatan gelombang tidak bisa mengangkut material seperti itu,
dominan materialnya tidak sama dengan hasil erosi yang berada disampingnya, tidak
adanya bekas longsoran lereng yang berada disekitarnya. Bentuknya yang bulat
mencirikan hasil erosi batuan yang mengalami proses panjang dan jauh biasanya
terdapat di sungai. Menurut hasil wawancara endapan tersebut merupakan hasil sisa
bahan yang digunakan untuk pembangunan talude sebagai pondasi jalan (lihat
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.37 Delta yang berada di sungai Teppo pada musim hujan tahun 2012.
78
gambar 4.38). Endapan tersebut selain oleh pekerjaan manusia juga berlangsung
secara alami dengan adanya material-material angkutan gelombang yang
terkonsentrasi pada daerah tersebut dan material yang jatuh dari bukit di sebelahnya
yang berada disebelah jalan oleh gaya beratnya sendiri.
Terumbu karang terbentuk secara organik dan relatif perlahan sehingga lebih
dimungkinkan adanya campur tangan manusia dalam pertumbuhannya. Karang yang
berada di atas permukaan laut, terumbu karang akan mati dan menyisahkan rumahnya
dan membentuk kumpulan karang. Jika proses ini berlangsung terus, maka akan
terbentuk endapan memanjang akibat karang timbul. Pada umumnya, karang yang
timbul ke permukaan laut berbentuk teras-teras. Terumbu karang membentuk
terumbu pinggiran kemudian berubah menjadi terumbu penghalang. Pada gambar
4.39 Terlihat kumpulan karang yang sudah mati. Salah satu penyebab matinya
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.38 Endapan hasil bentukan manusia
79
terumbu karang yaitu akibat sedimentasi. Konstruksi di daratan dan sepanjang pantai,
penambangan atau pertanian di daerah aliran sungai atau pun penebangan hutan tropis
menyebabkan tanah mengalami erosi dan terbawa melalui aliran sungai ke laut dan
terumbu karang. Kotoran-kotoran, lumpur atau pun pasir-pasir ini dapat membuat air
menjadi kotor dan tidak jernih lagi sehingga karang tidak dapat bertahan hidup
karena kurangnya cahaya. Diantara mangrove dan kumpulan karang terdapat endapan
yang berlumpur bentuknya memanjang. Selain itu di sekitar mangrove banyak
dijumpai gundukan-gundukan pasir yang merupakan hasil endapan pekerjaan
organisme Rajungan callinectes sapidus.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.39. Endapan yang terkumpul pada karang mati
80
C. PEMBAHASAN
1. Bentuk lahan destruksional
a. Cliff
Bentuklahan destruksional yang berada di Pantai Rewata’a tersebar dibeberapa
bagian, Cliff dapat ditemukan di Pattipur, Passai, Tara Ujung, dan Tanjung Batu. Cliff
yang berada di Pattipur memiliki karakteristik yang mudah terkikis karena material
penyusunnya masih di dominasi dengan lapisan tanah walaupun batuannya terdiri
dari batuan beku, namun dengan adanya karang sebagai pelataran pantai yang berada
di depannya sebagai pemecah gelombang sehingga energi gelombang yang sampai
FMIPA Universitas Negeri Makassar
Gambar 4.40 Bentuklahan hasil dari Rajungan callinectes sapidus
81
pada diniding cliff berkurang. Selain itu di Pattipur masih ada cliff yang memiliki
karakteristik yang batuan penyusunnya berlapis-lapis, sehingga tampak adanya
retakan. Dengan cirinya yang banyak retakan hal itu mempermudah aksi gelombang
melakukan pengikisan. Pada celah batuan gelombang terkonsetrasi yang lama
kelamaan menjadi lubang dan ketika tidak mampu lagi menahan beban yang ada
diatasnya maka batuan tersebut jatuh meninggalkan lubang besar yang bentuknya
memanjang seperti tumpukan kayu kemudian jatuh terpecah- pecah dalam ukuran
besar, sedang, sampai ukuran kerikil. Itu bisa dibuktikan dengan melihat material
yang ada di bawah tebing. Selain aktivitas gelombang faktor yang bekerja pada
pengikisan ini adalah iklim dan curah hujan yang bisa melapukkan batuan tersebut.
Dengan melihat warna batuan bagian atasnya lebih nampak terang dibandingkan
bagian bawah. Bagian batuan yang selalu tergenang air ditumbuhi tiram, organisme
ini juga salah satu faktor untuk mempercepat pengikisan.
Di Passai cliff tersusun dari batuan beku yang berwarna gelap, dengan cirinya
yang kompak proses pengikisan yang terjadi sangat lambat dan pada dasar cliff ini air
tidak pernah kering, daerahnya selalu tergenang air, sehingga pada bagian batuan
yang merupakan konsentrasi gelombang akan membentuk notch. Walaupun
pengikisannya lambat apabila terjadi pengikisan, pengikisannya berupa bongkahan
sehingga tampak jelas daerah yang hilang. Hal tersebut biasanya terjadi pada musim
barat dimana kekuatan gelombangnya sangat kuat.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
82
Di Tara Ujung karakteristik cliff yang dindingnya sangat terjal dan memanjang,
didepan cliff sudah terdapat wave cut platform, dan bongkahan batu yang besar.
Sehingga pengikisan yang terjadi tidak terlalu Nampak karena adanya penghalang
aksi kekuatan gelombang. Di dasar cliff selalu tergenangi air sehingga tidak tampak
lagi adanya pengangkutan atau beachdrif sedimen. Sedimen yang berada di Tara
Ujung diangkut gelombang kembali ke laut.
Di Tanjung Batu cliff tersusun dari batu gamping, di sepanjang Tanjung batu
merupakan cliff dengan karakteristik batuannya banyak lubang-lubang kecil yang bisa
mempercepat pengikisan selain itu batu gamping mudah larut, sehingga sangat
mudah terbentuk notch bahkan bisa membentuk sea cave. Di dasar cliff terdapat
banyak bongkahan-bongkahan batuan merupakan hasil runtuhan.
b. Notch
Bentuklahan notch dipantai Rewata’a dapat ditemukan di sub bagiannya yaitu
di Passai, Tara Ujung dan Tanjung Batu. Notch yang berada di Passai berada pada
cliff yang memiliki susunan batuan beku yang kompak. Sehingga bentuk notchnya
masih merupakan bentukan awal. Di Tara Ujung notchnya tidak terlalu tampak
karena selalu tergenang dengan air, hanya bisa ditemukan di dasar cliff pada saat air
lau mengalami surut. Sedangkan di Tanjung Batu dapat ditemukan notch di sepanjang
cliff, bentuknya yang memanjang ke samping. Hal tersebut terjadi karena di Tanjung
FMIPA Universitas Negeri Makassar
83
batu batuan penyusunnya dari batuan gamping sehingga sangat mudah gelombang
mengikis dasar cliff.
c. Sea Cave
Sea cave yang berada di Pattipur bentuk penyusunnya dari batuan berlapis-lapis
sehingga bentuk mulutnya segilima, terlihat patahan-patahan batuan yang kasar di
dasar sea cave. Selanjutnya Sea Cave ditemukan di Tanjung Batu, materialnya dari
batu gamping bentuk mulutnya yang bulat. Di ujung tanjung batu ditemukan ada 7
sea cave, walaupun mulutnya belum terlalu besar.
2. Bentuklahan hasil sisa
Secara umum stack dan stump dapat ditemukan di Pattipur, Passai, Tara Ujung,
dan Teppo. Stump dipattipur reliefnya halus dan bentuknya bulat, di Passai ditemukan
stump yang ditenganya sudah ada retakan, di Tara Ujung bentuk stacknya yang
memanjang, menyebar di depan cliff, reliefnya sangat kasar, bagian atasnya runcing,
setiap pinggiran stack sudah mengalami retakan, di sekitar stack terlihat bongkahan-
bongkahan hasil kikisan. Di Teluk Teppo juga ada satu stump yang berdiri sendiri,
bagian dasarnya sudah tipis akibat kikisan gelombang sedangkan bagian atasnya
masih tebal.
FMIPA Universitas Negeri Makassar
84
3. Bentuklahan konstruksional
Secara umum daerah endapan tidak terlalu nampak secara jelas, persebaran
endapan terdapat pada bagian utara lokasi penelitian yaitu di muara sungai Kalosi
terdapat delta. Di Pattipur endapannya berupa pasir, dan kerikil, namun endapan
tersebut hanya bisa kelihatan ketika air laut dalam keadaan surut. Di Passai
endapannya berupa batu karang merupakan media berkumpulnya material-material
dari sungai Passai, dengan endapan yang berlumpur di Passai ditemukan hutan
mangrove. Selanjutnya di bagian selatan terdapat delta yang luas di muara sungai
Teppo. Endapannya luas karena sungai Teppo merupakan sungai besar sehingga
membawa banyak material dari daratan.
Endapan hasil organisme dapat ditemukan di Passai yaitu materialnya terdiri
dari batuan yang berwarna putih dan bentuknya boulder yang gelombang tidak bisa
mengakut dan mengumpulkannya. Menurut hasil wawancara batuan tersebut
merupakan hasil sisa dari pembuatan tanggul buatan yang berada di pinggir jalan,
sedangkan endapan yang berada di Tara Ujung merupakan hasil kerja binatang
Rajungan callinectes sapidus membentuk gundukan-gundukan pasir.
FMIPA Universitas Negeri Makassar