26
[46] BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting Penelitian 4.1.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Provinsi Maluku Rumah Sakit Jiwa Ambon di mulai tahun anggaran 1981/1982 Rumah Sakit Jiwa Pusat Ambon mulai beroperasi berdasarkan surat Keputusan Kakanwil Depkes Provmal Nomor : 874 / Kanwil / TU / II / 1985 tanggal 14 September 1985 dan di resmikan 12 Oktober 1990 oleh Menteri Kesehatan RI oleh Bapak Dr. Adhyatma,MPH. Pada tahun 2001 Rumah Sakit Jiwa Pusat Ambon diserahkan dari pemerintah Pusat dan menjadi UPT Dinas Dinas Kesehatan Provinsi maluku sebagai pusat rujukan kesehatan jiwa di Provinsi Maluku. Dan sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor : 04 tahun 2007 tentang pembentukan organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Provinsi Maluku maka Rumah Sakit Jiwa Provinsi Maluku diganti menjadi Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) dan terletak di Jalan Laksdya Leo Wattimena dengan luas 60.000 m².

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[46]

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Setting Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD)

Provinsi Maluku

Rumah Sakit Jiwa Ambon di mulai tahun anggaran

1981/1982 Rumah Sakit Jiwa Pusat Ambon mulai beroperasi

berdasarkan surat Keputusan Kakanwil Depkes Provmal Nomor

: 874 / Kanwil / TU / II / 1985 tanggal 14 September 1985 dan di

resmikan 12 Oktober 1990 oleh Menteri Kesehatan RI oleh

Bapak Dr. Adhyatma,MPH.

Pada tahun 2001 Rumah Sakit Jiwa Pusat Ambon

diserahkan dari pemerintah Pusat dan menjadi UPT Dinas

Dinas Kesehatan Provinsi maluku sebagai pusat rujukan

kesehatan jiwa di Provinsi Maluku. Dan sesuai dengan

Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor : 04 tahun 2007

tentang pembentukan organisasi dan Tata Kerja Lembaga

Teknis Daerah Provinsi Maluku maka Rumah Sakit Jiwa

Provinsi Maluku diganti menjadi Rumah Sakit Khusus Daerah

(RSKD) dan terletak di Jalan Laksdya Leo Wattimena dengan

luas 60.000 m².

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[47]

Gambar I. Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku.

Rumah sakit Khusus Daerah (RSKD) Provinsi Maluku

merupakan rumah sakit tipe B. Rumah Sakit Khusus Daerah

Provinsi Maluku merupakan satu – satunya fasilitas kesehatan

jiwa di Provinsi Maluku yang berupaya mengadakan pelayanan

kesehatan jiwa kepada masyarakat melalui upaya – upaya

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pelayanan

kesehatan di RSKD Provinsi Maluku yang dilakukan perawat

sesuai dengan jam jaga atau shift. Shift pagi mulainya 07.00 -

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[48]

14.00 WIT, shift siang 14.00 – 21.00 WIT dan shift malam 21.00

– 07.00 WIT. Kegiatan setiap hari pemberian obat sesuai

anjuran dokter, Terapi Aktivitas Kelompok (hanya terlihat

selama ada mahasiswa praktik), visiting dokter setiap hari

disetiap ruangan, Pendidikan Kesehatan (PenKes) (Hanya

terlihat pada saat mahasiswa praktik)

4.1.2. Gambaran Umum Informan

4.1.2.1. Informan 1

Nama : Tn.S

Umur : 26 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : D3 Keperawatan

Masa Kerja : 5 tahun

Ruang : Asoka

4.1.2.2. Informan 2

Nama : Tn.R

Umur : 38 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : S1 Keperawatan

Masa Kerja : 13 tahun

Ruang : Asoka

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[49]

4.1.2.3. Informan 3

Nama :Ny.R.N

Umur : 33 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : S1 Keperawatan

Masa Kerja : 11 tahun

Ruang : Anggrek

4.1.2.4. Informan 4

Nama : Ny. D.P

Umur : 47 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : S1 Keperawatan

Masa Kerja : 25 tahun

Ruang : Anggrek

4.2. Analisis Data

4.2.1. Penerapan Strategi Komunikasi Terapeutik

4.2.1.1. Informan 1 (P1)

Pada P1 mengatakan bahwa sebelum

melakukan komunikasi terapeutik dilakukan BHSP

kepada pasien gangguan jiwa walaupun disertai

dengan konsumsi obat tetapi hal yang paling utama

adalah BHSP.

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[50]

“Bukan pasien HDR saja semua pasien katong butuh

katong punya kesiapan diri artinya bagaimana

metode pendekatan katong punya ikatan dengan

dong. Pertama kan yah BHSP yang menjadi sasaran

utama katong pasien jiwa karna pasien jiwa

kebanyakan obat bukan salah satu untuk

menyembuhkan dong tapi bagaimana katong pung

cara bina hubungan dengan dong. Katong seng akan

dapat kepercayaan sehingga dong bisa mengikuti apa

yang katong mau begitu kalau katong BHSP dengan

dong dengan baik maka apa yang katong mau capai

dan sasaran yang perlu katong capai dong selalu

kendala menurut dong.” (P1)

P1 mengatakan bahwa penerapan komunikasi

terapeutik dilakukan walaupun tidak menggunakan

Bahasa Indonesia yang benar karena tujuan

komunikasi terapeutik adalah terbinanya hubungan

saling percaya (BHSP).

"Jadi komunikasi terapeutik untuk katong memang

katong walaupun tidak menggunakan komunikasi

terapeutik tidak menggunakan Bahasa Indonesia

yang bagus artinya dong pasti memahami katong

pung bicara tapi sasarannya tetap katong ee

komunikasi terapeutik tujuannya untuk katong bina

hubungan dengan dong bina hubungan saling

percaya dengan pasien itu tapi tandanya kalau

komunikasi terapeutik itu katong bikin penerapan apa

yang perlu katong terapkan walaupun dengan Bahasa

sederhana yang mudah dong mengerti seperti itu

kalau yang komunikasi biasa-biasa ini mungkin

katong dong berbuat ini, bikin ini tapi sasaran

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[51]

komunikasi terapeutik katong buat for dong walaupun

dengan Bahasa sederhana tapi mempunyai waktu

sama dengan penerapan SP.” (P1)

Namun P1 juga merasa kendala dalam

penerapan komunikasi terapeutik yaitu jumlah

perawat jiwa yang lebih sedikit daripada perawat

umum.

“kalau katong di RSKD ini memang kendala karna

katong juga perawat satu berbanding sekian banyak

katong punya kendalanya seperti itu sehingga kalau

katong mau penerapan komunikasi deng pasien-

pasien, seng disini kan dengan berbagai macam

pasien mulai dari yaa paling tingkat terkecil gangguan

konsep diri sampai ke waham sampai ke segala

macam bentuk disini jadi katong penerapannya

mungkin masih kurang karena terkendala dari tenaga

sendri katong disini.” (P1)

Dari keterangan P1 disimpulkan bahwa BHSP

sangat penting sebelum dilakukannya komunikasi

terapeutik pada pasien HDR maupun pasien

gangguan jiwa lainnya. Namun P1 juga merasakan

adanya kendala dalam penerapannya karena

kurangnya perawat jiwa di RSKD Provinsi Maluku.

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[52]

4.2.1.2. Informan 2 (P2)

P2 mengatakan bahwa penerapan komunikasi

terapeutik masih kurang diterapkan dengan maksimal

oleh perawat-perawat di ruangan.

“Kalau saya mau bilang dalam komunikasi terapeutik

memang rata-rata teman-teman saya belum

mendukung itu belum menerapkan secara sempurna

secara maksimal katakanlah seperti itu karena

memang terkadang memang, saya tetap akan

memberikan contoh itu, memberikan pendidikan

kepada teman-teman cuma dalam pelaksanaan

memang terkadang keluar dari konteks itu walaupun

tujuannya ada tapi komunikasi terapeutik tetap

berjalan dengan baik. Nah kalau saya bilang kurang

ya kurang.” (P2)

Dari pernyataan P2 ini disimpulkan bahwa

penerapan yang dilakukan masih belum maksimal

karena masih belum didukung oleh perawat jiwa

lainnya.

4.2.1.3. Informan 3 (P3)

“Pertama-tama ya itu komunikasi terapeutik, bina

hubungan saling percaya maksudnya awalnya sih

memang kadang-kadang pasien belum mau tapi lama

kelamaan juga mau Cuma katong punya teknik disini

katong bilang mau pulang tidak kalau mau pulang kita

harus berbagi, kita harus tahu masalah masing-

masing supaya mungkin kita bisa bantu gitu. Nah itu

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[53]

teknik yang disini kalau nda begitu kan pasien nda

mau bicara, mau pulang tidak. Pasien itu kan

kemungkinan pengen pulang semua nda ada yang

mau tinggal dirumah sakit itu kuncinya itu.” (P3)

P3 menyatakan bahwa awal dari komunikasi

terapeutik adalah membina hubungan saling percaya

dengan pasien walaupun dengan waktu yang lama.

Penerapan yang dilakukan P3 juga menggunakan

teknik berbeda yaitu memberikan suatu stimulus kata-

kata seperti membuat pasien menjadi takut. Namun

P3 juga memberikan motivasi pada pasien jiwa

tergantung masalah yang dihadapi pasien.

“Banyak hal. Iya itu tergantung kan. Motivasi katong

berikan itu tergantung masalah yang dihadapi pasien

contohnya pasien masuk dengan HDR itu

masalahnya contoh ditinggal suami, katong kasi

motivasi mengenai rumah tangga atau mengenai

kehidupan kedepan bahwa belum tentu bercerai

dengan suami semuanya menjadi hambar atau

bagaimana pokoknya berikan motivasi tergantung

masalah yang dihadapi pasien.” (P3)

Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan

komunikasi terapeutik belum maksimal dilakukan P3

walaupun sudah terbina hubungan saling percaya

dan teknik yang digunakan P3 sesuai dengan teori

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[54]

komunikasi terapeutik atau tidak sesuai dengan

tahap-tahap komunikasi terapeutik namun tetap

diberikan motivasi kepada pasien.

4.2.1.4. Informan 4 (P4)

Awal P4 melakukan komunikasi terapeutik

adalah membina hubungan saling percaya karena

ketika pasien percaya maka komunikasi dapat terjadi.

“yang pertama dilakukan perawat itu dia harus bisa

membangun hubungan saling percaya dulu, kalau

hubungan saling percaya itu ada lalu dia bisa

melakukan pendekatan yang baik dengan pasien,

menimbulkan rasa percaya diri bagi pasien, rasa

percaya baik dari pasien ke perawat pasti komunikasi

bisa jalan.” (P4)

P4 mengatakan bahwa komunikasi terapeutik

maupun SP 1 - 2 itu terjadi ketika ada mahasiswa

praktek.

“Terkadang beta mau jujur buat ai, kadang

komunikasi itu ada, peran SP 1-2 itu ada ketika ada

mahasiswa yang dating praktek sehingga tidak benar-

benhar jalan, semua kegiatan itu akan jalan ketika

ada siswa praktek.” (P4)

Namun P4 juga mengatakan bahwa masih

ada satu atau dua perawat yang melakukan

komunikasi terapeutik pada pasien HDR walaupun

masih banyak perawat lain yang melakukan

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[55]

komunikasi terapeutik karena adanya mahasiswa

praktek dan lainnya.

“Iya. Tapi ada sih satu-satu perawat yang mau tapi

yang lebih rutin dan intens itu jika ada mahasiswa

praktek.” (P4)

Jadi dapat disimpulkan dari pernyataan P4

bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi

maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar

namun komunikasi terapeutik dapat diterapkan

secara rutin hanya jika terdapat mahasiswa praktek

oleh karena itu penerapan komunikasi terapeutik

belum efisien.

4.2.2. Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP 1 - 2)

4.2.2.1. Informan 1 (P1)

Pada P1 menjelaskan bahwa SP 1 - 2 ini

sudah dilakukan dalam aktivitas sehari-hari

pasien sehingga tidak perlu lagi dilakukan SP.

Kegiatan sehari-hari seperti kegiatan ibadah dan

jika dilakukannya Terapi Aktivitas Kelompok

(TAK).

“seng kalau katong kan untuk perawat

diruangan itu kebanyakan seng perlu untuk

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[56]

menjalankan SP tapikan SP itu sudah tertuang

dalam katong kegiatan sehari-hari sehingga

katong seng perlu harus datang dengan format

SP untuk katong laksanakan katong perawat

Cuma hanya butuh katong cara strategi

bagaimana supaya katong bisa merangkul

orang-orang HDR itu saja.” (P1)

“Kebanyakan sih katong banyak disini punya

strategi harus melibatkan dong dalam katong

punya TAK atau katong punya kegiatan ibadah-

ibadah sehingga katong motivasi dong untuk

bagaimana cara ini dia dengan teman-teman

kalau dengan TAK dia bergaul dengan teman-

teman artinya katong libatkan dia dalam semua

kegiatan yang berhubungan dengan dia punya

kegiatan-kegiatan di jiwa.” (P1)

Disimpulkan bahwa penerapan SP 1 - 2

belum efisien karena perawat tidak melakukan

sesuai tahapannya seperti perawat yang tidak

melakukan identifikasi kemampuan positif yang

dapat dilakukan maupun yang belum dapat

dilakukan pasien namun langsung

mengikutsertakan pasien dalam kegiatan-

kegiatan mahasiswa praktek maupun kegiatan

yang sudah ada di RSKD tersebut serta tidak

ada evaluasi atau Rencana Tindak Lanjut (RTL)

kepada pasien. Kurangnya pemahaman yang

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[57]

tepat dari perawat yang menyamakan antara

kegiatan sehari-hari dengan kegiatan SP 1 - 2

yang harus dilakukan perawat.

4.2.2.2. Informan 2 (P2)

P2 sudah cukup memahami SP 1 - 2

dengan yang dikatakan yaitu menanyakan

kemampuan pasien, menilai kemampuannya,

melatih pasien HDR, kemudian memilih

kemampuan yang lain yang dapat dilakukan

pasien serta adanya dukungan/motivasi dari P2.

“Salah satu motivasinya adalah kita menggali ke

pasien itu sendiri jadi bukan kita yang

menentukan misalkan kita menanyakan dia

masih bisa menyapu atau tidak, masih bisa cuci

piring tidak, masih bisa cuci pakaian tidak,

merapikan tempat tidur tidak, kalau dia bilang

masih bisa itulah kemampuan positif yang masih

dia miliki dengan begitu kita akan memberikan

support bahwa dia masih berguna tidak seperti

yang pikirkan jadi kegiatan-kegiatan langsung

untuk pasien HDR memang langsung kita

terapkan, kita sering mengajak dia merapikan

tempat tidurnya sendiri.” (P2)

“Kalau kita melihat kesembuhan itu bahwa dia

tidak HDR lagi kepercayaan dirinya mulai ada

walaupun masih dalam proses itu biasanya

pasien itu sudah mampu untuk bercerita,

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[58]

bergabung dengan teman-temannya.

Perkembangan itulah yang kita lihat kalau dia

sudah mampu mulai hallo apakabar, selamat

pagi, mampu menjawab itu ada peningkatan

disitu. Terus dalam hal praktik latihan walaupun

mungkin dia merapikan apa yang kita suruh dan

belum maksimal itu juga ada penilaian tersendiri

dan dikatakan sudah mulai berhasil, itu yang

kita nilai.” (P2)

Namun kerjasama dalam tindakan

SP 1 - 2 antara P2 dan perawat yang lain belum

maksimal karena belum pahamnya perawat lain

tentang tindakan keperawatan dan belum ada

usaha dari P2 (kepala ruang) dalam berbagi

pengetahuan maupun dalam memberikan

contoh serta mengevaluasi apa yang dilakukan

perawat tersebut sehingga ini dapat menjadi

kendala penerapan SP 1 - 2 yang tidak

maksimal.

“Kalau menurut saya memang masih ada

beberapa yang kurang jadi tidak semua beta

teman-teman perawat tahu langsung ini loh

tindakannya tapi kalau misalkan disuru mereka

bisa tapi untuk secara konsep mungkin dalam

hal praktik mungkin masih ada beberapa yang

kurang.” (P2)

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[59]

Disimpulkan bahwa P2 sudah cukup

efesien melaksanakan SP 1 - 2 namun harus

tetap dievaluasi lagi kemampuan pasien HDR

tersebut.

4.2.2.3. Informan 3 (P3)

P3 mengatakan bahwa penerapan

SP 1 - 2 sudah maksimal karena adanya

perubahan pada pasien HDR yang sudah

mengungkapkan kemampuan positifnya.

“kalau belum efektif kan belum tentu pasien

mengungkapkan.” (P3)

“Iya sama. Pokoknya tujuan kita yang pertama

itu SP 1 pasien yang mampu mengungkapkan

kemampuan positif. Kita tanyakan itu sesuai SP

1.” (P3)

P3 mengatakan adanya paksaan atau

ajakan perawat pada pasien HDR.

“otomatis aktivitas menurun karena merasa

seng bergunalah itu aja sih yang lebih ke HDR

untuk kegiatan lain memang sih harus dipaksa

atau perawat lebih aktif untuk mengajak kalau

tidak ya tidak sama sekali.” (P3)

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[60]

Disimpulkan bahwa P3 masih kurang

maksimal dalam pelaksanaan SP 1 - 2 kepada

pasien HDR karena tidak adanya evaluasi dari

kemampuan yang telah diungkapkan pasien dan

tidak adanya rencana tindak lanjut dari perawat

serta adanya paksaan dari perawat yang tidak

harus dilakukan.

4.2.2.4. Informan 4 (P4)

P4 jelas mengatakan bahwa penerapan

SP 1 - 2 terlaksana jika ada mahasiswa praktek,

koas yang praktek namun ada satu atau dua

perawat juga yang melakukan SP 1 - 2 sehingga

ada perubahan pada pasien walaupun dengan

disuruh. P4 juga mengatakan terjadi kekurangan

perawat dalam menjalankan tugas dan fungsi

perawat yaitu melakukan SP 1 - 2.

“sebenarnya itu tanggung jawab perawat

sampai merasa bahwa tugas dan tanggung

jawab dia sebagai perawat dalam membantu

pasien dalam proses suatu kesembuhan saya

rasa masalah seng ada tinggal bagaimana

perawat itu dia bertanggung jawab, mungkin

waktu atau perawat shift-nya kurang. Satu

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[61]

perawat itukan rasa-rasa di RSKD itu dia kalau

dinas pagi bisa 2 - 3 orang kalau shift-shiftan itu

dia Cuma 1 orang. Dalam satu ruangan itu

sampe blasan orang kalau satu orang dia bisa

layani 8 orang itu kan eh satu perawat dia bisa

tangani sampe diatas 10 orang kan kadang

imposible jadi mungkin dia terbatas karna

ketenagaannya yang kurang, itu mungkin

kendala karna dia lebih, kalau dia mau fokus

dengan 1 pasien lalu yang lain, nah itu mungkin

kendala yang kadang-kadang akang tidak jalan

karna tenaga kerja yang kurang atau kadang

perawat masa bodoh. Terkadang beta mau jujur

buat ai, kadang komunikasi itu ada, peran

SP 1 - 2 itu ada ketika ada mahasiswa yang

datang praktek sehingga tidak benar-benar

jalan, semua kegiatan itu akan jalan ketika ada

siswa praktek.” (P4)

“perubahan yang sangat signifikan ketika

disuruh, kalau disuruh dia menyapu ya sapu, dia

membersihkan tempat tidur ya dia merapikan,

disuruh membantu misalnya mengambil

makanan dan lain-lain itu pasti dia mampu

untuk melakukan. Beta rasa itu perubahan-

perubahan yang nyata yang dilakukan meskipun

masih disuruh tapi dia sudah bisa melakukan

itu. Kadang kalau tidak disuruh juga kan dia

Cuma diam, ada yang duduk senyum-senyum,

ada perhatian ada yang bisa bersosialisasi

kalau disuruh beta rasa lebih baik disuruh, ada

perkembangan daripada dia duduk diam.” (P4)

Jadi kesimpulanya adalah penerapan

SP 1 - 2 terlaksana jika ada mahasiswa praktek

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[62]

dan kurangnya perawat jiwa dalam setiap

ruangan.

4.3. Uji Keabsahan Data

Keabsahan data dilakuakn dengan menggunakan trianggulasi teknik

yaitu dengan membandingkan hasil wawancara dengan hasil

observasi.

4.3.1. Informan 1 (P1)

4.3.1.1. Hasil Wawancara

Pada hasil wawancara peneliti dengan P1

menunjukkan bahwa kurang adanya pemahaman

pada penerapan SP 1 - 2 dengan kegiatan sehari-hari

atau kegiatan TAK yang disamakan oleh P1.

4.3.1.2. Hasil Observasi

Dari hasil observasi peneliti menyatakan

bahwa P1 tidak melakukan komunikasi terapeutik dan

tidak ada penerapan SP 1 - 2 pada pasien HDR serta

P1 hanya lebih banyak menyuruh pasien mengikuti

kegiatan yang sebelumnya tidak ada kesempatan

pasien untuk ikut serta didalamnya dengan volume

suara yang keras.

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[63]

4.3.2. Informan 2 (P2)

4.3.2.1. Hasil Wawancara

Hasil wawancara dengan P2 menunjukkan

bahwa sudah cukup paham dalam pelaksanaan

SP 1 - 2 pada pasien HDR namun masih belum

sepenuhnya didukung oleh perawat yang lain.

4.3.2.2. Hasil Observasi

Dari hasil observasi di ruang asoka terhadap

P2 menunjukkan bahwa penerapan SP 1 - 2 tidak ada

dan tidak ada interaksi antara P2 dan pasien HDR.

P2 juga tidak adanya evaluasi atau memberikan

contoh pada teman perawat lain yang belum paham

tentang penerapan SP 1 - 2 pada pasien HDR. P2

juga tidak ada kontrol atau evaluasi terhadap

mahasiswa praktek yang melakukan SP 1 - 2 pada

pasien HDR. P2 terlihat sering keluar ruangan ke

ruangan lain tanpa keterangan yang jelas. Dan P2

tidak melakukan komunikasi terapeutik dengan

pasien HDR.

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[64]

4.3.3. Informan 3 (P3)

4.3.3.1. Hasil Wawancara

Seperti pada analisa data P3 menunjukkan

bahwa penerapan SP 1 - 2 sudah efisien karena

adanya perubahan pada pasien HDR. P3 juga

mengatakan bahwa perawat diruangan anggrek

melakukan paksaan pada pasien HDR supaya pasien

HDR dapat melakukan kegiatan yang ada.

4.3.3.2. Hasil Observasi

Dari hasil observasi di ruang anggrek

terhadap P3 menunjukkan bahwa penerapan SP

masih belum terlaksana maksimal karena peneliti

hanya dapat melihat penerapan SP 1 sedangkan SP

2 maupun RTL tidak dilakukan P3 sehingga tidak

efektif dalam penyembuhan pasien HDR. P3 juga

tidak adanya evaluasi atau memberikan contoh pada

teman perawat lain yang belum paham tentang

penerapan SP 1 - 2 pasien Harga Diri Rendah (HDR)

serta P3 lebih berfokus pada pasien dengan diagnosa

lain daripada pasien HDR.

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[65]

4.3.4. Informan 4 (P4)

4.3.4.1. Hasil Wawancara

Dari hasil wawancara P4 menunjukkan bahwa

penerapan SP 1 - 2 terlaksana hanya jika ada

mahasiswa praktek maupun koas. P4 juga

menyatakan bahwa terjadi kendala dalam penerapan

SP 1 - 2 karena kurangnya tenaga perawat jiwa.

4.3.4.2. Hasil Observasi

Observasi peneliti terhadap P4 menunjukkan

bahwa P4 merupakan salah satu perawat jiwa yang

melakukan SP 1 - 2 dengan cukup maksimal namun

P4 masih terlihat belum melakukan SP 2 dengan

maksimal karena P4 terlihat menyuruh pasien HDR

mengulangi kegiatan yang sudah mampu pasien

lakukan jadi tidak terlihat usaha meningkatkan

kemampuan pasien dengan kegiatan yang lain. P4

juga kurang adanya pengontrolan pada perawat lain

yang tidak paham penerapan SP 1 - 2 pada pasien

HDR.

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[66]

4.4. Pembahasan

4.4.1. Penerapan Strategi Komunikasi Terapeutik

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang

dilakukan menyatakan bahwa tidak maksimal atau tidak efisien

penerapan komunikasi terapeutik disebabkan karena

kurangnya pengetahuan atau tingkat pendidikan, kurangnya

empati dari perawat, dan jumlah tenaga perawat jiwa yang

kurang. Kurangnya pengetahuan (P1 dan P2) dapat

mempengaruhi penerapan komunikasi terapeutik yang kurang

berhasil seperti menurut Purwanto (2007), kemungkinan

kurang berhasilnya komunikasi terapeutik perawat pada klien

diantaranya dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan perawat

dalam komunikasi terapeutik, sikap perawat, tingkat

pendidikan, pengalaman, lingkungan, jumlah tenaga yang

kurang dan lain-lain. Kurangnya pengetahuan perawat jiwa

akan berdampak negatif pada kesembuhan pasien gangguan

jiwa khususnya pasien HDR dan hal ini merupakan

kendala/hambatan perawat. Peningkatan pengetahuan

perawat dapat didukung oleh kegiatan rumah sakit yaitu

memberikan pelatihan-pelatihan, seminar tentang pasien

gangguan jiwa khususnya HDR maupun rumah sakit

memberikan sekolah lanjut kepada perawat. Pengetahuan atau

tingkat pendidikan perawat juga mempengaruhi kejelasan

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[67]

dalam menyampaikan informasi dan edukasi pada pasien

maupun keluarga pasien. Oleh karena itu perawat dituntut

untuk menguasai bidang keilmuan, teknik komunikasi, strategi

komunikasi dan mampu memotivasi serta mempengaruhi

pasien untuk menceritakan keluhan yang dirasakannya (Nasir,

2009). Selain kurangnya pengetahuan terdapat kurangnya

empati dari perawat jiwa di ruang sub akut RSKD Provinsi

Maluku dalam melakukan komunikasi terapeutik padahal rasa

empati harus dimiliki seorang perawat dalam menerapkan

komunikasi terapeutik seperti yang dikatakan Townsend (2005)

bahwa manfaat dari empati adalah agar perawat dapat

membantu klien untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi

perasaan yang telah dipendam. Supaya klien menyadari

bahwa ia benar-benar dipahami dan diterima oleh orang lain,

serta meningkatkan harga diri klien khususnya klien dengan

masalah gangguan jiwa, sikap empati telah menjadi bagian

dalam setiap tindakan yang seharusnya dilakukan oleh

perawat.

Jumlah tenaga perawat jiwa juga sangat berpengaruhi

pada penerapan komunikasi terapeutik. Jumlah perawat yang

kurang dalam melakukan komunikasi terapeutik yang lebih

sedikit dibandingkan banyaknya pasien sehingga kesulitan

perawat karena satu perawat tidak dapat mengelolah banyak

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[68]

pasien. Sehingga dibutuhkan perhatian khusus pada bagian

keperawatan dalam perhitungan jumlah perawat dengan

jumlah pasien dalam setiap shift maupun ruangan serta system

Rumah sakit tersebut.

Gambar II. Tidak Ada Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Pasien Dan

Tidak Ada Penerapan SP 1 – 2 Dari Perawat

4.4.2. Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP 1 - 2)

Berdasarkan standar asuhan keperawatan, asuhan

keperawatan harga diri rendah yang dilakukan yaitu SP 1 - 2.

Tujuan tindakan keperawatan jiwa pada pasien harga diri

rendah adalah pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan

aspek positif yang dimiliki, pasien dapat menilai

kemampuannya, pasien dapat memilih kegiatan sesuai dengan

kemampuan, pasien dapat melakukan kegiatan yang sudah

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[69]

dilatih yang dipilih sesuai dengan kemampuannya, pasien

dapat melakukan kegiatan yang sudah dilatih sesuai dengan

kemampuan dan pasien dapat melakukan kegiatan yang lain

sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Dari hasil

wawancara dan observasi perawat menunjukkan bahwa belum

maksimal/efisien dilakukannya SP 1 - 2 pada pasien HDR.

Tidak terlaksana penerapan SP 1 - 2 dapat dipengaruhi oleh

perawat maupun pasien. Perawat memiliki peran penting

dalam penerapan SP 1 - 2 seperti yang dikatakan Doheny

(1982) salah satu peran perawat yaitu perawat sebagai

pemberi asuhan keperawatan. Pemahaman perawat menurut

Stuart (2007), merupakan hal penting yang harus dimiliki

perawat. Perawat harus mempunyai cukup pengetahuan

tentang strategi pelaksanaan yang tersedia, tetapi informasi ini

harus digunakan sebagai satu bagian dari pendekatan holistik

pada asuhan keperawatan pada pasien. Asuhan keperawatan

yang dimaksud adalah pemberian SP 1 - 2 kepada pasien

HDR. Penerapan SP 1 - 2 tidak terlaksana dengan maksimal

berarti peran perawat juga tidak maksimal, secara otomatis

kesembuhan pasien sangat berpengaruh dan hal ini terjadi

pada perawat jiwa di ruang sub akut RSKD Provinsi Maluku.

Dalam penelitian juga terdapat sebagian besar perawat yang

bertugas di ruang sub akut merupakan perawat D-III (pegawai

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[70]

tetap maupun honor) dan perawat umum sehingga tingkat

pendidikan mempunyai pengaruh terhadap penerapan SP 1 - 2

pada pasien HDR. Edyana (2008) menyebutkan bahwa proses

pendidikan merupakan suatu pengalaman yang berfungsi

untuk mengembangkan kemampuan dan kualitas kepribadian

seseorang, dimana semakin tinggi pendidikan maka akan

semakin besar motivasinya untuk memanfaatkan pengetahuan

dan ketrampilannya.

Penerapan SP 1 - 2 tidak terlaksana juga karena

kurang adanya kesadaran perawat jiwa bahwa penerapan

SP 1 - 2 juga dapat dikatakan obat bagi pasien jiwa namun

yang terjadi perawat jiwa hanya melakukannya jika terdapat

mahasiswa praktek maupun koas sehingga proses

penyembuhan pasien jiwa khususnya pasien HDR semakin

lama dibandingkan pasien jiwa lain karena pasien HDR

berbeda dengan pasien lain.

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Setting … · 2017. 8. 2. · bahwa ketika BHSP dengan pasien HDR telah terjadi maka komunikasi dapat dilakukan dengan lancar namun komunikasi

[71]

Gambar III. Lokasi Penelitian