Upload
ignasiusdwi
View
85
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kehidupan Manusia dari Sudut Pandang Ekonomi
Citation preview
BAB IV Ilustrasi Kehidupan Manusia dari
Sudut Pandang Ekonomi
Pius Nugraha
1. PENDAHULUAN
Bumi kita ini ditinggali oleh berbagai makhluk hidup, diantaranya manusia, tumbuhan dan
binatang. Setiap makhluk hidup dikaruniai oleh Tuhan YME naluri untuk bertahan hidup agar
menjaga eksistensi dan keberlangsungannya di dunia ini. Manusia sebagai makhluk hidup
juga akan selalu berusaha menjaga keberadaannya, baik untuk dirinya sendiri, untuk
kelompoknya maupun masyarakatnya. Naluri bertahan dan menjaga keberadaannya ini
dilakukan secara perorangan,
kelompok, dan masyarakat.
Melakukan kegiatan ekonomi
yang merupakan perwujudan dari
perilaku ekonomi baik oleh
perorangan, kelompok, maupun
masyarakat merupakan salah satu
upaya mendasar manusia untuk
bertahan hidup dan menjaga
eksistensinya. Selain kegiatan ekonomi, manusia juga melakukan aktifitas sosial, budaya,
politik, dan lainnya untuk bertahan hidup. Pada bagian ini akan diuraikan perilaku ekonomi
yang terwujud dalam bentuk berbagai kegiatan ekonomi.
2. Kegiatan Ekonomi
Kegiatan ekonomi manusia yang mendasar untuk bertahan hidup dan menjaga eksistensinya
adalah aktifitas mengkonsumsi. Kegiatan konsumsi pada hakekatnya dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan primer (makan-minum, pakaian, dan perumahan),
kebutuhan sekunder (kesehatan, pendidikan, transportasi, dan sebagainya), dan kebutuhan
tersier (hiburan, kenyamanan, piknik, dan sebagainya). Selain kebutuhan-kebutuhan fisik
(phisiology needs) ini, manusia juga membutuhkan hal-hal yang bersifat non-materi, seperti
kebutuhan akan rasa aman (safety needs), kebutuhan untuk disayang dan dicintai (love and
belonging needs), kebutuhan untuk diakui dan direspeki (self esteem needs), serta kebutuhan
untuk pencapaian suatu prestasi (self actualization needs)1. Bahkan manusia secara fitrahnya,
sebagai makhluk ber-Tuhan menginginkan pemenuhan kebutuhan spiritual2. Pemenuhan
kebutuhan baik materi maupun non-materi ini diarahkan untuk tercapainya kesejahteraan bagi
ketiga unsur manusia yaitu jiwa, jasmani, dan rohani (mind, body, and spirit).
Agar bisa mengkonsumsi berbagai
pemenuhan kebutuhan di atas, manusia
harus memproduksi. Manusia
menghasilkan segala sesuatu demi untuk
memenuhi kebutuhannya. Dalam
berproduksi, selain bertindak sebagai
produsen, manusia sekaligus merupakan
faktor produksi. Dalam hal ini manusia
terlibat langsung dalam pelaksanaan
proses produksi dengan menyumbangkan
tenaga kerjanya (labor). Selain tenaga kerja, proses produksi juga membutuhkan faktor
produksi lain seperti lahan (land), bahan baku (materials), modal baik fisik maupun finansial
(physical and financial capitals), kewirausahawan (entrepreneurship), dan teknologi
(technology). Dalam mengembangkan faktor produksi baik dalam dirinya (tenaga kerja)
maupun di luar dirinya (faktor produksi selain tenaga kerja), manusia mengembangkan
metoda berproduksi melalui pemanfaatan serta pengkombinasian penggunaan faktor produksi
tersebut.
Dua kegiatan ekonomi yang mendasar ini, mengkonsumsi dan memproduksi dapat
digambarkan secara sederhana dalam suatu diagram arus melingkar (circular flow). Dalam
arus melingkar ini di buat penyederhanaan bahwa hanya ada dua kelompok pelaku ekonomi
yaitu rumah tangga dan perusahaan. Rumah tangga melakukan aktifitas mengkonsumsi dan
menawarkan faktor produksi yang dimilikinya (tenaga kerja, modal, lahan, kewirausahaan,
dan sebagainya). Perusahaan melakukan aktifitas memproduksi (barang atau jasa) dengan
1 Lihat piramida kebutuhan manusia dalam Abraham H. Maslow, A Theory of Human Motivation,
Psychological Review 50(4) (1943): 370-96.
2 Beberapa ahli, misalnya Viktor Frankl dalam artikelnya Self-transcendence as a Human Phenomenon,
Journal of Humanistic Psychology 6(2) (1966): 97-106 menambahkan satu lagi kebutuhan manusia yang disebut
sebagai self-transcendence needs yang tak lain adalah kebutuhan manusia untuk ber-Tuhan.
memanfaatkan berbagai faktor produksi yang tersedia. Diagram-1 menggambarkan dua
kegiatan ekonomi (konsumsi dan produksi) dari dua kelompok pelaku ekonomi (rumah
tangga dan perusahaan).
Perlu diingat bahwa di dalam suatu masyarakat atau perekonomian yang sudah
mengenal alat tukar (uang), selain arus fisik (barang, jasa, atau faktor produksi), dengan arah
yang berlawanan ada juga arus uang dari rumah tangga ke perusahaan (imbalan barang/jasa
yang dibeli rumah tangga untuk konsumsi) dan arus uang dari perusahaan ke rumah tangga
(imbalan faktor produksi yang digunakan perusahaan dalam produksi). Sedangkan untuk
masyarakat subsisten yang memenuhi kebutuhannya sendiri-sendiri, rumah tangga juga
berfungsi sebagai perusahaan, jadi selain mengkonsumsi rumah tangga juga memproduksi.
Tentu saja tidak ada arus uang untuk masyarakat yang memproduksi kebutuhan konsumsinya
sendiri.
Diagram-1. Arus Melingkar Kegiatan Ekonomi
Meskipun berbagai makhluk hidup selain manusia, baik tumbuhan maupun binatang,
juga memproduksi dan mengkonsumsi namun kegiatan mereka sangat terbatas dan nyaris
tidak berkembang sama sekali. Manusia dengan kemampuan inteligensianya mampu untuk
mengembangkan kegiatan ekonomi, baik kegiatan mengkonsumsi maupun memproduksi,
Rumah
Tangga
Faktor produksi
(labor, land, capital,
entrepreneurship)
Produksi
(barang/jasa)
Perusahaan
yaitu meliputi: (1) pengkombinasian faktor-faktor produksi yang semakin efisien; (2)
pengelolaan proses produksi yang lebih efektif; (3) peningkatan hasil produksi melalui
metoda yang semakin baik; (4) penyimpanan dan pengawetan kelebihan hasil produksi; (5)
pendistribusian hasil produksi; (6) penghematan jumlah yang dikonsumsi; (7)
pengkombinasian barang yang dikonsumsi agar lebih efisien untuk mencukupkan tingkat
konsumsi tertentu; dan berbagai pengembangan kegiatan produksi maupun konsumsi lainnya.
Pengembangan kegiatan produksi di atas menyebabkan beberapa ahli menganggap
bahwa ada kegiatan ekonomi penting lainnya selain konsumsi dan produksi yaitu distribusi.
Kegiatan ekonomi distribusi pada dasarnya adalah sebagai jembatan antara kegiatan produksi
dengan kegiatan konsumsi. Selain fungsi penyimpanan dan pengawetan, fungsi distribusi
yang juga sangat berkembang adalah pemasaran (marketing) yang meliputi strategi penentuan
harga (pricing), penentuan lokasi (placing), pengemasan (packaging), dan promosi
(promotion). Dalam teori dasar pemasaran empat strategi ini dikenal sebagai 4Ps strategy.
Kelebihan lain manusia dibandingkan makhluk hidup lainnya adalah kemampuan
untuk memanfaatkan sumber daya yang ada di Bumi ini yang meliputi benda-benda di dalam
bumi, di atas bumi, dan juga di udara, termasuk tumbuhan dan binatang. Tumbuhan dan
binatang lebih banyak dimanfaatkan daripada memanfaatkan. Bahkan pada umumnya,
berbagai barang maupun makhluk hidup selain manusia merupakan barang-barang yang
dimanfaatkan oleh manusia untuk membantu keberlangsungan keberadaan manusia di atas
bumi.
Kemampuan memanfaatkan inilah yang merupakan perbedaan pokok antara manusia
dengan berbagai makhluk hidup lain yang ada di atas bumi. Kemampuan manusia untuk
memanfaatkan sumber daya alam di Bumi ini merupakan pedang bermata dua yang kalau
digunakan secara baik dapat mensejahterakan seluruh umat manusia secara adil dan
berkelanjutan. Namun kalau pedang tersebut digunakan secara salah akan mengakibatkan
pengurasan dan merusak sumberdaya alam sehingga tidak tersisa bagi generasi manusia di
masa mendatang. Meminjam ucapan Mahatma Gandhi (1869-1948) yang terkenal, yang
artinya, Dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh manusia di Bumi, tetapi tidak
cukup untuk memenuhi berbagai keserakahan manusia.
Hal inilah yang perlu dipahami dan bahkan perlu direnungi. Kegiatan ekonomi pada
hakekatnya merupakan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan barang dan
jasa yang disediakan baik oleh manusia itu sendiri maupun oleh alam. Dengan perkembangan
waktu, kebutuhan manusia juga tumbuh baik dari segi kuantitas (semakin banyak) maupun
kualitas (semakin baik). Perkembangan kebutuhan ini terutama disebabkan oleh
meningkatnya berbagai besaran-besaran demografi dan ekonomi seperti total populasi,
jumlah penduduk usia muda, aktifitas komunikasi, aktifitas mobilitas penduduk, dan lain-lain.
Selain pertumbuhan-pertumbuhan tersebut, kebutuhan manusia juga dipengaruhi oleh hal-hal
yang semestinya tidak terlalu diperlukan, sehingga menimbulkan pemborosan. Dalam skala
dunia, perkembangan kebutuhan yang demikian ini membawa manusia mengalami
kelangkaan. Dan yang paling berbahaya adalah kelangkaan akan pangan dan enerji.
Disinilah perlunya pemahaman perilaku ekonomi dikaitkan dengan berbagai aspek
kehidupan lainnya (sosial, budaya, hukum, politik, dan lingkungan alam) termasuk aspek
spiritual. Seperti disebutkan di atas, ada kebutuhan spiritual dari manusia. Dengan spiritual
yang baik dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan kebutuhan lainnya, diharapkan
manusia dapat mengendalikan dirinya, terutama dalam memanfaatkan alam, tidak
memboroskan apa yang disediakan oleh alam sehingga lebih dari cukup untuk semua dari
waktu ke waktu. Dengan demikian upaya ekonomi yang sejatinya adalah untuk menjamin
eksistensi dan keberlangsungan manusia dapat tercapai.
3. Hal-hal Yang Membahayakan Keberlangsungan
Manusia:
Walaupun upaya manusia melalui kegiatan ekonomi sudah diarahkan untuk menjamin
keberlangsungan keberadaan manusia yang berkelanjutan, namun ada beberapa hal yang bisa
mengancam pencapaian tersebut yaitu:
I. Alam: Alam sering berulah berupa gunung meletus, gempa bumi, dlsb.
II. Ulah manusia sendiri: Inilah yang sebenarnya lebih berbahaya karena membahayakan
kelangsungan keberadaan umat manusia.
Ancaman terhadap keberlangsungan
keberadaan manusia sebagai akibat ulah alam,
sedikit demi sedikit mulai dapat diatasi atau
paling tidak diantisipasi, meski tidak mungkin
untuk dihilangkan sama sekali. Namun yang
justru perlu diawasi perkembangannya adalah
ulah manusia yang semakin lama semakin
brutal. Apakah hal ini merupakan akibat dari
kepentingan ekonomi?
Kepentingan ekonomi pada dasarnya netral. Yang selalu menjadi masalah adalah
kerakusan manusia dalam memanfaatkan keinginannya. Ekonomi memang menyediakan
peralatan-peralatannya, seperti teknologi dan manajemen untuk meningkatkan produktivitas
manusia, yang utamanya bertujuan meningkatkan kemakmuran manusia. Sayangnya
peralatan ini rawan disalahgunakan. Perkembangan produktivitas sering berada di bawah
keinginan manusia. Manusia memaksakan kehendaknya agar produksi berkembang lebih
pesat daripada kemampuannya. Bahkan produksi dipaksa untuk berkembang melebihi
kebutuhan manusia. Demikian pula, alam dipaksa untuk berkembang melebihi
kemampuannya. Akibatnya terjadilah pengrusakan alam.
Berangkat dari situasi inilah manusia semestinya bertindak dan berpikir dengan selalu
didasarkan atas kekritisan, kreativitas dan inovatif. Selain itu sebaiknya dalam bertindak,
terutama dalam memanfaatkan alam, manusia semestinya juga menunggu sampai mampu
memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi. Hal ini akan dengan mudah dilakukan bila
manusia menyadari akan perlunya spiritualitas
4. Kritis
Manusia haruslah kritis dalam menanggapi permasalahan yang dihadapi. Pandai
menimbang baik buruknya tindakan yang akan dilakukan. Selalu mempertanyakan kebenaran
dan akibat tindakan yang akan dilakukan. Apakah suatu tindakan akan menghasilkan nilai-
nilai positif ataukah negatif. Apakah suatu tindakan akan menghasilkan nilai positif untuk
jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang justru akan memberikan hasil negatif.
Sesuatu yang baik, namun jika dilaksanakan tanpa sikap kritis, sangat sering justru
menghasilkan akibat negatif dari sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil yang
positif. Penggunaan pupuk, pestisida, bibit unggul yang tidak dilandasi sikap kritis terhadap
dampaknya, merupakan contoh yang sangat bagus, bahwa sesuatu yang diharapkan akan
menghasilkan output yang baik, ternyata malah merugikan.
- Penggunaan pupuk an-organik yang tidak tepat ternyata merusak struktur tanah.
- Penggunaan pestisida ternyata membinasakan banyak hewan yang sebenarnya
bermanfaat bagi pertanian dan penggunaan pestisida yang terus menerus malah
mengakibatkan banyak hama menjadi tahan terhadap pestisida.
- Penggunaan bibit unggul mengakibatkan terjadinya pergeseran penggunaan tenaga kerja
dari tenaga kerja wanita ke tenaga kerja pria, sehingga banyak tenaga kerja wanita
beralih profesi menjadi buruh di kota atau menjadi TKW di luar negeri.
Sikap kritis juga perlu ada dalam berkonsumsi. Diperlukan tingkat pemikiran tertentu
agar konsumsi bisa sehat dan tidak merusak lingkungan, serta bermanfaat bagi orang banyak.
Selain banyaknya polusi yang berasal dari BBM, besarnya konsumsi hasil ternak ikut
menyumbang terjadinya Global Warming. Oleh karena itu dorongan untuk berkonsumsi
juga harus diarahkan sedemikian rupa sehingga tidak merusak lingkungan.
5. Kreatif.
Di dalam menghadapi atau menyelesaikan permasalahan tertentu manusia harus
kreatif dalam menciptakan metode dan peluang-peluang, guna menunjang keberhasilan suatu
tindakan. Misalnya dalam hal meningkatkan produktivitas, perlu ditemukan terobosan-
terobosan baru, dengan tujuan agar hasil yang diperoleh benar-benar bisa meningkat, bahkan
meski menggunakan teknologi yang tersedia. Kreativitas dalam berkonsumsi bisa
dilaksanakan dengan pengembangan sumber energi alternatif.
Contohnya adalah pemanfaatan energi dari kotoran ternak, tenaga surya, dan lain-
lainnya. Demikian pula dengan penggunaan pupuk kompos atau pupuk kandang, serta
berusaha mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Hal ini selain akan menjaga
peningkatan produktivitas sebagaimana yang diharapkan, juga akan membuat
berkelanjutannya kesuburan tanah, serta memperbaiki kandungan nutrisi hasil produksi
(organik). Dengan demikian, selain memberikan manfaat bagi kesehatan masyarakat dan
lingkungan, petani juga akan dapat meningkatkan pendapatannya
Inovatif
Sikap inovatif maksudnya adalah menemukan hal-hal yang baru sama sekali.
Misalnya mengganti tanaman yang semula merupakan tanaman pangan seperti padi dan
palawija, diganti dengan tanaman buah-buahan yang mempunyai nilai lebih tinggi.
Contoh-contoh di atas hanyalah beberapa dari banyak yang bisa dilakukan.
Diperlukannya sikap kritis, kreatif serta inovatif ini dapat ditemukan di setiap kelompok
orang, masyarakat, dan dimanapun. Juga di setiap bidang ekonomi dengan permasalahan
masing-masing, baik dalam berproduksi maupun dalam berkonsumsi. Sikap kritis, kreatif dan
inovatif juga perlu dikembangkan ketika seseorang bertindak baik sebagai faktor produksi
maupun sebagai pelaksana manajemen. Sebagai faktor produksi dan manajerial misalnya,
kritis, kreatif dan inovativ terjadi sebagaimana dalam sejarah dari berdirinya koperasi dan
selama perjalanannya sampai saat ini. Koperasi merupakan contoh yang sangat baik,
bagaimana dengan bekerja sama koperasi mampu meningkatkan manusia sebagai faktor
produksi bahkan juga sebagai produsen dan konsumen. Koperasi juga membina para
anggotanya menjadi manusia yang berdisiplin dalam menjaga lingkungan dan bertindak
kritis. Bahkan koperasi telah memakmurkan anggotanya. Koperasi berkembang sedemikian
sehingga memakmurkan anggotanya tanpa menimbulkan permasalahan
Individu.
Pada dasarnya secara individu, kekhawatiran manusia dalam menghadapi alam dan
eksistensinya lebih besar daripada secara berkelompok. Oleh karena itu pada umumnya,
secara individu manusia akan berusaha mempunyai kearifan yang lebih besar dalam
mempertahankan eksistensi ras manusia. Secara individu manusia akan menjaga kelestarian
alam dan mempertahankan haknya secara lebih langsung. Individu juga akan berproduksi
secukupnya. Tidak berlebihan. Kekurangan bahan-bahan keperluan hidup yang mungkin
terjadi juga tidak terlalu mengkhawatirkan dirinya karena ia hanya bertanggung jawab pada
dirinya sendiri. Dalam hal menghadapi kekurangan keperluan hidupnya, seorang individu
juga akan merasa lebih mudah memenuhi kebutuhannya karena ia merasa hanya akan
memenuhi kebutuhan untuk satu orang, yaitu dirinya sendiri. Namun demikian usaha untuk
berproduksi juga sangat terbatas, karena hanya dilakukan sendiri. Baik tenaga maupun
pikiran yang dapat dicurahkan dalam usahanya berproduksi menjadi sangat terbatas.
Sehingga hasil produksinya pun menjadi sangat terbatas pula.
Orang yang bekerja secara individu hampir tidak mungkin atau kecil
kemungkinanannya mengembangkan metode berproduksi atau mengembangkan kombinasi
penggunaan faktor produksi. Individu umumnya cepat merasa puas dengan terpenuhinya
kebutuhan yang minimal. Namun cerita di bawah ini memberikan ilustrasi yang sangat pas
untuk menggambarkan perjuangan seorang anak manusia yang mempertahankan
eksistensinya di alam bebas seorang diri.
Badar bukan sedari mula merupakan
manusia yang hidup seorang diri. Ia berasal dari
suatu masyarakat yang sudah berbudaya.
Keinginannya untuk berlayar mengakibatkan ia
meninggalkan masyarakatnya. Maka diceritakan
perahunya kandas dan ia terdampar di pantai sebuah pulau kosong.
Ketika pagi-pagi sadar dari pingsannya ia menyadari bahwa barang yang
ada padanya hanyalah pakaian yang dia kenakan dan sebuah pisau pemberian
kakeknya ketika ia mulai dewasa dan yang tidak pernah meninggalkan pinggangnya.
Ia merasa lapar, lalu tertatih-tatih berjalan menuju pedalaman pulau. Ia
menemukan sebuah sungai yang airnya sangat jernih, minumlah ia sepuasnya dan
kemudian mandi. Setelah segar ia mulai merasa hidup kembali. Tahu bahwa ia
harus mendapatkan makanan maka iapun mulai melihat-lihat ke sekelilingnya. Di
air sungai yang sangat jernih itu, ia melihat ikan-ikan yang cukup besar berenang
kesana kemari.
Dengan mempergunakan pisaunya, ia mulai membuat sebuah tombak
dari sebuah ranting pohon yang diruncingkan ujungnya. Setelah selesai
membuat tombak, iapun mulai berburu ikan.
Hari itu ia mendapat 4 ekor ikan dan habis dimakannya. Keesokan
harinya ia berburu lagi dan mendapatkan 4 ekor ikan yang habis untuk
dikonsumsinya pada hari yang sama. Cerita berlanjut untuk beberapa hari ke
depan. Sampai pada suatu hari ia berpikir, Kalau begini keadaannya, saya
tidak akan pernah berhasil keluar dari pulau ini. Hari-hariku habis untuk
berburu ikan.
Maka iapun menyadari bahwa ia harus bisa mendapatkan lebih
banyak ikan. Tetapi bagaimana? Dengan tombaknya ia hanya mampu
memperoleh 4 ekor ikan dalam sehari. Ia berpikir bahwa untuk mendapatkan
ikan yang lebih banyak ia harus mengganti peralatannya yang semula
tombak menjadi jaring. Itu artinya ia harus membuat jaring. Tapi kapan?
Waktunya dalam sehari sudah habis digunakan untuk menangkap ikan.
Mulailah ia berhitung: Dengan mengurangi jumlah ikan yang dikonsumsi, ia
akan bisa menyimpan ikan untuk dimakan pada hari berikutnya.
Keesokan harinya ia menangkap ikan mendapatkan 4 ekor tetapi
hanya dimakan 3 ekor saja maka ia mempunyai simpanan 1 ekor. Hari kedua
ia menangkap 4 ekor ikan lagi sehingga ia mempunyai 5 ekor ikan dan hanya
dimakan 3 ekor sehingga masih sisa 2 ekor. Begitu juga yang dilakukannya
pada hari ke 3, sehingga sisa ikan pada hari itu menjadi 3 ekor. Pada hari ke
4, ia tidak menangkap ikan tetapi dengan makan 3 ekor ikan tersisa, hari itu
bisa ia gunakan untuk memintal benang dari serat kulit kayu.
Pada periode tiga hari mendatang ia melakukan hal yang sama dan pada hari
keempat ia memintal benang lagi. Demikianlah ia melakukan untuk beberapa lama,
hingga pada akhirnya ia merasa bahwa benang yang dimilikinya sudah cukup untuk
membuat sebuah jala. Ia masih
melakukan hal yang sama pada hari
pertama, kedua dan ketiga. Namun,
yang dilakukan pada hari keempat
adalah merajut sebuah jala. Kegiatan
ini dilakukan beberapa waktu sehingga
pada akhirnya jala selesai dirajut dan
kini ia mempunyai sebuah jala untuk
menangkap ikan.
Dengan menggunakan jala itu, tangkapannya meningkat drastis.
Sekarang ia mampu menangkap ikan dalam sehari sebanyak 10 ekor. Iapun
makan ikan sebanyak 5 ekor ikan sehari. Itupun masih berlebih. Maka
banyak hal dapat dilakukannya yaitu:
- membangun pondok,
- belajar membuat api,
- menjelajahi hutan,
- mencoba berburu binatang hutan,
- mencari buah-buahan atau makanan lain di hutan, dan
- akhirnya mencoba bercocok tanam.
Cerita tentang si Badar di atas memberikan ilustrasi tentang konsumsi, saving
(menabung), investasi, dan peningkatan aktivitas produksi yang kemudian semakin
meningkatkan kehidupannya atau kesejahteraannya. Inilah cerita anak manusia yang hidup
dalam kesendiriannya dan mencoba untuk mempertahankan hidup dan eksistensinya.
6. Kelompok
Ketika manusia mulai berkelompok, segala sesuatunya dilakukan bersama. Maka
mulailah timbul rasa kekhawatiran terhadap ketiadaan kebutuhan pada suatu saat. Mereka
melakukan upaya untuk meningkatkan produksi dengan meningkatkan produktivitas dan
melakukan penyimpanan. Simpanan ini terutama dilakukan untuk menghadapi masa
paceklik. Terlebih-lebih juga disebabkan karena sangat sering dalam kelompok mereka ini
terdapat anggota kelompok yang belum produktif seperti anak-anak dan para orang tua yang
karena usia atau jabatannya menjadi tidak produktif.
Dengan berkelompok-kelompok, kemampuan berproduksi menjadi lebih besar dan
beragam daripada ketika dilakukan secara individu. Baik untuk berburu, bertani, maupun
menangkap ikan yang dilakukan secara kelompok akan menghasilkan lebih banyak. Selain itu
dengan berkelompok, semakin banyak profesi yang dapat di jalankan. Hingga profesi dukun
yaitu pengobat, pelindung dari kuasa jahat, ataupun dukun-dukun yang lain yang lebih
dikenal dengan pawang juga timbul disini.
Situasi ini menimbulkan kesadaran bahwa besarnya kelompok berpengaruh langsung
terhadap hasil yang akan mereka peroleh. Sehingga mereka mulai menyadari bahwa jumlah
anak dalam suatu kelompok akan berpengaruh terhadap kemakmuran kelompok mereka.
Semakin banyak anak, akan semakin memungkinkan kelompok tersebut berkembang menjadi
lebih makmur. Akan tetapi situasi ini juga membawa konsekwensi untuk menghidupi anak-
anak mereka demi untuk kelangsungan produksi yang semakin besar. Dari sinilah tumbuh
konsep investasi, yaitu menahan konsumsi sekarang demi untuk meningkatkan produksi di
masa mendatang.
7. Masyarakat
Kelompok-kelompok manusia terus berkembang. Jumlah anggota masing-masing
kelompok juga berkembang. Terjadi persaingan antar kelompok. Mereka bersaing
memperebutkan daerah atau bahkan kekayaan yang sudah dimiliki oleh kelompok lain.
Disinilah mulai terlihat secara nyata tumbuhnya kerakusan. Maka dalam kelompok-kelompok
tersebut timbullah kesadaran untuk mengembangkan tatanan. Dalam kelompok-kelompok,
timbullah pembidangan kegiatan masyarakat. Bidang pertahanan, bidang ekonomi, bidang
kesenian, bidang kesehatan dan lain sebagainya. Sebagai dampak berikutnya, timbullah
persaingan untuk memperebutkan kekuasaan dan pemerintahan. Terbentuklah masyarakat.
Tatanan pada masyarakat yang menimbulkan spesialisasi ini ternyata semakin berkembang
kearah spesialisasi yang lebih rinci lagi.
Tumbuhnya berbagai masyarakat ini sekaligus
menumbuhkan berbagai pemikiran-pemikiran. Di bidang
sosial, agama, pertahanan, kebudayaan sudah lebih
dahulu timbul. Dibidang ekonomi berbagai pemikiran
juga sudah ada jauh jauh hari. Sampai kemudian Adam
Smith pada tahun1776 dalam bukunya An Inquiry into
the Nature and Causes of the Wealth of Nations
(disingkat Wealth of Nations) menuliskan tentang dasar-
dasar perdagangan bebas. Ia merupakan pelopor perdagangan bebas yang sekaligus menjadi
bibit dari ekonomi kapitalis. Mungkin ketika Adam Smith menuliskan pendapatnya ia benar,
mengingat situasi pada waktu itu mendukungnya. Sebagai contoh, waktu itu produksi masih
merupakan produksi rumahan. Belum ada yang disebut sebagai pabrik dan demikian juga
belum ada yang disebut buruh. Sehingga kapitalisme dalam arti menghadapkan capital
dengan buruh juga belum terjadi.
Namun dalam perkembangannya, kesejahteraan masyarakat sebagaimana yang dicita-citakan
oleh Adam Smith melalui konsep invisible hands nya menjadi berantakan.
Lahirnya konsep pabrik yang menimbulkan istilah buruh, memasukkan buruh ke
dalam biaya, mengakibatkan buruh dihadapkan dengan kapital sebagai pilihan. Sebagai
akibatnya dengan konsep kapitalisme (oleh tulisan Adam Smith) buruh adalah bagian dari
biaya. Sehingga buruh merupakan bagian yang harus ditekan ketika perusahaan menghadapi
perusahaan lain.
Pergolakan atau lebih jelas lagi tekanan terhadap buruh inilah yang kemudian melahirkan
Marxisme. Jadi invisible hands secara teori memang mengatur keseimbangan antara produksi
dengan konsumsi namun sangat sering, pengaturan yang terjadi membawa akibat yang sangat
luar biasa pahitnya bagi sebagian anggota masyarakat, dalam hal ini kaum buruh. Terjadi
penjajahan atas manusia oleh kelompok manusia lain. Kelas buruh sangat dirugikan dan
sangat menderita.
Melihat situasi ini, Karl Marx bereaksi. Ia menuliskan dalam
bukunya Manifesto Komunis bahwa: Sejarah dari berbagai
masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah
pertentangan kelas. Oleh karenanya Marx menuntut bahwa
demi keadilan maka semua alat produksi harus dikuasai oleh
negara. Secara teori ajaran ini tentu sangat baik. Di bawah kepemilikan alat-alat produksi
oleh negara, hasil produksi akan dapat dibagikan secara optimal kepada para warga
negaranya sehingga kemakmuran akan optimal. Tetapi, pemikiran ini ternyata hanya terjadi
di alam maya saja. Dalam prakteknya ternyata negaralah yang kemudian memegang peranan
sebagai penjajah warganya. Tidak ada kebebasan berpikir apalagi kebebasan berproduksi.
Jumlah serta jenis produksi ditentukan dan dikuasai oleh negara.
Pada bidang Ekonomi, spesialisasi dalam berproduksi menjadi semakin dalam.
Namun demikian pengaturannya yang lengkap dan apik mengakibatkan produksi barang dan
jasa berlimpah dan sangat berlebih untuk mencukupi kebutuhan anggota masyarakat yang
berada di luar sektor produksi. Akan tetapi
situasi spesialisasi ini juga tidak
menjadikan buruh lebih baik. Setiap buruh
hanya menguasai bidang produksi tertentu.
Bahkan pada suatu sistem produksi yang
besar dan kompleks, setiap buruh hanya
ahli di sebagian sistim produksi saja. Buruh
tidak bisa berproduksi di luar bidangnya,
dan ini menjadikan mereka rentan terhadap berbagai situasi. Hal ini terbukti ketika terjadi
revolusi industri dimanan nilai buruh sangat merosot dibandingkan dengan nilai mesin.
Mengapa demikian? Karena buruh tidak mempunyai alternatif untuk bekerja di bidang lain.
Sampai akhirnya, melalui proses panjang dan melalui berbagai kegagalan, para buruh
bisa melahirkan konsep koperasi. Konsep ini bukan dilahirkan oleh seseorang yang pandai
seperti halnya kapitalisme dan komunisme (Marxisme) namun langsung lahir dari rahim
golongan yang mengalami kesulitan. Dan mereka berhasil menemukan jalan pemecahannya.
Ternyata koperasi, apabila dijalankan sebagaimana cita-citanya yaitu memakmurkan
anggotanya, dapat berkembang dan memberikan manfaat yang sangat significant terhadap
anggotanya. Namun cita-cita koperasi yang dapat berhasil ini sangat membutuhkan dedikasi,
keuletan serta ketelatenan baik dari para pengurus maupun anggotanya. Keadaan bahwa
koperasi sudah membuktikan memberikan manfaat berupa kemakmuran bagi para
anggotanya sudah banyak terjadi. Banyak koperasi yang bahkan turn-overnya lebih besar
daripada multi national corporation
Di Indonesia koperasi sudah dikenal pada akhir abad XIX. Jadi sebenarnya sudah
cukup lama, karena tidak terpaut jauh (tidak sampai 20 tahun) dari dilahirkannya koperasi di
negara asalnya Inggris. Namun demikian koperasi ternyata tidak dapat berkembang dengan
baik di Indonesia. Padahal negara kita memiliki dasar yang sangat sesuai untuk
berkembangnya koperasi yaitu Gotong Royong. Gotong Royong artinya bekerja sama, dan
ide yang sama pula yang menjadi awal pemikiran koperasi (co-operative) di Inggris.
Secara singkat, sejarah timbulnya pemikiran koperasi di Inggris diawali dengan
siatuasi sebagaimana sudah dinyatakan diatas, sistim ekonomi kapitalis yang menghadapkan
buruh dengan kapital. Ternyata kapital memang lebih unggul dibandingkan dengan buruh.
Sebagai akibatnya nilai buruh (upah) menurun drastis. Buruh juga terancam pemecatan.
Sebagai akibatnya buruh berupaya untuk berkelakuan sebaik mungkin.
Langkah pertama yang dilakukan adalah belanja bersama. Bukan berarti para buruh
ramai ramai ke kota bersama-sama belanja. Tetapi secara begiliran orang berbelanja ke kota.
Yang lain menitipkan belanjaannya kepada orang yang bertugas. Tindakan ini membawa
akibat,
- konduite buruh di mata majikan meningkat karena berkurangnya hari membolos,
- sewa angkutan per satuan barang bawaan menjadi lebih murah, dan
- para penjual di kota yang semula menghadapi banyak buruh sehingga bisa menahan
harga, sekarang hanya menghadapi satu buruh sehingga para penjuallah yang kini
bersaing untuk menjual barangnya kepada perwakilan buruh.
Langkah kedua adalah mendirikan warung kebutuhan para buruh. Sehingga tempat belanja
para buruh bisa didekatkan. Dalam perkembangannya, warung ini kemudian ditiru oleh
kumpulan-kumpulan buruh. Bahkan warung-warung ini kemudian melakukan belanja
bersama sehingga effisiensi yang luar biasa besarnya. Belanja kemudian dilakukan langsung
ke pabrik pembuatnya. Langkah ketiga adalah dengan semakin besarnya kebutuhan untuk
beberapa barang konsumsi seperti biskuit, sepatu, dan lain-lain, kelompok buruh ini
kemudian mendirikan sendiri pabriknya.
Inilah perkembangan koperasi di negara asalnya, Inggris. Bagi mereka koperasi
adalah harapan dan media untuk mencapai kemakmuran. Oleh karenanya mereka bekerja
keras di dalam koperasi mereka.
Bagaimana dengan di Indonesia? Indonesia bukannya tidak
mempunyai tokoh koperasi. Banyak tokoh koperasi di Indonesia. Yang
paling menonjol adalah Bung Hatta. Beliau bahkan pernah mencita-
citakan koperasi menjadi satu-satunya lembaga ekonomi yang terkuat di
Indonesia. Hal ini beliau tuangkan dalam UUD45.
Buah pikiran Bung Hatta, terlihat sebagaimana berikut ini:
Sebagai suatu bangsa yang berpuluh puluh tahun berjoang menentang imperialisme dan
kolonialisme, kita mempunyai ideal, cita-cita tinggi tentang dasar hidup kita. Kita ingin
melihat bangsa kita hidup makmur dan sejahtera, bebas dari kesengsaraan hidup. Ideal kita
itu terpancang dalam Undang-Undang Dasar: Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Asas itu ialah koperasi. Suatu perekonomian
nasional yang berdasar atas koperasi adalah ideal kita.
Ini sebenarnya buah pikiran Bung Hatta sendiri sebagai salah seorang penyusun
Undang-Undang Dasar. Namun kerendahan hati beliau menuntut beliau untuk menyatakan
bahwa hal tersebut memang sudah ada pada UUD45, tanpa menyebutkan siapa sebenarnya
orang yang memasukkannya.
Namun demikian dalam berkoperasi harus diakui masyarakat Indonesia, mempunyai
kelemahan yang sangat jelas. Sebagian besar orang Indonesia sudah terkena penyakit
instantisme. Maunya segalanya bisa dicapai dengan instan. Ini sangat bertentangan dengan
karakter yang ingin dicapai melalui koperasi, pelan-pelan, bertahap namun pasti dan
meyakinkan. Satu lagi karakter orang Indonesia yang melemahkan perkembangan koperasi di
Indonesia adalah: banyak orang Indonesia yang beranggapan bahwa begitu masuk menjadi
anggota sebuah koperasi, yang pertama-tama dicita-citakan adalah memperoleh fasilitas
melalui koperasi tersebut, bukan justru kerja kerasnya.
Bahan Pustaka
Basri, Faisal dan Haris Munandar (2009). Lanskap ekonomi Indonesia:kajian dan renungan
terhadap masalah-masalah struktural, transformasi baru, dan prospek perekonomian
Indonesia, (Jakarta: Kencana).
Hatta, Mohammad (1954). Beberapa Fasal Ekonomi, Djilid Pertama, Jalan Keekonomi dan
Koperasi, (Djakarta: Perpustakaan Perguruan Kementrian PP&K).
______________ (1966). Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia, (Jakarta: Penerbit
Djambatan).
Djojohadikusumo, Sumitro (2007). Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori
Ekonomi Pertumbuhan Dan Ekonomi Pembangunan, (Jakarta: Pustaka LP3ES).