Upload
dangtuyen
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
45
BAB IV
KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DALAM
PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN
IV.1. Pemetaan Stakeholders dalam Pengembangan Industri Kecil Kerajinan
Analisis stakeholders merupakan alat untuk memahami konteks sosial dan
kelembagaan dari sebuah program atau kebijakan (McCracken, 1998 dalam
Sayuti, 2003). Lebih lanjut dikatakan bahwa alat ini dapat menyediakan informasi
awal dan mendasar tentang siapa yang akan terkena dampak dari suatu program
(dampak positif maupun negatif); siapa yang dapat mempengaruhi program
tersebut (positif maupun negatif); individu atau kelompok mana yang perlu
dilibatkan dalam program tersebut, dan bagaimana caranya, serta kapasitas siapa
yang perlu dibangun untuk memberdayakan mereka dalam berpartisipasi. Dengan
demikian analisis stakeholders menyediakan sebuah landasan dan struktur untuk
perencanaan partisipatif, implementasi dan monitoring. Dalam studi ini hasil dari
analisis stakeholders digunakan untuk menentukan responden kunci yang akan
dijadikan sebagai narasumber wawancara.
IV.1.1. Pengertian Stakeholders
Stakeholders adalah orang, kelompok atau institusi yang dikenai dampak
dari sebuah intervensi program (baik posistif maupun negatif) atau pihak-pihak
yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi hasil intervensi tersebut
(McCracken,1998 dalam Sayuti, 2003). Stakeholders yang dimaksud sangat
kompleks dan memungkinkan adanya stakeholders yang tersembunyi atau belum
teridentifikasi. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis stakeholders secara
menyeluruh.
Tahapan analisis stakeholders adalah sebagai berikut (McCracken, 1998 dalam
Sayuti, 2003; Bank Dunia, 1998) :
1. Mengidentifikasi stakeholders yang terlibat melalui pertanyaan-pertanyaan
berikut :
Siapa pihak-pihak yang berpotensi memperoleh manfaat ?
Siapa pihak-pihak yang dirugikan ?
46
Apakah kelompok yang kemungkinan kalah sudah teridentifikasi ?
Apakah pihak-pihak yang berlawanan sudah teridentifikasi ?
Bagaimana hubungan antar stakeholders ?
2. Menganalisa kepentingan dan dampak potensial dari implementasi program
atau kebijakan terhadap kepentingan masing-masing stakeholders :
Apa harapan stakeholders terhadap program ?
Apa saja keuntungan yang akan diperoleh stakeholders ?
Apa saja sumberdaya yang dapat dimobilisasi oleh stakeholders tersebut ?
Apa saja kepentingan stakeholders yang menimbulkan konflik dengan
tujuan program?
3. Menilai tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan (influence dan importance)
masing-masing stakeholders. Influence adalah besarnya pengaruh stakeholders
berkaitan dengan kemampuan atau kapasitas kontrol sumberdaya tertentu atau
kekuatan (power) tertentu yang dapat mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.
Importance adalah derajat sejauh mana pencapaian hasil pelaksanaan program
bergantung pada keterlibatan aktif suatu stakeholders tertentu.
Identifikasi stakeholders dapat diperoleh melalui informasi dari peraturan
perundangan yang berlaku, dokumen rencana, media cetak dan survey primer.
Berdasarkan sumber tersebut akan diperoleh daftar stakeholders beserta
kepentingan, dampak kepentingan terhadap program, serta penilaian terhadap
tingkat kepentingan (importance) dan pengaruh (influence) berdasarkan skala
tertentu. Selanjutnya skala kepentingan dan pengaruh tersebut dipetakan
berlawanan satu dengan yang lainnya. Berdasarkan pemetaan ini diperoleh
stakeholders kunci dan stakeholders utama.
Stakeholders kunci adalah stakeholders yang berlaku sebagai critical
player dan memiliki tingkat pengaruh dan kepentingan yang tinggi terhadap
keefektifan program. Sementara itu, stakeholders utama merupakan stakeholders
yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan,
program dan proyek serta dinilai memiliki tingkat kepentingan yang tinggi tetapi
pengaruhnya rendah sehingga perlu pemberdayaan. Stakeholders pendukung
(sekunder) adalah stakeholders yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara
langsung terhadap suatu kebijakan, program dan proyek tetapi memiliki pengaruh
47
yang tinggi. Dapat juga dikatakan individu, kelompok maupun organisasi yang
mempunyai pandangan atau posisi yang sama dan siap bergabung didalam suatu
koalisi untuk mendukung isu tertentu. Dalam pemetaan stakeholders ini akan
dicari stakeholders kunci yang kemudian dijadikan sebagai narasumber
wawancara.
IV.1.2. Pemetaan Stakeholders
Dalam studi ini analisis stakeholders ditujukan untuk mengidentifikasi
pelaku-pelaku yang terkait dalam pengembangan industri kecil kerajinan sebagai
basis pengembangan ekonomi lokal. Hasil analisis stakeholders adalah
teridentifikasinya responden kunci yang dijadikan sebagai narasumber
wawancara. Sebagai langkah awal proses pengidentifikasian dilakukan dengan
mengelompokkan stakeholders yang memiliki keterkaitan dalam pengembangan
industri kecil yaitu :
1. Kelompok regulator (pemerintah)
Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi DIY
Dinas Perindustrian Perdaganagn dan Koperasi Gunungkidul
UPT Balai Bisnis DIY
Dekranasda
2. Kelompok Swasta
Pedagang/Eksportir
Asosiasi/Yayasan
BUMN
3. Kelompok Industri Kecil Kerajinan
Pengrajin sentra industri kecil kerajinan Bobung
Pengrajin sentra industri kecil ornamen batu
Pengrajin sentra industri kecil kerajinan bambu
4. Kelompok Perguruan Tinggi dan LSM
Perguruan Tinggi di Gunungkidul
Perguruan Tinggi di DIY
LSM di Gunungkidul
48
Tahap awal dari stakeholders analisis adalah mencari interest dan pengaruh
(influence) setiap stakeholders. Untuk memperoleh kedua informasi tersebut
diperoleh dari data-data sekunder (peraturan, studi, artikel yang terkait dengan
PEL atau industri kecil). Berikut akan dijelaskan proses analisis stakeholders yang
hasilnya digunakan sebagai responden untuk diwawancarai.
49
Tabel IV.1. INTEREST, KEPENTINGAN DAN PENGARUH STAKEHOLDERS DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL
KELOMPOK STAKEHOLDERS
INTEREST STAKEHOLDERS TERHADAP IKK
PENGARUH (INFLUENCE) STAKEHOLDERS TERHADAP IKK
DAMPAK PROGRAM TERHADAP INTEREST (+) (0) (-)
KEPENTINGAN (IMPORTANCE)
STAKEHOLDERS KESUKSESAN
PROGRAM 1 = little/no importance 2 = some importance 3 = moderate importance 4 = very importance 5 = critical player
PENGARUH (INFLUENCE)
STAKEHOLDERS TERHADAP PROGRAM
1 = little/no influence 2 = some influence 3 = moderate influence 4 = significant influence 5 = very influence
I. Kelompok Regulator (Pemerintah) Dinas Perindustrian Perdagangan
dan Koperasi DIY Pengembangan industri
kecil se DIY Perumusan kebijakan pengembangan,implementasi
program dan penyediaan fasilitas bagi industri se DIY + 4 4
Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Gunungkidul
Pengembangan industri kecil Gunungkidul
Perumusan kebijakan pengembangan,implementasi program,pendanaan dan penyediaan fasilitas bagi industri kecil menengah Gunungkidul
+ 5 5
UPT Balai Bisnis DIY Pengembangan Desain Promosi dan Pemasaran Konsultasi bisnis
Peningkatan kapasitas SDM Pengrajin Pelayanan informasi dan konsultasi
+ 4 4
Dekranasda Pembinaan industri kecil kerajinan
Pembinaan baik pelatihan keterampilan, teknis, desain dan SDM.
Fasilitasi aspek pemasaran
+ 4 4
II. Kelompok Swasta Pedagang/Eksportir Kerjasama bisnis dengan
orientasi profit Pemasaran produk + 4 5
Asosiasi/Yayasan Kerjasama bisnis dengan orientasi profit
Pembinaan industri kecil
Pemasaran produk kerajinan Penguatan modal Pelatihan-pelatihan
+ 4 5
BUMN Misi pengembangan usaha kecil
Ketersediaan kredit pengembangan usaha + 3 4
Sumber : Hasil Analisis 2008
50
Lanjutan…
KELOMPOK STAKEHOLDERS
INTEREST STAKEHOLDERS TERHADAP IKK
PENGARUH (INFLUENCE) STAKEHOLDERS TERHADAP IKK
DAMPAK PROGRAM TERHADAP INTEREST (+) (0) (-)
KEPENTINGAN (IMPORTANCE)
STAKEHOLDERS KESUKSESAN
PROGRAM 1 = little/no importance 2 = some importance 3 = moderate importance 4 = very importance 5 = critical player
PENGARUH (INFLUENCE)
STAKEHOLDERS TERHADAP PROGRAM
1 = little/no influence 2 = some influence 3 = moderate influence 4 = significant influence 5 = very influence
III. Kelompok Industri Kecil Kerajinan Pengrajin Sentra Industri Kecil
Kerajinan Bobung Peningkatan pendapatan dan
skala usaha Peningkatan jumlah unit usaha Penyerapan tenaga kerja
+ 5 5
Pengrajin Sentra Industri Kecil Kerajinan Ornamen Batu
Peningkatan pendapatan dan skala usaha
Peningkatan jumlah unit usaha Penyerapan tenaga kerja
+ 5 5
Pengrajin Sentra Industri Kecil Kerajinan Bambu
Peningkatan pendapatan dan skala usaha
Peningkatan jumlah unit usaha Penyerapan tenaga kerja
+ 5 5
IV. Kelompok Perguruan Tinggi dan LSM
Perguruan Tinggi di DIY Penelitian dan pengembangan teknologi produksi
Peningkatan kapasitas SDM pengrajin
Pembinaan dan pelatihan-pelatihan bagi pengrajin + 3 3
Perguruan Tinggi di Gunungkidul
Penelitian dan pengembangan teknologi produksi
Peningkatan kapasitas SDM pengrajin
Pembinaan dan pelatihan-pelatihan bagi pengrajin + 3 3
LSM di Gunungkidul Lembaga pelayanan alternatif bagi industri kecil yang berfungsi sebagai perantara untuk menjembatani industri kecil dengan pemerintah dan swasta
Sangat berpotensi sebagai partner industri kecil Penelitian, pelatihan, konsultasi dan fasilitasi bagi
industri kecil
+ 3 3
Sumber : Hasil Analisis 2008
51
Tabel IV.2. PEMETAAN STAKEHOLDERS BERDASARKAN PENGARUH (INFLUENCE) DAN KEPENTINGAN (IMPORTANCE)
INFLUENCE OF STAKEHOLDERS
IMPORTANCE OF ACTIVITY TO STAKEHOLDERS Little/No Importance Some Importance Moderate Importance Very Importance Critical Player
Little/No Influence Some Influence Moderate Influence Perguruan Tinggi dan
LSM
Significant Influence BUMN Disperindagkop DIY UPT Balai Bisnis DIY Dekranasda
Very Influence Pedagang/Eksportir Asosiasi/Yayasan
Disperindagkop Gunungkidul
Pengrajin Sentra IKK Bobung
Pengrajin Sentra IKK Ornamen Batu
Pengrajin Sentra IKK Bambu
Sumber : Hasil Analisis 2008
Ket. Stakeholders kunci/utama
52
Berdasarkan hasil analisis stakeholders yang telah dilakukan diatas, diperoleh
stakeholders kunci/utama yang nantinya menjadi narasumber wawancara
(responden kunci).
Adapun narasumber tersebut secara rinci adalah :
- Stakeholders kunci/utama berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya
pada pengembangan industri kecil
- Disperindagkop Kabupaten Gunungkidul
Sebagai dinas teknis yang bertanggungjawab pada pembinaan dan
pengembangan industri kecil di Kabupaten Gunungkidul
- Pengrajin Sentra Industri Kecil Kerajinan Bobung
- Pengrajin Sentra Industri Kecil Kerajinan Ornamen Batu
- Pengrajin Sentra Industri Kecil Kerajinan Bambu
Pengrajin ketiga sentra industri kecil kerajinan ini sebagai pelaku usaha
yang berperan dalam peningkatan perekonomian daerah melalui
penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat.
- Stakeholders pendukung berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya
pada pengembangan industri kecil adalah :
- Pedagang/eksportir
Pelaku usaha yang berperan dalam pemasaran produk industri kecil
- Asosiasi/Yayasan
Pelaku usaha yang berperan dalam pemasaran dan pembinaan industri
kecil kerajinan
- Disperindagkop DIY
Dinas teknis yang berperan dalam pengembangan dan pembinaan industri
se DIY
- UPT Balai Bisnis DIY
Unit pelaksana teknis yang berperan dalam memfasilitasi aspek pemasaran
produk industri kecil se DIY
- Dekranasda
Lembaga yang khusus membina industri kecil kerajinan
- BUMN
53
Lembaga perbankan dan usaha besar yang berperan dalam bantuan
permodalan usaha dan pembinaan bagi usaha kecil
- Perguruan Tinggi dan LSM
Sebagai lembaga penelitian dan pengembangan yang dapat membantu
usaha kecil dalam pengembangan teknologi produksi, sumberdaya
manusia.
Pada penelitian ini stakeholders yang teridentifikasi menjadi narasumber
wawancara kemudian disesuaikan dengan informasi dari stakeholders
kunci/utama. Informasi dari masing-masing stakeholders ini digunakan untuk
menganalisis pola kemitraan yang terjadi dalam pengembangan industri kecil
kerajinan di Gunungkidul.
IV.2. Identifikasi Pola Kemitraan antar Stakeholders dalam Pengembangan
Industri Kecil Kerajinan
Pola kemitraan yang diidentifikasi adalah pola kemitraan pada tiga sentra
industri kecil kerajinan yaitu : sentra industri kecil kerajinan topeng dan batik
kayu Bobung, sentra industri kecil kerajinan ornamen batu putih dan sentra
industri kecil kerajinan bambu.
Kemitraan pada masing-masing sentra adalah kemitraan antar industri kecil
kerajinan, kemitraan antara industri kecil kerajinan dengan pedagang/eksportir,
BUMN, asosiasi/yayasan, kemitraan antara industri kecil kerajinan dengan
perguruan tinggi dan LSM, kemitraan antara industri kecil kerajinan dengan
pemerintah.
Berdasarkan pola kemitraan yang diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1995 tentang
usaha kecil dan PP 44 tahun 1997 tentang kemitraan serta pola kemitraan usaha
lainnya dalam pengembangan industri kecil kerajinan (Kuncoro, 2000), maka
indikator kemitraan yang dibutuhkan dalam pengembangan industri dapat dilihat
pada tabel IV.3 berikut :
54
Tabel IV.3. Indikator kemitraan yang dibutuhkan antara industri kecil
kerajinan dengan stakeholders
No Stakeholders Kemitraan yang dibutuhkan
1. Industri kecil kerajinan - Kemitraan dalam pengadaan bahan baku - Subkontrak - Kemitraan dalam pemanfaatan teknologi - Kemitraan dalam akses permodalan - Kemitraan dalam promosi & pemasaran
2. Pedagang & Eksportir BUMN, Asosiasi/Yayasan
- Pola bapak angkat - Kredit bunga lunak - Subkontrak - Ventura - Perdagangan umum - Waralaba - Keagenan
3. Perguruan Tinggi Lembaga Masyarakat
- Kemitraan dalam desain produk kerajinan - Kemitraan dalam pelatihan tenaga kerja - Kemitraan dalam pemanfaatan teknologi
tepat guna (TTG) - Kemitraan dalam pelatihan teknik
produksi & pengelolaan administrasi - Kemitraan dalam fasilitasi pada akses
permodalan 4. Pemerintah - Pendidikan & Pelatihan
- Bantuan Modal & Peralatan - Penelitian & Pengembangan - teknologi produksi - Perantara ind.kecil kerajinan dgn bapak
angkat & Buyer - Pelayanan informasi & konsultasi - Fasilitasi Promosi produk IK
Sumber : Diolah dari UU No 9 Tahun 1995 & PP 44 Tahun 1997; Kuncoro 2000
Pola – pola kemitraan yang teridentifikasi diperoleh berdasarkan hasil
wawancara dengan masing-masing stakeholders yang saling bekerjasama. Pola
kemitraan ini dapat dilihat pada tabel IV.4 berikut :
55
Tabel IV.4. Kemitraan Antar Stakeholders dalam pengembangan industri kecil kerajinan
STAKEHOLDERS KEMITRAAN YANG DIBUTUHKAN DALAM PENGEMBANGAN
INDUSTRI
KEMITRAAN SENTRA BOBUNG
KEMITRAAN SENTRA
ORNAMEN BATU
KEMITRAAN SENTRA
KERAJINAN BAMBU
KET.
1 2 3 4 5 6
INDUSTRI
Kemitraan dalam pengadaan bahan baku - Kesepakatan harga bersama - Sharing bahan baku
Subkontrak
- Subkontrak barang ½ Jadi & barang Jadi
Kemitraan dalam pemanfaatan teknologi - Teknik pengawetan dan pengeringan bahan baku
Kemitraan dalam akses permodalan - Pinjaman modal ke koperasi
Kemitraan dalam promosi & pemasaran - Menampung Hasil Produksi Pengrajin Kecil
PEDAGANG/EKSPORTIR
Pola bapak angkat
Kredit bunga lunak
Subkontrak
- Subkontrak barang ½ Jadi
Ventura
Perdagangan umum
- Pemasaran Konsinyasi, - Job Order
Waralaba
Keagenan
Sumber : Hasil Analisis 2008
56
Lanjutan…….
1 2 3 4 5 6
BUMN
Pola Bapak Angkat
Fasilitasi Pameran Produk
Kredit Bunga Lunak
Permodalan Usaha
Ventura
Perdagangan umum
Waralaba
Keagenan
ASOSIASI/YAYASAN
Pola Bapak Angkat
Kredit Bunga Lunak
Permodalan Usaha
Subkontrak
Barang ½ Jadi
Ventura
Perdagangan umum
Produsen – Buyer (job order)
Waralaba
Keagenan
Sumber : Hasil Analisis 2008
57
Lanjutan……..
1 2 3 4 5 6
PERGURUAN TINGGI & LSM
Kemitraan dalam desain produk kerajinan
Sentra Industri sebagai tempat magang dan penelitian
Kemitraan dalam pelatihan tenaga kerja
Kemitraan dalam pemanfaatan teknologi tepat guna (TTG)
Kemitraan dalam pelatihan teknik produksi & pengelolaan administrasi
Kemitraan dalam fasilitasi pada akses permodalan
PEMERINTAH
Pendidikan & Pelatihan,
Peningkatan Kapasitas SDM Pengrajin
Bantuan Modal & Peralatan
Pasca Gempa
Penelitian & Pengembangan teknologi produksi
Pengembangan desain dan kualitas produk
Perantara industri kecil kerajinan dengan bapak angkat & Buyer
Temu Bisnis
Pelayanan informasi & konsultasi Konsultasi manajemen usaha dan pemasaran
Fasilitasi Promosi produk Industri Kecil
Pameran Kerajinan & Show Room
Sumber : Hasil Analisis 2008
58
IV.3. Analisis Kemitraan antar Stakeholders dalam Pengembangan Industri
Kecil Kerajinan
IV.3.1.Kemitraan antar Industri Kecil Kerajinan
Kemitraan antar pengusaha industri kecil kerajinan dilihat dari kemitraan
pengadaan bahan baku, kemitraan subkontrak, kemitraan dalam pemanfaatan
teknologi, kemitraan dalam akses permodalan, kemitraan dalam promosi dan
pemasaran.
IV.3.1.1. Kasus I : Sentra Industri Kecil Kerajinan Bobung
Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 pengrajin dalam sentra Bobung
pola kemitraan yang terjadi dapat diuraikan sebagai berikut :
A. Kemitraan dalam pengadaan bahan baku
Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi topeng dan kerajinan
batik kayu adalah kayu pule dan kayu sengon yang dipasok dari lokal
Gunungkidul dan daerah sekitar. Khusus untuk kayu pule yang mulai langka di
Gunungkidul, pasokan dipenuhi dari daerah Pacitan, Wonogiri dan Jawa Timur.
Dalam pengadaan bahan baku ini pengrajin dalam sentra Bobung melakukan
pemesanan sendiri-sendiri dengan 5 suplier tetap yang datang langsung ke sentra
Bobung. Akan tetapi walaupun pengadaan bahan baku sendiri oleh pengrajin,
terjadi kerjasama antar sesama pengrajin dalam hal kesepakatan harga penawaran.
Jika supplier sudah mewarkan bahan baku kepada salah satu pengrajin maka
pengrajin lain tidak mau lagi menawar dengan harga yang lebih tinggi dari
pengrajin sebelumnya. Hal ini untuk menghindari permainan harga oleh supplier.
Kerjasama lainnya adalah dalam hal pinjam meminjam bahan baku antar
sesama pengrajin jika mendapatkan order yang banyak dalam waktu yang
mendesak. Model kerjasama ini belum dapat dikatakan kemitraan yang
dibutuhkan dalam pengembangan industri kecil kerajinan. Pengadaan bahan baku
sendiri-sendiri memiliki kelemahan dalam hal kontinuitas pasokan sehingga
mengalami kesulitan dalam memenuhi order yang banyak dengan waktu delivery
yang mendesak.
59
B. Subkontrak
Pengrajin disentra industri Bobung bekerjasama dengan cara subkontrak
barang setengah jadi. Subkontrak dilakukan jika mendapatkan order yang besar
dengan waktu pengerjaan yang singkat maka pengrajin melakukan pemesanan
barang setengah jadi yang masih dalam bentuk putihan pada pengrajin lainnya.
Model kemitraan ini sudah biasa dilakukan oleh pengrajin dalam sentra.
Subkontrak hanya terbatas pada barang setengah jadi disebabkan penanganan
proses finishing masing-masing pengrajin berbeda. Kualitas produk ditentukan
oleh proses finishing ini.
Dalam proses finishing dilakukan pengawetan produk yang oleh masing-
masing pengrajin mempunyai teknik pengawetan khusus. Teknik pengawetan
secara umum menggunakan bahan kimia, akan tetapi pengawetan khusus yang
merupakan inovasi yang ditemukan sendiri oleh pengrajin masih dirahasiakan.
Hal ini disebabkan karena persaingan usaha untuk mendapatkan buyer ditentukan
oleh kualitas produk yang dihasilkan. Alasan lain subkontrak barang setengah jadi
karena proses pembatikan dengan teknik pencampuran warna yang berbeda untuk
masing-masing pengrajin dan untuk menjaga keseragaman warna sesuai dengan
permintaan buyer. Teknik pencampuran warna ini dirahasiakan oleh pengrajin
sebagai ciri khas produk.
C. Kemitraan dalam pemanfaatan teknologi
Industri kecil kerajinan pada umumnya belum memerlukan teknologi
dalam bentuk mesin-mesin teknologi tinggi. Produk kerajinan ditentukan oleh
kreativitas pengrajin dalam menghasilkan suatu produk dengan kualitas dan nilai
seni yang tinggi. Walaupun belum membutuhkan mesin berteknologi tinggi,
industri kecil kerajinan memerlukan inovasi dalam teknik produksi. Inovasi ini
dalam bentuk teknik pengeringan dan pengawetan bahan baku, teknik finishing
dan pewarnaan proses pembatikan.
Pada sentra kerajinan Bobung telah terjalin kerjasama dalam pemanfaatan
mesin pengering bahan baku. Mesin ini merupakan bantuan dari pemerintah
melalui Disperindagkop Gunungkidul yang diberikan dalam rangka pemulihan
usaha industri kecil pasca gempa. Mesin ini ditempatkan pada empat perusahaan
yang berskala menengah dan dapat digunakan secara bersama oleh semua
60
pengrajin yang ada dalam sentra kerajinan Bobung. Kerjasama lainnya adalah
saling berbagi informasi dalam teknik pengawetan bahan yang menggunakan
bahan kimia. Sedangkan teknik pengawetan khusus masih menjadi rahasia
perusahaan masing-masing pengrajin seperti dijelaskan sebelumnya pada
kemitraan subkontrak.
D. Kemitraan dalam akses permodalan
Sentra industri kerajinan Bobung telah memiliki koperasi pengrajin yang
dibentuk sejak tahun 2006 tetapi diresmikan dan memiliki badan hukum baru
tahun 2008. Koperasi ini dengan modal 600 juta sebagai bantuan pemerintah
dalam rangka pemulihan usaha pasca gempa. Koperasi ini merupakan koperasi
simpan pinjam yang melayani kebutuhan modal pengrajin dalam sentra. Koperasi
juga menjadi wadah pengrajin dalam mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Kerjasama dalam akses permodalan antar sesama pengrajin hanya melalui
koperasi untuk pinjaman modal skala kecil. Sedangkan untuk kebutuhan modal
skala besar pengrajin mengakses sendiri ke BUMN yang menyediakan kredit
usaha.
Akses modal ke BUMN ini berdasarkan kebutuhan modal dan penilaian
kelayakan usaha masing-masing pengrajin. Pengrajin belum mau bekerjasama
dalam akses modal ke BUMN melalui koperasi disebabkan pembebanan bunga
yang tinggi oleh pihak koperasi. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak
Basuki pimpinan perusahaan Hasta Karya dan beberapa pengrajin lainnya, bahwa
akses modal melalui koperasi terjadi dobel bunga. Pinjaman modal dari BUMN
dengan bunga lunak jika penyalurannya ditangani oleh koperasi maka pihak
koperasi sebagai badan usaha membebankan kembali bunga sesuai ketentuan
peminjaman melalui koperasi. Dobel bunga ini dirasakan berat bagi pengrajin jika
meminjam dalam jumlah yang besar. Alasan lain belum ada kemitraan dalam
akses modal bersama ke BUMN disebabkan sulitnya mendapatkan barang
jaminan yang dapat digunakan bersama. Masing-masing pengrajin merasa berat
menggunakan asset pribadinya sebagai jaminan bersama. Ini berkaitan dengan
proses pengembalian kredit oleh masing-masing pengrajin yang meminjam secara
bersama, dikhawatirkan ada kredit macet yang akan berimplikasi pada penyitaan
barang jaminan.
61
E. Kemitraan dalam promosi dan pemasaran
Sentra industri kerajinan Bobung belum bekerjasama dalam pemasaran
bersama produk kerajinan. Hal ini disebabkan belum ada lembaga khusus yang
menangani pemasaran produk kerajinan Bobung. Pemasaran masih dilakukan
sendiri-sendiri oleh pengrajin yang menyebabkan lemahnya posisi tawar dengan
pedagang/eksportir. Sebagian pengrajin lebih suka menjual produk setengah jadi
karena permintaan untuk itu banyak dan lebih mudah memasarkannya. Pemasaran
barang setengah jadi ini menyebabkan produk jadi sentra Bobung menjadi mahal
dan kalah bersaing dengan produk sejenis dari daerah Bantul dan Yogyakarta.
Pengrajin di dua daerah ini dapat menjual produknya lebih murah dari produk
sentra Bobung karena mereka hanya mengerjakan proses finishing saja sehingga
biaya produksinya lebih murah.
Kerjasama dalam promosi dan pemasaran yang terjadi di sentra Bobung
dalam hal mengikutkan produk pengrajin lain dalam pameran yang diikuti salah
satu pengrajin jika produk tersebut jenisnya berbeda. Untuk pengusaha yang
sudah berskala menengah menampung hasil barang setengah jadi pengrajin kecil.
IV.3.1.2. Kasus 2 : Sentra Industri Kecil Kerajinan Ornamen Batu
Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 pengrajin dalam sentra industri
ornamen batu putih, pola kemitraan yang terjadi dapat diuraikan sebagai berikut :
A. Kemitraan dalam pengadaan bahan baku.
Kerjasama pengadaan bahan baku disentra kerajinan batu putih masih
terbatas pada saling pinjam bahan baku jika mendapatkan order yang tiba-tiba.
Kerjasama ini terjadi antara tiga pengrajin skala menengah. Pengadaan bahan
baku secara bersama belum dilakukan karena di sentra ini belum terbentuk
organisasi ataupun asosiasi yang menjadi wadah bagi pengrajin dalam sentra. Dari
hasil wawancara dengan pengusaha ornamen batu ini didapat informasi supply
bahan baku dipenuhi dari lokal Gunungkidul dengan 6 supplier untuk jenis batu
putih. Supply batu putih ini diperoleh pengrajin dengan menambang langsung
(membeli bukit karst) bagi perusahaan skala menengah. Pengrajin lainnya
bekerjasama dengan penambang batu yang ada di Kecamatan Wonosari dan
Semin. Sedangkan batu hitam di supply dari Sleman dan Merapi.
62
B. Subkontrak
Dalam memenuhi order yang banyak dan tiba-tiba dengan waktu
penyelesaian yang singkat, pengrajin di sentra ini bekerjasama dengan cara
subkontrak dengan pengrajin lainnya. Subkontrak ini langsung untuk produk jadi
dengan desain dari buyer. Dalam pelaksanaan subkontrak ini kesepakatan harga
dilakukan secara bersama antara pengrajin penerima subkontrak dengan pemberi
order. Ada keterbukaan harga antara pemberi order dengan pengrajin subkontrak,
dimana harga disepakati jika selisihnya dari order awal dengan buyer tidak terlalu
jauh. Mekanisme pembayaran antara pemberi order dengan pengrajin dilakukan
pada saat produk diserahkan ke pemberi order. Kerjasama ini memberi
keuntungan kedua pihak dimana pengrajin subkontrak tidak dibebankan resiko
kerugian penjualan. Disisi lain pemberi order dapat menghemat biaya produksi
dengan cara mensubkontrakkan sebagian proses produksinya ke pengrajin lain.
C. Kemitraan dalam akses permodalan
Akses ke sumber permodalan dilakukan langsung oleh masing-masing
pengrajin sesuai dengan kebutuhan modal dan penilaian kelayakan usaha.
Kerjasama antar pengrajin dalam mengakses sumber modal bersama belum terjadi
disebabkan belum ada lembaga/organisasi yang memfasilitasi. Dari wawancara
dengan pengrajin di sentra batu ini diperoleh informasi salah satu alasan belum
ada kerjasama akses permodalan karena adanya pihak-pihak yang melakukan
praktek rentenir. Menurut sebagian pengrajin skala kecil yang ada di sentra ini
lebih mudah meminjam uang ke rentenir dibandingkan ke lembaga keuangan
seperti Bank dan BUMN lainnya. Kesulitan pengrajin mengakses modal ke Bank
karena persyaratan kredit dengan jaminan. Sedangkan ke rentenir tidak
mempersyaratkan jaminan apapun, tetapi pembebanan bunga yang tinggi. Akan
tetapi bagi pengrajin hal ini tidak menjadi masalah karena dapat menanggulangi
kebutuhan modal usaha pengrajin jangka pendek.
D. Kemitraan dalam promosi dan pemasaran.
Kerjasama dalam promosi dan pemasaran antar pengrajin di sentra batu ini
adalah kerjasama pemasaran dimana pengrajin skala menengah menampung hasil
produksi pengrajin kecil. Hal ini berdasarkan wawancara dengan Bapak Ngatijan
63
pimpinan Mustafa Stone. Dalam sentra ini terdapat 3 usaha skala menengah yang
membantu pengrajin kecil dalam memasarkan hasil produksinya.
IV.3.1.3. Kasus 3 : Sentra Industri Kecil Kerajinan Bambu
Identifikasi pola kemitraan di sentra industri kecil kerajinan bambu ini
dilakukan dengan wawancara pada 4 pengusaha kerajinan bambu yang sudah
berskala ekspor. Dalam sentra industri terdapat banyak pengrajin bambu tetapi
jenis produk yang dihasilkan sebagian besar adalah sangkar burung.
Pola dan model kemitraan antar industri kerajinan bambu berdasarkan informasi
dari 4 pengusaha/pengrajin ini adalah sebagai berikut :
A. Kemitraan dalam pengadaan bahan baku
Kerjasama antar pengusaha kerajinan bambu dalam pengadaan bahan baku
belum terjadi disebabkan jenis bahan baku bambu yang dibutuhkan oleh masing-
masing pengusaha berbeda sesuai dengan permintaan dari buyer. Bahan baku
bambu ini sebagian masih dipenuhi dari lokal Gunungkidul, sedangkan untuk
jenis bambu tertentu dipasok dari Pacitan dengan 4 suplier tidak tetap dan 1
suplier tetap. (hasil wawancara dengan Bapak Suwarji, pimpinan FDA
Handycraft)
B. Subkontrak
Kemitraan dengan model subkontrak dilakukan oleh pengusaha kerajinan
bambu di sentra ini jika mendapatkan order yang banyak dalam waktu yang
singkat untuk diselesaikan. Pengrajin akan meminta barang setengah jadi ataupun
barang jadi kepada pengrajin lainnya dengan harga yang sudah memperhitungkan
keuntungan bagi pengrajin pemberi subkontrak. Kesepakatan harga disetujui jika
harga dari pengrajin yang mensubkontrakkan selisihnya tidak jauh berbeda
dengan harga order dari buyer.
C. Kemitraan dalam pemanfaatan teknologi
Dalam pemanfaatan teknologi, pengrajin sentra bambu masih
menggunakan peralatan dengan teknologi sederhana. Inovasi teknologi
berdasarkan kreatifitas masing-masing pengrajin dalam menghadapi persaingan
64
pasar. Ketatnya persaingan pasar ini menyebabkan pengrajin tidak mau berbagi
infomasi dalam inovasi teknologi. Menurut Bapak Gunawan pimpinan Kurnia
Handy Craft, persaingan antar pengrajin ini adalah persaingan tidak sehat dimana
ada beberapa pengrajin terutama yang pemula bersedia menjual produk dengan
harga dibawah harga pengrajin lainnya. Hal ini mereka lakukan untuk merebut
pelanggan karena sulitnya memasarkan produk kerajinan bambu bagi pemula.
D. Kemitraan dalam akses permodalan
Kerjasama dalam akses permodalan ini belum terjadi di sentra industri
kerajinan bambu disebabkan kebutuhan permodalan yang berbeda untuk masing-
masing pengrajin. Dalam sentra ini belum ada lembaga/organisasi/asosiasi yang
mewadahi pengrajin dalam mengakses sumber modal bersama.
E. Kemitraan dalam promosi dan pemasaran
Kerjasama dalam promosi dan pemasaran antar sesama pengrajin disentra
ini belum terjalin disebabkan setiap pengrajin sudah memiliki buyer tetap yang
secara rutin memesan produk kerajinan bambu. Kegiatan promosi melalui
pameran yang difasilitasi oleh Dinas Perindagkop tetapi belum semua pengrajin
berkesempatan untuk mengikuti. Dari wawancara dengan Bapak Gunawan dan
Bapak Samto, diperoleh informasi bahwa pameran hanya diikuti oleh pengrajin
yang sudah dikenal oleh pihak Dinas Perindagkop dan tidak ada giliran untuk
pengrajin lainnya di sentra ini.
IV.3.2. Kemitraan Antar Industri Kecil Kerajinan Dengan Pedagang/Eksportir,
BUMN, Asosiasi/Yayasan
Pola kemitraan yang diidentifikasi adalah pola bapak angkat, kredit bunga
lunak, subkontrak, ventura, perdagangan umum, waralaba dan keagenan
IV.3.2.1. Kasus I. Sentra Industri Kecil Kerajinan Bobung
Pola kemitraan yang ada di sentra ini berdasarkan hasil wawancara dapat
dijelaskan pada uraian berikut :
65
A. Pola Bapak Angkat
Pola bapak angkat dengan pihak BUMN dalam bentuk pemberian kredit
modal usaha kepada pengrajin yang secara otomatis menjadi mitra bagi BUMN
tersebut. BUMN yang menjadi bapak angkat ini antara lain adalah BNI, Mandiri,
BRI, Sucofindo, Opalindo, Apikri, Pekerti, yayasan Bethesda, dimana kerjasama
melalui fasilitasi pengrajin pada even-even pameran untuk promosi produk
kerajinan, pelatihan-pelatihan manajemen usaha dalam rangka peningkatan
kapasitas pengrajin. Pola bapak angkat ini belum terjadi dengan
pedagang/eksportir, ini seperti diungkapkan oleh pengrajin yang ada dalam sentra
Bobung. Pedagang/eksportir belum tertarik untuk menjalin kemitraan pola bapak
angkat dengan pengrajin disebabkan minat dari pedagang yang lebih berorientasi
bisnis dengan profit yang maksimal. Kerjasama pedagang/eksportir dengan
pengrajin terbatas pada kerjasama perdagangan umum antara buyer dengan
produsen. Pola kerjasama ini akan dijelaskan tersendiri pada pola kemitraan
perdagangan umum.
B. Kredit Bunga Lunak
Hasil wawancara dengan pengrajin dalam sentra Bobung teridentifikasi
kemitraan dengan pola kredit bunga lunak antara BUMN, Asosiasi/Yayasan
dengan pengrajin dalam sentra. Kemitraan ini terbatas pada pemberian kredit
usaha kecil untuk permodalan usaha sebagai kewajiban BUMN dalam
pengembangan usaha kecil seperti yang diamanatkan oleh UU no 9 tahun 1999
tentang usaha kecil. Dimana BUMN diwajibkan menyisihkan 1-3% laba
bersihnya untuk membantu pengembangan usaha kecil menengah. Bantuan kredit
usaha ini diberikan kepada semua pengrajin dalam sentra dalam rangka pemulihan
usaha pasca gempa. Sedangkan kredit usaha berskala besar diberikan sesuai
penilaian kelayakan usaha pengrajin. Seperti yang diungkapkan oleh bapak
Basuki yang telah menjadi mitra dari Sucofindo, akses terhadap sumber modal ini
dilakukan sendiri-sendiri oleh pengrajin sesuai dengan kebutuhan permodalan dan
penilaian kelayakan usaha. Kredit usaha kecil ini diberikan dengan bunga lunak
sebesar 6 % pertahun dengan persyaratan jaminan kredit yang ditentukan oleh
pihak BUMN. Kredit yang berasal dari Asosiasi/Yayasan diberikan kepada
pengrajin yang sudah menjadi mitra mereka dalam pemasaran produk kerajinan.
66
Kemitraan yang dimaksud adalah hubungan kerjasama perdagangan umum yang
akan dijelaskan tersendiri. Kredit yang diberikan oleh Asosiasi/Yayasan sebagai
tambahan modal usaha dengan persyaratan yang ditentukan oleh Asosiasi
tersebut. Salah satu syaratnya adalah menjadi anggota koperasi pada Asosiasi
tersebut. Pengrajin sentra Bobung yang telah mendapatkan pinjaman kredit dari
Asosiasi Apikri dan yayasan Bethesda ada lima pengrajin yang sudah
dikategorikan cukup maju dan memasarkan produk melalui Apikri. (wawancara
dengan bapak Basuki dan bapak Kadirman).
C. Subkontrak
Pola kemitraan subkontrak terjadi dengan pedagang/eksportir dan Asosiasi
dengan pengrajin sentra Bobung dalam hal subkontrak barang setengah jadi
(putihan). Dari hasil wawancara dengan pengrajin di sentra ini sebagian besar
pengrajin menjalin kerjasama subkontrak barang setengah jadi karena lebih
mudah memasarkan produk setengah jadi dibandingkan barang jadi. Order barang
setengah jadi ini dilakukan pedagang/eksportir untuk diproses lebih lanjut dengan
alasan biaya produksinya lebih murah jika dibandingkan membeli barang jadi
langsung. Subkontrak barang setengah jadi dengan pedagang/eksportir ini dapat
dikatakan juga hubungan kerjasama perdagangan umum. Order untuk subkontrak
ini belum ada kontrak tertulis antara pengrajin dengan pedagang/eksportir.
Transaksi hanya berdasarkan nota pesanan biasa.
D. Perdagangan Umum
Kemitraan dengan pola perdagangan umum antara pengrajin dengan
pedagang/eksportir, asosiasi/yayasan adalah kerjasama pemasaran hasil produk
industri kecil kerajinan. Pedagang/eksporit dan asosiasi/yayasan membeli atau
memesan produk kerajinan ke pengrajin, atau sebaliknya pengrajin menawarkan
dan menjual produk ke pedagang/eksportir dan asosiasi/yayasan. Sistem
pemasaran yang terjadi adalah job order dan konsinyasi. Job order dengan uang
muka dengan pelunasan setelah serah terima pesanan terakhir, sedangkan
konsinyasi tanpa uang muka dengan pembayaran sebulan setelah produk
dititipkan ke toko atau showroom kerajinan. Pemasaran konsinyasi ini hanya
mampu dilakukan oleh pengrajin yang sudah memiliki modal yang cukup besar.
67
Sedangkan pengrajin kecil lainnya bergantung pada order dengan uang muka.
Transaksi bisnis yang terjadi pada pola kemitraan perdagangan umum ini belum
ada kontrak secara tertulis yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak
yang bekerjasama. Kontrak kerjasama hanya berupa nota pesanan biasa seperti
pada pola subkontrak dengan perjanjian-perjanjian secara lisan dimana resiko
penjualan tetap menjadi tanggungan pengrajin. Resiko penjualan ini adanya
produk reject setelah order diterima oleh eksportir dan pengrajin harus mengganti
dengan produk yang baru. Hal ini sering menimbulkan kerugian bagi pengrajin
karena harus mengeluarkan biaya produksi tambahan.
E. Ventura, Waralaba dan Keagenan
Pola kemitraan ventura, waralaba dan keagenan belum terjadi antara
pengrajin dan pedagang, BUMN dan asosiasi. Produk kerajinan hanya salah satu
varian produk yang diperdagangkan sehingga belum ada minat dari
pedagang/eksportir untuk menjalin kerjasama dengan pola lain selain perdagangan
umum.
IV.3.2.2. Kasus 2 : Sentra Industri Kecil Kerajinan Ornamen Batu
Pola kemitraan yang diidentifikasi pada sentra ini berdasarkan hasil
wawancara dengan 10 pengrajin dapat diuraikan sebagai berikut :
A. Pola Bapak Angkat
Kemitraan dengan pola bapak angkat ini terjadi dengan BUMN seperti
sentra inustri kecil Bobung. Kerjasama terjadi karena pemberian bantuan kredit
pasca gempa untuk pemulihan usaha. Pengrajin yang menjadi mitra BUMN
difasilitasi dalam pameran untuk promosi produk kerajinan. Pembinaan lain yang
diberikan adalah dalam manajemen usaha dengan mengikutkan pengrajin pada
pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh lembaga-lembaga perbankan dan BUMN
lainnya.
B. Kredit Bunga Lunak
Kerjasama dalam pemberian fasilitas kredit bunga lunak kepada pengrajin
dilakukan dalam rangka pemulihan usaha pasca gempa dan melalui program
68
BUMN dengan Kredit Usaha Kecil (KUK) bagi usaha kecil menengah. Kredit
Usaha Kecil ini diberikan sesuai penilaian kelayakan usaha dan dengan
persyaratan jaminan yang ditentukan oleh BUMN. KUK ini belum dapat diakses
oleh semua pengrajin yang ada dalam sentra disebabkan persyaratan jaminan
kredit tersebut.
C. Subkontrak
Sentra ornamen batu belum mengadakan subkontrak dengan
pedagang/eksportir disebabkan order pasar untuk kerajinan batu ini terbatas dan
sebagian besar berskala ekspor yang dilakukan langsung oleh perusahan-
perusahan eksportir. Hubungan kerjasama dalam bentuk perdagangan umum
dimana order langsung dari buyer atau perusahaan eksportir.
D. Perdagangan Umum
Sebagaimana kemitraan dengan sentra Bobung, pola kemitraan
perdagangan umum yang terjadi di sentra batu ini terbatas atas kerjasama dalam
pemasaran dengan sistem job order. Perusahaan eksportir membeli produk
kerajinan batu untuk kemudian diekspor sesuai permintaan buyer dari luar negeri.
Ekspor kerajinan batu ini ke negara – negara seperti Singapura, Malaysia, Eropa,
Amerika. Ekspor ini masih melalui pihak ke 3 yaitu perusahan eksportir dan agen-
agen pengiriman barang seperti MSA Cargo. Pengrajin belum mampu melakukan
ekspor sendiri karena keterbatasan kemampuan SDM dan untuk menghindari
resiko penjualan akibat ulah buyer yang tidak melunasi pembayaran karena hilang
kontak. Pengrajin yang mendapatkan buyer langsung dari luar negeri bekerjasama
dengan agen-agen pengiriman barang untuk melakukan ekspor. Dengan kerjasama
seperti ini tanggungjawab pengrajin hanya sampai pada proses pengiriman ke
agen dan selanjutnya urusan ekspor menjadi tanggungjawab agen. Pembayaran
juga dilakukan melalui agen tersebut sehingga dapat menghindarkan pengrajin
dari resiko ditipu oleh buyer. Kerjasama pemasaran ini belum ada kontrak tertulis
hanya berdasarkan nota pesanan dan atas dasar saling percaya. Untuk hubungan
kerjasama perdagangan yang sudah berlangsung lama dan menjadi pelanggan
tetap hal ini dapat saja dilakukan, akan tetapi dengan pelanggan baru akan
menimbulkan masalah dikemudian hari seperti halnya kasus penipuan.
69
E. Ventura, Waralaba dan Keagenan
Kemitraan dengan pola ventura, waralaba dan keagenan belum terjadi
karena minat pedagang/eksportir masih terbatas pada perdagangan umum dengan
orientasi profit yang maksimal.
IV.3.2.3. Kasus 3 : Sentra Industri Kecil Kerajinan Bambu
Pola kemitraan sentra industri kecil kerajinan bambu dengan
Pedagang/Eksportir, BUMN dan Asosiasi/Yayasan dapat diuraikan sebagai
berikut :
A. Pola Bapak Angkat
Kemitraan dengan pola bapak angkat terjadi antara pengrajin dengan
lembaga perbankan. Pengrajin sentra bambu ini menjadi mitra dari BRI dalam
pemberian kredit usaha kecil. Seperti halnya sentra lainnya pengrajin yang
mendapatkan kredit usaha akan menjadi mitra dari lembaga perbankan tersebut.
B. Kredit Bunga Lunak
Pola kemitraan dengan kredit bunga lunak menjadi salah satu program
BUMN dalam pembinaan kepada usaha kecil. Pemberian kredit bunga lunak ini
berdasarkan penilaian kelayakan usaha oleh pihak BUMN. Kredit bunga lunak
yang diberikan berupa kredit usaha kecil dengan persyaratan jaminan. Belum
semua pengrajin dapat mengakses kredit ini karena persyaratan jaminan yang
belum dapat dipenuhi oleh pengrajin.
C. Subkontrak
Pola subkontrak antara pengrajin dengan pedagang/eksportir dan asosiasi
terbatas pada subkontrak barang setengah jadi. Pengrajin sentra bambu
mengerjakan sebagian komponen yang selanjutnya akan dilakukan proses
finishing oleh pemberi order. Untuk produk yang menggunakan kombinasi bahan
yang beragam, pengrajin mendapatkan order subkontrak dalam penyelesaian akhir
menjadi barang jadi.
70
D. Perdagangan Umum
Pola kemitraan perdagangan umum merupakan pola yang paling lazim
dilakukan antara pedagang/eksportir dan asosiasi dengan pengrajin industri kecil.
Seperti halnya kedua sentra industri kecil kerajinan sebelumnya, kemitraan
perdagangan umum ini terbatas pada hubungan dagang biasa antara produsen dan
pembeli/buyer. Pedagang/eksportir membeli atau memesan barang kepada
pengrajin untuk kemudian dijual kembali kepada konsumen akhir.
Transaksi bisnis ini ada yang sudah menggunakan kontrak tertulis yang semua
persyaratannya dibuat oleh pembeli. Kontrak terutama berisi ketentuan-ketentuan
mengenai kualitas, waktu penyelesaian, harga, pembayaran dan sanksi-sanksi.
Kontrak akan disetujui oleh pengrajin jika ketentuan-ketentuannya dinilai tidak
memberatkan pengrajin, terutama ketentuan mengenai harga, kualitas dan waktu
penyelesaian produk.
E. Ventura, Waralaba, Keagenan
Pola kemitraan ventura, waralaba dan keagenan belum terjadi disentra ini.
Hubungan kemitraan yang terjadi hanya terbatas pada pola yang telah dijelaskan
sebelumnya.
IV.3.3. Kemitraan antara Industri Kecil Kerajinan dengan Perguruan Tinggi dan
LSM
Kemitraan dengan perguruan tinggi dan lembaga masyarakat dilihat dari
hubungan kerjasama dalam : 1) desain produk kerajinan; 2) pelatihan tenaga
kerja; 3) pemanfaatan teknologi tepat guna; 4) pelatihan teknik produksi dan
pengelolaan administrasi; 5) fasilitasi pada akses permodalan. Dari kelima model
hubungan kemitraan ini untuk ketiga sentra industri kecil kerajinan belum terjalin
kerjasama dengan pihak perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat.
Berdasarkan wawancara dengan pengrajin di ketiga sentra ini diperoleh informasi
bahwa pihak perguruan tinggi belum melakukan pembinaan kepada industri kecil.
Sentra industri kecil menjadi lokasi magang bagi KKN Terpadu UGM. Kerjasama
yang pernah terjadi adalah salah satu pengrajin di sentra Bobung menjadi
instruktur pada pelatihan ketrampilan yang diadakan salah satu perguruan tinggi
di Gunungkidul. Kerjasama lainnya terkait dengan budidaya kayu pule salah satu
71
bahan baku kerajinan topeng pada program pelestarian hutan wanagama oleh
Dinas Kehutanan Gunungkidul dan Fakultas Kehutanan UGM. Program
kerjasama ini tidak terkait secara langsung dengan pengrajin yang ada dalam
sentra Bobung. Program-program pembinaan usaha kecil sebagai salah satu
program pengabdian kepada masyarakat oleh perguruan tinggi belum menyentuh
pengrajin yang ada disentra industri Gunungkidul.
IV.3.4. Kemitraan antara Industri Kecil Kerajinan dengan Pemerintah
Kemitraan yang dibutuhkan oleh industri kecil kerajinan dengan
pemerintah dapat dilihat dari kemitraan dalam pendidikan dan pelatihan, bantuan
modal dan peralatan, penelitian dan pengembangan teknologi produksi, perantara
industri kecil kerajinan dengan bapak angkat dan buyer, pelayanan informasi dan
konsultasi, fasilitasi promosi produk industri kecil. Hubungan kerjasama pada
masing-masing sentra dapat dijelaskan sebagai berikut :
IV.3.4.1. Kasus I : Sentra Industri Kecil Kerajinan Bobung.
Dari hasil wawancara dengan pengrajin di sentra bobung diperoleh
informasi kerjasama dengan pemerintah seperti diuraikan dibawah ini :
A. Pendidikan dan Pelatihan
Sebagai upaya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia para pengrajin,
pemerintah menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan. Program dilklat
yang telah diikuti pengrajin di sentra bobung antara lain diklat ekspor impor,
diklat kluster industri, diklat pembatikan, pelatihan teknik pengawetan dan
pengeringan bahan baku.
B. Bantuan Modal dan Peralatan
Program bantuan modal dan peralatan untuk pengrajin ini dalam rangka
pemulihan usaha pasca gempa. Sentra kerajinan bobung mendapatkan bantuan
modal usaha dari Departemen Koperasi dan UKM yang penyalurannya dilakukan
melalui koperasi pengrajin. Selain bantuan modal, pemerintah juga memberikan
bantuan peralatan kepada masing-masing pengrajin. Peralatan ini jenisnya
berbeda untuk setiap pengrajin disesuaikan dengan kebutuhan dan skala usaha.
72
Peralatan bantuan ini dapat digunakan bersama oleh pengrajin dalam sentra.
Seperti halnya untuk jenis peralatan bor, oven untuk pengeringan bahan baku
yang jumlahnya terbatas.
C. Penelitian dan Pengembangan Teknologi Produksi
Kerjasama dalam pengembangan teknologi produksi melalui bantuan
peralatan pengeringan bahan baku dan pelatihan teknik pembatikan dan
pengawetan produk. Pemerintah memfasilitasi pelatihan ini sebagai upaya untuk
meningkatkan daya saing produk kerajinan bobung.
D. Perantara Industri Kecil Kerajinan dengan Bapak Angkat dan Buyer
Kerjasama dalam upaya untuk memfasilitasi dan memediasi pengrajin
dengan bapak angkat dan buyer dari luar negeri dilakukan melalui program misi
dagang dengan kegiatan temu bisnis oleh UPT Balai Bisnis DIY. Temu bisnis ini
sebagai upaya mempertemukan pengrajin dengan buyer dari luar negeri untuk
meningkatkan ekspor produk kerajinan.
E. Pelayanan informasi dan Konsultasi
Kerjasama dalam pelayanan informasi dan konsultasi terutama sebagai
wujud dari program pengembangan usaha kecil. Pelayanan informasi dan
konsultasi ini dilakukan oleh Disperindagkop dan Balai Bisnis dalam rangka
memberi bantuan konsultasi mengenai manajemen usaha maupun pemasaran.
Pengrajin sentra bobung yang sudah mengakses program pelayanan ini masih
terbatas pada pengrajin yang berskala menengah karena membutuhkan konsultasi
manajemen usaha dan pemasaran untuk meningkatkan usahanya.
F. Fasilitasi Promosi Produk Kerajinan
Kerjasama dalam fasilitasi promosi produk kerajinan dilakukan melalui
pameran baik dalam negeri maupun luar negeri dalam rangka peningkatan
peluang pasar perdagangan luar negeri. Pameran produk kerajinan ini diikuti oleh
pengrajin dalam sentra secara bergilir. Pameran produk ini dirasakan oleh
pengrajin sangat membantu dalam pemasaran produk kerajinan. Dengan
mengikuti pameran pengrajin mendapatkan buyer baru terutama buyer dari luar
negeri untuk pameran bertaraf internasional seperti PPE dan INA Craft. Hal ini
73
memberi dampak pada peningkatan pemasaran produk kerajinan bobung sampai
dengan skala ekspor. Fasilitasi lainnya dengan dibukanya showroom kerajinan
oleh Dekranasda Gunungkidul dan showroom pada UPT Balai Bisnis DIY.
Pengrajin dapat menggunakan showroom ini sebagai media promosi produk
kerajinan.
IV.3.4.2. Kasus 2 : Sentra Industri ornamen Batu
Kerjasama pengrajin sentra ornamen batu dengan pemerintah dalam
pendidikan dan pelatihan seperti halnya sentra bobung adalah pada pelatihan
ekspor impor, diklat kluster industri. Penyelenggaraan diklat ekspor impor ini
untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pengrajin tentang prosedur
ekspor sehingga diharapkan pengrajin di Gunungkidul dapat melakukan ekspor
secara langsung tanpa melalui pihak ketiga atau eksportir didaerah lain. Diklat
kluster industri diselenggarakan sebagai upaya untuk membuka wawasan
pengrajin akan pentingnya bekerjasama dalam suatu sistem yang terintegrasi
sehingga produk kerajinan memiliki daya saing yang tinggi dengan produk sejenis
dari daerah lain.
Bantuan modal dan peralatan yang diterima sentra industri ornamen batu
ini dalam rangka bantuan pemulihan usaha pasca gempa seperti halnya sentra-
sentra lainnya.
Program penelitian dan pengembangan teknologi produksi belum dilakukan di
sentra ini. Pengrajin dalam meningkatkan daya saing produknya selalu mencari
inovasi baru terutama dalam hal desain produk.
Pengrajin sentra ornamen batu telah ikut dalam temu bisnis yang
diselenggarakan oleh balai bisnis. Mediasi dengan bapak angkat dilakukan oleh
Disperindagkop melalui kegiatan sosialisasi yang mempertemukan pihak
perbankan dan BUMN dengan pengusaha kecil. Dengan sosialisasi ini diharapkan
pihak perbankan dan BUMN berminat menjalin kemitraan dengan pengusaha
kecil melalui program bapak angkat.
Dalam meningkatkan pemasaran produk kerajinan, pengrajin disentra batu
di fasilitasi dalam pameran promosi seperti Pekan Raya Jakarta, Pameran Produk
Ekspor (PPE), INA Craft. Kerajinan ornamen batu merupakan salah satu produk
74
ekspor, akan tetapi kesempatan untuk mengikuti pameran ini belum semua
pengrajin mendapatkannya. Kendala pengrajin batu pada umumnya dalam
mengikuti pameran karena jenis produk dengan dimensi dan volume yang besar
menyebabkan biaya transportasi ke lokasi pameran tinggi sehingga manfaat yang
diperoleh dirasakan kurang sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
IV.3.4.3. Kasus 3 : Sentra Industri Kecil Kerajinan Bambu
Kerjasama pengrajin sentra bambu dengan pemerintah dalam pendidikan
dan pelatihan seperti halnya sentra lainnya. Program pelatihan ini hanya diikuti
oleh pengrajin yang sudah maju sementara pengrajin kecil belum mendapatkan
kesempatan. Hal ini seperti diungkapkan oleh bapak Gunawan salah satu
pengrajin bambu yang belum pernah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan
oleh pemerintah. Dalam hal bantuan modal dan peralatan, pengrajin mendapatkan
bantuan pemulihan usaha pasca gempa.
Program peningkatan teknologi industri sebagai upaya pengembangan
teknologi produksi pada sentra kerajinan bambu diselenggarakan pelatihan
pengembangan desain dan peningkatan kualitas kerajinan bambu oleh
Disperindagkop Gunungkidul. Dengan pelatihan ini diharapkan produk kerajinan
bambu mampu bersaing dengan produk sejenis dari daerah lain. Pengembangan
desain kerajinan bambu ini diharapkan juga agar pengrajin tidak hanya menerima
order barang setengah jadi akan tetapi dapat memproduksi barang jadi dengan
desain yang mampu bersaing dipasar.
IV.4. Analisis Faktor – faktor yang mempengaruhi kemitraan antar stakeholders
Berdasarkan hasil identifikasi pola kemitraan antar stakeholders dapat
dilihat hubungan kemitraan yang terjadi belum maksimal sebagaimana prinsip
kemitraan yang sejajar, saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling
menguntungkan.
Dari kelemahan kemitraan yang ada sekarang dapat dilihat faktor-faktor yang
menyebabkan kemitraan belum maksimal yang akan diuraikan berikut ini. Faktor-
faktor yang dimaksud adalah alasan-alasan yang dikemukakan pengrajin.
75
IV.4.1. Faktor yang mempengaruhi kemitraan antar industri dalam sentra
Berdasarkan wawancara dengan pengrajin di ketiga sentra industri kecil
kerajinan maka faktor yang mempengaruhi kemitraan antar pengrajin dapat dilihat
pada tabel IV.5 berikut :
Tabel IV.5 Faktor yang mempengaruhi kemitraan antar industri dalam sentra
Kemitraan yang
dibutuhkan
Faktor
Sentra Bobung Sentra Batu Sentra Bambu
Kemitraan dalam pengadaan bahan baku
Peran kelembagaan koperasi belum maksimal
Belum ada mediasi dari kelembagaan internal sentra
Bahan baku berbeda
Subkontrak Demand masih terbatas
Demand masih terbatas
Demand masih terbatas
Kemitraan dalam pemanfaatan teknologi
Tidak ada komunikasi yang terbuka
Tidak ada komunikasi yang terbuka
Tidak ada komunikasi yang terbuka
Kemitraan dalam akses permodalan
-Peran kelembagaan koperasi (Bunga pinjaman tinggi)
- Kepercayaan
Kepercayaan Kepercayaan
Kemitraan dalam promosi & pemasaran
- Peran kelembagaan koperasi
- Demand masih terbatas
- Motivasi dari pengrajin
- Demand masih terbatas
Sumber : Hasil Analisis 2008
Pada kemitraan antar industri kecil kerajinan faktor yang menyebabkan kemitraan
belum maksimal disebabkan demand untuk produk kerajinan ini masih terbatas
sehingga pengrajin industri kecil saling bersaing dalam mendapatkan pembeli. Hal
ini menyebabkan pengrajin tidak saling berkomunikasi secara terbuka dan saling
percaya berbagi informasi baik dalam pemanfaatan teknologi maupun pemasaran.
Minat pengrajin untuk bekerjasama dalam bentuk kemitraan dipengaruhi juga
oleh belum adanya mediasi dari kelembagaan yang ada dalam sentra. Peran
kelembagaan dalam hal ini koperasi di sentra bobung belum maksimal karena
keterbatasan dana dan SDM pengelola sehingga belum mampu menjadi wadah
bagi pengrajin.
76
IV.4.2. Faktor yang mempengaruhi kemitraan industri kecil dengan
pedagang/eksportir
Faktor yang mempengaruhi kemitraan industri kecil kerajinan dengan
pedagang/eksportir berdasarkan hasil wawancara dengan pengrajin di ketiga
sentra dan pihak pedagang/eksportir dapat dilihat pada tabel IV.6 berikut :
Tabel IV.6. Faktor yang mempengaruhi kemitraan industri kecil dengan
pedagang/eksportir
Kemitraan yang dibutuhkan
Faktor
Sentra Bobung Sentra Batu Sentra Bambu
Pola bapak angkat Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Kredit bunga lunak Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Subkontrak Motivasi bisnis Motivasi bisnis Motivasi bisnis
Ventura Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Perdagangan umum Motivasi bisnis Motivasi Bisnis Motivasi Bisnis
Waralaba Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Keagenan Demand masih terbatas
Demand masih terbatas
Demand masih terbatas
Sumber : Hasil Analisis 2008
Faktor yang mempengaruhi kemitraan industri kecil kerajinan pada ketiga sentra
dengan pedagang/eksportir adalah belum adanya keinginan/minat dari
pedagang/eksportir untuk menjalin kemitraan dengan pola bapak angkat,
pemberian kredit bunga lunak, modal ventura, waralaba maupun keagenan.
Motivasi pedagang/eksportir lebih mengutamakan hubungan kerjasama bisnis
antara produsen dan pembeli dengan pola perdagangan umum karena demand
untuk produk kerajinan masih terbatas dan hanya merupakan salah satu varian
produk yang diperdagangkan.
77
IV.4.3. Faktor yang mempengaruhi kemitraan industri dengan BUMN dan
Asosiasi/Yayasan
Faktor yang mempengaruhi kemitraan antara industri kecil kerajinan
dengan BUMN dan Asosiasi/Yayasan berdasarkan hasil wawancara dengan
pengrajin di ketiga sentra dan wawancara dengan BUMN dan Asosiasi/Yayasan
yang bermitra dapat dilihat pada tabel IV.7 berikut :
Tabel IV. 7. Faktor yang mempengaruhi kemitraan industri dengan BUMN dan Asosiasi/Yayasan
Kemitraan yang
dibutuhkan Faktor
Sentra Bobung Sentra Batu Sentra Bambu Pola bapak angkat Keinginan Keinginan Keinginan
Kredit bunga lunak - Kelayakan Usaha - Kepercayaan
Kelayakan Usaha Kelayakan Usaha
Subkontrak Demand masih terbatas
Demand masih terbatas
Demand masih terbatas
Ventura Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Perdagangan umum Motivasi bisnis Motivasi bisnis Motivasi bisnis
Waralaba Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Keagenan Demand masih terbatas
Demand masih terbatas
Demand masih terbatas
Sumber : Hasil Analisis 2008
Faktor yang mempengaruhi kemitraan industri kecil kerajinan dengan BUMN dan
Asosiasi/yayasan untuk pola bapak angkat berdasarkan keinginan yang
disebabkan karena pemberian kredit bunga lunak sesuai penilaian kelayakan
usaha yang secara otomatis menjadi mitra binaan BUMN. Pola subkontrak barang
setengah jadi disebabkan oleh demand produk kerajinan yang masih terbatas dan
hanya salah satu jenis produk yang diperdagangkan oleh asosiasi ini. Kerjasama
perdagangan umum lebih disebabkan oleh motivasi bisnis seperti halnya
perusahaan trading lainnya yang mengedepankan profit maksimal dalam setiap
transaksi bisnis.
78
IV.4.4. Faktor yang mempengaruhi kemitraan industri kecil kerajinan dengan
perguruan tinggi
Faktor yang mempengaruhi kemitraan antara industri kecil kerajinan
dengan perguruan tinggi dapat dilihat pada tabel IV.8 berikut :
Tabel IV.8. Faktor yang mempengaruhi kemitraan industri kecil kerajinan
dengan perguruan tinggi
Kemitraan yang dibutuhkan Faktor
Sentra Bobung Sentra Batu Sentra Bambu
Kemitraan dalam desain produk kerajinan
Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Kemitraan dalam pelatihan tenaga kerja
Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Kemitraan dalam pemanfaatan TTG
Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Kemitraan dalam pelatihan teknik produksi & pengelolaan ADM
Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Kemitraan dalam fasilitasi pada akses permodalan
Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Belum ada Keinginan/Minat
Sumber : Hasil Analisis 2008
Perguruan tinggi belum ada keinginan untuk menjalin kemitraan dengan industri
kecil karena industri kecil belum menjadi prioritas program binaan dari lembaga
ini. Disamping itu belum adanya lembaga khusus yang menangani pembinaan
terhadap UKM seperti halnya inkubator bisnis. Peran inkubator bisnis sebagai
mitra bagi usaha kecil untuk membantu usaha baru dan sedang berkembang
sehingga mapan dan mampu meraih laba dengan menyediakan informasi,
konsultasi, jasa-jasa, dan dukungan yang lain.
IV.4.5. Faktor yang mempengaruhi kemitraan industri kecil kerajinan dengan
pemerintah
Faktor yang mempengaruhi kemitraan antara industri kecil kerajinan
dengan pemerintah berdasarkan hasil wawancara dengan pengrajin di ketiga
sentra dan wawancara dengan pihak Disperindagkop Gunungkidul dapat dilihat
pada tabel IV.9 berikut :
79
Tabel IV.9. Faktor yang mempengaruhi kemitraan industri kecil kerajinan dengan pemerintah
Kemitraan yang dibutuhkan Faktor
Sentra Bobung Sentra Batu Sentra Bambu Pendidikan & Pelatihan, Motivasi Program Motivasi Program Motivasi Program
Bantuan Modal & Peralatan Motivasi Program Motivasi Program Motivasi Program Penelitian & Pengembangan teknologi produksi
Motivasi Program Motivasi Program Motivasi Program
Perantara industri kecil kerajinan dengan bapak angkat & Buyer
Motivasi Program Motivasi Program Motivasi Program
Pelayanan informasi & konsultasi Motivasi Program Motivasi Program Motivasi Program
Fasilitasi Promosi produk industri kecil
Motivasi Program Motivasi Program Motivasi Program
Sumber : Hasil Analisis 2008
Pembinaan terhadap industri kecil menjadi tanggungjawab pemerintah. Hal ini
diindikasikan dengan berbagai program pembinaan dan bantuan pemberdayaan
industri kecil. Kerjasama yang terjadi antara pemerintah dengan pengusaha
industri kecil lebih dipengaruhi oleh motivasi pelaksanaan program pembinaan
dan pemberdayaan usaha kecil. Hal ini disebabkan peran pemerintah dalam
pembinaan, pemberdayaan dan penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi usaha
kecil menengah. Peran pemerintah ini belum maksimal karena keterbatasan dana
dan dukungan SDM aparatur dalam pembinaan kepada industri kecil menengah
sehingga belum menyentuh semua pengrajin yang ada di ketiga sentra.