Upload
lycong
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
96
BAB IV
KONSEP PENGEMBANGAN LAHAN MILIK PT KAI
DAN MODEL RUSUNAWA
4.1 Konsep Dasar Pengembangan Lahan
Berdasarkan hasil analisis lokasi perencanaan, diperoleh 4 permasalahan fisik
yang terkait dengan upaya urban renewal. Permasalahan pertama terkait dengan fungsi
kegiatan. Lokasi studi memiliki fungsi kegiatan yang khusus melayani aktivitas PT
KAI, sehingga fungsinya tidak bersinergi dengan fungsi di kawasan sekitar.
Permasalahan kedua adalah lokasi studi mengalami penurunan kualitas fisik dan
kehilangan vitalitasnya, karena aktivitasnya sudah ditinggalkan. Permasalahan ketiga
adalah intensitas bangunan di sekitar lokasi studi tinggi dan kurangnya ruang terbuka.
Permasalahan yang terakhir adalah sulitnya pencapaian menuju lokasi perencanaan.
Tanggapan terhadap permasalahan yang terjadi pada lokasi perencanaan adalah
dengan melakukan urban renewal dengan mengoptimalkan lahan. Prinsip urban
renewal guna meningkatkan kembali vitalitas lahan adalah dengan memaksimalkan
intensitas bangunan lahan yang diperbaharui secara efektif dan efisien. Untuk mencapai
pemanfaatan yang optimal, diperlukan suatu konsep dasar yang di peroleh berdasarkan
hasil analisa lokasi, hasil studi banding, dan hasil kajian teori. Konsep dasar
pengembangan lahan yang akan diterapkan adalah:
1. Pembangunan multi fungsi,
Tujuannya agar kehidupan di lokasi perencanaan bisa berlangsung selama 24 jam.
2. Fungsional,
Tujuannya adalah meletakan setiap fungsi kegiatan pada pembangunan multi fungsi
secara tepat guna dengan memperhatikan nilai lahan, potensi, kesesuaian dengan
fungsi sekitar dan struktur jalan.
3. Pembangunan vertikal,
Maksudnya adalah memaksimalkan pembangunan lahan ke arah vertikal dengan
mengoptimalkan lantai dasarnya untuk ruang terbuka hijau dan ruang publik.
Tujuannya untuk mengurangi tingkat kepadatan bangunan di kawasan sekitar.
97
4. Multi akses,
Maksudnya adalah meningkatkan kualitas pencapaian menuju lokasi perencanaan
dengan memberikan multi akses, pembangunan stasiun skytrain, serta perencanaan
jalur transportasi kota pada lokasi perencanaan. Tujuannya agar lokasi mudah
dicapai oleh warga kota dan untuk meningkatkan nilai lahan.
Keempat konsep dasar tersebut bertujuan untuk merealisasikan ide besar
pengembangan lahan PT KAI yaitu menjadikannya sebagai kawasan terpadu. Setiap
aktivitas yang dikembangkan akan diarahkan menjadi pusat atau sentra dengan
keragaman tema dalam satu aktivitas. Tujuannya agar pengguna bisa memperoleh
banyak pilihan dalam beraktivitas dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
4.2 Strategi Pengembangan Lahan
Untuk mendukung konsep dasar pengembangan lahan guna meningkatkan
vitalitas kawasan, maka dibuat strategi perencanaan dan perancangan. Strategi yang
digunakan dalam pengembangan lahan milik PT KAI adalah:
Tabel 4.1. Strategi Pengembangan Lahan
Tujuan Sasaran Strategi Prinsip Perencanaan Dan Perancangan
Fungsi komersial diletakan didaerah yang strategis dan tingkat pencapaian tinggi. Fungsi hunian di letakan di area dalam/tengah lahan tetapi masih memiliki jarak yang sesuai standar menuju sarana tranportasi kota. Stasiun skytrain diletakan di tengah lahan agar dapat melayani seluruh kawasan.
Menghidupkan kawasan, meningkatkan nilai lahan, dan mengintegrasikan dengan fungsi disekitarnya.
Pemanfaatan lahan dengan pembangunan multi fungsi.
Menghubungkan seluruh aktivitas dalam bentuk skywalk dan arcade.
Memberikan aktivitas komersial dan hiburan di malam hari.
Meletakan cafe, restoran, pujasera dan area publik di lantai dasar bangunan.
Memperpanjang rentang waktu aktivitas
Pembangunan multi-fungsi. Setiap bangunan memiliki lebih dari satu fungsi, contoh: komersial-perkantoran, dan komersial-hunian.
Meningkatkan vitalitas kawasan
Mengutamakan sirkulasi pejalan kaki
Menyediakan area pejalan kaki yang terlindung, aman, dan memfasilitasi pengguna
Menyediakan traffic-calming, trotoar, zebra-cross, dan perangkat lalu lintas lain.
98
yang memiliki keterbatasan fisik.
Memberikan peneduh berupa pepohonan dan arcade.
Menerapkan skywalk sebagai penghubung antar bangunan.
Menghubungkan bangunan satu dengan bangunan yang ada disebelahnya pada lantai bagian atasnya. Parkir diletakan di basement, dibelakang, ditengah persil.
Memisahkan sirkulasi kendaraan dengan sirkulasi pejalan kaki Menyediakan jalur hijau
diantara jalan kendaraan dengan jalan pejalan kaki. Taman kota dirancang dengan fasilitas tempat duduk, area bermain, dsb.
Membuat taman kota
Merencanakan taman kota disepanjang sisi sungai dan jalur kereta api.
Membuat ruang terbuka kota.
Membuat streetscape di sepanjang jalur pedestrian.
Menanam pepohonan dan tanaman hias lainnya.
Sumber: Hasil Analisis
4.3 Skenario Sistem Kerjasama Pengembangan Lahan
Permasalahan yang terkait dengan sistem kerjasama guna melakukan
pengembangan lokasi perencanaan adalah PT KAI tidak memiliki dana untuk
mengembangkan lahannya, karena pemanfaatan jasa kereta api yang tidak semestinya.
Salah satu esensi upaya urban renewal adalah mendorong pertumbuhan ekonomi di
lokasi yang dilakukan upaya urban renewal dan kawasan disekitarnya, sehingga dapat
memberikan keuntungan secara finansial. Untuk mencapai tujuan itu, maka
pengembangan lahan harus dilakukan dengan cara kerja sama antara pihak PT KAI
selaku pemilik lahan dengan pemilik dana (investor).
Sistem kerjasama yang banyak di lakukan di negara Indonesia antara pihak
pemerintah dengan pihak swasta adalah dengan sistem Built Operate Transfer (BOT).
Hal ini dikarenakan sistem kerja sama tersebut adalah yang paling efektif dalam
memaksimalkan lahan negara dan masing-masing pihak yang terlibat memperoleh
keuntungan seimbang (Hirawan, 1995). Maka pengembangan lahan, akan diskenariokan
dengan sistem kerjasama BOT, antara pihak PT KAI, pemerintah kota, dan pihak
swasta/investor.
BOT dimulai dengan kesepakatan antara pihak pemerintah dan swasta/investor
yang akan bersedia membangun fasilitas baru dengan biaya sendiri, mengoperasikan,
dan melakukan pemeliharaan dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
99
Kemudian di akhir periode pihak swasta mengalihkan kepemilikan kepada pihak
pemerintah. Adapun struktur kerjasamanya, yaitu:
1. Bangun/built,
Pihak PT KAI berkewajiban menyediakan lahan pengembangan dan pihak
pemerintah kota Bandung bertanggung jawab membangun infrastruktur kota
(jaringan jalan, utilitas kota, dan lainnya). Pihak investor akan membangun berbagai
fungsi yang telah direncanakan dan disepakati, seperti fungsi komersial retail,
komersial perkantoran, apartemen dan hotel, rumah sakit, dan stasiun skytrain.
2. Kelola/operate,
Pihak investor berhak mengelola dan mengoperasikan fungsi yang dibangunnya
dalam kurun waktu 20 tahun, dengan perpanjangan waktu maksimal 5 tahun.
Periode pengoperasian maksimal 25 tahun, hal ini berkaitan dengan umur bangunan
dan waktu yang dibutuhkan investor untuk pengembalian modal pembangunan dan
mendapatkan keuntungan yang layak51.
3. Alih/transfer,
Setelah periode pengoperasian selesai, pihak investor berkewajiban mengalihkan
kepemilikan fungsi tersebut pada PT KAI selaku pemilik lahan. Setelah penyerahan
tersebut, PT KAI berhak untuk mengelola fungsi-fungsi pada lahannya atau untuk
menyerahkannya lagi kepada pihak investor dengan cara disewa atau dijual.
Pengembangan rumah susun sederhana sewa pada lokasi perencanaan akan
dilakukan dengan menerapkan sistem linkage. Pihak PT KAI akan bekerjasama dengan
pihak pemerintah kota Bandung, Perumnas, dan investor dalam pembangunan rusun.
Dalam sistem kerjasama ini, pihak investor akan diberi izin untuk membangun fungsi
komersial dengan syarat mau membiayai dan membangun rusun. Pihak pemerintah kota
dan Perumnas bertugas untuk melakukan sosialisasi kepada warga sekitar sebagai calon
penghuni rusun. Selain itu, Perumnas juga akan bertugas sebagai pengelola rusun.
Masa pengoperasian rusun sama dengan pengoperasian fungsi lain di lahan milik
PT KAI, yaitu maksimal 25 tahun. Setelah masa pemakaian rusun habis, PT KAI dan
Perumnas dapat melakukan upaya peremjaan kembali kompleks rusun karena tiap unit
hunian tidak akan dijual melainkan hanya disewakan. Kebutuhan hunian diperkotaan 51 PP Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
100
yang terus bertambah dari tahun ke tahun, maka kemungkinan penambahan kuantitas
unit hunian dapat terjadi.
4.4 Skenario Waktu Pengembangan Lahan
Proses pembangunan proyek urban renewal pada lahan milik PT KAI
direncanakan serta diasumsikan secara bertahap dan memakan waktu cukup lama, yaitu
selama 15 tahun (Tabel 4.2). Terdapat tiga faktor yang mendasarinya. Faktor pertama
adalah pertimbangan ekonomi dan strategis bisnis. Tujuannya adalah pembangunan
yang dilakukan secara bertahap diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di
kawasan sekitar dan menarik investor, sesuai dengan esensi urban renewal dalam
meningkatkan nilai ekonomi kawasan.
Faktor kedua adalah pertimbangan kesesuaian dengan fungsi kegiatan sekitar.
Pembangunan secara bertahap memungkinkan tersedianya waktu untuk melakukan
evaluasi terhadap rencana yang telah dibangun sebelum melakukan pembangunan tahap
berikutnya, sehingga proses pembangunan berjalan secara dinamis. Tujuan evaluasi ini
adalah agar aktivitas yang dikembangkan di lokasi perencanaan bersinergi dengan
aktivtas yang ada dan yang akan tumbuh di kawasan sekitar.
Yang terakhir adalah pertimbangan faktor sosial. Selama kurun waktu
pembangunan diharapkan terjadi proses adaptasi dari warga kota terhadap fungsi baru
yang dikembangkan. Hal ini dikarenakan, upaya urban renewal menyangkut
pembaharuan pola kehidupan kota. Salah satu contohnya adalah adaptasi warga
terhadap penggunaan moda transportasi baru skytrain. Dengan proses pembangunan
yang cukup lama ini diharapkan vitalitas kawasan dan nilai ekonomi kawasan dapat
meningkat.
Tabel 4.2. Asumsi Waktu Pembangunan
Waktu Pembangunan (tahun) Fungsi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Infrastruktur kota Stasiun skytrain Fungsi hunian Fungsi komersial retail Fungsi komersial perkantoran Pelayanan umum kota
Sumber: Hasil Analisis
101
Selama proses pembangunan akan dilakukan beberapa tahapan evaluasi agar
arah pembangunan sesuai dengan tujuan pengembangan. Pelaksanaan tahap awal akan
difokuskan pada pembangunan infrasturktur kota, meliputi jaringan jalan, jaringan
listrik, jaringan telepon, utilitas kota, dan lainnya. Sudah tersedianya jaringan
infrastruktur kota, diharapkan dapat mempermudah pembangunan fungsi lain.
Pembangunan stasiun skytrain dan jalurnya akan dilakukan bersamaan dengan
pembangunan infrastruktur kota lain. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
aksesibilitas lokasi perencanaan sesegera mungkin. Semakin banyak aksesibilitas
(jaringan jalan dan stasiun skytrain) yang bisa digunakan, maka akan memperkuat nilai
lahan dan dapat mendorong datangnya pertumbuhan investasi ekonomi lain.
Fungsi hunian dibangun pada awal proyek agar dapat menghidupkan kawasan
dan mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan. Telah tersedianya fungsi hunian, maka
para pekerja yang akan bekerja di lokasi ini dapat memanfaatkan fungsi hunian sebagai
tempat tinggalnya. Lokasi pengembangan di dominasi oleh fungsi komersial retail dan
perkantoran. Agar pembangunan fungsi komersial berjalan secara dinamis, maka
pembangunannya diasumsikan berjalan selama 15 tahun. Maksudnya adalah untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan sekitar dan menarik investor.
4.5 Pengembangan Lahan Milik PT KAI
4.5.1 Peruntukan Lahan
Sesuai dengan konsep dasar, lahan milik PT KAI akan dikembangkan dengan
penggunaan multi fungsi yang bertujuan untuk menciptakan kawasan terpadu dan
bersinergi dengan aktivitas sekitarnya. Pertimbangan lainnya adalah keragaman fungsi
akan membantu menciptakan kondisi kota yang lebih hidup dan memberikan banyak
keuntungan. Beberapa keuntungan dari penggunaan lahan multi fungsi yaitu:
1. Dari aspek penggunaan lahan, pemanfaatan maksimal luas lahan untuk beragam
fungsi kegiatan dapat dilakukan.
2. Dari aspek finansial, sistem multi fungsi dapat meningkatkan nilai ekonomi
kawasan dan secara investasi lebih menguntungkan.
3. Dari aspek transportasi, dapat memperpendek jarak antar ragam fungsi, memberikan
kemudahan sirkulasi, pencapaian, dan efesiensi waktu dari pengguna.
102
Terdapat tiga kegiatan dalam pembangunan multi fungsi yaitu, komersial yang
meliputi komersial-retail dan komersial-perkantoran, hunian, serta fasilitas pelayanan
umum kota. Setiap fungsi kegiatan akan ditempatkan pada lokasi perencanaan, yang
disesuaikan berdasarkan permasalahan yang ada, potensi yang dimiliki, serta
disinergikan dengan fungsi kawasan sekitar. Intensitas pembangunan rata-rata untuk
fungsi komersial, hunian, dan fasum adalah 70% : 25% : 5% (ULI, 1987). Hasil studi
banding proyek urban renewal, Kings Cross Central menunjukan adanya kesamaan
proporsi pembangunan tiap fungsinya yaitu fungsi komersial 70%, fungsi hunian 25%,
dan fasum 5%. Maka dari itu, intensitas pembangunan multi fungsi pada lokasi
perencanaan tidak akan melebihi presentase tersebut.
Gambar 4.1. Konsep Pengembangan Fungsi Kegiatan pada Lahan PT KAI
Sumber: Hasil Analisis
Untuk mengatasi permasalahan panjangnya lahan yang mencapai 1.5 kilometer,
lahan dibagi menjadi 7 zona, mengacu pada standar besar segmen maksimal 200 m
(Gambar 4.1). Selain itu upaya ini dilakukan agar pertumbuhan dan perkembangan
103
ekonomi di lokasi perencanaan tidak terpusat pada daerah pinggir jalan utama kota
Bandung saja, yaitu jalan Laswi, jalan Sukabumi, dan jalan Kiaracondong.
Perencanaan bentuk segmen pada lokasi perencanaan didasarkan pada bentuk
tapak. Tujuannya agar memudahkan memudahkan proses perencanaan dan perancangan
lokasi perencanaan. Pada zona 1, bentuk segmennya adalah diagonal karena disesuaikan
dengan keberadaan jalan Sukabumi di sebelah Barat. Pembuatan segmen dengan
mengikuti pola jalan yang ada, dimaksudkan untuk memudahkan pembagian persil.
Zona lainnya, memiliki bentuk segmen dengan arah orientasi Utara dan Selatan.
Zona 1 berada di sebelah Barat lokasi perencanaan, yaitu tepat di pinggir jalan
Laswi dan jalan Sukabumi (Gambar 4.1). Telah diketahui sebelumnya bahwa jalan
Laswi merupakan jalan yang berfungsi menghubungkan kawasan permukiman di
Bandung Selatan dengan kawasan komersial dan perkantoran di Bandung Utara. Zona 1
juga merupakan lahan dengan nilai lahan paling tinggi diantara zona lain, karena
letaknya sangat strategis yaitu memiliki tingkat pencapaian yang mudah. Maka
pengembangan kawasan akan difokuskan pada fungsi komersial.
Idenya adalah dengan menjadikan zona ini sebagai ”sentra kuliner dan
perbelanjaan” yang menggabungkan berbagai konsep mall. Tujuannya menjadikan zona
ini sebagai ”one stop shopping” yang memberikan keragaman aktivitas, suasana, dan
produk. Terdapat 3 mall dengan tema berbeda yang akan dikembangkan, yaitu mall
dengan tema ”food, fashion, and entertainment”, mall dengan tema ”wisata kuliner”,
serta mall dengan tema ”electronic city” (Gambar 4.6). Ketiga mall tersebut akan
dihubungkan satu sama lain oleh skywalk guna memudahkan pergerakan dan
perpindahan aktivitas. Kemudian di bagian menaranya akan dikembangkan hotel.
Zona 2 dan 3 berada di sebelah zona 1 yang berfungsi sebagai ”sentra kuliner
dan perbelanjaan” (Gambar 4.1). Kedua zona ini masih termasuk dalam daerah yang
memiliki nilai lahan tinggi karena pencapaiannya mudah dari pusat kota. Agar
pertumbuhan investasi ekonomi dapat tersebar merata, maka peruntukan lahan yang
dikembangkan di zona 2 dan 3 adalah penggunaan multi fungsi.
Kedua zona ini akan difokuskan menjadi daerah ”sentra bisnis” yang terdiri dari
tiga fungsi, yaitu komersial retail, komersial perkantoran, serta hotel dan convention
hall (Gambar 4.6). Fungsi komersial retail akan diletakan pada lantai dasar atau di
104
bagian podium bangunan, sementara fungsi perkantoran pada lantai atasnya (Gambar
4.7 dan Gambar 4.8). Ide pengembangan ”sentra bisnis” dimaksudkan untuk
menyediakan fasilitas gedung perkantoran yang tidak jauh jaraknya dari pusat kota,
sehingga dapat memperpendek jarak tempuh bagi pekerja dan pengusaha dari arah
Timur atau Selatan kawasan. Melalui pembangunan multi fungsi diharapkan segmen
kawasan tidak ramai pada waktu tertentu, karena fungsi komersial retail dapat berfungsi
12 jam sehari atau lebih.
Pada zona ini juga akan dikembangkan stasiun skytrain dan shelter area bagi
transportasi kota yang melalui kawasan ini (Gambar 4.13). Ada tiga hal yang mendasari
penempatan kedua fungsi ini. Pertama adalah daerah ini merupakan daerah komersil dan
daerah publik. Kedua adalah untuk memudahkan distribusi pergerakan orang ke tiap
fungsi bangunannya, karena berada di tengah kawasan. Ketiga adalah jaraknya dekat
dengan jalan Laswi yang memiliki akses cukup mudah dari dan menuju pusat kota.
Zona 4 dan 5 merupakan segmen yang posisinya berada ditengah lokasi
perencanaan dan suasananya cenderung lebih tenang (Gambar 4.1). Nilai lahan pada
zona ini pun diperkirakan tidak semahal daerah yang dekat dengan jalan utama kota.
Atas pertimbangan dua faktor tersebut, maka kedua zona ini akan diusulkan untuk
pengembangan fungsi hunian. Aktivitas di lingkungan hunian yang berlangsung selama
24 jam diharapkan dapat menghidupkan segmen ini.
Fungsi hunian yang dikembangkan ada dua, yaitu apartemen dan rumah susun.
Penempatan apartemen dan rusun akan disinergikan dengan aktivitas sekitar dan
jaraknya terhadap tempat kerja calon penghuni. Apartemen akan ditempatkan di zona 4
yang dekat dengan ”sentra bisnis” karena diperuntukan untuk masyarakat golongan
menengah ke atas. Kemudian rusun akan ditempatkan di zona 5 dengan pertimbangan:
1. Jarak terhadap jalan utama kota yaitu jalan Kiaracondong yang dilalui oleh 7 jalur
transportasi kota kurang dari 500 meter.
2. Jarak tempuh terhadap tempat kerja, yaitu sentra bisnis, kawasan industri, dan pusat
pelayanan satu atap kota Bandung kurang dari 1 kilometer, sehingga bisa ditempuh
dengan berjalan kaki atau menggunakan transportasi kota.
3. Lokasinya sebaiknya dekat dengan kawasan industri karena salah satu rusun yang
dikembangkan bertujuan untuk menyediakan kebutuhan hunian aktivitas sekitar.
105
Rusun yang akan dikembangkan memiliki ketinggian bangunan 4 dan 10 lantai.
Bangunan rusun dengan ketinggian 10 lantai akan ditempatkan di zona 4 yang
diperuntukan untuk pekerja golongan menengah di daerah ”sentra bisnis”. Kemudian
rusun 4 lantai akan ditempatkan di zona 5 yang diperuntukan untuk pekerja industri dan
masyarakat menengah ke bawah yang belum terbiasa hidup secara vertikal.
Luas unit hunian yang dikembangkan pada rusun adalah tipe 21m2 dan tipe
36m2, karena tipe tersebut adalah tipe yang banyak dikembangkan oleh Perumnas. Hal
lain yang mendasarinya adalah apabila dibuat unit hunian yang lebih besar, akan
berdampak pada bertambah besarnya biaya sewa yang harus dikeluarkan penghuni.
Rusun tipe 21 m2 merupakan luas unit hunian minimal bagi masyarakat menengah.
Rusun ini hanya bisa digunakan oleh penghuni maksimal 2 orang, oleh karenanya rusun
ini akan diperuntukan khusus untuk para pekerja industri yang masih bujang.
Rusun tipe 36 hanya bisa dihuni oleh maksimal 4 orang. Dasar perencanaan
rusun ini adalah untuk keluarga muda yang bekerja di lokasi perencanaan dan kawasan
sekitar. Dengan asumsi satu keluarga terdiri dari orang tua dan dua anak. Pada
prinsipnya rusun ini adalah hunian sementara sebelum mereka mampu memiliki rumah
permanen sendiri. Oleh karena itu, sistem kepemilikannya dilakukan denga sistem sewa.
Pada zona ini akan diusulkan juga beberapa fungsi yang dapat mendukung keberadaan
fungsi hunian dan lokasi studi, yaitu daerah pertokoan, shelter area bagi transportasi
kota dan fungsi pelayanan umum kota.
Zona 6 dan 7 yang berada di bagian Timur lokasi perencanaan serta dekat
dengan jalan Kiaracondong dan stasiun kereta api (Gambar 4.1). Aktivitas kawasan
sekitar di dominasi oleh industri tekstil dan garmen, home industry (rajutan), serta pasar
Kiaracondong. Untuk mensinergikan dengan aktivitas sekitar dan potensi yang dimiliki,
maka ide yang akan diterapkan untuk pengembangan zona ini adalah menjadikannya
sebagai ”sentra perdagangan tekstil” dalam bentuk ruko, rukan, dan pusat perdagangan
(Gambar 4.6). Upaya ini dilakukan karena kawasan industri hanya berfungsi sebagai
tempat produksi, sehingga perlu disediakan tempat penyaluran barang hasil produksi
kepada konsumen secara langsung baik dalam bentuk eceran atau tidak. Dengan adanya
upaya ini diharapkan vitalitas kawasan di sepanjang jalan Kiaracondong dapat
meningkat.
106
4.5.2 Intensitas Bangunan
Usulan pengembangan lahan pada lokasi perencanaan diusulkan lebih tinggi dari
yang direncanakan dalam RTRW Kota Bandung Tahun 2013. Berdasarkan RTRW Kota
Bandung Tahun 2013, lokasi perencanaan memiliki rencana intensitas bangunan yaitu
KDB 50% dan KLB 1,5. Ada dua faktor utama yang mendasari upaya ini, yaitu:
1. Pertimbangan perubahan fungsi kegiatan pada lokasi perencanaan, dari kegiatan
yang khusus melayani aktivitas PT KAI menjadi kegiatan multi fungsi dengan
konsep kawasan terpadu.
2. Pertimbangan ekonomi dan strategi bisnis, yaitu untuk membuat daerah tersebut
lebih menarik bagi investor dan mendorong pertumbuhan ekonomi di lokasi
perencanaan dan kawasan sekitar.
Upaya peningkatan usulan pengembangan lahan PT KAI tersebut sesuai dengan
prinsip urban renewal guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
vitalitas kawasan. Faktor-faktor lain yang mendasarinya, adalah:
1. Faktor lokasi, yaitu jaraknya dekat dengan pusat kota dan pencapaiannya mudah.
2. Faktor fungsi kegiatan, yaitu setiap fungsi kegiatan yang dikembangkan akan
disinergikan satu sama lain agar lokasi perencanaan menjadi kawasan yang terpadu.
3. Setiap fungsi kegiatan yang dikembangkan akan diproyeksikan menjadi pusat/sentra
kegiatan, tujuannya untuk memberikan keragaman fungsi sejenis kepada warga
dalam menentukan pilihannya.
4. Membantu menyediakan fasilitas kawasan sekitar yang belum tersedia, seperti
pengembangan fasilitas hunian dalam bentuk rumah susun untuk pekerja industri.
5. Pengembangan fungsi sejenis yang ada di kawasan Bandung Utara dan Bandung
Selatan dengan tujuan memperpendek jarak tempuh, karena lokasi studi berada di
tengah kedua kawasan itu. Contohnya adalah pengembangan tiga mall dalam satu
lokasi dengan konsep ”one stop shopping” sebagai alternatif Bandung Super Mall.
6. Faktor aksesibilitas, yaitu pegembangan moda transportasi kota baru (skytrain) pada
lokasi perencanaan berdampak pada tingginya tingkat pencapaian dan bertambah
mahalnya nilai tanah.
107
Tabel 4.3. Usulan Pengembangan Lahan PT KAI Intensitas bangunan No Peruntukan
Lahan Luas
Lahan (m2)
Luas Lantai Dasar (m2)
Tinggi Lantai Maksimal
Total Luas Lantai Bangunan (m2)
%
Komersial Mall dan Hotel 58.000 28.000 10 143.800 Ruko dan Rukan 70.000 29.200 4 100.000 Perkantoran 70.800 35.400 10 196.000
1
Convention Hall 5.600 2.800 1 2.800
70% Hunian Apartemen 15.000 6500 10 65.000
2
Rusunawa 57.000 13.900 10 104.000
25% 3 Rumah sakit dan
stasiun skytrain
16.600
5.200
6
33.000
5% Total keseluruhan 293.000 121.000 - 644.600 100%
Sumber: Hasil Analisis Catatan: Luas lahan milik PT KAI = 430.000 m2 Badan sungai dan jalur sempadan (Perda Kotamadya Bandung No.14/1998) = 28.000 m2 Jalan kereta api dan jalur sempadan ( RTRW Kota Bandung Tahun 2013) = 23.000 m2 Standar utilitas dan sirkulasi 20 % = 86.000 m2 Luas Lahan untuk bangunan dan ruang terbuka (terbangun) = 293.000 m2 KDB rata-rata lokasi studi = (Total luas lantai dasar : Luas Lahan Terbangun) x 100 % = (121.000 : 293.000) x 100 % = 41 % KLB rata-rata lokasi studi = (Total luas lantai bangunan : Luas Lahan Terbangun) = (644.600 : 293.000) = 2,2
Tabel 4.4. Peningkatan Pengembangan Lahan PT KAI No Fungsi
Pengembangan Rata-rata Persentase
Multi Fungsi Total Luas Lantai Bangunan sebelum
pengembangan (m2)
Total Luas Lantai Bangunan setelah
pengembangan (m2) 1 Komersial 70 % 307.650 442.600 2 Hunian 25 % 109.875 169.000 3 Pelayanan Umum 5 % 21.975 33.000 Total keseluruhan 100 % 439.500 644.600
Sumber: Hasil Analisis
Sesuai dengan konsep dasar pengembangan lahan PT KAI, pembangunan akan
dilakukan secara vertikal sementara lantai dasarnya di maksimalkan untuk ruang
terbuka hijau dan ruang publik. Dari total luas lahan yang bisa dibangun yaitu sebesar
293.000 m2, hanya 41 persennya saja yang dimanfaatkan untuk dibangun. Upaya ini
dilakukan guna mengurangi tingkat kepadatan bangunan di kawasan sekitarnya, dan
mengurangi kebutuhan ruang terbuka hijau di wilayah Karees sebesar 211.000 meter2.
Bangunan komersial yang memiliki fungsi tunggal seperti pusat perbelanjaan
atau mall, memiliki ketinggian rata-rata 4 lantai. Kemudian bangunan komersial yang
memiliki fungsi campuran, seperti pusat perbelanjaan yang digabungkan dengan
108
perkantoran dan hotel memiliki ketinggian mencapai 8-10 lantai. Rencana penyusunan
lantainya, adalah bagian podium diperuntukan untuk pusat perbelanjaan/mall dengan
ketinggian 4 lantai dan bagian menara diperuntukan untuk hotel dan perkantoran yang
memiliki ketinggian 4-6 lantai (Gambar 4.10). Sistem podium dan menara dimaksudkan
untuk menciptakan skala manusia antara jalan pejalan kaki dengan bangunan.
Fungsi hunian yang terdiri dari apartemen dan rusunawa memiliki ketinggian 4
dan 10 lantai. Sama halnya dengan fungsi komersial, fungsi hunian juga memiliki lebih
dari satu fungsi kegiatan. Bangunan apartemen 6 lantai di kombinasikan dengan
pertokoan yang memiliki jumlah lantai 4. Kemudian bangunan rusunawa dengan
ketinggian 4 dan 10 lantai, dikombinasikan dengan fasilitas komersial dan pelayanan
umum pada lantai dasar. Maksud dari upaya ini adalah menjadikan daerah hunian
sebagai daerah yang terpadu, sehingga penghuni tidak perlu keluar lingkungan guna
mencari kebutuhan hidup sehari-hari.
Stasiun skytrain memiliki ketinggian tiga lantai (Gambar 4.13). Pada lantai dasar
berfungsi sebagai shelter area bagi transportasi kota yang melalui lokasi perencanaan
serta ruang sirkulasi vertikal untuk pengguna jalan pejalan kaki menuju bagian dalam
stasiun. Lantai keduanya berfungsi sebagai fasilitas komersial dan pembelian tiket. Pada
lantai ini juga terdapat skywalk yang menghubungkan stasiun dengan bangunan yang
ada disekitarnya yaitu fungsi komersial-perkantoran yang memiliki ketinggian 8-10
lantai. Tujuannya adalah memberikan keragaman dalam mencapai sarana transportasi
kota. Kemudian lantai berikutnya berfungsi sebagai tempat menaikan dan menurunkan
penumpang skytrain.
4.5.3 Aksesibilitas Kawasan Sekitar terhadap Lahan PT KAI
Permasalahan utama pada lokasi perencanaan adalah luas lahan yang besar dan
minimnya aksesibilitas. Untuk mengatasinya akan dilakukan perencanaan jaringan jalan
pada lokasi perencanaan yang terintegrasi dengan jaringan jalan di sekitarnya. Ukuran
lahan yang besar akan dibagi menjadi sepuluh segmen dengan ukuran maksimum tiap
segmen adalah 200 x 200 meter, tujuannya untuk memperpendek jarak pencapaian.
Kemudian setiap segmen akan dipisahkan dan dihubungkan oleh jaringan jalan
109
kendaraan dan pejalan kaki. Melalui cara ini diharapkan dapat meningkatkan
aksesibilitas kawasan terhadap lokasi perencanaan.
Gambar 4.2. Konsep Pengembangan Jalan di Lahan PT KAI Sumber: Hasil Analisis
Ada 5 usulan jaringan jalan baru pada lokasi perencanaan, yaitu jalan kolektor
sekunder sisi Utara, jalan kolektor sekunder sisi Selatan, jalan lokal dengan arah sumbu
Timur-Barat, jalan lokal dengan arah sumbu Utara-Selatan, serta uder-pass (Gambar 4.2
dan Gambar 4.11). Dengan 5 usulan jaringan jalan baru tersebut, lahan akan memiliki
10 akses dari jaringan jalan disekitarnya. Lokasi perencanaan berada diantara jalan
kolektor primer (Jl. Kiaracondong) dan arteri sekunder (Jl. Laswi), yang berfungsi
menghubungkan pusat aktivitas dalam kota dan antar kota. Agar vitalitas kawasan dapat
meningkat, maka kedua jalan ini akan dihubungkan dengan jaringan jalan baru.
Jalan kolektor sekunder sisi Utara berfungsi menghubungkan Jl.Sukabumi
dengan Jl.Kiaracondong. Sepanjang koridor ini terdapat empat akses berupa jalan lokal
menuju tiap segmen dan persil. Perencanaan jalan ini sangat penting, karena dapat
menghubungkan antara lokasi perencanaan dengan daerah industri dan perkantoran di
110
sebelah Utara. Tujuan utama perencanaan jalan ini adalah memudahkan pencapaian dari
Jl.Kiaracondong dan Jl.Sukabumi menuju persil yang ada di tengah lahan.
Jalan kolektor sekunder sisi Selatan berfungsi menghubungkan persil yang
berada di tengah lahan dengan Jl.Laswi dan Jl.Kiaracondong. Jalan usulan ini sangat
perlu karena fungsi Jl.Laswi dan Jl.Kiaracondong adalah menghubungkan pusat
aktivitas dalam kota, seperti pasar Kiaracondong, kawasan perdagangan jalan Ahmad
Yani, kawasan perkantoran, dan kawasan permukiman. Oleh karena itu, akses utama
lokasi perencanaan adalah dari arah jalan Laswi untuk sisi Barat dan dari arah jalan
Kiaracondong untuk sisi Timur.
Jalan lokal berfungsi melayani aktivitas antar persil di lokasi perencanaan.
Alasan perencanaan jalan ini adalah lebar lahan yang cukup besar, sehingga dapat
menyulitkan pergerakan orang dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya. Kemudian
perencanaan jalan yang terakhir adalah under-pass yang mengubungkan lokasi
perencanaan dengan jalan Jambatan Opat di sebelah Selatan. Terdapat 4 buah usulan
under-pass. Pertama ada di sebelah Barat yang menghubungkan langsung daerah hunian
dengan ”sentra kuliner dan perbelanjaan” serta ”sentra bisnis”. Berikutnya ada dua
under-pass ditengah lokasi studi yang bertujuan menghubungkan daerah hunian di
sebelah Selatan dengan daerah hunian (rusunawa) di sebelah Utara. Terakhir berada di
sebelah Timur lokasi studi dekat dengan sungai Cibeunying, tujuannya untuk
menghubungkan ”sentra perdagangan tekstil” dengan daerah hunian.
4.5.3.1 Pencapaian dengan Transportasi Kota
Untuk memudahkan pergerakan orang di lokasi perencanaan, maka diperlukan
adanya sarana dan prasarana transportasi kota. Pada lahan akan diusulkan pembangunan
stasiun skytrain yang diasumsikan akan dikembangkan di kota Bandung. Skytrain ini
memiliki rute Stasiun Bandung – lokasi perencanaan. Adanya transportasi masal baru
ini diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas kawasan. Pada area stasiun skytrain
akan disediakan shelter area untuk transportasi kota sekitar yang hendak melalui lokasi
perencanaan. Agar pergerakan transportasi kota teratur, direncanakan rute pergerakan
transoprtasi kota dari arah Utara dan Selatan menuju lokasi perencanaan (Gambar 4.3
dan Gambar 4.12).
111
Gambar 4.3. Konsep Pencapaian dengan Transportasi Kota
Sumber: Hasil Analisis
Stasiun skytrain dan shelter transportasi kota berada di daerah sentra bisnis
(fungsi komersial dan perkantoran), dengan maksud untuk mempermudah distribusi
pergerakan orang (Gambar 4.9). Jalur transportasi kota di lokasi perencanaan dari arah
Utara dan Selatan dibuat sama, agar memudahkan perpindahan pergerakan. Jalur
tersebut akan melewati hampir seluruh aktivitas kegiatan, yaitu komersial, perkantoran,
serta hunian. Implikasi yang dapat terjadi pada daerah yang dilalui jalur transportasi
kota adalah tumbuhnya aktivitas komersial. Oleh karena itu, lantai dasar bangunan pada
daerah yang dilalui oleh jalur transportasi kota difungsikan untuk aktivitas komersial,
seperti cafe, restoran, rumah makan, toko, dan lainnya.
Jalur transportasi pada lokasi perencanaan direncanakan semaksimal mungkin
dapat mempermudah orang mencapai tiap persil. Transportasi kota dari arah jalan
Kiracondong akan masuk menuju tapak, melalui usulan jalan kolektor sekunder yang
berada di tengah lokasi studi. Hal ini dilakukan untuk memberi jarak dengan pintu rel
kereta api dan menghindari kemacetan. Di area ini transportasi kota akan melalui
”sentra perdagangan tekstil” yang berada disebelah Utara dan Selatannya.
112
Transportasi kota kemudian bergerak menuju jalan kolektor sekunder sisi Utara,
yang dilanjutkan menuju jalan lokal dan jalan kolektor sekunder sisi Selatan yang
mengarah ke stasiun skytrain di daerah sentra bisnis. Sepanjang rute ini transportasi
kota akan melewati fungsi hunian, yaitu rumah susun sederhana sewa. Pada stasiun
skytrain terdapat shelter area. Pada area ini terjadi perpindahan moda antara kendaraan,
skytrain, dan pejalan kaki. Dari shelter area ini, transportasi kota akan bergerak melalui
”sentra bisnis” serta ”sentra kuliner dan perbelanjaan” menuju jalan Sukabumi di
sebelah Utara. Begitu juga dengan jalur transportasi kota sebaliknya.
4.5.3.2 Pencapaian Pejalan Kaki
Gambar 4.4. Konsep Pencapaian Pejalan Kaki
Sumber: Hasil Analisis
Aktivitas kawasan yang telah bersinergi satu sama lain akan dihubungkan secara
fisik oleh jalan pejalan kaki. Terdapat 2 konsep pengembangan jalan pejalan kaki, yaitu
arcade dan skywalk (Gambar 4.4 dan Gambar 4.14). Kedua jalan pejalan kaki bertujuan
113
untuk memudahkan pergerakan orang dari satu aktivitas ke aktivitas lain serta
terlindung dari pengaruh iklim.
Konsep arcade terletak di lantai dasar bangunan dan dibuat menerus dengan
bangunan lainnya (Gambar 4.5 dan Gambar 4.17). Tujuan perencanaan arcade adalah
memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki karena pada lantai dasar umumnya
difungsikan untuk fungsi komersial, seperti retail, cafe, restoran, dan rumah makan.
Selain itu, upaya ini dilakukan guna menghindari terjadinya konflik antara pengguna
kendaraan dan pejalan kaki.
Konsep skywalk banyak dikembangkan di bagian Barat lokasi yang umumnya
berfungsi sebagai komersial dan perkantoran (Gambar 4.5 dan Gambar 4.16). Skywalk
menghubungkan beberapa bangunan dan berada di lantai tiga agar tidak mengganggu
sirkulasi kendaraan di lantai dasar. Posisi skywalk yang berada di atas jalan
penyebrangan pejalan kaki diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan
orang, karena terlindung dari pengaruh iklim, yaitu panas matahari ataupun hujan.
Melalui pengembangan skywalk diharapkan seluruh aktivitas dapat dihubungkan secara
fisik, dari tempat tinggal menuju tempat kerja, hiburan, dan pelayanan umum, tanpa
harus keluar bangunan.
Gambar 4.5. Ilustrasi Pengembangan Skywalk dan Arcade
Sumber: Hasil Analisis
114
4.6 Masterplan Pengembangan Lahan
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
4.7 Pengembangan Rumah Rusun Sederhana Sewa
Salah satu faktor penting dalam pembangunan rumah susun yang berhubungan
erat dengan upaya urban renewal adalah faktor keberlanjutan. Faktor tersebut meliputi
kegiatan pemakaian bangunan, kegiatan perawatan dan pemeliharaan, sampai dengan
dilakukannya lagi upaya peremajaan kembali apabila masa pakai gedung sudah habis.
Untuk memudahkan proses keberlanjutan dari rumah susun, maka sistem
kepemilikannya akan dilakukan melalui sistem sewa. Rumah susun ini akan
diperuntukan khusus untuk masyarakat golongan menengah dan menengah kebawah,
yang lebih dikenal dengan rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Beberapa faktor
lain yang mendasari pembangunan rumah susun dengan sistem sewa adalah:
1. Tanah dimiliki oleh pihak PT KAI, sehingga tidak mungkin dilakukan sistem milik.
2. Rusun ini berfungsi sebagai hunian sementara, dalam artian merupakan batu locatan
dari penghuni sebelum memiliki hunian permanen di atas tanah.
4.7.1 Lokasi
Pengembangan rusunawa di lokasi perencanaan bertujuan untuk menghidupkan
kawasan dan menyediakan kebutuhan hunian bagi warga kota yang bekerja di sekitar
kawasan. Lokasi pengembangan rusunawa ditempatkan di tengah lokasi perencanaan
serta diantara fungsi komersial dan perkantoran, dikarenakan:
1. Nilai ekonomi lahan tidak terlalu tinggi.
2. Memudahkan pencapaian menuju fungsi kegiatan yang ada disekitarnya.
3. Jaraknya kurang dari 500 meter dengan sarana transportasi kota di Jl. Kiaracondong.
4. Jaraknya kurang dari 600 meter dengan stasiun skytrain yang direncanakan.
5. Jaraknya kurang dari 1 kilometer dengan daerah industri dan daerah perkantoran.
Jarak yang dekat antara tempat tinggal dan tempat bekerja perlu didukung
dengan jaringan sirkulasi yang baik, agar pergerakan orang menjadi mudah. Ada dua
konsep perancangan yang akan diterapkan pada kompleks rusunawa terkait masalah
sirkulasi dan pergerakan orang. Yang pertama, mengenai aksesibilitas. Konsep yang
digunakan guna memudahkan pencapaian penghuni menuju huniannya, yaitu dengan
membuat jalan kendaraan dan jalan pejalan kaki di sekeliling kompleks rusunawa oleh
(Gambar 4.18). Keuntungan lainnya, apabila terjadi kebakaran, mobil pemadam dapat
127
menjangkau seluruh bagian kompleks rusunawa untuk melakukan upaya pemadaman.
Pintu masuk kompleks rusunawa akan dibuat lebih dari satu, agar penghuni dapat
masuk dari berbagai arah disesuaikan dengan jarak terdekat ke unit huniannya.
Yang kedua, pengembangan jaringan pejalan kaki. Kompleks rusunawa jaraknya
kurang dari 1 kilometer dengan fungsi perkantoran, industri, dan transportasi kota.
Untuk memfasilitasi para pekerja yang tinggal di kompleks rusunawa, maka
dikembangkan jaringan pejalan kaki yang terintegrasi dengan fungsi sekitar. Semakin
banyak orang beraktivitas dengan berjalan kaki dan menggunakan transportasi kota,
berarti akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan menekan pencemaran
udara. Keadaan ini akan baik buat lingkungan perencanaan di masa depan.
Gambar 4.18. Konsep Jaringan Jalan Kompleks Rusunawa
Sumber: Hasil Analisis. 4.7.2 Unit Hunian
Besaran unit hunian rusunawa yang dikembangkan pada lokasi perencanaan
mengacu pada tiga faktor. Faktor yang pertama, mengacu pada standar kebutuhan ruang
perorang (9 m2). Yang kedua, dasar pemikiran bahwa rusunawa yang dikembangkan
merupakan hunian sementara bagi penghuni sampai saatnya mampu memiliki rumah
128
permanen di atas tanah. Kemudian faktor yang terakhir, prospek di kawasan sekitar,
yaitu dekat dengan daerah industri dan daerah perkantoran. Oleh karena itu, besaran unit
hunian yang dikembangkan akan menggunakan dua tipe yang sering dikembangkan
oleh Perumnas, yaitu tipe 21 dan tipe 36. Setiap tipe akan diperuntukan sesuai dengan
kapasitas maksimal penghuninya, agar penghuni dapat tinggal dengan nyaman
sehinggga tidak mengganggu kualitas lingkungan fisik.
Gambar 4.19. Peta Pengembangan Rusunawa
Sumber: Hasil Analisis.
a) Tipe 21.
Luas unit hunian tipe 21 khusus diperuntukan untuk pekerja industri dengan
maksimal penghuni 2 orang (Gambar 4.19). Luas hunian tipe ini merupakan luas hunian
minimal yang dikembangkan Perumnas untuk rusunawa. Tipe 21 memiliki tiga ruang
utama, antara lain ruang serba guna, ruang masak, dan kamar mandi (Gambar 4.20).
Ruang serbaguna dapat dipergunakan untuk tidur dan bersosialisasi. Pada tipe 21
129
diberikan juga ruang tambahan berupa balkon yang dapat dipergunakan penghuni untuk
menjemur pakaian. Hal ini didasari perilaku penghuni yang terbiasa menjemur pakaian
apabila sudah terkena sinar matahari langsung. Orientasi balkon menghadap kedalam
kompleks rusunawa untuk menghilangkan kesan kumuh apabila dilihat dari luar
kompleks. Untuk kenyamanan, tiap hunian disediakan ventilasi dan jendela yang bisa
dibuka kearah luar, sehingga sirkulasi udara silang bisa terjadi.
Gambar 4.20. Isometri Denah Tipikal Rusunawa Tipe 21/4 Lantai.
Sumber: Hasil Analisis. Susunan ruang permodul bangunannya, 4 unit hunian dipisahkan oleh satu
tangga sebagai sirkulasi vertikal. Tangga tersebut diposisikan di tengah bangunan agar
memudahkan pencapaian dari tiap penghuni. Sirkulasi horizontalnya menggunakan
koridor yang menghadap ke luar kompleks rusunawa. Koridor tidak dibuat solid, agar
pencahayaan alami dan sirkulasi udara bisa masuk ke unit hunian. Dalam satu blok
bangunan rusunawa terdapat 2-3 modul yang digabungkan secara memanjang.
130
b) Tipe 36 (4 lt)
Gambar 4.21. Isometri Denah Tipikal Rusunawa Tipe 36/4 Lantai.
Sumber: Hasil Analisis. Luas unit hunian tipe 36 yang memiliki ketinggian 4 lantai, khusus diperuntukan
untuk masyarakat menengah ke bawah yang telah berkeluarga dengan maksimal
penghuni 4 orang (Gambar 4.19). Susunan ruang permodulnya, dua unit hunian yang
dipisahkan oleh satu tangga. Satu unit hunian terdiri atas 2 kamar tidur, ruang serba
guna, kamar mandi, dan ruang masak (Gambar 4.21). Ruang serba guna bisa dipakai
untuk ruang keluarga, ruang tamu, atau ruang makan secara bersamaan.
Pada tipe 36, balkon dibuat lebih besar guna mengatasi kebiasaan hidup dekat
dengan tanah. Balkon dibuat saling silang dengan lantai diatasnya dengan tujuan
terdapat sebagian area yang terkena cahaya matahari langsung. Balkon ini akan
berhadapan dengan balkon tetangganya agar penghuni mau menjaga unit hunian dan
lingkungannya. Apabila terjadi kesemrawutan pada area balkon, maka penghuni sendiri
yang akan melihat dan merasakannya.
Sirkulasi vertikalnya menggunakan tangga. Dengan menempatkan satu tangga
diantara 2 unit hunian, diharapkan privasi dan kenyamanan penghuni dapat tercipta.
Sirkulasi horizontal antar unit hunian hanya menggunakan bordes tangga, tanpa
131
menggunakan sistem koridor seperti pada tipe 21. Di dalam satu blok rusunawanya,
terdapat 2 sampai 3 modul yang digabungkan dengan pola memanjang.
c) Tipe 36 (10 lt)
Gambar 4.22. Isometri Denah Tipikal Rusunawa Tipe 36/10 Lantai.
Sumber: Hasil Analisis. Rusunawa tipe ini difungsikan untuk mendukung fungsi perkantoran dan
komersial yang akan dikembangkan di lokasi penelitian. Luas unit huniannya 36m2 dan
diperuntukan untuk para pekerja kantor yang telah berkeluarga dengan maksimal
penghuni 4 orang (Gambar 4.19). Di dalam satu unit hunian terdapat 2 kamar tidur, 1
ruang serba guna, dapur, kamar mandi, dan balkon untuk menjemur pakaian.
Tiap satu lantai bangunan terdapat 16 buah unit hunian, 2 buah tangga, dan 2
buah lift (Gambar 4.22). Untuk menjaga umur lift sesuai dengan usia bangunan, maka
lift hanya berhenti per dua lantai. Lift juga akan dioperasikan pada waktu tertentu saja,
seperti pagi, siang, dan malam. Hal ini dilakukan untuk menghemat energi listrik dan
menjaga agar lift tidak dipergunakan sebagai tempat bermain anak-anak.
Sirkulasi horizontal menggunakan koridor pada dua sisi. Di sepanjang koridor
disediakan ruang bersama yang dapat digunakan penghuni di lantai tersebut sebagai
tempat untuk bersosialisasi. Pada bagian tengah koridor terdapat juga dua void yang
berfungsi sebagai jalur sirkulasi udara.
132
4.7.3 Ketinggian Bangunan
Penentuan ketinggian bangunan rusunawa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
KLB dan KDB kawasan, serta kebiasaan masyarakat tinggal dekat dengan tanah.
Berdasarkan RTRW Kota Bandung Tahun 2013 untuk fungsi perumahan dengan
bangunan tinggi memiliki nilai KDB 15% dan KLB 1,5. Kemudian untuk bangunan
sedang memiliki KDB 25% dan KLB 1,25. Dengan nilai KDB dan KLB tersebut akan
diperoleh ketinggian maksimal masing-masing bangunan, 5 dan 10 lantai.
Orang merasa enggan tinggal di lantai yang tinggi karena sulitnya pencapaian,
merupakan satu kendala penggunaan tangga sebagai sarana trasnportasi vertikal. Atas
pertimbangan tersebut rusunawa dengan model walk-up apartment yang dikembangkan
memiliki ketinggian 4 lantai. Kemudian rusunawa lain yang dikembangkan memiliki
ketinggian 10 lantai (Gambar 4.23). Rusunawa yang dikembangkan memiliki tingkat
kepadatan tinggi dengan rata-rata 320 unit/hektar.
Tabel 4.5. Data Pengembangan Rusunawa Tipe Rumah Susun Jumlah Lantai Jumlah Blok Jumlah Unit Hunian
Terdiri dari 2 modul* 4 lantai 4 14421m2 Terdiri dari 3 modul* 4 lantai 8 192Terdiri dari 2 modul** 4 lantai 8 14436m2 Terdiri dari 3 modul** 4 lantai 4 48
36m2 10 lantai 9 1296Total Unit Hunian 1824Total Luas Lahan 5.7 Hektar* 1 modul terdiri dari 4 unit hunian. ** 1 modul terdiri dari 2 unit hunian
Sumber: Hasil Analisis.
Rusunawa dengan ketinggian 4 lantai memiliki luas unit hunian 21m2 dan 36m2.
Rusunawa ini diperuntukan untuk masyarakat menengah kebawah, karena mereka
belum terbiasa hidup secara vertikal dan untuk menghindari datangnya permasalahan
baru. Sistem transportasi vertikalnya menggunakan tangga. Rusunawa 10 lantai
memiliki luas unit hunian sebesar 36 m2 yang diperuntukan untuk masyarakat
menengah, seperti pegawai kantor dan pegawai PT KAI.
Perencanaan balkon pada bangunan rusunawa, yang dapat berfungsi sebagai
pekarangan diharapkan dapat mengurangi permasalahan kebiasaan hidup dekat tanah.
Balkon pada unit tipe 36 yang diperuntukan untuk masyarakat yang telah berkeluarga
akan dibuat lebih luas dan dapat dipergunakan sebagai tempat penyaluran hobi (seperti
memelihara burung dan menanam tanaman) serta menjemur. Pada unit tipe 21 yang
133
diperuntukan untuk pekerja pabrik industri, tidak dibuat balkon yang besar karena ada
kecenderungan pekerja industri pulang ke rusunawa hanya untuk beristirahat.
Berdasarkan kajian empiris, menunjukan bahwa para pekerja industri rata-rata menyewa
1 unit tipe 21 untuk 2 orang, karena mereka bekerja secara shift maka mereka
bergantian menggunakan unit hunian.
Gambar 4.23. Ketinggian Bangunan Rusunawa
Sumber: Hasil Analisis.
134
4.7.4 Keragaman Fungsi
Gambar 4.24. Pengembangan Multi Fungsi di Kompleks Rusunawa
Sumber: Hasil Analisis.
Terdapatnya keragaman fungsi merupakan salah satu kriteria terjadinya
keberlanjutan pada kompleks rusunawa. Secara horizontal keragaman fungsi terbagi
atas ruang terbuka dan fungsi campuran pada blok rusunawa. 60 % dari keseluruhan
luas lahan diperuntukan untuk ruang terbuka. Fungsi yang disediakan diantaranya taman
bermain anak, lapangan olahraga, tempat duduk, dan taman lingkungan. Susunan fungsi
vertikalnya, fungsi campuran/multi fungsi pada lantai dasar, unit hunian pada lantai
diatasnya, dan roof garden pada lantai atap (Gambar 4.24). Fungsi roof garden sifatnya
kondisional, dalam arti dapat dilakukan secara bersama antara penghuni dan pengelola
ataupun tidak.
Tujuan pengembangan fungsi campuran pada lantai dasar blok rusunawa, agar
lingkungan rusunawa menjadi lebih hidup. Fungsi campuran pada blok rusunawa terdiri
atas fasilitas umum (40%) dan fungsi komersial (60%). Fasilitas umum yang ada,
diantaranya ruang serba guna dan area parkir sepeda motor. Kantor pengelola juga akan
ditempatkan pada lantai dasar, agar mudah memantau aktivitas lingkungan. Fungsi
komersial/unit usaha bisa dipergunakan oleh penghuni atau pihak luar dengan sistem
sewa.
135
Konsep kompleks rusunawa dengan orientasi kedalam kawasan yang
mengelilingi ruang terbuka, bertujuan untuk menciptakan rasa aman dan nyaman.
Aman karena setiap penghuni dapat mengenali warganya yang tinggal dan beraktivitas
disana, sehingga mengurangi resiko terjadinya tindakan kejahatan, seperti pencurian.
Nyaman karena area luar difokuskan untuk area buffer dari kebisingan jalur kendaraan
bermotor dan jalur kereta api. Ruang-ruang komunal dan olahraga di tempatkan di
dalam kompleks rusunawa.
Kompleks rusunawa yang dirancang mengelilingi ruang terbuka dan memiliki
orientasi aktivitas ke dalam kompleks bertujuan untuk menghilangkan kesan kumuh dan
tidak rapih. Deretan jemuran yang biasa menjadi pemandangan utama pada rusunawa
dan menimbulkan kesan tidak teratur dapat disembunyikan. Melalui konsep
perancangan ini, maka yang tampak dari luar kompleks rusunawa hanya bagian depan
bangunan. Kumuh dan tidaknya kawasan hanya dirasakan oleh penghuni. Diharapkan
nantinya dapat menumbuhkan rasa kepedulian terhadap lingkungan rusunawa, yaitu
untuk menjaga dan merawatnya.
4.7.5 Perawatan dan Pemeliharaan
Konsep perencanaan dan perancangan yang bertujuan untuk memberi
kemudahan kepada penghuni dan pengelola dalam merawat dan memelihara rusunawa,
diantaranya:
1. Menempatkan plumbing di tempat yang terekspos dan mudah dijangkau. Ini dipilih
untuk memudahkan perawatan atau perbaikan apabila mengalami kerusakan, tetapi
tetap memperhatikan nilai keamanan.
2. Menempatkan meteran listrik dan air di luar tiap unit setiap unit bangunan untuk
memudahkan mengontrol penggunaannya.
3. Memilih atap datar sebagai pengganti genteng, karena genteng dianggap kurang
efisien dari segi pemeliharaan.
4. Memilih bahan batako, selain lebih ringan batako juga sudah bisa terlihat rapi meski
tanpa diplester.