19
27 BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan Kereta Api 1. NISM Sebagai Pelopor Pengusahaan Kereta Api Sehubungan dengan kesulitan prasarana dan sarana transportasi di Pulau Jawa ditinjau dari sudut pertahanan dan keamanan, serta sudut ekonomi sejak awal abad ke-19 muncul usul yang diajukan oleh Kolonel Jhr. Van Der Wijk seorang ahli militer, agar di Pulau Jawa dibangun alat transportasi baru, yaitu kereta api yang akan mendatangkan keuntungan tidak ternilai harganya bagi kepentingan pertahanan meliputi jalan rel yang terbentang dari Semarang ke Kedu dan Yogyakarta ke Surakarta. Pemerintah Kerajaan Belanda mengeluarkan surat keputusan (Koninklijk Besluit) nomor 270 tertanggal 28 Mei 1842 yang menetapkan bahwa pemerintah akan membangun jalan rel yang terbentang dari Semarang ke Kedu dan Yogyakarta ke Surakarta, untuk meningkatkan sarana transportasi tradisional berupa kereta yang ditarik sapi dan kerbau serta untuk meningkatkan daya angkut bagi barang-barang ekspor (Tim Telaga Bakti Nusantara, 1997: 52-53). Timbulnya permintaan konsesi dari pengusaha swasta yang disertai permohonan jaminan bunga 5% dari modal yang dipinjam, telah menimbulkan berbagai macam pendapat di kalangan pejabat pemerintah

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

  • Upload
    phamnga

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

27

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Perkembangan Kereta Api

1. NISM Sebagai Pelopor Pengusahaan Kereta Api

Sehubungan dengan kesulitan prasarana dan sarana transportasi di

Pulau Jawa ditinjau dari sudut pertahanan dan keamanan, serta sudut

ekonomi sejak awal abad ke-19 muncul usul yang diajukan oleh Kolonel

Jhr. Van Der Wijk seorang ahli militer, agar di Pulau Jawa dibangun alat

transportasi baru, yaitu kereta api yang akan mendatangkan keuntungan

tidak ternilai harganya bagi kepentingan pertahanan meliputi jalan rel yang

terbentang dari Semarang ke Kedu dan Yogyakarta ke Surakarta.

Pemerintah Kerajaan Belanda mengeluarkan surat keputusan (Koninklijk

Besluit) nomor 270 tertanggal 28 Mei 1842 yang menetapkan bahwa

pemerintah akan membangun jalan rel yang terbentang dari Semarang ke

Kedu dan Yogyakarta ke Surakarta, untuk meningkatkan sarana transportasi

tradisional berupa kereta yang ditarik sapi dan kerbau serta untuk

meningkatkan daya angkut bagi barang-barang ekspor (Tim Telaga Bakti

Nusantara, 1997: 52-53).

Timbulnya permintaan konsesi dari pengusaha swasta yang

disertai permohonan jaminan bunga 5% dari modal yang dipinjam, telah

menimbulkan berbagai macam pendapat di kalangan pejabat pemerintah

Page 2: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

28

Hindia Belanda. Gubernur Jendral L.A.J.W Baron Sloet van den Beele

tahun 1861-1866 akhirnya bersedia mengabulkan permintaan konsesi itu

dengan beberapa syarat tertentu. Persyaratan dimaksudkan supaya

pembuatan jalan rel itu disesuaikan dengan pengarahan Menteri Urusan

Jajahan Hindia Belanda Fransen van De Putte, yang menginginkan agar

jalur rel Semarang-Surakarta-Yogyakarta diperluas dengan lintas cabang

dari Kedungjati menuju Ambarawa yang terdapat benteng Willem I yang

penting bagi kemiliteran.

Semarang selatan, Surakarta, Yogyakarta merupakan daerah

penghasil barang ekspor yang kaya, seperti tembakau, kayu, gula yang

diekspor dan diangkut ke pelabuhan Semarang. Akhirnya dengan adanya

kebutuhan yang saling berhubungan, maka pada tahun 1862 untuk pertama

kalinya pemerintah memberikan konsesi kepada beberapa pengusaha swasta

yang kemudian mendirikan perusahaan kereta api swasta Nederlandssch

Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P. de

Bordes. Para pengusaha yang mengontrak tanah-tanah perkebunan sangat

memerlukan jasa angkutan kereta api, dengan serta bersedia membayar uang

muka untuk muatan yang akan diangkutnya (Subarkah, 1987: 3).

Tanggal 7 Juni 1864 adalah saat yang sangat bersejarah bagi dunia

perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W Baron Sloet van

den Beele secara resmi melakukan pencangkulan tanah pertama, sebagai

tanda dimulainya pembangunan rel kereta api di desa Kemijen Semarang.

Page 3: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

29

Ternyata pembangunan rel kereta api di desa Kemijen terbilang cukup

lancar. Terbukti tahun 1867 rel kereta api yang sudah terpasang sepanjang

25 km, membentang dari Semarang hingga ke Tanggung. Jalur tersebut

melalui halte Alas Tuwa dan Brumbung. Sebagaimana harapan pihak ketiga,

di luar militer dan para pengelola perkebunan jalur kereta api ini

dioperasikan untuk umum. Tahun 1867, jalur kereta api tersebut berfungsi

dengan baik dan berhasil diluncurkan dari Semarang menuju Tanggung.

Setelah jalur kereta api dari Semarang-Tanggung selesai, pembangunan

terus dilanjutkan meski terkendala oleh masalah pendanaan tetapi tanggal 10

Februari 1870, jalur kereta api ke Surakarta sudah diselesaikan. Dua tahun

kemudian tanggal 10 Juni 1872 bentangan rel kereta api tersebut sudah

mencapai Yogyakarta. Hal tersebut juga telah memungkinkan seluruh

pekerjaan pembangunan jalan rel dari Semarang-Yogyakarta dapat

diselesaikan pada tanggal 21 Mei 1873. Tanggal 21 Mei 1873 kereta api

Semarang-Yogyakarta dioperasikan dan dibuka untuk umum, disamping itu

NISM membangun lintas jalan rel cabang ke Ambarawa dari Kedungjati dan

dibuka untuk umum tanggal 21 Mei 1873 (Eddy Supangkat, 2008: 11-13).

2. Perusahaan Kereta Api dan Trem di Jawa Tengah

Nederlandssch Indische Spoorweg (NIS) memulai kiprahnya

sebagai pionir perkeretaapian di Semarang, diikuti dengan lahirnya

perusahaan kereta api dan trem lainnya di Indonesia. Operasinya buka hanya

di Jawa Tengah, melainkan juga ke wilayah Jawa bagian timur dan barat.

Page 4: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

30

a. Nederlandssch Indische Spoorweg (NIS)

Pembukaan jalur Semarang-Surakarta-Yogyakarta oleh NIS

dilakukan selama periode 1864-1873. Selain berkonsentrasi di

Semarang, NIS juga merambah ke wilayah Solo. Pengoperasian jalur

Semarang-Surakarta-Yogyakarta mempunyai tujuan untuk mengangkut

hasil bumi dari vorstenlanden (wilayah-wilayah Kerajaan) yang akan di

ekspor melalui pelabuhan Semarang.

b. Semarangsche Stoomtram (SS)

Perusahaan ini berbasis di Semarang, namun Semarangsche

Stoomtram (SS) justru membuka jalur Yogyakarta-Cilacap pada tahun

1887. Sebelumnya Semarangsche Stoomtram (SS) bahkan sudah

membuka jalur di Jawa Timur, seperti jalur Surabaya-Pasuruan-Malang

periode 1878-1879 serta jalur Surabaya-Surakarta lewat Wonokromo-

Sidoarjo tahun 1884.

c. Semarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS)

Sesuai namanya, perusahaan kereta api ini berkonsentrasi di

Semarang, Juana dan sekitarnya. Antara tahun 1883-1884 perusahaan

ini membuka jalur Semarang Genuk-Demak-Kudus-Pati-Juana. Disusul

dengan pembukaan jalur Demak-Purwodadi-Blora antara tahun 1888-

1894. Tanggal 5 Mei 1895 perusahaan ini membuka jalur Mayong

Pancangan, daerah tersebut merupakan tambang emas bagi usaha SJS

karena di wilayah itu memiliki hasil bumi yang melimpah seperti : gula,

Page 5: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

31

kapuk, minyak bumi, kapur, dan kayu jati. Sekitar tiga tahun kemudian,

tepatnya tanggal 1 November 1898 Semarang-Joana Stoomtram

Maatschappij (SJS) membuka jalur Wirosari-Kradenan. Jalur Juana-

Lasem dibuka tanggal 1 Mei 1900. Setengah tahun kemudian

Semarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) membuka jalur

Mayong-Welahan.

d. Semarang Cheribon Stoomtram Mij (SCS)

Perusahaan ini membuka jalur Semarang Cheribon Stoomtram

Mij (SCS) yang dilakukannya tahun 1897. Pada waktu bersamaan

Semarang Cheribon Stoomtram Mij (SCS) membuka jalur Losari-

Cileduk-Mundu.

e. Solosche Tramweg Mij (SoTM)

Perusahaan ini berbasis di Solo. Perusahaan Solosche Tramweg

Mij (SoTM) ini membangun trem yang ditarik kuda untuk melayani

penumpang di dalam kota Solo dan sekitarnya.

f. Poerwodadi Goendih Stoomtram Mij (PGSM)

Tahun 1884 perusahaan kereta api Poerwodadi Goendih

Stoomtram Mij (PGSM) membangun jalur Purwodadi-Gundih,

pembangunan jalur ini untuk kepentingan pengangkutan hasil

hutan dan perkebunan di daerah tersebut. Tanggal 1 Januari 1892 jalur

milik Poerwodadi Goendih Stoomtram Mij (PGSM) ini dibeli oleh

Semarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS). Sejak saat itu jalur

Page 6: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

32

kereta api Purwodadi-Gundi dilayani oleh Semarang-Joana Stoomtram

Maatschappij (SJS).

3. Pembangunan Jalan Rel di Pulau Jawa

Pada bulan November 1871 Menteri Urusan Jajahan Belanda Jawa

Mr. P. P. van Bosse mengajukan rencana undang-undang yang bertujuan

untuk membangun lintas jalan rel di Pulau Jawa, yang bersambungan dari

lintas NISM Semarang-Surakarta-Yogyakarta melalui daerah penghasil gula

di Jawa Tengah bagian selatan (Subarkah, 1987: 3). Keuntungan yang

diperoleh NISM dari pengoperasian kereta api jalur Semarang-Surakarta-

Yogyakarta sejak tahun 1875, memberi gambaran dan harapan baru kepada

para pengusaha swasta yang telah berminat untuk menanamkan modal

mereka dalam kegiatan jasa angkutan kereta api.

Dengan disahkannya undang-undang yang mengatur perkeretaapian

tanggal 6 Juni 1878, maka asas pengusahaan kereta api mulai diakui

pemerintah dan hal tersebut berpengaruh terhadap struktur organisasi

perkeretaapian. Perusahaan kereta api milik pemerintah, yaitu bernama

Staats Spoorwegen (SS) merupakan bagian dari Burgelijke Openbare

Werken (BOW) berarti Departemen Pekerjaan Umum yang menangani

pengawasan terhadap pelaksanaan kontrak-kontrak dan hal-hal lain yang

berkaitan dengan pembangunan jalan rel oleh pemerintah. SS mengadakan

perluasan jaringan jalan rel, pelaksanaannya selalu didasarkan pada sistem

Page 7: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

33

pembangunan yang berlaku di lingkungan perusahaan pemerintah, yang

berpedoman pada semboyan berbunyi:

“Siap dengan masukan yang tangguh, sehingga segala pekerjaan sesuai dengan

rencana” (Subarkah, 1987: 6).

Perluasan jaringan jalan rel didasarkan bukan hanya pada kepentingan

ekonomi, melainkan juga menyangkut masalah pasifikasi atau pengamanan

daerah yang banyak mengalami pergolakan dan pembukaan daerah-daerah

baru serta pengembangan administrasi pemerintahan dan pengembangan

kota (Sartono Kartodirdjo, 1987: 364).

Pada tanggal 14 Januari 1895 dibuatlah perjanjian antara

pemerintah dengan pihak NISM yang menetapkan bahwa sejak tahun 1899

lintas Jawa bagian timur dan selatan menjadi milik SS. Jalur Yogyakarta-

Solo ukuran lebar kereta apinya 1.435 mm ditambah dengan rel baja ketiga

diantaranya, sehingga ada satu pasang lagi jalan rel dengan lebar kereta api

1.067 mm. Antara dua kota tersebut dapat dilalui oleh kereta api yang

berbeda ukuran lebar kereta apinya, yakni milik NIS dan milik SS. NIS

menyelesaikan hubungan jalan rel pada lintas dari Yogyakarta ke Magelang

dengan lebar kereta api 1.607 mm sampai Ambarawa. Jalur tersebut

merupakan titik akhir dari lintas cabang yang telah ada pada jalur utama

Semarang-Yogyakarta dengan lebar kereta api 1.435 mm. Lintas Magelang

ini kemudian diperluas lagi dengan dibangunnya kereta api cabang dari

Secang ke Temanggung (Tim Telaga Bakti Nusantara, 1997: 71-72).

Page 8: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

34

4. Dampak Pembangunan Kereta Api Terhadap Kehidupan Pribumi

Pembangunan perkeretaapian oleh Pemerintah Kolonial Hindia

Belanda selain bertujuan untuk memenuhi keperluan kaum kolonial, juga

dimaksudkan untuk memajukan pertumbuhan perekonomian penduduk di

Negara jajahan yaitu Indonesia. Semenjak dioperasikannya jaringan kereta

api abad ke-19, alat angkut ini menjadi pilihan utama penduduk. Hal ini

dimungkinkan karena pendapatan pribumi yang lebih baik, biaya perjalanan

dengan menggunakan transportasi kereta api lebih murah dan lebih cepat

dibanding menggunakan alat transportasi lain yang sudah ada.

Di sepanjang rel, khalayak ramai menjadi terbiasa menjadikannya

sebagai sarana angkutan sehari-hari. Anak-anak sekolah, pegawai

pemerintah dan swasta menjadikan kereta api jarak dekat sebagai alat

transportasi pulang pergi setiap harinya. Selanjutnya di berbagai stasiun

kecil yang terpencil letaknya, dikenal adanya hari-hari pasar yang tertentu

waktunya. Pada hari-hari pasar ini para pedagang kecil berbondong-

bondong mendatangi stasiun-stasiun terpencil, dengan barang dagangan

yang didatangkan dari kota-kota. Biasanya para pedagang pria membawa

barang-barang pikulan, sedangkan para pedagang wanita dengan barang-

barang gendongannya maupun dipikul di atas kepala.

Kalangan pribumi banyak mendapat kesempatan atau peluang kerja

dengan beroperasinya kereta api. Perusahaan kereta api milik pemerintah

Staats Spoorwegen (SS) tercatat orang yang bekerja sebanyak 30.100

Page 9: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

35

pegawai. Dari jumlah tersebut sebanyak 100 orang insinyur golongan atas,

dan 2.500 orang golongan menengah terdiri dari bangsa Belanda, sisanya

sebanyak 27.500 orang pegawai berasal dari kalangan pribumi yang menjadi

tenaga inti untuk mengoperasikan kereta api (Tim Telaga Bakti Nusantara,

1997: 84-85).

5. Alat Transportasi Yang Tergeser Oleh Kereta Api

a. Tergesernya Angkutan Penumpang

Pada awal abad ke-19 Gubernur Jenderal Daendels berhasil

membangun jalan raya yang terbentang dari barat ke timur, sejak dari

Anyer di ujung barat Jawa Barat hingga ke Panarukan di bagian ujung

timur Jawa Timur. Alat angkutan yang meluncur diatasnya adalah kereta

yang terbuat dari kayu dan ditarik oleh kuda. Pada jarak-jarak tertentu

disediakan garasi tempat kuda yang dipakai, sebelumnya dapat diganti

dengan kuda yang masih segar sehingga perjalanan dapat diteruskan

kembali.

Kereta kuda paling disukai pada masa itu adalah kereta beroda

dua yang disebut sado atau dokar. Alat angkutan ini sangat disukai,

sehingga kalangan orang berada menjadikannya sebagai lambang atau

ukuran status sosial, yang empunya kereta memiliki kebanggaan

tersendiri. Setelah munculnya kereta api, secara berangsur-angsur sado

beralih peranannya menjadi alat angkut jarak dekat saja. Kebanyakan

sado beserta saisnya menanti muatan di sekitar stasiun kereta api. Kini

Page 10: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

36

sado berperan sebagai pengantar dan penjemput penumpang kereta api

yang berasal dari sekitar stasiun kereta api yang bersangkutan.

Dengan hadirnya kereta api, maka sejarah kereta kuda yang

menjalani trayek jarak jauh dengan kuda penarik berganti-ganti berakhir.

Sejak itu trayek jarak jauh ditempuh oleh kereta api melalui jalan rel,

dengan daya tempuh lebih cepat dan ongkos lebih murah serta daya

angkut jauh lebih banyak.

b. Tergesernya Angkutan Barang

Menumpuknya hasil bumi dan hasil perkebunan, maka

digunakan kereta beroda dua yang ditarik oleh hewan-hewan untuk

mengatasi penumpukan hasil perkebunan tersebut. Dengan adanya

penambahan transportasi darat, pengangkutan hasil bumi dan hasil

perkebunan beralih ke alat transportasi baru, yaitu kereta api. Jumlah

barang yang dapat diangkut oleh alat transportasi ini jauh lebih banyak

sehingga lebih banyak mengatasi masalah angkutan, namun

perkembangan tersebut berakibat pada kereta beroda dua sebagai

pengangkut barang yang biasa disebut gerobak atau pedati berubah

peranannya menjadi alat angkut untuk jarak pendek saja (Tim Telaga

Bakti Nusantara, 1997: 86-87).

Page 11: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

37

B. Fungsi Kereta Api

1. Barang

Kereta api di Pulau Jawa bertalian erat dengan kebutuhan akan

sarana pengangkut barang-barang atau hasil produksi. Peningkatan hasil

perkebunan dan pertanian, mendorong pemerintah Hindia Belanda

menambah transportasi darat yang dapat menembus ke wilayah-wilayah

pedalaman Jawa Tengah dengan biaya yang lebih murah, lebih cepat untuk

mengangkut hasil perkebunan dan pertanian dalam kapasitas yang besar

sehingga pemerintah membangun jalan kereta api. Pembangunan lintas rel

kereta api ini bertujuan untuk mengangkut hasil bumi dari wilayah

pedalaman yang akan diekspor melalui pelabuhan Semarang, dan memajukan

pertumbuhan perekonomian penduduk pribumi di Karesidenan Semarang.

Dalam hal ini kegiatan penyaluran hasil-hasil perkebunan ke pelabuhan-

pelabuhan untuk selanjutnya diekspor ke luar negeri melalui pelabuhan-

pelabuhan yang terletak di pantai utara Pulau Jawa, seperti Tanjung Mas di

Semarang, dan Tanjung Priok di Jakarta. Barang-barang ekspor yang penting

diantaranya gula, kopi, tembakau, kulit pohon kina, lada, minyak kelapa

sawit, karet, dan batu bara. Angkutan gula dan batu bara dilakukan secara

massal dengan kereta api. Kapasitas produksi pabrik gula yang terbesar

berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari jumlah tersebut sebagian besar

diangkut dengan kereta api dan 90% dari hasil produksi diangkut ke

Page 12: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

38

pelabuhan dengan menggunakan kereta api untuk diekspor ke luar negeri

(Tim Telaga Bakti Nusantara, 1997: 120).

Jalan rel digunakan untuk keperluan ekspor, dan menunjang

kelancaran perekonomian di dalam negeri. Pabrik-pabrik yang mengolah

bahan mentah menjadi bahan jadi menggunakan kereta api sebagai pilihan

utama dalam transportasi yang diandalkan. Angkutan barang banyak

diangkut oleh kereta api pada masa itu, antara lain barang bangunan, kayu

olahan, kayu bakar, arang kayu, dan bahan makanan sebagai kebutuhan

pokok masyarakat. Perkeretaapian di zaman Hindia Belanda sudah mengenal

door to door services dengan adanya A-B Diens Afhaal en Brengdiens (Dinas

ambil-bawa) dengan kendaraan truk di beberapa stasiun tertentu, yaitu untuk

memberikan pelayanan kepada para pemakai jasa kereta api dengan

mengambil barang tertentu yang akan dikirim menggunakan kereta api dari

alamat si pengirim ke stasiun, dan atau mengantarkan kiriman yang datang di

stasiun dengan kereta api ke alamat si penerima (Tim Telaga Bakti

Nusantara, 1997: 121).

Page 13: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

39

Pengangkutan barang-barang jalur Kerajaan-Semarang dalam volume,

1870-1879

(angkutan barang-barang total dikali 100)

Stasiun 1870 1871 1872 1873 1874 1875 1876 1877 1878 1879

Semarang 45.2 55.2 53.1 66.0 79.0 93.2 113.0 114.3 119.0 113.9

Alas Tuwa 0.0 0.0 0.0 0 0 0 0 0 0 0

Brumbung 1.8 13.6 2.4 1.8 1.2 1.0 0.6 0.3 0.4 1.5

Tanggung 12.4 0.2 0.0 0.2 0.1 0.3 0.2 11.6 23.6 19.2

Kedungjati 13.8 11.7 11.5 8.2 10.1 6.7 9.7 10.5 12.3 11.6

Padas 0.0 0.0 0.1 0.8 0.9 1.3 2.7 2.7 1.3 1.4

Gedangan 2.2 1.8 1.3 2.7 5.2 10.1 9.8 9.3 9.7 12.6

Telawa 0.2 0.9 0.5 1.8 3.0 1.6 0.9 0.8 2.5 5.4

Serang 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Gundi 2.1 4.9 2.6 4.1 6.8 6.7 11.3 15.5 21.7 18.9

Tempuran 0.3 3.2 9.3 9.1 10.2 8.2 9.7 2.5 1.0

Gogodalem 0.0 0.0 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 0.0 0.0

Bringin 2.2 2.7 1.7 0.9 1.8 0,9 0.8 0.7 1.1

Tuntang 1.2 2.0 2.3 4.0 3.9 4.2 4.9

Ambarawa 2.5 6.0 5.4 9.6 6.9 3.5 5.7

Total 78.6 109.8 98.6 133.2 170.2 190.8 39.9 237 258.5 277

(Sumber Djoko Suryo, 1989: 158)

Tabel di atas menunjuk pada jumlah wilayah dan barang yang diangkut

kereta api, serta menggambarkan perubahan jumlah pengiriman barang tahun

1870-1879 dari wilayah-wilayah Semarang, Alas Tuwa, Brumbung,

Tanggung, Kedungjati, Padas, Gedangan, Telawa, Serang, Gundi, Tempuran,

Gogodalem, Bringin, Tuntang, dan Ambarawa.

Volume perdagangan di setiap stasiun tersebut berkaitan dengan

besar kecilnya stasiun, dan jaringan pasar-pasar pedesaan yang berhubungan

dengan stasiun bersangkutan. Stasiun yang memasarkan barang-barang

dalam jumlah besar itu merupakan titik-titik penting lalu lintas perdagangan

Page 14: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

40

untuk daerah-daerah pedesaan disekitarnya. Stasiun-stasiun Tanggung,

Kedungjati, Gedangan, dan Gundi dihubungkan dengan daerah-daerah

pedesaan yang mengekspor beras dan hasil pertanian yang lain seperti

Ambarawa dan beberapa stasiun lainnya berasal dari distrik Salatiga,

Tengaran, Ambarawa, Ungaran, dan Kedu. Sebaliknya beberapa stasiun yang

lainnya Alas Tuwa, Brumbung, Padas, Telawa, Serang, Tempuran,

Gogodalem, Bringin, dan Tuntang hanya memasarkan sejumlah kecil barang,

disebabkan karena kecilnya daerah pedesaan disekitarnya atau karena ada

stasiun yang lebih besar didekatnya. Pada umumnya jarak antar stasiun kira-

kira 7 km, sehingga sebuah stasiun yang terletak antara stasiun-stasiun yang

lebih besar memasarkan barang-barang dalam jumlah yang lebih kecil seperti

Alas Tuwa dan Brumbung yang terletak di antara Semarang dan Tanggung,

serta Padas antara Kedungjati dan Gedangan.

Volume barang-barang yang diangkut oleh kereta api di Karesidenan

Semarang sebagaimana yang tercantum dalam tabel meningkat empat kali

lipat selama periode 1870-1879. Peningkatan sangat menonjol di stasiun-

stasiun kereta api yang utama, seperti Semarang dan stasiun-stasiun lokal

yang besar seperti Tanggung, Gedangan, Telawa, Gundi, serta Ambarawa.

Pertumbuhan pengangkutan barang-barang melalui stasiun lokal

mencerminkan lalu lintas barang-barang antara daerah pedesaan dengan

stasiun lokal, tempat dimana hasil-hasil pertanian dan para produsen serta

konsumen saling berhubungan. Dampak adanya jalan kereta api terhadap

Page 15: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

41

pertumbuhan perdagangan timbul dari kenyataan bahwa kereta api mampu

mengangkut lebih banyak barang dengan cepat dan lebih murah daripada

alat-alat angkutan lokal. Biaya pengangkutan barang dengan kereta api ialah

5 sampai 10 sen per km.

Kereta api memiliki kapasitas yang besar dan kecepatan yang tinggi.

Kereta api swasta Semarang-Surakarta menggunakan ukuran yang terbesar di

Jawa, dan daya jelajahnya 30 km per jam. Sebagai perbandingan, sebuah

gerobak lokal yang ditarik dua ekor sapi atau kerbau memiliki kapasitas 5

sampai 7 pikul barang (kira-kira 300 sampai 420 kilogram), dan kemampuan

jelajahnya hanya sekitar 15 sampai 18 km per 24 jam. Kuli rata-rata hanya

mampu membawa ½ sampai 1 pikul barang (kira-kira 31 sampai 62

kilogram) dan hanya mampu menempuh 18 sampai 24 km per 24 jam.

Pengangkutan barang-barang dari Semarang-Surakarta (berjarak 110 km)

karenanya ditempuh sekitar 3,5 jam dengan kereta api, akan tetapi sampai

sekitar 6 hari dengan gerobak lokal atau 4 hari dengan kuli. Sama halnya

pengangkutan antara Semarang dan Kedungjati (berjarak 35 km) ditempuh

dalam waktu 1 jam dengan kereta api, akan tetapi dengan gerobak lokal atau

kuli memerlukan 1 sampai 1½ hari (Djoko Suryo, 1989: 157-159). Maka

angkutan barang kereta api memerlukan banyak gerbong kereta, karena

barang-barang yang diangkutnya beraneka ragam. Oleh karena itu, bentuk

gerbong barang harus disesuaikan dengan muatan yang diangkutnya. Ada

Page 16: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

42

beberapa tipe gerbong dalam kereta api, tipe-tipe gerbong dimaksud

diantaranya yaitu:

a. Gerbong “G” untuk memuat barang-barang dan pintunya dapat ditutup.

b. Gerbong “P” untuk memuat barang-barang yang berupa batangan atau

yang bentuknya panjang.

c. Gerbong “V” untuk memuat ternak.

d. Gerbong “Z” untuk memuat pasir.

e. Gerbong “K” untuk memuat benda-benda cair seperti minyak, bensin dan

lain sebagainya.

Tipe gerbong-gerbong tersebut di atas kebanyakan milik pemerintah

(SS), namun ada juga gerbong-gerbong barang yang pemilikannya bersifat

lokal (swasta), seperti gerbong ketel (K) milik perusahaan minyak (BPM),

gerbong arang batu milik tambang batu bara Sawahlunto atau Ombilin (Tim

Telaga Bakti Nusantara, 1997: 110).

2. Penumpang

Di Pulau Jawa kereta api banyak berperan sebagai alat angkutan

umum, dan mengemban fungsi sebagai sarana angkutan cepat jarak jauh.

Kalangan pribumi di Jawa sangat menggemari kereta api pasar untuk

perjalanan jarak dekat dan kereta api campuran. Kalangan pribumi

mengangkut hasil pertanian dan memasarkannya ke tempat-tempat ramai di

sekitar jalan kereta api. Selain itu terdapat murid-murid atau pelajar sebagai

pelanggan tetap yang bepergian ke sekolah lanjutan di kota-kota besar.

Page 17: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

43

Mereka bersama pegawai-pegawai kantor dan penumpang-penumpang lain

naik kereta api penumpang biasa (Boemel) yang perjalanannya sudah diatur

sehingga dapat memenuhi kebutuhan para pemakai.

Kereta api ekspres dan kereta api cepat disediakan khusus untuk

melayani masyarakat kelas menengah ke atas dan pedagang-pedagang

menengah ke atas. Fasilitas kereta penumpang diperbaiki, waktu tempuh

diperpendek, kecepatan ditambah, dan saat berhenti di stasiun antara

dipersingkat. Dengan cara-cara tersebut mutu pelayanan dapat ditingkatkan

dan masyarakat pemakai semakin menyenanginya (Tim Telaga Bakti

Nusantara, 1997: 121-122).

Kereta penumpang berupa kereta atau gerbong yang digunakan

untuk mengangkut manusia. Kereta penumpang diperlukan dalam jumlah

banyak, di dalam kereta penumpang diberi gang sebagai ruang untuk berjalan

di tengah-tengahnya. Di bagian kiri dan kanan gang ditempatkan kursi-kursi

bagi para penumpang. Khususnya bagi rakyat kecil atau penduduk bumi

putera dipasang tiga baris bangku yang membujur sejajar kereta.

Kereta penumpang di bagi ke dalam kelas-kelas, ada tiga macam

kelas yaitu:

a. Kereta kelas I atau seri A

b. Kereta kelas II atau seri B, dan

c. Kereta kelas III atau seri C.

Page 18: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

44

Di luar ketiga seri tersebut di atas, terdapat kereta tipe lain seperti:

a. Seri D untuk barang-barang bagasi atau hantaran.

b. Seri F sebagai kereta makan.

c. Seri M sebagai kereta khusus untuk para pedagang kecil yang akan ke

pasar dan lain-lain.

Pada kereta api penumpang ada tiga kelas, kelas terakhir lazimnya

diperuntukkan bagi kaum pribumi dengan papan bertuliskan Inlanders

(Sartono Kartodirdjo, 1990: 367). Perbedaan kelas juga didasarkan atas

perbedaan tarif, yang terperinci di bawah ini :

kelas 1 5½ sen per km

kelas 2 3 sen per km

kelas 3 1 sen per km

Pada masa kolonial masyarakat bumi putera tidak dibenarkan menggunakan

kereta kelas I, sekalipun mereka mampu membayar mereka tidak

diperbolehkan untuk menaikinya (Tim Telaga Bakti Nusantara, 1997: 111-

112).

C. Tinjauan Edukatif

Penerapan nilai-nilai perkembangan transportasi Kereta Api di

Karesidenan Semarang merupakan pencerminan penambahan transportasi darat

yang memberikan motivasi terhadap generasi muda untuk dapat memajukan

perekonomian di Indonesia.

Page 19: BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Perkembangan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/421/5/T1_152008011_BAB IV.pdf · perkeretaapian di Indonesia. Gubernur Jenderal L.A.J.W

45

Pelajaran atau nilai-nilai yang dapat dipetik dari Sejarah Transportasi

Kereta Api di Karesidenan Semarang Tahun 1870-1900 adalah :

1. Alat transportasi darat kereta api sampai saat ini masih terus berkembang

dengan teknologi yang sangat maju, dan membuka wilayah-wilayah baru di

pedalaman Jawa Tengah yang disebabkan oleh berkembangnya pusat-pusat

perkebunan dan pabrik-pabrik.

2. Dengan adanya transportasi kereta api mengakibatkan terjadinya komunikasi

langsung dan masuknya pendidikan dari kota melalui wilayah pantai

(pelabuhan), dan wilayah pedalaman yang saling berhubungan dengan kota.

3. Jalur kereta api menghubungkan semua wilayah-wilayah di Jawa Tengah,

dan berkembangnya kawasan-kawasan pemukiman baru di sepanjang jalur

lintas kereta api serta sarana transportasi kereta api mempertemukan budaya

pantai dengan budaya pedalaman yang tradisional.