Click here to load reader
View
223
Download
3
Embed Size (px)
80
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai kontroversi kastrasi
sebagai efek jera pelaku pedofil ditinjau dari perspektif hukum dan HAM
maka dapat diambil kesimpulan bahwa pedofil merupakan seseorang yang
memilih menunjukan aktivitas seksual kepada anak yang berumur kurang dari
13 tahun. Seseorang untuk dapat dikatakan pedofil setelah menjalani
pemerikasaan psikologis, karena tidak semua pelaku kejahatan seksual
terhadap anak-anak merupakan pedofil. Kekerasan seksual yang dilakukan
oleh pedofil mempunyai dampak buruk terhahap korban. Kasus kekerasan
seksual di Indonesia setiap tahunnya bertambah. Maraknya kasus kekerasan
seksual terhadap anak menjadi perhatian pemerintah untuk membuat Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Di Indonesia kastrasi
menjadi wacana hukuman tambahan bagi pelaku kekerasan seksual pada anak
yang kemudian direalisasikan dalam isi Perppu Nomor 1 Tahun 2016
perubahan kedua Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Hukuman
tambahan kastrasi menimbulkan kontroversi di berbagai pihak karena dinilai
melanggar HAM bagi pelaku, tetapi disisi lain diharapkan mampu untuk
melindungi anak-anak dan memberikan efek jera bagi pelaku pedofil.
Hukuman yang ada di Indonesia masih ringan bagi pelaku pedofil.
81
B. Saran
Berdasarkan uraian dan pembahasan di atas, maka diperlukan saran atau
masukan-masukan mengenai kontroversi kastrasi sebagai efek jera pelaku
pedofil ditinjau dari perspektif hukum dan HAM adalah sebagai berikut:
1. Orang tua sebaiknya menjaga anak-anaknya dari ancaman pelaku pedofil
yang saat ini marak terjadi di Indonesia.
2. Pemerintah sebaiknya segera mengambil langkah nyata untuk memberikan
efek jera kepada pelaku pedofil. Salah satunya dengan adanya hukuman
tambahan, agar jumlah korban kekerasan seskual terhadap anak tidak
meningkat. Kastrasi yang menimbulkan kontroversi sebagai hukuman
tambahan harus benar-benar dikaji jika akan dijadikan landasan hukum
untuk menghukum pelaku pedofil.
82
DAFTAR PUSTAKA
Adami Chazawi. 2014. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan. 2001. Perlindungan Terhadap Korban
Kekerasan Seksual Advokasi atas Hak Asasi Perempuan. Bandung: Refika
Aditama.
Donald Albert Rumokoy dan Frans Maramis. 2014. Pengantar Ilmu Hukum.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dwidja Prayitno. 2013. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia.
Bandung: Refika Aditama.
Endang Sutrisno. 2007. Bunga Rampai Hukum dan Globalisasi. Yogyakarta:
Genta Press.
Hendrojono. 2005. Kriminologi Pengaruh Perubahan Masyarakat dan Hukum.
Jakata: Srikandi.
Ishaq. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Luh Ketut Suryani dan Cokorda Bagus Jaya Lesmana. 2009. Pedofil Penghancur
Masa Depan Anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Maidin Gultom. 2014. Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan.
Bandung: Refika Aditama.
Merry Magdalena. 2014. 10 Pedofil Paling Berbahaya Di Dunia. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Mukhtie Fadjar. 2005. Tipe Negara Hukum. Malang: Banyumedia Publishing.
Nashriana. 2011. Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia. Jakarta:
Rajawali Press.
Peter Mahmud Marzuki. 2009. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana.
Rika Saraswati. 2009. Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Setya Wahyudi. 2011. Implementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem
Peradilan Anak Di Indonesia. Yogyakarta: Genta Publishing.
83
Suyadi. 2011. Libas skripsi dalam 30 hari. Yogyakarta: Diva press.
Triyanto. 2013. Negara Hukum dan HAM. Yogyakarta: Ombak.
Walfarianto. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Laboratorium
PKn dan Hukum Universitas PGRI Yogyakarta.
Winarna Surya Adisubrata. 2002. Masyarakat Madani (Muara Reformasi di
Indonesia). Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN.
Yulies Tina Masriani. 2004. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Perundang-Undangan
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330 ayat 1 dan Pasal 419
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 45, Pasal 72, Pasal 287, Pasal 288,
Pasal 289, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, Pasal 29.
Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1990 (Konvensi Hak Anak)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016
Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
FOTO PELAKU PEDOFIL DI INDONESIA
William James Vahey
http://www.google.co.id/gambar William James Vahey
Peter Dundas Walbran
http://www.google.co.id/gambar Peter Dundas Walbran
http://www.google.co.id/gambar%20Williamhttp://www.google.co.id/gambarBaekuni alias Babe
http://www.google.co.id/gambar Baekuni alias Babe
Andri Sobari alias Emon
http://www.google.co.id/gambar Andri Sobari alias Emon
http://www.google.co.id/gambarhttp://www.google.co.id/gambarFOTO PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
Ruangan Perpustakaan
Peneliti membaca buku atau sumber refernsi penelitian dari buku Perpustakaan
UPY
Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa negara menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh,
dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa kekerasan seksual terhadap anak semakin meningkat secara
signifikan yang mengancam dan membahayakan jiwa anak, merusak
kehidupan pribadi dan tumbuh kembang anak, serta mengganggu rasa
kenyamanan, ketentraman, keamanan, dan ketertiban masyarakat;
c. bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan bagi pelaku kekerasan seksual
terhadap anak belum memberikan efek jera dan belum mampu mencegah
secara komprehensif terjadinya kekerasan seksual terhadap anak,
sehingga perlu segera mengubah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
Mengingat :
1. Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5606);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5606) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 81 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 81
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula
bagi setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan
dengannya atau dengan orang lain.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan
keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang
menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang
secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada
pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak p