29
71 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Visi dan Misi RSU Provinsi Sulawesi Tenggara a. Visi “Terwujudnya Rumah Sakit Unggulan di Sulawesi Tenggara Tahun 2013”.   b. Misi Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan tersebut, maka Rumah Sakit Umum (RSU) Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai misi sebagai  berikut : 1) Meningkatkan pelayanan kesehatan prima berlandaskan etika profesi 2) Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penelitian tenaga kesehatan 3) Meningkatkan kesejahteraan karyawan 2. Status Rumah Sakit Rumah Sakit Umum (RSU) Provinsi Sulawesi Tenggara berdiri pada tahun 1971 yang dikelola berdasarkan anggaran pemerintah provinsi tahun 1969/1970. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan, No.51/Menkes/II/1979, tanggal 22 Februari 1979 Rumah Sakit Umum (RSU) Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan rumah sakit milik Pemrintah Provinsi (PemProv) Sulawesi Tenggara. Rumah sakit ini memiliki klasifikasi Rumah sakit tipe C

BAB IV tut

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian1. Visi dan Misi RSU Provinsi Sulawesi Tenggaraa. VisiTerwujudnya Rumah Sakit Unggulan di Sulawesi Tenggara Tahun 2013.b. MisiUntuk mencapai visi yang telah ditetapkan tersebut, maka Rumah Sakit Umum (RSU) Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai misi sebagai berikut :1) Meningkatkan pelayanan kesehatan prima berlandaskan etika profesi2) Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penelitian tenaga kesehatan3) Meningkatkan kesejahteraan karyawan

2. Status Rumah SakitRumah Sakit Umum (RSU) Provinsi Sulawesi Tenggara berdiri pada tahun 1971 yang dikelola berdasarkan anggaran pemerintah provinsi tahun 1969/1970. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan, No.51/Menkes/II/1979, tanggal 22 Februari 1979 Rumah Sakit Umum (RSU) Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan rumah sakit milik Pemrintah Provinsi (PemProv) Sulawesi Tenggara. Rumah sakit ini memiliki klasifikasi Rumah sakit tipe C dan memiliki susunan struktur organisasi berdasarkan SK Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 28 Maret 1983, No.77 tahun 1983.Setelah 5 tahun berjalan, pada tanggal 21 Desember 1998 klasifikasi RSU Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan menjadi tipe B (non pendidikan). Hal ini berdasarkan SK Menteri Kesehatan, No.1482/Menkes/SK/XII/1998 dan sesuai Peraturan Daerah (Perda) pada tanggal 8 Mei 1999, No. 3 tahun 1999. Sehingga kedudukan RSU Provinsi Sulawesi Tenggara secara teknis berada dibawah Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulawesi Tenggara, dan secara taktis operasional rumah sakit berada dibawah dan tanggung jawab Gubernur.Sejak tanggal 18 Januari 2005, terdapat 5 pelayanan yang telah terakreditasi di RSU Provinsi Sulawesi Tenggara, pelayanan tersebut yaitu Administrasi Manajemen, Pelayanan Medik, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Keperawatan, dan Rekam Medis. Hal ini sesuai dengan SK Dirjen Yanmed No.HK.00.06.3.5.139. Setelah berjalan 5 tahun, pada tanggal 31 Desember 2010, akreditasi pelayanan di RSU Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan menjadi 12 pelayanan, yaitu Administrasi Manajemen, Pelayanan Medik, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Keperawatan, Rekam Medis, Pelayanan Radiologi, Pelayanan Farmasi, Pelayanan Laboratorium, Pelayanan Peristi, Pelayanan Kamar Operasi, dan Pelayanan Pencegahan Infeksi, serta Pelayanan Keselamatan dan kesehatan Kerja. Hal ini sesuai dengan SK Dirjen Yanmed No.HK.00.06.3.5.139.Pada tanggal 15 Oktober 2010 sesuai dengan Undang-Undang Rumah Sakit No.44 tahun 2009, dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan, RSU Provinsi Sulawesi Tenggara telah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Perubahan tersebut telah ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor : 653 tahun 2010. Diakhir tahun 2012 RSU Provinsi Sulawesi Tenggara, mengalami pemindahan lokasi di Jalan Kapten Piere Tendean, Kecamatan Baruga sekaligus mengalami perubahan nama dari RSU Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi Rumah Sakit Umum Bahteremas (RSU Bahteramas/ RSUB) Provinsi Sulawesi Tenggara.RSU Bahteramas memiliki luas lahan sekitar 69.000 m2, dengan luas bangunan seluruhnya adalah 22.577 m2. Sarana terdiri dari bagunan fisik seluas 35.410 m2 dan halaman parkir sekitar 1.500 m2. Setiap bangunan mempunyai aktivitas yang sangat tinggi, yang terdiri dari kegiatan pelayanan pasien, administrasi, pengolahan makanan, pemeliharaan/perbaikan instalasi listrik dan air, kebersihan, dan lain sebagainya.

3. Letak GeografisSejak berdiri pada tahun 1971 lokasi RSU Provinsi Sulawesi Tenggara berada di Jalan Dr. Ratulangi No. 151 Kelurahan Kemaraya, Kecamatan Mandonga. Namun pada tahun 2009 telah direncanakan pembagunan lokasi baru RSU Provinsi Sulawesi Tenggara oleh pemerintah setempat. Pada tanggal 21 Oktober 2012 lokasi RSU Provinsi Sulawesi Tenggara yang baru telah di resmikan, rumah sakit ini berpindah lokasi di Jalan Kapten Piere Tendean No. 40, Kecamatan Baruga. Lokasi ini strategis karena mudah dijangkau dengan kendaraan umum dengan batas sebagai berikut : Sebelah Utara: Jalan Kapten Piere Sebelah Timur: Polsek Baruga, Perumahan Penduduk Sebelah Selatan: Perumahan Penduduk Sebelah Barat: Balai Pertanian Provinsi, Perumahan Penduduk

4. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi TenggaraTugas pokok dan fungsi RSU Provinsi Sulawesi Tenggara, mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) No. 5 tahun 2008, tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Pola Tata Kelola RSU Provinsi Sulawesi Tenggara. Maka tugas pokok RSU Provinsi Sulawesi Tenggara yakni, melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasilguna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu, dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan melaksanana upaya rujuakan. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, RSU Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai fungsi, sebagai berikut :a. Menyelenggarakan pelayanan medikb. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medikc. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatand. Menyelenggarakan pelayanan rujukane. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihanf. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangang. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuanganh. Menyelenggarakan upaya promotif dan preventif5. Fasilitas Pelayanan KesehatanSampai dengan akhir tahun 2012 terdapat 5 fasilitas/sarana pelayanan kesehatan yang terdapat di BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. Pelayanan tersebut terdiri dari Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan, Pelayanan Kesehatan Rawat Inap, Pelayanan Penunjang Medik, dan Pelayanan Lain. Pelayanan kesehatan rawat jalan dibagi menjadi 3 instalasi yaitu Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat Jalan yang terdiri dari 14 Poliklinik (Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Kesehatan Anak, Penyakit Dalam, Bedah, Neurologi, Mata, Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT), Gigi dan Mulut, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Orthopedy, Gizi, Jiwa, dan Poliklinik Terpadu/VCT), dan Instalasi Rehabilitasi Medik (Fisioterapi dan Akupuntur).Untuk pelayanan kesehatan rawat inap, dibagi menjadi 4 instalasi yaitu Instalasi Rawat Intensif (ICU, PICU, ICCU), Intalasi Kamar Operasi, Instalasi Kamar Bersalin, Instalasi Rawat Inap yang terdiri dari 4 bangunan ruangan, masing-masing ruangan dibagi menjadi beberapa kelas lagi (Ruangan Anggrek (Kelas I dan VIP), Ruangan Mawar (Kelas II dan Kelas III), Ruangan Asoka (Kelas III), Ruangan Perawatan Intensif (ICU/ICCU), dan Ruangan Perawatan Bayi atau PICU/NICU). Pelayanan Penunjang Medik terdiri dari 4 bagian yaitu, Patologi Klinik/Laboratorium, Patologi Anatomi, Radiologi, dan Farmasi/Apotik. Sarana atau fasilitas pelayanan terakhir yang terdapat di BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu Fasilitas Pelayanan Lain yang terdiri dari, Instalasi Gizi/Dapur, Binatu, Ambulance, serta Perawatan dan Pengantaran Jenazah.

B. Hasil PenelitianBerdasarkan hasil penelitian di Instalasi Gawat Darurat (IGD) BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tanggal 23 Agustus 2013 sampai dengan 17 Oktober 2013, dengan jumlah sampel sebanyak 32 orang perawat, hasil penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :1. Analisis Univariat1.1 Karakteristik Responden1.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis KelaminDistribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :Tabel 4.1Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Jenis KelaminJumlahPersentase (%)

Laki-Laki928,1

Perempuan2371,9

Total32100

Sumber Data : Data Primer, 2013Berdasarkan tabel 4.1, dari 32 orang responden diketahui bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 9 orang (28,1%), sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 23 orang (71,9%). 1.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan UmurDistribusi frekuensi responden berdasarkan golongan umur di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :Tabel 4.2Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Golongan Umur di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum BahteramasProvinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Umur (Tahun)JumlahPersentase (%)

> 35825

352475

Total32100

Sumber Data : Data Primer, 2013Berdasarkan tabel 4.2, dari 32 orang responden diketahui bahwa responden dengan golongan umur 35 tahun berjumlah 24 orang (75%), sedangkan responden dengan golongan umur > 35 tahun berjumlah 8 orang (25%).1.2 Variabel Penelitian1.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan PengetahuanDistribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pengetahuan di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.3Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

PengetahuanJumlahPersentase (%)

Baik2475

Kurang825

Total32100

Sumber Data : Data Primer, 2013Berdasarkan tabel 4.3, dari 32 orang responden diketahui bahwa responden dengan tingkat pengetahuan kurang berjumlah 8 orang (25%), sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan baik berjumlah 75 orang (75%). 1.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan SikapDistribusi frekuensi responden berdasarkan sikap di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :Tabel 4.4Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Tingkat PendidikanJumlahPersentase (%)

Baik1856,3

Cukup1443,8

Total32100

Sumber Data : Data Primer, 2013Berdasarkan tabel 4.4, dari 32 orang responden diketahui bahwa responden dengan kurang baik berjumlah 14 orang (43,8%), sedangkan responden dengan sikap baik berjumlah 18 orang (56,3%).1.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan KegawatdaruratanDistribusi frekuensi responden berdasarkan pelatihan kegawatdaruratan di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :Tabel 4.5Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelatihan Kegawatdaruratan di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

PelatihanJumlahPersentase (%)

Baik1959,4

Kurang1340,6

Total32100

Sumber Data : Data Primer, 2013Berdasarkan tabel 4.5, dari 32 orang responden diketahui bahwa responden yang telah atau pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan berjumlah 19 orang (59,4%), sedangkan responden yang belum pernah atau tidak mengikuti pelatihan kegawatdaruratan berjumlah 13 orang (40,6%). 1.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat PendidikanDistribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.6Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum BahteramasProvinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Tingkat PendidikanJumlahPersentase (%)

Tinggi2887,5

Rendah412,5

Total32100

Sumber Data : Data Primer, 2013Berdasarkan tabel 4.6, dari 32 orang responden diketahui bahwa responden dengan tingkat pendidikan tinggi berjumlah 28 orang (87,5%), sedangkan responden dengan tingkat pendidikan rendah berjumlah 4 orang (12,5%). 1.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Masa/Pengalaman KerjaDistribusi frekuensi responden berdasarkan pengalaman atau masa kerja di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :Tabel 4.7Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Pengalaman KerjaJumlahPersentase (%)

Lama1237,5

Sedang2062,5

Total32100

Sumber Data : Data Primer, 2013Berdasarkan tabel 4.7, dari 32 orang responden diketahui bahwa responden dengan pengalaman atau masa kerja lama berjumlah 12 orang (37,5%), sedangkan responden dengan pengalaman atau masa kerja sedang berjumlah 20 orang (62,5%). 1.2.6 Distribusi Responden Berdasarkan Respon TimeDistribusi frekuensi responden berdasarkan respon time di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :Tabel 4.8Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Respon Time di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013Respon Time JumlahPersentase (%)

Cepat1443,8

Lama1856,3

Total32100

Sumber Data : Data Primer, 2013Berdasarkan tabel 4.8, dari 32 orang responden diketahui bahwa responden dengan respon time atau waktu tanggap cepat berjumlah 14 orang (43,8%), sedangkan responden dengan respon time atau waktu tanggap lama berjumlah 18 orang (56,3%).

2. Analisis Bivariat2.1 Hubungan Pengetahuan dengan Respon Time Perawat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013Distribusi hubungan pengetahuan dengan respon time di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :Tabel 4.9Distribusi Hubungan Pengetahuan dengan Respon Time Perawat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum BahteramasProvinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013No.PengetahuanRespon TimeJumlahP

LamaCepat

n%n%n%

1.Baik1134,41340,624750,040

2.Kurang721,913,1825

Total1856,31443,832100

Sumber Data : Data Primer, 2013Berdasarkan tabel 4.9, dari 32 orang responden diketahui bahwa, 13 orang (40,6%) responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama dengan tingkat pengetahuan baik, 7 orang (21,9%) responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama dengan tingkat kurang. Sedangkan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang cepat dengan tingkat pengetahuan baik berjumlah 11 orang (34,4%), dan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang cepat dengan tingkat pengetahuan kurang, berjumlah 1 orang (3,1%). Dari hasil uji statistik chi square dengan menggunakan program SPSS, nilai X2 continuity correction diperoleh nilai p (0,040) < dari nilai (0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan kegawatdaruratan dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2013. 2.2 Hubungan Sikap dengan Respon Time perawat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013Distribusi hubungan sikap dengan respon time di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :Tabel 4.10Distribusi Hubungan Sikap dengan Respon Time Perawat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013No.SikapRespon TimeJumlahP

LamaCepat

n%n%n%

1.Baik721,91134,41856,30,025

2.Cukup1134,339,41443,8

Total1856,31443,832100

Sumber Data : Data Primer, 2013Berdasarkan tabel 4.10, dari 32 orang responden diketahui bahwa, 7 orang (21,9%) responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama dengan sikap yang baik, dan 11 orang (34,3%) responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama dengan sikap yang cukup baik. Sedangkan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang cepat dengan sikap yang baik berjumlah 11 orang (34,4%), dan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang cepat dengan sikap yang cukup baik, berjumlah 3 orang (9,4%). Dari hasil uji statistik chi square dengan menggunakan program SPSS, nilai X2 continuity correction diperoleh nilai p (0,025) < dari nilai (0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan sikap dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013. 2.3 Hubungan Pelatihan Kegawatdaruratan dengan Respon Time perawat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013Distribusi hubungan pelatihan kegawatdaruratan dengan respon time di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :Tabel 4.11Distribusi Hubungan Pelatihan dengan Respon Time Perawat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013No.PelatihanRespon TimeJumlahP

LamaCepat

n%N%n%

1.Baik928,11031,31959,40,221

2.Kurang928,1412,51340,6

Total1856,31443,832100

Sumber Data : Data Primer, 2013Berdasarkan pelatihan kegawatdaruratan yang pernah diikuti (tabel 4.11), dari 32 orang responden diketahui bahwa, 9 orang (28,1%) responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama dengan pelatihan yang baik, dan 9 orang responden (28,1%) yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama dengan pelatihan yang kurang. Sedangkan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang cepat dengan pelatihan yang baik berjumlah 10 orang (31,3%), dan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang cepat dengan pelatihan yang kurang berjumlah 4 orang (12,5%). Dari hasil uji statistik chi square dengan menggunakan program SPSS, nilai X2 continuity correction diperoleh nilai p (0,221) > dari nilai (0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H1 ditolak dan H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pelatihan kegawatdaruratan dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013. 2.4 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Respon Time Perawat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013Distribusi hubungan tingkat pendidikan dengan respon time di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :Tabel 4.12Distribusi Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Respon Time Perawat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013No.TingkatPendidikanRespon TimeJumlahP

LamaCepat

n%N%n%

1.Tinggi16501237,52887,50,788

2.Rendah26,326,3412,5

Total1856,31443,832100

Sumber Data : Data Primer, 2013Berdasarkan tingkat pendidikannya (tabel 4.12), dari 32 orang responden diketahui bahwa, 2 orang (6,3%) responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama dengan tingkat pendidikan yang rendah, dan 16 orang (50%) responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama dengan tingkat pengetahuan yang tinggi. Sedangkan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang cepat dengan tingkat pendidikan yang rendah berjumlah 2 orang (6,3%), dan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang cepat dengan tingkat pendidikan yang tinggi berjumlah 12 orang (37,5%). Dari hasil uji statistik chi square dengan menggunakan program SPSS, nilai X2 continuity correction diperoleh nilai p (0,788) > dari nilai (0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H1 ditolak dan H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013.2.5 Hubungan Pengalaman atau Masa Kerja dengan Respon Time Perawat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013Distribusi hubungan pengalaman/masa kerja dengan respon time di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.13Distribusi Hubungan Pengalaman Kerja dengan Respon Time Perawat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013No.Pengalaman/Masa KerjaRespon TimeJumlahP

LamaCepat

n%N%n%

1.Lama412,58251237,50,043

2.Sedang1443,8618,82062,5

Total1856,31443,832100

Sumber Data : Data Primer, 2013Berdasarkan pengalaman atau masa kerjanya (tabel 4.12), dari 32 orang responden diketahui bahwa, 4 orang (12,5%) yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama dengan pengalaman atau masa kerja yang lama, dan 14 orang (43,8%) responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama dengan pengalaman atau masa kerja yang sedang. Sedangkan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang cepat dengan pengalaman atau masa kerja yang lama berjumlah 8 orang (25%), dan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang cepat dengan pengalaman atau masa kerja yang sedang berjumlah 6 orang (18,8%). Dari hasil uji statistik chi square dengan menggunakan program SPSS, nilai X2 continuity correction diperoleh nilai p (0,043) < dari nilai (0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan pengalaman atau masa kerja dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2013.3. Analisis MultivariatDisribusi hasil analisis multivariat dari faktor independen (pengetahuan, sikap, dan pengalaman/masa kerja), yang paling dominan atau paling berhubungan dengan respon time, dari hasil analisis bivariat sebelumnya, sebagai berikut : Tabel 4.14Hasil Analisis Multivariat No.VariabelVariables In The EquationOmnibus Tests of Model Coefficients

BetaSig.Exp(B)ChiSquaredf.Sig.

1.Pengetahuan-1,6220,2100,1989,34830,025

2.Sikap-0,9980,2780,368

3.Pengalaman/ Masa Kerja-1,3410,1200,262

4.Constant1,2700,0813,561

Sumber Data : Data Primer, 2013Berdasarkan tabel 4.14, dari hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel independen (pengetahuan, sikap, pelatihan, tingkat pendidikan, dan pengalaman/masa kerja) yang berhubungan dengan variabel dependen (respon time) yaitu variabel pengetahuan, sikap, dan pengalaman/masa kerja. Berdasarkan hasil analisis multivariat, dari ketiga variabel independen tersebut, yang mempunyai konstribusi hubungan paling besar/tinggi adalah variabel sikap dengan nilai Exp (B) = 0,368. Kemudian variabel pengalaman atau masa kerja dengan nilai Exp (B) = 0,262. Dan variabel yang memiliki konstribusi hubungan terendah adalag pengetahuan dengan nilai Exp (B) = 0,198.Maka dapat disimpulkan bahwa, faktor yang paling berhubungan dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013 adalah sikap dengan nilai Exp (B) = 0,368.

C. PembahasanDari hasil penelitian diatas, hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, dapat dijelaskan sebagai berikut :1. Hubungan Pengetahuan Kegawatdaruratan dengan Respon Time Perawat dalam Penanganan Pasien Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi TenggaraDari hasil penelitian menunjukan terdapat 8 orang (25%) responden yang memiliki tingkat pengetahuan kegawatdaruratan yang kurang, sedangkan 24 orang (75%) responden memiliki tingkat pengetahuan kegawatdaruratan yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara, memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang kegawatdaruratan. Sehingga dalam pelaksanaan tugasnya, perawat dapat memberikan pelayanan asuhan keperawatan sesuai yang dibutuhkan oleh pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).Berdasarkan hasil analisis distribusi hubungan (analisis bivariat) dengan menggunakan rumus chi square, antara pengetahuan kegawatdaruratan dengan respon time perawat menunjukkan bahwa, ada hubungan pengetahuan kegawatdaruratan dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat. Hal ini dikarenakan nilai X2 continuity correction diperoleh nilai p (0,040) < dari nilai (0,05), dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil tersebut tidak sejalan dengan hasil analisis multivariat dimana pengetahuan menempati variabel dengan konstribusi terbesar kedua dari variabel independen lainnnya, dengan nilai sig 0,138. Hasil peneilitian ini sejalan berdasarkan hasil penelitian Rogers (1974), dimana pengetahuan memiliki 2 aspek yaitu positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang menentukan bagaimana seseorang akan berperilaku. Selain itu, menurut Notoatmodjo (2010), seseorang dengan tingkat pengetahuan yang luas atau tinggi tidak hanya mengetahui sesuatu (masalah) saja, tetapi dapat memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis atau menyususn sampai melakukan evaluasi terhadap perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Pengetahuan yang dimiliki seseorang juga tidak terlepas dari latar belakang pendidikan yang dimiliki, hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah orang tersebut menerima informasi, dan semakin banyak informasi yang diperoleh maka semakin banyak pengetahuan yang didapatkan.Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan pengetahuan yang dimiliki, seseorang dapat menggunakan kemampuannya untuk menyelesaikan masalah yang ditemui. Dengan kata lain pengetahuan yang dimiliki oleh perawat, perawat diharapkan mampu menggunakan kemampuannya untuk menanggani pasien yang datang khususnya perawat di unit gawat darurat. Sehingga dengan semakin tinggi pengetahuan semakin cepat respon time atau waktu tanggap perawat dalam menangani pasien yang datang.2. Hubungan Sikap dengan Respon Time Perawat dalam Penanganan Pasien Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi TenggaraDari hasil penelitian menunjukan dari 32 responden, terdapat 14 orang (43,8%) responden yang memiliki sikap yang kurang. Sedangkan terdapat 18 orang (56,3%) responden yang memiliki sikap yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara, memiliki sikap yang baik dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).Berdasarkan hasil analisis distribusi hubungan (analisis bivariat) dengan menggunakan rumus chi square, antara sikap dengan respon time perawat menunjukkan bahwa, tidak ada hubungan sikap dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat. Hal ini dikarenakan nilai X2 continuity correction diperoleh nilai p (0,025) < dari nilai (0,05), dengan demikian H0 ditolak dan H1diterima. Hal ini sejalan dengan hasil analisis multivariat variabel sikap memiliki konstribusi ketiga terbesar/tertinggi dari 4 variabel independen lainnya, dengan nilai sig 0,290. Hal tersebut menunjukkan dari 5 variabel independen yang diteliti, variabel sikap memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap variabel dependen (respon time).Hasil penelitian ini sejalan dengan teori sikap pada tinjauan pustaka. Hasil penelitian Azawar (2009), sikap merupakan suatu bentuk reaksi perasaan yang memiliki 2 afek yaitu positif dan negatif, dimana dari afek tersebut dapat menentukan pola perilaku seseorang untuk menyesuaikan diri dalam suatu situasi. Sikap tidak terlepas dari komponen pembentuknya yaitu kognitif atau yang menyangkut rasa percaya seseorang, afektif atau yang berkaitan dengan masalah emosional (perasaan suka, tidak suka, marah, dll), dan konatif atau komponen perilaku, dimana seseorang akan menunjukkan sikapnya terhadap suatu objek. Sikap dapat terbentuk dengan adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu, apabila individu mendapatkan pengaruh yang bersifat positif maka seseorang akan bersikap positif, begitupun sebaliknya apabila individu mendapatkan pengaruh yang bersifat negatif maka seseorang akan bersikap negatif. Pengaruh dapat berasal dari pengalaman pribadi, orang lain, kebudayaan, media, suatu lembaga pendidikan dan agama, dan faktor emosional individu sendiri. Dari sinilah seseorang akan menentukan karakteristik sikapnya masing-masing terhadap apa yang akan dilakukan.Jadi dapat disimpulkan bahwa, sikap yang dimiliki oleh seseorang dapat berpengaruh pada pola perilakunya. Apabila seseorang memiliki masalah atau emosionalnya terganggu maka dalam pelaksanaan tugas yang dikerjakan oleh seseorang akan terganggu. Terlebih lagi jika seseorang mendapatkan pengaruh dari pihak lain yang sifatnya negatif, maka dalam pelaksanaan tugasnya seseorang akan memiliki sifat yang negatif, sehingga dalam proses pekerjaannya akan terganggu dan hasilny pun tidak akan optimal, begitu pulas jika terjadi sebaliknya.

3. Hubungan Pelatihan Kegawatdaruratan dengan Respon Time Perawat dalam Penanganan Pasien Pasien Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi TenggaraDari hasil penelitian menunjukan terdapat 13 orang (40,6%) responden dengan kategori pelatihan yang kurang, sedangkan 19 orang (59,4%) responden dengan kategori pelatihan yang baik. Dari hasil tersebut menunjukan bahwa sebagian besar perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara, memiliki kategori pelatihan yang baik. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden telah atau pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan.Berdasarkan hasil analisis distribusi hubungan (analisis bivariat) dengan menggunakan rumus chi square, antara pelatihan kegawatdaruratan dengan respon time perawat menunjukkan bahwa, tidak ada hubungan pelatihan kegawatdaruratan dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat. Hal ini dikarenakan nilai X2 continuity correction diperoleh nilai p (0,221) > dari nilai (0,05), dengan demikian H1 ditolak dan H0 diterima. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori pelatihan pada tinjauan pustaka. Pelatihan merupakan bagian dari investasi Sumber Daya Manusia (SDM) atau human investment untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, sehingga kinerja pegawai pun meningkat, ini berdasarkan hasil penelitian Simanjuntak (2005). Sedangkan Ivancevich (2008) mengungkapakan bahwa, pelatihan adalah usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai. Dalam hal ini pelatihan memiliki arti penting yaitu sebuah proses untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi. Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya. Menurut Gary Dessler (2009), pelatihan merupakan kebutuhan bagi karyawan yang baru ataupun yang sudah bekerja, hal ini dikarenakan tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya (Hendry, 2010). Salah satu syarat petugas kesehatan yang bekerja di pelayanan kegawatdaruratan suatu rumah sakit, adalah memiliki sertifikat pelatihan kegawatdaruratan (BLS/PPGD/GELS/ALS) dengan pencapaian 100%, (Depkes RI, 2006 & KepMenkes, 2009). Dengan kata lain, seharusnya semua petugas kesehatan yang bertugas di IGD mengikuti pelatihan BTLS dan BCLS, hal ini dikarenakan merekalah petugas yang berdiri di garda depan pelayanan dan senantiasa berada di samping pasien selama 24 jam. Dan setiap pasien yang masuk/datang memiliki kondisi yang berbeda, apabila petugas kesehatan tidak dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang baik, maka keselamatan jiwa pasien tidak akan dapat dipertahankan secara optimal.Dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan suatu kebutuhan bagi para pekerja/karyawan/pegawai baik yang masih baru ataupun sudah bekerja. Hal ini dikarenakan pelatihan dapat menunjang pengetahuan yang dimilki sehingga dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan seseorang dalam bekerja, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas kinerja baik pekerja/karyawan/pegawai itu sendiri dan instansi dimana mereka bekerja.

4. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Respon Time Perawat dalam Penanganan Pasien Pasien Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi TenggaraDari hasil penelitian menunjukan dari 32 orang responden terdapat 4 orang (12,5%) responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, sedangkan 28 orang responden (87,5%) memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara, memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Sehingga dalam pelaksanaan tugasnya, perawat dapat memberikan pelayanan asuhan keperawatan sesuai yang dibutuhkan oleh pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).Berdasarkan hasil analisis distribusi hubungan (analisis bivariat) dengan menggunakan rumus chi square, antara tingkat pendidikan dengan respon time perawat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat. Hal ini dikarenakan nilai X2 continuity correction diperoleh nilai p (0,788) > dari nilai (0,05), dengan demikian H1 ditolak dan H0 diterima. Hal ini tidak sejalan dengan hasil analisis multivariat dimana tingkat pendidikan menempati variabel dengan konstribusi terendah keempat dari 4 variabel independen lainnnya, dengan nilai sig 0,340.Penanganan pasien gawat darurat secara cepat, tepat, dan cermat dapat terlaksanan dengan baik apabila didukung dengan latar belakang pendidikan perawat yang memadai. Hal ini dikarenakan dengan latar belakang pendidikan yang cukup akan meningkatkan kepercayaan diri seseorang untuk melaksanakan tugasnya secara maksimal. Ini berdasarkan oleh pengetahuan yang didapatkan atau diterima selama proses pendidikan tersebut. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori tingkat pendidikan pada tinjauan pustaka. Menurut Novalia (2011), pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk mengembangkan diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mudah seseorang menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi, sehingga akan meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Selain itu juga pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja langsung dengan pelakanaan tugas, tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua saran yang ada disekitar kita untuk kelancaran tugas. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi produktivitas kerja seseorang.Dapat disimpulkan bahwa, pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar seseorang, dimana pendidikan diperlukan untuk proses pengembangan diri seseorang, melalui pendidikan seseorang akan menerima informasi atau pengetahuan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan atau produktivitas kerja seseorang, dan manfaat atau hasil yang akan didapatkan dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.

5. Hubungan Pengalaman Kerja dengan Respon Time Perawat dalam Penanganan Pasien Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi TenggaraDari hasil penelitian menunjukan terdapat 20 orang responden (62,5%) yang memiliki pengalaman atau masa kerja yang sedang, dan 12 orang responden (37,5%) memiliki pengalaman atau masa kerja yang lama. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki pengalaman atau masa kerja dengan kategori sedang ( 5 tahun). Berdasarkan hasil analisis distribusi hubungan (analisis bivariat) dengan menggunakan rumus chi square, antara pengalaman atau masa kerja dengan respon time perawat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pengalaman atau masa kerja dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat. Hal ini dikarenakan nilai X2 continuity correction diperoleh nilai p (0,043) < dari nilai (0,05), dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima. Namun hasil analisis ini tidak sejalan dengan hasil analisis multivariat dimana pengalaman atau masa kerja menempati variabel dengan konstribusi terendah dari variabel independen lainnnya, dengan nilai sig 0,868. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori pengalaman kerja pada tinjauan pustaka. Hasil penilitian Knoers dan Haditomo (1999), yang dikutip oleh Puspaningsih Abriyani (2005) dalam Novalia (2011), pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkahlaku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa juga diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup sebuah perubahan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan praktek. Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman kerja seseorang maka ia akan semakin terampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola pikir dan cara bersikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Pengalaman kerja sangatlah penting dalam suatu perusahaan, menurut Djauzak Ahmad (2004), semakin lama waktu seseorang dalam melaksanakan pekerjaan atau tugasnya, maka semakin banyak pengalaman kerja yang diperoleh. Smakin sering seseorang yang melaksanakan tugas, maka orang tersebut dikatakan memiliki pengalaman kerja yang baik. Semakin banyak jenis tugas yang diberikan, maka orang tersebut akan memperoleh pengalaman kerja yang lebih banyak. Semakin banyak pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diterapkan seseorang dalam melaksanakan tugasnya, maka dapat dikatakan orang tersebut memiliki pengalaman kerja yang baik. Dan dengan pengalaman kerja yang baik dan banyak, maka seseorang akan memperoleh hasil yang lebih baik dari pelaksanaan tugasnya.Dapat disimpulkan bahwa pengalaman kerja yang didapatkan oleh seseorang akan memberikan keahlian dan keterampilan, sehingga dapat meningkatkan serta mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Keterbatasan pengalaman kerja dapat mengakibatkan tingkat keterampilan dan kemampuan seseorang menjadi semakin rendah. D. Keterbatasan PenelitianDalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti menyadari berbagai keterbatasan sebagai berikut :1. Peneliti menyadari bahwa kemampuan yang dimiliki masih kurang. Hal ini dikarenakan peneliti masih berada pada taraf pemula, sehingga hasil penelitian banyak mengalami kekurangan atau jauh dari kesempurnaan,2. Instrument yang digunakan oleh peneliti adalah kuestioner. Sehingga data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan tekhnik wawancara dan observasi terhadap responden berdasarkan panduan kuestioner. Dalam hal ini data yang diperoleh hanya bersifat subyektifitas, sehingga peneliti tidak dapat menjamin kebenaran atas jawaban yang diberikan oleh responden.3. Selain itu juga peneliti memiliki keterbatasan baik waktu, biaya, maupun tenaga. Namun peneliti berharap hasil penelitian dapat diterima oleh berbagai pihak. 78