Upload
agil-sulistyono
View
40
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
vvbvgv
Citation preview
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, tiap individu pernah merasakan takut dan
dalam batas-batas tertentu pernah pula merasakan ketakutan dan
kecemasan (anxiety). Stres dan kecemasan merupakan bagian dari
kehidupan manusia sehari-hari dan merupakan gejala yang normal pada
manusia. Bagi orang yang penyesuaiannya baik, maka stres dan kecemasan
dapat cepat diatasi dan ditanggulanginya. Sebaliknya, bagi orang yang
penyesuaiannya kurang baik, maka stres dan kecemasan merupakan bagian
terbesar dalam kehidupannya. Untuk yang terakhir ini, penyesuaian yang
dilakukan tidak tepat, sehingga stres dan kecemasan dapat menghambat
kegiatan dan aktivitas sehari-hari (Prawitasari, 1988).
Stres dapat menimbulkan kecemasan, dan kecemasan dapat dipicu
oleh berbagai faktor, baik faktor psikologis maupun faktor fisik atau kombinasi
dari kedua faktor tersebut. Respon tiap-tiap individu terhadap suatu stres
tidaklah sama. Stres bagi seseorang belum tentu merupakan stres bagi yang
lain. Hal ini bergantung pada somato-psiko-sosial orang tersebut. Seseorang
yang mengalami stres dapat terwujud dalam berbagai bentuk penyakit atau
dapat terungkap melalui ketidakmampuannya untuk melakukan penyesuaian
diri dengan lingkungannya. Pendertiaan fisik dan psikis yang dialami oleh
seseorang dapat menyebabkan orang tersebut tidak berfungsi secara wajar,
tidak mampu untuk berprestasi tinggi dan sering merupakan masalah bagi
lingkungan sosial dimana orang tersebut berada (Maramis, 1990).
Kecemasan pada umumnya berhubungan dengan adanya situasi yang
membahayakan atau situasi yang mengancam. Dengan berjalannya waktu,
keadaan cemas tersebut biasanya akan dapat teratasi dengan sendirinya.
Namun, ada keadaan dimana seseorang merasakan cemas yang
berkepanjangan, bahkan perasaan cemas tersebut tidak jelas lagi kaitannya
1
dengan faktor penyebab atau pencetus tertentu. Hal merupakan pertanda
adanya gangguan kejiwaan yang dapat menyebabkan hambatan dalam
berbagai segi kemampuan dan fungsi sosial bagi penderitanya (Mulyadi,
2003). Selain komponen motorik dan viseral, kecemasan dapat memeberikan
pengaruh terhadap proses pikir, konsentrasi, proses belajar, dan persepsi.
Hal ini penting untuk diperhatikan dalam melakukan penilaian klinis karena
hal tersebut dapat menimbulkan kendala dalam kehidupan individu.
Kehidupan mahasiswa dihadapkan oleh berbagai jenis stressor, seperti
tekanan akademik dan tuntutan untuk sukses, masa depan yang tidak pasti
serta kesulitan terhadap sistem perkuliahan. Mahasiswa menghadapi
permasalahan sosial, emosional dan permasalahan keluarga yang dapat
memberikan pengaruh bagi cara belajar dan prestasi akademik (Rogers,
2003).
Mahasiswa kedokteran memiliki faktor pendukung kecemasan yang
tinggi. Mereka dapat menderita gangguan kecemasan selama mereka
menjalani masa perkuliahan yang dapat dipengaruhi oleh peristiwa hidup dan
tuntutan akademik, termasuk tekanan waktu, tekanan pada saat menghadapi
ujian, masalah ekonomi, waktu yang terbatas untuk rekreasi dan liburan,
kesendirian serta ketergantungan terhadap orang tua (Darlene et al). Telah
dilakukan sebuah penelitian di Surakarta, dimana penelitian tersebut
membandingkan tingkat kecemasan dari Mahasiswa Fakultas Kedokteran
dan Mahasiswa Fakultas Ekonomi. Hasil penelitian tersebut menunjukan
bahwa tingkat kecemasan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Lebih Tinggi dari
Mahasiswa Fakultas Ekonomi (Sudianto, 2009)
Kurikulum Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
berpedoman pada misi Universitas Islam Indonesia yaitu, “Terwujudnya UII
sebagai rahmatan lil’alamin memiliki komitmen pada kesempurnaan
(keunggulan), risalah islamiyah dibidang pendidikan, penelitian, pengabdian
masyarakat dan dakwah setingkat universitas yang berkualitas di negara-
negara maju”. Kurikulum Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia juga
2
berpedoman pada misi Universitas Islam Indonesia yaitu : menegakan wahyu
illahi dan sunnah nabi sebagai sumber kebenaran abadi yang membawa
rahmat bagi alam semesta melalui pengembangan dan penyebaran ilmu,
pengetahuan, teknologi, budaya, sastra dan seni yang berjiwa Islam dalam
rangka membentuk cendekiawan muslim dan pemimpin bangsa yang
bertakwa, berakhlak mulia, berilmu alamiah dan beramal ilmiah yang memiliki
keunggulan dalam keislaman, keilmuan, kepemimpinan, keahlian,
kemandirian dan profesionalisme.
Diasumsikan bagi sebagian mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia merasa bahwa beban studi yang ditempuh cukup
berat sehingga untuk dapat menyelesaikan studi tersebut secara tepat waktu
diperlukan ketekunan dan perjuangan yang tinggi. Keterlambatan dalam
menempuh studi dapat berlaku sebagai stressor yang dapat menimbulkan
kecemasan bagi mahasiswa. Timbulnya kecemasan dapat mengganggu
konsentrasi dan kemampuan berpikir sehingga akan berpengaruh terhadap
prestasi yang akan dicapai dan akan semakin memperlama waktu
keterlambatan studi. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas,
disusunlah rumusan masalah yaitu mengetahui hubungan tingkat kecemasan
dengan keterlambatan studi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara keterlambatan studi dengan tingkat
kecemasan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara lama keterlambatan studi dengan tingkat kecemasan mahasiswa
Fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesia
3
1.4. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang tingkat kecemasan yang dihubungkan dengan
variable lain telah banyak dilakukan.
1. Studi di Universitas Gadjah Mada mengenai tingkat kecemasan
pada mahasiswa yang terlambat studi di fakultas kedokteran UGM
Yogyakarta. Penelitian menunjukan bahwa 34,43% responden
memiliki tingkat kecemasan yang tinggi.
2. Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kecemasan pada siswa
SMU, Analisis komparasi antara siswa SMU Negeri 3 Yogyakarta
dengan siswa SMU Taruna Nusantara. Dilakukan oleh
Sukardiansyah di bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Universitas Gadjah
Mada, pada Tahun 2004.
3. Studi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengenai tingkat
kecemasan di tahun pertama mahasiswa angkatan 1995 dan 1996
yang menunjukan tingkat kecemasan mencapai 62,3% setelah
periode orientasi.
4. Penelitian di Surakarta yang membandingkan tingkat kecemasan
pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan mahasiswa Fakultas
Ekonomi. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kecemasan
pada mahasiswa Fakultas Kedokteran lebih tinggi dibandingkan
mahasiswa Fakultas Ekonomi (Sudianto, 2009).
1.5. Manfaat Penelitian
1. Manfaat penelitian bagi ilmu pengetahuan adalah menambah informasi
tentang hubungan antara kecemasan dengan keterlambatan studi pada
mahasiswa Fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesia.
2. Aplikasi setelah didapatkan hasil dari penelitian ini adalah permasalahan
ini perlu diketahui agar para mahasiswa lebih rajin belajar, menyelesaikan
studi secara tepat waktu, serta mempersiapkan fisik dan mental secara
keseluruhan agar kecemasan yang muncul jika mahasiswa mengalami
4
keterlambatan studi dapat diantisipasi dan dengan segera dapat diatasi
dengan baik. Dengan demikian diharapkan bahwa ketika mahasiswa
mengalami keterlambatan studi maka hal ini tidak menjadikan mahasiswa
tersebut mengalami gangguan kejiwaan yang lebih mendalam sehingga
hanya akan memperlambat studi melainkan mahasiswa yang
bersangkutan dapat lebih terpacu untuk menyelesaikan studinya.
5
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kecemasan
Hidup tenang dan bahagia selalu diimpikan oleh setiap orang dan
setiap orang akan berusaha untuk mencapai hal tersebut meskipun tidak
selamanya dapat dicapai. Apabila hal ini terjadi secara terus menerus maka
akan timbul rasa gelisah dan ketidakpuasan serta kekhawatiran. Timbulnya
rasa kecewa, gelisah, prihatin, dan rasa takut pada sesuatu yang akan
menimpa dirinya tanpa ada sebab-sebab yang pasti merupakan pertanda
adanya kecemasan. Perasaan semacam ini adalah hal yang wajar terjadi
ketika orang tersebut merasa tidak yakin akan dirinya, merasa tidak mampu
menghadapi masalah, frustasi, merasa terancam dan gelisah (Suriyasa,
1999).
Gangguan cemas adalah keadaan tegang yang berlebihan atau tidak
pada tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir, tidak menentu, atau
takut. Kata Anxietas berasal dari bahasa latin, angere, yang berarti tercekik
atau tercekat. Respon anxietas seringkali tidak berkaitan dengan ancaman
yang nyata, namun tetap dapat membuat seseorang tidak mampu bertindak
atau bahkan menarik diri dari lingkungan (Maramis, 2009).
Pengertian cemas mencakup berbagai kondisi yang sangat luas, mulai
dari reaksi emosi yang sangat wajar (normal anxiety) sampai sindroma klinis
yang patologis (pathological anxiety), dan dapat menyertai atau merupakan
bagian dari berbagai kondisi psikologis maupun fisik dalam kehidupan sehari-
hari. Dalam menentukan normal atau tidak, cemas dari kaca mata dokter
umum dapat berbeda dari apa yang digambarkan oleh seorang psikiater
(Wibisono, 1990). Kaplan mengemukakan bahwa kecemasan adalah
campuran perasaan yang sangat tidak enak, khawatir, cemas, gelisah, yang
disertai satu atau kebih keluhan fisik.
6
Tidak mudah untuk membedakan cemas yang wajar dan cemas yang
sakit karena keduanya merupakan respon yang umum dan normal dalam
kehidupan sehari-hari. Keadaan cemas yang wajar merupakan respon ketika
terdapat adanya ancaman atau bahaya luar yang nyata, jelas, dan tidak
bersumber pada adanya konflik. Sedangkan cemas yang sakit merupakan
respon terhadap adanya bahaya yang lebih kompleks, tidak jelas sumber
penyebabnya, dan lebih banyak melibatkan konflik jiwa yang ada dalam diri
sendiri (Mulyadi, 2003).
Menurut Solomon dan Patch (1974), kecemasan adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan pengalaman subyektif dari perasaan
tegang yang tidak menyenangkan, rasa khawatir atau gelisah, keadaan yang
menakutkan yang menyertai ancaman psikis atau konflik. Prawiro Husodo
(1988) mengemukakan bahwa kecemasan adalah pengalaman emosi yang
tidak menyenangkan yang datang dari dalam diri, yang bersifat meningkat,
menggelisahkan dan menakutkan yang dihubungkan dengan suatu ancaman
bahaya yang tidak diketahui oleh individu, perasaan ini disertai oleh
komponen somatik, fisiologik, otonomik, biokimiawi, hormonal dan perilaku.
Prawitasari (1998) mengemukakan bahwa pengertian kecemasan
sering dikacaukan dengan takut meskipun antara rasa cemas dan rasa takut
mempunyai perbedaan yang mendasar. Perbedaan itu terletak pada sebab
timbulnya perasaan tersebut. Rasa takut timbul karena suatu ancaman atau
bahaya yang datang dari luar yang dapat membahayakan kehidupan, serta
obyek yang menimbulkan rasa takut ini bersifat nyata dan sepadan.
Sedangkan kecemasan yang disebabkan oleh bahaya dari dalam diri
manusia, disebut juga sebagai stimulus internal, dapat pula disebabkan oleh
ancaman dari luar yang ditafsirkan lain dikarenakan distorsi persepsi realitas
lingkungan, atau subyek yang dihadapi tidak jelas dan tidak sepadan.
Stres dan kecemasan dahulu dipandang sebagai dua hal yang
berbeda, walaupun seringkali tidak jelas atau tidak dapat ditegaskan dalam
hal apa keduanya berbeda. Namun sekarang terdapat banyak pendapat yang
7
memandang bahwa keduanya sesungguhnya mengacu pada satu kualitas
afektif (yaitu anxiety atau ketegangan, kecemasan) yang sama, dengan
keterlibatan sistem saraf otonomik yang sama pula. Perbedaannya hanyalah
pada penekanannya saja : istilah stress merupakan pandangan sosial yang
bersifat non-medik, sedangkan anxiety merupakan pandangan klinik yang
bersifat psikiatrik (Bahar, 1995).
Menurut freud, cemas dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Cemas nyata (real anxiety) : ancaman bahaya akibat hal-hal yang
nyata dari luar individu.
2. Cemas neurotik (neurotic anxiety) : ancaman bahaya dicetuskan dari
dalam diri sendiri (bawah sadar, repressed danger).
2.2Kecemasan Normal
Setiap orang pernah mengalami rasa cemas. Hal ini ditandai dengan
adanya perasaan yang tidak enak, rasa takut yang samar-samar, dan sering
disertai dengan gejala otonom seperti sakit kepala, berkeringat, rasa tertekan
di dada, tidak enak perut, dan tidak dapat beristirahat, yang ditunjukan
dengan orang tersebut tidak dapat mempertahankan posisi duduk atau
berdiri dalam jangka waktu relatif lama (Kaplan et al., 2007). Terdapat banyak
hal dalam hidup manusia yang bisa menyebabkan rasa cemas yang normal.
Banyak pengalaman hidup yang dapat memicu rasa cemas seperti ketika
seseorang baru pertama kali masuk sekolah, pertama kali meninggalkan
rumah dengan jarak yang jauh, atau ketika seseorang baru pertama kali naik
pesawat terbang. Selama seseorang menjalani kehidupan, akan terdapat
banyak hal-hal penting dalam kehidupannya, baik hal-hal yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan yang dapat
menyebabkan variasi kecemasan. Hal-hal ini termasuk menjalani ujian
sekolah, menikah, memiliki keturunan, bercerai, mendapatkan pekerjaan
baru, dan lain-lain (Kaplan et al., 1990).
8
2.3Cemas Patologis
Cemas patologis dapat timbul sebagai gejala cemas yang terdapat
pada berbagai gangguan atau penyakit. Cemas dapat pula digunakan
sebagai kategori diagnostik tersendiri. Akan sulit membedakan gejala cemas
yang sekunder terhadap gangguan psikopatologis lain dengan gangguan
cemas yang normal, kecuali bahwa hal tersebut berlangsung berkepanjangan
dan dapat diatasi bila psikopatologis primernya teratasi (Wibisono, 1990).
Kecemasan juga merupakan salah satu gejala adanya gangguan
mental. Gejala gangguan mental yang sering terjadi akibat adanya stressor
antara lain adalah timbulnya : kecemasan (anxiety), ketegangan (tension),
ketakutan, depresi, insomnia, nightmare, night terror, somnamulisme,
hipoaktif, tilikan diri (insight) yang jelek, nihilistik dan anhedonia (Soewadi,
1999). Dalam PPDGJ III, kecemasan merupakan gangguan jiwa yang
termasuk dalam gangguan jiwa neurotik, yaitu suatu kesalahan penyesuaian
diri secara emosional karena tidak dapat diselesaikan suatu konflik yang tidak
dasar. Kecemasan yang timbul dirasakan secara langsung dan diubah oleh
mekanisme pembelaan psikologis dan pada akhirnya munculah gejala-gejala
subyektif yang mengganggu.
2.4Epidemiologi Kecemasan
Kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia
dewasa dan lebih banyak pada wanita (Wibisono, 1990). Prevalensi (angka
kesakitan) gangguan anxietas berkisar pada angka 6-7% dari populasi
umum. Penelitian yang dilakukan pada sejumlah karyawan pada tingkat
eksekutif di beberapa instansi pemerintah maupun swasta di Jakarta,
menunjukan prevalensi phobia sosial (satu diantara gangguan anxietas),
sebesar 10-16%. Penelitian yang dilakukan pada kelompok laki-laki dan
kelompok perempuan pada siswa SLTA di dua kawasan Jakarta yaitu Jakarta
Selatan dan Jakarta Utara, prevalensi gangguan anxietas sebesar 8-12%.
Prevalensi keadaan cemas di Amerika berkisar 10 – 15% dari populasi umum
9
(Horowitz,1994). Angka prevalensi di negara berkembang belum ada, namun
diperkirakan tidak jauh berbeda dibandingkan dengan negara maju. Kesulitan
menentukan angka ini di negara berkembang diperbesar oleh kondisi budaya
setempat yang umumnya memandang neurosis bukan sebagai penyakit, dan
bila diobati maka pertolongan yang dicari adalah penyembuhan tradisional
(Bahar, 1987).
Angka prevalensi kecemasan memang sulit ditentukan karena sering
muncul bersamaan dengan penyakit lain, dan biasanya dimasukkan kedalam
gangguan jiwa neurosa/psikoneurosa (Roan, 1979). Wanita umumnya
banyak terkena ganggguan cemas, dengan rasio 2,4 : 1. Gangguan cemas
biasanya muncul pada kehidupan biasa, dengan onset pada usia 15 – 35
tahun dengan rata-rata usia 25 tahun. Usia setengah tua merupakan masa
yang relatif bebas dari cemas dan mendekati masa klimakterium akan terjadi
peningkatan kembali. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(1984) berdasarkan survey kesehatan rumah tangga pada tahun 1972, dapat
diketahui bahwa di Indonesia terdapat penderita psikosis 1-3% dan neurosis
(termasuk kecemasan, obsesi, histeri, psikosomatik sebagai akibat tekanan
jiwa sebesar 20 – 60%. Soewadi pada tahun 1987 mengemukakan bahwa
penederita anxietas merupakan 30% dari pasien yang mencari pengobatan
ke dokter ahli.
2.5Etiologi Kecemasan
Kesehatan mental dan penyakit penyakit kesehatan mental dipengaruhi
oleh interaksi faktor sosial, psikologis, dan biologis, sama seperti kesehatan
dan penyakit secara umum. (WHO, 2007).
1. Biologis
Setiap kecemasan selalu melibatkan komponen kejiwaan maupun
organobiologik walaupun pada tiap individu bentuknya tidak sama. Sebagian
dari gejala tersebut merupakan penampakan dari terangsangnya sistem saraf
otonom maupun viseral (Mulyadi, 2003). Menurut Maslim (1991), pada
10
dasarnya hidup manusia selalu berhubungan dengan lingkungan hidupnya,
baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial budaya. Suatu kejadian
dalam lingkungan dipersepsikan oleh panca indera, diberi arti dan
dikoordinasi respon terhadap kejadian tersebut oleh sistem saraf pusat,
prosesnya melibatkan jalur : korteks serebri – sistem limbik – sistem aktivasi
retikular – hipotalamus, yang memberikan impuls kepada kelenjar hipofisis
untuk mengekskresi mediator hormonal yang lain (katekolamin). Selanjutnya
akan timbul gejala pada tubuh sebagai reaksi dari perubahan hormonal
tersebut. Gejala tersebut disebut dengan gangguan kecemasan.
Cemas dapat timbul akibat adanya respons terhadap kondisi stres atau
konflik. Rangsangan berupa konflik, baik baik yang datang dari luar maupun
yang datang dari dalam diri sendiri, akan menimbulkan respon dari sistem
saraf yang mengatur pelepasan hormon tertentu. Akibat rangsangan dari
hormon tersebut, maka muncul perangsangan pada organ-organ seperti
jantung, lambung, pembuluh darah maupun alat-alat gerak tubuh, karena
bentuk respon yang demikian, penderita biasanya tidak menyadari hal itu
sebagai hubungan sebab akibat (Mulyadi, 2003).
2. Psikologis
Cemas pada umumnya berhubungan dengan adanya situasi yang
mengancam atau membahayakan. Biasanya dengan berjalannya waktu,
keadaan seperti ini akan bisa teratasi dengan sendirinya. Namun, ada pula
keadaan cemas yang berkepanjangan, bahkan tidak jelas lagi kaitannya
dengan faktor pencetus tertentu. Hal seperti ini dapat menimbulkan
gangguan kejiwaan yang dapat menyebabkan kendala dalam berbagai segi
kehidupan dan fungsi sosial. Pengalaman masa kecil yang bernilai emosi,
namun pada masa berikutnya ditekan dapat menyebabkan kecemasan yang
tinggi. Faktor cara hidup, pola makan serta kebiasaan hidup yang salah dapat
menimbulkan kecemasan. Ketidak stabilan menghadapi ketidakpastian atau
kesulitan hidup secara klinis dapat menimbulkan kecemasan. Faktor sosial
11
ekonomi juga berpengaruh terhadap timbulnya rasa cemas. Seseorang
dengan dukungan sosial yang kurang atau memiliki tingkat ekonomi yang
rendah akan cenderung lebih mudah mengalami kecemasan (Wibisono,
1990).
3. Sosial
Cemas merupakan perwujudan langsung tekanan hidup dan sangat
erat kaitannya dengan pola hidup. Kemajuan pesat di bidang teknologi dan
komunikasi telah mendorong pola hidup sosial yang semakin kompleks,
pergeseran nilai serta pembauran sosial dalam segala aspek kehidupan.
Perkembangan dan perubahan yang demikian cepat, menimbulkan berbagai
konflik dan rasa waswas yan menuntut kemampuan penyesuaian diri yang
luar biasa dari setiap individu. Dampak yang jelas terlihat adalah
meningkatnya kejadian gangguan jiwa (termasuk kelompok gangguan
cemas) dan gangguan lain yang dilandasi atau dipengaruhi aspek kejiwaan
(Wibisono, 1990).
2.6Timbulnya Kecemasan
Berbagai faktor dapat berpengaruh terhadap timbulnya kecemasan,
seperti faktor psikologik, biologik, dan stress psikososial. Termasuk stressor
kronik adalah kemelaratan, hubungan suami istri yang tidak harmoni, tidak
punya pekerjaan, dikucilkan atau tidak mendapat dukungan dari masyarakat
sekitar, dianggap rendah dan tidak disukai keluarga dan lingkungan. Apabila
stressor yang ada tidak bisa diatasi oleh kemampuan individu, maka akan
timbul konflik, yang seterusnya dipahami sebagai kecemasan
(Prawirohusodo, 1998). Menurut konsep psikodinamika yang dikemukakan
oleh Freud pada abad ke-14, kecemasan dapat diterangkan sebagai berikut :
kecemasan manusia pertama kali timbul pada saat lahir dan selanjutnya
merasakan lapar yang pertama kali. Pada kondisi tersebut manusia masih
lemah dan belum mampu memberikan respon terhadap kedinginan dan
12
kelaparan, maka lahirlah kecemasan yang pertama. Kecemasan berikutnya
muncul apabila terdapat suatu keinginan (umumnya datang dari id) menuntut
pelepasan melalui Ego, tetapi tidak mendapat persetujuan dari Super Ego
(Super Ego mengancam dengan sangsi dosa), maka terjadilah konflik dalam
ego, antara keinginan Id yang ingin dilepaskan dan sangsi dosa dari Super
Ego, maka lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut biasanya
ditekan dalam dunia bawah sadar, dengan potensi yang tetap tidak
terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan
konflik ini akan muncul dipermukaan kesadaran melalui tiga peristiwa :
1. Sensor Super Ego menurun
2. Desakan Id meningkat
3. Adanya stress psikoseksual
maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya (Prawirohusodo, 1988).
Kecemasan seperti ini sangat perlu dihadapi dengan mekanisme
pembelaan dikarenakan kecemasan ini merupakan tanda dari adanya
adanya gangguan atau ancaman pada keseimbangan psikologik. Bentuk
mekanisme pembelaan yang dipakai tergantung pada lingkungan sosial, tipe
kepribadian dan kebudayaan individu. Apabila kecemasan berhasil diatasi,
maka kecemasan akan dapat dihadapi atau dikontrol, apabila kecemasan
tetap ada, maka kecemasan ini akan berkembang menjadi kecemasan yang
mengambang bebas (free floating anxiety) atau gejala neurotik yang lain
tergantung dari bentuk mekanisme pembelaan yang dipakai (Halim, 1989).
Menurut Maramis (1990), kecemasan bersifat sangat mengganggu
homeostasis dan fungsi individu. Oleh karena itu, perlu dihilangkan segera
dengan berbagai macam cara penyesuaian diri.
2.7Gambaran Klinis Kecemasan
Menurut Maramis (2009), ciri utama sindrom anxietas terdiri atas
meningkatnya keterjagaan, meningkatnya aktivitas simpatetik dan perasaan
subjektif ketakutan serta kecemasan. Gejala-gejala anxietas terdiri atas dua
13
komponen, yaitu komponen psikis dan komponen fisik. Gejala psikis berupa
anxietas atau kecemasan itu sendiri, yang sering digunakan dalam berbagai
istilah seperti misalnya khawatir atau was-was. Komponen fisik merupakan
manifestasi dari keterjagaan yang berlebihan (hyperarousal syndrome) yang
terdiri dari gejala jantung berdebar, peningkatan frekuensi nafas
(hiperventilasi yang sering dirasakan sebagai sesak), mulut kering, keluhan
lambung (maag), tangan dan kaki terasa dingin dan ketegangan otot
(biasanya di pelipis, tengkuk, atau punggung). Hiperventilasi sering tidak
disadari oleh penderita anxietas, gejala yang sering dikeluhkan adalah gejala-
gejala akibat berubahnya keseimbangan asam basa di darah yaitu
hipokapnea, perasaan pusing seperti melayang, rasa kesemutan di tangan
dan kaki, dan jika parah dapat terjadi spasme otot tangan dan kaki (spasme
karpopedal).
Sindrom kecemasan bervariasi tergantung dari tingkat kecemasan
yang dialami oleh seseorang yang gejalanya terdiri atas kategori fisiologis,
emosi, dan kognitif (Carpenito, 1998).
a. Gejala fisiologis
Terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi,
peningkatan frekuensi nafas, diaphoresis, suara getar, gemetar, palpitasi,
mual, muntah, sering berkemih, diare, insomnia, kelelahan, kelemahan, pucat
pada wajah, mulut kering, sakit badan dan nyeri (khususnya dada, punggung
dan leher), gelisah, pusing, parastesia, rasa panas dan dingin.
b. Gejala emosional
Individu merasa tidak berdaya, ketakutan, gugup, kehilangan percaya
diri, kehilangan kontrol, tegang dan merasa “terkunci”, tidak dapat rileks.
Individu juga memperlihatkan keadaan yang peka terhadap rangsang, tidak
sabar, marah meledak-ledak, menangis, cenderung menyalahkan orang lain,
reaksi terkejut, mengkritik diri sendiri dan oran glain, menarik diri, kurang
inisiatif dan mengutuk diri sendiri.
14
c. Gejala Kognitif
Tidak mampu berkonsentrasi, kurangnya orientasi lingkungan, pelupa,
termenung, memblok pikiran, berorientasi pada masa lalu dan perhatian yang
berlebihan.
2.8Pengertian Mahasiswa
Mahasiswa secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kelompok
masyarakat yang dapat mengenyam pendidikan formal tingkat tinggi. Yahya
Ganda (1987), mengatakan bahwa mahasiswa diartikan sebagai pelajar yang
menimba ilmu di pengetahuan tinggi, dimana pada tingkat ini mereka
dianggap memiliki kematangan fisik dan perkembangan pemikiran yang luas,
sehingga dengan nilai lebih tersebut mereka dapat memiliki kesadaran untuk
menentukan sikap dirinya serta mampu bertanggung jawab terhadap sikap
dan tingkah lakunya dalam wacana ilmiah. Menurut Syaifullah (2005),
mahasiswa merupakan kelompok generasi muda yang mempunyai peran
strategis dalam kancah pembangunan bangsa, karena mahasiswa
merupakan sumber kekuatan moral (moral force) bagi bangsa Indonesia.
Artinya bahwa mahasiswa merupakan bagian integral dari masyarakat yang
dengan seleksi tertentu sehingga dapat mengenyam pendidikan formal
tingkat tinggi. Menurut Soe Hok Gie (2005), mahasiswa merupakan bagian
integral dari masyarakat yang merupakan perwujudan fase dari kehidupan
manusia yang telah mencapai kesadaran akan tugas sejarah dan
kemanusiaannya. Secara historis bahwa mahasiswa merupakan sumber
kepemimpinan, dan secara sosiologis bahwa mahasiswa merupakan usia
muda, idealis serta ilmiah. Mahasiswa merupakan “the happy selected few”
yang dapat kuliah dan karena itulah mereka harus juga menyadari dan
melibatkan diri dalam perjuangan bangsanya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 Tentang
Perguruan Tinggi disebutkan bahwa mahasiswa adalah peserta didik yang
terdaftar pada perguruan tinggi. Sedangkan dalam Statuta Universitas
15
Pendidikan Indonesia dikatakan bahwa mahasiswa adalah seorang yang
telah memenuhi persyaratan masuk dan memenuhi kewajiban administrasi.
Mahasiswa berhak untuk mengikuti kegiatan kurikuler dan ekstrakulikuler
serta memanfaatkan fasilitas pendidikan sesuai dengan ketentuan dan
perundang-undangan yang berlaku.
2.9Pengertian Keterlambatan Studi
Dalam kurikulum pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Indonesia, lama studi Program Pendidikan Sarjana Kedokteran adalah
3,5 (tiga setengah) tahun yang terbagi dalam 7 semester dengan beban studi
155 SKS. Pada Tahap Pendidikan Umum dan Pendidikan Terintegrasi,
mahasiswa dinyatakan lulus dan ditetapkan sebagai sarjana kedokteran
(S.Ked), apabila :
1. Tidak ada nilai E
2. Untuk nilai blok, D tidak lebih dari 25%
3. Untuk nilai mata kuliah non blok, nilai minimal C
4. Indeks Prestasi Minimal 2,50
5. Memiliki sertifikat lulus Kuliah Kerja Nyata (KKN)
6. Telah menyelesaikan Kaya Tulis Imiah
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata terlambat berarti lewat
dari waktu yang telah ditentukan. Jadi, pengertian terlambat studi di Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Indonesia adalah tidak dapat menyelesaikan
program pendidikan Sarjana Kedokteran dalam kurun waktu tujuh semester.
2.10 Landasan Teori
Secara umum kecemasan merupakan situasi yang memiliki
karakteristik adanya tuntutan lingkungan yang melebihi kemampuan individu
untuk merespon lingkungan. Pengertian ini tidak hanya menyangkut
lingkungan fisik saja, tetapi juga lingkungan sosial. Bagi yang
16
penyesuaiaanya buruk, maka stres dan kecemasan akan menghambat
kegiatan sehari-hari (Prawitasari, 1988).
Seorang mahasiswa dituntut dan selalu berharap dapat menyelesaikan
studinya secara tepat waktu. Hal ini merupakan suatu kebanggaan dan
pencapaian dalam kehidupan seorang mahasiswa. Apabila seorang
mahasiswa mengalami keterlambatan studi, maka akan terdapat perubahan
sosial, dan psikologik yang mungkin terjadi pada mahasiswa tersebut, yang
dapat menjadi stressor sehingga dapat menimbulkan kecemasan pada
mahasiswa yang bersangkutan.
17
2.11 Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka teori
18
Stressor
Individu
Adaptasi
Baik Kurang Baik
Cemas
2.12 Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep
2.13 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah terdapat hubungan
antara tingkat kecemasan dengan lama keterlambatan studi pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
19
Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Indonesia
Mengalami Keterlambatan Studi
Tingkat Kecemasan
BAB III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik jenis cross sectional.
Data diambil dari data primer yang diperoleh dari pengisian kuisioner
langsung oleh subyek.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia. Kriteria yang telah ditetapkan sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi
a. Tidak dapat menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana
Kedokteran tepat waktu sesuai kurikulum Pendidikan sarjana
kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.
b. Bersedia menjadi responden dalam penelitian.
2. Kriteria eksklusi
a. Tidak mengisi kuesioner secara benar dan lengkap.
Rumus Besar sampel :
n =
Keterangan :
N : jumlah sampel yang akan diteliti
z£2 : koefisien keterandalan (sesuai tingkat kepercayaan yang
diinginkan = 1,96 (untuk tingkat kepercayaan 95%)
P : proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari
Q : variasi pada populasi (1-P). (0,50) karena proporsi
sebelumya belum diketahui)
d : tingkat ketetapan absolut yang dikehendaki (0,2)
20
z £2 PQd2
Dari rumus diatas dapat dihitung jumlah sampel yang diteliti sebagai berikut:
n=1 ,96 . 0 .50 .(1−0 .50)
0,22
=0 ,96040 ,04
= 24,01
Dari hasil penghitungan diperoleh bahwa jumlah sampel minimal yang
diambil peneliti adalah 24 orang.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel yang ingin diidentifikasi dalam penelitian ini adalah variabel
bebas dan variabel bergantung. Variabel bebas disini adalah mahasiswa
yang mengalami keterlambatan studi. Sedangkan variabel bergantungnya
adalah tingkat kecemasan.
3.4 Definisi Operasional
a. Kecemasan
Kecemasan adalah suatu keaadan jiwa yang menurut TMAS (Taylor
Manifest Anxiety Scale) dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1. Nilai ≤ 21 : kecemasan ringan
2. Nilai ≥ 22 : kecemasan tinggi
b. Keterlambatan studi
Keterlambatan studi adalah tidak dapat menyelesaikan program
pendidikan Sarjana Kedokteran dalam kurun waktu tujuh semester.
c. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Uiversitas Islam Indonesia
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Uiversitas Islam Indonesia adalah
Mahasiswa yang menjalani program pendidikan dokter di Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Indonesia
21
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur tingkat
kecemasan pada penelitian ini adalah menggunakan alat ukur berupa
kuesioner TMAS (Taylor Mantifest Anxiety Scale). Kuesioner ini berisi 50 butir
pertanyaan yang nantinya akan dimintai jawaban. Responden diminta untuk
menjawab dengan hanya dua pilihan, “Ya” atau “Tidak”. Jika sesuai dengan
kunci jawaban akan diberi nilai 1, dan jika tidak sesuai akan diberi nilai 0.
Nilai maksimum adalah 50 dan nilai minimum adalah 0. Makin tinggi skor
yang didapat, maka makin tinggi tingkat kecemasannya. Nilai yang nantinya
diperoleh kemudian akan digolongkan menjadi dua kategori yaitu :
1. Nilai ≤ 21 : kecemasan ringan
2. Nilai ≥ 22 : kecemasan berat
Ketentuan TMAS dibuat oleh Spielberger pada tahun 1971 (Widodo,
2004). Instrumen TMAS terdiri dari lembaran untuk mengisi identitas subyek
penelitian, serta lembaran penjelasan/petunjuk yang terdiri dari 50
pertanyaan. Instrumen TMAS valid dan reliabel sebagai alat bantu diagnosis
keadaan gangguan cemas menyeluruh. Instrumen TMAS telah dipakai di
Yogyakarta dan mempunyai validitas dan reabilitas yang cukup tinggi.
Validitas TMAS adalah sebgai berikut : sensitivitas 90%, spesifisitas 90,4%,
nilai ramal positif 94,7%, nilai ramal negatif 90,4%, efektifitas 92,5%. Uji
reliabilitasnya terhadap Gangguan Cemas Menyeluruh menurut DSM III-R
dengan metode analisis KR 20, didapatkan hasil r = 0,86 (Wicaksono,
1991).
22
3.6 Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia. Subjek diambil dari keseluruhan Mahasiswa yang mengalami
keterlambatan studi.
Tahap-tahap penelitian meliputi:
1. Tahap persiapan
Pada tahapan ini meliputi pembuatan proposal penelitian, konsultasi
pada Dosen Pembimbing, seminar proposal serta penyelesaian
administrasi dan pengurusan izin penelitian.
2. Tahap pelaksanaan
Tahap ini dimulai dengan menyampaikan izin ke Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia yang menjadi tempat penelitian, kemudian
pengumpulan data secara langsung di lokasi dengan sebelumnya
subyek mengisi kuesioner TMAS.
3. Tahap akhir
Pada tahap ini setelah semua data terkumpul dilakukan pengolahan
data dan penyusunan laporan hasil penelitian.
3.7 Rencana Analisis Data
Tahap analisis data dimulai dengan menghitung nilai tingkat
kecemasan lalu dimasukkan kedalam kategori tingkat kecemasan ringan atau
berat. Pengolahan data dimulai dengan pemberian kode yaitu
mengelompokan data berdasarkan kategori. Setelah itu data dimasukkan.
Kemudian dilakukan tabulasi data yaitu data dikelompokan berdasarkan
variabel yang diteliti, untuk mendapatkan distribusi frekuensi dari masing-
masing kategori. Untuk mendapatkan kekuatan hubungan antara variabel,
data dianalisis statistik dengan uji Chi-Square. Sedangkan untuk
23
mendapatkan pengaruh dari variabel, maka digunakan uji Logistic
Regression.
3.8 Etika Penelitian
Dalam mengadakan penelitian ini, peneliti akan berusaha
memperhatikan hak-hak responden sebagai subyek penelitian yang meliputi :
1. Memberi informasi tentang mekanisme penelitian sebagai calon
responden sehingga responden mampu memahami dan diharapkan
dapat berpartisipasi dalam penelitian ini.
2. Segala informasi yang didapat akan dijaga kerahasiaannya dan hanya
akan digunakan untuk kepentingan penelitian.
3. Meminta izin terlebih dahulu kepada Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Indonesia.
24
3.9 Jadwal Penelitian
Tahap
Penelitian
2012
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Penyusunan
ProposalV V
Pengajuan dan
seminar
proposal
V
Pegambilan
dataV
Pengolahan
data dan
penyusunan
laporan
penelitian
V V
Seminar hasil
penelitianV
25
BAB IV.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
4.1.1. Karateristik Kelompok Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Mahasiswa angkatan 2006, 2007, dan
2008 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia yang belum
menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana. Dari 45 responden yang
diberikan kuesioner, 2 responden tidak mengembalikan kuesioner,
sedangkan 3 responden tidak mengisi identitas kuesioner secara lengkap.
Oleh karena itu, subjek yang dapat diikutkan dalam penelitian ini adalah
berjumlah 40 responden.
Dari 40 responden yang dimasukkan dalam kriteria penelitian, 5
responden adalah angkatan 2006, 10 responden angkatan 2007, dan 25
responden berasal dari angkatan 2008. Dari 40 responden, responden yang
berjenis kelamin wanita adalah sejumlah 11 responden, dan responden yang
berjenis kelamin pria adalah sejumlah 29 responden.Dengan menggunakan
nilai batas TMAS 22, maka dari 40 responden terdapat 19 responden yang
memiliki tingkat kecemasan berat, dan 21 responden yang memiliki tingkat
kecemasan ringan. Data mengenai jumlah responden mahasiswa yang
terlambat studi berdasarkan kelompok kecemasannya disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Frekuensi kecemasan pada mahasiswa yang terlambat studi di
Fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesia
Kecemasan F %
Berat
Ringan
19
21
47,5
52,5
26
TOTAL 40 100
4.1.2. Tingkat Kecemasan Mahasiswa berdasarkan Angkatan (lama studi)
Dari 40 responden seluruh angkatan, 20 responden (50%) menderita
kecemasan ringan, dan 20 (50%) responden menderita kecemasan berat.
Dari 5 responden (100%) angkatan 2006, semua memiliki skor TMAS ≥ 22
yang berarti seluruh responden memiliki tingkat kecemasan berat.
Sedangkan dari 10 responden angkatan 2007, terdapat 6 responden (60%)
yang memiliki tingkat kecemasan berat dan 4 responden (40%) yang memiliki
tingkat kecemasan ringan. Dari 25 responden angkatan 2008, 9 responden
(36 %) memiliki tingkat kecemasan berat, sedangkan 16 responden (64%)
memiliki tingkat kecemasan ringan. Data mengenai frekuensi tingkat
kecemasan pada mahasiswa yang terlambat studi berdasarkan lama
keterlambatan studi disajikan pada tabel 2 dan diagram 1.
Tabel 2. Tingkat kecemasan mahasiswa yang terlambat studi berdasarkan
angkatan (lama keterlambatan studi)
KECEMASANANGKATAN
TOTAL2006 2007 2008
Berat
%
5
100%
6
60%
9
36%
20
Ringan
%
0
0%
4
40%
16
64%
20
TOTAL5
100%
10
100%
25
100%40
27
Diagram 1. Tingkat kecemasan dan jumlah mahasiswa berdasarkan
angkatan (lama keterlambatan studi)
KECEMASAN
RinganBerat
Co
un
t
18
16
14
12
10
8
6
4
2
ANGKATAN
2006
2007
2008
28
4.1.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas yaitu mahasiswa yang mengalami
keterlambatan studi dengan variabel terikat yaitu tingkat kecemasan.
Subjeknya adalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia yang mengalami keterlambatan studi. Analisis data menggunakan
uji chi-square X2 pada tingkat kemaknaan p < 0,05.
Tabel 3. Hubungan antara lama keterlambatan studi dengan tingkat
kecemasan
KECEMASANANGKATAN
p-value2006 2007 2008
Berat
%
5
100%
6
60%
9
36%0,025
Ringan
%
0
0%
4
40%
16
64%
Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa dari 5 responden (100%)
angkatan 2006, semua memiliki skor TMAS ≥ 22 yang berarti seluruh
responden memiliki tingkat kecemasan berat. Sedangkan dari 10 responden
angkatan 2007, terdapat 6 responden (60%) yang memiliki tingkat
kecemasan berat dan 4 responden (40%) yang memiliki tingkat kecemasan
ringan. Dari 25 responden angkatan 2008, 9 responden (36 %) memiliki
tingkat kecemasan berat, sedangkan 16 responden (64%) memiliki tingkat
kecemasan ringan.
Setelah diuiji statistik dengan menggunakan Chi-Square, didapatkan
perbedaan yang bermakna antara lama keterlambatan studi dengan tingkat
29
kecemasan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dengan nilai p=0,025.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lama keterlambatan
studi dengan tingkat kecemasan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran.
4.1.4 Pembahasan
Besar frekuensi kecemasan pada mahasiswa yang terlambat studi di
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia adalah 50%. Besar
frekuensi kecemasan ini lebih besar dari frekuensi gangguan cemaspada
populasi umumyaitu sekitar 8% menurut DSM III (Noyes, Jr. 1986). Menurut
Disketwa (1983), diperkirakan 2% sampai 4% diantara populasi umum
mengalami kecemasan. Sedangkan menurut Setyonugroho (1980),
prevalensi kecemasan hanya berkisar 2% sampai 5% dari populasi, dan 6%
sampai 7% dari semua penderita gangguan jiwa.
Besarnya frekuensi kecemasan pada mahasiswa yang terlambat studi
di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia yang cukup tinggi ini
dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Perasaan khawatir, gelisah,
dan merasa tidak mampu bersaing untuk dapat menyelesaikan studi tepat
waktu seperti mahasiswa lainnya merupakan beban tersendiri dan dapat
menjadi suatu stressor yang dapat menimbulkan kecemasan apabila
mahasiswa tidak mampu untuk mengatasinya.
Selain itu, karena stres bersifat kumulatif, maka terjadinya kecemasan
pada mahasiswa yang terlambat studi tidak bisa dilepaskan sama sekali dari
pengaruh kecemasan diluar keterlambatan studi seperti kepribadian, sikap
orang tua, dan ketaatan beragama.
Pada mahasiswa angkatan 2006 yang mengalami keterlambatan studi,
ditemukan bahwa 100% mengalami kecemasan berat. Sedangkan pada
mahasiswa angkatan 2007, 60% mengalami kecemasan berat dan 40%
mengalami kecemasan ringan. Pada mahasiswa angkatan 2008, 36%
mengalami kecemasan berat, sedangkan 64% mengalami kecemasan
ringan. Besar frekuensi kecemasan berat pada mahasiswa yang terlambat
studi tertinggi pada angkatan 2006, dan terendah pada angkatan 2008. Hal
30
ini menunjukan bahwa semakin lama masa keterlambatan studi, maka
semakin berat tingkat kecemasan yang dialami oleh mahasiswa. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena pada angkatan 2006 tuntutan untuk
menyelesaikan studi lebih besar jika dibandingkan dengan angkatan 2007
dan 2008. Hal ini bisa menjadi stresor yang kuat dan membutuhkan adaptasi
yang cukup baik, sehingga ketika seseorang tidak dapat melakukan adaptasi
dengan baik, maka dapat menimbulkan kecemasan yang berat bagi
mahasiswa. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Prawirohusodo (1988)
yang menyatakan bahwa bila stresor tidak dapat diatasi oleh kemampuan
adaptasi individu, maka akan timbul konflik dan seterusnya dihayati sebagai
kecemasan. Daradjat (1982) juga menyatakan bahwa kecemasan timbul
karena individu tidak mampu menyesuaikan diri terhadap dirinya sendiri,
orang lain, dan lingkungannya. Frekuensi kecemasan berat pada angkatan
2007 dan 2008 menurun kemungkinan disebabkan karena tuntutan dan
tekanan tidak begitu berat dibandingkan dengan angkatan 2006.
31
BAB V.
KESIMPULAN DAN SARAN
V.I KESIMPULAN
1. Frekuensi mahasiswa yang terlambat studi di Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia angkatan 2006, 2007, 2008 yang mempunyai
tingkat kecemasan berat adalah sebesar 50%. 100% dari angkatan 2006,
60% dari angkatan 2007, dan 36% dari angkatan 2008.
2. Terdapat hubungan antara tingkat kecemasan dengan lama
keterlambatan studi pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas
Islam Indonesia (p=0,025).
V. II SARAN
1. Perlu diberikan bimbingan dan konseling pada mahasiswa yang terlambat
studi untuk mengatasi kecemasan yang terjadi, serta perlu diberikannya
dukungan dan motivasi dari berbagai kalangan agar mahasiswa yang
bersangkutan cepat menyelesaikan studinya.
2. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan sampel yang lebih banyak dan
tekhnik penelitian yang lebih handal.
3. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor – faktor dan sebab
mahasiswa mengalami keterlambatan studi.
32