BAB IX Cdgan

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IX DIALEKTIKA MARX DAN KOMUNISMEPengertian Komunisme DIstilah komunis mulai popular dipergunakan setelah revolusi tahun 1830 di Prancis, yakni suatu gerakan revolusi yang menghendaki perubahan pada pemerintahan yang bersifat parlementer dan dihapuskan adanya raja. Akan tetapi yang terjadi justru dihapuskannya sistem republik dan Louis Philippe diangkat sebagai raja. Hal tersebut melahirkan munculnya gelombang perkumpulan revolusioner rahasia di Paris pada tahun 1930-1940an. Istilah komunis awalnya mengandung dua pengertian. Pertama, hubungan mengenai komune, satuan dasar bagi wilayah negara yang berpemerintahan sendiri, dengan negara sebagai federasi komune-komune tersebut. Kedua, lebih erat hubungannya dengan serikat rahasia dan serikat yang terbuang seperti perkumpulan Liga Komunis (1847) di kalangan orang Jerman yang hidup terbuang di negara lain (Paris). Dan yang ketiga, ia dapat digunakan untuk menunjukkan milik atau kepunyaan bersama seperti yang digunakan oleh Cabet dan pengikutnya di Inggris pada 1840-an.1 Istilah komunis sebagai suatu paham gerakan (ideologi) yang kemudian digunakan oleh golongan sosialis yang tergolong militan. Marx dan Engels menggunakan istilah dari karya mereka dengan apa yang disebut dengan manifesto komunis. Ini untuk memberikan pengertian yang revolusioner sekaligus memperlihatkan kemauan untuk bersama, bersama dalam arti hak milik dan dalam hal menikmati sesuatu. Pemikiran Karl Marx kemudian dikembangkan oleh Engels dan Lenin yang kemudian disebut dengan ideologi sosialisme-komunisme. Jika sosialisme lebih pada sistem ekonomi yang mengutamakan kolektivisme dengan titik ekstrem menghapuskan hak milik pribadi, komunisme lebih menunjuk pada 1 Deliar Noer, 1983. Pemikiran Politik di Negara Barat (Edisi Baru). Jakarta: Rajawali Press,hlm. 196sistem politik yang juga mengutamakan hak-hak komunal, bukan hak-hak sipil dan politik individu. Dan pada makalah ini penulis akan lebih mengusut pada ideologi komunisme. A. Plato (429-347 SM) Bagi Plato kepentingan orang-seorang harus disesuaikan dengan kepentingan masyarakat. Dengan demikian, Plato lebih cenderung untuk menciptakan rasa kolektivisme, rasa bersama, daripada penonjolan pribadi orang perorang. Oleh karena itu, mengenai cara kehidupan sosial, Plato mengemukakan semacam komunisme yang melarang adanya hak milik dan kehidupan berfamili atau berkeluarga. Ia memandang adanya hak milik hanya akan mengurangi dedikasi seseorang pada kewajibannya sebagai anggota masyarakat. Dan keperluan jasmaniah seseorang akan dicukupi oleh negara sepenuhnya.2 Akan tetapi komunisme cara Plato ini terbatas pada kelas-kelas penguasa dan pembantu penguasa saja, sedangkan kelas pekerja dibenarkan memiliki hak milik dan berkeluarga sebab merekalah yang akan menghidupi kelas-kelas lainnya.3 Semua pemikiran Plato dilatarbelakangi oleh keadaan kehidupan masyarakat di Athena pada masa itu di mana pertentangan antara yang kaya dan miskin sangat menyolok. Kekuasaan aristokrasi, oligarki, dan demokrasi datang silih berganti tanpa mampu mendudukkan suatu pemerintahan yang tetap. Latar belakang inilah yang mengilhaminya agar terdapat pembagian tugas yang ia sebut dengan keadilan di mana masing-masing anggota menjalankan perannya masing-masing. Pemimpin perintah harus dipegang oleh idea tertinggi, yakni dari golongan pemerintahan atau filsuf. Mereka bertugas membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaannya, selain memperdalam ilmu pengetahuan dengan budi kebijaksanaannya. Mereka tidak diizinkan untuk berkeluarga tetapi dilindungi dan dihidupi oleh negara. Begitu pula dengan kelas pembantu penguasa, yaitu militer. Mereka tidak diperbolehkan memiliki harta milik2 Deliar Noer, 1983. Pemikiran Politik di, hlm. 11 3 Deliar Noer, 1983. Pemikiran Politik di, hlm. 11pribadi (kecuali kebutuhan pokok sehari-hari), tidak diperbolehkan memiliki rumah pribadi (harus tinggal di asrama), dan juga dilarang terlibat dalam urusan emas dan perak. Namun negara akan memenuhi segala keperluan dan kebutuhan mereka sebagai upah pengawalan mereka terhadap keamanan negara. Sementara dari kelas penghasil diperkenankan memiliki harta milik pribadi dengan ketentuan tidak boleh menjadi kaya namun tidak boleh juga menjadi miskin. Sebab jika terlalu kaya akan menyebabkan kemalasan dan jika terlalu miskin akan membuat mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan negara, penguasa, dan juga pembantu penguasa. Oleh karena golongan mayoritas yang merupakan kelas penghasil tetap diperkenankan memiliki harta pribadi dan juga berkeluarga, maka komunisme Plato disebut dengan komunisme terbatas. Revolusi komunisme barulah benarbenar terjadi ketika Marx dibantu oleh sahabatnya, Engel, dalam mengembangkan ide tersebut. 1. Karl Marx (1770-1831) Penggunaan istilah komunis dalam hasil karya mereka (dengan sebutan manifesto komunis) adalah untuk memberikan pengertian yang bersifat revolusioner sembari terus mengusung keinginan mereka untuk bersama, bersama dalam hal milik maupun menikmati sesuatu. Masyarakat komunisme yang digambarkan oleh Marx adalah suatu komunitas yang tidak berkelas, namun tenteram dan tenang, manusia yang memiliki disiplin diri dan memandang pekerjaan sebagai sumber kebahagiaan, lepas dari pemikiran perlu tidaknya sebuah pekerjaan dipandangan dari segi keuntungan dan kepentingan diri sendiri. Bekerja merupakan sumber dari segalanya, sumber dari kebahagiaan serta kegembiraan. Orang bekerja bukan untuk memenuhi nafkah melainkan panggilan hati. Oleh sebab itu, selayaknya tiap-tiap orang menjalani peran sesuai dengan kesanggupannya. Karena saat itu tingkat produksi telah demikian melimpah, maka pendapatan seharusnya tidak lagi berupa upah melainkan berdasar pada keperluan tiap-tiap individu. Kemajuan teknologi telah memungkinkan segala kemudahan, makabaginya tidak ada lagi perbedaan kerja otak dan otot sebab pembagian bukan lagi berdasarkan jenis melainkan berdasarkan keperluan hidup masing-masing individu.4 Pada tahun 1844 Marx menulis Economic and Philosophic Manuscript. Dalam tulisannya Marx dengan cerdas mengemukakan bahwa industrialisme benarbenar nyata dan sepantasnya disambut sebagai harapan untuk membebaskan manusia dari keterpurukan hawa nafsu akan kebendaan, ketidakpedulian, dan penyakit. Sementara kaum romantik kala itu lebih memandang industrialisme sebagai sebuah kejahatan, Marx mengartikan alienasi sebagai akibat dari industrialisme kapitalis. Dalam manuskrip, Marx mengungkapkan bahwa kapitalisme manusia dialienasikan dari pekerjaan, barang yang dihasilkannya, majikan, rekan sekerja, dan diri mereka sendiri. Maka buruh, menurut Marx, akibat dari industrialisme kapitalis, kini tidak bekerja untuk mengaktualisasikan diri serta potensi kreatifnya sebab pekerjaannya tidak atas dasar kesukarelaan tetapi atas dasar paksaan.5 Keterasingan dari pekerjaan itu terungkap dalam keterasingan manusia dari manusia itu sendiri. Buruh terasing dari majikannya yang diakibatkan oleh kepentingan yang kontradiktif; buruh ingin bekerja dengan kebebasan sesuai kreativitasnya sendiri (minimal ia ingin mendapatkan upah yang optimal) sementara itu majikan membutuhkan ketaatan dari buruh. Majikan pun melakukan penekanan terhadap upah buruh demi perhitungan untung-rugi perusahaan. Akibatnya buruh terasing dari para buruh sebab mereka saling bersaing berebut tempat kerja. Majikan terasing dari majikan lainnya karena terlibat juga dalam persaingan. Dalam kondisi demikian, sistem kerja upahan sebenarnya berdasar pada hak milik pribadi yang mana meciptakan kondisi di mana baik buruh maupun majikan menjadi egois. Maka untuk mengembalikan kesosialan manusia yang sesungguhnya, hak milik pribadi atas alat-alat produksi harus dihapuskan. Akan tetapi, menurutnya, pantas kiranya untuk diketahui bahwa hak milik pribadi bukan merupakan suatu perkembangan4 Deliar Noer, 1983. Pemikiran Politik di, hlm. 204 5 William Ebenstein, & Fogelman, Edwin. 1985. Isme-Isme Dewasa Ini. Jakarta: Erlangga, hlm. 18kebetulan melainkan merupakan akibat dari pembagian kerja. Oleh karenanya, hak milik pribadi tidak dapat begitu saja dihapus. Penghapusan dilakukan berdasar pada kondisi perekonomian secara objektif. Ajaran tentang kondisi itu oleh Marx disebut dengan pandangan materialis sejarah.6 The Manifesto of The Communist Party, atau Manifesto Partai Komunis yang dicetak pada Februari 1845 merupakan karya Marx dan Engels mendapatkan respon yang luar biasa. Dalam buku ini dikemukakan mengenai hakikat perjuangan kelas. Dengan tegas ia menjelaskan bahwa persoalan perjuangan kelas adalah bagian yang tidak terlepas dari pergulatan manusia sepanjang zaman. Ini bagian dari pergolakan untuk melakukan perubahan sosial dari golongan masyarakat yang tertindas melawan golongan yang menindasnya sejak kemunculan kelas sosial itu sendiri. Menurut Marx polarisasi ini terdiri atas kelas Borjuis (kelas yang menindas karena memiliki hak milik atas alatalat produksi) dan kelas Proletar (kelas terindas yang hanya memiliki tenaga yang dapat diperjualbelikan pada pihak yang memiliki alat-alat produksi). Menurutnya, untuk melakukan perubahan menuju masyarakat sosialis yang kemudian menuju masyarakat komunis yang tanpa kelas (unclasses) diperlukan adanya sebuah revolusi. Revolusi yang digambarkan menurut Marx mengalami dua tahapan: pertama, revolusi yang dipelopori kelas Borjuis untuk menghancurkan kelas feodal dan yang kedua adalah revolusi yang dilakukan kelas pekerja dalam usahanya menghancurkan kelas Borjuis. Pada revolusi tahap pertama, kaum pekerja tidak tinggal diam, mereka membantu kaum Borjuis untuk menghancurkan golongan feodal. Dan pada tahap kedua, kaum pekerja akan melakukan revolusi untuk menghancurkan kelas Borjuis. Pada tahap transisi dari masyarakat kapitalis menuju tahap komunisme, kekuasaan dilaksanakan oleh kelas pekerja dengan menggunakan sistem kekuasaan yang disebut proletar. Dikator ini diperlukan untuk menghancurkan sisa-sisa borjuis agar kelas pekerja memegang kendali sistem pemerintahan untuk keseluruhan masyarakat. Kekuasaan harus dipegang oleh kaum komunis yang merupakan 6 Frans Magnis Suseno, 1994. Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar KenegaraanModern, Jakarta: Gramedia, hlm. 260komune yang termaju, paling teguh, dan yang paling memahami kondisi, garis perjuangan, dan hasil umum dari gerakan proletar.7 Bagi Marx dan Engel lahirnya kelas itu tidak dapat dipisahkan dari perjalanan sejarah dalam tahapan perkembangan kapitalis, dan pada akhirnya dengan adanya kemauan dari kelas proletariat untuk mengubah nasib mereka akan melahirkan revolusi di mana kaum proletar yang mengendalikan kekuasaan secara diktator. Tindakan dikator itu merupakan bagian dari revolusi guna menghancurkan sisa-sisa kaum borjuis dan menuju tahap transisi yang puncaknya akan tercipta suatu masyarakat yang tanpa kelas.8 Suatu masyarakat kapitalis akan tumbuh dan terus tumbuh hingga akhirnya berhenti bertumbuh karena mengakibatkan kesengsaraan missal, sehingga muncullah suatu perubahan masyarakat yang disebut dengan revolusi.9 Marx kemudian memandang etika sebagai sesuatu yang berubah-ubah menurut zaman dan tingkat produksi. Dalam masa-masa sebelum diktator proletariat, etika itu baginya sama saja dengan etika kalangan berpunya, kalangan berkuasa. Dengan demikian, etika itu bersifat nisbi, tidak ada yang absolut, termasuk dalam apa yang telah disebutkan tadi (oberbau). Berbeda dengan etika pekerja di masa dikatator proletariat, ia mengemukakan bahwa etika pekerja itu penuh dengan sifat-sifat kemanusiaan yang cenderung pada keabsolutan. Semua alat dihalalkan asalkan tujuan tercapai. Dan baginya ini mutlak adanya.10 Sementara itu, bagi Marx, agama adalah the opium of people yang mana agama tidak menjadikan manusia menjadi dirinya sendiri melainkan menjadi sesuatu yang berada di luar dirinya yang menyebabkan manusia dengan agama menjadi makhluk terasing dari dirinya sendiri. Agama adalah sumber keterasingan manusia. Agama harus dilenyapkan karena agama merupakan alat kaum Borjuis kapitalis untuk mengeksploitasi kelas pekerja. Agama pada7 Deliar Noer, 1983. Pemikiran Politik di, hlm. 204-205 8 Struik. 1971. Birth of Communist Manifesto. New York: International Publisher, hlm. 66 9 Harsa Bachtiar, 1980. Percakapan Sidney Hook tentang 4 Masalah Filsafat: Etika, Iseologi Nasional, Marxisme, Eksistensialisme. Jakarta: Djambatan, hlm. 114 10 Deliar Noer, 1983. Pemikiran Politik di, hlm. 206-207masanya dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan kaum borjuis. Ia digunakan agar rakyat tidak melakukan perlawanan dan pemberontakan, rakyat dibiarkan terlena agar tunduk patuh atas penguasa. Dengan kata lain agama adalah produk dari perbedaan kelas, selama perbedaan kelas ada, maka agama akan tetap ada. Marx percaya bahwa agama adalah perangkap yang dipasang oleh kelas penguasa untuk menjerat kaum proletariat. Menurutnya jika perbedaan itu dapat dihilangkan maka dengan sendirinya agama akan lenyap. C. Fredrich Engels (1820-1895) Sementara itu bagi Engel, istilah komunis ini tidak terlalu mengandung suatu pemikiran yang utopis sebagaimana Marx seakan mendalilkan bahwa komunisme sebagai satu-satunya cara pemecahan masalah alienasi manusia yang diciptakan oleh kapitalisme. Komunisme bagi Marx merupakan penghapusan yang pasti atas hal milik pribadi dan alienasi siri manusia karena merupakan pemberian yang nyata atas hakikat kemanusiaan oleh dan untuk manusia. Komunisme sebagai naturalisme yang telah berkembang secara sempurna merupakan sebuah humanisme dan sebagai humanisme yang sempurna merupakan sebuah naturalisme. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan ambisius Marx sewaktu muda: Komunisme merupakan pemecahan terhadap segala teka-teki sejarah. Dan komunisme sadar akan perannya tersebut.11 Engel lebih menghubungkan istilah tersebut dengan perjuangan kelas pekerja serta konsepsi materialis dari sejarah (The Manifesto of The Communist Party, halaman 28). Engel mengemukakan bahwa bila tiba suatu waktu ketika kelas sosial lenyap, maka kekuasaan politik pun akan lenyap. Engel yang merupakan seorang profesor dan filsuf berpengaruh di Jerman sangat dikenal dengan filsafat dialektikanya untuk memahami suatu sejarah. Ia mengungkapkan pernah ada suatu masa masyarakat tanpa negara dan tanpa memiliki pengetahuan tentang negara dan kekuasaannya. Pada tingkat tertentu dari tahapan ekonomi yang berhubungan dengan terpecahnya masyarakat11 William Ebenstein, Isme-Isme Dewasa, hlm. 15menjadi kelas-kelas, negara pun hadir sebagai sebuah kebutuhan. Kemudian dalam tahapan perkembangan produksi di mana kelas-kelas menjadi suatu kebutuhan sekaligus penghalang yang baik bagi produksi, kelas-kelas tersebut akan dihancurkan oleh sebuah gerakan revolusioner yang bersifat komunal. Bersama dengan hilangnya kelas-kelas tersebut maka negarapun lenyap (sebagaimana telah dijelaskan di atas mengenai buku Marx dan Engel yang berjudul The Manifesto of The Communist Party). Analisis Pada akhirnya, sebagaimana dikemukakan oleh Magnis Suseno, paham Marx mengenai komunis dan segala macam bentuk masyarakat tanpa kelas, tanpa pembagian kerja, dan juga tanpa paksaan adalah suatu pemikiran yang absurd. Sebab ide Marx ini bersifat utopis dan bersifat kontradiktif. Akibatnya ide ini hanya akan mengalihkan perhatian manusia dari usaha memperbaiki kehidupan masyarakat. Hal tersebut terkait dengan pandangan Marx terhadap fungsi agama yang bertentangan dalam perspektif sosiologi agama itu sendiri. Dalam perspektif sosiologi, agamalah yang telah memberikan peran sebagai ideologi pembebasan bagi kalangan tertindas terhadap kaum yang menindasnya. Pemikiran Marx mengenai agama hanya didasari oleh pragmatisme fungsi agama pada masanya saja. Maka pada hakikatnya Marxisme dalam perkembangan penafsiran secara analisis merupakan suatu istilah yang merangkum sekelompok doktrin menyangkut pendiriannya yang mana tidak mungkin bisa menyatukan kesemua doktrin tersebut karena beberapa tafsirannya saling bertentangan satu sama lain. Sementara teori klasik yang dikemukakan oleh Marx dan Engels mengenai perjuangan kelas banyak mendapat kritik dari para teoritis sosial sebab rumusan mereka tidak lagi relevan dengan perkembangan sosiologi politik. Namun banyak juga yang terpikat oleh metode perjuangan yang dikemukakan mereka. Pemikiran ini berkembang di Eropa dan menjadi inspirasi yang demikian revolusioner di kalangan pejuang politik yang menuntut perubahan dan pembebasan, sebagaimana tokoh revolusioner Antonio Gramsci, Lenin,Stalin, dan lain-lain yang mengusung gagasan ini dengan beberapa penyesuaian.A. Latar Belakang Berbicara tentang Karl Marx, maka mau tidak mau kita juga harus masuk ke dalam pemikiran kaum sosialis, Marxisme yang kerap diakui sebagai sebuah teori ideologis yang paling lengkap serta dianggap sebagai salah satu mazhab pemikiran yang paling berpengaruh di dunia. Sistem pemikiran Marx sangat orisinil dimana sistem pemikiran ini dapat kita kotomi menjadi tiga bagian segmentasi pengaruh teoritis besar: Filsafat Hegel, teori ekonomi Inggris, dan ide-ide revolusioner Perancis. Bagi Marx, apa yang bisa menyatukan semua elemen eksistensi manusia bukanlah semangat zaman (zeitgeist), tetapi kondisi material seseorang. Adalah ekonomi, dan struktur sosialnya, yang menentukan karakter setiap zaman. 12 Sehingga apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor dasar ini, maka akan timbul sebuah kekuatan pendorong sejarah, yang melahirkan sebuah gerakan revolusi sebagai simbol dari transisi perkembangan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan selanjutnya. Hal inilah yang dapat penulis jadikan sebuah think and re-thingking, bahwasanya konsepsi sejarah yang dikemukan oleh Marx bersifat materialisme dialektis. Terkadang, teoriteori Marx disebut sebagai sosialisme ilmiah karena adanya integrasi keilmuan yang sifatnya empiris dan terstruktur, seperti ekonomi dan sosiologi. Kelebihan dari pemikiran Marx adalah kemampuan dan dedikasinya bersama Engels di dalam melakukan andil besar dalam perkembangan ilmuilmu sosial Barat, terkhusus di dalam kajian pengembangan teori-teori kelas dan perjuangan kelas. Keyakinan mengenai detik-detik kematian kapitalisme dan feodalisme merupakan substansi utama dalam menorehkan karya-karya pemikirannya. Meskipun pada awalnya, Marx sendiri tidak tahu menahu12 Ian Adams, Ideologi Politik Mutakhir: Konsep, Ragam, Kritik, dan Masa Depannya,Yogyakarta, Qalam, 1993, hlm. 237.mengenai logat pemikirannya itu secara teoritis ilmiah. Ia hanya berpendirian sebagaimana pemikirannya dianggap sebagai usaha nyata dalam usaha perbaikan-perbaikan kehidupan. Meskipun terkadang hingga kini pemikiran Marx banyak menuai kecaman dan kritikan dari berbagai ilmuwan sosial, khususnya dalam persfektifnya mengenai agama yang dianggap olehnya sebagai candu bagi masyarakat. Karl Marx mampu membuktikan serta mengelaborasikan sebuah faham pemikiran yang sifatnya terstruktur dalam sebuah pemikiran runtut diantaranya, pertama, perkembangan histories berlangsung melalui sintesis ketegangan atau kontradiksi yang inheren (dialektika). Kedua, institusi sosial dan politik dibentuk dan ditentukan oleh ekonomi (materialisme historis). Ketiga, gerakan dialektik sejarah terungkap dealam pertentangan atau konflik antarkelompok-kelompok ekonomi (pertentangan kelas). Berdasarkan hal tersebut, maka wajar apabila Karl Marx dengan pemikiran Marxismenya mampu menjadi seorang soko guru perlawanan terhadap penindasan terhadap kaum-kaum buruh (proletar) di setiap perkembangan zaman. 13 Namun terlepas dari semua itu, pembeda pemikiran Marx dan kaum materialis awal terletak dari paradigma pemikiran yang dipandang dan diamati. Kaum materialis awal lebih tertarik kepada dunia fisik, sedangkan Marx lebih memfokuskan kajian pemikirannya terhadap manusia dan masyarakat.14 Ia berbicara tentang materialisme yang dinamis. Mungkin untuk menjadi sebuah perbandingan pemikiran dari teori yang berpendapat bahwa materi bergerak karena semata-mata karena pengaruh lingkungan. Ia mengedepankan materialisme sebagai cakupan proses dalam perkembangan dari dalam. Mungkin hal inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis untuk mengkaji pemikiran Karl Marx yang mampu mempengaruhi 1,3 Milyar penduduk bumi, meskipun setelah satu abad kematiannya. 15 Jumlah yang luar13 Henry J. Schmandt, Filsafat Politik, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2009, hlm.514. Cetakan Ke 3. 14 Abdul Malik, dkk, Pemikiran-Pemikiran Revolusioner, Malang, Averroes Press, 2001, hlm. 8. 15 Michel H. Hart, 100 Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah, Jakarta, Dunia Pustaka Jaya, 2002, hlm.87.Cetakan ke 20.biasa apabila dibandingkan dengan jumlah penganut ideologi manapun sepanjang sejarah kehidupan manusia. Bukan sekedar jumlahnya yang mutlak, melainkan juga sebagai kelompok dari keseluruhan penduduk dunia. Inilah yang mendorong semangat kaum Komunis, dan juga sebagian yang bukan komunis percaya dan yakin, bahwa di masa depan akan terjadi dan tercipta imperium marxisme yang akan merebut kemenangan di seluruh dunia. B. Biografi Karl Marx Karl Marx dilahirkan di Treves, kota kecil di wilayah Rhineland Jerman16. Ia adalah keturunan rahib Yahudi dari pihak ayah dan ibunya meskipun ayahnya, seorang pengacara yang terkenal, pindah ke Protestan. Marx menerima pendidikan di Universitas Bonn, Berlin, Jena. Ketika masih mahasiswa, ia terutama tertarik dengan pemikiran-pemikiran materialis Yunani, yang dimanifestasikan oleh Marx dalam thesis doktornya On the difference between the natural Philosophy of Democritos and of Epicurus 17. Selepas memperoleh gelar doktor ini, Marx berusaha untuk menjadi staf pengajar di universitas. Ketika upayanya ini gagal, Marx beralih profesi sebagai seorang jurnalistik dan menjadi redaktur dari harian Rheinisce Zeitung, surat kabar demokratis-liberal yang terbit di Cologne. Tapi, pemikirannya yang radikal telah membuat Marx terusir dari Jerman dan hijrah menuju Paris dimana ia banyak berhubungan dengan banyak pemikir sosialis Prancis. Ia memulai kehidupannya sebagai orang yang berada dipengasingan. Di Perancis, Marx bertemu dengan Friedrich Engels, putra pengusaha tekstil Jerman yang kaya. Pada saat itu Engels adalah pengelola pabrik di Machester, Inggris. Tetapi sebagaimana Owen, ia merasa muak dengan kondisi sosial yang ada. Melalui persinggungan dirinya dengan Engel, Marx menjadi sadar dan tahu mengenai betapa mengenaskan nasib buruh dan hubungannya dengan keadaan ekonomi Inggris saat itu. Persahabatan dan hubungan baik diantara keduanya berlangsung sampai akhir hayat Marx empat puluh tahun16 Michel H. Hart, 100 Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah, hlm. 86. Cetakan ke 20. 17 Henry J. Schmandt, Filsafat Politik, , hlm.512. Cetakan Ke 3.kemudian.Pada saat berada di Paris, Marx banyak menulis kritik-kritikan terhadap filsafat Hegelian melalui kolaborasinya dengan Engels melalu tulisantulisannya di berbagai media massa. Beberapa artikel yang ditulis oleh Marx umumnya tidak berubah yakni mengenai sikap radikalnya. Salah satu artikel yang ditulis Marx berisi seruan provokatif untuk melakukan revolusi Jerman. Hal inilah yang menyebabkan Karl Marx lagi-lagi harus pindah karena diusir. Marx akhirnya pindah ke Brussel dimana dia membentuk liga komunis, sebuah organisasi yang berusaha menghimpun orang-orang di bawah satu mazhab sosialisme. Pada kongresnya tahun 1874, liga ini memberikan mandat kepada Marx dan Engels untuk menyusun Manifesto Komunis (Communist Manifesto). Dokumen ini terbit satu tahun berikutnya dan menjadi karya politik yang fenomenal sepanjang jaman. Ketika revolusi pecah tahun 1848, Marx kembali ke tanah airnya Rhineland untuk ikut serta dalam gerakan. Kemudian dia kembali ke London ketika gerakan ini gagal dan menghabiskan sisa umurnya di sana. Kehidupan Marx bukanlah berada di dalam kesejahteraan dan kenikmatan. Marx senantiasa berada di dalam kemiskinan dengan gangguan kesehatan yang menghinggapinya. Kepribadian Marx tidaklah menarik, sikap kasar dan kerasnya terhadap orang lain, serta metodenya yang asal-asalan telah menjadikan diri Marx sebagai pribadi yang terkadang membosankan. Pada tahun 1843 ia menikah dengan Jenni von Westphalen, putri seorang pejabat tinggi pemerintah. Penghidupan keluarga Marx sebagian besar ditopang oleh Engels. Marx meninggal pada tahun 1883 di London. C. Pemikiran Karl Marx Sebelum kita terjun ke dalam dunia pemikiran Karl Marx, menurut penulis ada baiknya, kita pahami terlebih dahulu paradigma pemikiran Marx mengenai manusia yang berlaku sebagai subjek perubahan. Menurut Marx, manusia adalah mahkluk alamiah yang berkembang dalam lintasan sejarah dunia. Manusia adalah makhluk kreatif dengan hasrat dan kekuatan. Manusiadalam sejarahnya telah mengubah objek-objek sejarah alamiah dan telah menciptakan kebudayaan di seluruh dunia. Hal inilah yang mendorong Marx untuk berpandangan bahwa sejarah di dunia akan selalu mengikuti perkembangan manusia, dimana dalam proses ini, bangsa manusia, akan menemukan sendiri objeknya dalam upaya meraih aktualisasi diri. Bagi Marx, apa yang bisa menyatukan semua elemen eksistensi manusia bukanlah semangat zaman (zeitgeist), tetapi kondisi material dari kehidupan dari kehidupan orang. Adalah ekonomi dan struktur sosialnya yang menentukan karakter setiap zaman. Perubahan dari faktor-faktor dasar ini yang menjadi kekuatan pendorong sejarah, yang melahirkan revolusi sebagai tanda transisi dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan selanjutnya. Maka, konsepsi sejarah ini secara jelas mengokohkan pemikiran materialistis. Teori dasar ini sering disebut materialisme dialektis. Marx menyetujui bahwa organisasi ekonomi-sosial memiliki sifat yang sangat fundamental. Hal ini dimungkinkan karena ia tidak hanya mempengaruhi semua aspek kehidupan yang lain, tetapi juga menentukan sifat dari semua aspek itu. Akibatnya, hukum, pemerintahan, pendidikan, agama, seni, kepercayaan, dan nilai masyarakat merupakan hasil langsung dari organisasi ekonomi-sosial tersebut. Marx menyebut organisasi sosio-ekonomi ini dengan istilah substruktur (basis), sementara sisi lain yang lain disebut dengan superstruktur, prinsip dasar dari teori Marx adalah bahwa substruktur menentukan suprastruktur. Konsep pemikiran Marx mengenai perjuangan kelas dapat kita telusuri dari beberapa karyanya. Di dalam The Manifesto of the Comunist Party yang ditulisnya bersama Engels, Marx mengemukakan konsepsinya mnengenai perjuangan kelas. Di dalam halaman pertama buku tersebut, sebagaimana yang diungkapkan oleh Marx dalam Ahmad Suhelmi, Sejarah dari semua masyarakat yang ada sampai saat ini merupakan cerita dari perjuangan kelas. Kebebasan dan perbudakan, bangsawan dan kampungan, tuan dan pelayan,kepala serikat kerja dan para tukang, dengan kata lain, penekan dan yang ditekan, berada pada posisi yang selalu bertentangan satu sama lainnya, dan berlangsung tanpa terputus.18Dalam pernyataan Marx tersebut, secara tersirat beberapa konsepsi pemikiran penting Marx dan Engels. Pertama, bahwa gagasan sentral dan yang ada dibalik pernyataan itu adalah fakta bahwa sejarah sejarah umat manusia diwarnai oleh perjuangan atau pertarungan diantara kelompok-kelompok manusia. Dan, dalam bentuknya yang transparan, perjuangan itu berbentuk perjuangan kelas. Menurut Marx, perjuangan ini akan senatiasa terjadi dan permanen karena merupakan bagian yang inheren dalam kehidupan sosial, serta akan terus berlangsung sejak dimunculnya kelas-kelas sosial. Kedua, pernyataan tersebut mengandung preposisi bahwa dalam sejarah perkembangan masyarakat selalu terdapat polarisasi. Suatu kelas hanya berada dalam posisi pertentangan dengan kelas-kelas lainnya. Dan kelas yang saling bertentangan itu tidak lain adalah kelas penindas dan kelas tertindas. Marx berpandangan bahwa dalam proses perkembangannya masyarakat akan mengalami perpecahan dan kemudian terbentuk dua blok kelas yang saling bertarung, kelas borjuasi kapitalis dan kelas proletariat.19 Mengacu pada kedua hal tersebut, Marx menilai bahwa arti penting dari konflik kelompok ekonomi bagi berjalannya proses politik. Secara umum menurutnya, pertentangan tersebut merupakan kenyataan yang inheren dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Marx mencoba membedakan konflik kapitalis-pekerja dengan pertentangan kelas sebelumnya. Di masa lampau, satu kelas hanya membangun satu kekuasaan kelas baru setelah menumbangkan dominasi dari kelompok yang berkuasa. Di bawah sistem kapitalis modern, proletariat secara bertahap menyerap semua kelopmpok18 The Manifesto Marx dalam Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007, hlm. 269. 19 Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007, hlm 270.sosial kecuali sekelompok kecil kapitalis. Kemenangan dari kelompok proletariat, menurutnya adalah kemenangan semua masyarakat dan bukan kemenangan sebagian kecil yang signifikan. Ketika kemenangan kelompok ini tercapai, konflik kelas akan berakhir karena semua pembagian kelas telah dieliminasi. Sintesis baru akan muncul dan bebas dari ketegangan internal yang telah memporak-porandakan masyarakat. Kerangka singkat dan sederhana tentang masyarakat feodal dan kapitalis ini memunculkan pertanyaan tentang bagaimana sebuah masyarakat dapat berubah jika kelas penguasanya tetap solid. Menurut Marx, berdasarkan prinsip bahwa substruktur menentukan struktur atas, maka kekuatan sosial dan ekonomi menciptakan perubahan sejarah. Peristiwa-peristiwa besar, seperti Reformasi atau Revolusi Perancis, tidak muncul karena perubahan ide rakyat atau karena tindakan-tindakan indivindu besar, semua ini hanyalah manifestasi luar dari perubahan struktur bawah yang lebih dalam. Dalam teorinya mengenai dinamika dasar perubahan20, sejarah dibangun di seputar empat ide yang saling terkait: perkembangan ekonomi, konflik kelas, dialektika, dan revolusi. Setiap cara produksi, Marx percaya, serta memiliki logika tersendiri. Ekonomi berubah dan berkembang melalui inovasi teknologi, teknik keuangan yang baru, tumbuhnya perdagangan dan kemakmuran. Perkembangan-perkembangan semacam itu menimbulkan ketegangan dan kontradiksi di dalam sebuah sistem. Menurut Marx, sebuah jenis produksi baru akan muncul bersamaan dengan munculnya kelas baru yang mengeksploitasi. Secara perlahan-lahan, struktur masyarakat lama akan berisikan perkembangan-perkembangan yang baru ini, dan kelas baru menantang supremasi kelas penguasa lama. Semua kontradiksi dan konflik hanya dapat diselesaikan dengan revolusi, karena setiap kelas penguasa lama akan mempertahankan kekuasaan dengan segala cara. Setelah dilakukan revolusi, kelas penguasa baru akan mentransformasikan masyarakat sesuai dengan cara produksi dan ideologinya sendiri.20 Ian Adams, Ideologi Politik Mutakhir: Konsep, Ragam, Kritik, dan Masa Depannya, hlm. 244.Mekanisme perubahan yang rumit ini dianggap bisa menjelaskan bagaimana terjadinya tahap perkembangan manusia menjadi tahap yang lain, meskipun secara konsisten Marx hanya menerapkannya untuk tahap perkembangan yang belakangan. Tahap-tahap yang diidentifikasi oleh Marx adalah sebagai berikut, sebelum muncul peradaban yang mapan menurut Marx, masyarakat bercirikan komunisme primitif, dimana semua harta adalah milik kepala suku. Ketika orang menetap dan menciptakan peradaban yang sebenarnya, harta milik komunitas masih dipertahankan dalam kehidupan desa, meskipun kelebihannya dibayarkan sebagai upeti pada negara yang lalim, yang mengorganisasi kerja publik besar untuk menangani masalah pengairan atau mempertahankan tanah. Marx menyebut ini sebagai cara produksi Asiatik, karena cara ini masih bertahan di Asia, sementara bagian dunia yang lain telah bergerak ke tahap-tahap perkembangan yang lebih belakangan. Tipe Asia digantikan oleh tipe Klasik, yang merupakan sebuah sistem ekonomi yang didasarkan pada perbudakan. Ini akhirnya memberi jalan pada tipe feodal, yang akhirnya digantikan oleh tipe kapitalis atau borjuis.21 Bagimanapun, kelas kapitalis memiliki persoalannya sendiri. Seorang kapitalis dituntut cerdas dan cakap, tidak seperti kaum feodal yang gila hormat. Ekonomi kapitalis didasarkan pada kompetisi, sehingga seorang kapitalis harus terus-menerus memperbaiki daya saingnya dengan memproduksi lebih banyak barang dengan harga yang semakin murah. Ini dapat dilakukan melalui dua cara22: Pertama, dengan mesin baru yang lebih baik, yang akan meningkatkan kekuatan pekerja dalam menciptakan nilai. Kedua, dengan mengurangi jumlah pekerja. Ada tekanan terus-menerus pada seorang kapitalis untuk semakin mengekploitasi para pekerjanya, mengambil jumlah nilai surplus. Kapitalis yang lebih kuat akan berkembang, sementara yang lemah akan tertendang dari bisnis. Maka, kelas kapitalis tumbuh semakin kecil dan semakin kaya, sementara kelas proletariat tumbuh semakin besar dan celaka.21 Deliar Noer, Pemikiran Politik Di Negeri Barat, Jakarta: CV. Rajawali, 1982, hlm. 165. 22 J.J. Von Schmid, Ahli-Ahli Pemikir Besar Tentang Negara Dan Hukum, Djakarta: PT. Pembangunan, 1962, hlm. 235.Marx mengatakan bahwa kaum kapitalis adalah orang-orang yang bersikap aneh yang mempekerjakan dan mendidik orang-orang (buruh) yang akan menghancurkan masa depannya. Tidak seperti tipe produksi lain, kapitalisme industri selalu berpusat pada pada tenaga kerjanya. Dalam keadaan ini, kaum proletariat berkesempatan untuk mengorganisasi diri dan mencapai saling pemahaman tentang pengalamannya sendiri dan apa yang perlu dilakukan, dengan kata lain, kaum proletariat memiliki kesempatan untuk mencapai apa yang disebut Marx dengan kesadaran kelas. Penderitaan mau tidak mau telah memaksa kaum proletariat untuk melihat keadaan dirinya secara jelas, tanpa didistorsi oleh ideologi borjuis. Mereka akan menilai bahwa masyarakat kapitalis tidak boleh terus hidup. Kaum proletariat mampu dan harus dan harus mengambil alih alat produksi, membuang peran kapitalis dalam produksi yang bersifat parasit. Singkatnya, kelas pekerja akan menyadari dunia kapitalis bukanlah akhir dari proses sejarah.23 Dengan mengikuti dinamika perkembangan sejarah hingga puncaknya yang logis, Marx percaya bahwa kita dapat memprediksi transformasi tahap kapitalis ke tahap lebih lanjut dan final, komunisme. Komunisme pasti merupakan tahap akhir karena ia akan menyelesaikan konflik dan kontradiksi. Ia juga merupakan sintesis terbaik dari semua masyarakat terdahulu. Marx percaya bahwa revolusi komunis tidak dapat dielakkan. Kapitalisme tidak dapat diperbaharui, begitu pula dengan keadaan para pekerja. Kelas kapitalis tidak bisa mengubah cara hidup mereka. Mereka harus terus mengeksploitasi kaum pekerja atau berhenti jadi kapitalis. Dinamika perkembangan kapitalis begitu kuat, dan kontradiksi internalnya begitu fundamental, sehingga kelas kapitalis akhirnya akan menemui kehancuran dirinya. Marx menegaskan bahwa hanya melalui revolusi yang kejam dan penciptaan masyarakat komunis, semua kontradiksi ini akhirnya dapat dihilangkan.23 Joseph Losco dan Leonard Williams, Political Theory: Kajian Klasik Dan Kontemporer Volume II, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 573.Di lain sisi, Marx memiliki keyakinan bahwa revolusi komunis baru akan terjadi setelah kapitalisme mencapai puncak perkembangannya. Marx melihat revolusi dimulai di industri Barat yang maju. Tetapi, dimanapun dimulainya, revolusi akan terjadi di seluruh dunia, karena salah satu segi kapitalisme yang unik adalah kemampuannya melalui perdagangan dan eksploitasi di daerah koloni untuk membawa seluruh dunia di dalam jaringannya. Marx juga berpandangan, bahwa nasionalisme adalah aspek ideologi borjuis, sebaliknya kesadaran kesadaran proletariat benar-benar bersifat internasional, yakni dimana adanya kesamaan antara pekerja di negerinegeri lain dibandingkan dengan kaum borjuis itu sendiri. Maka, ketika revolusi komunis dimulai di sebuah negara, revolusi ini akan cepat menyebar ke negara lain dan akhirnya ke seluruh dunia, sehingga seluruh umat manusia akan terbebas sama sekali. Namun, Marx tidak percaya bahwa revolusi komunis akan segera diikuti oleh masyarakat komunis. Sebelum muncul masyarakat komunis, menurutnya akan terjadi lebih dahulu periode transisi yang disebut oleh Marx dengan kediktatoran proletariat, dimana kekuasaan tertinggi terletak di tangan pekerja. Negara dan instrumennya masih menjadi alat bagi kelas penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya, tetapi perbedaannya yang menjadi penguasa sekarang adalah kelas pekerja, pihak mayoritas. Kediktatoran proletariat memiliki dua tugas24: Pertama, mempertahankan dan memperluas revolusi. Kedua, mempersiapkan jalan bagi tahap akhir sejarah manusia, mendirikan masyarakat tanpa kelas dan tanpa negara, jenis masyarakat yang bagi Marx adalah yang paling sesuai untuk alam manusia. D. Kritik Terhadap Pemikiran Karl Marx Berdasarkan analisis deskriftif yang dikemukakan di atas, penulis mencoba untuk melakukan sebuah proses kontemplasi kritis terhadap pemikiran-pemikiran Karl Marx, khususnya dalam menyimak dan melihat24 T. Z. Lavne, Marx: Konflik Kelas Dan Orang Terasing, Yogyakarta: Jendela, 2003, hlm. 97.konsepsi pemikiran Marx mengenai perjuangan kelas. Berlandaskan pada asumsi Tom Bottomore dalam Suhelmi yang menyatakan bahwa ada dua hal utama dari teori Marx yang rentan untuk dikritik: Pertama, Marx terlalu berlebihan dalam melihat kelas-kelas sosial dan kelas konflik sebagai unsur determinatif dalam menjelaskan perubahan struktural dalam sejarah manusia. Kedua, teori-teori Marx kurang mampu dan relevan dalam menjelaskan jumlah tipe stratifikasi sosial.25 Sehingga menurut hemat penulis, betapapun kuatnya religuitas dan moralitas aktual dalam pemikiran Marx, hipotesis mengenai kontradiksi kapitalisme dan komunisme yang dikemukakan oleh Marx kini merupakan kesalahan yang serius. Berbeda dengan perkiraan Marx, kapitalisme belumlah hancur. Marx terlalu berlebihan dalam meremehkan kekuatan kapitalisme untuk mereformasi dirinya. Penghormatan terhadap komunisme belumlah muncul di negara-negara kapitalisme maju, bahkan ketika muncul konflik antara hubungan dan kekuatan produksi mereka. Komunisme malah berkembang dalam kultur feodal di negara, seperti Rusia dan Cina.Negara dan Masyarakat Sipil Istilah masyarakat sipil bagi sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan istilah baru. Tidak mengherankan bila banyak yang bertanya-tanya mengenai arti dari kata itu. Kenyataan ini bisa dimengerti mengingat demokrasi baru menjadi kenyataan setelah Orde Baru berhasil ditumbangkan. Dalam rangka memahami makna masyarakat sipil (civil society) itu perlu ditelusuri pemaknaannya dari sejarah pemikiran terdahulu. Penelusuran pengartian civil society tidak bisa dilepaskan dari pemikiran negara karena25 Bottomore, Tom dalam Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, hlm. 272.keberadaan civil society erat terkait dengan konsep negara itu sendiri. Oleh karena itu pembicaraan mengenai civil society selalu dibarengi dengan pembicaraan mengenai negara. Penelusuran pemikiran ini membatasi diri pada pemikiran Hegel, Karl Marx dan Antonio Gramsci. Pembahasan akan dimulai dari Hegel kemudian Marx dan terakhir Gramsci. Pengurutan pembahasan berdasarkan kronologi sejarah itu sendiri. Dalam pembahasan ini akan dicoba diperlihatkan pemikiran mana yang disangkal oleh pemikiran selanjutnya, pemikiran mana yang diterima atau dirumuskan kembali dengan pemikiran baru. Pada bagian akhir tulisan ini, diberikan kesimpulan yang berisi garis besar pembahasan tulisan dan kontribusi pemikiran-pemikiran tokoh ini bagi pemaknaan demokrasi. HEGEL: NEGARA DAN MASYARAKAT SIPIL A. Teori Dialektika Hegel Pemikiran Hegel tidak bisa dilepaskan dalam dialektika antara tesis, antitesis dan sintesis. Dalam bukunya Philosphy of Right, negara dan masyarakat sipil ditempatkan dalam kerangka dialektika itu yaitu keluarga sebagai tesis, masyarakat sipil sebagai antitesis dan negara sebagai sintesis.26http://heruwahyu.wordpress.com/category/civil-society/karl-marxcivil-society/ - _ftn1 Dialektika itu bertolak dari pemikiran Hegel bahwa keluarga merupakan tahap pertama akan adanya kehendak obyektif. Kehendak obyektif dalam keluarga itu terjadi karena cinta berhasil mempersatukan kehendak. Konsekuensinya, barang atau harta benda yang semula milik dari masing-masing individu menjadi milik bersama. Akan tetapi, keluarga mengandung antitesis yaitu ketika individu-individu (anak-anak) dalam keluarga telah tumbuh dewasa, mereka mulai meninggalkan keluarga dan masuk dalam kelompok individuindividu yang lebih luas yang disebut dengan masyarakat sipil (Civil Society). Individu-individu dalam masyarakat sipil ini mencari penghidupannya sendiri26 Martti Muukkonen, Civil Society (Makalah dalam Annual Meeting of Finish Sociologist, Turku, 24-25 Maret 2000)sendiri dan mengejar tujuan hidupnya sendiri-sendiri. Negara sebagai institusi tertinggi mempersatukan keluarga yang bersifat obyektif dan masyarakat sipil yang bersifat subyektif atau partikular.27 Meskipun logika pemikiran Hegel nampak bersifat linear, namun Hegel tidak memaksudkannya demikian. Hegel memaksudkannya dalam kerangka dialektika antara tesis, antitesis dan sintesis.28 Dalam kerangka teori dialektikanya ini, Hegel menempatkan masyarakat sipil di antara keluarga dan negara. Dengan kata lain, masyarakat sipil terpisah dari keluarga dan dari negara. B. Masyarakat Sipil (Civil Society) Masyarakat sipil bagi Hegel digambarkan sebagai masyarakat pasca Revolusi Perancis yaitu masyarakat yang telah diwarnai dengan kebebasan, terbebas dari belenggu feodalisme.29 Dalam penggambaran Hegel ini, Civil Society adalah sebuah bentuk masyarakat dimana orang-orang di dalamnya bisa memilih hidup apa saja yang mereka suka dan memenuhi keinginan mereka sejauh mereka mampu. Negara tidak memaksakan jenis kehidupan tertentu kepada anggota Civil Society seperti yang terjadi dalam masyarakat feodal karena negara dan civil society terpisahkan. Masyarakat sipil terdiri dari individu-individu yang masing-masing berdiri sendiri atau dengan istilah Hegel bersifat atomis.30 Akibatnya, anggota dalam masyarakat sipil (civil society) tidak mampu mengobyektifkan kehendak dan kebebasan mereka. Kehendak dan kebebasan mereka bersifat subyektifpartikular. Meskipun demikian, masing-masing anggota dalam mengejar pemenuhan kebutuhannya saling berhubungan satu sama lain.31 Civil society menjadi tempat pergulatan pemenuhan aneka kebutuhan dan kepentingan27 Samuel Enoch Stumpt, Philosophy History and Problems (New York :1994), hal. 337 28 Ibid 29 J.S. McClelland, A History of Western Political Thought (Fifth Ed.: London, 1996), hal. 531 30 Bdk. Hegels Philosophy of Right, transl. T.M. Knox (Reprint: London, 1981) No.255 dan No. 238 31 Ibid. No.189 195. Lihat juga Andrew Calabrese, The Promise of Civil Society: A Global Movement for Comunication Rights, Continuum : Journal of Media dan Cultural Studies, 3 (September 2004), hal. 319manusia yang menjadi anggotanya. Dalam kerangka penggambaran ini, masyarakat sipil adalah masyarakat yang bekerja. Karena kegiatan masyarakat sipil tidak dibatasi oleh negara, maka dalam masyarakat sipil terjadilah usaha penumpukan kekayaan yang intensif.32 Berkaitan dengan ciri kerja itu, masyarakat sipil ditandai dengan pembagian kelas sosial yang didasari pada pembagian kerja yaitu kelas petani, kelas bisnis dan kelas birokrat atau pejabat publik (public servants).33 Kelas petani mengolah tanah dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga-keluarga.34 Kelas bisnis terdiri dari pengrajin, pengusaha manufaktur dan pedagang.35 Kelas pelayan publik bertugas memelihara kepentingan umum komunitas masyarakat sipil.36 Kelas pejabat publik ini bila ditinjau dari gaji yang diperoleh merupakan kelas dalam masyarakat sipil, tetapi bila ditinjau dari tugasnya, ia termasuk kelas eksekutif dalam negara. Jadi, kelas birokrat atau pejabat publik ini dalam pemikiran Hegel merupakan jembatan dari masyarakat sipil ke negara. Masyarakat sipil adalah masyarakat yang terikat pada hukum. Hukum diperlukan karena anggota masyarakat sipil memiliki kebebasan, rasio dan menjalin relasi satu sama lain dengan sesama anggota masyarakat sipil itu sendiri dalam rangka pemenuhan kebutuhan mereka. Hukum merupakan pengarah kebebasan dan rasionalitas manusia dalam hubungan dengan sesama anggota masyarakat sipil. Tindakan yang melukai anggota masyarakat sipil merupakan tindakan yang tidak rasional.37 Ciri kerja dan sifat atomis dari masyarakat sipil ini menyebabkan masyarakat sipil lebih menyukai bantuan kepada orang miskin tidak melalui bantuan langsung tetapi dengan cara memberi pekerjaan kepada mereka sehingga akan meningkatkan produktifitas komunitas.38 Hegel lebih lanjut mengatkaan bahwa pada titik tertentu masyarakat sipil mencapai kelimpahan32 Ibid. No.243 33 Ibid. No. 202 34 Ibid. No. 203 35 Ibid. No.204 36 Ibid. No.205 37 Samuel Enoch Stumpf, Op.Cit., hal.338 38 Hegels Philosophy of Right No. 245produksi sebagai akibat dari kerja para anggota masyarakat sipil. Titik jenuh produksi ini disebut Hegel sebagai tingkat kematangan masyarakat sipil. Dalam tingkat kematangan ini, masyarakat sipil harus mencari pasar di tempat lain dengan cara mengkoloni tempat tersebut. Tapi Hegel menyebutkan alasan tindakan koloni itu dalam rangka mencukupi kebutuhan keluarga-keluarga di tempat lain.39 C. Negara (State) Negara merupakan badan universal dimana keluarga dan masyarakat sipil dipersatukan. Sebagai badan universal, negara mencerminkan kehendak dari kehendak partikular rakyatnya. Keuniversalan kehendak negara sebenarnya telah ada secara implisit dalam kehendak individu masyarakat sipil yaitu ketika mereka mengejar pemenuhan kebutuhan pribadi sekaligus juga memenuhi kebutuhan keluarga. Dalam kedudukannya yang tertinggi, negara mengatur sistem kebutuhan masyarakat sipil dan keluarga dengan memberikan jaminan stabilitas hak milik pribadi, kelas-kelas sosial dan pembagian kerja. Pengaturan negara itu dilakukan melalui hukum. Melalui hukum itu, negara berfungsi untuk memperkembangkan agregat tindakan rasional sebab pembatasan yang dilakukan oleh hukum negara merupakan pembatasan rasional yang diperlukan bagi keberadaan individu-individu lainnya. Kebebasan individu ditentukan oleh rasionalitas manusia. Hukum negara menjadi instrumen untuk mengingatkan manusia agar tidak bertindak irrasional. Bagi Hegel, negara adalah kesatuan mutlak. Oleh karena itu, Hegel menolak pembagian kekuasaan di dalam negara.41 Di dalam negara, tidak ada pembagian kekuasaan tetapi yang ada adalah pembagian pekerjaan untuk masalah-masalah universal. Negara yang digambarkan Hegel sebagai ideal dari39 Lih. Ibid. No.246-248 40 Samuel Enoch Stumpf, Op.Cit, hal. 338. Lihat juga Franz Magnis-Suseno, Etika Politik Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern (Jakarta:1991), hal. 247-250 41 Hegels Philosophy of Right No. 272individu-individulaindalammasyarakatsipil.40Negaramempersatukan segala tuntutan dan harapan sosial masyarakat sipil dankonsep kesatuannya adalah negara monarki konstitusional yang tersusun dalam Legislatif, Eksekutif dan Raja. Raja merupakan kekuasaan pemersatu dan sekaligus yang tertinggi dari semuanya. Eksekutif merupakan kelompok birokrasi yang pejabatnya diangkat berdasarkan keahlian dan digaji tetapi pekerjaannya menyangkut masalah-masalah universal dan harus bebas dari pengaruh-pengaruh subyektif. Legislatif bergerak di bidang pembuatan hukum dan konstitusi serta menangani masalah-masalah dalam negeri yang dalam hal ini diduduki oleh Perwakilan (Estate) yang terdiri dari kelas bawah yaitu kelas petani, kelas bisnis dan kelas tuan tanah. Perwakilan (Estate) dalam legislatif bertugas agar Raja tidak bertindak sewenang-wenang dan mencegah agar kepentingan-kepentingan partikular dari individu, masyarakat dan korporasi jangan sampai melahirkan kelompok oposisi terhadap negara.42 Dalam hubungannya dengan Raja, Perwakilan ini juga menjadi penasehat Raja. Bagi Hegel, negara monarki konstitusional merupakan bentuk negara modern yang rasional karena monarki konstitusional merupakan hasil pemikiran yang bersifat evaluatif atas monarki lama.43 MARX : NEGARA DAN MASYARAKAT SIPIL A. Latar Belakang: Kritik Marx Atas Pemikiran Negara dan Masyarakat Sipil Hegel. Marx mengritik pemisahan negara dan civil society dari Hegel menjadi penyebab keterasingan manusia.44 Manusia dalam civil society bersifat egois. Manusia-manusia lain dalam civil society saling memanfaatkan satu sama lain demi mencukupi kebutuhan mereka sendiri dan karena itu dalam civil society akan terjadi anarki. Oleh karena itulah, civil society memerlukan negara yang memaksa mereka untuk bersikap sosial melalui kepatuhan kepada hukum. Menurut Marx, seandainya individu dalam civil society itu tidak terasing dari kesosialannya, negara tidak diperlukan lagi. Jadi, yang menjadi pokok bukan negara tetapi justru manusia dalam42 Ibid No.302 43 J.S. McClelland, Op.Cit, hal. 532-533. 44 Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme (Jakarta:1999), hal.76-80masyarakat sipil itulah yang yang menjadi realitas pertama. Oleh karena itu, Marx sependapat dengan Feuerbach bahwa filsafat Hegel terbalik secara hakiki .45 Logika Hegel mengenai negara membawahi civil society dibalik menjadi civil society membawahi negara. Logika pembalikan ini bisa dijelaskan dalam pengertian civil society sebagai masyarakat borjuis dan negara merupakan alat di tangan borjuis untuk melanggengkan proses penghisapan terhadap kaum buruh. Marx mengatakan bahwa teori negara Hegel tidak dapat menyelesaikan konflik tetapi justru akan melembagakan konflik itu sendiri dalam negara. Mengapa demikian? Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh Marx yaitu : pertama, perwakilan dalam negara monarki konstitusional yang keanggotaannya terdiri dari bermacam-macam kelas justru akan melahirkan konflik di antara kelaskelas itu sendiri. Kedua, kelas birokrat yang ditampilkan Hegel akan memperjuangkan kepentingan kelas dari mana pejabat birokrasi itu berasal dan ketiga, pemisahan negara dengan masyarakat sipil akan melanggengkan konflik kepentingan antara negara dengan masyarakat sipil.46 B. Pandangan Marx : Civil Society Marx memandang civil society sebagai masyarakat yang dicirikan oleh pembagian kerja, sistem pertukaran dan kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi. Pandangan ini memang sama dengan pandangan Hegel, tetapi kemudian ia menambahkan bahwa masyarakat sipil itu terbagi dalam dua bagian yaitu kaum majikan atau kaum borjuis sebagai pemilik alat produksi (property-owners) dan kaum buruh atau kaum proletar yang tidak memiliki alat produksi (propertyless).47 Pembagian struktur dalam masyarakat sipil itu merupakan akibat dari adanya hak atas milik pribadi. Sistem hak milik pribadi dalam masyarakat sipil mengakibatkan manusia mengalami alienasi. Buruh terasing dari pekerjaannya karena pekerjaan itu tidak lagi mencerminkan tindakan paling luhur manusia tetapi menjadi sesuatu45 Ibid. hal.72 46 J.S. McClelland, Op.Cit., hal. 537-538 47 Edward Shils, The Virtue of Civility. Selected Essay on Liberalism, Tradition and Civil Society, Ed. Steven Grosby (Indiana Polis : 1997), hal. 324yang rutin, membosankan dan tanpa makna, demi mendapatkan upah. Buruh juga terasing dengan majikan karena masing-masing mencari kepentingan sendiri-sendiri. Buruh juga terasing dengan sesama buruh karena mereka saling berebut pekerjaan.48 Masyarakat sipil juga ditandai dengan penghisapan buruh oleh majikan. Buruh diperas tenaganya demi kepentingan majikan. Gambaran ini merupakan konsekuensi dari pandangan Marx atas civil society sebagai masyarakat kapitalis. C. Pandangan Marx : Negara. Negara dalam, pandangan Marx, alat di tangan kaum borjuis untuk mempertahankan kepentingannya.49 Pandangan ini didasarkan pada paham materialisme sejarah Marx yang menempatkan negara dalam bangunan atas (supra struktur) bersamaan dengan hukum, ideologi, agama, filsafat dan lainlain. Ada pun ekonomi yang menjadi sentral dari perkembangan sejarah manusia berada dalam bangunan bawah (infra strukture). Negara menjadi alat kaum borjuis untuk menjamin kelangsungan penindasan terhadap kaum buruh agar kaum buruh tidak berusaha membebaskan diri dari usaha penghisapan dari kaum majikan. Sedangkan hukum, moral, agama, filsafat yang disebut juga dengan bangunan atas ideologis berfungsi memberikan legitimasi bagi usaha penghisapan yang dilakukan oleh kaum majikan. Negara muncul sebagai akibat dari kebutuhan kaum borjuis untuk melindungi keberlangsungan proses kapitalisme yang ada dalam dalam masyarakat sipil. Relasi-relasi dalam masyarakat sipil dikendalikan oleh relasi-relasi produksi kapitalis sehingga dalam masyarakat sipil terkandung tirani ideal bagi konsolidasi kapitalisme. Negara akan melindungi proses kapitalisme itu dari segala macam upaya yang akan menggagalkan proses tersebut. D. Utopi : Negara dan Masyarakat Sipil Pasca Kapitalisme. Menurut Marx biang keladi dari seluruh keterasingan manusia adalah struktur48 Franz Magnis-Suseno, Etika Politik Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern (Jakarta:1991), hal. 261-265 49 Ibid. hal.259-267. Lihat juga Daniel Nina, Beyond the Frontier : Civil Society Revisited. Transformation 17 (1992), hal. 63ekonomi. Oleh karena itu, agar keterasingan manusia itu bisa dihilangkan, maka struktur ekonomi itu harus diubah. Perubahan struktur ekonomi itu dilakukan melalui revolusi yaitu pertentangan antara kelas buruh melawan kelas majikan. Dalam perhitungan Marx, kelas buruh akan memenangkan perlawanan itu sehingga alat-alat produksi beralih dari tangan kaum majikan kepada kaum buruh. Pada tahap awal pasca revolusi itu, negara masih dibutuhkan tetapi dalam bentuk diktator proletariat. Negara dalam bentuk ini dibutuhkan untuk memastikan bahwa kaum kapitalis sudah tidak ada lagi dan untuk menjalani masa transisi kaum buruh dari ketrampilan spesialis sebagai akibat dari pembagian kerja menjadi ketrampilan universal dalam rangka mengatasi pembagian kerja. Hasil akhir yang digambarkan Marx adalah sebuah masyarakat yang bebas dan kreatif dalam masyarakat komunis. Masing-masing orang bisa bekerja kapan saja, mau melakukan hobinya kapan saja sebelum atau sesudah bekerja. Dalam masyarakat komunis ini, pembagian kelas sudah tidak ada lagi. Negara pun sudah mati dengan sendirinya karena tidak ada yang lagi yang ditindas. Proses produksi dipimpin oleh persekutuan bebas semua individu.50 GRAMSCI : NEGARA DAN MASYARAKAT SIPIL A. Latar Belakang: Kritik Terhadap Marx. Gramsci mengritik ekonomisme Marx yang didasarkan pada materialisme sejarah. Menurut Gramsci, pembagian struktur kehidupan pada bangunan atas dan bangunan bawah mengakibatkan kegagalan Partai Sosialis Italia dalam mengobarkan semangat revolusi 1912-1920. Gambaran struktur Marx itu pula yang menyebabkan gerakan buruh melemah dan buruh tunduk pada struktur penindasan kapitalis dan fasisme.51 Gramsci menolak paham ekonomistis Marx. Bagi Gramsci, perubahan ke arah masyarakat sosialis bukan semata-mata bercorak ekonomistis, tetapi juga harus memperhatikan aspek sosial, budaya dan ideologi. Oleh karena itu,50 Ibid. hal.268-270 51 Roger Simon, Gagasan-gagasan Politik Gramsci (Yogyakarta:2000), hal. 6hegemoni menjadi tema sentral dalam pemikiran Gramsci sebagai upaya mewujudkan cita-cita masyarakat sosialis-nya.52 Gramsci juga menolak pemikiran Marx mengenai revolusi yang akan mengganti secara total negara dengan masyarakat tanpa kelas. Bagi Gramsci, perubahan ke arah sosialisme harus dilakukan dengan memanfaatkan jalurjalur yang tersedia. Bertolak dari kondisi yang sudah ada itu, buruh membuat jaringan dan aliansi-aliansi baru dengan kelompok-kelompok sosial yang ada melalui hegemoni.53 B. Pemikiran Gramsci : Masyarakat Sipil Gramsci memasukkan masyarakat sipil dalam bangunan atas (super structure) Marx bersama dengan negara. Dalam masyarakat sipil, terjadi proses hegemoni oleh kelompok-kelompok dominan sedangkan negara melakukan dominasi langsung kepada masyarakat sipil melalui hukum dan masyarakat politik. Gramsci sendiri mengakui bahwa senyatanya masyarakat sipil telah terhegomi. Pengakuannya itu diungkapkan dengan mengatakan bahwa masyarakat sipil adalah etika atau moral. Gramsci membedakan masyarakat sipil dengan masyarakat politik. Masyarakat politik adalah aparat negara yang melaksanakan fungsi monopoli negara dengan koersi, yang di dalamnya meliputi tentara, polisi, lembaga hukum, penjara, semua departemen administrasi yang mengurusi pajak, keuangan, perdagangan dan sebagainya. Masyarakat sipil adalah wilayah dimana relasi antara kelompok tidak dilakukan dengan koersi. Maka Gramsci mengatakan bahwa masyarakat sipil mencakup organisasi-organisasi privat seperti gereja, serikat dagang, sekolah, dan termasuk juga keluarga.54 Gramsci juga mengatakan bahwa organisasi-organisasi dalam masyarakat sipil mempunyai tujuan yang berbeda-beda seperti politik, ekonomi, olah raga, seni dan sebagainya namun mereka memiliki asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang52 Deddy Iskandar, Mengenal dan Mengritik Gramsci, Pemikiran-pemikiran Revolusioner, Ed. Saiful Arif, (Malang : 2001), hal.62. Deddy mengatakan Bagi Gramsci, hegemoni adalah konsensus dimana kepentingan semua kelompok terwadahi oleh kelompok yang berkuasa, serta diberikan kebebasan untuk mengembangkan bakat serta kemampuan yang dimiliki. 53 Ibid. hal.11 54 Ibid. hal.102-103diterima oleh masyarakat meskipun sering tidak kentara.55 Masyarakat sipil merupakan salah satu bagian dari masyarakat kapitalis. Gramsci mengatakan masyarakat kapitalis terdiri dari tiga jenis hubungan yaitu hubungan dasar antara pekerja dan pemodal, hubungan koersif yang menjadi watak negara, dan hubungan sosial lainnya yang membentuk masyarakat sipil. Maka bagi Gramsci, masyarakat sipil bukan negara karena negara bersifat koersif dan bukan produksi karena dalam produksi terjadi tindakan koersif pemilik modal kepada buruh. Ronnie D. Lipschutz merumuskannya dengan mengatakan Gramsci placed civil society between state and market and outside of the private sphere of family and friendship.56 Masyarakat sipil merupakan medan perjuangan politik. Oleh karena itu, dalam rangka pembentukan negara sosialis, Gramsci mengatakan perlunya kelompok buruh membangun hegemoni atas kelompok-kelompok lain dalam masyarakat sipil dengan sebuah ideologi baru yang mampu mewadahi kepentingankepentingan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat sipil dan sekaligus mampu mewadahi kepentingan kelompok buruh. Dalam hal ini, kelompok buruh harus mampu mentransformasi ideologi-ideologi yang ada dengan tetap mempertahankan unsur-unsur penting dari masing-masing ideologi itu dan menyusunnya menjadi sebuah ideologi baru yang mencakup semua termasuk kepentingan kelompok buruh sendiri. Karena masyarakat sipil telah terhegemoni, maka kelompok buruh perlu melakukan kontra hegemoni. Dalam hal ini, kelompok buruh membangun hegemoni dengan melakukan perang posisi melawan hegemoni negara yang telah menjadi blok historis.57 Pada saatnya nanti ketika negara sosialis telah terbentuk, kelompok buruh harus tetap membangun hegemoni agar menjadi blok historis.58 Ketika kelompok buruh memperoleh kekuasaan negara, masyarakat55 Ibid. hal. 131 56 Ronnie D. Lipschutz, Power, Politics and Global Civil Society Millenium : Journal of International Studies Vol.33 (3:2005) 57 Roger Simon, Op.Cit., hal. 9. Roger Simon mengatakan bahwa hegemoni selalu dibangun dengan perang posisi sebagai sebuah strategi revolusioner 58 Blok historis dimengerti sebagai kekuasaan yang berlangsung lama. Bdk. Ibid. hal. 45-53sipil harus sudah maju. Kemajuan masyarakat sipil diukur dari kemampuan membangun hubungan secara otonom, kemampuan mengatur dirinya sendiri (self-governing) dan adanya disiplin diri masyarakat. Tanpa disertai dengan kemajuan masyarakat sipil, maka kelompok buruh akan tetap memiliki ketergantungan yang kuat terhadap negara atau tetap berada dalam periode statolatry. Oleh karena itu, periode statolatry harus terus menerus dikritik agar masyarakat sipil menjadi maju dimana terjadi perkembangan inisiatif individu dan kelompok. C. Pemikiran Gramsci : Negara. Bagi Gramsci, negara adalah masyarakat politik dan masyarakat sipil. Negara memiliki alat-alat koersif yaitu lembaga-lembaga yang disebutnya sebagai masyarakat politik. Tetapi negara tidak semata-mata melakukan koersif saja tetapi negara juga melakukan apa yang ia sebut sebagai peran edukatif dan formatif negara yaitu melakukan hegemoni. Masyarakat sipil merupakan masyarakat yang telah terhegemoni oleh negara sehingga memampukan negara menjadi blok historis berkat dukungan dari masyarakat sipil. Itulah sebabnya, ia mengatakan bahwa negara merupakan masyarakat politik dan masyarakat sipil. Pemikirannya mengenai negara sebagai masyarakat politik dan masyarakan sipil melahirkan gagasan mengenai negara integral. Pemahaman mengenai negara integral tidak bisa dilepaskan dari gagasannya mengenai sifat kekuasaan. Kekuasaan dipahami oleh Gramsci sebagai hubungan sosial. Hubungan sosial negara terjadi terhadap masyarakat politik dan juga terhadap masyarakat sipil. Jadi, di dalam masyarakat sipil disamping terdapat hubungan sosial di antara kelompok-kelompoknya sendiri juga terdapat hubungan sosial dengan negara. Gramsci memikirkan negara yang dicita-citakannya dalam gambaran Dewan Pabrik. Dewan pabrik ini merupakan hasil cetusan gagasannya mengenai perlunya transformasi komisi internal yang ia lontarkan saat ia duduk dalam kepengurusan komisi internal di Turin. Inti gagasannya mengenai transformasi itu adalah agar komisi internal sebagai organ kekuasaan proletarianmenggantikankelompokpemodaldalammenjalankanfungsi-fungsimanajemen dan administrasi sehingga komisi internal bisa menjadi sekolah politik dan administrasi bagi kaum pekerja. Gagasan itu diterima dengan cepat sehingga komisi internal berkembang menjadi dewan pabrik. Dalam dewan pabrik ini, pekerja dapat melakukan kontrol atas proses produksi, mengambil alih fungsi manajemen dan administrasi. Dengan demikian, bagi Gramsci, dewan pabrik membangun kesadaran politik akan negara demokrasi langsung yang dibangun atas partisipasi rakyatnya. Dengan menggambarkan dewan pabrik sebagai embrio negara, Gramsci mencita-citakan sebuah negara demokrasi langsung dimana kendali atas proses produksi berada di tangan kelompok buruh.59 KESIMPULAN Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa pemikiran mengenai negara dan masyarakat sipil mengalami pasang surut dalam perjalanan sejarah. Dalam pemikiran Hegel, masyarakat sipil adalah masyarakat yang hidupnya tidak dicampuri urusannya oleh negara. Hegel belum memaksudkan masyarakat sipil seperti yang dikemukakan oleh Larry Diamond. Hegel masih mengartikan sebagai sebuah masyarakat biasa, komunitas yang terdiri dari individuindividu, yang kehidupannya tidak dicampuri oleh negara. Dalam kaitan ini, negara dipandang Hegel sebagai pengatur dan pemersatu dari masyarakat sipil melalui hukum, lembaga-lembaga peradilan dan lembaga kepolisian. Pemikiran Hegel ini diinterpretasikan oleh Marx dalam kerangka perjuangan kaum buruh. Masyarakat sipil dipandang sebagai kelompok yang teralieanasi sehingga masyarakat membutuhkan negara. Masyarakat sipil adalah masyarakat dimana terjadi penghisapan buruh oleh majikan. Negara juga dipandang sebagai alat di tangan kaum borjuis untuk mempertahankan kedudukannya. Maka Marx mencita-citakan sebuah masyarakat tanpa kelas sehingga individu-individu mendapatkan kebebasan dan bekerja seturut kodratnya sebagai manusia. Dalam kondisi seperti ini, negara mati dengan sendirinya. Perwujudan utopi itu dilakukan melalui revolusi yang akan59 Bdk. Deddy Iskandar, Loc.Cit., hal.73menghapus kepemilikan alat produksi dari kaum borjuis. Gramsci menentang teori ekonomistis Marx ini dan mengatakan bahwa perubahan masyarakat sosialis harus bertolak dari kondisi yang ada. Perubahan harus dilakukan oleh kelompok buruh melalui hegemoni dalam masyarakat sipil. Masyarakat sipil dalam pemikiran Gramsci sudah mulai dipikirkan adanya organisasi-organisasi atau kelompok-kelompok yang otonom. Meskipun organisasi-organisasi itu saling membangun hegemoni sendiri, negara juga tidak ketinggalan membangun hegemoni di antara kelompok-kelompok itu. Negara disamping memiliki kekuatan untuk membangun hegemoni masyarakat sipil, juga memiliki masyarakat politik sebagai alat koersif negara. Sumbangan pemikiran yang penting bagi perkembangan demokrasi dari ketiga pemikiran itu adalah bahwa kehidupan masyarakat sipil harus menjadi wilayah kebebasan (Hegel) sehingga akan menjadi medan kehidupan yang manusiawi (Marx). Dengan kebebasan itu, organisasi-organisasi kemasyarakatan akan tumbuh memperkuat demokrasi (Gramsci). Mereka mampu bersikap kritis terhadap negara (Gramsci) sehingga memungkinkan terciptanya kehidupan yang lebih baik dengan dilandasi pada rationalitas dan kebebasan manusia (Hegel). Negara dalam hal ini harus terus menerus menyandarkan diri dalam rasionalitasnya (Hegel) agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan berupa penyalahgunaan lembaga-lembaga koersifnya (Hegel, Marx, Gramsci) maupun penyalahgunaan kemampuan hegemoniknya melalui struktur hukum, ideologi atau pendidikan (Hegel, Marx, Gramsci). Demikianlah pemaparan atas pemikiran Hegel, Marx dan Gramsci. Semoga bermanfaat bagi wacana kita dalam memperkembangkan demokrasi di Indonesia. Pemikiran Karl Marx A. Pendahuluan Sejarah akan berbeda sekarang ini tanpa Karl Marx. Demikian salah satu kesimpulan Franz Magnis Suseno mengenai pemikiran Karl Marx.60 Tidak60 Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihanmengherankan jika Michael Hart meletakkan Karl Max di tempat yang tinggi dalam susunan Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam sejarah. Pada masa jayanya, jumlah manusia yang sedikitnya terpengaruh oleh Marxisme mendekati angka 1,3 milyar. Jumlah penganut ini lebih besar dari jumlah penganut ideologi mana pun sepanjang sejarah manusia.61 Pengaruh pemikiran Karl Marx tidak bisa diragukan lagi dalam sejarah perjalanan dunia ini. Marx tidak hanya merangsang perubahan cara berpikir, akan tetapi juga mengubah cara manusia bertindak. Seperti dikatakan Marx sendiri, Para filosof hanya menginterpretasikan dunia dalam berbagai cara; masalahnya adalah bagaimana mengubah dunia. Hal inilah yang kemudian membedakan Marx dari filosof lain, misalnya, Auguste Comte atau Martin Heidegger, bahkan David Hume yang hanya sanggup mengubah cara manusia berfikir. Meskipun tidak bisa dipungkiri juga bahwa perubahan pemikiran ini berdampak pada kehidupan masyarakat luas, namun efeknya tidak sebesar Karl Marx. Filsafat Marx lebih diletakkan untuk mengubah dunia. Bahkan sebagai ideologi, Marxisme menyemangati sebagian besar gerakan buruh sejak akhir abad ke-19 dan dalam abad ke-20 yang mendasari kebanyakan gerakan pembebasan sosial.62 Makalah ini mula-mula akan mengemukakan tentang latar belakang hidup Marx, kemudian perjalanan intelektualnya sebagai penerus Hegel dan pembaruan serta pengkayaan terhadap pemikiran gurunya tersebut. Bagian mengenai Marxisme akan disinggung sesudah pembahasan tentang perkembangan intelektual Marx. B. Biografi Karl Marx Karl Marx, lahir di bulan Mei 1818 di Trier, Jerman. Ayahnya seorang pengacara yang beberapa tahun sebelumnya pindah agama Yahudi menjadi Kristen Protestan. Perpindahan agama ayahnya yang begitu mudah diduga merupakan alasan mengapa Karl Marx tidak pernah tertarik dengan Agama.Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2001) hlm. xi 61 Michael H. Hart, Seratus Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah, terj. Mahbub Djunaedi, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1992) hlm. 86-7 62 Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2001) hlm. xiAyahnya mengharapkan Marx menjadi notaris sebagaimana ayahnya. Karl Marx sendiri lebih menyukai untuk menjadi Penyair daripada seorang ahli hukum. Hukum merupakan ilmu yang digemari pada saat itu. etengah semester ia bertahan, dan melompat ke Universitas Berlin, fokus pada filsafat. Masih semester dua, Marx sudah masuk kelompok diskusi paling ditakuti di kampus itu, Klub Para Doktor, dan menjadi anggota yang paling radikal. Kelompok ini selalu memakai Filsafat Hegel untuk menyerang kekolotan Prussia. Tak heran, klub ini pun digelari Kaum Hegelian Muda. Namun karena mereka juga menentang agama Protestan, klub ini digolongkan menjadi Hegelian Kiri, lawan Hegelian Kanan, yang menafsirkan Hegel sebagai teolog Protestan. Pada tahun 1841, Marx dipromosikan menjadi doktor dengan disertasi The Difference between The Natural Philosophy of Democritus and Epicurus. Kertas kerja dan pengantar disertasi ini secara jelas menunjukkan Marx sangat Hegelian, dan antiagama. Hal terakhir ini juga yang membuat Marx dicap sesat, dan mulai dijauhi rekan-rekannya. Marx tumbuh di tengah pergolakan politik yang dikuasai oleh kekuatan kapitalis para Borjuis yang menentang kekuasaan aristokrasi feodal dan membawa perubahan hubungan sosial. Meskipun ia memperjuangkan kelas orang-orang tertindas sebagai referensi empiris dalam mengembangkan teori filsafatnya.63 Selama hampir setahun ia menjadi pimpinan redaksi sebuah harian radikal 1843, sesudah harian itu dilarang oleh pemerintah Prussia, ia kawin dengan Jenny Von Westphalen, putri seorang bangsawan, dan pindah ke Paris. Di sana ia tidak hanya berkenalan dengan Friedrich Engels (1820-1895) yang akan menjadi teman akrab dan penerjemah teori-teorinya melainkan juga dengan tokoh-tokoh sosialis Perancis. Dari seorang liberal radikal ia menjadi seorang sosialis. Beberapa tulisan penting berasal waktu 1845, atas permintaan pemerintah Prussia, ia diusir oleh pemerintah Perancis dan pindah ke Brussel di Belgia. Dalam tahun-tahun ini ia mengembangkan teorinya yang definitif. Ia dan Engels terlibat dalam macam-macam kegiatan kelompok-kelompok sosialis. Bersama dengan Engels ia menulis Manifesto Komunis yang terbit63 Sumber http://rumahputih.net . Diakses pada 20 Oktober 2008bulan Januari 1848. Sebelum kemudian pecahlah apa yang disebut revolusi48, semula di Perancis, kemudian juga di Prussia dan Austria. Marx kembali ke Jerman secara ilegal. Tetapi revolusi itu akhirnya gagal. Karena diusir dari Belgia, Marx akhirnya pindah ke London dimana ia akan menetap untuk sisa hidupnya. Di London mulai tahap baru dalam hidup Marx. Aksi-aksi praktis dan revolusioner ditinggalkan dan perhatian dipusatkannya pada pekerjaan teroritis, terutama pada studi ilmu ekonomi. Tahun-tahun itu merupakan tahuntahun paling gelap dalam kehidupannya. Ia tidak mempunyai sumber pendapatan yang tetap dan hidup dari kiriman uang sewaktu-waktu dari Engels. Keluarganya miskin dan sering kelaparan. Karena sikapnya yang sombong dan otoriter, hampir semua bekas kawan terasing daripadanya. Akhirnya, baru 1867, terbit jilid pertama Das Kapital, karya utama Marx yang memuat kritiknya terhadap kapitalisme (jilid kedua dan ketiga baru diterbitkan oleh Engels sesudah Marx meninggal). Tahun-tahun terakhir hidupnya amat sepi dan tahun 1883 ia meninggal dunia.64 C. Hegel dan Marx: Awal Perjalanan Intelektual Setidaknya filsafat Hegel mengandung hal yang bernilai seperti: teori tentang gerak yang abadi, perkembangan dari jiwa yang universal, dan terutama metode dialektika.65 Hal yang disebut terakhir inilah yang akan dijelaskan lebih lanjut. Dialektika berarti sesuatu itu hanya benar apabila dilihat dengan seluruh hubungannya. Dialektika bisa juga dirumuskan sebagai teori tentang persatuan hal-hal yang bertentangan. Contoh yang tepat untuk menjelaskan dialektika adalah dialog. Dalam setiap dialog, terdapat sebuah tesis, yang kemudian melahirkan anti-tesis, dan selanjutnya muncul sintesis. Proses demikian berulang terus menerus.66 Hegel menyatakan bahwa hukum dialektika ini memimpin perkembangan jiwa.64 Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2001) hlm. 46-9 65 Rius, Marx Untuk pemula, (Yogyakarta: Insist, 2000) hlm. 70 66 Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2001) hlm. 61-62Dunia menurut Hegel berada dalam proses perkembangan. 67 Namun ia tidak menerapkan hukum ini lebih jauh lagi kepada alam dan masyarakat. Hegel adalah seorang idealis. Menurut Hegel, esensi kenyataan bukanlah benda materiil, melainkan jiwa. Idealisme berpandangan metafisika bahwa realitas yang utama adalah ide atau gagasan.68 Dari pandangan Hegel tentang dialektika, Marx kemudian menyusun kembali, membangun bangunan pemikiran yang lebih baik dari gurunya tersebut. Marx tidak puas terhadap dialektika Hegel yang berpusat pada ide/roh. Hal ini bagi Marx terlalu abstrak dan tidak menyentuh realitas konkret. Pengertian ini tidak sesuai dengan tesis Karl Marx bahwa filsafat harus mengubah cara orang bertindak. Dalam pandangannya, filsafat tidak boleh statis, tetapi harus aktif membuat perubahan-perubahan karena yang terpenting adalah perbuatan dan materi, bukan ide-ide. Manusia selalu terkait dengan hubungan-hubungan kemasyarakatan yang melahirkan sejarah. Marx membalik dialektika ide Hegel menjadi dialetika materi. Apabila Hegel menyatakan bahwa kesadaranlah yang menentukan realitas, maka Marx mendekonstruksinya dengan mengatakan bahwa praksis materiallah yang menentukan kesadaran.69 Materialisme adalah teori yang menyatakan bahwa semua bentuk dapat diterangkan melalui hukum yang mengatur materi dan gerak. Meterialisme berpendapat bahwa semua kejadian dan kondisi adalah sebab akibat lazim dari kejadian-kejadian dan kondisi-kondisi sebelumnya. Dengan demikian, materialisme selalu memberikan penekanan bahwa materi merupakan ukuran segalanya, melalui paradigma materi ini segala sesuatu dapat diterangkan.70 Materialisme dialektis memiliki asumsi dasar bahwa benda merupakan suatu kenyataan pokok, bahwa kenyataan itu benar-benar objektif, tidak semata berada dalam kesadaran manusia. Konsekuensi logisnya adalah pengetahuan realitas secara otomatis menjadi tidak bisa dipisahkan dengan kesadaran manusia. Bahkan materialisme mengakui bahwa kenyataan berada di luar67 Listiyono Santoso, dkk., Epistemologi Kiri, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2007) hlm. 40 68 Rius, Marx Untuk pemula, (Yogyakarta: Insist, 2000) hlm. 70-1 69 Donny Gahral Adian, Percik Pemikiran Kontemporer, (Yogyakarta: Jalasutra, 2006) hlm. 47 70 Listiyono Santoso, dkk., Epistemologi Kiri, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2007) hlm. 39-40persepsi kita tentangnya, sehingga kenyataan obyektif adalah penentu terakhir terhadap ide.71 Pembalikan Marx dari idealisme Hegel ke materialisme memang tidak berarti ia meninggalkan dialektika Hegel. Materialisme Marx adalah materialisme dialektis yang meyakini kebudayaan akan mengalami kemajuan. Jika dalam Hegel adalah realisasai total roh absolut, maka dalam Marx kemajuan kualitatif tersebut berupa masyarakat tanpa kelas (masyarakat yang tidak lagi didominasi materi).72 Visi Marx untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas merupakan gambaran praksis dari ide dasar materialisme sosialisnya. Sistem feodal yang tergantikan oleh sistem kapitalis telah membawa perubahan dalam struktur ekonomi dan sosial. Marx yakin suatu saat, kapitalisme akan menemui kehancuran dan melahirkan sintesis, komunis sebagai ideologi kekuatan baru, masyarakat tanpa kelas.73 D. Marxisme Marxisme berawal dari tulisan-tulisan Karl Marx. Dalam arti luas, Marxisme berarti paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl Marx. Pandangan-pandangan ini mencakup ajaran Marx mengenai materialisme dialektis dan materialisme historis serta penerapannya dalam kehidupan sosial.74 Marxisme lahir dari konteks masyarakat industri Eropa abad ke-19, dengan semua ketidakadilan, eksploitasi manusia khususnya kelas bahwa/kelas buruh. Menurut analisa Marx, kondisi-kondisi dan kemungkinan-kemungkinan teknis sudah berkembang dan merubah proses produksi industrial, tetapi struktur organisasi proses produksi dan struktur masyarakat masih bertahan pada tingkat lama yang ditentukan oleh kepentingan-kepentingan kelas atas. Jadi, banyak orang yang dibutuhkan untuk bekerja, tetapi hanya sedikit yang mengemudikan proses produksi dan mendapat keuntungan. Karena maksud kerja manusia yang sebenarnya adalah menguasai alam sendiri dan71 Ibid, 43 72 Donny Gahral Adian, Percik Pemikiran Kontemporer, (Yogyakarta: Jalasutra, 2006) hlm, 189 73 Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2001) hlm. 161-2 74 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2000) hlm. 575merealisasikan cita-cita dirinya sendiri, sehingga terjadi keterasingan manusia dari harkatnya dan dari buah/hasil kerjanya. Karena keterasingan manusia dari hasi kerjanya terjadi dalam jumlah besar (kerja massa) dan global, pemecahannya harus juga bersifat kolektif dan global. Berbeda dengan model-model sosialisme lama, Marxisme menyatakan dirinya sebagai sosialisme ilmiah. Untuk mendukung klaim tersebut, Marx mendasarkan pada penelitian syarat-syarat objektif perkembangan masyarakat. Marx menolak pendasaran sosialisme pda pertimbangan-pertimbangan moral. Materialisme sejarah merupakan dasar bagi sosialisme ilmiah tersebut. Marx yakin bahwa ia telah menemukan hukum objektif perkembangan sejarah. Objek pencarian materialisme historis adalah hukum-hukum gerakan dan perkembangan masyarakat insani yang paling universal. Marx menciptakan suatu pemahaman sejarah menjadi seperti sains yang pasti dan eksak. Karena hal itulah Marx menyatakan bahwa sosialismenya bersifat ilmiah karena berdasarkan masyarakat.75 Marxisme pada hakekatnya bukanlah merupakan suatu penafsiran terhadap perubahan proses-proses dalam masyarakat, akan tetapi merupakan sebuah terori yang menyatakan bahwa hukum objektif perkembangan masyarakat dapat ditetapkan sama seperti halnya penemuan-penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan sehingga bisa bersifat pasti dan universal. Dengan mengajukan sosialisme ilmiah sebagai penerapan hukum dasar alam pada masyarakat, teori Marx seakan-akan dibenarkan oleh ilmu-ilmu alam, karena memiliki objektivitas seperti ilmu-ilmu alam.76 E. Kesimpulan dan Kritik Filsafat Karl Marx meruapak salah satu filsafat yang palling berpengaruh di dalam perkembangan sejarah. Kemampuan gagasan Marx untuk berdialektika dengan zaman, menjadikannya pemikir yang tidak pernah sepi dari kritikan75 Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2001) hlm. 136-7 76 Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia, 2001) hlm. 218-9padapengetahuanhukum-hukumobjektifperkembangandanpujianatasnya.Namun,apapuntanggapanduniaterhadapnya,kehadirannya telah menggerakkan kesadaran kelompok buruh, budak dan aktivis sosialis untuk mengorganisir diri dan berjuang mewujudkan perubahan. Pendapat Karl Marx tentang tujuan akhir berupa masyarakat tanpa kelas sebenarnya merupakan suatu yang paradoks dengan konsep dialektis itu sendiri. Dialektisisme merupakan sebuah proses yang terus menerus sehingga tidak akan tercipta kemandegan. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mungkin masyarakat tanpa kelas akan terwujud? Bukankah dalam proses bermasyarakat tetap harus ada pembagian kerja? Teori masyarakat tanpa kelas Marx memang semacam utopisme yang penuh paradoks dalam teori-teorinya. Pandangan Marx tentang sejarah yang saintifik telah mereduksi kemanusian. Mansia hanya menjadi korban dari barang-barang produksi dan tidak lagi memiliki independensi.Masyarakat Komunis yang Ideal, Kekuasaan Diktator Proletariat, dan Partai Revolusione di dalam Marxisme-Leninisme Reza A.A Wattimena77 1. Pendahuluan Marxisme-Leninisme adalah suatu teori politik dan ekonomi yang dirumuskan Lenin dalam kerangka tafsirannya terhadap pemikiran Marx.78 Teori politik dan ekonomi ini nantinya akan menjadi ideologi yang mendasari semua partai komunis pada abad kedua puluh. Di dalam teori ini, pada hemat saya, ada satu pandangan yang kiranya cukup menarik untuk dibahas, yakni tentang konsep masyarakat komunis yang ideal, dan upaya-upaya yang kiranya diperlukan77 Pengajar di Fakultas Psikologi dan Fakultas Teknik Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta. Menulis dua buku dan beberapa artikel di surat kabar, jurnal filsafat, dan jurnal ilmu-ilmu sosial. Beberapa karyanya antara lain: Melampaui Negara Hukum Klasik (Kanisius, 2007) dan Filsafat Sains (Grasindo, 2008). 78 http://www.thefreedictionary.com/Marxism-Leninismuntuk mewujudkannya. Komunisme sendiri, sebagai bagian dari MarxismeLeninisme, adalah suatu paham yang menyatakan bahwa negara haruslah ditata berdasarkan pada kepemilikan kolektif (collective ownership) atas semua harta benda, dan pengaturan di dalam tata politik ini dilakukan oleh pemerintah yang juga bertanggungjawab pada kepentingan semua warganya.79 Pada tulisan ini, saya akan mengajukan argumen, bahwa konsep masyarakat komunis yang ideal hanya dapat terwujud, jika konsep kekuasaan diktator proletariat dan konsep partai revolusioner telah ada terlebih dahulu. Partai revolusioner, yang memiliki tugas untuk menciptakan kesadaran revolusioner di dalam kaum proletar, dan kekuasaan diktator proletariat, yang diperlukan untuk melawan musuh-musuh yang hendak menentang terciptanya masyarakat komunis, adalah kondisi-kondisi kemungkinan bagi terciptanya masyarakat komunis yang ideal. Argumen ini sebenarnya sudah ada di dalam tulisan-tulisan Lenin. Yang saya lakukan hanyalah mengangkatnya menjadi satu tema tulisan secara spesifik. Untuk itu, saya akan membagi tulisan ini ke dalam lima bagian. Awalnya, saya akan menjelaskan proyek spesifik tulisan ini (1). Lalu, saya akan memberikan gambaran mengenai keterkaitan Lenin dan Marx. Dalam hal ini, saya akan fokus pada dua konsep, yakni konsep kekuasaan diktator proletariat, dan konsep partai revolusioner. Saya berpendapat bahwa di dalam pemikiran Lenin, dua konsep ini adalah kondisi kemungkinan bagi terciptanya masyarakat komunis yang ideal (2). Pada bagian berikutnya, saya akan mencoba menjabarkan masyarakat komunis yang ideal di dalam paradigma Marxisme-Leninisme (3). Setelah itu, saya akan memberikan kesimpulan singkat mengenai isi seluruh tulisan ini (4). Tulisan ini akan diakhiri dengan beberapa tanggapan saya terhadap pemikiran Lenin (5). 2. Marxisme-Leninisme Tidaklah berlebihan jika dikatakan, bahwa Leninlah yang membawa pemikiran Marx, sedikit banyak, menjadi realitas. Di dalam tulisan-tulisannya,79 http://www.thefreedictionary.com/communismMarx memang sudah menuliskan bahwa kapitalisme akan hancur pada akhirnya, dan kemudian terciptalah masyarakat sosialis. Akan tetapi, Leninlah yang memikirkan, bagaimana supaya kapitalisme bisa hancur. Dialah pendiri Uni Soviet, sebuah negara yang menjadi pusat gerakan komunisme internasional, sekaligus negara adikuasa kedua di dunia selama hampir seluruh abad kedua puluh. Pada masa-masa jayanya, komunisme menjadi bentuk pemerintahan dari 18 negara di dunia.80 Melalui pikiran dan tindakannya yang agresif-revolusioner, Lenin membantu tegaknya komunisme di Russia pada revolusi 1917.81 Yang pada hemat saya menarik adalah, bagaimana relasi Lenin dengan Marx? Apakah pemikiran mereka berdua sama, atau berbeda? Dan jika berbeda, dimana perbedaannya? Yang pasti, tidak lama setelah Lenin meninggal pada 1924, Stalin, penggantinya, langsung memberikan label pada pemikiran-pemikiran Lenin sebagai Leninisme. Dengan demikian, pemikiran Lenin kemudian lebih dikenal sebagai Marxisme-Leninisme. Ajaran inilah yang nantinya akan menjadi inti dari seluruh ideologi Komunisme di seluruh dunia. Ajaran ini jugalah yang menjadi inspirasi bagi perjuangan revolusioner hampir di keseluruhan abad kedua puluh. Kiranya tidaklah berlebihan apa yang ditulis Magnis-Suseno, bahwa komunisme, sebagai kekuatan politik yang paling ditakuti pada abad keduapuluh, tidak akan pernah ada tanpa Lenin.82 Kiranya, dalam hal relasi antara Lenin dengan Marx, ada dua konsep yang relevan untuk dibicarakan, yakni tentang konsep proletariat sebagai penguasa, dan tentang konsep partai revolusioner. Seperti sudah disinggung pada bagian pendahuluan, kedua konsep ini dapat dipandang sebagai sesuatu yang diperlukan untuk mewujudkan ideal masyarakat komunis, yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. Konsep partai revolusioner berangkat dari pengandaian, bahwa kaum proletariat tidak bisa secara sendirian mengembangkan kesadaran revolusioner80 Franz Magnis-Suseno, Dalam Bayangan Lenin, Jakarta, Gramedia, 2003, hal. 2. Bab ini banyak terinspirasi dari paparan Magnis-Suseno di dalam buku ini 81 Paparan lebih lengkap bisa dilihat pada ibid, hal. 2-9 82 ibid, hal. 44mereka. Mereka memerlukan partai untuk menyuntikkan kesadaran tersebut. Hal ini tentunya bertentangan langsung dengan pemikiran Marx. Menurut Marx, apa yang disebut sebagai kesadaran revolusioner bukanlah suatu konsep yang dihasilkan dari refleksi para intelektual, melainkan hasil dari dialektika perjuangan proletariat itu sendiri.83 Jadi, kesadaran revolusioner proletariat akan tumbuh dan berkembang di dalam pergulatannya. Jika kesadaran revolusioner itu dipompakan dari luar oleh partai, apakah kesadaran tersebut masih sungguh-sungguh otentik? Jika hal itu yang terjadi, maka perjuangan kaum proletariat adalah suatu tandan penindasan baru, yakni penindasan partai. Emansipasi pun tidak akan bisa berlangsung. Buruh akan tetap bergantung pada kekuatan dari luar. Dengan kata lain, konsep partai revolusioner menggambarkan apa yang secara jelas akan ditolak oleh Marx sejak awal, yakni ketertindasan dari luar.84 Lenin sendiri berpendapat, bahwa revolusi tidak akan secara niscaya datang. Kesadaran revolusioner kaum buruh pun tidak otomatis tumbuh. Oleh karena itu dibutuhkanlah sebuah partai yang akan mendorong terciptanya kesadaran tersebut. Ada tidaknya revolusi sangat tergantung dari kehendak revolusioner, dan kehendak revolusioner tidak dapat otomatis ada, melainkan harus diadakan. Disitulah fungsi partai revolusioner. Dalam arti ini, revolusi adalah sesuatu yang dikehendaki, sesuatu yang harus secara aktif diperjuangkan. Setelah kekuasaan di Russia berada di tangan Kaum Bolshevik, Lenin lalu menghapus semua hak-hak demokratis masyarakat, dan secara sistematik menghancurkan semua pemberontakan. Kekuasaan yang diperlukan untuk membangun sebuah masyarakat komunis, hanya dapat diraih dan dipertahankan dengan adanya kediktatoran kaum proletariat. Jelas, Marx tidak pernah merumuskan ide semacam ini. Ia tidak memikirkan keberadaan sebuah partai yang akan melakukan represi guna menciptakan masyarakat komunis. Baginya, revolusi baru dapat terjadi, jika mayoritas masyarakat adalah kaum83 ibid, hal. 45 84 Lukacs memiliki argumen yang kurang lebih serupa. Lihat Georg Lukacs, History and Class Consciousness, America, Merlin Press, 1971. Ada beberapa catatan, bahwa Marx akan mengubah pandangannya di kemudian hariproletariat yang akan berhadapan langsung dengan para pemilik modal. Untuk sementara, kaum proletar memang harus menjalankan pemerintahan dengan tangan besi guna menumpas semua pemberontakan dari pemilik modal. Akan tetapi, ini pun hanya berlangsung sebentar. Jika seluruh masyarakat terdiri atas kaum proletar yang tidak lagi mempunyai musuh, maka kekuasaan tangan besi itu pun tidak lagi diperlukan.85 Secara historis, kondisi yang dihadapi oleh Lenin pada jamannya sangatlah berbeda dengan apa yang dipikirkan Marx. Pada masa itu, kelas yang merebut kekuasaan adalah kelas yang merupakan minoritas di Russia. Sementara, kelompok lainnya secara jelas menentang kekuasaan partai Bolshevik dan penerapan sosialisme. Dalam situasi semacam itu diperlukanlah suatu bentuk kediktatoran untuk menata keadaan. Hanya dengan menindas segala perlawanan dan melalui tindakan diktatoris, demikian tulis Magnis-Suseno tentang Lenin, sosialisme akan dapat dibangun dan kelas-kelas yang berbeda lama-kelamaan dileburkan menjadi satu kelas pekerja.86 Dalam kasus Lenin, kediktatoran partai tersebut akan berlangsung secara permanen. Dua konsep ini, yakni keberadaan partai revolusioner dan keberadaan partai proletar yang memiliki kekuasaan permanen, akan menjadi penyangga bagi masyarakat komunis yang dirumuskan oleh Lenin. Dengan kata lain, untuk mendirikan masyarakat komunis, seperti yang menjadi cita-cita MarxismeLeninisme, dua konsep tersebut haruslah ada terlebih dahulu. Tanpanya, masyarakat komunis tidak akan pernah bisa diwujudkan. Lalu, masyarakat komunis macam apakah yang sungguh menjadi cita-cita Marxisme-Leninisme? Pada bab berikutnya, saya akan mencoba menjelaskan versi masyarakat komunis yang menjadi impian Lenin, yang kemudian upaya perwujudannya diteruskan oleh Partai Komunis Uni Soviet. 3. Masyarakat Komunis Di dalam merumuskan pandangannya mengenai ideal masyarakat komunis, Lenin jelas banyak berhutang pada Marx. Pada bab ini, saya akan85 ibid, hal. 50 86 Ibid, hal. 51mencoba untuk membaca tulisan Marx, Lenin, dan Engels untuk memberikan gambaran umum tentang apa yang dimaksud dengan masyarakat komunis. Tentang masyarakat komunis, Marx pernah menulis, .. Setelah subordinasi yang memperbudak dari individu kepada pembagian kerja, dan dengan itu antitesis antara kerja fisik dan kerja mental telah hilang; setelah kerja tidak lagi merupakan alat untuk hidup melainkan tujuan utama dari hidup itu sendiri; setelah kekuatan-kekuatan produktif telah berkembang sejalan dengan perkembangan individu, hanya dengan begitulah, masyarakat dapat menyatakan hal ini: Dari setiap orang sesuai dengan kemampuannya, kepada setiap orang sesuai dengan kebutuhannya.87 Masyarakat komunis adalah masyarakat yang ditata berdasarkan sistem masyarakat tanpa kelas (classless society). Di dalam masyarakat tersebut, semua sistem diatur berdasar kepemilikkan publik dan kesetaraan bagi semua orang. Tidak ada hak milik pribadi. Prinsip dari setiap orang sesuai kemampuannya dan kepada setiap orang sesuai dengan kebutuhannya pun akan terwujud. Komunisme, menurut definisi yang diberikan oleh Partai Komunis Uni Soviet pada 1962, adalah masyarakat yang terorganisir secara rapi yang terdiri dari orang-orang bebas, yang sadar secara sosial dan bekerja demi kebaikan bagi semua orang.88 Orang-orang yang hidup di dalam masyarakat komunis adalah orang-orang yang sadar betul, bahwa pekerjaan mereka bertujuan untuk mewujudkan ke