23
BAB IX PEMBANGUNAN DAERAH A. UMUM Pada tahun 2004, bidang pembangunan daerah terutama ditujukan untuk mengurangi kemiskinan di wilayah perkotaan maupun perdesaan melalui pemberdayaan masyarakat, pelaksanaan otonomi daerah yang lebih berkualitas termasuk aparat pemerintah daerah yang bersih dan akuntabel sejalan dengan perkembangan politik yang ada, serta mewujudkan pengembangan wilayah yang lebih seimbang, termasuk percepatan pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan wilayah tertinggal lainnya serta wilayah perbatasan, melalui pengembangan ekonomi lokal yang berbasis pada masyarakat dan peningkatan kualitas pengelolaan SDA. Bidang pembangunan daerah dilaksanakan melalui program-program antara lain: pemantapan otonomi daerah, peningkatan ekonomi wilayah, pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh, pembangunan perdesaan dan perkotaan, pengembangan perumahan dan permukiman, pembangunan wilayah tertinggal, pengembangan daerah perbatasan, penataan ruang dan pengelolaan pertanahan, peningkatan keberdayaan masyarakat, dan percepatan penanganan khusus Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Papua dan Maluku. Tantangan dan Kendala Proses desentralisasi saat ini telah memasuki tahun terakhir tahapan instalasi yang berlangsung dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2003. Pada tahun 2004, tahapan desentralisasi akan memasuki tahapan konsolidasi yang direncanakan berlangsung sampai dengan tahun 2007. Tantangan konsolidasi otonomi daerah adalah: (1) masih rendahnya profesionalisme aparatur pemerintahan daerah (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) baik dalam hal manajerial dan teknis pemerintahan maupun dalam hal pelayanan kepada masyarakat dan pihak terkait lainnya serta meningkatkan kerjasama antar daerah maupun antar sektor yang dapat memperbaiki dan mengefisiensikan kegiatan pembangunan daerah; (2) masih rendahnya efisiensi dan efektivitas kinerja kelembagaan; (3) masih rendahnya kualitas proses perencanaan dan pengendalian pembangunan daerah, antar daerah, dan antara daerah dengan pusat; (4) belum sempurnanya syarat pembentukan daerah otonom baru; (5) masih rendahnya pengelolaan keuangan daerah berbasis kinerja dan kemampuan keuangan daerah; (6) masih rendahnya kemampuan daerah menarik investasi; (7) masih rendahnya kemampuan teknis anggota DPRD; dan (8) masih rendahnya pelayanan publik. Kendala yang dihadapi adalah: (1) belum lengkapnya perangkat pelaksanaan, terutama peraturan perundang-undangan penjelasan UU No. 22 Tahun 1999 dan belum sejalannya pengaturan kegiatan sektoral dengan semangat otonomi daerah; (2) rendahnya kualitas dan kapasitas teknis aparatur daerah; (3) belum lengkap dan memadainya sarana dan prasarana; (4) belum optimalnya partisipasi organisasi non pemerintah dan masyarakat; dan (5) masih rendahnya kemampuan pengelolaan dan kapasitas keuangan daerah dibandingkan dengan tanggung jawabnya yang semakin IX – 1

BAB IX PEMBANGUNAN DAERAH A. UMUM - · PDF fileBAB IX PEMBANGUNAN DAERAH ... khususnya di perbatasan RI dan Malaysia. IX ... menengah dalam menahan laju migrasi penduduk desa ke kota-kota

  • Upload
    ngodan

  • View
    223

  • Download
    6

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IX

PEMBANGUNAN DAERAH

A. UMUM Pada tahun 2004, bidang pembangunan daerah terutama ditujukan untuk

mengurangi kemiskinan di wilayah perkotaan maupun perdesaan melalui pemberdayaan masyarakat, pelaksanaan otonomi daerah yang lebih berkualitas termasuk aparat pemerintah daerah yang bersih dan akuntabel sejalan dengan perkembangan politik yang ada, serta mewujudkan pengembangan wilayah yang lebih seimbang, termasuk percepatan pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan wilayah tertinggal lainnya serta wilayah perbatasan, melalui pengembangan ekonomi lokal yang berbasis pada masyarakat dan peningkatan kualitas pengelolaan SDA. Bidang pembangunan daerah dilaksanakan melalui program-program antara lain: pemantapan otonomi daerah, peningkatan ekonomi wilayah, pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh, pembangunan perdesaan dan perkotaan, pengembangan perumahan dan permukiman, pembangunan wilayah tertinggal, pengembangan daerah perbatasan, penataan ruang dan pengelolaan pertanahan, peningkatan keberdayaan masyarakat, dan percepatan penanganan khusus Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Papua dan Maluku.

Tantangan dan Kendala Proses desentralisasi saat ini telah memasuki tahun terakhir tahapan instalasi

yang berlangsung dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2003. Pada tahun 2004, tahapan desentralisasi akan memasuki tahapan konsolidasi yang direncanakan berlangsung sampai dengan tahun 2007.

Tantangan konsolidasi otonomi daerah adalah: (1) masih rendahnya profesionalisme aparatur pemerintahan daerah (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) baik dalam hal manajerial dan teknis pemerintahan maupun dalam hal pelayanan kepada masyarakat dan pihak terkait lainnya serta meningkatkan kerjasama antar daerah maupun antar sektor yang dapat memperbaiki dan mengefisiensikan kegiatan pembangunan daerah; (2) masih rendahnya efisiensi dan efektivitas kinerja kelembagaan; (3) masih rendahnya kualitas proses perencanaan dan pengendalian pembangunan daerah, antar daerah, dan antara daerah dengan pusat; (4) belum sempurnanya syarat pembentukan daerah otonom baru; (5) masih rendahnya pengelolaan keuangan daerah berbasis kinerja dan kemampuan keuangan daerah; (6) masih rendahnya kemampuan daerah menarik investasi; (7) masih rendahnya kemampuan teknis anggota DPRD; dan (8) masih rendahnya pelayanan publik.

Kendala yang dihadapi adalah: (1) belum lengkapnya perangkat pelaksanaan, terutama peraturan perundang-undangan penjelasan UU No. 22 Tahun 1999 dan belum sejalannya pengaturan kegiatan sektoral dengan semangat otonomi daerah; (2) rendahnya kualitas dan kapasitas teknis aparatur daerah; (3) belum lengkap dan memadainya sarana dan prasarana; (4) belum optimalnya partisipasi organisasi non pemerintah dan masyarakat; dan (5) masih rendahnya kemampuan pengelolaan dan kapasitas keuangan daerah dibandingkan dengan tanggung jawabnya yang semakin

IX – 1

besar terutama untuk daerah-daerah pemekaran baru, daerah perbatasan dan daerah yang SDAnya terbatas.

Tantangan pengembangan wilayah adalah: (1) masih besarnya kesenjangan pembangunan antar daerah dan perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat (quality of life) antar daerah dan antar desa-kota yang diperkirakan akan semakin meningkat di era desentralisasi dan otonomi daerah apabila faktor-faktor penyebabnya tidak ditangani secara mendasar; (2) meningkatnya kemiskinan; (3) masih banyaknya daerah-daerah terisolasi; (4) menurunnya kesempatan kerja dalam berbagai sektor pembangunan wilayah; serta (5) masih belum optimalnya penanganan wilayah-wilayah konflik di beberapa daerah.

Kendala utama yang dihadapi adalah: (1) rendahnya kualitas SDM; (2) lemahnya struktur kelembagaan; (3) kurangnya konsistensi dan keterpaduan program-program pembangunan maupun berbagai peraturan dan perundangan; (4) kurangnya keterlibatan masyarakat luas, terutama pihak swasta dan dunia usaha dalam keputusan publik dan pembangunan ekonomi wilayah; serta (5) kurang menariknya iklim investasi, khususnya yang menyangkut: (a) keterbatasan jaringan prasarana dan sarana wilayah, (b) keterbatasan akses kepada modal/kapital, dan (c) masih kurangnya insentif fiskal, khususnya di kawasan timur Indonesia.

Tantangan pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh adalah: (1) masih rendahnya laju pertumbuhan kawasan-kawasan tersebut karena rendahnya investasi dalam maupun luar negeri akibat munculnya wilayah-wilayah lain di luar negeri yang menjadi pesaing wilayah strategis dan cepat tumbuh di dalam negeri sejalan dengan penerapan perjanjian perdagangan bebas seperti AFTA dan APEC.

Kendala yang dihadapi adalah: (1) keterbatasan jaringan jalan dan sarana perhubungan lainnya serta jaringan telekomunikasi yang menghubungkan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh di dalam negeri dengan pusat-pusat perekonomian dunia; (2) belum optimalnya keterlibatan swasta, lembaga non pemerintah, dan masyarakat lokal dalam pembangunan kawasan; (3) minimnya informasi dan akses masyarakat di daerah terhadap modal, input produksi, teknologi, pasar, serta peluang usaha dan kerjasama investasi; serta (4) belum sinkronnya persepsi dalam pengelolaan kawasan-kawasan khusus seperti kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas yang pada akhirnya akan menimbulkan rendahnya efisiensi dan efektivitas pengembangan kawasan tersebut.

Tantangan percepatan pengembangan KTI dan wilayah tertinggal lainnya adalah: (1) masih besarnya jumlah dan sebaran lokasi wilayah tertinggal yang sebagian besar berada di KTI; (2) beragamnya tingkat ketertinggalan serta karakteristik masing-masing wilayah yang menuntut perhatian seksama dalam jangka panjang.

Kendala yang dihadapi dalam upaya pengembangan wilayah tertinggal adalah: (1) belum optimal dan sinergisnya upaya-upaya percepatan pengembangan wilayah tertinggal; (2) tidak adanya kebijakan yang memprioritaskan penanganan wilayah tertinggal, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.

Tantangan pengembangan wilayah perbatasan adalah: (1) panjangnya garis perbatasan darat dan laut yang harus diawasi; (2) belum adanya perjanjian kesepakatan batas negara pada beberapa bagian wilayah perbatasan; dan (3) perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan dengan masyarakat di negara tetangga, khususnya di perbatasan RI dan Malaysia.

IX – 2

Kendala yang dihadapi antara lain adalah: (1) terbatasnya sarana dan prasarana keamanan, cukai, imigrasi, dan karantina di pos-pos pelintas batas; (2) terbatasnya prasarana wilayah yang menghubungkan pusat-pusat perkotaan dengan pintu-pintu perbatasan; serta (3) belum memadainya pelayanan pendidikan, kesehatan dan fasilitas peningkatan keterampilan penduduk untuk dapat memanfaatkan peluang yang ada di negara tetangga.

Tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan suasana damai yang sudah lama tidak dirasakan masyarakat Aceh adalah masih adanya gangguan keamanan yang dilakukan oleh gerakan separatis bersenjata di berbagai pelosok wilayah.

Kendala yang dihadapi adalah tidak efektifnya pelaksanaan perjanjian dan kesepakatan penghentian permusuhan antara pihak Pemerintah dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan belum efektifnya penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus.

Di Propinsi Papua tantangan yang dihadapi dalam mempercepat peningkatan kesejahteraan sebagian besar masyarakat Papua adalah tersebarnya kelompok-kelompok masyarakat asli yang belum mendapat kesempatan untuk memberdayakan diri secara maksimal sehngga dapat memanfaatkan berbagai peluang yang ada.

Kendala yang dihadapi adalah: (1) belum terbentuk dan belum tertatanya kelembagaan, kewenangan dan hubungan kerja antara Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) yang mewadahi aspirasi seluruh masyarakat Papua; dan (2) belum lengkapnya peraturan perundangan yang terkait dengan pelaksanaan Otonomi Khusus Papua (UU No. 21 Tahun 2001) dan pemekaran wilayah Propinsi Papua (UU No. 45 Tahun 1999 dan Inpres No. 1 Tahun 2003).

Tantangan yang dihadapi dalam memulihkan kehidupan sosial dan ekonomi di Maluku dan di daerah-daerah lain yang mengalami konflik horizontal adalah: (1) masih belum tumbuhnya kohesi sosial dan semangat persaudaraan dalam menghadapi masalah bersama; (2) masih banyaknya pengungsi yang belum kembali atau menempati permukiman yang permanen; serta (3) masih adanya upaya-upaya untuk memicu kembali kerusuhan sosial.

Kendala yang dihadapi adalah masih belum pulihnya infrastruktur dan suprastruktur pemerintahan dan politik di Propinsi Maluku serta Maluku Utara yang menyebabkan belum optimalnya penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam percepatan pemulihan pembangunan.

Tantangan pembangunan perdesaan adalah: (1) masih rendahnya kemandirian masyarakat termasuk peran perempuan dalam mengelola potensi lokal/desa sesuai dengan karakteristik lokal; (2) masih rendahnya produktivitas kawasan perdesaan dalam menjaga kelestarian SDA dan lingkungan hidup; (3) lemahnya keterkaitan antara kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan; dan (4) belum terwujudnya pengelolaan pemerintahan yang baik di tingkat desa.

Kendala yang dihadapi terutama adalah: (1) terbatasnya akses dan ketersediaan prasarana dan sarana; (2) kurangnya pemanfaatan teknologi akibat rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan; (3) semakin terbatasnya sumberdaya lahan terutama akibat meningkatnya alih fungsi lahan pertanian produktif khususnya di Pulau Jawa; (4) menurunnya ketersediaan SDA dan kualitas lingkungan hidup akibat pemanfaatan yang berlebihan dan tak terkendali; (5) terbatasnya lapangan kerja alternatif dalam sektor pertanian; (6) lemahnya

IX – 3

keterkaitan kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan untuk menunjang sistem jaringan agribisnis; dan (7) belum efektifnya penyelenggaraan pemerintahan desa baik dalam menyalurkan aspirasi masyarakat maupun dalam memfasilitasi partisipasi masyarakat.

Tantangan utama dalam pembangunan perkotaan adalah: (1) belum terwujudnya kualitas kota yang layak huni dan belum sinerginya perkotaan-perdesaan dalam dinamika otonomi daerah dan globalisasi; (2) sulitnya mengendalikan laju pertumbuhan urbanisasi dan perkembangan kota yang meluas (urban sprawl) di kota-kota besar dan metropolitan yang secara spasial menyebabkan terjadinya dominasi kota-kota besar dan metropolitan terhadap kota-kota hinterland-nya, terutama di Pulau Jawa; (3) belum optimalnya fungsi kota-kota kecil dan menengah dalam menahan laju migrasi penduduk desa ke kota-kota besar dan metropolitan sehingga mengganggu sistem hirarki kota; (4) belum terbangunnya sinergi perkotaan-perdesaan; (5) pesatnya peningkatan kebutuhan prasarana dan sarana kota terutama jaringan pengendalian banjir dan drainase; (6) masih tingginya tuntutan peningkatan kualitas pelayanan publik di kota; (7) belum efisiennya pemanfaatan lahan kota yang akan menimbulkan konflik, serta tidak diperhatikannya daya dukung lingkungan; (8) meningkatnya masalah kemiskinan dan kerawanan sosial di perkotaan; (9) menurunnya kualitas lingkungan hidup di perkotaan; serta (10) pesatnya perkembangan sektor ekonomi informal seiring dengan peningkatan jumlah angkatan kerja di perkotaan.

Kendala yang dihadapi adalah: (1) belum memadainya kapasitas pengelolaan kota (urban management); (2) tumpang tindihnya peraturan yang ada; (3) belum meluasnya pendekatan urban-rural linkages dan agropolitan untuk membangun sinergi kota-desa; (4) belum terintegrasinya pengembangan sektor ekonomi informal dalam struktur ruang kota; serta (5) terbatasnya kerjasama pembangunan antar kota dan antar daerah dalam pengembangan wilayahnya.

Tantangan pembangunan perumahan adalah: (1) masih tingginya kebutuhan masyarakat akan rumah yang belum dapat terpenuhi yang diperkirakan mencapai sekitar 5 juta unit dengan kebutuhan baru sebanyak 800 ribu unit per tahun; (2) masih banyaknya jumlah rumah tangga yang bertempat tinggal dalam rumah dan kawasan yang tidak layak huni; dan (3) tidak tersedianya dana jangka panjang untuk pembiayaan perumahan.

Kendala pembangunan perumahan adalah: (1) belum terbangunnya sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman; (2) belum sistematisnya pembiayaan perumahan dan pasar perumahan; (3) menurunnya kualitas lingkungan permukiman; (4) belum seimbangnya kebutuhan dengan kemampuan pemenuhannya; serta (5) belum tersedianya informasi dan wadah komunikasi dalam penyelenggaraan perumahan – permukiman bagi seluruh lapisan masyarakat.

Tantangan pembangunan permukiman adalah: (1) masih rendahnya cakupan pelayanan air minum; (2) masih tingginya tingkat kebocoran penyediaan air minum; (3) masih rendahnya proporsi penduduk kota yang mendapatkan pelayanan pengelolaan air limbah; (4) belum terpadunya penanganan drainase kota dengan pengendalian banjir dan masih luasnya wilayah tergenang di perkotaan; dan (5) masih lemahnya manajemen penanganan sampah di perkotaan.

Kendala yang dihadapi adalah: (1) masih lemahnya pengaturan dan regulasi air minum dan sanitasi; (2) rendahnya kesadaran masyarakat, pemerintah dan pihak terkait lainnya akan pentingnya penanganan penyehatan lingkungan; (3) masih

IX – 4

lemahnya manajemen PDAM; dan (4) masih kurangnya keterlibatan swasta dalam penyediaan prasarana, sarana, dan pengelolaan air minum serta penyehatan lingkungan.

Tantangan penataan ruang adalah: (1) belum terwujudnya rencana tata ruang sebagai acuan bagi pembangunan nasional dan pengembangan daerah; (2) belum dijadikannya penataan ruang sebagai usaha preventif yang penting dalam proses pelestarian SDA dan lingkungan hidup.

Kendala untuk bidang penataan ruang adalah (1) kurang berjalannya mekanisme pengendalian pelaksanaan rencana yang telah mempertimbangkan seluruh aspek penting yang perlu dicapai dan ditargetkan dapat dicapai apabila rencana tersebut dilaksanakan dengan baik; (2) belum adanya mekanisme penegakan hukum bagi penyimpangan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana baik yang dilakukan oleh masyarakat ataupun oleh pemerintah sendiri; (3) rendahnya pemahanan, disiplin, konsistensi dan dukungan para pihak terhadap kegiatan penataan ruang.

Tantangan bidang pengelolaan pertanahan adalah: (1) masih lemahnya jaminan kepastian hukum hak atas tanah; (2) belum tuntasnya pelaksanaan desentralisasi pertanahan karena belum sinkronnya peraturan yang ada; (3) belum teratasinya ketimpangan dan ketidakadilan dalam penguasaan dan pemilikan tanah; (4) belum teratasinya penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan fungsinya dan pengalihan fungsi tanah beririgasi teknis menjadi tanah non-pertanian; dan (5) belum optimalnya pelayanan bidang pertanahan.

Kendala yang dihadapi adalah: (1) belum lengkap dan harmonisnya peraturan perundangan-undangan pertanahan yang ada dengan peraturan bidang lainnya; (2) masih terbatasnya kapasitas daerah, baik dalam aspek peraturan daerah, kelembagaan, sumberdaya manusia, sistem informasi maupun pembiayaan, dalam memberikan pelayanan pertanahan pada masyarakat dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah; (3) masih adanya konsentrasi penguasaan dan pemilikan tanah oleh pihak-pihak tertentu; (4) belum memadainya kapasitas aparat pemerintah dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan tanah; serta (5) masih rendahnya kinerja pelayanan pertanahan termasuk belum tertibnya administrasi pertanahan, lambatnya proses sertifikasi tanah serta besarnya proporsi bidang tanah yang belum disertifikasi.

Tantangan peningkatan penanggulangan kemiskinan adalah belum samanya persepsi dan definisi mengenai sumber-sumber permasalahan kemiskinan yang lebih spesifik.

Kendala yang dihadapi adalah: (1) masih dilaksanakannya strategi yang lebih banyak bersifat subsidi, pemberian bantuan (dana, pendampingan, sarana, prasarana); (2) belum diadopsinya strategi perluasan kesempatan kerja, strategi pemberdayaan masyarakat, strategi peningkatan kapasitas, dan strategi perlindungan sosial untuk mewujudkan penanggulangan kemiskinan yang sistematik; (3) belum responsifnya kebijakan dan program yang ditempuh masing-masing Departemen/LPND dalam mengatasi masalah kemiskinan secara langsung; (4) sangat bervariasinya targeting dan belum adanya suatu mekanisme yang jelas tentang desain monitoring dan evaluasi sehingga sulit untuk mengetahui kapabilitas program yang dijalankan.

Tantangan pemberdayaan masyarakat adalah kurangnya kemampuan masyarakat khususnya masyarakat berpenghasilan rendah dalam memanfaatkan

IX – 5

potensi SDA dan sosial yang dimiliki serta peluang-peluang yang muncul dengan semakin membaiknya keadaan ekonomi.

Kendala yang dihadapi adalah: (1) kurangnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat berpenghasilan rendah; (2) adanya kondisi kemiskinan struktural yang dialami sebagian masyarakat; (3) adanya keengganan untuk membagi wewenang dan sumberdaya yang ada pada pemerintah kepada masyarakat, atau dari kelompok ekonomi kuat kepada kelompok ekonomi lemah; (4) rendahnya tingkat pelayanan dasar dan sosial; (5) terbatasnya lapangan kerja bagi penduduk perdesaan; (6) belum terbangunnya sistem agribisnis, industri kecil dan kerajinan rakyat; dan (7) rendahnya penguasaan teknologi bagi masyarakat perdesaan, serta rendahnya akses terhadap jaringan pemasaran.

Hasil-hasil yang Dicapai Selama Periode 2000 – 2003 Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program kebijakan

desentralisasi dan otonomi daerah meliputi pelaksanaan peraturan perundang-undangan, penataan manajemen pelayanan publik untuk daerah-daerah pemekaran, dan penyiapan pedoman keuangan daerah berbasis kinerja, dengan perincian sebagai berikut: (1) diselesaikannya peraturan perundang-undangan mengenai pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yaitu 45 undang-undang, 39 peraturan pemerintah, 14 keppres, 1 inpres, dan beberapa keputusan berbagai menteri tentang norma, standar, prosedur, dan manual yang menunjang pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah; (2) telah dibatalkannya beberapa perda yang dinilai kontraproduktif; (3) terbentuknya 6 propinsi baru (total menjadi 32 propinsi), 56 kabupaten baru (total menjadi 325 kabupaten), dan 6 kota baru (total menjadi 91 kota); (4) dilaksanakannya kembali reorganisasi di seluruh propinsi, kabupaten, dan kota sesuai dengan kewenangan, kebutuhan, dan kemampuan daerah; (5) disosialisasikan dan dilaksanakannya pengelolaan keuangan daerah yang berbasis kinerja; (6) disusunnya kebijakan, peraturan, perumusan formula, dan pedoman bagi desentralisasi fiskal; (7) dilaksanakannya pengaturan personil ke dalam organisasi pemerintah daerah; (8) dilakukannya penyusunan standar pelayanan minimum kebijakan sektoral; (9) diselenggarakannya pelatihan dan fasilitasi bagi pemerintah daerah di berbagai bidang; (10) direalisasikannya otonomi khusus bagi propinsi NAD dan Papua; (11) diimplementasikannya fungsi dan kewenangan tingkat pemerintahan menurut daerah dan sektor; (12) terbentuk dan berfungsinya sistem kelembagaan untuk menjalankan kewenangan secara efektif dan efisien; dan (13) dialokasikannya sumber daya pembiayaan, personil, dan peralatan dari pusat ke daerah.

Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh adalah: (1) dilaksanakannya pengembangan kawasan di beberapa daerah, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah sendiri maupun yang difasilitasi oleh pemerintah pusat; (2) dikembangkannya KAPET oleh pemerintah daerah yang bersangkutan di 13 propinsi dan persiapan 5 KAPET baru di 5 propinsi; (3) diselenggarakannya program kerjasama dan forum-forum kerjasama ekonomi sub-regional BIMP-EAGA, IMT-GT, dan IMS-GT; (4) terbangunnya sistem data dan informasi potensi daerah untuk menarik investasi dari dalam dan luar negeri oleh beberapa pemerintah daerah; (5) dilaksanakannya penguatan SDM dan kelembagaannya melalui pemberdayaan dan pembinaan masyarakat, baik yang dilaksanakan secara sektoral, program-program pemberdayaan masyarakat, melalui skim pengembangan wilayah secara terpadu dan pengembangan kawasan

IX – 6

transmigrasi; (6) terbangunnya jaringan prasarana dan sarana yang langsung dikelola oleh daerah melalui pendekatan partisipasi dan pendampingan; (7) terselenggarakannya program-program pengembangan wilayah terpadu di 8 propinsi dan pengembangan kawasan transmigrasi seluas 121.341 hektar dengan jumlah permukiman terbangun mencapai 276 UPT yang prioritasnya antara lain diarahkan untuk penanganan pengungsi dan masyarakat lokal. Hasil-hasil pengembangan kawasan yang memiliki nilai strategis secara nasional adalah: (1) dilaksanakannya pengembangan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang; dan (2) ditingkatkannya status kawasan berikat Otorita Batam menjadi Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Zone).

Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program pengembangan wilayah tertinggal termasuk KTI adalah: (1) dikeluarkannya Instruksi Presiden RI No. 7 tahun 2002 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia (Inpres tersebut menginstruksikan para Menteri, Kepala LPND dan Para Gubernur, Bupati dan Walikota di KTI untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna terlaksananya percepatan pembangunan KTI dengan berpedoman pada Kebijakan dan Strategi Nasional Percepatan Pembangunan KTI.); (2) dilaksanakannya penanganan beberapa wilayah tertinggal di sejumlah daerah melalui skim pengembangan permukiman transmigrasi seluas 65.338 hektar dan melalui program-program fasilitasi pemerintah pusat lainnya; (3) tersedianya data dan informasi wilayah dan kabupaten yang relatif tertinggal; dan (4) terjalinnya koordinasi dan komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat, khususnya pengusaha dan kalangan perguruan tinggi, dalam pelaksanaan pengembangan KTI.

Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program pengembangan wilayah perbatasan antara lain: (1) terlaksananya beberapa perjanjian dan kesepakatan penanganan perbatasan dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea, dan Timor Leste, Pilipina dan Australia; (2) tersusunnya data, informasi dan peta tentang garis batas dan pulau-pulau terluar di wilayah perbatasan; (3) dilaksanakannya pengembangan beberapa pulau-pulau kecil terluar yang strategis; (4) terlaksananya kerjasama ekonomi melalui penanaman modal dengan negara tetangga dalam pengembangan kawasan khusus di beberapa kabupaten di Propinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur dalam kerangka Sosek Malindo.

Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program percepatan penanganan khusus daerah NAD dan Papua adalah diberlakukannya berbagai peraturan daerah (qanun) yang mendasari pelaksanaan otonomi khusus dan pemberlakuan keistimewaan Aceh, seperti pemberlakuan Syariah Islam secara khaffah. Penanganan khusus daerah Papua dilakukan dengan memekarkan Propinsi Papua dan beberapa kabupaten dan kota untuk memudahkan masyarakat memperoleh pelayanan dari pemerintah. Di Propinsi Maluku dan Maluku Utara serta daerah-daerah lain yang pernah mengalami kerusuhan sosial, kemajuan yang dicapai antara lain adalah semakin membaiknya kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sehingga status darurat sipil dan tertib sipil dapat dicabut.

Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program pembangunan perdesaan antara lain: (1) terlaksananya berbagai pembangunan prasarana dan sarana penunjang sosial ekonomi masyarakat di 33.426 desa; (2) terfasilitasinya usaha ekonomi produktif berbasis kelompok masyarakat di 30.096 desa; (3) terselenggaranya kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas dalam bentuk pelatihan di antaranya melalui program pengembangan kecamatan (PPK), program

IX – 7

pengembangan prasarana perdesaan (P2D), program pemberdayaan masyarakat untuk pembangunan desa (PMPD), dan introduksi teknologi tepat guna; (4) terselenggaranya pemantapan lembaga pemerintahan desa dalam bentuk lembaga perwakilan (Badan Perwakilan Desa) dan lembaga partisipasi masyarakat (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau sebutan lain); (5) teridentifikasinya lokasi desa pusat pertumbuhan dan tertinggal di 29 propinsi yang membutuhkan pembangunan prasarana dan sarana dengan kategori penanganan yang berbeda-beda; (6) teridentifikasinya lokasi pengembangan kawasan agribisnis berbasis tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan perkebunan.

Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program pembangunan perkotaan antara lain: (1) terlaksananya program penanggulangan kemiskinan di perkotaan melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat yang mencakup 2.625 kelurahan di Pulau Jawa, dan persiapan pelaksanaan pada 1.210 kelurahan di luar Jawa; (2) terlaksananya berbagai macam program pembangunan prasarana dan sarana perkotaan terpadu yang mencakup lebih dari 150 kota di Indonesia; (3) terbentuknya mekanisme penyediaan kredit mikro di 1.298 kelurahan; (4) terehabilitasinya lingkungan permukiman kumuh seluas 30.982 hektar; (5) terlaksananya program pengembangan kawasan agropolitan di 29 propinsi di luar DKI Jakarta; (6) tersusunnya RPP tentang Pengelolaan Kawasan Perkotaan; (7) terlaksananya fasilitasi peningkatan kapasitas pengelolaan perkotaan dan penerapan tata pemerintahan yang baik di 30 kabupaten dan kota melalui program dasar pembangunan perkotaan (PDPP), 48 kabupaten/kota melalui inovasi manajemen perkotaan, 13 kota melalui breakthrough urban initiative for local development (BUILD), 9 kota melalui city development strategy, serta 9 kota/kabupaten melalui urban quality.

Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program pembangunan perumahan antara lain: (1) telah terlaksananya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan, penyusunan dan keterpaduan program secara lintas sektoral dalam wadah Badan Kebijaksanaan Pengembangan dan Pembangunan Perumahan dan Permukiman (BKP4N), (2) terlaksananya sosialisasi tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan perumahan dan permukiman di daerah, (3) terselesaikannya Undang-undang Bangunan Gedung; (4) terealisasikannya bantuan pembiayaan melalui skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi untuk Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (RS/RSS) sebanyak 246.060 unit rumah; (5) terlaksananya kegiatan perumahan swadaya sebanyak 35.778 unit; (6) tersedianya prasarana dan sarana lingkungan permukiman sehat, aman, dan teratur bagi 70.802 unit; (7) terbangunnya rumah susun sederhana sewa (rusunawa) sebanyak 3.212 unit; (8) terlaksananya revitalisasi kawasan permukiman pada 8 kawasan; (9) terlaksananya perbaikan dan penataan kembali lingkungan permukiman tradisional pada 59 kawasan di 14 propinsi; (10) terlaksananya pengembangan kawasan siap bangun (kasiba)/lingkungan siap bangun (Lisiba) pada 37 kawasan di 14 propinsi, dan kasiba dan lisiba berdiri sendiri (Lisiba-BS) di Medan dan Surabaya; (11) tertanganinya kawasan permukiman kumuh seluas 1.734 hektar; (12) terlaksananya penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial sebanyak 11.069 unit rumah di 9 propinsi; (13) terlaksananya pengembangan prasarana dan sarana lingkungan permukiman pada kawasan terpilih pusat pengembangan desa (KTP2D) pada 116 kawasan di 30 propinsi; (14) terlaksananya dukungan prasarana dan sarana perumahan dan permukiman pada 9 kawasan perbatasan dan 21 pulau-pulau kecil di 21 propinsi; (15) terealisasinya penguatan kelembagaan pengawasan konstruksi dan

IX – 8

keselamatan bangunan serta informasi perumahan; (16) terealisasinya sosialisasi undang-undang dan NSPM.

Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program pembangunan permukiman antara lain: (1) terlayaninya air bersih untuk kawasan kumuh dan nelayan rawan air di 650 kelurahan/desa di 269 kabupaten/kota yang menjangkau 1.750.000 jiwa; (2) bertambahnya kapasitas 1.500 liter/detik di sekitar 99 kota yang dapat melayani 1,65 juta jiwa; (3) terealisasinya penyiapan prasarana dan sarana air bersih di 169 kota/kabupaten di 22 propinsi untuk mengantisipasi kekeringan; (4) terbangunnya saluran drainase sepanjang 51.580 meter sehingga mengurangi daerah genangan air di 32 kabupaten/kota; (5) meningkatnya kualitas penanganan sampah di 91 kabupaten/kota; (6) tertanganinya sektor air limbah di 59 kabupaten/kota baik sistem terpusat maupun komunal/setempat dan peningkatan pengelolaan air limbah skala kota (sewerage system) pada kawasan padat penduduk di 1 (satu) kota besar/metropolitan; (7) berkurangnya daerah genangan melalui penanganan sistem drainase primer pada 49 kota; (8) terealisasinya penyiapan rencana induk sistem drainase di 32 kota.

Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program penataan ruang adalah: (1) disesuaikannya UU No. 24 Tahun 1992 dengan UU No. 22 Tahun 1999; (2) ditetapkannya PP No. 10 Tahun 2000 tentang Ketelitian Peta; (3) tersampaikannya dua naskah RPP kepada Setkab yaitu RPP Penatagunaan Tanah dan RPP Pengelolaan Kawasan Perkotaan; (4) terumuskannya kebijakan dan strategi nasional penataan ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil; (5) disusunnya dua naskah materi teknis RUU Penataan Ruang Lautan di Luar Wilayah Propinsi, Kabupaten, dan Kota dan Penataan Ruang Udara di Luar Wilayah Propinsi, Kabupaten, dan Kota; (6) disusunnya tujuh materi teknis untuk naskah RPP Penataan Ruang Kawasan Perdesaan, Kawasan Tertentu, Pola Pengelolaan Tata Guna Sumberdaya Lainnya, Pola Pengelolaan Tata Guna Air, Pola Pengelolaan Tata Guna Udara, Perencanaan Tata Ruang serta Kriteria Tata Cara Peninjauan Kembali dan atau Penyempurnaan RTRWN, RTRWP dan RTRWK, dan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Pertahanan; (7) terlaksananya peninjauan kembali PP No. 47 Tahun 1997 tentang RTRWN disesuaikan dengan perkembangan terakhir; (8) disempurnakannya naskah perundang-undangan yang mengatur Penataan Ruang Wilayah Jawa-Bali; (9) disusunnya lima materi teknis koordinasi pembangunan antar propinsi: Penataan Ruang Pulau Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Nusa Tenggara, Maluku-Maluku Utara, dan Papua; (10) disempurnakannya Keppres Penataan Ruang Kawasan Jabodetabek-Punjur dan Keppres No. 62 Tahun 2000 tentang Koordinasi Tata Ruang Nasional; (11) terselenggaranya konsultasi publik dengan lembaga legislatif dan masyarakat dalam penyusunan peraturan perundangan; (12) ditingkatkannya kapasitas aparat daerah antara lain melalui fasilitasi penyusunan RTRWP, pelatihan tata ruang untuk pemerintah daerah dan anggota legislatif, perumusan kriteria dan pedoman untuk penataan ruang, dan penyusunan basis data penataan ruang nasional dan pulau; (13) terlaksananya koordinasi dan konsultasi dalam forum BKTRN, TKPRD dan penyusunan RTR lintas batas administrasi.

Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program pengelolaan pertanahan selama periode 2000-2002 antara lain: (1) tersusunnya 5 (lima) rancangan peraturan perundang-undangan termasuk penyempurnaan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA); (2) diterbitkannya 862.490 sertifikat hak atas tanah; (3) tersusunnya 6 (enam) paket sistem dokumentasi hukum pertanahan; (4) tersusunnya model pengendalian pertanahan dan pemberdayaan

IX – 9

masyarakat; (5) dibuatnya 228.200 Ha peta dasar pendaftaran tanah; (6) dikembangkannya sistem informasi pertanahan di 15 Kanwil BPN propinsi, STPN, dan 38 Kantor Pertanahan Kab./Kota; (7) dipetakannya penggunaan 54.580.000 Ha tanah; (8) dipetakannya kemampuan 8.351.000 Ha tanah; (9) terlaksananya bimbingan dan pengendalian penggunaan 197.490 Ha tanah; (10) terdatanya penguasaan dan pemilikan tanah perdesaan di 231 kecamatan, dan perkotaan di 177 kelurahan; (11) identifikasi dan penegasan 4.115 bidang tanah negara; (12) diselesaikannya 5.808 kasus pertanahan; (13) terlaksananya konsolidasi 12.821 bidang tanah; dan (14) terlaksananya redistribusi 22.900 bidang tanah.

Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan antara lain adalah: (1) terselesaikannya dokumen interim strategi penanggulangan kemiskinan (IPRSP); (2) tersusunnya panduan pengarusutamaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan tahun 2003-2004. Panduan ini digunakan sebagai alat untuk menjalankan fungsi penajaman dan sinkronisasi program-program penanggulangan kemiskinan; (3) terselenggaranya pertemuan koordinasi lintar sektor secara intensif untuk mempertajam targeting dan delivery system program-program tahun 2003-3004; (4) tersusunnya profil dan peta kemiskinan untuk mendukung perencanaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan penanggulangan kemiskinan; (5) terlaksananya pengkajian kebijakan makro yang mempunyai dampak dan implikasi kepada penurunan kemiskinan; (6) terlaksananya pengkajian penanggulangan kemiskinan secara partisipatif baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan; (7) terselenggaranya kerjasama komite penanggulangan kemiskinan (KPK) dengan perbankan dalam rangka mobilisasi sumberdaya anggaran non APBN termasuk pengaturan skema pembiayaan usaha berskala mikro yang dapat langsung dimanfaatkan oleh kelompok miskin yang memiliki potensi usaha; (8) digunakannya instrumen kebijakan termasuk kerangka hukum dan regulasi untuk menciptakan dan mendorong iklim yang kondusif bagi partisipasi semua pihak dalam mengatasi masalah kemiskinan.

Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat adalah: (1) terlaksananya program-program pemberdayaan masyarakat meliputi: program pengembangan kecamatan (PPK) di 957 kecamatan; program pengembangan perdesaan (P2D) di 250 kecamatan; program pengembangan ekonomi lokal di 37 kabupaten/kota, di 6 propinsi; (2) dikembangkan dan dimutakhirkannya basis data perencanaan kerjasama pembangunan sektoral dan daerah untuk pemberdayaan masyarakat meliputi sistem informasi perencanaan partisipatif dan pengembangan ekonomi lokal, indeks pemberdayaan masyarakat dan profil kecamatan ; (3) tersusunnya rancangan awal identifikasi dan analisis regulasi dan kebijakan pembangunan sektoral dan daerah yang ditujukan bagi pemberdayaan masyarakat ; (4) tersusunnya model kemitraan untuk penguatan kelembagaan ekonomi lokal dengan penekanan pada proses peningkatan peran dan inisiatif-inisiatif masyarakat lokal dalam pengembangan kegiatan ekonomi dan peningkatan produktivitas (handbook of local economic development).

Sasaran Pembangunan Daerah Tahun 2004 Sasaran pengembangan otonomi daerah adalah: (1) penyediaan SDM aparatur

daerah yang berkualitas dalam pelayanan publik dan pelaksanaan tugas pemerintahan; (2) meningkatnya fungsi pemerintah propinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah; (3) penyusunan organisasi pemerintahan daerah yang

IX – 10

efisien; (4) meningkatnya peran badan perencanaan pembangunan daerah; (5) penegakan hukum, bebas KKN, dan peningkatan kepemerintahan yang baik, serta peningkatan iklim investasi di daerah; (6) penjalinan hubungan yang selaras dan serasi antar peningkatan administrasi dan pelayanan lembaga pemerintahan baik secara vertikal maupun horisontal; (7) meningkatnya peran masyarakat dan organisasi non pemerintah sebagai mitra pemerintahan dalam proses perumusan kebijakan, perencanaan, pemantauan, dan penanganan pengaduan masyarakat; (8) meningkatnya kemampuan DPRD dalam melakukan analisa kebijakan dan komunikasi politik; (9) berkembangnya mekanisme pembiayaan dan akuntansi, pengelolaan keuangan daerah yang berbasis kinerja; (10) harmonisnya berbagai peraturan perundang-undangan sebagai peraturan pelaksana dari UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan perundang-undangan lain menyangkut pelayanan masyarakat, strata pemerintahan, masalah kewilayahan, masalah kependudukan, masalah organisasi kemasyarakatan.

Sasaran pokok pengembangan wilayah adalah: (1) berkurangnya kesenjangan antardaerah, melalui dipercepatnya pengembangan KTI dan kawasan tertinggal lainnya sehingga dapat mendekati perkembangan kawasan-kawasan yang lebih maju; (2) berkurangnya kemiskinan dan meningkatnya kesempatan kerja di daerah; (3) terselenggaranya kegiatan ekonomi wilayah dan industrialisasi perdesaan dengan dukungan sektor agribisnis berbasis kegiatan agraris dan maritim; (4) terselenggaranya kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan perkotaan dan perdesaan secara lebih terkoordinasi dan efektif melalui berbagai program pengembangan wilayah terpadu dan ketransmigrasian yang berorientasi pada pengembangan ekonomi lokal; serta (5) terciptanya keamanan dalam mendukung iklim berinvestasi. Sasaran pengembangan wilayah lainnya adalah: (1) meningkatnya kualitas SDM yang berdaya saing dan berjiwa kewirausahaan di berbagai sektor dan bidang pembangunan, berbagai tatanan pemerintahan, dan berbagai pelaku pembangunan ekonomi; (2) menguatnya peran dan struktur kelembagaan sosial dan ekonomi dalam pengelolaan kegiatan ekonomi wilayah di daerah; (3) meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana ekonomi wilayah di wilayah-wilayah tertinggal, perbatasan, wilayah strategis dan cepat tumbuh; (4) meningkatnya koordinasi dan sinkronisasi antarsektor, kerja sama antara pemerintah-masyarakat-swasta, dan kerjasama dengan negara tetangga di bidang politik dan keamanan, perekonomian, dan pengelolaan SDA dan lingkungan; (5) meningkatnya upaya-upaya penciptaan iklim usaha investasi, antara lain melalui berbagai kebijakan dan sinkronisasi berbagai peraturan serta perundangan.

Sasaran pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh adalah: (1) meningkatnya perkembangan wilayah-wilayah cepat tumbuh sehingga dapat mendorong perkembangan wilayah sekitarnya; (2) meningkatnya koordinasi dan sinkronisasi antar sektor, antar strata pemerintahan dan antar daerah dalam mendukung pengembangan ekonomi daerah; (3) meningkatnya kerjasama antara pemerintah-masyarakat-swasta dalam pembangunan potensi daerah melalui pengoptimalan peran swasta dan masyarakat; (4) terselenggaranya kerjasama antarnegara melalui Kerja Sama Ekonomi Subregional BIMP-EGA, IMT-GT, IMS-GT, dan AIDA; (5) terbukanya kesempatan bagi pelaku usaha di daerah untuk memperoleh kemudahan dalam mengakses modal, teknologi, pemasaran, pelayanan perbankan, peluang usaha dan kerjasama investasi; (6) meningkatnya kualitas dan kemampuan SDM pelaku pengembangan kawasan dan pengelola ekonomi daerah beserta penguatan kelembagaan pengelolaannya; (7) terbangunnya data dan

IX – 11

informasi mengenai potensi kawasan dan pemasaran produk yang mendukung pengembangan investasi komoditi dan sektor unggulan daerah; dan (8) meningkatnya perkembangan dan keterpaduan pembangunan sarana dan prasarana fisik dan ekonomi di wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh. Sementara sasaran pengembangan kawasan strategis berskala nasional: (1) dikembangkannya Sabang sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas secara optimal dalam mendukung pertumbuhan ekonmi wilayah; (2) diberlakukannya berbagai kebijakan dan insentif fiskal dan moneter di beberapa kawasan lain, khususnya di KTI, untuk menarik investasi dunia usaha baik domestik maupun asing.

Sasaran pengembangan wilayah tertinggal adalah: (1) terlaksananya pengembangan wilayah tertinggal di wilayah pedalaman, pulau-pulau kecil dan di kawasan konservasi alam; (2) tersedianya pola pendanaan alokasi khusus untuk pengembangan wilayah tertinggal berdasarkan kriteria yang tepat, jelas dan transparan; (3) meningkatnya koordinasi dan sinkronisasi antarsektor dan kerjasama antara pemerintah – masyarakat - swasta dalam pengembangan wilayah tertinggal sehingga terjamin kesinambungan program; (4) meningkatnya peran serta aktif pihak swasta dan masyarakat dalam pengembangan wilayah tertinggal; (5) terbentuknya jaringan kerjasama antara lembaga non pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengembangan wilayah tertinggal melalui penyediaan tenaga pendamping.

Untuk pemercepatan pengembangan KTI, Presiden telah menetapkan Instruksi Presiden RI No. 7 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Pemercepatan pengembangan KTI adalah untuk mewujudkan KTI sebagai kawasan yang maju, berkelanjutan, mempunyai kesetaraan akses ekonomi dan keberdayaan antar kawasan serta menjadi bagian tatanan global dalam kerangka NKRI.

Sasaran pengembangan wilayah perbatasan adalah: (1) tertatanya garis batas negara di beberapa bagian wilayah perbatasan; (2) terlaksananya kebijakan terpadu tentang pengelolaan kawasan hutan produksi dan taman nasional di kawasan perbatasan; (3) tercapainya kesepakatan dengan negara tetangga mengenai penetapan garis perbatasan; (4) terbangunnya beberapa pos pelintas batas dan sarana pemeriksaan lintas batas lainnya di beberapa wilayah; (5) terselenggarakannya pengembangan wilayah perbatasan termasuk di pulau-pulau terluar sehingga dapat mendorong perekonomian wilayah, politik dan keamanan negara; (6) terbangunnya prasarana wilayah, perhubungan dan telekomunikasi di wilayah-wilayah perbatasan yang berpotensi dan yang memerlukan penanganan tertentu; (7) terselenggaranya kerjasama ekonomi antara beberapa pemerintah daerah di Kalimantan dan Negara Bagian Serawak dan Sabah; (8) tercapainya kesepakatan tentang perbatasan secara bilateral dengan negara tetangga; dan (9) bertambahnya data, peta dan informasi penting lainnya mengenai wilayah perbatasan.

Sasaran penanganan khusus daerah NAD adalah semakin bertambahnya wilayah-wilayah damai dengan atau tanpa difasilitasi pihak luar negeri sehingga masyarakat dapat kembali melaksanakan kehidupannya secara nyaman dan lancar serta terlaksanya tujuan penetapan otonomi khusus. Sasaran percepatan pembangunan Papua adalah meningkatnya kesejahteraan rakyat Papua melalui pelaksanaan UU otonomi khusus serta pemekaran wilayah secara bertahap. Sasaran penanganan khusus daerah Maluku, dan Maluku Utara adalah pulihnya kehidupan masyarakat dengan berfungsinya kembali prasarana dan sarana sosial, ekonomi dan wilayah.

IX – 12

Sasaran pembangunan perdesaan adalah: (1) berkembangnya lembaga sosial dan ekonomi masyarakat desa yang dapat meningkatkan kehidupan sosial, ekonomi dan politik; (2) meningkatnya aksesibilitas wilayah perdesaan; (3) meningkatnya pelayanan dasar dan sosial; (4) menguatnya keterkaitan antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan; (5) meningkatnya kegiatan usaha ekonomi produktif masyarakat; (6) tersedianya lapangan kerja baru; (7) berkembangnya sistem agribisnis dan ketahanan pangan yang terkait dengan pengembangan regional; (8) meningkatnya pemerataan dan akses terhadap sumber daya produksi; (9) terjaganya kelestarian SDA; (10) berkurangnya jumlah penduduk miskin di perdesaan; (11) meningkatnya modal sosial; (12) menguatnya fungsi kelembagaan formal dan informal dalam memfasilitasi partisipasi masyarakat terutama partisipasi perempuan dalam pembangunan perdesaan; dan (13) meningkatnya pemanfaatan teknologi tepat guna.

Sasaran pembangunan perkotaan adalah: (1) meningkatnya kapasitas pengelolaan perkotaan; (2) meningkatnya kinerja pelayanan publik dan kualitas hidup di perkotaan; (3) meningkatnya penerapan pendekatan wilayah dalam pembangunan perkotaan; (4) meningkatnya upaya penanggulangan kemiskinan di perkotaan; (5) tersusunnya instrumen kerjasama antar kota dan daerah dalam pengelolaan perkotaan; serta (6) tersusunnya rumusan pola pengelolaan sektor ekonomi informal.

Sasaran dan arah kebijakan pengembangan perumahan adalah: (1) meningkatnya kualitas kelembagaan di bidang perumahan pada semua tingkat pemerintahan; (2) meningkatnya kualitas pasar primer perumahan melalui penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang investasi, pertanahan, perbankan, dan perdata; (3) terciptanya sumber pembiayaan perumahan jangka panjang melalui pembentukan fasilitas pembiayaan perumahan jangka panjang melalui pendirian secondary mortgage facility (SMF) dan secondary mortgage market (SMM), serta inovasi dan rekayasa keuangan (financial engineering); (4) terbentuknya sistem subsidi perumahan sebagai fasilitasi bantuan kepemilikan dan atau hunian yang transparan, tepat sasaran, accountable dan efektif; (5) meningkatnya peran fasilitasi pemerintah dalam meningkatkan peranan swasta dan masyarakat dalam penyediaan perumahan dan permukiman; (6) terwujudnya sinergi kebijakan dan keterpaduan program pembangunan perumahan dan tata ruang; (7) pengembangan perumahan skala besar melalui kasiba/lisiba termasuk pengaturan sistem penyediaan tanah, khususnya bagi masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah dalam upaya pemenuhan kebutuhan perumahan; (8) pengembangan perumahan yang bertumpu pada keswadayaan masyarakat melalui penyediaan akses sumber daya kunci di bidang perumahan dan permukiman; (9) terciptanya lingkungan yang sehat, tertib dan teratur dilengkapi dengan sarana lingkungan yang cukup; (10) peningkatan peran pemerintah daerah dalam penyediaan perumahan bagi warganya; (11) penyusunan action plan dan investment plan di bidang perumahan untuk mencapai sasaran millenium development goals (MDGs) yaitu peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh perkotaan.

Sasaran dan arah kebijakan pengembangan permukiman adalah: (1) terevisinya peraturan perundang-undangan dalam bidang air minum dan sanitasi, baik yang terkait dengan teknis, kelembagaan, pembiayaan, kerjasama dengan badan usaha swasta/masyarakat, standar kesehatan air minum, dan tarif; (2) terlaksananya penyediaan prasarana dan sarana air bersih yang didasarkan kepada kebutuhan masyarakat (demand responsive approach); (3) meningkatnya kemampuan teknis

IX – 13

dan pengelolaan PDAM menuju profesionalisme korporasi serta pemisahan secara tegas antara fungsi operator dan regulator pada pembangunan dan pengelolaan air minum; (4) tersusunnya struktur tarif air minum berdasarkan prinsip pemulihan biaya investasi dan operasi (full cost recovery), social equity, kelangsungan pelayanan air minum (conservation cost); serta (5) meningkatnya efisiensi pengelolaan PDAM untuk memperkuat cash generation melalui penurunan kebocoran teknis dan administratif; (6) meningkatnya pengelolaan keuangan PDAM melalui perbaikan sistem akuntansi PDAM, sistem audit PDAM, dan pengembangan sistem rating terhadap PDAM; (7) meningkatnya partisipasi dunia usaha dan masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan air minum melalui pemberian iklim usaha yang kondusif, pemberian peraturan perundang-undangan yang jelas dan transparan dan mudah dimengerti serta law enforcement yang berkeadilan; (8) terlaksananya pendidikan serta kampanye perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang berkelanjutan bagi masyarakat perdesaan melalui pemberdayaan masyarakat perdesaan (community empowerment); (9) terlaksananya bantuan teknis dan pelatihan teknis bagi masyarakat perdesaan dalam pengelolaan, operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana air minum serta bantuan teknis dalam pengelolaan (management) air minum; (10) tersusunnya action plan dan investment plan di bidang air minum untuk mencapai sasaran pelayanan ‘safe drinking water’ bagi 50 persen penduduk Indonesia yang saat ini belum mempunyai kemudahan terhadap ‘safe drinking water’ sebagai upaya mencapai target sebagaimana dicanangkan pada Johannesburg Summit 2002.

Sasaran bidang penataan ruang pada tahun 2004 adalah: (1) tersusunnya peraturan penjelasan UU No. 24 Tahun 1992 yang efektif dengan metode partisipatif; (2) tercapainya konsistensi pelaksanaan rencana tata ruang baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kabupaten/kota; (3) meningkatnya kapasitas aparat pelaksana di daerah; (4) terciptanya pelayanan infromasi kepada masyarakat secara efektif untuk meningkatkan partisipasi masyarakat; (5) terwujudnya pemantapan koordinasi dan konsultasi antar pihak.

Sasaran bidang pertanahan pada tahun 2004 adalah: (1) tersusunnya dan tersempurnakannya peraturan perundangan-undangan; (2) tersusunnya sistem informasi dokumentasi hukum pertanahan; (3) meningkatnya penyuluhan hukum dan kebijakan pertanahan; (4) meningkatnya penerbitan sertifikat hak atas tanah; (5) meningkatnya pembuatan peta dasar pendaftaran tanah; (6) meningkatnya pemetaan/revisi penggunaan tanah dan kemampuan tanah; (7) terdatanya penguasaan dan pemilikan tanah; (8) terlaksananya identifikasi dan kegiatan penegasan tanah negara; (9) meningkatnya penyelesaian kasus pertanahan sesuai dengan skala prioritas permasalahannya, (10) penataan kembali bidang-bidang tanah; (11) terlaksananya konsolidasi dan redistribusi tanah; (12) meningkatnya inventarisasi tanah HGU dan HPL serta pendayaangunaannya; (13) meningkatnya pengendalian penggunaan tanah; (14) pemantapan kelembagaan baik di pusat dan daerah; (15) meningkatnya sistem informasi pertanahan; dan (16) meningkatnya inventarisasi dan registrasi penguasaan pemilikan penggunaan dan pemanfaatan tanah.

Sasaran penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat adalah: (1) tersusunnya dokumen strategi penanggulangan kemiskinan jangka menengah dan panjang (PRSP); (2) terumuskannya kebijakan/regulasi yang menciptakan iklim yang kondusif bagi penanggulangan kemiskinan; (3) terlaksananya penyamaan persepsi melalui langkah-langkah nyata mainstreaming yang telah disusun dalam panduan mainstreaming kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang meliputi

IX – 14

langkah-langkah untuk menjaga konsistensi antara permasalahan kemiskinan, strategi, kebijakan, program dan operasionalisasinya; (4) terbukanya akses, sumberdaya ekonomi, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, dan berkurangnya kondisi kemiskinan yang dialami sebagian masyarakat; (5) tercapainya pendistribusian wewenang dan sumberdaya yang lebih merata kepada kelompok yang lemah; (6) berkurangnya kesenjangan keberdayaan antar daerah dan meningkatnya kesejahteraan antar kelompok masyarakat; (7) meningkatnya kolaborasi/kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan usaha swasta dalam penyediaan pelayanan publik untuk memberdayakan masyarakat; (8) pelaksanaan sistem targeting yang lebih tepat sasaran, serta sistem penyampaian yang tepat waktu dan mudah diterima sasaran.

B. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN

1. Melaksanakan Konsolidasi Perwujudan Otonomi Daerah

Tahun 2004 merupakan tahap konsolidasi dari proses desentralisasi dan otonomi daerah. Dengan latar belakang tantangan dan kendala tersebut di atas, kebijakan yang akan dilakukan pada tahun 2004 adalah sebagai berikut:

1.1 Program Peningkatan Kapasitas Aparat Pemerintah Daerah Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan aparat pemerintah

daerah dalam melaksanakan fungsi pelayanan publik yang baik dan fungsi kepemerintahan dalam kerangka mewujudkan pemerintahan yang baik.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) penyusunan pedoman pengelolaan SDM aparatur daerah melalui penyediaan sistem informasi, instrument analisis, dan sistem penghargaan dan penghukuman; (2) fasilitasi penyelenggaraan diklat kepada lembaga diklat daerah dalam bentuk penyusunan pedoman, standar, dan manual antara lain standar kompetensi aparatur daerah; (3) pelaksanaan bimbingan teknis dan fungsional aparatur daerah dan asosiasi daerah, terutama untuk aparatur di daerah-daerah pemekaran baru, perbatasan, daerah miskin, dan daerah yang sumberdaya alamnya terbatas, serta daerah pasca konflik untuk peningkatan kualitas dan kuantitas SDM yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme dan mampu mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance); (4) mengembangkan pelayanan sistem informasi pengaduan masyarakat; dan (5) penyiapan dan evaluasi kerangka kebijakan pelatihan nasional SDM aparatur daerah.

1.2 Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintahan Daerah

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja lembaga-lembaga pemerintah daerah melalui penataan organisasi dan hubungan kerja sehingga hubungan kerja dan fungsi antar lembaga di daerah maupun dengan pusat dapat berjalan harmonis, memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat, dan tidak membebani kemampuan keuangan daerah.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) menata dan memantapkan struktur kelembagaan dan manajemen pemerintah daerah terutama yang dapat meningkatkan kredibilitas kelembagaan menjadi bebas korupsi, kolusi,

IX – 15

dan nepotisme guna mendukung perwujudan pemerintahan yang baik (good governance); (2) mengembangkan hubungan kerja lembaga di lingkungan pemerintah daerah secara horizontal dan vertikal serta antara pemerintah daerah dengan masyarakat; (3) melaksanakan evaluasi kelembagaan yang dikembangkan dalam rangka penyesuaian-penyesuaian untuk dukungan kepentingan kebijakan nasional dalam kerangka NKRI; (4) meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah; dan (5) menyusun standar operasional kerja masing-masing unit pemerintah daerah dan standar pelayanan minimum.

1.3 Program Penataan Pengelolaan Keuangan Daerah Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan

keuangan daerah yang berbasis kinerja dan meningkatkan kapasitas keuangan daerah secara mandiri dan berkesinambungan tanpa menyebabkan ekonomi biaya tinggi.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) menyusun manual keuangan daerah berbasis kinerja terutama untuk meningkatkan pengelolaan keuangan daerah secara baik, transparan, dan bebas KKN; (2) mengembangkan pedoman dan menganalisis kapasitas dalam penyusunan rencana peningkatan pendapatan daerah; (3) merestrukturisasi pengelolaan BUMD dan unit usaha daerah lainnya yang menjadi sumber pendapatan daerah; (4) menata pengelolaan keuangan daerah yang lebih akuntabel sesuai dengan prinsip good governance; (5) memperbaiki berbagai instrumen pengelolaan keuangan daerah yang berkaitan dengan perencanaan anggaran, pengelolaan aset daerah, sistem akuntansi dan informasi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran daerah dan instrumen penganggaran serta pengawasan keuangan yang transparan dan bertanggung jawab; dan (6) menyusun mekanisme tindak lanjut pinjaman daerah, sumber pinjaman, dan penerbitan obligasi daerah.

1.4 Program Penguatan Lembaga Non Pemerintah Program ini bertujuan untuk meningkatkan peran masyarakat dan lembaga-

lembaga non-pemerintah sebagai mitra kerja dalam rangka mencapai pelayanan masyarakat dan fungsi pemerintah yang baik.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) menguatkan lembaga non pemerintah; (2) meningkatkan sistem komunikasi dan informasi program-program pembangunan; (3) meningkatkan kemampuan teknis anggota DPRD; (4) mensosialisasikan berbagai produk hukum kepada LSM; (5) mengembangkan model komunikasi lintas pelaku dalam perumusan kebijakan publik (good governance); (6) mengembangkan kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga lainnya dalam rangka analisis kebijakan publik.

2. Meningkatkan Pengembangan Potensi Wilayah

2.1 Program Peningkatan Ekonomi Wilayah Program ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan pertumbuhan ekonomi

antar wilayah, baik kesenjangan antara kawasan barat Indonesia dan kawasan timur Indonesia, antara perkotaan dan perdesaan, maupun kesenjangan pendapatan per kapita dalam suatu wilayah. Selain itu program peningkatan ekonomi wilayah ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah melalui peningkatan keunggulan komparatif dan kompetitif daerah, peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap faktor-faktor produksi, peningkatan kemampuan kelembagaan ekonomi

IX – 16

lokal, serta penciptaan iklim yang mendukung investor di daerah dan menjamin berlangsungnya produktivitas dan kegiatan usaha masyarakat dan penyerapan tenaga kerja.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) menyiapkan sarana dan prasarana serta mengembangkan keterpaduan jaringan dan pengelolaan sarana dan prasarana ekonomi wilayah, termasuk kawasan transmigrasi; (2) mengembangkan sistem informasi pengembangan ekonomi wilayah, dalam bentuk basis data maupun jaringan promosi dan publikasi; (3) meningkatkan koordinasi dalam penyediaan akses bagi daerah dan masyarakat lokal untuk mendapatkan modal, alih teknologi, manajemen produksi, dan pemasaran; (4) meningkatkan kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam dan luar negeri untuk pengembangan kawasan, termasuk menyediakan informasi terpadu kemitraan di bidang agribisnis dan agroindustri di kawasan transmigrasi; (5) mengembangkan kelembagaan dan pola kemitraan antar pelaku ekonomi; (6) mengembangkan area produksi baru dan optimalisasi area yang kurang produktif; (7) mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan baru; (8) menumbuhkembangkan potensi ekonomi perdesaan; (9) meningkatkan aksesibilitas antar daerah; (10) mengembangkan SDM untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja melalui pengembangan pendidikan dan pelatihan serta pemerataan pelayanan kesehatan; (11) mengembangkan ekonomi dan pengelolaan SDA sesuai dengan spesialisasi sektor-sektor ekonomi produktif dan unggulan dari wilayah yang bersangkutan terutama pada kawasan-kawasan yang berpotensi untuk cepat tumbuh seperti KAPET, kawasan andalan, kawasan pembangunan strategis, termasuk kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas Sabang; dan (12) mengembangkan kelembagaan melalui penguatan kelembagaan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga seperti kerjasama ekonomi sub-regional, badan pengelola KAPET, dewan maritim, dewan ketahanan pangan, komite penanggulangan kemiskinan, dan forum kerjasama antar daerah.

2.2 Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh Program ini bertujuan untuk: (1) mendorong percepatan pertumbuhan

wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah di sekitarnya; (2) mendorong pengembangan produk unggulan daerah yang secara langsung meningkatkan pendapatan masyarakat secara adil; (3) membantu kesiapan seluruh pelaku pembangunan ekonomi daerah dalam menghadapi dampak globalisasi dengan diterapkannya perjanjian AFTA dan APEC 2010; dan (4) mendorong terjadinya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerjasama antarsektor, antar strata pemerintahan, dan antardaerah, dalam mendukung pengembangan peluang berusaha dan investasi di daerah.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) memfasilitasi pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh antara lain melalui pemberian bantuan teknis, pembinaan, penyediaan prasarana dasar, pengembangan skim transmigrasi, pengkajian; (2) mendorong penyelenggaraan forum-forum peningkatan koordinasi dan sinkronisasi antarprogram dan antarinstansi dalam kerangka kerjasama dan kemitraan antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat luas; (3) membantu pengembangan jaringan perdagangan antardaerah dan antarnegara, dengan kerjasama ekonomi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, dan antarnegara, seperti IMT-GT, IMS-GT, BIMP-EAGA, AIDA; (4) meningkatkan kualitas SDM dan institusi pengelola pengembangan ekonomi wilayah, serta memfasilitasi peningkatan akses masyarakat dan pengusaha lokal terhadap sumber-

IX – 17

sumber permodalan, pasar, peluang usaha dan minat investasi; (5) mendorong pengembangan sistem dan jaringan data dan informasi serta promosi potensi unggulan daerah; (6) mengembangkan dan menerapkan riset dan teknologi yang antisipatif terhadap kebutuhan pengembangan produk unggulan daerah; (7) memfasilitasi pengembangan jaringan dan peningkatan pelayanan dan pengelolaan sarana dan prasarana fisik dan ekonomi; (8) memfasilitasi penciptaan iklim usaha melalui penyederhanaan perijinan, pemberian insentif, pembuatan peraturan dan standarisasi produk-produk unggulan daerah.

2.3 Program Pembangunan Perdesaan Program pembangunan perdesaan dimaksudkan untuk mewujudkan

pembangunan daerah, memperluas kesempatan kerja, menanggulangi kemiskinan, dan membangun serta memelihara prasarana dan sarana dasar penunjang pembangunan ekonomi.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) membangun prasarana dan sarana sosial ekonomi di perdesaan; (2) menguatkan lembaga dan organisasi ekonomi masyarakat; (3) mengembangkan jaringan produksi dan pemasaran; (4) mengelola pemanfaatan SDA yang berkelanjutan; (5) mengembangkan data dasar profil desa; (6) mempercepat pengembangan prasarana dan sarana perdesaan di desa tertinggal; (7) mengembangkan desa pusat pertumbuhan dan kawasan agropolitan untuk mendukung sistem agribisnis melalui pendekatan urban-rural linkages dan pengembangan ekonomi lokal; (8) menyiapkan penyempurnaan NSPM bidang prasarana dan sarana serta pelayanan dasar perdesaan; (9) menyempurnakan struktur organisasi pemerintahan desa dan organisasi sosial masyarakat; (10) mengembangkan partisipasi masyarakat dalam penataan ruang kawasan perdesaan; (11) mengembangkan industri kecil dan rumah tangga di kawasan perdesaan.

2.4 Program Pembangunan Perkotaan

Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan perkotaan, meningkatkan kualitas hidup di perkotaan, serta menanggulangi kemiskinan di perkotaan.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) meningkatkan penanggulangan kemiskinan di perkotaan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat; (2) mendukung pengembangan kawasan agropolitan; (3) menyempurnakan RPP Pengelolaan Kawasan Perkotaan; (4) menyusun kebijakan dan strategi nasional pengembangan kawasan perkotaan metropolitan yang berkembang pesat; (5) menyiapkan dan menyempurnakan NSPM pelayanan publik serta prasarana dan sarana perkotaan; (6) meningkatkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan perkotaan; (7) mengembangkan fasilitasi penguatan kapasitas aparat pengelolaan kota; (8) meningkatkan kualitas dan pelaksanaan rencana tata ruang kota; (9) merumuskan pola pengelolaan sektor ekonomi informal; (10) meningkatkan produktivitas ekonomi dan budaya kota melalui peningkatan fungsi kawasan, revitalisasi kota; (11) memfungsikan kembali prasarana dan sarana perkotaan yang rusak akibat bencana alam dan kerusuhan sosial; dan (12) mengembangkan sarana dan prasarana perkotaan, terutama di kota-kota kecil dan menengah yang tertinggal.

IX – 18

2.5 Program Pengembangan Perumahan Program ini bertujuan untuk membantu penyediaan rumah yang layak bagi

setiap orang khususnya bagi masyarakat berpendapatan rendah.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah (1) memfasilitasi pembangunan rumah secara swadaya bagi masyarakat berpenghasilan sangat rendah; (2) memfasilitasi penyediaan rumah susun sederhana sewa; (3) memfasilitasi kepemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana; (4) meningkatkan efisiensi pasar perumahan primer dan sekunder; (5) membentuk lembaga pembiayaan perumahan; (6) memperkuat lembaga penyelenggara perumahan; (7) mengembangkan regulasi dan kebijakan insentif fiskal bagi swasta yang berkiprah dalam penyediaan hunian bagi karyawannya; (8) memutakhirkan dan menyusun peraturan, perundangan, norma, pedoman dan standar teknis bangunan dan lingkungan perumahan - permukiman; (9) mengembangkan mekanisme subsidi hunian perumahan bagi masyarakat miskin dan berpendapatan rendah, antara lain melalui subsidi bunga dan/atau subsidi uang muka; (10) menyediakan prasarana dan sarana dasar perumahan - permukiman yang layak huni bagi pengungsi akibat kerusuhan sosial dan bencana alam termasuk transmigrasi; (11) memfasilitasi akses mendapatkan hunian bagi masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah; (12) menata dan meningkatkan kualitas lingkungan permukiman kumuh; (13) memberikan dukungan prasarana dan sarana perumahan dan permukiman untuk penyiapan kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun oleh pemerintah daerah; (14) memfasilitasi terbangunnya lembaga informasi dan komunikasi penyelenggaraan perumahan; (15) meningkatkan koordinasi dan keterpaduan pengembangan kebijakan dan program perumahan; dan (16) memperkuat lembaga pengawasan konstruksi, keselamatan bangunan dan pemadam kebakaran.

2.6 Program Pengembangan Permukiman Program ini bertujuan untuk meningkatkan kehandalan pelayanan prasarana

dan sarana dasar penunjang pembangunan ekonomi serta penunjang kesejahteraan masyarakat dan untuk mendukung penanggulangan kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan dengan penyediaan prasarana dan sarana permukiman.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah (1) meningkatkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana permukiman seperti jalan, air minum, air limbah, drainase dan pengendalian banjir serta persampahan di kota metropolitan, besar, sedang dan kecil; (2) meningkatkan pelayanan air minum dan sanitasi untuk masyarakat miskin, daerah rawan air dan kawasan nelayan; (3) memberikan bantuan teknis peningkatan kualitas pengelolaan PDAM; (4) meningkatkan kemampuan pengelolaan prasarana dan sarana permukiman; (5) revitalisasi kawasan melalui peningkatan pelayanan sarana dan prasarana; (6) mendayagunakan kawasan strategis perkotaan dan perdesaaan; (7) melestarikan bangunan bersejarah dan kawasan tradisional; (8) menyempurnakan norma, standar, dan pedoman teknis prasarana dan sarana permukiman; (9) melaksanakan penguatan lembaga pengawas konstruksi, keselamatan bangunan dan pemadam kebakaran; (10) menerapkan tata lingkungan permukiman melalui pengembangan permukiman skala besar; dan (11) melaksanakan kajian pembentukan lembaga regulasi independen di bidang penyelenggaraan prasarana dan sarana dengan kerjasama pemerintah-swasta.

IX – 19

2.7 Program Pembangunan Wilayah Tertinggal Program ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan Kawasan Timur

Indonesia dan wilayah tertinggal lainnya sehingga dapat mengejar perkembangan wilayah-wilayah lain dengan strategi pemberdayaan masyarakat, khususnya suku terasing, didukung upaya penataan permukiman, pengadaan prasarana dan sarana sosial, ekonomi dan wilayah.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) memfasilitasi pengembangan usaha ekonomi lokal, termasuk sarana pemasarannya yang bertumpu pada pemanfaatan SDA, budaya, adat istiadat, dan kearifan tradisional dengan pemberian bantuan DAK; (2) memfasilitasi pengembangan wilayah tertinggal, khususnya di KTI termasuk di permukiman transmigrasi lama, melalui penyediaan permukiman, sarana dan prasarana dasar, transportasi dan komunikasi; (3) mendorong pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tertinggal melalui pengembangan kegiatan pariwisata bahari dengan basis panorama, budaya lokal dan ekowisata serta berbagai kegiatan lain; (4) memfasilitasi penataan ruang termasuk pemanfaatan potensi wilayah melalui bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi mengenai rencana tata ruang; (5) mengidentifikasi permasalahan sosial, ekonomi, politik dan keamanan di KTI dan wilayah tertinggal lainnya, serta merumuskan strategi pembangunannya.

2.8 Program Pengembangan Daerah Perbatasan Program ini bertujuan untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI dan

menjadikan wilayah perbatasan sebagai halaman depan negara melalui delimitasi dan demarkasi batas, pengamanan wilayah perbatasan dan pembangunan sosial ekonomi wilayah sepanjang perbatasan.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 dibagi dalam 3 kelompok kegiatan, yaitu kelompok kegiatan penetapan garis batas internasional, kelompok kegiatan pengamanan wilayah perbatasan dan kelompok kegiatan pengembangan wilayah perbatasan. Kegiatan pada masing-masing kelompok adalah sebagai berikut. Kelompok kegiatan penetapan garis batas internasional: (1) melaksanakan perundingan dan penetapan batas maritim dengan negara tetangga, pengajuan amandemen alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) kepada IMO, penyelesaian masalah perbatasan; (2) meratifikasi konvensi PBB tentang hukum perjanjian internasional dan batas wilayah antar negara berupa delimitasi dan demarkasi batas dalam bentuk peta dan titik koordinat batas; peningkatan penentuan peta ALKI dan peta lingkungan pantai Indonesia; (3) menyelesaikan garis batas landas kontinen di wilayah perbatasan. Kelompok kegiatan pengamanan wilayah perbatasan: (1) memberi nama geografi, penyusunan RUU tentang batas wilayah kedaulatan NKRI, penyelesaian masalah wilayah perbatasan RI dengan negara tetangga; (2) membangun tugu batas, dermaga, suar, sarana komunikasi, pos TNI; meningkatkan patroli udara dan maritim; melaksanakan survei hidrografi dan pemutakhiran peta ALKI; (3) membuka dan meningkatkan pelayanan imigrasi, bea cukai, dan karantina di pos lintas batas. Kelompok kegiatan pengembangan wilayah perbatasan: (1) meningkatkan kerjasama ekonomi sub-regional secara bilateral dan multilateral kawasan; (2) memfasilitasi penyusunan, legalisasi peraturan penataan ruang dan pengembangan kawasan; bantuan pembangunan dan rehabilitasi jaringan jalan, jaringan irigasi, prasarana air baku dan sarana permukiman di beberapa wilayah perbatasan; (3) memberi bantuan pembangunan permukiman transmigrasi, bantuan pendirian balai latihan kerja di beberapa wilayah perbatasan; (4) memberi

IX – 20

bantuan pembangunan dan pengadaan prasarana dan sarana transportasi darat, laut dan udara; menyediakan subsidi angkutan di wilayah perbatasan tertentu; membangun pos dan telekomunikasi di sejumlah desa perbatasan; (5) mengembangkan IKM, meningkatkan kemampuan teknologi industri, menata struktur industri, mengembangkan distribusi nasional, mengembangkan ekspor, memberikan bantuan pembangunan peralatan, membangun pasar di beberapa kawasan perbatasan, mengkaji pendirian kawasan berikat di Sangihe Talaud, mengkaji pengembangan daerah Entikong, Nunukan, Sangir, Talaud dan Belu; (6) merencanakan, mengelola, dan merehabilitasi kawasan konservasi; (7) memfasilitasi pengelolaan pulau-pulau perbatasan di 8 propinsi, pengendalian sumberdaya ikan, ekosistem laut dan jasa kelautan nasional; meratifikasi STCW dan Torremolinos; serta sosialisasi konvensi hukum laut internasional.

2.9 Program Penataan Ruang Program ini bertujuan untuk mendukung pembangunan daerah yang lebih

efisien dan efektif melalui koordinasi antar daerah dan antar sektor, dengan aparat yang disiplin dalam pengendalian pemanfaatan ruang, serta meningkatkan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) menyusun peraturan perundang-undangan pelaksanaan UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan penyesuaiannya dengan UU No. 22 Tahun 1999; (2) menyusun dan meninjau kembali rencana tata ruang propinsi, kabupaten, kota, dan kawasan-kawasan khusus untuk menjamin keterpaduan pembangunan antar wilayah dan antar sektor serta untuk mencegah kerusakan lingkungan; (3) mendayagunakan RTRWN, RTRWP, dan RTRWK terutama di kawasan strategis nasional; (4) menyusun pedoman, pemberian bimbingan, arahan, supervisi mengenai kebijakan dan rencana tata ruang; (5) meningkatkan kapasitas aparat daerah khususnya dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan pelayanan informasi penataan ruang kepada masyarakat luas; (6) melaksanakan sosialisasi rencana dan kebijakan penataan ruang terutama di kawasan strategis nasional dan kawasan lindung untuk memantapkan sistem monitoring yang melibatkan masyarakat; dan (7) memantapkan koordinasi dan konsultasi antara pusat dan daerah serta antar lembaga eksekutif dan legislatif, kerjasama antar daerah dan konsultasi dengan lembaga dan organisasi masyarakat dalam kegiatan penataan ruang di tingkat nasional dan daerah.

2.10 Program Pengelolaan Pertanahan

Program ini bertujuan untuk mendukung peningkatan kapasitas daerah dalam pembangunan daerah melalui pelaksanaan otonomi daerah bidang pertanahan, penanggulangan kemiskinan, penataan dan pengendalian penggunaan tanah agar sesuai dengan peraturan dan rasa keadilan, penegakan hukum pertanahan, serta pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa dan ketertiban umum.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) memantapkan dan meningkatkan kapasitas kelembagaan dan SDM pertanahan di Pusat dan khususnya Daerah dalam rangka pelaksanaan program-program pembaruan agraria dan otonomi bidang pertanahan; (2) melanjutkan peningkatan pelayanan pertanahan di daerah yang didukung sistem informasi pertanahan yang handal dan transparan termasuk melaksana-kan inventarisasi dan registrasi pertanahan; (3) melanjutkan pengendalian penggunaan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah termasuk pemantapan sistem perijinan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang atau penggunaan tanah di daerah, termasuk lokasi transmigrasi;

IX – 21

(4) melanjutkan penataan penguasaan dan pemilikan tanah agar sesuai dengan prinsip keadilan dan menjunjung supremasi hukum, dengan mengacu pada hasil inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T); (5) melanjutkan kegiatan inventarisasi dan penyelesaian masalah/ kasus pertanahan; (6) melanjutkan pelaksanaan pengkajian dan penjabaran peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembaruan agraria dan otonomi bidang pertanahan; serta (7) melanjutkan pengkajian dan sinkronisasi kebijakan tata ruang dan pertanahan.

3. Meningkatkan Keberdayaan Masyarakat

3.1 Program Penguatan Organisasi Masyarakat Tujuan program ini adalah meningkatkan kapasitas organisasi sosial dan

ekonomi masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat setempat sebagai wadah bagi pengembangan usaha produktif, pengembangan interaksi sosial, penguatan ketahanan sosial, pengelolaan potensi masyarakat setempat dan sumber daya dari pemerintah, serta wadah partisipasi dalam pengambilan keputusan publik.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) melakukan promosi model kerjasama pembangunan sektoral dan daerah dalam rangka pemberdayaan masyarakat melalui seminar, lokakarya, dan komunikasi elektronik (website); (2) membentuk forum pemerhati kerjasama pembangunan sektoral dan daerah dalam rangka pemberdayaan masyarakat tingkat nasional dan daerah; (3) mengidentifikasi dan menganalisis regulasi dan kebijakan pembangunan sektoral dan daerah yang ditujukan bagi pemberdayaan masyarakat; (4) memfasilitasi penghapusan berbagai peraturan (regulasi) yang menghambat perkembangan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat; dan (5) memperkuat peran dan fungsi lembaga masyarakat sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

3.2 Program Pemberdayaan Masyarakat Miskin

Tujuan program ini adalah meningkatkan kemampuan dan keberdayaan keluarga dan kelompok masyarakat miskin melalui penyediaan kebutuhan dasar dan pelayanan umum berupa sarana dan prasarana sosial ekonomi, pendidikan, kesehatan, perumahan, dan penyediaan sumber daya produksi; meningkatkan kegiatan usaha kecil, menengah dan informal di perdesaan dan perkotaan; mengembangkan sistem perlindungan sosial bagi keluarga dan kelompok masyarakat yang rentan sosial dan tidak mampu mengatasi akibat goncangan ekonomi, terkena sakit atau cacat, korban kejahatan, berusia lanjut dan berpotensi menjadi miskin.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 yang diarahkan untuk menjalankan pilar kebijakan penciptaan kesempatan, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas, dan perlindungan sosial adalah: (1) merumuskan strategi penanggulangan kemiskinan (PRSP) 2005-2015 secara partisipatif bersama masyarakat; (2) mengembangkan model pemberdayaan masyarakat meliputi: (a) percepatan pemulihan sosial ekonomi masyarakat di daerah pasca konflik, (b) pengembangan kolaborasi LSM dan pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat, (c) peningkatan jaringan kerja untuk pembangunan ekonomi lokal, (d) pengembangan investasi sosial ekonomi daerah untuk pemberdayaan masyarakat; (3) menajamkan targeting dan penguatan delivery system program kemiskinan; (4) memfasilitasi pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat melalui instrumen pendekatan pembangunan partisipatif; (5) menganalisis kesesuaian antar kegiatan-kegiatan dalam program penanggulangan kemiskinan dengan orientasi penciptaan kesempatan kerja,

IX – 22

IX – 23

pengembangan kapasitas pemberdayaan dan perlindungan sosial; (6) memfasilitasi penyediaan bantuan modal usaha melalui pengembangan lembaga keuangan mikro, pendampingan, dan pembangunan prasarana pendukung pengembangan usaha masyarakat miskin; dan (7) mendorong peran dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.

3.3 Program Peningkatan Keswadayaan Masyarakat

Tujuan program ini adalah mengembangkan jaringan kerja keswadayaan masyarakat untuk meningkatkan keswadayaan dan memperkuat solidaritas dan ketahanan sosial masyarakat dalam memecahkan berbagai masalah sosial kemasyarakatan dan membantu masyarakat miskin dan rentan sosial.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) menyusun kebijakan dan program kerjasama pembangunan sektoral dan daerah untuk pemberdayaan masyarakat; (2) mengembangkan dan memutakhirkan basis data perencanaan kerjasama pembangunan sektoral dan daerah dalam rangka pemberdayaan masyarakat; (3) memobilisasi sumberdaya, antara lain SDA, sumberdaya keuangan, sumberdaya kelembagaan, dan sumberdaya aset pengalaman untuk meningkatkan keswadayaan masyarakat; (4) mengembangkan jaringan kerja antar pelaku dalam kegiatan keswadayaan masyarakat; (5) melaksanakan metode perencanaan partisipatif pembangunan masyarakat desa dalam rangka penciptaan keswadayaan masyarakat dalam pembangunan.

4. Mempercepat Penangan Khusus NAD, Papua, dan Maluku

4.1 Program Penanganan Khusus NAD, Papua, dan Maluku Program ini bertujuan untuk mewujudkan kedamaian dan kehidupan yang

normal melalui stabilitas sosial, politik dan keamanan di daerah-daerah NAD, Papua, Maluku dan Maluku Utara serta di daerah-daerah yang pernah mengalami konflik sosial.

Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) mempercepat penyelesaian berbagai peraturan perundangan dari pelaksanaan otonomi khusus di NAD dan Papua; (2) memantapkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dalam penerapan Undang-undang Otonomi Khusus di NAD dan Papua; (3) menyelenggarakan bantuan teknis, supervisi, dan evaluasi terhadap pelaksanaan Undang-undang Otonomi Khusus di NAD dan Papua; (4) melakukan upaya pemulihan keamanan dan penegakan hukum di NAD; (5) memfasilitasi pemulihan kehidupan masyarakat melalui rehabilitasi prasarana dan sarana permukiman termasuk kawasan transmigrasi, pendidikan, kesehatan, ekonomi lokal, agama dan perkantoran pemerintah di Propinsi Maluku dan Maluku Utara; (6) mendorong percepatan pemberdayaan masyarakat lokal melalui penguatan sistem pendidikan, kesehatan, transmigrasi lokal, ekonomi dan sosial-budaya masyarakat, serta pemekaran wilayah Papua.