BAB Skleritis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skleritis adalah radang sklera

Citation preview

17

BAB I

PENDAHULUAN

Skleritis adalah gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel, dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis dan memiliki gambaran klinis yang khas. Skleritis disebabkan oleh berbagai macam penyakit baik penyakit autoimun ataupun penyakit sistemik (Septiana et al, 2009).

Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa skleritis merupakan penyakit yang jarang dijumpai. Insiden penyakitnya sangat sulit ditemukan. Prevalensi skleritis diperkirakan mencapai 6 kasus dari 10.000 populasi, 94% diantaranya dengan skleritis anterior dan 6% adalah skleritis posterior. Dari data internasional, tidak ada distribusi geografis yang pasti mengenai insiden skleritis. Pada 15% kasus, skleritis bermanifestasi sebagai gangguan kolagen vaskular dan gejala bertambah hingga beberapa bulan. Angka morbiditas ditentukan oleh penyakit primer skleritis itu sendiri dan penyakit sistemik yang menyertai. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1,6:1. Berdasarkan umur skleritis biasanya terjadi pada usia 11-87 tahun, dan rata-rata orang yang menderita skleritia adalah usia 52 tahun (Septiana et al, 2009).Skleritis dapat menimbulkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani dengan baik berupa keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Penatalaksanaan skleritis tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Oleh karena itu perlu diagnosis yang tepat sesuai dengan etiologinya guna penatalaksanaan lebih lanjut (Guncu & Caglayan, 2011).

Mengingat pentingnya pengetahuan tentang skleritis ini maka inilah yang menjadi alasan penulis dalam menyusun laporan kasus ini. Penulisan laporan kasus ini hendaknya dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari skleritis.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi SkleritisSkleritis adalah inflamasi dari sklera yang bersifat kronis dan sangat nyeri. Skleritis ditandai dengan adanya edema dan infiltrasi sel pada sklera. Skleritis biasanya berhubungan dengan kelainan atau penyakit sistemik (Rahman Z, 2011).

2.2 Klasifikasi Skleritis

Berdasarkan lokasi inflamasinya, skleritis dibagi menjadi skleritis anterior dan skleritis posterior. Skleritis anterior merupakan skleritis yang paling banyak kasusnya yaitu sebesar 94%. Skleritis anterior dibagi lagi menjadi skleritis difus, nodular dan nekrotik. Bentuk skleritis anterior yang paling berat adalah skleritis anterior nekrotik yang terbagi menjadi dua yaitu dengan inflamasi dan tanpa inflamasi. Sebanyak 29% pasien dengan skleritis nekrotik meninggal dalam 5 tahun (Septina L, 2009).

Skleritis posterior sebagian terjadi bersama dengan skleritis anterior. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya perlengketan massa eksudat di sebagian retina, edema nervus optikus dan edema makular. Inflamasi skleritis posterior yang berlangsung lama dapat menyebabkan ruang okuli anterior menjadi dangkal, pergerakan otot ekstra okular terbatas dan retraksi kelopak mata bawah (Septina L, 2009).2.3 Epidemiologi Skleritis

Skleritis merupakan penyakit yang sangat jarang ditemukan. Skleritis lebih sedikit angka kejadiannya dari pada episkleritis. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan kejadian skleritis sebanyak 6 kasus per 10.000 populasi. Dari keseluruhan kasus, 94% adalah skleritis anterior dan sisanya sebanyak 6% adalah skleritis posterior (Septina L, 2009).

Angka kejadian skleritis bergantung pada umur dan jenis kelamin. Wanita lebih banyak terkena daripada pria dan lebih banyak mengenai orang yang berumur di atas 52 tahun (Septina L, 2009). 2.4 Etiologi SkleritisKebanyakan kasus skleritis diperantarai oleh proses imunologi yang disertai penyakit sistemik. Sebanyak 50% kasus skleritis berhubungan dengan penyakit autoimun dan penyakit sistemik (Lang G, 2006).

Menurut Septina L (2009), terdapat beberapa penyebab skleritis, yaitu:

1. Penyakit autoimun yaitu, spondilitis ankylosing, artritis rheumatoid, poliartritis nodosa, polikondritis berulang, granulomatosis wegener, lupus eritematosus sistemik, pioderma gangrenosum, kolitis ulserativa, nefropati IgA dan artritis psoriatik.

2. Penyakit Granulomatosa yaitu, tuberkulosis, sifilis, sarkoidosis dan lepra.

3. Gangguan Metabolik yaitu, gout, tirotoksikosit, penyakit jantung rematik aktif.

4. Infeksi yaitu, onkoserkiasis, toksoplasmosis, herpes zoster, herpes simpleks, pseudomonas, aspergilus, streptococcus dan staphylococcus.2.5 Patofisiologi Skleritis

Proses terjadinya skleritis diawali oleh degradasi enzim serat kolagen serta invasi dari sel-sel radang yang meliputi sel T dan makrofag yang menyebabkan inflamasi pada sklera. Inflamasi pada sklera ini dapat menyebabkan iskemia dan nekrosis sehingga sklera menjadi menipis serta terjadi perporasi pada bola mata (Septina L, 2009).

Inflamasi pada sklera ini dipengaruhi oleh penyakit imun sistemik dan penyakit kolagen pada vaskuler. Interaksi tersebut menyebabkan kerusakan sklera yang diakibatkan oleh deposisi kompleks imun pada pembuluh di episklera dan sklera serta mengakibatkan perforasi kapiler dan venula post kapiler (Septina L, 2009).

2.6 Diagnosis Skleritis

Diagnosis skleritis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan diperkuat oleh pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Pada anamnesis harus ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan penyakit, riwayat penyakit dahulu, riwayat infeksi, riwayat trauma dan riwayat pembedahan. Gejala-gejala yang dikeluhkan meliputi mata merah, nyeri yang hebat, fotofobia, mata berair dan penurunan ketajaman penglihata (Sawka J, 2012).

Tanda utama dari skleritis adalah mata merah. Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu sangat hebat dan tajam yang menyebar ke arah dahi, rahang,pasien terbangun sepanjang malam dan kambuh akibat sentuhan. Keluhan mata berair dan fotofobia tidak disertai sekret mukopurulen. Penurunan ketajaman penglihatan disebabkan oleh perluaan dari skleritis dan dapat berkembang menjadi keratitis, uveitis, glaukoma, katarak dan fundus abnormal (Septina L, 2009).

Riwayat penyakit dahulu harus ditanyakan untuk mengetahui penyebab skleritis seperti penyakit vaskuler, penyakit infeksi, penyakit autoimun, trauma tumpul atau tajam pada mata, obat-obatan (pamidronate, alendronate dan risedronate), post bedah mata, penyakit kronis (ulkus gaster, diabetes, penyakit hati, penyakit ginjal dan hipertensi) serta riwayat pengobatan sebelumnya yang sudah didapat (Septina L, 2009).

2. Pemeriksaan fisik

A. DaylightPada pemeriksaan sklera berwarna merah kebiruan yang difus. Proses nekrotik ditandai dengan adeanya area hitam, abu-abu dan coklat yag dikelilingi oleh inflamasi aktif. Jika jaringan nekrosis berlanjut, area sklera bisa menjadi avaskular (Septina L, 2009).

B. Slit lamp

Pada skleritis, tepi anteroir dan psterior cahaya slit lamp bergeser ke depan karena episklera dan sklera mengalami edema. Pemakaian penilefrin hanya dapat memperlihatkan jaringan superfisial episklera yang pucat (Septina L, 2009).

C. Red-free light

Pemeriksaan ini digunakan untuk menegakkan area yang memiliki kongesti vaskular yang maksimum, area vaskular baru dan area avaskular total. Selain itu perlu pemeriksaan pada mata meliputi otot ekstra okular, uvea, lensa, tekanan intra okular dan fundus (Septina L, 2009).3. Pemeriksaan penunjang Untuk lebih menegakkan diagnosis, diperlukan beberapa pemeriksaan laboratorium untuk memastikan atau menyingkirkan penyakit yang berhubungan dengan skleritis meliputi darah lengkap, kompleks imun serum, faktor rematoid serum, Imunoglobulin E, kadar asam urat serum dan urinalisis (Septina L, 2009).

Selain pemeriksaan laboratorium, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan lainnya meliputi USG, skin test, tes usapan dan kultur, PCR dan histopatologi (Septina L, 2009).

2.7 Diagnosis Banding Skleritis

Menurut Lang G (2006) ada beberapa diagnosis banding dari penyakit skleritis diantaranya:

1. Konjungtivitis

2. Episkleritis

3. Rosasea okular

4. Uveitis anterior

2.8 Komplikasi SkleritisPenyebaran peradangan sklera pada skleritis dapat menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan, keratitis, katarak, uveitis dan glaukoma. Diagnosis dan pengobatan secara dini sangatlah penting.

Penglihatan terbatas dapat disebabkan oleh terjadinya keratitis, uveitis anterior, katarak, edema makula, edema optik disk dan ablasio retina. Penglihatan yang menurun biasanya terjadi pada skleritis posterior (84%), skleritis nekrotik (74%) dan skleritis nodular (26%). Setengah dari pasien yang mengalami skleritis posterior juga mengalami uveitis anterior. Selama terjadi peradangan sklera, terjadi peningkatan tekanan intra okular yang disebabkan beberapa mekanisme seperti obstruksi dari saluran aqueous, tekanan episkleral yang tinggi, menutupnya sudut dan respon terhadap steroid. Cepat atau lambatnya pembentukan katarak ditentukan oleh lamanya inflamasi dan penggunaan steroid. Sklera yang menipis sering terjadi pada skleritis nekrosis dan berkembang menjadi staphyloma (Rahman Z, 2011).2.9 Penatalaksanaan SkleritisTerapi pada skleritis harus disesuaikan dengan penyebabnya. Terapi awal skleritis adalah obat anti inflamasi non-steroid sistemik seperti indometasin 100 mg perhari atau ibuprofen 300 mg perhari. Apabila tidak timbul respon dalam 2 minggu, harus segera diberikan steroid sistemik dosis tinggi secara oral yaitu prednison 80 mg perhari yang dosisnya diturunkan dengan cepat dalam 2 minggu hingga dosis pemeliharaan 10 mg perhari. Penyakit yang berat harus diberikan terapi intravena dengan metil prednisolon 1 g setiap minggu (Septina L, 2009).

Obat imunosupresif yaitu siklofosfamid dapat diberikan apabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah. Apabila terdapat infeksi, harus diberikan terapi spesifik. Terapi steroid sistemik ditentukan oleh sifat proses penyakitnya, yaitu apakah merupakan respon hipersensitif atau invasi langsung mikroba (Septina L, 2009).

Tindakan bedah diperlukan apabila terjadi kerusakan hebat akibat mikroba atau pada granulomatosis wegener yang disertai perforasi kornea. Penipisan sklera akibat inflamasi jarang menimbulkan perforasi kecuali terjadi glaukoma atau trauma langsung (Septina L, 2009).2.10 Prognosis SkleritisBaik atau buruknya prognosis dari skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis akibat spondiloartropati atau SLE biasanya jinak dan sembuh sendiri. Skleritis pada penyakit wagener dapat menyebabkan buta permanen. Skleritis akibat penyakit sistemik selalu lebih jinak dari pada skleritis akibat infeksi atau autoimun. Skleritis nekrotik merupakan tipe yang paling destruktif dan mempunyai prognosis yang buruk (Septina L, 2009).

BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama

: WRUmur

: 67 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: GianyarPekerjaan

: Tidak BekerjaBangsa/suku

: Indonesia/ BaliNo MR

: 522898Tanggal diperiksa: 29/4/2013

Keluhan Utama

Mata kanan terasa kerasRiwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Sanjiwani Gianyar dengan keluhan mata kanan terasa keras dan tegang sejak 2 hari yang lalu. Pada awalnya mata kanan pasien mengalami kemerahan 4 hari yang lalu. Kemudian diikuti dengan penglihatan kabur dan terasa sakit. Pasien juga mengeluh sakit kepala pada bagian kanan, tidak mengeluarkan air dan merasa seperti ada benda asing pada mata kanannya. Untuk mengurangi gejalanya, pasien memakai obat tetes mata (INSTO). Sakit kepala kadang dirasakan muncul tiba-tiba. Gatal (-) mual (-), muntah (-), demam (-).Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mempunyai keluhan/sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat trauma pada mata (-)

Riwayat alergi (-)

Riwayat penyakit paru (-)

Riwayat penyakit persendian (-)

Riwayat penyakit THT (-)

Riwayat sakit gigi (-)

Riwayat operasi mata (-) Riwayat Hipertensi dan Diabetes Melitus (-)Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama dengan pasien.Riwayat Pengobatan

Pasien memakai obat tetes mata (INSTO) untuk mengurangi rasa sakit pada mata kanannya.

Riwayat Kebiasaan

Pasien sering menggosok mata (-), kemasukan benda asing (-).

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: tampak sakit sedangKesadaran

: compos mentis

Tanda-tanda vital

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 74 x/menit

Frekuensi pernapasan: 20 x/menit

Suhu

: 36,90C

Status lokalis

Kepala

: tidak ada kelainan

Telinga

: tidak ada kelainan

Mulut

: tidak ada kelainan

Leher

: tidak ada kelainan

Paru-paru

: dalam batas normal

Jantung

: dalam batas normal

Ekstremitas

: tidak ada kelainan

Status Oftalmologis

ODOS

PalpebraEdema (-), hiperemi (+), benjolan (-), ptosis (-), entropion (-), ektropion (-), pseudoptosis (-), trikiasis (-), xantelasma (-)Edema (-), hiperemi (-), benjolan (-), ptosis (-), entropion (-), ektropion (-), pseudoptosis (-), trikiasis (-), xantelasma (-)

KonjungtivaPerdarahan (-), injeksi konjungtiva (+), injeksi siliar (+), sekret (-), jaringan fibrovaskuler (-)Perdarahan (-), injeksi konjungtiva (-), injeksi siliar (-), sekret (-), jaringan fibrovaskuler (-)

KorneaKeruh (+), abrasi (-), sikatrik (-), keratik presipitat (+), infiltrate (+), ulkus (-), arkus senilis (-), pericorneal vascular injeksi (+)Keruh (+), abrasi (-), sikatrik (-), keratik presipitat (-), infiltrate (-), ulkus (-), arkus senilis (-), pericorneal vascular injeksi (-)

Chamber Okuli AnteriorKedalaman (N), hifema (-), hipopion (-), flare (-)Kedalaman (N), hifema (-), hipopion (-), flare (-)

Iris/pupilMidriasis, diameter 4 mm, reflex cahaya (-), iregularBulat, diameter 3 mm, reflex cahaya (+)

LensaJernih, dislokasi lensa (-), afakia (-), pseudoafakia (-)Jernih, dislokasi lensa (-), afakia (-), pseudoafakia (-)

Visus03/60

Gerakan bola mataBebas ke segala arah, nyeri gerak (-)Bebas ke segala arah, nyeri gerak (-)

FunduskopiTidak dilakukanTidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang

Slit Lamp

Diagnosis Kerja

Skleritis ODDiagnosis Banding

Konjungtivitis alergikaEpiskleritisGlaukoma AkutUveitis anterior

Herpes ZosterPenatalaksanaan

Tombrasol 3 x 1

Dexamethasone 3 x 1Prognosis

Dubia ad bonamBAB IVPEMBAHASANSkleritis merupakan inflamasi pada sklera yang bersifat kronis dan sangat nyeri ditandai dengan adanya edema dan infiltrasi sel pada sklera. Klasifikasi skleritis dapat dibagi menjadi skleritis anterior dan skleritis posterior, dimana skleritis anterior merupakan skleritis yang paling banyak insidennya. Skleritis diperantarai oleh proses imunologis yang disertai penyakit sistemik dengan beberapa penyebab diantaranya adalah penyakit autoimun, penyakit granulomatosa, gangguan metabolik, dan penyakit sistemik. Adapun tanda utama dari skleritis adalah mata merah dengan karakteristik nyeri yang sangat hebat dan tajam yang dapat menyebar, keluhan mata berair dan fotofobia tidak disertai sekret mukopurulen dan apabila terjadi perluasan skleritis akan mengakibatkan terjadinya penurunan ketajaman penglihatan. Diagnosis skleritis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik seperti daylight, slit lamp, dan red free light serta ditambah dengan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium.

Pada kasus pasien datang dengan keluhan mata kanan terasa keras dan tegang sejak 2 hari yang lalu dengan diawali kemerahan kurang lebih 4 hari yang lalu, kemudian diikuti dengan penglihatan kabur dan terasa sakit, mata tidak mengeluarkan air dan terasa seperti ada benda asing. Pasien juga mengeluh sakit kepala kanan dan untuk mengurangi keluhan pasien memakai obat tetes mata. pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya dan tidak memiliki riwayat penyakit kronis lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, tanda dan gejala yang ditemukan, kemudian dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil yang tidak normal seperti hiperemi pada palpebral OD, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, pada kornea OD ditemukan presipitat dan infiltrat, pupil OD yang midriasis dengan diameter 4 mm serta visus OD 0. Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang diagnosis adalah pemeriksaan slit lamp. Terapi yang diberikan pada pasien dalam kasus adalah tombrosol 3 x 1 dan dexamethasone 3 x 1.BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Skleritis merupakan inflamasi dari sklera yang bersifat kronis dan sangat nyeri ditandai dengan adanya edema dan infiltrasi sel pada sklera. Skleritis merupakan penyakit yang sangat jarang ditemukan dan angka kejadian yang lebih sedikit disbanding episkleritis.

2. Klasifikasi skleritis dibagi menjadi skleritis anterior dan posterior, dimana skleritis anterior terdiri dari skleritis difus, nodular, dan nekrotik.

3. Skleritis diperantarai oleh proses imunologis disertai penyakit sistemik dengan beberapa penyebab seperti: penyakit autoimun, penyakit granulomatosa, gangguan metabolic, dan penyakit infeksi.

4. Terjadinya skleritis diawali oleh degradasi enzim serat kolagen serta invasi sel radang yang meliputi sel T dan makrofag yang mengakibatkan inflamasi, dimana inflamasi pada sklera ini dipengaruhi oleh penyakit imun sistemik dan penyakit kolagen pada vaskuler.

5. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik (daylight, slit lamp, red free light), serta pemeriksaan penunjang (laboratorium).

6. Adapun terapi awal skleritis adalah obat anti inflamasi non steroid seperti indometasin atau ibuprofen, obat imunosupresif (siklofosfamid) diberikan apabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah.

7. Pada kasus pasien datang dengan keluhan mata kanan terasa keras yang diawali dengan kemerahan , diikuti dengan penglihatan kabur serta pasien mengeluh sakit kepala kanan. Dari pemeriksaan fisik ditemukan status lokalis masih dalam keadaan normal sedangkan pada status oftalmologis ditemukan beberapa keadaan yang tidak normal seperti hiperemi pada palpebral OD, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, pada kornea OD ditemukan presipitat dan infiltrat, pupil OD yang midriasis dengan diameter 4 mm serta visus OD 0.

5.2 Saran

1. Melakukan penanganan lebih dini terhadap beberapa pencetus atau penyebab skleritis seperti penyakit autoimun, penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, gout, serta penyakit sistemik lainnya karena skleritis merupakan penyakit yang diperantarai oleh proses imunologis yang disertai penyakit sistemik. 2. Diagnosis dan pengobatan skleritis secara dini sangatlah penting agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut seperti penurunan ketajaman penglihatan, keratitis, katarak, uveitis, dan glaucoma.