15
43 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil dan Cara Pengambilan Sampel Populasi sampel merupakan produk jamu sediaan cair bermerek, yaitu produk yang memiliki nama dan/atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan). Pengambilan sampel dilakukan di Kecamatan Klojen, Kabupaten Malang dari toko-toko jamu yang menjual jamu pegel linu cair bermerek. Dari total 10 populasi didapatkan 5 produk jamu yang sesuai dengan kriteria inklusi-eksklusi dan dijadikan sebagai sampel pada penelitian ini. Semua sampel dilakukan verifikasi nomor registrasi produk dengan cara pengecekan nomor registrasi di Balai POM apakah sampel tersebut terdaftar atau tidak. Setelah dilakukan verifikasi nomor regristasi produk dari kelima sampel tersebut ditandai dengan label sampel A, B, C, D, dan E. Dari hasil verifikasi, nomor registrasi pada semua sampel terdaftar pada BPOM. 5.2 Hasil Optimasi Fase Gerak Optimasi fase gerak atau eluen merupakan langkah awal dalam penelitian ini untuk mendapatkan komposisi dari eluen campuran yang sesuai untuk memisahkan senyawa BKO yang akan diamati. Tahap awal dalam melakukan optimasi fase gerak ini adalah membuat baku kerja campuran yang terdiri dari senyawa parasetamol, asam mefenamat, kafein, dan fenilbutazon. Baku kerja campuran dan baku standar ditotolkan pada plat KLT yang kemudian dieluasi menggunakan beberapa macam eluen dengan berbagai perbandingan. Setelah eluasi selesai akan didapatkan letak noda senyawa BKO hasil eluasi yang kemudian digunakan untuk menghitung nilai Rf senyawa BKO tersebut. Optimasi ini juga berguna untuk mengetahui seberapa baik fase gerak dapat memisahkan senyawa-senyawa dalam baku campuran yang dapat dilihat dari jarak keterpisahan dari dua noda yang berdekatan. Jarak keterpisahan dua noda ini dinyatakan dengan nilai Resolusi (Rs). Fase gerak yang baik adalah fase gerak yang dapat memisahkan dua noda tanpa terjadi penumpukan.

BAB V HASIL PENELITIAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42631/6/BAB V.pdf · parasetamol, asam mefenamat, kafein, dan fenilbutazon dalam jamu pegel linu cair bermerek menggunakan

Embed Size (px)

Citation preview

43

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil dan Cara Pengambilan Sampel

Populasi sampel merupakan produk jamu sediaan cair bermerek, yaitu

produk yang memiliki nama dan/atau simbol yang bersifat membedakan (seperti

sebuah logo, cap, atau kemasan). Pengambilan sampel dilakukan di Kecamatan

Klojen, Kabupaten Malang dari toko-toko jamu yang menjual jamu pegel linu cair

bermerek.

Dari total 10 populasi didapatkan 5 produk jamu yang sesuai dengan

kriteria inklusi-eksklusi dan dijadikan sebagai sampel pada penelitian ini. Semua

sampel dilakukan verifikasi nomor registrasi produk dengan cara pengecekan

nomor registrasi di Balai POM apakah sampel tersebut terdaftar atau tidak. Setelah

dilakukan verifikasi nomor regristasi produk dari kelima sampel tersebut ditandai

dengan label sampel A, B, C, D, dan E. Dari hasil verifikasi, nomor registrasi pada

semua sampel terdaftar pada BPOM.

5.2 Hasil Optimasi Fase Gerak

Optimasi fase gerak atau eluen merupakan langkah awal dalam penelitian

ini untuk mendapatkan komposisi dari eluen campuran yang sesuai untuk

memisahkan senyawa BKO yang akan diamati. Tahap awal dalam melakukan

optimasi fase gerak ini adalah membuat baku kerja campuran yang terdiri dari

senyawa parasetamol, asam mefenamat, kafein, dan fenilbutazon. Baku kerja

campuran dan baku standar ditotolkan pada plat KLT yang kemudian dieluasi

menggunakan beberapa macam eluen dengan berbagai perbandingan. Setelah eluasi

selesai akan didapatkan letak noda senyawa BKO hasil eluasi yang kemudian

digunakan untuk menghitung nilai Rf senyawa BKO tersebut.

Optimasi ini juga berguna untuk mengetahui seberapa baik fase gerak

dapat memisahkan senyawa-senyawa dalam baku campuran yang dapat dilihat dari

jarak keterpisahan dari dua noda yang berdekatan. Jarak keterpisahan dua noda ini

dinyatakan dengan nilai Resolusi (Rs). Fase gerak yang baik adalah fase gerak yang

dapat memisahkan dua noda tanpa terjadi penumpukan.

44

Hasil optimasi fase gerak dapat dilihat pada Tabel V.1 dan Tabel V.2

Tabel V.1 Perbandingan Nilai Rf Tiap Senyawa Terhadap Komposisi Eluen

Komposisi

eluen Perbandingan

Tetapan

Dielektrik

Nilai Rf

Parasetamol Asam

Mefenamat Kafein Fenilbutazon

Log P 0,28 4,03 -0,8 4,15

Kloroform

: Etanol 9:1 6,75 0,35 0,76 0,87 0,95

Kloroform

: Etanol 8:1 6,97 0,31 0,67 0,82 0,96

Kloroform

: Etanol 7:1 7,24 0,56 0,74 0,81 0,89

Kloroform:

Aseton 4:1 7,86 0,23 0,30 0,37 0,85

Toluen :

Etanol 7:3 8,95 0,61 0,71 - 0,97

Tabel V.2 Perbandingan Nilai Resolusi (Rs) Antar Senyawa Terhadap Komposisi

Eluen

Komposisi

eluen Perbandingan

Nilai Rs

Parasetamol -

Asam

Mefenamat

Asam

Mefenamat –

Kafein

Kafein -

Fenilbutazon

Kloroform

: Etanol 9:1 12,28 1,00 1,07

Kloroform

: Etanol 8:1 3,79 1,43 1,56

Kloroform

: Etanol 7:1 1,64 0,88 0,94

Kloroform:

Aseton 4:1 0,03 0,01 7,38

Toluen :

Etanol 7:3 0,83 - -

Selain melihat titik noda dan menghitung nilai Rs sebagai nilai

keterpisahan dua noda juga dapat dilihat pada pola densitogram BKO untuk

mengetahui keterpisahan BKO dengan berbagai eluen. Densitogram

menggambarkan jarak antar noda dengan bentuk puncak gelombang. Densitogram

BKO dapat dilihat pada Gambar 5.1

45

Keterangan :

PCT = Parasetamol; ASMEF = Asam Mefenamat; FENIL = Fenilbutazon

1. Densitogram A dengan eluen Kloroform : Aseton (4 : 1)

2. Densitogram B dengan eluen Toluen : Etanol (7 : 3)

3. Densitogram C dengan eluen Kloroform : Etanol (7 : 1)

4. Densitogram D dengan eluen Kloroform : Etanol (8 : 1)

5. Densitogram E dengan eluen Kloroform : Etanol (9 : 1)

ASMEF KAFEIN

PCT FENIL

A

KAFEIN PCT

FENIL

B

ASMEF

KAFEIN

PCT

FENIL

C

ASMEF KAFEIN

PCT

FENIL D

ASMEF

KAFEIN

PCT

FENIL

E

Gambar 5.1 Densitogram Tiap Senyawa Bahan Kimia Obat Terhadap

Komposisi Eluen

46

5.2.1. Komposisi Eluen yang Optimum

Dari hasil optimasi eluen yang telah dilakukan diperoleh data analisis

seperti nilai Rf, nilai Rs, dan pola densitogram dari berbagai komposisi eluen, dapat

disimpulkan bahwa eluen yang akan digunakan untuk analisis senyawa BKO

parasetamol, asam mefenamat, kafein, dan fenilbutazon dalam jamu pegel linu cair

bermerek menggunakan komposisi eluen kloroform : etanol (8:1).

5.3 Hasil Analisis Kualitatif

5.3.1 Hasil Nilai Rf

Nilai Rf didapatkan dengan cara membagi jarak tempuh noda dari titik

awal penotolan suatu senyawa hingga noda senyawa tersebut berhenti dengan jarak

eluasi. Baku kerja ditotolkan di titik awal penotolan pada plat KLT kemudian

sampel yang akan dianalisis dan telah dipreparasi ditotolkan pada plat KLT yang

sama. Plat dieluasi menggunakan eluen yang terpilih hingga mencapai batas akhir

eluasi kemudian nilai Rf dapat dibaca setelah melihat noda yang tampak pada plat

KLT. Hasil eluasi serta nilai Rf baku kerja dan sampel dapat dilihat pada Lampiran

13 Hasil Eluasi dan Pembacaan Plat

Tabel V.3 Nilai Rf Baku Kerja dan Sampel

Plat Baku/

Sampel

Nilai Rf Sampel/Baku

Parasetamol As. Mefenamat Kafein Fenilbutazon

1

BK 1 0,35 0,85 0,94 0,96

BK 2 0,29 0,81 0,91 0,96

BK 3 0,25 0,81 0,90 0,96

BK 4 0,32 0,81 0,90 0,95

BK 5 0,32 0,81 0,89 0,93

A 1 0,04 - - -

A 2 0,04 - - -

A 3 0,04 - - -

B 1 0,04 - - -

B 2 0,04 - - -

B 3 0,04 - - -

2

BK 1 0,26 0,68 0,80 0,95

BK 2 0,26 0,68 0,79 0,94

BK 3 0,26 0,67 0,78 0,93

BK 4 0,26 0,67 0,77 0,92

BK 5 0,26 0,66 0,77 0,92

C 1 -0,01 0,02 0,41 0,52

C 2 0,03 0,42 - -

C 3 -0,01 0,03 0,45 -

47

Lanjutan dari halaman 46

Plat Baku/

Sampel

Nilai Rf Sampel/Baku

Parasetamol As. Mefenamat Kafein Fenilbutazon

2

E 1 0,03 0,38 - -

E 2 0,03 - - -

E 3 0,03 0,38 - -

3

BK 1 0,37 0,74 0,85 0,96

BK 2 0,34 0,70 0,82 0,95

BK 3 0,35 0,70 0,80 0,94

BK 4 0,34 0,68 0,79 0,94

BK 5 0,33 0,67 0,78 0,92

D 1 0,04 0,09 0,19 -

D 2 0,04 0,08 0,19 -

D 3 0,04 0,08 0,18 -

Dari tabel nilai Rf di atas dapat dibandingkan antara nilai Rf yang didapat

pada baku standard dengan nilai Rf sampel menunjukkan tidak adanya nilai Rf yang

identik atau mendekati. Ketidak sesuaian nilai Rf ini menunjukkan tidak adanya

senyawa yang identik dengan senyawa baku standard yang dianalisis.

Setelah melihat dari nilai Rf baku standar dan sampel, jika ditemukan nilai

Rf sampel yang mendekati nilai Rf baku standar maka selanjutnya akan dianalisis

pola spektra dari dua noda yang berdekatan tersebut. Pola spektra ini digunakan

sebagai bukti lanjutan untuk melihat keidentikan dua noda tersebut.

48

5.3.2 Data Pola Spektra

5.3.2.1 Pola Spektra Parasetamol

Pada alat TLC-Scanner dapat dilihat pola spektra yang akan digunakan

untuk membandingkan antara pola spektra baku parasetamol dengan pola spektra

sampel. Pada gambar 5.2 menggambarkan pola spektra yang direplikasi 3 kali.

PLAT 1

PLAT 1

PLAT 1

PLAT 1 PLAT 2

PLAT 2

PLAT 2

PLAT 2

PLAT 3

PLAT 3

PLAT 3

PLAT 3 Gambar 5.2 Pola Spektra Parasetamol

49

Gambar 5.3 Pola Spektra Asam Mefenamat

5.3.2.2 Pola Spektra Asam Mefenamat

Pada alat TLC-Scanner dapat dilihat pola spektra yang akan digunakan

untuk membandingkan antara pola spektra baku asam mefenamat dengan pola

spektra sampel. Pada gambar 5.3 menggambarkan pola spektra yang direplikasi 3

kali.

PLAT 1

PLAT 1

PLAT 1

PLAT 1

PLAT 2

PLAT 2

PLAT 2

PLAT 2

PLAT 3

PLAT 3

PLAT 3

PLAT 3

50

5.3.2.3 Pola Spektra Kafein

Pada alat TLC-Scanner dapat dilihat pola spektra yang akan digunakan

untuk membandingkan antara pola spektra baku kafein dengan pola spektra sampel.

Pada gambar 5.4 menggambarkan pola spektra yang direplikasi 3 kali.

PLAT 1

PLAT 1

PLAT 1

PLAT 1

PLAT 2

PLAT 2

PLAT 2

PLAT 2

PLAT 3

PLAT 3

PLAT 3

PLAT 3

Gambar 5.4 Pola Spektra Kafein

51

5.3.2.4 Pola Spektra Fenilbutazon

Pada alat TLC-Scanner dapat dilihat pola spektra yang akan digunakan

untuk membandingkan antara pola spektra baku fenilbutazon dengan pola spektra

sampel. Pada gambar 5.5 menggambarkan pola spektra yang direplikasi 3 kali.

PLAT 1

PLAT 1

PLAT 1

PLAT 1

PLAT 2

PLAT 2

PLAT 2

PLAT 2

PLAT 3

PLAT 3

PLAT 3

PLAT 3 Gambar 5.5 Pola Spektra Fenilbutazon

52

5.3.3 Pola Spektra pada Sampel

Setelah dilakukan eluasi sampel kemudian plat dibaca pada alat

densitometer dan didapat hasil pola spektra pada masing-masing sampel. Pola

spektra pada tiap sampel dapat dilihat pada gambar 5.6 berikut.

Dari data pola spektra di atas terlihat bahwa tidak ada pola spektra yang

identik dengan pola spektra pada baku standar. Pola spektra pada sampel ini

menunjukkan tidak adanya senyawa yang identik dengan senyawa baku standar. Jika

ditemukan pola spektra yang mirip dengan pola spektra baku standar maka akan

dilakukan perhitungan nilai match factor yang akan memperkuat bukti bahwa

senyawa tersebut identik atau sama dengan senyawa baku standar yang diuji.

Sampel A

Sampel B

Sampel C Sampel D

Sampel E

Gambar 5. 6 Pola Spektra pada Sampel

53

5.3.4 Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum (λ max)

Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum (λ max) didapat dari

hasil scan pola spektra dari masing-masing senyawa yang dianalisis. Berikut data

panjang gelombang maksimum yang diperoleh dari setiap senyawa. Nilai panjang

gelombang maksimum dapat dilihat pada Lampiran 13 Hasil Eluasi dan

Pembacaan Plat.

Tabel V.4 Panjang Gelombang Maksimum senyawa BKO dan Sampel

Plat Baku/

Sampel

λ max (nm)

Parasetamol Asam

Mefenamat

Kafein Fenilbutazon

1

BK 1 - 291 200 200

BK 2 248 288 200 200

BK 3 248 288 200 200

BK 4 248 288 200 200

BK 5 248 287 200 200

A 1 294 - - -

A 2 303 - - -

A 3 294 - - -

B 1 303 - - -

B 2 292 - - -

B 3 287 - - -

2

BK 1 200 290 200 200

BK 2 200 288 200 200

BK 3 200 287 201 200

BK 4 200 288 200 200

BK 5 200 288 203 200

C 1 305 314 260 287

C 2 317 260 - -

C 3 304 314 259 -

E 1 200 200 - -

E 2 201 - - -

E 3 200 200 - -

3

BK 1 250 288 277 200

BK 2 250 288 276 200

BK 3 250 287 275 200

BK 4 250 287 275 200

BK 5 250 287 275 200

D 1 287 348 345 -

D 2 264 346 345 -

D 3 288 346 345 -

54

Dari nilai panjang gelombang maksimum ini merupakan salah satu

parameter analisis kualitatif untuk melihat adanya kesamaan antara baku standard

yang digunakan dengan sampel yang diuji. Jika pada perbandingan nilai Rf terdapat

nilai yang identik, maka langkah selanjutnya adalah melihat kesamaan dari nilai

panjang gelombang maksimum dari noda yang mempunyai nilai Rf yang sama.

5.3.5 Hasil Nilai Match Factor (MF)

Nilai match factor dapat dihitung dengan membandingkan pola spektra

antara baku standar dengan sampel. Perhitungan nilai match factor tidak dapat

dilakukan karena pada hasil analisis kualitatif yang meliputi nilai Rf, panjang

gelombang maksimum, dan pola spektra tidak menunjukkan adanya BKO yang

terkandung dalam sampel sehingga data yang diperoleh tidak dapat digunakan

untuk menghitung nilai match factor.

5.3.6 Kesimpulan Hasil Analisis Kualitatif

Dari data yang diperoleh berupa nilai Rf, pola spektra, dan panjang

gelombang maksimum dapat disimpulkan bahwa seluruh sampel yang digunakan

tidak mengandung bahan kimia obat yang dianalisis.

Tabel V.5 Hasil Kesimpulan Analisis Kualitatif

Sampel Replikasi

Rf BKO λ

Max

(nm)

Match

Factor Kesimpulan

Parasetamol Asam

Mefenamat Kafein Fenilbutazon

A

1 - - - - - - Negatif

2 - - - - - - Negatif

3 - - - - - - Negatif

B

1 - - - - - - Negatif

2 - - - - - - Negatif

3 - - - - - - Negatif

C

1 - - - - - - Negatif

2 - - - - - - Negatif

3 - - - - - - Negatif

D

1 - - - - - - Negatif

2 - - - - - - Negatif

3 - - - - - - Negatif

E

1 - - - - - - Negatif

2 - - - - - - Negatif

3 - - - - - - Negatif

55

Tabel kesimpulan hasil analisis kualitatif ini mencantumkan jika terdapat

adanya indikator uji kualitatif yang menunjukkan adanya keidentikkan antara baku

dengan sampel yang diuji.

5.4 Validasi Metode

5.4.1 Hasil Penentuan Linearitas

Penentuan linearitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel

yaitu kadar bahan uji dengan luas area yang didapat memiliki hubungan yang linear

atau tidak secara signifikan. Dari data hasil pemindaian baku standar bahan kimia

obat, diperoleh area pada masing-masing konsentrasi, kemudian dibuat kurva

regresi dari area puncak terhadap konsentrasi baku kerja bahan kimia obat yang

dihasilkan persamaan regresi.

Tabel V.6 Konsentrasi Baku Standar Fenilbutazon NO Kadar (ppm) AUC

1 100 9444,9

2 200 10360,9

3 300 11176,7

4 600 14828,1

5 800 16780,2

R 0,998448797

Kurva kalibrasi (y) 10,748x + 8218,9

Gambar 5.7 Kurva Kalibrasi Baku Standar Fenilbutazon

y = 10,748x + 8218,9

r= 0,998448797

0

5000

10000

15000

20000

0 200 400 600 800 1000

AU

C

Kadar

56

Dari hasil perhitungan linearitas di atas dapat dinyatakan bahwa hubungan

antara kadar baku standar yang digunakan dengan luas area yang didapat memiliki

hubungan yang linear. Hal ini dibuktikan dengan nilai r tabel yaitu sebesar 0,998.

Daftar nilai r tabel yang menunjukkan linearitas yang baik dapat dilihat pada

Lampiran 8 Tabel r Product Moment

5.4.2 Hasil Perhitungan Presisi

Perhitungan presisi bertujuan untuk melihat seberapa dekat perbedaan

nilai pada saat dilakukan pengulangan pengukuran. Nilai presisi yang baik adalah

jika %KV kurang dari 2% Perhitungan presisi dilakukan dengan menambahkan

baku fenilbutazon sejumlah 400 ppm pada jamu blanko (tanpa BKO) dan

menotolkan sebanyak enam kali. Setelah itu dihitung nilai rata-rata, SD, dan

koefisien variasi (%KV).

Tabel V.7 Hasil Perhitungan Presisi Kadar Replikasi Area Rata-rata SD % KV

400 ppm

1 10195,8

10647,8 393,553 3,69%

2 11302,8

3 10533,2

4 10872,4

5 10371,9

6 10610,7

Hasil perhitungan presisi menunjukkan hasil %KV sebesar 3,69% dimana

presisi yang baik adalah kurang dari 2% sehingga presisi pada metode yang

dilakukan masih kurang baik. Perlu dilakukan penyempurnaan metode agar presisi

dapat memenuhi syarat sebagai presisi yang baik.

5.4.3 Hasil Perhitungan Akurasi

Hasil perhiungan akurasi menunjukkan kedekatan antara hasil pengukuran

dengan nilai sesungguhnya. Akurasi dapat diketahui dengan menambahkan tiga

konsentrasi berbeda BKO fenilbutazon pada jamu blanko. Kosentrasi yang

ditambahkan 300 ppm (kecil), 400 ppm (sedang), dan 600 ppm (besar). Setelah itu

dihitung rata-rata persen recovery (perolehan kembali), nilai SD dan %KV. Untuk

penentuan akurasi menggunakan garis regresi y = 10,7482x + 8218,8894.

57

Tabel V.8 Hasil Perhitungan Akurasi

Kadar

(ppm)

Area Kadar Recovery

(ppm)

%

Recovery

Rata-

rata

SD %

KV

300

12244,6 374,5482 124,84

112,75

11,13

9,87 11538,1 308,8162 102,94

11787,6 332,0294 110,47

400

12355,6 384,8756 96,22

99,27

2,90

2,92 12501,7 398,4686 99,62

12603,4 407,9306 101,98

600

14373,9 572,6562 95,44

92,06

4,68

5,08 14282,8 564,1804 94,03

13811,4 520,3218 86,72

Rata-rata 101,36 6,24 5,96

Dari tabel hasil perhitungan akurasi didapat hasil rata-rata perolehan

kembali sebesar 101,36% dimana hasil ini dinyatakan masuk kedalam rentang hasil

perolehan kembali yang baik yaitu antara 90%-108% (dapat dilihat pada Lampiran

9 Tabel AOAC). Sehingga dapat dinyakan metode yang digunakan sudah

memenuhi syarat akurasi yang baik.

5.5 Hasil Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif merupakan analisis lanjutan yang bertujuan untuk

mengetahui berapa kadar BKO dalam sampel yang dianalisis. Hasil analisis

kuantitatif yang meliputi perhitungan kadar BKO dalam sampel dan luas area BKO

dalam sampel tidak dapat dilakukan karena pada parameter analisis kualitatif tidak

memenuhi syarat untuk melakukan analisis kuantitatif.