Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
44
BAB V
PEREMPUAN DALAM RUMAH TANGGA
Menurut Deacon dan Firebaugh (dalam Timisela: 2015), rumah tangga
sebagai satuan sosial memiliki fungsi untuk bertanggung jawab dalam menjaga,
menumbuhkan dan mengembangkan aggota-anggotanya dengan pemenuhan akan
kebutuhan agar mampu bertahan, tumbuh dan berkembang dengan terpenuhinya
hal-hal berikut ini:
a. Pemenuhan akan kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan
untuk pembangunan fisik dan sosial.
b. Kebutuhan akan pendidikan formal dan non formal untuk
mengembangkan intelektual, emosional, sosial dan spiritual.
Hal-hal inilah yang menyebabkan adanya keterlibatan perempuan untuk
bekerja di luar rumah dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya.
Untuk melihat upaya yang dilakukan perempuan dalam rangka mempertahankan
keberlanjutan rumah tangganya, dapat menggunakan pendekatan sustainable
livelihood. Dalam pendekatan ini, tidak hanya melihat pada tingkat pendapatan
dan pekerjaan dari perempuan saja, tapi juga beban yang dihadapi oleh perempuan
dengan melihat seperti apa kemampuan dan kegiatan yang dilakukan perempuan
dalam memanfaatkan aset atau modal yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan
hidup rumah tangganya.
5.1 Profil Perempuan dalam Rumah Tangga Miskin di Kelurahan
Kumpulrejo
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi secara langsung kepada
sembilan orang perempuan yang berasal dari rumah tangga miskin yang ada di
Keluarahan Kumpulrejo Kota Salatiga, diketahui profil para perempuan miskin
yang dilihat dari aspek ekonomi, pendidikan, dan infrastruktur, adalah sebagai
berikut:
45
a. Ibu Sarni
Ibu Sarni merupakan seorang kepala rumah tangga perempuan dengan
usia 56 tahun, dengan riwayat pendidikan tidak tamat SD. Ibu Sarni
menjadi kepala rumah tangga disebabkan suaminya telah meninggal dunia.
Sebagai seorang kepala rumah tangga, ibu Sarni bekerja sebagai juru
masak di panti asuhan. Setiap harinya ibu Sarni bekerja dari jam 04.00
hingga jam 12.00. Setelah bekerja Ibu Sarni memiliki pekerjaan sambilan
dengan berjualan bensin di pinggir jalan. Penghasilan yang diperoleh Ibu
Sarni setiap bulannya sebagai juru masak di panti asuhan sebesar Rp.
150.000,00 dan beras 12 kg. Sedangkan pendapatan dari menjual bensin
sebesar Rp. 100.000,00 tiap bulannya. Pendapatan yang diperoleh tersebut
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kedua cucunya
sehari-hari, seperti biaya makan, membayar listrik, dan lain-lain.
Di sisi lain, kondisi kemiskinan yang dialami oleh Ibu Sarni juga
terlihat dari kondisi rumah yang ditinggalinya bersama dengan dua orang
cucunya. Rumah yang saat ini ditempati oleh Ibu Sarni bukanlah rumah
miliknya sendiri, melainkan rumah dari yayasan tempat Ibu Sarni bekerja.
Kondisi rumah tersebut juga sangat memprihatinkan karena kondisinya
yang sudah hampir roboh, dengan dinding papan, dan lantai yang masih
tanah. Rumah yang ditempati Ibu Sarni tersebut juga tidak cukup luas,
karena hanya terdapat satu kamar, dan dapur yang sempit. Selain itu tidak
adanya akses terhadap air bersih, membuat Ibu Sarni dan kedua orang
cucunya harus mengambil air bersih di tempat penampungan air di
daerahnya setiap siang dan sore hari. Sedangkan bahan bakan memasak
yang paling sering digunakan adalah kayu bakar. Meskipun Ibu Sarni
memiliki gas, namun ia masih sering menggunakan kayu bakar untuk
memasak, sedangkan gas hanya di gunakan sesekali saja.a
b. Ibu Sarmi
Ibu Sarmi merupakan seoarang kepala rumah tangga perempuan
dengan usia 58 tahun, dan riwayat pendidikan terakhir adalah SD. Ibu
46
Sarmi terpaksa harus menjadi kepala rumah tangga karena suaminya tidak
bertanggung jawab dan pergi meninggalkan ia dan seorang anaknya.
Sebagai seoarang kepala rumah tangga, Ibu Sarni bekerja serabutan
sebagai penjual hasil-hasil bumi. Hasil bumi yang sering dijual oleh Ibu
Sarmi berupa kelapa dan pisang, yang dibelinya dari kebun orang lain,
karena Ibu Sarmi tidak memiliki aset berupa lahan pertanian. Penghasilan
yang di peroleh setiap harinya sekitar Rp 80.000,00 jika dagangannya laris
manis. Namun ada kalanya Ibu Sarmi tidak memiliki barang dagangan, hal
ini ibu Sarmi tidak bekerja. Saat sedang tidak bekerja, biasanya Ibu sarmi
menerima panggilan sebagai tukang pijat, dengan bayaran seikhlasnya dari
pelanggannya. Pendapatang yang di peroleh Ibu Sarmi tersebut digunakan
untuk membayar uang sekolah anaknya yang masih duduk di bangku STM,
biaya makan, membayar listrik, dan membeli kebutuhan hidup lainnya.
Aset yang dimiliki oleh Ibu Sarmi adalah rumah yang sederhana,
dengan dinding tembok yang belum di plester, lantai yang masih tanah,
jendela yang tidak tertutup, dan pintu papan. Pada saat membangun rumah,
Ibu Sarmi dibantu oleh teman-temannya. Meskipun sudah memiliki MCK
pribadi, namun untuk memperoleh akses terhadap air bersih, Ibu Sarmi
masih meminta air kepada saudaranya. Kondisi ini disebabkan kaena Ibu
Sarmi tidak memiliki kemampuan finansial yang memadahi untuk
memasang PAM.
c. Ibu Tukiyem
Ibu Tukiyem merupakan seorang perempuan dengan usia 60 tahun,
dengan riwayat pendidikan SD, yang juga ikut bekerja di luar rumah untuk
membantu suaminya yang bekerja sebagai tukang kebun di panti wredha.
Ibu Tukiyem bekerja sebagai perawat di panti wredha, yang bertugas untuk
mengurus orang-orang tua, mulai dari mandi, hingga makan. Ibu Tukiyem
mulai bekerja pukul 04.30-15.00. Sedangkan penghasilan yang diperoleh
setiap bulannya sebesar Rp 250.000,00, beras 12 kg, gula 0,5 kg, 1 buah
sabun dan odol.penghasilan yang diperolehnya tersebut digunakan untuk
47
memenuhi kebutuhan hidupnya dan suami sehari-hari, termasuk juga untuk
membayar hutang.
Sedangkan untuk kondisi rumah yang di tinggali oleh Ibu Tukiyem,
merupakan rumah milik yayasan tempat Ibu Tukiyem bekerja. Di rumah
yang sederhana tersebut, hanya terdapat 1 kamar, dapur, kamar mandi, dan
sebuah ruang tamu yang tidak cukup luas, dengan dinding tembok, lantai
plester, dan terdapat beberapa bagian yang rusak. Karena Ibu Tukiyem
memiliki masalah dalam mengaskses air bersih, biasanya setiap sore hari ia
mengambil air bersih di tempat penampungan air di daerahnya.
Bahan bakar yang digunakan Ibu Tukiyem untuk memasak adalah gas
dan kayu bakar, namun biasanya Ibu Tukiyem lebih sering mneggunakan
kayu bakar yang dirasa lebih ekonomis.
d. Ibu Sri Sudarmani
Ibu Sri merupakan seorang ibu rumah tangga yang berusia 53 tahun,
dengan riwayat pendidikan terakhir SD. Suami ibu Sri bekerja sebagai
buruh di Salib Putih dengan penghasilan perbulan Rp 75.000,00 ditambah
beras 12 kg. Ibu Sri lebih memilih menjadi ibu rumah tangga karena
keterbatasan modal yang dimiliki jika ingin membuka usaha sendiri. Pada
awalnya Ibu Sri pernah bekerja, namun karena Ibu Sri mengalami
kecelakaan dan cidera di tangan, Ibu Sri memutuskan keluar dari
pekerjaannya. Sedangkan untuk saat ini, jika ingin bekerja lagi, usianya
sudah tidak muda, selain itu Ibu Sri merasa tidak enak dengan teman-teman
sekerjanya dulu.
Rumah yang ditempati Ibu Sri dan keluarganya saat ini merupakan
rumah yang disediakan dari yayasan tempat suami Ibu Sri bekerja, dengan
kondisi yang sederhana, karena di bagian atapnya sudah mulai rusak dan
sering bocor jika hujan datang. Selain itu, di dalam rumah tersebut
ditempati oleh 2 keluarga dengan 5 orang individu.
Penghasilan yang diperoleh Ibu Sri setiap bulannya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mulai dari makan, membayar
listrik, membayar air, membayar biaya sekolah anak, dan sebagainya.
48
Utnuk menambah penghasilan keluarganya, Ibu Sri memanfaatkan lahan
kosong milik yayasan tempat suaminya bekerja yang ada di sekitar tempat
tinggalnya untuk di tanami singkong atau pisang, yang hasilnya dapat di
jual maupun untuk di konsumsi sendiri. Selain itu Ibu Sri juga menjadi
penggadoh kambing untuk menambah penghasilan.
e. Ibu Suminem
Ibu Suminem atau yang biasa dipanggil Ibu Mimi, merupakan seorang
perempuan berusia 71 tahun, dengan latar belakang pendidikan seklah
rakyat. Dalam kehidupan rumah tangganya, Ibu Mimi merupakan seorang
kepala rumah tangga yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dan ibunya yang sudah tua. Ibu Mimi memiliki tiga orang anak,
namun ketiganya sudah berkeluarga dan tinggal di kota lain. Meskipun
ketiga anaknya sudah bekerja, Ibu Mimi tidak ingin merepotkan anak-
anaknya, dan tetap bekerja sebagai tukang bersih-bersih di panti asuhan
dengan pendapatan sebesar Rp 75.000,00 dan beras sebanyak 12 kg setiap
bulannya, untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Setiap harinya, Ibu Mimi dan ibunya tingga di sebuah rumah kecil
yang sederhana. Rumah yang mereka tempati ini merupakan rumah dinas
yang dipinjamkan dari yayasan tempat Ibu Mimi bekerja. Sedangkan untuk
memasak sehari-harinya, Ibu Mimi menggunakan kayu sebagai bahan
bakar utama untuk memasak. Hal ini dilakukan untuk menghemat
pengeluaran memasak, sedangkan bahan bakar gas digunakan sesekali saja.
Terkadang untuk makan sehari-hari, Ibu Mimi dan ibunya hanya makan
dengan nasi dan garam saja. Bahkan terkadang mereka tidak bisa makan
dengan nasi, karena jatah beras yang di miliki Ibu Mimi sudah di ambil di
bulan sebelumnya (cash bon). Ketika hal ini terjadi, biasanya mereka
memakan singkong untuk mengganjal perut.
Singkong yang dimakan oleh Ibu Mimi, merupakan singkong hasil
tanamannya, yang ditanam di pekarangan kecil yang ada di depan dan
samping rumahnya. Selain menanam singkong, Ibu Mimi juga menanam
cabai dan beberapa sayuran lainnya untuk menghemat pengeluaran makan.
49
f. Ibu Sobianah
Ibu sobianah merupakan seorang perempuan yang berusia 47 tahun
dengan latar belakang pendidikan SD. Suami Ibu Sobianah bekerja sebagai
buruh pabrik di Damatex dengan penghasilan bersih setiap bulannya
sebesar Rp 800.000,00. Pendapatan yang di peroleh suaminya tersebut, di
rasa Iu Sobianah kurang mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk
membiayai dua orang anaknya yang masih sekolah. Utnuk itu, Ibu
Sobianah juga ikut bekerja sebagai pembantu rumah tangga di daerah
Argomulyo setiap sore hari.
Ibu Sobianah dan keluarganya tinggal di sebuah rumah yang sederhana
dengan atap yang tidak memiliki eternit. Di rumah teresbut ditinggali oleh
enam orang individu, yaitu keluarga Ibu Sobianah dan keluarga anaknya
yang sudah menikah. Selain rumah tersebut, Ibu Sobianah tidak memiliki
aset lain seperti tanah atau lahan pertanian yang dapat ditanami dan
memberikan penghasilan bagi Ibu Sobianah dan keluarganya.
Sedangkan untuk memasak, Ibu Sobianah menggunakan dua jenis
bahan bakar, yaitu gas dan kayu, namun setiap harinya Ibu Sobianah lebih
sering menggunakan kayu sebagai bahan bakar memasak karena dirasa
lebih hemat.
g. Ibu Sakinem
Ibu Sakinem merupakan seorang perempuan dengan usia 45 tahun.
Suaminya bekerja sebagai buruh bangunan, yang pekerjaannya tidak
menentu. Untuk membantu suaminya, Ibu Sakinem bekerja dengan
berjualan nasi goreng pada malam hari untuk membiayai kebutuhan rumah
tangganya sehari-hari, dan untuk membiayai sekolah dua orang anaknya.
Namun ketika modal usahanya tidak mencukupi, Ibu Sakinem tidak dapat
berjualan, dan harus mencari pekerjaan lain dari tetangganya dengan
membantu melakukan pekerjaan rumah tangga.
Ibu Sakinem dan keluarganya masih tingga menumpang dengan orang
tua dari Ibu Sakinem, yang kondisi rumahnya sangat sederhana, dan hanya
50
terdapat dua kamar tidur, padahal di rumah tersebut di tinggali oleh enam
orang individu.
h. Ibu Susmiyati
Ibu Susmiyati merupakan seorang perempuan yang berusia 48 tahun,
dengan latar belakang pendidikan SMP. Suami Ibu Susmiyati bekerja
sebagai tukang reparasi payung di pasar, sedangkan Ibu Susmiyati juga
bekerja sebagai pedagang ayam di pasar untuk membantu suaminya
memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya dan membiayai pendidikan
seorang anaknya yang masih sekolah. Pendapatan yang di peroleh Ibu
Susmiyati dari berjualan ayam sebesar Rp 500.000 perhari, dan pendapat
suaminya sekitar Rp 30.000 samai Rp 50.000 per harinya.
Ibu Susmiyati tinggal di rumah orang tuanya yang sangat sederhana,
dengan atap yang sering bocor ketika hujan, karena sering menjadi sarang
kucing. Di rumah sederhana tersebut, Ibu Susmiyati tinggal bersama suami,
3 orang anak, dan ayah dari Ibu Susmiyati. Selain rumah, Ibu Susmiyati
tidak memiliki aset lain seperti tanah atau lahan kosong yang dapat di
gunakan untuk bercocok tanam, dan membantu menambah penghasilan
keluarganya.
i. Ibu Rini
Ibu Rini merupakan seorang perempuan dengan usia 37 tahun, dengan
dua orang anak. Suami Ibu Rini bekerja sebagai pekerja kontrak di pabrik-
pabrik. Pekerjaan dari suami Ibu Rini yang sebagai pekerja kontrak
membuat penghasilan yang di dapat juga menjadi tidak menentu, dan ada
kalanya dimana suami Ibu Rini tidak bekerja, karena belum ada kontrak
kerja dari pabrik-pabrik. Ketika sedang bekerja, penghasilan yang di
peroleh suami Ibu Rini bisa mencapai Rp 5.000.000,00, namun ketika
sedang tidak ada kontrak kerja, tidak ada sumber penghasilan bagi keluarga
Ibu Rini. Di sisi lain Ibu Rini tdak dapat bekerja di luar rumah, karena ia
masih memiliki dua orang anak yang masih kecil-kecil, dan tidak adanya
kemampuan yang di miliki Ibu Rini untuk dapat bekerja di luar rumah.
51
Rumah yang di tempati Ibu rini dan keluarga meupakan rumah yang
sederhana, dan tidak terlalu besar. Di rumah tersebut Ibu Rini tinggal
dengan suami dan dua orang anaknya. Selain rumah, Ibu Rini tidak
memiliki lahan pertanian untuk bercocok tanam dan menambah
penghasilan bagi keluarganya. Namun di rumah Ibu Rini masih ada sedikit
pekarangan yang kosong, namun itu juga tidak dimanfaatkan Ibu Rini
untuk becocok tanam, karena terbatasnya waktu yang dimiliki Ibu Rini,
karena waktunya sudah habis untuk melakukan kegiata rumah tangg dan
menjaga kedua anaknya.
5.2 Kegiatan Perempuan
Berdasarkan hasil obeservasi dan juga wawancara dengan sembilan orang
narasumber, diketahui bahwa kegiatan yang dilakukan oleh perempuan setiap
harinya sangat bermacam-macam, mulai dari memasak, membersihkan rumah,
bekerja untuk mencari nafkah, mengikuti kegiatan-kegiatan sosial, serta
memikirkan mengenai kelangsungan hidup rumah tangganya di kemudian hari.
Dari sekian banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh perempuan setiap
harinya, kegiatan-kegiatan tersebut dapat di kelompokkan menjadi tiga, yaitu
kegiatan domestik rumah tangga, kegiatan untuk pemenuhan kebutuhan hidup
rumah tangga, dan kegiatan sosial.
Tabel 5.1
Kegiatan Perempuan Sehari-hari
No Nama Kelompok
Kegiatan
Kegiatan Yang
Dilakukan
Keterangan
1. Ibu Sarni Kegiatan domestik
rumah tangga
Masak, ambil air,
bersih-bersih rumah,
dll.
Sore hari setelah
selesai bekerja,
sekitar pukul
16.00.
Kegiatan untuk
pemenuhan
kebutuhan.
Bekerja sebagai juru
masak di panti asuhan.
Mulai pukul
04.00-12.00.
Berjualan bensin. Pukul 13.00-16.00
Mendapat beras
bantuan raskin.
Sebuan sekali.
Kegiatan sosial Arisan, PKK,
Pirukunan
Sore hari, sebulan
sekali.
52
2. Ibu Sarmi Kegiatan domestik
rumah tangga
Masak, beres-beres
rumah, dll
Pukul 04.00-08.00
Kegiatan untuk
pemenuhan
kebutuhan.
Mencari barang
dagangan di kebun.
Dilakukan saat
waktu senggang.
Berjualan pisang,
kelapa, singkong yang
di beli dari kebun
orang lain.
Tidak ada batasan
waktu yang jelas,
di mulai pukul
09.00 hingga
dagangan habis,
atau hingga lelah.
Menjadi tukang pijat. Di lakukan ketika
tidak ada barang
dagangan, atau
ketika ada orang
yang meminta
untuk di pijat.
Meminta hasil kebun
tetangga untuk
dimasak.
Ketika tidak dapat
membeli sayur.
Kegiatan sosial Arisan, PKK,
Pirukunan
Sore hari, sebulan
sekali.
3. Ibu
Tukiyem
Kegiatan domestik
rumah tangga
Masak, bersih-bersih
rumah, mengambil air,
dll.
Di lakukan setelah
bekerja, pukul
15.00 hingga
selesai.
Kegiatan untuk
pemenuhan
kebutuhan.
Bekerja sebagai
perawat di panti wreda.
Mulai pukul
05.00-15.00.
Hutang dengan tukang
sayur atau tetangga.
Ketika tidak
punya uang untuk
makan.
Menanam sayuran di
pekarangan rumah.
Untuk menghemat
biaya belanja.
Kegiatan sosial Arisan, PKK,
Pirukunan
Sore hari, sebulan
sekali.
4. Ibu Sri
Sudarmani
Kegiatan domestik
rumah tangga
Masak, Bersih-bersih
rumah.
05.00 hingga
selesai.
Kegiatan untuk
pemenuhan
kebutuhan.
Mencari rumput untuk
makan ternak gadohan.
Sore hari, sekitar
pukul 15.00-
17.00.
Menanam dan menjual
pisang dan singkong
hasil kebun.
Tidak ada batasan
waktu yang jelas,
dilakukan ketika
panen saja.
Hutang dengan
saudara.
Ketika tidak
punya uang.
53
Kegiatan sosial Arisan, PKK,
Pirukunan
Sore hari, sebulan
sekali.
5. Ibu
Suminem
Kegiatan domestik
rumah tangga
Bersih-bersih rumah,
merebus air untuk
mandi.
Pukul 05.00-07.00
Masak, merawat orang
tua.
Sepetah pulang
kerja, sekitar
pukul 11.00
hingga selesai.
Mencari kayu untuk
masak.
Tidak ada batasan
waktu yang jelas,
dilakukan ketika
sedang tidak ada
kegiatan.
Mengambil air. Sore hari sekitar
pukul 15.00
Kegiatan untuk
pemenuhan
kebutuhan.
Bekerja sebagai tukang
bersih-bersih di panti
asuhan
Pukul 08.00-10.00
Masak dengan kayu
bakar.
Untuk menghemat
pengeluaran.
Menanam sayuran di
pekarangan rumah.
Untuk menghemat
biaya belanja.
Kegiatan sosial Arisan, PKK,
Pirukunan
Sore hari, sebulan
sekali.
6. Ibu
Sobianah
Kegiatan domestik
rumah tangga
Masak, bersih-bersih
rumah, dll.
05.00- selesai.
Kegiatan untuk
pemenuhan
kebutuhan.
Bekerja sebagai
pembantu rumah
tangga.
Mulai pukul
16.00- pagi.
Hutang dengan
tetangga.
Ketika tidak
punya uang untuk
makan/ membayar
sekolah anak.
Kegiatan sosial Arisan, PKK,
Pirukunan
Sore hari, sebulan
sekali.
7. Ibu
Sakinem
Kegiatan domestik
rumah tangga
Masak, bersih-bersih
rumah, dll.
Dilakukan ketika
tidak ada
pekerjaan di luar
rumah.
54
Kegiatan untuk
pemenuhan
kebutuhan.
Bekerja serabutan
sebagai pembantu
rumah tangga.
Dilakukan ketika
ada yang meminta
untuk bekerja,
maupun ketika
tidak ada modal
untuk berdagang.
Biasanya di mulai
dari pagi hari
hingga selesai.
Berjualan nasi goreng. 18.00-23.00
Hutang dengan
tetangga.
Untuk memenuhi
kebutuhan rumah
tangga.
Kegiatan sosial Arisan, PKK,
Pirukunan
Sore hari, sebulan
sekali.
8. Ibu
Susmiyati
Kegiatan domestik
rumah tangga
Masak, bersih-bersih
rumah, dll.
Dilakukan setelah
pulang kerja,
sekitar pukul
11.00 hingga
selesai.
Kegiatan untuk
pemenuhan
kebutuhan.
Berjualan ayam di
pasar
Mulai pagi hari
sekitar pukul
03.00-10.00.
Hutang dengan teman
di pasar.
Untuk memenuhi
kebutuhan hidup.
Kegiatan sosial Arisan, PKK,
Pirukunan
Sore hari, sebulan
sekali.
9. Ibu Rini Kegiatan domestik
rumah tangga
Masak, bersih-bersih
rumah, merawat anak,
dll.
Dilakukan
sepanjang hari.
Kegiatan untuk
pemenuhan
kebutuhan.
Menggunakan
tabungan.
Ketika suami tidak
mendapatkan
penghasilan.
Hutang dengan
tetangga.
Untuk memenuhi
kebutuhan hidup
rumah tangga.
Kegiatan sosial Arisan, PKK,
Pirukunan
Sore hari, sebulan
sekali.
Sumber: hasil observasi dan wawancara, 2015 (diolah)
55
Melihat dari berbagai macam kegitatan yang dilakukan oleh perempuan
setiap harinya, dapat diketahui bahwa perempuan memiliki beban ganda. Hal ini
disebabkan karena selain melakukan kegiatan domestik rumah tangga, perempuan
juga memiliki beban untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya demi
menopang keberlanjutan hidup rumah tangganya.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para perempuan tidak terlepas dari
kepemilikan modal yang dimilikinya. Dalam melakukan setiap kegiatannya,
perempuan memanfaatkan modal yang dimilikinya maupun berusaha untuk
mengembangkan modal yang dimilikinya agar dapat di gunakan untuk menopang
keberlanjutan hidup rumah tangganya di kemudian hari.
5.3 Modal yang Dimiliki Perempuan
Demi kelangsungan hidup dan penghidupannya, para perempuan bertumpu
pada modal-modal yang sangat beragam seperti:
a. Modal manusia, yang berkaitan dengan SDM seperti tingkat
pengetahuan, keterampilan, kesehatan, serta kemampuan untuk
bekerja.
b. Modal finansial, berupa uang atau aset yang dapat dinilai dengan
uang.
c. Modal alamiah, berupa SDA yang ada.
d. Modal fisik, seperti kepemilikan hewan ternak, lahan, bangunan dan
sejenisnya.
e. Modal sosial, berupa jaringan yang dapat dibangun atau diakses.
Dari berbagai macam modal yang ada, dapat dipetakan mengenai
pemanfaatkan modal-modal yang di miliki oleh perempuan dalam melakukan
kegiatan untuk menopang kelangsungan hidup rumah tangganya, seperti yang
nampak pada tabel 5.2 berikut ini.
56
Tabel 5.2
Pemetaan Modal dalam Pemenuhan Kebutuhan Hidup
No Nama Kegiatan untuk Pemenuhan
Kehutuhan Hidup
Modal yang Digunakan
1. Ibu Sarni Bekerja sebagai juru masak di
panti asuhan.
Modal manusia
Berjualan bensin. Modal manusia
Mendapat beras bantuan raskin. Modal sosial
2. Ibu Sarmi Mencari barang dagangan di
kebun.
Modal manusia, modal sosial,
modal alamiah.
Berjualan pisang, kelapa,
singkong yang di beli dari kebun
orang lain.
Modal manusia
Menjadi tukang pijat. Modal manusia, modal sosial
Meminta hasil kebun tetangga
untuk dimasak.
Modal sosial, modal alamiah.
3. Ibu
Tukiyem
Bekerja sebagai perawat di panti
wreda.
Modal manusia.
Hutang dengan tukang sayur atau
tetangga.
Modal sosial
Menanam sayuran di pekarangan
rumah.
Modal alamiah, modal fisik.
4. Ibu
Sudarmani
Mencari rumput untuk makan
ternak gadohan.
Modal manusia, modal alamiah.
Menanam dan menjual pisang dan
singkong hasil kebun.
Modal manusia, modal alamiah
Hutang dengan saudara. Modal sosial
5. Ibu
Suminem
Bekerja sebagai tukang bersih-
bersih di panti asuhan
Modal manusia.
Masak dengan kayu bakar. Modal alamiah.
Menanam sayuran di pekarangan
rumah.
Modal alamiah dan modal fisik
6. Ibu
Sobianah
Bekerja sebagai pembantu rumah
tangga.
Modal sosial, modal manusia.
Hutang dengan tetangga. Modal sosial.
7. Ibu
Sakinem
Bekerja serabutan sebagai
pembantu rumah tangga.
Modal manusia, modal sosial.
Berjualan nasi goreng. Modal manusia, modal
finansial.
Hutang dengan tetangga. Modal sosial.
8. Ibu
Susmiyati
Berjualan ayam di pasar Modal manusia, modal
finansial, modal sosial.
Hutang dengan teman di pasar. Modal sosial.
9. Ibu Rini Menggunakan tabungan. Modal finansial
57
Hutang dengan tetangga. Modal sosial.
Sumber: hasil observasi dan wawancara, 2015 (diolah)
5.4 Kemampuan Perempuan
Dalam sebuah keluarga setiap bagian di dalamnya memiliki perannya
masing-masing. Laki-laki yang berkedudukan sebagai kepala keluarga memiliki
peran sebagai pencari nafkah sedangkan perempuan sebagai ibu rumah tangga
berperan untuk mengurus anak dan melakukan pekerjaan domestik rumah tangga,
sehingga segala persoalan yang ada di rumah tangga akan di ambil alih oleh
perempuan (Gandhi, 2011:48).
Dengan adanya persoalan kemiskinan di rumah tangganya, maka perempuan
juga turut memberikan kontribusi untuk menyelesaikannya. Dalam
perkembangannya saat ini, perempuan tidak hanya melakukan pekerjaan domestik
rumah tangga saja. Banyak di jumpai perempuan yang juga bekerja di luar rumah,
yang berasal dari berbagai lapisan ekonomi dengan berbagai alasan dan
pertimbangan. Begitu pula dengan yang terjadi pada para perempuan dari rumah
tangga miskin yang ada di Kelurahan Kumpulrejo.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perempuan untuk bekerja di luar
rumah, salah satunya adalah kedudukannya di dalam rumah tangga. Pada
umumnya, seorang kepala keluarga adalah laki-laki, namun karena suatu hal
perempuan juga bisa menjadi seorang kepala keluarga. Dari 657 orang kepala
keluarga dari rumah tangga miskin yang ada di Keluarahan Kumpulrejo, terdapat
74 orang atau 20 % perempuan yang menjadi kepala rumah tangga, seperti yang
nampak pada gambar 5.1 berikut ini.
58
Gambar 5.1
Jenis Kelamin Kepala Keluarga
Sumber: PPLS 2011, diolah 2015
Berdasarkan gambar 5.1, terdapat 20 % atau 74 orang perempuan di
Kelurahan Kumpulrejo yang berkedudukan sebagai kepala keluarga. Adanya
perempuan yang menjadi kepala keluarga ini dapat di sebabkan karena
meninggalnya kepala keluarga laki-laki, atau pun karena ia di telantarkan oleh
kepala keluarganya. Kedudukan perempuan sebagai kepala keluarga membuatnya
memiliki peran ganda dalam rumah tangga. Peran ganda tersebut membuat
perempuan harus berperan sebagai pencari nafkah dan selakigus melakukan
perannya sebagai seorang ibu rumah tangga untuk melakukan pekerjaan rumah
tangga pada umumnya
Peran merupakan seperangkat perilaku yang diharapkan dari seseorang yang
menduduki suatu posisi atau kedudukan tertentu dalam masyarakat (Abdullah:
2006). Begitu pula dengan perempuan, peran perempuan dalam rumah tangga
sangatlah penting untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka dalam
melangsungkan kehidupan. Menjadi hal yang mendasar bahwa peran perempuan
dalam rumah tangga dilihat pada sejauh mana status kepemilikian sebuah
pekerjaan. Untuk mengidentifikasi status kepemilikan sebuah pekerjaan dapat
dilihat dari kedudukan perempuan dalam rumah tangga.
Kumpulrejo merupakan kelurahan dengan warga miskin terbanyak di Kota
Salatiga, sehingga banyak rumah tangga yang memiliki persoalan kemiskinan.
LAKI-LAKI 80%
PEREMPUAN 20%
KEPALA KELUARGA BERDASARKAN JENIS
KELAMIN
59
Dengan adanya persoalan kemiskinan di keluarganya, membuat perempuan ikut
terlibat untuk menyelesaikan dan memikirkan keberlanjutan hidup keluarganya.
Realitas yang ada di masyarakat saat ini, banyak ditemui perempuan yang
bekerja untuk menambah penghasilan keluarganya, namun di sisi lain juga
ditemui perempuan yang memilih untuk tetap bekerja di dalam rumah. Alasan
bagi para perempuan untuk bekerja dan tidak bekerja di luar rumah juga sangat
beragam, seperti yang akan di jelaskan berikut ini.
a. Perempuan Yang Bekerja
Pemanfaatan tenaga kerja dalam rumah tangga menjadi salah satu
strategi ekonomi yang dilakukan oleh rumah tangga miskin. Dengan
bekerjanya perempuan di luar rumah, mereka memiliki kemampuan dalam
menambah pendapatan rumah tangga. Bagi perempuan yang memiliki
kepala keluarga dan bagi mereka yang telah mengalami pergeseran posisi
dimana perempuan menjadi seorang kepala rumah tangga dengan alasan
tertentu, bahwa mereka lebih memilih untuk berusaha mendapatkan
berbagai macam pekerjaan agar dapat memenuhi atau menopang kebutuhan
ekonomi mereka, meskipun dengan hasil yang kecil.
Terdapat dua nara sumber yang mengatakan bahwa alasan mereka
untuk bekerja di luar rumah salah satunya di sebabkan oleh kedudukan
mereka sebagai kepala rumah tangga. Peran yang dimiliki perempuan
sebagai kepala rumah tangga menjadikan mereka sebagai tumpuan untuk
bertahan hidup bagi dirinya sendiri maupun bagi anggota keluarganya yang
lain, khususnya dalam aspek ekonomi. Dengan kesadaran tersebut membuat
para perempuan yang berkedudukan sebagai kepala rumah tangga akan
melakukan pekerjaan apapun supaya dapat memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya.
Ada banyak upaya yang dilakukan oleh para perempuan yang menjadi
kepala rumah tangga dalam memperoleh pekerjaan. Selain memiliki
pekerjaan pokok dengan penghasilan yang kecil, para perempuan yang
berkedudukan sebagai kepala rumah tangga ini juga memiliki pekerjaan
60
sambilan yang hasilnya juga tidak terlalu besar namun dapat sedikit
membantu mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya.
Sedangkan bagi lima perempuan yang tidak berkedudukan sebagai
kepala rumah tangga di keluarganya, mereka memilih untuk bekerja di luar
rumah. Banyaknya kebutuhan hidup yang harus di penuhi, sedangkan
terbatasnya penghasilan yang di peroleh oleh kepala rumah tangga laki-laki
membuat para perempuan ikut campur tangan dalam memenuhi kebutuhan
hidup rumah tangganya.
Bagi perempuan yang bekerja di luar rumah, mereka memiliki
kemampuan yang lebih besar dalam mengelola dan mengembangkan modal-
modal yang di milikinya, terutama pada modal sosial dan modal finansial
dalam menopang keberlanjutan hidup rumah tangganya dibandingkan
dengan perempuan yang tidak bekerja di luar rumah.
b. Perempuan Yang Tidak Bekerja
Selain perempuan yang memilih bekerja di luar rumah, di Kelurahan
Kumpulrejo juga terdapat kelompok perempuan yang tidak bekerja di luar
rumah. Dari sembilan orang narasumber yang di wawancarai terdapat dua
orang perempuan yang memilih untuk tidak bekerja di luar rumah. Salah
seorang di antaranya mengatakan bahwa alasannya untuk tidak bekerja di
luar rumah disebabkan ia masih memiliki anak yang masih kecil dan tidak
ada tempat untuk menitipkan anaknya, jika di tinggal bekerja di luar rumah.
Selain masih memiliki anak yang masih kecil, ketidak percayaan dirinya
untuk mencari pekerjaan di luar rumah juga di sebabkan rendahnya tingkat
pendidikannya yang hanya sebatas pada tingkat SMP, menyebabkan
terbatasnya kemampuan yang dimiliki perempuan dalam memperoleh
pekerjaan di luar rumah seperti yang nampak pada kutipan wawancara
berikut ini.
“Kalo keinginan kerja sih ya ada mbak, tapi gimana lagi, kalo
saya kerja anak-anak nggak ada yang ngurus, masih repotlah
kalo mau di tinggal-tinggal. Tapi ya bingung juga sih mbak mau
kerja apa, wong yo saya ndak bisa apa-apa wong yo cuma
61
lulusan SMP mau kerja apa. Bisanya ya cuma ngurusi rumah aja
gini. Ya wes di terima aja lah mbak, paringane kaya gini ya
bersyukur aja.”1
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut, dapat di ketahui bahwa
perempuan yang tidak bekerja memiliki sikap fatalisme atau pasrah pada
nasib, dan hanya mengandalkan pendapatan dari suaminya. Hal ini
menunjukkan bahwa ada persoalan kemiskinan yang berasal dari perspektif
kultural pada tingkat individu miskin tersebut.
Sedangkan salah seorang narasumber yang juga memutuskan untuk
tidak bekerja di luar rumah mengatakan bahwa pada awalnya ia bekerja di
luar rumah, namun karena terjadi cedera pada fisiknya membuat ia harus
keluar dari pekerjaannya. Meskipun saat ini ia sudah sembuh dari cideranya,
ia masih belum bisa untuk bekerja di luar rumah lagi karena ia merasa tidak
enak dengan rekan-rekan sekerjanya untuk masuk kerja lagi di tempat yang
sama. Sedangkan untuk membuka peluang usaha yang baru ia terkendala
dalam hal modal usaha.
5.5 Ringkasan
Dari sekian banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh perempuan setiap
harinya, kegiatan-kegiatan tersebut dapat di kelompokkan menjadi tiga, yaitu
kegiatan domestik rumah tangga, kegiatan untuk pemenuhan kebutuhan hidup
rumah tangga, dan kegiatan sosial.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para perempuan tidak terlepas dari
kepemilikan modal yang dimilikinya. Dalam melakukan setiap kegiatannya,
perempuan memanfaatkan modal yang dimilikinya maupun berusaha untuk
mengembangkan modal yang dimilikinya agar dapat di gunakan untuk menopang
keberlanjutan hidup rumah tangganya di kemudian hari.
Selain dari kepemilikan modal, untuk menopang keberlanjutan hidup rumah
tangganya, perlu dilihat kemampuan perempuan dalam mengelola modal yang
dimiliki dari kegiatan yang dilakukannya. Realitas yang ada di masyarakat saat
ini, banyak ditemui perempuan yang bekerja untuk menambah penghasilan
1 Wawancara dengan Ibu Rini tanggal 13 November 2014.
62
keluarganya, namun di sisi lain juga ditemui perempuan yang memilih untuk tetap
bekerja di dalam rumah. Alasan bagi para perempuan untuk bekerja dan tidak
bekerja di luar rumah juga sangat beragam.
Dengan bekerjanya perempuan di luar rumah, mereka memiliki kemampuan
dalam menambah pendapatan rumah tangga. Bagi perempuan yang memiliki
kepala keluarga dan bagi mereka yang telah mengalami pergeseran posisi dimana
perempuan menjadi seorang kepala rumah tangga dengan alasan tertentu, bahwa
mereka lebih memilih untuk berusaha mendapatkan berbagai macam pekerjaan
agar dapat memenuhi atau menopang kebutuhan ekonomi mereka, meskipun
dengan hasil yang kecil.
Selain perempuan yang memilih bekerja di luar rumah, di Kelurahan
Kumpulrejo juga terdapat kelompok perempuan yang tidak bekerja di luar rumah.
Dari sembilan orang narasumber yang di wawancarai terdapat dua orang
perempuan yang memilih untuk tidak bekerja di luar rumah. Salah seorang di
antaranya mengatakan bahwa alasannya untuk tidak bekerja di luar rumah
disebabkan ia masih memiliki anak yang masih kecil dan tidak ada tempat untuk
menitipkan anaknya, jika di tinggal bekerja di luar rumah. Selain masih memiliki
anak yang masih kecil, ketidak percayaan dirinya untuk mencari pekerjaan di luar
rumah juga di sebabkan rendahnya tingkat pendidikannya yang hanya sebatas
pada tingkat SMP, menyebabkan terbatasnya kemampuan yang dimiliki
perempuan dalam memperoleh pekerjaan di luar rumah.