22
BAB VI PEMBAHASAN Setelah mendapatkan hasil penelitian yang disajikan dalam dua bentuk analisa data yaitu analisa univariat dan analisa bivariat, selanjutnya dilakukan pembahasan sesuai tujuan khusus yang ingin diperoleh yaitu; 1. Analisa Univariat a. Gambaran kepatuhan perawat dalam standar operasional prosedur pemasangan infuse di RS Umum Adjidarmo Kabupaten Lebak. Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat kepatuhan perawat dalam melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan infus di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak 2013, menunjukan dari 76 responden yang diteliti, masih banyak (30,3%) ditemukan perawat pelaksana yang tidak patuh dalam melaksanakan SOP pemasangan infus. Hal ini menggambarkan bahwa perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Dr. Adjidarmo sebagian besar patuh dalam melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan

bab VI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

education

Citation preview

Page 1: bab VI

BAB VI

PEMBAHASAN

Setelah mendapatkan hasil penelitian yang disajikan dalam dua bentuk analisa data yaitu

analisa univariat dan analisa bivariat, selanjutnya dilakukan pembahasan sesuai tujuan

khusus yang ingin diperoleh yaitu;

1. Analisa Univariat

a. Gambaran kepatuhan perawat dalam standar operasional prosedur pemasangan

infuse di RS Umum Adjidarmo Kabupaten Lebak.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat kepatuhan perawat dalam

melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan infus di Instalasi Rawat

Inap RSUD Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak 2013, menunjukan dari 76

responden yang diteliti, masih banyak (30,3%) ditemukan perawat pelaksana

yang tidak patuh dalam melaksanakan SOP pemasangan infus.

Hal ini menggambarkan bahwa perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Dr.

Adjidarmo sebagian besar patuh dalam melaksanakan standar operasional

prosedur pemasangan infus, sedangkan yang tidak patuh hanya sebagian kecil

saja, hal yang menyebabkan adanya ketidakpatuhan dalam melaksanakan standar

operasional prosedur pemasangan infus ini adalah kurangnya sarana yang

tersedia, misalnya perlak atau pengalas, tourniquet, handscoon, sabun cuci tangan

dan bengkok. Selain itu disebabkan oleh kurangnya informasi atau sosialisasi

tentang pengertian, tujuan dan fungsi standar operasional prosedur pemasangan

infus. Selain itu juga disebabkan karena perawat hanya memikirkan resiko tertular

penyakit pada diri sendiri yang harus dijaga sedangkan resiko penularan atau

infeksi nosokomial yang terjadi kepada pasien diabaikan, hal ini terbukti saat

melaksanakan tindakan pemasangan infus sebagian besar tidak melakukan cuci

Page 2: bab VI

tangan sebelum melakukan tindakan pemasangan infus sedangkan setelah

pemasangan infus semua responden melakukan cuci tangan. Bila hal ini dibiarkan

maka akan berpengaruh terhadap timbulnya infeksi. Selain itu juga ketidak

patuhan perawat bisa disebabkan dari pihak rumah sakit belum adanya sanksi atau

reward terhadap kepatuhan perawat dalam melakukan tindakan pemasangan infus

yang sesuai dengan SOP.

Perilaku kepatuhan ini bersifat sementara karena perilaku ini akan bertahan bila

ada pengawasan. Jika pengawasan hilang atau mengendur maka akan timbul

perilaku ketidakpatuhan. Perilaku kepatuhan ini akan optimal jika perawat itu

sendiri menganggap perilaku ini bernilai positif, yang akan terintegrasikan

melalui tindakan asuhan keperawatan. Perilaku kepatuhan ini akan dapat dicapai

jika manager keperawatan merupakan orang yang dapat dipercaya dan dapat

memberikan motivasi (Sarwono, 2007). Untuk mencegah terjadinya malpraktek

dalam tindakan pemasangan infus, maka perawat harus patuh terhadap apa yang

menjadi tugasnya dan dapat menjalankan serta melaksanakannya dengan baik dan

benar secara konsisten.

b. Gambaran pengetahuan perawat tentang standar operasional prosedur

pemasangan infuse di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Adjidarmo Kabupaten

Lebak.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan perawat dalam

melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan infuse di Instalasi Rawat

Inap RSUD Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak 2013, menunjukan dari 76

responden yang diteliti, bahwa sebagian responden memiliki pengetahuan baik

yaitu 23 orang (30,3%), sedangkan responden yang memiliki pengetahuan cukup

yaitu sebanyak 37 orang (48,7%) dan yang memiliki pengetahuan kurang

sebanyak 16 orang (21,0%).

Page 3: bab VI

Berdasarkan hasil statistik didapatkan data bahwa sebagian besar responden

memilki pengetahuan kurang dan cukup tentang standar operasional prosedur

pemasangan infus adalah (69,7%.) Untuk responden yang memiliki pengetahuan

baik hanya 23 orang (30,3%). Padahal dalam melaksanakan tugas keperawatan,

perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan yang baik dalam hal

keperawatan. Kurangnya responden yang memiliki pengetahuan baik tentang

standar operasional prosedur pemasangan infus disebabkan karena kurangnya

terpapar informasi tentang apa itu standar operasional prosedur, tujuannya dan

manfaatnya sehingga perawat menganggap standar operasional prosedur tidak

penting bagi terlaksananya pekerjaan perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan sehingga standar operasional prosedur yang ada di ruangan hanya

sekedar arsip saja yang tersimpan rapi di lemari, selain itu juga perawat yang

bertugas di ruang rawat inap lebih berfokus terhadap menjalankan instruksi

medis, sedangkan kesadaran perawat tentang pentingnya membaca isi dokumen

standar operasional prosedur masih kurang.

Standar operasional prosedur seharusnya mudah untuk dilihat dan dibaca oleh

perawat setiap hari, khususnya standar operasional prosedur tindakan yang sering

dilakukan di masing-masing ruangan. Maka standar operasional prosedur

seharusnya ditempelkan ditempat-tempat yang mudah dilihat dan dibaca oleh

perawat.

Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari

tahu, dan hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu

objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Page 4: bab VI

Selain kurang terpaparnya informasi tentang standar operasional prosedur

pemasangan infus, kurangnya responden yang memiliki pengetahuan baik,

disebabkan karena kurangnya sosialisasi dari tim INOK (infeksi nosokomial)

tentang pentingnya tindakan cuci tangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Azwar

(1995) bahwa kurangnya informasi yang simultan tentang suatu objek cenderung

mengakibatkan kurangnya pengetahuan tentang objek tersebut. Sedangkan yang

disebabkan dari pihak rumah sakit adalah jarang atau kurangnya mengadakan

pelatihan secara khusus tentang pentingnya keterampilan pemasangan infus.

Notoatmojo (2003) mengungkapkan bahwa pengetahuan dapat diperoleh

diantaranya melalui pendidikan formal, non formal, pengalaman dan media masa.

Pengetahuan atau kognitif merupan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang.

c. Gambaran sikap perawat tentang standar operasional prosedur pemasangan infus

di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai sikap perawat dalam melaksanakan standar

operasional prosedur pemasangan infuse di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr.

Adjidarmo Kabupaten Lebak 2013 yang dilakukan kepada 76 responden

didapatkan bahwa perawat pelaksana sebagian 22 orang (28,9%) masih memiliki

sikap yang negatif terhadap standar operasional prosedur pemasangan infus. Hal

yang dapat mempengaruhi sikap negatif perawat dalam melaksanakan standar

operasional prosedur pemasangan infus diantaranya ketidakpedulian atau acuh,

perawat sebenarnya mengetahui pentingnya tindakan cuci tangan tapi karena

sikap acuh atau cueknya tersebut yang menjadikan perawat itu memiliki sikap

negatif. Selain itu juga disebabkan oleh ketidaktahuan perawat tentang isi

dokumen standar operasional prosedur pemasangan infus.

Page 5: bab VI

Dalam kehidupan sehari-hari sikap merupakan reaksi yang bersifat emosional.

Sikap adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan

tidak memihak (unfavorable) pada suatu objek. (Azwar, 1995).

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang terhadap

stimulus atau objek (Notoatmojo, 2007). Sikap belum merupakan suatu tindakan

tetapi merupakan predisposisi tindakan atau kepatuhan.

Sikap juga dikatakan sebagai suatu respon evaluative, yang berarti bahwa bentuk

reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi

dalam diri individu yang memberiap kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk

nilai-nilai baik, positif- negative, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang

kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap suatu objek.

d. Gambaran motivasi perawat tentang standar operasional prosedur pemasangan

infuse di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai motivasi perawat dalam melaksanakan

standar operasional prosedur pemasangan infus di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr.

Adjidarmo Kabupaten Lebak 2013 yang dilakukan terhadap 76 responden , masih

ada sebagian kecil perawat pelaksana (19,7%) yang memiliki motivasi kurang

baik terhadap standar operasional prosedur pemasangan infuse. Faktor yang

menyebabkan kurangnya motivasi perawat dalam melaksanakan standar

operasional prosedur pemasangan infuse diantaranya disebabkan oleh imbalan

jasa atau insentif, perawat mau melaksanakan perawatan dan pemasangan infuse

karena motivasinya ingin mendapat imbalan atau jasa yang besar, kurangnya

pengawasan oleh kepala ruangan atau perawat supervise. Selain itu juga karena

ingin dipuji. Perawat melakukan tindakan pemasangan infuse motivasinya karena

Page 6: bab VI

ingin dipuji oleh kepala ruangan bukan karena ingin meningkatkan pengetahuan

atau keterampilan tentang standar operasional prosedur pemasangan infus.

Menurut Widyatun (2002) ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu;

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah motivasi yang berasal

dari dalam diri sendiri, bisanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi

kebutuhan sehingga manusia menjadi puas.

Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu saja, tetapi ada

kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi tersebut.sedangkan faktor

eksternal adalah faktor yang datang dari luar berasal dari lingkungan, dukungan

social dan media.

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan antara pengetahuan perawat terhadap kepatuhan melaksanakan standar

operasional prosedur pemasangan infus di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak bahwa ketidakpatuhan perawat

dalam melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan infus lebih banyak

terjadi (94,0%) pada kelompok perawat yang berpengetahuan kurang baik dan

cukup dibandingkan dengan perawat yang berpengetahuan baik tidak terdapat

yang tidak patuh dalam melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan

infus.

Dari hasil analisa bivariat dengan menggunakan uji chi squere di dapatkan nilai p

value : 0,000 berarti p< α dimana nilai α : 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa

H0 ditolak. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan

Page 7: bab VI

dengan kepatuhan dalam melaksanakan SOP pemasangan infus. Artinya bahwa

tingkat pengetahuan perawat dapat mempengaruhi kepatuhan dalam

melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan infus, karena semakin

baik pengetahuan mengenai standar operasional prosedur pemasangan infus maka

setiap melaksanakan tindakan pemasangan infus akan melaksanakan prinsip-

prinsip utama pemasangan infus. Jadi semakin baik tingkat pengetahuan

seseorang maka akan memiliki sikap yang positif. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Ratnawati (2008) tentang Hubungan antara tingkat pengetahuan

perawat tentang patient safety dengan tindakan pemasangan infus sesuai SOP,

terhadap 103 responden, dari 47 orang yang mempunyai pengetahuan kurang,

hanya 45, 6% yang melakukan tindakan sesuai prosedur, sedangkan yang

melakukan tindakan tidak sesuai dengan prosedur sebanyak 53,3%. Ini berarti

menggambarkan bahwa tingkat pengetahuan berhubungan dengan kepatuhan.

Menurut Notoatmojo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penggolongan pengetahuan termasuk dalam faktor predisposisi, yaitu untuk dapat

melakukan sesuatu (mengadopsi prilaku) seseorang harus tahu terlebih dahulu

mengenai arti dan manfaatnya berperilaku tersebut, dan pengaruh pengetahuan ini

bisa mendorong terhadap suatu tindakan tergantung dari apa yang dilakukan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Perilaku yang didasari

pengetahuan umumnya bersifat langgeng.

Maka hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Adjidarmo sesuai

dengan teori bahwa perawat yang mempunyai pengetahuan baik akan patuh

terhadap aturan yang berlaku, termasuk aturan mengenai protap pemasangan

infus.

Page 8: bab VI

b. Hubungan antara sikap perawat terhadap kepatuhan melaksanakan standar

operasional prosedur pemasangan infus di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak bahwa ketidakpatuhan perawat

dalam melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan infus lebih

banyak terjadi (68,2%) pada kelompok perawat yang memiliki sikap negatif,

dibandingkan dengan perawat yang memiliki sikap positif hanya (14,8%) yang

tidak patuh dalam melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan infus.

Nilai OR yang diperoleh sebesar 12,32 yang berarti bahwa perawat pelaksana

memiliki sikap tidak setuju terhadap standar operasional prosedur pemasangan

infuse memiliki resiko 12 kali lebih besar yang tidak patuh melaksanakan standar

operasional prosedur pemasangan infus, bila dibandingkan dengan perawat

pelaksana yang memiliki sikap setuju terhadap standar operasional prosednur

pemasangan infus.

Dari hasil analisa bivariat dengan menggunakan uji chi square di dapatkan nilai p

value : 0,000 berarti p< α dimana nilai α : 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa

Ho ditolak. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan antara sikap dengan

kepatuhan dalam melaksanakan SOP pemasangan infus. Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Muchaminudin tentang Faktor-faktor yang

berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam melaksankan SOP infuse di RSUP

Dr. Karyadi Semarang, bahwa terdapat hubungan antara sikap dengan kepatuhan.

Sikap perawat yang baik tentang prosedur pemasangan infuse, ditunjukan dengan

perawat yang sangat setuju tentang SOP pemasangan infuse di RS. Sikap yang

Page 9: bab VI

baik ini ditunjukan dengan respon perawat untuk melakukan cuci tangan dan

memakai sarung tangan pada saat melakukan pemasangan infus.

Sikap adalah kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek ,

dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau

tidak menyenangi suatu objek (Azwar,1995). Dengan kata lain sikap seseorang

terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung maupun tidak mendukung atau

memihak atau tidak memihak pada objek tersebut.

Sikap merupakan cikal bakal dari sebuah perilaku, karena sikap merupakan

kecenderungan seseorang untuk berperilaku. Jadi ada kesejajaran antara sikap

dengan perilaku. Dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak faktor yang

menyebabkan perilaku responden kurang baik diantaranya pengetahuan dan sikap.

Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmojo (2003) apabila perilaku didasari oleh

pengetahuan, kesadaran dan sikap maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng

(long lasting) begitu pula sebaliknya.

Maka hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Adjidarmo sesuai

dengan teori bahwa perawat yang mempunyai sikap positif akan patuh terhadap

aturan yang berlaku, termasuk aturan mengenai protap pemasangan infus.

c. Hubungan antara motivasi perawat terhadap kepatuhan melaksanakan standar

operasional prosedur pemasangan infus di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak bahwa ketidakpatuhan perawat

dalam melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan infus lebih banyak

Page 10: bab VI

terjadi (60,0%) pada kelompok perawat yang memiliki motivasi yang kurang

baik, dibandingkan dengan perawat yang memiliki motivasi baik yaitu hanya

(23,0%) yang tidak patuh dalam melaksanakan standar operasional prosedur

pemasangan infus.

Nilai OR yang diperoleh sebesar 5,036 yang berarti bahwa perawat pelaksana

memiliki motivasi kurang baik terhadap standar operasional prosedur pemasangan

infus memiliki resiko 5 kali lebih besar yang tidak patuh melaksanakan standar

operasional prosedur pemasangan infus, bila dibandingkan dengan perawat

pelaksana yang memiliki motivasi yang baik terhadap standar operasional

prosedur pemasangan infus.

Dari hasil analisa bivariat dengan menggunakan uji chi squere di dapatkan nilai p

value : 0,013 berarti p< α dimana nilai α : 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa

Ho ditolak. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan antara motivasi dengan

kepatuhan dalam melaksanakan SOP pemasangan infus. Artinya bahwa tingkat

motivasi perawat dapat mempengaruhi kepatuhan dalam melaksanakan standar

operasional prosedur pemasangan infus, karena semakin baik motivasi yang

dimiliki mengenai standar operasional prosedur pemasangan infus maka setiap

melaksanakan tindakan pemasangan infus akan melaksanakan prinsip-prinsip

utama pemasangan infus. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Muchaminudin tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan

perawat dalam melaksankan SOP infus di RSUP Dr. Karyadi Semarang, bahwa

terdapat hubungan antara motivasi dengan kepatuhan.

Motivasi adalah dorongan penggerak untuk mencapai tujuan tertentu, baik

disadari maupun tidak disadari. Motivasi dapat timbul dalam diri individu atau

datang dari lingkungan. Motivasi yang terbaik adalah motivasi yang datang dari

dalam diri sendiri (motivasi intrinsic), bukan pengaruh lingkungan. (Sunaryo,

Page 11: bab VI

2004). Sedangkan motif adalah energy dasar yang terdapat dalam diri individu

dan menentukan perilaku. Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri

sendiri, tetapi saling kait mengkait dengan faktor lain, hal yang dapat

mempengaruhi motif disebut motivasi. Kalau orang ingin mengetahui mengapa

orang tersebut berbuat arau berperilaku kea rah sesuatu seperti yang dikarjakan,

maka orang tersebut akan terkait dengan motivasi atau perilaku yang termotivasi

(motivated behavior) (Sunaryo,2004).

Maka hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Adjidarmo sesuai

dengan teori bahwa perawat yang mempunyai motivasi yang baik akan patuh

terhadap aturan yang berlaku, termasuk aturan mengenai standar operasional

prosedur pemasangan infus.

Page 12: bab VI

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat

disimpulkan sebagai berikut;

1. Gambaran kepatuhan perawat terhadap standar operasional prosedur pemasangan

infuse di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak diperoleh

hasil bahwa sebagian besar 69,7% patuh dalam melaksanakan standar operasional

prosedur pemasangan infus

2. Gambaran pengetahuan perawat terhadap standar operasional prosedur

pemasangan infus di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Adjidarmo Kabupaten

Lebak diperoleh hasil bahwa sebagian responden mempunyai pengetahuan cukup

48,7% dalam melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan infus

3. Gambaran sikap perawat terhadap standar operasional prosedur pemasangan infus

di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak diperoleh hasil

bahwa sebagian besar 71,1% mempunyai sikap yang positif dalam melaksanakan

standar operasional prosedur pemasangan infus

4. Gambaran motivasi perawat terhadap standar operasional prosedur pemasangan

infuse di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak diperoleh

hasil bahwa sebagian besar 80,3%% memiliki motivasi yang baik dalam

melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan infus

5. Hasil uji statistic menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat

pengetahuan dengan kepatuhan dalam melaksanakan standar operasional prosedur

pemasangan infus

6. Hasil uji statistic menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara sikap dengan

kepatuhan dalam melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan infus

Page 13: bab VI

7. Hasil uji statistic menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi

dengan kepatuhan dalam melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan

infus.

B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit Umum Dr. Adjidarmo, disarankan antara lain;

Meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat mengenai standar operasional

prosedur pemasangan infus melalui kegiatan pelatihan dan sosialisasi tentang

SOP tindakan keperawatan serta sosialisasi tentang INOK

Meningkatkan motivasi perawat untuk berlomba secara positif dalam

meningkatkan pelayanan kepada pasien semaksimal mungkin, seperti

memberikan kesempatan untuk meningkatkan jenjang pendidikan

Meningkatkan kompetensi perawat dengan mengadakan evalusi semesteran

tentang pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan tindakan

keperawatan.

Melengkapi sarana prasarana yang kurang seperti pengalas, perlak, bengkok,

tourniquet, handscoon steril dan gunting

Meningkatkan seleksi penerimaan calon perawat baru dalam hal pengetahuan,

keterampilan, sikap dan motivasi, melalui uji pengetahuan uji keterampilan dan

test psikologi.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Melengkapi daftar kepustakaan guna memperlancar mahasiswa dalam

mengerjakan tugas skripsi dan tugas mata kuliah.

3. Bagi perawat

Untuk meningkatkan kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP

pemasangan infus yang akan berakibat pada perbaikan /meningkatnya mutu

pelayanan keperawatan diharapkan semua tenaga perawat membaca kembali

Page 14: bab VI

isi dari dokumen SOP pelayanan keperawatan yang ada disetiap ruangan dan

mematuhi langkah- langkah yang ada dalam Standar Operasional Prosedur

contoh diantaranya menerapkan teknik aseptic (cuci tangan) sebelum dan

sesudah melakukan tindakan ,hal ini untuk mencegah terjadinya infeksi pada

pemasangan infus.

Diharapkan setiap tenaga keperawatan selalu meningkatkan pengetahuan dan

ketrampilanya dalam melaksanakan tindakan pemasangan infus baik melalui

diklat intern maupun ekstern atau melalui diskusi antar teman sejawat,selain itu

setiap tenaga keperawatan juga diharapkan mempunyai sikap dan motivasi yang

baik (positif) yaitu peduli atau tetap memperhatikan SOP dalam setiap tindakan

walau dalam keadaan diawasi maupun tidak diawasi oleh pimpinan.

4. Peneliti Berikutnya

Skripsi ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan referensi bagi

peneniti selanjutnya untuk mengembangkan variabel penelitian yang

mempengaruhi kepatuhan menjalankan SOP pemasangan infus antara lain : umur

,jenis kelamin,pendidikan, masa kerja dan kemampuan