BAB VI Dualisme Penelitian Hukum.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 112

    BAB VI

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Ada 2 (dua) Jenis penelitian hukum sebagaimana telah dijelaskan dalam

    BAB II, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris

    (sosiologis). Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Soerjono

    Soekanto, bahwa:

    Penelitian hukum itu berdasarkan tujuannya terdiri atas pertama; Penelitian hukum normatif, yang mencakup penelitian terhadap asas-

    asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan hukum. Kedua; Penelitian hukum sosiologis

    atau empiris, yang mencakup, penelitian terhadap identifikasi hukum ( tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektifitas hukum. 90

    Hal senada juga dikemukakan oleh Ronny Hanitijo Soemitro,

    bahwa:

    Penelitian hukum dapat dibedakan antara; Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian hukum yang

    menggunakan sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan, dan penelitian hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis, yaitu penelitian hukum yang memperoleh

    datanya dari data primer atau data yang diperoleh langsung dari masyarakat. 91

    Tetapi menurut ahli penelitian hukum yang lain, dijelaskan bahwa

    dalam penelitian hukum tidak dikenal adanya dikotomi jenis penelitian hukum

    yang demikian, seperti yang dikemukakan oleh Peter Mahmud Marzuki, yang

    setuju dengan pendapat Hutchinson, bahwa:

    Dikotomi ke dalam penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris adalah menyesatkan karena tidak mempunyai dasar berpijak.

    Dapat diketahui bahwa yang membuat dikotomi semacam itu tidak paham terhadap ilmu hukum. Begitu juga dikotomi antara penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris tidak dikenal, baik di

    negara-negara coomon law system maupun civil law system. Penelitian hukum menurut dua pakar penelitian hukum terakhir tersebut meliputi; penelitian doktrinal, penelitian yang berorientasi pada

    pembaharuan, Penelitian teoritis, dan penelitian fundamental. 92

    90 Soerjono Soekanto, 1983, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hlm.

    51 91 Ronny Hanitijo Soemitro, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Ghalia

    Indonesia, hlm. 24. 92 Peter Mahmud Marzuki, Op.cit., hlm. 32-33.

  • 113

    Hal yang perlu digarisbawahi dalam jenis penelitian hukum ini adalah

    bahwa tidak akan dan tidak bermaksud untuk memmbuat dikotomi ataupun

    pemisahan secara radikal ke dalam penelitian hukum normatif dan penelitian

    hukum empiris, bahkan apabila dikehendaki peneliti dapat menggabungkan

    kedua jenis penelitian tersebut dalam satu penelitian. Tetapi memang

    penelitian hukum itu akan selalu terkait dengan dua hal yang mau tidak mau,

    suka tidak suka akan ditenui, yaitu teori-teori tentang ilmu hukum dan

    kondisi yang ada di dalam masyarakat, apalagi jika penelitian itu adalah

    penelitian hukum empiris. Hanya memang di dalam buku ini selanjutnya akan

    digunakan terminologi penelitian hukum normatif dan penelitian hukum

    empiris.

    Dalam hal telah menentukan jenis penelitian, maka yang harus

    dilakukan oleh peneliti adalah memberikan penjelasan tentang jenis

    penelitian yang dilakukan dan jangan berhenti pada memberikan definisi

    tentang jenis penelitian. Peneliti harus dapat menjelaskan bahwa jenis

    penelitiannya berbeda dengan dengan jenis penelitian orang lain .Hal tersebut

    agar dapat diketahui bahwa penelitian yang dilakukannya adalah asli

    penelitiannya (menjaga orisinalitas penelitian) dan bukan plagiat dari

    penelitian orang lain. Oleh karena itu dalam menentukan jenis penelitian ini,

    peneliti harus 93menyesuaikan dengan isu hukum atau topik penelitian atau

    permasalahan yang diajukan dan disesuaikan dengan keinginan peneliti itu

    sendiri.

    B. Jenis Data dan Bahan Hukum

    Dalam penelitian hukum terdapat dua jenis data yang diperlukan. Hal

    tersebut diperlukan karena penelitian hukum itu ada yang merupakan

    penelitian hukum normatif dan ada penelitian hukum empiris. Jenis data yang

    pertama disebut sebagai data sekunder dan jenis data yang kedua disebut

    data primer. Peter Mahmud Marzuki tidak setuju apabila dalam penelitian

    hukum itu dikenal adanya istilah data94, menurutnya dalam penelitian hukum

    itu hanya ada bahan hukum saja, tidak ada data. Data primer dalam

    penelitian hukum adalah data yang diperoleh terutama dari hasil penelitian

    empiris, yaitu penelitian yang dilakukan langsung di dalam masyarakat,

    sedangkan data sekunder dalam penelitian hukum adalah data yang diperoleh

    94 Ibid., hlm. 36 dan 139.

  • 114

    dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai

    literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi

    penelitian yang sering disebut sebagai bahan hukum.

    Data primer dalam penelitian hukum dapat dilihat sebagai data yang

    merupakan perilaku hukum dari warga masyarakat. Soerjono Soekanto95

    mengatakan bahwa:

    Hukum merupakan bagian dari pergaulan hidup manusia, yang terwujud dalam perilaku manusia maupun di dalam perangkat kaidah-

    kaidah yang sebenarnya juga merupakan abstraksi dari perilaku manusia. Dengan demikian, maka perilaku manusia dan ciri-cirinya yang mencakup perilaku verbal dan perilaku nyata (termasuk hasil dari

    perilaku manusia dan ciri-cirinya tersebut), seperti peninggalan fisik, bahan-bahan ertulis dan data hasil simulasi merupakan data yang penting dalam penelitian hukum.

    Data sekunder atau data kepustakaan atau dikenal dengan bahan

    hukum dalam penelitian hukum seperti ada kesepakatan yang tidak tertulis

    dari para ahli peneliti hukum, bahwa bahan hukum itu berupa berbagai

    literatur yang dikelompokkan ke dalam:

    Pertama, bahan hukum primer yang terdiri atas peraturan

    perundang-undangan, yurisprudensi atau keputusan pengadilan (lebih-lebih

    bagi penelitian yang berupa studi kasus) dan perjanjian internasional

    (traktat). Menutrut Peter Mahmud Marzuki,96 bahan hukum primer ini bersifat

    otoritatif, artinya mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil dari tindakan

    atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu.

    Kedua, bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang dapat

    memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dapat berupa

    rancangan perundang-undangan, hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal

    ilmiah, surat kabar (koran), pamfleat, lefleat, brosur, dan berita internet.

    Ketiga, bahan hukum tertier, juga merupaka bahan hukum yang

    dapat menjelaskan baik bahan hukum primer maupun bahan hukum

    sekunder, yang berupa kamus, ensiklopedi, leksikon dan lain-lain.

    Namun kelompok yang ketiga terdapat sedikit perbedaan antara

    Peter Mahmud Marzuki dengan pakar penelitian hukum lainnya. Peter

    Mahmud Marzuki mengatakan, bahwa kelompok ketiga adalah bahan non

    hukum. Bahan non hukum ini dapat berupa semua literatur yang berasal dari

    non hukum, sepanjang berkaitan atau mempunyai relevansi dengan topik

    95 Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm. 49. 96 Peter Mahmud Marzuki, Op.cit., hlm. 139.

  • 115

    penelitian.97 Agar literatur-literatur tersebut memberikan kontribusi positif

    dalam penelitian, maka peneliti harus selektif dan mampu memilih literatur

    yang mendukung penelitiannya. Pakar penelitian hukum yang lainnya, seperti

    Ronny Hanitijo Soemitro, Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji mengatakan,

    bahwa bahan hukum yang ketiga adalah bahan hukum tertier, bahan hukum

    ini berupa kamus, ensiklopedi, bibliografi, indeks kumulatif, dan leksikon.98

    Untuk kelompok ketiga ini peneliti dapat memilih salah satu atau

    menggunakan keduannya, yang penting ada penjelasan dari peneliti tentang

    bahan-bahan hukum tersier atau bahan non hukum, atau menggunakan

    keduanya. Hal penting yang harus selalu diingat adalah bahwa peneliti harus

    dapat menjelaskan bahan-bahan hukum, baik primer, artinya peraturan

    perundangan atau perjanjian atau putusan pengadilan yang akan diteliti,

    demikian juga dengan bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku atau

    literatur-literatur apa yang akan diteliti maupun bahan hukum tersier atau

    bahan non hukum yang akan diteliti dalam penelitian yang dilakukan. Semua

    itu harus selalu dikaitkan dengan topik penelitian yang sedang dilakukan.

    Bahan-bahan hukum dan bahan non hukum yang merupakan data

    sekunder tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:99

    1. Data sekunder pada umumnya ada dalam keadaan siap terbuat.

    2. Bentuk maupun isi data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-

    peneliti terdahulu.

    3. Data sekunder dapat diperoleh tanpa terikat atau dibatasi oleh waktu

    dan tempat.

    Menurut Peter Mahmud Marzuki,100 bahan-bahan hukum tersebut

    merupakan sumber-sumber penelitian hukum Dengan mengadakan telaah

    pustaka atau studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum tersebut akan

    diperoleh data awal untuk dipergunakan dalam penelitian di dalam

    masyarakat atau penelitian lapangan.

    C. Teknik Pengumpulan Data atau Bahan Hukum

    1. Dalam Penelitian Hukum Normatif atau kepustakaan

    97 Peter Mahmud Marzuki, Op.cit., hlm. 143. 98 Ronny Hannitijo Soemitro, Op.cit., hlm. 24-25., Soerjono Soekanto dan Sri

    Mamudji, 1990, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat Jakarta, CV

    Rajawali, hlm. 14-15. 99 Ibid., hlm 28. 100 Peter Mahmud Marzuki, Op.cit., hlm. 140.

  • 116

    Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif

    dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik

    bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum

    tertier dan atau bahan non hukum. Penelusuran bahan-bahan hukum

    tersebut dapat dilakukan dengan membaca, melihat, mendengarkan,

    maupun sekarang banyak dilakukan penelusuran bahan hukum tersebut

    dengan melalui media internet.

    Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam studi pustaka adalah:

    a. Ada kalanya data sekunder dianggap sebagai data yang tuntas;

    b. Autentisitas data sekunder harus ditelaah secara kritis sebelum

    diterapkan pada penelitian yang dilakukan sendiri;

    c. Apabila tidak ada penjelasan, sukar untuk mrngetahui metde yang

    dipergunakan dalam pengumpulan dan pengolahan data sekunder

    tersebut;

    d. Kerapkali sukar untuk mengetahui secara pasti lokasi terhimpunnya

    data sekunder tersebut101

    2. Dalam Penelitian Hukum Empiris atau Sosiologis

    Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum empiris atau

    lapangan terdapat 3 (tiga) teknik yang dapat digunakan, baik digunakan

    secara sendiri-sendiri atau terpisah maupun digunakan secara bersama-

    sama sekaligus. Ke tiga teknik tersebut adalah wawancara, angket atau

    kuesioner dan observasi. Ke tiga teknik tersebut tidak menunjukkan

    bahwa teknik yang satu lebih unggul atau lebih baik dari yang lain,

    masing-masing mempunyai kelemahan dan keunggulan.

    a. Wawancara

    Wawancara dimaksudkan melakukan tanya jawab secara

    langsung antara peneliti dengan responden atau nara sumber atau

    informan untuk mendapatkan informasi. Wawancara adalah bagian

    penting dalam suatu penelitianhukum terutama dalam peneliian hukum

    empiris. Karena tanpa wawancara, peneliti akan kehilangan informasi

    yang hanya diperoleh dengan jalan bertanya secara langsung kepada

    responden, narasumber atau informan. Wawancara ini dapat

    menggunakan panduan daftar pertanyaan atau tanya jawab dilakukan

    101 Ronny Hanitjo Soemitro, Loc.cit.

  • 117

    secara bebas, yang penting peneliti mendapatkan data yang

    dibutuhkan.

    Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi.

    Hasil dari wawancara ini akan ditentukan oleh kualitas dari beberapa

    faktor yang saling mempengaruhi dan berkaitan satu sama lainnya.

    Faktor-faktor tersebut, adalah pewawancara, responden atau

    narasumber atau informan, daftar pertanyaan, dan situasi wawancara.

    Pewawancara memegang peranan penting dalam proses

    wawancara, karena pewawancara ini akan menyampaikan pertanyaan-

    pertanyaan kepada resonden atau yang lain, sehingga dia harus dapat

    mrangsang responden untuk mau menjawab pertanyaan yang ia

    ajukan, bakan ia dapat menggali lebih jauh kalau memang

    dikehendaki. Hasil wawancara ini akan sangat dipengaruhi oleh pribadi

    pewawancara. Oleh karena itu seoang pewawancara harus memiliki

    persyaratan tidak mdah untuk dipenuhi, misalnya memiliki

    ketrampilan mewawancarai, mempunyai motivasi tinggi, tidak

    gampang menyerah, supel dalam arti mampu berkomunikasi dengan

    baik, orangnya menarik, sehingga responden atau yang lainnya tidak

    bosan untuk menjawab pertanyaan yang diajukannya.

    Responden, narasumber dan informan juga memegang peran

    penting dalam proses wawancara ini. Karena kualitas jawaban yang

    disampaikanya akan tergantung pada apakah ia memahami

    pertanyaan yang diajukan kepadanya, atau apakah ia mau menjawab

    pertanyaan tersebut dengan baik atau tidak. Dapat saja, karena alasan

    kurang atau tidak tertarik dengan tpik penelitian, maka responden

    atau narasumber atau informan memberikan jawaban yang asal-asalan

    atau menjawab tanpa berpikir.

    Oleh karena responden, narasumber atau informan tersebut

    tidak tertarik dengan topik dan isi pertanyaan, maka hasil wawancara

    juga akan kurang berkualitas. Oleh karena itu pemilihan topik dan

    pembuatan daftar pertanyaan akan dpat mempengaruhi hasil

    wawancara. Daftar pertanyaan yang diajukan juga tidak boleh terkesa

    menguji responden, atau juga harus dihindari satu hal ditanyakan

    berkali-kali, hal ini akan membuat responden bosan.

    Situasi wawancara juga akan mempengaruhi hasil wawancara.

    Hal ini disebabkan karena faktor-faktor tertentu, seperti waktu yang

  • 118

    tidak tepat, ada tidaknya orang ketiga, dan sikap masyarakat pada

    umumnya.

    Untuk dapat mencapai tujuan wawancara dengan baik, perlu

    seorang peneliti memperhatikan pedoman berikut ini:102

    1) Berpakaian rapi 2) Sikap rendah hati

    3) Sikap hormat kepada responden, narasumber atau informan. 4) Ramah dalam sikap dan ucapan (tetapi efisien, jangan

    terlalu banyak menghamburkan kata basa-basi) disertai air

    muka yang cerah. 5) Sikap yang penuh pengertian terhadap responden dan

    bersikap netral

    6) Bersikap seolah-olah tiap responden yang dihadapi selalu ramah dan menarik.

    7) Sanggup menjadi pendengar yang baik.

    Wawancara mempunyai keunggulan, yaitu:

    1) Bertemu langsung dengan responden atau narasumber atau

    informan.

    2) Dapat segera mendapatkan data.

    3) Penelitian relatif lebih cepat dlakukan atau diselesaikan

    4) Mudah untuk segera menggantiatau mengubah pertanyaan

    yang kurang relevan atau untuk mengmbangkan pertanyaan

    dengan maksud untuk menggali lebih detail.

    Kelemahan wawancara adalah:

    1) Apabila responden susah ditemui, sehingga penelitian tidak

    dapat lebih cepat diselesaikan.

    2) Waktu wawancara yang terbatas, sehingga data yang

    didapat terkadang kurang rinci.

    3) Situasi wawancara sangat mempengaruhi proses

    wawancara.

    b. Angket atau Kuesioner

    Angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data

    dengan cara menyebarkan atau membagikan daftar pertanyaan yang

    telah dibuat sebelumnya oleh peneliti kepada responden, narasmber

    atau informan. Angket bertujuan untuk menapatka informasi yang

    relevan dengan tujuan penelitian, memperoleh informasi sedetail dan

    se akurat mungkin. Di sini peneliti tidak harus segera mendapatkan

    102 Irawati Singarimbun, Teknik Wawancara, dalam Masri Singarimbun dan Sofian

    Effendi (Editor), 1991, Metode Penelitian Survai, Jakarta, LP3ES, hlm. 201.

  • 119

    jawabannya. Jawaban tergantung pada kesempatan waktu yang

    dimiliki dan diberikan oleh responden.

    Beberapa cara dpat dilakukan dalam metode angket ini, seperti

    wawancara langsung dengan responden, responden mengisi dan

    menulis sendiri jawabannya baik partial maupun serentak bersama-

    sama, wawancara jarak jauh denga menggunakan telepon atau e-mail,

    kuesioner yang diposkan dengan disertai amplop dan perangko unyuk

    dikembalikan kepada peneliti.

    Angket ini dapat bersifat tertutup, artinya pertanyaan-

    pertanyaan di dalamnya sudah ada pilihan jawabannya, misalnya:

    1. Apa alasan saudara memakai helm?

    a. Taat pada aturan

    b. Tidak enak dengan polisi

    c. Terpaksa

    d. Ikut-ikutan

    e. Disuruh orang tua

    2. Apakah saudara pernah melanggar lampu trafik?

    a. Tidak pernah

    b. Pernah

    c. Kadang-kadang

    d. Sering

    e. Tiap hari

    3. Apakah keberadaan tempat pembuangan akhir sampah itu

    menimbulkan gangguan pada warga?

    a. Sangat mengganggu

    b. Mengganggu

    c. Agak mengganggu

    d. Kadang-kadang

    e. Tidk mengganggu

    4. Apakah Bapak selalu tepat membayar PBB?

    a. Selalu

    b. Sering

    c. Kadang-kadang

    d. Pernah sekali

    e. tidak pernah

    5. Apakah di lembaga pemasyarakatan ini bapak mendapatkan

  • 120

    jaminan pelaksanaan hak asasi manusia?

    a. Selalu

    b. Sering

    c. Kadang-kadang

    d. Pernah sekali

    e. tidak pernah

    Angket ini juga dapat bersifat terbuka, artinya responden harus

    memberikan dan menukis jawabannya di lembar yang telah disediakan,

    misalnya:

    1. Apa alasan saudara memakai helm?

    .......................................................................................

    .......................................................................................

    .......................................................................................

    2. Apakah saudara pernah melanggar lampu trafik?

    .......................................................................................

    .......................................................................................

    .......................................................................................

    3. Apakah keberadaan tempat pembuangan akhir sampah itu

    menimbulkan gangguan pada warga?

    .......................................................................................

    .......................................................................................

    .......................................................................................

    4. Apakah Bapak selalu tepat membayar PBB?

    .......................................................................................

    .......................................................................................

    .......................................................................................

    5. Apakah di lembaga pemasyarakatan ini bapak mendapatkan

    jaminan pelaksanaan hak asasi manusia?

    .......................................................................................

    .......................................................................................

    .......................................................................................

    Angket atau kuesioner, mempunyai keunggulan:

  • 121

    1) Peneliti dapat mengarahkan jawaban dalam arti peneliti

    dapat membuat pilihan jawaban yang akan dipilih oleh

    responden atau informan.

    2) Peneliti tidak perlu harus bertemu langsung dengan

    responden, narasumber dan atau informan.

    3) Penelti akan lebih mudah melakukan analisis data.

    Kelemahan angket atau kuesioner adalah:

    1) Tertutup bagi pengembangan jawaban.

    2) Peneliti menggunakan tabulasi dan analisis statistika, yang

    dalam hal demikian peneliti hukum banyak yang kurang

    memahami statistik.

    3) Apabila bertemu dengan responden yang kurang tertarik

    terhadap penelitian tersebut, sehingga mengisi angketnya

    asal-asalan atau tanpa berfikir sedikitpun atau bahkan

    mengisi angketnya ngawur, yang tentu saja hal itu akan

    menyulitkan analisis.

    c. Observasi

    Observasi atau pengamatan merupakan kegiatan yang dilakukan

    oleh peneliti dalam rangka pengumpulan data dengan cara mengamati

    fenomena suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu pula.

    Dalam observasi ini peneliti menggunakan banyak catatan, seperti

    daftar check, daftar isian, daftar angket, daftar kelakuan dan lain-lain,

    yang harus dilakukan sendiri oleh peneliti.

    Tujuan observasi adalah:103

    1) Mendapatkan data yang menyeluruh dari perilaku manusia

    sesuai kenyataannya.

    2) Mendapatkan deskripsi yang relatif lengkap mengenai

    kehidupan sosial atau salah satu aspeknya.

    3) Mengadakan eksplorasi terhadap kehidupan manusia yang

    diteliti.

    Obsrvasi atau pengamatan mempunyai keunggulan:

    1) Data yang didapatkan lebih akurat, detail dan rinci Apalagi

    jika peneliti melakukan observasi partisipatoris.

    2) Peneliti tidak mudah dibohongi dengan data semu aau

    bahkan data palsu.

    103 Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm. 22.

  • 122

    3) Hasil pengamatan tidak mudah untuk dlupakan

    Kelemahan observasi adalah:

    1) Peneliti memerlukan waktu lebih lama dan kesabaran lebih

    banyak.

    2) Observasi harus dilakukan secara terus menerus dan dalam

    waktu tertentu.

    Observasi dapat dilakukan oleh observer (pengamat) terhadap

    observee (obyek yag diamati) dengan cara observasi partisipatif.

    Observasi partisipatif ini merupakan suatu pengmatan dimana

    observer benar-benar ikut berpartisipasi atau terlibat dalam kegiatan-

    kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang menjadi obyek

    penelitian. Observasi ini dapat dilakukan apabila ada hubungan baik

    antara observer dengan observee dan tidak ada penolakan dari

    observee. Di samping itu observer harus mampu melakukan

    pendekatan yang baik dengan observee. Observasi partisipasi ini dapat

    dilakukan secara penuh, artinya observer melakukan pengamatan

    dengan mengikuti seluruh kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

    observee. Kemudian observasi dapat juga dilakukan parsial, artinya

    observer hanya mengikuti sebagian kegiatan yang dilakukan oleh

    observee.104 Selanjutnya terdapat observasi sistematis yang tidak jauh

    berbedadengan observasi partisipatif, obsevasi sistematis ini observer

    mempersiapkan akat-alatnya lebih terstruktur. Kemudian terdapat

    observasi non partisipatif atau observasi eksperimental, dimana

    observer dapat melakukan pegendalian dan perubahan terhadap

    situasi dan kondisi dalam rangka melaksanakan eksperimen.

    Pengendalian terhadap kondisi-kondisi dan faktor-faktor tersebut perlu

    guna menghindari munculnya variabel-variabel yang tidak diharapkan

    yang akan mempengaruhi eksperimen ke arah negatif. Observasi

    eksperimen ini dilakukan di laboratorium klinik khusus, atau di ruang

    studi khusus suatu perguruan tinggi.105

    D. Lokasi Penelitian.

    Lokasi penelitian ini diperlukan bagi penelitian hukum terutama bagi

    penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif, lokasi peneltiannya

    104 Bandingkan dengan Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit., hlm. 63. 105 Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit.,hlm. 65.

  • 123

    jelas dilakukan di berbagai perpustakaan, baik perpustakaan pribadi,

    perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan instansi, perpustakaan umum,

    perpustakaan pemerintah, dan perpustakaan swasta. Perpustakan yang

    dikunjungi adalah perpustakaan yang di dalamnya terdapat bahan-bahan

    hukum yang dicari yang berkaitan dengan topik penelitian. Selain itu lokasi

    penelitian atau tempat penelitian ini dapat dilakukan dengan penelusuran

    melalui media internet

    Lokasi penelitian dalam penelitian hukum empiris harus disesuaikan

    dengan judul dan permaslahan, apabila judul dan permasahannya masih

    bersifat umum, maka penetuan lokasi penelitian perlu mempertimbangkan

    ketersediaan data di lokasi yang bersangkutan. Hal penting yang harus

    dilakukan oleh peneliti adalah harus menjelaska secara ilmiah mengapa

    penelitian itu dilakukan di lokasi tersebut. Peneliti harus memberikan

    penjelasan ciri-ciri karakteristik sehingga lokasi itu dipilih.

    Di samping itu penentuan lokasi penelitian ini juga harus

    mempertimbangkan biaya, waktu dan tenaga, apalagi jika penelitian yang

    dilakukan harus mengikuti kemauan sponsor atau pemberi dana. Penelitian

    boleh idealis, tetapi hal itu belum tentu akan terwujud apabila dukungan yang

    kurang dari sisi biaya atau waktu dan tenaga, bahkan dapat saja terjadi suatu

    penelitian tidak selesai karena kurangnya biaya, waktu atau renaga.. Oleh

    karena itu, walaupun tidak vital, namun biaya, waktu dan tenaga merupakan

    faktor-faktor yang juga harus diperhatikan

    E. Populasi dan Sampel

    Setelah lokasi penelitian ditentukan, peneliti kemudian menentukan

    populasi dan sampel. Populasi meupakan sejumlah manusia atau unit yang

    mempunai ciri-ciri atau karakteristik yang sama.106 Menurut Ronny Hanitijo

    Soemitro,107 populasi ini dapat berujud sejumlah manusia atau sesuatu,

    seperti, kurikulum, kemampuan manajemen, alat-alat mengajar, cara

    pengadministrasian, kepemimpinan dan lain-lain. Penentuan populasi ini

    harus sinkron dengan topik penelitian. Peneliti dapat pula menentukan sub

    populasi, yaitu bagian dari populasi, misalnya populasinya adalah seluruh

    penduduk Kota Yogyakarta, sub populasinya adalah penduduk Kota Ygyakarta

    yang menjadi pegwai negeri atau penduduk Kota Yogyakarta yang berusia

    106 Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm. 172 107 Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit., hlm. 46.

  • 124

    20-25 tahun atau penduduk Kota Yogyakarta yang tinggal di pinggr

    sepanjang Kali Code. Penentuan ssb populasi ini dapat dilakukan apabila

    jumlah populasi terlalu banyak.

    Sampel adalah contoh dari suatu populasi atau sub populasi yang cukup

    besar jumlahnya dan sampel harus dapat mewakili populasi atau sub

    populasi. Untuk meneliti suatu populasi yang besar jumlahnya terkadang

    tidak memungkinkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan tertentu,

    misalnya, dana, watu dan tenaga, maka untuk melakukan generalisasi

    dibutuhkan sampel yang dapat mewakili populasi. Berapa banyak jumlah

    sampel yang harus diambil pada suatu penelitian, tdak ada ketentuan pasti

    atau baku mengenai hal itu. Sampel yang banyak pastinya akan lebih baik

    hasilnya atau lebih signifikan haslnya daripada sampel yang sedikit.

    Teknik pengambilan sampel dapat dilakukan dengan cara sebagai

    berikut:

    1. Random Sampling, teknik ini dilakukan apabila jumlah sampel dalam

    populasi besar atau banyak, yaitu dengan menentukan sampel

    secara acak, artinya setiap sampel dalam suatu populasi mempunyai

    kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota

    sampel..Pengambilan sampel demikian dapat dilakukan apabila

    tingkat homogenitas sampel dalam populasi tinggi, sehingga akan

    mudah untuk diambil sampel yang dapat mewakili populasi.

    Teknik random sampling ini dapat dlakukan dengan berbagai cara,

    seperti:

    a. Undian, yaitu semua sampel diberi nomor kemudian nomor-

    nomor tersebut dimasukan ke dalam kotak lalu nomr-nomor

    tersebut diundi, nomor yang muncul dari hasil undiam itulah yang

    akan masuk menjadi anggota sampel.

    b. Ordinal, menentukan nomor pertama, ini dilakukan dengan

    membagi jumlah sampel dalam populasi dibagi jumlah sampel

    yang dibutuhkan dan hasil dari pembagian tersebut menjadi

    nomor pertama dari sampel yang akan diteliti. Misalnya jumlah

    sampel dalam populasi adalah 1000 dan jumlah sampel yang

    dibutuhkan adalah 250, maka nomor pertama adalah 1000:250,

    sehingga nomor pertama dari sampel yang dibutuhkan adalah

    nomor: 4.

  • 125

    c. Titik ordinat (titik pusat) dan arah mata angin, teknik ini

    dilakukan dengan cara, peneliti menentukan suatu titik pusat,

    kemudian dari titik pusat tersebut ke arah 4 (empat) mata angin

    ditentukan sejumlah sampel yang masing-masing arah mata

    angin sama jumlah sampelnya atau jumlah sampel yang

    dibutuhkan dibagi sama ke arah mata angin.

    2. Non Random Sampling, apabila jumlah sampel dalam populasi kecil

    atau sedikit, yaitu suatu cara menentukan sampel dimana peneliti

    telah menentukan/menunjuk sendiri sampel dalam penelitiannya.

    Tentu saja penunjukan ini harus disertai dengan argumentasi ilmiah

    mengapa peneliti menentukan sampel-sampel demikian. Hal ini

    berarti bahwa sampel yang telah ditunjuk memiliki ciri-ciri

    karakteristik khusus sesuai dengan atau mengarah pada data yang

    dibutuhkan. Apabila peneliti mimilih teknik ini, maka peneliti harus

    memberikan penjelasan tentang ciri-ciri karakteristik dari sampel

    yang dipilih atau ditunjuk tersebut dan mengapa memilih sampel

    demikian.

    F. Responden, Informan dan Narasumber

    Dalam penelitian hukum, baik penelitian hukum normatif maupun

    penelitian hukum empiris, di dalam mendapatkan data dapat mengadakan

    kontak atau hubungan dengan pihak-pihak yang menjadi yang dapat

    memberikan informasi mengenai data yang dibutuhkan, pihak-pihak

    tersebut adalah responden, informan dan narasumber.

    1. Responden adalah seseorang atau individu yang akan memberikan

    respon terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Responden ini

    merupakan orang atau individu yang terkait secara langsung dengan

    data yang dibutuhkan. Responden ini selalu dibutuhkan dalam setiap

    penelitian hukum empiris, karena responden ini adanya di dalam

    masyarakat dimana penelitian itu dilakukan.Responden ini dalam

    memberikan respon kadang-kadang dapat dipengaruhi atau mengikuti

    apa yang menjadi kemauan peneliti, atau dengan kata lain responden

    ini dalam memberikan respon mengikuti apa yang telah diarahkan oleh

    peneiti. Sebagai contoh dalam hal peneliti dalam teknik pengumpulan

    datanya menggunakan kuesioner apalagi kuesioner yang bersifat

  • 126

    tertutup, responden diarahkan untuk memberikan jawaban dengan

    memilih jawaban yang telah disediakan oleh peneliti.

    2. Informan adalah orang atau individu yang memberikan informasi data

    yang dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang diketahuinya dan penelit

    tidak dapat mengarahkan jawaban sesuai dengan yang diinginkannya.

    Hal itulah yang membedakan antara informan dengan responden.

    Informan diperlukan di dalam peneltian empiris untuk mendapatkan

    data secara kualitatif. Seorang informan adalah sumber data yang

    merupakan bagian dari unit analisis. Kebenaran informasi yang

    diberikan oleh informan adalah kebenaran menurut nforman tersebut,

    bukan dari peneliti. Untuk itu penggunaan informan tidak perlu

    menggunakan quesioner atau wawancara terstruktur. Kita harus

    memberi ruang kebebasan bagi informan untuk berpendapat.

    3. Narasumber adalah seorang yang memberikan pendapat atas objek

    yang kita teliti.Dia bukan bagian dari unit analisis, tetapi ditempatkan

    sebagai pengamat. Hubungan narasumber dengan objke yang kita

    teliti disebabkan karena kompetensi keilmuan yang dimiliki , hubungan

    struktural dengan person person yang diteliti, atau karena

    ketokohannya dia dalam populasi yang diteliti. Pengunaan narasumber

    dapat digunakan untuk menambah bahan hukum sekunder dalam

    penelitian normatif maupun menambah data sekunder dalam

    penelitian empiris . Contoh sederhana misalnya: ketika kita meneliti

    mengenai kontrak-kontrak kerjasama yang dilakukan oleh perusahaan

    secara normatif, maka perlu menambahkan pendapat seorang pakar

    ahli hukum perusahan. Atau ketika melakukan penelitian hukum

    empiris mengenai Pelaksanaan Prinsip Good Governance pada era

    Otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur, bisa meminta seorang

    pengamat otonomi daerah, atau menteri dalam negeri, atau seorang

    pakar hukum tatanegara sebagai narasumber.

    G. Pengukuran Data dan Seleksi Bahan Hukum

    Data yang diharapkan adalah data yang valid dan reliabel. Artinya data

    tersebut dapat menggambarkan kondisi obyek penelitian dengan sebenarnya

    dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu validitas dan reliabilitas

    data sangat dibutuhkan. Di samping itu data yang didapatkan nantinya harus

    ada keterkaitannya dengan topik atau permasalahan yang diajukan dan

  • 127

    antara data satu dengan data lainnya serta dengan bahan hukum harus ada

    hubungan satu sama lain.

    1. Validitas dan Reliabilitas

    Validitas dan reliabilitas data tergantung pada alat yang digunakan

    untuk mengukur validitas dan reliabilitas data itu sendiri. Alat pengukur

    validitas ini memegang peranan penting, oleh karena itu alat ini harus

    dibuat atau dipersiapkan secara matang. Validitas menunjukkan alat

    pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Alat ukur validitas ini harus

    dibuat dengan tepat pilihan, teliti dan tepat sasaran. Alat ukur dikatakan

    tepat pilihan artinya bahwa alat tersebut dipilih secara tepat untuk

    mengukur suatu gejala, dengan kata lain, apakah alat ukur tersebut telah

    disesuaikan dengan ciri-ciri dai gejala yang akan diukur, atau apakah alat

    ukur tersebut telah ditentukan skalanya. Misalnya untuk mengukur

    ketaatan masyarakat pada peraturan berkendaraan, maka daftar

    pertanyaannya atau kuesionernya harus disesuaikan dan diarahkan untuk

    mencari jawaban tentang ketaatan seseorang tersebut pada peraturan

    berkendaraan. Tidak dapat ketinggalan dalam menentukan alat ukur ini

    adalah pemberian skala pada masing-masing item harus tepat dan

    konsisten. Kemudian dalam pengukuran harus dilakukan dengan teliti dan

    cermat sampai pada hal yang sekecil-kecilnya atau diukur secara detail,

    jangan sampai ada yang terlewatkan. Pada gilirannya alat ukur tersebut

    diterapkan pada sasaran yang jelas atau diterapkan pada topik, subyek

    dan obyek penelitian yang sudah ditentukan.

    Pengujian hipotesis penelitian tidak akan mengenai sasarannya,

    apabila data yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah data

    yang tidak valid dan reliabel, dan tidak menggambarkan secara tepat

    konsep yang diukur.

    Setelah alat ukur (kuesioner) telah tersusun dengan tepat dan teruji

    validitasnya, dalam praktek belum tentu data yang terkumpul adalah data

    yang valid. Banyak faktor lain yang akan mempengaruhi dan ekaligus

    mengurangi validitas data. Sebagai contoh, misalnya pada waktu

    wawancara, apakah si pewawancara pada waktu mengumpulkan data

    telah betul-betul melaksanakan petunjuk yang telah dietapkan dalam

    kuesioner. Di samping itu validitas data juga akan dipengaruhi oleh

    kondisi responden pada waktu diwawancarai. Apabila pada waktu

    menjawab semua pertanyaan responden merasa bebas, aman, tidak ada

  • 128

    rasa takut, malu, cemas, tidak ada tekanan atau paksaan, maka data

    yang didapat akan valid, tetapi apabila pada waktu menjawab pertanyaan-

    pertanyaan responden kurang bebas, merasa tidak aman, ada rasa takut,

    malu, cemas, merasa ada tekanan atau paksaan, maka jawaban yang

    diberikan akan tidak obyektif sehingga data tersebut tidak valid.

    Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh

    mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran

    dilakukan pengulangan dua atau lebih terhadap obyek dan subyek

    penelitian yang sama. Apabila alat ukur yang digunakan memang telah

    memiliki validitas, maka secara signifikan akan berdampak pada

    tercapainya reliabilitas alat dan hasil pengukuran. Hal tersebut dapat

    terjadi karena, jika alat yang digunakan sudah valid, dan apabila alat

    tersebut digunakan beberapa kali oleh peneliti-peneliti lain pada subek

    dan obyek penelitian yang sama, maka hasilnya akan relatif sama.

    Setiap alat pengukur seharsnya memiliki kemampuan untuk

    memberikan hasil pengukuran secara konsisten. Hal itu dapat berlaku

    apabila yang diukur itu adalah gejala fisik. Sedangkan untuk gejala sosial,

    seperti sikap, opini dan persepsi, konsistensi tersebut merupakan hal yang

    sulit diujudkan, karena gejala sosial tidak semantap gejala fisik. Sehingga

    pegukuran terhadap gejala sosial ini harus diperhitungkan adanya unsur

    kesalahan pengukuran (measurement error).

    Djamaludin Ancokmengatakan, bahwa108:

    Setiap hasil pengukuran gejala sosial selalu merupakan kombinasi

    antara hasil dari pengukuran yang sesungguhnya (true score) ditambah dengan kesalahan pengukuran. Makin kecil kesalaan pengukuran, makin relabel alat pengukur. Sebaliknya, makin besar

    kesalahan pengukuran, makin tidak reliabelnya alat pengukur. Besar kecilnya kesalahan pengukuran dapat diketahui antara lain dari indeks korelasi antara hasil pengukuran pertama dan kedua. Bila

    angka korelasi dikuadratkan, hasil kuadrat ini disebut dengan koefisien determinasi (coefficient of determination), yang merupakan petunjuk besarnya hasil pengukuran yang sebenarnya.

    Makin tinggi angka korelasi, makin rendah kesalahan pengukuran.

    2. Keterikatan dan Keterhubungan

    Dalam rangka seleksi data penelitian atau bahan hukum dibutuhkan

    ketajaman berfikir dan ketelitian dari peneliti dalam mencermati bahan

    hukum yang telah diperoleh. Sebagai dasar pengolahan data dan bahan

    hukum, proses klasifikasi bahan hukum harus dilakukan dengan cermat.

    108 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Op.cit., hlm. 141.

  • 129

    Artinya bahwa editing atau klasifikasi yang dilakukan terhadap bahan

    hukum tersebut harus menunjukkan adanya keterikatan dengan topik

    penelitian. Bahan hukum yang tidak ada kaitannya dengan topik penelitian

    sebaiknya dibuang saja karena akan mempengaruhi analisis. Disamping

    itu antara data primer dan bahan hukum harus terkait satu sama lainnya

    dan demikian juga antara bahan hukum satu dengan bahan hukum yang

    lain juga harus menunjukkan keterhubungannya.

    H. Teknik Pengolahan Data

    Setelah data dan bahan hukum dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah

    melakukan pengolahan data, yaitu mengelola data sedemikian rupa sehingga

    data dan bahan hukum tersebut tersusun secara runtut, sistematis, sehingga

    akan memudahkan peneliti melakukan analisis. Data yang telah terkumpul

    melalui kegiatan pengumpulan data belum memerikan makna apapun bagi

    tujuan penelitian. Oleh karena itu tepat kiranya bahwa setelah pegumpulan

    data ini, peneliti kemudian melakukan kegiatan pengolahan data. Pengolahan

    data demikian disebut pula sebagai klasifikasi, yaitu melakukan klasifikasi

    terhadap data dan bahan hukum yang telah terkumpul ke dalam kelas-kelas

    dari gejala-gejala yang sama atau yang dianggap sama.

    Untuk mengadakan suatu klasifikasi ada beberapa syarat yang harus

    dipenuhi, yaitu:109

    a. Klasifikasi harus sempurna, artinya kategori-kategori yang dipakai

    harus bisa menampung semua data. Sehingga tidak ada sisa data

    yang tidak diklasifikasikan.)

    b. Setiap klasifikasi harus didasarkan atas satu dasar pembagian

    (fundamentum divisionis) saja.

    c. Masing-masing kategori harus memisahkan satu dengan yang lain

    (mutually exclusive). Artinya bahwa data atau bahan hukum yang

    sama yang telah diklasifikasikan ke dalam kategori tertentu tidak

    dapat diklasifikasikan ke dalam kategori yang lain.

    1. Dalam Penelitian Hukum Normatif

    Dalam penelitian hukum normatif, pengolahan bahan berujud

    kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum

    109 Jacob Vredenbregt, 1983, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta,

    PT Gramedia, hlm. 126.

  • 130

    tertulis. Dalam hal ini pengolahan bahan dilakukan dengan cara,

    melakukan seleksi data sekunder atau bahan hukum, kemudian

    melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan hukum dan menyusun

    data hasil penelitian tersebut secara sistematis, tentu saja hal tersebut

    dilakukan secara logis, artinya ada hubungan dan keterkaitan antara

    bahan hukum satu dengan bahan hukum lainnya untuk mendapatkan

    gambaran umum dari hasil penelitian.

    2. Dalam Penelitian Hukum Empiris

    Pengolahan data dalam penelitian hukum empiris, selain pengolahan

    data sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian hukum normatif,

    peneliti harus memeriksa kembali informasi yang diperoleh dari responden

    atau informan dan narasumber, terutama kelengkapan jawaban yang

    diterima apabila peneliti menggunakan banyak tenaga dalam pengambilan

    data. Harus ada kejelasan, konsistensi jawaban atau informasi dan

    relevansinya bagi penelitian. Di samping itu harus pula diperhatikan

    adanya keterhubungan antara data primer dengan data sekunder dan di

    antara bahan-bahan hukum yang dikumpulkan. Dalam hal ini peneliti

    melakukan editing, dengan maksud agar kelengkapan dan validitas data

    dan informasi terjamin.

    Satu hal yang perlu diperhatikan, adalah bahwa data harus

    diklasifiksikan secara sistematis, artinya semua data harus ditempatkan

    dalam kategori-kategori. Dalam rangka pengolahan data ini, semua data

    yang relevan yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan

    dengan masalah penelitian, harus diikutsertakan dalam klasifikasi.

    Berhasilnya peneliti dalam melakukan klasifikasi data ini sangat

    tergantung pada mutu wawancara yang dilakukan. Setelah melakukan

    klasifikasi ini dapat saja seorang peneliti melakukan koding, atinya

    melakukan klasifikasi jawaban-jawaban dengan memberikan kode-kode

    (dengan angka-angka) tertentu untuk masing-masing jawaban agar

    mempermudah melakukan analisis. Dalam melaksanakan koding ini dapat

    muncul permasalahan yang berhubungan dengan catatan jawaban dari

    responden. Misalnya, apabila responden menolak memberikan jawaban

    salah satu pertanyaan, padahal semua pertanyaan harus dijawab. Hal

    demikian akan mengganggu atau mempengaruhi jumlah nominal yang

  • 131

    seharusnya dipenuhi. Koding data harus dilakukan secara konsisten,

    sebab konsistensi tersebut menentukan reliabilitas dari koding.

    Tidak jarang dalam penelitian hukum empiris ini peneliti membuat

    tabulasi, artinya peneliti membuat tabel-tabel agar data yang terkumpul

    dapat disajikan secara sistematis dan konsisten sesuai dengan tujuan

    penelitian. Hal ini juga akanmempermudah peneliti untuk melakukan

    analisis.

    I. Analisis Data

    Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa

    melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu

    dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Secara sederhana analisis

    data ini disebut sebagai kegiatan memberikan telaah, yang dapat berarti

    menentang, mengkritik, mendukung, menambah atau memberi komentar dan

    kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran

    sendiri dan bantuan teori yang telah dkuasainya.

    1. Sifat Analisis

    Analisis data dalam penelitian hukum memiliki sifat-sifat seperti

    deskriptif, evaluatif dan preskriptif. Sifat-sifat analisis ini akan

    diuraikan sebagai berikut:

    a. Deskriptif

    Sifat analisis deskriptif maksudnya adalah, bahwa peneliti

    dalam menganalisis berkeinginan untuk memberikan gambaran

    atau pemaparan atas subyek dan obyek penelitian sebagaimana

    hasil penelitan yang dilakukannya. Di sini peneliti tidak melakuan

    justifikasi terhadap hasil penelitiannya tersebut.

    b. Evaluatif

    Dalam analisis yang bersifat evaluatif ini peneliti memberikan

    justifikasi atas hasil penelitian. Peneliti akan memberikan penilaian

  • 132

    dari hasil penelitian, apakah hipotesis dari teori teori hukum yang

    diajukan diterima atau ditolak.

    c. Preskriptif

    Sifat analisis ini dimaksudkan untuk memberikan

    argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukannya.

    Argumentasi di sini dilakukan oleh peneliti untuk memberikan

    preskripsi atau penilaian mengenai benar atau salah atau apa yang

    seyogyannya menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum

    dari hasil penelitian.

    2. Pendekatan dalam Analisis

    a. Pendekatan dalam Penelitian Normatif

    Hasil suatu penelitian hukum normatif agar lebih baik nilainya atau

    untuk lebih tepatnya penelaahan dalam penelitian tersebut, peneliti

    perlu menggunakan pendekatan dalam setiap analisisnya.

    Pendekatan ini bahkan akan dapat menentukan nilai dari hasil

    penelitian tersebut. Hal ini dapat dilihat jika pendekatan yang

    digunakan dalam analisis tersebut tidak tepat, maka dapat

    dipastikan bahwa bobot penelitian itu akan rendah, tida akurat dan

    kebenarannya pun diragukan atau dapat dipertanyakan. Oleh

    karena itu pemilihan pendekatan dalam melakukan analisis hasil

    penelitian menjadi sangat penting.

    Pendekatan dalam penelitian hukum normatif dimaksudkan

    adalah bahan untuk mengawali sebagai dasar sudut pandang dan

    kerangka berpikir seorang peneliti untuk melakukan analisis.

    Karena apabila suatu isu hukum dilihat dari beberapa pendekatan

    yang berbeda maka hasilnya atau kesimpulannya akan berbeda

    pula.

    Dalam penelitian hukum normatif terdapat beberapa pendekatan,

    yaitu:

    a. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)

    Hal ini dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan

    perundang-undangan sebagai dasar awal melakukan analisis. Hal

    ini harus dilakukan oleh peneliti karena peratuan perundang-

  • 133

    undangan merupakan titik fokus dari penelitian tersebut dan

    karena sifat hukum yang mempunyai cir-ciri sebagai berikut:

    1) Comprehensive, artinya norma-norma hukum yang ada di

    dalamnya terkait antara satu dengan yang lainnya secara

    logis.

    2) All-inclusive, artinya bahwa kumpulan norma hukum

    tersebut cukup mampu menampung permasalahan hukm

    yang ada, sehingga tidak akan ada kekosongan hukum.

    3) Systematic, yaitu bahwa di samping bertautan antara satu

    dengan yang lainnya, norma-norma hukum tersebut

    tersusun secara hierarkis.110

    Secara hierarki peraturan perundang-undangan di

    Indonesia diatur di dalam Pasal 7 (1) Undang-undang No. 10

    Tahun 2004, yang menetapkan bahwa jenis dan hierarki

    perundang-undangan Republik Indonesia adalah sebagai

    berikut:

    1) Undang-Undang Dasar 1945

    2) Undang-undang/Peratuan Pemerintah Pengganti Undang-

    undang

    3) Peraturan Pemerintah

    4) Peraturan Presiden

    5) Peraturan Daerah

    Di samping itu masih terdapat perauran perundangan

    yang lain yang dibuat oleh lembaga-lembga negara, baik di

    pusat, maupun di daerah sampai pada kepala pemerintahan di

    desa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 (4) UU No. 10

    Tahun 2004.

    Pendekatan Perundang-undangan ini dilakukan dengan

    menelaah semua peraturan perundang-undangkan yang

    berkaitan dengan isu hukun yang diteliti. Pendekatan ini juga

    tergantung pada fokus penelitian, pendekatan ini fokusnya

    berbeda untuk kepentingan yang berbeda, misalnya apabila

    penelitian itu untuk kepentingan praktis pendekatannya akan

    berbeda apabila penelitian itu untuk kepentingan aademis.

    110 Johnny Ibrahim, 2006, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang,

    Boymedia Publishing, hlm. 303.

  • 134

    Pendekatan praktis untuk mencari sinkronisasi sedangkan

    pendekatan akademis untuk mencari dasar hukum dan

    kandungan filosofis suatu perundag-undangan.

    b). Pendekatan Konsep (Conseptual Approach)

    Konsep-konsep dalam ilmu hukum dapat dijadikan titik

    tolak atau pendekatan bagi analisis penelitian hukum, karena

    akan banyak muncul konsep bagi suatu fakta hukum. Sebagai

    contoh, misalnya konsep negara hukum harus dipahami dan

    harus ditegaskan negara hukum menurut sistem hukum Eropa

    Kontinental (Civil Law System) yang dkenal dengan

    Rechtsstaat atau negara hukum menurut sistem hukum

    Anglosaxon (Common Law System) yang dikenal dengan Rule

    of Law. Hal ini penting agar kesimpuannya nanti tidak salah

    atau tidak bias.

    Pendekatan konsep ini berawal dari pandangan-

    pandangan dan doktrin-doktrin ang berkembang di dalam ilmu

    hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan

    doktrin-doktrin tersebut, peneliti akan menemukan ide-ide

    yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-

    konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan

    permasalahan yang diteliti serta dengan pendekatan konsep

    itu pula peneliti membuat argumentasi hukum dalam

    menjawab permasalahan hukum yang diajukan.

    c). Pendekatan Analitis (Analytical Approach)

    Pendekatan ini dilakukan dengan mencari makna pada

    istilah-istilah hukum yang terdapat di dalam perundang-

    undangan, dengan begitu peneliti memperoleh pengertian

    atau makna baru dari istilah-istilah hukum dan menguji

    penerapannya secara praktis dengan menganalisis putusan-

    putusan hukum. Pendekatan analitis ini digunakan oleh

    peneliti dalam rangka melihat suatu fenomena kasus yang

    telah diputus oleh pengadilan dengan cara melihat analisis

    yang dilakukan oleh ahli hukum yang dapat digunakan oleh

    hakin dalam pertimbangan putusannya. Tetapi dapat juga

    peneliti menggunakan pendekatan analitis ini untuk

    menganalisis fenomena lain yang dihadapi dalam penelitianna.

  • 135

    d) Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)

    Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan

    peratuan perundangan Indonesia dengan satu atau beberapa

    peraturan perundangan negara-negara lain. Dapat juga

    dengan membandingka keputusan pengadilan Indonesia

    dengan keputusan pengadilan negara-negara lain, atau juga

    dapat dilakukan dengan membandingkan pelaksanaan

    peraturan perundangan yang mengatur suatu materi tertentu

    dengan pelaksanaan peraturan perudangan yang mengatur

    hal yang sama di satu atau beberapa negara lain. Di samping

    itu perbandingan hukum ini dapat juga dilakukan terhadap

    lembaga hukum dari sistem hukum yang satu degan lembaga

    hukum dari sistem hukum yang lain. Sehingga dengan

    mengadakan perbandingan tersebut peneliti dapat melakukan

    analisis data untuk menjawab permasalahan yang diajukan,

    seperti misalnya akan dapat menemukan persamaan-

    persamaan dari kembaga-lembaga hukum atau aturan-aturan

    hukum atau persamaa pelaksanaan dari aturan hukum

    tersebut, yang merupakan inti dari pesmasalahan yang diteliti,

    sedangkan perbedaan-perbedaan tersebut lebih dikarenakan

    adanya perbedaan suasana, iklim, latar belakang, sistem

    pemerintahan dan lain-lain dari negara-negara yang

    dibandingkan. Mengadakan perbandingan hukum ini akan

    didapat:

    1) Kebutuhan-kebutuhan yang samaakan menimbulkan cara-

    cara yag sama pula

    2) Kebutuhan-kebutuhan khusus berdasarkan perbedaan

    suasana, iklim dan sejarah akan menimbulkan cara-cara

    yang berbeda pula.111

    Pendekatan perbandingan hukum ini dapat digunakan

    untuk mengisi kekosongan hukum yang ada di Indonesia

    apabila memang dalam hal penelitian terhadap suatu masalah

    hukum belum ada pengaturanna di Indonesia.

    e). Pendekatan Sejarah (Hisorical Approach)

    111 Sunaryati Hartono, 1991, Kapita Selekta Perbandingan Hukum, Bandung, Citra

    Aditya Bakti, hlm. 1-2.

  • 136

    Pendekatan sejarah ini dilakukan dengan menelaah latar

    belakang dan perkembangan dari materi yang diteliti.

    Penelaahan ini diperlukan apabila peneliti memang ingin

    mengungkap materi yang diteliti pada masa lalu dan menurut

    peneliti hal itu mempunyai relevansi dengan masa sekarang,

    lebih-lebih mempunyai relevansi dalam ragka mengungkap

    atau menjawab permasalahan yang diajukan.

    Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa:

    Penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan sejarah memungkinkan seorang peneliti

    untuk memahami hukum secara lebih mendalam tentang suatu sistem atau lembaga, atau suatu pengaturan hukum tertentu, sehingga dapat memperkecil kekeliruan,

    baik dalam pemahaman maupun penetapan suatu lembaga atau ketentuan hukum tertentu,112

    f). Pendekatan Filsafat (Philosophical Approach) Pendekatan filsafat ini dipili karena peneliti menginginkan

    dilakukannya penelaahan tentang materi penelitian tersebut

    secara mendalam. Hal ini sesuai dengan sifat filsafat, yaitu

    mendasar, menyeluruh dan spekulatif, sehingga pendekatan

    filosofis ini akan mengupas isu hukum atau materi penelitian

    secara menyeluruh, radikal dan mendalam.

    Berdasarkan ciri khas filsafat tersebut, Zaegler

    mengatakan bahwa:

    Dengan pendekatan filsafat peneliti melakukan penelitian

    fundamental (Fondamental Research), yaitu suatu penelitian ntuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap implikasi sosial dan efek penerapan

    suatu aturan perundang-undangan terhadap masyarakat atau kelompok masyarakat yang melibatkan penelitian terhadap sejarah, filsafat, ilmu bahasa, ekonomi, serta

    implikasi sosial dan politik terhadap pemberlakuan suatu aturan hukum.113

    g). Pendekatan Kasus (Case Approach)

    Pendekatan kasus dalam penelitian hukum normatif

    bertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah

    hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Pendekatan

    kasus berbeda dengan studi kasus. Pendekatan kasus, adalah

    112 Satjipto Rahardjo, 1986, Ilmu Hukum, Bandung, Alumni, hlm. 32. 113 Johnny Ibrahim, Op.cit., hlm. 320-321.

  • 137

    beberapa kasus ditelaah untuk dipergunakan sebagai referensi

    bagi suatu isu hukum, sedangkan studi kasus (case study)

    adalah studi terhadap kasus tertentu dari berbagai aspek

    hukum (pidana, perdata dan tata negara, dan lain-lain).

    Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan

    telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan materi

    penelitian yang telah diputus oleh pengadilan yang telah

    mempunyai kekuatan hukum tetap. Pendekatan kasus ini

    mengkaji pertimbangan (ratio decidendi atau reasoning) dari

    hakim dalam memutus suatu perkara. Kasus-kasus yang

    ditelaah tersebut dapat berupa kasus yang terjadi di Indonesia

    maupun kasus yang terjadi di negara-negara di luar

    Indonesia.

    Dengan mempelajari pertimbangan-pertimbangan hakim

    dalam memutus perkara-perkara tersebut, peneliti akan

    mampu melakukan analisis bagi pemecahan masalah yang

    diajukannya, karena pertimbangan-pertimbangan hakim

    tersebut dapat dijadikan referensi bagi ketajaman analisis

    yang dilakukannya.

    Pendekatan-pendekatan di atas dapat dilakukan bersama-sama

    dalam suatu penelitian hukum normatif, misalnya dalam suatu penelitian

    hukum normatif digunakan pendekatan perundang-undangan dan

    pendekatan perbandingan atau dengan pendekatan yang lainnya. Penting

    untuk dipahami bahwa pemilihan pendekatan ini harus sesuai dengan

    materi penelitian dan sebagai upaya menjawab permasalahan yang

    diajukan.

    b. Pendekatan dalam Penelitian Empiris

    1). Pendekatan Kualitatif

    Pendekatan kualitatif adalah suatu cara analisis hasil penelitian

    yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan

    oleh responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang

    nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Oleh

    karena itu peneliti harus dapat menentukan data mana atau bahan

    hukum mana yang memiliki kualitas sebagai data atau bahan hukum

    yang diharapkan atau diperlukan dan data atau bahan hukum mana

  • 138

    yang tidak relevan dan tidak ada hubungannya dengan materi

    penelitian. Sehingga dalam analisis dengan pendekatan kualitatif ini

    yang dipentingkan adalah kualitas data, artinya peneliti melakukan

    analisis terhadap data-data atau bahan-bahan hukun yang berkualitas

    saja Seorang peneliti yang mempergunakan metode analisis kualitatif

    tidak semata-mata bertujuan, mengungkapkan kebenaran saja, tetapi

    juga memahami kebenaran tersebut.

    2). Pendekatan Kuantitatif

    Pendekatan kuantitatif ini adalah melakukan analisis terhadap

    data berdasarkan jumlah data yang terkumpul. Biasanya analisis

    dengan pendekatan kuantitatif tersebut dilakukan dengan

    menggunakan rumus-rumus statistik. Hal itu karena dalam proses

    pengumpulan data biasanya menggunakan kuesioner yang masing-

    masing item jawabannya telah diberi skala. Analisis dengan

    pendekatan kuantitatif ini akan sangat diperlukan apabila peneliti akan

    mencari korelasi dari dua variabel atau lebih.

    J. Tugas dan Latihan

    1. Buatlah jenis peneitian yang saudara rencanakan beraitan dengan

    judul atau topik penelitian?

    2. Diskusikan jenis data saudara dengan empat mahasiswa lainnya, dan

    buatlah rencana jenis data yang akan saudara kumpulkan?

    3. Jelaskan dan rumuskan lokasi penelitian yang akan saudara jadikan

    lapangan penelitian atau saudaa adikan tempat pengamblan data?

    4. Diskusikan teknik pengambilan data yang saudara gunakan dengan

    empat mahasiswa lainnya dan kemudian buatlah teknik pengumpulan

    data yang akan saudara gunakan dalam penelitian nanti?

    5. Jelaskan bagaimana validitas dan reliabilitas kuesioner yang akan

    saudara gunakan dan kemudian susunlah kuesioner tersebut.

    6. Rumuskan dan jelaskan teknik pengolahan data yang akan saudara

    lakukan dalam penelitian nanti?

    7. Jelaskan analisis data yang akan saudara lakukan dan buatlah analisis

    yang akan sauara gunakan tersebut?