29
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB XI PRODUKSI HIJAUAN PAKAN TERNAK KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017

BAB XI PRODUKSI HIJAUAN PAKAN TERNAKsertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/MODUL 2017/Agribisnis... · Limbah tanaman pertanian (jerami) 11.2.1 Rumput-rumputan (graminae)

  • Upload
    vungoc

  • View
    229

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN

AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA

BAB XI

PRODUKSI HIJAUAN PAKAN TERNAK

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2017

1

11 PRODUKSI HIJAUAN PAKAN TERNAK

A. Kompetensi Inti : Menguasai materi, stuktur konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran Agribisnis Ternak Ruminansia

B. Kompetensi Dasar : 1. Mengelola Produksi Tanaman HPT 2. Menerapkan Teori pengawetan HPT

C. Uraian Materi :

11.1 Deskripsi

Terdapat hubungan yang erat antara hijauan dan ternakruminansia. Tujuan

produksi ternak (ruminansia) sukar tercapai tanpa memikirkan penyediaan HPT yang

kontinu baik kualitas maupun kuantitas, karena sebagian besar makanan ruminansia

adalah hijauan. Ruminansia mampu mencerna hijauan dan mengubahnya menjadi

produk (susu dan daging) karena mempunyai lambung ganda (kemampuan ruminansia

mencerna serat sudah diuraikan pada BAB 5).

11.2 Pembagian HPT

Identifikasi genus atau species hijauan pakan menjadi semakin penting untuk

dilakukan mengingat semakin pentingnya arti hijauan pakan bagi kebutuhan ternak

khususnya ruminansia. Identifikasi hijauan pakan khususnya rumput dapat dilakukan

berdasarkan tanda-tanda atau karakteristik vegetatif.

Hijauan pakan dapat dikelompokkan menjadi 4 macam, yakni:

1. Rumput-rumputan (graminae)

2. Kacang-kacangan (leguminosa)

3. daun-daunan

4. Limbah tanaman pertanian (jerami)

11.2.1 Rumput-rumputan (graminae)

Kelompok graminae merupakan hijauan pakan yang memiliki ciri perakaran

serabut, bentuk dan dasar sederhana, perakaraan silindris, menyatu dengan batang,

lembar daun terbentuk pada pelepah yang muncul pada buku-buku (nodus) dan

melingkari batang (Soedomo, 1985). Akar utama rumput terbentuk sesudah

2

perkecambahan dan selama pertumbuhan tanaman muda (seedling). Akar sekunder

berbentuk padat di bawah permukaan tanah dekat dengan batang dasar

(Reksohadiprodjo, 1985).

Rumput dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu rumput alam dan rumput

potong atau rumput budidaya. Rumput alam atau yang biasa disebut rumput lapang

adalah rumput yang tumbuh secara liar di tanah-tanah terbuka, jenis rumput yang

tumbuh bersifat heterogen. Contohnya : rumput teki dan rumput pahit. Rumput alam

merupakan salah satu hijauan pakan yang banyak digunakan sebagai pakan ternak

ruminansia kecil. Namun ketersediaan dan kandungan nutrisinya sangat dipengaruhi iklim

dan jenis tanah, dimana produksinya berlimpah dengan kualitas baik yaitu 7-8% protein

kasar pada musim hujan, kemudiaan akan turun drastis menjadi sangat rendah hingga 2-

3% pada musim kemarau (Lay, 2009). Rumput budidaya dibedakan menjadi dua golongan

yaitu rumput potong dan rumput gembala. Persyaratan untuk rumput potong adalah

produksi per satuan luas cukup tinggi, tumbuh tinggi secara vertikal, banyak anakan dan

responsif terhadap pemupukan, contohnya : Pennisetum purpureum, Panicum maximum,

Euchlaena mexicana, Setaria sphacelata, Panicum coloratum, Sudan grass. Persyaratan

untuk rumput gembala adalah pendek atau menjalar (mempunyai stolon), tahan renggut

dan injak, perakarannya kuat dan dalam, serta tahan kekeringan. Contohnya : Brachiaria

brizantha, Brachiaria ruziziensis, Brachiaria mutica, Paspalum dilatatum, Digitaria

decumbens, Chloris gayana (Susetyo, 1985).

Jenis-jenis rumput

1. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)

Rumput gajah berasal dari Afrika daerah tropik, perennial, dapat tumbuh setinggi 3

sampai 4,5 m. bila dibiarkan tumbuh bebas, dapat setinggi 7 m, akar dapat sedalam 4,5

m. Berkembang dengan rhizoma yang dapat sepanjang 1 m. Panjang daun 16 sampai 90

cm dan lebar 8 sampai 35 mm (Sutopo, 1988). Rumput gajah mempunyai perakaran

dalam dan menyebar sehingga mampu menahan erosi serta dapat juga berfungsi untuk

menutup permukaan tanah (Soegiri et al, 1982).

Adaptasi rumput gajah toleran terhadap berbagai jenis tanah, tidak tahan

genangan, tetapi responsif terhadap irigasi, suka tanah lempung yang subur, tumbuh dari

dataran rendah sampai pegunungan, tahan terhadap lindungan sedang dan berada pada

3

curah hujan cukup, sekitar 1000 mm.tahun-1. Kultur teknis rumput ini adalah bahan

tanam berupa pols dan stek, interval pemotongan 40 – 60 hari, responsif terhadap pupuk

nitrogen, campuran dengan legum seperti Centro dan Kudzu, produksinya 100 – 200

ton.ha-1.tahun-1 (segar), 15 ton ton.ha-1.tahun-1 (BK), renovasi 4 – 8 tahun

(Reksohadiprodjo, 1985).

2. Rumput Raja (Pennisetum purpupoides)

Rumput raja adalah jenis rumput baru yang belum banyak dikenal, yang

merupakan hasil persilangan antara pennisetum purpereum (rumput gajah) dengan

pennisetum tydoides, rumput ini mudah ditanam, dapat tumbuh dari dataran rendah

hingga dataran tinggi, menyukai tanah subur dan curah hujan yang merata sepanjang

tahun. Produksi rumput ini jauh lebih tinggi dibandingkan rumput lainnya.

Rumput raja pertama kali dihasilkan di Afrika Selatan, termasuk dalam famili

Graminae, sub famili Poanicoidea dan tribus Paniceae. Rumput raja termasuk tanaman

perennial, beradaptasi dengan baik di daerah tropis, tanah tidak terlalu lembab dengan

drainase yang baik (Widjajanto, 1992). Rumput raja tumbuh tegak membentuk rumpun,

tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai tinggi dengan curah hujan sekitar 1000 –

1500 mm/thn, tidak tahan naungan dan genangan air, hidup pada tanah dengan pH

sekitar 5.

Rumput Raja mempunyai ciri-ciri antara lain: tumbuh berumpun – rumpun,

batang tebal, keras, helaian daun panjang dan ada bulu serta permukaan daunnya luas.

Produksi Rumput Raja segar dapat mencapai 40 ton /hektar sekali panen atau antara 200

– 250 ton/hektar/tahun (Rukmana, 2005). Tanaman rumput raja dapat dikombinasikan

dengan tanaman legum agar karakternya lebih meningkat. Rumput raja berfungsi

mencegah kerusakan tanah akibat erosi yang melanda permukaan tanah akibat sapuan

air pada musim penghujan (Syarief, 1986). Bahan tanaman rumput raja ada dua macam

yaitu dengan stek dan sobekan rumpun (pols) yang dapat tumbuh pada tempat sampai

ketinggian 1500 meter dari permukaan air laut (Sukamto, 2006).

3. Rumput Setaria (Setaria sphacelata)

Rumput setaria dikenal dengan sebutan rumput Goden Timothy atau Setaria

sphacelata, berasal dari Afrika tropik dan memilki siklus hidup parenial. Rumput setaria

merupakan tanaman yang dapat membentuk rumpun yang lebat, kuat, dengan atau

4

tanpa stolon dan rhizoma (Reksohadiprodjo, 1985). Rumput Setaria daunnya lebar dan

agak berbulu pada permukaan atasnya. Pangkal batangnya berwarna cokelat keemasan.

Setaria sphacelata biasanya dikembangbiakkan dengan pols (Soegiri et. al, 1982). Rumput

ini ketika dewasa dapat mencapai ketingian 180 cm, tahan kering dan genangan, hidup

pada ketinggian 1000 kaki, dan pada curah hujan 25 inchi pertahunnya (Reksohadiprodjo,

1985).

Rumput setaria yang dipotong pada umur 43 – 56 hari mempunyai kandungan bahan

kering, lemak kasar, serat kasar, BETN, protein kasar, dan abu masing-masing sebesar

20,0%; 2,5%; 31,7%; 45,2%; 9,5%; dan 2,2 %. Pada kondisi optimum, Setaria memiliki

kandungan protein kasar lebih dari 18 % dan serat kasar 25 % (Soedomo, 1985). Rumput

setaria tumbuh baik pada curah hujan 750 mm/th atau lebih, toleran terhadap berbagai

jenis tanah tetapi lebih suka pada tanah tekstur sedang, tahan genangan dan kering

apabila lapisan olah dalam. Kultur teknisnya adalah bahan tanam berbentuk pols, biji (2 –

5 kg/ha), jarak tanam 70 x 90 cm, responsif terhadap pupuk nitrogen, pemotongan 35 –

40 hari (musim hujan) dan 60 hari (musim kemarau) (Reksohadiprodjo, 1985).

4. Rumput Benggala (Panicum maximum)

Panicum maximum atau rumput Benggala atau disebut juga Guinea grass berasal

dari Afrika tropik dan sub tropik. Rumput jenis ini dapat berfungsi sebagai penutup tanah,

penggembalaan, ataupun diolah dalam bentuk hay dan silase (Reksohadiprodjo, 1985).

Ciri tanaman ini adalah tumbuh tegak membentuk rumpun, tinggi dapat mencapai 1 – 1,8

m, daun lebih halus daripada rumput gajah, buku dan lidah daun berbuku, banyak

membentuk anakan, bunga tersusun dalam malai dan berwarna hijau atau kekuningan,

serta akar serabut dalam (Setyati,1980).

Sifat hidup dari Panicum maximum adalah perennial, tumbuh baik pada daerah

dataran rendah sampai 1959 dari permukaan laut, curah hujan yang sesuai untuk rumput

jenis ini adalah 1000 – 2000 mm/thn, rumput jenis ini tahan kering tetapi tumbuh baik

jika cukup air walaupun tidak tahan genangan (Setyati, 1980). Panicum maximum juga

tahan naungan, responsif terhadap pupuk nitrogen, dan juga tahan penggembalaan

sehingga dapat dijadikan rumput potong atau rumput gembala/pastura

(Reksohadiprodjo, 1985).

5

Pengelolaan tanaman ini dapat dilakukan dengan budidaya total, untuk perbanyakan

tanaman ini dapat menggunakan biji 4 – 12 kg/ha atau dengan menggunakan sobekan

rumput, jarak tanam yang sesuai adalah 60 x 60 cm (Soegiri et. al, 1982). Panicum

maximum dapat ditanam bersama leguminosa Centrosema dengan perbandingan 4 – 6 kg

Panicum per ha dan 2 – 3 kg Centro per ha atau dalam baris-baris berseling

(Reksohadiprodjo ,1985). Pemotongan dapat dilakukan 40 – 60 hari sekali atau dengan

kata lain pemotongan pertama dapat dilakukan 2 – 3 bulan. Pembongkaran kembali dapat

dilakukan setelah 5 – 7 tahun (Widjajanto,1992). Panicum maximum mampu

menghasilkan produksi biji 75 – 300 kg/ha dan menghasilkan produksi hijauan sebanyak

100 – 150 ton bahan kering per ha per tahun (Reksohadiprodjo, 1985). Rumput benggala

dapat diolah dalam bentuk silase maupun digunakan untuk penggembalaan.

5. Rumput gajah odot

11.2.2 Kacang-kacangan (leguminosa)

Leguminosa mengandung protein, Ca dan P yang lebih tinggi dari graminae.

Penggunaan leguminosa biasanya dijadikan sumber protein. Namun dalam sebagian

legum terdapat anti nutrisi yang dapat membahayakn ternak. Contohnya : Lamtoro

mengandung anti nutrisi mimosin yang dapat menghambat pertumbuhan dan

merontokkan bulu. Upaya untuk mengurangi kandungan anti nutrisi yaitu melakukan

pelayuan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada ternak (Rahardjo, 2002). Legum

termasuk dicotyledoneus dimana embrio mengandung dua daun biji cotyledone

(Susetyo,1985). Famili legume dibagi menjadi tiga group sub famili yaitu mimosaceae,

tanaman kayu (gamal, indogofera, lamtoro, kaliandra) dan herba dengan bunga reguler.

Tanaman kayu dan herba dengan ciri khas bunga berbentuk kupu-kupu.

Jenis-jenis leguminosa :

1. Sentro (Centrosema pubescens)

Centrosema pubescens berasal dari Amerika selatan tropis dan memiliki fungsi

sebagai tanaman penutup tanah, tanaman sela, dan pencegah erosi. Legum Centrosema

pubescens termasuk sub familia Papiloniceae dari famili Leguminoceae (Soedomo, 1985).

Batang Centro panjang dan sering berakar pada bukunya, tiap tangkai berdaun tiga

lembar, berbentuk elips dengan ujung tajam dan bulu halus pada kedua permukaannya.

6

Bunga berbentuk tandan berwarna ungu muda bertipe kacang ercis dan kapri. Polong

berwarna coklat gelap, panjang 12 cm, sempit dengan ujung tajam terdiri dari 20 biji

(Widjajanto, 1992). Centrosema pubescens tumbuh dengan membelit pada tanaman lain

atau menjalar di pagar dan juga menjalar bersama–sama dengan rumput menutupi

permukaan tanah. Batang panjang, sering berakar pada bukunya, daun dengan tiga anak

daun yang berbentuk telur dengan ujung tajam, berambut, panjangnya 5 – 12 cm dan

lebar 3 – 10 cm (Susetyo, 1985).

2. Kalopo (Calopogonium mucunoides)

Calopogonium muconoides berasal dari Amerika Selatan Tropik bersifat perennial,

merambat membelit dan hidup di daerah – daerah yang tinggi kelembabannya

(Reksohadiprodjo, 1985). Pertumbuhan kalopo menjalar, merambat, tidak tahan terhadap

penggembalaan, tidak tahan naungan yang lebat akan tetapi dapat tumbuh dengan baik

didaerah yang lembab (Sukamto, 2006).

Kalopo memiliki batang lunak ditumbuhi bulu-bulu panjang berwarna cokelat dan

daunnya ditutupi oleh bulu halus berwarna cokelat keemasan, sehingga kurang disukai

oleh ternak (Soegiri et. al ,1982). Kalopo biasa dikembangbiakkan dengan dengan biji,

mampu tumbuh baik pada tanah sedang sampai berat pada ketinggian 200 – 1000 m

diatas permukan laut dan membutuhkan curah hujan tahunan sebesar 1270 mm

(Reksohadiprodjo, 1985).

3. Gamal (Gliricidia sepium)

Gamal adalah sejenis legum yang mempunyai ciri-ciri tanaman berbentuk pohon,

warna batang putih kecoklatan, perakaran kuat dan dalam (Syarief, 1986). Gamal

merupakan leguminosa berumur panjang, tanaman ini dapat beradaptasi dengan baik

pada lingkungan dengan temperatur suhu antara 20 – 30 oC dengan ketinggian tempat

antara 750 – 1200 m. Tanaman ini mampu hidup di daerah kering dengan curah hujan

750 mm/thn dan tahan terhadap genangan. Perkembangan tanaman ini dengan stek,

dengan banyak cabang dan responsif terhadap pupuk N (Soedomo, 1985).

Penanaman gamal yang harus diperhatikan yaitu jarak tanaman dibuat 2 – 2,5 m antar

baris. Tanaman gamal tinggi menjulang dengan batang lurus panjang. Kulit batangnya

mudah sekali lecet atau terkelupas. Bunga gamal tersusun dalam rangkaian dengan warna

7

merah muda keputihan. (Reksohadiprodjo, 1985). Komposisi nutrisi daun gamal terdiri

atas bahan kering 23%; protein kasar 25,2%; lemak 4,9%; BETN 55,5% (Rukmana, 2005).

4. Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Leucaena leucocephala atau lamtoro merupakan leguminosa yang berasal dari Amerika

tengah, Amerika selatan dan Kepulauan Pasifik. Tanaman ini tumbuh tegak, berupa pohon

dan tidak berduri (Sutopo, 1988). Lamtoro dapat tumbuh pada daerah dataran rendah

sampai dengan 500 m di atas permukaan air laut dengan curah hujan lebih dari 760

mm/th (Soedomo, 1985). Lamtoro dapat tumbuh baik pada tanah dengan tekstur berat

dengan drainase yang baik dan sangat responsif terhadap Ca dan P pada tanah masam

(Susetyo, 1985).

Bahan tanam dari lamtoro adalah berupa biji dan stek. Lamtoro dapat dipotong pertama

kali setelah mencapai tinggi 0,6 – 0,9 m yaitu sekitar umur 4 – 6 bulan, dengan interval

pemotongan 2 – 3 bulan (Soegiri et. al, 1982). Tanaman lamtoro dapat di tanam bersama

dengan rumput Guinea. Daun muda lamtoro terdapat racun mimosin (Sutopo, 1988).

Lamtoro berakar dalam, mempunyai ketinggian antara 6,5 sampai 33 ft. Daun – daunnya

berkurang, berbunga dengan bentuk bola berwarna putih kekuning-kuningan atau merah

muda. Lamtoro dapat ditanam untuk makanan ternak, pemotongan pertama dapat

dilakukan 6 – 9 bulan sesudah penyebaran bijinya, pemotongan dilakukan sampai sisa

tanaman adalah 2 sampai 4 inchi dari atas tanah dan kemudian pemotongan berikutnya

dapat dilakukan tiap 45 bulan sekali. Petai cina atau lamtoro ini dapat ditanam sebagai

tanaman annual dan perennial (Reksohadiprodjo, 1985).

5. Puero (Pueraria phaseoloides)

Puero (Pueraria phaseoloides) memiliki kultur teknis dikembangbiakkan dengan biji

(Susilo, 1991). Puero termasuk tanaman jenis legum berumur panjang, yang berasal dari

daerah subtropis, tetapi bisa hidup di daerah tropik dengan kelembaban yang tinggi.

Tanaman ini tumbuh menjalar dan memanjat (membelit), bisa membentuk hamparan

setinggi 60–75 cm (Sutopo, 1985). Puero berasal dari India Timur, siklus hidupnya

perenial. Ciri-cirinya tumbuh merambat, membelit dan memanjat. Sifat perakarannya

dalam, daun muda tertutup bulu berwarna coklat, daunnya berwarna hijau tua dan

bunganya berwarna ungu kebiruan (Soegiri et al., 1982).

8

6. Indigofera

7. Orok-orok (Crotalaria juncea L)

Crotalaria juncea L, meruapakan tanaman perdu, bermanfaat sebagai pupuk hijau,

pakan ternak, dan produksi serat yang mempunyai peranan penting untuk dipakai sebagai

bahan untuk industri kertas (Bang, 1990). Ciri-ciri tanaman ini adalah batangnya tumbuh

tegak lurus, berbentuk bulat dan sedikit di atas permukaan tanah melebar. Warna kulit

batang hijau muda atau hijau kekuning-kuningan. Cabangnya tumbuh memancar dan

terdapat sepanjang batang dari pangkal sampai ujung. Tinggi batang, dari tanah sampai

ujung, berdaun tunggal dan letaknya tersebar. Tangkai daun pendek, sedangkan daunnya

berbentuk taji dengan tepi yang rata dengan ukuran panjang 3,5 sampai 5 cm dan lebar

0,75 sampai 1,95cm. Daun berwarna hijau muda berbulu halus seperti beludru, baik pada

helaian atas maupun bawah dan berakhir pada ujung helaian daun (Joenoes, 1978).

11.2.3 Daun-daunan

Kelompok ramban adalah tanaman yang didapat dari tanaman yang sengaja bukan

untuk diambil daunnya sebagai pakan ternak tetapi bagian lain. Hijauan yang termasuk ke

dalam jenis ini yaitu daun nangka, daun dadap, dan waru, daun pisang, dan lain-lain.

Biasanya ramban merupakan sumber karbohidrat serta memiliki kandungan protein yang

cukup tinggi (Rahardjo, 2002).

11.2.4 Jerami/Limbah Tanaman Pertanian

11.3 Kultur teknis/bahan tanam dan Penanaman HPT

Penanaman rumput gajah dapat dilakukan dengan stek maupun sobekan rumput

stek terlebih dahulu dipotong-potong sepanjang 25-30 cm atau paling sedikit terdiri dari

dua mata. Sedangkan bila menggunakan sobekan rumpun anak dipilih rumpun muda yang

tingginya 20-25 cm. Kebutuhan bibit per hektar dengan jarak tanam 1 x 1 m adalah

sebanyak 10.000 stek atau rumpun. Waktu tanam yang baik adalah pada awal sampai

pertengahan musim hujan, sehingga pada musim kemarau nanti akan tanaman sudah

dalam dan cukup kuat. Pada penanaman dengan stek harus diperhatikan. Mata tunas

jangan sampai terbalik karena akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Stek dapat

langsung ditancapkan setengahnya ke dalam tanah dengan tegak lurus atau miring serta

9

jarak tanam 1 x 1 m. Untuk penanaman dengan sobekan rumpun, terlebih dahulu dibuat

lobang sedalam 20 cm. Pada tanah miring tanah tidak perlu diolah, cukup dibuat lubang-

lubang menurut kontur tanahnya sedemikian rupa sehingga sekaligus dapat berfungsi

ganda sebagai penahan erosi. Jarak tanam dalam baris untuk tanah miring dianjurkan 50

cm dan jarak antar baris adalah 1 meter.

11.4 Pemeliharaan HPT

11.4.1 Pemupukan rumput gajah

Pemupukan pertama dilakukan pada waktu pengolahan (perataan) tanah yaitu

dengan menggunakan 10 ton pupuk kandang/ha, 50 kg kcl dan 50 kg sp36/ha.

Pemupukan selanjutnya dilakukan setelah tiga kali pemotongan dengan dosis yang sama.

Disamping pupuk-pupuk diatas, urea jga diberikan pada waktu tanaman berumur 2

minggu dan setiap selesai potong dengan dosis 50 kg/ha.

11.4.2 Pemeliharaan dan waktu potong

Tanaman rumput raja memerlukan pemeliharaan yang teratur untuk memperoleh

hasil ayng tinggi dan pertumbuhan yang cepat. Untuk itu perlu dilakukan penyiangan

terhadap gulma agar tidak terjadi persaingan. Pada waktu penyiangan perlu diadakan

penggemburan tanha dan pembumbunan disekitar rumpun tanaman. Pemotongan

pertama dapat dilakukan pada umur tanaman 2-3 bulan sebagai potong paksa. Hal ini

bertujuan untuk menyamakan pertumbuhan dan merangsang pertumbuhan jumlah

anakan. Pemotongan berikutnya dilakukan sekali setiap 6 minggu, kecuali pada waktu

musim kemarah waktu potong sebaiknya diperpanjang. Tinggi pemotongan 10-15 cm dari

permukaan tanah. Hindari pemotongan yang terlalu tinggi karena akan banyak sisa

batang yang mengayu (keras). Demikian juga jangan dipotong terlalu pendek, karena akan

mengurangi mata atau tunas muda yang tumbuh.

11.5 Produksi hijauan

Produksi hijauan rumput raja dibandingkan dengan rumput gajah cv, hawaii dan cv

afrika dengan interval potong 6 minggu terlihat dalam Tabel 11.1 dibawah ini:

Tabel 11.1 Produksi Beberapa Jenis Rumput

Hijauan segar Bahan kering Batang : Daun

10

Jenis Rumput (ton/ha/thn) (ton/ha/thn) Hijauan segar

Bahan kering

r. gajah cv-hawaii 525 63 59:41 64:36 r. gajah cv-afrika 376 40 44:56 44:56 Rumput raja 1076 110 48:52 32:68

Dari tabel disamping terlihat bahwa produksi rumput raja adalah dua kali lebih

tinggi dari rumput gajah cv-hawaii, sedangkan dengan rumput gajah cv-afrika (berbunga)

adalah tiga kali lebih tinggi. Dari persentase berat daun juga lebih besar, jadi lebih

menguntungkan.

10.6 Kualitas/Mutu hijauan

Mutu hijauan rumput raja dibandingkan dengan gajah cv-hawaii dan gajah cv-afrika

dengan interval potong 6 minggu tertera pada Tabel 11.2 berikut:

Tbel 11.2 Kandungan Nutrisi Beberapa Jenis Rumput

Jenis Rumput Kandungan Zat Makanan (%)

PK LK NDF Abu Ca P

r. gajah cv-hawaii 12.3 2.4 64.2 10.1 0.24 0.39

r. gajah cv-afrika 13.5 3.4 64.2 15.8 0.31 0.37

Rumput raja 13.5 3.5 59.7 18.6 0.37 0.35(P)

Dari tabel tersebut diatas, pada umumnya mutu hijauan rumput raja lebih baik

dari pada rumput lainnya. Yang hampir menyerupai adalah rumput gajah cv afrika, tetapi

produksi hijauan tiga kali lebih rendah dari rumput king grass.

11.7 Daya tampung

Kebutuhan ternak sapi akan hujauan segar menurut perkiraan kasar yaitu 10% dari

berat badan per hari per ekor. Apabila berat seekor sapi perah 600 kg, maka kebutuhan

hijauan per hari adalah 60 kg, jadi kebutuhan akan hijauan per tahun 365 x 80 kg = 21,9

ton. Berdasarkan perhitungan tersebut berarti rumput raja dapat menampung 49 ekor

sapi perah / ha / tahun secara potong angkut.

11.8 Pengawetan HPT

11.8.1 Hay

11

Hijauan yang diawetkan dengan cara dikeringkan dibawah sinar matahari atau

dengan mesin kemudian disimpan dalambentuk kering dengan kadar air 12%-20% disebut

Hay. Metoda pengawetan ini dilakukan peternak di seluruh dunia, pelaksanaannya

berbeda-beda namun semua mengikuti prinsip dasar yang sama, yaitu mengurangi kadar

air yang terkandung dengan mempertahankan kandungan nutrisi sebanyak mungkin.

Tujuan pembuatan hay :

1. Untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman

/rumputan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memilik daya

cerna yang lebih tinggi

2. Agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang berlebihan) dapat disimpan untuk

jangka waktu tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan

hijauan pada musim kemarau

Prinsip dasar Pembuatan Hay

Prinsip dasar dari pengawetan dengan cara dibuat hay adalah dengan cara

mengeringkan hijauan, baik secara alami (menggunakan sinar matahari) maupun

menggunakan mesin pengering (dryer). Adapun kandungan air hay ditentukan sebesar

12-20 %, hal ini dimaksud agar hijauan saat disimpan sebagai hay tidak ditumbuhi jamur.

Jamur akan merusak kualitas hijauan yang telah diawetkan menjadi hay.

Bahan Pembuat hay :

Bahan untuk pembuatan hay adalah segala macam hijauan yang di sukai oleh

ternak ruminansia. Cara memanen dan menangani paska panen sangat mempengaruhi

kualitas hay. Cara memanen yang kurang baik akan mengakibatkan banyaknya hijauan

yang akan tercecer dan terbuang. Juga bila hijauan telah dipanen harus diletakkan

ditempat yang teduh dan memadai, karena jika tertimpa hujan maka kualitas hijauan

tersebut akan menurun. Proses pengeringan yang berlangsung terlalu lama akan

mengakibatkan kehilangan nutrisi dan memudahkan tumbuhnya jamur. Pengeringan yang

berlebihan juga akan menurunkan kualitas hay.

Syarat hijauan (tanaman)yang dibuat hay:

- bertekstur halus atau yang berbatang halus agar mudah kering

-dipanen pada awal musim berbunga

-hujauan yang akan dibuat hay dipanen dari tanah yang subur

12

- Hijauan yang akan diolah harus dipanen saat menjelang berbunga (berkadar protein

tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal), sehingga hay yang diperoleh tidak

berjamur (tidak berwarna “gosong”) yang akan menyebabkanturunnya palatabilitas dan

kualitas.

Bahan tambahan :

Agar hay dapat lebih awet disimpan, maka biasanya diberi pengawet. Adapun

macam-macam pengawet yang dapat dipakai antara lain garam dapur (Nacl), asam

propionic, dan amonia cair. Garam sebagai pengawet diberikan 1-2%, akan dapat

mencegah timbulnya panas karena kandungan uap air, juga dapat mengontrol aktivitas

mikroba, serta dapat menekan pertumbuhan jamur. Asam propionic. Berfungsi sebagai

fungicidal dan fungistalic yaitu mencegah dan memberantas jamur yang tumbuh serta

tidak menambah jumlah jamur yang tumbuh. Adapun pemberian untuk hay yang diikat

(dipak) sebanyak 1% dari berat hijauan. Amonia cair juga berfungsi sebagai fungicidal dan

pengawet, mencegah timbulnya panas, meningkatkan kecernaan hijauan tersebut dan

memberikan tambahan N yang bukan berasal dari protein (NPN).

Proses pembuatan hay

Hijauan segar yang terkumpul di gelar dalam tumpukan setipis mungkin saat

dijemur dibawah sinar matahari. hijauan hendaknya dibalik tiap 2 jam. Lama pengeringan

tergantung tercapainya kandungan air antara 12-20

Metode Pembuatan

1. metode hamparan

Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara meghamparkan hijauan yang

sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari. Setiap hari hamparan di

balik-balik hingga kering. Hay yang dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air: 20 -

30% (tanda: warna kecoklat-coklatan).

2. Metode Pod

Dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat menyimpan hijauan

yang telah dijemur selama 1 - 3 hari (kadar air ±50%). Hijauan yang akan diolah harus

dipanen saat menjelang berbunga (berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air

optimal), sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna “gosong”) yang

akan menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas.

Kriteria hay yang baik

13

1. Berwarna tetap hijau meskipun ada yang berwarna kekuningkuningan

2. Daun yang rusak tidak banyak, bentuk hijauan masih tetap utuh dan jelas, tidak

terlalu kering sebab kalu kering maka akan mudah patah.

3.Tidak kotor dan tidak berjamur

4. Mohon di ingat Alat Pengukur Parameter keberhasilan pembuatan hay yang terbaik

adalah Ternak yang akan memakannya.

Penyimpanan hay

Hay harus di simpan di tempat yang kering, terlidung dari air hujan, sebaiknya

jangan di letakan di atas tanah, karena tanah bersifat lembab. Cara penympanan yang

murah dan sangat efektif adalah dengan menggunakan Ten Ton ( mereka menyebutnya

dengan Tenda Tony), seperti pada gambar berikut.

Gambar 12.1 Tempat penyimpanan hay

11.8.2 Silase

Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang di proses dari bahan baku yang

berupa tanaman hijauan , limbah industri pertanian, serta bahan pakan alami lainya,

dengan jumlah kadar / kandungan air pada tingkat tertentu kemudian di masukan dalam

sebuah tempat yang tertutup rapat kedap udara , yang biasa disebut dengan Silo, selama

sekitar tiga minggu. Didalam silo tersebut tersebut akan terjadi beberapa tahap proses

anaerob (proses tanpa udara/oksigen), dimana “bakteri asam laktat akan mengkonsumsi

zat gula yang terdapat pada bahan baku, sehingga terjadilah proses fermentasi.

14

Silase yang terbentuk karena proses fermentasi ini dapat di simpan untuk jangka waktu

yang lama tanpa banyak mengurangi kandungan nutrisi dari bahan bakunya.

Tujuan pembuatan Silase

Tujuan utama pembuatan silage adalah untuk memaksimumkan pengawetan

kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan ternak lainnya, agar bisa

di disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk kemudian di berikan sebagai pakan bagi

ternak. Sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada

musim kemarau.

Sayangnya fermentasi yang terjadi didalam silo (tempat pembuatan silase), sangat

tidak terkontrol prosesnya, akibatnya kandungan nutrisi pada bahan yang di awetkan

menjadi berkurang jumlahnya.. Maka untuk memperbaiki berkurangnya nutrisi tersbut,

beberapa jenis zat tambahan (additive) harus di gunakan agar kandungan nutrisi dalam

silase tidak berkurang secara drastis, bahkan bisa meningkatkan pemenuhan kebutuhan

nutrisi bagi ternak yang memakannya. Pembuatan silase dapat juga menggunakan bahan

tambahan, yang kegunaan nya tergantung dari bahan tambahan yang akan di

pergunakan. Adapun penggunaan bahan tambahan sangat tergantung dari kebutuhan

hasil yang ingin di capai.

Prinsip Dasar Fermentasi Silase

Prinsip dasar dari pengawetan dengan cara silase fermentasi adalah sebagai

berikut.

Respirasi

Sebelum sel-sel di dalam tumbuhan mati atau tidak mendapatkan oksigen, maka mereka

melakukan respirasi untuk membentuk energi yang di butuhkan dalam aktivitas

normalnya. Respirasi ini merupakan konversi karbohidrat menjadi energi. Respirasi ini di

bermanfaat untuk menghabiskan oksigen yang terkandung, beberapa saat setelah bahan

di masukan dalam silo. Namun respirasi ini mengkonsumsi karbohidrat dan menimbulkan

panas, sehingga waktunya harus sangat di batasi. Respirasi yang berkelamaan di dalam

bahan baku silase, dapat mengurangi kadar karbohidrat, yang pada ahirnya bisa

menggagalkan proses fermentasi. Pengurangan kadar oksigen yang berada di dalam

15

bahan baku silase, saat berada pada ruang yang kedap udara yg disebut dengan Silo,

adalah cara terbaik meminimumkan masa respirasi ini.

Fermentatsi.

Setelah kadar oksigen habis , maka proses fermentasi di mulai. Fermentasi adalah

menurunkan kadar pH di dalam bahan baku silase. Sampai dengan kadar pH dimana tidak

ada lagi organisme yang dapat hidup dan berfungsi di dalam silo. Penurunan kadar pH ini

dilakukan oleh lactic acid yang di hasilkan oleh bakteri Lactobacillus. Lactobasillus itu

sendiri sudah berada didalam bahan baku silase, dan dia akan tumbuh dan berkembang

dengan cepat sampai bahan baku terfermentasi. Bakteri ini akan mengkonsumsi

karbohidrat untuk kebutuhan energinya dan mengeluarkan lactic acid. Bakteri ini akan

terus memproduksi lactic acid dan menurunkan kadar pH di dalam bahan baku silase.

Sampi pada tahap kadar pH yang rendah, dimana tidak lagi memungkinkan bakteri ini

beraktivitas. Sehingga silo berada pada keadaan stagnant, atau tidak ada lagi perubahan

yang terjadi, sehingga bahan baku silase berada pada keadaan yang tetap. Keadaan inilah

yang di sebut keadaan terfermentasi, dimana bahan baku berada dalam keadaan tetap ,

yang disebut dengan menjadi awet. Pada keadaan ini maka silase dapat di simpan

bertahun-tahun selama tidak ada oksigen yang menyentuhnya.

Bakteri Clostridia

Bakteri ini juga sudah berada pada hijauan atau bahan baku silase lainnya, saat mereka di

masukan kedalam silo. Bakteri ini mengkonsumsi karbohidrat, protein dan lactic acid

sebagai sumber energi mereka kemudian mengeluarkan Butyric acid, dimana Butyric acid

bisa diasosiasikan dengan pembusukan silase. Keadaan yang menyuburkan tumbuhnya

bakteri clostridia adalah kurangnya kadar karbohidrat untuk proses fermentasi , yang

biasanya di sebabkan oleh : kehujanan pada saat pencacahan bahan baku silase, proses

respirasi yang terlalu lama, terlalu banyaknya kadar air di dalam bahan baku. Dan juga

kekurangan jumlah bakteri Lactobasillus . Itulah sebabnya kadang di perlukan

penggunaan bahan tambahan atau aditive.

16

Tahapan atau Phase yang terjadi pada proses fermentasi Silase

Proses fermentasi ini (yang biasa di sebut dengan Ensiling), berjalan dalam enam phase,

yaitu:

Phase I

Saat pertama kali hijauan di panen, pada seluruh permukaan hijauan tersebut terdapat

organisme aerobic, atau sering disebut sebagai bakteri aerobic, yaitu bacteri yang

membutuhkan udara / oksigen. Sehingga pada saat pertamakali hijauan sebagai bahan

pembuatan silase di masukan ke dalam silo, bakteri tersebut akan mengkonsumsi

udara/oksigen yang terperangkap di dalam rang silo tersebut. Kejadian ini merupakan

sesuatu yang tidak di inginkan untuk terjadi saat ensiling, karena pada saat yang sama

bakteri aerobik tersebut juga akan mengkonsumsi karbohidrat yang sebetulnya di

perlukan bagi bakteri lactic acid. Walaupun kejadian ini nampak menguntungkan dalam

mengurangi jumlah oksigen di dalam silo , sehingga menciptakan lingkungan anaerob

seperti yang kita kehendaki dalam ensiling, namun kejadian tersebut juga menghasilkan

air dan peningkatan suhu / panas. Peningkatan panas yang berlebihan akan mengurangi

digestibility kandungan nutrisi, seperti misalnya protein. Proses perubahan kimiawi yang

terjadi pada phase awal ini adalah terurainya protein tumbuhan, yang akan terurai

menjadi amino acid, kemudian menjadi amonia dan amines. Lebih dari 50% protein yang

terkandung di dalam bahan baku akan terurai. Laju kecepatan penguraian protein ini

(proteolysis), sangat tergantung dari laju berkurangnya kadar pH. Raung lingkup silo yang

menjadi acid, akan mengurangi aktivitas enzym yang juga akan menguraikan protein.

Lama terjadinya proses dalam tahap ini tergantung pada kekedapan udara dalam silo,

dalam kekedapan udara yang baik maka phase ini hanya akan bejalan beberapa jam saja.

Dengan teknik penanganan yang kurang memadai maka phase ini akan berlangsung

sampai beberapa hari bahkan beberapa minggu. Untuk itu maka tujuan utama yang harus

di capai pada phase ensiling ini adalah, semaksimum mungkin di lakukan pencegahan

masuknya udara/oksigen, sehingga keadaan anaerobic dapat secepatnya tercapai.

Kunci sukses pada phase ini adalah:

– Kematangan bahan

– Kelembaban bahan

– Panjangnya pemotongan yang akan menentukan kepadatan dalam silo

– Kecepatan memasukan bahan dalam silo

17

– Kekedapan serta kerapatan silo

Phase II

Setelah oksigen habis di konsumsi bakteri aerobic, maka phase dua ini di mulai, disinilah

proses fermentasi dimulai, dengan dimulainya tumbuh dan berkembangnya bakteri acetic

acid, Bakteri tersebut akan menyerap karbohidrat dan menghasilkan acetic acid sebagai

hasil ahirnya. Pertumbuhan acetic acid ini sangat diharapkan, karena disamping

bermanfaat untk ternak ruminansia juga menurunkan kadar pH yang sangat di perlukan

pada phase berikutnya. Penurunan kadar pH di dalam silo di bawah 5.0, perkembangan

bakteri acetic acid akan menurun dan ahirnya berhenti, Dan itu merupakan tanda

berahirnya phase-2. Dalam fermentasi hijauan phase-2 ini berlangsung antara 24 s/d 72

jam.

Phase III

Makin menurunnya kadar pH akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan bakteri

anaerob lainnya yang memproduksi latic acid. Maka pada phase ini latic acid akan

bertambah terus

Phase IV

Dengan bertambahnya jumlah bakteri pada phase 3, maka karbohidrat yang akan terurai

menjadi latic acid juga makin bertambah. Latic acid ini sangat di butuhkan dan memegang

peranan paling penting dalam proses fermentasi. Untuk pengawetan yang efisien,

produksinya harus mencapai 60% dari total organic acid dalam silase.

Saat silase di konsumsi oleh ternak, latic acid akan di manfaatkan sebagai sumber energi

ternak tersebut. Phase 4 ini adalah phase yang paling lama saat ensiling, proses ini

berjalan terus sampai kadar pH dari bahan hijauan yang di pergunakan turun terus,

hingga mencapai kadar yang bisa menghentikan pertumbuhan segala macam bakteri, dan

hijauan atau bahan baku lainnya mulai terawetkan. Tidak akan ada lagi proses penguraian

selama tidak ada udara/oksigen yang masuk atau di masukan.

Phase V

Pencapaian final kadar pH tergantung dari jenis bahan baku yang di awetkan, dan juga

kondisi saat di masukan dalam silo. Hijauan pada umumnya akan mencapai kadar pH 4,5,

jagung 4.0.

Kadar pH saja tidaklah merupakan indikasi dari baik buruknya proses fermentasi

ini. Hijauan yang mengandung kadar air di atas 70% akan mengalami proses yang

18

berlainan pada phase 4 ini. Bukan bakteri yang memproduksi latic acid yang tumbuh dan

berkembang, namun bakteri clostridia yang akan tumbuh dan berkembang. Bakteri

anaerobic ini akan memproduksi butyric acid dan bukan latic acid, yang akan

menyebabkan silase berasa asam. Kejadian ini berlangsung karena pH masih di atas 5.0

Phase VI

Phase ini merupakan phase pengangkatan silage dari tempatnya /silo.

Proses pengangkatan ini sangatlah penting namun biasanya tidak pernah di perhatikan

oleh para peternak yang kurang berpengalaman. Hasil riset mengatakan bahwa lebih dari

50% silase mengalami kerusakan atau pembusukan yang di sebabkan oleh bakteri

aerobic, saat di keluarkan dari silo. Kerusakan terjadi hampir di seluruh permukaan silase

yang terekspos oksigen, saat berada pada tempat penyimpanan atau pada tempat pakan

ternak, setelah di keluarkan dari silo. Kecermatan kerapihan dan kecepatan penanganan

silase setelah dikeluarkan dari silo yang kedap udara sangatlah perlu untuk di cermati,

agar tidak terjadi pembusukan.

Bahan pembuatan Silase

Bahan untuk pembuatan silase adalah segala macam hijauan dan bahan dari tumbuhan

lainnya yang di sukai oleh ternak ruminansia, seperti : -Rumput, Sorghum, Jagung, Biji-

bijian kecil, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas

dan jerami padi, dll

Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat Silase :

Segala jenis tumbuhan atau hijauan serta bijian yang di sukai oleh ternak, terutama yang

mengandung banyak karbohidrat nya. Untuk penjelasan mengapa dan apa sebabnya lihat

di bagian Prinsip Fermentasi

Bahan tambahan

Dengan mengetahui prinsip fermentasi dan phase tahapan prosesnya , maka kita bisa

memanipulasi proses fermentasi dalam pebuatan silase. Manipulasi di tujukan untuk

mempercepat proses atau untuk meningkatkan dan mempertahankan kadar nutrisi yang

terkandung pada bahan baku silase. Manipulasi dengan penambahan bahan additive ini

bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pemberian bahan tambahan

secara langsung dengan menggunakan:

– Natrium bisulfat

19

– Sulfur oxida

– Asam chlorida

– Asam sulfat

– Asam propionat.

– dll.

Pemberian bahan tambahan secara tidak langsung ialah dengan memberikan tambahan

bahan-bahan yang mengandung karbohidrat yang siap diabsorpsi oleh mikroba, antara

lain :

-Molase (melas) : 2,5 kg /100 kg hijauan.

-Onggok (tepung) : 2,5 kg/100 kg hijauan.

-Tepung jagung : 3,5 kg/100 kg hijauan.

-Dedak halus : 5,0 kg/100 kg hijauan.

-Ampas sagu : 7,0 kg/100 kg hijauan.

Biasanya bahan-bahan ini diperlukan bila bahan dasarnya kurang banyak mengadung

karbohidrat

Proses pembuatan Silase

Setelah memahami prinsip dasar pembuatan silase, maka proses tahap pelaksanaan

pembuatan silase akan menjadi sangat mudah di fahami apa dan mengapanya.

Penyiapan Silo

Silo hanyalah nama sebuah wadah yang bisa di tutup dan kedap udara, artinya udara

tidak bisa masuk maupun keluar dar dan ke dalam wadah tersebut. Wadah tersebut juga

harus kedap rembesan cairan. Untuk memenuhi kriteria ini maka bahan plastik

merupakan jawaban yang terbaik dan termurah serta sangat fleksibel penggunaannya.

Walaupun bahan dari metal, semen dll tetap baik untuk di gunakan. Ukuran di sesuaikan

dengan kebutuhan, mulai kantong keresek plastik ukuran satu kilogram, sampai silo

silindris dengan garis tengah 100 meter dan ketinggian 30 meter. Pilihlah ukuran, bahan

serta konstruksi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anda. Gentong plastik

(biasanya berwarna biru) yang mempunyai tutup yang bisa di kunci dengan rapat,

merupakan salah satu pilihan yang terbaik. Karena di samping ukurannya yang sedang

sehingga mudah untuk di angkat manusia, kemudian dengan penambahan jumlah bisa

memenuhi kebutuhan yang lebih banyak. Jika ingin membuat dalam jumlah yang banyak

sekali gus, maka cara yang termurah adalah dengan menggali tanah. Ukuran di sesuaikan

20

dengan kebutuhan. Kemudian menggunakan kantung plastik yang di jual meteran,

sehingga penutupannya bisa dilakukan dengan sangat rapat. Prinsip yang harus di

perhatikan adalah, saat membuka dan memberikan silase pada ternak, maka silo tersebut

akan kemasukan udara/oksigen yang bisa dan akan merusak silase yang telah jadi karena

terjadinya proses aerobic, lihat dip hase-6. Inilah sebabnya kenapa pembuatan dalam

jumlah kecil dengan menggunakan silo yang banyak serta portable (seperti gentong

plastik biru, atau kantong plastik), jauh lebih berdaya guna di banding dengan pembuatan

dalam jumlah sangat besar dalam satu wadah/silo. Untuk itu ketahuilah jumlah

kebutuhan ternak anda, lalu sesuaikan pembuatan silo, sehingga penggunaannya bisa

sekali buka silo , isinya langsung habis di konsumsi sehingga tidak adalagi sisa yang harus

di simpan. Penyimpanan sisa silase ini , di samping sangat merepotkan juga sangat riskan

terhadap terjadinya proses pembusukan karena terjadi nya eksposur tehadap oksigen

yang akan mengaktive kan bakteri aerob

Penyiapan bahan baku silase serta penempatan pada silo:

Bahan baku sebaiknya berasal dari tumbuhan atau bijian yang segar yang langsung

di dapat dari pemanenan, jangan yang telah tersimpan lama.

1.Pemotongan atau Pencacahan Bahan Baku

Ukuran pemotongan sebaiknya sekitar 5 centimeter. Pemotongan dan pencacahan perlu

di lakukan agar mudah di masukan dalam silo dan mengurangi terperangkapnya

ruang udara di dalam silo serta memudahkan pemadatan. Jika hendak menggunakan

bahan tambahan, maka taburkan bahan tambahan tersebut kemudian di aduk secara

merata, sebelum di masukan dalam silo.

2.Masukan cacahan tersebut kedalam silo secara bertahap, lapis demi lapis.

3.Saat memasukan bahan baku kedalam silo secara bertahap, lakukan penekanan atau

pengepresan untuk setiap lapisan agar padat. Kenapa harus di padatkan, karena oksigen

harus sebanyak mungkin di kurangi atau di hilangkan sama sekali dari ruang silo.

4.Lakukan penutupan dengan serapat mungkin sehingga tidak ada udara yang bisa masuk

kedalam silo.

5.Biarkan silo tertutup rapat serta di letakan pada ruang yang tidak terkena matahari atau

kena hujan secara langsung, selama tiga minggu.

6.Setelah tiga minggu maka silase sudah siap di sajikan sebagai pakan ternak. Sedangkan

untuk menilai kualitas hasil pembuatan silase ini bisa di lihat di Kriteria Silase yang baik,

21

jika penilaian anda mendapatkan hasil 100 atau mendekati 100, maka cara and membuat

silase sudah sangat baik, lakukan cara tersebut untuk pembuatan silase berikutnya.

7.Silo yang tidak di buka dapat terus di simpan sampai jangka waktu yang sangat lama

asalkan tidak kemasukan udara. 8.Pemberian pada ternak yang belum terbiasa makan

silase, harus di berikan sedikit demi sedikit dicampur dengan hijauan yang biasa dimakan.

Jika sudah terbiasa secara bertahap dapat seluruhnya diberi silase sesuai dengan

kebutuhan.

Kriteria Silase yang baik :

Indikasi dan penjelasan serta nilai keberhasilannya:

KEWANGIAN

1. Wangi seperti buah-buahan dan sedikit asam, sangat wangi dan terdorong untuk

mencicipinya. Nilai 25

2. Ingin mencoba mencicipinya tetapi asam, bau wangi Nilai 20

3. Bau asam, dan apabila diisap oleh hidung,rasa/wangi baunya semakin kuat atau sama

sekali tidak ada bau. Nilai 10

4. Seperti jamur dan kompos bau yang tidak sedap. Nilai 0

RASA

5. Apabila dicoba digigit, manis dan terasa asam seperti youghurt/yakult. Nilai 25

6. Rasanya sedikit asam Nilai 20

7. Tidak ada rasa Nilai 10

8. Rasa yang tidak sedap, tidak ada dorongan untuk mencobanya. 0

WARNA

9. Hijau kekuning- kuningan. Nilai 25

10.Coklat agak kehitam-hitaman. Nilai 10

11.Hitam, mendekati warna kompos Nilai 0

SENTUHAN

12. Kering, tetapi apabila dipegang terasa lembut dan empuk. Apabila menempel

ditangan karena baunya yang wangi tidak dicucipun tidak apa-apa. Nilai 25

13. Kandungan airnya terasa sedikit banyak tetapi tidak terasa basah. Apabila ditangan

dicuci bau wanginya langsung hilang. Nilai 10

14. Kandungan airnya banyak, terasa basah sedikit (becek) bau yang menempel ditangan,

harus dicuci dengan sabun supaya baunya hilang. Nilai 0

22

Jumlah nilai = Nilai wangi + Nilai rasa + Nilai warna + Nilai sentuh, angka 100 adalah yang

terbaik

Penyimpanan Silase:

Silase dapat di simpan dalam waktu yang sangat lama selama tetap berada dalam

keadaan kedap udara

11.8.2.3 Amoniasi :

proses pengawetan hijauan dengan menggunakan amonia.

Pengawetan pakan dengan Amoniasi bisa dilakukan dengan mudah , menyenangkan

aman dan menguntungkan, selama mengikuti beberapa syarat tahapan yang simpel, agar

pekerjaan yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang di kehendaki .

Hijauan sebagai pakan ternak semakin hari semakin sulit di dapat, terlebih saat musim

kemarau panjang. Walau demikian limbah produksi padi, yaitu jerami padi cukup

berlimpah, bahkan sebagian dibakar. Sebetulnya jerami tersebut masih dapat

dimanfaatkan untuk ternak. Namun karena pemanfaatan jerami untuk pakan ternak

masih belum umum di lakukan di Indonesia, maka jerami yang tersedia umumnya tidak

dalam kadaan baik untuk di pergunakan dalam amoniasi jerami. Jerami itu sendiri untuk

pakan ternak sebetulnya kualitasnya sangat rendah, sehingga harus di olah terlebih

dahulu agar kualitasnya meningkat. Kandungan gizi jerami padi yang berupa protein

hanya 3-5 %, padahal hijauan rumput, misalnya rumput gajah mencapai 12-14%.

Demikian pula kadar vitamin dan mineralnya juga sangat rendah, sehingga jerami padi

dikategorikan pakan yang “miskin” gizi, Disamping itu serat jerami sangat liat, atau

dengan kata lain kecernaannya rendah, hanya sekitar 25-45%, tergantung varietasnya.

Amoniasi jerami padi dapat meningkatkan kadar nutrisi dan meningkatkan kecernaan nya

sehingga bisa lebih berdaya guna sebagai pakan ternak ruminansia

PENGAWETAN HIJAUAN DENGAN AMONIASI

Dalam setiap hijauan termasuk di dalamnya adalah jerami padi, terdapat Sellulosa dan

hemisellulosa yang merupakan bagian dari serat kasar hijauan. Keduanya secara kimia

merupakan rantai yang panjang dari glukosa. Ikatan rantai ini cukup kuat. Disamping itu

mereka juga berikatan dengan lignin, ikatan inipun lebih kuat dari ikatan diantara

23

sellulosa tadi. Semua jalinan ikatan tersebut secara keseluruhan sangat tahan tahan

terhadap “serangan” enzim yang dikeluarkan oleh mikroba rumen (pencernaan). Sehingga

kandungan sellulosa dan hemisellulosa, tidak dapat di cerna dan di manfaatkan tubuh

ternak sebagai energi. Pengolahan amoniasi adalah suatu proses pememotongan ikatan

rantai tadi dan membebaskan sellulosa dan hemisellulosa agar dapat dimanfaatkan oleh

tubuh ternak. Amoniak (NH3) yang berasal dari urea akan bereaksi dengan jerami padi,

sehingga ikatan tadi bisa terlepas dan berganti ikatan dengan NH3, dan saat yang sama

sellulosa serta hemisellulosa akan terlepas dari ikatan. Dengan demikian maka sifat

kecernaan jerama akan meningkat, juga kadar proteinnya juga meningkat karena NH3

yang terikat akan berubah menjadi senyawa sumber protein.

Dengan demikian keuntungan amonisasi adalah :

• Kecernaan meningkat

• Protein jerami meningkat.

• Menghambat pertumbuhan jamur.

• Memusnahkan telur cacing yang terdapat dalam jerami.

Dengan keuntungan yang di dapat tersebut maka proses pengawetan dengan sendirinya

juga terjadi.

Tujuan pembuatan Amonisasi:

Jika dilihat dari nilai nutrisi secara detail, jerami padi ini mempunyai kandungan protein

4,5 – 5,5%, lemak 1,4 - 1,7 %, serat kasar 31,5 – 46,5%, abu 19,9 – 22,9%, kalsium 0,19%,

fosfor 0,1% dan BETN 27,8 – 39,9%. Dengan demikian karakteristik jerami padi sebagai

pakan ternak tergolong hijauan bermutu rendah. Selain kandungan nutrisinya yang

rendah, jerami padi juga termasuk pakan hijauan yang sulit dicerna karena kandungan

serat kasarnya tinggi sekali. Daya cerna yang rendah itu terutama disebabkan oleh

struktur jaringan jerami yang sudah tua. Jaringan-jaringan pada jerami telah mengalami

proses lignifikasi (pengerasan) sehingga terbentuk ligriselulosa dan lignohemiselulosa.

Selain oleh adanya proses lignifikasi, rendahnya daya cerna ternak terhadap jerami

disebabkan juga oleh tingginya kandungan silikat. Lignifikasi dan silifikasi tersebut secara

bersamaan akan semakin meurunkan dayaa cerna jerami padi.

Rendahnya kandungan nutrisi jerami padi dan sulitnya daya cerna jerami, menyebabkan

jerami menjadi pakan ternak ruminansia sangat rendah manfaatnya Tujuan pembuatan

24

Amonisasi adalah meningkatkan kualitas jerami yang rendah kandungan nutrisinya,

menjadi jerami yang kandungan nutrisinya memadai, serta makin tingi daya

kecernaannya. Kandungan amonia juga akan digunakan oleh mikroba rumen dalam

aktivitas sintesis protein, sehingga bisa membuat jerami padi menjadi lebih baik untuk

dikonsumsi dan daya cernanya yang tinggi.

Prinsip Dasar Amonisasi

Diatas telah di bahas bahwa jerami padi merupakan pakan ternak yang miskin nutrisi dan

sulit di cerna oleh ternak. Penyebab dari rendahnya kecernaan adalah terdapat lignin

sekitar 6-7%. Lignin tidak dapat dicerna dalam rumen atau dalam pencernaan. Juga

mengandung 13 % silikat. Silikat dan lignin ini bagaikan kaca pelapis, yang melapisi zat-zat

yang berguna dan bernilai energi tinggi seperti protein, selulose, hemiselulose. Disamping

itu ikatan serat di dalamnya juga sangat kuat. Sehingga jerami padi di golongkan pada

pakan yang kurang berdaya guna untuk pertumbuhan ternak. Amoniasi tujuannya adalah

untuk memecah kaca pelindung tersebut diatas, serta mengurai ikatan serat yang sangat

kuat pada dinding jerami tersebut, agar sellulosa dan hemisellulosa, yang mempunyai

nilai energi sangat tinggi bisa di cerna dan diserap oleh pencernaan ternak ruminansia

Terdapat beberapa bahan kimia yang dapat dimanfaatkan seperti kaustik soda (NaOH),

Urea dan bahan kimia lainnya, namun disamping kurang aman bagi lingkungan, harga dan

cara penanganannya sangat banyak membutuhkan biaya. Bahan kimia yang paling murah

dan mudah di dapat serta mudah penanganannya adalah dengan menggunakan Urea

Urea merupakan salah satu sumber amoniak (NH3) berbentuk padat. Urea yang banyak

beredar untuk pupuk tanaman pangan kadar nitrogen yang terkandung didalamnya

adalah 46 persen. Dosis amoniak yang biasa digunakan secara optimal adalah 4 – 6 % NH3

dari berat kering jerami. Kurang dari 3 % tidak ada pengaruhnya terhadap daya cerna

maupun peningkatan kandungan protein kasar, tetapi amoniak ini hanya berfungsi

sebagai pengawet saja. Bila lebih dari 6 % amoniak akan terbuang karena tidak sanggup

lagi diserap oleh jerami dan akan lepas ke udara bebas, kerugiannya hanya pemborosan

amoniak yang berarti kerugian ekonomis saja.

Bahan pembuatan Amoniasi

Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat Amoniasi :

25

Tumbuhan yang berdinding keras, seperti batang padi, atau jerami yang berkualitas baik,

artinya tidak busuk ataupun basah karena terendam air sawah maupun hujan

Proses pembuatan Amoniasi:

Penyediaan perlengkapan dan peralatan

1.Sediakan jerami padi yang sudah kering dan dalam keadaan baik.

2.Sediakan kotak untuk mencetak jerami dengan ukuran yang di sesuaikan dengan

kebutuhan dan keadaan lokasi peternakan

3.Sediakan tali pengikat jerami yang telah di cetak.

4.Siapkan lembaran plastik untuk pembungkus jerami

5.Sediakan karung plastik untuk mengantongi bungkusan jerami.

6.Sediakan urea dalam jumlah yang memadai sesuaikan dengan jumlah jerami, 4-6 kg

urea untuk setiap 100 kg jerami padi),

7.Sediakan timbangan yang sesuai dengan berat tiap ikatan jerami

8.Sediakan tempat penyimpanan jerami, yang terlindung dari hujan dan sengatan sinar

matahari.

Tahapan yang paling praktis amoniasi jerami adalah sebagai berikut:

1. Pencetakan Jerami

Tujuan pencetakan adalah, agar mempermudah penyusunan jerami saat dilakukan proses

amoniasi, mempermudah penghitungan jumlah dan timbangan jerami. Masukan jerami-

jerami tersebut kedalam kotak cetakan yang telah di sediakan. Lakukan pemadatan atau

pengepresan terhadap jerami yang berada di dalam kotak cetakan tersebut. Setelah

padat , keluarkan jerami tersebut. Mohon di catat disini, bahwa pemasukan jerami

kedalam cetakan , bisa dan akan dilakukan selapis demi selapis, pemadatan juga

dilakukan selkapis demi selapis. Guna mengakomodasi penebaran urea yang lebih

merata.

2. Pengikatan.

Jerami yang telah di keluarkan dari kotak cetakan, di ikat dengan menggunakan tali rafia

atau tali lain yang tersedia dan cukup kuat.

3. Penimbangan

Jerami yang telah terikat dalam bentuk kotak/balok ditimbang. Lakukan penimbangan

untuk beberapa ikat jerami, agar di dapat berat rata-rata untuk setiap ikatnya. Sehingga

26

untuk selanjutnya tidak usah semua djerami di timbang seluruhnya, cukup dengan

mengetahui jumlah ikatan balok jerami, dapat di ketahui jumlah berat nya

4. Penaburan urea

Cara yang terbaik dalam penaburan urea adalah dengan cara menaburkannya selapis

demi selapis saat melakukan pencetakan dalam kotak cetakan. (lihat catatan di poin 1)

Setelah mengetahui berat jerami untuk tiap pencetakan maka akan segera di ketahui

jumlah urea yang di butuhkan. Yaitu dengan menghitung berat rata-rata tiap ikatan balok

jerami di kalikan dengan 4-6%, misal berat tiap ikatan balok jerami adalah 100 Kg, maka

jumlah urea yang di butuhkan adalah 6 Kg. Lakukan penakaran untuk 6 Kg urea, dengan

menggunakan wadah , misalnya ember kecil. Satu ember penuh menampung 6 Kg urea.

Maka untuk setiap pencetakan membutuhkan satu ember urea. Setelah satu lapisan

jerami di padatkan , taburkan urea secukupnya , misal 1Kg. Kemudian letakan dan

padatkan lapisan jerami berikutnya, kemudian taburkan kembali urea di atas lapisan

tersebut. Demikian seterusnya sehingga saat cetakan jerami di keluarkan dari cetakannya

dan di ikat, bisa langsung di lakukan pembungkusan, tanpa perlu menaburinya lagi

dengan urea

Cara yang kedua adalah, jerami yang telah diikat ditaburi urea . Penaburan urea ke dalam

ikatan jerami harus dilakukan secara merata, agar proses amoniasi jerami padi berjalan

dengan baik. Dosis urea yang ditaburkan ke dalam jerami jumlahnya sekira 4%-6% dari

berat jerami. Dengan kata lain, setiap 100 kg jerami padi yang akan diamoniasi

membutuhkan urea sebanyak 4-6 kg. jika dosis urea yang ditaburkan ke dalam jerami

terlalu banyak, maka urea tersebut tidak akan memberikan pengaruh signifikan terhadap

nilai nutrisi pada jerami.

5. Pembungkusan

Jerami yang telah ditaburi urea harus segera dibungkus dengan rapat. Bahan pembungkus

yang digunakan biasanya berupa lembaran plastik dengan ketebalan yang cukup

memadai. Pembungkusan ini sangat penting dilakukan agar tercipta kondisi hampa udara

(an-aerob). Proses amoniasi harus berlangsung tanpa kehadiran udara, sehingga

pembungkusan harus dilakukan secara hati-hati. Untuk mencegah kebocoran, jerami yang

telah ditaburi urea dapat dibungkus dengan lembaran plastik sebanyak dua lapis atau

lebih.

6. Pengarungan

27

Jerami yang telah terbungkus di masukan kedalam karung, agar mudah penanganannya,

serta melindungi kerusakan plastik pembungkusnya yang dapat mengakibatkan

kebocoran.

7. Penempatan

Karung-karung yang berisi jerami tersebut harus disimpan di tempat yang teduh dan

terhindar dari air hujan. Untuk mengoptimalkan penggunaan gas amoniak oleh jerami,

maka sebaiknya karung-karung tersebut disusun bertumpuk ke atas, di atas karung yang

teratas sebaiknya diberi beban agar ada tekanan ke bawah. Proses penyimpanan ini

membutuhkan waktu selama 1 bulan atau 30 hari.

8. Pembukaan

Satu bulan kemudian, jerami yang terbungkus dapat dibuka dari kemasannya. Pembukaan

tersebut harus dilakukan secara hati-hati karena akan membuat mata menjadi perih.

Jerami amoniasi yang baik ditandai dengan bau amoniak yang sangat menyengat. Oleh

karena itu, jerami amoniasi tersebut harus dibiarkan di udara terbuka dan di angin-

anginkan terlebih dahulu agar bau amoniak dapat berkurang.

Jerami amoniasi harus disimpan di ruang penyimpanan beratap dengan ventilasi yang

memadai. Jika jerami amoniasi dibiarkan di udara terbuka dan terkena air hujan, maka

akan terjadi proses pelapukan atau dekomposisi pada jerami tersebut. Penyimpanan

dapat dilakukan hingga satu tahun dengan kualitas yang tetap terjaga.

9.Pemberian pakan Jerami Amoniasi

Jerami amoniasi dapat diberikan pada ternak dalam bentuk utuh, atau .dicampur dengan

makanan tambahan atau penguat lainnya untuk meningkatkan palatabilitas dan

mengimbangi kandungan kandungan nitrogen non-protein pada urea. Pemberian jerami

amoniasi sebagai makanan pokok membutuhkan air minum sebagai faktor yang sangat

perlu diperhatikan ketersediaannya.

Kriteria Amoniasi :

Kriteria hasil amoniasi yang baik adalah :

• Berwarna kecoklat-coklatan.

• Kering.

• Jerami padi hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami asalnya.

Penyimpanan Hasil Amoniasi:

28

Jerami hasil amoniasi atau jerami amoniasi, jika di keluarkan dari pembungkusnya harus

diletakkan pada rak penyimpanan yang terbuka tapi terlindung dari air hujan dan

sengatan matahari. Air akan menyebabkan terjadinya pembusukan secara cepat pada

jerami amoniasi. Semakin lama di simpan maka bau amonia nya akan makin hilang, dan

semakin baik pula di berikan sebagai pakan ternak