9
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Hampir seluruh ilmu pengetahuan dan teknologi menggunakan matematika. Oleh karena itu tidak dapat disangkal bahwa matematika mendasari ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai suatu kajian ilmu tidak pernah luput dari kehidupan manusia yang kompleks, pemerintah Indonesia telah menerapkan matematika pada taraf pendidikan formal sebagai salah satu bidang studi yang dipelajari oleh semua peserta didik dari sekolah dasar hingga sekolah menengah bahkan di perguruan tinggi. Realita yang sering ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa banyak peserta didik pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia yang menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit dan sering menimbulkan berbagai masalah yang sulit untuk dipecahkan, sehingga berdampak pada rendahnya hasil belajar. Hal ini berbanding lurus dengan data hasil survei internasional TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) yang menyatakan bahwa rata-rata skor prestasi matematika siswa Indonesia berada signifikan di bawah rata-rata internasional. Indonesia pada tahun 2007 berada di peringkat ke 36 dari 49 negara, dan tahun 2011 berada di peringkat 38 dari 42 negara (Pusat Penelitian Pendidikan, Balitbang Kemdikbud). Selain itu disebutkan juga dari hasil Survei Internasional PISA (Programme for International Student Assesment) skor rata- rata literasi matematika tahun 2012 menempatkan Indonesia pada urutan ke-64 dari total 65 negara peserta. Selain itu kualitas pembelajaran secara nasional juga tidak jauh berbeda. Hal ini dapat dilihat dari hasil UN SMP tahun 2012/2013, yang disebutkan bahwa rata-rata nilai UN matematika se-Indonesia menempati urutan terendah dari keempat mata pelajaran yang diujikan. Kenyataan rendahnya penguasaan matematika terjadi merata di seluruh Indonesia, tidak terkecuali di Kabupaten Karanganyar. Dari data hasil Ujian

BAB_1.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB_1.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memegang

peranan penting dalam kehidupan manusia. Hampir seluruh ilmu pengetahuan

dan teknologi menggunakan matematika. Oleh karena itu tidak dapat disangkal

bahwa matematika mendasari ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai suatu

kajian ilmu tidak pernah luput dari kehidupan manusia yang kompleks,

pemerintah Indonesia telah menerapkan matematika pada taraf pendidikan formal

sebagai salah satu bidang studi yang dipelajari oleh semua peserta didik dari

sekolah dasar hingga sekolah menengah bahkan di perguruan tinggi.

Realita yang sering ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa banyak

peserta didik pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia yang menganggap

matematika adalah pelajaran yang sulit dan sering menimbulkan berbagai masalah

yang sulit untuk dipecahkan, sehingga berdampak pada rendahnya hasil belajar.

Hal ini berbanding lurus dengan data hasil survei internasional TIMSS (Trends in

International Mathematics and Science Study) yang menyatakan bahwa rata-rata

skor prestasi matematika siswa Indonesia berada signifikan di bawah rata-rata

internasional. Indonesia pada tahun 2007 berada di peringkat ke 36 dari 49 negara,

dan tahun 2011 berada di peringkat 38 dari 42 negara (Pusat Penelitian

Pendidikan, Balitbang Kemdikbud). Selain itu disebutkan juga dari hasil Survei

Internasional PISA (Programme for International Student Assesment) skor rata-

rata literasi matematika tahun 2012 menempatkan Indonesia pada urutan ke-64

dari total 65 negara peserta. Selain itu kualitas pembelajaran secara nasional juga

tidak jauh berbeda. Hal ini dapat dilihat dari hasil UN SMP tahun 2012/2013,

yang disebutkan bahwa rata-rata nilai UN matematika se-Indonesia menempati

urutan terendah dari keempat mata pelajaran yang diujikan.

Kenyataan rendahnya penguasaan matematika terjadi merata di seluruh

Indonesia, tidak terkecuali di Kabupaten Karanganyar. Dari data hasil Ujian

Page 2: BAB_1.pdf

2

Nasional tahun 2012/2013 untuk tingkat SMP di Karanganyar, rerata nilai

matematika adalah 4,88. Rerata nilai tersebut lebih rendah bila dibandingkan

dengan rerata nilai Bahasa Indonesia sebesar 7,59, rerata nilai Bahasa Inggris

sebesar 5,15, serta IPA sebesar 5,54 (Pamer 2013).

Dilihat dari daya serap pokok bahasan yang diujikan dalam UN tahun

2012 untuk jenjang SMP, salah satu pokok bahasan yang masih rendah daya

serapnya adalah yang terkait dengan operasi aljabar. Berdasarkan laporan hasil

UN pada tahun 2013 lalu menunjukkan daya serap siswa SMP di Kabupaten

Karanganyar pada SKL memahami operasi bentuk aljabar 46,31% di tingkat

kabupaten, 51,97% di tingkat provinsi dan 59,18% secara nasional (Sumber:

Balitbang Kemendikbud 2013).

Rendahnya hasil belajar matematika siswa menurut hasil survey IMSTEP-

JICA (Development of Science And Mathematics Teaching for Primary and

Second Education in Indonesia (IMSTEP) – Japan International Cooperation

Agency (JICA) tahun 2000 yang menyatakan bahwa kegiatan belajar yang terjadi

di lapangan diwarnai oleh perilaku guru yang terlalu berkonsentrasi pada hal-hal

yang procedural dan mekanistik. Dalam kegiatan pembelajaran, guru biasanya

menjelaskan konsep secara informatif, memberikan contoh soal, dan memberikan

soal – soal latihan. Guru menjadi pusat kegiatan, sedangkan siswa selama kegiatan

pembelajaran cenderung pasif. Siswa hanya mendengarkan, mencatat penjelasan,

dan mengerjakan soal. Dengan demikian pengalaman belajar yang telah mereka

miliki tidak dapat berkembang.

Rendahnya prestasi belajar dimungkinkan karena guru kurang dapat

menggunakan model pembelajaran yang sesuai dan menyenangkan bagi peserta

didik. Model pembelajaran yang sering dilakukan guru di sekolah adalah dengan

model konvensional. Guru menjelaskan konsep dengan metode ceramah. Kegiatan

guru di dalam kelas lebih dominan atau pembelajaran lebih terpusat pada guru,

dan siswa cenderung tampak pasif. Guru berusaha dengan melakukan tanya jawab

agar siswa berpartisipasi. Namun siswa belum mempunyai inisiatif untuk bertanya

pada guru jika belum mengerti atau belum paham dengan materi yang diajarkan.

Secara garis besar, situasi pembelajaran menggambarkan suatu kegiatan guru aktif

Page 3: BAB_1.pdf

3

memberikan informasi, sedangkan siswa menyimak, mencatat, dan mengerjakan

tugas yang diberikan.

Berbagai upaya telah ditempuh untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran, antara lain: pembaharuan dalam kurikulum, pengembangan model

pembelajaran, perubahan sistem penilaian, dan lain sebagainya. Pemerintah

Indonesia sudah mengupayakan pembangunan dalam bidang pendidikan dimana

perkembangan kurikulum diupayakan untuk memperbaiki mutu pembelajaran dan

meningkatkan kecerdasan anak didik bangsa. Kurikulum 2013 dianggap sebagai

salah satu kurikulum yang mampu memberikan hasil yang lebih baik untuk

Indonesia ke depannya, dimana pembelajaran dalam kurikulum ini berpusat pada

siswa (student centered). Kurikulum 2013 memberikan pedoman bagi para guru

untuk lebih kreatif dalam mengajar dan mengembangkan bahan ajar. Dimana guru

tidak sebagai pelaku utama tetapi hanya sebagai fasilitator, moderator, konduktor

dan evaluator dalam pembelajaran.

Pendekatan saintifik yang diusung kurikulum 2013 memberikan peluang

bagi guru untuk mengembangkan model belajar Kooperatif. Model pembelajaran

kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran yang saat ini

banyak digunakan dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat

pada siswa (student centered). Pendekatan 5 M yang diusung dalam pendekatan

saintifik (scientific approach) antara lain: (1) mengamati, siswa diminta untuk

mengamati fenomena – fenomena yang ada disekitar mereka, sehingga diperoleh

suatu masalah. (2) menanya, siswa diharapkan aktif bertanya tentang segala hal

yang kurang dimengertinya selama pengamatan. (3) menalar, dalam bagian ini

siswa diharapkan melakukan penalaran induktif, dari hal – hal khusus

disimpulkan menjadi sebuah hal umum. (4) mencoba, setelah memperoleh satu

simpulan umum diharapkan siswa dapat mencoba menggunakan hasil

kesimpulannya untuk mencoba memecahkan maslah yang lainnya.dan (5)

mengkomunikasikan, diharapkan siswa dapat aktif mengkomunikasikan

pendapatnya masing–masing dan men-share hasil kelompoknya sehingga kegiatan

ini melatih mental berbicara para siswa. Dengan pendekatan saintifik ini dirapkan

dapat untuk mengatasi masalah–masalah yang ditemukan guru dalam

Page 4: BAB_1.pdf

4

mengaktifkan siswa seperti: siswa yang kurang memiliki kemampuan sosial,

siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan siswa lain, siswa yang agresif dan

tidak peduli dengan siswa lain.

Selain itu unsur yang sering dikaji dalam hubungannya dengan keaktifan

dan hasil belajar siswa adalah model yang digunakan guru dalam kegiatan

pembelajaran di sekolah. Selama ini kegiatan pembelajaran yang berlangsung di

dalam kelas berpusat pada guru, sehingga siswa cenderung kurang aktif. Banyak

cara yang dapat dilakukan agar siswa menjadi aktif, salah satunya yaitu dengan

mengubah paradigma pembelajaran. Guru bukan sebagai pusat pembelajaran,

melainkan sebagai pembimbing, motivator, dan fasilitator. Selama kegiatan

pembelajaran berlangsung, siswa dituntut untuk aktif sehingga guru tidak menjadi

pemeran utama dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, perlu dikembangkan

satu model pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam

pembelajaran matematika, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil

belajar siswa. Pemilihan model pembelajaran harus mampu mengembangkan

kemampuan siswa dalam berpikir logis, kritis, dan kreatif.

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

yang sesuai jika diterapkan dalam kurikulum 2013. Penelitian yang dilakukan

oleh Morgan, Rosenberg, dan Wells (2010) menyimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif dapat mendorong dan meningkatkan prestasi siswa, mereka bekerja

dalam kelompok untuk mempelajari materi, ide setiap anggota dibutuhkan dalam

kelompok, dan dapat membantu dalam memahami materi. Salah satu model

pembelajaran kooperatif yang berpotensi untuk menumbuh kembangkan

kemampuan komunikasi matematika peserta didik secara efektif adalah model

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). NHT adalah

suatu model pembelajaran dengan mengelompokkan siswa, setiap siswa dalam

kelompok diberi nomor lalu guru memberikan tugas untuk dikerjakan masing-

masing kelompok dan kemudian guru memanggil salah satu nomor untuk

mempresentasikan hasil kerja sama mereka (Anita Lie, 2005: 60). Etherington

(2011) menyimpulkan bahwa teknik pembelajaran kooperatif terjadi kerja

kelompok yang lebih efektif dan terstruktur di dalam kelas. Maheady & Hunter

Page 5: BAB_1.pdf

5

(2006) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif NHT lebih efektif

dibandingkan dengan pembelajaran langsung pada pelajaran sosial maupun sains.

Haydon, Maheady, dan Hunter (2010) menyimpulkan bahwa siswa yang dikenai

model NHT memiliki persentase nilai sikap dan tugas harian yang lebih tinggi

disbanding kondisi selain NHT.

Model pembelajaran lainnya yang dapat digunakan dalam pelaksaaan

pembelajaran di kelas dan sesuai dengan kurikulum 2013 adalah Problem Based

Learning (PBL). Ward & Lee (2002) menyatakan bahwa PBL adalah suatu model

pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap–

tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang

berhubungan dengan masalah sekaligus memiliki keterampilan untuk

memecahkan masalah. I Wayan Dasna dan Sutrisno (2007), berpendapat bahwa

PBL memiliki karakteristik–karakteristik sebagai berikut: 1) dimulai dengan suatu

masalah; 2) memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan

dunia nyata peserta didik; 3) mengorganisasikan pelajaran di seputar masalah,

bukan di seputar disiplin ilmu; 4) memeberikan tanggung jawab yang besar

kepada peserta didik dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses

belajar mereka sendiri; 5) menggunakan kelompok kecil; dan 6) menuntut peserta

didik untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk

suatu produk atau hasil kerja. Akinoglu dan Tandogan (2007) menyatakan bahwa

PBL merubah siswa dari pasif dalam menerima informasi menjadi aktif, bebas

membelajarkan diri dan menyelesaikan masalah, serta menekankan perhatian pada

program-program pendidikan dari pembelajaran. Peran guru dalam PBL adalah

sebagai pemberi problem, memfasilitasi penyelidikan dan diskusi, serta

memberikan motivasi dalam belajar, sedangkan siswa berperan aktif sebagai

problem solver, decision markers, dan meaning makers (Sugiman, 2006 : 2).

Selain model pembelajaran yang digunakan juga terdapat beberapa faktor

internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, salah satunya adalah gaya

belajar siswa. Bobbi DePorter dan Mike Hernacki (2005) menyatakan gaya belajar

adalah suatu kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian

mengatur serta mengolah informasi. Gaya belajar bukan hanya berupa aspek

Page 6: BAB_1.pdf

6

ketika menghadapi informasi, melihat, mendengar, menulis, dan berkata tetapi

juga aspek pemrosesan informasi sekuensial, analitik, global atau otak kiri-otak

kanan, aspek lain adalah ketika merespon sesuatu atas lingkungan sekitar. Yuli

Hidayati (2012) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya

belajar terhadap prestasi belajar siswa. Setiap peserta didik memiliki gaya belajar

yang berbeda. Ada siswa yang memiliki gaya belajar visual di mana siswa lebih

dominan menggunakan indra penglihatan dalam proses pembelajaran. Siswa

dengan gaya belajar auditori yang lebih dominan menggunakan indra pendengaran

dalam pembelajaran. Serta siswa dengan gaya belajar kinestetik yang dapat

menyerap pelajaran dengan baik apabila langsung dipraktekkan.

Dari uraian di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah antara lain ada

kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa di Kabupaten

Karanganyar disebabkan karena guru jarang atau bahkan tidak menerapkan model

pembelajaran yang menarik dan inovatif dalam pembelajaran matematika.

Kebanyakan guru matematika lebih cenderung menerapkan model konvensional

yaitu menjelaskan materi, menulis di papan tulis, dan memberikan latihan soal.

Terkait dengan masalah ini dapat diteliti apakah jika model pembelajaran yang

digunakan diubah maka pemahaman konsep dan kemampuan komputasi

matematika siswa pada materi sistem persamaan linear dua variabel akan

meningkat. Selain itu ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika

siswa karena proses pembelajaran yang banyak dilakukan guru saat ini belum

berpusat pada siswa (student-centered) sehingga kurang memperhatikan faktor

gaya belajar siswa yang berbeda-beda dalam menangkap materi yang dipelajari.

Terkait dengan permasalahan ini, dapat diteliti apakah terdapat perbedaan hasil

belajar antara siswa dengan gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik.

Sehubungan dengan luasnya permasalahan yang timbul dari topik kajian

maka pembatasan masalah perlu dilakukan guna memperoleh kedalaman kajian

dan menghindari perluasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam

penelitian ini antara lain prestasi belajar dalam penelitian ini adalah prestasi

belajar siswa yang diukur dengan soal tes prestasi setelah siswa menerima

pembelajaran pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel. Gaya belajar

Page 7: BAB_1.pdf

7

siswa adalah cara belajar yang paling nyaman bagi siswa selama pembelajaran

sistem persamaan linear dua variabel, gaya belajar yang dimaksudkan adalah gaya

belajar visual, kinestetik, dan auditori. Model pembelajaran yang diteliti adalah

model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) untuk kelas

eksperimen 1, model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) untuk kelas

eksperimen 2 dan model pembelajaran klasikal untuk kelas eksperimen 3.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan

batasan masalah tersebut di atas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai

berikut

1. Manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik,

model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

dengan pendekatan saintifik, Problem Based Learning (PBL) dengan

pendekatan saintifik, atau klasikal dengan pendekatan saintifik ?

2. Manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik,

siswa dengan gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik?

3. Pada masing-masing model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT) dengan pendekatan saintifik, Problem Based Learning

(PBL) dengan pendekatan saintifik, atau klasikal dengan pendekatan saintifik

manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik pada

siswa dengan gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik?

4. Pada masing-masing gaya belajar visual, auditori,dan kinestetik, manakah

yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik siswa yang diberi

model pembelajaran NHT dengan pendekatan saintifik, PBL dengan

pendekatan saintifik, atau klasikal dengan pendekatan saintifik?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik

antara, model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together

Page 8: BAB_1.pdf

8

(NHT) dengan pendekatan saintifik, Problem Based Learning (PBL) dengan

pendekatan saintifik, atau klasikal dengan pendekatan saintifik.

2. Untuk mengetahui manakah yang memiliki prestasi belajar lebih baik antara

siswa dengan gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik.

3. Untuk mengetahui pada masing-masing model pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan saintifik, Problem

Based Learning (PBL) dengan pendekatan saintifik atau klasikal dengan

pendekatan saintifik manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika

lebih baik pada siswa dengan gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik.

4. Untuk mengetahui pada masing-masing gaya belajar visual, auditori,dan

kinestetik, manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik

siswa yang diberi model pembelajaran NHT dengan pendekatan saintifik, PBL

dengan pendekatan saintifik, atau klasikal dengan pendekatan saintifik.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Dengan mengetahui hubungan antara model pembelajaran dan gaya belajar

terhadap prestasi belajar siswa, diharapkan diperoleh suatu formulasi model

pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik gaya belajar siswa sehingga

siswa dapat dengan mudah menerima dan memahami pembelajaran

matematika.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Masukan bagi guru matematika sebagai alternative pilihan penggunaan

model pembelajaran matematika untuk meningkatkan prestasi belajar

siswa.

b. Bagi Peneliti

1) Dapat memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan model –

model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang diajarkan.

Page 9: BAB_1.pdf

9

2) Sebagai referensi bagi peneliti untuk mengadakan penelitian

selanjutnya.

3) Dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sebagai calon guru

untuk memecahkan masalah – masalah pendidikan dalam upaya

mengembangkan potensi diri lebih lanjut.

c. Bagi Penelitian Lain

Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian sejenisnya

dengan materi dan variabel yang lain.