Upload
doanduong
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Bahan – Bahan Pembentuk Beton
Beton umumnya tersusun dari tiga bahan penyusun utama yaitu semen, agregat
dan air. Jika diperlukan, bahan tambah (admixture) dapat ditambahkan untuk mengubah
sifat-sifat tertentu dari beton yang bersangkutan (Mulyono, 2005).
2.1.1 Agregat halus
Agregat halus adalah agregat dengan ukuran lebih kecil dari 4,8 mm (Mulyono,
2005). Agregat halus dapat berupa pasir alam (hasil pembentukan alami dari batuan –
batuan) atau pasir buatan (dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu). Fungsi utama agregat
halus dalam campuran beton adalah mengisi ruang antara butir agregat kasar. Ukuran
agregat halus dibagi menjadi 4 zona yang dapat diketahui dari uji gradasi.
Tabel 2.1 Batas Gradasi Agregat halus
Persentase LolosLubang Ayakan
(mm)Daerah
IDaerah
IIDaerah
IIIDaerah
IV10 100 100 100 1004,8 90-100 90-100 90-100 90-1002,4 60-95 75-100 85-100 95-1001,2 30-70 55-90 75-100 90-1000,6 15-34 35-59 60-79 80-1000,3 5-20 8-30 12-40 15-500,15 0-10 0-10 0-10 0-15
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Selain itupun ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agregat halus yang
akan digunakan sesuai dengan ASTM C.33 :
7
Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm) atau No.200)
dalam persen ditambah berat maksimum,
o Untuk beton yang mengalami abrasi sebesar 3%.
o Untuk beton jenis lainnya sebesar 5%.
Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah dirapikan maksimum 3%.
Kandungan arang dan lignit
o Bila tampak permukaan beton dipandang penting (beton akan diekspos),
maksimum 0,5%.
o Beton jenis lainnya, maksimum 1%.
Kadar zat organik yang ditentukan dengan mencampurkan agregat halus dengan
larutan natrium sulfat (NaSO4) 3%, tidak menghasilkan warna standar. Jika
warnanya lebih tua maka ditolak kecuali :
o Warna lebih tua timbul karena sedikit adanya arang lignit atau yang sejenis.
o Ketika diuji dengan uji perbandingan kuat tean beton yang dibuat dengan pasir
standar silika hasilnya menunjukan nilai lebih besar dari 95%. Uji kuat tekan
sesuai dengan cara ASTM C.87.
Tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali jika dipakai untuk beton yang
berhubungan dengan basah dan lembab atau yang berhubungan dengan bahan yang
bersifat reaktif terhadap alkali semen, dimana penggunaan semen yang mengandung
natrium oksida tidak leih dari 0,6%.
Kekalan jika diuji dengan natrium sulfat bagian yang hancur maksimal 10%, dan
jika dipakai magnesium sulfat, maksimum 15%.
8
2.1.2 Agregat Kasar
Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirannya lebih besar dari 4,8 mm
(Mulyono, 2005). Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil (koral) sebagai hasil
pembentukan alami dari batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari
pemecahan (Stone Crusher). Ukuran maksimal agregat kasar dibagi menjadi 3 golongan
yang dapat diketahui melalui uji gradasi.
Tabel 2.2 Analisa Saringan Agregat Kasar
Ukuran Saringan (mm)
Persentase Lolos (%)Gradasi Agregat
40 mm 20 mm 10 mm
76 100 - -
38 95-100 100 -
19 35-70 95-100 100
9,6 10-40 30-60 50-85
4,8 0-5 0-10 0-10(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Selain itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agregat yang akan
digunakan dalam campuran beton, yaitu :
Kadar lumpur pada agregat kasar tidak boleh lebih besar daripada 1%, karena
lumpur dapat mengurangi daya ikat antar permukaan agregat yang menyebabkan
turunnya kekuatan beton. Apabila dari hasil percobaan didapatkan nilai kadar
lumpur lebih besar daripada 1%, maka agregat kasar tersebut harus dicuci terlebih
dahulu sebelum dipakai dalam campuran beton.
9
2.1.3 Semen
Karena beton terbuat dari agregat yang diikat bersama oleh pasta semen yang
mengeras maka kualitas semen sangat mempengaruhi kualitas beton. Pasta semen adalah
lem, yang bila semakin tebal tentu semakin kuat. Namun jika terlalu tebal juga tidak
menjamin kerekatan yang baik (Nugraha & Antoni, 2007).
Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah
berhubungan degan air. Agregat tidak memainkan peranan yang penting dalam reaksi
kimia tersebut, tetapi fungsi sebagai bahan pengisi mineral yang dapat mencegah
perubahan-perubahan volume beton setelah pengadukan selesai (Mulyono, 2005).
Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam
pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, semen portland didefinisikan sebagai
semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium
silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat
sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.
Semen portland yang digunakan di Indonesia haru memenuhi syarat SII.0013-81
atau Standar Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam standar tersebut (Mulyono, 2005).
10
Tabel 2.3 Tipe – Tipe Semen Portland
No Tipe ASTM Penggunaan
1 Tipe Standar ISemua bangunan beton yang tidak akan mengalami perubahan cuaca yang dahsyat atau dibangun dalam lingkungan korosif.
2
Tipe II Modified panas
hidrasi, ketahanan terhadap sulfat
sedang
Untuk bangunan yang menggunakan pembetonan secara massal, seperti dam, panas hidrasi tertahan dalam bangunan untuk jangka waktu yang lama.
3Tipe III
Cepat mengeras, kekuatan awal tinggi
Untuk pembetonan musim dingin.
4Tipe IV
Panas Hidrasi Rendah
Pembetonan massal
5Tipe V
Tahan terhadap Sulfat
Untuk bangunan di air yang mengandung sulfat atau air laut.
*Sumber : ASTM (American Society for Testing Material)
Tabel 2.4 Komposisi Larutan Semen Portland Dan Notasi Kimia
Nama Kimia Formula Kimia Notasi Massa (%)
Pengaruh terhadap pengerasan (jam)
Trikalsium Silikat 3CaO.SiO2 C3S 49-55 sampai 360Dikalsium Silikat 2CaO. SiO2 C2S 18-25 sampai 336Trikalsium Aluminat 3CaO.Al2O3 C3A 8-10 setelah 24Tetrakalsium Aluminoferit 4CaO.Al2O3.Fe2O3 C4AF 8-11 -Kalsium Sulfat Dihidrat (Gypsum) CaSO4.2H2O CSH2 6 -
*Sumber : Mulyono (Teknologi Beton)
2.1.4 Air
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen,
membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air yang dapat
diminum umumnya digunakan sebagai campuran beton. Air yang mengandung
senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan
11
kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton,
bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan.
Karena pasta semen merupakan hasil reaksi kimia antara semen dengan air, maka
bukan perbandingan jumlah air terhadap total berat campuran yang penting, tetapi justru
perbandingan air dengan semen atau yang biasa disebut sebagai Faktor Air Semen
(water cement ratio). Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air
setelah prose hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan
proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton.
Untuk air yang tidak memenuhi syarat mutu, kekuatan beton pada umur 7 hari atau 28
hari tidak boleh kurang dari 90% jika dibandingkan dengan kekuatan beton yang
menggunakan air standar/suling (Mulyono, 2005).
2.2 Properti Agregat
2.2.1 Berat isi agregat
Berat isi agregat adalah nilai banding antara berat dengan volume agregat
dalam keadaan kering. Di dalam perancangan campuran adukan beton, untuk
menentukan volume padat bagian yang terpilih perlu diketahui ruangan-ruangan
yang dipakai oleh partikel agregat, terlepas dari ada atau tidaknya pori dalam partikel.
Nilai yang digunakan untuk tujuan tersebut adalah berat isi keadaan jenuh kering muka
(saturated and surface dry condition). Berat isi suatu agregat dipengaruhi oleh jumlah
air yang ada. Untuk itu dalam menentukan campuran adukan beton di pakai nilai rata-
rata hasil pemeriksaan yang dilakukan.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan berat isi agregat adalah:
12
Berat isi agregat kasar = W 3V ....................................................................................(2.1)
Dimana :
V = volume wadah (dm3)
W3 = berat contoh agregat kasar (kg)
2.2.2 Kadar Air Agregat
Kadar air ini didefinisikan sebagai nilai banding antara berat butir agregat
dengan berat air. Menentukan kadar air agregat dengan cara pengeringan. Kadar nilai
agregat adalah nilai banding antara berat air yang terkandung dalam agregat dengan
agregat dalam keadaan kering.
Nilai kadar air ini digunakan untuk koreksi takaran air dalam
perancangan adukan beton disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan kadar air agregat adalah:
Kadar air agregat = W 1−W 2
W 1 ×100%..............................................................................
(2.2)
Dimana:
W1 = berat agregat (gram)
W2 = berat kering agregat (gram)
2.2.3 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat
Dalam perencanaan beton yang terutama digunakan adalah berat jenis pada
keadaan jenuh kering muka (saturated and surface dry condition)/jenuh kering
permukaan. Berat jenis pada keadaan jenuh kering muka (saturated and surface dry
condition) adalah perbandingan antara berat pada keadaan jenuh kering muka dengan
13
berat air murni pada volume yang sama pada suhu tertentu. Volume disini termasuk
pori-pori yang tidak tembus air, sedangkan pori-pori kapiler diisi oleh air atau jenuh.
Berat jenis dalam keadaan kering sama seperti berat jenis pada saturated and surface
dry condition, tetapi dalam pengukuran volume termasuk volume seluruh pori-pori
yang ada. Berat jenis permukaan berbeda satu sama lain, tergantung daru jenis batuan,
susuan mineral, struktur butiran, dan porositas batuan.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan berat jenis dan penyerapan agregat
halus adalah:
Berat jenis kering = B 2
B 3+250−B1 ....................................................................................
(2.3)
Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD) = 250
B 3+250−B1 .............................................
(2.4)
Penyerapan = 250−B 2
B 2 × 100%..................................................................................(2.5)
Dimana:
B1 = berat agregat kondisi kering (gram)
B2 = berat agregat kondisi jenuh kering permukaan (gram)
B3 = berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air (gram)
Sedangkan untuk agregat kasar digunakan rumus sebagai berikut :
Berat jenis kering = Bk
Bj−(W 1−W 2) .................................................................................
(2.6)
14
Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD) = Bj
Bj−(W 1−W 2) .........................................
(2.7)
Penyerapan = Bj−Bk
Bk × 100% ....................................................................................(2.8)
Dimana:
Bk = berat agregat kondisi kering (gram)
Bj = berat agregat kondisi jenuh kering permukaan (gram)
W1 = berat bejama, air, dan agregat kasar (gram)
W2 = Berat bejana dan air (gram)
2.3 Bahan Tambah
Admixture adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam campuran beton pada
saat atau selama pencampuran berlangsung. Fungsi dari bahan ini adalah untuk
mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu, atau
untuk menghemat biaya.
Admixture atau bahan tambah didefinisikan dalam Standard Definitions of
Terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM C.125-1995:60)
dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19) sebagai material selain air,
agregat dan semen hidroloik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang
ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung (Mulyono, 2005).
Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan
menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat mineral (additive). Bahan tambah
admixture ditambakan saat pengadukan dan atau saat pelaksanaan pengecoran (placing)
15
sedangkan bahan tambah aditif yaitu bersifat mineral ditambahkan saat pengadukan
dilaksanakan.
Bahan tambah ini biasanya merupakan perilaku beton saat pelaksanaan pekerjaan
jadi dapat dikatakan bahwa bahan tambah kimia (chemical admixture) lebih banyak
digunakan untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan. Bahan tambah aditif yang
merupakan bahan tambah yang lebih banyak bersifat penyemenan jadi bahan tambah
aditif lebih banyak digunakan untuk perbaikan kinerja kekuatan. Berikut adalah
penjelesan dan klasifikasi bahan tambah:
a. Bahan Tambah Kimia
Menurut standar ASTM. C.494 (2011) dan Pedoman Beton 1989 SKBI. 1.4.53.1989
(Ulasan Pedoman beton 1989), jenis bahan tambah kimia dibedakan menjadi tujuh
tipe bahan tambah. Pada dasarnya suatu bahan tambah harus mampu
memperlihatkan komposisi dan unjuk kerja yang sama sepanjang waktu pekerjaan
selama bahan tersebut digunakan dalam racikan beton sesuai dengan pemilihan
proporsi betonnya (PB, 1989).
b. Bahan Tambah Mineral (additive)
Bahan tambah mineral ini merupakan bahan tambah yang dimaksudkan untuk
memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah mineral ini lebih banyak
digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton, sehingga bahan tambah mineral ini
cendrung bersifat penyemenan. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozzollan, fly
ash, slag, dan silica fume. Beberapa keuntungan penggunaan bahan tambah mineral ini
antara lain (Cain, 1994) :
Memperbaiki kinerja workability
Mengurangi panas hidrasi
16
Mengurangi biaya pekerjaan beton
Mempertinggi daya ahan terhadap serangan sulfat
Mempertinggi daya tahan terhadap serangan reaksi alkali-silika
Mempertinggi usia beton
Mempertinggi kekuatan tekan beton
Mengurangi penyusutan
Mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton.
2.3.1 Fly Ash
Fly ash (abu terbang) adalah material yang berasal dari sisa pembakaran batu bara
yang tidak terpakai. Pembakaran batu bara kebanyakan digunakan pada pembangkit
tenaga listrik tenaga uap. Produk limbah dari PLTU tersebut mencapai 1 juta ton per
tahun (Nugraha & Antoni, 2007)
Fly Ash dapat dibedakan menjadi 3 jenis (ACI Manual of Concrete Practice 1993
Part 1 226.3R-3), yaitu :
a. Kelas C
Fly Ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari pembakaran
lignite atau sub-bitumen batubara (batubara muda).
1. Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50%.
2. Kadar CaO mencapai 10%.
Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15% - 35% dari berat binder.
b. Kelas F
Fly Ash yang mengandung CaO lebih kecil dari 10% yang dihasilkan dari
pembakaran anthracite atau bitumen batubara.
1. Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 70%.
17
2. Kadar CaO < 5%.
Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15% - 25% dari berat binder.
c. Kelas N
Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain tanah
diatomic, opaline chertz, shales, tuff dan abu vulkanik, yang mana biasa diproses
melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran. Selain itu juga
mempunyai sifat pozzolan yang baik..
2.3.2 Kerak Tanur Tinggi
Kerak tanur tinggi adalah kerak (slag), bahan sisa dari pengecoran besi (pig iron),
di mana prosesnya memakai dapur (furnace) yang bahan bakarnya dari udara yang
ditiupkan (blast). Material penyusun slag adalah kapur, silika dan alumina yang bereaksi
pada temperatur 1600oC dan berbentuk cairan. Bila cairan ini didinginkan secara lambat
maka akan terjadi kristal yang tak berguna sebagai campuran semen dan dapat dipakai
sebagai pengganti agregat. Namun bila cairan tersebut. Didinginkan secara cepat dan
mendadak, maka akan membentu granulated glass yang sangat reaktif, yang cocok
untuk pembuatan semen slag. Bijih dari blast tersebut kemudian digiling hingga halus,
dapat dipakai sebagai bahan pengganti semen pada pembuatan beton (Nugraha &
Antoni, 2007).
2.3.3 Uap Silika
Uap silika terpadatkan (Condensed Silica Fume, CSF) adalah produk samping dari
proses fusi (smelting) dalam produksi silikon metal dan amalgam ferrosilikon (pada
pabrik pembuatan mikrochip untuk komputer). Juga disebut silika fume (SF),
microsilika, silica fume dust, amorphous silica, dan sebagainya. Namun SF yang dipakai
untuk beton adalah yang mengandung lebih dari 75% silikon. Secara umum, SF
18
mengandung SiO2 86-96%, ukuran butir rata-rata 0,1-0,2 micrometer, dan strukturnya
amorphous (bersifat reaktif dan tidak terkristalisasi). Ukuran silika fume ini lebih halus
dari pada asap rokok. Silika fume berbentuk seperti Fly Ash tetapi ukuran nya lebih kecil
sekitar seratus kali lipatnya. SF bisa didapat dalam bentuk bubuk , dipadatkan atau
cairan yang dicampurkan dengan air 50%. Berat jenisnya sekitar 2,20 tetapi bulk density
hanya 200-300 kg/m³. Specific suface area sangat besar, yaitu 15-25 m²/g.
SF bisa dipakai sebagai pengganti sebagian semen, meskipun tidak ekonomis.
Kedua sebagai bahan tambahan untuk memperbaiki sifat beton, baik beton segar
maupun beton keras.Untuk beton normal dengan kadar semen di atas 250 kg/m³,
kebutuhan air bertambah dengan ditambahnya SF. Campuran lebih kohesif. Pada slump
yang sama, lebih banyak energi dibutuhkan untuk menghasilkan aliran tertentu. Ini
mengindikasikan stabilitas lebih baik dari beton cair. Pendarahan (bleeding) sangat
berkurang sehingga perlu perawatan dini untuk mencegah retak susut plastis, khususnya
pada cuaca panas dan berangin. SF biasanya dipakai bersama super plastisizer. Beton
dari SF memperlihatkan kekuatan awal yang rendah. Namun perawatan temperatur
tinggi memberi pengaruh percepatan yang besar. Potensi kekuatan adalah 3 sampai 5
kali dari semen portland per unit massa sehingga untuk kekuatan yang sama, umur 28
hari memberikan faktor air semen yang lebih besar. Panas hidrasi juga 2 kali lebih besar,
namun karena potensi kekuatan tinggi, evolusi panas total bisa lebih rendah bila kadar
semen dikurangi. Jadi beton dengan kekuatan tinggi (diatas 100 MPa) dapat dihasilkan.
Sifat mekanis lainnya seperti kuat tarik dan lentur dan modulus elastisitas berkaitan
dengan kuat tekan seperti halnya beton dari semen portland (Nugraha & Antoni, 2007).
2.3.4 Abu Kulit Gabah
19
Penggilingan padi selalu menghasilkan gabah yang cukup banyak yang akan
menjadi material sisa. Ketika bulir padi digiling, 78% dari beratnya akan menjadi beras
dan akan menghasilkan 22% berat kulit gabah. Kulit gabah ini dapat digunakan sebagai
bahan bakar dalam proses produksi. Kulit gabah terdiri dari 75% bahan mudah terbakar
dan 25% berat akan berubah menjadi abu. Abu ini dikenal dengan Rice Husk Ash (RHA)
yang mempunyai kandungan silika reaktif (amorphhous silica) sekitar 85-90%.
Jadi dari setiap 1000 kg padi yang digiling akan menghasilkan 220 kg (22%) kulit
gabah. Bila kulit gabah itu dibakar pada tungku pembakaran maka akan menghasilkan
sekitar 55 kg (25%) RHA (Paul Nugraha & Antoni, 2007: 108-109).
Untuk membuat abu kulit gabah menjadi silika reaktif yang dapat digunakan
sebagai material pozzolan dalam beton maka diperlukan kontrol pembakaran yang baik.
Temperatur tungku pembakaran tidak boleh melebihi 800 derajat celcius sehingga dapat
menghasilkan RHA yang terdiri dari silika yang tidak terkristalisasi. Jika kulit gabah ini
terbakar pada suhu lebih dari 850 derajat celcius maka akan menghasilkan abu yang
sudah terkristalisasi menjadi arang dan tidak reaktif lagi sehingga tidak mempunyai sifat
pozzolan.
Setelah pembakaran kulit gabah selama 15 jam dengan suhu yang terkontrol maka
akan dihasilkan RHA yang berwarna putih keabu-abuan atau abu-abu dengan sedikit
warna hitam. Warna hitam menandakan bahwa temperatur tungku pembakaran terlalu
tinggi yang menghasilkan abu yang tidak reaktif.
RHA kemudian dapat digiling untuk mendapatkan ukuran butiran yang halus.
RHA sebagai bahan tambahan dapat digunakan dengan mencampurkannya pada semen
atau hanya memakai air kapur sebagai campuran untuk mendapatkan beton dengan kuat
tekan rendah.
20
2.3.5 Debu Granit
Batu granit berasal dari bauan volkanik (beku, terdiri dari quarts, feldsfar,
hornblede, dan mika yang menjadi suatu susunan yang kokoh. Batu granit pada
umumnya sangat keras. Beratnya berkisar antara 2670-3240 kg/m3, sedangkan kekuatan
rata-rata berkisar antara 12,60 – 28,00 kN/cm2 dan daya serap 0,002 – 0,2% ukuran
berat.
Granit ditemukan dalam pluton-pluton besar pada benua, ketika kerak bumi telah
mengalami pengikisan yang besar. Granit mengalami proses pendinginan yang sangat
lambat pada kedalaman jauh dari permukaan tanah, untuk membentuk butiran-butiran
mineral besar. Selain itu, granit juga terbentuk dari letusan gunung berapi yang
mengeluarkan lava pijar. Ketika lava keluar dari dalam perut bumi dan memenuhi
daratan bumi, tetapi lava dengan komposisi sama dengan granit hanya ke luar pada
permukaan bumi. Ini berarti, granit harus terbentuk melalui pelelehan batuan benua yang
dapat terjadi karena dua alasan, yaitu penambahan panas dan penambahan volatil (air
atau karbon dioksida atau keduanya).
Permukaan benua relatif panas karena mengandung sebagian besar uranium dan
potasium yang memanaskan daerah sekelilingnya melalui peluruhan radiokatif. Proses
lempeng tektonik terutama subduksi dapat menyebabkan magma basaltik naik di bawah
benua. Selain panas, karbon dioksida ini melepaskan magma dan air yang membantu
semua jenis batuan meleleh pada suhu lebih rendah. Diperkirakan bahwa sejumlah besar
magma basaltik dapat menempel ke bagian bawah sebuah benua dalam proses yang
disebut underplating. Dengan pelepasan panas dan cairan yang lambat, sejumlah besar
kerak benua bisa berubah menjadi granit pada waktu bersamaan.
Ada tiga hal yang membedakan granit dengan batuan lainnya, yaitu :
21
a. Granit terbetuk dari butiran-butiran mineral besar yang bersatu erat.
b. Granit selalu terdiri atas mineral kuarsa dan feldspar, dengan atau tanpa jenis
mineral lain di dalamnya.
c. Hampir semua jenis granit berbentuk beku dan plutonik. Pengaturan acak butiran
pada batu granit merupakan bukti otentik asal plutoniknya. Batuan dengan
komposisi yang sama seperti granit bisa terbentuk melalui proses metamorfisme
batuan sedimen yang lama. Akan tetapi, jenis batuan ini memiliki corak yang kuat
dan biasanya disebut dengan granit gneiss.
Karena Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak gunung berapi aktif,
maka banyak tempat – tempat di daerah Indonesia yang memiliki kandungan granit yang
belum dimanfaatkan. Menurut Direktorat Pengembangan Potensi Daerah BKPM, untuk
pulau Jawa sendiri kandungan granit terbesar terdapat pada kabupaten Banjarnegara
yang tersebar di 5 kecamatan yaitu Kecamatan Kalibening, Kecamatan Banjarmangu,
Kecamatan Karangkobar, Kecamatan Pangentan, Kecamatan Sigaluh. Dengan besar
cadangan di tiap kecamatan sebesar 204.800.500 ton, 9.165.000 ton, 15.958.028 ton, dan
55.438.331 ton.
Debu granit adalah material yang berasal dari sisa pemotongan batu granit yang
digunakan sebagai furniture rumah. Sisa pemotongan ini biasanya hanya didiamkan oleh
pabrik granit hal ini disebabkan karena masyarakat tidak mengetahui potensi yang
terdapat pada debu granit ini.
Granit yang murni hanya salah satu jenis granitoid. Sebuah granitoid mengandung
20-60 % kuarsa dan kandungan feldspar. Granit adalah batuan yang kuat karena
memiliki butiran mineral yang terbentuk selama periode proses pendinginan yang sangat
lambat. Penambahan kuarsa dan feldspar menunjukkan kekuatan granit lebih kuat
22
dibandingkan baja. Karena kekuatannya tersebut, granit banyak dipakai untuk bangunan
dan benda hiasan seperti batu nisan.
Kuarsa dan Feldspar umumnya memberikan granit bercahaya terang, dari warna
merah muda sampai warna putih. Warna dasar tersebut disisipkan oleh mineral-mineral
pengaya lainnya yang warnanya lebih tua. Mineral pelengkap yang paling umum adalah
mika biotit hitam dan hornblenda amfibol hitam.
Granit merupakan batuan beku dalam bertekstur holokristalin, feneritik, berbutir
kasar, mengandung mineral-mineral : kuarsa 10-4%, felsparkalium 30-60%, plagioklas
natrium 0-35%, mineral mafis (biotit, hornblenda) 35-10%.
Batuan leleran dari granit adalah Riolit. Secara fisik riolit berbutirhalus, bertekstur
holokristalin hingga hipokristalin, afanitik. Mempunyai komposisi mineral sama dengan
granit. Riolit terbentuk sebagai batuan gang dan batuan leleran dalam bentuk retas, sill,
dan aliran. Berwarna abu-abu kemerahan hingga kehijauan, berbutir kasar dengan
komposisi mineral feldspar, kuarsa, hornblende dan biotit.
Gambar 2.1. Debu Granit
Silikon dioksida (SiO2) atau biasa juga disebut silika pada umumnya ditemukan di
alam dalam batu pasir, pasir silika atau quartzite. Zat ini merupakan material dasar
23
pembuatan semen. Silika merupakan salah satu material oksida yang keberadaannya
berlimpah di alam, khususnya di kulit bumi. Keberadaanya biasa dalam bentuk amorf ,
dan kristal. Ada tiga bentuk kristal silika, yaitu quartz, tridymite, cristobalite, dan
terdapat dua kristal yang merupakan perpaduan dari bentuk kristal tersebut.
24
Komposisi kimia daripada granit itu sendiri adalah :
Tabel 2.5 Komposisi Kimia Batu Granit
Komposisi Persentase (%)
SiO2 72,04Al2O3 14,42K2O 4,12Na2O 3,69CaO 1,82FeO 1,68
Fe2O3 1,22MgO 0,71TiO2 0,3P2O5 0,12MnO 0,05
*Sumber : Blatt, Harvey (Petrology)
Empat senyawa yang paling penting dalam reaksi hidrasi adalah Trikalsium Silikat
(C3S) atau 3CaO.SiO3 mengalami pengerasan yang signifikan sampai 15 hari. Dikalsium
silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2 mengalami pengerasan yang signifikan sampai 14 hari.
Unsur C2S ini juga membuat semen tahan terhadap serangan kimia (chemical attack) dan
juga mengurangi besar susutan pengeringan. Trikalsium Aluminat (C3A) atau
3CaO.Al2O3 mengalami pengerasan setelah 24 jam. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF)
atau 4CaO.Al2O3.FeO2 kurang begitu besar pengaruhnya terhadap kekerasan semen atau
beton.
Senyawa dalam proses pengerasan semen Portland yang paling dominan
pengaruhnya adalah senyawa silikat dibandingkan senyawa aluminat. Meskipun reaksi
kimia yang terjadi pada senyawa aluminat jauh lebih cepat, namun proses pengerasan
hanya 10 % dari keseluruhan proses pengerasan yang sempurna. Senyawa silikat yang
25
menyempurnakan pengerasan semen Portland tersebut karena komposisinya jauh lebih
banyak dari senyawa aluminat.
Kalsium silikat akan terhidrasi menjadi gel kalsium silikat hidrat (gel tobermorite) dan
kalsium hidroksida. Gel kalsium silikat hidrat, sering disingkat gel C-S-H, memiliki
komposisi yang bervariasi berbentuk rongga sebanyak 70% dari semen. Kalsium
hidroksida yang dihasilkan akan membuat sifat basa kuat (pH = 12,5). Ini menyebabkan
semen sensitif terhadap asam dan akan mencegah timbulnya karat pada besi baja.
2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2
2C3S + 6H C-S-H gel + 3CH
Trikalsium silikat gel tobermorite kalsium hidrosikda
2(3CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2.2H2O + Ca(OH)2
2C3S + 6H C-S-H gel + 3CH
Dikalsium silikat gel tobermorite kalsium hidrosikda
Tabel 2.6 Tabel Perbandingan Semen Portland Tipe 1 dengan Debu Granit
Kimia Utamano Uraian
OPC I Debu Granit% %
1 SiO2 19,8 72,042 Al2O3 5,5 14,423 Fe2O3 3,39 1,224 MgO 1,18 0,715 CaO 63 1,82
26
Fisika Utamano Uraian OPC
I Debu Granit
1 Kehalusan :Uji permebealitas udara, m2/kgDengan alat:Turbidimeter 160 -Blaine 280 232
*sumber(Fatimah, 2010)
Gambar 2.2 Ikatan SiO2
2.4 Teori Kuat Tekan
Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi
tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang
dihasilkan. Kekuatan tekan beton dinotasikan sebagai berikut (PB, 1989).
fc’ = Kekuatan tekan beton yang disyaratkan (MPa)
fck = kekuatan tekan beton yang didapatkan dari hasil uji kubus 150 mm atau silinder
dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm (MPa)
fc’r = kekuatan tekan beton rata – rata yang dibutuhkan, sebagai dasar pemilihan
percancangan campuran beton (MPa)
S = deviasi standar (s) (MPa)
27
Berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI, 1989), besarnya kuat tekan
beton dapat dihitung dengan rumus :
fc’ = PA ............................................................................................................(2.9)
Dengan :
fc’ = kuat tekan beton (Mpa)
P = beban tekan maksimum (N)
A = luas permukaan benda uji (mm2)
Beton harus dirancang proporsi campurannya agar menghasilkan suatu kuat tekan
rata- rata yang distyaratkan. Pada tahap pelaksanaa konstruksi, beton yang telah
dirancang campurannya harus diproduksi sedemikian rupa sehingga memperkecil
frekuensi terjadinya beton dengan kuat tekan yang lebih rendah dari fc’ seperi yang telah
disyaratkan. Kriteria penerimaan beton tersebut harus pula sesuai dengan standar yang
berlaku. Menurut Standar Nasional Indonesia, kuat tekan harus memenuhi 0,85 fc’ unutk
kuat tekan rata – rata dua silinder dan memenuhi fc’ + 0,82 s unutk rata – rata empat
buah benda uji yang berpasangan. Jika tidak memenuhi, maka diuji mengikuti ketentuan
berikutnya (Mulyono, 2005).
2.5 Kuat Tekan Karakteristik dan fc’
Kekuatan tekan karakteristik ialah kekuatan tekan, dimana dari sejumlah besar
hasil-hasil pemeriksaan benda uji, kemungkinan adanya kekuatan tekan yang kurang
dari itu terbatas sampai 5% saja. Yang diartikan dengan kekuatan tekan beton senantiasa
28
ialah kekuatan tekan yang diperoleh dari pemeriksaan benda uji kubus yang bersisi 15
(+0,06) cm pada umur 28 hari.
Sedangkan fc’ adalah kuat tekan beton yang disyaratkan (dalam MPa), didapat
berdasarkan pada hasil pengujian benda uji silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
Penentuan nilai fc’ boleh juga didasarkan pada hasil pengujian pada nilai fck yang
didapat dari hasil uji tekan benda uji kubus bersisi 150 mm. fck adalah kuat tekan beton
(dalam MPa), didapat dari benda uji kubus bersisi 150 mm. Atau perbandingan kedua
benda uji ini, untuk kebutuhan praktis bisa diambil berkisar 0,83.
Tabel 2.7 Perbandingan Kuat Tekan Antara Silinder dan Kubus
Silinder (MPa) 2 4 6 8 10 12 16 20 25 30 35 40 45 50
Kubus (MPa) 2,5 5 7,5 10 12,5 15 20 25 30 35 40 45 50 55
Ratio Silinder / Kubus
0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,83 0,86 0,88 0,89 0,90 0,91
*Sumber : ISO Standart 3893-1977)
2.6 Beton Mutu Tinggi
Sesuai dengan perkembangan teknologi beton yang demikian pesat, ternyata
kriteria beton mutu tinggi juga selalu berubah sesuai dengan kemajuan tingkat mutu
yang berhasil dicapai. Pada tahun 1950an, beton dengan kuat tekan 30 MPa sudah
dikategorikan sebagai beton mutu tinggi. Pada tahun 1960an hingga awal 1970an,
kriterianya lebih lazim menjadi 40 MPa. Saat ini, disebut mutu tinggi untuk kuat tekan
diatas 50 MPa, dan 80 MPa sebagai beton mutu sangat tinggi, sedangkan 120 MPa bisa
dikategorikan sebagai beton bermutu ultra tinggi (Supartono, 1998).
29
2.7 Mix Design
Berikut merupakan langkah-langkah dalam perencanaan campuran beton dengan
metode SNI 03-2834-2000 :
a. Kekuatan tekan karakteristik
Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu. Kuat tekan
beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan perencanaan struktur
dan kondisi setempat.
b. Deviasi Standar
Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pelaksanaan campuran di
lapangan. Makin baik mutu pelaksanaannya makin kecil nilai deviasi standarnya.
Penetapan nilai deviasi standar (s) ini berdasarkan atas hasil perancangan pada
pembuatan beton mutu yang sama dan menggunakan bahan dasar yang sama pula.
Nilai deviasi standar (s) dihitung dengan rumus: s=√∑j
n
( fc−fcr )2
n−1 ...........(2.10)
Dengan:
fcr = Kuat tekan beton rata-rata (MPa)
fc = Kuat tekan masing-masing hasil uji (MPa)
n = Jumlah hasil uji kuat tekan (minimum 30 benda uji)
Bila suatu produksi tidak mempunyai hasil uji yang memenuhi persyaratan pasal
3.3.1 butir 1 (bila belum tersedia data hasil uji, sebagai pendekatan awal, maka tabel
2.8 memberikan perkiraan standar deviasi berdasarkan besarnya volume pekerjaan
atau pendekatan yang diberikan pada tabel 2.9), tetapi hanya ada sebanyak 15
30
sampai 29 hasil uji yang berurutan, maka nilai deviasi standar yang dihitung dari
data hasil uji tersebut dengan faktor pengali pada tabel 2.10.
Tabel 2.8 Mutu Pelaksanaan Diukur dengan Deviasi StandarVariasi Keseluruhan
Klas OperasiDeviasi Standar Untuk Standar Kontrol yang Berbeda (kgf/cm2)
terbaik sangat Baik Baik Cukup KurangPengujian Konst.
Umumnya di bawah 28,1 28,1 - 35,2 35,2 - 42,2
42,2 - 49,2
di atas 49,2
Percobaan Laboraturium di bawah 14,1 14,1 - 17,6 17,6 -
21,121,1 - 24,6
di atas 24,6
(*Sumber : SNI 03 – 6815 – 2002)
Tabel 2.9 Kuat Tekan Rata – Rata Perlu, Jika Tidak Tersedia Untuk Menetapkan Deviasi Standar
Persyaratan Kekuatan tekan, fc’, MPa
Kuat tekan Rata - Rata perlu, fcr MPa
Kurang dari 21 fc’ + 10,021 sampai dengan 35 fc’ + 8,5
Lebih dari 35 fc’ + 10,0(*Sumber : SNI 03 – 2847 – 2000)
Tabel 2.10 Faktor Pengali Untuk Deviasi Standar Bila Data hasil Uji yang Tersisa Kurang Dari 30 Buah
Jenis Penguji Faktor PengaliKurang dari 15 Gunakan tabel 2.8
15 1,1620 1,0825 1,03
≥ 30 1(*Sumber : SNI – 2834 – 2000)
c. Nilai tambah (Margin)
Nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standar (s) dengan rumus sebagai
berikut :
m=k× s .......................................................................................................(2.10)
Dimana:
m = Nilai tambah (MPa)
k = tetapan yang nilainya diambil dari prosentase hasil uji yang ≤ fc’ dan untuk
31
5% diambil 1.64
s = Deviasi standar (MPa)
d. Kekuatan Tekan Rata – Rata (fcr)
Kuat tekan yang direncanakan diperoleh dengan rumus:
fcr=f c '+m ................................................................................................(2.10)
Dimana:
fc ' = Kuat tekan yang disyaratkan (MPa)
fcr = Kuat tekan rata-rata (MPa)
m = Nilai tambah (MPa)
Tabel 2.11 Tipe Semen dan FungsinyaTipe
SemenDeskripsi
I
Semen Portland jenis umum (normal PC) yaitu sejenis semen untuk penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang tidak memerlukan sifat - sifat khusus, misalnya trotoar, pasangan bata, dll.
IISemen Portland jenis umum dengan perubahan - perubahan (modified Portland Cement). Semen ini memiliki panas hidrasi yang lebih rendah dari jenis I. Semen ini digunakan untuk bangunan - bangunan tebal seperti pilar, kolom, dll.
IIISemen Portland dengan kekuatan awal tinggi (High Early Strength PC). Jenis ini akan menghasilkan beton dengan kekuatan yang besar pada waktu singkat, biasanya digunakan untuk struktur yang mendesak untuk digunakan, misalnya perbaikan jalan beton.
IV
Semen Portland dengan panas hidrasi rendah (Low Heat PC). Jenis ini merupakan jenis khusus dengan panas hidrasi yang serendah - rendahnya. Digunakan untuk bangunan beton massa besar, seperti bendungan dll
32
VSemen Portland tahan sulfat (Sulfat Resistant PC). Jenis PC yang khusus dimaksudkan untuk penggunaan pada bangunan bangunan yang kena sulfat seperti Industri Kimia dan lain - lain.
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
e. Jenis Agregat Halus dan Kasar
Jenis kerikil dan pasir ditetapkan apakah berupa agregat alami ataukah jenis agregat
batu pecah (crushed aggregate).
f. Faktor Air Semen
Dengan berpedoman pada semen yang digunakan (Lihat tabel 2.10), jenis agegat
kasar dan kuat tekan rata – rata silinder beton yang direncanakan pada umur
tertentu, ditetapkan nilai faktor air semen dengan Tabel 2.13 dan gambar 2.3
Tabel 2.12 Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Faktor Air Semen 0,5
Jenis semenJenis agregat
kasar
Kekuatan tekan (MPa)
Umur (hari) Bentuk
benda uji3 7 28 91
Semen
Portland Tipe I
Batu tak dipecah
Batu pecah
17
19
23
27
33
37
40
45
Silinder
Semen
Portland Tipe
II dan IV
Batu tak dipecah
Batu pecah
20
23
28
32
40
45
48
54
Kubus
Semen
Portland Tipe
III
Batu tak dipecah
Batu pecah
21
25
28
33
38
44
44
48
Silinder
Batu tak dipecah
Batu pecah
25
30
31
40
46
53
53
60Kubus
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
33
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.3 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Beton dan FAS Beton (Benda Uji Berbentuk Kubus Panjang, Lebar, Tinggi 150 mm)
34
Langkah penetapan FAS dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Lihat Tabel 2.10, dengan data jenis semen, jenis agregat kasar dan umur beton
yang dikehendaki, dibaca perkiraan kuat tekan silinder beton yang akan
diperoleh jika dipakai faktor air semen 0,50.
Lihat Gambar 2.3, buatlah titik A gambar 1 dengan nilai faktor air semen 0,50
(sebagai absis) dan kuat tekan beton yang diperoleh dari Tabel 2.12 (sebagai
ordinat). Pada titik A tersebut kemudian dibuat grafik baru yang bentuknya
sama dengan 2 grafik yang berdekatan.
Selanjutnya ditarik garis mendatar dari sumbu tegak si kiri pada kuat tekan rata-
rata yang dikehendaki sampai memotong grafik baru tersebut. Dari titik potong
tersebut kemudian ditarik garis ke bawah sampai memotong sumbu mendatar
sehingga diperoleh nilai faktor air semen.
g. Faktor air semen maksimum
Penetapan nilai faktor air semen (FAS) maksimum dilakukan dengan Tabel 2.13.
Jika nilai faktor air semen ini lebih rendah daripada nilai faktor air semen yang
sebelumnya, maka nilai faktor air semen maksimum ini yang dipakai untuk
perhitungan selanjutnya.
35
Tabel 2.13 Persyaratan Faktor Air Semen Maksimum Untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus
Jenis pembetonanSemen min per
m3 beton (kg)FAS maks
Beton di dalam ruang bangunan
a. Keadaan kaliling non korosif
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh
kondensasi atau uap korosif
275
325
0,60
0,52
Beton di luar ruang bangunan
a. Tidak terlindung dari hujan dan terik
matahari langsung
b. Terlindung dari hujan dan terik matahari
langsung
325
275
0,60
0,60
Beton yang masuk ke dalam tanah
a. Mengalami keadaan basah dan kering
berganti-ganti
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari
tanah
325 0,55
Lihat tabel 2.11
Beton yang selalu berhubungan dengan:
a. Air tawar
b. Air laut
Lihat tabel 2.11
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
36
Tabel 2.14 Faktor Air Semen Maksimum Untuk Beton Yang Berhubungan Dengan Air Tanah Yang Mengandung Sulfat
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Tabel 2.15 Faktor Air Semen Untuk Beton Bertulang Dalam Air
Jenis beton
Berhubungan dengan: FAS Tipe Semen
Kandungan semen min (kg/m3)
Ukuran agregat maks
40 mm 20 mm
Bertulang ataupra
tegang
Air tawar 0,50 Semua tipe I – V 280 300
Air payau0,45 Tipe I + Pozolan 15 – 40 %
(semen Portland Pozolan)
Tipe II atau V
340
340
380
3800,50
Air laut 0,45 Tipe II atau V 340 380
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
h. Penetapan nilai slump
Konsentrasi Sulfat (SO3)dalam tanah (SO )
dalam air tanah (gr/lt)
Jenis Semen
Kandungan semen min dengan ukuran
agregat maks (kg/m3) FASmaksTotal
(SO3) (%)
(SO3) dalam campuran air tanah =2:1 (gr/lt) 40
mm20
mm10
mm
<0,2 <1,0 <0,3Tipe I dengan atau tanpa Pozolan (15
– 40 %)80 300 350 0,50
0,2 – 0,5 1,0 – 1,9 0,3 – 1,2
Tipe I tanpa Pozolan 290 330 350 0,50
Tipe I dengan Pozolan 15 – 40 % (semen Portland
Pozolan)
270 310 360 0,55
Tipe II atau V 250 290 340 0,55
0,5 – 1,0 1,9 – 3,1 1,2 – 2,5
Tipe I dengan Pozolan 15 – 40 % (semen Portland
Pozolan)
340 380 430 0,45
Tipe II atau V 290 330 380 0,50
1,0 – 2,0 3,1 – 5,6 2,5 – 5,0 Tipe II atau V 330 370 420 0,45
>2,0 >5,6 >5,0 Tipe II atau V dan lapisan pelindung 330 370 420 0,45
37
Nilai slump yang diinginkan ddapat diperoleh dari tabel 2.16
Tabel 2.16 Penetapan Nilai Slump (cm)
Pemakaian Beton Maksimum Minimum
Dinding, plat pondasi dan pondasi
telapak bertulang12,5 5,0
Pondasi telapak tidak bertulang,
kaison dan struktur di bawah tanah9,0 2,5
Plat, balok, kolom dan dinding 15,0 7,5
Pengerasan jalan 7,5 5,0
Pembetonan masal 7,5 2,5
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
i. Penetapan besar butir agregat maksimum
Pada beton normal ada 3 pilihan besar butir maksimum, yaitu 40 mm, 20 mm, atau
10 mm. Penetapan besar butir agregat maksimum dilakukan berdasarkan nilai
terkecil dari ketentuan-ketentuan berikut:
Tiga perempat kali jarak bersih minimum antar baja tulangan atau berkas baja
tulangan.
Sepertiga kali tebal plat.
38
j. Kadar air bebas
Berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan slump yang diinginkan,
lihat tabel 2.17.
Tabel 2.17 Perkiraan Kebutuhan Air per m3 Beton (liter)
Ukuran
agregat
maks
Jenis Batuan
Slump (mm)
0 – 10 10 – 30 30 – 6060 –
180
10 mmBatu tak dipecah
Batu Pecah
150
180
180
205
205
230
225
250
20 mmBatu tak dipecah
Batu Pecah
135
170
160
190
180
210
195
225
40 mmBatu tak dipecah
Batu Pecah
115
155
140
175
160
190
175
205
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Dalam Tabel 2.12 apabila agregat halus dan agregat kasar yang dipakai dari jenis
yang berbeda (alami dan batu pecah), maka jumlah air yang diperkirakan
diperbaiki dengan rumus:
A=0,67 × Ah+0,33× Ak .............................................................................(2.11)
Dimana:
A = Jumlah air yang dibutuhkan (lt/m)
Ah = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya
Ak = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya
39
k. Kadar Semen
Kadar semen yang diperlukan dapat diperoleh dari perkalian kadar air bebas dengan
perbandingan air semen, atau kadar air bebas dibagi dengan perbandingan air
semen.
l. Kebutuhan semen minimum
Kebutuhan semen minimum ini ditetapkan untuk menghindari beton dari
kerusakan akibat lingkungan khusus. Kebutuhan semen minimum ditetapkan
dengan Tabel 2.18.
Tabel 2.18 Kebutuhan semen Minimum Untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus
Jenis pembetonanSemen min per
m3 beton (kg)FAS maks
Beton di dalam ruang bangunan
a. Keadaan kaliling non korosif
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh
kondensasi atau uap korosif
275
325
0,60
0,52
Beton di luar ruang bangunan
a. Tidak terlindung dari hujan dan terik
matahari langsung
b. Terlindung dari hujan dan terik matahari
langsung
325
275
0,60
0,60
40
Beton yang masuk ke dalam tanah
a. Mengalami keadaan basah dan kering
berganti-ganti
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari
tanah
325 0,55
Lihat tabel 2.10
Beton yang selalu berhubungan dengan:
a. Air tawar
b. Air laut
Lihat tabel 2.10
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
m. Penyesuaian kebutuhan semen
Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah k ternyata lebih sedikit
daripada kebutuhan semen minimum (pada langkah l), maka kebutuhan semen
minimum dipakai yang nilainya lebih besar.
n. Penyesuaian jumlah air atau faktor air semen
Jika jumlah semen ada perubahan akibat langkah 14 maka nilai faktor air semen
berubah. Dalam hal ini dapat dilakukan dua cara berikut:
Faktor air semen dihitung kembali dengan cara membagi jumlah air dengan
jumlah semen minimum.
Jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen minimum dengan
faktor air semen.
o. Daerah gradasi agregat halus
41
Susunan besar butir pasir dapat ditentukan dengan melakukan analisa ayakan,
sehingga dapat digambarkan kurva grafik susunan butirnya dan dapat di masukkan
ke salah satu daerah klasifikasi pada tabel 2.19.
Tabel 2.19 Batas Gradasi Agregat Halus
Lubang Ayakan
(mm)
Persen Berat Butir Yang Lewat Ayakan
Daerah I Daerah II Daerah III Daerah IV
10 100 100 100 100
4,8 90 – 100 90 – 100 90 – 100 95 – 100
2,4 60 – 95 75 – 100 85 – 100 95 – 100
1,2 30 – 70 55 – 90 75 – 100 90 – 100
0,6 15 – 34 35 –59 60 – 79 80 – 100
0,3 5 – 20 8 – 30 12 – 40 15 – 50
0,15 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 15
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
p. Perbandingan Agregat halus dan agregat kasar
Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir maksimum agregat kasar,
nilai slump, faktor air semen, dan daerah gradasi agregat halus. Berdasarkan data
tersebut dan grafik pada Gambar 2.3 atau Gambar 2.4 atau Gambar 2.5
42
.
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.4 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 10 mm
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.5 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 20 mm
43
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.6 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 40 mm
q. Berat jenis agregat campuran
Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus:
BJ camp=P × BJ ah+K × BJak ......................................................................(2.12)
Dimana:
BJ camp = Berat jenis agregat campuran
BJah = Berat jenis agregat halus
BJak = Berat jenis agregat kasar
P = Persentase berat agregat halus terhadap berat agregat campuran
K = Persentase berat agregat kasar terhadap berat agregat campuran
r. Berat Jenis Beton
44
Dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah 18 dan kebutuhan air tiap
m3 beton, maka dengan grafik pada Gambar 2.6 dapat diperkirakan berat jenis
betonnya. Caranya adalah sebagai berikut:
Dari berat jenis agregat campuran pada langkah 18 dibuat garis miring berat
jenis gabungan yang sesuai dengan garis miring yang paling dekat pada
Gambar 2.7.
Kebutuhan air yang diperoleh pada langkah 11 dimasukkan ke dalam sumbu
horizontal pada Gambar 2.7, kemudian dari titik ini ditarik garis vertikal ke
atas sampai mencapai garis miring yang dibuat pada cara sebelumnya di atas.
Dari titik potong ini ditarik garis horizontal ke kiri sehingga diperoleh nilai
berat jenis beton.
*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.7 Penentuan Berat Isi Beton yang Dimampatkan Secara Penuh
s. Kebutuhan agregat campuran
45
Kebutuhan agregat campuran dihitung dengan cara mengurangi berat beton per m3
dengan kebutuhan air dan semen.
t. Berat agregat halus
Berat agregat halus diperoleh dari hasil perkalian jumlah kadar agregat campuran
(langkah q) dengan persentase fraksi pasir (langkap p) setelah dikoreksi dengan
jumlah fraksi agregat halus yang terdapat di dalam agregat kasar.
u. Berat agregat kasar
Berat agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi berat agregat gabungan
(langkah s) dengan berat agregat halus (langkah t).
v. Koreksi kebutuhan bahan
Dalam perhitungan diatas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam
keadaan jenuh kering muka, sehingga apabila agregatnya tidak kering muka, maka
harus dilakukan koreksi terhadap kebutuhan bahannya. Hitungan koreksi
dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
Air = A−[( Ah−A1
100 )]× B−( Ak−A2 )× C ......................................................(2.13)
Agregat halus = B+[( Ah−A1
100 )]× B .................................................................(2.14)
Agregat kasar = C+ ( A k−A2 )× C .................................................................(2.15)
Dimana:
A = Jumlah kebutuhan air (lt/m3)
B = Jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3)
C = Jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3)
Ah = Kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%)
46
Ak = Kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%)
A1 = Kadar air salam agregat halus jenuh kering muka/absorbsi (penyerapan) (%)
A2 = Kadar air salam agregat kasar jenuh kering muka/absorbsi (%)
2.8 Perawatan Beton
Perawatan yang baik terhadap beton akan memperbaiki beberapa segi dari
kualitasnya. Disamping lebih kuat dan awet terhadap agregsi kimia, beton juga lebih
tahan terhadap aus dan kedap air.
Sehari setelah pengecoran merupakan saat terpenting, periode sesudahnya
diperlukan perwatan dengan air dalam jangka panjang untuk memperbaiki beton yang
kurang baik perawatannya da kurang kekedapan airnya. Perawatan dilakukan dengan
cara membasahi atau merencam beton dengan air.
Untuk mendapakan beton yang baik, penempatan adukan yang sesuai harus diikuti
dengan perawatan (Curing) pada lingkungan yang tepat selama tingkatan – tingkatan
pengerasan awal.
Jangka waktu perawatan yang tercantum dalam spesifikasi – spesifikasi pada
umumnya dimaksudkan agar :
Dapat dicegah terjadinya retak – retak permukaan beton yang diakibatkan oleh
terlalu cepatnya penguapan air pada saat beton tersebut masih muda.
Tercapainya kekuatan beton yang disyaratkan.
Kekuatan tetap bertambah selama proses pembasahan. Pembasahan berguna untuk
memperlancar hidrasi dari semen.
47
2.9 Umur Beton
Umur beton pada keadaan normal bertambah dengan bertambahnya umur beton itu
sendiri. Perbandingan kekuatan beton pada berbagai umur dapat dilihat pada tabel 2.20
Tabel 2.20 Umur Beton
Umur Beton (hari) 3 7 14 21 28 90 365
Portland Semen Biasa 0,4 0,65 0,88 0,95 1 1,2 1,35
Portland semen dengan kuatan awal tinggi
0,55 0,75 0,9 0,95 1 1,15 1,2
*Sumber : ACI 211.1 (American Concerete Institue)
2.10 Peneletian Sebelumnya
Penelitian yang berjudul Granite Powder Concrete ini dilakukan oleh (T.
Felixkala and P. Partheenan) yang bertujuan untuk menggunakan limbah daripada
pengrajin granit, yaitu berupa bubuk granit sebagai pengganti aggregat halus pada beton
30MPa. Ukuran butiran daripada bubuk granit ini terbesar adalah 2,36mm dan terkecil
adalah 150µm. Penelitian ini menggunakan bahan aditif lainnya untuk mengganti semen,
berupa debu terbang sebesar 10%, silica fume sejumlah 7,5%, slag sejumlah 10%, dan
super plasticizer sebanyak 1% daripada berat semen total. Variasi campuran yang
digunakan pada penelitian ini adalah 0%, 25%, 50%, 75%, 100% berat bubuk granit
dibanding berat agregat halus. Sebagai landasan penelitian di buat juga 2 jenis beton
yang tidak menggunakan bahan aditif apapun, jenis pertama dengan agregat halus
menggunakan pasir normal, sedangkan jenis kedua menggunakan bubuk granit.
Kesimpulan daripada penelitian ini adalah penstubstitusian bubuk granit dengan agregat
halus lebih efektif pada 25% berat bubuk granit daripada agregat halus.
48
Penelitian yang dilakukan oleh ( Slamet Widodo, ST, MT. dan Nuryadin Eko
Raharjo, M.Pd) ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-
guru SMK Jurusan Bangunan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam bidang pembuatan
beton mutu tinggi dengan menggunakan teknologi dan peralatan yang sederhana dan
memberikan pembelajaran yang berkelanjutan bagaimana cara pelaksanaan pembuatan
beton mutu tinggi dengan menggunakan teknologi dan peralatan sederhana bagi guru-
guru SMK Jurusan Bangunan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada penelitian ini menggunakan material Abu Batu dengan komposisi pengganti
semen : 0%, 12,5%, 25%, 37,5% dan Serbuk Bata Merah dengan komposisi pengganti
semen : 0%, 10%, 20%, 33%, 50%.
Penelitian ini menghasilkan hasil kuat tekan dengan menggunakan pengganti abu
batu memiliki kadar optimum 12,5% dengan kuat tekan beton mecapai 62,5MPa dan
pada bata merah tidak di rekomendasikan digunakan sebagai bahan pengganti, hal ini
dikarenakan pada penelitian tidak dihasilkan serbuk bata merah dapat meningkatkan
kuat tekan beton.
49
*Sumber : Widodo, Eko (Laporan Kegiatan Pengabdian Masyarakat)
Gambar 2.8 Grafik Perbandingan Penambahan Abu Batu dengan Kuat Tekan
*Sumber : Widodo, Eko (Laporan Kegiatan Pengabdian Masyarakat)
Gambar 2.9 Grafik Perbandingan Penambahan Serbuk Bata Merah dengan Kuat Tekan
50
Penelitian yang dilakukan oleh (M ardiono) ini bertujuan untuk mengetahui
perkembangan kuat tekan beton mutu tinggi dengan penambahan Fly Ash pada umur 7,
14, 21, dan 28 hari. Material yang digunakan adalah Fly ash dengan persentase 10%,
20%, 30%, dan 40% dari berat semen dan Superplastizicer yang digunakan bersamakan
pada semua variasi campuran, yaitu sebesar 1% dari berat semen.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kuat tekan beton optimum rata-rata
pada umur 28 hari yang dapat dicapai sebesar 41,57 MPa, pada campuran beton dengan
Fly Ash 10% (B10). Kuat tekan beton terendah rata-rata pada umur 28 hari diperoleh
sebesar 33,91 MPa, pada campuran beton dengan penggantian semen dengan Fly Ash
40% (B40). Kuat tekan rencana fc’ 40 MPa pada umur 28 hari dapat tercapai oleh 3
varian campuran, yaitu campuran tanpa Fly Ash (BN) sebesar 40,85 Mpa, campuran
dengan Fly Ash 10% dan 20%, masing-masing sebesar 41,57 Mpa dan 41,28 Mpa. Kuat
tekan yang tidak memenuhi syarat fc’ rencana 40 Mpa pada umur 28 hari adalah
campuran beton dengan Fly Ash 30% dan 40%, dengan kuat tekan 35,57 MPa dan 33,91
MPa. Pengaruh Fly Ash dalam beton mutu tinggi adalah butiran Fly Ash yang halus
membuat beton lebih padat karena rongga antara butiran agregat diisi oleh Fly Ash
sehingga dapat memperkecil pori-pori yang ada dan memanfaatkan sifat pozzolan dari
Fly Ash. Selain itu penggunaan Fly Ash dengan takaran tertentu terbukti dapat
meningkatkan kekuatan beton.
Penelitian yang dilakukan oleh (Muhammad Shalahuddin) ini bertujuan untuk
mengetahui pemanfaatan abu terbang secara optimal pada campuran beton. Abu terbang
diharapkan selain sebagai bahan alternatif juga sebagai filler. Material yang digunakan
adalah abu terbang dengan persentase 0%, 5%, 10%, 15% dari berat semen. Pada
penelitian ini di dapatkan kesimpulan bahwa penambahan abu terbang sebesar 5%
51
terhadap berat semen meningkatkan kuat tekan beton sebesar 28,6%. Penambahan abu
terbang sebsesar 15% terhadap berat semen menurunkan kuat tekan beton sebesar
27,8%. Pada saat penambahan debu granit 5%, CaOH2 dan SiO2 telah seluruhnya terikat
secara kimia dan penambahan debu granit lebih dari 5% akan meningkatkan material
halus (SiO2) bebas dan mengakibatkan penurunan kuat tekan beton.
Penelitian yang dilakukan oleh (Celik Ozyildirim) bertujuan mengetahui kuat
tekan dan permeabilitas dari perbandingan / proporsi total material semen dalam
campuran Beton, yang dicampur Agregat Slag dan Silica fume dengan perbandingan
tertentu. Proses pengujianya terdiri dari Mix Design Trial Mix (ditentukan dengan
perbandingan tertentu), Semen Type II, III, Agregat (ASTM C 33), agregat halus,
agregat kasar max ukuran butir (25mm), bahan tambahan, water-reducing (ASTM C
494 Tipe A), High Range Water Reducing (ASTM C 494 Type F), Test Air Content
(ASTM C 231, pressure methode), slump (astm c 143), berat jenis (astm c 138), benda
uji silinder 100x200mm (astm c 1202 ) diuji pada umur 1, 7 dan 28 hari untuk uji
tekan. Benda uji silinder 100x200mm (ASTM C 1202) diuji umur 28 hari dan 1 tahun,
untuk uji Permeabilitas.
Proporsi pertama terdiri dari 9 benda uji, dimana total jumlah semen dibagi
menjadi 2 jenis bahan yaitu: PC/SLAG/SF dengan perbandingan tertentu, dimana
proporsinya per m3 terdiri agregat kasar = 1103 kg/m3, agregat halus = 651 kg/m3,
semen = TIPE III, HRWR = bervariasi berdasarkan berat semen (1-2%)(ASTM C494-
F).
Proporsi kedua terdiri dari 6 benda uji, yaitu 3 benda uji menggunakan semen
tipe II & III, benda uji dengan semen tipe II I dengan total jumlah semen dibagi
52
menjadi 3 jenis bahan yaitu; PC/Slag/SF dengan perbandingan terentu, begitu pula
untuk agregat halus dan agregat kasar = 1103 kg/m3, HRWR= (ASTM C 494 –F).
Dari proporsi pertama didapat kadar udara (%), Nilai slump (mm), Berat jenis
(kg/m3) beton, dilanjutkan pengujian kuat tekan dari masing – masing benda uji
dengan proporsi beton pada umur 1, 7, dan 28 hari dan tes permeabilitas umur 28 hari
dan 1 tahun. Hasil penelitian tersebut didapat kuat tekan umur 1 hari untuk
semen murni didapat 27.6 MPa, sedangkan kuat tekan dengan kombinasi slag
dan silica fume 8.5 MPa, Kuat Tekan Umur 7 hari untuk semen murni didapat
37,2 MPa, sedangkan kuat tekan dengan kombinasi slag dan silica fume 32,1 MPa,
kuat tekan umur 28 hari untuk semen murni didapat 44.3 M P a, sedangkan kuat
tekan dengan kombinasi slag dan silica fume 45.6 MPa, dengan penambahan bahan
Slag dan Silica Fume dapat memberikan konstribusi kenaikan kuat tekan pada umur
28 hari, untuk nilai permeabilitas pada umur 28 hari dari proporsi semen tanpa
kombinasi bahan tambahan dengan nilai 3814 coulombs, sedang proporsi bahan
kombinasi 50% semen/ 43% slag/ 7% silica fume didapat nilai permeabilitas 645
coulombs, ini menunjukkan penambahan bahan slag dan silica fume dengan
perbandingan tersebut dapat menurunkan nilai permeabilitas.
Penelitian yang dilakukan oleh (H-Moosberg and Bustnes) bertujuan Penelitian
ini menggunakan limbah pengolahan baja (steel slag jenis AOD) sebagai filler pada
beton. Limbah yang digunakan mempunyai ukuran butiran lolos ayakan 45 μm
mengandung unsur SiO2 sebanyak 27%, CaO sebesar 54 % dan FeO sebesar 2,6 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan steel slag sebagai filler menggantikan
semen sebesar 20 % dan 40 % terhadap berat semen, faktor air semen 0,48
menghasilkan beton dengan kuat tekan 44,7 MPa dan 34,1 MPa. Kuat tekan ini lebih
53
rendah dibandingkan beton tanpa limbah yang mencapai kuat tekan 52,9 MPa. Namun
demikian penggunaan limbah steel slag sebagai filler pada beton menghasilkan kuat
tekan lebih tinggi dibandingkan beton yang menggunakan filler quartz.
Penelitian yang dilakukan oleh (B. Mobasher M. ASCE, R Devaguptapu, A.M.
Arino) ini menggunakan debu copper slag sebagai cementitious pada beton. Komposisi
kimia limbah terdiri dari SiO2 sebanyak 27,23%, CaO sebesar 5,14 % dan FeO sebesar
51,3 %. Debu copper slag ini memiliki komposisi kimia mirip dengan dry dust collector
PT. Krakatau Steel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan beton pada umur 1
dan 7 hari lebih rendah dibandingkan beton tanpa copper slag, tetapi setelah umur 28
dan 90 hari kuat tekan beton copper slag meningkat lebih tinggi dibanding beton
normal. Pada kadar 15 % debu copper slag dengan aktivator kapur sebanyak 1,5 %
menghasilkan kuat tekan beton 30 Mpa pada umur 28 hari dan 61 Mpa pada umur 90
hari. Pada penelitian ini kuat tekan tertinggi dihasilkan oleh beton dengan kadar debu
copper slag optimum sebesar 10 % dari berat PC dengan aktivator kapur sebesar 1 %.
Penelitian yang dilakukan oleh (S.I.Zaki and Khaled .S. Ragab) yang berjudul
How Nanotechnology Can Change Concrete Industry ini menggunakan silica fume dan
nano silica untuk membuat beton mutu tinggi. Zat aditif yang digunakan pada penelitian
ini adalah 18% dari berat semen yang digantikan oleh silica fume serta variasi
pencampuran nano silika, dengan variasi pencampuran 0,5%, 0,7%, 1%. Ditambahkan
pula superplasticizer berupa lignosuplhonate superpasticizer dan polycarpoxylate
superplasticizer. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan nano silika
diketahui lebih efektif ketika dicampur terpisah dari superplasticizer dan kemudian baru
ditambahkan 20% dari total air. Beton dengan nano silika membutuhkan penambahan air
atu superplasticizer untuk menjaga workability. Hasil dari pembuatan beton dengan
54
nano silika telah terbukti lebih meningkat setelah 28 hari hingga 1 tahun. Dan kadar
optimum dari nano silika adalah 0,5% dari berat semen yang digunakan.
Penelitian yang dilakukan oleh (H. Katkhuda, B. Hanayneh and N. Shatarat) yang
berjudul Influence of Silica Fume on High Strength Lightweight Concrete ini
menggunanakn silica fume sebagai zat aditif pada pembuatan beton ringan mutu tinggi,
dengan persentase pencampuran adalah 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%. Penelitian ini
juga menggunakan 5 jenis rasio air semen yang berbeda, yaitu 0,26; 0,3; 0,34; 0,38;
0,42. Pada akhir penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa kadar optimum daripada
silica fume yang digantikan ke berat semen adalah 15% sampai dengan 25% bergantung
daripada rasio air semen yang digunakan.