22

Click here to load reader

Bab_3 Metoda Geolistrik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

geofisika

Citation preview

  • 12

    BAB 3

    METODA GEOLISTRIK

    3.1 Potensial pada medium homogen

    Berdasarkan analogi pengukuran resistansi pada rangkaian listrik sederhana maka kita dapat memberikan eksitasi arus pada suatu medium dan mengukur responsnya untuk memperkirakan resistansi medium tersebut. Normalisasi resistansi terhadap parameter geometri atau dimensi medium dan pengukuran akan menghasilkan nilai resistivitas medium. Sebelum menguraikan konsep tersebut beserta implementasi praktisnya maka perlu dibahas distribusi potensial akibat suatu eksitasi arus pada medium homogen.

    Misal ditinjau suatu medium homogen (dengan konstan) 3-D, maka arus I (dalam Ampere) yang melalui suatu elemen luas dA adalah :

    AJ dI = (3.1) dimana J adalah vektor rapat arus (dalam Ampere/meter2) dan dA adalah vektor elemen luas (dalam meter2). Hukum Ohm yang berlaku pada medium 3-D menghubungkan rapat arus J (current density) dengan medan listrik E (dalam Volt/meter) melalui persamaan :

    EJ = (3.2) dimana adalah konduktivitas (dalam Siemens/meter). Dalam bentuk yang identik dengan hukum Ohm untuk rangkaian listrik sederhana (V = R I) persamaan (3.2) dapat dituliskan sebagai :

    JE = (3.3) Mengingat medan listrik adalah gradien potensial listrik (E = V) sehingga persamaan (3.2) menjadi :

    V=J (3.4) Jika tidak ada sumber arus (current source) atau sumur arus (current sink) pada suatu volume yang dilingkupi oleh permukaan A maka J = 0 sehingga :

    0)( == VJ 02 =+ VV (3.5)

    Mengingat tidak ada variasi spasial konduktivitas maka dihasilkan persamaan Laplace untuk potensial listrik :

    02 = V (3.6)

  • 13

    Potensial V akibat suatu sumber arus tunggal I pada medium homogen dengan konstan pada seluruh-ruang (whole-space) lebih sesuai jika dibahas dalam sistem koordinat bola. Karena sifat simetri dari sistem yang ditinjau maka potensial hanya merupakan fungsi dari jarak r atau V (r) sehingga persamaan Laplace dalam sistem koordinat bola menjadi :

    022 =

    =drdVr

    drdV (3.7)

    Integrasi dua kali berturut-turut terhadap persamaan (3.7) menghasilkan :

    222 0

    rA

    drdVA

    drdVrdr

    drdVr ===

    BrAdr

    rAV +== 2 (3.8)

    dimana A dan B adalah konstanta. Dengan menerapkan syarat batas bahwa potensial pada jarak tak-hingga berharga nol maka B = 0. Arus total yang melalui permukaan bola dengan radius r dinyatakan oleh :

    JrI 24= (3.9) dimana J adalah besaran skalar rapat arus. Dengan menggunakan persamaan (3.4) dan (3.8) dan mengingat potensial hanya merupakan fungsi dari jarak maka diperoleh :

    222 44

    rAr

    drdVrI =

    =

    =

    4IA (3.10)

    Dengan demikian potensial listrik V sebagai fungsi jarak r akibat arus I pada medium homogen dengan resistivitas dinyatakan oleh persamaan berikut :

    rIrV

    =4

    )( (3.11)

    Berdasarkan persamaan tersebut permukaan ekuipotensial, yaitu permukaan dengan potensial yang sama, membentuk permukaan bola konsentris dengan titik pusat terletak di sumber arus. Dari titik tersebut arus listrik mengalir ke segala arah secara homogen dan membentuk lintasan yang tegak lurus terhadap permukaan ekuipotensial (Gambar 3.1). Jika sumber arus terletak di permukaan medium homogen yang membentuk medium setengah-ruang (half-space) dengan setengah-ruang lainnya adalah udara maka persamaan (3.11) menjadi :

  • 14

    rIrV

    =2

    )( (3.12)

    dimana faktor 4 menjadi 2 sebagai akibat distribusi arus hanya terdapat pada setengah ruang dengan resistivitas berhingga sementara resistivitas udara dianggap tak-hingga. Dalam hal ini distribusi arus dan permukaan ekuipotensial diperlihatkan pada Gambar 3.2.

    Gambar 3.1

    Sumber arus tunggal C1 dalam medium homogen seluruh-ruang (whole-space), sementara pasangan sumber arus C2 dianggap terletak di tak-hingga.

    Gambar 3.2

    Sumber arus tunggal C1 di permukaan medium homogen setengah-ruang (half-space), sementara pasangan sumber arus C2 dianggap terletak di tak-hingga.

    medium homogen resistivitas =

    sumber arus permukaan

    arus

    ekuipotensial

    permukaan

    sumber arus

    arus

    ekuipotensial

    medium homogen resistivitas =

  • 15

    3.2 Potensial pada medium tak-homogen

    Persamaan yang berlaku untuk medium homogen sebagaimana diuraikan pada sub-bab sebelumnya akan digunakan dan dikembangkan untuk medium yang di dalamnya terdapat resistivitas yang berbeda. Pada medium tak-homogen yang akan dibahas batas antara resistivitas yang berbeda memiliki geometri sangat sederhana berupa garis lurus.

    Beberapa syarat batas yang harus dipenuhi oleh potensial, rapat arus dan medan listrik pada bidang batas medium dengan resistivitas yang berbeda (misal 1 dan 2) diantaranya adalah sebagai berikut :

    (a) Potensial listrik kontinyu pada bidang batas karena jika tidak maka akan terdapat perbedaan potensial pada jarak yang sangat kecil (bidang batas) sehingga gradien potensial sangat besar. Menurut hukum Ohm gradien potensial atau medan listrik yang sangat besar berasosiasi dengan rapat arus yang sangat besar yang jelas tidak mungkin. Oleha karena itu jika V1 adalah potensial pada medium 1 dan V2 adalah potensial pada medium 2 maka pada bidang batas antara kedua medium :

    21 VV = (3.13) (b) Gradien potensial dalam arah tangensial kontinyu pada bidang batas. Hal tersebut

    merupakan konsekuensi dari kontinuitas potensial. Jika sumbu - x menyatakan arah tangensial dan sumbu - z menyatakan arah normal bidang batas maka :

    xV

    xV

    =

    21 (3.14)

    (c) Medan listrik dalam arah tangensial kontinyu mengingat medan listrik adalah gradien potensial listrik (E = V) sehingga kontinuitas gradien potensial tersebut di atas ekivalen dengan :

    2,1, xx EE = (3.15)

    (d) Rapat arus dalam arah tangensial tidak kontinyu karena menurut hukum Ohm JE = dan persamaan (3.15) menghasilkan :

    2,21,1 xx JJ = (3.16)

    (e) Rapat arus dalam arah normal kontinyu mengingat arus total melintasi bidang batas harus kontinyu sehingga :

    2,1, zz JJ = (3.17)

    (f) Medan listrik dalam arah normal tidak kontinyu karena EJ = : 2,21,1 zz EE = (3.18)

  • 16

    Konsekuensi dari kontinuitas rapat arus normal dan diskontinuitas rapat arus tangensial pembelokan / pembiasan arah arus ketika melintasi bidang batas 1 dan 2. Pembagian persamaan (3.16) oleh persamaan (3.17) menghasilkan :

    2,

    2,2

    1,

    1,1

    z

    x

    z

    x

    JJ

    JJ = (3.19)

    Sesuai dengan Gambar 3.3 maka :

    2

    1

    1

    22211 tan

    tantantan =

    = (3.20)

    Berdasarkan persamaan (3.20) dan Gambar 3.3 tampak bahwa arus dibelokkan mendekati garis normal jika melintasi batas medium menuju medium yang lebih resistif.

    Gambar 3.3

    Pembelokan / pembiasan arah arus ketika melintasi bidang batas 1 dan 2 untuk kasus 1 < 2.

    Distorsi potensial akibat perubahan resistivitas medium secara sederhana dapat diperkirakan dengan menerapkan konsep optik pada fenomena kelistrikan. Penerapan konsep optik terbatas pada kasus-kasus yang sangat sederhana sehingga lebih ditujukan untuk membangun ide mengenai konsep listrik kebumian. Analogi antara konsep listrik dengan konsep optik didasarkan pada fakta bahwa rapat arus sebagaimana intensitas berkas cahaya berkurang sesuai dengan jarak kuadrat. Arus tersebut melintasi bidang batas (berupa permukaan datar) antara medium 1 dengan resistivitas 1 dan medium 2 dengan resistivitas 2.

    bidang batas

    medium (1)

    medium (2)

  • 17

    Pada masalah optik suatu titik cahaya pada suatu medium dipisahkan dengan medium lain oleh suatu cermin semi-transparan yang memiliki koefisien refleksi k dan koefisien transmisi 1 k. Intensitas cahaya di suatu titik pada medium 1 sebagian berasal dari sumber cahaya utama dan sebagian lagi berasal dari bayangan sumber cahaya pada cermin dengan intensitas yang merupakan hasil pemantulan oleh cermin tersebut. Intensitas cahaya di suatu titik pada medium 2 hanya disebabkan oleh sumber cahaya yang terletak pada medium 1 dengan intensitas yang berkurang sebagai akibat transmisi melalui cermin semi-transparan (Gambar 3.4a).

    Pada masalah listrik sumber cahaya diganti dengan sumber arus berupa titik dan intesitasnya adalah potensial. Berdasarkan Gambar 3.4b potensial di titik P pada medium 1 dan di titik P pada medium 2 masing-masing adalah :

    +

    =21

    1 14 r

    kr

    IV (3.21)

    =

    3

    2 14 r

    kIV (3.22)

    dimana potensial di P memperhitungkan adanya sumber arus bayangan C1. Jika P dan P berimpit dan terletak pada bidang batas maka r1 = r2 = r3 dan dengan menerapkan syarat batas kontinuitas potensial pada bidang batas maka diperoleh :

    12

    12

    2

    1

    11

    +=+

    = k

    kk (3.23)

    dimana k adalah koefisien refleksi yang berharga antara 1 sampai +1 bergantung pada resistivitas relatif antara kedua medium.

    Gambar 3.4

    Analogi antara konsep optik (a) dan konsep listrik (b).

    cermin semi-transparan

    bayangancahaya

    (a) (b)

  • 18

    Konsep optik kemudian diterapkan pada masalah kelistrikan yang lebih realistis yaitu yang mendekati kondisi pengukuran geolistrik. Kita tinjau kasus dimana sumber arus tunggal C1 terletak di permukaan setengah-ruang yang terdiri dari dua lapisan, lapisan pertama dengan resistivitas 1 dan ketebalan z sedangkan lapisan ke dua dengan resistivitas 2 dan ketebalan tak-hingga (Gambar 3.5). Jika tidak ada lapisan pertama maka lapisan ke dua bersifat seperti medium setengah-ruang homogen.

    Dalam hal ini bidang batas yang dapat berfungsi sebagai cermin adalah bidang batas 1 antara udara dan lapisan pertama (di permukaan) dan bidang batas 2 antara lapisan pertama dan lapisan ke dua (pada kedalaman z dari permukaan). Oleh karena itu terdapat tak-hingga bayangan sumber arus C1 yang terletak di atas dan di bawahnya dengan jarak terhadap C1 sebagai kelipatan dari z. Beberapa diantara bayangan tersebut adalah : C1 merupakan bayangan C1 terhadap bidang batas 2, C1 adalah bayangan C1 terhadap bidang batas 1, C1 adalah bayangan C1 terhadap bidang batas 2 dan seterusnya (lihat Gambar 3.5).

    Gambar 3.5

    Pantulan / bayangan sumber arus C1 terhadap dua bidang batas horisontal.

    Potensial di titik P1 yang berjarak r dari C1 merupakan efek dari semua sumber arus masing-masing dengan koefisien refleksi pada setiap bidang batas. Potensial di P1 akibat C1 dan C1 adalah seperti pada persamaan (3.21) :

    permukaan

    udara

  • 19

    +

    =1

    1 12 r

    kr

    IV (3.24)

    Efek dari C1 adalah :

    =

    1

    1

    2 rkkIV a (3.25)

    dimana k adalah koefisien refleksi dari lapisan pertama ke lapisan ke dua (persamaan (3.23)) dan ka adalah koefisien refleksi bidang batas di permukaan. Mengingat resistivitas udara a adalah tak hingga maka ka = 1 sehingga :

    +

    =+1

    1 212 r

    kr

    IVV (3.26)

    Karena C1 adalah bayangan C1 maka efeknya identik dengan V namun dikalikan dengan koefisien refleksi k. Demikian pula dengan efek dari C1iv yang merupakan bayangan dari C1 terhadap bidang batas 1 sehingga harus dikalikan dengan koefisien refleksi ka dan diperoleh :

    =

    +

    =+

    2

    21

    22

    1

    22

    2

    rkI

    rkkk

    rkkIVV aiv

    (3.27)

    Potensial total P1 dapat dinyatakan oleh deret tak-hingga dalam bentuk sebagai berikut :

    +++++

    = LLm

    m

    rk

    rk

    rk

    rIV 22212 2

    2

    1

    1 (3.28)

    dimana ( ) 2/1221 )2( zrr += , ( ) 2/1222 )4( zrr += , ( ) 2/122 )2( zmrrm += .

    Persamaan (3.28) dapat dituliskan dalam bentuk yang lebih kompak, yaitu :

    ( )

    ++

    = = 2/1221

    1

    )2(21

    2 zmr

    kr

    IVm

    m

    ( )

    ++

    = = 2/121

    1

    )/2(121

    2 rzm

    kr

    I m

    m (3.29)

  • 20

    Deret pada persamaan (3.29) tersebut di atas konvergen karena | k | < 1 sementara denominator-nya meningkat secara indefinit. Jumlah suku yang harus diperhitungkan dalam deret menentukan ketelitian perhitungan potensial. Suku pertama persamaan (3.29) menyatakan potensial akibat lapisan pertama yang dianggap medium homogen dan disebut sebagai potensial normal. Suku ke dua dalam bentuk deret tak-hingga menyatakan efek adanya lapisan ke dua dan disebut sebagai potensial penggangu (disiturbing potential).

    3.3 Konsep resistivitas semu dan pengukuran geolistrik

    Potensial akibat sumber arus di permukaan medium setengah-ruang homogen sebagaimana dinyatakan oleh persamaan (3.12) memungkinkan kita memperkirakan resistivitas medium homogen berdarakan hasil pengukuran geolistrik sederhana (Gambar 3.6). Jika besarnya arus dan potensial dapat diukur maka resistivitas medium homogen diketahui melalui persamaan :

    IVK

    IVr == 2 (3.30)

    dimana K adalah faktor geometri (dalam meter) yang merupakan fungsi kedudukan elektroda arus dan elektroda potensial. Satuan V/I adalah Ohm dan satuan resitivitas adalah Ohm.m sebagai telah dibahas sebelumnya. Elektroda arus adalah elektroda dimana sumber arus dialirkan ke medium (umumnya diberi simbol C dari current) sedangkan elektroda potensial adalah elektroda tempat potensial di ukur (umumnya diberi simbol P dari potential).

    Gambar 3.6

    Konsep pengukuran geolistrik menggunakan elektroda tunggal untuk arus dan potensial (pasangan elektroda arus dan elektroda potensial dianggap di tak-hingga).

    Pada pengukuran geolistrik yang sebenarnya medium tidak homogen dengan distribusi resistivitas sembarang. Hasil pengukuran arus dan potensial yang kemudian dikalikan dengan faktor geometri sebagaimana pada persamaan (3.30) menghasilkan besaran yang disebut sebagai resistivitas semu (apparent resistivity) dan diberi simbol a.

    r

    I

    C1

    C2

    V

    P1

    P2

  • 21

    Oleh karena itu secara umum setiap pengukuran menghasilkan resistivitas semu melalui persamaan :

    IVKa = (3.31)

    Resistivitas semu dapat dikatakan sebagai resistivitas medium homogen ekivalen. Artinya jika medium setengah-ruang tak-homogen digantikan oleh suatu medium homogen dengan harga resistivitas a maka arus sebesar I akan menghasilkan potensial sebesar V pada elektroda-elektroda dengan faktor geometri K. Meskipun resistivitas semu tidak mencerminkan secara langsung resistivitas medium, distribusi harga resistivitas semu hasil pengukuran mengandung informasi mengenai distribusi resistivitas medium.

    Untuk mengetahui bagaimana resistivitas semu dapat memberikan gambaran mengenai resistivitas medium, kita tinjau kembali potensial akibat sumber arus di permukaan medium yang terdiri dari dua lapisan (persamaan (3.29)). Jika jarak antara elektroda arus dan elektroda potensial cukup kecil relatif terhadap ketebalan lapisan pertama maka suku yang mengandung deret tak-hingga mendekati nol karena denominator-nya akan sangat besar untuk r

  • 22

    3.4 Konfigurasi elektroda

    Konsep pengukuran geolistrik sebagaimana dijelaskan pada sub-bab di atas menggunakan konfigurasi elektroda paling elementer, yaitu sumber arus tunggal dan potensial diukur hanya pada satu titik. Pada kenyataannya pengiriman / injeksi arus harus dilakukan menggunakan dua elektroda yang masing-masing dihubungkan ke kutub positif (sebagai current source) dan kutub negatif sumber arus (sebagai current sink). Demikian pula dengan pengukuran potensial yang pada dasarnya adalah pengukuran beda potensial, yaitu potensial pada suatu titik relatif terhadap titik yang lain. Dengan demikian pengukuran geolistrik selalu menggunakan dua elektroda arus (C1 dan C2) dan dua elektroda potensial (P1 dan P2). Secara umum penempatan keempat elektroda tersebut di permukaan tanah dapat sembarang sebagaimana Gambar 3.7.

    Gambar 3.7

    Penempatan elektroda arus dan elektroda potensial untuk pengukuran geolistrik.

    Potensial pada elektroda P1 merupakan kontribusi sumber arus sebesar +I di elektroda C1 dan sebesar I di C2, demikian pula dengan potensial pada elektroda P2 sehingga dengan asumsi medium homogen diperoleh :

    =1211

    111

    2 PCPCIV (3.33)

    =2221

    211

    2 PCPCIV (3.34)

    dimana Ci Pj adalah jarak antara elektroda Ci dan Pj. Beda potensial antara elektroda P1 dan P2 adalah :

    +

    ==22211211

    211111

    2 PCPCPCPCIVVV (3.35)

    V

    P1

    P2 C1

    I

    C2

  • 23

    Dengan susunan elektroda tersebut resistivtas medium dapat diperkirakan dari hasil pengukuran menggunakan persamaan berikut :

    IV

    PCPCPCPC

    +=

    1

    22211211

    11112 (3.36)

    Jika medium bukan merupakan medium homogen maka besaran yang diperoleh adalah resistivitas semu sehingga persamaan tersebut menjadi :

    1

    22211211

    11112

    +==

    PCPCPCPCK

    IVKa (3.37)

    dimana K adalah faktor geometri untuk susunan elektroda sembarang seperti pada Gambar 3.7 di atas.

    Perhitungan teoritis untuk menafsirkan (interpretasi) hasil pengukuran akan lebih sederhana dan mudah jika posisi elektroda arus dan elektroda potensial (C1, C2, P1, P2) berada pada suatu garis lurus dan simetri terhadap suatu titik tengah / titik pengukuran dimana hasil pengukuran akan direpresentasikan. Dalam hal ini terdapat beberapa susunan atau konfigurasi elektroda standar yang sudah cukup dikenal, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut (Gambar 3.8) :

    Pole-pole

    Konfigurasi pole-pole merupakan konfigurasi elektroda elementer dimana terdapat satu titik sumber arus dan satu titik ukur potensial. Untuk itu salah satu elektroda arus (C2) dan elektroda potensial (P2) ditempatkan di tempat yang cukup jauh relatif terhadap C1 dan P1 sehingga pengaruhnya dapat diabaikan. Pada dasarnya faktor geometri dinyatakan oleh persamaan umum di atas namun untuk konfigurasi elektroda pole-pole faktor geometrinya dapat disederhanakan menjadi :

    aK = 2 (3.38) dimana a adalah jarak antara C1 dan P1. Untuk memperoleh informasi mengenai resistivitas pada kedalaman yang berbeda maka pengukuran dilakukan dengan memvariasikan a. Keuntungan konfiguras pole-pole adalah operasi lapangan yang lebih mudah, yaitu hanya perlu memindahkan elektroda C1 dan P1 saja. Namun konfigurasi pole-pole sangat sensitif terhadap noise karena pengukuran melibatkan elektroda yang saling berjauhan (C2 dan P2).

    Pole-dipole

    Konfigurasi ini mirip dengan konfigurasi pole-pole, yaitu sumber arus tunggal tetapi pengukuran beda potensial dilakukan pada elektroda P1 dan P2 yang membentuk dipol (saling berdekatan) dengan jarak a. Jarak antara C1 dan P1 divariasikan sebagai

  • 24

    kelipatan bilangan bulat (n) dari a. Faktor geometri konfigurasi elektroda pole-dipole dinyatakan oleh :

    annK )1(2 += (3.39) Konfigurasi pole-dipole tidak simetris karena posisi sumber arus C1 dapat berada di sebelah kiri atau sebelah kanan dari dipol P1P2 dengan hasil yang berbeda. Oleh karena itu konfigurasi pole-dipole umumnya digunakan untuk mengetahui adanya kontras resistivitas secara lateral.

    Dipole-dipole

    Pada konfigurasi ini elektroda arus dan elektroda potensial masing-masing membentuk dipol yang disebut sebagai dipol arus C1C2 dan dipol potensial P1P2 dengan jarak a. Jarak antara kedua dipol divariasikan dan merupakan kelipatan bilangan bulat dari a. Faktor geometri konfigurasi elektroda dipole-dipole adalah :

    annnK )2()1( ++= (3.40)

    Wenner

    Konfigurasi ini diambil dari nama Frank Wenner yang mempelopori penggunaannya di Amerika Serikat. Pada konfigurasi Wenner jarak antara keempat elektroda sama, yaitu a dengan dipol potensial P1P2 berada di tengah-tengah antara C1 dan C2. Faktor geometri konfigurasi elektroda Wenner sama dengan faktor geometri konfigurasi elektroda pole-pole, yaitu : aK = 2 . Kelemahan konfigurasi Wenner adalah dalam operasi di lapangan keempat elektroda harus dipindahkan secara serentak untuk memperoleh hasil pengukuran dengan a yang berbeda.

    Schlumberger

    Konfigurasi ini diambil dari nama Conrad Schlumberger yang merintis metoda geolistrik pada tahun 1920-an. Pada konfigurasi Schlumberger sering digunakan penamaan elektroda yang berbeda yaitu A dan B sebagai C1 dan C2, M dan N sebagai P1 dan P2. Konfigurasi Schlumberger dimaksudkan untuk mengukur gradien potensial sehingga jarak antar elektroda yang membentuk dipol potensial MN dibuat sangat kecil dan berada di tengah-tengah antara A dan B. Faktor geometri konfigurasi elektroda Schlumberger adalah :

    =

    = 2

    2222

    122 a

    bb

    abbaK (3.41)

    dimana a = AB/2 dan b = MN/2. Pengukuran dilakukan dengan AB berbeda-beda dengan MN tetap. Agar asumsi pengukuran gradien potensial berlaku dengan jarak MN berhingga maka MN/2 harus selalu dibuat lebih kecil dari 0.2 AB/2.

  • 25

    I

    2b2a

    A B

    V M N

    (a) (b) (c) (d) (e)

    Gambar 3.8

    Konfigurasi elektroda (a) pole-pole, (b) pole-dipole, (c) dipole-dipole, (d) Wenner dan (e) Schlumberger.

    I

    C1

    C2

    V

    an a

    P1

    P2

    P1

    V

    P2

    I

    C2 C1

    an a

    a a

    P1

    V

    P2

    an a

    a

    I

    C1

    C2

    V

    I

    C1 C2 P1 P2

    an a

    a an an a

  • 26

    3.5 Teknik pengukuran geolistrik

    Sesuai dengan konsep pengukuran geolistrik dan konfigurasi elektroda sebagaimana telah dibahas, pengukuran geolistrik dapat dilakukan untuk tujuan yang berbeda. Berdasarkan informasi yang ingin diperoleh dari pengukuran geolistrik dikenal tiga teknik pengukuran yaitu mapping, sounding dan imaging. Mengingat padanan istilah-istilah tersebut dalam bahasa Indonesia kurang menggambarkan maksud sebenarnya maka pada pembahasan selanjutnya tetap digunakan istilah aslinya, kecuali teknik imaging yang sering diterjemahkan menjadi teknik pencitraan.

    Mapping

    Tujuan mapping adalah untuk mengetahui variasi resistivitas secara lateral. Oleh karena itu teknik mapping dilakukan menggunakan konfigurasi elektroda tertentu dengan jarak antar elektroda tetap. Seluruh susunan elektroda dipindah mengikuti suatu lintasan. Berdasarkan hal tersebut teknik mapping dikenal pula sebagai constant separation traversing (CST) atau traversing dan kadang-kadang disebut pula sebagai teknik profiling.

    Plot resistivitas semu sebagai fungsi posisi titik pengukuran dalam lintasan tersebut secara kualitatif menggambarkan variasi lateral resistivitas bawah-permukaan. Data yang diperoleh merepresentasikan variasi lateral pada kedalaman tertentu sesuai dengan jarak antar elektroda yang digunakan, karena jarak antar elektroda berasosiasi dengan kedalaman jangkauan / kedalaman investigasi tertentu. Untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap biasanya pengukuran juga dilakukan dengan beberapa jarak antar elektroda yang berbeda.

    Pada dasarnya semua konfigurasi elektroda dapat digunakan untuk mapping meskipun setiap konfigurasi elektroda memiliki sensitivitas yang berbeda. Konfigurasi pole-pole, pole-dipole dan dipole-dipole lebih banyak digunakan untuk mapping karena relatif lebih sensitif terhadap variasi lateral. Mengingat jarak antar elektroda yang tetap konfigurasi Wenner cukup praktis untuk mapping karena pemindahan posisi titik pengukuran tidak memerlukan pemindahan seluruh elektroda. Konfigurasi Schlumberger relatif jarang digunakan untuk mapping karena kurang sensitif terhadap variasi lateral, namun ada teknik survey tertentu (head-on) yang menggunakannya untuk mapping.

    Interpretasi data hasil mapping umumnya dilakukan secara kualitatif terhadap kurva variasi resistivitas semu sebagai fungsi posisi titik pengukuran pada lintasan. Interpretasi semi-kuantitatif dapat dilakukan melalui perhitungan kurva teoritis untuk variasi lateral sederhana misalnya kontak vertikal atau dike vertikal menggunakan konsep optik sebagaimana diuraikan sebelumnya. Gambar 3.9 memperlihatkan contoh kurva resistivitas semu teoritis yang berasosiasi dengan kontak vertikal untuk beberapa konfigurasi elektroda [untuk penjelasan lebih lengkap lihat Telford (1990)]. Jika pengukuran dilakukan pada beberapa lintasan yang tersebar pada suatu daerah maka dapat pula diplot peta kontur resitivitas semu yang juga menggambarkan secara kualitatif variasi lateral resistivitas pada kedalaman tertentu.

  • 27

    Gambar 3.9

    Kurva resistivitas semu teoritis untuk mapping kontak vertikal (Telford, 1990).

    Sounding

    Istilah sounding diambil dari vertical electrical sounding (VES) yaitu teknik pengukuran geolistrik yang bertujuan untuk memperkirakan variasi resistivitas sebagai fungsi dari kedalaman pada suatu titik pengukuran. Mengingat jarak antar elektroda menentukan kedalaman investigasi maka pada teknik sounding pengukuran dilakukan dengan jarak antar elektroda bervariasi. Konfigurasi elektroda yang digunakan umumnya adalah konfigurasi Wenner atau Schlumberger.

    Secara kualitatif variasi resistivitas terhadap kedalaman tercermin pada kurva sounding, yaitu plot resistivitas semu sebagai fungsi dari a (Wenner) atau a = AB/2 (Schlumberger). Sebagaimana telah dibahas untuk sistem pengukuran elementer, resistivitas semu pada a kecil mendekati harga resistivitas lapisan pertama (dekat permukaan) sedangkan pada a cukup besar resistivitas semu mendekati harga resistivitas lapisan terakhir (substratum). Variasi resistivitas semu diantara kedua harga asimtotik tersebut menunjukkan adanya lapisan-lapisan lain diantara lapisan dekat permukaan dengan lapisan substratum. Disamping interpretasi semi-kuantitatif menggunakan nilai asimtotik, secara lebih kuantitatif dapat dilakukan perbandingan kurva sounding dengan kurva standar / kurva teoritis baik secara manual maupun menggunakan komputer.

    Gambar 3.10 memperlihatkan empat tipe kurva sounding (konfigurasi Schlumberger, a vs. AB/2) sesuai dengan variasi resistivitas terhadap kedalaman untuk kasus tiga lapisan : tipe H, tipe A, tipe K dan tipe Q. Untuk kasus empat lapisan atau lebih kurva sounding merupakan gabungan antara beberapa tipe utama tersebut.

  • 28

    Gambar 3.10

    Beberapa tipe kurva sounding yang menunjukkan secara kualitatif variasi resistivitas sebagai fungsi kedalaman.

    Imaging

    Pemilihan konfigurasi elektroda dan teknik pengukuran geolistrik selain ditentukan berdasarkan tujuan survey juga dibatasi oleh masalah-masalah teknis di lapangan. Dengan menggunakan peralatan geolistrik digital yang dikontrol oleh mikroprosesor serta dilengkapi dengan sistem multi-elektroda dan multi-core cable pengukuran geolistrik dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Untuk konfigurasi elektroda apapun pengukuran mapping dengan jarak antar elektroda yang berbeda-beda dapat dilakukan secara cepat sehingga informasi yang diperoleh adalah variasi resistivitas secara lateral maupun vertikal. Teknik pencitraan ini dikenal pula dengan istilah teknik tomografi.

    Secara horisontal data hasil pengukuran merepresentasikan kondisi di titik tengah susunan elektroda, sedangkan secara vertikal data tersebut merepresentasikan kondisi di bawah titik pengukuran pada kedalaman yang sesuai dengan jarak antar elektroda. Jika pengukuran dilakukan pada suatu lintasan maka hasilnya membentuk penampang atau profil 2-D yang menggambarkan variasi resistivitas semu baik secara lateral (dalam arah

  • 29

    lintasan) maupun vertikal dalam bentuk kontur. Gambar 3.11 menunjukkan contoh (konfigurasi Wenner dan dipole-dipole) bagaimana data diukur dan hasilnya diplot pada penampang resistivitas semu yang disebut sebagai pseudosection. Skala vertikal dinyatakan dalam bilangan bulat n yang merupakan kelipatan jarak antar elektroda (a). Untuk memberikan gambaran mengenai kedalaman secara kualitatif biasanya skala tersebut dikonversikan menjadi kedalaman semu (pseudo-depth), yaitu hasil perkalian (n a) dengan faktor skala yang besarnya antara 0.3 1.

    Interpretasi data hasil teknik pencitraan dilakukan secara kualitatif terhadap pseudosection terutama untuk memperkirakan adanya kontras resitivitas secara lateral. Interpretasi kuantitatif hanya dapat dilakukan menggunakan pemodelan / simulasi komputer.

    (a)

    (b)

    Gambar 3.11

    Teknik pengukuran dan presentasi data dalam bentuk citra 2-D menggunakan konfigurasi elektroda (a) Wenner dan (b) dipole-dipole.

  • 30

    3.6 Sounding dengan konfigurasi Schlumberger

    Teknik pengukuran geolistrik yang cukup poluler adalah sounding menggunakan konfigurasi elektroda Schlumberger. Oleh karena itu beberapa aspek mengenai sounding dengan konfigurasi Schlumberger akan dibahas secara khusus pada sub-bab ini. Beberapa aspek tersebut diantaranya adalah sifat asimtotik kurva sounding Schlumberger pada medium dua lapis, yang kemudian digunakan untuk interpretasi semi-kuantitatif sederhana. Disamping itu akan dibahas interpretasi kuantitatif kurva sounding dengan metoda pencocokan kurva (curve matching) dan aspek-aspek praktis pengukuran sounding menggunakan konfigurasi Schlumberger.

    Pada konfigurasi Schlumberger elektroda potensial MN dimaksudkan untuk mengukur medan listrik yang merupakan gradien potensial. Pada medium homogen medan listrik di titik tengah konfigurasi Schlumberger yang berjarak a dari dua sumber arus adalah :

    2aIE

    = (3.42)

    Jika pengukuran dilakukan bukan pada medium homogen maka resistivitas semu konfigurasi Schlumberger dinyatakan oleh :

    ==

    rV

    IaE

    Ia

    aa

    22 (3.43)

    Persamaan (3.29) menyatakan potensial pada jarak r dari sumber arus tunggal sebesar I pada medium yang terdiri dua lapisan. Pada kasus ini gradien potensial adalah :

    ( )

    ++

    =

    = 2/32121

    )/2(121

    2 rzm

    kr

    IrV m

    m (3.44)

    Gradien potensial di titik tengah konfigurasi Schlumberger yang berjarak a dari dua elektroda arus adalah persamaan (3.44) yang dievaluasi pada r = a dan dikalikan dengan 2 untuk memperhitungkan dua sumber arus identik. Hasilnya disubstitusikan pada persamaan (3.43) sehingga diperoleh :

    ( )

    ++=

    = 2/3211

    )/2(121

    azm

    k m

    ma (3.45)

    Sifat asimtotik persamaan (3.29) untuk r > z juga berlaku pada persamaan (3.45) untuk a > z. Hal ini mengingat deret tak-hingga pada persamaan (3.45) mirip dengan deret tak-hingga pada persamaan (3.29). Dengan demikian kurva sounding Schlumberger a(a) pada medium yang terdiri dua lapisan menunjukkan a = 1 jika a > z. Prinsip yang sama juga berlaku pada konfigurasi lainnya.

  • 31

    Interpretasi kualitatif kurva sounding Schlumberger dapat dilakukan berdasarkan sifat asimtotik sebagaimana dibahas di atas. Interpretasi semi-kuantitatif sederhana didasarkan pada sifat asimtotik kurva sounding Schlumberger untuk medium dua lapis dimana lapisan substratum adalah lapisan sangat resistif atau isolator. Pada kasus tersebut arus hanya akan mengalir pada lapisan pertama dan pada jarak a yang jauh lebih besar dari ketebalan lapisan (z) rapat arus akan serba-sama / uniform. Arus total pada jarak a dari sumber arus dapat dihitung melalui integrasi rapat arus yang melalui permukaan ekuipotensial berbentuk cincin dengan jari-jari a dan ketebalan z :

    ==

    ddzrJdAJIz2

    0 0

    JzaI = 2 (3.46) Berdasarkan hukum Ohm medan listrik di titik tengah konfigurasi Schlumberger yang berjarak a dari dua sumber arus adalah :

    zaIEJE

    == 112 (3.47)

    Substitusi persamaan (3.47) ke persamaan (3.43) menghasilkan :

    zaE

    Ia

    aa 1

    2 == (3.48)

    Kurva sounding adalah plot resistivitas semu a terhadap jarak antar elektroda a (atau AB/2) masing-masing dalam skala logaritmik. Oleh karena itu persamaan (3.48) lebih sesuai jika dituliskan sebagai :

    za

    a logloglog 1 += (3.49)

    Sebagaimana sudah dibahas sebelumnya kurva sounding secara asimtotik mendekati harga resistivitas lapisan pertama jika a > z adalah garis lurus yang membentuk sudut 45O terhadap sumbu horisontal. Pada kurva ini rasio antara jarak antar elektroda terhadap resistivitas semu adalah konstan dan menunjukkan harga konduktansi :

    11

    Szaa

    == (3.51)

  • 32

    Harga konduktansi lapisan pertama dapat pula diperkirakan dari perpotongan segmen kurva sounding (yang membentuk sudut 45O terhadap sumbu horisontal) dengan sumbu horisontal dimana a = 1 Ohm.m. Dengan asumsi bahwa resistivitas lapisan pertama telah diketahui berdasarkan asimtot kurva sounding pada a

  • 33

    pertama pada kasus dua lapis. Batuan dasar resistif dapat dianggap sebagai substratum isolator. Jika pada kurva sounding terdapat segmen yang membentuk sudut 45O terhadap sumbu horisontal maka harga konduktansi total seluruh lapisan overburden dapat diketahui. Sebenarnya besaran konduktansi merupakan satu-satunya informasi yang dapat diperoleh dari pendekatan menggunakan sifat asimtotik. Sebagai besaran komposit, yaitu hasil perkalian konduktivitas dengan ketebalan atau hasil bagi ketebalan dengan resistivitas, terdapat tak-hingga kombinasi resistivitas dan ketebalan yang menghasilkan konduktivitas yang sama. Oleh karena itu pada data geolistrik terdapat ambiguitas atau ekivalensi yang berkaitan dengan konduktansi.

    Meskipun demikian, jika resistivitas yang mewakili lapisan overburden dapat dipilih secara a priori (diasumsikan) maka ketebalan total lapisan overburden tersebut dapat dihitung menggunakan persamaan (3.51) atau secara grafis sebagaimana pada kasus dua lapis. Ketebalan total lapisan overburden yang juga adalah kedalaman batuan dasar resistif merupakan informasi awal yang cukup berguna pada penyelidikan geolistrik. Pada kasus dimana pengukuran geolistrik dilakukan pada sejumlah titik sounding (pada suatu lintasan atau pada suatu area tertentu) maka variasi kedalaman batuan dasar dapat digambarkan dalam bentuk penampang atau dipetakan. Jika variasi konduktansi pada daerah pengukuran dianggap berasosiasi dengan lapisan overburden dengan ketebalan tetap maka variasi konduktasi tersebut dapat diasosiasikan sebagai variasi resistivitas. Dengan demikian dapat dipetakan daerah-daerah resistif maupun daerah-daerah konduktif pada daerah survey.

    Gambar 3.13

    Interpretasi kurva sounding Schlumberger menggunakan harga-harga asimtotik untuk kasus dua lapis jika kurva sounding tak lengkap (Telford, 1990).