Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
��
4��
BAB�II�
TINJAUAN�PUSTAKA�
�
2.1�Additive�Manufacturing�
Additive�Manufacturing�(AM)�adalah�suatu�pemrosesan�bahan�untuk�membuat�
sebuah� objek� dengan� memanfaatkan� teknologi� CAD� (Computer� Aided� Design)�
dengan� metode� pembuatan� lapis� demi� lapis.� Additive� Manufacturing� (AM)�
memiliki�standar�acuan�yaitu�ISO�/�ASTM�52900.��
�
Gambar�2.1�Proses�Chain�AM�
(Sumber:�Andreas�Gebhardt,�2019�[10])�
Berbeda�dengan�teknologi�manufaktur�konvensional�biasa,�additive�manufacturing�
berfokus�pada�penambahan�material�daripada�membuangnya.�Teknik�pemrosesan�
material�ini�akan�dapat�memberikan� fleksibilatas�desain�pada�suatu�industri�serta�
lebih�hemat�waktu�dalam�pengerjaannya.�Dengan�demikian�penggunaan�energi�dan�
waktu� pemasaran� dapat� di� potong,� sehingga� efisiensi� pekerjaan� yang� di� dapat�
semakin�besar.�Teknologi�ini�sudah�muncul�sejak�tiga�dekade�yang�lalu�dan�sudah�
banyak�digunakan�oleh�para�pelaku�industri�di�dunia.�Sejak�kemunculan�printer�3D,�
teknologi�ini�semakin�naik�daun�dan�banyak�dikenal�di�dunia.�
��
5��
�
Gambar�2.2�Additive�Manufacturing�
(Sumber:�Andreas�Gebhardt,�2019�[10])�
Perkembangan� revolusi� industri� 4.0� mendorong� berbagai� peningkatan� dalam�
teknologi� additive� manufacturing.� Salah� satunya� adalah� pemanfaatan� teknologi�
cloud� dan� internet� cepat,� sehingga� diharapakan� antara� satu� dan� lainnya� dapat�
terhubung� dan� menambah� efisiensi� dalam� setiap� prosesnya.� Perkemabangan�
teknologi�ini�sangat�memberikan�manfaat�yang�cukup�besar.�Dimulai�dari�kecepatan�
serta� kemudahan� dalam� pembuatan� sebuah� prototype� dan� penyesuaian� sebuah�
produk.� Kulitas� produk� yang� di� hasilkan� juga� lebih� baik� dalam� durabilitas� dan�
fungsinya�serta�lebih�ergonomi�karena�penggunaan�bahan�bisa�diminimalkan�[10].��
�
2.2�Sejarah�Printer�3D�
�
Gambar�2.3�Printer�3D�
(Sumber:�https://www.imeche.org�[11])�
��
6��
Printer� 3D� merupakan� salah� satu� bukti� perkembangan� teknologi� Additive�
Manufacturing.� Printer� 3D� merupakan� alat� atau� device� untuk� membuat� sebuah�
produk� cetak� 3D� dari� sebuah� file� digital�dengan�memanfaatkan� teknologi�CAD�
(Computer� Aided� Design).� Sejak� Tahun� 1970-an,� konsep� pencetakan� 3D� sudah�
mulai�dikembangkan�khususnya�untuk�menunjang�percepatan� dan�efisiensi� rapid�
prototyping.� Kurang� dari� 10� tahun,� tiga� jenis� teknologi� printer� 3d� berhasil�
dipatenkan.� Charles� Hull� merupakan� orang� yang� pertama� kali� tertarik� dan�
mematenkan�teknologi�printer�3D�SLA�(Stereolithography)�tahun�1986.�Tidak�jauh�
setelah�itu,�di�tahun�1988�Carl�Deckard�dari�University�of�Texas�juga�mendaftarkan�
patennya�atas�teknologi�printer�3D�SLS�(Selective�Laser�Sintering)�dan�kemudian�
dikuti�oleh�pendiri�Stratasys�Inc.�yaitu�Scott�Crump�yang�mendaftarkan�patennya�
akan�teknologi�printer�3D�FDM�(Fused�Deposition�Modeling).��
�
Gambar�2.4�Timeline�Sejarah�Printer�3D�hingga�Sekarang�
(Sumber:�https://www.mistywest.com�[12])�
Perkembangn�printer�3D�semakin�tidak�dapat�terbendung�lagi�saat�paten�yang�
dimiliki�oleh�Scott�Crump�atas�teknologi�printer�3D�FDM�berakhir�pada�tahun�2009.�
Hal� ini�ditandai� dengan�mulai� ramainya�berbagai�brand�printer�3D�bermunculan�
hingga� orang� saling� berlomba� lomba� untuk� mengembangakan� printer� 3D� ini.�
Sebelumnya,� penggunaan� teknologi�printer�3D�hanya�diperbolehkan�bagi�orang-
orang� yang� telah�membeli� hak� paten� akan� teknologi� tersebut.� Karena� harganya�
cukup�mahal,�kebanyakan�pengguannya� juga�terbatas�dan�dalam�lingkup�industri�
saja.�Kebangkitan�era� teknologi� printer� 3D� ini�diawali� oleh�Reprap� (Replicating�
Apid�Prototiper).�Perusahaan�yang�didirikan�oleh�Andrian�Blower�pada�2004�ini�
mengawali� komersialisasi� mesin� cetak� tiga� dimensi� yang� lebih� murah� dengan�
��
7��
metode�yang� sama�seperti�paten�Scott�Grump.�Hingga�kini,� teknologi�printer�3D�
terus�dikembangan�untuk�berbagai�kebutuhan�[13].�
�
2.3�Printer�3D�FDM�dan�Sistem�Feeding�
1.� Printer�3D�FDM�
Printer�3D�FDM�merupakan�alat�yang�digunakan�untuk�mencatak�objek�3D�
sesuai�dengan�desain�yang�dibuat�pada�software�CAD.�Sesuai�dengan�namanya�
FDM,�Printer�3D�ini�memanfaatakan�teknologi�additive�manufacturing� fused�
deposition�modeling.�Fused�deposition�modeling�adalah�adalah�sebuah�metode�
dalam� additive� manufacturing� dimana� dasar� kerjanya� dengan� menumpuk�
lapisan� demi� lapisan� material� yang� dilelehkan� sesuai� dengan� temperatur�
transisinya� kemudian� di� ekstrusi� dalam� bentuk� lapisan� lapisan� tipis� hingga�
membentuk� sebuah� objek.� FDM� sendiri� merupakan�merek� dagang� Stratasys�
tahun�1991�[14].�
�
Gambar�2.5�Ilustrasi�Teknologi�Printer�3D�FDM�
(Sumber:�https://all3dp.com�[15])�
Dalam� penggunaannya,� printer� 3D� FDM� identik� dengan� penggunaan�
filament�atau�material�yang�digunakan�dalam�proses�pencetakan�3D.�Filament�
ini� memiliki� penampang� lingkaran� yang� dikemas� dalam� sebuah� gulungan�
panjang.�Material�yang�digunakan�dalam�pembuatannya�juga�cukup�bermacam-
macam� sesuai� dengan� kebutuhan� dan� pastinya� harus� memiliki� sifat�
termoplastik.�Banyak�jenis�bahan�yang�dapat�digunakan�dengan�teknik�FDM,�
��
8��
termasuk� termoplastik� yang� paling� umum,� cokelat,� pasta,� dan� bahkan� bahan�
"eksotis"�seperti�termoplastik�yang�diinfuskan�dari�logam�atau�kayu�[16].�
�
Gambar�2.6�Filament�Printer�3D�FDM�
Secara�umum�bentuk�printer�3D�FDM�memilki�2�jenis�yaitu�cartesian�dan�
delta.�Hal� yang�membedakan� antara� keduanya� adalah�model� pergerakannya.�
Printer� cartesian� bergerak� linier� sesuai� sumbu� cartesian� XYZ,� sedangkan�
printer� delta�menggunakan�kordinat� XYZ� tetapi� tiap� penggeraknya� bergerak�
tidak� searah� sumbu� tersebut.�Dibandingkan� dengan� printer� cartesian,� printer�
delta� cenderung� memiliki� meja� print� yang� lebih� kecil.� Sistem�
pengkalibrasiannya� juga� cukup� sulit.� Dengan� segala� kekurangan� dan�
kelebihannya� semuanya� menggunakan�metode�pencetakan� umum�yang� sama�
[17].�
�
Gambar�2.7�Printer�3D�FDM�Cartesian�dan�Delta�
(Sumber:�https://all3dp.com�[18])�
�
��
9��
2.� Sistem�Feeding�
Sistem� feeding� merupakan� mekanisme� ekstrusi� dalam� pembentukan�
material�pada�printer�3D�dengan�atau�tanpa�menggunakan�gaya�dari�luar.�Printer�
3D�yang�menggunakan�sistem�feeding�ekstrudernya� telah�dimodifikasi�untuk�
melakukan�pencetakan�material�berbentuk�pasta.�Prinsip�kerjanya�tidak�terlalu�
jauh�berbeda�dengan�printer�3D�jenis�FDM�yang�belum�dimodifikasi.�Material�
pasta� diekstrusi� kemudian�disimpan�di� suhu� kamar�hingga�mengeras� dengan�
diikutinya�penguapan� air�dan� zat�pelarut� lainnya� [19].�Dalam�Penerapannya,�
printer�3D�yang�menggunakan�sistem�feeding�diklasifikasikan�menjadi�bentuk�
single� step� dan� two� step.� Sejarah� pengembangan� printer� 3D� jenis� ini� mulai�
diinisisasi� oleh� RepRap� pada� tahun� 2005.� Saat� itu� reprap� membuat� model�
eksperimental�dengan�prinsip�air�ekstruder�dan�syringe�pump.��
�
Gambar�2.8�Jenis�Sistem�Feeding�
(Sumber:A.�Ruscitt,�2020�[8])�
�
Gambar�2.9�Ilustrasi�FDM�(a)�dan�Modifikasi�(b)�
(Sumber:�A.�Ruscitt,�2020�[8])�
��
10��
Proses� ekstrusi� material� pada� printer� 3D� berkaitan� dengan� interpolasi� pada�
sumbu�X�dan�Y,�sedangakan�untunk�pengaturan�ketinggian�lapisan�setiap�kondisi�
pencetakan�berkaitan�dengan�interpolasi�sumbu�Z.�Lebar�penampang�pada�proses�
pencetakan�objek�di�kontrol�oleh�rasio�ekstrusi�dan�kecepatan�laju�sumbu�X�dan�Y�
printer�3D.�Kunci�untuk�memastikan�akurasi�dimensi,�ketebalan,�serta�homogenitas�
tiap� lapisan� pencetakan� adalah� dengan� melakukan� kontrol� hubungan� tersebut.�
Variable�geometris�dan�kinetmatik�pada�proses�printing�ditetapkan�oleh�parameter�
pada�saat�proses�pemrograman,�oleh�karena�itu�dapat�dieksekusi�secara�akurat.�[8].�
�
Gambar�2.10�Sekema�Proses�Ekstrusi�dan�Deposisi�pada�Printer�3d�
(Sumber:�A.�Ruscitt,�2020�[8])�
�
2.4�CAD�(Computer�Aided�Design)�
�
Gambar�2.11�Penampakan�Software�Autodesk�Fusion�360�
��
11��
Computer-aided�design�(CAD)�mengacu�pada�komputer�yang�digunakan�untuk�
membantu�proses�desain.�Dengan�perangkat�lunak�CAD,�Anda�dapat�membangun�
seluruh� model� dalam� ruang� imajiner,� memungkinkan� Anda� memvisualisasikan�
properti�seperti� tinggi,�lebar,� jarak,�bahan,�atau�warna� sebelum�model�digunakan�
untuk� aplikasi� tertentu.� Pada� tahun� 1962,� ilmuwan� komputer� Ivan� Sutherland�
menciptakan�program�grafik�komputer�pertama,�yang�dikenal�sebagai�"SketchPad",�
yang�memungkinkan� orang�untuk�menulis� atau�menggambar� gambar� sederhana�
langsung�di�layar�dengan�bantuan�pensil�khusus.�Ini�menandai�dimulainya�semua�
perangkat�lunak�CAD�masa�depan�[20].�
Pada�awalnya,�CAD�hanya�digunakan�untuk�tujuan�penelitian,�tetapi�pada�tahun�
1970-an,� perusahaan� otomotif� dan� kedirgantaraan� besar� mulai� mengembangkan�
perangkat�lunak�mereka�sendiri,�memperluas�aplikasinya�ke�industri�lain�pada�tahun�
1980-an.� Alat� seperti� CATIA� dan� AutoCAD� baru� lahir� pada� tahun� 1990-an,�
sehingga� memungkinkan� untuk� digunakan� di� banyak� sektor� profesional.�
Penggunaan�CAD�sangat�membantu�sekali�dalam�proses�sebuah�desain.�Mulai�dari�
visualisasi,�membuat�detail,�melakukan�optimasi�hingga�dicapai�desain�yang�sesuai�
dengan� keinginan� pengguna.� Penggunaanya� pula� cukup� beragam,� dari� mulai�
arsitektur,�desain�produk,�engineering,�dan�masih�banyak�lainnya.�Hingga�saat�ini�
sudah�banyak�software�yang�dikembangkan�untuk�membantu�proses�CAD.�Selain�
Catia� dan� Autocad,� software� Autodesk� Inventor,� Fusion� 360,� Blender,� dan�
Solidworks�juga�ambil�bagian�dalam�perkemabangan�teknologi�CAD�[21].�
�
2.5�Sistem�Slicing�pada�Printer�3D�
�
Gambar�2.12�Skema�Pencetakan�pada�Printer�3D�
(Sumber:�http://my3dconcepts.com�[22])�
��
12��
Secara�umum,�proses�slicing�saat�pencetakan�pada�printer�3D�ditujukan�untuk�
menentukan�bagimana� suatu�desain� atau�model�3D� dibuat�kemudian�di� instruksi�
pada� printer� 3D� untuk� kemudian� di� cetak.� Slicer� adalah� sebuah� program� untuk�
mengubah� model� 3D� untuk� menjadi� serangkaian� instruksi� pada� pencetakan� 3D�
dalam� membentuk� sebuah� objek.� Didalamnya� juga� berisi� parameter-parameter�
pencetakan� 3D� yang� sudah� ditentukan� pengguna� sebelumnya.�Misalnya� seperti�
tinggi�tiap�lapisan,�kecepatan,�dan�penggunaan�struktur�pendukung�[23].�
Sesuai� dengan�namanya�“slice”,�mudahnya�proses� slicing�dapat�dianalogikan�
secara� sederhana� dalam� beberpa� proses� atau� langkah.� Langkah� pertama� setiap�
lapisan�akan�dibuat�sesuai�dengan�kontur�dan�ketebalan�lapisan�yang�ditentukan.�Ini�
dapat� dilakukan�dengan� berbagai� cara�menggunakan�prinsip� fisik� yang�berbeda.�
Metode�paling� sederhana� adalah�memotong�kontur� dari� foil�atau� lembaran.�Pada�
langkah�kedua,�setiap�lapisan�akan�terhubung�dengan�yang�sebelumnya�dan�lapisan�
baru�kemudian�membentuk� lapisan�atas�dari�bagian�yang� tumbuh.�Lapisan�demi�
lapisan�model�fisik�tumbuh�dari�bawah�ke�atas�sampai�bagian�tersebut�diselesaikan.�
�
Gambar�2.13�Ilustrasi�Proses�Slicing.�
(Sumber:�Andreas�Gebhardt,�2019�[10])�
Selain�analogi�di�atas,�untuk�memudahkan�pemahaman�terkait�slicing�dapat�kita�
gambarkan�pada�proses�CAM.�Meskipun�biasanya� tidak�terkait�dengan� software�
slicer,computer�aided�manufacturing�(CAM)�sangat�membantu�dalam�pemahaman�
kita�tentang�apa�yang�dilakukan�slicer.�CAM�adalah�penggunaan�perangkat�lunak�
komputer�untuk�membantu,�memfasilitasi,�atau�mengotomatiskan�proses�produksi.�
Dalam� praktiknya,� ini� berfungsi� sebagai� jembatan� antara� model� 3D� digital�
��
13��
(diproduksi�melalui�CAD)�dan�sistem�manufaktur�dengan�menerjemahkan�gambar�
menjadi�instruksi�agar�mesin�dapat�bekerja.�
Instruksi�ini�dikirimkan�dalam�bentuk�baris�perintah,�biasanya�disebut�sebagai�
kontrol� numerik� komputer� (CNC).� Sesuai� namanya,� perintah� yang� dimasukkan�
mengontrol� semua� aspek� alat� berat,� termasuk� kecepatan� gerakan,� suhu,� dan�
pendinginan.�Meskipun�ada�banyak�cara�berbeda�untuk�"berbicara"�dengan�mesin�
ini,� bahasa� utamanya� adalah� G-code,� yang� digunakan� di� berbagai� jenis� sistem�
manufaktur�[10].�
Meskipun� slicer�3D� tidak�dikategorikan�secara�ketat�sebagai�perangkat�lunak�
CAM,�mereka�menjalankan�fungsi�yang�sama�dalam�proses�pencetakan�3D�karena�
mereka�mengeluarkan�file�digital�yang�berisi�petunjuk�terperinci�untuk�dijalankan�
oleh� printer.� Dalam�kebanyakan� kasus,� seperti� yang� akan� kita� lihat� selanjutnya,�
mereka�bahkan�menghasilkan�perintah�G-code�[24].�
�
Gambar�2.14�Analaogi�proses�CAM�yang�Hampir�sama�dengan�Proses�Slicer�pada�Printer�3D�
(Sumber:�https://all3dp.com�[25])�
Fused� deposition� modeling� (FDM)� adalah� teknik� ekstrusi� material� di� mana�
kepala�cetak�bergerak�melintasi�dua�arah�yang�berbeda�(sumbu�X�dan�Y)�sementara�
filamen� plastik� dilebur� dan� didorong�melalui� nosel� untuk�membuat� lapisan� 2D.�
Proses�ini�diulangi�lapis�demi�lapis,�hingga�objek�3D�selesai�di�cetak.�Printer�FDM�
sangat� bergantung� pada� gerakan� untuk� membangun� objek� 3D,� dengan� kontrol�
multi-sumbu�yang�halus�diperlukan�untuk�pencetakan�yang�akurat.�Setelah�model�
3D� dan� setelan� cetak� ditentukan,� slicer� akan� memproses� masukan� ini� dan�
menghasilkan�file�G-code�yang�kemudian�diunggah�ke�printer�3D.�
��
14��
Langkah� terakhir� dilakukan� sepenuhnya� oleh� algoritma� internal� setiap� slicer�
3D,� yang� berarti� ini� tidak� terkait� dengan� pengguna� dan� setiap� slicer� akan�
melakukannya�secara�berbeda.�Untuk�model�sederhana,�perbedaan�apa�pun�antara�
slicer� mungkin� tidak� terlihat,� tetapi� untuk� model� yang� lebih� rumit,� pasti� akan�
terlihat.�Ada� banyak� slicer� 3D�untuk�FDM�yang�tersedia,�beberapa�di�antaranya�
gratis.�Contohnya�adalah�Prusa�Slicer�dan�Cura�mungkin�yang�paling�populer�dalam�
komunitas�open-source,�sedangkan�untuk�yang�berbayar�terdapat�Simplify3D�[26].�
�
Gambar�2.15�Penampakan�Software�Prusa�Slicer�
�
2.6�Keramik�dan�Tanah�Liat�
1.� Keramik�
Keramik� dapat� didefinisikan� sebagai� senyawa� padat� yang� dibentuk� oleh�
penerapan�panas,�dan�terkadang�panas�dan�tekanan,�yang�terdiri�dari�setidaknya�
dua�elemen�asalkan�salah�satunya�adalah�padatan�berelemen�bukan�logam�atau�
non�logam�yang� telah�dibentuk�dan�kemudian� dikeraskan�dengan�pemanasan�
hingga�suhu�tinggi�[27].�Secara�umum,�bahan�ini�keras,�tahan�korosi�getas,�dan�
mampu�bertahan�pada�suhu�tinggi.��Definisi�yang�lebih�sederhana�diberikan�oleh�
Kingery�yang�mendefinisikan�keramik�sebagai,�"Seni�dan�ilmu�pembuatan�dan�
penggunaan� barang� padat,� yang� memiliki,� sebagai� komponen� esensial,� dan�
sebagian�besar�terdiri�dari�bahan�non�logam�anorganik".�Dengan�kata�lain,�apa�
yang�bukan�logam,�semikonduktor�atau�polimer�adalah�keramik�[28].�
Kwarsa,� felspard,� kaolin,�ballclay,�dan� air�merupakan�bahan�umum�yang�
biasa�dipakai�dalam�pembuatan�keramik� [29].�Seiring�dengan�perkembangan�
ilmu� pengetahuan� dan� teknologi,� material� keramik� sendiri� di� bagi� atas� dua�
��
15��
kelompok� yaitu,� keramik� konvensional� dan� kermik� mutakhir� atau� advanced�
ceramics.�Keramik�konvensional�merupakan�keramik�berbahan�baku�dari�alam�
seperti�kaolin,�kuarsa�dan�lain� sebagainya.�Ini�merupakan�kelompok�keramik�
yang�familiar�digunakan�masyarakat�untuk�membuat�produk�seperti�keperluan�
rumah�tangga�(tile,�bricks),�barang�pecah�belah�(dinnerware),�dan�untuk�industri�
(refractory).�Berbeda�dengan�keramik�konvensional,�keramik�mutakhir�dibuat�
dengan� bahan� dasar� oksida� (alumina,� zirkonia),� non� oksida� (borida,�
karbida,nitrida,� silikida),� dan� komposit� (kombinasi� oksida� dan� nonoksida).�
Kelompok� keramik� ini� biasanya� digunakan� sebagai� bahan� pembuatan�
komponen�turbin,�elemen�isolasi��pemanas,�dan�semikonduktor�[27].�
�
Gambar�2.16�Ilustrasi�Penerapan�Keramik�(a)�Konvensioanl,�(b)�Mutakhir�
(Sumber:�https://www.sciencelearn.org.nz�[30])�
2.� Tanah�Liat�
Tanah�liat�merupakan�sebuah�mineral�kristal�yang�memiliki�ukuran�sangat�
kecil� hingga� satuan� mikroskopis.� Secara� kimiawi,� tanah� liat� termasuk�
hidrosilikat� aulumina� yang� merupakan� salah� satu� bahan� untuk� pembuatan�
keramik.�Tanah�ini�biasa�disebut�dengan�lempung�dan�diklasifikasikan�sebagai�
tanah�denagan�butiran�yang�halus�dengan�mesh�kurang�dari�0,002�mm.�Ciri�khas�
dari� material� ini� ada� memiliki� sifat� koloid� seperti� plastisitas,� kemampuan�
menyerap�air�atau�absorbsi,�dan�kemampuan�kohesi.�Kohesi�meruapakan�sifat�
suatu�bahan�atau�material� yang�mana�tiap�bagiannya�melekat� satu� sama� lain,�
sedangkan� plastisitas� merupakan� sifat� dari� suatu� bahan� atau� material� yang�
memungkinakan�bentuknya�untuk�diubah�tanpa�melakukan�perubahan�isi�atau�
kembali�ke�bentuk�aslinya�tanpa�terjadi�keretakan�pada�material�tersebut�[31].�
��
16��
Secara� umum� kandungan� mineral� lempung� atau� tanah� liat� terdiri� dari�
silikon,� alumunium,� magnesium,� okisgen,� dan� hidrogen.� Selain� mineral�
tersebut,� kadang� terapat� pula� sodium� potasium� atau� kalsium.� Pada�kadar�air�
yang�cukup�rendah�tanah�liat�ini�akan�menjadi�padat,�sedangkan�pada�kondisi�
sebaliknya� tanah� liat� akan� menjadi� fluida� yang� dapat� mengalir.� Kondisi� ini�
terjadi�karena�sifat�plastisitas�yang�dimilikinya.�Kondisi�palstisitas�disebabkan�
oleh�butiran�silika�yang�dikelilingi�oleh�lapisan�air�[32].�
�
Gambar�2.17�Albert�Mauritz�Atterberg�
(Sumber:�geni.com�[33])�
Tahun�1911,�seorang�ilmuan�ahli�dalam�bidang�kimia�dan�pertanian�swedia�
Albert�Mauritz�Atterberg�mengenalkan�batas�Atterberg�yang�dapat�digunakan�
untuk�menentukan� sifat� indeks� properti� baru� sebuah� tanah.� Hal� ini�meliputi�
batas� cair,� plastis,� dan� susut.� Ketika� sebuah� tanah� diremas� kemudian� tidak�
terjadi�keretakan,�maka�tanah�tersebut�mangandung�mineral�lempung�atau�tanah�
liat.� Hal� ini� terjadi� karena�kemampuan� kohesif� tanah� liat� sebagai� adanya�air�
yang�terserap�di�sekeliling�permukaan�dan�partekel�tanah�liat.�Tinggi�rendahnya�
kadar� air� dalam� tanah� liat� sangat� berpengaruh� pada� keadaannya.� Atterberg�
membaginya�atas�empat�keaadan�yang�dapat�dilihat�pada�ilustrasi�gambar�2.18.�
Tanah�akan�menjadi�kaku�serta�tidak�mengalir�jika�kadar�air�berkurang�hingga�
titik� Q-LL.� Ini� merupakan� kondisi�batas� cair.� Jika�kadar�air� terus�berkurang�
hingga�titk�R-PL�maka�akan�mulai�terjadi�keretakan.�Kondisi�ini�disebut�batas�
plastis.�Sedangkan�jika�kadar�air�terus-menerus�berkurang�hingga�tingkat�S-SL,�
maka�tanah�akan�menjadi�padat�dan�kering.�Dalam�kondisi�ini�berkurangnya�air�
tidak�akan�menyebabkan�terjadinya�perubahan�volume�[34].�
��
17��
�
Gambar�2.18�Pembagian�Keadaan�Tanah�oleh�Atterberg�
(Sumber:�Muntohar,�2007�[34])�
Untuk�menghitung�kadar�air�tanah�liat�dapat�menggunakan�standar�ASTM�
D2216-92.�Konsep�dasar�adalah�dengan�menghitung�rasio�beda�berat�tanah�saat�
basah�dengan�berat�tanah�saat�kering.�Untuk�lebih�jelasnya�dapat�dilihat�pada�
persamaan�berikut�ini.�
� =���
�����100%�.....................................(1)�
Dimana,�
W� :�kadar�air�(%)�
a� :�berat�cawan�kosong�(gram)�
b� :�berat�tanah�liat�saat�basah�+�cawan�(gram)�
c� :�berat�tanah�liat�saat�kering�+�cawan�(gram)�
�
Gambar�2.19�Tanah�liat�basah�(a)�dan�Powder�(b)�
��
18��
2.7�Sintering�
�
Gambar�2.20�Perubahan�Struktur�mikro�pada�Sintering�
(Sumber:�https://www.e-education.psu.edu�[35])�
Sintering� adalah� proses� pemanasan� suatu� material� atau� bahan� dimana�
temperaturnya�ditahan�pada�waktu�tertentu�tidak�sampai�melampaui�titik�lelehnya.�
Proses� sintering� ditunjukan� untuk� penghilangan� pori-pori� yang� ada� pada� antar�
partikel�bahan�sehingga�proses�penyusutan�komponen�akan�terjadi.�Penyusutan�ini�
akan�diikuti�dengan�peningkatan�ikatan�antar�partikel�yang�berdekatan�.�Proses�ini�
akan�menghasilkan�bahan�yang�lebih�mampat�atau�kompak�(terlihat�pada�gambar�
2.20� [36].� Semakin� rendah� temperatur� sintering,� maka� akan� berpengaruh�
meningkatan�porositas�pada�produk� itu�sendiri.�Temperatur�sintering�yang�tinggi�
akan�sangat�membantu�dalam�meningkatkan�kekuatan�mekanik�dari�produk�yang�
dihasilkan.�Pada�gambar�2.21�dapat�di�lihat�temperatur�dan�lama�waktu�pada�proses�
sintering�pada�material�keramik�[37].�
�
Gambar�2.21�Suhu�dan�Waktu�Sintering�Keramik�
(Sumber�M.�Mouiya,�2019�[37])�
�
��
19��
2.8�Porositas�
�
Gambar�2.22�Porositas�
(Sumber:�https://www.innovacera.com�[38])�
Porositas� didefinisikan� sebagai� fraksi� volume� pori-pori� yang� ada� di� suatu�
material�dengan�volume� total�dari�material� tersebut� (�����⁄������).� Pori-pori� suatu�
material� sendiri� terbagi� menjadi� pori-pori� terbuka� (open� pores)� yang� berada� di�
permukaan�dan� pori-pori� tertutup� (closed� pores)� yang�berada�di� dalam�material.�
Porositas�suatu�material�akan�memengaruhi�massa�jenis�keseluruhan�(bulk�density)�
suatu�material.�Pada�material�keramik,�porositas�merupakan�salah�satu�hal�penting�
yang�harus�diperhatikan�karena�sifat-sifat�material�keramiksangat�dipengaruhi�oleh�
porositasnya.�
Pengukuran� porositas� dapat� menggunakan� metode� pencelupan� Archimedes�
(Archimedes� immersion�method).�Standar�yang�digunakan� dalam�pengukuran� ini�
dirujuk� pada� ASTM� C373-88� dan� ISO� 5017.� Pengujian� dilakukan� dengan�
mengukur� masa� sampel� kering� (�k),� kemudian� melakukan� perendaman� sampel�
pada� air�mendidih�dengan� tujuan�untuk�mengisi�pori� pori� yang� terbuka.� Sampel�
yang� sudah�di� rendam� kemudian�diukur�massanya� dengan�menggantungkan�dan�
mencelupkannya�dalam�air.�Massa�ini�disebut�sebagai�massa�gantung�(��).�Setalah�
itu�sampel�di�lepas�talinya�dan�diukur�massa�jenuhnya�yang�merujuk�pada�pori-pori�
permukaan�yang�telah�jenuh�terisi�air�[39].�
Terdapat�beberapa�parameter�yang�harus�dilakukan�perhitungan�pada�pengujian�
ini,�diantaranya�apparent�porosity�(%��)�dan�massa�jenis�total�dari�sampel�(bulk�
density� (��)).� Definisi� dari� %��� adalah� nilai�porositas� yang�hanya�menghitung�
��
20��
fraksi�volume�pori-pori�terbuka�saja.�Persamaan�untuk�menghitung�%���dan����
ditunjukkan�oleh�persamaan�(2)�dan�(3).�
%�� =�����
�������100%�.....................................(2)�
�=��
�������100%�.......................................(3)�
�
Gambar�2.23�Ilustrasi�Penurunan�Berat�Karena�Adanya�Gaya�Apung�
(Sumber:�https://sites.google.com�[40])�
�
2.9�Pengujian�Tekan�
�
Gambar�2.24�Pengujian�Tekan�
Pengujian� tekan� seperti� yang� terlihat� pada� gambar� 2.24� merupakan� sebuah�
pengujian�mekanik�yang�digunakan�untuk�mengetahui�kekuatan�suatu�bahan�atau�
material�terhadap��gaya�tekan.�Pengujian�tekan�biasanya�digunakan�untuk�pengujian�
material� yang� bersifat� getas.� Dalam� pengujian� tekan,� parameter� yang� biasa�
diperhitungkan� adalah� kekuatan� tekan� (ε),� regangan� tekanan� (ε),� dan� modulus�
��
21��
elastisitas� (E).�Perhitungan�paramater� tersebut�dap,at�dilihat�pada�persamaan� (4),�
(5),�(6).�
σ� =�
�......................................................(4)�
ε� =���......................................................(5)�
E� =�
�......................................................(6)�
Dimana�P�adalah�gaya�pembebanan�(N),�A�luas�area�(m2),� ����Displacement�(m),�
dan�L�merupakan�panjang�awal�(m)�[41].�Selain�itu�terdapat�juga�Toughness�yang�
merepresentasikan� jumalah� energi� yang� di� serap� pada� suatu� pengujian� sampel.�
Besarnya� dapat� dihitung� dengan�menghitung� luasan�di� bawah� kurda� dari� titik� 0�
hingg�titik�maximum�stress�hasil�pengujian.�
Tidak�seperti�pengujian�tarik,�yang�biasanya�dilakukan�untuk�menentukan�sifat�
tarik�suatu�bahan�tertentu,�uji�kompresi�sering�dilakukan�pada�produk�jadi.�Barang�
umum�seperti�bola� tenis,�bola�golf,�botol� air,� kotak�pelindung,�pipa� plastik,�dan�
furnitur� adalah� contoh� produk� yang� perlu� dievaluasi� kekuatan� tekanannya.�
Misalnya,� seorang� insinyur�mungkin� ingin�menghemat� plastik� dengan�membuat�
botol�air�dengan�dinding�yang�lebih� tipis,�tetapi� botol� tersebut�harus�tetap�cukup�
kuat�untuk�dikemas�dalam�palet�dan�ditumpuk�untuk�diangkut.�Pengujian�kompresi�
dapat�membantu�insinyur�menyempurnakan�keseimbangan�antara�kekuatan�produk�
dan�material�conservation.�Hasil�pengujian�tekan�biasanya�disajikan�dalam�diagram�
stress-strain�seperti�yang�terlihat�pada�gambar�2.25.�
�
Gambar�2.25�Diagram�Stress-Strain�
(Sumber:�https://www.azom.com�[42])�