Upload
lenhan
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAD I.PENDAHULUAN
t. Latar Belakang.
Menurut Undang-Undang No.3 Tahun 1972 tentang Pokok-Pokok Ketentuan
lllsmigrasi, ada dua jenis penyelenggaraan transmigrasi yang dibedakan dari pembiayaannya,
.tu Transmigrasi Umum dan Transmigrasi Swakarsa. Pada Prapelita, sampai Repelita II,
19ram transmigrasi didominasi oleh jenis Transmigrasi Umum, yang seluruh pembiayaannya
anggung oleh pemerintah dengan tujuan utamanya yaitu menitik beratkan kepada
1gembangan usahatani tanaman pangan dalam upaya ikut melestarikan swasembada pangan,
lsusnya beras.
Namun sejak Repelita III, karena disatu pihak dana Pemerintah (APBN) terbatas, dan
lin pihak jumlah transmigran yang harus dipindahkan semakin besar jumlahnya, maka mulai
elenggarakan Transmigrasi Swakarsa yang pembiayaannya sebagian ditanggung oleh
nerintah (APBN), dan sebagian lagi ditanggung oleh pihak swasta, serta oleh para transmigran
diri.
Salah satu pola Transmigrasi Swakarsa yang telah dikembangkan sejak Repelita III yaitu
.a Perusahaan Inti Rakyat yang dikaitkan dengan program Transmigrasi (PIR-Trans).
1gembangan perkebunan melalui Pola PIR-Trans pada dasarnya merupakan salah satu bentuk
Igembangan agribisnis di daerah transmigrasi, karena kegiatannya melibatkan pihak
nerintah, Perbankan, Swasta (Perusahaan Inti), dan para transmigran sebagai Plasma.
ldasan Operasionalnya diatllr dengan Instruksi Presiden Repllblik: Indonesia No.1 Tahun 1986
tang Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang dikaitkan dengan
gram transmigrasi.
Sejak diberlakukannya Inpres No.1 1986, tentang pengembangan perkebunan dengan pola
usahaan Inti Rakyat yang dikaitkan dengan program transmigrasi, hedit PIR-Trans yang telah
:tlljlli sampai saat ini mencapai 51 proyek yang tersebar di Propinsi Sumatera Utara, Sumatera
at, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat,
. Kalimantan Tengah. Sedangkan luas lahan kebun yang telah ditanam yaitu seluas 494.160
terdiri dari kebun Inti seluas 191.619 Ha, dan kebun plasma seluas 685.779 Ha yang
~runtukkan bagi 247.080 Kepala Keluarga pelani plasma.
http://www.mb.ipb.ac.id/
Rencana Pembangunan Transmigrasi Baru dalam Repelita VI direncanakan akan
nempatkan sejumlah 600.000 Kepala Keluarga transmigran, yang terdiri dari 350.000 Kepala
luarga Transmigrasi Umum dan Transmigrasi Swakarsa BerbanlUan, dan sejumlah 250.000
pala Keluarga Transmigrasi Swakarsa Mandiri. Dari Program Transmigrasi Swakarsa
'bantuan tersebut sebagian besar akan ditempatkan di lokasi-lokasi permukiman transmigrasi
a PIR-Transmigrasi. Dalam hubungan kemitraan usaha antara Inti dan Plasma posisi antara
i dan Plasma, dapat digambarkan sebagai berikut : Inti mempunyai kekuatan dalam faktor
dal, manajemen, teknologi, dan akses pasar, akan tetapi mempunyai kelemahan yailU tidak
mpunyai kebun Plasma dan tenaga kerja. Sedangkan Plasma sebaliknya mempunyai kekuatan
am hal kebun Plasma dan tenaga kerja, akan tetapi lemah dalam hal modal, manajemen,
nologi, dan akses pasar. Selain ilU kualitas sumberdaya manusia yang mengelola Inti lebih
k apabila dibandingkan dengan kualitas sumberdaya manusia Plasma yang pada umumnya
sih awam dalam hidup dengan kredit kebun, terutama para transmigran yang berasal dari
au lawn dimana mereka belum punya pengalaman unlUk bercocok tanam kelapa sawit.
ngan demikian pada awal-awal tahun penempatan transmigran, masih dirasakan adanya
enjangan kualitas sumberdaya manusia antara Inti dan Plasma.
Dalam praktek di lapangan, gambaran idarnan pola kemitraan usaha tersebut harus dicapai
lalui aneka rupa masalah yang seringkali amat sulit diselesaikan. Para Manajer Perkebunan
Ig dimasa lalu dilatih unlUk mengelola kebun sehingga mampu menghasilkan kelapa sawit
ua efisien, kini dalam pola PIR-Trans harus mengelola kebun dan petani plasma.
BegilU pula dari aspek kelembagaan kelompok tani dan KUD yang diharapkan berperan
.yak sebagai wali petani plasma masih banyak mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya
~na belum dipersiapkan sebagai manajer-manajer handal yang berkualitas mengenai seluk
Jk perkreditan, sehingga belum mampu merebut posisi yang layak dalam pola kemitraan
ha dengan pihak inti. Kesemuanya ilU dicerminkan antara lain dengan; masHl rendahnya
lahaman petani plasma terhadap hak dan kewajiban, membedakan antara beban kredit dan
sidi, belum transparansinya pihak inti kepada petani plasma.
Perumusan Masalah.
Berdasarkan kondisi seperti disebutkan dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan
2
http://www.mb.ipb.ac.id/
masalahan dalam penel itian ini antara lain :
Pengembangan sumberdaya manusia petani plasma belum mampu mengkondisikan posisi
tawar menawar yang sarna kuat dengan pihak Inti.
Kelembagaan kelompok tani dan KUD belum mampu berperan sebagai penyambung lidah
petani plasma dalam pola kemitraan Inti-Plasma.
Mekanisme pola kemitraan usaha Inti-Plasma belum transparan dilaksanakan oleh pihak
inti kepada petani plasma terutama dalam hal penetapan rendemen, harga, sortir, proses
pengembalian kredit dari petani plasma.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk :
. I. Mengungkapkan faktor-faktor yang berperan dalam pengembangan sumberdaya manusia
dan keJembagaan untuk meningkatkan mekanisrne kemitraan usaha antara Inti dan Plasma
di lokasi PIR-Trans Inti Indo Sawit Subur Sei Buatan.
.2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap meningkatnya kualitas
sumberdaya manusia terutama dari Plasma untuk mensejajarkan posisi Inti dan Plasma
dalam mekanisme kemitraan usaha .
.3. Memberikan saran penyempumaan dalam mengembangkan sumberdaya manusia Plasma
dan pembentukan kelembagaan yang lebih sesuai diwaktu yang akan datang, sehingga
kemitraan usaha antara Inti dan Plasma berjalan dengan baik.
Kegunaan Penelitian
Secara khusus penelitian ini dapat digunakan untuk :
. I. Masukan penelitian para mahasiswa untuk mengkaji pengembangan sumberdaya manusia
dan pengembangan kelembagaan dalam mekanisme kemitraan usaha.
.2. Hasil penelitian ini diharapkan untuk ditindaklanjuti dalam pengambilan kebijakan oleh
Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan serta instansi yang terkait,
dalam pengembangan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang dikaitkan dengan program
transmigrasi.
3
http://www.mb.ipb.ac.id/
nAn II
KERANGKA TEORITIKAL
Gambaran Masyarakat Desa/Petani.
Hakekat Pembangunan Nasional adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan
nbangunan seluruh Masyarakat Indonesia. Sasaran yang ingin dicapai adalah agar Manusia
onesia dan Masyarakat Indonesia itu dapat menjadi manusia pembangunan, yang mampu
mbangun dirinya sendiri secara berkelanjutan. Partisipasi aktif segenap lapisan masyarakat
lm pembangunan harus makin meluas dan merata, baik dalam memikul beban pembangunan,
Jpun dalam pertanggung jawaban atas pelaksanaan pembangunan ataupun di dalarn menerima
nbali hasil pembangunan.
Dalam hubungan pengembangan peran serta masyarakat, sejak lama telah dikenal tradisi
Dng royong, kesetiakawanan sosial, dan sebagainya. Berbagai bentuk peranserta masyarakat
ua tradisional tersebut sesungguhnya mempunyai makna penting apabila mampu
embangkan dalam konteks pembangunan, sebagai kondisi kemasyarakatan dan dalam dimensi
g tidak semata-mata "sosiaI" namun juga "ekonomi".
Menurut M.Dawam Rahardjo (1992), menumbuhkan kebudayaan masyarakat adalah;
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap situasi diri dan lingkungannya, sehingga
lebih mampu melakukan respons terhadap kebijakan dan program pemerintah,
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai sumberdaya yang mereka miliki dan
peluang-peluang yang dapat mereka raih untuk memperbaiki kondisi kesejahteraan dan
pendapatan mereka,
mengembangkan kelompok-kelompok kerja sebagai forum pembentukan usaha bersama,
memberikan pelatihan-pelatihan teknis dan manajerial simpan-pinjam dalam rangka
pembentukan modal sebagai kontribusi terhadap modal yang disediakan dari luar,
menggerakan kegiatan masyarakat secara kolektif maupun individual.
Sedangkan Bambang Ismawan (1992), mengemukakan bahwa di Jaman Orde Baru, pada
Ie pembangunan ini, adalah bagaimana berusaha mempersiapkan masyarakat agar
kemampuan memanfaatkan berbagai peluang yang muncul dari proses pembangunan untuk
4
,http://www.mb.ipb.ac.id/
.ngkatkan kemampuan mereka, sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan tersebut,
ama untuk memusatkan perhatian kepada orang kecil. Mereka berada dalam situasi serba
.rangan yang dibalut oleh berbagai kondisi yang menekan kehidupan, yang salu dengan yang
saling berpengaruh. Kondisi-kondisi tersebut antara lain adalah;
lemahnya nilai tukar hasil produksi,
lemahnya organisasi,
rendahnya perkembangan sumberdaya manusia,
rendahnya produktivitas,
lemahnya akses dari hasil pembangunan,
minimnya modal yang dimiliki,
rendahnya pendapatan,
sederhananya teknologi yang dimiliki,
adanya kesenjangan antara kaya dan miskin,
minimnya kemampuan berpartisipasi dalam sistem pembangunan nasional,
lemahnya posisi tawar-menawar.
Kalau kondisi - kondisi tersebut dikaitkan satu sama lain dalam pola hubungan sebab
lat, maka munculah wajah orang kecil yang serba kurang mampu, berbentuk segitiga yang
iri dari rendahnya pendapatan, adanya kesenjangan sosial yang semakin melebar, dan
1ahnya kemampuan berpartisipasi dalam pembangunan. Kalau ditelusuri sebab-sebabnya maka
yebab utamanya adalah lemahnya pengembangan Sumberdaya Manusia.
Selanjutnya Sayogyo (1979), mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat, khususnya
Jngan petani, adalah jalur strategik dalam seperangkat delapan jalur pemerataan pembangunan
ndonesia. Artinya partisipasi golongan petani itu mesti dikembangkan lebih lanjut, melampui
ikut melaksanakan dan' ikut mengenyam hasil pembangunan, yaitu dengan memberikan
~gung jawab yang dikerjakan secara berkelompok melalui usaha bersama yang mereka bentuk
diri, agar dengan kelemahan dan kesadaran yang di bina, lapisan yang tertinggal di dalam
nbangunan, dapat mengangkat diri kepada martabat yang lebih tinggi.
Untuk memutuskan tali-temali yang satu sarna lain menjerat golongan petani miskin
Indonesia, diperlukan kebijakan, kemitraan, organisasi dan kcgiatan yang dapat
mcrangi kcmiskinan dan ketcrbelakangan.
5
http://www.mb.ipb.ac.id/
Lebih dari itu, diperlukan juga suatu sikap yang bersumber dari suatu pandangan bahwa
gatasi masalah kemiskinan tidak boleh memperlakukan orang miskin sekedar sebagai subyek.
ini bersumber dari keyakinan bahwa betapapun miskin seseorang, mereka bukannya tidak
ya apa-apa sama sekali, melainkan bahwa mereka mempunyai sesuatu, walaupun sedikit.
'eka bukan "the have not" melainkan " the have little". Kalau potellsi mereka yang serba
kit itu digalang dan dihimpun dalam suatu wadah kebersamaan yang mereka percayai dan
nati, yaitu kelompok-kelompok swadaya usaha bersama, maka mereka akan mampu
Igatasi masalah-masalah mereka dengan kekuatan mereka sendiri.
Saragih Sabastian (1996)., meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia petani dapat
mpuh melalui proses
Musyawarah dalam sarasehan
Membahas bagaimana merumuskan rencana kerja bersama kelompok.
Pengorganisasian kelompok
Melalui tokoh formal, Kepala Desa dan Perangkatnya.
Kelompok mudah terbentuk, anggotanya banyak namun hanya bertahan sebentar.
Melalui tokoh informal
Kelompok lebih lambat terbentuk namun solidaritasnya lebih kuat.
Mendapatkan kader
Melaksanakan contoh konkrit usahatani dilapangan
Menceritrakan pengalaman keberhasilan
Mengadakan dialog
Mengadakan perhitungan usahatani
Anggota kelompok tertarik menjadi kader
Kader menjadi pendamping kader
Ada bakat
Mudah bergaul
Membentuk usaha bersama
6
http://www.mb.ipb.ac.id/
Ada usaha barn ingin membuat pernbahan kearah yang lebih baik.
Kader-kader barn lahir dari proses pendarnpingan dan pendidikan bermusyawarah yaitu
.dikan berpikir bersarna untuk berbuat bersarna. Masalah bersarna bisa dipecahkan secara
rna-sarna jika dibicarakan, dipikirkan, dan diatasi dengan bersarna-sarna. Orang lernah
1 bisa kuat, kalau rnau mempersatukan kelemahannya rnenjadi kekuatan, sehingga lahirlah
npok-keJornpok usaha bersarna.
Ma'arif,Syamsul (1995), untuk mengetahui prilaku seseorang dalarn organisasi diperlukan
haman perbedaan individu dari aspek lingkungan pekerjaan, latar belakang keluarga, dan
arakat. Kinerja prilaku individu mernpakan fungsi dari variabel- variabel individu,
Iisasi dan psykologi. Secara skematis P=f (l,P,O) dapat dikemukakan sebagai berikut
Var.Individu '" Prilaku Individu < Var.psykologi1. Kemampuan &
,Kinerja 1. Persepsi
Ketrampilan 2. Sikapa) Mental 1, 3. Kepribadianb) Fisik 4. Motivasi
2. Latar belakanga) Keluarga Var. Organisasib) Sosial Sumberdayac) Pengalaman Kepemimpinan
3. Demografi Struktura) Umur Rencana Kerjab) Kelaminc) EtrJ.ik
P=f(l,P,O)
Sumber: Ma'arif, Syamsul (1995), kuliah Pengembangan SumberdayaManusia MMA-IPB.
Mangkuprawira, Sjafri (1995), kebutuhan sumberdaya manusia dalam pengembangan
isms di Indonesia menghadapi permasalahan-permasalahan
Nilai produktivitas pertaman lebih kecil dari pada nilai produktivitas industri, terutama
dalarn hal tingkat upah, lingkat pendidikan, dan teknologi.
7
http://www.mb.ipb.ac.id/
Mobilitas sumberdaya manusia antara subsistem ·agribisnis masih lemah
a. Keterkaitan hulu-hilir antar subsistem lemah
b. Informasi pasar tenaga kerja kurang
Mobilitas sumberdaya manusia antar agribisnis regional masih lemah
a. Informasi pasar tenaga kerja kurang
b. Biaya mencari informasi relatif mahal
c. Ketimpangan sumberdaya dan sumberdaya manusia.
Mubyarto (1994), Transmigrasi adalah program " bagi orang kecil", yaitu program
lindahan petani kecil atau petani gurem, dan buruh tani, yang kehidupannya " amat susah"
awa, Madura, Bali dan Lombok yang berpenduduk amat padat. Tingkat pendapatan mereka
Ida jauh dibawah garis kemiskinan sehingga kesehatan dan pendidikan anak-anak mereka
~at tidak memadai bahkan kebutuhan sandang pangan pun tidak terpenuhi.
Program transmigrasi yang merupakan program pemukiman kembali petani tidak bertanah
I Jambal ke luar Jarnbal, dengan pemberian tanah 2,5 Ha per Keluarga merupakan program
lindahan penduduk secara massal yang pada awalnya ditekankan sebagai program pemecahan
;a1ah penduduk. Selanjutnya program ini diarahkan untuk mendukung pembangunan daerah
sejak tahun 1980 an dikaitkan langsung dengan pembangunan perkebunan melalui poJa
usahaan Inti Rakyat Perkebunan. Pengaitan dengan program pembangunan perkebunan
ebut didorong oleh dua alasan yaitu
Semakin sukarnya memperoleh tanah-tanah subur bagi pengembangan produksi tanaman
pangan
Tekad besar dari pemerintah untuk lebih memadukan sistem perkebunan besar yang
relatif modern dan kuat permodalannya dengan sistem perkebunan rakyat yang sangat
luas, tetapi produktivitasnya rendah.
Pengembangan Kemitraan
Istilah "lembaga" (institution) dan "pengembangan kelembagaan"(institutional
elopment) atau "pembinaan kelembagan"(institutional building), didefinisikan sebagai proses
8
http://www.mb.ipb.ac.id/
Ik memperbaiki kemampuan lembaga guna mengefektifkan penggunaan sumberdaya manusia
5an keuangan yang tersedia(lsrael, Arturo 1990).
Konsep pengembangan kelembagaan atau pembinaan kelembagaan adalah proses
Iciptakan pola baru kegiatan dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu karena didukung
I norma, standar dan nilai-nilai dari dalam (D.V.Brinherkoff, The Evaluation of Current
,pectives on Institutional Development; An Organisational Focus, Institutional Development
lagement Center, University Of Maryland, Maret 1985).
Soekanto (1994), mengemukakan bahwa lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk
nenuhi kebutuhan pokok manusia pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi yaitu
Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka hams bertingkah
laku atau bersikap didalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama
yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan
Menjaga keutuhan masyarakat
Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial.
Kemitraan usaha yang dikembangkan dalam Pola Perusahaan Inti Ralcyat yang dikaitkan
gan program transmigrasi adalah berusaha membimbing dan memberikan pedoman kepada
gota masyarakat petani plasma dalarn meningkatkan pendapatan mereka, dan bagi
juktivitas PT.Inti Indo Sawit Subur sendiri. Dengan demikian kemitraan usaha juga menjaga
tuhan masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial.
Kunci sukses berkembangnya kemitraan di negara maju, lebih banyak didorong karena
nya kebutuhan dari pihak yang bermitra atau diprakarsai oleh pihak dunia usaha, sehingga
litraan antara pengusaha besar dengan pengusaha menengah dan kecil bisa berlangsung secara
niah. Hal ini dimungkinkan karena iklim dan kondisi ekonomi di negara maju cukup
nberikan rangsangan ke arah kemitraan yang berjalan sesuai dengan kaidah ekonorni yang
lrientasi pasar. Di Indonesia, kondisi ideal seperti itu belum sepenuhnya tercipta. Fakta
lUnjukkan, masih kuatnya kecenderungan pengusaha besar untuk menguasai mata rantai
juksi dan distribusi perekonomian nasional, bahkan sampai kepada lembaga pembiayaannya,
;kusi Panie Ekonomi Klas Menengah Indonesia,anoninlous 1996).
9
http://www.mb.ipb.ac.id/
Kemitraan yang selama ini berjalan pada umumnya masih berlangsung karena ada
Jan dari pemerintah, dan atas dasar konsep belas kasihan, bukan atas dasar kerjasama yang
~ menguntungkan. Jadi kebutuhan untuk bermitra belum "built in" dengan strategi usaha
lengusaha besar itu sendiri. Dalam era globalisasi dan liberalisasi perdagangan dan
tasi yang sarat dengan persaingan, kemitraan usaha dipandang sebagai suatu cara untuk
urangi resiko usaha serta meningkatkan efisiensi dan daya saing usaha.
uk Kemitraan Usaha Yang Ideal
Sejalan dengan pengembangan agribisnis sebagai suatu konsep agar pengelolaan pertanian
ientasi kepada pengembangan pasar, peningkatan kualitas produk, penekanan biaya
Iksi, menaikkan nilai tambah, dan dihadapkan kepada kenyataan bahwa di Indonesia masih
pat jutaan petani gurem, maka pengembangan kemitraan usaha menjadi sangat pentillg.
an demikian pola pembinaan kemitraan antara kelembagaan petani dan pengusaha hams
terpadu dan utuh.
Pelaku kemitraan usaha baik yang langsung seperti kelembagaan petani (kelompok tani,
h kegiatan antar kelompok) dan pengusaha maupun yang tidak langsung seperti unsur
rintah, masyarakat ilmiah dan masyarakat profesi hams memberikan masukan sesuai dengan
nangannya, sehingga bentuk kemitraan usaha hendaknya benar-benar saling terkait diantara
u kemitraan itu sendiri, sehingga tidak terkesan berjalan parsial.
Dengan demikian keberadaan kelembagaan petani diharapkan dapat dilibatkan oleh
ahaan inti dalam empat subsistem agribisnis yaitu
Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi
Pada subsistem ini Pemsahaan Inti hendaknya memberikan bantuan pengadaan
sarana produksi (bibit, pupuk, obat-obatan) ataupun alat pertanian kecil kepada petani
plasma dengan sistem pinjaman lunak berbunga rendah, yang akan dikembalikan oleh
petani plasma dengan cara mengangsur yang akan dipotong dari penjualan produksi petani
plasma. Dalam proses pengadaan dan penyaluran sarana produksi tersebut petani plasma
dilibatkan, agar mereka benar-benar memahami dan ikut bertanggung jawab akan
kebutuhan sarana produksi.
10
http://www.mb.ipb.ac.id/
Subsistem Budidaya dan Usahatani
Pada subsistem ini para petani plasma hendaknya selalu mendapatkan bimbingan
dari perusahaan inti bersama instansi terkait, sehingga petani plasma dapat diharapkan
mampu menghasilkan produk-produk pertanian yang berkualitas baik serta mempunyai
daya saing dipasar lokal/dalam negeri maupun luar negeri. Pembinaan petani plasma
dapat dilakukan secara berjenjang oleh perusahaan inti bersama instansi terkait yaitu
membina para ketua kelompok tani terlebih dabulu, dilanjutkan dengan ketua kelompok
tani membina anggota kelompok dan seterusnya, sehingga pada gilirannya, kelompok tani
tahu, mau dan mampu menerapkan teknologi tepat guna. Dengan adanya transformasi
teknologi dati perusabaan inti ke petani plasma, maka diharapkan produktivitas pertanian
meningkat dan setiap usahatani petani plasma akan dikelola oleh "manajer-manajer
kecil" secara efisien.
SlIbsistem Pengolahan Hasil
Subsistem pengolahan hasil merupakan rangkaian dari kegiatan subs.istem budidaya
atau kegiatan berproduksi. Pada sllbsistem ini perusahaan inti hendaknya menyiapkan
fasilitas unit pengolahan yang mampu mengolah produksi· petani plasma tidak saja hanya
untuk hasil produksi dari laban kebun plasma yang berupa pabrik pengolahan minyak
kelapa sawit, akan tetapi juga untuk mengolah hasil produksi petani plasma yang berasal
dari lahan pekarangan.
Subsistem Pemasaran
Pada subsistem pemasaran, keberadaan petani plasma berada pada posisi yang
lemah, karena secara hukum terikat perjanjian penyaluran hasil kebun ke pabrik inti,
karena pasar produk perkebunan kelapa sawit telah dimonopoli oleh pihak perusahaan
inti. Petani plasma tidak dapat menentukan tarif harga, kadar rendemen, jenis yang
disortir dari produk yang mereka hasilkan, oleh sebab itu hendaknya petani plasma
diberitahu bahwa jika mereka dapat menghasilkan mutu yang dikehendaki oleh
perusabaan inti, maka akan dibeli dengan harga yang layak sesuai dengan kesepakatan.
Berjalanannya sistem tersebut pada gilirannya menyebabkan para pelaku kemitraan
11
http://www.mb.ipb.ac.id/
usaha akan mampu menghasilkan produk-produk pertanian khususnya tandan buah segar
kelapa sawit yang berdaya saing tinggi baik dipasaran dalam negeri maupun pasaran di
luar negeri. Bentuk kemitraan usaha tersebut akan berjalan dengan baik tergantung
kepada kemampuan dari para pelaku kemitraan usaha itu sendiri. Dalam kelembagaan
petani (kelompok tani, wadah kegiatan antar kelompok, kelompok usaha bersama,
dan KUD) akan sangat tergantung kepada tingkat kemampuan dari kelembagaan
petani itu sendiri. Semakin tinggi tingkat kemampuan kelembagaan petani diharapkan
akan semakin tinggi pula posisi tawar-menawarnya terhadap perusahaan inti. Sebaliknya
makin rendah tingkat kemampuan kelembagaan petani maka akan semakin lemah pula
posisi tawar-menawarnya terhadap perusahaan inti. Kepada kelompok usaha inti
diharapkan pula adanya pemahaman yang sarna bahwa kemitraan usaha itu pada dasarnya
adalah hubungan kerjasama antara kelembagaan petani dengan pengusaha yang disepakati
bersama atas asas
1. Suka rela dan suka sarna suka
2. Motivasi atas dasar win-win cooperation
3. Pengusaha dan kelembagaan petani harus siap untuk bermitra
4. Saling membutuhkan
5. Keterbukaan dan kejujuran dari semua pihak yang bermitra
6. Keadilan dalam membagi keuntungan dan resiko usaha
7. Penerapan etika bisnis yang sehat
Dengan tujuan untuk
1. Meningkatkan produktivitas dan mutu hasiJ
2. Meningkatkan pendapatan petani
3. Meningkatkan keuntungan pengusaha
4. Meningkatkan eksport nonmigas minyak kelapa sawit
5. Bisnis yang berkelanjutan antara inti dan petani plasma.
Sejak tahun 1973, yaitu ketika pemerintah memutuskan menggalakkan program-program
erataan disamping pertumbuhan, Departemen Pertanian memperkenalkan pola baru dalam
12
http://www.mb.ipb.ac.id/
;embangan komoditi ekspor. Pola baru ini disamping tugas pokok meningkatkan produksi
nan perkebunan, juga menugaskan perkebunan-perkebunan besar untuk membantu
gembangkan perkebunan rakyat (Small holder). Perkebunan-perkebunan rakyat yang
mbangkan ini merupakan Plasma yang berada di sekitar Inti. Tugas Inti adalah merupakan
:" kebijakan pemerintah untuk melaksanakan misi program-program pemerataan.
Program-program pemerataan lebih merupakan program sosial karena benar-benar
lhkan untuk mengembangkan para petani kecil perkebunan rakyat yang sebelumnya tidak
Jpakan usahatani yang mantap (viable), yang kemudian dengan pembagian sejumlah luas
n minimum, diharapkan menjadi mantap atau cukup menjamin kehidupan yang layak bagi
lh tangga petani. Bagi Inti, program Perusahaan Inti Rakyat adalah satu tugas sosial. Dalam
ka panjang hubungan(kaitan)antara plasma dan inti diharapkan akan merupakan hubungan
Ig menguntungkan. Namun dalam jangka pendek khususnya sebelum tanaman menghasilkan,
harus lebih banyak menanggung semacam beban disamping tugas pokoknya.
Sudah sewajarnya, untuk menjadi pekebun yang serius diperlukan persyaratan yang jauh
I berat dari pada menjadi seorang pekebun. Pekebun Plasma adalah tenaga kerja sekaligus
.gai seorang manajer keeil yang mempunyai semangat kewiraswastaan yang dapat
Idalkan. Hanya dengan syarat-syarat yang demikian maka dapat diharapkan kemantapan dari
atani kebun plasma. Jadi apa yang diusahakan oleh Inti adalah benar-bear mempelopori
bentukan desa dan masyarakat desa baru diwilayah Perusahaan Inti Rakyat, disamping tugas
lknya mengahasilkan komoditi perkebunan. Tugas tersebut cukup berat dan memerlukan
ikiran yang serius. Akan tetapi apabila misi ini berhasil maka ia akan merupakan suatu
baharuan (revolusi) dalam dunia perkebunan di Indonesia, dan akan merupakan sumbangan
ing bagi perkembangan ilmu ekonomi dan manajemen perkebunun, tidak saja bagi Indonesia
I tetapi juga bagi negara-negara lain.
Pola Perusahaan Inti Rakyat yang dikaitkan dengan program transmigrasi juga diharapkan
It mendorong tumbuhnya pengembangan kelembagaan koperasi dan kelompok tani sebagai
'a untuk meningkatkan posisi tawar-menawar dalam menghadapi perusahaan intinya.
Kemitraan dan Keterkaitan Usaha.
Dalam GBHN 1993 secara khusus mengamanatkan bahwa tata hubungan dan kerjasama
13
http://www.mb.ipb.ac.id/
jtraan antara pengusaha besar dengan usaha menengah, dan usaha kecil yang masih tertinggal
j terus dibina dan dijalin dalam suasana saling membantu dan saling menguntungkan, sebagai
1 perwujudan kesatuan kekuatan ekonomi nasional. Melalui hubungan kemitraan usaha ini
rapkan dapat memberikan peluang bagi pengusaha kecil/menengah untuk lebih berperan
m kegiatan ekonomi sehingga akhirnya dapat berdampingan secara harmonis dengan pelaku
lOmi lainnya. Selain itu dampak dari kemitraan usaha akan dapat mendorong laju
erataan, pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja.
Masalah kemitraan kembali menghangat setelah Presiden Soeharto secara khusus
canangkan Gerakan Kemitraan Usaha Nasional di Istana Negara pertengahan bulan Mei
>. Tampaknya ada suatu kesadaran baru setelah rampungnya era Pembangunan Jangka
ang Tahap Pertama dan kini memasuki Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua, bahwa
1mbuhan ekonomi yang tinggi ternyata belum cukup tanpa diimbangi oleh distribusi hasil
bangunan secara merata. Oleh karena itu pemerintah menganggap sudah saatnya bagi para
~usaha besar untuk ikut memperhatikan kalangan pengusaha kecil yang selama ini belum
~at memkrnati hasil kemajuan ekonomi. Dengan demikian disimlah pentingnya pola
itraan usaha, yaitu suatu bentuk kerjasama yang saling menguntungkan dimana para
~saha kecil diberi peluang untuk berkembang, tanpa hams mengurangi keberhasilan yang
h dicapai oleh pengusaha besar.
Menurut Fadel Muhamad (1992), Prinsip dasar keterkaitan usaha merupakan transaksi
:at kedua belah pihak dengan prinsip interdependensi atau saling ketergantungan. Transaksi
:at itu harus menghasilkan keunggulan kompetatif dalam ukuran kualitas bunga, masa
relesaian pekerjaan, dan produktivitas dalam arti memenuhi kuaIitas permintaan.
ir-akhir ini juga sedang berlangsung upaya kerjasama antara perusahaan besar dan menengah
I, begitu pula pada pemilikan saham perusahaan besar oleh koperasi. Kesemua itu pada
rnya terpulang kepada pokok persoalan struktur duma usaha itu sendiri. Yaitu, apakah
ctur dunia usaha tersebut mempersyaratkan interdependensi antara besar dan menengah
I. Kalau ya, pertanyaan berikutnya, apakah mekamsme yang tersedia mendorong kearah itu
lekanisme tersebut tergantung kepada political will yang memang sudah menciptakan iklim
k kepentingan itu. Selain itu tergantung pula kepada strategi perusahaan masing-masing
14
http://www.mb.ipb.ac.id/
shaan besar. Terutama dengan mempertanyakan apakah strategi yang dipilih sesuai untuk
ltuhan keterkaitan usaha berdasarkan prinsip saling ketergantungan.
Menurut Trisura Sukardi (1992), Sistem mitra usaha adalah hubungan keterkaitan antara
sahaan besar, menengah dan kecil atas asas saling membutuhkan, saling memperkuat, dan
19 menguntungkan, yang merupakan sistem pengejawantahan asas kekeluargaan dari pasal
Jndang-Undang Dasar 1945.
Dalam evaluasi pelaksanaan kemitraan usaha perlu dipantau dari ketiga asas keterkaitan
itraan tersebut. Unsur-unsur yang dinilai dari masing-masing asas adalah;
Asas saling membutuhkan yang dinilai;
a). Motivasi Hubungan kemitraan
b). Jenis produk terkait
c). Sistem pengelolaan hubungan kemitraan
Asas saling memperkuat yang dinilai;
a). Jenis dan Syarat Bantuan
b). Dampak Bantuan
Asas saling menguntungkan yang dinilai;
a). Pengembangan aspek ekonomi dan kesejahteraan
b). Pengembangan aspek kultural.
Menurut Suharto Prawirokusumo (1992), masalah kemitraan dan keterkaitan antara usaha
r dan kecil ini tidak hanya dapat dilihat dari segi atau aspek ekonomi saja, akan tetapi dari
k yang lain, yaitu aspek sosial, politik, dan moral. Tiga aspek yang terakhir terasa menonjol
k dipertimbangkan, karena telah terlihat adanya kesenjangan antara usaha besar dan kecil,
disadari apabila hal itu tidak segera ditanggulangi, masalah sosial dan politik yang lebih
.r akan timbul. Dari kaca mata ekonomi, kemitraanlketerkaitan itu dirasa perlu. Menyimak
~alaman di Jepang perihal kemitraan pada industri pengolahan, alasan-alasan perlunya ada
itraan adalah :
15
http://www.mb.ipb.ac.id/
Dalam upaya untuk menurunkan biaya produksi
Ada teknologi yang spesific dalam rangka peningkatan kualitas produksi
Adanya transaksi direct market yang berarti mencegah adanya fluktuasi supply dan
demand.
Membangun mitra dalam usaha penelitian dan pengembangan(research and development}.
Saling tergantung, terutama bila bidang produksi ditangani oleh usaha rakyat.
Dengan motivasi ekonomi tersebut maka prinsip kemitraanlketerkaitan dapat didasarkan
saling memperkuat. Kerjasama antara usaha besar dan kecil dapat dilakukan dalam aspek
10dalan, manajemen, teknologi dan pemasaran.
Menurut H.Rajab Tampubolon (1996), prinsip dasar kemitraan usaha adalah membangun
u hubungan kerjasama yang saling menguntungkan (cooperative mutualism), memiliki posisi
lr-menawar (bargaining position), yang relatif sarna kuat sesuai dengan kekuatan yang
iliki oleh Inti dan Plasma. Kekuatan kemitraan usaha adalah terletak pada sejauhmana segala
atu keputusan didasarkan pada kebersamaan.
Menurut KPHN Hoediono Kadarisman (1995), konsep kemitraan yang menjadi kebutuhan
dasar bagi kegiaran agribisnis, secara garis besar dapat dikembangkan dalam empat model
j",
Cerjasama keterkaitan hulu-hilir (forward linkage)
cerjasama hilir-hulu (backward linkage),
~erjasama pemilikan saham dan
cerjasama bapak-anak angkat.
Pola Perusahaan Inti Ralcyat yang dikaitkan dengan program transmigrasi merupakan
1 satu model kemitraan disektor pertanian. Perusahaan Inti yaitu perusahaan yang melakukan
:si perencaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan hasil dan
asaran bagi petani plasma. Perusahaan Inti melaksanakan pembinaan terhadap plasma sejak
penyediaan input sarana produksi sampai ke pemasaran hasil, sementara petani plasma
lenuhi kewajibannya menyediakan tenaga kerja dan menyiapkan bahan baku, dan membayar
lit.
16
http://www.mb.ipb.ac.id/
Pada pola kerjasama lersebut perusahaan besar berlindak sebagai perusahaan inti,
Isahaan pengelola, dan perusahaan penghela yang mempunyai fungsi dan tugas sebagai
leut :
_lsahaan Inti
Isahaan besar sebagai inti, lugasnya adalah menyelesaikan status lahan untuk mendapatkan
U, membuka dan menanami lahan baru, membimbing lahan petani baik pekarangan maupun
In plasma, pelayanan saprodi dan menjamin pemasaran.
~sahaan Pengelola
Isahaan besar sebagai pengelola, tugasnya adalah membimbing pelani plasma, pelayanan
~adaan saprodi, perkreditan, pengolahan hasil dan menjamin pemasaran.
~sahaan Penghela
lsahaan besar sebagai penghela, tugasnya adalah membimbing dan menjamin pemasaran.
angkan petani sebagai plasma, tugasnya mengerjakan usahatani dan memasarkan hasilnya
Ida penghela.
17
http://www.mb.ipb.ac.id/