Upload
phungthien
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Hidup Berdampingan engan Itik.....
255
HIDUP BERDAMPINGAN DENGAN
ITIK MOJOSARI DAN ITIK MAGELANG
Bidang Fokus: Ketahanan Pangan
Makalah Seminar Nasional dan Temu Ilmiah
“Pengembangan Inovasi Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing
Global”
Tahun 2017
Wiwik Heny Winarsih
Peneliti Madya Bidang Budidaya dan Produksi Ternak
Balitbang Provinsi Jawa Timur
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PROVINSI JAWA TIMUR
TAHUN
HIDUP BERDAMPINGAN DENGAN
ITIK MOJOSARI DAN ITIK MAGELANG
Wiwik Heny Winarsih
Peneliti Madya Bidang Budidaya dan Produksi Ternak
Balitbang Provinsi Jawa Timur
Hidup Berdampingan engan Itik.....
256
PENDAHULUAN
Hidup berdampingan dengan itik sudah dilakukan sejak lama oleh sebagian masyarakat,
terutama para penggembala yang kesehariannya berada di kandang maupun di sawah dan sungai
sebagai ladang penggembalaan. Usaha peternakan itik skala kecil banyak dilakukan dengan
menempatkan kandang berdekatan dengan rumah tinggal atau bahkan ada yang membangun
kandang di sekeliling rumah. Bangunan kandang yang bersebelahan atau berdekatan dengan rumah
didasari pada alasan praktis memudahkan perawatan, pemberian pakan, dan menjaga keamanannya.
Alasan lain yang mengedepan adalah keterbatasan kepemilikan lahan dan pekarangan sehingga
tidak ada pilihan lain untuk membangun kandang di sebelah rumah atau bahkan (menyatu) di dapur.
Kondisi demikian dijalani oleh peternak dan keluarganya dengan suka cita secara turun temurun;
penuh pengabdian dan perjuangan. Beberapa peternak bahkan merasa bersyukur dan berkecukupan
jika setiap pagi bangun tidur dapat memanen telur di kandang, atau di sekitar rumah.
Itik merupakan hewan air yang disayang oleh petani dan peternak. Dalam siklus hidup
menjelang fase bertelur, itik diliarkan (Jawa: diangon) sepanjang hari di sawah pascapanen atau di
sungai dan saluran irigasi tersier sehingga mendapatkan pakan alami. Itik yang diliarkan secara
umum menurut pengamatan penggembala itik akan memiliki daya bertelur lebih tinggi dan lebih
tahan terhadap serangan penyakit. Di desa−desa yang memiliki hamparan sawah relatif luas, masih
banyak dijumpai kandang itik semi permanen. Kandang-kandang tersebut bisa berkelompok atau
soliter; dan ditempatkan di sekat saluran air. Penggembala itik membuat kandang berpindah pada
kawasan persawahan yang luas sehingga sepanjang tahun itik-itik yang digembalakan mendapat
pakan alami. Jika dirasa kurang; peternak memberikan pakan tambahan berupa nasi aking (Jawa:
karag). Pemeliharaan itik dengan kandang berpindah di kawasan persawahan ini tujuan utamanya
adalah mendapatkan itik siap bertelur (Jawa: bayah) yang sehat, tahan penyakit, dan tidak mudah
stres. Lama pemeliharaan sampai mendapatkan bayah adalah sekitar 3−4 bulan.
Kebutuhan bayah di sentra budidaya itik sangat tinggi. Pada peternakan itik sistem intensif,
penggantian bayah dilakukan bersistem sepanjang tahun. Selain itu, seleksi harian juga dilakukan
dalam rangka menjaga performa produksi telur secara keseluruhan. Secara umum pemilik
peternakan memiliki “pelanggan khusus” yang menyediakan produksi bayah terpercaya. Peternak
yang khusus memproduksi bayah ini sering tidur bersama itik-itiknya di sawah, dan menghabiskan
hampir seluruh waktunya bersama itik. Di sentra-sentra budidaya itik, terdapat beberapa orang yang
telah berjasa menjaga kelestarian sumberdaya plasma nutfah itik dan rela mengisi hampir
keseluruhan hidupnya bersama itik.
Bukti empiris menunjukkan memelihara itik dengan pengawalan yang baik menghasilkan
itik-itik yang sehat. Itik yang diliarkan sepanjang hidupnya dan mendapatkan pasokan makanan
secara ad libitum sepanjang hari akan memiliki daya hidup yang tinggi. Itik dara sehat yang sudah
mulai bertelur dengan tubuh proporsional harga jualnya lebih mahal; di Mojosari Rp90.000-115.000
per ekor; sedangkan di Tempuran Magelang Rp85.000-105.000 per ekor. Peternak budidaya secara
umum bisa memilih dan membedakan calon induk yang kelak akan “rajin bertelur” (Jawa: werdhi)
atau tidak pandai bertelu
Hidup Berdampingan engan Itik.....
257
Gambar 1. Peternak itik yang telah menghabiskan hampir seluruh hidupnya untuk memproduksi
telur fertil dan mensuplai telur itik organik untuk konsumsi. Foto: Dok Andjar, 2017.
PERUMUSAN MASALAH
Itik adalah sahabat petani sejak zaman dahulu kala yang hingga kini terus dijalani sebagai
keseharian oleh peternak. Dalam budidaya itik sistem tradisional, hampir sepanjang hidup
digembalakan; dan pada sistem intensif juga ada penggalan yang digembalakan dalam kurun waktu
sekitar 2−4 bulan. Rumusan masalah dalam kajian ini adalah:
1) Alasan apa yang mendasari peternak itik rela hidup bersaudara dengan itik sepanjang masa?
2) Bagaimana sistem budidaya yang diterapkan dalam menyiapkan itik agar bisa bertelur
dalam jangka lama?
METODE KAJIAN
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode deskriptif dengan mencermati isu dan
berita terkait pengembangan dan budidaya itik. Informan dipilih secara acak berdasarkan data
sekunder yang ada serta informasi dari pedagang telur dan pemasok bayah pada peternakan semi
intensif di Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa Timur dan sentra itik di
Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah.
EKSISTING ITIK MOJOSARI
Itik Mojosari merupakan salah satu itik petelur unggul lokal yang berasal dari Kecamatan Mojosari
Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa Timur. Itik Mojosari merupakan salah satu rumpun itik lokal
Indonesia yang mempunyai sebaran asli geografis di Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur,
dan telah dibudidayakan secara turun-temurun dan kini tersebar hampir di seluruh Indonesia.
Penetapan itik Mojosari sebagai rumpun itik lokal didasarkan pada Keputusan Menteri Pertanian
Hidup Berdampingan engan Itik.....
258
Nomor 2837/Kpts/Lb.430/8/2012 Tentang Penetapan Rumpun Itik Mojosari tanggal 10 Agustus
2012.
Deskripsi Rumpun Itik Mojosari sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU, sebagai
berikut:
1) Nama rumpun : Itik Mojosari.
2) Asal usul : Persilangan antara itik Jawa yang berasal dari Jawa dengan itik
liar/mallard di Desa Modopuro,Kecamatan Mojosari, Kabupaten
Mojokerto, Provinsi Jawa Timur.
3) Wilayah sebaran asli geografis : Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur.
4) Wilayah sebaran : Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Provinsi Jawa Timur,
Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
5) Karakteristik :
a. sifat Kualitatif (dewasa) :
(1) postur tubuh : Ramping seperti botol.
(2) warna :
a) dada : Jantan, Abu-abu keputih
Betina, cokelat.
b) punggung : Jantan, cokelat
Betina, kehitaman.
c) perut sampai paha : Jantan, abu-abu keputihan.
Betina, cokelat bergaris hitam.
d) ekor : Jantan, hitam.
Betina, cokelat.
e) kaki : Hitam.
f) paruh : Hitam.
g) kerabang telur : Hijau kebiruan.
b. sifat kuantitatif (dewasa) :
(1) bobot badan : Jantan dan betina 1,6-1,7 kg.
(2) produksi telur : 200-220 butir/tahun.
(3) puncak produksi telur : 90-95%.
(4) bobot telur : 65-70 gram.
(5) konsumsi ransum : 140-160 gram/ekor/hari.
c. sifat reproduksi :
(1) umur mulai produksi : 22-24 minggu.
(2) lama produksi telur : 3 tahun.
Itik Mojosari merupakan salah satu itik petelur unggul lokal yang berasal dari Kecamatan
Mojosari Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa Timur. Itik Mojosari berpotensi untuk dikembangkan
sebagai usaha ternak itik komersial, baik pada lingkungan tradisional maupun intensif. Bentuk
badan itik Mojosari relatif lebih kecil dibandingkan dengan itik petelur lainnya, tetapi telurnya
cukup besar, enak rasanya dan digemari konsumen. Di Mojokerto terdapat sentra pembuatan telur
asin yang diproduksi massal untuk tujuan Surabaya dan kota besar lain. Hal ini lebih berorientasi
agribisnis karena didasari pada keinginan meningkatkan nilai tambah dari penjalan telur itik mentah
menjadi telur asin siap makan; dengan label dan telah memperoleh nomor PIRT. Keunggulan
Hidup Berdampingan engan Itik.....
259
produksi telur itik Mojosari ini telah banyak menginspirasi tumbuhnya usaha budidaya itik mulai
dari usaha pembibitan, usaha pembesaran untuk menghasilkan bayah atau itik dara siap bertelur,
usaha budidaya itik untuk mendapatkan telur konsumsi dan usaha pembibitan itik untuk
menghasilkan telur fertil yang siap ditetaskan. Khusus untuk telur asin, ada beberapa wilayah yang
lebih suka dengan warna hijau kebiruan (sehingga di masyarakat muncul istilah warna telur asin
yang analog dengan tosca muda). Khusus untuk pasar di Pulau Jawa warna hijau kebiruan memiliki
nilai jual lebih mahal; sedangkan telur itik warna putih harganya lebih murah. Sebaliknya untuk
wilayah Bali, telur itik warna putih harganya lebih mahal dibanding warna hijau kebiruan. Pilihan
warna telur itik ini menunjukkan kesetiaan masyarakat setempat pada plasma nutfah lokal yang
ingin dijaga kelestariaannya.
Gambar 2. Warna telur itik pada daerah yang berbeda memiliki nilai jual berbeda; sehingga
pembudidaya akan mengirim hasil panen telur sesuai dengan kehendak konsumen.
Warna hijau kebiruan untuk pasar di Jawa dan telur itik berwarna putih dikirim ke pasar
Bali. Warna campur biasanya untuk pasar lokal sekitar kawasan kandang. Foto: Dok.
Pribadi 2016.
Di Desa Mojosari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto terdapat satu kampung
sepanjang masuk desa yang dipenuhi dengan pedagang DOD di halaman depan rumah. Pembeli dan
pedagang dapat leluasa membeli bibit sepanjang siang sampai sore hari. Selain itu pembeli yang
datang juga dapat memesan telur mentah, telur asin, atau itik pedaging yang siap potong.
Keberadaan itik dan telur itik di kawasan ini begitu menyatu dengan kehidupan masyarakatnya. Jika
bau kotoran itik menyengat terutama pada saat musim penghujan, peternak akan menaburkan bubuk
detergen lalu dikumpulkan di dalam lubang yang telah disiapkan dan ditutup tanah. Usaha budidaya
ternak itik ini dilakukan oleh segenap anggota keluarga, termasuk istri dan anak-anaknya.
Hidup Berdampingan engan Itik.....
260
Sumber: Andayani dkk, 2011
Gambar 3. Perubahan persentase produksi telur harian pada itik Lokal dan Mojosari selama masa
pengamatan yang dilakukan peneliti terdahulu menunjukkan itik Mojosari lebih
unggul dibanding itik lokal.
Keunggulan itik Mojosari terletak pada kemampuan produksi telur yang tinggi, diatas jenis
itik lokal Indonesia yang lain. Hasil penelitian itik Mojosari dara yang baru mulai bertelur, pada
minggu pertama masih sangat rendah, yaitu hanya 14,4%, sedangkan produksi telur itik lokal pada
periode yang sama jauh lebih tinggi, yaitu sebesar 34,9%. Namun demikian, setelah itu terlihat
bahwa produksi telur itik Mojosari terus meningkat dan semenjak minggu ketiga mulai melebihi
tingkat produksi telur itik lokal. Selanjutnya, dalam dua bulan terakhir dari pengamatan, produksi
telur itik Mojosari selalu lebih tinggi dibanding itik lokal (Andayani dkk, 2011). Di Jawa Timur,
hampir seluruh itik yang dikembangkan adalah jenis itik Mojosari dan sentra pembibitan terdapat di
Desa Modopuro. Kunci keberhasilan usaha ternak itik adalah ketekunan, kejujuran dan ketulusan.
Banyak informan berkeyakinan dengan modal kejujuran dan ketulusan, itik yang dikembangkan
akan berkembangbiak dan terhindar dari penyakit.
Gambar 4. Penetasan massal telur itik di Desa Mojosari Kecamatan Mojosari Kabupaten
Mojokerto. Foto: Dok Pribadi 2017
Hidup Berdampingan engan Itik.....
261
Gambar 5. Performance itik Mojosari di kandang, badan relatif kecil namun telurnya besar
berwarna hijau kebiruan, dan produktivitasnya tinggi.
Tabel 1. Populasi itik dan aneka ternak di Kabupaten Mojokerto
Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, 2016
Hidup Berdampingan engan Itik.....
262
EKSISTING ITIK MAGELANG
Itik Magelang adalah itik lokal unggul yang sangat populer di kalangan masyarakat peternak
terutama di Kabupaten Magelang dan sekitarnya. Daerah penyebarannya meliputi kawasan yang
luas dengan ketinggian 200 – 600 m dpl atau dataran tinggi yang sejuk. Hal itu sesuai dengan
topografi Kabupaten Magelang yang berada pada ketinggian tanah 154 – 3296 m dpl. Lingkungan
yang disukai itik merupakan daerah dekat persawahan yang pada umumnya banyak mengandung air
dan aneka organismme kecil sumber protein hewani, seperti cacing dan siput. Keunggulan itik
Magelang dibandingkan itik lainnya, diantaranya adalah produktivitas telur dan daya adaptasi yang
tinggi terhadap lingkungan yang baru sehingga itik Magelang banyak dikembangbiakan di beberapa
wilayah lain.
Telur itik Magelang diklaim mempunyai kualitas terbaik. Selain ukuran telurnya yang besar-
besar, warna kulit telurnya biru cerah sangat kuat. Itik Magelang yang berkelamin jantan dapat
dikembangkan sebagai itik potong. Potensi pasarnya sangat terbuka luas, karena banyak warung
makan di kota-kota besar di seluruh Pulau Jawa yang menjajakan makanan berbahan itik dalam
bentuk bebek goreng, bebek panggang, bebek rica-rica dan aneka olahan khas yang lain. Itik
Magelang memiliki bobot badan yang relatif lebih tinggi dibandingkan itik lokal lainnya
(Ismoyowati dan Purwantini, 2010). Mulai berproduksi saat berumur 6 bulan dengan menghasilkan
telur sekitar 130─170 butir per tahun dan bobot baik jantan maupun betina, sekitar 1,4─1,75 kg
(Haqiqi, 2008).
Itik Magelang telah ditetapkan sebagai Rumpun Itik Lokal Indonesia berdasarkan Keputusan
Menteri Pertanian No. 701/Kpts/PD.410/2013 tentang Penetapan Rumpun Itik Magelang pada
tanggal 13 Pebruari 2013 di Jakarta. Selanjutnya, deskripsi Rumpun Itik Magelang adalah sebagai
berikut :
1) Nama Rumpun : Itik Magelang
2) Asal usul : berasal dari itik mallard yang bermigrasi ke Indonesia
dan beradaptasi dengan lingkungan kemudian diseleksi,
sehingga muncul sifat karakteristik.
3) Wilayah sebaran asli geografis : Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.
4) Wilayah sebaran : Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Magelang,
Kabupaten Semarang, Kota Surakarta) dan Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.
5) Karakteristik :
a) Sifat Kualitatif :(1) Warna bulu kecokelatan dengan variasi cokelat muda hingga tua atau
kehitaman dan sering dijumpai warna total hitam, serta memilik
tanda khusus berupa kalung warna putih pada leher, kerabang telur
berwarna hijau kebiruan.
(2) Bentuk badan Jantan langsing, jika berdiri dan berjalan bersikap
tegap, tegak lurus dengan tanah, sedangkan betina tegak lurus dan
tidak mengerami telurnya.
b) Sifat Kuantitatif :
(1) Bobot badan Jantan : 1,8 – 2,5 kg,
bobot badan Betina : 1,5 – 2,0 kg
(2) Bobot telur : 60 – 70 g.
Hidup Berdampingan engan Itik.....
263
(3) Bobot telur tetas : 67 + 4,7 g.
(4) Produksi telur : 200–300 butir/ tahun
(5) Puncak produksi telur : 55,1%
(6) Umur dewasa kelamin : 5-6 bulan
(7) Lama produksi telur : 9-10 bulan
(8) Konversi pakan : 4 - 5
(9) Lebar warna kalung pada leher : 1-2 cm.
Langkah-langkah yang diambil dalam pengembangan Itik Magelang menurut Dinas
Peternakan sebagai pembina adalah:
(1) Pemurnian rumpun Itik Magelang, perlu diseleksi itik-itik yang mempunyai karakteristik
spesifik Itik Magelang. Itik dipelihara dalam kelompok, perkawinan dilakukan dengan
mengambil jantan dari kelompok lain untuk menghindari adanya efek inbreeding
(2) Peningkatan peran masyarakat dalam program pelestarian rumpun Itik Magelang dan
memberikan kompensasi bagi masyarakat yang secara konsisten melaksanakan program
pelestarian rumpun Itik Magelang
(3) Membentuk pembibitan ternak rakyat (Village Breeding Centre atau VBC) di sentra ternak itik
dengan pemeliharaan secara intensif
(4) Mendorong masyarakat peternak itik melaksanakan agribisnis yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan peternak itik
(5) Dengan kekhasan karakteristik, sifat-sifat serta keunggulan yang dimilikinya itik Magelang
secara resmi telah ditetapkan sebagai Rumpun Itik Lokal Indonesia. Penetapan Rumpun Itik
Magelang dapat dijadikan dasar dalam pengamanan aset kekayaan sumber daya genetik hewan
(SGD) yang dimiliki Indonesia
(6) Komitmen dan dukungan berbagai pihak sangat diperlukan untuk pelestarian dan pengembangan
mutu genetik Itik Magelang sehingga dapat dijaga kemurniannya sekaligus dapat memberikan
kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan daging dan telur nasional.
Hidup Berdampingan engan Itik.....
264
Gambar 6. Budidaya itik Magelang di lahan pekarangan secara berpindah dipadu dengan usaha
pembuatan bata merah. Bata cetak yang belum kering dijadikan pagar pembatas dan
pengamanan. Foto: Dok Andjar, 2017.
POLA BUDIDAYA ITIK MOJOSARI & ITIK MAGELANG
Pola budidaya itik Mojosari dan itik Magelang pada level tertentu memiliki kesamaan.
Untuk tujuan menghasilkan telur; dilakukan dengan sistem intensif dan semi intensif; sedangkan
untuk tujuan menghasilkan daging dilakukan semi intensif. Ada beberapa perkecualian untuk
peternak skala kecil yang mengandalkan pakan alami seratus persen dan eksis sebagai penghasil
telur itik organik.
Untuk mendapatkan bayah melalui tahapan diangon di sawah sampai bertelur diperlukan
waktu sekitar 4 bulan; untuk selanjutnya masuk ke kandang peneluran. Itik dara yang sudah mulai
bertelur akan ditempatkan di kandang peneluran selama sekitar 10-12 bulan dengan seleksi ketat.
Itik yang tidak bertelur akan segera diafkir dan berganti menjadi itik pedaging. Ada beberapa rumah
makan yang lebih senang menggunakan bahan baku itik afkir yang dagingnya lebih tebal dan besar.
Harga jual olahan dari induk afkir berkisar Rp135.000-155.000 per ekor; sedangkan harga jual
olahan itik pedaging lebih murah, sekitar Rp75.000-110.000 per ekor.
Nilai ekonomi itik Mojosari dan itik Magelang terus meningkat seiring dengan maraknya
rumah makan dan warung khusus itik yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Kini pola
budidaya itik dapat dikelompokkan menjadi dua; yaitu : (1) khusus itik pedaging, (2) khusus itik
petelur, namun pada kenyataannya banyak yang melakukan keduanya secara bersistem. Saat ini,
untuk itik pedaging pertumbuhan usahanya relatif cepat karena kebutuhan pasar sangat tinggi
terutama mensuplai warung dan rumah makan khusus itik. Untuk tujuan menghasilkan telur banyak
dilakukan secara semi intensif untuk memenuhi pasar skala besar dalam bentuk telur asin dan telur
pidang. Ada beberapa perbedaan mendasar dalam menerapkan pola budidaya semi intensif yang
dilakukan oleh peternak di Magelang maupun di Mojokerto. Di kandang induk peternak itik skala
tradisional, induk jantan dan induk betina berasal dari strain yang sama yaitu itik Magelang;
sedangkan itik Mojosari biasanya dimasukkan itik Champbell, itik alabio, atau itik jenis lain yang
dianggap memiliki keunggulan. Hasil keturunan itik Magelang sebagian besar berwarna sama
dengan induknya belang kecoklatan dan berkalung putih. Keturunan itik Mojosari berwarna coklat
kehitaman dengan paruh dan kaki hitam. Telur itik Mojosari yang asli dan telur itik Magelang
berwarna sama, hijau kebiruan sehingga cocok untuk telur asin. Untuk wilayah Jawa, telur itik
berwarna hijau kebiruan lebih banyak disuka konsumen dan harganya lebih mahal dibanding telur
itik berwarna putih.
Hidup Berdampingan engan Itik.....
265
Gambar 7. Bangunan kandang itik ditempatkan di belakang rumah, bersebelahan dengan dapur
dan menjadi satu dengan rumah tinggal sehingga sepanjang hidup peternak
berdampingan dengan itik. Mesin tetas juga ditempatkan di kamar atau bersebelahan
dengan ruang makan sehingga seluruh anggota ikut mengamati perkembangan telur
sampai menetas. Foto: Dok Pribadi 2017.
KESIMPULAN
Ada banyak alasan seseorang untuk menjalani kehidupan termasuk yang senang dan hobi
memelihara ternak itik. Hidup berdampingan dengan itik bisa diartikan menghabiskan sebagian
besar waktunya untuk memelihara itik dan berdampingan dengan itik sepanjang masa. Ada banyak
alasan peternak yang telah terbiasa memegang, memelihara, memberi makan, dan berbagi tempat
tinggal memiliki kekebalan tubuh yang tinggi terhadap berbagai jenis penyakit unggas sehingga
tidak mudah terserang flu, batuk, dan gangguan penyakit saluran pernafasan yang lain.
Untuk menyiapkan itik dara menjadi itik induk siap telur yang baik, itik Magelang dan itik
Mojosari mendapatkan perlakuan yang sama; yaitu dipelihara disawah selama sekitar 4 bulan. Telur
itik fertil untuk selanjutnya ditetaskan menggunakan mesin sampai menetas. Telur yang menetas
paling awal biasanya memiliki vitalitas lebih tinggi dan pertumbuhan lebih cepat. Telur yang
menetas diinkubasi dalam boks khusus selama sekitar 4 minggu, selanjutnya ditempatkan di
kandang sampai berumur sekitar dua bulan, dan bulunya mulai lengkap. Pada tahap berikut, itik
digembala di sawah sampai menjadi dara dan siap bertelur. Seleksi itik dilakukan sepanjang masa
untuk mendapatkan calon induk yang baik. Itik afkir pada setiap tahapan akan dikumpulkan dengan
itik pedaging yang siap potong pada umur sekitar 4-5 bulan. Persaudaraan itik dengan peternak
terjadi intens sejak menetas sampai umur siap bertelur; yaitu sekitar 6 bulan pertama dalam
kehidupan itik. Untuk kasus tertentu persaudaraan tersebut terus berlangsung dengan peternak yang
membangun kandang disebelah rumah atau menyatu dengan rumah tinggal.
Hidup Berdampingan engan Itik.....
266
DAFTAR PUSTAKA
Andayani D, Yanis M, Dan Bakrie B, 2001. Perbandingan Produktivitas Itik Mojosari Dan Itik Lokal
Pada Pemeliharaan Secara Intensif Di DKI Jakarta, Makalah Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. 9h.
http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas01-79.pdf?secure=1
Haqiqi, H. 2008. Mengenal Beberapa Jenis Itik Petelur Lokal. Essay. Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya, Malang. Ismoyowati dan Purwantini. 2010.
Ismoyowati dan Purwantini. 2010. Isolasi dan Identifikasi DNA Itik Lokal untuk Memperoleh
Keragaman Genetik sebagai Sumber Gen-Gen Unggul. Laporan Penelitian Fundamental
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Saptana. 2012. Kelembagaan Kemitraan Usaha Dalam Mendukung Agribisnis Unggas Lokal yang
Berkelanjutan. Workshop Nasional Unggas Lokal. http://peternakan.litbang.pertanian.go.id
diunduh 11 Januari 2016.
Soekardono. 2009. Ekonomi Agribisnis Peternakan, Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Akademika
Pressindo.178h.
Soekarto ST. 2013. Teknologi Penanganan dan Pengolahan Telur. Bandung: Alfabeta. 360h.
Soeparno, Rihastuti RA, Indratiningsih, dan Triatmojo S. 2011. Dasar Teknologi Hasil Ternak.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 132h.
Sudaryanto T dan Jamal E. 2000. Pengembangan Agribisnis Peternakan Melalui Pendekatan
Corporate Farming Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Makalah Seminar
Nasional Peternakan dan Veteriner. 13h.
Yusdja Y dan Ilham N. 2006. Arah Kebijakan Pembangunan Peternakan Rakyat.
http://blog.unpad.ac.id/dwicipto/files/2009/09 diunduh 11 Januari 2016
Zulkarnain AM. 2008. Restrukturisasi Perunggasan dan Pelestarian Ayam Indonesia untuk
Pengembangan Agribisnis Peternakan Unggas Lokal. Makalah Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner.
Sumber Internet:
http://dispeterikan.magelangkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=45
:itik-magelang-sebagai-rumpun-itik-lokal-indonesia&catid=271:artikel--berita