80
Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015 [ 614 ] Page BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU PERUBAHAN KURIKULUM DAN PROFESIONALISME GURU DI ERA MEA 2014 Mintasih Indriayu, Dewi Kusumawardani, Harini & Jonet Ariyanto Nugroho FKIP UNS Surakarta [email protected] Abstrak Menghadapi persaingan pasar bebas ASEAN, kesiapan bukan lagi hal yang harus dipertanyakan karena siap tidak siap Indonesia harus menghadapi hal tersebut. Namun dalam realitasnya masih banyak berbagai sektor yang mesti dibenahi oleh pemerintah Indonesia menghadapi persaingan tingkat ASEAN ini, terutama sektor pendidikan. Untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, dunia pendidikan harus membuat terobosan meningkatkan kualitas pendidikan, sehingga mampu mencetak tenaga-tenaga profesional. Profesionalisme tenaga pendidik merupakan keharusan yang perlu ditingkatkan. Kreativitas menjadi salah satu sarana mewujudkan sebagai sosok guru profesional. Karena itu, pelatihan pendidikan serta peningkatan penguasaan keilmuan dan teknologi bagi guru tetap harus terus dilakukan. Apalagi, di era globalisasi, tantangan pendidik menjadi tidak ringan. Setiap perubahan kurikulum selalu menjadi harapan besar bagi seluruh masyarakat Indonesia akan adanya perubahan dalam dunia pendidikan terutama untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kata Kunci: Kurikulum, Profesionalisme, MEA 2015 PENDAHULUAN Faktor utama pendidikan yang berkualitas terletak pada faktor guru, bukan semata ditentukan oleh kurikulumnya. Karena proses interaksi antara guru dan peserta akan menentukan efektif dan efisiennya tujuan pembelajaran. Sedangkan kurikulum adalah alat untuk menjalin hubungan yang bertujuan untuk menjadikan sistem pendidikan lebih sistematis dan dapat dikerjakan secara terstruktur dan merata. Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar. Kurikulum dipandang sebagai program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan dalam mencapai tujuan pendidikan. Apabila masyarakat dinamis, kebutuhan anak didik pun akan dinamis sehingga tidak tersaing dalam masyarakat, karena memang masyarakat berubah berdasarkan kebutuhan itu sendiri. Tak heran jika di Indonesia telah berganti kurikulum sebanyak tujuh kali, mulai 1968 sampai 2013 (Tempo, 2014). Berikut ini adalah ringkasan perubahan kurikulum yang ada di Indonesia. Kurikulum 1968 Sifat: perubahan dari program Pancawardhana (Kurikulum 1964) yang menitikberatkan pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keperigelan, dan jasmani. Sedangkan Kurikulum 1968 menitikberatkan pembinaan jiwa Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Pengganti kurikulum Orde Lama ini lebih

BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

  • Upload
    lamlien

  • View
    243

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 614 ] P a g e

BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU

PERUBAHAN KURIKULUM DAN PROFESIONALISME GURU DI ERA MEA 2014

Mintasih Indriayu, Dewi Kusumawardani, Harini & Jonet Ariyanto NugrohoFKIP UNS Surakarta

[email protected]

AbstrakMenghadapi persaingan pasar bebas ASEAN, kesiapan bukan lagi hal yang harusdipertanyakan karena siap tidak siap Indonesia harus menghadapi hal tersebut.Namun dalam realitasnya masih banyak berbagai sektor yang mesti dibenahioleh pemerintah Indonesia menghadapi persaingan tingkat ASEAN ini, terutamasektor pendidikan. Untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015,dunia pendidikan harus membuat terobosan meningkatkan kualitas pendidikan,sehingga mampu mencetak tenaga-tenaga profesional. Profesionalisme tenagapendidik merupakan keharusan yang perlu ditingkatkan. Kreativitas menjadisalah satu sarana mewujudkan sebagai sosok guru profesional. Karena itu,pelatihan pendidikan serta peningkatan penguasaan keilmuan dan teknologi bagiguru tetap harus terus dilakukan. Apalagi, di era globalisasi, tantangan pendidikmenjadi tidak ringan. Setiap perubahan kurikulum selalu menjadi harapan besarbagi seluruh masyarakat Indonesia akan adanya perubahan dalam duniapendidikan terutama untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kata Kunci: Kurikulum, Profesionalisme, MEA 2015

PENDAHULUAN

Faktor utama pendidikan yang berkualitas terletak pada faktor guru, bukan

semata ditentukan oleh kurikulumnya. Karena proses interaksi antara guru dan peserta

akan menentukan efektif dan efisiennya tujuan pembelajaran. Sedangkan kurikulum

adalah alat untuk menjalin hubungan yang bertujuan untuk menjadikan sistem

pendidikan lebih sistematis dan dapat dikerjakan secara terstruktur dan merata.

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas

belajar mengajar.

Kurikulum dipandang sebagai program pendidikan yang direncanakan dan

dilaksanakan dalam mencapai tujuan pendidikan. Apabila masyarakat dinamis,

kebutuhan anak didik pun akan dinamis sehingga tidak tersaing dalam masyarakat,

karena memang masyarakat berubah berdasarkan kebutuhan itu sendiri. Tak heran jika di

Indonesia telah berganti kurikulum sebanyak tujuh kali, mulai 1968 sampai 2013 (Tempo,

2014). Berikut ini adalah ringkasan perubahan kurikulum yang ada di Indonesia.

Kurikulum 1968

Sifat: perubahan dari program Pancawardhana (Kurikulum 1964) yang

menitikberatkan pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keperigelan, dan

jasmani. Sedangkan Kurikulum 1968 menitikberatkan pembinaan jiwa Pancasila,

pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Pengganti kurikulum Orde Lama ini lebih

Page 2: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Perubahan Kurikulum dan… (Mintasih Indriayu, Dewi Kusumawardani, Harini & Jonet Ariyanto Nugroho)

P a g e [ 615 ]

menekankan kelompok pembinaan Pancasila. Pelajaran inti: pelajaran ilmu hayat dam

ilmu alam, digabung menjadi ilmu pengetahuan alam (IPA)

Kurikulum 1975

Sifat: berorientasi pada tujuan. Tujuan pendidikan nasional, institusional,

kurikuler, instruksional umum, dan instruksional khusus. Perbedaan dengan kurikulum

sebelumnya adalah memberikan penilaian pada akhir semester atau akhir tahun saja.

Pelajaran inti: agama, pendidikan moral Pancasila, bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan

sosial (IPS), matematika, IPA, olahraga dan kesehatan, kesenian, serta keterampilan

khusus. Ciri Kurikulum 1975 adalah dimulainya penjurusan di SMA, yaitu IPA, IPS, dan

bahasa.

Kurikulum 1984

Sifat: berorientasi pada tujuan instruksional. Pelajaran inti: agama, pendidikan

moral Pancasila, pendidikan sejarah perjuangan bangsa, bahasa dan kesusasteraan

Indonesia, geografi Indonesia, geografi dunia, ekonomi, kimia, fisika, biologi, matematika,

bahasa Inggris, kesenian, keterampilan, pendidikan jasmani dan olahraga, serta sejarah

dunia dan nasional. Alasan pergantian kurikulum kali ini adalah memenuhi tuntutan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan masyarakat. Selain itu, pendekatan berpusat

pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). Tujuan pengadaan program studi

baru (seperti di SMA) adalah memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.

Perubahan penjurusan dengan istilah program A dan B mulai SMA.

Program A: A1 adalah fisika. A2 untuk pelajaran biologi. A3 untuk pelajaran

ekonomi. A4 lebih penekanan bahasa dan budaya. Program B: Lebih menekankan

keterampilan kejuruan.

Kurikulum 1994

Sifat: diterapkannya sistem caturwulan dan bersifat populis. Dengan sifat populis,

masing-masing daerah dapat mengembangkan pelajarannya sendiri yang disesuaikan

dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat. Sedangkan dalam tataran jawaban dari

murid, guru memberikan soal yang jawabannya dimungkinkan lebih dari satu jawaban.

Kurikulum 2004

Sifat: sentralis pendidikan. Bersifat sentralis karena kurikulum ini disusun oleh

tim pusat. Kurikulum 2004 lebih dikenal dengan Kurikulum Penguasaan Materi Hasil dan

Kompetensi (KBK). KBK tidak mempersoalkan proses belajar, tapi mementingkan peserta

didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Jumlah jam pelajaran 32-40 jam per

minggu, tapi jumlah mata pelajaran belum bisa dikurangi. Sedangkan Kurikulum 2004

harus mencakup muatan lokal; kegiatan pengembangan diri; pengaturan beban belajar;

kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan; pendidikan kecakapan hidup; serta

pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.

Kurikulum 2006

Sifat: desentralisme pendidikan. Pada kurikulum ini, guru daerah dapat

mengembangkan kerangka dasar yang disusun oleh tim pusat. Tujuan utama Kurikulum

Page 3: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 616 ] P a g e

2006 adalah agar peserta didik berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, serta

kepentingan peserta didik dan lingkungannya.

Kurikulum 2013

Sifat: pendidikan berbasis karakter. Kurikulum 2013 mengutamakan pemahaman,

keterampilan, dan siswa dituntut memahami materi, aktif berdiskusi dan presentasi,

serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi. Dalam Kurikulum 2013 terdapat mata

pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan sesuai dengan keinginan peserta didik.

Walaupun sudah berganti-ganti kurikulum, namun peringkat kualitas pendidikan

Indonesia di mata dunia masih rendah. Berdasarkan data The Learning Curve Pearson

2014, sebuah lembaga pemeringkatan pendidikan dunia, memaparkan bahwa Indonesia

menempati posisi ke-40 dengan indeks ranking dan nilai secara keseluruhan yakni minus

1,84. Posisi Indonesia ini menjadikan yang terburuk di mana Meksiko, Brasil, Argentina,

Kolombia, dan Thailand, menjadi lima negara dengan ranking terbawah yang berada di

atas Indonesia. Pendidikan merupakan aspek penting yang bisa menghasilkan SDM yang

berkualitas dan berdaya saing tinggi. Saat ini Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indonesia berada pada peringkat ke-121 dari 187 negara. Kita berada jauh di bawah

negara-negara tetangga seperti Singapura (peringkat 18), Malaysia (peringkat 64),

Thailand (peringkat 103), dan Filipina (peringkat 114). Oleh sebab itu peningkatan

kualitas SDM untuk bersaing dalam menghadapi MEA harus dimulai dari proses

pendidikan. Kemampuan pengetahuan masyarakat Indonesia masih tergolong rendah

dibanding Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand

Kemajuan suatu negara ditentukan oleh bagaimana pendidikan tersebut

dilaksanakan. Pada pendidikan tingkat dasar dan menengah guru sebagai komponen

penting dalam pendidikan yang berperan sebagai pengajar dan pendidik bagi siswa. Oleh

sebab itu, seorang guru mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mencapai

kemajuan pendidikan bangsa. Guru dengan profesionalitas tinggi dan mau berdedikasi

terhadap pendidikan, maka akan menghasilkan pendidikan yang berkualitas dan

mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas juga.

Peningkatan kualitas pendidikan salah satunya dicapai melalui peningkatan

profesionalisme pendidik yang dibuktikan dengan sertifikasi. Profesionalisme guru tidak

sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen namun lebih merupakan sikap dan

pengembangan profesionalisme pada keterampilan yang tinggi dengan tingkah laku

sesuai dengan yang disyaratkan. Guru profesional hendaknya menjadi guru yang

memiliki kemampuan dan keterampilan yang dapat menciptakan hasil pembelajaran

secara optimal. Selanjutnya memiliki kepekaan dalam membaca tanda-tanda zaman,

serta memiliki wawasan intelektual dan berpikiran maju, tidak pernah merasa puas

dengan ilmu yang ada pada dirinya. Menurut Isjoni (2006) bahwa guru masa depan yang

dapat meningkatkan kualitas pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Planner, artinya guru memiliki program kerja pribadi yang jelas. Program kerja

tersebut tidak hanya berupa program rutin, akan tetapi guru harus merencanakan

Page 4: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Perubahan Kurikulum dan… (Mintasih Indriayu, Dewi Kusumawardani, Harini & Jonet Ariyanto Nugroho)

P a g e [ 617 ]

bagaimana setiap pembelajaran yang dilakukan berhasil maksimal dan tentunya apa

dan bagaimana rencana yang dilakukan dan sudah terprogram secara baik

2. Innovator, artinya memiliki kemauan untuk melakukan pembaharuan yang

berkenaan dengan pola pembelajaran termasuk di dalamnya metode mengajar,

media pembelajaran, sistem dan alat evaluasi. Secara individu maupun bersama-

sama mampu untuk mengubah pola lama, yang selama ini tidak memberikan hasil

maksimal. Dengan mengubah pola baru pembelajaran, maka akan berdampak kepada

hasil yang lebih maksimal

3. Motivator, artinya guru mampu memiliki motivasi untuk terus belajar dan belajar dan

tentunya juga akan memberikan motivasi kepada anak didiknya untuk belajar dan

terus belajar

4. Capable, artinya guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan, dan

keterampilan dan sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelola

proses pembelajaran secara efektif

5. Developer, artinya guru mau untuk terus mengembangkan dan menularkan

kemampuan dan keterampilan kepada anak didiknya dan untuk semua orang.

Guru juga menjadi salah satu faktor menentukan dalam konteks meningkatkan

mutu pendidikan dan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas karena guru

adalah garda terdepan yang berhadapan langsung dan berinteraksi dengan siswa dalam

proses belajar mengajar. Mutu pendidikan yang baik dapat dicapai dengan guru yang

profesional dengan segala kompetensi yang dimiliki. Selain itu juga rasa tanggung jawab

menunjukkan professional dalam melakukan sesuatu. Seorang guru yang mengajar harus

merasa bertanggung jawab atas materi yang disampaikannya kepada siswa sesuai

dengan kurikulum, tepat waktu masuk dan keluar kelas, meningkatkan kompetensi,

kecakapan, keterampilan siswa dan menilai hasil belajar siswanya. Sehingga seorang

guru perlu kesiapan sebelum dan sewaktu masuk kelas dengan pengetahuan,

ketrampilan yang akan diajarkannya. Tanggung jawab di sini bukanlah hanya memberi

materi saja, akan tetapi bertanggungjawab mengkodisikan belajar yang mudah dipahami

siswa dengan Susana yang harmonis, tenang dan menyenangkan. Untuk itu seperti yang

diungkapkan oleh Gagne dan Briggs (1979) yang dikutip oleh Martinis Yamin (2006),

bahwa seorang guru sebaiknya:

1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa

2. Menjelaskan indicator/tujuan instruksional yang harus dicapai

3. Mengingatkan kompetensi prasyarat

4. Memberikan stimulus dari suatu masalah, topik atau konsep materi

5. Memberikan petunjuk belajar yang mudah dipahami

6. Memunculkan penampilan, kompetensi dan keterampilan siswa

7. Memberikan umpan balik

8. Menyimpulkan materi yang telah disampaikan kepada siswa.

Ada beberapa aspek yang menentukan keberhasilan guru dalam proses belajar

mengajar, menurut Lukmanul Hakim “Tiga aspek yang mempengaruhi keberhasilan guru

Page 5: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 618 ] P a g e

dalam proses belajar mengajar yaitu: kepribadian, pandangan terhadap anak didik dan

latar belakang guru”. (Hakim, 2010: 91), yaitu:

1. Kepribadian

Hal ini akan mempengaruhi pola kepemimpinan yang guru perlihatkan ketika

melaksanakan tugas di dalam kelas.

2. Pandangan terhadap anak didik

Proses belajar dari guru yang memandang anak didik sebagai mahluk individual

dengan yang memiliki pandangan anak didik sebagai mahluk sosial akan berbeda.

Karena prosesnya berbeda, hasil proses belajarnya pun akan berbeda.

3. Latar belakang guru

Guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah

menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, karena ia sudah dibekali dengan

seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya. Tingkat kesulitan yang

ditemukan guru semakin berkurang pada aspek tertentu seiring dengan

bertambahnya pengalamannya.

Oleh sebab itu guru professional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan

tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode

pembelajaran. Keahlian yang dimiliki oleh guru profesional adalah keahlian yang

diperoleh melalui suatu proses pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan secara

khusus. Keahlian tersebut mendapat pengakuan formal yang dinyatakan dalam bentuk

sertifikasi, akreditasi, dan lisensi dari pihak yang berwenang (dalam hal ini pemerintah

dan organisasi profesi). Profesionalisme guru juga akan menentukan peran pendidikan

secara strategis dalam kemitraan global serta dapat memutus lingkaran setan dalam

pengentasan kemiskinan.

Pada tingkat pendidikan tinggi seorang dosen juga merupakan tenaga profesional

yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil

pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan

pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidikan pada perguruan tinggi.

Ketentuan ini mencakup tipe macam kegiatan yang harus dilaksanakan oleh dosen yaitu

pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Tiga macam kegiatan tersebut

secara hirarki melambangkan tiga upaya berjenjang dan meluas gerakannya (Riva. 2009).

Untuk itu dosen mempunyai peran yang multi fungsi, yaitu sebagai fasilitator, motivator,

informator, komunikator, transformator, inovator, konselor, evaluator dan administrator,

(Syamsudin, 2003 dalam Akhmad Sudrajat, 2008).

Para guru di era MEA 2015, mau tidak mau harus siap bersaing dengan tenaga

pengajar dari luar Indonesia. Karena melalui pasar bebas, tenaga kerja dari luar akan

bebas mencari tempat kerja antar lintas negara, termasuk menjadi pengajar di Indonesia.

Oleh karena itu, guru di Indonesia harus mempersiapkan diri dengan meningkatkan

kualitasnya sebagai pendidik yang profesional agar siap menghadapi persaingan di

antara negara-negara Asia Tenggara. Indonesia sebagai negara yang hampir sepertiga

penduduknya berusia di bawah 15 tahun, sudah seharusnya melakukan investasi yang

Page 6: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Perubahan Kurikulum dan… (Mintasih Indriayu, Dewi Kusumawardani, Harini & Jonet Ariyanto Nugroho)

P a g e [ 619 ]

lebih dan memberdayakan sumber daya generasi muda guna mempertahankan

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial masa depan.

Salah satu bentuk investasi yang dapat dilakukan adalah dengan membekali

generasi muda dengan pendidikan berkualitas tinggi yang relevan. Sumber daya manusia

yang berpendidikan serta memiliki keahlian yang memadai merupakan hal krusial untuk

ekonomi berbasis inovasi. Ditambah lagi, dalam waktu dekat Indonesia akan memasuki

zona persaingan bebas, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Oleh sebab itu sistem

pendidikan yang tepat dan berkualitas dapat menjadikan generasi muda Indonesia siap

menghadapi segala bentuk persaingan global, seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

MEA 2015 merupakan suatu konsep pembentukan pasar tunggal yang bertujuan

mewujudkan suatu area perekonomian yang kompetitif, suatu kawasan dengan

pembangunan ekonomi yang mampu terintegrasi secara penuh dengan perekonomian

global. Hal ini berarti membuka peluang sekaligus tantangan bagi tenaga kerja Indonesia

yang terdidik untuk berkesempatan bekerja di negara-negara anggota ASEAN.

Sebenarnya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) tidak hanya berbicara mengenai

persaingan di bidang ekonomi, melainkan di bidang pendidikan sebagai sektor yang akan

memproduksi Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal. Pendidikan memainkan peran

penting dan menjadi program prioritas di sepuluh negara anggota ASEAN. Pemimpin

ASEAN pada tahun 2003 telah sepakat untuk membentuk ASEAN Community pada tahun

2015 yang akan didukung oleh tiga pilar, yaitu pilar politik dan keamanan, pilar

ekonomi dan pilar sosial budaya, sebagaimana ditetapkan dalam ASEAN Vision 2020.

ASEAN bertekad untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan untuk kepentingan

generasi sekarang melalui kerjasama yang lebih erat di bidang pendidikan.

Pendidikan merupakan inti dari proses pembangunan ASEAN, menciptakan

masyarakat berbasis pengetahuan sehingga dapat berkontribusi terhadap peningkatan

daya saing ASEAN dalam membangun kehidupan masyarakat yang produktif dan kohesif.

Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu kerjasama yang erat, melengkapi kualitas

pengajaran, pembelajaran dan penelitian kelas dunia. Semua ini menuntut sistem

pendidikan dan pelatihan yang responsif terhadap tuntutan warga dan ekonomi.

Keikutsertaan Indonesia dalam program perdagangan di ASEAN dengan tujuan yang

luhur untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia, namun harus dibarengi

dengan upaya kerja keras untuk perbaikan dan peningkatan kemampuan Pengetahuan

(Knowledge), keterampilan (Skill) dan tata laku (attitude) secara personil maupun

kelembagaan secara simultan, terintegrasi dan konsisten, pada semua tingkatan, dari

semua.

DISKUSI

Di Indonesia, kurikulum disusun dan berlaku secara Nasional untuk semua

sekolah pada jenjang yang sama. Ini dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita Nasional

Bangsa Indonesia. Setiap kurikulum selalu berisikan sesuatu yang dicita-citakan dalam

bidang pendidikan artinya hasil belajar yang diinginkan agar dimiliki oleh anak didik.

Page 7: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 620 ] P a g e

Untuk mewujudkan cita-cita yang terdapat dalam kurikulum, para gurulah yang

memegang peranan sentral dalam pelaksanaan kurikulum tersebut. Antara kurikulum

dan tenaga pendidik akan saling berhubungan satu sama lain. Kurikulum tentunya

merupakan awal atau rancangan bagaimana pendidikan nantinya akan dijalankan.

Kesesuaian kurikulum dalam instansi pendidikan akan mempermudah seorang guru

dalam menentukan model dan metode mengajarnya serta mempermudah dalam

menyiapkan dan menyampaikan materi pembelajaran nantinya. Dengan adanya

kesesuaian kurikulum, model dan metode mengajar yang disesuaikan oleh guru

diharapkan kualitas pendidikan juga akan meningkat. Hal ini mungkin terjadi karena

sejak dari awal telah ditetapkan bagaimana rancangan pendidikan nantinya dijalankan

dengan perencanaan kurikulum yang baik dan relevan. Seorang guru merupakan salah

satu komponen pendidikan yang berperan dalam kegiatan belajar mengajar. Guru yang

profesional adalah guru yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang

keguruan sehingga mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan

kemampuan maksimal. Untuk itu sebagai tenaga yang profesional yang bertugas

merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan bimbingan dan

pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dan

sekaligus digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pada

berbagai jenis dan tingkat sekolah. Kurikulum haruslah dinamis dan terus berkembang

untuk menyesuaikan berbagai perkembangan yang terjadi pada masyarakat dunia dan

haruslah menetapkan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Kurikulum adalah

seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan pengajaran serta cara

penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

belajar mengajar di perguruan tinggi. Jadi kurikulum menjadi inti dalam menggapai

kompetensi lulusan.

Di era MEA, kurikulum sebaiknya tidak lagi berorientasi pada kurikulum

perguruan tinggi sendiri, melainkan harus dibuat dengan melihat lingkup ASEAN. Karena

lulusan Indonesia tidak hanya akan bersaing dengan lulusan dari Indonesia, melainkan

dengan lulusan di tingkat regional ASEAN. Untuk itu, standar pendidikan perguruan

tinggi di Indonesia harus mampu bersaing di tingkat regional. Persaingan bukan lagi

hanya di kancah nasional, tapi juga regional dan internasional. Memang sebagai bagian

dari masyarakat global tentu Indonesia harus siap berkompetisi di bidang pendidikan.

Lebih-lebih kita sudah terikat dengan berbagai kesepakatan-kesepakatan global.

Harapan ke depan bahwa Indonesia mampu menghasilkan tenaga kerja yang

terampil dan memiliki kompetensi pada bidang. Kompetensi merupakan akumulasi

kemampuan seseorang dalam melakukan suatu deskripsi kerja secara terukur melalui

asesmen yang terukur, mencakup aspek kemandirian dan tanggung jawab individu pada

bidang kerjanya. Kompetensi ini menciptakan profesional dan skills labors terlebih

memasuki persaingan kompetitif saat Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) digulirkan

mulai tahun 2015

Page 8: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Perubahan Kurikulum dan… (Mintasih Indriayu, Dewi Kusumawardani, Harini & Jonet Ariyanto Nugroho)

P a g e [ 621 ]

SIMPULAN

Profesionalisme guru. UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah

memberikan landasan kuantitatif bagi peningkatan mutu guru, yaitu kualifikasi

akademik, sertifikat pendidik, dan empat kompetensi: pedagogis, profesional, sosial, dan

kepribadian. Kompetensi pedagogis adalah kemampuan mengelola pembelajaran dengan

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya. Peningkatan profesionalisme guru seyogyanya ditandai

berbagai aktivitas pembaruan metode dan kinerja guru.

Kurikulum merupakan alat mencapai suatu tujuan dan membutuhkan keandalan

penggunanya. Dalam perspektif kepentingan bangsa dan negara, kurikulum ini akan

berfungsi dan berperan baik jika para pelaku dan pemerhati punya kejelasan tujuan dan

visi bersama, peta jalan yang benar, serta keandalan dalam pemanfaatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Lukmanul (2010) Perencanaan Pembelajaran, Bandung: CV Wacana Prima

Isjoni (2006) Gurukah Yang Dipersalahkan? Menakar Posisi Guru Di tengah DuniaPendidikan Kita. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riva, Dede M (2009) Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru http://beta.pikiran-rakyat.com. Diunduh tanggal 15 Februari

Sudrajat, Akhmad (2008). Artikel. Peran Guru Dalam Pendidikan. http://www.Akhmadsudrajat.wordpress.com/ Blog Pendidikan 6 Maret 2014

Tempo (2014) Sejak Orde Baru, Indonesia 7 Kali Ganti Kurikulum. Selasa, 19 Agustus 2014

Yamin, Martinis (2006). Sertifikasi Profesi Keguruan Di Indonesia. Jakarta: Gaung PersadaPress

Page 9: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 622 ] P a g e

PERSPEKTIF PENDIDIK EKONOMI DALAM KURIKULUM 2013 DAN ERA MEA

Ady SoejotoFakultas Ekonomi UNESA

[email protected]

AbstrakPendidik ekonomi sebagai key’s person merupakan input instrumental dalammentransformasi input menjadi outcome pendidikan. Dalam menghadapikurikulum 2013 dan MEA maka perlu diterapkannya indikator perspektif bagipendidik ekonomi yaitu memiliki dan mengembangkan kompetensi sikap,pengetahuan, dan keterampilan peserta didik dalam disiplin ilmu ekonomi;menguasai ilmu ekonomi dalam spektrum mendalam dan luas; mendiagnosismateri pembelajaran ekonomi; mendiagnosis penilaian pembelajaran;menggunakan kolaborasi model pembelajaran; menguasai dan menggunakanteknologi informasi; dan memiliki dinamika kehidupan.

Kata Kunci: Pendidik Ekonomi, indikator perspektif

PENDAHULUAN

Pendidik merupakan instrumental input yang memainkan peranan penting dalam

pelaksanaan proses transformasi input menjadi outcome pendidikan. Dalam proses

transformasi pendidikan, pendidik merupakan key’s person yang terutama perlu

diperhitungkan dalam dunia industri pendidikan.

Pendidik dapat bertindak aktif dan pasif dalam proses transformasi pendidikan

tergantung model pembelajaran yang dipergunakannya. Aktif, ketika pendidik

menjelaskan dan menanyakan pada siswa. Aktif, jikalau pendidik tidak memberi

kesempatan berinteraksi antar peserta didik dan peserta didik nasibnya tergantung pada

pola yang dianut pendidik di kelas. Pasif, dalam arti menumbuhkan respons dan

kreativitas peserta didik dalam proses transformasi pendidikan. Pendidik bertindak

sebagai inisiator, fasilitator dan motivator dalam proses transformasi pendidikan.

Proses transformasi input menjadi outcome pendidikan yang berlangsung pada

tingkat satuan pendidikan bersifat otonom. Walaupun otonom, satuan pendidikan

diselimuti oleh banyak faktor baik faktor makro maupun mikro sehingga mempengaruhi

bekerjanya proses transformasi. Dan salah satu elemen yang perlu diperhitungkan adalah

urgensi pendidik ekonomi yang kapabel.

PEMBAHASAN

Faktor yang mempengaruhi

Dalam proses transformasi pendidikan ada beberapa faktor yang mempengaruhi

di antaranya kebijakan pemerintah, sekolah, keluarga dan proses. Kebijakan pemerintah

merupakan dasar pijakan bagi berlangsungnya pendidikan dari pendidikan pra sekolah,

pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi. Pemerintah memberikan

dukungan dalam bentuk software dan hardware. Software pendidikan seperti peraturan

pendidikan, kurikulum, sertifikasi pendidik, sertifikasi sekolah. Dan hardware pendidikan

Page 10: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Perspektif Pendidik Ekonomi… (Ady Soejoto )

P a g e [ 623 ]

seperti gaji dan tunjangan profesi, pengeluaran pendidikan untuk membangun

infrastruktur pendidikan, pengembangan sarana belajar, subsidi baik untuk sekolah

maupun untuk anak didik.

Di samping kebijakan pemerintah, faktor sekolah sebagai satuan pendidikan juga

mempengaruhi proses transformasi pendidikan. Sekolah merupakan pabrik dunia

industri pendidikan. Faktor yang perlu dipertimbangkan dan mungkin terjadi

berhubungan dengan prospektif peserta didik, kepemimpinan yang efektif, administrasi

dan organisasi sekolah, organisasi kurikulum, otonomi sekolah, insentif dan reward,

disiplin, sikap positif pendidik, dan tenaga pendidik yang kapabel.

Keluarga dan masyarakat memiliki kontribusi keberhasilan proses transformasi

pendidikan. Struktur sosial ekonomi, struktur keluarga dan sumber baik material dan

non material dari keluarga juga ikut mempengaruhi. Struktur sosial ekonomi masyarakat

heterogen dari kalangan pendapatan tinggi, menengah dan rendah bahkan berada di

bawah garis kemiskinan. Karena itu dukungan material untuk biaya pendidikan anak

didik tidak akan sama. Perbedaan itu akan didukung oleh status anak didik dalam suatu

keluarga, seperti harapan orang tua, gender, urutan anak, status orang tua, lingkungan

keluarga dalam arti luas mungkin akan mempengaruhi proses transformasi pendidikan.

Proses pembelajaran, merupakan proses belajar yang berlangsung di kelas dan di

luar kelas secara langsung menentukan outcome pendidikan. Proses pembelajaran

merupakan proses alih pengetahuan, sikap dan keterampilan dari sumber belajar kepada

anak didik. Sumber belajar dalam proses pembelajaran di antaranya pendidik, media

informasi, buku referensi, buku ajar, laboratorium, perpustakaan, pusat dokumentasi,

institusi terkait dengan pendidikan, dan bahkan lingkungan. Ada dua komponen dalam

proses pembelajaran yaitu pembelajaran efektif dan penilaian efektif. Proses

pembelajaran merupakan kegiatan pembelajaran pendidik dan pembelajar dalam suatu

satuan pendidikan, meliputi kegiatan mendiagnosis materi, waktu pembelajaran materi,

lamanya pembelajaran, jumlah waktu yang disediakan, strategi pembelajaran, pekerjaan

rumah, penilaian efektif meliputi teratur, kontinyu dan diagnose.

Indikator perspektif pendidik ekonomi

Untuk mencapai pembelajaran efektif, pendidik ekonomi memainkan peranan

penting sebagai salah satu sumber belajar yang diharapkan oleh anak didik. Pendidik

ekonomi bukanlah satu-satunya sumber belajar. Sumber belajar lainnya adalah buku

referensi, buku ajar pegangan siswa, media informasi, perpustakaan, laboratorium, dan

pusat dokumentasi serta institusi terkait di mana terdapat sumber belajar.

Pendidik ekonomi yang dapat menjalankan fungsinya dalam mengelola

pembelajaran ekonomi tentunya merupakan pendidik ekonomi yang kapabel. Ada

beberapa indikator perspektif bagi pendidik ekonomi untuk melaksanakan kurikulum

2013, di antaranya:

1. Memiliki dan mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan

kompetensi keterampilan peserta didik dalam disiplin ilmu ekonomi.

Page 11: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 624 ] P a g e

2. Menguasai ilmu ekonomi dalam spektrum mendalam dan luas.

Penguasaan ilmu ekonomi dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Fokus

pembahasan pada ekonomi deskriptif, teori dan terapan. Wawasan kajian pada

ekonomi nasional, regional, internasional serta mengangkat masalah ekonomi lokal.

3. Mendiagnosis materi pembelajaran ekonomi.

Melakukan diagnose materi pebelajaran ekonomi amatlah penting. Melalui diagnose

materi pembelajaran pendidik dapat memaparkan fakta dan data ekonomi,

menentukan konsep apa saja yang akan diajarkan pendidik pada anak didik serta

teori ekonomi. Konsep merupakan variabel mediator antara faktadan teori.

Berangkat dari konsep dikembangkan teori yang mendasarinya sesuai dengan

substansi keilmuan.Untuk itu pendidik ekonomi bertindak sebagai insan yang

produktif, inovatif, kreatif dan afektif melalui penguatansikap, keterampilan, dan

pengetahuan yang terintegrasi.

4. Mendiagnosis penilaian pembelajaran.

Kegiatan mendiagnosis penilaian pembelajaran tidak dipisahkan dengan

pembelajaran yang telah berlangsung. Pembelajaran yang dilakukan secara teratur

dan kontinyu mengandung konotasi sesuaikah dengan tingkat penguasaan siswa.

Setiap item penilaian yang diagnose oleh pendidik hendaknya berkorelasi secara

signifikan dengan diagnose materi pelajaran. Proses penilaian melekat pada setiap

materi yang dirancang oleh pendidik di kelas. Untuk mengetahui tingkat pemahaman

peserta didik sebaiknya penilaian diberikan pada setiap satuan pembahasan

hubungan antara beberapa konsep dengan berkiblat pada teori. Seperangkat

penilaian sebaiknya disusun oleh pendidik ekonomi sesuai kondisi kelas berdasarkan

diagnose materi secara signifikan. Penilaian yang dilakukan bukan hanya bersumber

dari tes tetapi juga dari tugas yang diberikan oleh pendidik. Berilah kesempatan

untuk peserta didik membuat dan merangkai narasi atas tugas yang diberikan dalam

bentuk ringkasan, laporan kegiatan dan solusi atas problem yang diberikan pendidik

pada anak didik. Penilaian yang dilakukan tidak terlepas dari penerapan model

pembelajaran yang dipergunakan dalam kurikulum 2013 yaitu inquiry based

learning, discovery learning, project based learning dan problem based learning.

5. Menggunakan Kolaborasi Model Pembelajaran.

Selain model inquiry based learning, discovery learning, project based learning dan

problem based learning, digunakan juga model yang lain seperti Model Pembelajaran

Langsung (MPL), Model Pembelajaran Kontekstual, dan Model Pembelajaran

Kooperatif. Kolaborasi model diperlukan sesuai dengan substansi materi ilmu

ekonomi.

6. Menguasai dan menggunakan teknologi informasi.

Penguasaan dan penggunaan teknologi informasi amatlah penting bagi pendidik

ekonomi. Melalui teknologi informasi, penampakan gejala/fakta/data ekonomi mudah

diperoleh sebagai sumber informasi dari mana saja dan kapan saja.Informasi yang

diperoleh tidak hanya berupa gejala/fakta/data tetapi juga konsep, dan teori.

Page 12: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Perspektif Pendidik Ekonomi… (Ady Soejoto )

P a g e [ 625 ]

Penggunaan dan penguasaan teknologi informasi berkaitan erat dengan ciri

paradigma belajar abad 21 yaitu informasi, komputasi, otomasi dan komunikasi.

7. Memiliki dinamika kehidupan.

Kehidupan bersifat dinamis sepanjang masa. Kehidupan ditandai oleh kebutuhan

hidup yang beraneka ragam jenisnya dan kompleks serta luas, bahkan melampaui

batas daerah dan negara. Kebutuhan akan kebendaan baik bersifat konsumtif dan

produktif menjadi tujuan utama bagi pembangunan nasional. Bukankah

pembangunan nasional itu merupakan pembangunan manusia seutuhnya dengan

harapan dapat meningkatkan kebutuhan manusia terutama kebutuhan yang

berhubungan dengan konsumsi, distribusi dan produksi. Kebutuhan ekonomi

bukanlah satu-satunya kebutuhan, kebutuhan lain juga harus terpenuhi seperti

kebutuhan ideologi, politik, sosial, budaya dan agama. Antara bermacam kebutuhan

itu saling berkorelasi, saling tergantung satu sama lain.

SIMPULAN

Membahas ekonomi juga sedikit banyak berhubungan dengan bidang ilmu lainnya

seperti status sosial, keresahan sosial, stabilitas politik, tingkat laku, kerukunan umat,

kebebasan dalam beribadat, serta perspektif penduduk suatu bangsa, dan lainnya.

Dengan demikian manusia dapat bertindak sebagai insan ekonomi, politik, sosial, budaya

dan agama. Karenanya kehidupan itu bersifat dinamis dan untuk itu pendidik ekonomi

harus memiliki dinamika kehidupan yang bersifat multidisiplin atau interdisiplin.

Beberapa indikator yang harus dimiliki pendidik ekonomi kapabel, di antaranya:

(1) memiliki dan mengembangkan kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan

terintegrasi, (2) menguasai ilmu ekonomi, (2) mendiagnosis materi pembelajaran, (3)

mendiagnosis penilaian pembelajaran, (4) menggunakan kolaborasi model pembelajaran;

(5) menguasai dan menggunakan teknologi informasi dan (6) memiliki dinamika

kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Amri, Sofan. 2013. Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013.Jakarta: PT Prestasi Pustakarya

Bowles, S., and Levin, H.M. 1968. The Determinants of scholastic Achievement: AnAppraisal of Some Recent Finding. Journal of Human Resources 3 (Winter): 3-24.

Buchmann, Claudia; Emily Hannum. 2001. Education and Stratification in DevelopingCountries: A Review of Theories and Research. Sosiol (27); 77-102.

Brown, Douglas. 2000. Principles of Language Learning and Teaching, Fourth Edition. NewYork: Addison Wesley Longman, Inc.

Cohn. 1979. The Economic of Education. Bellinger Publishing Company. USA.

Page 13: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 626 ] P a g e

PERUBAHAN MINDSET DAN KESIAPAN GURU SEKOLAH DASAR

DALAM PERSAINGAN PENDIDIKAN DI ERA MEA

Andi PrastowoFakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

[email protected]

AbstrakGuru menjadi figur sentral dalam peningkatan mutu pendidikan suatu bangsa.Fakta bahwa mutu pendidikan, termasuk untuk jenjang sekolah dasar, diIndonesia masih rendah menunjukkan bahwa mayoritas guru mutunya masihmemprihatinkan. Padahal pendidikan pada jenjang sekolah dasar sangat pentingperanannya dalam keberhasilan belajar di jenjang berikutnya. Kondisi tersebutakan semakin diperparah saat MEA diterapkan. Tantangan pendidikan nasionalbertambah. Karena pada era MEA salah satu tantangannya adalah arus bebastenaga kerja terampil lintas negara ASEAN. Jika sumber daya guru di Indonesiamasih diliputi berbagai kelemahan baik pada aspek kompetensi, kualifikasi,produktivitas, dan kesejahteraan, maka mereka dapat tersisih dalam persainganregional maupun global. Untuk itu, upaya pengembangan profesionalisme gurusekolah dasar harus menyentuh sampai aspek yang paling fundamental dalamperubahan kompetensi mereka, yaitu mindset. Karena mindset merupakanpenentu perubahan perilaku dan sikap seseorang. Untuk itu, mindset guru harusberubah dari passenger menjadi good driver agar dapat memenangkanpersaingan di era MEA.

Kata Kunci: guru, sekolah dasar, MEA, mindset, good driver

PENDAHULUAN

Guru merupakan figur sentral dalam peningkatan mutu pendidikan suatu bangsa.

Karena, guru menjadi garda terdepan dalam proses pembelajaran. Guru juga merupakan

pemimpin di kelas. Oleh karenanya, berhasil dan tidaknya suatu proses pembelajaran

sangat ditentukan oleh kualitas guru dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut. Hal

tersebut senada dengan ungkapan Anies Baswedan, “Guru adalah ujung tombak proses

pendidikan. Tanpa guru, tidak mungkin bangsa Indonesia bisa membuat konversi tingkat

melek huruf dari 5% menjadi 92%. Tanpa guru, tidak mungkin program pendirian

sekolah dan universitas dapat berhasil. Tanpa guru, tidak mungkin muncul generasi

berkualitas” (Chatib, 2014: xiv). Begitu pula penjelasan Zamroni (2011: 99), “Pendidikan

yang berkualitas hanya muncul apabila terdapat guru yang berkualitas. Oleh karena itu

keberadaan guru berkualitas, profesional dan sejahtera merupakan kondisi yang tidak

ditawar lagi”. Studi-studi internasional termutakhir juga menunjukkan bahwa komponen

yang paling berpengaruh pada sekolah yang efektif adalah setiap guru di dalam sekolah

tersebut (Marzano, 2013: 1). Semua fakta dan pendapat tersebut semakin menegaskan

bahwa untuk memperbaiki mutu pendidikan di sekolah maka memprioritaskan

perbaikan mutu guru menjadi suatu keniscayaan.

Jika mencermati perkembangan mutu pendidikan pada jenjang pendidikan dasar

dan menengah di Indonesia pada satu dekade terakhir, mutu sekolah dan madrasah pada

Page 14: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Perubahan Mindset dan… (Andi Prastowo)

P a g e [ 627 ]

kenyataannya masih jauh dari harapan. Mutunya masih tertinggal dari negara-negara

tetangga di ASEAN, seperti Malaysia dan Singapura. Termasuk di dalamnya, yaitu mutu

pendidikan sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyahnya. Sebagaimana data yang

diungkapkan oleh E. Mulyasa (2013:60) dari berapa lembaga survei internasional sebagai

berikut: pertama, hasil survei TIMS yang dilakukan oleh Global Institute pada tahun 2007

menunjukkan hanya 5% peserta didik Indonesia yang mampu mengerjakan soal

penalaran tinggi; padahal Korea dapat mencapai 71%. Sebaliknya, 78% peserta didik

Indonesia mampu mengerjakan soal hafalan berkategori rendah sementara peserta didik

Korea hanya 10%. Kedua, hasil studi PISA tahun 2009 menempatkan Indonesia pada

peringkat bawah 10 besar dari 65 negara peserta PISA. Dalam penelitian itu diungkapkan

bahwa semua peserta didik Indonesia ternyata hanya menguasai pelajaran sampai level 3

saja, sementara peserta didik dari banyak negara yang lain dapat menguasai pelajaran

sampai level 5 bahkan 6. Dari kedua survei itu lalu disimpulkan bahwa prestasi peserta

didik Indonesia tertinggal dan terbelakang.

Hal tersebut juga diperkuat dengan dua indikasi di lapangan sebagai berikut (Ali,

2009: 252-259): pertama, masih rendahnya kualitas hasil belajar yang ditandai oleh

standar kelulusan yang ditetapkan, yaitu 4,25 dari skala 10 dan 4,50 pada tahun 2008.

Seorang siswa dinyatakan lulus meskipun hanya mampu menyerap mata pelajaran

sebesar 4,25%, Dengan standar kelulusan yang rendah pun masih banyak siswa yang

tidak lulus pada Ujian Nasional 2007. Nilai kelulusan Ujian Nasional ini ternyata masih di

bawah negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Kondisi ini menunjukkan peserta

didik kurang dapat bersaing dengan negara-negara tetangga. Walaupun angka kelulusan

ujian nasional setiap tahun mengalami kenaikan, tetapi masih di bawah negara-negara

Asia lain yang telah mematok angka di atas enam. Indikasi kedua yakni angka

ketidaklulusan ujian nasional (UN) tahun 2004/2005 lebih tinggi bila dibandingkan

dengan tahun 2003/2004. Namun, bila dilihat dari nilai rata-rata yang dicapai terdapat

peningkatan yang cukup berarti yakni dari 5,55 tahun 2003/2004 menjadi 6,76 pada

tahun 2004/2005. Angka mengulang kelas pada SD kelas awal juga cukup tinggi, yaitu I

7,92%. Kondisi ini menunjukkan bahwa kesiapan memasuki SD masih rendah. Dilihat

kecenderungan angka mengulang kelas menurut tingkat, makin tinggi tingkat kelas

makin rendah angka mengulang kelas di I SD. Walaupun menunjukkan kecenderungan

yang makin menurun setiap tiga tahun terakhir ini sekitar 700.000 siswa SD/Ml putus

sekolah setiap tahun.

Berdasarkan sejumlah fakta tersebut, perbaikan mutu pendidikan di sekolah dasar

dan madrasah ibtidaiyah menjadi sesuatu hal yang krusial dan sangat urgen. Hal tersebut

semakin diperkuat dengan urgensi pendidikan di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah

bagi tumbuh kembang potensi peserta didik. Oleh karenanya, mutu pendidikan pada

jenjang tersebut memiliki peranan yang sangat penting, fundamental, dan krusial bagi

keberhasilan pendidikan pada jenjang berikutnya. Sebagaimana diungkapkan Collier,

Houston, Schematz, dan Walsh (1971:27) bahwa pendidikan dasar memiliki tujuan

utama yaitu: pertama, membantu peserta didik mengembangkan segi intelektual dan

Page 15: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 628 ] P a g e

mental; kedua, membantu pertumbuhan peserta didik sebagai individu yang mandiri;

ketiga, membantu peserta didik sebagai makhluk sosial; keempat, membantu peserta

didik belajar hidup dengan perubahan-perubahan; dan kelima, membantu peserta didik

meningkatkan kreativitasnya (Sidi, 2003: 78-79). Dan, juga pendapat Mohammad Ali

(2009: 290-291) yang mengemukakan bahwa tujuan penyelenggaraan pendidikan dasar

(SD/MI dan SMP/MTs) adalah menyiapkan siswa agar menjadi manusia yang bermoral,

menjadi warga negara yang mampu melaksanakan kewajiban-kewajibannya, dan

menjadi orang dewasa yang mampu memperoleh pekerjaan. Dan, secara operasional,

tujuan pokok pendidikan dasar adalah membantu siswa dalam mengembangkan

kemampuan intelektual dan mentalnya, proses perkembangan sebagai individu yang

mandiri, proses perkembangan sebagai makhluk sosial, belajar hidup menyesuaikan diri

dengan berbagai perubahan, dan meningkatkan kreativitas. Diperkuat oleh pernyataan A.

Malik Fadjar (1999: 34) bahwa pendidikan di level madrasah ibtidaiyah (sekolah dasar)

memegang peran penting dalam proses pembentukan kepribadian peserta didik, baik

yang bersifat internal (bagaimana mempersepsi dirinya), eksternal (bagaimana

mempersepsi lingkungannya), maupun supra internal (bagaimana mempersepsi dan

menyikapi Tuhannya dengan sebagai ciptaan-Nya).

Sebagaimana telah diungkap pada bagian awal makalah ini bahwa berbagai hasil

studi telah membuktikan bahwa keberhasilan peningkatan mutu pendidikan di sekolah

sangat ditentukan oleh kualitas gurunya. Dipertegas oleh Ace Suryadi (2014: 88-89), guru

merupakan satu-satunya faktor terpenting dalam mewujudkan pendidikan yang unggul

dan bermutu. Oleh karena itu, fokus dan skala prioritas perbaikan mutu guru pada

sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah di Indonesia perlu menjadi perhatian utama.

Apalagi jika melihat realitas di lapangan bahwa jumlah guru sekolah dasar dan madrasah

ibtidaiyah di Indonesia yang bermutu rendah sangat besar, bahkan angkanya terbesar

jika dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya. Seperti diungkapkan oleh

Muhammad Ali (2009: 255-257) sebagai berikut: pertama, data Balitbang Depdiknas RI

tahun 2005/2006 bahwa dari sejumlah 1.346.846 orang guru SD yang berpendidikan

Sarjana hanya 15.18%, S2/S3 berjumlah 0,12%, D3 sebanyak 2,97%, D2 berjumlah

48,95%, dan D1 atau dibawahnya sebanyak 32,78%. Dan, kondisi tersebut telah berubah

enam tahun kemudian, yaitu pada tahun ajaran 2011/2012, data dari MOEC (2012:58)

menunjukkan bahwa dari total 1.550.276 guru SD sekitar 820.995 orang guru sudah

memenuhi kualifikasi S1 sedangkan 729.281 orang guru masih belum S1. Ini artinya

setelah enam tahun terjadi peningkatan kualifikasi guru SD dari yang belum S1 menjadi

S1 sebesar 3,5 kali lipat. Meskipun demikian, masih tersisa sekitar 47% guru SD yang

masih harus kembali mengikuti perkuliahan untuk mendapatkan ijazah S1. Kedua,

menurut data Balitbang Kemendikbud tahun 2011 yang dikutip Subrayanti (2013:2-3)

menunjukkan bahwa kelayakan mengajar guru SD (negeri maupun swasta tidak jauh

berbeda) hanya 28.94%. Angka ini berbeda jauh dengan kelayakan mengajar guru SMP

negeri 54,12%, swasta 60,99%, guru SMA negeri 65,29%, swasta 64,73%, dan guru SMK

negeri 55,91% , swasta 58,26%.

Page 16: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Perubahan Mindset dan… (Andi Prastowo)

P a g e [ 629 ]

Kondisi seperti jika tidak segera diatasi maka akan menimbulkan persoalan yang

semakin rumit. Salah satu dan yang utama yaitu sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah

di Indonesia tidak akan mampu bersaing dengan lembaga pendidikan sejenis dari luar

negeri. Seperti sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah di Malaysia, Singapura, Brunei

Darusalam, dan lain sebagainya. Apalagi pada akhir tahun 2015 (Majalah Sertifikasi,

2014: 10), tepatnya mulai tanggal 31 Desember 2015 akan diterapkan kebijakan pasar

tunggal ASEAN sebagai perwujudan dari salah satu pilar komunitas ASEAN 2015, yaitu

Masyarakat Ekonomi ASEAN atau disingkat MEA (Hakim, 2013: 4). MEA adalah suatu

program liberalisasi perdagangan di lingkungan negara-negara ASEAN yang bertujuan

untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang ada di negara-negara anggota ASEAN.

Di mana pada saat itu arus barang dan jasa di antara negara-negara ASEAN akan bebas

dapat melintasi batas- batas negara secara fisik dan administrasi, tanpa sesuatu

hambatan apapun. Pelaksanaan MEA juga akan menghilangkan hambatan aliran barang,

investasi dan jasa di antara negara ASEAN. Namun apabila tidak siap maka justru akan

membawa dampak yang merugikan (Siradjudin, 2014:4).

Dalam hal MEA mengembangkan pasar dan basis produksi tunggal, terdapat lima

elemen inti: pertama, arus bebas barang; kedua, arus bebas jasa; ketiga, arus bebas

investasi; keempat, arus modal yang lebih bebas; dan kelima, arus bebas tenaga kerja

terampil (Sertifikasi, 2014: 1). Dipertegas oleh Ulwiyah (2015:4), pada saat komunitas

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berlaku efektif, mobilitas tenaga kerja terampil tidak

akan terbendung pada 2015. Indonesia tidak bisa lagi menutup pasar tenaga kerjabagi

negara ASEAN lainnya. Tanpa akselerasi dalam peningkatan kualitas pendidikan dan

keterampilan serta kesungguhan dalam menjalankan konsep link and match antara dunia

pendidikan dan dunia usaha, bukan mustahil, pasar tenaga kerja di sektor usaha yang

menjanjikan pendapatan tinggi diisi oleh pekerja asing. Tenaga kerja Indonesia bisa jadi

bakal terpinggirkan dan hanya akan menjadi pesuruh bangsa lain.

Ketika kondisi sudah seperti demikian, jika guru sekolah dasar dan madrasah

ibtidaiyah di Indonesia tidak mampu meningkatkan mutunya, baik kompetensi,

profesionalitas dan produktivitasnya, maka mereka akan semakin tersisih dan

terpinggirkan. Karena pada era tersebut terjadi arus bebas tenaga kerja terampil,

termasuk di dalamnya tenaga pendidik atau guru di sekolah dasar dan madrasah

ibtidaiyah. Namun, juga sebaliknya bagi guru yang profesional mereka akan memiliki

peluang yang besar untuk semakin meningkatkan kualitas kinerja, kesejahteraan, dan

jejaring kerjasama. Sebagaimana diungkapkan Wuryandani (2014:14) yaitu, “MEA

memberi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik

sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Sebaliknya, situasi seperti ini juga memunculkan

risiko ketenagakerjaan bagi Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas

Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia,

Singapura, dan Thailand”.

Mencermati dilema perubahan tersebut, pengembangan profesionalisme guru

sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah harus dimulai dengan perubahan pada aspek

Page 17: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 630 ] P a g e

yang paling fundamental dalam diri para guru yang menentukan perilaku dan

kepribadian mereka. Karena jika hanya memperhatikan faktor-faktor eksternal dan

teknis saja, seperti perbaikan kesejahteraan, kemampuan berbahasa, keterampilan

mengajar, keterampilan meneliti, keterampilan pengelolaan kelas, kualifikasi pendidikan,

dan lain sebagainya, upaya pengembangan profesionalisme guru sulit membawa

perubahan besar dalam kinerja mereka. Dibutuhkan perubahan pada aspek yang

fundamental yang mempengaruhi perilaku dan kepribadian guru, yaitu mindset. Hal ini

mengingat bahwa tuntutan guru profesional di era MEA yang harus siap bersaing dengan

guru-guru dari negara ASEAN lainnya, yang memiliki mutu lebih baik, bukanlah

persoalan yang ringan. Para guru sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah harus memiliki

mindset baru (yang sesuai dengan tuntutan MEA) untuk mewujudkan hal tersebut. Tanpa

ada modal tersebut maka terlalu sulit bagi guru SD dan MI untuk melakukan perubahan

yang membutuhkan banyak pengorbanan, baik harta, tenaga, maupun waktu.

Sebagaimana kasus yang pernah terjadi di Amerika Serikat, kebijakan sertifikasi bagi

guru belum berhasil meningkatkan kualitas kompetensi guru, yang antara lain

disebabkan oleh kuatnya resistensi kalangan guru sehingga pelaksanaan sertifikasi

berjalan lamban (Suryadi, 2014:89).

Dari uraian di atas, penulis melihat bahwa persoalan perubahan mindset guru

untuk menghadapi persaingan pasar bebas ASEAN atau dikenal MEA menjadi hal yang

penting dan urgen untuk segera dilakukan. Untuk itu, dirumuskan tiga masalah utama

yang dibahas dalam makalah ini, yaitu: pertama, bagaimana kesiapan guru sekolah dasar

dalam persaingan pendidikan di era MEA? Kedua, bagaimana perubahan mindset

berpengaruh terhadap peningkatan profesionalisme guru sekolah dasar? Ketiga, seperti

apakah mindset yang dibutuhkan guru sekolah dasar profesional di era MEA? Berangkat

tiga rumusan masalah tersebut ditetapkan tiga buah tujuan pembahasan dalam makalah

ini yaitu untuk mengungkapkan: pertama, kesiapan guru sekolah dasar dalam persaingan

pendidikan di era MEA; kedua, peran perubahan mindset untuk peningkatan

profesionalisme guru sekolah dasar; dan ketiga, mind set driver untuk guru sekolah dasar

pada era MEA.

KESIAPAN GURU SEKOLAH DASAR DALAM PERSAINGAN PENDIDIKAN DI ERA MEA

Dalam menghadapi sebuah persaingan pasar bebas antar negara ASEAN yang

dimulai tanggal 31 Desember 2015, guru sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah di

Indonesia harus bekerja keras sekuat tenaga untuk menghadapi dan mempersiapkan diri

dalam persaingan tersebut. Karena, dalam sebuah kompetisi pasti ada pihak yang

menang dan pihak yang kalah. Mereka yang kalah harus siap-siap tersingkir dari arena

permainan atau kemungkinan kedua harus mengikuti alur permainan yang dibuat oleh

pemenang. Analogi seperti itu dibuat untuk membantu para guru di sekolah dasar dan

madrasah ibtidaiyah dalam mengatur strategi untuk menghadapi dan memenangkan

persaingan antar sekolah dasar dari berbagai negara ASEAN di era MEA.

Page 18: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Perubahan Mindset dan… (Andi Prastowo)

P a g e [ 631 ]

Salah satu hal terpenting dan harus dimengerti oleh pengelola sekolah dasar dan

madrasah ibtidaiyah di Indonesia adalah menimbang dan mengkalkulasi kesiapan

sumber daya guru dalam menghadapi persaingan pendidikan di era MEA. Dalam hal ini

beberapa data tentang kondisi mutu guru sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah di

Indonesia dalam satu dekade terakhir terungkap sebagai berikut: pertama, fakta dari

temuan Bank Dunia (2007) yang dikutip oleh Anies Baswedan (Chatib, 2014: xiv)

menunjukkan bahwa terdapat sekolah kekurangan guru, yaitu 21% sekolah di perkotaan

dan 37% sekolah di pedesaan; lalu 66% sekolah di daerah terpencil kekurangan guru.

Kemudian, secara nasional 34% sekolah di Indonesia masih kekurangan guru. Selain itu,

juga diungkapkan oleh Baswedan bahwa jika melihat sebaran kualitas guru di seluruh

provinsi maka menurut data dari Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2009

menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan kualitas antara provinsi di Jawa dan di luar

Jawa. Yang lebih parah adalah secara rata-rata tidak ada provinsi yang mampu mencapai

separuh dari nilai maksimal indeks kualitas guru.

Kedua, menurut data dari MOEC (2012:58) pada tahun ajaran 2011/2012 dari

total 1.550.276 guru SD sekitar 820.995 orang guru sudah memenuhi kualifikasi S1

sedangkan 729.281 orang guru masih belum S1. Ini artinya, sekitar 47% guru SD harus

kembali mengikuti perkuliahan untuk mendapatkan ijazah S1. Dan, hal itu terjadi

mayoritas di luar Jawa. Karena untuk guru-guru SD yang berada di Pulau Jawa, mayoritas

sudah berkualifikasi S1 yakni mencapai 64%, sedangkan yang belum S1 tinggal 34%.

Namun, di satu sisi yang lain menurut MOEC (2012:57) pada tahun ajaran 2011/2012

mayoritas guru SD yang berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil) mencapai 1.074.701

(69,32%) orang sedang guru yang bukan PNS mencapai 475.575 (30,68%) orang. Ini

artinya, dari segi kesejahteraannya mayoritas guru SD memiliki penghasilan yang sudah

layak.

Kemudian, untuk guru madrasah ibtidaiyah pada tahun 2005 dari total 209.465

guru hanya sekitar 13 persennya saja telah memenuhi kualifikasi S1(Zamroni, 2011: 47-

48). Namun, delapan tahun kemudian tepatnya pada tahun pelajaran 2012/2013

menurut data Dirjen Pendis Kemenag (EMIS Pendis, 2014a; EMIS Pendis, 2014b) jumlah

guru MI telah mencapai 287.865 guru, terdiri dari 171.379 (59,53%) guru telah

berkualifikasi S1 sedangkan 116.486 (40,47%) guru masih belum S1. Ini artinya sekitar

40,47% guru MI harus mengikuti perkuliahan untuk mendapatkan ijazah S1. Namun, hal

yang berbeda dengan kondisi guru SD adalah guru MI mayoritas berstatus bukan PNS.

Data Dirjen Pendis Kemenag RI (EMIS Pendis, 2014a; EMIS Pendis, 2014b) tahun

pelajaran 2012/2013 menunjukkan 72,37% guru MI berstatus non PNS sedangkan

27,26% saja yang PNS. Ini artinya dari segi kesejahteraan mayoritas guru MI belum

memiliki penghasilan yang layak sebagaimana guru SD. Apalagi menurut data Dirjen

Pendis Kemenag RI (EMIS Pendis, 2014c; EMIS Pendis, 2014d) pada tahun pelajaran

2012/2013, jumlah guru MI yang telah tersertifikasi baru 94.506 guru atau baru sekitar

32,83% saja dari total seluruh guru MI se-Indonesia. Ini artinya 67,17% guru yang pada

umumnya di MI swasta masih menghadapi kendala kesejahteraan yang belum layak.

Page 19: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 632 ] P a g e

Dengan kata lain, kualitas guru sekolah dasar dan guru madrasah ibtidaiyah di

Indonesia mayoritas sudah cukup baik, setidak-tidaknya dilihat dari peningkatan

kualifikasi akademiknya yang mayoritas sudah S1. Tetapi dilihat dari pemerataannya,

belum terjadi pemerataan guru SD berkualifikasi S1 di seluruh wilayah Indonesia, karena

sebagian besar terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sementara itu, dilihat dari kesejahteraannya

terjadi ketimpangan yang sangat besar antara guru SD dan guru MI, karena mayoritas

guru SD berstatus PNS sedangkan guru MI berstatus bukan PNS.

Ketiga, menurut data yang diungkapkan oleh Fasli Jalal pada tahun 2007 bahwa

gaji guru di Indonesia dibandingkan dengan penghasilan guru di beberapa negara lain,

pada semua jenjang pendidikan, baik gaji permulaan ataupun gaji tertinggi, gaji guru

Indonesia berada pada posisi yang paling rendah. Bahkan dengan Malaysia, Thailand,

Filipina, gaji guru Indonesia masih jauh lebih rendah (Zamroni, 2011: 52). Keempat,

menurut data Balitbang Kemendikbud tahun 2011 yang dikutip Subrayanti (2013:2-3)

menunjukkan bahwa kelayakan mengajar guru SD (negeri maupun swasta tidah jauh

berbeda) hanya 28.94%. Angka ini berbeda jauh dengan kelayakan mengajar guru SMP

negeri 54,12%, swasta 60,99%, guru SMA negeri 65,29%, swasta 64,73%, dan uru SMK

negeri 55,91% , swasta 58,26%.

Adapun menurut keterangan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan, Hamid Muhammad (Kompas, 2 April 2015), dari total 1,6

juta guru sekolah dasar, sekitar sepertiganya atau 512.000 guru merupakan guru

honorer yang diangkat oleh kepala sekolah tanpa memperhatikan kriteria standar dalam

pengangkatan guru. Mereka mendapatkan gaji dari bantuan operasional sekolah (BOS)

yang besarannya sekitar Rp200.000,00 hingga Rp250.000,00 per bulan ditambah

bantuan dari pemerintah daerah (tetapi tidak semua daerah memberikan). Kemudian,

Syawal Gultom (Kompas, 2 April 2015), Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya

Manusia Pendidikan dan Kebudayaan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan juga mengungkapkan bahwa sekitar 60% guru termasuk

kategori 1-3, yaitu guru belum menguasai materi, tetapi tidak menguasai metodologi;

serta guru yang menguasai materi dan metodologi, tetapi belum berjiwa pendidik.

Hanya sebagian kecil guru berada di kelompok 4-5, yaitu guru yang sudah menguasai

pembelajaran kreatif dan inovatif dalam pembelajaran.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwasannya guru sekolah dasar

dan madrasah ibtidaiyah di Indonesia masih banyak yang menghadapi keterbatasan, baik

pada aspek kompetensi, aspek kualifikasi, maupun aspek kesejahteraan. Dengan kata

lain, guru sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah masih banyak yang belum siap

menghadapi persaingan pendidikan di era MEA. Untuk memperbaiki kondisi tersebut

dalam waktu singkat tentu bukan hal yang mudah. Perubahan untuk menuju ke arah guru

profesional yang mampu memenangkan persaingan pendidikan di era MEA masih

membutuhkan banyak perubahan yang memerlukan upaya dan kerja keras serta dana

yang tidak sedikit. Sementara itu, pelaksanaan MEA kurang dari satu tahun lagi. Oleh

karena itu, salah satu usaha yang paling memungkinkan dengan kondisi kesiapan guru

Page 20: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Perubahan Mindset dan… (Andi Prastowo)

P a g e [ 633 ]

seperti itu adalah melakukan perubahan mindset para guru sekolah dasar dan madrasah

ibtidaiyah. Mindset para guru perlu diubah dari memandang persaingan antar sekolah

hanya dalam batas satu negara dengan persaingan antar sekolah dengan lingkup yang

lebih luas, yaitu antar negara ASEAN. Hal ini menggambarkan semakin beratnya tingkat

persaingan pendidikan pada jenjang sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah di era MEA.

Namun, melalui perubahan mindset itulah meskipun kondisi guru sekolah dasar dan

madrasah ibtidaiyah di Indonesia masih diliputi dengan banyak keterbatasannya

diharapkan lebih siap dan lebih mampu beradaptasi dengan berbagai kemungkinan yang

dapat terjadi. Selain itu, dengan perubahan mindset para guru sekolah dasar dan

madrasah ibtidaiyah dapat memanfaatkan berbagai kesempatan yang mungkin

diperoleh.

PERUBAHAN MINDSET UNTUK PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU

Peningkatan profesionalisme guru pada dasarnya adalah suatu perubahan

kemampuan dan sikap menuju sosok pribadi guru yang lebih berkompeten, lebih

menguasai materi dan metodologi pembelajaran dengan baik sekaligus mampu memiliki

jiwa pendidik, dengan demikian ia mampu menjalankan profesi keguruannya dengan

profesional. Dalam hal tersebut, Renald Kasali dalam Kata Pengantar buku The Secret of

Mindset karya Adi W. Gunawan (2008:xii) mengungkapkan,“...perubahan belum akan

berhasil sebelum kita berhasil mengubah cara pandang dan cara berpikir para pelaku

perubahan. Perubahan bukanlah semata-mata mengubah alat, teknologi, sistem,

organisasi, dan sebagainya. Melainkan mengubah attitude melalui cara berpikir”. Dengan

kata lain, untuk mengubah profesionalisme guru hal utama dan paling mendasar untuk

dilakukan adalah perubahan cara pandang atau cara berpikir atau biasa disebut

perubahan mindset terlebih dahulu. Dengan demikian, segala upaya yang dilakukan untuk

peningkatan profesionalisme guru, baik dalam bentuk pelatihan, diklat, workshop,

pendidikan profesi guru, sertifikasi guru, peningkatan kesejahteraan guru, dapat

berfungsi secara optimal.

Menurut Adi W. Gunawan (2008: 13-15), istilah mindset terdiri dari dua kata, yaitu

mind dan set. Mindset sebagai satu istilah bermakna kepercayaan (belief) atau

sekumpulan kepercayaan (set of beliefs) atau cara berpikir yang memengaruhi perilaku

(behavior) dan sikap (attitude) seseorang, yang akhirnya akan menentukan level

keberhasilan hidupnya. Dengan demikian, untuk mengubah mindset seseorang maka

belief atau kumpulan belief orang tersebut harus diubah terlebih dahulu.

Sementara itu, untuk memahami mengapa masih banyak guru belum bisa

melakukan transformasi diri untuk menjadi guru profesional, meskipun sudah mengikuti

studi lanjut ke S1, program pendidikan profesi guru, pelatihan, diklat, workshop, dan lain

sebagainya, menurut Adi W. Gunawan (2008: 15-16) dapat dijelaskan sebagai berikut:

manusia menurut filosofi Transformational Thinking terdiri dari tiga sistem yaitu sistem

perilaku (behavior system), sistem berpikir (thinking system), dan sistem kepercayaan

(belief system). Sistem perilaku adalah cara manusia berinteraksi dengan dunia luar, juga

Page 21: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 634 ] P a g e

interaksi manusia dengan realitas sebagaimana manusia mengerti realitas tersebut.

Perilaku seseorang mempengaruhi pengalamannya, demikian pula sebaliknya.

Selanjutnya pengalaman akan mempengaruhi sistem berpikir. Sistem berpikir berlaku

sebagai filter dua arah yang menerjemahkan berbagai kejadian atau pengalaman yang

dialami seseorang menjadi suatu kepercayaan (belief). Selanjutnya, kepercayaan (belief)

tersebut akan mempengaruhi tindakan seseorang, sehingga menciptakan realitas bagi

dirinya. Sedangkan sistem kepercayaan adalah inti dari segala sesuatu yang diyakini

seseorang sebagai realitas, kebenaran, nilai hidup, dan segala sesuatu yang diketahui

seseorang mengenai dunia ini. Ilustrasi mengenai hubungan antara sistem perilaku,

sistem berpikir, dan sistem kepercayaan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tiga Sistem dalam Transformational Thinking (Gunawan, 2008:16)

Lebih lanjut dijelaskan oleh Adi W. Gunawan, bahwa untuk memahami proses

perubahan dalam diri seseorang dapat dijelaskan dengan The Change Cube atau Kubus

Perubahan. Jadi menurut analogi Kubus Perubahan ini, manusia saat berinteraksi dengan

orang lain yang terlihat adalah perilaku atau behavior-nya. Perilaku tersebut sama

dengan sisi atas kubus. Sedangkan sisi-sisi yang menopang perilaku tersebut meliputi self

talk, perception, state, dan emotion. Adapun alasannya adalah belief. Oleh karena itu,

untuk mengubah perilaku atau behavior dapat dilakukan dengan mengubah self talk,

perception, state, emotion dan terutama belief. Visualisasi dari Kubus Perubahan tersebut

dapat dilihat pada Gambar 2.

Adapun cara paling cepat untuk melakukan modifikasi atau perubahan perilaku

adalah dengan melakukan modifikasi atau perubahan belief atau belief system. Belief

adalah master key untuk perubahan yang cepat, efektif, efisien, dan permanen. Dengan

perubahan belief, self talk, persepsi, state, dan emosi juga akan berubah. Dengan

demikian, perilaku atau behavior akan turut berubah. Hal ini sejalan dengan penjelasan

Piaget, bahwa hanya berfokus pada kemampuan berpikir logis saja tidaklah cukup,

karena belief system juga memainkan peran yang sama penting atau bahkan lebih penting

daripada kemampuan berpikir logis membentuk pola pikir seseorang (Gunawan,

2008:19).

Page 22: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Perubahan Mindset dan… (Andi Prastowo)

P a g e [ 635 ]

Gambar 2. The Change Cube atau Kubus Perubahan (Gunawan, 2008:17)

Namun, fakta di lapangan selama ini bahwa meskipun pemerintah dan pengelola sekolah

dasar dan madrasah ibtidaiyah sudah melakukan berbagai program dan kegiatan

peningkatan profesionalisme guru, tetapi hasilnya masih saja belum banyak perubahan

yang terjadi pada dasarnya, menurut penjelasan Adi W. Gunawan (2008: 20), karena

adanya mekanisme homeostasis dalam diri manusia. Jadi semua hambatan dalam proses

perubahan, baik hambatan yang bersifat sadar maupun tidak sadar, merupakan hasil

kerja dari kekuatan terbesar dalam perilaku manusia yaitu homeostasis. Homeostasis

adalah kecenderungan untuk selalu tetap di posisi yang sama. Homeostasis sangat baik

dan bertujuan melindungi diri manusia dari perubahan yang mendadak dan tidak

diinginkan. Homeostasis menjaga agar manusia tidak mudah berubah akibat pengaruh

orang lain maupun lingkungan. Namun, homeostasis juga yang menjadi penghambat

perubahan saat seseorang ingin mengubah dirinya ke arah yang lebih baik. Dengan kata

lain, setiap perubahan yang akan dilakukan seseorang pasti akan mendapat perlawanan

(resistensi) dari homeostasis. Resistensi adalah mekanisme pertahanan pikiran bawah

sadar yang bertujuan melindungi diri seseorang dari situasi yang (dipandang) tidak

menyenangkan. Oleh karenanya, perubahan bukanlah hal yang menyakitkan, sebab

resistensi terhadap proses perubahanlah yang membuat perubahan menjadi sesuatu

yang menyakitkan.

Sementara itu, untuk menggantikan sebuah belief system yang telah terbentuk di

pikiran bawah sadar seseorang seringkali tidak mudah. Belief system terbentuk dari

penerimaan informasi secara terus-menerus dalam rentang waktu yang cukup lama dan

telah menjadi kebiasaan. Oleh karenanya, saat menerima informasi yang berlawanan atau

dianggap oleh pikiran bawah sadar sebagai sesuatu hal yang baru dan bertentangan

maka informasi tersebut lebih banyak menerima penolakan. Untuk itu, menurut Willy

Wong (2010: 25-29) bahwa sebuah belief system baru hanya dapat dibentuk melalui

pemberian informasi yang masuk akal, bermanfaat, dan berdaya guna, bahkan kadang-

kadang masih diperlukan perulangan kegiatan pemberian informasi untuk

memperkuatnya. Secara lebih rinci, Adi W. Gunawan (2008: 37-41) menjelaskan bahwa

ada lima hal yang dapat membentuk belief system seseorang, yaitu: repetisi

(pengulangan), identifikasi kelompok atau keluarga, ide yang disampaikan oleh figur

yang dipandang memiliki otoritas, informasi disampaikan melalui emosi yang intens, dan

informasi diterima dalam kondisi relaks (keadaan alpha).

Page 23: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 636 ] P a g e

Setelah belief telah terbentuk atau ditetapkan, ada dua proses alamiah yang

bekerja mempertahankan kelangsungan belief tersebut. Dijelaskan oleh Adi W. Gunawan

(2008:41-45), yaitu: pertama, bias konfirmasi (confirmatory bias) atau validasi subjektif

(subjective validation) atau efek validasi personal (personal validation effect); dan kedua,

kompas mental. Bias konfirmasi adalah kecenderungan seseorang untuk hanya menerima

atau memperhatikan informasi yang sejalan dengan belief yang dimilikinya. Jika

informasi tersebut tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan belief-nya, maka orang

tersebut akan mengabaikan informasi tersebut. Padahal belum tentu informasi tersebut

salah. Sedangkan kompas mental adalah jalur psikologis yang akan digunakan oleh

seseorang jika dirinya menemui situasi sulit, tidak pasti, atau membingungkan. Belief

adalah kompas mental yang akan membantu seseorang membuat keputusan terhadap

situasi yang tidak menentu. Di sini yang membedakan belief positif dan belief negatif

adalah dengan memperhatikan efek yang ditimbulkannya terhadap diri seseorang. Belief

positif akan mendukung pencapaian keberhasilan seseorang dengan melakukan upaya

maksimal sedangkan belief negatif adalah yang menghambat pencapaian keberhasilan

seseorang dengan tidak berupaya secara tidak maksimal.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa untuk perubahan mutu kinerja guru

sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah, dalam bentuk peningkatan profesionalismenya,

hal utama dan mendasar yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan mindset.

Untuk dapat melakukan perubahan yang berhasil tersebut maka diperlukan perubahan

belief system pada diri masing-masing guru tersebut. Guru-guru di sekolah dasar dan

madrasah ibtidaiyah perlu dibantu untuk mengubah belief system negatif yang

sebelumnya mereka miliki dengan belief system positif yang memberdayakan dan

mendukung pencapaian keberhasilan mereka.

MINDSET “DRIVER” UNTUK GURU SEKOLAH DASAR PROFESIONAL DI ERA MEA

Salah satu hal yang paling besar pengaruhnya terhadap eksistensi guru sekolah

dasar dan madrasah ibtidaiyah di Indonesia pada era MEA adalah arus bebas tenaga kerja

terampil (Sertifikasi, 2014:1). Kondisi guru sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah di

Indonesia yang secara umum masih diliputi dengan keterbatasan kompetensi,

profesionalisme, produktivitas, kesejahteraan, dan kualifikasi akademik, tentu akan

kehilangan kepercayaan diri kemudian tersingkir dan tersisih jika tidak memiliki mindset

positif untuk menghadapi pesaing dari negara-negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia,

Singapura, Brunei Darussalam, dan lain sebagainya. Salah satu mindset positif dan

penting untuk menghadapi era kompetisi yang semakin mengglobal di era MEA adalah,

merujuk pendapat Renald Kasali, mindset seorang driver (Kasali, 2014: xii). Dengan kata

lain, para guru sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah yang ingin berubah menjadi guru

profesional dan siap memenangkan kompetisi di era MEA harus memiliki mindset

“driver”.

Makna “driver” di sini menurut Renald Kasali (2014: 6-8) adalah sebuah sikap

hidup atau cara pandang yang membedakan dirinya dengan “passenger”. Sebagai

Page 24: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Perubahan Mindset dan… (Andi Prastowo)

P a g e [ 637 ]

seorang driver, guru SD/MI bisa hidup di mana pun mereka berada, dan selalu

menumbuhkan harapan. Sebagai seorang driver, guru SD/MI mengajak orang-orang di

sekitarnya untuk berkembang dan keluar dari tradisi lama menuju tanah harapan baru.

Mereka melakukan pembaruan-pembaruan dan menantang keterkungkungan dengan

penuh keberanian. Mereka berinisiatif memulai perubahan tanpa ada ada yang

memerintahkan namun tea rendah hati dan kaya empati. Dengan kata lain, seorang driver

harus memiliki keseimbangan antara logic (rasionalitas, hitung-hitungan, analisis, dan

targetnya) dengan hatinya (empati, kepedulian, hubungan-hubungan sosial, tata nilai).

Adapun perbedaan mindset antara driver dan passenger diungkapkan oleh Kasali dalam

Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan Mindset Passenger dan Driver

Passenger DriverHanya menumpang Mengemudikan kendaaan menuju

titik tertentuTidak harus tahu arah jalan Mutlak harus tahu jalan

Boleh mengantuk, boleh tertidur Dilarang mengantuk apalagi tertidur

Tidak perlu merawat kendaraan Harus mampu merawat kendaraan

Sebuah pilihan yang bebas dari bahaya Sebuah pilihan mengekspos diripada bahaya

Sumber: Kasali, 2014:9

Driver’s mentality pada dasarnya adalah sebuah kesadaran yang dibentuk oleh

pengalaman dan pendidikan. Jadi seorang driver tidak cukup hanya bermodalkan tekad

dan semangat, ia juga membutuhkan referensi dari pengetahuan akademis (Kasali, 2014:

8). Prinsip seorang driver adalah inisiatif, melayani, navigasi, dan tanggung jawab (Kasali,

2014: 41-42). Implementasinya untuk para guru sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah

dalam menghadapi persaingan di era MEA yaitu: pertama, guru harus selalu memiliki

inisiatif. Maksudnya adalah para guru SD/MI mampu bekerja tanpa ada yang menyuruh.

Berani mengambil langkah berisiko, responsif, dan cepat membaca gejala. Termasuk di

sini adalah guru harus mampu membaca gejala persaingan dengan guru-guru profesional

dari negara-negara ASEAN lainnya, seperti Singapura dan Malaysia yang memiliki tingkat

sumber daya manusia dan kualitas pendidikan lebih baik daripada Indonesia.

Kedua, guru harus mampu melayani. Maksudnya, guru SD/MI harus mampu

menjadi orang yang berpikir tentang orang lain, mampu mendengar, mau memahami,

peduli, berempati. Guru harus menjadi orang yang mendidik dengan sepenuh hati dan

totalitas, bukan sekedar menggugurkan kewajiban. Guru tidak segan membagikan

pengetahuan dan pengalamannya kepada rekan-rekan se-profesinya yang lain. Dengan

demikian, kemajuan yang diperolehnya tidak sekedar bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi

kemajuan bersama, sesama rekan guru, maupun dengan stakeholder.

Ketiga, guru harus memiliki tujuan dan target yang jelas (navigasi). Para guru

SD/MI harus memiliki keterampilan membawa gerbong ke tujuan, tahu arah, mampu

Page 25: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 638 ] P a g e

mengarahkan, memberi semangat, dan menyatukan tindakan. Sekaligus, guru SD/MI

harus mampu memelihara kendaraan untuk mencapai tujuan. Guru SD/MI sebagai self

driver bukan karena tidak memiliki pilihan untuk hidup yang lebih baik, melainkan

karena kesadaran. Sadar bahwa sesuatu hanya akan menjadi lebih baik jika diri mereka

sendiri yang mengubahnya.

Keempat, guru harus mau dan mampu bekerja secara tanggungjawab. Maksudnya,

dalam pelaksanaan tugas profesi maupun sebagai individu pada saat melakukan

kekeliruan, kegagalan, dan atau tidak sempurna tidak menyalahkan orang lain, tidak

berbelit-belit atau menutupi kesalahan diri sendiri. Mereka memiliki keterbukaan untuk

menerima kritik dan saran dari sekitarnya. Dari kritik dan saran tersebut, kemudian

mereka melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam kinerja ke depan.

Adapun mentalitas guru SD/MI yang telah menjadi “driver”, merujuk penjelasan

Kasali (2014: 42-43), yaitu ditandai dengan: pertama, sangat tidak puas dengan keadaan

sekarang (status quo); kedua, menyukai tantangan-tantangan baru, mengeksplorasi

peluang-peluang baru; ketiga, memecahkan masalah bersama, menginspirasi orang lain;

keempat, bekerja dengan hati, mencintai sesama, menjaga hubungan baik, memiliki

kepedulian; kelima, memimpin dengan pertanyaan, memperbaiki cara berpikir

penumpang-penumpangnya (para peserta didik maupun rekan-rekan seprofesi); keenam,

memberikan arah jalan yan jelas, merangkul orang-orang yang berbeda paham

dengannya; ketujuh, berani melakukan kesalahan-kesalahan kecil dan mengambil risiko;

kedelapan, sangat mencintai perubahan, namun rendah hati, dan penuh empati;

kesembilan, dikendalikan oleh creative thinking; kesepuluh, selalu belajar hal-hal baru;

dan kesebelas, membebaskan para sandera dari penumpang yang membajak organisasi.

Namun, mentalitas “driver” yang menjadi mindset untuk guru SD/MI profesional

di era MEA tersebut bukanlah bad driver tetapi good driver. Seperti dijelaskan Renald

Kasali (2014: 89-90), bad driver adalah kumpulan dari orang-orang yang sakit hati,

agresif, mudah tersulut kebencian, tidak menentukan arah tindakannya, lebih mencari

pembenaran ketimbang kebenaran, dan senang membuat alasan-alasan untuk menutupi

kekalahan atau kesalahan-kesalahannya. Mereka adalah orang-orang yang terlatih, tetapi

mereka tidak tahu menempatkan iri, kapan harus berbicara dan kapan harus

mendengarkan, kapan harus bergerak maju dan kapan harus mundur. Mereka bergerak

cepat, berinisiatif tinggi, tetapi selalu menimbulkan masalah. Mereka sebenarnya orang-

orang yang secara kualifikasi akademis dan skill-nya sangat mumpuni tetapi memiliki

karakter yang buruk. Dengan demikian, orang –orang seperti itu harus dijauhi (atau

diterapi).

Sedangkan good driver adalah seorang inisiator, tokoh perubahan, dan mampu

menjadi role model bagi banyak orang. Mereka tidak sekedar memiliki aneka kompetensi

yang memampukan untuk mengambil keputusan-keputusan penting dan strategis secara

cepat dan tepat, tetapi juga memiliki kematangan kepribadian, siap menghadapi

tantangan-tantangan baru dan berani keluar dari comfort zone. Mereka juga sosok

pribadi yang mampu berpikir kritis dan kreatif sehingga senantiasa mampu secara cepat

Page 26: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Perubahan Mindset dan… (Andi Prastowo)

P a g e [ 639 ]

membaca peluang dan mampu hidup dengan alam yang bergejolak dinamis (Kasali, 2014:

94-95). Di samping itu, seorang good driver juga memiliki sikap asertif. Melalui sikap

tersebut, seseorang dibangkitkan kesadaran diri (self awareness, self respect),

kemampuan bernegosiasi, membaca isyarat, mengurangi agresivitas, memperbaiki tone,

dan komunikasi. Begitu pula self discipline dan kehormatan diri menjadi modal penting

seorang good driver. Self discipline adalah sebuah kemampuan yang memungkinkan

seseorang bertindak tanpa terganggu oleh keadaan emosi. Disiplin meski dilatih dengan

melakukan sesuatu yang penting secara rutin untuk membentuk kebiasaan, disiplin

bukanlah sekadar sesuatu yang rutin. Disiplin adalah sebuah komitmen. Meskipun

sesuatu berubah, kalau seseorang berkomitmen, maka ia selalu siap menghadapi dan

memenuhinya (Kasali, 2014: 112-113).

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa implementasi Komunitas ASEAN 2015

melalui salah satu pilarnya, yaitu MEA, mulai tanggal 31 Desember 2015 membawa

konsekuensi persaingan tenaga kerja yang semakin berat dan ketat, tidak terkecuali pada

profesi guru untuk sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah. Hal itu disebabkan karena

terjadi arus bebas tenaga kerja terampil di negara-negara ASEAN pada masa tersebut.

Dengan kondisi mutu sumber daya guru SD/MI di Indonesia yang pada umumnya masih

diliputi dengan berbagai keterbatasan dan kelemahan, baik pada aspek kompetensi,

kualifikasi, produktivitas, maupun kesejahteraan, berimplikasi pada kemungkinan

tersingkir dan tersisih dalam persaingan pendidikan di era MEA. Untuk memperbaiki dan

mengantisipasi berbagai kemungkinan tersebut, karena waktu tersisa yang tidak lama

lagi menjelang pelaksanaan kesepakatan tersebut, maka dibutuhkan upaya perubahan

yang fundamental terhadap guru SD/MI. Hal itu utamanya dilakukan dengan mengubah

mindset para guru SD/MI dari mindset “passenger” menjadi mindset “driver”. Mereka

akan menjadi sosok guru SD/MI yang memiliki kinerja yang kompetitif dengan didasari

oleh prinsip-prinsip meliputi: inisiatif, melayani, navigasi, dan tanggung jawab. Di

samping itu, mereka menjadi guru dengan mentalitas good driver bukan bad driver.

Dengan demikian, para guru SD/MI di Indonesia meskipun dengan segala

keterbatasannya tidak akan mudah mengeluh, akan tetapi cepat beradaptasi dan

menyesuaikan diri, cepat mengambil keputusan dengan tepat, selalu siap menghadapi

tantangan dan persaingan untuk menjadi pemenang dalam setiap kesempatan yang

memungkinkan. Di samping itu, mereka juga tetap mampu menjadi sosok pribadi cerdas

dan berkarakter.

SIMPULAN

Berdasarkan uraian pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan

sebagai berikut: pertama, meskipun berbagai upaya peningkatan mutu bagi pendidik

(guru) telah dilakukan oleh pemerintah maupun pengelola lembaga pendidikan, kualitas

sumber daya guru SD/MI di Indonesia masih berada di bawah beberapa negara-negara

tetangga ASEAN, seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Meskipun

mayoritas guru SD/MI telah berkualifikasi pendidikan S1, tetapi mayoritas guru-guru

Page 27: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 640 ] P a g e

tersebut masih belum layak mengajar (sekitar 71%). Selain itu, tidak sedikit guru-guru

SD/MI yang masih menghadapi keterbatasan dan kelemahan, baik pada aspek

kompetensi, aspek kualifikasi, produktivitas, dan aspek kesejahteraan (utamanya di

madrasah ibtidaiyah). Dengan kata lain, guru SD/MI di Indonesia belum seluruhnya

memiliki bekal yang mencukupi dalam menghadapi persaingan pendidikan antar negara

ASEAN di era MEA.

Kedua, kurang berhasilnya berbagai program dan kegiatan pengembangan

maupun peningkatan profesionalisme guru SD/MI selama ini sebetulnya lebih karena

tidak dimulai dari persoalan yang paling fundamental dalam diri guru. Hal yang

fundamental yang menentukan perilaku tersebut yaitu mindset. Sedangkan mindset

terdiri dari belief atau belief system yang mempengaruhi perilaku (behavior) dan sikap

(attitude). Oleh karena itu, untuk dapat melakukan perubahan yang berhasil (pada

perilaku atau sikap guru SD/MI) maka diperlukan perubahan belief system mereka. Guru-

guru di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah perlu dibantu untuk mengubah belief

system negatif yang sebelumnya mereka miliki dengan belief system positif yang

memberdayakan dan mendukung pencapaian keberhasilan mereka.

Ketiga, untuk memenangkan persaingan pendidikan di era MEA, para guru

sekolah dasar harus memiliki mindset “driver”, yaitu sosok pendidik yang mampu

menjadi educator, inisiator, kreator, motivator, generator, inspirator, dan role model bagi

orang-orang di sekitarnya. Sebagai seorang driver, guru SD/MI harus memiliki

keseimbangan antara logic dengan hatinya. Mereka tidak cukup hanya bermodalkan

tekad dan semangat, tapi juga berbekal referensi dari pengetahuan akademis. Di samping

itu, kinerjanya selalu didasarkan pada prinsip inisiatif, melayani, navigasi, dan tanggung

jawab.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad. (2009). Pendidikan untuk Pembangunan Nasional (Bandung: ImperialBhakti Utama.

Chatib, Munif. (2014). Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa dan SemuaAnak Juara. Bandung: Kaifa.

Collier, C.C., Houston,W.R., Schematz,R.R, dan Walsh, W.J. (1971). Teaching in the ModernElementary School. New York: The Macmillan Company.

EMIS Pendis. (2014 a). Statistik Pendataan Madrasah Ibtidaiyah: Jumlah Guru PNS .Diakses dari http://emispendis.kemenag.go.id/emis2014/emis_dh/dh2014/mi_umum. php?kel= gurup&tahun=2012/2013 pada tanggal 21 November 2014

EMIS Pendis. (2014 b). Statistik Pendataan Madrasah Ibtidaiyahi: Jumlah Guru Non PNS .Diakses dari http://emispendis.kemenag.go.id/emis2014/emis_dh/dh2014/mi_umum.php?kel=gurun&tahun=2012/2013 pada tanggal 21 November 2014

EMIS Pendis. (2014 c). Statistik Pendataan Madrasah Ibtidaiyah: Jumlah Guru PNSSertifikasi. Diakses dari http://emispendis.kemenag.go.id/emis2014/emis_dh/dh2014/mi_umum.php?kel=gurups&tahun=2012/2013 pada tanggal 21 November2014

Page 28: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Perubahan Mindset dan… (Andi Prastowo)

P a g e [ 641 ]

EMIS Pendis. (2014 d). Statistik Pendataan Madrasah Ibtidaiyah: Jumlah Guru Non PNSSertifikasi. Diakses dari http://emispendis.kemenag.go.id/emis2014/emis_dh/dh2014/mi_umum.php?kel=gurups&tahun=2012/2013 pada tanggal 21 November2014

Fadjar, A. Malik. (1999).Madrasah dan Tantangan Modernitas. Cet.II. Bandung: YASMINbekerjasama dengan Mizan, 1999.

Gultom, Syawal. (2015). “Syawal Gultom” Pewawancara Ester Lince Napitupulu. GuruHonorer Menumpuk di SD. Kompas. 2 April.

Gunawan, Adi W. (2008). The Secret of Mindset. Cet. III. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hakim, M. Fathoni. (2013).Asean Community 2015 Dan Tantangannya Pada PendidikanIslam Di Indonesia. Laporan Penelitian. Surabaya: LP2M IAIN Sunan Ampel.

Kasali, Renald. (2014). Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger ?Jakarta Selatan:Mizan.

Kasali, Rhenald. “Kata Pengantar” dalam Gunawan, Adi W. (2008). The Secret of Mindset.Cet. III. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Marzano, Robert.J.(2013). Seni dan Ilmu Pengajaran. Diterj.oleh: Rahmat Purwono.

MOEC. (2012). Indonesia, Educational Statistic in Brief, 2011/2012. Jakarta: MOEC.

Muhammad, Hamid.(2015). “Hamid Muhammad” Pewawancara Ester Lince Napitupulu.Guru Honorer Menumpuk di SD. Kompas. 2 April.

Mulyasa, E. (2013). Pengembangan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: RemajaRosdakarya.

Sidi, Indra Jati. (2003).Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma BaruPendidikan. Cet. II. Jakarta Selatan: Paramadina bekerjasama dengan Logos WacanaIlmu.

Siradjuddin, Bactiar.(2014). BNSP Menyongsong Pasar Bebas AEC 2015. MajalahSertifikasi. Jakarta: BSNP.

Subrayanti, Delta. (2013). Pengaruh Supervisi Akademik Kepala Sekolah dan IklimOrganisasi terhadap Kinerja Mengajar Guru Sekolah asar Negeri KecamatanSukaresmi Kabupaten Cianjur. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Suryadi, Ace. (2014). Pendidikan Indonesia Menuju 2025 Outlook: Permasalahan,Tantangan dan Alternatif Kebijakan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ulwiyah, Nur. (2015). Tantangan Dunia Pendidikan Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN2015. Diakses dari http://download.portalgaruda.org/article.php/article=116579&val=5316&title=Tantangan%20Dunia%20Pendidikan%20%20Menghadapi%20Pasar%20Tunggal%20Asean%202015.pdf. pada tanggal 18 April 2015.

Wong, Willy. (2010). Membongkar Rahasis Hipnosis. Cet.II. Jakarta: Visimedia.

Wuryandani. Dewi. “Peluang dan Tantangan SDM Indonesia Menyongsong EraMasyarakat Ekonomi ASEAN”, Info Singkat, Vol.VI (17) : 13-16

Zamroni. (2011). Dinamika Peningkatan Mutu. Yogyakarta: Galvin Kalam Utama.

Page 29: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 642 ] P a g e

MENJAWAB TANTANGAN GURU MASA DEPAN

MELALUI PENINGKATAN KOMPETENSI SEBAGAI AGEN PEMBELAJARAN

Faridah & Yayat Hidayat AmirPFKIP Universitas Pancasakti Tegal

[email protected]

AbstrakPeran dan tanggung jawab guru masa mendatang akan makin kompleks. Sejalandengan itu, persoalan mendasar mutu pendidikan dari sudut pandang outputdikategorisasi ke dalam tiga bentuk kesenjangan: akademik, okupasional, dankultural. Kondisi tersebut lebih lanjut meniscayakan pendekatan pendidikanyang berparadigma holistik sekaligus meminta model proses pembelajaran yanglebih relevan dan mencerdaskan. Dalam konteks itulah penguatan kompetensiguru sebagai agen pembelajaran menjadi penting, di samping perlunya praktikpedagogik produktif dalam pembelajaran.

Kata Kunci: Kompetensi, Agen Pembelajaran.

PENDAHULUAN

Putaran evolusi masyarakat dalam perempat akhir abad ini mengharuskan

dilakukannya redefinisi konsep pendidikan dan peran guru. Redefinisi tersebut penting

mengingat makin diragukannya relevansi antara pandangan-pandangan lama dengan

aspirasi, kondisi, dan kebutuhan manusia abad ke-21.

Oleh karena itu, redefinisi pendidikan dan peran guru haruslah bermula dari

identifikasi faktor-faktor esensial pendidikan dan masyarakat, yang meliputi: (1)

keterkaitan antara perubahan peran guru dengan konteks sosial kemasyarakatan; (2)

memperjelas definisi sasaran perubahan; (3) mempertegas komitmen bahwa pendidikan

bukan sekadar pelestarian namun regenerasi; (4) kebutuhan belajar di sekolah; dan (5)

sekolah sebagai institusi.

Pernyataan di atas mengisyaratkan dan berimplikasi antara lain perlunya

penguatan kompetensi guru sebagai agen pembelajaran. Sehubungan dengan hal itu

maka risalah ini akan coba menjawab pertanyaan: bagaimakah peran guru masa depan

dan apa sajakah elemen-elemen pokok kompetensi guru sebagai agen pembelajaran itu?

TANTANGAN GURU MASA DEPAN

Peran dan tanggung jawab guru di masa mendatang akan makin kompleks.

Pertama, guru harus sanggup berkontribusi terhadap peningkatan mutu sumber daya

manusia. Sumber daya manusia yang bermutu dicirikan oleh kemampuan-kemampuan:

(a) penguasaan suatu bidang keahlian yang berkaitan dengan iptek; (b) bekerja

profesional dengan orientasi mutu dan keunggulan; (c) menghasilkan karya-karya unggul

yang dapat bersaing secara global sebagai hasil dari keahlian dan profesionalismenya.

Kedua, guru harus mampu menjawab tantangan hasil didik, sebagaimana

diungkapkan oleh McTighe & Schollenberger (1985): “we must return to basics, but the

Page 30: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Menjawab Tantangan Guru… (Faridah & Yayat Hidayat Amir)

P a g e [ 643 ]

basics of 21st century are not only reading, writing, and arithmatic. They include

communication and higher problem solving skills, and scientific and technological literacy

the thinking tools that allow us to understand the technological world around us.”

Ketiga, profesionalisme guru harus terekspresikan dalam dimensi-dimensi: (a)

kepribadian yang matang dan berkembang/mature and developing personality; (b)

keterampilan membangkitkan minat peserta didik; (c) penguasaan iptek yang kuat; dan

(d) sikap profesional yang berkembang berkesinambungan (Tilaar, 1998).

Keempat, selalu berusaha menunjukkan sosok guru yang bermutu, yang

bercirikan: (a) kemampuan profesional, yang mencakup kemampuan intelegensia, sikap,

dan prestasi kerja; (b) upaya profesional/professional efforts, berupa transformasi

kemampuan profesional ke dalam tindakan mendidik dan mengajar; (c) waktu yang

dicurahkan untuk kegiatan profesional/teacher’s time atau intensitas waktu guru yang

dikonsentrasikan untuk tugas-tugas profesionalnya; (d) kesesuaian antara keahlian

dengan pekerjaannya, dapat membelajarkan siswa secara tuntas, benar, dan berhasil

(Djojonegoro, dalam Tilaar, 1998).

Kelima, guru harus senantiasa: (a) membangun dan membentuk siswa yang

memiliki orientasi ke depan (luwes, tanggap terhadap perubahan, semangat inovasi) ; (2)

senantiasa berhasrat mendayagunakan lingkungan dan kekuatan-kekuatan alam (tidak

tunduk pada nasib, selalu berupaya memecahkan masalah, dan menguasai iptek) ; (3)

memiliki achievement orientation atau orientasi terhadap karya yang bermutu.

Sejalan dengan kelima tuntutan guru masa depan tersebut, persoalan mendasar mutu

pendidikan dari sudut pandang output, dikategorisasi oleh Zamroni (2000) ke dalam tiga

bentuk kesenjangan: akademik, okupasional, dan kultural. Kesenjangan akademik adalah

ketiadaan kaitan antara ilmu yang dipelajari di sekolah dengan kehidupan masyarakat

sehari-hari. Kesenjangan okupasional, ketidakgayutan antara dunia pendidikan dengan

dunia kerja, meski hal ini bukan hanya disebabkan oleh dunia pendidikan semata.

Kesenjangan kultural, ketidakmampuan peserta didik memahami persoalan yang sedang

dan akan dihadapi bangsanya di masa depan.

Oleh karena itu, diperlukan pendekatan pendidikan yang berparadigma holisitik.

Paradigma holistik melahirkan dua dimensi pembaharuan pendidikan: (1) pendidikan

yang memampukan anak didik berpikir global dan bertindak lokal; (2) pemaknaan ulang

efisiensi pendidikan, dari makna ekonomis semata menjadi keharmonisan dengan

lingkungan, solidaritas, dan kebaikan untuk semua (Zamroni, 2000).

Dalam jangka panjang hal itu memerlukan model proses pembelajaran yang: (1)

penyajian materinya tersusun dalam problema, tema, dan terintegrasi; (2) dampak

belajarnya meliput aspek kognitif dan afektif, khususnya kerjasama dan kompetensi

sosial; (3) gurunya team teaching dengan prosedur yang fleksibel; (4) sasaran

pemahamannya mencakup konsep, hubungan, dan keterkaitan; (5) pembelajarannya

kooperatif.

Page 31: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 644 ] P a g e

ASPEK-ASPEK KOMPETENSI GURU SEBAGAI AGEN PEMBELAJARAN

Konsep kompetensi agen pembelajaran sebetulnya identik dengan kompetensi

pedagogik dan profesional sebagaimana yang diperinci dalam Penjelasan Peraturan

Pemerintah No 14/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang

meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman

terhadap peserta didik; (c) pengembangan kurikulum/silabus; (d) perancangan

pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi

hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai

potensi yang dimilikinya.

Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi

pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda

keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar

yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;

(d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi

secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya

nasional.

Berkaitan dengan kompetensi pedagogik dan profesional tersebut, maka

profesionalisasi guru sebagai agen pembelajaran seyogianya difokuskan kepada

penguatan kemampuan teknikal yang terkait dengan pembelajaran. Kemampuan yang

dimaksud misalnya diperinci oleh National Board for Profesional Teaching Skill (2002)

sebagaimana dikutip oleh Sudradjat (2009) yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1. Teachers are committed to students and their learning yang mencakup: (a)

penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa; (b) pemahaman guru

tentang perkembangan belajar siswa; (c) perlakuan guru terhadap seluruh siswa

secara adil; dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir siswa.

2. Teachers know the subjects they teach and how to teach those subjects to students,

mencakup: (a) apresiasi guru tentang pemahaman materi mata pelajaran untuk

dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran lain; (b) kemampuan

guru untuk menyampaikan materi pelajaran; (c) mengembangkan usaha

pemerolehan pengetahuan dengan berbagai cara (multiple path).

3. Teachers are responsible for managing and monitoring student learning mencakup: (a)

penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan pembelajaran; (b) menyusun

proses pembelajaran untuk berbagai setting kelompok; (c) kemampuan untuk

memberikan ganjaran atas keberhasilan siswa; (d) menilai kemajuan siswa secara

teratur; dan (e) kesadaran akan tujuan utama pembelajaran.

4. Teachers think systematically about their practice and learn from experience

mencakup: (a) guru secara terus-menerus menguji diri untuk memilih keputusan-

keputusan terbaik; (b) guru meminta saran dari pihak lain dan melakukan berbagai

riset pendidikan untuk meningkatkan praktik pembelajaran.

Page 32: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Menjawab Tantangan Guru… (Faridah & Yayat Hidayat Amir)

P a g e [ 645 ]

5. Teachers are Members of Learning Communities mencakup: (a) guru memberikan

kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan kalangan

profesional lainnya; (b) guru bekerja sama dengan tua orang siswa, (c) guru dapat

memanfaatkan berbagai sumber daya masyarakat.

Penguatan kemampuan teknikal pembelajaran itu menjadi penting mengingat

bahwa performance based (teacher) meliputi penguasaan content knowledge, behavior

skills, dan human relation skills (Gaffar, 1987). Content knowledge merupakan penguasaan

materi pengetahuan yang akan diajarkan kepada peserta didik. Behavior skills merupakan

keterampilan perilaku yang berkaitan dengan penguasaan didaktik metodologik yang

bersifat pedagogik maupun andragogik. Human relation skills merupakan keterampilan

untuk melakukan hubungan baik dengan unsur manusia yang terlibat dalam proses

pendidikan.

Meminjam model Subekti (1997) tentang kemampuan dasar guru dilihat dari

keputusan dan tindakan guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi

hasil belajar (gambar 1), maka kinerja guru sebagai agen pembelajaran dibentuk oleh

derajat pemahaman calon guru mengenai: (1) hakikat mapel; (2) tujuan pembelajaran

mapel; (3) belajar-mengajar mapel.

KOMPETENSIMENGAJAR

GURU (FAKTOR-FAKTOR

TINDAKAN DANKEPUTUSAN

GURU DALAMPERENCANAAN,PELAKSANAANDAN PENILAIAN

HASILPEMBELAJARAN)

HAKIKATBIDANG ILMU

METODEBIDANG ILMU

METODE MENGAJARBIDANG ILMU

PRODUKBIDANG ILMU

KONSEP, PRINSIP, TEORI BIDANGILMU DALAM KURIKULUM DAN

BUKU TEKS

TUJUANPEMBELAJARAN

BIDANG ILMU

PEMAHAMAN GURU ATAS HAKIKATDAN TUJAR BIDANG ILMU

PEMAHAMAN GURU ATAS KAITANFUNGSIONAL TUJAR DENGANKEBUTUHAN/MINAT SISWA

BELAJAR MENGAJARBIDANG ILMU

PEMAHAMAN GURU ATAS: (1)ESENSI BM BIDANG ILMU (VERSI,MODEL, TEORI BM; (2) FAKTOR

PENDUKUNG PENINGKATAN MUTUPEMBELAJARAN

Gambar 1. Profil kemampuan dasar guru dalam mengajar

(Sumber: Subekti, 1997, dimodifikasi)

Pemahaman mengenai hakikat mapel mencakup aspek-aspek metode ilmu dan

produk ilmu. Aspek metode ilmu akan menentukan pilihan metode pembelajarannya.

Page 33: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 646 ] P a g e

Aspek produk ilmu berkenaan dengan kompetensi, prinsip dan tingkatan–sebagaimana

diracik dalam kurikulum dan buku teks.

Pemahaman mengenai tujuan pembelajaran meliputi aspek-aspek hakikat

pembelajaran dan tujuan pembelajaran mapel; serta kaitan fungsionalnya dengan

kebutuhan dan minat siswa.

Pemahaman mengenai belajar-mengajar mapel berkenaan dengan aspek-aspek:

(a) esensi belajar-mengajar mapel berdasarkan beragam versi, model, dan teori belajar-

mengajar; (b) faktor-faktor pendukung peningkatan mutu pembelajaran mapel.

Wotruba dan Wright (1975) mengidentifikasi enam karakteristik mengajar yang

efektif. Pertama, pengorganisasian yang baik dari pokok bahasan dan mata pelajaran.

Organisasi yang baik dari pokok bahasan ditunjukkan dalam tujuan-tujuan, materi

pelajaran, tugas-tugas, aktivitas kelas, dan ujian. Tahapan penyiapan kelas dan efektivitas

penggunaan waktu di dalam kelas, juga merupakan indikator dari organisasi yang baik

dari pokok bahasan dan mata pelajaran.

Riset menunjukkan bahwa pengorganisasian mata pelajaran mempunyai

hubungan dengan cara siswa belajar. Apabila pelajaran diberikan secara terorganisasi

akan dapat membantu mengembangkan kemampuan belajar siswa, maka dapat

dinyatakan bahwa organisasi bahan pengajaran yang baik memberikan kontribusi

terhadap efektivitas mengajar.

Kedua, komunikasi yang efektif. Kemampuan guru termasuk penggunaan

audiovisual atau teknik-teknik lain untuk menarik perhatian siswa, merupakan

karakteristik mengajar yang penting untuk dievaluasi. Keahlian berkomunikasi meliputi

kemampuan-kemampuan menjelaskan presentasi, kelancaran verbal, interpretasi

gagasan-gagasan abstrak, kemampuan berbicara yang baik dan kemampuan

mendengarkan. Dapat berkomunikasi dengan baik merupakan karakteristik penting bagi

mengajar yang efektif. Karena, komunikasi yang efektif sangat penting untuk kelas-kelas

yang besar, seminar, laboratorium, grup-grup diskusi kecil, sebaik dalam percakapan

orang perorang.

Ketiga, pengetahuan dari —dan perhatian pada— bahan pelajaran serta proses

pembelajaran. Guru harus mengetahui bahan pelajaran yang mereka bina agar mereka

dapat mengorganisasikannya secara tepat sehingga dapat mengkomunikasikannya

secara tepat pula. Seorang pengajar penting untuk mencurahkan perhatian dan

pemikirannya terhadap disiplin ilmunya, termasuk yang didapatkannya dari penelitian.

Pengetahuan pengajar terhadap materi pelajaran direfleksikan juga dalam

kemampuannya memilih buku teks, bahan bacaan dan daftar referensi, isi pengajaran

serta silabus pelajaran.

Keempat, sikap yang positif kepada siswa. Sikap-sikap yang disukai siswa di

antaranya ialah pemberian pertolongan oleh pengajar atau instruktur ketika siswa

mengalami kesulitan berkenaan dengan materi pelajaran, pemberian kesempatan

mengajukan pertanyaan atau mengekspresikan opini siswa, dan kepedulian terhadap hal-

hal yang dipelajari siswa. Sikap positif terhadap siswa dicerminkan pula dalam dukungan

Page 34: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Menjawab Tantangan Guru… (Faridah & Yayat Hidayat Amir)

P a g e [ 647 ]

dan kepercayaan diri siswa. Mengajar yang efektif sesungguhnya melibatkan harapan-

harapan yang tepat, pembimbingan dan dorongan kepada siswa.

Kelima, adil dalam ujian dan penilaian. Sejak awal pembelajaran, siswa harus

diberitahu mengenai jenis-jenis penilaian seperti karya tulis, proyek, ujian, kuis-kuis,

yang akan dijumlahkan pada akhir perkuliahan. Keterkaitan masing-masing materi yang

tercakup dalam pelajaran merupakan aspek penting dari keadilan. Konsistensi penting

bagi tujuan pelajaran, isi pelajaran, ujian, kuis-kuis, dan penilaian. Batas waktu dan

manfaat umpan balik mengenai kinerja siswa, juga merupakan elemen penting dari

keadilan sebagaimana kesesuaian antara beban kerja dengan kredit yang diterima.

Umpan balik dalam bentuk peringkat dan komentar tidak hanya dapat menjadi indikator

pencapaian pengetahuan relatif siswa terhadap dibanding rekan sekelasnya, tetapi harus

dapat pula menjadi indikator pertumbuhan pribadi.

Keenam, fleksibel dalam pendekatan mengajar. Pengajar yang jarang mencoba

pendekatan instruksional yang beragam mengindikasikan kehilangan semangat

mengajar. Variasi pendekatan instruksional berguna dalam menyempurnakan

bermacam-macam peraturan dan tujuan-tujuan pelajaran, serta dalam merespons

keragaman latar belakang individual siswa. Dengan memvariasikan langkah-langkah

instruksional yang mempertimbangkan keragaman siswa akan memungkinkan

pencurahan perhatian yang lebih baik dari siswa terhadap materi pelajaran.

URGENSI PRAKTIK PEDAGOGIK PRODUKTIF

Hal yang tidak kalah pentingnya dalam memfungsikan kompetensi guru sebagai

agen pembelajaran adalah praktik pedagogik produktif. Pedagogik produktif

diberangkatkan dari pemikiran bahwa kebutuhan belajar siswa beragam yang mencakup

perbedaan pola/gaya belajar, latar belakang budaya dan bahasa serta jenis kelamin,

memerlukan strategi pedagogik yang tepat dan efektif terhadap peningkatan kinerja

belajar siswa.

Konsep pedagogik produktif merujuk kepada: (1) model multidimensional dari

praktik pembelajaran di kelas; (2) pedagogi efektif yang memadukan suatu tampilan

strategi mengajar yang menunjang lingkungan kelas, dan mengakui perbedaan, serta

diterapkan pada semua kunci pembelajaran dan area subjek pembelajaran; (3) kerangka

berpikir teoritis yang seimbang untuk pengembangan profesional guru yang

memfokuskan pada refleksi kritis proses-proses yang terjadi dalam situasi belajar di

kelas dan isu keadilan dari proses pendidikan (Hartati, dkk, 2009:1).

Pedagogik produktif memiliki empat dimensi, yaitu: kualitas intelektual, relevansi,

lingkungan kelas yang mendukung, dan mengenali perbedaan. Dimensi kualitas

intelektual meliputi aspek-aspek kelancaran berpikir tingkat tinggi, pengetahuan yang

mendalam, pengertian yang dalam, perbincangan yang substantif, problematik

pengetahuan, dan metalinguistik.

Relevansi mencakup integrasi pengetahuan, latar belakang pengetahuan siswa,

keterhubungan dengan dunia sekitar, dan kurikulum berbasis masalah. Lingkungan kelas

Page 35: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 648 ] P a g e

yang mendukung meliputi kontrol pelajar, dukungan lingkungan, keterikatan, kriteria

yang eksplisit, regulasi sendiri. Dimensi mengenali perbedaan memuat aspek-aspek

pengetahuan budaya, inklusif, naratif, identitas kelompok, dan kewarganegaraan.

Kinerja guru yang berbasis pedagogik produktif relevan dengan tuntutan

pembelajaran di sekolah efektif, karena melalui kerangka pedagogik produktif, mereka

dapat mempertimbangkan apa yang sedang diajarkan, bagaimanakah variasi gaya dan

pendekatan mengajar serta latar belakang siswa.

Praktik pedagogik efektif dapat meningkatkan kenyamanan bagi siswa, guru dan

lingkungan sekolah. Pedagogik produktif juga meningkatkan kepercayaan diri, kontribusi

guru dan siswa, serta rasa tanggung jawab akan tujuan mereka berada di sekolah. Dengan

demikian, pedagogik produktif dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap

mutu pembelajaran dan mengajar di sekolah.

Keunggulan pedagogik produktif terletak pada potensinya untuk memperbaharui

fokus pada gender, ras, dan kelas sebagai penanda pemerolehan pendidikan yang

sekaligus berperan sebagai cara untuk menghadapi identitas baru pelajar, sosial ekonomi

dan tempat kerja baru, teknologi baru, komunitas yang berbeda, dan budaya yang rumit.

Di atas kompetensi sebagai agen pembelajaran, pekerjaan guru haruslah dihayati sebagai

pengabdian total. Ini berarti guru harus memiliki dan memegang teguh komitmennya

sebagai pendidik. Guru dengan segenap aktivitas profesinya harus dapat memberikan

yang terbaik kepada siswanya, berupa keteladanan dan terutama kejujuran.

Guru yang baik seharusnya: (1) memiliki misi; (2) memiliki suatu keyakinan

positif; (3) mengenal bahwa pikiran yang dibuat memiliki dampak yang mendalam

terhadap keberhasilan dirinya; (4) mengembangkan keterampilan pemecahan masalah

yang memungkinkannya mengatasi setiap tantangan yang dihadapi; (5) mengetahui

penggunaan waktu dan usaha untuk memperoleh hasil yang terbaik dan kepuasan

mengajar.

SIMPULAN

Peran dan tanggung jawab guru di masa mendatang akan makin kompleks. Selain

harus sanggup berkontribusi terhadap peningkatan mutu sumber daya manusia, para

guru harus pula mampu menampilkan profesionalismenya dalam kepribadian yang

matang dan berkembang; keterampilan membangkitkan minat peserta didik; penguasaan

iptek yang kuat; dan sikap profesional yang berkembang berkesinambungan.

Peran dan tanggung jawab guru masa depan tersebut mengimplikasikan agar

profesionalisasi guru sebagai agen pembelajaran difokuskan kepada penguatan

kemampuan teknikal yang terkait dengan pembelajaran. Dilihat dari keputusan dan

tindakan guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil belajar,

maka kemampuan teknikal guru sebagai agen pembelajaran dibentuk oleh derajat

pemahaman calon guru mengenai: (1) hakikat mapel; (2) tujuan pembelajaran mapel; (3)

belajar-mengajar mapel.

Page 36: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Menjawab Tantangan Guru… (Faridah & Yayat Hidayat Amir)

P a g e [ 649 ]

Hal yang tidak kalah pentingnya dalam memfungsikan kompetensi guru sebagai

agen pembelajaran adalah praktik pedagogik produktif. Pedagogik produktif

diberangkatkan dari pemikiran bahwa kebutuhan belajar siswa beragam yang mencakup

perbedaan pola/gaya belajar, latar belakang budaya dan bahasa serta jenis kelamin,

memerlukan strategi pedagogik yang tepat dan efektif terhadap peningkatan kinerja

belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Gaffar, M. Fakry. 1987. Perencanaan Pendidikan: Teori dan Metodologi. Jakarta: PPLPTK-

Ditjen Dikti Depdikbud.

Hartati, Tatat, dkk, 2009. “Productive Pedagogy & Suject Specific Pedagogy”, Monograf.Universitas Pendidikan Indonesia: Pusat Kajian Pendidikan Sekolah Dasar.

Meier. D. 1987. In School We Trust: Creating Communities of Learning in Era of Testing andStandardization. Boston: Beacon.

Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Subekti, Ruchji, 1997, “Profil Kemampuan Dasar Guru Ditinjau dari Keputusan danTindakan Pembelajaran oleh Guru Biologi SMU”, Disertasi PPs-IKIP Bandung, tidakditerbitkan.

Sudradjat, Akhmad. 2009. “Kompetensi Guru”, Tersedia:http//akhmadsudradjat.wordpress.com. [diunduh 2015]

Tilaar, HAR. 1998. Beberapa Agenda reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad21. Jakarta: Tera Indonesia.

Wotruba, T. & Wright, P. 1975. “How to Develop a Teacher-rating Instrument: A Research

Approach”. The Journal of Higher Education, Vol.46, No.6.

Zamroni, 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publishing

Page 37: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 650 ] P a g e

DAMPAK SERTIFIKASI GURU DALAM PENINGKATAN KOMPETENSI

PROFESIONAL DI KALANGAN GURU SMK PELITA SALATIGA

Imanuel Sri Murdadi & Entri SulistariFKIP UKSW Salatiga

[email protected]

AbstrakProgram sertifikasi dilakukan supaya guru memiliki penguasaan kompetensisebagaimana dipersyaratkan UU Guru dan Dosen. Tujuan sertifikasi untukmeningkatkan kualitas pendidikan, menentukan kelayakan guru sebagai agenpembelajaran, meningkatkan martabat guru, dan meningkatkan profesionalismeseorang guru. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Pelita Salatiga. Masalahpenelitian ini adalah apakah ada dampak sertifikasi guru dalam peningkatankompetensi profesional di kalangan guru SMK Pelita Salatiga. Penelitian inimenggunakan metode penelitian kualitatif, metode pengumpulan datamenggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Prosedur analisis dataadalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikankesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan guru sertifikasi kurang menguasaikompetensi khususnya kompetensi profesional, belum ada upaya peningkatankualitas pendidikan dikarenakan penguasaan kompetensi profesional masihkurang, seperti metode mengajar dan pemanfaatan teknologi. Adanya gurusertifikasi tidak berdampak pada peningkatan kompetensi profesional. Secaratidak langsung penguasaan kompetensi profesional masih tetap seperti sebelumadanya guru sertifikasi.

Kata kunci: Guru Sertifikasi, Kompetensi Profesional

PENDAHULUAN

Guru merupakan tenaga pengajar yang harus memiliki kemampuan standar

kompetensi guru yang meliputi kompetensi pedagogic, kepribadian, profesional dan

sosial. Guru yang profesional adalah guru yang dapat memenuhi keempat kompetensi

tersebut. Guru professional dibuktikan dengan sertifikat guru professional yang sering

disebut dengan sertifikasi guru. Guru bersertifikasi adalah guru yang professional dan

memenuhi kompetensi dasar guru. Guru bersertifikasi mendapatkan penghargaan

berupa tunjangan profesi guru yang ditujukan untuk memperkuat kualitas guru yang

bersertifikasi.

Gagasan sertifikasi guru dicetuskan dengan harapan dapat melahirkan guru-guru

yang professional sehingga kualitas pendidikan di Indonesia dapat meningkat, namun

pada saat ini kualitas guru bersertifikasi diragukan “Harus kita akui dengan jujur bahwa

guru mengikuti sertifikasi karena motivasi untuk meningkatkan pendapatan. Sementara

esensi peningkatan kualitas cenderung diabaikan.”

Pemerintah mengadakan uji kompetensi guru untuk mengetahui sejauh mana

pemahaman dan penguasaan guru terhadap kompetensi dasar guru. “Persatuan Guru

Republik Indonesia (PGRI) menolak pelaksanaan uji kompetensi dalam proses sertifikasi

guru. Uji kompetensi dinilai tidak sesuai dengan aturan perundangan. Penolakan tidak

seharusnya terjadi jika semua guru sudah menguasai kompetensi dasar. Hakikatnya

Page 38: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Dampak Sertifikasi Guru… (Imanuel Sri Murdadi & Entri Sulistari)

P a g e [ 651 ]

Sertifikasi guru dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi guru. Undang – undang

Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.

Guru sertifikasi diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru

dan dosen yang disahkan pada 30 Desember 2005. Pasal 8 UU guru dan dosen

menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat

pendidik, sehat jasmani, rohani, dan memiliki kemampuan mewujudkan tujuan

pendidikan nasional.

“Sertifikasi pendidik menurut Mulyasa (2007: 33) adalah bukti formal sebagai

pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional. Sertifikasi

guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan terhadap seseorang

telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan

pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga

sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang

untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian

sertifikasi pendidik.”

Tercapainya tujuan sertifikasi guru akan mengantarkan pendidikan pada

peningkatan mutu pembelajaran. Berdasarkan penelitian pendahuluan di SMK Pelita

Salatiga, tentang guru bersertifikasi di SMK Pelita Salatiga masih ada guru yang terlambat

memulai pelajaran dan menyelesaikan pembelajaran sebelum waktu selesai.

Pembelajaran yang disampaikan guru monoton sehingga membuat peserta didik

cenderung kurang memperhatikan. Ada pula guru yang meninggalkan kelas dengan

memberi catatan saja kepada murid. Kedisiplinan dan cara mengajar guru bersertifikasi

di SMK Pelita masih jauh dari harapan. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui

Dampak Sertifikasi Guru dalam Peningkatan Kompetensi Profesional di kalangan guru

SMK Pelita Salatiga.

Sertifikasi diberikan kepada guru yang telah lulus uji kompetensi guru. Guru yang

lolos uji kompetensi dibuktikan dengan sertifikat pendidik dan diberi penghargaan

berupa tunjangan. Sertifikasi guru dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi guru.

Undang – undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen,

mengemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk

guru dan dosen.

Memaknai tujuan sertifikasi guru diharapkan ada peningkatan mutu dan kualitas

pembelajaran para guru bersertifikasi. Adanya sertifikasi pendidik, juga diharapkan

kompetensi guru sebagai pengajar akan meningkat sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan. Undang - undang guru dan dosen menyatakan dengan jelas bahwa, sertifikasi

sebagai bagian dari peningkatan mutu guru dan peningkatan kesejahteraannya. Oleh

karena itu, lewat sertifikasi ini diharapkan guru menjadi pendidik yang professional yaitu

dengan dibuktikan pemilikan sertifikat pendidik setelah dinyatakan lulus uji kompetensi.

Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagai salah satu upaya peningkatan mutu

guru diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan pada satuan pendidikan formal

secara berkelanjutan. Guru dalam jabatan yang telah memenuhi persyaratan sertifikasi,

Page 39: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 652 ] P a g e

dapat mengikuti sertifikasi melalui: Pemberian Sertifikat Pendidik secara Langsung,

Portofolio, Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), atau Pendidikan Profesi Guru.

Pelaksanaan sertifikasi guru dimulai pada tahun 2007 dan tahun 2012 merupakan

tahun keenam. Undang – undang nomor 5 tahun 2012 tentang sertifikasi guru dalam

jabatan, mengacu pada hasil penelaahan terhadap pelaksanaan sertifikasi guru dan

didukung dengan adanya beberapa kajian atau studi tentang penyelenggaraan sertifikasi

guru sebelumnya, pelaksanaan sertifikasi guru pada tahun 2012 dilakukan beberapa

perubahan, antara lain perubahan yang mendasar yaitu pola penetapan peserta dan

pelaksanaan uji kompetensi awal sebelum PLPG.

Jaminan standardisasi mutu proses dan hasil PLPG, perlu disusun rambu-rambu

penyelenggaraan PLPG. Rambu-rambu PLPG ini digunakan sebagai pedoman dalam

penyelenggaraan PLPG oleh Rayon LPTK penyelenggara sertifikasi bagi guru dalam

jabatan tahun 2012. Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) bertujuan untuk

meningkatkan kompetensi, profesionalisme, dan menentukan kelulusan guru peserta

sertifikasi.

Penyelenggaraan PLPG dilakukan berdasarkan proses baku yang diuraikan secara

jelas dalam Rambu - rambu Pelaksanaan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)

Tahun 2012:

1. PLPG dilaksanakan oleh LPTK penyelenggara sertifikasi guru dalam jabatan yang

telah ditetapkan Pemerintah

2. PLPG dilaksanakan berbasis prodi. Untuk mata pelajaran tertentu di SMK yang

prodinya tidak ada di LPTK pelaksanaan PLPG-nya dilakukan oleh LPTK yang ditugasi

melalui bekerjasama dengan Perguruan Tinggi Pendukung yang memiliki program

studi relevan dengan bidang studi/mata pelajaran guru peserta PLPG. Kerjasama

tersebut dibuktikan dengan MoU dan pernyataan kesediaan dari prodi terkait pada

PT Pendukung.

3. PLPG diselenggarakan selama10hari dan bobot 90 Jam Pembelajaran (JP), dengan

alokasi 46 JP teori dan 44 JP praktik. Satu JP setara dengan 50 menit.

4. Penentuan tempat pelaksanaan PLPG harus memperhatikan kelayakan

(representative dan kondusif) untuk proses pembelajaran.

5. Rombongan belajar (rombel) PLPG diupayakan satu bidang keahlian/mata

pelajaran1.

6. Satu rombel terdiri atas 30 peserta, dan satu kelompok peer teaching/peer guidance

and counseling/peer supervising terdiri atas 10 peserta. Dalam kondisi tertentu

jumlah peserta satu rombel atau kelompok peer teaching/peer guidance and

counseling/peer supervising dapat disesuaikan.

7. Apabila peserta PLPG jumlahnya lebih dari satu rombel, maka pembagian rombongan

belajar harus memperhatikan hasil Uji Kompetensi Awal (UKA). Peserta dengan hasil

UKA rendah dibuat satu rombel dan diusahakan terpisah dari rombel dengan peserta

yang hasil UKA-nya sudah baik. Pengelompokan peserta atas dasar hasil UKA ini juga

Page 40: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Dampak Sertifikasi Guru… (Imanuel Sri Murdadi & Entri Sulistari)

P a g e [ 653 ]

berlaku ketika pembentukan kelompok peer teaching/peer guidance and

counseling/peer supervising

8. Satu kelompok peer teaching/peer guidance and counseling/peer supervising

difasilitasi oleh dua orang instruktur yang memiliki NIA yang relevan, termasuk pada

saat ujian.

9. Pembelajaran dalam PLPG dilakukan dalam bentuk workshop yang didahului

penyampaian materi penunjang workshop dengan menggunakan multi media

(teknologi informasi) dan multi metode yang berbasis pada pembelajaran aktif,

inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM).

10. Strategi pembelajaran/workshop harus memperhatikan hasil UKA yang dicapai

peserta. Peserta dengan hasil UKA rendah harus mendapat perhatian khusus, strategi

pembelajaran yang digunakan harus dapat memotivasi peserta untuk meningkatkan

kompetensinya. Bila dianggap perlu, untuk rombel/peserta dengan hasil UKA yang

rendah jam pembelajaran materi B1 bisa ditambah dengan mengambil jam

pembelajaran dari materi B2. Untuk menambah kekurangan jam pembelajaran pada

materi B2, materi tersebut dapat diintegrasikan pada kegiatan workshop pengemasan

perangkat pembelajaran. Penambahan jam pembelajaran materi B1 tidak boleh lebih

dari 6 JP.

11. Pada akhir PLPG dilakukan uji kompetensi dengan mengacu pada rambu-rambu

pelaksanaan PLPG. Uji kompetensi meliputi uji tulis dan uji kinerja (ujian praktik).

Kualitas penyelenggaraan PLPG salah satunya akan tercermin dari prestasi yang

dicapai peserta pada uji kompetensi.”

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa sebagai seorang guru apabila

akan mengajukan sertifikasi harus melalui pelaksanaan pendidikan dan latihan profesi

guru (PLPG) yang didasarkan pada indikator esensial uji kompetensi guru sesuai

tuntutan minimal sebagai agen pembelajaran.

Guru profesional harus memahami standar kompetensi guru yang menjadi dasar

sertifikasi guru. Kompetensi merupakan komponen utama dari standar profesi di

samping kode etik sebagai regulasi perilaku profesi yang ditetapkan dalam prosedur dan

sistem pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan dan dimaknai sebagai perangkat

perilaku efektif yang terkait dengan eksplorasi, investigasi menganalisis dan memikirkan,

serta memberikan perhatian, dan mempersepsi yang mengarahkan seseorang

menemukan cara - cara untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien.

Kompetensi guru dapat dipahami dari penjelasan sebagai berikut:

Menurut Mulyasa (2007:26), “Kompetensi guru merupakan perpaduan antara

kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah

membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi,

pemahaman terhadap peserta didik pembelajaran yang mendidik, pengembangan

pribadi dan profesionalisme”

Standar kompetensi dalam sertifikasi meliputi: kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi professional, kompetensi sosial.

Page 41: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 654 ] P a g e

Kompetensi Pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan

pembelajaran peserta didik. Guru dikatakan telah menguasai kompetensi pedagogik jika

guru memiliki:

1. Kemampuan mengelola pembelajaran

2. Pemahaman terhadap peserta didik

3. Pengembangan kurikulum atau silabus

4. Perancangan pembelajaran

5. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis

6. Pemanfaatan teknologi pembelajaran

7. Evaluasi pembelajaran (EHB)

8. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang

dimilikinya.

Kompetensi pedagogik akan tercapai seiring dengan terciptanya pembelajaran

yang efektif dan efisien. Pembelajran yang efektif dan efisien tidak terlepas dari

manajemen guru dalam melakukan pengarahan, pengembangan dan pengawasan dalam

pelaksanaan pembelajaran. Guru diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan

pengembangan kurikulum dan pembelajaran secara efektif serta melakukan pengawasan

dalam pengawasan dalam pelaksanaannya.

Kompetensi kepribadian tidak kalah penting dengan kompetensi pedagogik

yang harus dimiliki oleh seorang guru. Guru adalah panutan dan contoh bagi siswa-

siswanya, secara tidak langsung siswa akan mengikuti apa yang dilakukan oleh guru,

maka berkepribadian baik adalah wajib bagi seorang guru.

Menurut Mulyasa (2007:117)“Berdasarkan standar nasional pendidikan,

penjelasan pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan

kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa,

arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan

perkembangan pribadi peserta didik.”

Guru dituntut untuk memiliki kompetensi kepribadian yang memadai.

Kompetensi kepribadian menjadi landasan bagi kompetensi-kompetensi lainnya. Guru

tidak hanya bertugas untuk mentransfer ilmu, yang lebih penting adalah guru dapat

membentuk kepribadian peserta didik. Guru harus memiliki kompetensi kepribadian

yang baik untuk memperkuat 3 kompetensi dasar lain yang harus dikuasai oleh guru.

Memiliki kepribadian yang baik tanpa menguasai materi pembelajaran belum

cukup untuk guru professional. Guru harus menguasai materi pembelajaran karena

materi tersebut akan diajarkan kepada peserta didik. Materi yang tidak dikuasai tidak

mungkin dapat diserap oleh peserta didik.

“Berdasarkan standar nasional pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir c

dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi professional adalah

kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang

Page 42: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Dampak Sertifikasi Guru… (Imanuel Sri Murdadi & Entri Sulistari)

P a g e [ 655 ]

memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang

ditetapkan dalam standar nasional pendidikan.”

Kompetensi profesional merupakan kompetensi yang harus dimiliki guru sebagai

tugas utamanya yaitu transfer of knowledge. Guru harus menguasai materi yang diajarkan

sebelum menyalurkan kepada peserta didiknya.

Kompetensi profesional secara umum dapat diidentifikasikan dan disarikan

sebagai berikut:

1. Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikologis,

sosiologis, dan sebagainya.

2. Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta

didik.

3. Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung

jawabnya.

4. Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi

5. Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan sumber belajar

yang relevan.

6. Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran

7. Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik

8. Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.”

Hal tersebut menguraikan bahwa seorang guru harus mampu menguasai

pelaksanaan tugas utama sebagai guru yaitu mengajar. Kemampuan yang harus dimiliki

guru dalam proses pembelajaran dapat diamati dari aspek profesional adalah:

1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata

pelajaran yang diampu.

2. Menguasai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran/bidang

pengembangan yang diampu.

3. Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif.

4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan

reflektif

5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan

mengembangkan diri.

Penguasaan materi dan kompetensi dasar mata pelajaran dalam pembelajaran

sangatlah penting. Pemanfaatan teknologi juga sangat mendukung dalam menyiapkan

pembelajaran, Hal ini akan mampu mendukung penyesuaian perkembangan pendidikan

pada saat ini.

Berdasarkan standar nasional pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir d

dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi social adalah kemampuan guru

sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta

didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat

sekitar.”(m-edukasi.web.id, 2013)

Page 43: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 656 ] P a g e

Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan

orang lain. Sekolah merupakan kesatuan yang terdiri dari pengajar, pengurus sekolah

dan siswa. Sekolah tidak dapat berjalan jika tidak ada peserta didik, demikian juga

peserta didik tidak dapat belajar tanpa adanya guru, hal ini menjelaskan begitu

pentingnya interaksi social antara guru dan murid. Kompetensi social harus dimiliki guru

karena guru merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kebutuhan untuk

berinteraksi dengan masyarakat pula. Guru yang memiliki kompetensi social harus

mampu untuk:

1. Berkomunikasi secara lisan, tulisan dan isyarat.

2. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.

3. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,

orang tua atau wali peserta didik.

4. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.”

Guru dituntut untuk memiliki kompetensi social yang baik, terutama dalam

kaitannya dengan pendidikan. Guru yang memiliki kompetensi kepribadian harus

memiliki tujuh kompetensi sosial agar dapat berkomunikasi dan bergaul secara efektif,

baik di sekolah maupun di masyarakat. Ketujuh kompetensi tersebut menurut Mulyasa

(2007:176) antara lain:

1. Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama

2. Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi

3. Memiliki pengetahuan tentang estetika

4. Memiliki apresiasi dan kesadaran social

5. Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan

6. Setia terhadap harkat dan martabat manusia.”

Upaya yang sungguh-sungguh perlu dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang

profesional, sejahtera dan memiliki kompetensi. Hal ini merupakan syarat mutlak untuk

menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas, di mana pendidikan yang

berkualitas merupakan salah satu syarat utama untuk mewujudkan peningkatan kualitas

pendidikan

Guru profesional adalah guru yang mampu menerapkan hubungan yang

berbentuk multidimensional guru yang demikian adalah guru yang secara internal

memenuhi kriteria administratif, akademis dan kepribadian. Adapun ciri ciri guru

profesional:

1. Selalu punya energi untuk siswanya

2. Punya ketrampilan mendisiplinkan yang efektif

3. Punya ketrampilan manajemen kelas yang baik

4. Bisa berkomunikasi baik dengan Orang Tua

5. Punya harapan yang tinggi pada siswanya

6. Pengetahuan tentang Kurikulum

7. Pengetahuan tentang subjek yang diajarkan

8. Selalu memberikan yang terbaik untuk Anak-anak dan proses pengajaran

Page 44: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Dampak Sertifikasi Guru… (Imanuel Sri Murdadi & Entri Sulistari)

P a g e [ 657 ]

9. Punya hubungan yang berkualitas dengan siswa

Ketika seorang guru sudah mengikuti serta memahami langkah-langkah tersebut

berarti layak untuk menjadi guru yang professional. Profesional tidak hanya berarti ahli

saja. Namun selain memiliki keahlian juga harus bekerja pada bidang yang sesuai dengan

keahlian yang dimilikinya. Seorang profesional tidak akan pernah berhenti menekuni

bidang keahlian yang dimiliki. Selain itu, seorang profesional juga harus selalu melakukan

inovasi serta mengembangkan kemampuan yang dimiliki supaya mampu bersaing untuk

tetap menjadi yang terbaik di bidangnya.

METODE

Setiap kegiatan pasti mempunyai urutan langkah-langkah penyelesaian dari awal

kegiatan sampai selesai. Demikian juga pada penelitian ini mempunyai urutan langkah –

langkah penyelesaiannya. Sebagai seorang pendidik yaitu guru sudah seharusnya

mengetahui dan memahami standar kompetensi guru, yaitu kompetensi kepribadian,

kompetensi profesional, kompetensi social. Guru dapat mengajar dan mendidik apabila

guru memiliki, memahami, menjalankan keempat standar kompetensi tersebut dan bisa

dikatakan guru profesional. Guru yang lolos uji kompetensi akan mendapat penghargaan

berupa sertifikat guru profesional dan selanjutnya disebut sertifikasi guru. Tujuan dari

sertifikasi guru adalah meningkatkan kualitas guru yang selanjutnya akan meningkatkan

mutu pembelajaran, dan pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan secara

keseluruhan dan berkelanjutan, jika hal ini tercapai maka tujuan dari sertifikasi guru

terpenuhi, dan sebaliknya. Terlebih dalam kompetensi profesional, karena guru dituntut

menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam, serta menguasai metode

pembelajaran dengan

Gambar: 1. Kerangka Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif karena

permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini bersifat kompleks, holistik, dinamis dan

penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut dijaring dengan

metode penelitian kuantitatif dengan instrument seperti test, kuesioner, pedoman

wawancara. Selain itu peneliti bermaksud memahami situasi sosial secara mendalam.

Penelitian tentang dampak sertifikasi guru dalam Peningkatan kompetensi

profesional di kalangan guru SMK Pelita Salatiga. Metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.

Sertifikasi Guru

Guru

Kompetensi Profesional

Page 45: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 658 ] P a g e

Sedangkan untuk menjamin keabsahan data dilakukan triangulasi. Teknik analisis data

yang digunakan adalah deskriptif naratif. Teknis ini menurut Miles dan Huberman diterapkan

melalui tiga alur yaitu: Reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi.

Data mentah berupa hasil observasi, wawancara dan dokumentasi yang

didapatkan selama proses penelitian sesegera mungkin akan direduksi. Reduksi data

dilakukan dengan merangkum data, memisahkan data yang penting dari data sampah,

memilih data yang sesuai dengan tujuan penelitian dan membuang data yang tidak

diperlukan. Reduksi data harus dilakukan sesegera mungkin setelah data diperoleh agar

setiap tahapan pengumpulan data terpadu oleh fokus yang jelas, sehingga observasi dan

interview selanjutnya semakin terfokus, menyempit, dan menemui titik jenuh sehingga

penelitian dapat segera diakhiri.

Data yang sudah direduksi dapat disajikan dalam data display. Penyajian data

dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membuat bagan serta uraian singkat tentang

hubungan antar kategori. Data display dapat memudahkan peneliti dan pembaca untuk

memahami apa yang terjadi dalam latar penelitian. Tahap terakhir yang dilakukan dalam

analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan

(Conclusion: drawing/verifying). Penarikan kesimpulan bertujuan untuk menjawab

masalah penelitian yang telah ditentukan pada awal penelitian. Masalah dalam penelitian

kualitatif masih bersifat sementara dan dapat berkembang setelah penelitian berada di

lapangan. Menurut Sugiyono (2009:247), komponen analisis data sebagai berikut:

Gambar: 2. Komponen Analisis data (interactive model)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemahaman Standar Kompetensi Guru

Pemahaman standar kompetensi guru yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial terhadap guru sertifikasi di

SMK Pelita Salatiga, sebagaimana dituangkan dalam Tabel 1, menunjukkan bahwa

pemahaman guru sertifikasi terhadap standar kompetensi guru menurut guru sertifikasi,

kepala sekolah, dan guru di SMK Pelita Salatiga. Menurut guru sertifikasi terhadap

pemahaman standar kompetensi guru, diperoleh bahwa guru sertifikasi memahami

keempat kompetensi yang ada didalam standar kompetensi guru, yaitu kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Data collection

Conclusionsdarawing/verifying

Data reduction

Data display

Page 46: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Dampak Sertifikasi Guru… (Imanuel Sri Murdadi & Entri Sulistari)

P a g e [ 659 ]

Kepala sekolah mengemukakan bahwa pemahaman guru sertifikasi terhadap standar

kompetensi guru, masih ada guru sertifikasi yang kurang memahami dan memahami

standar kompetensi guru, kebanyakan guru sertifikasi hanya memahami kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, namun pada kompetensi profesional dan

kompetensi sosial guru sertifikasi masih kurang memahami kompetensi tersebut.

Sedangkan guru SMK Pelita Salatiga melihat pemahaman guru sertifikasi terhadap

kompetensi guru, menyebutkan bahwa indikator kompetensi pedagogik, kompetensi

profesional, dan kompetensi sosial, hanya pada kompetensi kepribadian yang memahami

setiap indikator. Berdasarkan temuan ini menunjukkan bahwa pendapat antara oleh guru

sertifikasi, kepala sekolah dan guru di SMK Pelita Salatiga terhadap pemahaman yang

berbeda.

Tabel 1. Pemahaman guru sertifikasi terhadap standar kompetensi guru, menurut guru

sertifikasi, kepala sekolah dan guru SMK Pelita Salatiga

NoStandar Kompetensi

GuruGuru

SertifikasiKepala Sekolah Guru

1. Kompetensi Pedagogik Memahami Memahami Kurang Memahami2. Kompetensi

KepribadianMemahami Memahami Memahami

3. Kompetensi Profesional Memahami KurangMemahami

Kurang Memahami

4. Kompetensi Sosial Memahami KurangMemahami

Kurang Memahami

Kompetensi Profesional

Hasil wawancara dengan 10 guru sertifikasi diperoleh kebanyakan guru sertifikasi

di SMK Pelita mampu menguasai dan melaksanakan peningkatan kompetensi

professional. Hal ini dilakukan dengan dalam pembelajaran dengan power point dan

peragaan sehingga siswa tidak jenuh saat diajar dengan metode ceramah terus. Dalam

mengembangkan keprofesionalan secara kreatif dan berkelanjutan saya berusaha terus

belajar dari media audio, visual dan perkembangan teknologi sehingga pembelajaran

yang saya terapkan tidak monoton”. “Dalam proses belajar mengajar juga sering

menggunakan fasilitas sekolah yang berhubungan dengan teknologi informasi seperti

LCD dalam menerangkan materi, dan menggunakan wifi sekolah untuk mencari materi

dalam kaitannya pengembangan materi.

Pemanfaatan teknologi informasi memang sudah seharusnya untuk

mengembangkan dan meningkatkan penguasaan pembelajaran yang ada, karena hal

tersebut membantu untuk cara penyampaian pembelajaran yang bervariasi dan bisa

mengembangkan materi yang disesuaikan dengan situasi perkembangan pendidikan saat

ini.

“Setelah adanya sertifikasi guru, merasa sudah meningkatkan kemampuan

kompetensi profesional, seperti penguasaan materi dan metode pembelajaran sudah saya

kuasai dalam proses belajar mengajar, sehingga siswa yang saya ajar mengerti dan situasi

Page 47: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 660 ] P a g e

kelas juga saya kendalikan dalam artian siswa tidak bosan atau tidak mainan sendiri saat

saya mengajar.”

Kebanyakan guru sertifikasi menyampaikan bahwa mampu melaksanakan dan

memahami indikator di dalam kompetensi profesional yang mencakup penguasaan

materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang

diampu. Keprofesionalan Guru secara berkelanjutan juga mampu dikembangkan dengan

melakukan tindakan reflektif. Mampu memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi untuk mengembangkan diri dalam kaitannya sebagai guru.

Menurut kepala sekolah pemahaman dan pelaksanaan guru sertifikasi tentang

peningkatan kompetensi profesional. Masih banyak guru bahkan semua guru masih

menyuruh siswa mencatat materi di papan tulis, hal tersebut memang tidak efektif dan

kurang efisien jika dilihat guru tersebut sudah menjadi guru sertifikasi, karena guru

sertifikasi dituntut profesional. Cara guru sertifikasi mengajar juga masih monoton dan

masih sama seperti sebelum menjadi guru sertifikasi.”

Menurut Guru SMK Pelita Salatiga, guru sertifikasi: pemahaman dan pelaksanaan

yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi professional menunjukkan masih

banyak guru sertifikasi yang kurang optimal.

Perbedaan guru sertifikasi dengan guru yang belum sertifikasi adalah masih

banyaknya guru sertifikasi yang kurang meningkatkan pembelajarannya, tetapi ada juga

guru sertifikasi yang benar-benar meningkatkan pembelajaran setelah menjadi guru

sertifikasi.

Pemanfaatan teknologi dalam pengembangan pembelajaran di kalangan guru

sertifikasi masih banyak yang kurang paham mengoperasikan teknologi seperti

pengoperasian computer, kadang menyuruh guru lain untuk menyelesaikan pekerjaan

tugasnya.

Pendapat kepala sekolah dan guru di SMK Pelita Salatiga berbeda jauh dengan

penjelasan dari guru sertifikasi terhadap penguasaan dan pelaksanaan guru sertifikasi

tentang peningkatan kompetensi profesional. Secara umum guru sertifikasi di SMK Pelita

Salatiga masih belum ada upaya peningkatan kompetensi profesional.

Pembahasan

Standar Kompetensi Guru

Hasil penelitian awal menunjukkan pemahaman guru sertifikasi terhadap standar

kompetensi guru menurut guru sertifikasi, kepala sekolah, dan guru di SMK Pelita

Salatiga. Menurut guru sertifikasi terhadap pemahaman standar kompetensi guru,

dikatakan bahwa guru sertifikasi memahami keempat kompetensi yang ada di dalam

standar kompetensi guru. Sedangkan kepala sekolah mengemukakan bahwa guru

sertifikasi terhadap standar kompetensi guru, masih adanya guru sertifikasi yang kurang

memahami dan memahami standar kompetensi guru. Guru sertifikasi hanya memahami

kompetensi pedagogik dan kompetensi kepribadian, sedangkan kompetensi profesional

dan kompetensi sosial guru sertifikasi kurang memahami. Berdasarkan tinjauan oleh

Page 48: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Dampak Sertifikasi Guru… (Imanuel Sri Murdadi & Entri Sulistari)

P a g e [ 661 ]

guru sertifikasi, kepala sekolah dan guru di SMK Pelita Salatiga terhadap pemahaman

standar kompetensi guru oleh guru sertifikasi, menunjukkan bahwa masih adanya guru

sertifikasi yang kurang memahami.

Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional merupakan salah satu kompetensi pada standar

kompetensi guru, di dalam kompetensi profesional terdapat 5 indikator yang harus di

pahami dan dikuasai seorang guru. Hasil penelitian yang berkaitan dengan penguasaan

dan pelaksanaan kompetensi profesional oleh guru sertifikasi dilihat dari pandangan

guru sertifikasi, mampu menguasai dan melaksanakan setiap indikator dalam

kompetensi profesional. Namun menurut kepala sekolah, dan guru SMK Pelita Salatiga

berbeda jauh dengan pandangan guru sertifikasi itu sendiri yang menjelaskan bahwa

guru sertifikasi kurang menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang

mendukung mata pelajaran yang diampu.. Sebagai guru juga harus menguasai standar

kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu sebagai seorang guru

sertifikasi tetapi nyatanya guru sertifikasi belum mampu menjalankan hal tersebut.

Kurang mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif karena cara

pembelajarannya masih monoton. Guru sertifikasi juga masih kurang memahami tentang

pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri dalam

kaitannya sebagai guru, karena masih adanya guru sertifikasi yang kurang menguasai

teknologi khususnya komputer. Pada dasarnya guru sertifikasi masih sama seperti guru

yang belum menjadi guru sertifikasi.

Penguasaan dan pelaksanaan kompetensi profesional bisa jadi sebagai tolak ukur

dalam kegiatan pengembangan profesi, baik yang berkaitan dengan usaha

penyelenggaraan lembaga pendidikan maupun kegiatan pembelajaran di sekolah.

“Menurut pandangan Zamroni ( 2007:2) dikatakan bahwa peningkatan mutu

sekolah adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus meningkatkan kualitas

proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, dengan tujuan agar

menjadi target sekolah dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien” Berkaitan dengan

hal tersebut, guru dituntut mampu meningkatkan penguasaan yang berkaitan dengan

faktor-faktor peningkatan pembelajaran di sekolah.

Guru sertifikasi mendapat tunjangan gaji yang berlipat dan sangat

menyejahterakan guru yang bersangkutan. Tujuan sertifikasi juga untuk meningkatkan

kualitas pendidikan, tetapi dalam kenyataannya pembelajaran yang diberikan oleh guru

sertifikasi masih sama seperti sebelum menjadi guru bersertifikasi, sehingga mutu

pembelajaran dan peningkatan kompetensi profesional kurang meningkat. “Harus kita

akui dengan jujur bahwa guru mengikuti sertifikasi karena motivasi untuk meningkatkan

pendapatan. Sementara esensi peningkatan kualitas cenderung diabaikan (Akhmad

Sudrajat, 2008).

Guru sertifikasi harusnya lebih meningkatkan penguasaan standar kompetensi

guru khususnya kompetensi profesional serta kualitas pendidikan, dengan adanya

peningkatan tunjangan yang diterima oleh guru sertifikasi.

Page 49: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 662 ] P a g e

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa guru sertifikasi tidak berdampak pada peningkatan

kompetensi profesional di kalangan guru SMK Pelita Salatiga, kualitas pendidikan dalam

kaitannya kompetensi profesional masih tetap seperti sebelum adanya guru sertifikasi.

Berdasarkan temuan tersebut dapat disarankan bahwa kepala sekolah selalu

meningkatkan pengawasan guru sertifikasi haruslah untuk mengetahui kinerja guru

sertifikasi dalam kaitanya bagi peningkatan mutu pendidikan dengan cara kepala sekolah

merancang dan mengembangkan program yang tepat untuk guru.

Bagi peneliti selanjutnya bisa meneliti tentang peningkatan proses dan kualitas

pendidikan yang bersangkutan dengan sertifikasi terhadap peningkatan standar

kompetensi guru SMK di kota Salatiga. Dengan demikian bisa membandingkan kualitas

pendidikan dalam kaitannya peningkatan pemahaman standar kompetensi guru SMK di

kota Salatiga.

DAFTAR PUSTAKA

A Chaedar Alwasilah, 2011, Pokoknya Kualitatif, Pustaka Jaya Jakarta

Dadang suhardan, 2010, supervisi profesional, Alfabeta, Bandung

Data Administrasi SMK Pelita Salatiga

Djam’an Satosi & Aan Komariah, 2011, Metodologi Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/05/peningkatan-mutu-pembelajaran-di-sekolah/ 27 Agustus 2012

http://subagio-subagio.blogspot.com/2010/02/peningkatan-mutu-pembelajaran-di.html/30 september 2012

http://www.m-edukasi.web.id/2012/06/kompetensi-profesional-guru.html //15 mei2013

Lembaga Penelitian Semeru, 2010, Pelaksanaan Sertifikasi Guru dalam Jabatan 2007:Studi Kasus di Provinsi Jambi, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat, Jakarta

Lexy J. Moeleong, 2011, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rosdakarya, Bandung

Marselus Payong, 2011, Sertifikasi Profesi Guru, Indeks, Jakarta

Mulyasa, 2007, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Rosdakarya, Bandung

Suara Merdeka,Guru Tolak Uji Kompetensi, Kamis 12 Januari 2012

Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan, Alfabeta, Bandung

www.kompas.com, Sertifikasi Belum Memuaskan, Rabu 15 Agustus 2012

Yayasan Pendidikan Pelita,2009 ,Surat Keputusan Pembagian Tugas Guru DalamKegiatan Proses Belajar Mengajar Bimbingan Dan Penyuluhan Dan Karyawan,SMK Pelita Salatiga

Page 50: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Profesionalisme Guru…(Ni’matush Sholikhah & Hendry Cahyono)

P a g e [ 663 ]

PROFESIONALISME GURU:

BELAJAR SEUMUR HIDUP UNTUK MENGAJAR SEUMUR HIDUP

Ni’matush Sholikhah & Hendry CahyonoFakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakSumber daya manusia yang profesional di suatu negara tidak terlepas dariperanan tenaga pendidik, terutama guru yang profesional. Tujuan dari penelitianini adalah untuk mengetahui cara meningkatkan profesionalisme guru sebagaiseorang pendidik di Indonesia, berkaca dengan konsep pendidikan di Finlandiasebagai negara terbaik dalam pengelolaan pendidikan menurut penilaianInternasional PISA. Penelitian ini menggunakan metode kajian literatur. Artikelini menyimpulkan bahwa program peningkatan profesionalisme guru dapatdilakukan melalui standardisasi proses pengajaran calon pendidik di tingkatuniversitas atau LPTK, menjadikan guru berbasis penelitian, serta mengadakanpendidikan dan pelatihan guru secara kontinyu. Semua kegiatan programpeningkatan profesionalisme guru tersebut harus didukung penuh daripemerintah pusat maupun daerah.

Kata Kunci: program peningkatan profesionalisme guru

PENDAHULUAN

Dalam menyambut perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang

akan dimulai per 31 Desember 2015, Indonesia dituntut siap menghadapi MEA sebagai

sarana untuk lebih mensejahterakan penduduk Indonesia. Perdagangan bebas MEA

menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan

elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang

lebih luas. Yang menjadikan pekerjaan rumah oleh pemerintah Indonesia dalam

menghadapi perdagangan bebas adalah sumberdaya manusia yang dimiliki. Data Human

Development Index (HDI) menunjukkan bahwa Indonesia di posisi 108 pada tahun 2013.

Hal ini jauh berbeda dengan empat negara ASEAN lainnya, Thailand peringkat 89,

Malaysia menempati posisi peringkat 62, Singapura peringkat 9, Brunei Darussalam

peringkat 30. Meskipun posisi HDI Indonesia masih di atas Philippines peringkat 117,

Vietnam peringkat 121, Laos peringkat 139, Myanmar peringkat 150, dan Cambodia

peringkat 136 (UNDP, 2014).

Perbedaan yang jauh menjadikan Indonesia harus memperbaiki ketertinggalan

sumberdaya manusianya. Perbaikan sumberdaya manusia di suatu negara tidak terlepas

dari peranan tenaga pendidik, terutama guru. Guru mengambil kunci utama dalam

mengembangkan dan membentuk kualitas sumberdaya manusia yang baik dan

profesional. Sesuai dengan amanah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tentang

tujuan negara Indonesia yaitu”.....turut serta dalam usaha mencerdaskan kehidupan

bangsa,” menjadikan guru sebagai pengemban amanah tersebut.

Page 51: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 664 ] P a g e

Untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas, yang mampu

bersanding bahkan bersaing dengan negara maju, diperlukan guru dan tenaga

kependidikan profesional (Mulyasa, 2012). Guru dan tenaga kependidikan yang

profesional inilah yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan suatu

negara. Hal ini dikarenakan guru sebagai pilar dalam dunia pendidikan yang harus

mencetak generasi penerus bangsa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional pasal 3

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional, “Pendidikan nasional mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.”

Guru yang baik adalah guru yang memiliki kompetensi dan profesional dalam

bidangnya. Kompetensi diartikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan,

dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam

melaksanakan tugas keprofesionalan. Dalam menjalankan profesi profesionalnya, guru

diharapkan memiliki kompetensi di antaranya: 1) kompetensi kognitif, yang merupakan

kemampuan dalam bidang intelektual; 2) kompetensi afektif, yang merupakan bentuk

kesiapan dan kemampuan guru dalam berbagai hal yang berkaitan dengan tugas

profesinya; dan 3) kompetensi perilaku, yang merupakan kemampuan dalam berperilaku

baik membimbing maupun mengevaluasi (Adlan dalam Yusuf, 2011).

Selanjutnya, kompetensi guru dinyatakan memenuhi standar dan profesional jika

guru telah memperoleh sertifikasi. Sertifikasi guru merupakan amanat Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Sertifikasi diberikan bagi guru dalam jabatan maupun bagi calon guru. Namun, sampai

saat ini masih banyak guru yang belum tersertifikasi. Hal ini menandakan masih banyak

guru yang belum memiliki standar mutu sebagai seorang pendidik. Di samping itu, masih

banyaknya guru yang belum memiliki sertifikat pendidik, menjadikan kesejahteraan guru

masih rendah. Dikarenakan, sertifikasi pendidik akan mengantarkan guru mendapatkan

penghargaan berupa materi yang diberikan oleh pemerintah.

Bila ditelaah lebih jauh, sertifikasi guru tidak hanya berbicara tentang

administratif kepegawaian saja, namun merupakan suatu sarana untuk

menstandarisasikan kompetensi guru yang profesional, yang nantinya mampu menjadi

sumberdaya pendidik yang siap untuk menjadi tenaga pendidik di sekolah-sekolah.

Namun, di Indonesia sertifikasi guru hanya sebatas administratif kepegawaian untuk

memperoleh kesejahteraan finansial semata. Paradigma inilah yang perlu diubah dan

diperbaiki.

Berbeda dengan negara Finlandia, yang merupakan negara top skor OECD dalam

pengelolaan pendidikan pada tahun 2000 oleh Penilaian Internasional PISA (Sahlberg,

Page 52: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Profesionalisme Guru…(Ni’matush Sholikhah & Hendry Cahyono)

P a g e [ 665 ]

2010). Finlandia sangat baik mengelola sumberdaya pendidik khususnya guru. Semua

guru di Finlandia diharuskan memiliki gelar Master untuk mengajar di tingkat sekolah

dasar (Sahlberg, 2007). Bahkan, guru dianjurkan untuk menambah keprofesionalannya

dengan menjalani program doktoral kependidikan.

Di samping itu, jam kerja guru hanya di bawah 600 jam per tahun. Sebaliknya di

Amerika Serikat, seorang guru pada tingkat yang sama biasanya mencurahkan 1.080 jam

untuk mengajar setiap tahunnya (Sahlberg, 2010). Bahkan di Indonesia, guru

mencurahkan hampir seluruh jam hidupnya untuk mengajar, yakni 1.152 jam per tahun.

Selanjutnya, guru disediakan waktu untuk pengembangan profesional dalam pekan kerja

guru (OECD, 2005; Darling-Hammond, 2009). Hal ini memberikan peningkatan

kompetensi secara berkala bagi guru-guru di Finlandia. Bahkan, guru melalui pihak

sekolah berhak mengajukan materi pengembangan profesinya kepada pihak terkait

sesuai dengan kebutuhan guru.

Guru di Finlandia merupakan profesi yang bergengsi dan dihormati dengan

penghormatan publik yang besar dan penghargaan yang besar (Simola, 2005; Sahlberg,

2007). Hal ini pun dipertegas dengan hasil jajak pendapat yang dilakukan Helsingin

Sanotikar tahun 2004 kepada lulusan SMA di Finlandia atas profesi yang diincar, guru

menempati posisi unggulan (Sahlberg, 2010). Hal ini dikarenakan profesi guru dalam

kacamata para lulusan terbaik sekolah menengah atas, adalah profesi yang independen

dengan segala kebijakan otonomi guru dalam melakukan mengajaran di kelas.

Hal ini tidak luput dari besarnya anggaran pendidikan yang dikucurkan

pemerintah Finlandia. Sistem pendidikan di sana pun dianggap sangat independen dan

tidak akan terpengaruh oleh pergantian politik pemerintahan. Hal ini dikarenakan

pemerintah menaruh tanggungjawab otonomi bagi delapan universitas di Finlandia yang

merupakan satu-satunya organisasi yang berhak mengeluarkan guru lisensi di Finlandia,

serta memberikan tanggungjawab otonomi pula pada guru dalam mendidik serta

evaluasi terhadap para siswanya (Sahlberg, 2011). Guru dinilai sebagai satu-satunya

pihak yang berwenang atas penilaian kemampuan peserta didik daripada pihak eksternal

(pemerintah).

Pengembangan pendidik yang profesional di Finlandia bertolak belakang dengan

yang terjadi di tanah air. Sehingga diperlukan pembenahan yang baik guna meningkatkan

sumberdaya pendidik di Indonesia dengan mengadopsi beberapa konsep pendidikan dari

negara terbaik dunia ini. Selanjutnya, diperlukan diskusi lebih lanjut tentang bagaimana

meningkatkan profesionalisme guru sebagai seorang pendidik di Indonesia, berkaca

dengan konsep pendidikan di Finlandia.

DUKUNGAN PENUH PEMERINTAH DALAM FINANSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN

SDM GURU

Human Capital adalah sebuah investasi dalam bentuk pengembangan dan

pendidikan sumberdaya manusia. Modal sumber daya manusia (human capital)

merupakan stok kekayaan pengetahuan yang sangat berharga sehingga setiap negara

Page 53: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 666 ] P a g e

yang memilikinya dapat memajukan kegiatan ekonomi melalui pencapaian tenaga kerja

yang produktif (Yustika, 2008:23). Investasi sumberdaya manusia umumnya

memerlukan dana yang besar dan berkelanjutan. Namun, hasil dari investasi SDM ini

tidak dapat langsung dinikmati dengan rentang waktu yang cepat. Butuh waktu

bertahun-tahun bahkan dalam satuan dekade, agar investasi human capital ini dapat

dinikmati oleh suatu negara dan berdampak pada peningkatan kualitas SDM.

Hampir 98% biaya pendidikan di semua tingkatan jenjang pendidikan di Finlandia

adalah ditanggung oleh pemerintah, bukan oleh sumber swasta (NCES, 2007; Darling-

Hammond, 2009). Hal ini pun, seharusnya menjadi cerminan bagi tanah air untuk lebih

memperhatikan dana pendidikan guna meningkatkan investasi modal manusia. Bentuk

investasi sumberdaya manusia yang dimaksud di sini adalah investasi dalam program

peningkatan profesionalisme guru di Indonesia. Pemerintah diharapkan memberikan

dukungan dana dalam program peningkatan profesionalisme guru yang meliputi: 1) dana

bagi pendidikan guru di tingkat universitas; 2) dana bagi kompensasi kesejahteraan (gaji)

guru yang baik; dan 3) dana bagi program pengembangan dan pelatihan tenaga pendidik

(guru) secara kontinu.

Pertama, pemerintah dalam membenahi sumberdaya guru, diharuskan memulai

dari akar suatu program peningkatan profesionalisme guru, yakni di tingkatan

universitas. Dalam artian, pemerintah mendukung penuh pendanaan dalam tahapan

pertama pendidikan bagi pendidik (guru) di tingkat universitas atau Lembaga Perguruan

Tinggi Keguruan (LPTK) yang telah ditunjuk pemerintah sebelumnya. Dana disediakan

mulai dari pengeluaran beasiswa bagi calon mahasiswa di Lembaga Perguruan Tinggi

Keguruan (LPTK), proses pendidikan di universitas, sampai penyertifikasian atau

pemberian lisensi bagi lulusan guru yang dikeluarkan universitas tersebut.

Selanjutnya, guru yang sudah terjun mengajar dan mengabdi bagi negara, wajib

diberikan kompensasi kesejahteraan berupa gaji maupun tunjangan yang lainnya sesuai

dengan kedudukan guru sebagai profesi penting di suatu negara. Kompensasi

kesejahteraan merupakan penghargaan bagi seseorang dalam melakukan suatu

pekerjaan. Nantinya dengan kesejahteraan yang terpenuhi akan membantu individu lebih

meningkatkan kesungguhan dalam menjalankan profesi/pekerjaannya. Dengan

demikian, dengan dihargainya keprofesionalan seorang pekerja akan membantu pekerja

tersebut lebih bersungguh-sungguh dalam menjalankan pekerjaannya, tidak terkecuali

bagi profesi guru.

Dan terakhir dalam program peningkatan profesionalisme guru, dukungan dana

secara berkelanjutan harus dikucurkan bagi program pengembangan dan pelatihan

tenaga pendidik (guru). Kebutuhan finansial dalam program pengembangan dan

pelatihan tenaga pendidik (guru) setiap tahun wajib dianggarkan pemerintah pusat dan

bekerjasama dengan pemerintahan lokal sebagai bagian dari sistem desentralisasi.

Sehingga terjadinya keselarasan antara kebutuhan guru melalui program pengembangan

dan pelatihan tenaga pendidik dengan pemenuhan kebutuhan tersebut secara finansial

oleh pemerintahan lokal di mana sekolah tersebut berada. Hal ini telah dilakukan

Page 54: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Profesionalisme Guru…(Ni’matush Sholikhah & Hendry Cahyono)

P a g e [ 667 ]

pemerintahan Finlandia yang mendanai kebutuhan program pengembangan pelatihan

dan pendidikan yang diajukan guru/sekolah sesuai dengan kebutuhan mereka (Sahlberg,

2010).

Di Finlandia, transisi sistem otorisasi dari pemerintah pusat kepada pemerintahan

daerah melalui sistem desentralisasi terjadi pada tahun 1990-an. Penerapan ini

membawa dampak positif di bidang keuangan negara selama krisis ekonomi yang terjadi

saat itu dan anggaran publik atas pendidikan pun tidak terkena dampaknya (Aho et al.,

2006; Sahlberg, 2007). Dikatakan bahwa hal ini terjadi karena otoritas negara tidak ingin

membuat keputusan keuangan yang sulit yang akan memotong anggaran pendidikan di

saat ketidakpastian ekonomi yang terjadi yang akan berefek negatif pada sekolah.

Namun, dengan pembagian tanggungjawab kepada pemerintahan lokal, pendanaan

pendidikan pun bisa diselamatkan. Dan yang terpenting, tingkat korupsi yang sangat

rendah menambah andil kesuksesan pendanaan investasi modal manusia ini.

UNIVERSITAS SEBAGAI MESIN PENGHASIL GURU YANG PROFESIONAL

Universitas merupakan lembaga pendidikan penghasil lulusan tenaga kerja, tidak

terkecuali guru. Universitas memegang kendali dalam tugas menjaga kualitas tenaga

kerja yang dihasilkan dalam koridor memenuhi standar/kompetensi sesuai dengan pasar

bahkan profesional di bidangnya. Dalam menghasilkan lulusan guru yang kompeten dan

profesional, universitas diharapkan mampu mengelola dengan baik sistem

pendidikannya. Pemerintah sebaiknya menetapkan beberapa universitas yang memenuhi

standar dan berizin dalam mencetak lulusan guru yang berlisensi profesional. Hal ini

bertujuan untuk menjaga luaran lulusan guru yang kompeten dan profesional sesuai

standar yang ditetapkan. Hal ini berkaca dengan sistem di negara Finlandia, yang hanya

memberikan izin kepada delapan universitas sebagai penyelenggara pendidikan

berlisesensi bagi guru (Sahlberg, 2011). Selanjutnya, universitas diberikan hak otonomi

dalam penyelenggaraan pendidikan bagi guru, namun tetap mengarah pada peraturan

pemerintah pusat.

Universitas diharapkan sebagai mesin penghasil guru yang profesional, mulai dari

perekrutan calon mahasiswa sampai dengan menghasilkan lulusan yang

berlisensi/bersertifikasi profesional. Pertama, universitas membuat standar dalam

perekrutan bagi calon mahasiswa pendidikan. Standar perekrutan terdapat dua tahapan,

tahapan penilaian matrikulasi hasil belajar di SMA serta prestasi sekolah dan tahapan uji

kompetensi, bakat dan minat calon mahasiswa. Penggunaan konsep ini sebenarnya sudah

diterapkan di universitas negeri Indonesia, namun teruntuk universitas swasta masih

belum diterapkan. Oleh sebab itu, standarisasi harus dimiliki oleh setiap

universitas/Lembaga Perguruan Tinggi Keguruan.

Selanjutnya, di tahapan pembelajaran di universitas, mahasiswa calon guru

diharapkan memiliki pengetahuan mendalam tentang 1) wawasan pendidikan dari

berbagai perspektif ilmu pedagogik, termasuk psikologi pendidikan dan sosiologi, teori

kurikulum, penilaian, kebutuhan khusus seorang pendidik, dll; 2) pengetahuan konten; 3)

Page 55: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 668 ] P a g e

ketrampilan praktek mengajar yang ditekankan rentang waktu satu tahun. Dan terakhir

adalah pemberian lisensi bagi mahasiswa yang dinyatakan lulus dalam studinya di LPTK

terkait. Pemberian lisensi merupakan kunci lulusan LPTK sebagai tenaga kerja guru yang

profesional dan siap untuk bekerja di sekolah.

Tahapan-tahapan pada konsep pengajaran bagi mahasiswa calon guru di LPTK ini

pada dasarnya juga telah dilakukan oleh para LPTK di Indonesia, namun masih terdapat

ketidakjelasan nasib lulusan yang diterbitkan LPTK. Di mana, pengajar lulusan LPTK

masih belum memiliki lisensi atau sertifikasi pendidik, namun tetap bekerja. Sertifikasi

ditempatkan pada aspek yang terpisah dengan tugas fakultas pendidikan seperti program

profesi guru (PPG) yang di luar fakultas. Ditambah lagi para lulusan non kependidikan

berhak menjadi guru dengan mengikuti program sertifikasi. Hal ini menjadikan guru

hanya sebagai profesi pelarian para tenaga kerja yang tidak tertampung oleh pasar.

Dengan standarisasi yang jelas dan sistematika pengajaran di LPTK yang telah

disebutkan di atas, diharapkan menjadikan pembenahan dan peningkatan kualitas

profesional tenaga kerja guru. Hal ini bercermin dari kualitas standarisasi proses

pengajaran calon pendidik di Finlandia, sehingga lulusan guru merasa bahwa mereka

bisa benar-benar menguasai pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka pelajari

dalam universitas (Sahlberg, 2011).

GURU BERBASIS PENELITIAN

Westbury et al. (2005) dalam Sahlberg (2007) menyebutkan bahwa

mempersiapkan guru berbasis penelitian adalah ide sentral dari perkembangan

pendidikan guru di Finlandia. Guru berbasis penelitian adalah guru yang mampu

menyelesaikan masalah dalam proses pengajaran, dengan pemecahan masalah meliputi

pembuatan siklus perencanaan, tindakan, dan refleksi/evaluasi, dan tindakan ini juga

diperkuat oleh seluruh guru pendidikan.

Proses ini merupakan model untuk guru dalam merencanakan sistem belajar

siswa mereka sendiri, dengan melakukan jenis penelitian dan penyelidikan dalam studi

mereka sendiri. Seluruh sistem ini dimaksudkan untuk meningkatkan sistem

pembelajaran melalui refleksi terus menerus, evaluasi, dan pemecahan masalah, di

tingkat kelas, sekolah, kota, maupun bangsa. Guru belajar cara membuat tantangan

kurikulum dan bagaimana mengembangkan serta mengevaluasi kinerja assessment lokal

yang melibatkan para siswa dalam penelitian dan penyelidikan guru secara teratur. Fitur

pengajaran dan pembelajaran di Finlandia ini mendorong guru dan siswa untuk mencoba

ide-ide baru dan metode pengajaran yang baru, mempelajari dan melakukan inovasi,

serta menumbuhkan kreativitas di sekolah (Darling & Hammond, 2009).

Sehingga, guru berbasis penelitian juga harus ditekankan dalam program

peningkatan profesionalisme guru di Indonesia. Konsep guru berbasis penelitian

mendorong guru untuk lebih kreatif serta menuntut guru untuk memiliki ruang inovasi

yang tinggi dalam menemukan cara-cara baru untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Guru akan mendiagnosa permasalahan yang ada di kelas mereka. Selanjutnya, guru akan

Page 56: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Profesionalisme Guru…(Ni’matush Sholikhah & Hendry Cahyono)

P a g e [ 669 ]

terdorong untuk memberikan solusi-solusi atas permasalahan yang dihadapi. Guru akan

melakukan refleksi atas solusi yang diberikan melalui penelitian mereka terhadap siswa.

Konsep penelitian ini membutuhkan kerja sama seluruh guru yang ada di Indonesia,

pihak sekolah bahkan pihak kementerian tingkat nasional. Sehingga kerja sama ini akan

memberikan hasil yang optimal atas permasalahan yang terjadi dalam proses pendidikan

di Indonesia.

PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GURU SECARA KONTINU

Prinsip belajar sepanjang hayat mensyaratkan bahwa setiap orang memiliki

kemampuan belajar yang cukup dan kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan

dan keterampilan dalam lingkungan belajar yang berbeda sepanjang umur mereka

(Darling & Hammond, 2009). Konsep belajar sepanjang hayat inilah yang mengantarkan

para guru di Finlandia untuk melakukan program pendidikan dan pelatihan guru.

Sehingga, program pendidikan dan pelatihan guru diperlukan untuk mengembangkan

keprofesionalan guru di Indonesia.

Pendidikan dan pelatihan guru menekankan pembelajaran bagaimana mengajar

siswa dengan cara yang berbeda, termasuk mereka yang kebutuhan khusus. Guru akan

terlatih baik dalam penggunaan metode penelitian, praktek pedagogis, serta pengetahuan

tentang kurikulum. Guru akan bekerja bersama-sama koleganya (guru rumpun) untuk

merancang instruksi pembelajaran yang disesuaikan dengan tuntutan standar nasional

pendidikan serta kebutuhan siswanya. Sekolah diwajibkan menyediakan waktu untuk

kolaborasi reguler antara guru mengenai isu-isu yang terjadi. Seperti yang dilakukan para

guru di sekolah Finlandia bertemu di setidaknya satu sore setiap minggu untuk bersama-

sama merencanakan dan mengembangkan kurikulum. Waktu juga disediakan untuk

pengembangan profesional dalam pekan kerja guru (OECD, 2005; Darling & Hammond,

2009).

Program pendidikan dan pelatihan guru dilakukan secara berkala dan kontinu.

Dalam program pendidikan dan pelatihan, guru atau sekolah (kepala sekolah) berhak

menentukan jenis berapa banyak dan apa yang dibutuhkan dari pengembangan

profesional dan pemerintahan lokal akan membantu dalam pendanaannya. Lebih dari itu,

guru pun diberikan kesempatan untuk melanjutkan pengembangan profesionalnya

dengan mengikuti program doktoral. Sehingga, dengan konsep Program pendidikan dan

pelatihan guru secara kontinu ini bisa menjadikan guru lebih profesional seiring dengan

berkembangnya zaman.

SIMPULAN

Sumberdaya manusia yang profesional di suatu negara tidak terlepas dari peranan

tenaga pendidik, terutama guru yang profesional pula. Program peningkatan

profesionalisme guru yang meliputi standarisasi proses pengajaran calon pendidik di

tingkat universitas atau LPTK, menjadikan guru berbasis penelitian, serta mengadakan

pendidikan dan pelatihan guru secara kontinu. Semua kegiatan program peningkatan

Page 57: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 670 ] P a g e

profesionalisme guru tersebut memerlukan dukungan penuh dari pemerintah pusat

maupun daerah. Sehingga dengan konsep program peningkatan profesionalisme guru ini,

guru akan belajar seumur hidup untuk mengajar seumur hidup.

DAFTAR PUSTAKA

Linda Darling & Hammond. (2009). Steady Work: How Finland Is Building a StrongTeaching and Learning System. V.U.E. Summer. Columbia: Teachers College Press.

Mulyasa. (2012). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT RemajaRosdakarya.

Sahlberg, Pasi. (2007). Education policies for raising student learning: the Finnishapproach. Journal of Education Policy, Vol. 22, No. 2, March 2007, pp. 147–171.

Sahlberg, Pasi. (2010). The Secret to Finland’s Success: Educating Teachers. StanfordCenter for Opportunity Policy in Education Research Brief. California: StanfordUniversity School of Education.

Sahlberg, Pasi. (2011). The Professional Educator-Lessons From Finland. AmericanEducator Summer, 34-38.

UNDP. (2014). Human Development Report 2014. New York: the United NationsDevelopment Programme. Diakses dari http://hdr.undp.org/en diunduh tanggal24 April 2015.

Yustika, Ahmad Erani. (2008). Ekonomi Kelembagaan Definisi, Teori, dan Strategi. Malang:Bayumedia Publishing.

Yusuf, Rusli. (2011). Pendidikan dan Investasi Sosial. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Page 58: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Pendidikan Profesi Guru… (Ratna Rosita Pangestika & Fitri Alfarisa)

P a g e [ 671 ]

PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG): STRATEGI PENGEMBANGAN

PROFESIONALITAS GURU DAN PENINGKATAN

MUTU PENDIDIKAN INDONESIA

Ratna Rosita Pangestika & Fitri AlfarisaPascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta

[email protected]

AbstrakMasyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) muncul karena dampak dari globalisasi.Adanya gelombang globalisasi menyebabkan terjadinya perdagangan bebas danterbentuk penguatan untuk masing-masing kawasan. Kesepakatan ASEANCommunity atau Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015 akan menyebabkanterjadinya persaingan bebas dalam bidang perdagangan, pelaku usaha, danketenagakerjaan tanpa terkecuali terjadi persaingan bebas bagi pendidik dinegara ASEAN. Indonesia sebagai negara yang berada dalam kawasan ASEANharus mempersiapkan pendidik dalam negeri untuk memiliki profesionalismeyang tinggi dan mampu bersaing dengan asing. Sejauh ini pemerintah telahmemiliki berbagai strategi sebagai upaya peningkatan kualitas pendidik (guru)dalam bentuk program pendidikan dan pelatihan serta program non pendidikan.Kenyataannya strategi yang dilakukan oleh Indonesia belum terintegrasi secarabaik sehingga diperlukan suatu program khusus profesi yang berfungsi untukmeningkatkan profesionalisme guru yaitu melalui pendidikan profesi guru(PPG). Program PPG yang diupayakan oleh pemerintah akan menghasilkan guru-guru profesional yang memiliki kompetensi lulusan tinggi dan mampu berdayasaing dengan asing.

Kata kunci: MEA, PPG, Profesionalisme

PENDAHULUAN

Kawasan Asia Tenggara memiliki organisasi regional yang bernama ASEAN.

ASEAN didirikan pada tahun 1967 dalam Deklarasi Bangkok dengan fokus pada isu

keamanan dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara dan disusul dengan Bali Concord I

tahun 1976 serta Bali Concord II tahun 2003. Bali Concord I dan II adalah embrio

lahirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Implementasi MEA sudah memasuki tahun

akhir dari rencana panjang kesepakatan bersama negara-negara ASEAN dengan tujuan

integrasi ekonomi regional pada tahun 2015. MEA ini pada awalnya akan diterapkan

secara penuh pada tahun 2020, namun dipercepat menjadi tahun 2015 sesuai dengan

kesepakatan dari pemimpin negara-negara anggota ASEAN (Dimulai dari lima negara

pendiri, yakni Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura dan Thailand, kini ASEAN terdiri

dari sepuluh Negara yang bergabung kemudian, yakni Brunai Darussalam (1984),

Vietnam (1995), Myanmar dan Laos (1997), serta Kamboja (1999). Alasan lain adalah

adanya penyesuain dengan perkembangan globalisasi internasional yang menuntut

ASEAN untuk lebih kompetitif lagi (Triansyah Djani, 2007: 32).

MEA ini muncul karena dampak dari globalisasi, dimana dengan adanya

gelombang globalisasi akan terjadi perdagangan bebas dan terbentuknya penguatan

masing-masing kawasan untuk bersama-sama menghadapi situasi yang serba kompleks

Page 59: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 672 ] P a g e

di dunia internasional dalam bentuk regionalisme. Regionalisme adalah paham atau

kecenderungan untuk mengadakan kerjasama yang erat antarnegara di satu kawasan.

ASEAN adalah suatu bentuk regionalisme yang mulai diperhitungkan di peraturan politik

internasional (Depdiknas, 2005: 940).

Kesepakatan ASEAN Community atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun

2015 sudah barang tentu akan terjadi persaingan bebas di Asean dalam bidang

perdagangan, pelaku usaha, dan ketenagakerjaan. Tanpa terkecuali terjadi persaingan

bebas bagi pendidik di negara ASEAN, artinya pendidik asing akan merebut pasar

pendidik di dalam negeri apabila Indonesia tidak siap. Berlakunya MEA merupakan

tantangan sekaligus peluang bagi pendidik Indonesia yakni jika pendidik di Indonesia

kualitasnya rendah sudah barang tentu akan kalah dalam persaingan. MEA ini sebagai

realitas sudah semestinya diterima dan dihadapi secara kritis. Indonesia ikut aturan main

pasar kawasan regional tersebut, tetapi Indonesia tidak boleh dipermainkan negara-

negara lainnya, lebih-lebih jika mengorbankan rakyatnya sebagai komoditas.

Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang

semakin besar dan kompleks, tiada jalan lain bagi lembaga pendidikan kecuali hanya

mengupayakan segala cara untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk

akademik dan layanan lainnya, yang antara lain dicapai melalui peningkatan mutu

pendidikan. Fasli Jalal (2007: 1) mengatakan bahwa pendidikan yang bermutu sangat

bergantung pada keberadaan pendidik yang bermutu yakni pendidik yang profesional,

sejahtera dan bermantabat. Oleh karena itu keberadaan pendidik yang bermutu

merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang bermutu.

Salah satu kunci penting dalam membangun kualitas pendidikan adalah guru.

Dengan demikian, sangatlah wajar apabila akhir-akhir ini pengakuan dan penghargaan

terhadap profesi guru semakin meningkat, yang diawali dengan dilahirkannya Undang-

undang Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen, yang segera diikuti dengan

peraturan perundang-undangan yang terkait. Guru adalah jabatan profesi sehingga

seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Seseorang

dianggap profesional apabila mampu mengerjakan tugas dengan selalu berpegang teguh

pada etika profesi, independen, produktif, efektif, efisien dan inovatif serta didasarkan

pada prinsip-prinsip pelayanan prima yang didasarkan pada unsur-unsur ilmu atau teori

yang sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat, dan kode etik yang

regulatif (Sulipan, 2007).

Syahwal Gultom (Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan

Penjamin Mutu Pendidikan, Kemendikdasmen RI) yang dilansir oleh antaranews.com

tanggal 27 Desember 2013 mengemukakan bahwa dari sisi kualifikasi pendidikan, hingga

saat ini dari 2,92 juta guru, baru sekitar 51% yang berpendidikan S-1 atau lebih,

sedangkan sisanya 49% belum berpendidikan S-1. Begitu pun dari persyaratan sertifikasi

hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5% guru yang memenuhi syarat. Sedangkan 861,67

ribu guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi, yakni sertifikat yang menunjukkan

Page 60: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Pendidikan Profesi Guru… (Ratna Rosita Pangestika & Fitri Alfarisa)

P a g e [ 673 ]

guru tersebut profesional. Dari data tersebut disimpulkan bahwa kualitas guru di

Indonesia dinilai dari profesionalitas masih cukup rendah dan perlu ditingkatkan.

Dalam pembangunan pendidikan, kualitas guru memiliki pengaruh berantai

terhadap komponen pendidikan lainnya, sehingga peningkatan kualitas guru secara

nasional merupakan program sangat strategis. Seiring dengan program peningkatan

kualitas guru yang dilakukan secara berkelanjutan antara lain melalui sertifikasi guru, uji

kompetensi, pelatihan dan penilaian kinerja guru.

Permendikbud no 87 tahun 2013 mengemukakan bahwa program Pendidikan

Profesi Guru (PPG) merupakan program pendidikan yang diselenggarakan untuk

mempersiapkan lulusan S1 kependidikan dan S1/ D IV non kependidikan yang memiliki

bakat dan minat menjadi guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai

dengan standar nasional pendidikan sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik

profesional pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Dari permasalahan di atas terdapat dua hal pokok yang perlu dianalisis lebih lanjut yakni

bagaimana strategi pemerintah dalam meningkatkan profesionalisme guru serta peran

PPG dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia untuk menghadapi MEA. Untuk

itu program PPG dirasa penting dikembangkan dan diberdayakan terutama bagi LPTK

dalam era MEA ini.

PEMBAHASAN

Kemampuan Profesional Guru

Guru merupakan ujung tombak dalam meningkatkan kualitas pendidikan, di mana

guru akan melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di

ruang kelas. Melalui proses belajar dan mengajar inilah berawalnya kualitas pendidikan.

Artinya, secara keseluruhan kualitas pendidikan berawal dari kualitas pembelajaran yang

dilaksanakan oleh guru di ruang kelas. Untuk keberhasilan dalam mengemban peran

sebagai guru, diperlukan adanya standar kompetensi. Berdasarkan UU RI No. 14 tahun

2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10, menentukan bahwa macam-macam kompetensi

guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional

dan kompetensi sosial. Untuk memiliki keempat kompetensi tersebut, guru harus

menjadi pendidik yang professional.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan

menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau

kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan

pendidikan profesi (UU RI No. 14 tahun 2005). Kata profesional dapat diartikan sebagai

orang yang melaksanakan sebuah profesi dan berpendidikan minimal S1 yang mengikuti

pendidikan profesi atau lulus ujian profesi. Guru mempunyai tanggung jawab sangat

besar dalam menjalankan peranannya sebagai tenaga pendidik di sekolah. Guna

mencapai tujuan pembelajaran yang berkualitas maka peningkatan kompetensi dan

profesionalitas guru harus selalu ditingkatkan. Kompetensi guru perlu ditingkatkan

secara terprogram, berkelanjutan melalui berbagai sistem pembinaan profesi, sehingga

Page 61: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 674 ] P a g e

dapat meningkatkan kemampuan guru tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan peran

strategis guru terutama dalam pembentukan watak siswa melalui pengembangan

kepribadian di dalam proses pembelajaran di sekolah.

Kunandar (2007: 45) menyebutkan bahwa profesionalisme berasal dari kata

profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau ditekuni oleh seseorang.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa profesionalisme guru

merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan

dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang

yang menjadi mata pencaharian.

Menurut Uzer Usman (2006: 19), profesionalisme guru secara spesifik dapat dilihat

dari indikator- indikator sebagai berikut:

1. Menguasai landasan pendidikan, yaitu mengenal tujuan pendidikan, mengenal fungsi

sekolah dan masyarakat, serta mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan.

2. Menguasai bahan pengajaran, yaitu menguasai bahan pengajaran kurikulum

pendidikan dasar dan menengah, menguasai bahan penghayatan.

3. Menyusun program pengajaran, yaitu menetapkan tujuan pembelajaran, memilih dan

mengembangkan bahan pengajaran, memilih dan mengembangkan strategi belajar

mengajar, memilih media pembelajaran yang sesuai, memilih dan memanfaatkan

sumber belajar, melaksanakan program pengajaran, menciptakan iklim belajar

mengajar yang tepat, mengatur ruangan belajar, mengelola interaksi belajar

mengajar.

4. Menilai hasil dan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan

Menurut E. Mulyasa (2007: 135-136), ruang lingkup profesionalisme guru

ditunjukkan oleh beberapa indikator. Secara garis besar indikator yang dimaksud adalah:

1. Kemampuan dalam memahami dan menerapkan landasan kependidikan dan teori

belajar siswa;

2. Kemampuan dalam proses pembelajaran seperti pengembangan bidang studi,

menerapkan metode pembelajaran secara variatif, mengembangkan dan

menggunakan media, alat dan sumber dalam pembelajaran,

3. Kemampuan dalam mengorganisasikan program pembelajaran, dan Kemampuan

dalam evaluasi dan menumbuhkan kepribadian peserta didik.

Menurut Depdiknas (2005: 18-19) untuk menjadi pendidik haruslah memenuhi

standar pendidik dan tenaga pendidik seperti yang tertuang dalam Pasal 28 Rancangan

Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan yang isinya sebagai berikut:

1. Ayat (1): Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen

pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk

mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

2. Ayat (2): Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat

pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan

dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.

Page 62: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Pendidikan Profesi Guru… (Ratna Rosita Pangestika & Fitri Alfarisa)

P a g e [ 675 ]

3. Ayat (3): Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah serta pendidik anak usia dini meliputi: (a) kompetensi pedagogik; (b)

kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional, dan (d) kompetensi sosial.

4. Ayat (4): Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian

sebagaimana dimaksud ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan

diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan

kesetaraan.

5. Ayat (5): Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BSNP

dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

yang dimaksud dengan profesionalisme guru adalah kemampuan yang harus dimiliki

sebagai dasar dalam melaksanakan tugas profesional yang bersumber dari pendidikan

dan pengalaman yang diperoleh. Kompetensi profesional tersebut berupa kemampuan

dalam memahami landasan kependidikan, kemampuan merencanakan proses

pembelajaran, kemampuan melaksanakan proses pembelajaran, dan kemampuan

mengevaluasi proses pembelajaran.

Strategi Peningkatan Profesionalisme Guru di Indonesia

Penghujung tahun 2015 negara-negara yang tergabung dalam 10 anggota ASEAN

mulai memasuki era MEA. Indonesia yang merupakan salah satu anggota negara ASEAN

juga dituntut untuk memiliki daya saing yang tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan

oleh pemerintah dalam meningkatkan kualitas SDM nya yaitu melalui jalur pendidikan.

Pendidikan merupakan sektor utama yang menjadi tulang punggung dalam mencetak

generasi yang cerdas dan berdaya saing. Ada beberapa strategi yang sejauh ini telah

dikembangkan oleh pemerintah Indonesia menurut Dian Mahsunah (2012: 19) antara

lain:

Pendidikan dan Pelatihan

1. In-house training (IHT). Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang

dilaksanakan secara internal di KKG/MGMP, sekolah atau tempat lain yang

ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan melalui IHT

dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan

kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi dapat

dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi kepada guru lain yang belum

memiliki kompetensi. Dengan strategi ini diharapkan dapat lebih menghemat waktu

dan biaya.

2. Program magang. Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di

institusi/industri yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi professional

guru. Program magang ini terutama diperuntukkan bagi guru kejuruan dan dapat

dilakukan selama periode tertentu, misalnya, magang di industri otomotif dan yang

sejenisnya. Program magang dipilih sebagai alternatif pembinaan dengan alasan

Page 63: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 676 ] P a g e

bahwa keterampilan tertentu khususnya bagi guru-guru sekolah kejuruan

memerlukan pengalaman nyata.

3. Kemitraan sekolah. Pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat dilaksanakan

bekerjasama dengan institusi pemerintah atau swasta dalam keahlian tertentu.

Pelaksanaannya dapat dilakukan di sekolah atau di tempat mitra sekolah. Pembinaan

melalui mitra sekolah diperlukan dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau

kelebihan yang dimiliki mitra dapat dimanfaatkan oleh guru yang mengikuti

pelatihan untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya.

4. Belajar jarak jauh. Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa

menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu,

melainkan dengan sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Pembinaan

melalui belajar jarak jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru

terutama di daerah terpencil dapat mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan

yang ditunjuk seperti di ibu kota kabupaten atau di propinsi.

5. Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus. Pelatihan jenis ini dilaksanakan di P4TK

dan atau LPMP dan lembaga lain yang diberi wewenang, di mana program pelatihan

disusun secara berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi.

Jenjang pelatihan disusun berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi.

Pelatihan khusus (spesialisasi) disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau

disebabkan adanya perkembangan baru dalam keilmuan tertentu.

6. Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat di LPTK

atau lembaga pendidikan lainnya dimaksudkan untuk melatih meningkatkan

kompetensi guru dalam beberapa kemampuan seperti melakukan penelitian

tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain sebagainya.

7. Pembinaan internal oleh sekolah. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala

sekolah dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas,

rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan

rekan sejawat dan sejenisnya.

8. Pendidikan lanjut. Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga

merupakan alternatif bagi pembinaan profesi guru di masa mendatang.

Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan

memberikan tugas belajar, baik di dalam maupun di luar negeri, bagi guru yang

berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan menghasilkan guru-guru

pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya pengembangan profesi.

Kegiatan Selain Pendidikan dan Pelatihan

1. Diskusi masalah pendidikan. Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan topik

sesuai dengan masalah yang di alami di sekolah. Melalui diskusi berkala diharapkan

para guru dapat memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan proses

pembelajaran di sekolah ataupun masalah peningkatan kompetensi dan

pengembangan karirnya.

Page 64: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Pendidikan Profesi Guru… (Ratna Rosita Pangestika & Fitri Alfarisa)

P a g e [ 677 ]

2. Seminar. Pengikutsertaan guru di dalam kegiatan seminar dan pembinaan publikasi

ilmiah juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan profesi guru dalam

meningkatkan kompetensi guru. Melalui kegiatan ini memberikan peluang kepada

guru untuk berinteraksi secara ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan dengan

hal-hal terkini dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.

3. Workshop. Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi

pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun pengembangan karirnya. Workshop

dapat dilakukan misalnya dalam kegiatan menyusun KTSP, analisis kurikulum,

pengembangan silabus, penulisan RPP, dan sebagainya.

4. Penelitian. Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas,

penelitian eksperimen ataupun jenis yang lain dalam rangka peningkatan mutu

pembelajaran.

5. Penulisan buku/bahan ajar. Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat, buku

pelajaran ataupun buku dalam bidang pendidikan.

6. Pembuatan media pembelajaran. Media pembelajaran yang dibuat guru dapat

berbentuk alat peraga, alat praktikum sederhana, maupun bahan ajar elektronik

(animasi pembelajaran).

7. Pembuatan karya teknologi/karya seni. Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat

berupa karya teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat dan atau pendidikan dan

karya seni yang memiliki nilai estetika yang diakui oleh masyarakat.

Dengan program yang dilakukan pemerintah Indonesia di atas guru juga harus

lebih berdaya untuk peningkatan dirinya secara swadaya, terutama bagi mereka yang

telah menerima tunjangan profesi. Keadaan tersebut dapat didukung oleh sekolah

dengan melaksanakan pelatihan-pelatihan secara mandiri. Sekolah dapat mendesain

sendiri program-program pelatihan yang menjadi kebutuhan guru. Sikap, kemampuan

dan kemauan guru untuk melakukan perubahan merupakan sebuah modal besar untuk

peningkatan dirinya.

Peran PPG (Pendidikan Profesi Guru)

Pendidikan Profesi merupakan program pendidikan tinggi yang dilaksanakan

setelah program sarjana dan mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan

dengan persyaratan keahlian khusus. Program Pendidikan Profesi Guru sendiri

merupakan program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S1

Kependidikan dan S1/DIV non-kependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi

guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional

pendidikan sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional pada pendidikan

anak usia dini, pendidikan dasar, dan menengah.

Program PPG didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI

No 87 tahun 2013. Dalam pasal 2 Permendikbud RI No 87 tahun 2013 dipaparkan tujuan

Program PPG adalah (a). untuk menghasilkan calon guru yang memiliki kompetensi

dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran; (b). menindaklanjuti

Page 65: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 678 ] P a g e

hasil penilaian dengan melakukan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik; dan (c).

mampu melakukan penelitian dan mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan.

Sementara itu, Program PPG diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki

lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang memenuhi persyaratan dan ditetapkan

oleh Menteri. Ada 45 Universitas dari 27 Provinsi di Indonesia yang menyelenggarakan

program PPG. Berikut adalah daftar perguruan tinggi di Indonesia yang

menyelenggarakan program PPG:

Tabel 1. Daftar Perguruan Tinggi Penyelenggara PPGNo Provinsi Perguruan Tinggi

1. DKI Jakarta Universitas Negeri Jakarta

Universitas Muhammadiyah Prof

Hamka

2. Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia

Universitas Pakuan Bogor

Universitas Pasundan

3. Jawa Tengah Universitas Negeri Semarang

Universitas Sebelas Maret

UKS Salatiga

Unmuh Purwokerto

Unmuh Surakarta

4. DIY Universitas Negeri Yogyakarta

Universitas PGRI Yogyakara

Universitas Sanata Dharma

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

5. Jawa Timur Universitas Jember

Universitas Negeri Malang

Universitas Negeri Surabaya

IKIP PGRI Madiun

Universitas Muhammadiyah Malang

Unipa Surabaya

6. Sumatra Utara Universitas Negeri Medan

7. Sumatra Barat Universitas Negeri Padang

8. Sumatra Selatan Universitas Sriwijaya

9. Riau Universitas Riau

10. Jambi Universitas Jambi

11. Lampung Universitas Negeri Lampung

12. Bengkulu Universitas Bengkulu

13. Sulawesi Utara Universitas Negeri Manado

14. Sulawesi Tenggara Universitas Halueleo

15. Sulawesi Selatan Universitas Negeri Makasar

Unmuh Makasar

Page 66: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Pendidikan Profesi Guru… (Ratna Rosita Pangestika & Fitri Alfarisa)

P a g e [ 679 ]

No Provinsi Perguruan Tinggi

16. Gorontalo Universitas Gorontalo

17. Sulawesi Tengah Universitas Tadulako

18. Kalimantan Selatan Universits Lambung Mangkurat

19. Kalimantan Timur Universitas Mulawarman

20. Kalimantan Tengah Universitas Palangkaraya

21. Kalimantan Barat Universitas Tanjungpura

22. Bali Universitas Pendidikan Ganesha

23. NTB Universitas Mataram

STKIP Hamzanwadi Selong

24. NTT Universitas Nusa Cendana

25. Ambon Universitas Pattimura

26. Papua Universitas Cendrawasih

27. NAD Universitas Syah Kuala

Universitas Al-Muslim Bireuen

Sumber: www.sekolahdasar.net

Struktur kurikulum program PPG berisi lokakarya pengembangan perangkat

pembelajaran, latihan mengajar melalui pembelajaran mikro, pembelajaran pada teman

sejawat, dan Program Pengalaman Lapangan (PPL), serta program pengayaan bidang

studi dan pedagogik. Sistem pembelajaran pada program PPG mencakup lokakarya

pengembangan perangkat pembelajaran dan program pengalaman lapangan yang

diselenggarakan dengan pemantauan langsung secara intensif oleh dosen pembimbing

dan guru pamong yang ditugaskan khusus untuk kegiatan tersebut. Lokakarya

pengembangan perangkat pembelajaran dan program pengalaman lapangan

dilaksanakan dengan berorientasi pada pencapaian kompetensi merencanakan dan

melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, menindaklanjuti hasil

penilaian, serta melakukan pembimbingan dan pelatihan.

Proses rekruitmen program PPG dapat diikuti oleh lulusan sarjana kependidikan

dan non kependidikan. LPTK sebagai lembaga penyelenggara PPG mensyaratkan adanya

tes masuk bagi calon mahasiswa baru. Bagi lulusan S1 kependidikan yang telah lolos tes

dapat langsung mengikuti program PPG tanpa melalui program matrikulasi. Sementara

itu, untuk lulusan dari non kependidikan mereka diwajibkan untuk mengikuti matrikulasi

sebelum mengikuti program PPG.

Dalam pelaksanaan program PPG harus ada pembinaan oleh dosen secara

terintegrasi dan pelaksanaan program berbasis lokakarya. Sistem pembelajaran program

PPG meliputi workshop, praktek pengalaman lapangan (PPL) dan uji kompetensi.

Prosentase yang ditetapkan untuk masing-masing unit adalah:

1. Workshop: merupakan pembelajaran berbentuk lokakarya yang bertujuan untuk

menyiapkan peserta program PPG agar mampu mengemas materi untuk

pembelajaran bidang studi, sehingga peserta PPG siap melaksanakan PPL

kependidikan. Adapun produk workshop meliputi pembuatan: silabus dan RPP,

Page 67: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 680 ] P a g e

lembar kerja siswa, bahan ajar, media pembelajaran, perangkat penilaian (kisi-kisi,

instrument, rubric dan kunci jawaban), dan proposal penelitian tindakan kelas (PTK).

Penilaian kegiatan workshop meliputi:

a. Penilaian dilakukan secara berkelanjutan dengan menggunakan pendekatan PAP

b. Penilaian meliputi penilaian proses dan produk

c. Hasil evaluasi dinyatakan dalam bentuk angka/huruf atas dasar persentase

pencapaian kompetensi (30%)

Gambar 1. Model Penyelenggaraan PPG (Anik Gufron, 2010)

2. Praktik Pengalaman Lapangan (PPL): merupakan kegiatan praktik belajar mengajar

di kelas dengan pemantauan langsung secara intensif oleh dosen yang ditugaskan

khusus dan dinilai secara objektif dan transparan. Adapaun kegiatan PPL ini meliputi

tahap pengenalan lapangan, mikro dan makro teaching, latihan mengajar terbimbing

dan latihan mengajar mandiri. Penilaian kegiatan PPL meliputi:

a. Penilaian selama kegiatan PPL terdiri atas penilaian proses dan produk.

b. Penilain proses dan produk dilakukan oleh dosen dan guru pembimbing

c. Bobot kelulusan PPL sebesar (40%)

3. Uji Kompetensi:

a. Ujian kompetensi terdiri atas ujian tulis dan ujian kinerja.

b. Ujian ini ditempuh setelah mahasiswa lolos dalam kegiatan workshop dan PPL

c. Ujian tulis dilaksanakan oleh prodi penyelenggara sedangkan ujian kinerja

dilaksanakan oleh prodi dengan melibatkan organisasi profesi dan atau pihak

eksternal yang professional atau relevan

Calon GuruProfesional (80%)

Workshop(30%)

PPL(40%)

Uji Kompetensi(40%)

S1 Dik S1 Non Dik

TES

ZS

TES

MatrikulasiPROGRAM

PPG(Terintegrasi)

Page 68: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Pendidikan Profesi Guru… (Ratna Rosita Pangestika & Fitri Alfarisa)

P a g e [ 681 ]

d. Mahasiswa yang lulus uji kompetensi memperoleh sertifikat pendidik yang

dikeluarkan oleh LPTK

e. Bobot kelulusan uji kompetensi adalah (30%)

Dari ketiga indikator di atas, mahasiswa dinyatakan lulus program PPG apabila

mencapai minimal kelulusan (80%). Bagi mahasiswa yang hasil evaluasinya masih di

bawah kriteria minimal diberi kesempatan latihan tambahan sampai mencapai nilai

minimal. Adapun ketentuan-ketentuan dalam PPG antara lain, sebagai berikut:

1. Program PPG diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki Lembaga

Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang memenuhi persyaratan dan

ditetapkan oleh Menteri;

2. Penetapan LPTK sebagai penyelenggara program PPG didasarkan atas hasil evaluasi

yang dilakukan secara objektif dan komprehensif, penetapan LPTK sebagai

penyelenggara program PPG oleh Menteri berlaku untuk kurun waktu 3 tahun,

3. LPTK penyelenggara program PPG dievaluasi secara berkala oleh tim yang

ditugaskan Direktur Jenderal.

4. Adapun beban belajar yang harus dipenuhi peserta PPG adalah, sebagai berikut:

Tabel 2. Jumlah SKS untuk masing-masing jenjang

JenjangLulusan

Kependidikan Non KependidikanTK/RA/PAUD 18-20 SKS 36-40 SKSSD/MI/SDLB 18-20 SKS 36-40 SKSSMP 36-40 SKS 36-40 SKSSMA 36-40 SKS 36-40 SKS

Sumber: Permendikbud RI No. 87 tahun 2013

Kompetensi Lulusan PPG (Pendidikan Profesi Guru)

Tuntutan kualitas LPTK semakin diperkuat dengan adanya program profesi guru

(PPG). LPTK memiliki peran sentral dalam peningkatan kualitas guru. LPTK dituntut

untuk memahami pengembangan profesi guru sebagai upaya pembinaan guru dalam

konteks pembekalan kompetensi sosial dan kepribadian. Pengembangan profesi,

kompetensi dan sertifikasi merupakan mata rantai dalam upaya peningkatan kualitas

guru sudah diamanatkan dalam UU no. 14 tahun 2005. Berikut ini merupakan lulusan

PPG yang diharapkan mampu menghadapi MEA 2015:

1. Kemampuan menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang

memungkinkan membimbing peserta didik mencapai standar kompetensi

2. Menguasai ilmu pendidikan, perkembangan dan membimbing peserta didik

3. Menguasai pembelajaran bidang studi: belajar dan pembelajaran, evaluasi

pembelajaran, perencanaan pembelajaran, media pembelajaran, penelitian bagi

peningkatan pembelajaran bidang studi.

4. Mampu melaksanakan praktek pembelajaran bidang studi

Page 69: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 682 ] P a g e

5. Memiliki integritas kepribadian yang meliputi aspek fisik-motorik, intelektual, sosial,

konatif dan afektif

6. Kompetensi sosial merupakan kemampuan dalam menjalin hubungan sosial secara

langsung maupun menggunakan media di sekolah dan luar sekolah.

Dalam upaya mewujudkan Guru Profesional, ada beberapa poin yang perlu

diperhatikan, antara lain:

1. Mematuhi segala peraturan yang diamanatkan oleh Undang-Undang profesi guru dan

konsisten terhadap standarisasi yang telah ditetapkan.

2. Pembinaan profesi guru dilakukan secara berkesinambungan berdasarkan

kurikulum yang telah ditetapkan dan dilakukan pemantauan secara intensif

3. Mewujudkan sinergi peran dan tanggung jawab antara Guru, Pemerintah, LPTK dan

Organisasi Profesi.

SIMPULAN

Kesiapan masyarakat Indonesia dalam menghadapi era MEA harus dipersiapkan

sejak sekarang. Adanya pasar bebas yang terintegrasi di ASEAN menuntut semua sektor

untuk memiliki daya saing yang tinggi. Salah satu sektor yang memiliki peran penting

adalah sektor pendidikan yang mana pendidikan berkualitas akan menghasilkan sumber

daya manusia yang berkualitas pula. Rencana program MEA sudah direncanakan jauh-

jauh hari oleh ASEAN diawali dari adanya deklarasi Bangkok tahun 1967 dan disusul

dengan Bali Concord tahun 1976. Dalam upaya peningkatan SDM, Indonesia sudah

mengembangkan strategi peningkatan kualitas pendidik dengan berbagai program

antara lain program pendidikan dan pelatihan yang meliputi in-house training, program

magang, kemitraan sekolah, belajar jarak jauh dll dan untuk program selain pendidikan

dan pelatihan meliputi diskusi, seminar, workshop, penelitian dll. Dalam pelaksanaanya

program-program pemerintah tersebut kurang terintegrasi dengan baik sehingga masih

perlu adanya program khusus profesi yang berfungsi untuk meningkatkan

profesionalisme guru yaitu melalui pendidikan profesi guru (PPG).

DAFTAR PUSTAKA

Anik Gufron. (2010). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Profesi Guru. Diktat: FIP UNY

Anonim. (2012). Perguruan Tinggi Penyelenggara PPG. Diaksesmelalui:www.sekolahdasar.net Pada 22 April 2015 pukul 2015 WIB.

Dian Mahsunah dkk. (2012). Kebijakan Pengembangan Profesi Guru. Bahan Ajar: BadanPengembangan SDM Pendidikan dan Kebudayaan dan Jaminan Mutu,Kemendikbud

E. Mulyasa. (2007). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Fasli Jalal. (2007). Artikel: Sertifikasi Guru untuk Mewujudkan Pendidikan yang Bermutu.Universitas Negeri Medan

Kunandar. (2007). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada

Page 70: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Pendidikan Profesi Guru… (Ratna Rosita Pangestika & Fitri Alfarisa)

P a g e [ 683 ]

Moh. Uzer Usman. (2006). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Peraturan Pemerintah Pendidikan dan Kebudayaan RI No 87 tahun 2013 tentangProgram Pendidikan Profesi Guru. Diakses melalui:http://www.dikti.go.id pada 20April 2015 pukul 20.45 WIB

Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.Diakses:http://sultra.kemenag.go.id/file/dokumen/PP19th2005StandarPendidikanpdf. pada 20 Februari 2015 pukul 20.05 WIB

Sulipan. (2007). Kegiatan Pengembangan Profesi Guru. Diakses melalui http://www.ktiguru.org/index.php/profesiguru, . pada 20 April 2015 pukul 21.00 WIB

Syahwal Gultom (2013). Artikel: Kemendikbud Akui Kualitas Guru Masih Rendah. Diaksesmelalui: http://www.antaranews.com. Pada 24 April 2015. Pukul 13.00 WIB

Triansyah Djani D. (2007). ASEAN Selayang Pandang. Jakarta: Dir. Jen. Kerjasama ASEANDepartemen Luar Negeri Republik Indonesia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.Diakses dari http://www.dikti.go.id/files/atur/UU14-2005Guru Dosen.pdf padatanggal 7 Maret 2015 pukul 20.39 WIB

Page 71: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 684 ] P a g e

KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN KEPALA SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN

PROFESIONALISME GURU MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

Dewi Kusuma Wardani & Mintasih IndriayuFKIP Universitas Sebelas Maret

[email protected]

AbstrakKepala sekolah mempunyai sejumlah peran yang harus dimainkan secarabersama, antara lain mencakup educator, manager, administrator, supervisor,motivator, entrepreneur, dan leader. Namun yang lebih penting lagi bahwaseorang kepala sekolah sebaiknya juga berfungsi sebagai pemimpin dalammenjalankan fungsi-fungsi pembelajaran. Termasuk berdiri di barisan terdepandalam memimpin guru untuk selalu belajar. Karena keberhasilan kepala sekolahdalam memimpin akan berpengaruh pada keberhasilan guru dalam mengajar.Terkait dengan era Masyarakat Ekonomi ASEAN, maka kepemimpinan kepalasekolah yang profesional sebagai kepemimpinan pembelajaran (InstructionalLeadership) sangat menunjang tercapainya pengelolaan sekolah yang efektif danefisien dalam menghasilkan sumber daya manusia yang mampu bersaing dalammasyarakat ASEAN.

Kata Kunci: Kepemimpinan Pembelajaran, Profesional Guru, MEA

Pendahuluan

Berdasarkan data dari global competitiveness index tahun 2013, Indonesia berada

di urutan ke-38 dari 148 negara. Sementara Singapura menempati posisi ke-2, Malaysia

ke-24, Brunei ke-26, Thailand ke-37, Philipina ke-59 dan Vietnam berada di posisi ke-70

(Wangke,2014). Indeks pembangunan manusia Indonesia telah meningkat dibandingkan

tahun-tahun sebelumnya. Namun masih dalam kategori rendah dibandingkan negara-

negara lainnya, khususnya di ASEAN. Pemerintah Indonesia tiada henti melakukan upaya

untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Berbagai kebijakan dan strategi telah

diterapkan, seperti perubahan kurikulum untuk mencapai tujuan pendidikan nasional

yang diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diperlukan optimalisasi peran komponen

pendidikan untuk mencapai lompatan tinggi dalam meningkatkan kualitas sumber daya

manusia. Salah satu komponen pendidikan untuk jenjang sekolah dasar dan menengah

adalah kepala sekolah.

Peran kepala sekolah sebagai agen pembelajaran, sangat strategis sebagai upaya

meningkatkan kualitas pendidikan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang

memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Dalam rangka mewujudkan peran

kepala sekolah yang strategis, kepala sekolah harus memiliki kompetensi seperti yang

tertuang dalam Permendiknas No. 35 tahun 2010. Salah satu implementasi dari

kompetensi kepala sekolah adalah kepemimpinan pembelajaran, yang dianalogikan

sebagai organ jantung dalam tubuh manusia yang memiliki fungsi sangat penting dalam

kehidupan manusia. Kepemimpinan pembelajaran yang efektif dan optimal dari kepala

sekolah, akan mewujudkan atmosphere academic yang mendukung ketercapaian tujuan

Page 72: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Kepemimpinan Pembelajaran Kepala… (Dewi Kusuma Wardani & Mintasih Indriayu)

P a g e [ 685 ]

sekolah. Landasan yuridis tentang kepemimpinan pembelajaran adalah Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) 35/2010 tentang Petunjuk Teknis Jabatan

Fungsional Guru dan Angka Kreditnya bahwa Efektivitas kepala sekolah dinilai angka

kreditnya dalam kompetensi: (1) Kepribadian dan Sosial; (2) Kepemimpinan

pembelajaran; (3) Pengembangan Sekolah dan Madrasah; (4) Manajemen sumber daya;

(5) Kewirausahaan sekolah/madrasah; (6) Supervisi Pembelajaran.

Kepemimpinan merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh

seorang kepala sekolah. Banyak model kepemimpinan yang dapat dianut dan diterapkan

dalam berbagai organisasi/institusi, baik profit maupun nonprofit, namun model

kepemimpinan yang paling cocok untuk diterapkan di sekolah adalah kepemimpinan

pembelajaran (instructional leadership or leadership for improved learning). Berbagai

penelitian terdahulu tentang kepemimpinan pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa

kepala sekolah yang memfokuskan kepemimpinan pembelajaran menghasilkan prestasi

belajar siswa yang lebih baik dari pada kepala sekolah yang kurang memfokuskan pada

kepemimpinan pembelajaran. Ironisnya, kebanyakan sekolah tidak menerapkan model

kepemimpinan pembelajaran. Diperlukan kepemimpinan pembelajaran yang efektif

untuk meningkatkan profesionalisme pendidik. Melalui pendidik yang kompeten akan

dihasilkan peserta didik yang berkualitas. Menghadapi persaingan global khususnya era

Masyarakat Ekonomi ASEAN, diperlukan sumber daya manusia yang unggul dan memiliki

kemampuan bersaing dengan kompetitor-kompetitor yang handal.

Bush & Glover (2003) mendefinisikan standar profesional sebagai pengetahuan

penting yang dibutuhkan, ketrampilan dan sikap di mana seluruh guru memiliki

kemampuan untuk mendemonstrasikannya. Guru profesional selalu berupaya

melaksanakan pembelajaran yang komunikatif, mengemas materi yang mudah dipahami,

terampil menggunakan alat dan media pembelajaran serta berorientasi pada pelayanan

yang maksimal. Guru profesional ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah N0. 19 tahun

2005, bahwa kompetensi guru sebagai agen pembelajaran meliputi: 1) kompetensi

pedagogik, 2) kompetensi kepribadian, 3) kompetensi profesional dan 4) kompetensi

sosial. Profesional guru didukung oleh kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah yang

progresif. Permasalahan dalam kajian teori ini adalah “Bagaimanakah strategi

kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah yang dapat meningkatkan profesionalisme

pendidik dalam menghadapi MEA?” Tujuan pembahasan adalah menjelaskan strategi

kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah untuk meningkatkan profesionalisme

pendidik dalam menghadapi MEA.

PEMBAHASAN

Pengertian Kepemimpinan Pembelajaran

Kepemimpinan pembelajaran adalah kepemimpinan yang memfokuskan/

menekankan pada pembelajaran. Komponen-komponen kepemimpinan pembelajaran

meliputi kurikulum, proses belajar mengajar, penilaian, pengembangan guru, layanan

prima dalam pembelajaran, dan pembangunan komunitas belajar di sekolah.

Page 73: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 686 ] P a g e

Hellinger (1993), mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran yang efektif

sebagai berikut:

1. Makna visi sekolah melalui berbagi pendapat dengan warga sekolah serta

mengupayakan agar visi dan misi sekolah tersebut hidup subur dalam

implementasinya;

2. Kepala sekolah melibatkan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan sekolah

(manajemen partisipatif);

3. Kepala sekolah memberikan dukungan terhadap pembelajaran;

4. Kepala sekolah melakukan pemantauan terhadap proses belajar mengajar untuk

memahami lebih mendalam dan menyadari apa yang sedang berlangsung di dalam

sekolah;

5. Kepala sekolah berperan sebagai fasilitator sehingga dengan berbagai cara dia dapat

mengetahui kesulitan pembelajaran dan dapat membantu guru dalam mengatasi

kesulitan belajar tersebut.

Soutworth (2002) menyatakan bahwa kepemimpinan pembelajaran adalah

perhatian yang kuat terhadap pengajaran dan pembelajaran, termasuk pembelajaran

profesional oleh guru sesuai perkembangan siswa. Strategi untuk meningkatkan

pembelajaran secara efektif yaitu: (1) modeling; (2) monitoring; dan (3) professional

dialog and discussion. Modelling artinya keteladanan kepala sekolah menjadi contoh atau

model yang ditiru oleh guru di sekolah yang dipimpinnya. Monitoring artinya melakukan

pemantauan kinerja guru ke kelas saat guru melaksanakan proses pembelajaran di kelas

serta memanfaatkan hasil pemantauan tersebut untuk pembinaan lebih lanjut.

professional dialog and discussion artinya membicarakan secara aktif, interaktif, efektif,

aspiratif, inspiratif, produktif, demokratik dan ilmiah tentang hasil penilaian kinerja dan

rencana tindak lanjut peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran siswa.

Tujuan Kepemimpinan Pembelajaran

Tujuan kepemimpinan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi pembelajar agar

terjadi peningkatan prestasi belajar, kepuasan belajar, motivasi belajar,

keingintahuan, kreativitas, inovasi, jiwa kewirausahaan, dan kesadaran untuk belajar

sepanjang hayat, karena ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni berkembang dengan

pesat. Kepemimpinan pembelajaran sangat penting untuk diterapkan di sekolah

karena mampu: (1) meningkatkan prestasi belajar peserta didik secara signifikan; (2)

mendorong dan mengarahkan warga sekolah untuk meningkatkan prestasi belajar

peserta didik; (3) memfokuskan kegiatan-kegiatan warga sekolah untuk menuju

pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah; dan (4) membangun komunitas belajar

warga dan bahkan mampu menjadikan sekolahnya sebagai sekolah pembelajar (learning

school).

Kepemimpinan pembelajaran secara langsung terjadi ketika kepala sekolah

bekerja dengan para guru dan staf lainnya untuk mengembangkan proses belajar

mengajar. Sebagai contoh, ketika kepala sekolah melakukan kegiatan supervisi

Page 74: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Kepemimpinan Pembelajaran Kepala… (Dewi Kusuma Wardani & Mintasih Indriayu)

P a g e [ 687 ]

pendidik di kelas, kegiatan diskusi untuk memberi umpan balik terhadap proses

pembelajaran yang telah dilaksanakan seorang guru, dan pemberian contoh

pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan kepemimpinan pembelajaran secara tidak

langsung terjadi ketika kepala sekolah, antara lain memberikan sejumlah kemudahan

dan mendorong para guru dan staf untuk mengembangkan diri, melakukan

pengambilan keputusan secara bersama-sama (sharing on decision making), dan

mengubah tata nilai serta visi sekolah yang mengarah kepada peningkatan kualitas

pembelajaran. Kini kepala sekolah menghadapi tantangan perubahan, untuk menerapkan

kurikulum 2013. Kesiapan yang perlu dicermati oleh kepala sekolah adalah

mengenali elemen perubahan dengan sikap terbuka, meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan agar dapat mengelola perubahan sehingga menjadi sekolah yang adaptif

terhadap perubahan. Oleh sebab itu seorang kepala sekolah secara praktis memiliki

fungsi mengelola pendidikan dan pembelajaran di sekolah, yang menurut Mulyasa (2006)

diuraikan sebagai berikut:

1. Pendidik

Sebagai pendidik, kepala sekolah melaksanakan kegiatan perencanaan,

pengelolaan, dan evaluasi pembelajaran. Kegiatan perencanaan menuntut kapabilitas

dalam menyusun perangkat-perangkat pembelajaran; kegiatan pengelolaan

mengharuskan kemampuan memilih dan menerapkan strategi pembelajaran yang efektif

dan efisien; dan kegiatan mengevaluasi, mencerminkan kapabilitas dalam memilih

metode evaluasi yang tepat dan dalam memberikan tindak lanjut yang diperlukan

terutama bagi perbaikan pembelajaran. Sebagai pendidik, kepala sekolah juga berfungsi

membimbing siswa, guru dan tenaga kependidikan lainnya.

2. Pemimpin

Sebagai pemimpin, kepala sekolah berfungsi menggerakkan semua potensi

sekolah, khususnya tenaga guru dan tenaga kependidikan bagi pencapaian tujuan

sekolah. Dalam upaya menggerakkan potensi tersebut, kepala sekolah dituntut

menerapkan prinsip-prinsip dan metode-metode kepemimpinan yang sesuai dengan

mengedepankan keteladanan, pemotivasian, dan pemberdayaan staf.

3. Pengelola (manajer).

Sebagai pengelola, kepala sekolah secara operasional melaksanakan pengelolaan

kurikulum, peserta didik, ketenagaan, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan

sekolah-masyarakat, dan ketatausahaan sekolah. Semua kegiatan-kegiatan operasional

tersebut dilakukan melalui oleh seperangkat prosedur kerja berikut: perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan. Berdasarkan tantangan yang dihadapi

sekolah, maka sebagai pemimpin, kepala sekolah melaksanakan pendekatan-pendekatan

baru dalam rangka meningkatkan kapasitas sekolah.

4. Administrator.

Dalam pengertian yang luas, kepala sekolah merupakan pengambil kebijakan

tertinggi di sekolahnya. Sebagai pengambil kebijakan, kepala sekolah melakukan analisis

lingkungan (politik, ekonomi, dan sosial-budaya) secara cermat dan menyusun strategi

Page 75: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 688 ] P a g e

dalam melakukan perubahan dan perbaikan sekolahnya. Dalam pengertian yang sempit,

kepala sekolah merupakan penanggung-jawab kegiatan administrasi ketatausahaan

sekolah dalam mendukung pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

5. Wirausahawan.

Sebagai wirausahawan, kepala sekolah berfungsi sebagai inspirator bagi

munculnya ide-ide kreatif dan inovatif dalam mengelola sekolah. Ide-ide kreatif

diperlukan terutama karena sekolah memiliki keterbatasan sumber daya

keuangan dan pada saat yang sama memiliki kelebihan dari sisi potensi baik internal

maupun lingkungan, terutama yang bersumber dari masyarakat maupun dari pemerintah

setempat.

6. Pencipta Iklim Kerja.

Sebagai pencipta iklim kerja, kepala sekolah berfungsi sebagai katalisator bagi

meningkatnya semangat kerja guru. Kepala sekolah perlu mendorong guru dan tenaga

kependidikan lainnya dalam bekerja di bawah atmosfer kerja yang sehat. Atmosfer kerja

yang sehat memberikan dorongan bagi semua staf untuk bekerjasama dalam mencapai

tujuan sekolah.

Menjadi kepala sekolah profesional memerlukan daya adaptasi terhadap

perubahan dengan menjadi kepala sekolah pembelajar sehingga memandang

perubahan kurikulum sebagai sesuatu yang seharusnya. Alasannya jelas, karena ilmu

pengetahuan, teknologi, dan tantangan kehidupan terus berubah, maka kebutuhan

siswa pun terus berubah menyesuaikan dengan kebutuhan zamannya. Lebih dari itu,

kenyataan dari pengalaman kita bekerja membuktikan bahwa apa yang kita hasilkan

terdahulu selalu memerlukan perbaikan sehingga perubahan merupakan keharusan.

Tugas kepala sekolah pada konteks ini amat strategis. Kepala Sekolah menjadi penentu

utama keberhasilan sekolahnya. Tugas memimpin perubahan ada di tangannya. Selain

sebagai pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, ia juga berperan sebagai pemimpin

pembelajaran, manajer perubahan, dan pengembang budaya sekolah.

Strategi Kepemimpinan Pembelajaran dan Profesionalisme Guru

Kepemimpinan pembelajaran yang efektif menurut Southworth (2002) adalah

kepala sekolah yang mampu memainkan perannya sebagai: (1) pemantau kinerja guru,

kepala sekolah harus memantau guru dalam menjalankan tugas dan fungsinya; (2)

penilai kinerja guru, salah satu peran kepala sekolah yang objektif dan cermat dalam

melakukan evaluasi kinerja guru; (3) pelaksana dan pengaturan pendampingan dan

pelatihan, peran kepala sekolah dalam melakukan supervisi; (4) perencana

pengembangan keprofesian keberlanjutan guru, peran kepala sekolah dalam

meningkatkan profesional guru secara berkelanjutan; (5) pengkoordinasian kerja tim,

kepala sekolah mengkoordinir tim di sekolah, ; (6) pengkoordinasian pembelajaran

efektif, kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran di sekolah mengupayakan agar

guru dapat melaksanakan pembelajaran efektif Willison (2008) merumuskan tiga

cara/strategi untuk menjalankan kepemimpinan pembelajaran yang efektif yaitu: (1) talk

Page 76: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Kepemimpinan Pembelajaran Kepala… (Dewi Kusuma Wardani & Mintasih Indriayu)

P a g e [ 689 ]

the talk; (2) walk the walk; (3) be the caddy. Kepala sekolah harus banyak berdialog dan

berdiskusi untuk mengembangkan keprofesian berkelanjutan guru, memantau proses

pembelajaran di kelas serta melayani guru dalam menggunakan sarana prasarana

pembelajaran.

Dinamika kurikulum yang menyesuaikan kebutuhan pengguna serta kemajuan

teknologi, informasi dan komunikasi tanpa batas, menuntut kesiapan dan kemampuan

guru dalam menyesuaikan diri serta mengembangkan keprofesionalan yang

berkelanjutan. Diperlukan dukungan eksternal dari kepala sekolah untuk meningkatkan

kompetensi guru. Agar kepala sekolah dapat berperan optimal dalam kepemimpinan

pembelajaran, berbagai program dan kegiatan yang dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Memberikan keteladanan dalam kata, sikap, tindakan dan perilaku bagi komunitas

sekolah untuk mencapai visi dan misi sekolah serta kemajuan pendidikan yang

berdaya saing tinggi.

2. Mendorong guru untuk meningkatkan kualifikasi akademik sesuai bidang studinya.

3. Memperkuat peran MGMP melalui program pendidikan dan pelatihan, studi banding,

penelitian, workshop serta meningkatkan budaya menulis di kalangan guru.

4. Melaksanakan tinjauan perangkat pembelajaran yang meliputi silabus dan RPP secara

periodik

5. Melaksanakan supervisi khususnya dalam proses pembelajaran.

6. Melaksanakan penilaian kinerja guru dan tindakan perbaikan untuk mencapai

sasaran yang ditentukan.

7. Meningkatkan ketersediaan dan kelayakan sarana dan prasarana pembelajaran.

8. Melakukan pemantauan proses pembelajaran di kelas serta merencanakan tindakan

perbaikan.

9. Membantu guru yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran yang

efektif.

10. Mengoptimalkan fungsi perpustakaan sekolah untuk menciptakan habit reading di

lingkungan sekolah, baik guru maupun peserta didik.

Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah dalam melakukan

pembinaan profesionalisme guru, (Kunandar, 2009:134)

1. Mendengar (listening), yang dimaksud dengan mendengar adalah kepala sekolah

mendengarkan apa saja yang dikemukakan oleh guru, bisa berupa kelemahan,

kesulitan, kesalahan, masalah dan apa saja yang dialami oleh guru, termasuk yang ada

kaitannya dengan peningkatan profesionalisme guru.

2. Mengklarifikasi (clarifying), yang dimaksud klarifikasi adalah kepala sekolah

memperjelas mengenai apa yang dimaksudkan oleh guru. Jika pada mendengar (point

a) di atas, kepala madrasah mendengar mengenai apa saja yang dikemukakan oleh

guru, maka dalam mengklarifikasi ini kepala madrasah memperjelas apa yang

diinginkan oleh guru dengan menanyakan kepadanya.

Page 77: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 690 ] P a g e

3. Mendorong (Encouraging), yang dimaksud dengan mendorong adalah kepala

madrasah mendorong kepada guru agar mau mengemukakan kembali mengenai

sesuatu hal bilamana masih dirasakan belum jelas.

4. Mempresentasikan (presenting), yang dimaksud dengan mempresentasikan adalah

kepala madrasah mencoba mengemukakan persepsi-nya mengenai apa yang

dimaksudkan oleh guru.

5. Memecahkan masalah (problem solving), yang dimaksud dengan memecahkan

masalah adalah kepala madrasah bersama-sama dengan guru memecahkan masalah-

masalah yang dihadapi oleh guru.

6. Negosiasi (negotiating), yang dimaksud dengan negosiasi adalah berunding. Dalam

berunding, kepala madrasah dan guru membangun kesepakatan-kesepakatan

mengenai tugas yang harus dilakukan masing-masing atau bersama-sama.

7. Mendemonstrasikan (demonstrating), yang dimaksud dengan mendemonstrasikan

adalah kepala madrasah mendemonstrasikan tampilan tertentu dengan maksud agar

dapat diamati dan ditirukan oleh guru.

8. Mengarahkan (directing), yang dimaksud dengan mengarahkan adalah kepala

madrasah mengarahkan agar guru melakukan hal-hal tertentu.

9. Menstandarkan (standardization), yang dimaksud dengan menstandarkan adalah

kepala madrasah mengadakan penyesuaian –penyesuaian bersama dengan guru.

10. Memberikan penguat (Reinforcing), yang dimaksudkan memberikan penguat adalah

kepala madrasah menggambarkan kondisi-kondisi yang menguntungkan bagi

pembinaan guru.

Profesionalisme Guru dalam MEA

Dalam mengantisipasi peranan guru yang semakin luas dan kompleks guru harus

memiliki kompetensi mengajar dan memiliki kreativitas dalam menciptakan iklim

pembelajaran lebih efektif dan kondusif, guru sebagai tenaga pendidik harus memiliki

kemampuan profesional. Keberadaan guru yang kompeten dan profesional merupakan

salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi guna meningkatkan kualitas pendidikan di

Indonesia agar dapat bersaing dengan negara-negara maju lainnya. Hampir semua

bangsa di dunia ini selalu mengembangkan kebijakan yang mendorong terciptanya guru

yang kompeten dan berkualitas. Salah satu indikator guru profesional dan kompeten

adalah guru yang mampu beradaptasi dengan perkembangan keilmuan yang hari demi

hari semakin canggih. Seorang guru yang profesional harus memenuhi empat kompetensi

yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005

tentang guru dan dosen yaitu:

1. Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang

meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,

evaluasi hasil belajar, dan mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensi yang dimiliki.

Page 78: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Kepemimpinan Pembelajaran Kepala… (Dewi Kusuma Wardani & Mintasih Indriayu)

P a g e [ 691 ]

2. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang mantap,

stabil, dewasa, arif dan bijaksana, berwibawa, berakhlak mulia, menjadi teladan bagi

peserta didik dan masyarakat, mengevaluasi kinerja sendiri dan mengembangkan

secara berkelanjutan.

3. Kompetensi professional yaitu merupakan kemampuan penguasaan materi secara

luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi

standar nasional pendidikan.

4. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan peserta didik sebagai bagian dari

masyarakat untuk berkomunikasi lisan dan tulisan; menggunakan teknologi

komunikasi dan informasi secara fungsional; bergaul secara efektif dengan peserta

didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua, atau wali peserta didik; dan

bergaul secara santun dalam masyarakat

Dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) maka harus disiapkan

Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik, terutama untuk menyiapkan kualitas siswa yang

baik maka potensi guru yang perlu dikembangkan. Oleh sebab itu dunia pendidikan sejak

awal sudah harus mempersiapkan diri terutama para guru harus mempunyai kualitas

dan mempunyai kapabilitas yang dapat implementasinya bukan sebatas regional namun

sampai pada tingkat nasional.

Semakin terbukanya arus barang dan jasa antar negara, merupakan konsekuensi

di era globalisasi. Batas negara dalam aktivitas kegiatan perekonomian semakin tipis,

dengan regulasi yang dipermudah oleh negara-negara yang tergabung dalam komunitas

“pasar bersama”. Termasuk keinginan ASEAN membentuk MEA didorong oleh

perkembangan internal dan eksternal. Ekonomi ASEAN diprediksikan akan menjadi

kekuatan baru dalam peta dunia, sementara dari sisi internal kekuatan ekonomi ASEAN

hingga tahun 2013 mencapai GDP sebesar US$ 3,36T (Wangke: 2014). Dengan

terbentuknya MEA tahun 2015, maka perdagangan barang dan jasa telah terintegrasi

dalam pasar bersama ASEAN.

Menghadapi komunitas masyarakat ASEAN, tidak menutup peluang terjadi

mobilitas tenaga kerja antar negara termasuk di sektor pendidikan. Persaingan yang

kompetitif dalam pasar tenaga kerja dan pasar output, mensyaratkan anggota komunitas

menyediakan produk yang berkualitas dengan harga yang bersaing. Pencapaian tersebut

akan terpenuhi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan

kelembagaan, ketersediaan dan kelayakan infrastruktur, regulasi yang mendukung iklim

usaha, dukungan pemerintah serta kepastian hukum. Sektor pendidikan diharapkan

sebagai penopang terbentuknya SDM unggul, utamanya di jenjang sekolah dasar dan

menengah yang berperan sebagai peletak dasar struktur keilmuan, sikap dan tindakan

luhur yang dapat bersaing global. Peran guru melalui pembelajaran dapat meletakkan

fondasi yang kuat untuk mengembangkan diri ke jenjang berikutnya. Untuk itu,

profesionalitas guru merupakan keniscayaan dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Page 79: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015

[ 692 ] P a g e

SIMPULAN

Peran kepala sekolah yang optimal dalam kepemimpinan pembelajaran,

meningkatkan profesionalisme guru. Kepemimpinan pembelajaran yang efektif menurut

Southworth (2002) adalah kepala sekolah yang mampu memainkan perannya sebagai:

(1) pemantau kinerja guru; (2) penilai kinerja guru; (3) pelaksana dan pengaturan

pendampingan dan pelatihan; (4) perencana pengembangan keprofesian keberlanjutan

guru; (5) pengkoordinasian kerja tim; (6) pengkoordinasian pembelajaran efektif.

Willison (2008) merumuskan tiga cara/strategi untuk menjalankan kepemimpinan

pembelajaran yang efektif yaitu: (1) talk the talk; (2) walk the walk; (3) be the caddy.

Kepala sekolah harus banyak berdialog dan berdiskusi untuk mengembangkan

keprofesian berkelanjutan guru, memantau proses pembelajaran di kelas serta melayani

guru dalam menggunakan sarana prasarana pembelajaran.

Agar kepala sekolah dapat berperan optimal dalam kepemimpinan pembelajaran,

berbagai program dan kegiatan yang dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Memberikan keteladanan dalam kata, sikap, tindakan dan perilaku bagi komunitas

sekolah untuk mencapai visi dan misi sekolah serta kemajuan pendidikan yang

berdaya saing tinggi.

2. Mendorong guru untuk meningkatkan kualifikasi akademik sesuai bidang studinya.

3. Memperkuat peran MGMP melalui program pendidikan dan pelatihan, studi banding,

penelitian, workshop serta meningkatkan budaya menulis di kalangan guru.

4. Melaksanakan tinjauan perangkat pembelajaran yang meliputi silabus dan RPP secara

periodik

5. Melaksanakan supervisi khususnya dalam proses pembelajaran.

6. Melaksanakan penilaian kinerja guru dan tindakan perbaikan untuk mencapai

sasaran yang ditentukan.

7. Meningkatkan ketersediaan dan kelayakan sarana dan prasarana pembelajaran.

8. Melakukan pemantauan proses pembelajaran di kelas serta merencanakan tindakan

perbaikan.

9. Membantu guru yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran yang

efektif.

10. Mengoptimalkan fungsi perpustakaan sekolah untuk menciptakan habit reading di

lingkungan sekolah, baik guru maupun peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

Bush, T. & Glover,D.2003. School Leadership: Concept and Evidence. Nottingham: NationalCollege for School Leaderhip.

Hallinger, P.2003. Leading Educational Change: Reflections on the Practice ofInstructional and Transformational Leadership, dalam Cambridge Journal ofEducation. 33(3), .35-70

Hoy, W.K., & Miskel, C.G. 2008. Administration Education Theory, Research, and PracticeNew York: Random House, Inc

Page 80: BAGIAN 5. PROFESIONALISME GURU - seminar.uny.ac.idseminar.uny.ac.id/semnasfe2015/sites/seminar.uny.ac.id.semnasfe201… · PERUBAHAN KURIKULUM DAN ... geografi Indonesia, geografi

Kepemimpinan Pembelajaran Kepala… (Dewi Kusuma Wardani & Mintasih Indriayu)

P a g e [ 693 ]

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan danKebudayaan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2013 Tentang StandarKompetensi Lulusan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Kemendikbud.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan danKebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013. Tentang Standar ProsesPendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Kemdikbud

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan danKebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013. Tentang StandarPenilaian Pendidikan. Jakarta: Kemdikbud

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan danKebudayaan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2013. Tentang Kerangka DasarDan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Kemdikbud

Kunandar (2009) Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Press

Mulyasa, E. 2006. Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Soutworth, G. 2002.” Instructional Leadership in School: Reflection and EmpiricalEvidence”, dalam School Leadership and Management, 22(1), 73-92.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.Bandung: Citra Umbara

Wangke Humphrey, 2014. Peluang Indonesia dalam MEA 2015. Info Singkat HubunganInternasional .6(10),5-8.

Willison, R. (2008). What Make an Instructional Leader dalam Phi Delta Kappan,Nov.2010.92 (3),66-69.