Upload
bie2x
View
11
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
1
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu isu yang menjadi fokus seluruh negara di
dunia, baik negara miskin, negara berkembang, maupun negara maju. Hal ini
dikarenakan kesehatan merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia,
sebagaimana yang tertulis dalam Konstitusi World Health Organization (WHO).1
Upaya kesehatan tersebut sebaiknya dimulai semenjak dini, yaitu pada masa
balita.2 Anak sebagai generasi penerus yang akan menjadi penentu kemajuan dan
kecerdasan bangsa di masa yang akan datang, perlu mendapat perhatian
kesehatan yang khusus. Namun, pada tahun 2010, jumlah balita yang meninggal
di dunia masih menunjukkan jumlah yang tinggi, yaitu 7.600.000. Berdasarkan
data tersebut, diketahui bahwa 21.000 balita meninggal setiap hari dan hampir 900
balita meninggal setiap jam.3 Indonesia sendiri bertanggung jawab atas 151.000
kematian balita pada tahun yang sama. Angka kematian balita di Indonesia juga
masih tergolong tinggi, yaitu 35 per 1.000 kelahiran hidup.4 Angka tersebut 4,6
kali lebih tinggi daripada Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi daripada Filipina, dan 1,8
kali lebih tinggi daripada Thailand.5
Tingginya angka kematian mendorong terbentuknya berbagai macam
program untuk menekan angka tersebut. Millenium Development Goals (MDGs)
merupakan salah satu program yang dijalankan secara global sejak ditetapkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2000. Penurunan angka kematian
anak merupakan satu dari delapan tujuan yang dikemukakan di dalamnya. Bagi
Indonesia, pencapaian sasaran MDGs menjadi salah satu prioritas utama bangsa.6
Indonesia berupaya untuk menurunkan angka kematian anak dengan target
menurunkan kematian balita sebesar dua pertiga antara tahun 1990 hingga tahun
2015.
1
Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah Indonesia melakukan
berbagai strategi dan usaha, antara lain melalui promosi pemberian Air Susu Ibu
(ASI) eksklusif. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menggerakkan
seluruh masyarakat dalam upaya memberikan ASI eksklusif pada bayi selama
enam bulan.7 Alasan utama penggalakan pemberian ASI ekslusif adalah ASI
mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh
kebutuhan gizi dan cairan pada enam bulan pertama kehidupan. Selain itu, ASI
juga mengandung zat protektif yang dapat melindungi bayi dari berbagai macam
penyakit.8 Pemerintah bahkan dengan tegas menyatakan dalam Undang-undang
No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 128 bahwa setiap bayi berhak
mendapatkan ASI ekslusif sejak dilahirkan selama enam bulan.9 Namun, data dari
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan bahwa
pemberian ASI eksklusif di Indonesia hanya dilakukan oleh 15,3% ibu pasca
melahirkan.10 Data tersebut merupakan fakta yang sangat memprihatinkan.
Padahal angka harapan hidup bayi akan meningkat menjadi 22% bila diberikan
ASI pada satu jam pertama kelahiran kemudian dilanjutkan ASI ekslusif sampai
dengan enam bulan.11 Rendahnya jumlah tersebut dapat disebabkan banyak
masalah, antara lain kurangnya kesadaran ibu akan pentingnya ASI, pelayanan,
dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung peningkatan
pemberian ASI, serta gencarnya promosi susu formula.12
Dalam karya tulis ilmiah ini, akan dipaparkan analisa terhadap peran pusat
pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program ASI eksklusif di Indonesia.
Melalui karya tulis ilmiah ini, diharapkan optimalisasi peran pusat pelayanan
kesehatan untuk meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif di Indonesia dapat
dikembangkan lebih lanjut.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah dari karya
tulis ilmiah ini adalah bagaimana peran pusat pelayanan kesehatan dalam
meningkatkan pemberian ASI eksklusif guna menurunkan angka kematian balita
di Indonesia.
2
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk
mengetahui cara yang tepat untuk meningkatkan pemberian ASI ekslusif
guna menurunkan angka kematian balita di Indonesia.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan karya tulis ilmiah ini antara lain
sebagai berikut.
a. Melakukan analisa terhadap penyelenggaraan praktik pelayanan
kesehatan di Indonesia.
b. Melakukan analisa terhadap penyelenggaraan program ASI
Eksklusif di Indonesia.
c. Menjelaskan peran pusat pelayanan kesehatan sebagai solusi untuk
meningkatkan pemberian ASI eksklusif guna menurunkan angka
kematian balita di Indonesia.
1.4. Manfaat Penulisan
Bagi masyarakat, karya tulis ilmiah ini akan membantu meningkatkan
kesadaran bagi ibu hamil dan ibu pasca melahirkan untuk memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya, sehingga bayi akan mendapatkan banyak manfaat dari
ASI tersebut.
Bagi pemerintah, karya tulis ilmiah ini akan memberikan pertimbangan
mengenai metode peningkatan peran pusat pelayanan kesehatan dalam membantu
menggiatkan pemberian ASI ekslusif guna menurunkan angka kematian balita di
Indonesia sebagai salah satu target yang hendak dicapai dalam MDGs.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pusat Pelayanan Kesehatan
2.1.1. Definisi
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pusat
pelayanan kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,
kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.9
2.1.2. Stratifikasi Pelayanan Kesehatan
Secara umum, stratifikasi pelayanan kesehatan dapat
dikelompokkan menjadi sebagai berikut. 13
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
Pelayanan kesehatan yang bersifat pokok dan dibutuhkan oleh
sebagian besar masyarakat. Pelayanan jenis ini bersifat pelayanan rawat
jalan.
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua
Pelayanan kesehatan yang lebih lanjut dan bersifat rawat inap.
Penyelenggaraannya membutuhkan tenaga-tenaga spesialis.
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga
Pelayanan kesehatan yang bersifat lebih kompleks, sehingga
umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga subspealis.
2.1.3. Macam Pusat Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan pihak penyelenggaranya, pusat pelayanan kesehatan
dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai berikut.13
a. Pusat pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah,
meliputi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan rumah sakit.
4
b. Pusat pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh swasta,
meliputi praktik bidan, praktik dokter gigi, praktik dokter umum, klinik,
dan balai pengobatan.
Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai macam pusat
pelayanan kesehatan sebagaimana yang disebutkan di atas.
a. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten atau Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan.14
Puskesmas memiliki tiga fungsi utama, yaitu sebagai berikut.
- Sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
- Sebagai pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat
- Sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama
Stuktur organisai Puskesmas adalah sebagai berikut.
- Kepala Puskesmas
- Unit Tata Usaha
- Unit Pelaksana Teknis Fungsional, yang terdiri atas Upaya
Kesehatan Masyarakat dan Upaya Kesehatan Perseorangan
- Jaringan Pelayanan, yang terdiri atas puskesmas pembantu,
puskesmas keliling, dan bidan
Puskesmas memiliki enam upaya wajib kesehatan, yaitu sebagai berikut.
- Upaya kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana
- Upaya promosi kesehatan
- Upaya kesehatan lingkungan
- Upaya perbaikan gizi
- Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
- Upaya pengobatan dasar
b. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif perorangan serta menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
5
jalan, dan gawat darurat.15 Empat fungsi utama dari rumah sakit adalah
sebagai berikut.15
- Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
- Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
- Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan.
- Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan teknologi bidang
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
Rumah sakit dapat digolongkan berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit
dibedakan menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah
sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan
jenis penyakit. Sedangkan, rumah sakit khusus memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan
disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan
lainnya.15
Berdasarkan pengelolaannya, rumah sakit dibedakan menjadi rumah
sakit publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik merupakan rumah
sakit yng dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum
yang bersifat nirlaba. Sedangkan, rumah sakit privat dikelola oleh badan
hokum dengan tujuan profit. 15
2.2. ASI Eksklusif
2.2.1. Definisi
Menurut WHO (2006), ASI eksklusif adalah bahwa bayi hanya
menerima ASI dari ibu, atau pengasuh yang diminta memberikan ASI dari
6
ibu, tanpa penambahan cairan atau makanan padat lain, kecuali sirup yang
berisi vitamin, suplemen mineral, atau obat.16
Sedangkan, menurut Depkes (2003), pemberian ASI secara
eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi tanpa diberi makanan
dan minuman lain sejak dari lahir sampai usia enam bulan, kecuali
pemberian obat dan vitamin. Pemberian ASI ekslusif pada bayi meliputi
hal-hal sebagai berikut.16
a. Memberi ASI kepada bayi segera setelah bayi dilahirkan, yaitu
memberi kolostrum kepada bayi dalam waktu setengah sampai satu jam
setelah kelahiran.
b. Tidak memberikan makanan atau minuman, seperti air kelapa, air
tajin, air teh, madu, dan pisang kepada bayi sebelum diberikan ASI.
c. Memberikan ASI sesuai dengan kemauan bayi tanpa perlu
membatasi waktu dan frekuensinya.
d. Memberikan ASI saja sampai bayi berusia enam bulan.
2.2.2. Produksi ASI
Proses terjadinya pengeluaran ASI dipicu oleh adanya hisapan
mulut bayi pada puting susu ibu. Gerakan tersebut merangsang kelenjar
pituitari anterior dan posterior. Kelenjar pituitary anterior akan mensekresi
sejumlah prolaktin, yaitu hormon utama yang mengandalikan pengeluaran
air susu. Sedangkan, kelenjar pituitari posterior akan mensekresi hormon
oksitolesin yang berfungsi merangsang serabut otot halus di dalam dinding
saluran susu agar susu dapat mengalir keluar dengan lancar.17
Berdasarkan waktu diproduksinya, ASI dapat dibedakan menjadi
tiga macam, yaitu:
a. Kolostrum
Kolostrum adalah cairan kental berwarna kekuning-kuningan yang
pertama kali disekresi oleh kelenjar mamae. Sekresi kolostrum akan
berlangsung dari hari pertama sampai dengan hari keempat masa laktasi.
Kolostrum mengandung debris jaringan dan residual material yang
7
terdapat dalam alveoli dan duktus kelenjar mamae sebelum dan segera
setelah melahirkan anak. Volume kolostrum sebesar 150-300 ml/24 jam.18
b. ASI Masa Peralihan (Masa Transisi)
ASI masa peralihan merupakan ASI peralihan dari kolostrum
menjadi ASI matur. ASI ini disekresi pada hari kelima hingga kesepuluh
dari masa laktasi. Volume ASI masa peralihan meningkat bila
dibandingkan dengan volume kolostrum.18
c. ASI Matur
ASI matur merupakan cairan berwarna putih kekuning-kuningan
yang disekresi pada hari kesepuluh masa laktasi hingga seterusnya.
Volume ASI matur ini sebesar 300-850 ml/24 jam.18
2.2.3. Komposisi ASI
Komposisi kolostrum berbeda dengan ASI matur. Berdasarkan
Food and Nutrition Board, National Research Council Washington,perkiraan
komposisi kolostrum dan ASI matur adalah sebagai berikut.18
Tabel 1: Komposisi Kolostrum dan ASI Matur
Sumber: Food and Nutrition Board, National Research Council Washington
8
Melalui tabel di atas, dapat diketahui bahwa kolostrum dan ASI
matur mempunyai komposisi yang berbeda. Perbedaan tersebut antara lain
sebagai berikut.18
a. Kandungan protein kolostrum lebih tinggi daripada ASI matur. Pada
kolostrum, protein yang utama ada globulin. Sedangkan, pada ASI matur,
protein yang utama adalah kasein.
b. Kandungan antibodi kolostrum lebih tinggi daripada ASI matur.
c. Kandungan karbohidrat dan lemak kolostrum lebih rendah daripada
ASI matur.
2.2.4. Manfaat ASI
ASI memberikan banyak manfaat bagi bayi yang memperolehnya.
Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
a. ASI Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Bayi
Zat-zat yang terkandung dalam ASI sudah dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi bayi. Pemberian ASI sebagai makanan utama dan
tunggal akan memberikan gizi yang tinggi untuk mendukung pertumbuhan
dan perkembangan saraf dan otak bayi tersebut, selama manajemen laktasi
dilakukan dengan benar.19 Penelitian bahkan menunjukkan bahwa bayi
sehat yang mendapat ASI eksklusif dalam enam bulan pertama usianya
tidak membutuhkan cairan lain.20 Namun, setelah usia enam bulan, ASI
hanya dapat memenuhi 80% kebutuhan nutrisi bayi, sehingga 20%
kebutuhan tersebut harus dipenuhi dengan makanan pendamping.21
b. ASI Meningkatkan Daya Tahan Tubuh Bayi
ASI mengandung zat imun (antibodi) yang dapat melindungi bayi
selama 5-6 bulan pertama, seperti immunoglobulin, lysozyme, complemen
C3 dan C4, dan lactoferrin.18 Oleh karena adanya kandungan zat-zat
tersebut, pemberian ASI eksklusif akan mengurangi tingkat kematian bayi
yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak,
seperti diare dan radang paru. Manfaat lain yang didapat adalah
mempercepat pemulihan bayi bila sedang sakit.21
c. ASI Eksklusif Meningkatkan Jalinan Kasih Sayang antara Bayi dan
Ibu
9
ASI yang diberikan secara eksklusif akan meningkatkan intensitas
hubungan antara bayi dan ibunya. Bayi akan sering berada dalam dekapan
ibunya akan merasakan kasih sayang yang besar serta rasa aman dan
tentram. Perasaan disayangi dan dilindungi ini akan menunjang
perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan spiritual,
dan hubungan sosial yang baik.21
d. ASI Meningkatkan Kecerdasan Bayi
Berbagai nutrien dalam ASI, seperti taurin, laktosa, dan asam lemak
ikatan panjang (DHA, AA, omega-3, omega-6) merupakan zat yang
diperlukan untuk pertumbuhan otak bayi. Oleh karena itu, pemberian ASI
eksklusif berperan penting untuk meningkatkan kecerdasan dari bayi.11
Selain itu, ASI juga memberikan banyak manfaat bagi ibu yang
menyusui. Manfaat tersebut adalah sebagai berikut.
a. ASI Meningkatkan Kesehatan Ibu
Ibu yang menyusui bayinya dengan ASI akan mendapatkan
berbagai dampak positif, seperti berkurangnya perdarahan pasca
melahirkan, berkuranganya risiko terkena kanker payudara, dan makin
cepatnya pemulihan kesehatan ibu pasca melahirkan.12
b. ASI Menunda Kehamilan
Ibu yang menyusui bayinya dengan ASI cenderung akan membuat
periode kehamilan berikutnya menjadi lebih panjang.11
2.2.5. Manajemen Laktasi
Manajemen laktasi merupakan segala upaya yang dilakukan untuk
dapat menunjang keberhasilan dari proses menyusui ibu pada bayinya.22
Manajemen laktasi dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten
dalam bidang ini.23 Upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut.
a. Manajemen Laktasi pada Masa Kehamilan (Antenatal)18
- Memberikan penerangan dan penyuluhan tentang manfaat dan
keunggulan ASI serta manfaat menyusui bagi ibu dan bayinya.
10
- Melakukan pemeriksaan kesehatan, kehamilan, dan payudara untuk
mengetahui adanya kelainan atau tidak.
- Melakukan perawatan payudara yang dimulai pada bulan keenam
kehamilan untuk memastikan bahwa nantinya ibu akan mampu
memproduksi ASI yang cukup kepada bayinya.
- Memberikan penjelasan kepada anggota keluarga dari ibu hamil,
terutama suami ibu untuk senantiasa memberikan dukungan kepada ibu
hamil.
b. Manajemen Laktasi pada Masa Segera Setelah Persalinan
(Prenatal)18
- Membantu ibu untuk menyusui 30 menit setelah kelahiran dan
menunjukkan cara menyusui yang baik dan benar.
- Membantu terjadinya kontak langsung antara bayi dengan ibu
selama 24 jam sehari agar menyusui dapat dilakukan tanpa jadwal.
- Memberikan kapsul vitamin A dosis tinggi bagi ibu nifas dalam
waktu dua minggu setelah melahirkan.
c. Manajemen Laktasi pada Masa Menyusui Lanjut (Post-natal)18
- Memberikan penjelasan bagi ibu untuk memberikan ASI secara
eksklusif kepada ibunya selama enam bulan.
- Memastikan adanya dukungan dari anggota kelurga ibu menyusui,
terutama suami untuk pemberian ASI secara eksklusif.
- Memperhatikan gizi ibu dan bayinya dengan memantau asupan
makanan dan minumannya.
- Memastikan bahwa ibu memiliki waktu istirahat yang cukup selama
menyusui bayinya.
2.2.6. Penyelenggaraan Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia
Pemberian ASI di Indonesia belum dilaksanakan sepenuhnya.
Upaya meningkatkan perilaku menyusui pada ibu yang memiliki bayi
khususnya ASI eksklusif masih dirasa kurang.12 Berdasarkan data dari
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 , diperoleh bahwa
pemberian ASI eksklusif di Indonesia hanya dilakukan oleh 15,3% ibu
pasca melahirkan.10
11
Beberapa sebab terjadinya penurunan pemberian ASI eksklusif di
Indonesia antara lain:1
a. Kesadaran ibu akan pentingnya pemberian ASI kepada bayi masih
kurang.
b. Kemudahan-kemudahan yang didapat sebagai hasil kemajuan
teknologi pembuatan makanan bayi, seperti pembuatan susu buatan untuk
bayi, mendorong ibu untuk mengganti ASI dengan makanan lain.
c. Iklan berbagai produk makanan bayi makin sering dijumpai di
berbagai media.
d. Ibu sering keluar rumah dikarenakan harus bekerja atau
mengerjakan tugas-tugas sosial.
e. Adanya anggapan bahwa pemberian susu formula merupakan
simbol tingkat sosial yang lebih tinggi dan mengikuti perkembangan
zaman. Sedangkan, pemberian ASI dianggap sebagai hal yang kuno.
f. Banyak petugas paramedik di klinik dan rumah sakit yang belum
menjelaskan tentang pentingnya ASI dan menganjurkan setiap ibu untuk
menyusui bayi mereka.
2.3. Kematian Balita di Indonesia
2.3.1. Definisi Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu
tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun. 24 Di samping itu, ada pula referensi lain yang menyebutkan bahwa balita
adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah
(3-5 tahun).25
2.3.2. Penyebab Kematian Balita di Indonesia
Gambar 1: Proporsi Penyebab Kematian Balita di Indonesia
12
Sumber: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2007
Menurut Riskesdas tahun 2007, diare merupakan penyakit penyebab
utama kematian balita di Indonsia. Sedangkan, peringkat kedua diduduki
oleh pneumonia. Beberapa penyakit lain, seperti meningitis, Demam
Berdarah Dengue (DBD), dan campak juga turut berkontribusi dalam
menyebabkan kematian pada balita, sebagaimana yang terlihat pada
diagram di atas
2.3.3. Epidemiologi Kematian Balita di Indonesia
Berdasarkan data terbaru dari WHO, angka kematian balita pada
tahun 2010 adalah 35 per 1.000 kelahiran hidup.4 Sedangkan, data terbaru
untuk negara Indonesia sendiri didapat dari Survei Demografi Kesehatan
Indonesia pada tahun 2007. Angka kematian balita pada tahun tersebut
sebesar 44 per 1.000 kelahiran hidup, sebagaimana yang terlihat pada
grafik di bawah ini. 26
Gambar 2: Angka Kematian Balita per 1.000 Kelahiran Hidup di
Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik, SDKI, 2008
13
Provinsi dengan angka kematian balita tertinggi adalah Sulawesi
Barat, yaitu sebesar 96 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti dengan Maluku
sebesar 93 dan Nusa Tenggara sebesar 92 per 1.000 kelahiran hidup.
Sedangkan, angka terendah dimiliki oleh Provinsi DI Yogyakarta sebesar
22 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti oleh Jawa Tengah sebesar 32 dan
Kalimantan Tengah sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup.26
BAB III
METODE PENULISAN
3.1. Jenis Penulisan
Karya tulis ilmiah ini merupakan hasil studi literatur.
3.2. Fokus Penulisan
Karya tulis ini membahas tentang peran pusat pelayanan kesehatan dalam
meningkatkan pemberian ASI eksklusif guna menurunkan angka kematian balita
di Indonesia.
3.3. Sumber Data
Data yang digunakan merupakan data yang berasal dari berbagai literatur
yakni buku, jurnal penelitian, undang-undang, peraturan pemerintah, dan artikel
dari berbagai media massa.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah
studi literatur. Studi literatur dilakukan di Perpustakaan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia, dan melalui media elektronik internet.
14
3.5. Analisis Data
Analisis data dilakukan sebagai berikut.
3.5.1. Merumuskan masalah yang akan diangkat dalam makalah, yaitu
rendahnya kesadaran ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif kepada
bayinya.
3.5.2. Mengumpulkan data-data yang diperlukan dengan mengambilnya
dari berbagai buku, jurnal penelitian, undang-undang, peraturan
pemerintah, dan artikel untuk dijadikan sebagai acuan dalam pembahasan
masalah.
3.5.3. Membahas dan menganalisa data-data yang didapat untuk
mengevaluasi masalah yang ada.
3.5.4. Memikirkan solusi yang dapat menjadi jalan keluar untuk masalah
tersebut.
3.5.5. Menarik kesimpulan.
3.5.6. Merumuskan saran untuk mendukung gagasan dari solusi yang
diajukan tentang peningkatan peran pusat pelayanan kesehatan dalam
pemberian ASI eksklusif.
15
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Permasalahan Pemberian ASI Eksklusif yang Ditemukan di Lapangan
4.1.1. Perilaku Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI eksklusif hanya dilakukan oleh 15,3% ibu di
Indonesia. Terdapat empat faktor utama yang menyebabkan rendahnya
presentase pemberian ASI eksklusif ini.
Pertama, adanya kebiasaan dan kepercayaan yang berkembang
dalam masyarakat yang menghambat ibu untuk memberikan ASI eksklusif
pada bayinya. Pada beberapa daerah di Indonesia, masih ada kebiasaan
untuk membuang kolostrum. Padahal, kolostrum mengandung berbagai
nutrisi dan zat imun bagi bayi, Selain itu, ada pula kebiasaan memberikan
makanan tambahan berupa pisang atau nasi terlalu dini, yaitu pada hari-
hari pertama kelahiran. Hal ini tentunya berbahaya karena usus bayi belum
dapat mencerna makanan dan fungsi ginjal belum dapat beradaptasi untuk
menerima makanan dengan kadar garam dan protein tinggi. Hambatan lain
adalah adanya anggapan bahwa menyusui merupakan perilaku yang kuno
dan penggunaan susu formula merupakan hal yang modern.18
16
Kedua, wawasan ibu yang relatif kurang akan menurunkan perilaku
pemberian ASI eksklusif. Ibu dengan pengetahuan yang baik tentang
pentingnya ASI dan manajemen laktasi akan memberikan kolostrum dan
ASI secara eksklusif kepada bayi. Namun, pengetahuan ibu yang rendah
akan membuat ibu enggan dalam memberikan ASI eksklusif kepada
bayinya.18
Ketiga, adanya pekerjaan yang dijalani oleh ibu akan menyulitkan
pemberian ASI eksklusif. Hal ini diakibatkan singkatnya masa cuti hamil
atau melahirkan yang didapat ibu tersebut, sehingga ibu harus sudah
kembali bekerja sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir.28
Faktor utama yang terakhir adalah rendahnya dukungan suami
kepada ibu yang menyusui. Padahal, ibu yang mendapat dukungan suami
untuk memberikan ASI eksklusif berpeluang memberikan ASI eksklusif
dua kali lebih besar daripada ibu yang tidak didukung oleh suaminya.27
4.1.2. Pemasaran Berbagai Produk Susu Formula Pengganti ASI
Pemasaran iklan susu formula yang makin gencar merupakan salah
satu penyebab kegagalan praktik ASI eksklusif di Indonesia.28 Pemasaran
ini dilakukan melalui berbagai media, baik media cetak maupun media
elektronik yang pada akhirnya akan mempengaruhi pemberian ASI
eksklusif oleh ibu. Iklan-iklan tersebut telah memberikan paradigma bagi
para ibu bahwa kandungan susu formula sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan otak yang optimal dari bayi. Padahal, kandungan ASI sudah
mencakup segala nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi dan tidak dapat
digantikan oleh jenis susu lainnya, termasuk susu formula. 29
Selain itu, apabila ditinjau dari segi intensitasnya, promosi susu
formula yang dilakukan melalui iklan jauh lebih banyak dibandingkan
dengan promosi ASI dan program ASI eksklusif. Sehingga, para ibu
merasa lebih tertarik untuk memberikan susu formula dibandingkan ASI
kepada bayinya. Daya persuasi iklan susu formula yang tinggi juga
membuat ibu yakin bahwa pembelian susu formula bagi bayinya
merupakan pilihan yang cerdas. Anggapan yang salah ini terus
17
berkembang dan menyebabkan semakin turunnya jumlah ibu yang
memberikan ASI eksklusif.29
Selain melakukan promosi melalui iklan, pemasaran susu formula
juga dilakukan melalui sosialisasi yang terselubung. Banyak produsen
susu formula yang bekerja sama dengan pusat pelayanan kesehatan untuk
membagikan susu formula produksinya kepada ibu dan bayinya sebagai
hadiah kepulangan pasca persalinan. Sebagian besar yang menjadi korban
dari adanya sosialisasi seperti ini adalah ibu-ibu dengan pendidikan
rendah. Sebuah studi bahkan menemukan bahwa seringkali, sosialisasi
tersebut langsung diperantarai oleh tenaga kesehatan penolong persalinan,
baik bidan maupun dokter.28
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pemasaran
yang gencar dari susu formula telah mampu mempengaruhi tenaga
kesehatan dan ibu untuk memberikan susu formula kepada bayi. Selama
pemasaran susu formula masih marak ditemui, maka keberhasilan ASI
eksklusif akan sulit untuk diwujudkan.28
4.1.3. Tata Laksana Pemberian ASI Eksklusif oleh Pusat Pelayanan
Kesehatan
Pusat pelayanan kesehatan di Indonesia, terutama puskesmas dan
rumah sakit memegang peranan yang penting dalam memberikan
pengetahuan yang cukup kepada ibu hamil tentang manajemen laktasi,
termasuk di antaranya adalah pemberian ASI eksklusif. Tenaga kesehatan
yang terlibat di dalamnya, seperti bidan, perawat, dan dokter sepatutnya
mendampingi dan membimbing ibu hamil selama masa kehamilan, tepat
setelah melahirkan, dan pasca melahirkan. Namun, fungsi puskesmas dan
rumah sakit tersebut belum berjalan dengan baik.18
Saat memberikan penjelasan kepada ibu, tenaga kesehatan tersebut
seringkali hanya menitikberatkan pada upaya-upaya yang harus dilakukan
agar persalinan dapat berlangsung dengan lancar, sehingga ibu dan bayi
berada dalam kondisi selamat setelah persalinan. Namun, masalah ASI
kurang mendapatkan perhatian. ASI yang seharusnya diberikan pertama
18
kali kepada bayi setelah kelahiran, sering digantikan dengan susu sapi atau
susu formula. Hal ini tentunya bersifat tidak mendidik karena ibu akan
menganggap bahwa susu sapi dan susu formula memiliki kualitas yang
lebih baik daripada ASI. Melalui gambaran tersebut, dapat diketahui
bahwa banyak petugas kesehatan yang belum mengetahui tentang standar
informasi minimal yang harus disampaikan kepada ibu.18
Banyak pula rumah sakit yang tidak mendukung pemberian ASI
secara dini. Setelah dilahirkan, bayi seharusnya langsung diletakkan di
dada ibu. Hal ini ditujukan agar refleks bayi berkembang dan produksi
ASI ibu meningkat. Namun, bayi malah dipisahkan dari ibu oleh petugas
kesehatan di rumah sakit dan baru diberikan kepada ibu sehari
setelahnya.28
Selain itu, terdapat pula beberapa rumah sakit yang melakukan
sosialisasi lebih bagi produk susu formula dibanding ASI. Rumah sakit
tersebut memperbolehkan pemasangan poster tentang susu formula di
dalam bangunannya. Bahkan, beberapa poster dipasang di sekitar kamar
bersalin. Hal ini menunjukkan kurangnya dukungan rumah sakit terhadap
kesuksesan pemberian ASI eksklusif.18
4.2. Peningkatan Peran Pusat Pelayanan Kesehatan Sebagai Solusi
Berdasarkan temuan masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa rendahnya
pemberian ASI eksklusif di Indonesia diakibatkan oleh pengetahuan ibu tentang
ASI eksklusif yang masih kurang. Oleh karena itu, pemecahan masalah yang
dapat dilakukan berupa optimalisasi peran pusat pelayanan kesehatan karena
petugas kesehatan yang terlibat di dalamnya, yaitu bidan, perawat, dan dokter
merupakan lini terdepan dalam hal penyampaian informasi kepada ibu selama dan
setelah kehamilan. Berikut akan dikemukakan dua upaya utama yang dapat
dilakukan untuk optimalisasi peran pusat pelayanan kesehatan di Indonesia.
Pertama, puskesmas dan rumah sakit harus menggerakkan tenaga
kesehatan di dalamnya untuk melakukan sosialisasi kepada ibu. Puskesmas dan
19
rumah sakit harus memiliki standar informasi minimal yang harus disampaikan
oleh tenaga kesehatan kepada ibu terkait dengan program ASI eksklusif. Standar
informasi minimal tersebut sebaiknya mencakup hal-hal di bawah ini:30
4.2.1. Keuntungan dan keunggulan pemberian ASI
4.2.2. Gizi ibu, persiapan, dan mempertahankan menyusui
4.2.3. Akibat negatif pemberian makanan botol secara parsial terhadap
pemberian ASI
4.2.4. Kesulitan untuk mengubah keputusan untuk tidak memberikan ASI
Informasi tersebut dapat disampaikan melalui penyuluhan aktif
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, terutama bidan di puskesmas dan
dokter serta perawat di rumah sakit. Penyuluhan tersebut sebaiknya
diselenggarakan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
4.2.1. Penyuluhan langsung
Penyuluhan ini berupa tatap muka langsung antara penyuluh dengan
peserta penyuluhan. Wujud usaha yang dilakukan adalah penjelasan
informasi sesuai standar di atas oleh bidan, dokter, dan perawat kepada ibu
dan anggota keluarga yang mengantar ibu saat kotnrol kehamilan.
4.2.2. Penyuluhan tidak langsung
Penyuluhan ini dilakukan tanpa harus ada tatap muka langsung
antara penyuluh dengan peserta penyuluhan. Usaha yang dapat dilakukan
adalah pemasangan poster di area puskesmas dan rumah sakit serta
pembagian pamflet saat ibu melakukan kontrol kehamilan dan penyuluhan
langsung. Poster dan pamflet harus memuat konten standar informasi
minimal di atas dan dibuat dengan desain yang menarik.
Pusat pelayanan kesehatan dapat pula bekerja sama dengan
Departemen Kesehatan untuk pembuatan situs internet yang membahas
khusus tentang ASI eksklusif secara detail dan penanyangan iklan di
televisi. Metode ini khususnya diperlukan bagi ibu di daerah perkotaan
yang umumnya mengenal teknologi dan sering memanfaatkan fasilitas
internet untuk menambah pengetahuan mereka.
20
Konsep penyuluhan aktif ini akan memberikan kontribusi yang besar
dalam peningkatan pengetahuan ibu tentang ASI yang pada akhirnya akan
meningkatkan kesadaran ibu untuk pemberian ASI eksklusif. Konsep seperti ini
pernah diterapkan di Mukim Lauree, Kecamatan Simeule Tengah, Aceh dan
terbukti memberikan hasil yang nyata. Berikut grafik yang menunjukkan
perbedaan pengetahuan ibu sebelum dan sesudah penyuluhan.
Gambar 3: Perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan
1 2 3 4 5 6 7 8 90
5
10
15
20
25
30
Pre-testPost-test
Jum
lah
Resp
onde
n ya
ng
Men
jaw
ab B
enar
Sumber: Penelitian Pengaruh Penyuluhan ASI Eksklusif terhadap
Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil, 2009
Kedua, penyelenggaraan Zona ASI di setiap rumah sakit. Zona ASI
merupakan suatu ruangan dengan fungsi utama sebagai tempat penyampaian
segala informasi yang berhubungan dengan ASI secara gratis kepada ibu, baik
secara individual maupun kelompok. Para ibu dapat menanyakan dan meminta
informasi tentang ASI, ASI eksklusif, dan manajemen laktasi di tempat ini. Secara
tidak langsung, Zona ASI akan menjadi wadah bertemunya para ibu sehingga
mereka juga dapat berdiskusi antara satu sama lain.
Zona ASI akan menyediakan media yang dapat menambah wawasan ibu
tentang ASI, ASI eksklusif, dan manajemen laktasi. Media tersebut dapat berupa
majalah, buku bacaan, dan pamflet yang dapat dibawa pulang oleh ibu. Selain itu,
zona ASI juga akan memfasilitasi para ibu yang ingin membeli alat pompa ASI.
Adanya fasilitas ini terutama akan berguna bagi para ibu pekerja yang seringkali
21
memutuskan tidak memberikan ASI eksklusif hanya karena ketidaktahuan akan
adanya alat pompa ASI atau malas untuk membeli alat pompa ASI.
Pihak yang akan memberikan informasi di Zona ASI adalah dokter dan
perawat yang sebelumnya telah dibekali pengetahuan yang cukup tentang ASI,
ASI eksklusif, dan manajemen laktasi. Mereka akan menjawab pertanyaan yang
diajukan para ibu dan memberikan penjelasan tambahan tentang hal-hal terkait
ASI dan manajemen laktasi yang belum dipahami ibu. Dokter dan perawat juga
harus menunjukkan sikap positif terhadap ibu, yaitu secara cermat mendengarkan
keluhan ibu, menjawab pertanyaan dengan baik, dan memberikan penjelasan
dengan detail.
Untuk menumbuhkan minat ibu agar mengunjungi Zona ASI, desain
ruangan sebaiknya juga dibuat menarik. Usaha yang dapat dilakukan antara lain:
pengaturan ruangan yang sederhana namun nyaman, penggunaan warna muda dan
cerah untuk dinding, dan pemasangan poster tentang ASI eksklusif di dinding
ruangan tersebut.
Kedua upaya tersebut juga ditunjang dengan adanya Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) yang diberikan pemerintah kepada puskesmas dengan tujuan
peningkatan fungsi puskesmas yang salah satunya adalah upaya Kesehatan Ibu
dan Anak untuk percepatan pencapaian MDGs. Dana yang didapat melalui BOK
dapat puskesmas alokasikan untuk penyelenggaraan penyuluhan ASI eksklusif
dengan maksimal. Berikut diagram yang menunjukkan fokus penggunaan BOK.
Gambar 4: Alur Pikir Bantuan Operasional Kesehatan
22
Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011
Apabila seluruh puskesmas (8.967 unit) dan rumah sakit (1.523 unit) di
Indonesia secara serentak melaksanakan kedua upaya tersebut, maka bukan tidak
mungkin angka pemberian ASI eksklusif akan mengalami kenaikan yang
signifikan.31 Peningkatan pemberian ASI eksklusif ini pada akhirnya akan
memberikan kontribusi besar terhadap penurunan angka kematian balita.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
ASI eksklusif merupakan pemberian ASI saja kepada bayi tanpa disertai
makanan dan minuman pendamping. Pemberian ASI eksklusif akan memberikan
kontribusi besar dalam meningkatkan harapan hidup dan kesehatan balita.
Dampak yang timbul dari adanya peningkatan tersebut adalah penurunan angka
kematian balita. Namun, tingkat pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih
berada pada kisaran angka yang rendah. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain: kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat seringkali tidak sesuai
dengan manajemen laktasi, pengetahuan ibu yang kurang akan ASI, tuntutan
23
pekerjaan ibu yang tidak mendukung pemberian ASI eksklusif, dan dukungan
anggota keluarga ibu yang rendah dalam pemberian ASI.
Kondisi tersebut juga ditunjang oleh maraknya promosi susu formula.
Promosi tersebut dilakukan melalui iklan di berbagai media dan pemberian susu
formula secara gratis kepada ibu setelah persalinan. Selain itu, puskesmas dan
rumah sakit yang merupakan tempat ibu untuk melakukan kontrol selama
kehamilan dan melaksanakan persalinan, masih belum memberikan kontribusi
yang besar dalam upaya meningkatkan pemberian ASI eksklusif. Tenaga
kesehatan yang terlibat di dalamnya belum memberikan edukasi yang cukup
tentang ASI eksklusif dan seringkali mendukung promosi susu formula.
Ibu sebagai sasaran dalam pemberian ASI eksklusif seharusnya dibekali
pengetahuan yang cukup, sehingga ibu akan memiliki kesadaran yang tinggi
untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Pusat pelayanan kesehatan
memiliki peran yang penting untuk memberikan edukasi kepada ibu. Optimalisasi
peran puskesmas dan rumah sakit diharapkan dapat membekali ibu dengan
wawasan yang cukup tentang manajemen laktasi, ASI, dan ASI eksklusif,
sehingga ibu akan memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
5.2. Saran
5.2.1. Optimalisasi peran pusat pelayanan kesehatan untuk meningkatkan
pemberian ASI eksklusif memerlukan dukungan penuh dari Pemerintah
Pusat. Pemerintah sebaiknya memberikan dukungan melalui penetapan
kebijakan nasional agar program ASI Eksklusif menjadi salah satu
prioritas upaya kesehatan di setiap pusat pelayanan kesehatan untuk
selanjutnya disosialisasikan melalui Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten atau Kota.
5.2.2. Selain dukungan dari pemerintah, penyelenggaraan optimalisasi
peran pusat pelayanan kesehatan memerlukan kerja sama lintas sektor,
antara lain dengan pihak swasta dan komunitas atau organisasi sosial
dalam masyarakat yang bergerak dalam bidang kesehatan ibu dan anak.
5.2.3. Penyelenggaraan penyuluhan aktif dan Zona ASI di pusat pelayanan
kesehatan memerlukan pengawasan dan evaluasi ketat dari Dinas
24
Kesehatan setempat. Hal ini diperlukan untuk memastikan optimalisasi
upaya yang dilakukan di masing-masing puskesmas dan rumah sakit.
5.2.4. Pemerintah sebaiknya melakukan sosialisasi aktif tentang Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian
Air Susu Ibu Eksklusif yang mengatur tentang pemberian ASI eksklusif
dan promosi susu formula. Hal ini akan meningkatkan dukungan
masyarakat terhadap optimalisasi peran pusat pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
25
1 Rusmalawaty. Peranan Rumah Sakit dalam Pelaksanaan Program ASI Eksklusif [skripsi]. Medan:
Universitas Sumatera Utara; 2009.
2 World Health Organization. Health and Human Rights. Diunduh dari: http://www.who.int.
Diakses 23 Maret 2012.
3 World Health Organization. Global Health Observatory (GHO). Diunduh dari:
http://www.who.int. Diakses 23 Maret 2012.
4 World Health Organization. Child Mortality: Under-five Mortality. Diunduh dari:
http://www.who.int. Diakses 23 Maret 2012.
5 Nurmiati, B. Pengaruh Durasi Pemberian ASI terhadap Ketahanan Hidup Bayi di Indonesia. Jurnal
Kesehatan Makara. 2008;12:47-52.
6 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Millenium Development Goals. Diunduh dari:
http://www.bappenas.go.id/. Diakses 15 Maret 2012.
7 Universitas Sumatera Utara. Inisiasi Menyusui Dini. Diunduh dari:
http://www.repository.usu.ac.id. Diakses 23 Maret 2012.
8 Trisno, I. Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
pada Bayi Usia 6-12 Bulan di Puskesmas Wedarijaksa II Kabupaten Pati. 2011 [diakses 23 Maret
2012]:[4 hal]. Diunduh dari: http://litbang.patikab.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=119:pengaruh-pemberian-asi-eksklusif-terhadap-kejadian-
infeksi-saluran-pernafasan-akut-ispa-pada-bayi-usia-6-12-bulan-di-puskesmas-wedarijaksa-ii-
kabupaten-pati&catid=133:pengaruh-pemberian-asi-eksklusif-terhadap-kejadian-infeksi-saluran-
pernafasan-akut-ispa-pada-bayi-usia-6-12-bulan-di-puskesmas-wedarijaksa-ii-kabupaten-
pati&Itemid=115
9 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
10 Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan. Manfaat ASI bagi Bayi dan Ibu.
Diunduh dari: http://bppsdmk.depkes.go.id. Diakses 24 Maret 2012.
11 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 86% Bayi di Indonesia Tidak
Diberi ASI Eksklusif. Diunduh dari: http://menegpp.go.id. Diakses 24 Maret 2012.
12 Kebijakan Departemen Kesehatan tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Pekerja Wanita
13 Azwar, A. Pengantar Administrasi Kesehatan. Ed 3. Jakarta: Binarupa Aksara; 1996.
14 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat.
15 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
16 Universitas Soedirman. ASI Eksklusif. Diunduh dari: http://www.unsoed.ac.id. Diakses 23 Maret
2012.
17 Winarno, FG. Gizi dan Makanan Bagi Bayi dan Anak Sapihan. Jakarta: Sinar Harapan; 1990.
18 Siregar, A. Pemberian ASI Ekslusif dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya [skripsi]. Medan:
Universitas Sumatera Utara; 2004.
19 Emilia, RC. Pengaruh Penyuluhan ASI Eksklusif terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil di
Mukim Laure Kecamatan Simeulue Tengah Kabupaten Simeulue [skripsi]. Medan: Universitas
Sumatera Utara; 2008.
20 LINKAGES. Pemberian ASI Eksklusif atau ASI Saja: Satu-satunya Sumber Cairan yang
Dibutuhkan Bayi Usia Dini. Diunduh dari: http://linkagesproject.org. Diakses 24 Maret 2012.
21 Kompasiana. ASI vs Susu Formula. Diunduh dari: http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-
anak. Diakses 22 Maret 2012.22 Powers N, Slusser, W. Breastfeeding update 2: Clinical Lactation Management. Pediatrics in
Review. 1997;18: 147-161.
23 Mahan, K., Escott-Scump. Krause’s Food and Nutrition Therapy. Ed 12. Missouri: Saunders
Elsevier; 2008.
24 Muaris, H. Sarapan Sehat untuk Anak Balita. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2006.25 Sutomo, B, Anggraini, DY. Makanan Sehat Pendamping ASI. Jakarta: Demedia; 2010.
26 Weber M, Fransisca, Said M, Kartasasmita CB, Kusbiyantoro. Pneumonia Balita. Jendela
Epidemiologi. 2010;3: 1-4.
27 Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Dukungan Suami dalam Pemberian ASI Eksklusif. Diunduh dari:
http://jurnalkesmas.org. Diakses 26 Maret 2012.
28 Fikawati S, Syafiq A. Kajian Implementasi dan Kebijakan Air Susu Ibu Eksklusif dan Inisiasi
Menyusu Dini di Indonesia. Jurnal Kesehatan Makara. 2010;14: 17-24.
29 Hidayanti L, Susilowati. Dampak Paparan Iklan Susu Formula terhadap Cakupan Pemberian ASI
Eksklusif. Kesehatan Komunitas Indonesia. 2010;6: 327-337.
30 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif
31 Kompasiana. Mengenal Dana Bantuan Operasional Kesehatan. Diunduh dari:
http://kesehatan.kompasiana.com. Diakses 22 Maret 2012.