26
Bahan Ajar (Singkat) Mata Kuliah : Pengantar ke dalam Dunia Filsafat Ilmu Administrasi Pengajar : Dr. Valentino Lumowa Semester : I-2012/2013 1 Deskripsi Matakuliah ini berisi uraian tentang pengertian hakikat filsafat, perbedaan filsafat dan ilmu pengetahuan dengan melihat metode serta objek material dan objek formal filsafat dan ilmu pengetahuan, dan perkembangan pemikiran filsafat dari zaman Yunani Kuno sampai Filsafat Timur. 2 Manfaat Matakuliah Pengantar Filsafat menjadi bagian pokok dari kurikulum karena memiliki beberapa tujuan, yaitu: a. Salah satu misi universitas ialah menghasilkan lulusan yang punya keunggulan akademik. Itu berarti, seorang lulusan tidak saja mempunyai pengetahuan dalam bidang spesialisasi program studinya, melainkan juga memiliki daya pikir konseptual yang tinggi dan rasional yang kuat. Maka, studi filsafat persis bisa membantu mengasah kebiasaan berpikir secara mendalam, teratur, dan terarah pada nilai-nilai yang tidak disadari oleh dunia empiris. b. Misi lain dari universitas ialah menghasilkan lulusan yang bisa memberikan kontribusi riil bagi pengembangan menuju masyarakat Indonesia baru, yakni masyarakat di mana demokrasi dan hak asasi manusia dihormati. Itu berarti para lulusan diharapkan TINJAUAN MATA KULIAH

bahan ajar filsafat versi 1a

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Materi Ujian

Citation preview

Page 1: bahan ajar filsafat versi 1a

Bahan Ajar (Singkat)

Mata Kuliah : Pengantar ke dalam Dunia Filsafat

Ilmu Administrasi

Pengajar : Dr. Valentino Lumowa

Semester : I-2012/2013

1 Deskripsi

Matakuliah ini berisi uraian tentang pengertian hakikat filsafat, perbedaan filsafat dan

ilmu pengetahuan dengan melihat metode serta objek material dan objek formal filsafat dan

ilmu pengetahuan, dan perkembangan pemikiran filsafat dari zaman Yunani Kuno sampai

Filsafat Timur.

2 Manfaat

Matakuliah Pengantar Filsafat menjadi bagian pokok dari kurikulum karena memiliki

beberapa tujuan, yaitu:

a. Salah satu misi universitas ialah menghasilkan lulusan yang punya keunggulan

akademik. Itu berarti, seorang lulusan tidak saja mempunyai pengetahuan dalam

bidang spesialisasi program studinya, melainkan juga memiliki daya pikir konseptual

yang tinggi dan rasional yang kuat. Maka, studi filsafat persis bisa membantu

mengasah kebiasaan berpikir secara mendalam, teratur, dan terarah pada nilai-nilai

yang tidak disadari oleh dunia empiris.

b. Misi lain dari universitas ialah menghasilkan lulusan yang bisa memberikan kontribusi

riil bagi pengembangan menuju masyarakat Indonesia baru, yakni masyarakat di mana

demokrasi dan hak asasi manusia dihormati. Itu berarti para lulusan diharapkan

TINJAUAN MATA KULIAH

Page 2: bahan ajar filsafat versi 1a

memiliki kemampuan memahami, menganalisis, mengkritisi, dan menunjukkan arah

baru bagi perubahan masyarakat. Maka studi filsafat bisa membantu kita untuk

terbiasa berefleksi secara mendalam, serta bersikap kritis terhadap apa yang didengar,

dibaca, ataupun dilihat, sambil mampu menggagas konsep-konsep yang konstruktif

demi perubahan baru masyarakat.

c. Seperti yang akan dipelajari lagi, salah satu ciri yang paling menonjol dari filsafat

ialah sifatnya yang rasional. Artinya, studi filsafat mengandalkan kekuatan akal budi,

dan sedapat mungkin menghindari ikatan-ikatan emosional dan melampaui batasan-

batasan inderawi belaka. Oleh karena itu, studi filsafat bisa membantu kita

mengembangkan daya rasio kita untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan

emosional yang selama ini gampang sekali disulut atau diprovokasi untuk kepentingan

yang merusak. Selain itu, karena rasionalitasnya, filsafat juga biasa membantu kita

untuk mengatasi perbedaan-perbedaan etnis, suku, dan agama yang seringkali

menghambat kerjasama dan dialog dalam masyarakat. Singkatnya, studi filsafat yang

mengandalkan kekuatan rasional bisa membantu melatih kita untuk berdialog secara

sehat, menghormati pikiran dan perasaan orang lain, serta bekerjasama menemukan

jalan keluar terhadap masalah yang kita hadapi bersama.

3 Tujuan Instruksional Umum

Setelah mempelajari matakuliah ini, pada akhir perkuliahan ini mahasiswa diharapkan

mampu:

a) Menjelaskan hakikat filsafat

b) Menjelaskan perbedaan filsafat dan ilmu pengetahuan berdasarkan objek material dan

objek formal.

c) Menjelaskan metode yang khas dalam filsafat.

Page 3: bahan ajar filsafat versi 1a

d) Menguraikan proses perkembangan pemikiran filsafat dari zaman Yunani Kuno

sampai abad modern.

4 Garis Besar Materi

Secara garis besar materi kuliah yang ada dalam bahan ajar ini terdiri dari:

Bab I Hakikat dan Metode Filsafat

1) Arti Filsafat

2) Ilmu Pengetahuan dan Filsafat

3) Metode Filsafat

4) Pembagian Filsafat

Bab II Filsafat dalam Kebudayaan Yunani Kuno

1) Pergeseran dari Mitos ke Logos

2) Prinsip Dasar Realitas

3) Perubahan atau Transformasi

a) Herakleitos

b) Parmenides

4) Retorika dan Dielektika

a) Kaum Sofis

b) Sokrates

5) Dualisme Plato

6) Aristoteles dan Metafisika

Bab III Beberapa Persoalan Dasar Filosofis

1) Abad Pertengahan: Hubungan antara Iman dan Rasio

a) Clemens dari Alexandria

Page 4: bahan ajar filsafat versi 1a

b) St. Augustinus (354-430)

c) St. Anselmus dari Canterbury (1033-1109)

d) St. Thomas Aquinas (1225-1274)

2) Rasionalisme & Empirisme

a) Rasionalisme Rene Descartes (1590-1650)

b) Empirisme David Hume (1711-1776)

c) Sintesis oleh Immanuel Kant (1724-1804)

3) Idealisme & Materialisme

a) Idealisme Hegel

b) Materialisme menurut Karl Marx (1818-1830)

4) Makna Hidup Manusia: Eksistensialisme

a) Makna Eksistensi menurut Soren Kierkegaard (18103-1855)

b) Eksistensialisme Jean-Paul Sartre (1905-1980)

c) Gabriel Marcel (1889-1973)

5) Hubungan antara Teori dan Praksis: Pragmatisme

a) William James (1842-1910)

b) John Dewey (1859-1952)

Bab IV Pengantar Filsafat Timur

1) Filsafat Barat dan Filsafat Timur

2) Filsafat dan Agama

3) Filsafat Cina

5 Petunjuk Bagi Mahasiswa

Dalam mempelajari materi ini sangat diharapkan kemampuan membaca dengan teliti

disertai dengan daya abstraksi yang tinggi. Metode menghafal bukanlah metode yang tepat

untuk diterapkan dalam mempelajari materi yang ada bahan ajar ini. Jalan terbaik yang

Page 5: bahan ajar filsafat versi 1a

diajurkan untuk dilakukan oleh mahasiswa ialah mencoba membaca berulang kali teks yang

ada, bila menemui kesulitan untuk mengerti pernyataan-pertanyaan yang ada dalam teks,

diskusikanlah dengan dosen pada saat proses pembelajaran. Mahasiswa juga diharapkan untuk

aktif mencari referensi lain yang bisa membantu, terutama ketika anda mulai membaca teks

tentang pokok-pokok pemikiran para filsuf.

Page 6: bahan ajar filsafat versi 1a

Pendahuluan

Pertanyaan pertama yang segera harus dijawab ialah “Apa itu filsafat”? Pertanyaan

tersebut sudah menjadi pergumulan sepanjang sejarah filsafat, sejak Plato di jaman Yunani

Kuno sampai St. Augustinus dalam abad ke-3, St. Thomas Aquinas dalam abad ke-19, dan

Ludwig Wittgestein, Alfred North Whitehead, dan Martin Haidegger dalam abad ke-20.

Dalam bab ini pertama-tama definisi leksikal atau etimologi kata ‘filsafat” hendak

diperkenalkan, disertai uraian tentang “filsafat” sebagai aktivitas rasional-kritis. Berikutnya,

hubungan filsafat dan ilmu pengetahuan hendak dijelaskan Agar memahami perbedaan antara

filsafat dan ilmu pengetahuan, metode ilmiah dan metode berfilsafat hendak diperkenalkan.

Sesudah itu cabang-cabang filsafat akan dikemukakan sekedar pengantar pada peta filsafat

pada umumnya.

1 Arti Filsafat

1.1 Arti Etimologis

Kata bahasa Indonesia “filsafat” merupakan terjemahan dari katabahasa Belanda

“filosofie” atau “philosphie” dan bahasa Inggris “philosophy”. Kata-kata tersebut dan

padanannya yang diturunkan dari bahasa Latin “philosophia” yang berasal dari bahasa

Yuanani “philisophia” and “philosophos”. “Philos” berarti cinta (love), dan “philia’ berarti

persahabatan (friendship) atau tertarik pada. “Sophos” berarti orang bijaksana, dan “sophia”

berarti kebijaksanaan, pengetahuan, kebajikan. Jadi secara etimologis, “filsafat” berarti cinta

akan kebijaksanaan atau pengetahuan. “filsuf” berarti pencinta kebijaksanaan; dan

“berfilsafat” berarti mencintai kebijaksanaan. Sejak lahirnya filsafat dalam kebudayaan

Yunani Kuno, aktivitas berfilsafat ditandai oleh “mencari” atau bertanya tentang” suatu

BAB I

HAKIKAT DAN METODE FILSAFAT

Page 7: bahan ajar filsafat versi 1a

peristiwa atau hal. Pertanyaan itu didorong oleh rasa ingin tahu karena kekaguman. Karena itu

sering dikatakan bahwa filsafat selalu berawal dari rasa kagum yang menimbulkan

pertanyaan. Konsekuensinya, “bertanya” atau “mencari pengetahuan” merupakan factor

penting dari filsafat. Seperti akan dijelaskan lagi, dalam filsafat pertanyaan selalu

dikemukakan secara radikal dan melebihi lapisan realitas inderawi. Pertanyaan filsafat selalu

menyangkut dasar atau penyebab terdalam suatu peristiwa.

Bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia filsafat, definisi etimologis tersebut

belum memuaskan. Alasannya, definisi tersebut memang menjawab pertanyaan mengenai

asal-usaul kata “filsafat” dan arti harafiahnya, tetapi belum menjelaskan apa hakikat filsafat

sebenarnya. Umumnya disepakati bahwa hakikat filsafat baru dikenal tatkala orang masuk

dalam lingkungan filsafat atau terlibat dalam aktivitas berfilsafat. Sarana utama dalam proses

berfilsafat adalah rasio atau akal budi. Oleh karena itu filsafat sering disebut sebagai aktivitas

rasional kritis. Dengan “aktivitas” dimaksudkan sebagai proses kegiatan atau pekerjaan

mencari dan bertanya tentang pengetahuan. Sejak lahirnya filsafat suka mengemukakan

pertanyaan-pertanyaan yang merangsang aktivitas intelektual, membuat orang berani berpikir

dan mencari pengetahuan baru. Filsafat tidak berhenti pada jawaban tunggal, melainkan selalu

mencari dan mengemukakan alternatif-alternatif sesuai dengan temuan akal sehat manusia.

Sedangkan “rasional” dimaksudkan bahwa dalam aktivitas mencari pengetahuan itu, sarana

utama yang digunakan adalah rasio atau akal sehat. Dalam filsafat rasio menjadi instrument

dalam mencari kebenaran. Ciri rasionalitas ini memperlihatkan bahwa keaktivan berpikir

merupakan salah satu unsur esensial dalam aktivitas berfilsafat.

Tetapi perlu dicatat bahwa tidak semua aktivitas rasional yang khas pada manusia

dapat disebut sebagai aktivitas berfilsafat. Suatu aktivitas rasional baru disebut sebagai

aktivitas berfilsafat bila terdapat sejumlah aktivitas dan pemikiran rasional yang

mempertanyakan makna hidup, menguji kebenaran nilai dan secara kritis berefleksi atas

prosedur ilmiah atau keyakinan-keyakinan dalam masyarakat. Itu berarti, sebagai aktivitas

Page 8: bahan ajar filsafat versi 1a

rasional filsafat menyibukkan diri bukan dengan lapisan permukaan kehidupan melainkan

dengan dasar atau akar terdalam dari realitas dan kehidupan manusia.

Unsur ketiga dari filsafat adalah sifatnya yang “kritis”. Kata bahasa Indonesia “kritis”

atau “kritik” berasal dari bahasa Yunani kritikos yang berarti mampu membedakan atau

mengambil keputusan. Dalam bahasa Latin terdapat kata criticus yang diturunkan dari kata

kerja “cernere” yang berarti membedakan, mengerti, dan memutuskan. Dengan demikian

istilah “kritis” dalam filsafat mengandung tiga makna sekaligus yakni mengerti, membedakan,

dan memutuskan. Sebagaimana akan kita lihat bahwa filsafat lahir sebagai reaksi penolakkan

terhadap kemampanan mitos dan mitologi yang dipandang tidak lagi mampu menjelaskan

hakikat realitas. Di pusat Polis yang disebut Agora, orang-orang Yunani mulai

mempersoalkan banyak hal. Mereka mulai membedakan antara “apa yang masuk akal” dan

“apa yang tidak masuk akal”, “antara apa yang diterima karena dimengerti” dan “apa yang

diterima karena kepercayaan mitologis”. Dalam arti itulah filsafat lahir sebagai kritik

terhadap kemampuan mitos dan mitologi. Maka filsafat tidak saja berarti aktivitas rasional,

tetapi juga aktivitas rasional yang mengajukan kritik terhadap makna yang terkandung dalam

fakta-fakta kehidupan.

1.2 Pandangan Para Filsuf mengenai Filsafat1

Apakah itu filsafat? Pertanyaan ini sama tuanya dengan filsafat itu sendiri, masih tetap

diajukan dan telah dijawab dengan cara-cara yang sangat berlainan.

Bertrand Russell:

“... filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha untuk...menjawab pertanyaan-

pertanyaan terakhir, tidak secara dangkal atau dogamatis seperti yang kita lakukan

pada kehidupan sehari-hari dan bahkan dalam ilmu pengetahuan, akan tetapi secara

kritis, dalam arti kata: setelah segala sesuatunya diselidiki problem-problem apa yang

dapat ditimbulkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang demikian itu dan setelah kita

menjadi sadar dari segala kekaburan dan kebingungan, yang menjadi dasar bagi

pengertian-pengertian kita sehari-hari...”

1 Gerard Beekman, Filsafat Para Filsuf Berfilsafat, Diterjemahkan oleh R.A. Rivai, (Jakarta: Penerbit

Erlangga), hlm. 14-21.

Page 9: bahan ajar filsafat versi 1a

R. Beerling:

“Filsafat adalah pemikiran-pemikiran yang bebas, diilhami oleh rasio, mengenai

segala sesuatu yang timbul dari pengalaman-pengalaman.”

Alfred Ayer:

“Filsafat adalah pencarian akan jawaban atas sejumlah pertanyaan yang sudah

semenjak zaman Yunani dalam hal-hal pokok tetap sama saja. Pertanyaan-pertanyaab

mengenai apa yang dapat kita ketahui dan bagaimana kita mengetahuinya; hal-hal apa

yang ada dan bagaimana hubungannyaa satu sama lain. Selanjutnya

mempermasalahkan pendapat-pendapat yang telah diterima., mencari ukuran-ukuran

dan menguji nilainya; apakah asumsi –asumsi dari pemikiran itu dan selanjutnya

memerisa apakah hal-hal itu berlaku.”

Corn Verhoeven:

“ Filsafat adalah meradikalkan keheranan ke segala jurusan.”

Arne Naess:

“Bagi saya filsafat terdiri dari pandangan-pandangan yang menyeluruh, yang

diungkapkan dalam pengertian-pengertian.”

J. Hollak:

“Dalam filsafat pada akhirnya soalnya adalah mengenai pengertian pribadi dai

seseorang.”

Karl Popper:

“Saya rasa, kita semuanya mempunyai filsafat dan bahwa kebanyakan dari filsafat kita

itu tidak bernilai banyak. Dan saya kira, bahwa tugas utama dari filsafat adalah untuk

menyelidiki berbagai filsafat itu secara kritis, filsafat mana dianut oleh berbagai orang

secara tidak kritis.”

R. Kwant:

“Berfilsafat yang sebenarnya adalah menguji secara kritis akan kemestian sesuatu

yang dianggap sudah semestinya.”

Walter Kaufmann:

“Filsafat adalah pencarian akan kebenaran dengan pertolongan fakta-fakta dan

argumentasi-argumentasi, tanpa memerlukan kekuasaan dan tanpa mengetahui

hasilnya terlebih dahulu.”

J. Staal:

“Suatu definisi dari filsafat...saya menganggap pertanyaan itu sangat tidak

menarik...saya akan berusaha menjawabnya: filsafat itu adalah suatu ilmu uyang

ssedikit banyaknya dapat dijelaskan atas dasar sejarah. Ada sejumlah problema yang

Page 10: bahan ajar filsafat versi 1a

telah menjadi masalah-masalah filsafat secara turun-temurun oleh karena orang-orang

yang dinamakan filsuf telah menggelutinya. Ini merupakan jawaban yang sangat

lemah, akan tetapi saya tidak merasa bahwa kita akan mendapatkan jawaban yang jauh

lebih meyakinkan.... Saya sungguh-sungguh tidak mempunyai definisi yang baik dari

filsafat.”

Ludwig Wittgenstein:

“Filsafat adalah suatu perang-salib terhadap pesona dengan apa bahasa mengikat

pemikiran kita.”

C. van Peursen:

“Saya kira bahwa filsafat, atau lebih jelas: berfilsafat, pertama-tama adalah penjelasan

dari pandangan kita sendiri. Kedua adalah suatu usaha melalui mana didapatkan

komunikasi atau kontak yang lebih mendalam, baik dengan filsuf lain maupun dengan

mereka yang bukan filsuf. Yang imaksudkan adalah suatu komunikasi, juga pada titik-

titik di mana kita “merelatifkan” pandangan fundamental kita masing-masing atau

sendiri, dan menempatkan tanda tanya di belakangnya. Kita justru akan berusaha

untuk meneruskan pada titik-titik di mana pada umumnya komunikasi sehari-hari

terputus, Suatu komunikasi yang menghapuskan segala kesalahpahaman dan yang

berusaha untuk menghilangkan hal-hal yang sudah-semestinya yang terlalu emosional.

... Dan ketika barangkali adalah usaha untuk mencapai suatu integrasi tertentu dari

kegiatan-kegiatan ilmiah, dari pemikiran-pemikiran yang semata-mata teoritis dan

tindakan-tindakan yang lebih praktis, pendeknya suatu fungsi yang timbul dari kedua

hal terdahulu...filsafat mempunyai tugas menyumbang untuk menjelaskan sikap

manusia yang menyeluruh, di antaranya sikap keagamaannya, etikanya, sosialnya dan

semacam itu....Filsafat bukanlah hanya integrasi dan komunikasi, akan tetapi juga

pembentangan asumsi-asumsi sendiri dan kesediaan untuk dikritik. Soalnya adalah

memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mencantumkan tanda-tanda tanya di

belakangnya...”

1.3 Asal Filsafat

Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat, yaitu:

a. Keheranan

Dalam bahasa Yunani, keheranan berarti thaumasia. Keheranan merupakan reaksi akal

budi manusia terhadap suatu realitas fisik atau kenyataan duniawi yang belum dimengerti.

Keherenan menjadi pendorong bagi lahirnya pertanyaan-pertanyaan filosofis.

Keheranan terhadap alam semesta mendorong para pemikir Yunani Kuno berusaha mencari

jawaban terhadap pertanyaan, “Apa arkhe (akar atau dasar pembentuk) dari realitas?”

b. Kesangsian

Page 11: bahan ajar filsafat versi 1a

Menurut Agustinus dan Descartes (Filsuf Abad Pertengahan & Modern), kesangsian

merupakan sumber utama pemikiran. Kesangsian adalah proses selanjutnya dari keheranan.

Kesangsian akan muncul ketika manusia berhadapan dengan berbagai macam pendapat,

keyakinan, dan interpretasi terhadap realitas fisik yang partikular dan majemuk.

Sikap ini, sikap skeptis (dari kata Yunani “skepsis”, “penyelidikan”), sangat berguna untuk

menemukan suatu titik pangkal yang tidak diragukan lagi. Titik pangkal ini dapat berfungsi

sebagai dasar untuk semua pengetahuan lebih lanjut.

2 Filsafat dan Ilmu Pengetahuan

Untuk lebih mengerti arti filsafat, baiklah sekarang filsafat hendak dibandingkan

dengan ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan dimaksudkan sebagai himpunan teori-

teori yang disusun secara sistematis melalui metode kerja ilmiah tertentu untuk memberikan

keterangan rasional tentang gejala atau fakta dari bagian tertentu realitas. Yang termasuk

dalam ilmu pengetahuan: biologi, fisika, sosiologi, ekonomi, astronomi, dsb. Kini ilmu-ilmu

tersebut hendak dibandingkan dengan filsafat untuk menemukan kekhasan keduanya.

Perbandingan tersebut bisa dilakukan melalui dua aspek yang membedakan yaitu objek

penelitian, baik objek material maupun objek formal. Setiap ilmu mempunyai objeknya

sendiri, objek itu menjadi sasaran studi atau penelitian.

Objek Material:

Sesuatu yang dijadikan pokok atau sasaran observasi atau penyelidikan atau pengamatan

Objek Formal:

Bagian dari objek material sejauh dipandang atau diselidiki dari sudut pandang tertentu.

Contoh:

Estetika (O. Formal) Ekonomis (O. Formal)

Geografis (O.Formal) Sosiologis (O. Formal)

Page 12: bahan ajar filsafat versi 1a

Rumah (Objek Material)

Sebuah rumah adalah obyek material. Rumah yang sama dapat dipandang dari

perspektif atau sudut pandang tertentu, misalnya sudut estetika (keindahan), dari sudut

ekonomis, tetapi rumah yang sama juga dapt dipandang dari sudut geografis, dst. Proses

pengamatan atau observasi dari sudut pandang yang terbatas terhadap rumah itulah yang

disebut sebagai okyek formal.

Dari sisi objek material, filsafat sama dengan ilmu pengetahuan karena keduanya

menyelidiki tentang realitas alam semesta dan kehidupan manusia. Baik ilmu pengetahuan

maupun filsafat menjadikan realitas sebagai objek observasi atau penelitian. Itu berarti filsafat

dan ilmu pengetahuan menjadikan realitas sebagai objek material. Tetapi dari segi obyek

formal, keduanya memiliki perbedaan yang amat besar. Objek formal dari ilmu pengetahuan

bercorak partikularitas dalam arti terbatas. Buktinya, persoalan yang dihadapi oleh ilmu fisika

pada kenyataannya tidak bisa diselesaikan secara tuntas oleh sosiologi atau sebaliknya.

Misalnya pertanyaan tentang letak planet dalam sistem tata surya, tidak mungkin dijawab

secara memuaskan oleh ilmu psikologi. Itu berarti setiap ilmu menghadapi persoalan-

persoalan yang khusus dan sekaligus memperlihatkan otonomi masing-masing ilmu, tetapi

juga mengisyaratkan kebutuhan akan percakapan atau dialog yang bersifat lintas ilmu.

Objek formal filsafat berbeda dengan ilmu pengetahuan. Perbedaannya bukan karena

bidang studinya yang berada di samping bidang studi ilmu-ilmu pengetahuan, melainkan

karena cara bertanya filsafat berbeda dari cara bertanya ilmu pengetahuan. Filsafat bertanya

tentang prinsip dasar atau dimensi-dimensi fundamental dari realitas sebagai keseluruhan.

Filsafat tidak menyoroti realitas secara partikular dari perspektif yang terbatas. Filsafat

biasanya berhadapan dengan pertanyaan mendasar: “Apa hakikat realitas?” Pertanyaan filsafat

Page 13: bahan ajar filsafat versi 1a

menyangkut prinsip-prinsip dasar dan universal. Sedangkan pertanyaan ilmu pengetahuan

terbatas pada lapisan empiris.

Misalnya, ilmu matematika menggunakan angka “satu”, “dua”, “tiga”, dst.

Berhadapan dengan angka-angka itu, seorang filsuf akan bertanya, “Apa artinya “satu”,

“dua”, “tiga”, dst? Jika seseorang menunjuk angka “satu”, apakah ia menunjuk pada realitas?

Apakah ada realitas “dua”, “tiga”, dst? Atau menurut ilmu estetika, “Rumah itu indah”. Tetapi

seorang filsuf akan bertanya, “Apakah itu keindahan?” Seorang ekonom sedang merancang

sistem ekonomi yang menjamin keadilan bagi warga negara. Seorang filsuf akan bertanya,

“Apakah artinya keadilan sosial?”

Jelaslah bahwa pertanyaan-pertanyaan filsafat bersifat fundamental dan radikal. Ia

tidak tinggal pada lapisan empiris belaka, melainkan menukik masuk ke kedalaman akar atau

sebab-sebab yang paling mendasar (per ultimas causas). Karena sifatnya yang khas itu, maka

wajar bahwa ilmu-ilmu pengetahuan tidak mengemukakan pertanyaan-pertanyaan mendasar

dan tidak pula menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan filsafat. Oleh karena itu

umumnya disepakati bahwa filsafat baru “mulai” ketika ilmu pengetahuan “berhenti”.

Maksudnya, pada saat telah mencapai hasil proses ilmiahnya, filsafat bangkit dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis dan khas filsafat.

3 Metode Filsafat

Untuk lebih memahami perbedaan ilmu pengetahuan dan filsafat, kita perlu melihat

metode atau cara kerja atau prosedur kerja yang dipakai keduanya. Kata “metode” berasal dari

bahasa Latin “methodos”. Kata ini dalam Bahasa Yunani terdiri dari 2 kata dasar, yaitu meta

= melampaui dan hodos = jalan atau cara. Jadi metode berarti jalan yang sistematis atau

istimewa untuk mendapatkan pengetahuan. Secara umum dikenal ada 2 jenis metode yang

digunakan oleh ilmu pengetahuan, yaitu:

Page 14: bahan ajar filsafat versi 1a

Dalam ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan alam (natural sciences) maupun

ilmu-ilmu kemanusiaan (human sciences) lasimnya digunakan dua metode, lasimnya

digunakan dua metode, yaitu deduksi dan induksi.

a) Metode Deduksi

Adalah proses kerja ilmiah yang berangkat dari teori universal untuk menjelaskan data-

data atau fakta-fakta konkret.

Misalnya, seorang dokter sudah memiliki bekal teori yang berlaku umum tentang berbagai

jenis penyakit dan fenomen-fenomennya. Ketika berhadapan dengan seorang pasien yang

sedang menjelaskan gejala-gejala penyakit yang diderita, sang dokter secara langsung

mengaplikasikan pengetahuan teoretisnya untuk menilai jenis penyakit yang sedang

diderita oleh pasien tersebut.

b) Metode Induksi

Adalah proses kerja ilmiah yang berangkat dari data-data atau fakta-fakta partikular

(terbatas) menuju kepada kesimpulan umum yang dianggap sebagai teori yang berlaku

universal.

Misalnya, di Manado seseorang memanaskan air hingga mendidih pada temperatur 1000C.

Di Filipina, Australia, dan Amerika pun air akan mendidih pada temperatur 1000C bila

dipanaskan. Dari fakta yang sama ini kemudian ditarik suatu kesimpulan umum bahwa

unsur yang namanya air akan mendidih pada temperatur 1000C bila dipanaskan.

Dengan ini jelas bahwa yang menjadi titik dalam induksi adalah data-data atau fakta-fakta

empiris, sedangkan titik tolak dalam metode deduksi adalah teori.

Pertanyaan yang kini muncul, apakah filsafat juga menggunakan kedua metode

tersebut? Jawabannya tidak. Filsafat tidak dapat menggunakan kedua metode ini, karena, baik

metode deduksi dan induksi hanya bisa digunakan untuk mencapai lapisan pengetahuan

empiris atau pengetahuan inderawi. Karena filsafat berorientasi pada prinsip-prinsip

fundamental kehidupan dengan mengajukan pertanyaan yang bercorak radikal. Dalam arti ini

Page 15: bahan ajar filsafat versi 1a

filsafat tidak menggunakan baik metode deduksi maupun induksi. Metode khas dari filsafat

adalah metode dialog atau percakapan rasional kritis. Dialog kritis dapat dilakukan dengan

hasil pemikiran baik yang berasal dari ilmu pengetahuan maupun filsafat sendiri. Sasaran

akhir dari percakapan atau dialog kritis itu adalah kebenaran atau pengetahuan yang lebih

tinggi. Tetapi perlu dicatat bahwa iklim yagn harus dibangun dalam dialog atau percakapan

kritis itu adalah kebebasan berpikir dan mengemukakan pendapat. Dalam dialog pendapat

setiap orang patut didengarkan dan dihargai. Tetapi, dialog juga membutuhkan kemampuan

berpikir, kemampuan mengartikulasi ide atau pokok pikiran, baik pikiran sendiri maupun

pikiran orang lain agar dapat dimengerti, kemampuan mengerti dan merumuskan suatu pokok

pikiran. Dalam arti inimetode filsafat memiliki arti dan makna yang khas yang menunjuk pada

daya atau kemampuan berpikir secara rasional dan berdialog secara kritis.

Kendati kedua metode tersebut tidak digunakan dalam filsafat, tetapi perlu dicatat

bahwa hasil kerja ilmu pengetahuan yang menggunakan kedua metode tersebut dapat

digunakan dalam filsafat. Data-data empiris yang diperoleh oleh ilmu pengetahuan dapat

digunakan filsafat untuk menganalisis dan menemukan unsur-unsur fundamental yang ada

dibalik realitas empiris yang ada, serta mengemukakan unsur-unsur baru yang sama sekali

tidak tersentuh secara langsung oleh ilmu pengetahuan. Dalam arti ini filsafat memang

memiliki metode yang khas yakni dialog kritis rasional, tetapi tetap dapat membutuhkan juga

fakta-fakta empiris yang diperoleh lewat ilmu pengetahuan. Dengan ini dialog filsafat dan

ilmu pengetahuan tetap menjadi bagian yang tak terhindarkan dalam upaya menjelaskan

berbagai peristiwa yang terjadi dalam realitas kehidupan.

4 Pembagian filsafat

Filsafat selalu bertanya tentang seluruh kenyataan, tetapi selalu salah satu dari segi

kenyataan sekaligus menjadi titik fokus penyelidikan kita. Filsafat selalu bersifat “filsafat

tentang” sesuatu tertentu: filsafat tentang manusia, filsafat alam, filsafat kebudayaan, filsafat

Page 16: bahan ajar filsafat versi 1a

seni, filsafat agama, filsafat bahasa, filsafat sejarah, filsafat hukum, filsafat pengetahuan dst.

Semua jenis “filsafat tentang” suatu objek tertentu dapat dikembalikan kepada sepuluh cabang

filsafat, dan juga sepuluh cabang ini masih dapat dikembalikan lagi kepada keempat bidang

induk, seperti kelihatan pada skema berikut ini:

1) Filsafat tentang pengetahuan:

a) Epistemologi

b) Logika

c) Kritik Ilmu-ilmu

2) Filsafat tentang keseluruhan kenyataan:

a) Metafisika umum (atau ontologi)

b) Metafisika khusus, terdiri dari

Teologi metafisk

Antropologi

Kosmologi

3) Filsafat tentang tindakan:

a) Etika

b) Estetika

Tidak semua filsuf setuju dengan pembagian seperti diuraikan di sini. Ada filsuf-filsuf

yang menyangkal kemungkinan ontologi atau kemungkinan seluruh metafisika. Namun,

pembagian seperti di atas ini merupakan skema yang paling klasik dan paling umum diterima.

Semua cabang dibicarakan secara singkat.

1 Filsafat tentang Pengetahuan

1.1 Epistemologi (Filsafat Pengetahuan)

Epistemologi = pengetahuan (dari kata Yunani “logia”) sedangkan episteme = tentang

pengetahuan. Epistemologi adalah bagian filsafat yang menganalisis apakah yang

memungkinkan manusia memperoleh pengetahuan. Cabang filsafat ini berusaha menjawab

Page 17: bahan ajar filsafat versi 1a

apa itu pengetahuan dan kebenaran. Semua pertanyaan tentang kemungkinan-kemungkinan

pengetahuan, tentang batas-batas pengetahuan, tentang asal dan jenis-jenis pengetahuan,

dibicarakan dalam epistemologi.

Dalam sejarah filsafat, ada dua aliran filsafat yang berperan dalam diskusi tentang

proses pengetahuan, yaitu rasionalisme & empirisme.

1) Rasionalisme mengajarkan bahwa akal budi merupakan sumber utama untuk pengetahuan.

2) Empirisme mengajarkan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman inderawi bukannya

dari akal budi. Karena akal budi diisi dengan kesan-kesan yang berasal dari pengamatan,

kemudia kesan-kesan ini oleh akal budi dihubungkan, sehingga terjadi ide-ide majemuk.

Empirisme merupakan suatu aliran yang terutama di Inggris. Tokoh-tokoh empirisme itu

antara lain Bacon, Hobbes, Locke, dan Hume.

Immanuel Kant kemudian mendamaikan kedua aliran ini dengan memperlihatkan bagaimana

peranan pancaindera dan akal budi dalam menghasilkan pengetahuan, dengan semua

unsurnya yang memegang peranan penting. Setelah Kant, epistemologi merupakan cabang

filsafat yang sangat berkembang. Banyak filsuf saat ini yang lebih dikenal sebagai

epistemolog.

1.2 Logika

Logika merupakan cabang filsafat yang menyelidiki kesehatan cara berpikir, aturan-

aturan mana yang harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan kita sah. Logika tidak

mengajar apapun tentang manusia atau dunia. Logika hanya merupakan suatu teknik atau

“seni” yang mementingkan segi formal bentuk dari pengetahuan.

Suatu argumentasi betul kalau semua langkah dari argumentasi itu betul. Langkah-

langkah ini terdiri dari kalimat-kalimat (proposisi), dan setiap kalimat terdiri dari suatu

subyek dan sebuah predikat. Contoh argumentasi berikut ini:

Semua orang Yogyakarta senang makan ayam. (Premis)

Page 18: bahan ajar filsafat versi 1a

Budi adalah orang Yogyakarta. (Premis)

Maka, Budi suka makan ayam. (Conclusi)

Setiap kalimat terdiri dari subjek: “semua orang Yogyakarta” dan “Budi” dan predikat:

“senang makan ayam” dan “penduduk dari Yogyakarta”. Dalam logika diselidiki syarat-syarat

yang harus dipenuhi supaya kesimpulan yang ditarik dari premis-premis disebut “sah”.

Dalam sejarah perkembangan pemikiran filsafat terdapat bermacam-macam logika,

antara lain:

Logika Klasik, dikembangkan oleh Aristoteles dan banyak dipelajari serta dikembangkan

oleh para filsuf Abad Pertengahan.

Logika Matematis (Logika Formal atau logistik), dikembangkan oleh Frege, Whitehead,

dan Russel.

1.3 Kritik Ilmu-ilmu

Perbedaan filsafat dan ilmu pengetahuan mula-mula kecil sekali. Dalam jaman kuno,

di Yunani, disamping filsafat hanya dibedakan empat ilmu, yaitu logika, ilmu pasti, ilmu

pesawat, dan kedokteran. Kedokteran dan logika lebih dipandang sebagai “seni” atau

“keahlian” dari pada sebagai ilmu. Kebanyakan ilmu yang dibedakan sekarang berasal dari

jaman renesanse atau lahir pada gelombang kedua, yaitu sekitar tahun 1800 dan sesudahnya.

Misalnya sosiologi, psikologi dan psikoanalisa masih sangat muda. Ilmu-ilmu lain, seperti

ekologi (ilmu keseimbangan lingkungan hidup) lebih muda lagi.

Ilmu-ilmu dapat dibagikan atas tiga kelompok:

Ilmu-ilmu formal (matematika & logika)

Ilmu-ilmu empiris-formal (misalnya ilmu alam & ilmu hayat)

Ilmu-ilmu hermeneutis (sejarah & ekonomi)

Ada orang yang mengatakan bahwa ilmu-ilmu hermeneutis tidak “ilmiah”, karena

tidak dicapai suatu kepastian. Dalam ilmu sejarah misalnya tidak “diterangkan” sesuatu,

melainkan hanya “dimengerti” sesuatu, hanya diberi suatu interpretasi atas fakta-fakta dan

Page 19: bahan ajar filsafat versi 1a

tidak pernah dicapai kepastian bahwa interpretasi ini betul. Orang lain mengatakan bahwa

juga ilmu-ilmu empiris formal memang selalu bersifat hipotetis, sehingga distingsi antara

ilmu-ilmu empiris-formal dan ilmu-ilmu hermeneutis tidak begitu penting.

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini termasuk “kritik ilmu-ilmu”. Teori-teori tentang

pembagian ilmu-ilmu, tentang metode ilmu-ilmu, tentang dasar kepastian dan tentang jenis-

jenis keterangan yang diberikan, tidak lagi termasuk bidang ilmu pengetahuan sendiri,

melainkan merupakan suatu cabang dari filsafat. Cabang ini, “kritik ilmu-ilmu” atau “filsafat

ilmu pengetahuan” pada dewasa ini semakin penting.

2 Filsafat tentang Keseluruhan Kenyataan

2.1 Metafisika Umum

Metafisika umum berbicara tentang segala sesuatu sejauh sesuatu itu “ada”. “Adanya”

segala sesuatu merupakan suatu “segi” dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan

antara benda-benda dan mahkluk-makhluk hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu.

Semua benda, tumbuh-tumbuhan, binatang dan orang merupakan suatu “pengada”.

Kata Yunani untuk “pengada” adalah “on” (genetif “ontos”). Oleh karena itu

pengetahuan tentang pengada-pengada, sejauh mereka ada, disebut “ontologi”. Pertanyaan-

pertanyaan dari ontologi itu misalnya “apakah kenyataan merupakan kesatuan atau tidak?”,

“Apakah alam raya adalah peredaran abadi di mana semua gejala selalu kembali, seperti

dalam siklus musim-musim, atau justru suatu proses perkembangan?” Kemungkinan dan

manfaat dari metafisika umum seringkali disangsikan. Dari lain pihak, metafisika umum juga

sering dipandang sebagai puncak dari filsafat. Karena pernyataan-pernyataan dari ontologi

langsung berhubungan dengan sikap manusia terhadap pertanyaan paling dasar, yaitu

pertanyaan tentang adanya Transendensi atau Allah. Salah satu hasil dari ontologi adalah

suatu nama untuk Allah yang sangat abstrak, tetapi sekaligus sangat cocok, yaitu nama

“Mengada” (dalan Bahasa Inggris “Letting-be”, dalam bahasa Latin “esse”). Sumber dari

segala sesuatu -sejauh itu ada- Pencipta seluruh ciptaan, adalah Tuhan.

Page 20: bahan ajar filsafat versi 1a

Jenis ontologi ini dari satu pihak sangat menarik, karena disini ditemukan

kemungkinan untuk menjernihkan istilah-istilah pokok dari agama-agama dalam istilah

filsafati. Dari lain jenis ontologi ini juga dikritik karena di hadapan Allah sebagai “Mengada”

manusia tidak dapat berlutut, dan kepada “Letting-be” ia tidak dapat berdoa.

Jawaban-jawaban yang diberikan atau pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan dalam

ontologi mengungkapkan suatu kepercayaan. Sampai sekarang dibedakan empat jenis

“kepercayaan ontologis”, yaitu ateisme, agnostisisme, panteisme, dan teisme.

Ateisme: (Yunani: “a” = bukan dan “theos” = Allah) mengajarkan bahwa Allah tidak ada,

bahwa manusia sendirian dalam kosmos, sendirian di bawah surga yang kosong.

Agnotisisme: (Yunani: “a” = bukan dan “gnosis” = pengetahuan”) mengajarkan bahwa tidak

dapat diketahui apakah Allah ada atau tidak ada, sehingga pertanyaan tentang Alalh selalu

terbuka.

Panteisme: (Yunani: “pan” = segala sesuatu dan “theos” = Allah) mengajarkan bahwa

seluruh kosmos sama dengan Allah, sehingga tidak ada perbedaan antara Pencipta dan

ciptaan. Allah dan alam itu “sama saja”, sehingga panteisme juga disebut “theo-panisme”.

Teisme: mengajarkan bahwa Allah itu ada, bahwa terdapat perbedaan antara Pencipta dan

ciptaan dan bahwa Allah boleh disebut “engkau” dan “Penyelengara”

Ontologi atau metafisika umum merupakan cabang filsafat yang sekarang ini sangat

problematis. Menurut banyak filsuf masa kini, cabang ini tidak mungkin, karena manusia di

sini melewati batas-batas kemungkinan-kemungkinan akal budinya.

2.2 Metafisika Khusus

2.2.1 Teologi Metafisik

Teologi metafisika berhubungan erat dengan ontologi. Dalam teologi metafisika

diselidiki apa yang dapat dikatakan tentang adanya Allah, lepas dari agama, lepas dari wahyu.

Teologi tradisional biasanya terdiri dari dua bagian:

Pertama, bukti-bukti untuk adanya Allah.

Page 21: bahan ajar filsafat versi 1a

Kedua, nama-nama Ilahi.

Kedua tema ini masih tetap penting, tetapi sekarang dalam teologi metafisik diberikan banyak

perhatian kepada “bahasa” tentang Allah, bahasa religius, bahasa teologis, bahasa Kitab Suci

dan bahasa doa. Oleh karena itu teologi metafisik juga disebut “meta-teologi” karena

berefleksi tentang bahasa teologi, sesuatu yang datang “sesudah” (meta) teologi sendiri,

seperti metafisika datang sesudah fisika dan meta-etika datang sesudah etika.

Teologi metafisik hanya menghasilkan suatu kepercayaan yang sangat sederhana,

cukup miskin, dan abstrak. Namun, yang sedikit ini sangat berguna dalam dialog dengan

agama-agama lain, dengan agnostisisme, panteisme, dan ataiesme. Karena orang yang

mempunyai pendapat lain daripada kita tentang Allah, tidak akan menerima argumen-

argumen yang berasal dari teologi yang terikat pada suatu “wahyu” khusus, tetapi mereka

akan menerima argumen-argumen yang hanya berdasarkan pemakian akal budi, karena akal

budi merupakan milik umum.

Iman filsafati yang dicapai dalam teologi metafisik tidak cukup. Iman ini dalam tradisi

sering disebut: “praeambulum fidei” (langkah sebelum) atau ambang pintu atau persiapan

untuk iman. Teologi metafisik disebut juga “teodise”. Nama ini kurang cocok. Karena teodise

memang hanya bagian kecil dari teologi metafisik. Teodise (Yunani: theos = Allah dan dike =

pembenaran atau pengadilan) mencoba menerangkan bahwa kepercayaan kepada Allah tidak

bertentangan dengan kejahatan. Kenyataan kejahatan merupakan sebab terpenting bahwa

banyak orang tidak dapat percaya akan Allah, atau, bahwa mereka yang tidak dapat percaya

bahwa Allah Mahabaik dan Mahakuasa.

2.2.2 Antropologi

Antropologi adalah cabang filsafat yang berbicara tentang manusia (Yunani:

anthropos = manusia). Setiap filsafat mengandung eksplisit atau implisit suatu pandangan

tentang manusia, tentang tempatnya dalam kosmos, tentang hubungannya dengan dunia,

Page 22: bahan ajar filsafat versi 1a

dengan sesama dan dengan Transendensi. Menurut Immanuel Kant, pertanyaan “Siapa

manusia?” merupakan pertanyaan satu-satunya dari filsafat. Semua pertanyaan lain dapat

dikembalikan kepada pertanyaan ini.

Manusia hidup dalam banyak dimensi sekaligus. Manusia adalah sekaligus materi dan

hidup, badan dan jiwa, ia mempunyai kehendak dan pengertian. Manusia merupakan seorang

individu, tetapi ia tidak dapat hidup lepas dari orang lain. Dalam manusia terdapat pertemuan

antara kebebasan dan keharusan, antara masa lampau yang tetap dan masa depan yang masih

terbuka.

Semua dimensi ini, semua pikiran dan kegiatan manusiawi berkumpul dalam satu kata,

yaitu kata “aku”. “Aku” dipakai sebagai titik simpul dari banyak hal sekaligus dan merupakan

suatu petunjuk, suatu “kata-indeks” untuk suatu misteri. Di belakang “aku” terdapat suatu

dunia pribadi, penuh realisasi, sejarah, kegembiraan dan penderitaan, harapan dan

keputusasaan, suatu pandangan tentang dunia, sesama dan tujuan hidup.

Pertanyaan tentang manusia mempunyai sejarah yang panjang, tetapi baru pada era

renesanse (tahun 1500), manusia menjadi benar-banar titik pusat dari filsafat. Sejak zaman

tersebut manusia dipandang sebagai pusat sejarah, pusat pemikiran, pusat kehendak,

kebebasan dan dunia.

2.3.3 Kosmologi

Kosmologi atau Filfafat Alam berbicara tentang dunia. Kata Yunani “kosmos”

lawannya dari chaos=dunia, aturan, dan keseluruhan teratur. Cabang filsafat ini sangat tua.

Ribuan tahun yang lalu, di Mesir dan Mesopotamia, manusia sudah bertanya tentang asal

alam semesta. Untuk menemukan kesatuan dalam kemajemukan, dicari unsur induk dari

segala sesuatu. Kosmologi berkembang di Yunani dan memberi hidup kepada ilmu alam.

Ilmu alam sudah lama dewasa dan dipilih sebagai model untuk banyak ilmu.

Page 23: bahan ajar filsafat versi 1a

Memang dapat dipersoalkan apakah masih ada tempat untuk filsafat alam di samping

suatu ilmu yang begitu maju dan luas seperti fisika. Kelihatannya pertanyaan ini dijawab oleh

ahli-ahli fisika sendiri, karena banyak ahli fisika terkemuka sekaligus kosmolog kenamaan.

Dalam zaman kuno Aristoteles dan Ptolemeus, dalam jaman moden Galilei dan Newton, dan

dalam jaman sekarang misalnya Einstein. Sebagai kosmolog mereka bertanya tentang hal-hal

“dibelakang” kenyataan fisis. Pertanyaan-pertanyaan dari filsafat alam itu misalnya soal

evolusi, soal kebebasan dan determinisme, definisi materi, definisi energi, definisi hidup, dan

soal-soal yang berhubungan dengan konsekuensi-konsekuensi etis dari kemajuan teknik.

Bersama dengan spesialisasi ilmu alam yang sangat maju, dirasa keperluan akan suatu

refleksi yang lebih mendalam yang memperhatikan keseluruhan. Refleksi ini merupakan

bidang kosmologi. Kosmologi merupakan rangka umum di mana hasil-hasil dari ilmu alam

dapat dipasang. Filsuf-filsuf yang berbicara mengenai alam sebagai kesatuan, antara lain E.

March (1838-1916), H. Hertz (1859-1894), M. Planck (1858-1947), dan A. Einstein (1897-

1955). Kosmoligi bukan sisten tetap dan tak terhingga, melainkan suatu proses

perkembangan.

3 Filsafat tentang Tindakan

3.1 Etika

Etika (Filsafat Moral) adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praksis manusiawi

(tentang tindakan). Kata etika berasal dari kata Yunani ethos = adat, cara bertindak, tempat

tinggal, kebiasaan. Kata moral berasal dari kata Latin mos (genetif moris), yang mempunyai

arti yang sama. Etika dibedakan dari semua cabang filsafat lain karena tidak mempersoalkan

keadaan manusia, melainkan bagaimana ia harus bertindak. Tindakan manusia ditentukan

oleh macam-macam norma. Kata norma = siku. Norma-norma dapat dibagi atas:

Norma-norma sopan santun.

Norma-norma hukum.

Page 24: bahan ajar filsafat versi 1a

Norma-norma moral.

Norma-norma yang paling penting untuk tindakan manusia, yaitu norma moral, datang dari

suara batin. Norma-norma ini merupakan bidang etika. Etika menolong manusia untuk

mengambil sikap terhadap semua norma dari luar dan dalam, supaya manusia mencapai

kesadaran moral yang otonom.

Sepanjang sejarah filsafat banyak sekali filsuf yang berbicara tentang filsafat moral,

antara lain: Plato, Aristoteles, Thomas Aquino, Hobbes, Hume, Kant, Dewey, Scheler dan von

Hilldebrand. Filsafat Cina, Hindhuisme dan Budhisme sebagian besar merupakan etika karena

terus-menerus berbicara tentang jalan untuk mencapai kebahagiaan.

Etika menyelidiki dasar semua norma moral. Menurut orang kristiani dasar itu terletak

dalam perintah utama: mencintai Tuhan dan mencintai sesama. Saya wajib melakukan

kebaikan dan keadilan karena saya percaya bahwa Tuhan memerintahkan itu. Akan tetapi

orang lain menemukan dasar etika dalam sesuatu yang lain, misalnya dalam prinsip bahwa

“akibat baik yang maksimal” harus merupakan norma dasar. Orang lain, misalnya Kant,

mengajarkan bahwa bukan akibat tindakan, melainkan sikap kita yang paling penting. Sikap

kita harus sedemikian rupa sehingga kaidah pribadi kita dapat menjadi hukum umum.

Dalam etika biasanya dibedakan etika deskriptif dan etika normatif.

Etika deskriptif

Etika deskriptif memberi gambaran dari gejala kesadaran moral (suara batin), norma-

norma, dan konsep-konsep etis.

Etika normatif.

Etika normatif berbicara tentang apa yang sebenarnya harus merupakan tindakan kita.

Dalam etika normatif, norma-norma dinilai dan sikap manusia ditentukan.

3.2 Estetika

Page 25: bahan ajar filsafat versi 1a

Estetika adalah cabang filsafat yang berbicara tentang keindahan. Estetika berasal dari

kata Yunani: aisthesis = pengamatan. Dalam penglaman atas dunia sekeliling kita ditemukan

suatu bidang yang disebut “indah”. Pengalaman akan keindahan merupakan obyek dari

estetika. Mengapa justru obyek-obyek tertentu atau bidang-bidang tertentu sangat menarik

untuk manusia? Dalam estetika dicari hakekat dari keindahan, bentuk-bentuk pengalaman

keindahan (seperti keindahan jasmani, keindahan rohani, keindahan alam dan keindahan seni),

dan diselidiki emosi-emosi manusia sebagai reaksi terhadap yang indah, agung, tragis, bagus,

mengharuskan, dst. Mengapa kita sangat tertarik pada pengalaman karya-karya seni tertentu?

Mengapa materi, dunia atau hidup kita kadang-kadang transparan sehingga kita melihat atau

mendengar lebih banyak daripada yang memang kelihatan atau terdengar.

Dalam estetika, terdapat pula estetika deskriptif dan estetika normatif.

Estetika deskriptif: menggambarkan gejala-gejala pengalaman keindahan.

Estetika normatif: mencari dasar pengalaman itu. Misalnya ditanyakan apakah keindahan

itu akhirnya sesuatu yang obyektif (terletak dalam lukisan) atau subyektif (terletak dalam

mata manusia sendiri).

Para filsuf telah berusaha untuk menyusun suatu hirarkhi bentuk-bentuk seni, seperti

Hegel (1770-1831) dan Scopenhaeur (1788-1850). Hegel membedakan suatu rangkaian seni-

seni yang dimulai pada arsitektur dan berakhir pada puisi. Makin kecil unsur materi dalam

suatu bentuk seni, makin tinggi tempatnya atas tangga hirarki. Scopenhauer melihat suatu

rangkaian yang mulai pada arsitektur dan memuncak dalam musik. Musik mendapat tempat

istimewa dalam estetika. Banyak pemikir dari sejarah telah berbicara tentang musik, dari

Konfusius, Pyhtagoras, Plato, dan Aristoteles, Schopenhauer, Nietzche, dan Karl Popper.

Musik dibandingkan dengan mistik, dengan khayalan falsafi, dan magi. Musik digambarkan

sebagai suatu bentuk wahyu yang masih berbicara tentang Transendensi, kalau pengertian

manusia sudah tidak kuat lagi. Musik dapat mengungkapkan hal-hal yang tidak dapat

diekspresikan dengan kata-kata.

Page 26: bahan ajar filsafat versi 1a

Bakker, A dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, cet. Ke-2.

Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Bertens, K., Sejarah Filsafat Yunani. Dari Thales ke Aristoteles, cet. Ke-9. Yogyakarta:

Kanisius.

Copleston, F.A., History of Philosphy, volume I, IV, IX. New York: Image Books, 1985.

Gerard Beekman, Filsafat Para Filsuf Berfilsafat, Diterjemahkan oleh R.A. Rivai, (Jakarta:

Penerbit Erlangga),

Ohoitimur, J., Pengantar Berfilsafat, Jakarta: Yayasan Gapura, 1997.

DAFTAR PUSTAKA