7
BAB IV Materi Pertemuan IV-V : Mobilitas Penduduk dan Pemberdayaan Keluarga Mencemati beberapa fakta tentang mobilitas penduduk di Indonesia, cukup penting untuk dilihat dalam konteks pemberdayaan keluarga (yang memiliki tujuan untuk meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga), sehingga pemberdayaan keluarga sangat berkaitan erat dengan pembangunan keluarga berkualitas dan akhirnya menentukan kualitas penduduk secara keseluruhan. Dalam UU 52 2009 cukup jelas bahwa Kebijakan Pembangunan Keluarga (Ps 47 - 48) ditujukan untuk mendukung keluarga dalam melaksanakan fungsi keluarga secara optimal; melalui: pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga dengan cara: (i) peningkatan kualitas anak (memberikan akses informasi, pendidikan, penyuluhan, perawatan, pengasuhan), remaja (pemerian akses informasi, konseling, dll), lansia; pemberdayaan keluarga rentan, kualitas lingkungan keluarga; serta upaya penghapusan kemiskinan). Upaya melihat keterkaitan antara mobilitas penduduk dan pembangunan keluarga tidaklah mudah. Hal ini disebabkan isu mobilitas (sebagaimana telah dijelaskan) memiliki aspek multi dimensional. Dalam kasus keluarga-keluarga yang melakukan migrasi internasional, tampak bahwa kehidupan keluarga sangat dipengaruhi oleh aspek sosial-budaya masyarakat asal migrant dan juga sifat migrasi/mobilitasnya. Penelitian penulis di NTT menunjukkan beberapa pola migrasi yang telah berubah yakni (i) pola migrasi penduduk telah mengalami pergeseran dari migrasi antarpulau menjadi migrasi antarnegara. Secara teoretis,

Bahan Ajar Minggu 4-5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bahan Ajar 4-5

Citation preview

Page 1: Bahan Ajar Minggu 4-5

BAB IV

Materi Pertemuan IV-V : Mobilitas Penduduk dan Pemberdayaan Keluarga

Mencemati beberapa fakta tentang mobilitas penduduk di Indonesia, cukup penting

untuk dilihat dalam konteks pemberdayaan keluarga (yang memiliki tujuan untuk

meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga), sehingga pemberdayaan keluarga

sangat berkaitan erat dengan pembangunan keluarga berkualitas dan akhirnya menentukan

kualitas penduduk secara keseluruhan. Dalam UU 52 2009 cukup jelas bahwa Kebijakan

Pembangunan Keluarga (Ps 47 - 48) ditujukan untuk mendukung keluarga dalam

melaksanakan fungsi keluarga secara optimal; melalui: pembinaan ketahanan dan

kesejahteraan keluarga dengan cara: (i) peningkatan kualitas anak (memberikan akses

informasi, pendidikan, penyuluhan, perawatan, pengasuhan), remaja (pemerian akses

informasi, konseling, dll), lansia; pemberdayaan keluarga rentan, kualitas lingkungan

keluarga; serta upaya penghapusan kemiskinan).

Upaya melihat keterkaitan antara mobilitas penduduk dan pembangunan keluarga

tidaklah mudah. Hal ini disebabkan isu mobilitas (sebagaimana telah dijelaskan) memiliki

aspek multi dimensional. Dalam kasus keluarga-keluarga yang melakukan migrasi

internasional, tampak bahwa kehidupan keluarga sangat dipengaruhi oleh aspek sosial-

budaya masyarakat asal migrant dan juga sifat migrasi/mobilitasnya. Penelitian penulis di

NTT menunjukkan beberapa pola migrasi yang telah berubah yakni (i) pola migrasi

penduduk telah mengalami pergeseran dari migrasi antarpulau menjadi migrasi antarnegara.

Secara teoretis, migrasi akan mampu memperngaruhi berbagai dinamika kehidupan sosial-

ekonomi dan budaya masyarakat sebab migrasi telah dilakukan dalam jangka waktu yang

lama (sejak zaman Jepang) (lihat Hugo, 1992) dan antar-generasi serta oleh segala lapisan

masyarakat. (ii) Pola perencanaan pembangunan wilayah cenderung mengabaikan aspek

migrasi (migra-si internasional). Terdapat indikasi tidak berfungsinya pelayanan birokrasi

dan kelembagaan yang terkait dengan migrasi sehingga berkembang pola migrasi ilegal.

Migrasi belum dianggap sebagai suatu variabel penting yang mem-pengaruhi keberhasilan

peningka-tan pembangunan wilayah*  (Sayogyo, 1994).

... pergi ke Malaysia Timur ketika ia telah memiliki tiga orang anak. Anak tertua saat itu telah berumur 19 tahun dan terkecil berumur lima tahun. Anak tertua tidak melanjutkan sekolah setamat SLTP dan kini telah pergi ke Malaysia, sedangkan anak terkecil tahun ini lulus dari SLTP. ML (45 tahun) merupakan contoh lain. Ia pergi merantau sejak tahun 1983 sampai 1996 ke Malaysia barat (sudah hampir 12 tahun).

Page 2: Bahan Ajar Minggu 4-5

Selama pergi tersebut ia tidak pernah berkirim surat kepada istri dan anak-anak-nya. Ia juga sudah memiliki istri tidak sah sebanyak 2 orang di Malaysia. Ia adalah juga korban perilaku ayahnya yang pergi puluhan tahun tak pernah kembali (wawancara dengan perempuan migrant di Lembata, 1999).

Penelitian penulis (setiadi, 2010) di sebuah desa pengirim migrant menunjukkan bahwa

migrasi telah mengubah banyak hal terkait dengan pola relasi gender dalam keluarga,

masyarakat dan pola hubungan social-ekonomi lainnya. Migrasi juga telah mengubah

berbagai persepsi perempuan terkait dengan hak reproduksi, produksi, akses dan control atass

sumber daya dalam keluarga. Dalam bermigrasi, perempuan tidak terlalu mempertimbangkan

aspek perlindungan hokum (karena faktanya mereka berangkat keluar negeri melalui calo,

pertemanan, dan hubungan informal dengan majikan). Beberapa migrant juga tidak

memperhitungkan aspek kesehatan reproduksi dan kesehatan anak mengingat banyak dari

perempuan meninggalkan anak mereka ketika masih balita.

Penyajian

Contoh : Isu-isu mobilitas penduduk menjadi suatu fenomena tersendiri di kalangan masyarakat kita. Apa yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk membantu kehidupan migran di daerah tujuan?

Ilustrasi : Perpindahan penduduk merupakan salah satu pola yang terlihat pada masyarakat Indonesia. Pengarahan terhadap warga yang berpindah menjadi penting bagi masyarakatnya maupun pemerintah.

Aktivitas: Diskusi mahasiswa dengan sesama mahasiswa dan dosen Tugas: Mahasiswa diminta untuk membaca materi dan membuat pertanyaan kritis

atas pembacaannya serta terlibat aktif dalam diskusi di kelas. Latihan: mengemukakan dan mendiskusikan pemahaman mengenai mobilitas

penduduk. Rangkuman:

Pengarahan Mobilitas penduduk dan Transmigrasi

Pasal 16A PP no 57 tahun 2009 menegaskan bahwa mobilitas penduduk dilaksanakan

secara permanen dan/atau nopermanen. Mobilitas penduduk sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi mobilitas penduduk dalam kabupaten/kota; mobilitas penduduk

antarkabupaten/kota dalam propinsi dan mobilitas penduduk antarkabupaten/kota antar

propinsi. Pasal 16B menjelaskan bahwa mobilitas sebagaimana dimaksud dalam pasal 16A,

dapat dilakukan atas kemauan sendiri, fasilitas pemerintah, dan atau fasilitas pemerintah

daerah.

Pasal 16J menegaskan dalam penyelenggaraan pengarahan mobilitas penduduk,

pemerintah daerah propinsi pengumpulan dan analisis data data mobilitas / persebatran

penduduk sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah; pengepengembangan sistim

Page 3: Bahan Ajar Minggu 4-5

informasi kesempatan kerja , peluang usaha dan pasar kerja serta kondisi daerah tujuan;

pengembangan sistim database dan perpenpenertiban pelaksanaan pengumpulan/laporan,

pengolahan, analisis data dan informassi yang berkaitan dengan mobilitas penduduk;

Sosialisasi dan advokasi mengenani kebijakan pengarahan mobilitas penduduk ke instansi

terkai; Komunikasi, informasi dan edukasi mengenai kebijakan dan pengelolaan pengarahan

mobilitas penduduk kepada masyarakat; Pembinaan dan faslitasi pengarahan mobilitas

penduduk kepada seluruh instansi terkait; Pelaporan data statistic mobilitas penduduk;

Pemantauan dan evaluasi serta pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pengarahan

mobilitas penduduk; Pengendalian dampak mobilitas penduduk terhadap pembangunan dan

lingkungan.

Tujuan umumnya adalah

• menumbuhkan kondisi kondusif bagi terjadinya migrasi internal yang harmonis;

• memberikan perlindungan penduduk yang terpaksa pindah karena keadaan

(pengungsi);

• Memberikan kemudahan, perlindungan dan pembinaan terhadap para migran

internasional dan keluarganya;

• Menciptakan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan daya dukung dan daya

tampung lingkungan;

• mengendalikan kuantitas penduduk disuatu daerah/wilayah tertentu;

• mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru;

• memperluas kesempatan kerja produktif;

• meningkatkan ketahanan dan pertahanan nasional

- Menurunkan angka kemiskinan dan Mengatasi pengangguran

- Meningkatkan kualitas dan produktivitas Sumberdaya Manusia

- Meningkatkan infrastruktur permukiman dan meningkatkan daya saing wilayah baru

- meningkatkan kualitas lingkungan dan meningkatkan penyediaan pangan bagi

masyarakat

Untuk mencapai tujuan tersebut, pengarahan mobilitas penduduk perlu dilakukan dengan

beberapa strategi yakni mengupayakan peningkatan mobilitas non permanen dengan cara

perlunya penyediaan berbagai fasilitas sosial, ekonomi, budaya dan administrasi dibeberapa

daerah yang diproyeksikan sebagai daerah tujuan mobilitas penduduk. Kedua, untuk

mengurangi mobilitas penduduk ke kota megapolitan seperti Jakarta, dan supaya tidak

terulang di luar Jawa, perlu adanya penataan wilayah penyangga dengan mengembangkan

Page 4: Bahan Ajar Minggu 4-5

daerah tujuan transmigrasi yang secara khusus diintegrassikan dengan kota besar sekitar.

Transmigrasi seharusnya tidak terkesan membuang penduduk ke wilayah terpencil tetapi

nafas distribusi penduduk harus benar-benar menonjol.

Untuk tujuan ini, perlu tiga pendekatan dalamkebijakan mobilitas penduduk yakni

mengurangi peran state dan meningkatkan promosi daerah-daerah tujuan baru sehingga

penduduk terangsang untuk melalukan perpindahan secara spontan. Kedua membuat regulasi

yang menguntungkan bagi daerah tujuan dengan sasaran menghambat/mengurangi minat

penduduk yang tidak berkualitas berpindah ke daerah lain (mobilitas bukan sekedar

pemindahan kemiskinan). Penduduk miskin adalah tanggung jawab daerah asal/kelahiran.

Ketiga membuat kebijakan yang berskala nasional dan berujung pada kepentingan nasional

misalnya transmigrasi di pulau terdepan, peningkatan kualitas prasarana dan sarana ekonomi,

dan peningkatan akulturasi dan asimilasi cultural antara pendatang dan penduduk asli.

Learning Outcome

Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami bagaimana peran serta pemerintah dalam migrasi penduduk. Mahasiswa mampu melihat konsep serta realisasi dari program pendampingan migrasi.

Penutup

Tes formatif dan kunci tes formatif: membuat pertanyaan kritis dari hasil membaca materi.

Petunjuk penilaian dan umpan balik: Kriteria pertanyaan bernilai A: pertanyaan kritis yang merupakan hasil dari review

materi serta memiliki bobot untuk berpikir secara reflektif terkait dengan isu sosial.

Kriteria pertanyaan bernilai B: pertanyaan yang jawabannya dapat ditemukan di dalam materi.

Kriteria pertanyaan bernilai C: hanya menyuguhkan review tanpa membuat pertanyaan kritis.

Tindak lanjut: akumulasi nilai