56
TEORI STIMULUS RESPON TEORI STIMULUS RESPON JOHN DOLLARD DAN N.E. MILLER Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “PSIKOLOGI KEPRIBADIAN II” Oleh: SITI KHOIRIYAH B07206060 Dosen Pembimbing: Drs. HAMIM ROSYIDI, M.Si NIP. 150 231 821 PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2008

bahan bahan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bahan bahan psikologi

Citation preview

Page 1: bahan bahan

TEORI STIMULUS RESPON

TEORI STIMULUS RESPON

JOHN DOLLARD DAN N.E. MILLER

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“PSIKOLOGI KEPRIBADIAN II”

Oleh:

SITI KHOIRIYAH

B07206060

Dosen Pembimbing:

Drs. HAMIM ROSYIDI, M.Si

NIP. 150 231 821

PRODI PSIKOLOGI

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2008

BAB I

Page 2: bahan bahan

PENDAHULUAN

John Dollard dan Neil E. Miller keduanya mengabdi di Institute Of Human Relation,

antara Dollard dan Neil E. Miller berbeda dalam mengambil suatu gagasan namun dengan

pendekatan psikoanalisis antropologi dan sosial keduanya melakukan sebuah gagasan teori

yang nantinya sangat berpengaruh di bidang psikologi yang dikenal dengan stimulus response

theori yang berkaitan dengan teori belajar.

Dari teori yang diketemukan oleh Dollard dan Miller bahwa mereka beranggapan

bahwa Habit atau kebiasaan merupakan salah satu elemen dalam struktur kepribadian,

kemudian bagaimana Dollard dan Miller menjelaskan dinamika kepribadian perkembangan

kepribadian serta tingkah laku abnormal.

Dari paparan di atas pemakalah juga menyajikan Teori Dollard-Miller dalam Prespektif

Islam. Pemakalah memberi judul Teori Stimulus Respon Dollard – Miller.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Dollard dan Neil E. Miller

2.1. Biografi John Dollard

John Dollard dilahirkan di Menasha, Wisconsin, pada tanggal 29 Agustus

1900. Ia menerima gelar A.B. dari Universitas Wisconsin pada tahun 1922 dan

berturut-turut meraih M.A. (1930) dan Ph.D.-nya (1931) dalam bidang sosiologi di

Universitas Chicago. Dari tahun 1926 sampai dengan 1929 la menjadi salah

seorang pembantu rektor Universitas Chicago.

Pada tahun 1932 ia menerima jabatan rektor di bidang antropologi di

Universitas Yale dan pada tahun berikutnya menjadi lektor di bidang sosiologi pada

Institut of Human Relations yang baru saja didirikan. Pada tahun 1935, ia menjadi

peneliti pada institut tersebut dan pada tahun 1948 menjadi peneliti dan profesor di

Page 3: bahan bahan

bidang psikologi. Ia dipensiunkan sebagai profesor pada tahun 1969. Ia

memperoleh pendidikan dalam psikoanalisis dari Institut Berlin dan menjadi

anggota dari Western New England Psychoanalytic Society. Keyakinan Dollard dan

dedikasi pribadinya terhadap penyatuan ilmu-ilmu pengetahuan sosial tercermin

tidak hanya dalam tulisan-tulisannya tetapi juga dalam fakta bahwa ia pernah

mengemban tugas-tugas akademik di bidang antropologi, sosiologi, dan psikologi

pada satu universitas. Perlu dicatat bahwa kegiatan interdisiplinernya ini

berlangsung di masa masing-masing disiplin kurang begitu menyukai integrasi

dibandingkan dengan masa sekarang. Dollard telah menulis banyak artikel teknis

dalam ilmu-ilmu pengetahuan sosial mulai dari etnologi sampai psikoterapi. Ia

telah mengarang sejumlah buku yang juga mencerminkan minatnya yang luas itu.

Caste and class in a Southern town (1937) adalah suatu penelitian lapangan yang

sangat dihargai mengenai peranan orang-orang kulit hitam dalam suatu masyarakat

di bagian selatan di AS dan merupakan salah satu contoh karya awal analisis

kebudayaan dan kepribadian. Karya ini disusul oleh sebuah buku serupa, Children

of bondage (1940), yang ditulis bersama Allison Davis. Ia menerbitkan dua buku

berisi analisis psikologis tentang rasa takut: Victory over fear (1942) dan Fear in

battle (1943); dan suatu monograf penting mengenai penggunaan bahan sejarah

kehidupan, Criteria for the life history (1936). Bersama Frank Auld dan Alice

White ia menerbitkan Steps in psychotherapy (1953), sebuah buku yang

menyajikan suatu metode psikoterapi yang mencakup pendeskripsian yang rinci

tentang individu yang sedang dalam perawatan, dan bersama Frank Auld

menerbitkan Scoring human motives (1959).[1]

2.2. Biografi Neil E. Miller

Neil A. Miller, yang lahir pada tahun 1920, memulai kariernya di kampus

sebagai pembicara dan mengampu mata pelajaran Bahasa Inggris. Tahun 1941, dia

menerima gelar masternya dari University of Alabama. : Sedangkan pada tahun

1946, dia menerima gelar Ph.D-nya dari Harvard dan mulai belajar psikolinguistik.

Tahun 1951, Miller memublikasikan buku pertamanya, berjudul "Language

and Communication". Di dalam buku tersebut, dia berargumen bahwa tradisi

Page 4: bahan bahan

behavioris tidaklah mencukupi untuk menanggung beban dalam menerangkan

bahasa.

Miller menulis karya paling terkenalnya pada tahun 1956: "The Magical

Number Seven, Plus or Minus Two: Some Limits on Our Capacity for Processing

Information". Di dalam karya tersebut, dia menerangkan bahwa memori berjangka

pendek hanya bisa mempertahankan sekitar tujuh batang yang disebut potongan-

potongan (chunks) - informasi: Tujuh kata, tujuh angka, tujuh wajah, dan dalam

hal apa pun. Inilah yang masih dianggap akurat sampai sekarang.

Tahun 1960, Miller mendirikan Center for Cognitive Studies di Harvard

bersama developmentalis kognitifis terkenal, Jerome Bruner. Pada tahun yang

sama, dia memublikasikan "Plans and the Structure of Beharrtor" (bersama

Eugene Galanter dan Karl Pribram, 1960), yang mengerangkakan konsepsi mereka

tentang psikologi kognitif. Keduanya menggunakan komputer sebagai model

pembelajaran mereka terhadap manusia, dan menggunakan analogi-analogi seperti

itu sebagai cara untuk memproses informasi, mengodekannya, dan cara men-

dapatkan kembali informasi tersebut. Miller beranjak begitu jauh dalam

mendefinisikan psikologi sebagai kajian pikiran, seperti yang telah sebelumnya

didefinisikan ulang oleh para behavioris tentang psikologi sebagai kajian perilaku.

[2]

Neal E. Miller dilahirkan di Milwaukee, Wisconsin, pada tanggal 3 Agustus

1909 dan meraih gelar B.S.-nya dari Universitas Washington pada tahun 1931. Ia

meraih gelar M,.A.-nya dari Universitas Stanford pada tahun 1932 dan Ph.D.-nya di

bidang psikologi dari Universitas Yale pada tahun 1935. Dari tahun 1932 sampai

dengan tahun 1935 ia menjadi asisten di bidang Psikologi pada Institute of Human

Relations dan antara tahun 1935-1936 ia mendapat bersiswa dari Social Science

Researc Council dan memanfaatkannya untuk mengikuti pendidikan analisis pada

Institut Psikoanalisis Wina. Dari tahun 1936 sampai tahun 1940, menjadi asisten

dosen dan selanjutnya lektor pada Institute of Human Relations. Ia menjadi peneliti

dan lektor pada tahun 1941. Dari tahun 1942 sampai tahun 1946, ia memimpin

suatu proyek penelitian psikologi untuk Angkatan Udara AS. Pada tahun 1946, ia

Page 5: bahan bahan

kembali ke Universitas Yale, menjadi profesor dalam program kuliah James

Rowland Angell di bidang psikologi pada tahun 1952. Ia menetap di Yale sampai

tahun 1966n dan selanjutnya menjadi profesor psikologi dan kepala Laboratorium

Psikologi Fisiologis pada Universitas Rockefeller. Selain karena kerjasamanya

dengan John Dollard, Miller juga sangat terkenal di kalangan psikologi berkat

karya eksperimental dan teoretisnya yang cermat tentang proses pemerolehan

dorongan-dorongan, hakikat perkuatan, dan penelitian tentang konflik. Penelitian

awalnya semata-mata bersiifat behavioral, tetapi sejak tahun 1950-an Miller mulai

menaruh perhatian pada mekanisme-mekanisme fisiologis yang mendasari

dorongan dan perkuatan serta gejala-gejala sejenis lainnya. Karya ini disajikan

secara rinci dalam terbitan-terbitan jurnal, meskipun banyak di antaranya telah pula

diringkaskan dalam tiga bab buku pegangan yang sangat elok (Miller, 1944, 1951a,

1959). Penghargaan atas sumbangan-sumbangannya tercermin pada berbagai tanda

jasa yang diterimanya. Ini meliputi keanggotaannya dalam National Academy of

Science yang bergengsi itu, terpilih menjadi ketua American Psychological

Association (1959), menerima medali Warren dari Society of Experimental

Psychologist (1957), dan menerima Medal of Science dari Presiden (1965), suatu

tanda kehormatan yang hanya dimilikinya bersama dua ilmuwan behavioral lain.

Pada tahun 1959 beberapa anggota staf Institute of Human Relations,

termasuk Dollard dan Miller, menerbitkan suatu monograf berjudul Frustration and

aggression (1939). Karya ini merupakan suatu contoh awal dan menarik bentuk

penerapan yang akan kita bicarakan dalam bab ini. Para penulis berusaha

menganalisis frustasi dan akibatnya menurut konsep S-R. Dalam monograf

tersebut, mereka menyajikan suatu perumusan yang sistematis tentang pendirian

teoretik ini, dilengkapi dengan sejumlah besar penelitian dan prediksi tentang

peristiwa-peristiwa yang masih harus diobservasi. Karya ini tidak hanya memberi

ilustrasi tentang integrasi antara konsep S-R, perumusan psikoanalitik, dan bukti-

bukti antropologis, tetapi juga memberikan bukti tentang keberhasilan perpaduan

ini, karena telah mendorong banyak penelitian empiris serupa. Miller dan Dollard

bersama-sama telah menulis dua buku yang berisi penerapan versi yang

disederhanakan dari teori Hull pada masalah-masalah yang menjadi garapan

Page 6: bahan bahan

psikolog sosial (Social leraning and imitation, 1941) dan pada masalah-masalah

yang menjadi perhatian psikolog klinis atau psikolog kepribadian (Personality and

psychotherapy, 1950).[3]

B. Latar Belakang Teori Dollard – Miller

Teori ini merupakan hasil usaha dua orang yang sangat piawai dalam soal

penelitian laboratorium maupun penelitian klinis, untuk memodifikasikan dan

menyederhanakan teori perkuatan Hull sehingga dapat digunakan dengan mudah dan

efektif untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa yang menjadi perhatian utama para

psikolog sosial dan klinis. Detil-detil teori ini terbentuk bukan hanya bertolak dari

perumusan-perumusan Hull tetapi juga dari teori psikoanalitis serta temuan-temuan dan

generalisasi-generalisasi dari antropologi sosial. Seperti akan kita lihat, konsep

kebiasaan, yang menggambarkan suatu hubungan S-R yang stabil, menempati posisi

penting dalam teori ini. Sesungguhnya, sebagian terbesar dari teori ini menyangkut

penetapan kondisi-kondisi spesifik di mana aneka kebiasaan terbentuk dan menghilang.

Sejumlah kecil konsep yang digunakan untuk maksud ini telah dimanfaatkan dengan

amat cerdik oleh para penulis tersebut untuk menerangkan gejala-gejala yang menjadi

pusat perhatian para klinikus, misalnya, represi, pemindahan (displacement), dan

konflik. Pada berbagai kesempatan mereka telah berusaha menarik dart tulisan-tulisan

psikoanalitik dan observasi klinis pengertian-pengertian penting mengenai tingkah laku

yang selanjutnya mereka gabungkan dengan konsep-konsep S-R mereka. Maka,

sebagian besar penerapan teorinya berupa penerjemahan hasil observasi umum, atau

perumusan teoretis yang kabur, ke dalam istilah-istilah teori S-R yang lebih lugas,

objektif. Meskipun penerjemahan itu sendiri bukan merupakan tujuan yang sangat

penting, usaha ini seringkali membuka jalan ke arah wawasan-wawasan dan prediksi-

prediksi baru mengenai peristiwa-peristiwa empiris yang tidak teramati, dan fungsi-

fungsi ini merupakan sumbangan teoretis yang paling berharga.[4]

Inti teori mereka merupakan suatu deskripsi tentang proses belajar. Prinsip-prinsip

belajar yang diterapkan oleh Dollard dan Miller dalam kehidupan sehari-hari ditemukan

dalam penelitian-penelitian laboratorium yang terkontrol yang umumnya menggunakan

binatang-binatang sebagai subjek. Karena itu, pengetahuan tentang prinsip-prinsip

Page 7: bahan bahan

laboratorium dan juga tentang pengertian teoretis tertentu mengenai prinsip-prinsip

laboratorium-, sangat penting untuk memahami teori kepribadian mereka.[5]

C. Struktur Kepribadian

Kebiasaan (habit) adalah satu-satunya elemen dalam Teori Dollard dan Miller yang

memiliki sifat struktural. Habit adalah ikatan atau asosiasi antara stimulus dengan

respon, yang relatif stabil dan bertahan lama dalam kepribadian. Karena itu gambaran

kebiasaan seseorang tergantung pada event khas yang menjadi pengalamannya. Namun

susunan kebiasaan itu bersifat sementara. Dollard & Miller menyerahkan kepada ahli

lain rincian perangkat habit tertentu yang mungkin menjadi ciri seseorang, karena

mereka lebih memusatkan bahasannya mengenai proses belajar, bukan kepemilikan atau

hasilnya. Namun mereka menganggap penting kelompok habit dalam bentuk stimulus

verbal atau kata-kata - dari orang itu sendiri atau dari orang lain, dan responnya yang

umumnya juga berbentuk verbal.

Dollard dan Miller juga mempertimbangkan dorongan sekunder (secondary drives),

seperti rasa takut sebagai bagian kepribadian yang relatif stabil. Dorongan primer

(Primary drive.) dan hubungan S-R yang bersifat bawaan (innate) juga menyumbang

struktur kepribadian, walaupun-kurang penting dibanding habit dan dorongan sekunder,

karena dorongan primer dan hubungan S-R bawaan ini menentukan taraf umum

seseorang, bukan membuat seseorang menjadi unik.[6]

Dalam eksperimen hipotesis yang dilakukan oleh Miller dengan subyek tikus

laboratorium menggunakan sebuah kotak persegi dengan lantai berjaringan kabel listrik.

Kotak tersebut dibagi menjadi dua ruang dengan sekat sebagai pagar yang digunakan

untuk lompat tikus dengan sebuah bel listrik yang dibunyikan bersamaan dengan dialiri

arus listrik.

Dari eksperimen yang dilakukan oleh Miller ini akan memunculkan sesuatu yang

berupa dorongan habit dalam teorinya.

Dorongan adalah konsep motivasional dalam sistem Hullian dan dipandang

berfungsi membangkitkan tingkah laku tetapi tidak menetapkan arahnya. Pada contoh

Page 8: bahan bahan

ini, dorongannya bersifat bawaan atau primer, berdasarkan rasa sakit. Tentu saja, masih

ada sejumlah dorongan primer (primary drives) selain rasa sakit, seperti rasa lapar, haus,

dan seks. Contoh-contoh terakhir, berbeda dengan rasa sakit, merupakan keadaan-

keadaan deprivasi atau kekurangan akibat tertahannya sejenis stimulus tertentu, seperti

makanan, dan akan direduksikan dengan memberi organisme stimulus yang tepat, bukan

dengan menghilangkan stimulasi yang bersifat membahayakan.

Berikut Skema Teori Miller:

Analisis teoritis tentang proses-proses yang terlibat

dalam pengondisian klasik suatu respon emosional

berdasarkan rasa sakit

ST kejutan r emos SD (dorongan) Remos

Kebiasaan

SKbel

Sebenarnya, Miller mengajukan dalil bahwa setiap stimulus internal atau eksternal, jika

cukup kuat, mampu__ membangkitkan suatu _dorongan dan memicu tindakan. Seperti

tersirat dalam pernyataan ini, dorongan-dorongan memiliki kekuatan yang berbeda-beda,

dan makin kuat dorongan itu maka makin bersemangat atau makin tahan uji juga tingkah

laku yang digerakkannya. Dalam eksperimen kita, misalnya, kekuatan tingkah laku

emosionalnya yang dapat diamati yang terjadi dalam diri para subjek sebagai respon

terhadap ST dan kemudian, kekuatan respon melompati penyekat yang dipelajari

dipengaruhi oleh tingkat kejutan yang diberikan.

Page 9: bahan bahan

Mula-mula bunyi bel listrik itu sama sekali tidak mampu membangkitkan tingkah

laku-tingkah laku emosional berkaitan dengan kejutan. Tetapi setelah bunyi bel dan

kejutan berulangkali diberikan, maka bel tersebut mendapatkan kapasitas untuk

membangkitkan remos internal serupa dengan yang aslinya ditimbulkan oleh ST yang

menyakitkan; suatu respon terkondisi (RK) telah diperoleh. Dalam sistem Hullian yang

digunakan oleh Dollard dan Miller, belajar digambarkan sebagai pembentukan

hubungan asosiatif antara stimulus terkondisi (bunyi bel) dan respon (remos) dan

digambarkan dengan konsep teoretis, kebiasaan (habit). Sebagaimana akan dibahas

secara lebih rinci sebentar lagi, Hull mengemukakan dalil bahwa supaya terbentuk

kebiasaan, selain stimulus dan respon harus terjadi secara berdekatan dalam hal waktu

dan ruang, maka respon tersebut juga harus disertai dengan perkuatan atau hadiah.

Apabila kondisi terakhir terpenuhi, maka kekuatan kebiasaan S-R akan meningkat

sejalan dengan jumlah kali stimulus dan responnya terjadi bersama-sama.

Penyajian bunyi bel dan kejutan secara berulang-ulang pada sesi pertama percobaan

kita disertai terhindarnya subjek dari kejutan yang berfungsi sebagai pemerkuat adalah

cukup untuk membentuk kebiasaan yang relatif kuat. Segera setelah remos yang terkondisi

secara klasik terbentuk, maka penyajian bunyi belnya sendiri tidak hanya

membangkitkan remos, tetapi juga memicu rangkaian peristiwa selanjutnya yang aslinya

terkait dengan penyajian kejutan. Jadi, pola khusus stimulasi internal SD akan

dibangkitkan dan dikombinasikan dengan bunyi bel, ia akan berperan sebagai isyarat

untuk membangkitkan tingkah laku terbuka yang sama seperti yang sebelumnya

dibangkitkan oleh kejutan. Selanjutnya, respon-respon yang bisa diamati ini digerakkan

atau digiatkan oleh sifat-sifat dorongan yang terdapat pada SD. Karena dorongan ini

dibangkitkan oleh respon yang dipelajari terhadap stimulus yang sebelumnya netral,

maka dorongan itu dikenal sebagai dorongan yang diperoleh atau dorongan sekunder

(secondary drive), berbeda dengan dorongan primer (primary drive) yang dibangkitkan

oleh respon-respon terhadap stimulasi yang menyakitkan.

Untuk membedakan rangkaian remos -----> SD Yang dibangkitkan oleh kejutan dari

rangkaian yang terkondisi secara klasik yang dibangkitkan oleh bunyi bel, maka yang

terakhir ini diberi sebutan khusus: kecemasan atau rasa takut.[7]

Page 10: bahan bahan

Dollard dan Miller kurang menaruh minat pada unsur-unsur struktural atau unsur-

unsur yang relatif tak berubah dalam kepribadian. Secara konsisten mereka lebih

berminat pada proses belajar dan perkembangan kepribadian. Tanpa menekankan aspek-

aspek struktural itu, konsep-konsep manakah yang mereka gunakan untuk

menggambarkan sifat-sifat stabil dan menetap pada individu? Kebiasaan adalah konsep

kunci dalam teori belajar yang dianut Dollard dan Miller.

Telah kita ketahui, suatu kebiasaan adalah pertautan atau asosiasi antara suatu

stimulus (isyarat) dan suatu respon. Asosiasi-asosiasi yang dipelajari atau kebiasaan-

kebiasaan bisa terbentuk tidak hanya antara stimulus-stimulus eksternal dan respon-

respon terbuka, tetapi juga antara stimulus-stimulus dan respon-respon internal. Bagian

terbesar teori mereka adalah mengenai penetapan kondisi-kondisi dalam mana

kebiasaan-kebiasaan diperoleh dan dihapus atau diganti, dan hanya sedikit atau sama

sekali tidak menyinggung penggolongan kebiasaan-kebiasaan atau penyusunan daftar

aneka-ragam kebiasaan penting yang diperlihatkan orang-orang.

Meskipun kepribadian terutama terdiri dari kebiasaan-kebiasaan, namun struktur

khusus kebiasaan-kebiasaan itu akan tergantung pada peristiwa-peristiwa unik yang

pernah dialami oleh individu yang bersangkutan. Selanjutnya, struktur ini hanya bersifat

sementara kebiasaan-kebiasaan seseorang hari ini dapat berubah sebagai akibat dari

pengalaman-pengalaman yang diperolehnya keesokan harinya. Dollard dan Miller

merasa cutup menentukan prinsip-prinsip yang mengatur pembentukan kebiasaan dan

menyerahkan kepada masing-masing klinikus atau peneliti tugas untuk menentukan

kebiasaan-kebiasaan khas orang-seorang. Akan tetapi, mereka berusaha menekankan de-

ngan panjang lebar bahwa segolongan kebiasaan-kebiasaan yang penting bagi manusia

dihasilkan oleh stimulus-stimulus verbal, apakah stimulus-stimulus itu dihasilkan oleh

orang-orang itu sendiri atau oleh orang lain, dan bahwa respon-responnya seringkali

juga bersifat verbal.

Sejumlah kebiasaan dapat melibatkan respon-respon internal yang pada gilirannya

membangkitkan stimulus-stimulus internal yang memiliki sifat-sifat dorongan. (Kita

telah memeriksa rasa takut sebagai salah satu contoh dorongan yang dihasilkan oleh

respon dan yang bersifat dipelajari.) Dorongan-dorongan sekunder ini juga harus dipan-

Page 11: bahan bahan

dang sebagai bagian-bagian kepribadian yang bersifat menetap. Dorongan-dorongan

primer dan hubungan-hubungan S-R bawaan juga merupakan unsur bagi pembentukan

struktur kepribadian. Akan tetapi, dorongan-dorongan primer dan hubungan-hubungan

bawaan itu selain kurang penting dalam tingkah laku manusia dibandingkan dengan

dorongan-dorongan sekunder dan jenis-jenis kebiasaan lainnya, juga menentukan sifat-

sifat yang sama-sama dimiliki oleh semua individu sebagai anggota spesies yang sama,

dan bukannya menentukan keunikan mereka.[8]

D. Dinamika Kepribadian

Dollard dan Miller sangat eksplisit dalam mendefinisikan sifat motivasi, dan

mereka menguraikan secara sangat rinci perkembangan dan perluasan motif-motif;

tetapi sekali lagi, mereka tidak tertarik pada taksonomi dan klasifikasi. Malahan mereka

telah berfokus pada motif-motif penting tertentu, seperti kecemasan. Dalam analisis

mereka mengenai motif-motif ini, mereka berusaha menjelaskan proses umum yang

berlaku untuk semua motif.

Pengaruh dorongan-dorongan pada subjek manusia dibuat rumit oleh munculnya

sejumlah besar dorongan baru hasil penurunan ataupun pemerolehan. Selama proses

pertumbuhan, ma sing-masing individu mengembangkan sejumlah besar dorongan

sekunder yang tugasnya membangkitkan tingkah laku.

Dalam masyarakat modern, stimulasi dorongan sekunder umumnya telah

menggantikan fungsi asli stimulasi dorongan primer. Dorongan-dorongan yang

diperoleh, seperti kecemasan, rasa malu, dan keinginan untuk menyenangkan orang lain,

mendorong sebagian terbesar perbuatan kita. Implikasinya, peranan dorongan-dorongan

primer dalam kebanyakan hal tidak lagi bisa diobservasi dalam situasi biasa pada

seorang dewasa yang memasyarakat. Hanya dalam proses perkembangan, atau pada

masa-masa krisis (gaga1 mengikuti cara-cara adaptasi yang ditentukan oleh kebudayaan)

orang dapat mengamati dengan jelas bekerjanya dorongan-dorongan primer tersebut.

Kiranya juga jelas bahwa kebanyakan perkuatan dalam kehidupan sehari-hari

subjek manusia tidak berupa hadiah-hadiah primer. Melainkan berupa peristiwa-

peristiwa yang mulanya netral namun kemudian memiliki nilai hadiah karena terus-

Page 12: bahan bahan

menerus dialami bersamaan dengan perkuatan primer. Senyuman seorang ibu, misalnya;

menjadi suatu hadiah yang diperoleh atau hadiah sekunder yang sangat berpengaruh

bagi bayi karena terus-menerus diasosiasikan dengan pemberian makan, popok, dan

bentuk-bentuk tindakan pemeliharaan lain yang sifatnya mendatangkan rasa nikmat atau

menghilangkan ketaknyamanan fisik. Hadiah-hadiah sekunder sering dengan sendirinya

mampu memperkuat tingkah laku. Akan tetapi kapasitasnya untuk memperkuat bukan

tak terbatas, kecuali jika hadiah-hadiah sekunder tersebut kadang-kadang tetap terjadi

bersamaan dengan perkuatan primer. Pertanyaan tentang proses terjadinya perubahan-

perubahan ini mengantar kita pada persoalan yang lebih luas tentang perkembangan

kepribadian.[9]

1. Motifasi Dorongan

Dollard dan Miller memperhatikan motivasi dorongan (drive). Dalam

kehidupan manusia banyak muncul dorongan yang dipelajari (secondary drive)

berdasarkan dorongan primer seperti makan, lapar, haus dan seks. Dengan yang

dipelajari berperan sebagai wajah semu fungsinya menyembunyikan dorongan

bawaan. Dollard-Miller mengemukakan bahwa bukan hanya dorongan primer yang

diganti oleh dorongan sekunder, tetapi penguat (hadiah) yang primer dapat diganti

dengan penguat sekunder.[10]

2. Proses Belajar

Dollard-Miller melakukan eksperimen rasa takut terhadap tikus. Dengan

eksperimen tersebut mendemonstrasikan beberapa prinsip belajar yaitu:

a. Classical conditioning (terkondisi merespon stimulus)

b. Instrumental learning (belajar merespon) menghindari rasa sakit.

c. Extinction (tingkah laku menghindar)

d. Primary drive (tertekan) muncul learned (secondary drive) atau rasa takut

kemudian memotivasi tingkah laku.

Page 13: bahan bahan

Dari eksperimen tersebut dapat disimpulkan bahwa orang bisa belajar harus

adanya keinginan (want something), mengenali sesuatu (notice something,

mengerjakan do something), dan mendapat sesuatu (get something), sehingga

muncul empat komponen utama belajar, yakni:

a. Drive stimulus yang mendorong terjadinya kegiatan

b. Cue adalah stimulus yang memberi petunjuk perlunya dilakukan kesopanan yang

sesungguhnya.

c. Response adalah aktivitas yang dilakukan seseorang

d. Reinforcement adalah hadiah sebagai drive pereda dorongan agar belajar bisa

terjadi.[11]

3. Proses Mental yang Lebih Tinggi

a. Perluasan stimulus respon (teori belajar tidak hanya menjelaskan tingkah laku

yang sederhana, tetapi juga hal-hal yang makna dan terapan berkaitan dengan

persoalan kepribadian yang komplek.

b. Generalisasi stimulus yakni respon yang dipelajari dalam kaitannya dengan suatu

stimulus, dapat dipakai untuk menjawab stimulus lain yang bentuk atau wujud

fisiknya mirip.

c. Reasoning merupakan pengganti perbuatan nyata menjadi cue producing.

Response internal yang lebih efisien untuk memecahkan masalah dari pada

berbuat mencoba-coba.

d. Bahasa, merupakan respon isyarat yang penting sesudah reasoning

e. Scondary drive

Tingkah laku tidak semata-mata diatur oleh penguat primer, karena cue

sering berasosiasi dengan kepuasan dorongan primer dapat menjadi

Page 14: bahan bahan

reinforcement sekunder. Umumnya drive skunder bersifat renta, jika drive

berulang kali gagal mendapat reinforcement maka drive menjadi lemah.[12]

E. Perkembangan Kepribadian

1. Perangkat innate (respon sederhana dan primary process)

Perubahan dari bayi yang sederhana menjadi dewasa, menurut Dollard-Miller

bayi memiliki juga keperkir primitive antara lain:

a. Reflek spesifik

b. Respon bawaan hirarkis

c. Dorongan primer

d. Konteks sosial

2. Konteks sosial

Dillard-Miler menekankan saling ketergantungan antara tingkah laku dengan

lingkungan sosio kultural.

3. Training situation

Analisis Dollard-Miller situasi pada bayi banyak memakai formulasi Freud,

yakni:

a. Feeding situation

b. Cleanliness-training

c. Early Sec training

d. Anger-anxiety.[13]

F. Tingkah Laku Abnormal

Page 15: bahan bahan

Formulasi tingkah laku konflik menurut Dollard-Miller bahwa konflik yang parah

mendasari tingkah laku menyedihkan dan symptom neurotic, karena konflik membuat

orang tidak dapat merespon yang secara normal dapat meredam drives yang tinggi. Ada

tiga bentuk konflik, yakni:

1. Konflik approach-avoidance

2. Konflik approach-approach

3. Konflik yang mengikuti lima asumsi dasar mengenai tingkah laku:

a. Kecenderungan mendekat (gradient of approach)

b. Kecenderungan menghindar (gradien of avoidance)

c. Peningkatan gradient of avoidance

d. Meningkatkan dorongan berkaitan meningkatkan gradient.

e. Manakah ada dua respon bersaing yang lebih kuat akan terjadi.[14]

G. Teori Dollard-Miller dalam Perspektif Islam

Teori Dollard-Miller jika dilihat dalam perspektif Islam yakni dinamika kepribadian

adanya suatu potensi kehidupan (thaqatun hayawiyatun) merupakan kekuatan pendorong

bagi dinamika gerak manusia dan penjamin eksistensinya dalam kehidupan potensi.

Kehidupan dimaksud ada dua macam: (1) kebutuhan-kebutuhan jasmani (al-hajatul

aludhiwyah) dan (2) naluri-naluri (al-gharaiz)

Kebutuhan jasmani merupakan kebutuhan yang terkait dengan kenyataan bahwa

manusia adalah makhluk hidup yang memerlukan terus-menerus pasokan energi dan

kondisi tertentu bagi kelangsungan kehidupan.

Kebutuhan jasmani mempunyai dua karakter yang khas:

Page 16: bahan bahan

1. Pemuasan bersifat harus, jika tidak jiwa akan terancam atau mati (makan, minum,

buang hajat, bernafas).

2. Stimulus (rangsangan) yang membangkitkan adanya kebutuhan internal (manusia

merasa butuh makan karena lapar).

Adanya kebutuhan jasmani pada diri manusia dapat dirasakan langsung tiap orang.

Allah berfirman: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu diwaktu

malam dan siang hari, dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya, sesungguhnya

yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang mendengar.” (QS.

Ar-Ruum: 23)

Allah juga berfirman:

“Orang ini tidak lain hanyalah manusia biasa seperti kamu, dia makan dari apa yang

kamu makan, dan minum dari apa yang kamu minum” (QS. Al-Mu’minun: 33)

Naluri adalah potensi di dalam diri manusia yang mendorong manusia untuk

cenderung kepada sesuatu, atau meninggalkan sesuatu naluri adalah sesuatu yang

substansinya tidak dapat diindera namun dapat terindra hanya manifestasi yang muncul

dari naluri-naluri.[15]

Penulis lebih condong bahwa dengan adanya kebutuhan-kebutuhan jasmani dan

naluri bahwa kepribadian itu terbentuk oleh aqliyah (pola pikir), dan nafsiyah (pola

sikap). Aqliyah (pola pikir) adalah cara yang digunakan untuk memikirkan sesuatu,

sedang nafsiyah adalah cara yang digunakan seseorang untuk memenuhi tuntutan

ghorizah dan Hajatul Al-Adawiyah yakni upaya memenuhi berdasarkan kaidah yang

diimani dan diyakini.[16]

BAB III

KESIMPULAN

Page 17: bahan bahan

Teori Dollard-Miler mengenai bentuk sederhana dalam teori belajar adalah

mempelajari keadaan di mana terjadi hubungan antara respon dan cue stimulusnya.

Teori Dollard-Miller biasanya disebut dengan teori stimulus respon. Walaupun jika

dicermati dari biografi antara John Dollar dan Neal E Miller terdapat perbedaan yang dalam

hal ini mengenai gagasan kedua tokoh tersebut. Miller menyajikan suatu gagasan dan

temaun-temuan penting dalam psikologi eksperimental, sedangkan Dollard memberikan

sumbangan penting dalam bidang antropologi dan sosiologi. Walaupun demikian, keduanya

sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman di Institute of Human Relations.

Dengan prinsip-prinsip asosiasi, ganjaran (reinforcement menjadi penting dalam hal

analisis kepribadian dan sosial kultural.

Dengan teori Dollard-Miller dapat menjelaskan, antara lain:

3. Struktur kepribadian

4. Dinamika kepribadian yang mempengaruhi:

b. Motivasi

c. Proses belajar

d. Proses mental yang lebih tinggi

e. Secondary drive

3. Perkembangan kepribadian, yakni:

a. Perangkat lunak

b. Konteks sosial

c. situation

4. Tingkah laku abnormal (penyimpangan-penyimpangan yang terjadi)

Page 18: bahan bahan

5. Bagaimana Islam mengkritisi teori Dollar-Miller.

DAFTAR RUJUKAN

Alwisol, Psikologi Kepribadian, Malang: UMM Press, 2004

A. Supartiknya, (Calvin, S. Hall), Teori-teori Sifat dan Behavioristik, Yogyakarta, IKAPI-KANISIUS, 1998.

George Georee, Sejarah Psikologi, Yogyakarta: Primasophie, 2005.

Ismail Yusanto dan Sigit P. Membangun Kepribadian Islam, Jakarta: Khoirul Bayan press, 2005.

HTI, (terj, Yasin), Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah Jakarta: HTI Press, 2008.

Training TIM BKLDK, Mafahim BKLDK.Malang:UNM Press,2006

Hafidz Abdurrahman, Islam Politik Spiritual, Bogor:al Azhar Press, 2004

Muh Ismail, Bunga Rampai Pemikiran islam, Jakarta:Gema Insani Press, 2006

[1] A. Supratiknya, Teori-teori Sifat dan Behavioristik (Yogyakarta: IKAPI Kanisius, 1998), hal. 206-207

[2] George Georee, Sejarah Psikologi (Yogyakarta: Primasopthie, 2005), hal. 487-488

[3] A. Supratiknya, Op.cit, hal. 207-208

[4] A. Supratiknya, Op.cit. hal. 204-205

[5] Ibid, hal. 208-209

[6] Alwisol, Psikologi Kepribadian (Malang: UMM Press, 2004), hal. 401-402

[7] A. Supratiknya, Op.cit. hal. 211-213.

[8] A. Supratiknya, Ibid. hal. 220-221

[9] Ibid, hal. 221-222

[10] George Georee, Op.cit. hal. 402.

Page 19: bahan bahan

BAB II

PEMBAHASAN

 

1. A.      Biografi  Neal  A Miller

 

Neal E. Miller dilahirkan di Milwaukee, Wisconsin, pada tanggal 3 Agustus 1909 dan meraih gelar B.S.-nya dari Universitas Washington pada tahun 1931. Ia meraih gelar M,.A.-nya dari Universitas Stanford pada tahun 1932 dan Ph.D.-nya di bidang psikologi dari Universitas Yale pada tahun 1935. Dari tahun 1932 sampai dengan tahun 1935 ia menjadi asisten di bidang Psikologi pada Institute of Human Relations dan antara tahun 1935-1936 ia mendapat bersiswa dari Social Science Researc Council dan memanfaatkannya untuk mengikuti pendidikan analisis pada Institut Psikoanalisis Wina. Dari tahun 1936 sampai tahun 1940, menjadi asisten dosen dan selanjutnya lektor pada Institute of Human Relations. Ia menjadi peneliti dan lektor pada tahun 1941. Dari tahun 1942 sampai tahun 1946, ia memimpin suatu proyek penelitian psikologi untuk Angkatan Udara AS. Pada tahun 1946, ia kembali ke Universitas Yale, menjadi profesor dalam program kuliah James Rowland Angell di bidang psikologi pada tahun 1952. Ia menetap di Yale sampai tahun 1966n dan selanjutnya menjadi profesor psikologi dan kepala Laboratorium Psikologi Fisiologis pada Universitas Rockefeller. Selain karena kerjasamanya dengan John Dollard, Miller juga sangat terkenal di kalangan psikologi berkat karya eksperimental dan teoretisnya yang cermat tentang proses pemerolehan dorongan-dorongan, hakikat perkuatan, dan penelitian tentang konflik. Penelitian awalnya semata-mata bersiifat behavioral, tetapi sejak tahun 1950-an Miller mulai menaruh perhatian pada mekanisme-mekanisme fisiologis yang mendasari dorongan dan perkuatan serta gejala-gejala sejenislainnya. Karya ini disajikan secara rinci dalam terbitan-terbitan jurnal, meskipun banyak di antaranya telah pula diringkaskan dalam tiga bab buku pegangan yang sangat elok (Miller, 1944, 1951a, 1959). Penghargaan atas sumbangan-sumbangannya tercermin pada berbagai tanda jasa yang diterimanya. Ini meliputi keanggotaannya dalam National Academy of Science yang bergengsi itu, terpilih menjadi ketua American Psychological Association (1959), menerima medali Warren dari Society of Experimental Psychologist (1957), dan menerima Medal of Science dari Presiden (1965), suatu tanda kehormatan yang hanya dimilikinya bersama dua ilmuwan behavioral lain.

Pada tahun 1959 beberapa anggota staf Institute of Human Relations, termasuk Dollard dan Miller, menerbitkan suatu monograf berjudul Frustration and aggression (1939). Karya ini merupakan suatu contoh awal dan menarik bentuk penerapan yang akan kita bicarakan dalam bab ini. Para penulis berusaha menganalisis frustasi dan akibatnya menurut konsep S-R. Dalam monograf tersebut, mereka menyajikan suatu perumusan yang sistematis tentang pendirian teoretik ini, dilengkapi dengan sejumlah besar penelitian dan prediksi tentang peristiwa-peristiwa yang masih harus diobservasi. Karya ini tidak hanya memberi ilustrasi tentang integrasi antara konsep S-R, perumusan psikoanalitik, dan bukti-bukti antropologis, tetapi juga memberikan bukti tentang keberhasilan perpaduan ini, karena telah mendorong banyak penelitian empiris serupa. Miller dan Dollard bersama-sama telah menulis dua buku yang berisi penerapan versi yang disederhanakan dari teori Hull pada masalah-masalah yang menjadi garapan psikolog sosial (Social leraning and imitation, 1941) dan pada masalah-masalah yang menjadi perhatian psikolog klinis atau psikolog kepribadian.[1]

Page 20: bahan bahan

1. B.      Struktur kepribadian Neal E. Miller

 

Kebiasaan (habit) adalah satu-satunya elemen dalam teori Miller yang memiliki sifat struktural. Habit adalah ikatan atau asosiasi antara stimulus dengan respon, yang relative stabil dan bertahan lama dalam kepribadian. Karena itu gambaran kebiasaan seseorang tergantung pada event khas yang menjadi pengalamannya. Namun susunan kebiasaan itu bersifat sementara. Maksudnya, kebiasaan hari ini mungkin berubah berkat pengalaman baru keesokan harinya. Miller menyerahkan kepada ahli lain rincian perangkat habit tertentu yang mungkin menjadi ciri seseorang, karena mereka lebih memusatkan bahasannya mengenai proses belajar, bukan kepemilikan atau hasilnya. Namun mereka menganggap penting kelompok habit dalam bentuk stimulus verbal dari orang itu sendiri atau dari orang lain, dan responnya yang umum juga berbentuk verbal. Miller juga mempertimbangkan dorongan sekunder (secondary drives), seperti rasa takut sebagai bagian kepribadian yang relative stabil. Dorongan primer (primary drives) dan hubungan stimulus-respon yang bersifat bawaan (innate) juga menyumbang struktur kepribadian, walaupun kurang penting dibanding habit dan dorongan sekunder, karena dorongan primer dan hubungan stimulus-respon bawaan ini menentukan taraf umum seseorang, bukan membuat seseorang menjadi unik.[2]

1. C.     Dinamika Kepribadian Neal E. Miller

Motivasi – Dorongan (Motivation – Drives)

Miller sangat memerhatikan motivasi atau drive. Dia tidak menggambar atau mengklasifikasi motif tertentu, tetapi memusatkan perhatiannya pada motif-motif yang penting, seperti kecemasan. Dalam menganalisa perkembangan dan elaborasi kecemasan inilah dia berusaha menggambarkan proses umum yang mungkin berlaku untuk semua motif. Dalam kehidupan manusia banyak sekali muncul dorongan yang dipelajari (secondary drives) dari atau berdasarkan dorongan primer seperti lapar, haus dan seks. Dorongan yang dipelajari itu berperan sebagai wajah semu yang fungsinya menyembunyikan dorongan bawaan. Kenyataannya, di masyarakat Barat yang modern, dari pengamatan sepintas terhadap masyarakat dewasa, pentinganya dorongan primer sering tidak jelas. Sebaliknya, yang kita lihat adalah dampak dari dorongan yang dipelajari seperti kecemasan, malu dan kebutuhan kepuasan. Hanya dalam proses perkembangan masa anak-anak atau dalam periode krisis dapat dilihat jelas beroperasinya dorongan primer. Miller mengemukakan bahwa bukan hanya dorongan primer yang diganti oleh dorongan sekunder, tetapi hadiah atau penguat yang primer ternyata juga diganti dengan hadiah atau penguat sekunder. Misalnya senyum orang tua secara bijak terus menerus dihubungkan dengan aktivitas pemberian makanan, penggantian popok dan aktivitas yang memberi kenyamanan lainnya: ”senyum” akan menjadi hadiah sekunder yang sangat kuat bagi bayi sampai dewasa.

Penting diperhatikan bahwa kemampuan hadiah/penguat sekunder untuk memperkuat tingkah laku itu tidak tanpa batas. Hadiah/penguat sekunder lama kelamaan menjadi tidak efektif , kecuali kalau hadiah/penguat sekunder itu kadang masih berlangsung bersamaan dengan penguat primer.

Miller setuju dengan Freud yang memandang kecemasan adalah tanda bahaya, semacam antisipasi menghindari rasa sakit (yang pernah dialami pada masa lalu). Behaviorisme menjelaskan perolehan kecemasan sebagai tanda bahaya itu melalui proses kondisioning

Page 21: bahan bahan

klasik, dan penyebarannya ke dalam pribadi dijelaskan melalui perolehan reinforsemen dan generalisasi stimulus.

Proses Belajar

Miller melakukan eksperimen rasa takut terhadap tikus. Peralatannya adalah kotak yang dasarnya diberi aliran listrik yang menimbulkan rasa sakit. Kotak itu diberi sekat yang dapat diloncati tikus, sisi satu diberi warna putih dan sisi lain diberi warna hitam. Dibunyikan bel bersamaan dengan pemberian kejutan listrik pada kotak putih yang membuat tikus kesakitan, yang segera dihentikan kalau tikus itu meloncat dari kotak putih ke kotak hitam. Ternyata sesudah terjadi proses belajar, warna kotak yang putih dan atau bunyi bel saja (tanpa kejutan listrik) telah membuat tikus meloncati sekat. Ini adalah reaksi takut terhadap rasa sakit. Percobaan ditingkatkan dengan menutp sekat dan memasang pengumpil yang harus ditekan tikus agar pintu penghubung ke sekat hitam terbuka (tikus bisa lari ke kotak hitam yang bisa bebas dari kejutan listrik dan bel berhenti). Ternyata kemudian tikus berhenti berusaha menabrak sekat (yang tidak dapat diloncati lagi), dan menemukan cara baru yakni menekan pengumpil untuk membuaka pintu sekat. Eksperimen ini mendemonstrasikan beberapa prinsip belajar yakni;

1. Classical conditioning (tikus terkondisi merespon bel sebagai tanda aka nada kejutan listrik)

2. Instrumental learning (tikus belajar respon meloncati sekat sebagai instrumental menghindari rasa sakit)

3. Extinction (tingkah laku meloncat tidak dilakukan lagi, diganti dengan menekan pengumpil)

4. Tampak pula primary drive (rasa sakit dan tertekan) memunculkan learned atau secondary drive (rasa takut) yang kemudian memotivasi tingkah laku organisme bahkan ketika sumber rasa sakit sudah tidak muncul.

Dari eksperimen-eksperimennya, Dollard dan Miller menyimpulkan bahwa sebagian besar dorongan sekunder yang dipelajari manusia, dipelajari melalui belajar rasa takut dan anxiety. Mereka juga menyimpulkan bahwa untuk bisa belajar orang harus menginginkan sesuatu, mengenali sesuatu, mengerjakan sesuatu dan mendapat sesuatu (want something, notice something, do something,  get something). Inilah yang kemudian menjadi empat komponen utama belajar, yakni drive, cue, response dan reinforcement.

1. Drive adalah stimulus (dari dalam diri organisme) yang mendorong terjadinya kegiatan tetapi tidak menentukan bentuk kegiatannya. Kekuatan drives tergantung kekuatan stimulus yang memunculkannya. Semakin kuat drivenya, semakin kuat tingkah laku yang dihasilkannya.

2. Cue adalah stimulus yang member petunjuk perlunya dilakuakn respon yang sesungguhnya. Pengertian cue mirip dengan pengertian realitas subjektif dari Rogers, yakni cue adalah petunjuk yang ada pada stimulus sepanjang pemahaman subjektif individu.

3. Response adalah aktivitas yang dilakukan seseorang. Menurut Miller, sebelum suatu respon dikaitkan dengan suatu stimulus, respon itu harus terjadi terlebih dahulu. Dalam situasi tertentu, suatu stimulus menimbulkan respon-respon yang berurutan, disebut initial hierarchy of response. Belajar akan menghilangkan beberapa respon

Page 22: bahan bahan

yang tidak perlu, menjadi resultant hierarchy yang lebih efektif mencapai tujuan yang diharapkan.

Reinforcement adalah hadiah sebagai drive pereda dorongan agar belajar bisa terjadi.[3]

Proses Mental yang Lebih Tinggi

Perluasan Stimulus – Respon

Miller memperluas apa yang dimaksud dengan stimulus – respon,. Untuk contoh kasus, seorang pilot yang pesawatnya meledak karena diserang musuh, kemudian sang pilot menjadi fobia, takut terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pesawat dan pertempuran. Konsep drive, cue, response dan reinforcement menjadi kurang tepat karena stimuli penyebab takut bukan lagi suara ledakan, tetapi juga pikirandan ingatan tentang pesawat dan ledakannya. Sehingga teori belajar bukan hanya menjelaskan tingkah laku yang sederhana, tetapi juga hal-hal yang makna dan terapannya berkaitan dengan persoalan kepribadian yang kompleks.

Pakar teori belajar tradisional umumnya beranggapan bahwa mengaburkan objektivitas dari definisi stimulus dan respon akan membuat teori belajar menjadi berbahaya yang sama dengan yang dihadapi psikoanalisis yakni; menjkadi sangat tidak cermat dan menipu. Namun perluasan pengertian itu membuat teori belajar tradisional terhindar dari objektivitas yang steril.

Generalisasi Stimulus

Menurut Miller, ada dua tipe interaksi individu dengan lingkungannya. Pertama, interaksi yang umumnya memiliki respon berdampak segera (immediate effect) terhadap lingkungan dan dituntun oleh cue atau situasi tunggal. Kedua, respon menghasilkan isyarat (cue producing response) yang fungsi utamanya membuka jalan terjadinya generalisasi atau diskriminasi.

Respon yang dipelajari dalam dalam kaitannya dengan suatu stimulus, dapat dipakai untuk menjawab stimulus lain yang bentuk atau wujud fisiknya mirip. Ini disebut generalisasi stimulus (stimulus generalization). Semakin mirip stimulus lain itu dengan stimulus aslinya, peluang terjadinya generalisasi tingkah laku, emosi, pikiran atau sikap semakin besar. Pada manusia, bisa terjadi generalisasi mediasi (mediated stimulus generalization), yakni generalisasi karena stimulus lain dengan stimulus asli dimasukkan ke dalam klasifikasi yang sama berdasarkan alasan (reasoning) tertentu, atau diberi label (nama) yang sama.

Reasoning

Cue Producing Response itu umumnya terjadi melalui sejumlah event internal yang disebut alur berpikir (train of thought). Reasoning pada dasarnya merupakan pengganti perbuatan nyata menjadi Cue Producing Response internal yang lebih efisien untuk memecahkan masalah daripada mencoba-coba. Reasoning memungkinkan orang menguji alternatif respon tanpa benar-benar mencobanya, sehingga menyingkat proses memilih tindakan pada masa yang akan datang, mengantisipasi respon agar menjadi lebih efektif. Lebih lanjut, urutan berpikir itu dapat dipandang sebagai hubungan stimulus-respon dalam kondisioning klasik.

Page 23: bahan bahan

Bahasa (Ucapan, Pikiran, Tulisan Maupun Sikap Tubuh)

Merupakan respon isyarat yang penting sesudah reasoning. Dua fungsinya yang penting sebagai respon isyarat adalah generalisasi dan diskriminasi. Dengan member label yang sama terhadap dua atau lebih event yang berbeda, terjadi generalisasi untuk meresponnya secara sama. Sebaliknya, label yang berbeda terhadap event yang hampir sama memaksa orang untuk merespon event itu secara berbeda pula. Perbedaan antara stimuli dipengaruhi oleh factor sosiokultural.

Milller sangat mementingkan peran bahasa dalam motivasi, hadiah dan pandangan ke depan. Kata mampu membangkitkan drive dan memperkuat atau member jaminan. Kata dapat berfungsi sebagai pengatur waktu, maksudnya kata dapat menguatkan tingkah laku sekarang secara verbal dengan menggambarkan konsekuensi masa yang akan datang. Jelasnya, intervensi verbal terhadap drive-cue-response-reinforcement telah membuat tingkah laku manusia menjadi semakin kompleks. Tanpa kata atau pikiran untuk mendukung motivasi lintas waktu, tingkah laku mungkin menjadi kurang konsisten dan kurang fleksibel.

Secondary Drives

Dalam masyarakat yang modern yang kompleks, tingkah laku tidak semata-mata diatur oleh penguat primer (misalnya, makanan dan air). Kehidupan manusia modern dibentuk oleh perjuangan memeroleh prestise, status, kebahagiaan, kekayaan, ketergantungan, dan sebagainya. Menurut Dollard dan Miller, stimulus atau cue apapun yang sering berasosiasi dengan kepuasan dorongan primer, dapat menjadi reinforcement sekunder.

Umumnya drive sekunder bersifat rentan, manakala drive itu berulang-ulang gagal menjadi reinforcement, drive itu menjadi lemah. Anak yang gagal mendapat pujian orang tua karena usahanya tidak mencapai prestasi yang diharapkan, sering berakibat anak menjadi bosan dan menolak berusaha mendapat pujian. Pada drive primer itu tidak terjadi. Namun ada juga drive sekunder yang sangat mantap, bahkan lebih kuat dibandingkan dengan drive lapar dan rasa sakit fisik. Misalnya nilai kebenaran dan integritas tetap dipertahankan (sebagai sumber reinforcement) sampai mati.

Model Konflik

Formulasi tingkah laku konflik dari Miller sangat terkenal. Tidak ada seorang pun yang kalis dari konflik berbagai motif dan kecenderungan, dan konflik yang parah sering mendasari tingkah laku menyedihkan dan simptom neurotik, karena konflik itu membuat orang tidak dapat merespon secara normal dapat meredakan drives yang tinggi. Ada tiga bentuk konflik, yakni konflik approach-avoidance (orang dihadapkan dengan pilihan nilai positif dan negatif yang ada di satu situasi), konflik avoidance-avoidance (orang dihadapkan dengan dua pilihan yang sama-sama negatif), dan konflik approach- approach (orang dihadapkan dengan pilihan yang sama-sama positif). Ketiga konflik itu yang mengikuti lima asumsi dasar mengenai tingkah laku konflik berikut:

1. Kecenderungan mendekat (Gradient of Approach); kecendrungan mendekati tujuan positif semakin kuat kalau orang semakin semakin dekat dengan tujuannya itu.

2. Kecenderungan menghundar (Gradient of Avoidance); kecenderungan menghundar dari stimulus negatif semakin kuat ketika orang semakin dekat dengan stimulus negative itu. Dua asumsi diatas sebagian dapat dijelaskan dari prinsip yang lebih

Page 24: bahan bahan

mendasar, yakni kecenderungan mendapat perkuatan (Gradient of Reinforcement) dan generalisasi stimulus (Stimulus Generalization). Pengertian kecenderungan mendapat perkuatan: hadiah dan hukuman yang segera diberikan memberi dampak lebih besar dibanding menundanya. Semakin dekat ke tujuan, kenikmatan sebagai dampak dari pencapaian tujuan itu akan semakin segera diperoleh. Sedang generalisasi stimulus adalah fenomena; semakin jelas tujuannya, terjadi proses generalisasi tujuan sebagai stimulus, dan semakin kuat stimulus itu mendorong terjadinya respon yang sesuai.

3. Peningkatan gradient of avoidance lebih besar dibanding gradient of approach.

4. Meningkatnya dorongan yang berkaitan dengan mendekat atau menghindar akan meningkatkan tingkat gradient. Jadi meningkatnya motivasi akan memperkuat gradient mendekat atau gradient menjauh pada semua titik jarak dari tujuan. Hal sebaliknya akan terjadi kalau dorongannya menurun.

5. Jikalau ada dua respon yang bersaing, yang lebih kuat akan terjadi.

Ketidaksadaran

Miller memandang penting faktor ketidaksadaran, tetapi formula analisis asal muasal factor ini berbeda denga Freud. Miller membagi isi-isi ketidaksadaran menjadi dua. Pertama ketidaksadaran berisi hal yang tidak pernah disadarai, sperti stimuli, drive dan respon yang dipelajari bayi sebelum bisa berbicara sehingga tidak memiliki label verbal. Juga apa yang dipelajari secara nonverbal, dan detil dari berbagai keterampilan motorik. Kedua, berisi apa yang pernah disadari tetapi tidak bertahan dan menjadi tidak disadari karena adanya represi. Orang belajar melakuakan represi, atau menolak memikirkan sesuatu yang menakutkan, rasa takut akan berkurang. Kurangnya rasa takut itu dapat dipandang sebagai suatu reinforcement dari tingkah laku tidak memikirkan (represi) hal yang menakutkan. Orang kemudian memiliki repertoire tingkah laku tidak mudah takut.

Kesadaran verbal sangat penting, karena label verbal sangat esensial dalam proses belajar. Generalisasi dan diskriminasi lebih efisien dengan memakai symbol verbal. Jika tanpa label maka kita dipaksa untuk bekerja dengan tingkat intelektual yang primitif. Kita harus terikat dengan ikatan stimulus yang nyata, dan tingkah laku kita mirip dengan tingkah laku bayi atau binatang yang tidak berbahasa.

1. D.      Perkembangan Kepribadian Neal E. Miller

Perangkat Innate, Respon Sederhana dan Primary Process

Miller menganggap perubahan dari bayi yang sederhana menjadi dewasa yang kompleks sebagai proses yang menarik, sehingga banyak karyanya yang menjelaskan masalah ini. Bayi memiliki tiga repertoire penting, yakni:

1. Refleks spesifik (specifics reflexes); Bayi memiliki beberapa refleks spesifik yang kebanyakan berupa respon tertentu terhadap stimulus atau kelompok stimulus tertentu. Misalnya, rooting reflex: sentuhan pada pipi direspon dengan memutar kepala kea rah pipi yang disentuh

2. Respon bawaan yang hirarkis (innate hierarchies of response);Kecenderungan melakukan respon tertentu sebelum melakukan respon lainnya. Misalnya, bayi berusaha menghindari stimulus yang tidak menyenangkan sebelum menangis.

Page 25: bahan bahan

3. Dorongan primar (primary drives); Stimulus internal yang kuat dan bertahan lama, yang biasanya berkaitan dengan proses fisiologik seperti lapar, haus dan rasa sakit. Drives ini memotivasi bayi untuk melakukan sesuatu tetapi tidak menentukan aktivitas spesifik apa yang harus dilakukan.

Melalui proses belajar, bayi berkembang dari tiga repertoire tingkah laku primitif diatas menjadi dewasa kompleks. Makhluk bayi itu terus-menerus berusaha mengurangi tegangan, dorongan, memunculkan respon-respon, menjawab stimuli baru, memberi reinforsemen respon baru, memunculkan motif sekunder dari drive primer, dan mengembangkan proses mental yang lebih tinggi melalui mediasi generalisasi stimulus.

Konteks Sosial

Kemampuan memakai bahasa dan respon isyarat sangat dipengaruhi oleh konteks sosial dimana orang itu berkembang. Sebagian besar interaksi anak dengan lingkungannya berkenaan dengan bagaimana menghasilkan symbol komunikasi verbal (verbal cues), serta bagaimana memahami simbol verbal produk orang lain. Bahasa adalah produk sosial, dan kalau proses bahasa itu penting, lingkungan sosial pasti juga penting dalam perkembangan kepribadian.

Miller menekankan saling ketergantungan antara tingkah laku dengan lingkungan sosiokultural. Ditunjukkannya bagaimana psikolog memberikan prinsip belajar yang membantu ilmuwan sosial memeperhitungkan secara sistematik event kultural yang penting, dan sebaliknya bagaimana ilmuwan sosial membantu teoritisi belajar menyesuaikan prinsip-prinsip belajar dengan pengalaman nyata manusia yang menjadi kondisi belajar. Bagi Miller prinsip-prinsip belajarnya dapat diterapkan lintas budaya. Mereka yakin bahwa tingkah laku orang dipengaruhi oleh masyarakatnya.

Situasi Pembelajaran (Training Situation)

Seperti teoritisi psikoanalitik, Miller menganggap 12 tahun kehidupan awal sangat penting dalam menentukan tingkah laku dewasa. Berbeda dengan orang dewasa (dan anak) yang memiliki cara untuk keluar dari situasi yang menimbulkan frustrasi. Ada banyak peristiwa dimana konflik mental parah yang tidak disadari dapat terjadi. Dollard dan Miller mengemukakan empat hal yang mudah menimbulkan konflik dan gangguan emosi, yakni; situasi pemberian makan, toilet training(latihan kebersihan), pendidikan seks awal, dan latihan mengatur marah dan agresi. Analisis Miller terhadap empat situasi latihan diatasbanyak memakai formulasi Freud.

Tabel Asal Muasal Konflik Emosional: Situasi Belajar yang Kritis

ffikasi Lingkungan Prediksi Hasil Tingkah Laku

Tinggi ResponsifSukses, melaksanakan tugas yang sesuai dengan

kemampuannya

Rendah Tidak responsifDepresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang

dianggapnya sulit

Tinggi Tidak ResponsifBerusaha keras mengubah lingkungan menjadi responsive,

melakukan protes, aktivitas sosial, bahkan memaksakan perubahan

Page 26: bahan bahan

Rendah Responsif Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu

1. Situasi makan (feeding situation); adalah situasi pertama yang banyak mengajarkan sesuatu.

2. Pendidikan kebersihan (cleaning training); Belajar mengontrol proses urinasi dan defakasi merupakan tugas yang kompleks dan sulit bagi bayi.

3. Pendidikan seks awal (Early sex training); Tabu mengenai masturbasi yang membuat anak merasa sangat berdosa sesudah melakukan masturbasi, bersumber dari orang tua yang menanamkan dalam diri anak kecemasan yang sangat dalam seks.

Pengendalian marah dan agresi (Anger-anxiety); Apabila anaknya marah, orang tua sering mengamuk, menghukum, sehingga anak belajar menekan rasa marahnya. Tanpa rasa marah ini akan membuat kepribadian anak tidak dapat berkembang

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Neal E. Miller dilahirkan di Milwaukee, Wisconsin, pada tanggal 3 Agustus 1909 dan meraih gelar B.S.-nya dari Universitas Washington pada tahun 1931. Ia meraih gelar M,.A.-nya dari Universitas Stanford pada tahun 1932 dan Ph.D.-nya di bidang psikologi dari Universitas Yale pada tahun 1935. Dari tahun 1932 sampai dengan tahun 1935 ia menjadi asisten di bidang Psikologi pada Institute of Human Relations dan antara tahun 1935-1936 ia mendapat bersiswa dari Social Science Researc Council dan memanfaatkannya untuk mengikuti pendidikan analisis pada Institut Psikoanalisis Wina. Dari tahun 1936 sampai tahun 1940, menjadi asisten dosen dan selanjutnya lektor pada Institute of Human Relations. Ia menjadi peneliti dan lektor pada tahun 1941. Dari tahun 1942 sampai tahun 1946, ia memimpin suatu proyek penelitian psikologi untuk Angkatan Udara AS. Pada tahun 1946, ia kembali ke Universitas Yale, menjadi profesor dalam program kuliah James Rowland Angell di bidang psikologi pada tahun 1952. Ia menetap di Yale sampai tahun 1966n dan selanjutnya menjadi profesor psikologi dan kepala Laboratorium Psikologi Fisiologis pada Universitas Rockefeller. Selain karena kerjasamanya dengan John Dollard, Miller juga sangat terkenal di kalangan psikologi berkat karya eksperimental dan teoretisnya yang cermat tentang proses pemerolehan dorongan-dorongan, hakikat perkuatan, dan penelitian tentang konflik. Penelitian awalnya semata-mata bersiifat behavioral, tetapi sejak tahun 1950-an Miller mulai menaruh perhatian pada mekanisme-mekanisme fisiologis yang mendasari dorongan dan perkuatan serta gejala-gejala sejenislainnya. Karya ini disajikan secara rinci dalam terbitan-terbitan jurnal, meskipun banyak di antaranya telah pula diringkaskan dalam tiga bab buku pegangan yang sangat elok (Miller, 1944, 1951a, 1959). Penghargaan atas sumbangan-sumbangannya tercermin pada berbagai tanda jasa yang diterimanya. Ini meliputi keanggotaannya dalam National Academy of Science yang bergengsi itu, terpilih menjadi ketua American Psychological Association (1959), menerima medali Warren dari Society of Experimental Psychologist (1957), dan menerima Medal of Science dari Presiden (1965), suatu tanda kehormatan yang hanya dimilikinya bersama dua ilmuwan behavioral lain.

Kebiasaan (habit) adalah satu-satunya elemen dalam teori Neal E Miller yang memiliki sifat struktural. Habit adalah ikatan atau asosiasi antara stimulus dengan respon, yang relative stabil dan bertahan lama dalam kepribadian. Karena itu gambaran kebiasaan seseorang

Page 27: bahan bahan

tergantung pada event khas yang menjadi pengalamannya. Namun susunan kebiasaan itu bersifat sementara. Maksudnya, kebiasaan hari ini mungkin berubah berkat pengalaman baru keesokan harinya. Mereka menganggap penting kelompok habit dalam bentuk stimulus verbal dari orang itu sendiri atau dari orang lain, dan responnya yang umum juga berbentuk verbal. Neal E Miller juga mempertimbangkan dorongan sekunder (secondary drives), seperti rasa takut sebagai bagian kepribadian yang relative stabil.

Dinamika kepribadian menurut Neal E Miller meliputi,  Motivasi – Dorongan (Motivation – Drives),  Proses Belajar, Proses Mental yang Lebih Tinggi, Model Konflik, dan Ketidaksadaran,

v Motivasi –Dorongan

Miller sangat memusatkan perhatiannya pada motif-motif penting seperti kecemasan atau dorongan  Proses umum yang mungkin berlaku untuk semua motif, Miller mengemukakan bahwa bukan hanya dorongan primer yang diganti oleh dorongan sekunder, tetapi hadiah atau penguat yang primer ternyata juga diganti dengan hadiah atau penguat sekunder, Hadiah (penguat sekunder) lama-kelamaan menjadi tidak efektif kecuali kalau hadiah (penguat sekunder) itu kadang masih berlangsung bersamaan dengan penguat primer.

v Proses belajar

Sebagian besar dorongan sekunder yang dipelajari manusia, dipelajari melalui belajar rasa takut dan kecemasan. Kemudian untuk bisa belajar, orang harus menginginkan sesuatu, mengenalinya, mengerjakannya dan mendapatkannya. Menurut Neal E Miller, ada 4 komponen utama belajar yaitu, Drive, Cue, Response, Reinforcement.

v Proses mental yang tinggi

Ø Generalisasi stimulus (stimulus generalization. Semakin mirip stimulus lain itu dengan stimulus aslinya, maka peluang terjadinya generalisasi tingkah laku, emosi, pikiran atau sikap semakin besar

Reasoning. Reasoningmemberi kemudahan untuk merencanakan, menekankan tindakan pada . Reasoning masa yang akan datang, mengantisipasi respon agar menjadi lebih efektif.

Ø Bahasa (ucapan, pikiran, tulisan maupun sikap tubuh). Kata dapat menguatkan tingkah laku sekarang secara verbal dengan menggambarkan konsekuensi masa yang akan datang

Ø Secondary drive,            Stimulus atau cue yang sering berasosiasi dengan kepuasan dorongan primer dapat menjadi reinforcement sekunder. Semua drive sekunder, dapat dianalisis asosiasinya dengan drive primer,

v Model Konflik

Menurut Neal E Miller, konflik membuat orang tidak dapat merespon secara normal

v Ketidaksadaran

Page 28: bahan bahan

Menurut Neal E Miller, faktor ketidaksadaran sangat  penting, tetapi berbeda dengan Freud . Neal E Miller membagi isi-isi ketidaksadaran menjadi dua, yaitu

Ø ketidaksadaran berisi hal yang tidak pernah disadari juga apa yang dipelajari secara nonverbal dan detail dari berbagai ketrampilan motorik.

Ø Berisi apa yang pernah disadari tetapi tidak bertahan dan menjadi tidak disadari karena adanya represi.

Perkembangan kepribadian menurut Neal E Miller ada 3 yaitu diantaranya, Perangkat Innate, Respon Sederhana dan Primary Process, Konteks Sosial, Situasi Pembelajaran (Training Situation).

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol, 2004, Psikologi Kepribadian, Malang: UMM Press

A. Supartiknya, (Calvin, S. Hall), 1998, Teori-teori Sifat dan Behavioristik, Yogyakarta: IKAPI-KANISIUS

Georee, George, 2005, Sejarah Psikologi, Yogyakarta: Primasophie

http://a11no4.wordpress.com/2010/03/21/teori-stimulus-respon-hull-dollard-miller/

[1] http://a11no4.wordpress.com/2010/03/21/teori-stimulus-respon-hull-dollard-miller/

[2] Alwisol, Psikologi Kepribadian (Malang: UMM Press, 2004), hal. 401-402

[3] George Georee, Sejarah Psikologi (Yogyakarta: Primasopthie, 2005), hal. 402-405

A11no4's Weblog The miles are getting longer, it seems..

Beranda About

« Aphasia, Apa lagi   sih? Kenali Dyscalculia sejak   dini »

21 Mar

Page 29: bahan bahan

Teori Stimulus Respon Hull, Dollard & Miller

Posted 21 Maret 2010 by a11no4 in Psikologi. Ditandai:Psikologi. 15 Komentar

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

John Dollard dan Neil E. Miller keduanya mengabdi di Institute Of Human Relation, antara Dollard dan Neil E. Miller berbeda dalam mengambil suatu gagasan namun dengan pendekatan psikoanalisis antropologi dan sosial keduanya melakukan sebuah gagasan teori yang nantinya sangat berpengaruh di bidang psikologi yang dikenal dengan stimulus- response theory yang berkaitan dengan teori belajar.

Dari teori yang diketemukan oleh Dollard dan Miller bahwa mereka beranggapan bahwa kebiasaan merupakan salah satu elemen dalam struktur kepribadian, kemudian bagaimana Dollard dan Miller menjelaskan dinamika kepribadian, perkembangan kepribadian serta tingkah laku abnormal.

1. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalahnya seperti apa dinamika kepribadian dalam teori stimulus respon Hull, Dollard dan Miller.

1. TUJUAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah agar dapat mengerti lebih jauh tentang teori stimulus respon Hull, Dollard dan Miller.

1. MANFAAT

Makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang teori stimulus respon Hull, Dollard dan Miller.

BAB II

PEMBAHASAAN

2.1. Clark L. Hull

2.1.1. Biografi

Leonard Clark Hull dilahirkan di Akron, New York pada 24 Mei 1884. Ia dibesarkan di Michigan, dan mendiami satu kelas selama bertahun-tahun. Hull mempunyai masalah kesehatan di mata. Orang tuanya miskin, dan Hull pernah menderita polio. Pendidikan yang ditempuhnya beberapa kali terputus karena sakit dan masalah keuangan. Tetapi setelah lulus,

Page 30: bahan bahan

dia memenuhi syarat sebagai guru dan menghabiskan banyak waktunya untuk mengajar di sekolah negeri yang kecil di Sickle, Michigan.

Setelah memperoleh bachelor dan gelar master di Universitas Michigan, ia beralih ke psikologi, dan menerima Ph.D. psikologi di tahun 1918 dari University of Wisconsin, dimana dia tinggal selama sepuluh tahun sebagai instruktur. Penelitian doctor- nya pada “Aspek kuantitatif dari Evolution of Concepts” telah diterbitkan dalam Psychological Monographs. Selama waktu itu, Hull mempelajari efek dari merokok tembakau pada kinerja, yang kemudian dibahasnya pada beberapa literatur yang disertai dengan pengujian, selanjutnya mulai penelitian tentang saran dan hipnose. Pada 1929, Clark Hull melanjutkan penelitiannya di Yale University dan mulai serius terhadap perkembangan teori perilakunya. Sampai akhir karirnya, Hull dan mahasiswa didominasi behavioristik psikologi. Clark Hull meninggal pada 10 Mei 1952, di New Haven, Connecticut.

Hull adalah seorang tokoh teori belajar behavioristik. Hull tertarik dengan teori belajar yang membuat dia menghasilkan beberapa buku yang berhubungan dengan teori belajar, antara lain Mathematico Deductive Theory of Role Learning yang ditulis bersama-sama dengan Hovland, Perkins, dan Fitch. Hull juga menulis Principles of Behavior and Essentials of Behavior. Buku terakhir yang ditulisnya adalah A Behavior System. Selain menulis buku Hull juga menulis sejumlah artikel bagi majalah-majalah profesional.

2.1.2. Konsep dan Teori Belajar

Clark L. Hull mendasarkan teori belajarnya pada tingkah laku yang diselidiki dengan hubungan perkuatan S- R. Metode yang digunakan merupakan metode matematika, deduktif, dan dapat dites atau diuji. Teori dari Hull sebenarnya tidak jauh beda dengan teori belajar lainnya. Beberapa persamaan teori belajar Hull dengan teori belajar sebelumnya adalah sebagai berikut:

a)      Berdasarkan asosiasi S-R

b)      Berdasarkan cara melangsungkan hidup.

c)      Berdasarkan kebutuhan biologis dan pemenuhannya.

d)     Orientasinya kepada teori Pavlov.

Hull juga mengembangkan beberapa definisi, antara lain:

1. Kebutuhan (Need)

Kebutuhan merupakan keadaan organisme yang menyimpang dari kondisi biologis optimum pada umumnya yang digunakan untuk melangsungkan hidupnya. Jika kebutuhan tersebut timbul maka organisme akan bertindak untuk memenuhi kebutuhannya, hal tersebut dinamakan mereduksi kebutuhan dan teori belajarnya disebut teori reduksi kebutuhan atau need reduction theory.

1. Dorongan (Drive)

Page 31: bahan bahan

Kondisi kekosongan ganda organisme sehingga mendorong untuk melakukan sesuatu. Istilah lain dari dorongan adalah motif. Adakalanya seseorang merasa ingin melakukan sesuatu namun orang tersebut tidak memiliki dorongan untuk melakukannya.

1. Perkuatan (Reinforcement)

Sesuatu yang dapat memperkuat hubungan S- R, dan respon terhadap stimulus tersebut dapat mengurangi ketegangan kebutuhan. Perkuatan biasanya berupa hadiah.

Kebutuhan yang timbul akan menyebabkan terbentuknya suatu perilaku yang akan mereduksi kebutuhan secara berangsur-angsur yang dapat dipelajari responnya. Stimulus yang dapat menimbulkan respon adalah stimulus yang mengenai saraf sensoris atau reseptor kemudian menimbulkan impuls yang masuk afferent, yaitu saraf gerak dan dapat mengaktifkan otot- otot maskuler.

S dengan huruf besar merupakan stimulus dan obyeknya. s dengan huruf kecil merupakan stimulus dalam organisme, stimulus yang sudah berupa impuls. Impuls merupakan perangsang atau stimulus yang sudah ada dan bekerja dalam saraf. Dalam teori kali ini yang akan kita pakai S dengan huruf besar.

Hull membedakan tendensi untuk timbulnya R dan r. R untuk respon yang nampak, faktual, dan r adalah predisposisi respon yang masih dalam aktivitas saraf. r merupakan respon yang masih ada didalam organisme, jadi tidak nampak, tapi mempengaruhi tingkah laku. Hull mengganti S- R menjadi SHR, dimana H merupakan habit.

Hull membedakan antara learning dengan performance. Tindakan dipengaruhi oleh banyak hal, tetapi belajar hanya dipengaruhi oleh faktor jumlah waktu, respon khusus terjadi karena kontinu dengan perkuatan. Menurut Hull tingkah laku bersumber pada kebutuhan yang merupakan tuntutan hidup.

2.1.3. Postulat yang Diajukan Oleh Hull

Hull mengajukan enam belas postulat dalam cakupan enam hal yakni sebagiai berikut:

1. Tanda-tanda luar yang mendorong atau membimbing tingkah laku dan representasi neuralnya atau saraf.

Postulat 1: Impuls saraf afferent dan bekas lanjutannya. Jika suatu perangsang mengenai reseptor, maka timbullah impuls saraf afferent dengan cepat mencapai puncak intensitasnya dan kemudian berkurang secara berangsur-angsur. Sesaat saraf afferent berisi impuls dan diteruskan kepada saraf sentral dala beberapa detik dan seterusnya timbul respon. S- R diubah menjadi S- s- R atau S- s- r- R. Simbol s adalah impuls atau stimulus trace dalam saraf sensoris, dan simbol r adalah impuls respon yang masih dalam saraf fferent.

Postulat 2: Interaksi saraf afferent. Impuls dalam suatu saraf afferent dapat diteruskan ke satu atau lebih saraf afferent lainnya. R timbul tidak hanya karena satu stimulus, tetapi lebih dari satu S yang lalu terjadi kombinasi berbagai stimulus. Rumusnya akan berubah menjadi S- r- R.

1. Respon terhadap kebutuhan, hadiah dan kekuatan kebiasaan.

Page 32: bahan bahan

Postulat 3: Respon-respon bawaan terhadap kebutuhan (tingkah laku yang tidak dipelajari).Sejak lahir organisme mempunyai hierarki respon penentu kebutuhannya yang timbul karena ada rangsangan-rangsangandan dorongan. Respon terhadap kebutuhan tertentu bukan merupakan respon pilihan secara random, tetapi respon yang memang ditentukan oleh kebutuhannya, misalnya mata kena debu maka mata berkedip dan keluar air mata.

Postulat 4: Hadiah dan kekuatan kebiasaan; kontiguitas dan Reduksi Dorongan sebagai kondisi-kondisi untuk belajar.

1. Kekuatan kebiasaan akan bertambah jika kegiatan-kegiatan reseptor dan efektor terjadi dalam persamaan waktu yang menyebabkan hubungan kontiguitif dengan hadiah pertama dan hadiah kedua. Simbol kekuatan kebiasaan adalah sHs. Stimulus pengganti (ekuaivalen)

Postulat 5: Generalisasi (penyamarataan)

Kekuatan kebiasaan yang efektif timbul karena stimulus lain daripada stimulus pertama yang menjadi persyaratan bergantung kepada penindakan stimulus kedua dari yang pertama dalam kesatuan yang terus menerus dari ambang perbedaan, dengan kata lain yang ingin dibentuk merupakan hasil rata-rata persyaratan stimulus berikutnya.

1. Dorongan-dorongan sebagai akitivator respon.

Postulat 6: Stimulus dorongan. Hubungan dengan tiap-tiap dorongan adalah stimulus dorongan karakteristik yang intensitasnya meningkat dengan kekuatan dorongan.Postulat 7: Potensi reaksi yang ditimbulkan oleh dorongan. Kekuatan kebiasaan disintesiskan kedalam potensi reaksi dengan dorongan-dorongan primer yang timbul pada saat tertentu.

1. Faktor-faktor yang melawan respon-respon

Postulat 8: Pengekangan reaksi. Timbulnya suatu reaksi menyebabkan pengekangan reaksi yang lain. Suatu kejemuan untuk mengulangi respon. Pengekangan reaksi adalah penghamburan waktu yang spontan.

Postulat 9: Pengekangan yang dikondisikan (diisyaratkan). Stimuli yang dihubungkan dengan penghentian respon menjadi pengekangan yang dikondisikan.

Postulat 10: Osilasi pengekangan.

Potensial pengekangan dihubungkan dengan potensial reaksi yang bergoyang terus menerus pada waktu itu.

1. Bangkitnya respon.

Postulat 11: Reaksi ambang perangsang. Potensi reaksi efektif yang momentum harus melampaui reaksi ambang perangsang sebelum stimulus membangkitkan reaksi. Postulat 12: Kemungkinan reaksi diatas ambang perangsang. Kemungkinan respon adalah fungsi normal dari potensi reaksi efektif melampaui reaksi ambang perangsang.Postulat 13: Latensi (keadaan diam atau berhenti). Makin potensi reaksi efektif melampaui reaksi ambang perangsang makin pendek latensi respon, artinya respon makin cepat timbul.

Page 33: bahan bahan

Postulat 14: Hambatan berhenti (ekstingsi). Makin besar potensi reaksi efektif, makin besar respon yang timbul tanpa perkuatan, sebelum berhenti atau ekstingsi.

Postulat 15: Amplitudo respon (besarnya respon). Besarnya dorongan dilantari atau disebabkan oleh peningkatan kekuatan potensi efektif reaksi dalam sistem saraf otonom.Postulat 16: Respon-respon yang bertentangan. Jika potensi-potensi reaksi kepada dua atau lebih respon-respon yang bertentangan terjadi dalam organisme pada waktu yang sama, maka hanya reaksi yang mempunyai potensi reaksi yang lebih besar akan terjadi responnya.

Hull mengajukan postulat- postulat tersebut dengan maksud ingin mempelajari terbentuknya tingkah laku secara sistematis dan matematis. Dari enam belas postulat yang menjadi inti adalah postulat nomor empat, yakni mengenai hadiah dan kekuatan kebiasaan.

Peningkatan dari hadiah yang berturut- turut memuncak terbentuknya kombinasi kekuatan kebiasaan yang bergantung kepada peningkatan hadiah. Jika ditarik esensi teori belajar pada analisis Hull adalah operasi dasar hadiah, pengaruh ulangan, dan gradiasi hadiah.

Hull mengemukakan ada tiga fungsi yang berbeda mengenai dorongan, yaitu:

—  Tanpa adanya suatu dorongan tidak akan ada perkuatan primer, sebab perkuatan primer akan menyebabkan penurunan cepat dari dorongan.

—  Tanpa adanya dorongan tidak akan timbul respon, sebab dorongan akan mengaktivir kebiasaan dalam potensi reaksi. Hull berasumsi bahwa dorongan akan melipatgandakan kekuatan kebiasaan.

—  Tanpa stimulus dorongan yang jelas, tidak akan terjadi regulasi kebiasaan dari kebutuhan pada organisme, maka tidak ada cara untuk mempelajari.

2.1.4. Hypotetico Deductive Theory

Teori belajar ini dikembangkan Hull dengan menggunakan metode deduktif. Hull percaya bahwa pengembangan ilmu psikologi harus didasarkan pada teori dan tidak semata-mata berdasarkan fenomena individual atau secara induktif. Teori ini terdiri dari beberapa postulat yang menjelaskan pemikirannya tentang aktivitas otak, reinforcement, habit, reaksi potensial, dan lain sebagainya (Lundin, 1991, pp.193-195).

Sumbangan utama Hull adalah pada ketajaman teorinya yang detil, ditunjang dengan hasil-hasil eksperimen yang cermat dan ekstensif. Akibatnya ide Hull banyak dirujuk oleh para ahli behavioristik lainnya dan dikembangkan. Namun walaupun demikian Hull juga mendapatkan banyak kritikan yang diberikan padanya, diantaranya sebagai berikut:

1. Teorinya dianggap terlalu kompleks dan sulit dimengerti. Dalam setiap penelitiannya Hull selalu mengembangkan sistem yang rumit dan sangat bergantung kepada matematika elaborasi.

2. Idenya tentang proses internal dianggap abstrak dan sulit dibuktikan melalui eksperimen empiris.

3. Partikularistic, usaha untuk menggeneralisasi hasil eksperimen secara berlebihan.

Page 34: bahan bahan

2.1.5. Mathematico Deductive Hull

Teori belajar ini merupakan satu perlakuan sistematis dari belajar berdasarkan teori pengkondisian klasik dan dinyatakan dalam bentuk postulat- postulat deduktif dan akibat- akibatnya yang bersifat wajar. Hukum asasi dari perolehan kemahiran beranggapan bahwa kekuatan kebiasaan itu dibangun secara beransur- angsur dalam bentuk tambahan atau kenaikan- kenaikan kebiasaan, lewat penguatan yang berdekatan dari unit- unit S- R atau stimulus- respon.

Kekuatan kebiasaaan itu bisa dibuat peka kedalam bentuk daya guna atau prestasi oleh dorongan- dorongan (drives). Apabila tidak terdapat unsur dorongan, prestasi akan menurun sampai angka nol. Bila tidak ada kekuatan kebiasaan, prestasi juga akan menurun sampai titik nol karena dorongan dan kekuatan kebiasaaan itu saling berhubugnan dalan satu fungsi yang multiplikatif (fungsi perkalian). Oleh karena semua teori- teori yang berdasarkan prinsip-prinsip pengkondisian ternyata benar, maka Hull menggunakan teori pemusnahan dan penghambatan, agar bisa menerangkan dan menghitung masalah penyusutan reaksi. Pemusnahan jelas disebabkan oleh pengulangan tanpa upaya penguatan pada reaksi-rekasi. Perangsang yang berasosiasi dekat dengan satu reaksi yang mengalami proses pemusnahan atau pemadaman, akan mampu menghambat munculnya reaksi tersebut. Peristiwa lupa akan material verbal atau hal- hal lisan, diduga merupakan satu kemunduran atau kerusakan fungsi sepanjang perjalanan waktu. Untuk mengukur jalannya proses belajar, Hull mengemukakan beberapa kemungkinan diantaranya:

1. Latensi (tersembunyi, belum kelihatan) reaksi, atau kecepatan dengan mana satu reaksi muncul mengikuti penyajian perangsangnya.

2. Kemungkinan reaksi.

3. Jumlah ulangan-ulangan yang diperlukan untuk bisa mengakibatkan pemusnahan.

2.2. Dollard & Miller

2.2.1. Biografi

2.2.1.1 John Dollard

John Dollard dilahirkan di Menasha, Wisconsin, pada tanggal 29 Agustus 1900. Ia menerima gelar A.B. dari Universitas Wisconsin pada tahun 1922 dan berturut-turut meraih M.A. (1930) dan Ph.D.-nya (1931) dalam bidang sosiologi di Universitas Chicago. Dari tahun 1926 sampai dengan 1929 la menjadi salah seorang pembantu rektor Universitas Chicago.

Pada tahun 1932 ia menerima jabatan rektor di bidang antropologi di Universitas Yale dan pada tahun berikutnya menjadi rektor di bidang sosiologi pada Institut of Human Relations yang baru saja didirikan. Pada tahun 1935, ia menjadi peneliti pada institut tersebut dan pada tahun 1948 menjadi peneliti dan profesor di bidang psikologi. Ia dipensiunkan sebagai profesor pada tahun 1969. Ia memperoleh pendidikan dalam psikoanalisis dari Institut Berlin dan menjadi anggota dari Western New England Psychoanalytic Society. Keyakinan Dollard dan dedikasi pribadinya terhadap penyatuan ilmu-ilmu pengetahuan sosial tercermin tidak hanya dalam tulisan- tulisannya tetapi juga dalam fakta bahwa ia pernah mengemban tugas- tugas akademik di bidang antropologi, sosiologi, dan psikologi pada satu universitas.

Page 35: bahan bahan

Dollard telah menulis banyak artikel teknis dalam ilmu-ilmu pengetahuan sosial mulai dari etnologi sampai psikoterapi. Ia telah mengarang sejumlah buku yang juga mencerminkan minatnya yang luas itu. Caste and class in a Southern town (1937) adalah suatu penelitian lapangan yang sangat dihargai mengenai peranan orang- orang kulit hitam dalam suatu masyarakat di bagian selatan di AS dan merupakan salah satu contoh karya awal analisis kebudayaan dan kepribadian. Karya ini disusul oleh sebuah buku serupa, Children of bondage (1940), yang ditulis bersama Allison Davis. Ia menerbitkan dua buku berisi analisis psikologis tentang rasa takut: Victory over fear (1942) dan Fear in battle (1943); dan suatu monograf penting mengenai penggunaan bahan sejarah kehidupan, Criteria for the life history (1936). Bersama Frank Auld dan Alice White ia menerbitkan Steps in psychotherapy (1953), sebuah buku yang menyajikan suatu metode psikoterapi yang mencakup pendes-kripsian yang rinci tentang individu yang sedang dalam perawatan, dan bersama Frank Auld menerbitkan Scoring human motives (1959).

2.2.1.2. Neil Miller

Neal Miller dilahirkan di Milwaukee, Wisconsin, pada tanggal 3 Agustus 1909 dan meraih gelar B.S.-nya dari Universitas Washington pada tahun 1931. Ia meraih gelar M,.A.-nya dari Universitas Stanford pada tahun 1932 dan Ph.D.-nya di bidang psikologi dari Universitas Yale pada tahun 1935. Dari tahun 1932 sampai dengan tahun 1935 ia menjadi asisten di bidang Psikologi pada Institute of Human Relations dan antara tahun 1935-1936 ia mendapat beasiswa dari Social Science Researc Council dan memanfaatkannya untuk mengikuti pendidikan analisis pada Institut Psikoanalisis Wina. Dari tahun 1936 sampai tahun 1940, menjadi asisten dosen dan selanjutnya lektor pada Institute of Human Relations. Ia menjadi peneliti dan lektor pada tahun 1941. Dari tahun 1942 sampai tahun 1946, ia memimpin suatu proyek penelitian psikologi untuk Angkatan Udara AS. Pada tahun 1946, ia kembali ke Universitas Yale, menjadi profesor dalam program kuliah James Rowland Angell di bidang psikologi pada tahun 1952. Ia menetap di Yale sampai tahun 1966n dan selanjutnya menjadi profesor psikologi dan kepala Laboratorium Psikologi Fisiologis pada Universitas Rockefeller.

Selain karena kerjasamanya dengan John Dollard, Miller juga sangat terkenal di kalangan psikologi berkat karya eksperimental dan teoritisnya yang cermat tentang proses pemerolehan dorongan- dorongan, hakikat perkuatan, dan penelitian tentang konflik. Penelitian awalnya semata- mata bersifat behavioral, tetapi sejak tahun 1950-an Miller mulai menaruh perhatian pada mekanisme- mekanisme fisiologis yang mendasari dorongan dan perkuatan serta gejala- gejala sejenis lainnya. Karya ini disajikan secara rinci dalam terbitan-terbitan jurnal, meskipun banyak di antaranya telah pula diringkaskan dalam tiga bab buku pegangan yang sangat elok (Miller, 1944, 1951a, 1959). Penghargaan atas sumbangan-sumbangannya tercermin pada berbagai tanda jasa yang diterimanya. Ini meliputi keanggotaannya dalam National Academy of Science yang bergengsi itu, terpilih menjadi ketua American Psychological Association (1959), menerima medali Warren dari Society of Experimental Psychologist (1957), dan menerima Medal of Science dari Presiden (1965), suatu tanda kehormatan yang hanya dimilikinya bersama dua ilmuwan behavioral lain.

Miller dan Dollard bersama- sama telah menulis dua buku yang berisi penerapan versi yang disederhanakan dari teori Hull pada masalah- masalah yang menjadi garapan psikolog sosial (Social leraning and imitation, 1941) dan pada masalah- masalah yang menjadi perhatian psikolog klinis atau psikolog kepribadian (Personality and psychotherapy, 1950).

Page 36: bahan bahan

2.2.2. Teori Belajar

Teori ini termasuk dalam aliran Behaviorisme moderat dan merupakan modifikasi serta penyederhanaan Teori Perkuatan Leonard Clark Hull yang dihasilkan oleh kerjasama dari John Dollard dan Neal Miller. Selain itu, teori ini juga bertolak dari Teori Psikoanalitis serta temuan- temuan dan generalisasi dari antropologi sosial. Maka tidak diragukan lagi teori ini bercorak klinis dan sosial.

Teori Perkuatan Dollard dan Miller dihasilkan dari eksperimen laboratorium dengan menggunakan tikus. Dalam eksperimen, seekor tikus laboratorium dimasukkan dalam kotak persegi dengan lantai berjaringan kabel listrik dan sebuah sekat rendah yang memisahkan kotak tersebut menjadi dua. Sebuah bel listrik dipasang dan diatur sedemikian rupa sehingga pada saat percobaan berlangsung, bel listrik tersebut berbunyi bersamaan dengan dialirinya listrik yang terputus-putus melalui kabel listrik pada kotak tersebut. Tikus yang terkejut karena aliran listrik melakukan variasi respon, hingga akhirnya tikus melakukan respon melompati sekat rendah tersebut dan listrik berhenti mengalir serta bel berhenti berbunyi. Percobaan ini diulang terus dan didapatkan bahwa respon melompati sekat rendah sejak bel berbunyi dan listrik mengalir waktunya semakin lama semakin berkurang.

Pada percobaan berikutnya, tikus dimasukkan lagi ke dalam kotak dan bel dibunyikan tapi listrik tidak mengalir. Bel ini terus berbunyi dan baru berhenti ketika tikus melompati sekat rendah di tengah kotak. Akhirnya, tikus ini melakukan respon melompati sekat rendah dan berpindah ke ruang lain di kotak tersebut ketika hanya bel saja yang dibunyikan.

Sesi percobaan berikutnya pun dilakukan oleh Dollard dan Miller. Kali ini, sebuah pengungkit ditambahkan dalam kotak. Tikus lalu dimasukkan ke dalam kotak dan bel dibunyikan. Tikus tersebut melompati sekat rendah, namun bel listrik tidak berhenti berbunyi. Berbagai variasi respon pun dilakukan oleh tikus hingga akhirnya tikus menekan pengungkit dan bel berhenti berbunyi. Percobaan terus diulang dan tikus semakin lama semakin cepat melakukan respon menekan pengungkit segera setelah bel listrik dibunyikan.

Eksperimen ini secara keseluruhan menggabungkan antara pengkondisian klasikal dan pengkondisian operan. Ketika aliran listrik (stimulus tidak terkondisi/ST) dipasangkan dengan bunyi bel listrik (stimulus terkondisi/SK) dan tikus mengasosiasikan bunyi bel listrik dengan aliran listrik, maka pengkondisian klasikal telah terjadi. Kemudian ketika tikus berhasil melakukan respon (R) yang tepat untuk menghindari aliran listrik dan bunyi bel tersebut, yaitu dengan melompati sekat rendah, maka pengkondisian operan juga telah terjadi. Dan gabungan dari keduanya menyebabkan tikus akan melakukan respon melompati sekat rendah (R) ketika ia hanya mendengar bunyi bel listrik saja (SK) yang telah menggantikan fungsi aliran listrik (ST). Respon yang mendapat perkuatan saja (dalam hal ini terbebas dari rasa sakit akibat aliran listrik dan juga asosiasinya (bunyi bel listrik) yang cenderung diulang. Hal ini bisa kita lihat dari perubahan respon melompati sekat rendah menjadi respon menekan pengungkit ketika respon melompati sekat rendah tidak lagi bisa dilakukan untuk mendapat perkuatan.

Satu hal lagi yang penting untuk diperhatikan dalam teori Dollard dan Miller dari percobaan ini adalah adanya sesuatu yang disebut respon internal (r) yang kemudian menjadi dorongan (drive/SD) sebagai isyarat (cue) untuk melakukan respon terbuka (R). Respon internal (r) ini berupa rasa takut akan rasa sakit yang timbul dari aliran listrik (rasa sakit ini sendiri adalah dorongan yang bersifat bawaan; contoh lainnya adalah rasa lapar, haus, dan seks.

Page 37: bahan bahan

Menurut Dollard dan Miller, asosiasi yang terjadi antara stimulus terkondisi (SK) dengan respon internal (r) inilah yang disebut kebiasaan (habit) dan membentuk serangkaian proses berikutnya sampai individu melakukan respon terbuka (R) yang mendapat perkuatan. Respon internal (r) ini bisa berupa rasa takut dan kecemasan dalam diri individu.

Dollard dan Miller mengemukakan bahwa tikus dalam percobaan pertama menggeneralisasikan stimulus, sehingga setiap kali bel berbunyi dengan variasi intensitas yang berbeda-beda sekali pun, tikus tetap merespon melompati sekat rendah. Namun tikus bisa juga melakukan diferensiasi stimulus, jika percobaan dilakukan dengan mengaliri listrik tepat hanya pada bunyi bel dengan intensitas tertentu, dan pada intensitas yang lain bel berbunyi tapi tidak ada aliran listrik; sehingga tikus hanya merespon pada stimulus yang spesifik.

2.2.3. Struktur Kepribadian

Dollard dan Miller kurang menaruh minat pada unsur-unsur struktural atau unsur-unsur yang relatif tidak berubah dalam kepribadian, tetapi berminat pada proses belajar dan perkembangan kepribadian. Kebiasaan adalah konsep struktural kunci dalam teori ini sebagaimana telah dijelaskan dalam eksperimen bahwa kebiasaan merupakan asosiasi antara stimulus (baik eksternal maupun internal) dan respon. Susunan dari kebiasaan yang telah dipelajari tersebut membentuk kepribadian.

Sejumlah kebiasaan melibatkan respon internal yang membangkitkan stimulus internal yang bersifat dorongan (drive). Dorongan itu sendiri merupakan stimulus yang cukup kuat untuk mengaktifkan perilaku. Dorongan terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Dorongan Primer (primary drives)

Adalah dorongan-dorongan yang berkaitan dengan kondisi fisik atau fisiologis, seperti lapar, haus, seks, dan sebagainya. Dorongan primer ini dianggap kurang penting oleh Dollard dan Miller dalam tingkah laku manusia karena fungsinya telah tergantikan oleh dorongan sekunder.

1. Dorongan Sekunder (secondary drives)

Merupakan asosiasi pemuasan dari dorongan primer, seperti kecemasan, rasa takut, gelisah, dan sebagainya. Dorongan sekunder ini dibandingkan dengan dorongan primer dianggap memiliki peranan yang lebih penting dalam tingkah laku manusia karena lebih tampak secara nyata dan dipandang sebagai bagian-bagian kepribadian yang bersifat menetap.

2.2.4. Dinamika Kepribadian

Dollard dan Miller sangat eksplisit dalam mendefinisikan sifat motivasi. Mereka menguraikan secara rinci perkembangan dan perluasan motif-motif, tetapi mereka tidak membahas taksonomi dan klasifikasi motif. Mereka berfokus pada motif-motif tertentu, misalnya kecemasan, dan analisis motif dibuat untuk menjelaskan proses umum yang berlaku untuk semua motif. Pengaruh dorongan-dorongan pada manusia menjadi rumit karena munculnya sejumlah dorongan baru. Dorongan-dorongan yang baru merupakan hasil penurunan atau pemerolehan sama seperti dorongan yang dipelajari.

Page 38: bahan bahan

Selama proses pertumbuhan, tiap individu mengembangkan sejumlah besar dorongan sekunder yang bertugas membentuk tingkah laku. Dorongan-dorongan yang dipelajari ini diperoleh dari dorongan-dorongan primer, yang merupakan perluasan dorongan-dorongan tersebut, dan merupakan bentuk luar dimana tersembunyi fungsi-fungsi dorongan-dorongan bawaan yang mendasarinya. Stimulus dorongan sekunder umumnya telah menggantikan fungsi asli stimulus dorongan primer. Dorongan-dorongan yang diperoleh misalnya kecemasan, rasa malu, dan keinginan untuk menyenangkan orang lain, mendorong sebagian besar perbuatan manusia. Implikasi peranan dorongan-dorongan primer dalam banyak hal tidak dapat diamati lagi dalam situasi biasa pada seorang dewasa yang memasyarakat. Hanya dalam proses perkembangan, atau pada masa-masa kritis (gagal dalam penyesuaian diri menurut tuntutan kultural masyarakat), orang dapat mengamati dengan jelas bekerjanya dorongan-dorongan primer.

2.2.5. Perkembangan Kepribadian

Dollard dan Miller menganggap bahwa manusia pada saat lahir dan beberapa saat sesudahnya hanya memiliki sejumlah kapasitas tingkah laku yang terbatas, yaitu: pertama, sejumlah kecil respon khusus yang sebagian terbesar berupa respon terhadap satu atau segolongan stimulus spesifik; kedua, sejumlah hierarki respon bawaan, yakni kecenderungan-kecenderungan melakukan respon-respon tertentu dalam situasi stimulus- stimulus tertentu sebelum respon- respon tertentu lainnya; ketiga, memiliki seperangkat dorongan primer yang berupa stimulus- stimulus internal yang sangat kuat dan tahan lama, serta umumnya berhubungan erat dengan proses fisiologis.

Dalam perkembangannya, manusia mengalami proses belajar yang oleh Dollard dan Miller dikemukakan empat konsep penting di dalamnya, yaitu: dorongan, sebagaimana telah dijelaskan di awal; isyarat (cue), adalah suatu stimulus yang membimbing respon organisme dengan mengarahkan atau menentukan ketepatan sifat responnya (isyarat ini menentukan kapan organisme harus merespon, mana yang harus direspon, dan respon mana yang harus diberikan); respon, merupakan bagian yang sangat penting dalam proses belajar, sebagaimana dijelaskan oleh Dollard dan Miller bahwa sebelum suatu respon tertentu dapat dihubungkan dengan suatu isyarat tertentu maka respon harus terjadi dahulu, dan tahap yang menentukan dalam proses belajar adalah menentukan respon mana yang cocok; dan perkuatan (reinforcement).

Proses-proses belajar yang terjadi mendasari perolehan dorongan sekunder yang merupakan perluasan dari dorongan primer. Stimulus yang kuat dapat membangkitkan respon internal yang kuat, yang lalu menghasilkan stimulus internal yang lebih lanjut lagi. Stimulus internal lanjutan ini bertindak sebagai isyarat untuk membimbing atau mengontrol dorongan yang memaksa organisme bertindak sampai ia mendapat perkuatan atau suatu proses lain yag menghalanginya. Proses perkuatan membuat respon atau perilaku dapat berulang, sedangkan proses lain yang menghalangi dapat secara berangsur-angsur menghapus respon tersebut. Penghapusan respon tersebut dapat juga dilakukan dengan counterconditioning di mana respon kuat yang tidak sesuai disesuaikan pada isyarat yang sama, misalnya stimulus (isyarat) yang menghasilkan respon takut dipasangkan dengan makanan, sehingga lama-lama respon takut tersebut bisa menghilang.

Sebagaimana ahli- ahli psikoanalisis, Dollard dan Miller sepakat bahwa 6 tahun pertama kehidupan merupakan faktor penentu penting bagi tingkah laku orang dewasa. Dan konflik

Page 39: bahan bahan

tak sadar bisa dipelajari pada masa ini yang akhirnya menimbulkan masalah-masalah emosional di kehidupan kemudian.

2.2.6. Psikopatologi

Tidak seorangpun manusia yang berfungsi dengan sedemikian efektif sehingga semua kecenderungannya harmonis dan terintegrasi dengan baik, tetapi juga dapat memunculkan masalah yang disebabkan karena adanya motif-motif atau kecenderungan-kecenderungan yang saling bertentangan yang disebut konflik. Tingkah laku konflik sendiri dijelaskan oleh Dollard dan Miller dengan lima asumsi dasar:

1. Asumsi yang menyatakan bahwa kecenderungan untuk mendekati suatu tujuan menjadi semakin kuat ketika individu menjadi semakin dekat dengan tujuan itu, yang disebut dengan perubahan tingkat mendekati (gradient of approach).

2. Asumsi yang menyatakan bahwa kecenderungan menjauhi suatu stimulus negatif menjadi semakin kuat ketika individu menjadi semakin dekat stimulus itu, yang disebut dengan perubahan tingkat menjauhi (gradient of avoidance).

3. Asumsi yang menyatakan bahwa perubahan tingkat menjauhi lebih tajam dibandingkan perubahan tingkat mendekati.

4. Asumsi yang menyatakan meningkatnya dorongan yang diasosiasikan dengan mendekat atau menjauh akan berakibat meningkatnya bobot perubahan tingkat pada umumnya.

5. Asumsi yang menyatakan bahwa jika ada dua respon yang bersaing maka yang lebih kuat yang akan muncul.

Berdasarkan asumsi tersebut, mereka dapat membuat prediksi bagaimana cara individu menghadapi berbagai tipe konflik:

1. Approach- avoidance conflict (tipe konflik mendekat-menjauh)2. Approach- approach conflict (tipe konflik mendekat-mendekat)

3. Avoidance- avoidance conflict (tipe konflik menjauh-menjauh)

Selain itu Dollard dan Miller juga mencurahkan sebagian besar teori mereka untuk menjelaskan kondisi-kondisi yang menyebabkan berkembangnya aneka neurosis. Inti setiap neurosis adalah konflik tak sadar yang kuat dan sumber-sumber konflik itu hampir selalu ditemukan dalam masa kanak-kanak individu. Menurut mereka, konflik-konflik neurotik diajarkan oleh orang tua dan dipelajari oleh anak. Karena konflik-konflik neurotik bersifat tidak sadar, maka individu tidak dapat mengarahkan kemampuan-kemampuannya untuk memecahkan masalah. Selama konflik-konflik tetap tidak disadari maka konflik-konflik tersebut tidak hanya akan terus bertahan tetapi juga akan menyebabkan berkembangannya reaksi-reaksi atau simptom-simptom yang lebih lanjut lagi yang berupa akibat-akibat dari kekacauan emosional atau berupa tingkah laku yang memungkinkan individu melarikan diri dari ketakutan-ketakutan dan kecemasan mereka untuk sementara waktu.

BAB III

KESIMPULAN

Page 40: bahan bahan

Sepanjang karirnya, Hull mengembangkan ide di berbagai bidang psikologi, terutama psikologi belajar, hipnotis, teknik sugesti. Metode yang paling sering digunakan adalah eksperimental laboratorium.

Prinsip-prinsip utama teorinya:

1. Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor.

2. Dalam mempelajari hubungan S- R yang diperlu dikaji adalah peranan dari intervening variable (atau yang juga dikenal sebagai unsur O (organisma). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa output. Karena pandangan ini Hull dikritik karena bukan behaviorisme sejati.

3. Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Di sini tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi biologis organisma.

Hypothetico- deductive theory adalah teori belajar yang dikembangkan Hull dengan menggunakan metode deduktif. Hull percaya bahwa pengembangan ilmu psikologi harus didasarkan pada teori dan tidak semata-mata berdasarkan fenomena individual (induktif). Teori ini terdiri dari beberapa postulat yang menjelaskan pemikirannya tentang aktivitas otak, reinforcement, habit, reaksi potensial, dan lain sebagainya (Lundin, 1991, pp.193-195).Sumbangan utama Hull adalah pada ketajaman teorinya yang detil, ditunjang dengan hasil-hasil eksperimen yang cermat dan ekstensif. Akibatnya ide Hull banyak dirujuk oleh para ahli behavioristik lainnya dan dikembangkan.

Teori Dollard- Miller biasanya disebut dengan teori stimulus respon. Walaupun jika dicermati dari biografi antara John Dollar dan Neal Miller terdapat perbedaan yang dalam hal ini mengenai gagasan kedua tokoh tersebut. Walaupun demikian, keduanya sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman di Institute of Human Relations. Dengan prinsip-prinsip asosiasi, ganjaran (reinforcement menjadi penting dalam hal analisis kepribadian dan sosial kultural.

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. 2004.

Cyrilla. 2009. Teori Perkuatan Dollard Miller. http://cyrillaq.blogspot.com. 5 Maret 2010.

Georee, George. Sejarah Psikologi. Yogyakarta: Primasophie. 2005.

Herfis. 2009. Clark L. Hull. http://herfis.blogspot.com. 5 Maret 2010.

Supartiknya. Teori-teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta: IKAPI-KANISIUS. 1998.