Upload
adeirvan3586
View
560
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
PEMBUATAN BRIKET PENYALA DARI CAMPURAN COCO-
DUST DAN ARANG TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI
BAHAN BAKAR ALTERNATIF
Oleh : Ade Irvan Tauvana, ST.,M.Eng
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan membuat briket yang akan dipergunaan sebagai pemantik awal
dari bahan limbah serbuk kelapa (coco-dust) karena sifatnya sangat mudah terbakar dan
berlangsung cepat akan dicampur dangan arang tempurung kelapa yang memiliki nilai kalor
yang sangat tinggi serta bertahan lama sehingga diharapkan konsumen tidak lagi bergantung
pada minyak tanah atau solar.
Bahan baku yang digunakan adalah limbah dari serbuk kelapa (coco-dust) (A) dicampur
dengan arang tempurung kelapa (B) dengan bervariasi campuran X1(30%A+70%B),
X2(40%A+60%B), X3(50%A+50%B), kemudian dicetak dengan 3 variasi tekanan P1(50 kg/cm2),
P2(75 kg/cm2), P3(100 kg/cm2).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kecepatan nyala awal briket bentuk bulat adalah
antara 22.32-30.91 detik atau dengan waktu nyala awal rata-rata sebesar 27.28 detik, sedangkan
berbentuk kotak waktu nyala awal antara 11.22 – 16.64 detik atau dengan rata-rata waktu nyala
awal 14,76 detik. Komposisi terbaik adalah X3P2-X3P3 karena waktu nyala rata-rata tercepat 11,22
detik. Dari hasil pengujian bahwa untuk ½ kg briket bahan bakar dalam tungku cukup
dibutuhkan 2-3 biji briket penyala berbentuk bulat dengan massa @ 37 gram dan berbentuk
kotak dengan massa @ 25 gram.
Kata kunci :
Coco-dust, Briket, Penyala Awal, Briket Bahan Bakar, Arang, Kelapa.
PENDAHULUAN
Pendahuluan Pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk yang
terus meningkat di Indonesia menyebabkan pertambahan konsumsi energi di
segala sektor kehidupan. Sementara terbatasnya sumber-sumber energi fosil
menunjukan kelangkaannya. Hal ini memberi ‘ruang’ bagi para pengembang
energi untuk mencari alternatif energi yaitu energi non-fosil (CIMEA, 2008).
Biomassa yang berasal dari limbah hasil pertanian dan
kehutanan merupakan bahan yang tidak berguna, tetapi dapat
dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif, yaitu dengan
mengubahnya menjadi bioarang yang memiliki nilai kalor lebih
tinggi daripada biomassa melalui proses pirolisis biasa ( Hindarso
dan Maukar, 2007)
Energi biomassa dapat menjadi sumber energi
alternative pengganti bahan bakar fosil karena sumber energi
ini dapat dimanfaatkan secara lestari dan bersifat dapat
diperbaharui (renewable resourches). Sumber energi biomassa
relative tidak menggandung sulfur sehingga tidak
menyebabkan polusi udara dan dapat meningkatkan efisiensi
pemanfaatan sumber daya pertanian (Syafi’i dalam Yuwono,
2009).
Berdasarkan Statistik Energi Indonesia (DESDM, 2004)
disebutkan bahwa potensi energi biomassa di Indonesia cukup
besar mencapai 434.008 GWh. Beberapa jenis limbah biomassa
memiliki potensi yang cukup besar seperti limbah kayu, sekam
padi, jerami, ampas tebu, cangkang sawit, dan sampah kota
(Syamsiro dan Saptoadi, 2007) .
Biomassa dapat digunakan langsung sebagai sumber
energi panas, sebab biomassa telah mengandung energi yang
dihasilkan dalam fotosintesis saat tumbuhan hidup.
Penggunaan biomassa secara langsung sebagai bahan bakar
kurang efisien, maka perlu diubah menjadi energi kimia lebih
dahulu. Sebab biobriket bioarang memiliki nilai bakar lebih tinggi
dibandingkan biomassa (Widarto dan Suryanta dalam Yuwono,
2009). Coco-dust mengandung volatile matter yang tinggi sehingga coco-dust
memiliki sifat sangat mudah terbakar dan berlangsung cepat. Sedangkan arang
tempurung kelapa adalah bahan organik yang memiliki nilai kalor yang sangat
tinggi dan apabila terbakar mampu bertahan lama serta mengandung karbon
±70% sehingga arang tempurung bersulit untuk melakukan pembakaran awal.
Dengan mencampurkan coco-dust yang mudah menyala dengan arang
tempurung kelapa yang memiliki nilai kalor yang sangat tinggi diharapakan
dapat menghasilkan briket yang bersifat mudah menyala, nilai kalor tinggi
serta mampu bertahan lama sehingga dapat dimanfaatkan untuk membuat
briket penyala untuk pergunakan pembakaran awal briket, sehingga diharapkan
tidak perlu lagi menggunakan minyak tanah.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan penelitian ini dapat
diformulasikan sebagai berikut:
1. Apakah penambahan campuran coco-dust pada biobriket tempurung kelapa
dapat membantu proses penyalaan awal briket?
2. Apakah campuran coco-dust dan arang tempurung kelapa dapat
dimanfaatkan untuk membuat briket penyala yang akan dipergunakan untuk
membangkitkan penyalaan awal briket bahan bakar?
3. Berapakah campuran coco-dust dan arang tempurung kelapa serta tekanan
yang optimal untuk mendapatkan briket penyala yang paling baik sehingga
dapat dipergunakan untuk membangkitkan penyalaan awal briket bahan
bakar?
TINJAUAN PUSTAKA
1. Biomassa
Biomassa yang berasal dari limbah hasil pertanian dan kehutanan merupakan
bahan yang tidak berguna, tetapi dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi
alternatif, yaitu dengan mengubahnya menjadi bioarang yang memiliki nilai kalor
lebih tinggi daripada biomassa melalui proses pirolisis biasa ( Hindarso dan
Maukar, 2007)
Energi biomassa dapat menjadi sumber energi
alternative pengganti bahan bakar fosil karena sumber energi
ini dapat dimanfaatkan secara lestari dan bersifat dapat
diperbaharui (renewable resourches). Sumber energi biomassa
relative tidak menggandung sulfur sehingga tidak
menyebabkan polusi udara dan dapat meningkatkan efisiensi
pemanfaatan sumber daya pertanian (Syafi’i dalam Yuwono,
2009).
2. Pirolisis
Pirolisis merupakan suatu proses destilasi destruktif dari
bahan organik yang berlangsung bila pembakaran dilaksanakan
dalam sebuah bejana tertutup dengan atmosfer tanpa oksigen
(O2). Zat-zat yang dihasilkan dari pembakaran bahan organik
umumnya merupakan campuran tar (CxHyO), senyawa fenol
(CxHyOz), methanol (CH3OH), aseton (CH3COCH), asam asetat
(CH3COOH), karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2),
gas hidrogen (H2), metana (CH4) dan butir arang, selain itu juga
dihasilkan minyak hidrokarbon dan bahan padat berupa arang.
3. Bioarang
Bioarang adalah arang yang diperoleh dari pembakaran
biomassa kering dengan sistem tanpa udara (pirolisis). Ekawati
(2007) mengemukakan bahwa biobriket bioarang sebaiknya
dibuat dari adonan yang kadar airnya minimal agar
pengeringannya cepat dan biobriketnya lebih padat. Biobriket
bioarang pada dasarnya merupakan hasil konversi energi yaitu
energi kimia menjadi energi panas.
Kualitas biobriket arang dapat dinilai dari beberapa parameter
sebagai berikut:
a. Nilai kalor
Nilai kalor adalah kalor yang dihasilkan dari
pembakaran sempurna 1 kilogram atau satu satuan berat
bahan bakar padat atau cair maupun 1 m3 atau satu satuan
volume bahan bakar gas pada kondisi standar. Semakin besar
nilai kalor maka kecepatan pembakaran semakin lambat
(Sulistyo, 2006).
Nilai Kalor dari arang tempurung setelah pirolisi pada suhu
300 – 5000C selama 2 jam adalah sekitar 7.199,02 – 7.517,76
kal/gr. (Hasmoro, 2007).
b. Kadar Air
Kandungan air yang tinggi menyulitkan penyalaan dan
mengurangi temperatur pembakaran (Sulistio, 2006). Moisture
dalam bahan bakar padat terdapat dalam dua bentuk, yaitu
sebagai air bebas (free water) yang mengisi rongga pori-pori di
dalam bahan bakar dan sebagai air terikat (bound water) yang
terserap di permukaan ruang dalam struktur bahan bakar
(Syamsiro dan Saptoadi, 2007).
Soeparno dalam Yuwono (2009) menyatakan bahwa
kadar air sangat menentukan kualitas arang yang dihasilkan.
Arang dengan kadar rendah akan memiliki nilai kalor tinggi.
Makin tinggi air maka akan makin banyak kalor yang dibutuhkan
untuk mengeluarkan air dari dalam kayu agar menjadi uap
sehingga energi yang tersisa dalam arang akan menjadi lebih
kecil.
Kadar air arang tempurung kelapa setelah pirolisi adalah
sekitar 4,1 – 4,6% (Hasmoro, 2007).
c. Kadar Abu
Abu sebagai bahan yang tersisa apabila kayu dipanaskan
sampai berat yang konstan. Kadar abu ini sebanding dengan
berat kandungan bahan anorganik di dalam kayu. Fengel dan
Wegener dalam Yuwono (2009) mendefinisikan abu sebagai
jumlah sisa setelah bahan organik dibakar, yang komponen
utamanya berupa zat mineral, kalsium, kalium, magnesium dan
silika. Abu yang terkandung dalam bahan bakar padat adalah
mineral yang tak dapat terbakar dan tertinggal setelah proses
pembakaran atau reaksi-reaksi yang menyertainya selesai. Abu
berperan menurunkan mutu bahan bakar karena menurunkan
nilai kalor (Earl dalam Yuwono, 2009).
Kadar abu arang tempurung setelah pirolisi pada suhu 300
– 5000C selama 2 jam adalah sekitar 2,13 – 2,58 % (Hasmoro,
2007).
d. Kadar zat mudah menguap (Volatile matter)
Zat mudah menguap dalam biobriket arang adalah
senyawa-senyawa selain air, abu dan karbon. Zat menguap
terdiri dari unsur hidrogen, hidrokarbon CO2-CH4, metana dan
karbon monoksida. Adanya unsur hidrokarbon (alifatik dan
aromatik) akan menyebabkan makin tinggi kadar zat yang
mudah menguap sehingga biobriket arang akan menjadi
mudah terbakar karena senyawa alifatik dan aromatik ini
mudah terbakar. Earl dalam Yuwono (2009) mendefinisikan
kadar zat mudah menguap sebagai keholangan berat (selain
karena hilangnya air) dari arang yang terjadi pada saat proses
pengarangan berlangsung selama 7 menit pada suhu 9000 C
pada tempat tertutup tanpa adanya kontak dengan udara luar.
Selanjutnya disebutkan bahwa penguapan volatile matter ini
terjadi sebelum berlangsungnya oksidasi karbon dan kandungan
utamanya yaitu hidrokarbon serta sedikit nitrogen (Fengel dan
Wagener dalam Yuwono, 2009).
Kadar Zat mudah menguap dari arang tempurung kelapa
setelah dipirolisis sekitar 19,75 – 21,14 % (Hasmoro, 2007).
e. Kadar karbon terikat
Yuwono (2009) mengatakan bahwa kadar karbon terikat
adalah fraksi dalam arang selain fraksi abu, air dan zat mudah
menguap. Kadar karbon terikat merupakan salah satu penentu
baik tidaknya kualitas arang. Kadar karbon terikat yang tinggi
menunjukkan kulitas arang yang baik dan sebaliknya.
Kadar karbon terikat dari arang tempurung setelah pirolisi
pada suhu 300 – 5000C selama 2 jam adalah sekitar 71,68 –
74,03 % (Hasmoro, 2007).
METODE PENELITIAN
Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses pembuatan briket bioarang dalam
penelitian ini meliputi:
Tahap persiapan
Bahan baku serabut kelapa dikumpulkan dan dibersihkan,
kemudian di pisahkan antara serbuk (coco-dust) dengan
sabuknya. Lakukan pengayakan agar didapatkan ukuran butiran
coco-dust yang merata. Ukuran serbuk coco-dust yang baik yaitu
tersaring dengan ayakan 20 mesh dan tertahan pada saringan
40 mesh. Coco-dust tersebut dikeringkan dengan dijemur
dibawah sinar matahari selama tiga hari agar kadar airya
berkurang.
Tahap Karbonisasi/Pengarangan
Dalam proses karbonisasi dengan cara pirolisis digunakan satu set alat
pirolisis modifikasi dengan kapasitas 10 kg yang terdiri dari Tabung Pirolisis dan
Tungku Pembakaran. Drum kiln yang terbuat dari drum bekas dengan bahan dasar
plat logam. Adapun spesifikasi drum kiln adalah kapasitas 200 liter dengan tebal 2
mm, tinggi 860 cm dan diameter 540 mm, sedangkan drum retort dengan
spesifikasi kapasitas 60 liter dengan tebal 2 mm, tinggi 530 cm dan diameter 270
mm. Pada penutup drum kiln dilengkapi dengan cerobong tunggal yang berada di
bagian atas tengah dengan bahan dari besi, yang berfungsi sebagai tempat
keluaran asap dengan diameter 76 mm dan tinggi 400 mm. Bahan baku berupa
tempurung kelapa yang sudah dipersiapkan dimasukkan kedalam drum retort dan
dimasukan ke dalam drum kiln, kemudian drum kiln diisi dengan tempurung
kelapa yang akan diproses menjadi arang dan ditutup. Setelah drum kiln siap
dilakukan penyalaan awal melalui pintu tempat penyuluhan api dengan media
bahan bakar sampah dan ranting atau sebahagian tempurung kelapa sebesar 20%
dari bahan baku selama 2 jam. Kemudian di dinginan selama 2 jam kemudian di
angkat. Proses pirolisis dalam penelitian dilakukan di PT.TNI- Bantul
Yoyakarta.Tahap pengahncuran (crussing). Bioarang hasil karbonasi kemudian
hancurkan dengan mesin crusser menjadi serbuk arang dengan ukuran 20 – 40
mesh.
Tahap Pembuatan Briket
Bahan perekat dari tepung tapioca kanji yaitu perekat
sejumlah 10% dari berat total serbuk arang, dicampur dengn air
dengan perbandingan perekat dan air sebesar 1:16 dan
dipanaskan dalam api kecil pada suhu ± 85°C. Pencampuran
coco-dust (A) dengan serbuk arang (B) yang sudah disaring
dilakukan dengan perbandingan : X1=30% A + 70% B, X2 = 40%
A + 60% B, X3 = 50%A+50%B. Setelah perekat di campur
dengan air panas dengan perbandingan 1:16, selanjutnya di
campur dengan bahan briket dan aduk sampai merata (dilakukan
saat perekat masih dalam keadaan panas agar mudah
tercampur).
Tahap Percetakan
Percetakan dilakukan menggunakan alat pencetak biobriket yang
telah dimodifikasi (gambar baru direncanakan) dengan variasi
tekanan P1 = 50 kg/cm2, P2 = 75 kg/cm2, P3 = 100 kg/cm2.
Biobriket yang telah jadi selanjutnya dikeringkan dengan cara
dijemur dibawah sinar matahari selama 3 hari atau dapat pula
dioven pada suhu 70ºC, baru kemudian dilakukan uji kualitas.
Tahap Pengujian Briket
Pengujian kadar air, kadar abu, volatile matter ,nilai kalor
dan laju pembakaran
Hasil dan Pembahasan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi
awal coco-dust yang akan mempengaruhi kualitas briket
penyala. Hasil penelitian pendahuluan terhadap kandungan
kimia-fisik bahan baku yaitu limbah serbuk coco-dust di
Laboratorium Analisa Kimia dan Biokimia Pusat Studi Pangan
dan Gizi PAU Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta, disajikan
pada tabel 7.
Gambar 7. a. Sabut Kelapa b. Coco-dust
Tabel 7. Hasi proximat analisis coco-dust.
N
o
Nama
bahanUlangan
Kadar
Air (%)
Kadar
Abu
(%)
Volatile
matter
(%)
Fixed
carbon
(%)
Nilai
Kalor
(kal/kg)
Coco-
dustUlangan 1
19.76 11.85 60.100 8.290 2,959.304
2 Ulangan 2 20.43 11.77 59.210 8.590 3,061.197
Rata-rata 20.095 11.87 59.655 8.44 3010.251
Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa bahan baku yang
digunakan coco-dust memiliki kadar air sebesar 20,095% dan
kadar abu sebesar 11,87 % dengan nilai kalor 3.010,251
kal/kg.
4.2. Briket Penyala
Pengujian sifat fisik dan kimia briket penyala setelah di
campur antara coco-dust dengan arang tempurung kelapa yaitu
proximat analisis yang terdiri dari nilai kalor, kadar air, kadar
abu, kadar zat mudah menguap (volatile matter),dan kadar
karbon terikat (fixed carbon), waktu nyala, laju pembakaran
dilakukan di Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa dan
Pusat Studi Teknik, PAU UGM Yogyakarta. Hasil pengujian
proximat analisis terhadap biobriket penyala campuran coco-dust
dan arang tempurung kelapa dapat dilihat pada tabel 8.
a.
b. b. c.
Gambar 8. a. Arang tempurung kelapa
b. Briket Penyala berbentuk kotak
c. Briket Penyala berbentuk bulat
Tabel 8. Rata-rata hasil pengujian proximat analisis briket
penyala
Jenis
Sampel
Kadar Air
(%)
Kadar Abu
(%)
Kadar
Volatile
Matter (%)
Nilai Kalor
(kal/kg)
X1P1 10,61
8,06
42,19
5.580,0
7
X1P2 10,07
7,84
45.39
5.542,4
7
X1P3 10,15 7,78 41,46 5.479,7
6
X2P1 13,75 8,03 44.35
5.089,7
1
X2P2 12,37 7.75 46,17
5.079,6
9
X2P3 11,43 7,67 46,96
5.098,2
5
X3P1 13,90 7,94 51,14
4.916,1
7
X3P2 13,68 7,90 54,29
4.868,0
0
X3P3 13,77 7,52 53,48
4.873,6
5
Kadar air
Hasil pengujian kadar air biobriket campuran coco-dust
dengan arang tempurung kelapa adalah disajikan tabel 8,
gambar 9, gambar 10, dan gambar 10
X1P1 X1P2 X1P3 X2P1 X2P2 X2P3 X3P1 X3P2 X3P30
2
4
6
8
10
12
14
16
10.61 10.07 10.15
13.7512.37
11.43
13.9 13.68 13.77
Kadar Air (%)
Jenis Perlakukan
Kada
r Air
(%)
Gambar 9. Grafik Pengaruh Komposisi Coco-dust (Xn) dan Tekanan (Pn) terhadap Kadar Air briket.
Dari gambar 9 bahwa komposisi coco-dust dan tekanan
pengempa sangat berpengaruh terhadap kadar air briket, bahwa
semakin tinggi coco-dust maka semakin tinggi kadar air briket,
hal ini dimungkinkan karena coco-dust mempunyai kadar air
yang tinggi dibandingkan arang tempurung kelapa yang memiliki
kadar air relatif lebih rendah, dan tekanan pengempaan
mempengaruhi kadar air dalam briket, semakin tinggi tekanan
pengempaan maka semakin rendah pula kadar airnya, karena
tekanan pengempaan membuat briket semakin padat.
Rata-rata kadar air biobriket terendah sebesar 10,15 %
pada sampel X1.P3 yaitu biobriket yang berasal dari campuran
30% coco-dust dengan 70% arang tempurung kelapa pada
tekanan 100 kg/cm2, sedangkan kadar air biobriket tertinggi
sebesar 13,9 % diperoleh dari sampel X3P1 yaitu biobriket
yang berasal dari campuran 50% coco-dust dengan 50% arang
tempurung kelapa pada tekanan 50 kg/m2. Jika dibandingkan
dengan kadar air briket sebagai bahan bakar yang sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) pada Tabel tersebut,
terlihat bahwa semua biobriket penyala memiliki kadar air
diatas SNI yang ditetapkan yaitu maksimal 8%. Tingginya jumlah
kadar air dalam briket ini disamping disebabkan oleh kadar air
dalam coco-dust lebih tinggi dibandingkan dengan arang
tempurung kelapa, juga disebabkan kadar air dalam perekat
kanji memungkinkan terjadinya kadar air yang tinggi karena
perbandingan perekat dan air 1:16 pada pembuatan biobriket,
selain itu juga kadar air dalam udara berkisar 16% sehingga
biobriket yang bersentuhan dengan udara langsung akan
menerima air dari udara.
Kadar air mempengaruhi mudah tidaknya biobriket arang
terbakar. Semakin tinggi kadar air semakin sulit biobriket
arang untuk terbakar, demikian juga sebaliknya. Hal ini
disebabkan karena energi yang tersimpan dalam biobriket
bioarang digunakan untuk menguapkan air yang ada di
dalamnya, sehingga energi yang tersisa dalam biobriket
menjadi lebih kecil.
Hasmoro (2007) mengatakan bahwa kadar air arang
tempurung kelapa setelah pirolisis pada suhu 3000C -5000C
adalah sekitar 4,1 – 4,6 %.
Menurut Earl (1974 dalam Nisandi, 2007), bahwa
penyerapan air pada arang terjadi setelah proses pirolisis
selesai. Besarnya jumlah air yang diserap tergantung pada
kondisi udara dan tempat dimana arang tersebut disimpan,
penyerapan uap air juga dipengaruhi oleh penggunaan perekat
dalam biobriket
Kadar Abu
Nilai rata-rata kadar abu yang dihasilkan dalam
penelitian ini disajikan dalam Tabel 8. Sedangkan data lengkap
kadar abu disajikan dalam lampiran.
X1P1 X1P2 X1P3 X2P1 X2P2 X2P3 X3P1 X3P2 X3P37.27.37.47.57.67.77.87.9
88.18.2
8.06
7.85 7.78
8.03
7.757.67
7.95 7.9
7.53
Kadar Abu (%)
Jenis Perlakukan
Kada
r Abu
(%)
Gambar 10. Grafik pengaruh coco-dust (Xn) dan tekanan (Pn) terhadap
kadar abu briket
Dari Gambar 10 terlihat bahwa kadar abu rata-rata
terendah sebesar 7.53 % diperoleh pada sampel dengan
perlakuan X3P3 yaitu biobriket arang serbuk coco-dust 50% +
arang tempurung kelapa 50% pada tekanan 100 kg/cm2,
sedang kadar abu tertinggi sebesar 8,06 % diperoleh pada
sampel dengan perlakuan X2P2 yaitu coco-dust 30% + arang
tempurung kelapa 70% pada tekanan 50 kg/cm2. Kalau di
bandingkan dengan Standar Nasional untuk briket bahan
bakar dengan kadar abu maksimal 8%, maka untuk briket
penyala dengan komposisi coco-dust 30%, 40% dan 50%
untuk tekanan 50 kg/cm2 masih berada sedikit disekitar
standar biobriket arang dalam SNI (maksimum 8 %).
Dari gambar 10 bahwa komposisi coco-dust sangat
berpengaruh terhadap kadar abu briket, bahwa semakin tinggi
coco-dust maka semakin rendah kadar abu briket, hal ini
dimungkinkan karena coco-dust mempunyai kadar abu yang
rendah dibandingkan arang tempurung kelapa yang memililki
kadar abu relatif lebih tinggi, dan tekanan pengempaan sedikit
mempengaruhi kadar abu dalam briket, semakin tinggi tekanan
pengempaan maka semakin rendah pula kadar abunya, karena
tekanan pengempaan membuat briket semakin padat.
Kadar abu diharapkan serendah mungkin, karena kadar
abu yang tinggi akan menghasilkan kalor yang rendah dan
dapat memperlambat proses pembakaran.
Volatile Matter ( Kadar zat mudah menguap)
X1P1 X1P2 X1P3 X2P1 X2P2 X2P3 X3P1 X3P2 X3P30
10
20
30
40
50
60
42.19 45.39 41.46 44.35 46.17 46.9651.14 54.29 53.48
Volatile Matter (%)
Jenis Perlakukan (XnPn)
Vola
tile
Matt
er (%
)
Gambar 11. Grafik pengaruh coco-dust (Xn) dan tekanan (Pn) terhadap volatile matter briket
Dari gambar 11 terlihat bahwa volatile matter rata-rata
terendah sebesar 41.46 % diperoleh pada sampel dengan
perlakuan X1P3 yaitu biobriket arang serbuk coco-dust 30% +
arang tempurung kelapa 70% pada tekanan 100 kg/cm2,
sedang volatile matter tertinggi sebesar 54,29 % diperoleh
pada sampel dengan perlakuan X3P2 yaitu coco-dust 50% +
arang tempurung kelapa 50% pada tekanan 75 kg/cm2.
Komposisi coco-dust sangat berpengaruh terhadap kadar volatile
matter, bahwa semakin tinggi coco-dust maka semakin tinggi
kadar volatile matter, hal ini dimungkinkan karena coco-dust
mempunyai volatile matter yang tinggi dibandingkan arang
tempurung kelapa yang memililki volatile matter relatif lebih
rendah, dan tekanan pengempaan sedikit mempengaruhi
volatile matter dalam briket, semakin tinggi tekanan
pengempaan maka semakin tinggi pula volatile matter, karena
tekanan pengempaan membuat briket semakin padat.
Volatile matter diharapkan seoptimal mungkin, karena
volatile matter yang terlalu tinggi akan menghasilkan kalor
yang rendah dan dapat mempercepat proses penghabisan
briket, sedangkan kalau terlalu rendah akan menaikkan nilai
kalor tetapi akan mempersulit penyala awal briket. Dalam
penelitian ini disipulkan bahwa briket dengan kadar volatile
matter antara 41,46% - 54,29% dikatakan baik untuk briket
penyala.
Menurut Nisandi (2007), tinggi rendahnya kadar zat
mudah menguap atau volatile matter dipengaruhi oleh suhu
dan lamanya proses pengelolaan arang, sehingga proses
pirolisis yang berjalan sempurna akan menyebabkan kadar zat
mudah menguap rendah dan lamanya proses pengarangan
akan memberikan kesempatan untuk menguapkan kadar zat
menguap sebanyak-banyaknya, diperoleh kadar zat mudah
menguap yang rendah, sesuai dengan kriteria kualitas biobriket
arang yang baik.
Nilai Kalor
Hasil pengujian nilai kalor biobriket arang sampah
organik dapat dilihat pada gambar 13.
X1P1 X1P2 X1P3 X2P1 X2P2 X2P3 X3P1 X3P2 X3P34400
4600
4800
5000
5200
5400
5600
58005580.07
5542.475479.76
5089.715079.69
5098.254916.17
48684873.65 Nilai Kalor
Jenis Perlakukan (XnPn)
Nila
i Kal
or (K
J/Kg
)
.
Gambar 13. Grafik pengaruh coco-dust (Xn) dan tekanan (Pn)
terhadap terhadap Niai Kalor briket
Dari gambar 13 terlihat bahwa nilai kalor rata-rata terendah
sebesar 4.868 kJ/kg diperoleh pada sampel dengan perlakuan
X3P2 yaitu biobriket arang serbuk coco-dust 50% + arang
tempurung kelapa 50% pada tekanan 75 kg/cm2, sedang nilai
kalor tertinggi sebesar 5.525,776 KJ/kg diperoleh pada sampel
dengan perlakuan X1P1 yaitu coco-dust 30% + arang
tempurung kelapa 70% pada tekanan 50 kg/cm2. Komposisi
coco-dust sangat berpengaruh terhadap nilai kalor, semakin
tinggi coco-dust maka semakin rendah nilai kalor, hal ini
dimungkinkan karena coco-dust mempunyai nilai kalor yang
rendah dibandingkan arang tempurung kelapa yang memililki
nilai kalor relatif lebih tinggi, dan tekanan pengempaan tidak
begitu mempengaruhi nilai kalor dalam briket, karena tekanan
pengempaan tidak mempengaruhi struktur briket penyala, tetapi
membuat briket semakin padat.
Nilai kalor diharapkan seoptimal mungkin, karena nilai
kalor yang terlalu rendah dapat mempercepat proses
penghabisan briket, sedangkan kalau terlalu tinggi akan
mempersulit penyalaan awal briket. Dalam penelitian ini
disimpulkan bahwa briket dengan nilai kalor tertinggi sebesar
5.525,776 KJ/kg diperoleh pada sampel dengan perlakuan
X1P1 yaitu coco-dust 30% + arang tempurung kelapa 70%
pada tekanan 50 kg/cm2 dikatakan baik untuk briket penyala.
Nilai kalor dalam biobriket dipengaruhi oleh kadar
karbon terikat (fixed carbon). Kadar karbon terikat (fixed
carbon) rendah akan memiliki nilai kalor rendah dan sebaliknya
kadar karbon terikat (fixed carbon) tinggi akan memiliki nilai
kalor yang tinggi pula
0
5
10
15
20
25X1P1 : 30% A + 70% B, Tekanan 50 kg/cm2
X1P2 : 30% A + 70% B, Tekanan 75 kg/cm2
X1P3 : 30% A + 70% B, Tekanan 100 kg/cm2
Time (menit)
Ma
ss B
urn
ing
Ra
te (
mg
r/s)
a.1 a.2
0
5
10
15
20
25X2P1 : 40% A + 60% B, Tekanan 50 kg/cm2
X2P2 : 40% A + 60% B, Tekanan 75 kg/cm2
X2P3 : 40% A + 60% B, Tekanan 100 kg/cm2
Time (menit)
Ma
ss B
urn
ing
Ra
te (
mg
r/s)
b.1 b.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2X1P1 : 30% A + 70% B, Tekanan 50 kg/cm2
X1P2 : 30% A + 70% B, Tekanan 75 kg/cm2
X1P3 : 30% A + 70% B, Tekanan 100 kg/cm2
Time (menit)
Frak
si P
en
gura
nga
n M
assa
(m
v/m
o)
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2X2P1 : 40% A + 60% B, Tekanan 50 kg/cm2X2P2 : 40% A + 60% B, Tekanan 75 kg/cm2X2P3 : 40% A + 60% B, Tekanan 100 kg/cm2
Time (menit)
Frak
si P
en
gura
nga
n M
assa
(m
v/m
o)
0
5
10
15
20
25X3P1 : 50% A + 50% B, Tekanan 50 kg/cm2X3P2 : 50% A + 50% B, Tekanan 75 kg/cm2X3P3 : 50% A + 50% B, Tekanan 100 kg/cm2
Time (menit)
Ma
ss B
urn
ing
Ra
te (
mg
r/s)
c.1 c.2
Gambar 14. Fraksi Pengurangan Massa dan Laju Pembakaran
a. Komposisi X1: Coco-dust + Arang (30% +70%)
b. Komposisi X2: Coco-dust + Arang (40% +60%)
c. Komposisi X3: Coco-dust + Arang (50% +50%)
Secara umum pembakaran biomasa dibagi menjadi tiga
tahap. Pertama tahap pengeringan/pemanasan dengan
pengurangan massa yang lambat. Tahap kedua devolatilisasi
yang ditunjukan dengan pengurangan massa yang cepat dan
ketiga pembakaran arang yang ditunjukan pengurangan massa
yang lambat. Pada gambar 11.c1 tahap pengeringan pada briket
penyala pada komposisi 50% coco-dust membutuhkan waktu
pengeringan rata-rata lebih lama (±5 menit) dibandingkan
dengan tahap pengeringan pada briket penyala pada komposisi
coco-dust 30% (gambar 14.a1) dan 40% (gambar 14.b1)
dibutuhkan waktu maksimal ± 4 menit, hal ini terkait dengan
kadar air yang dimiliki oleh briket. Semakin tinggi kadar air
maka akan membutuhkan waktu pengeringan lebih lama.
Sedangkan tahap devolitisasi dan tahap pembakaran pada
briket penyala komposisi 50% coco-dust lebih lama sedikit (±19
menit) dari briket dengan komposisi coco-dust 30% dan 50%.
Hal ini disebabkan bahwa briket penyala dengan komposisi
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2X3P1 : 50% A + 50% B, Tekanan 50 kg/cm2X3P2 : 50% A + 50% B, Tekanan 75 kg/cm2X3P3 : 50% A + 50% B, Tekanan 100 kg/cm2
Time (menit)
Frak
si P
en
gura
nga
n M
assa
(m
v/m
o)
coco-dust 50% mengandung volaitile matter antara 51,14% –
53,48 % lebih besar dari briket penyala dengan komposisi coco-
dust 30% mengandung volatile matter (41,46% - 45,39%) dan
briket penyala dengan komposisi coco-dust 40% mengandung
volatile matter (44,35% - 46,96%). Sedangkan variasi tekan
tidak begitu berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan
volatile matter sehingga proses devolitisasi ketiga briket hampir
sama.
Sedangkan tahap pembakaran pada briket penyala
komposisi 30% coco-dust (gambar 14.a) lebih lama sedikit bila
dibandingkan briket penyala dengan komposisi coco-dust 40%
(gambar 14.b) dan 50% (gambar 14.c) untuk seluruh tekanan.
Begitu juga laju pembakarannya bahwa laju tertinggi tercapai
pada komposisi 50% coco-dust (20,83 mgr/detik) pada tekanan
50 kg/cm2 terjadi pada menit ke-4. Hal ini disebabkan bahwa
semakin tinggi kandungan coco-dust maka semakin cepat
proses pembakaran serta laju pembakaran, sedangkan
perbedaan tekanan sangat berpengaruh secara signifikan
terhadap waktu pembakaran, hal ini disebabkan bahwa semakin
tinggi tekanan maka pori-pori briket semakin padat
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari penelitian pembuatan briket penyala dari campuran coco-dust
dan arang tempurung kelapa dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :
1. Hasil pengujian menunjukan bahwa komposisi coco-dust sangat
berpengaruh terhadap kualitas briket penyala terutama pada pada nilai
kalor briket dan kecepatan nyala awal briket. Semakin tinggi coco-dust
maka semakin cepat penyalaan awal briket tetapi nilai kalor semakin kecil,
dan semakin rendah coco-dust maka semakin lambat penyalaan awal briket
namun nilai kalor semakin besar.
2. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kecepatan nyala awal briket bentuk
bulat adalah antara 22,32 - 30,91 detik atau dengan waktu nyala awal rata-rata
sebesar 27,28 detik, sedangkan berbentuk kotak waktu nyala awal antara
11,22-16.64 detik atau dengan rata-rata waktu nyala awal 14,76 detik.
3. Untuk menjadi briket terbaik adalah briket penyala dengan komposisi X3P1-
X3P2, yaitu 50% coco-dust dengan tekanan 50-75 kg/cm2. Hal ini didasari
karena beberapa pertimbangan : yang pertama, karena semakin tinggi coco-
dust maka semakin murah, komposisi 50% coco-dust adalah yang tertinggi,
yang kedua, karena dengan komposisi coco-dust 50% dengan tekanan antara
50 – 75 kg/cm2 sudah mampu membakar briket bahan bakar, sehingga layak
untuk dipergunakan sebagai briket penyala.
Saran
Dari penelitian yang telah dilaksanakan, maka terhadap hasil
penelitian tersebut penulis menyampaikan saran-saran :
1. Untuk mendapatkan kualitas briket yang lebih baik lagi hendaklah untuk
melanjutkan penelitian ini dengan menjadikan komposisi perekat serta
komposisi coco-dust yang lebih tinggi menjadi variabel bebas, terutama untuk
mendapatkan kualitas fisik briket penyala yang lebih baik lagi.
2. Bahan penyala yang digunakan diharapkan berasal dari limbah atau bahan
yang sudah tidak terpakai, sehingga biaya produksi dapat ditekan sekecil
mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Meubel Indonesia, 2001. Pemasaran Kayu Jati Pada Industri Meubel
dan Kerajinan, tidak diterbitkan
Anonim, 2008. Majalah Perokonomian Vol II Agustus, Departemen Keuangan RI,
Jakarta.
Bakti Setiawan, 2008. Pembangunan Komunitas (Community Development):
Definisi dan Pñnsip-Prinsip, Materi Kuliah MST FT Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
Bridgewater, 2007. Biomass Fast Pyrolysis. Aston University, Birmingham.
Djatmiko, B.S, 1981. Arang, Pengolahan dan Kegunaannya. Badan Penerbitan
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor
Ekawati H, 2007. Pengaruh Perlakuan Bahan Baku dan Tekanan Pengempaan
pada Pembuatan Biobriket Bioarang dan Pelepah Salak (Salacca
edulis) sebagai Bahan Bakar Alternatif. Tesis, Magister Sistem Teknik,
UGM. Yogyakarta
Hadiwiyoto, S., 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Udaya,
Jakarta.
Haygreen, J.G. dan Bowyer, J.L. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu
Pengantar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
http://lppm.wima.ac.id/herman_1.pdf).
http://www.unhas.ac.id/index.php?menu=isi_berita&id=392).
Hindarso & Maukar. 2007. “Asap Air (Liquid Smoke) dan Sampah Organik
dengan Proses Pirolisis”. Thesis Teknologi Pengelolaan dan
Pemanfaatan Sampah/limbah Perkotaan (TP2SLP) Magister Sistem
Teknik (MST) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Kadir. A., 1987. Energi. Penerbit Universitas Indonesia, UI Pres, Jakarta.
Kasmudjo, 1996. Jenis Kayu sebagai Bahan Baku Industri Kayu. Materi
Presentasi Pendidikan dan Pelatihan Manajer Industri Kayu, 2-6
Desember 1996.
Klass, D.L., 1900. Biomass for Renewable Energi, Fuels, and Chemicals.
Entcch International Inc., London.
Maarif, S, 2004. Pengaruh Penambahan A rang Tempurung Kelapa Dan
Penggunaan Perekat Terhadap Sifat-Sifat Fisika Dan Kimia Biobriket
A rang Dan A rang serbuk Kayu Sengon, Fakultas Kehutanan UGM.
Yogyakarta.
Moehar D, (2005). Participatory Rural Apraisal Pendekatan Efektif
Mendukung Pen erapan Penyuluhan Partisipatif dalam Upaya
Percepatan Pem bangunan Pertanian, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta
Nisandi, 2007. “Pengaruh Massa Bahan dalam Ruang Pengarangan serta
Komposisi Campuran Bahan terhadap Kualitas Biobriket Arang yang
Dihasilkan pada Pirolisis Sampah Organik”. Thesis Teknologi
Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah/limbah Perkotaan (TP2SLP)
Magister Sistem Teknik (MST) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Nurhayati T, 1983. Pengaruh Bahan Perekat Terhadap Sifat Biobriket Arang
Kayu Tusam, dalam Simposium pengusaha hutan pinus. Jakarta.
Oswan Kurniawan dan Marsono, 2008. Superkarbon Bahan Bakar Alternatif
Pengganti Minyak Tanah dan Gas. Cetakan I, Penebar Swadaya,
Jakarta
Sudrajat, R., 2002. Pertanian Organik men uju Pertanian Alternatif
Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.
Suprapto SH, 2004. Pemanfaatan limbah padat hasil penyulingan minyak
nilam sebagai bahan bakar alternatif. Tesis, Magister Sistem Teknik,
UGM. Yogyakarta.
Supriyono, 2007. Modul kuliah Analisis Ekonomi dan Investasi Pengelolaan
Sampah / Sampah/Limbah Perkotaan. MST UGM, Yogyakarta.
Suryana, Y. 2001. Budidaya Jati, Swadaya, Bogor;
Widarto dan Suryanta, 1995, Membuat Bioarang Dari Kotoran Lembu,
Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Biodata Penulis
Nama :Ade Irvan Tauvana, ST.,M.Eng
TTL : Ciamis, 02 Januari 1979
Riwayat Pendidikan:
1. DIII Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. lulus
tahun 2002
2. SI Teknik Mesin Universitas Galuh Ciamis, lulus Tahun 2005
3. Akta Mengajar Universitas Galuh Ciamis, lulus Tahun 2009
4. S2 Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada Yogjakarta, lulus tahun
2011.
Riwayat Pekerjaan:
Dosen Tetap Yayasan Pendidikan Galuh Ciamis
Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin