14
Sains-Teknologi Reaksi Suzuki-Miyaura Cross-Coupling Posted on October 4, 2013 Assalamu ‘alaikum para pembaca di seluruh dunia. Kali ini PPMI Jeddah menghadirkan tulisan yang bertajuk reaksi senyawa kimiawi yang ditulis oleh mahasiswa master di bidang kimia di King Abdulaziz University (KAU), Yudha Prawira Budiman. Selamat membaca! Salam, PPMI Jeddah —————————————————————————————————————————– Artikel ini sangat penting, terutama bagi para peneliti yang berkecimpung di bidang kimia di abad 21 ini. Dibuat selengkap dan sedetail mungkin dalam pembahasannya. “Suzuki-Miyaura Cross-Coupling Reaction”. Reaksi ini ditemukan oleh kimiawan Jepang Suzuki Akira”, seorang peraih Nobel Prize Laureate 2010. Ini adalah sebuah reaksi penggabungan senyawa karbon-karbon (C-C) yang paling tinggi tingkat akurasinya. Pada aplikasinya, reaksi ini sangat bermanfaat dalam dunia sintesis senyawa kimia, seperti yang diterapkan dalam industri obat-obatan. 1. Sejarah singkat Penelitian reaksi “Cross-Coupling” Pada tahun 1979, penemuan reaksi “cross coupling” dari senyawa organoboron yang melibatkan reaksi transmetalasi paladium (II) halida berlangsung dengan syarat adanya larutan basa. Dalam hasil penelitian tersebut, terbukti bahwa telah terjadi reaksi yang sangat ampuh dalam pembentukan ikatan karbon-karbon selektif, serta mendukung studi-studi yang ada sebelumnya dalam lingkup reaksi cross-kopling berkenaan organomagnesiums,-zincs,-stannanes, dan silicon (Buckingham 1994). Sekarang ini, telah banyak reagen-reagen organologam mampu mengalami reaksi cross-coupling yang mirip, tapi

bahan PKM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gjujh

Citation preview

Page 1: bahan PKM

Sains-Teknologi Reaksi Suzuki-Miyaura Cross-Coupling

Posted on October 4, 2013

Assalamu ‘alaikum para pembaca di seluruh dunia. Kali ini PPMI Jeddah menghadirkan tulisan yang bertajuk reaksi senyawa kimiawi yang ditulis oleh mahasiswa master di bidang kimia di King Abdulaziz University (KAU), Yudha Prawira Budiman. Selamat membaca!

Salam,

PPMI Jeddah

—————————————————————————————————————————–

Artikel ini sangat penting, terutama bagi para peneliti yang berkecimpung di bidang kimia di abad 21 ini. Dibuat selengkap dan sedetail mungkin dalam pembahasannya. “Suzuki-Miyaura

Cross-Coupling Reaction”. Reaksi ini ditemukan oleh kimiawan Jepang “Suzuki Akira”, seorang peraih Nobel Prize Laureate 2010. Ini adalah sebuah reaksi penggabungan senyawa karbon-

karbon (C-C) yang paling tinggi tingkat akurasinya. Pada aplikasinya, reaksi ini sangat bermanfaat dalam dunia sintesis senyawa kimia, seperti yang diterapkan dalam industri obat-

obatan.

 

1.  Sejarah singkat Penelitian reaksi “Cross-Coupling”

Pada tahun 1979, penemuan reaksi “cross coupling” dari senyawa organoboron yang melibatkan reaksi transmetalasi paladium (II) halida berlangsung dengan syarat adanya larutan basa. Dalam hasil penelitian tersebut, terbukti bahwa telah terjadi reaksi yang sangat ampuh dalam pembentukan ikatan karbon-karbon selektif,  serta mendukung studi-studi yang ada sebelumnya dalam lingkup reaksi cross-kopling berkenaan organomagnesiums,-zincs,-stannanes, dan silicon (Buckingham 1994). Sekarang ini, telah banyak reagen-reagen organologam mampu mengalami reaksi cross-coupling yang mirip, tapi perhatian baru-baru ini lebih difokuskan pada penggunaan asam organoboron di laboratorium dan industry, karena reagennya sangat cocok dipakai, secara sifat termalnya stabil dan inert terhadap air dan oksigen, sehingga denga demikian perlakuan yang diberikan tidak terlalu membutuhkan kehati-hatian tinggi.

2. Reaksi Cross-Coupling dikatalisis oleh Logam Transisi

Reaksi cross-coupling yang dikatalisis oleh logam transisi untuk membentuk ikatan C-C, C-O, C-N, dan C-S adalah salah satu yang terkuat serta merupakan sintesis organik yang paling baru ditemukan (Spinella 2009)

Page 2: bahan PKM

Kompleks logam transisi memiliki banyak aplikasi yang dapat mempengaruhi penyempurnaan teknik dasar dan cocok untuk membentuk ikatan karbon-karbon. Di dalam kompleks yang digunakan ini, keberadaan kompleks paladium mengambil tempat khusus (Beletskaya 2005).

Dalam sejarahnya, reaksi “palladium catalytic coupling” telah menggunakan iodida dan bromida sebagai akseptor organik. (Thomson 2004). Sejak penemuan reaksi “palladium catalytic coupling” dan pengkelasan dari reaksi tersebut, ahli kimia menjadi tertarik untuk menggunakannya pada pembentukan ikatan C-C (Suzuki 1999).

Di antara mereka, Suzuki-Miyaura reaksi cross-coupling yang dikatalisis oleh kompleks Pd adalah cara yang paling ampuh untuk mensintesis biaril dan heterobiaril (Suzuki 2011). Kelas reaksi ini dapat menjadi langkah kunci dalam menengahi sintesis obat-obatan atau produk alami, ligan, polimer dan bahan lanjutan lainnya(Schlummer 2004).

3. Suzuki Cross-Couplling Reaction.

Gambar 1. Reaksi Suzuki Cross-Coupling reaction menggunakan Katalis-PD

Di dalam reaksi Suzuki Cross-Couplling terdapat pengkoplingan antara organohalida dengan reagen organoboron (gambar.1). Reagen organoboron biasanya datang dalam bentuk asam boronat atau ester dalam persen kompleks paladium dan basa.

Gambar 2. Contoh Senyawa-senyawa Organoboron.

Spesies organoboron lain seperti garam trifluoroborate misalnya potassium (piperidin-1-yl)methyltrifluoroborate,[(tertbutylammonium)methyl]trifluoroborate Internal salt and Potassium N-tert-butyl-aminomethyltrifluoroborate juga dapat digunakan dalam reaksi ini (Molander and Canturk 2009).

3.1 Organoboron chemistry in Suzuki cross-coupling reaction.

Boron memiliki elektron valensi 3 dan berada pada Group III pada tabel periodik. Yang berasal dari tiga ikatan kovalen yang kuat dalam senyawa khas seperti boron trifluorida, BF3, asam borat,

Page 3: bahan PKM

B(OH3), dan trimethylborane. (CH3)3B adalah contoh dari turunan trialkil aril dan boron yang mengadopsi struktur yang mengandung hanya enam ikatan elektron sekitar atom boron.

Di dalam reaksi Suzuki Cross-Coupling, senyawa organoboron biasanya digunakan untuk membentuk beberapa ikatan karbon-karbon. Hasil untuk reaksi-reaksi ini biasanya sederhana. Selanjutnya, peningkatan metodologi terbaru untuk mengatasi kesulitan menambahkan boron reagen dan hidrokarbon memiliki peranan sangat vital.

Pada tahun 1965, Herbert C. Brown telah menemukan dan melaporkan penggunaan Boron dalam kimia organik dan berhasil menyabet Hadiah Nobel pada tahun 1979, Dia melaporkan reaksi hidroborasi seperti yang ditunjukkan Gambar 3.

Gambar 3 Reaksi pertama dari Reaksi Hidroborasi

Dilengkapi dengan penemuan selanjutnya selanjutnya adalah dengan Akira Suzuki pada tahun 1970, yang meraih Hadiah Nobel pada tahun 2010. Ia mempelajari reaksi dari berbagai jenis senyawa organoboron dengan beberapa elektrofil organik melibatkan halida dan triflates (Suzuki et al. 1979). Dia mengamati bahwa:

Senyawa Organoboron secara kimiawi tidak aktif. Atom boron memiliki struktur elektron-π terbuka. Ikatan C-B hampir bersifat kovalen. Bisa dibilang bahwa senyawa organoboron tidak cocok sebagai perantara sintetis.

Dari pengamatannya, ia menemukan bahwa sejumlah katalis Pd-kompleks dan stoikiometri dengan arylhalides. Persamaan pertama diberikan dalam Skema 3.

Gambar 4 The first coupling reaction of organoboron compounds with arylhalides in the presence of [Pd(PPh3)4]. (Suzuki et al. 1979)

4.         Mekanisme dari Reaksi Suzuki Cross-Coupling

Mekanisme dari reaksi Suzuki Cross-Coupling yang diperlihatkan pada Gambar. 5 meliputi:adisi oksidatif dari sebuah elektrofil, biasanya dari organik halida Ar-X, ke pusat logam;

Page 4: bahan PKM

adisi oksidatif dari sebuah elektrofil, biasanya dari organik halida Ar-X, ke pusat logam; transmetallation untuk menghasilkan intermediet organologam; eliminasi reductif untuk membentuk produk cross-coupling dan untuk regenerasi katalis

aktif.

Gambar 5 Mekanisme dari Reaksi Suzuki Cross-Coupling. (Amstrong et al. 1989)

4.1       Adisi Oksidatif

Dalam Reaksi Cross-Coupling Suzuki-Miyaura, adisi oksidatif dari sumber elektrofilik (Ar-X atau R-X, X=I, Br, Cl) terhadap Pd(0) merupakan reaksi tahap awal.  Sejumlah besar studi mekanisme reaksi adisi oksidatif telah dilakukan halida aril (C (sp2)-X elektrofil). Penambahan oksidatif C (sp3)-X elektrofil ke Pd (0) kompleks biasanya terjadi proses assosiasi oleh reaksi SN2. Anion tersebut kemudian ditambahkan ke logam untuk memperoleh produk. (Meijere and Diederich 2004).

4.2       Transmetalasi dari Reaksi Suzuki

Transmetallation didefinisikan sebagai transfer jika gugus organik pada senyawa organoboron ditransfer ke spesies organopalladium(II)halida. Hal ini dapat terjadi melalui dua koridor yang berbeda seperti pada (Gambar 6) membawa diorganopalladium kompleks (Ar-PD II-Ar). Yang kemudian mengalami langkah berikutnya, dalam reaksi Suzuki-Miyaura basa mungkin terlibat dalam lingkup koordinasi baik untuk menggantikan halida dari kompleks paladium atau spesies organoboron. Namun, mekanisme rinci Transmetallation tidak diketahui, karena tergantung pada kondisi organologam dan / atau reaksi (Alrawashdeh 2011).

Transetallation between Ar-Pd-X and Ar’-B(OH)2

Reagen  borana memiliki nuchleophilicity rendah dibandingkan dengan organostannanes, misalnya, reaksi Suzuki memerlukan penggunaan basa dalam rangka untuk berlangsungnya reaksi. Basa kuat seperti NaOH, TiOH, dan bekerja dengan baik di NaOMe THF / sistem pelarut H2O, sedangkan basa lemah seperti K2CO3 dan K3PO4 biasanya lebih sukses dalam DMF. Basa

Page 5: bahan PKM

di terlibat dalam serangkaian langkah-langkah siklus katalitik, terutama pada step transmetalasi (Meijere and Diederich 2004)

4.3       Eliminasi Reduktif

Eliminasi reduktif didefinisikan sebagai penghapusan pasangan organik dari spesies (Ar-PdII-Ar) untuk membentuk ikatan C-C dengan regenerasi katalis (Alrawashdeh 2011).

5.         Katalisis Pd dalam reaksi Suzuki-Miyaura cross-coupling.

Sejumlah ligan baru telah dikembangkan, dirancang dan disintesis untuk menghasilkan efisiensi tinggi dan selektivitas katalis (Meijere and Diederich 2004).

6          Contoh dan penjelasan mekanisme dari Reaksi Suzuki Cross-Coupling.

Gambar 7 Reaksi Suzuki Cross Coupling menggunakan Katalis Palladium

6.1       General Mechanism

Gambar 8 Mekanisme Reaksi Suzuki Cross-coupling(Suzuki 1985)

6.2       Analisis dari masing-masing tahapan dalam mekanisme reaksi

6.2.1    Adisi Oksidatif

Gambar 9 Adisi Oksidatif dari Reaksi Suzuki cross-coupling

Page 6: bahan PKM

Kereaktifan dari leaving group: I – > OTf – > Br – > Cl –. Adisi oksidatif diawali dengan memberikan kompleks cis yang cepat mengisomerasi ke

trans-isomernya (Casado 1998)

6.2.2    Transmetalasi

Senyawa Organoboron memiliki sifat sangat kovalen, dan tidak mengalami transmetalasi mudah tanpa adanya basa.

Peran basa selama transmetalasi belum terselesaikan. Boron “mengambil” kompleks, dibentuk melalui quaternisasi boron dengan basa bermuatan negatif (Matos and Soderquist 1998)

6.2.3    Eliminasi Reduktif

Gambar 11 Eliminasi Reduktif dari Reaksi Suzuki Cross-Coupling

Isomerisasi ke kompleks cis diperlukan sebelum reaksi eliminasi reduktif. Harga relatif eliminasi reduktif dari paladium (II) kompleks:  aril-aril> alkil-aril> n-

propil-n-propil> etil-etil> metil-metil.

References

Alrawashdeh, A. (2011) From Mono- to Tetraphosphines – A Contribution to theDevelopment if Improved Palladium Based Catalysts for Suzuki-Miyaura Cross Coupling Reaction, technischen Universität Chemnitz durchgefuhrt.

Armstrong, R. W. Beau, J.-M., Cheon, S. H., Christ, W. J., Fujioka, H., Ham, W.-H., Hawkins, L. D., Sung, H. J., Kang, S. H., Kishi, Y., Martinelli, M. J., MacWhorter, W.W., Mizuno, Jr.,M., Tino, J. A., Ueda, K., Uenishi, J.-i., White, J. B., Yonaga, M. (1989) Total Synthesis of Palytoxin Carboxylic Acid and Palytoxin Amide. J. Am. Chem. Soc. vol: 111, 7530 – 7533.

Baletskaya, I.P. (2005) Transition-metal-catalyzed reactions of carbon-heteriatom bond formation by substitution and addition processes, Pure Appl. Chem., bol. 77: 2012-2027.

Buckingham, J. (1994) Dictionary of Natural Products. University Press, Cambridge, MA.

Page 7: bahan PKM

Casado, A. L. and Espinet, P. (1998) Organometallics. Vol: 17, 954–959.

Matos, K.; Soderquist, J. A. 1998. J. Org. Chem. Vol: 63, 461–470.

Meijere, A. and Diederich, F. (2004) Metal Catalyzed Cross-Coupling Reactions, 2nd edition, ILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA, Weinheim.

Miyaura, N.and Suzuki, A. (1979) J. Chem. Soc., Chem. Commun., 866–867.

Miyaura, N. and Suzuki, A. (1995) Chem. Rev. Vol: 95, 2457-2483.

Molander, G.-A. and Canturk, B. (2009) Organotrifluoroborates and monocoordinated palladium complexes as catalysts – A patect cabination for Suzuki-Miyauracoupling, Angew. Chem. Int. Ed., vol. 48: 9240-9261.

Schlummer, B and Scholz, U. (2004) Palladium-catalyzed C-N and C-O coupling – a practical Guide from an industrial vantage point, Adv. Synth. Catal., vol. 346: 1599-1626.

Spinella, S. (2009) Transition Metal Catalysis for Organic Stnthesis, Pd. D. Thesis, Graduate school-bew runswich rutgers, The State University of New Jersey, New Brunswick, New Jersey.

Suzuki, A. (1999) Recent advances in the cross-coupling reactions of organoboron derivates with organic electrophiles 1995-1998 (Review), J. Organomet. Chem., vol. 576: 147.

Suzuki, A. (2011) Cross-Coupling reactions of orgvanoboranes: An easy way to construct C-C bonds, Angew. Chem. Int. Ed., vol. 50: 6723.

Suzuki, A., Yamada, K., Miyaura, N., (1979) A new stereospecific cross-coupling by the palladium-catalyzed reaction of 1-alkenylboranes with 1-alkenyl or 1-alkynil halides, Tetrahedron Letters., vol. 20: 3437 – 3440.

Suzuki, A. (1985) Pure & Appl. Chem., vol. 57: 1749–1758.

Thompson, C. (2004) Metal-Catalyzed cross-coupling reactions: entering the iron age

Page 8: bahan PKM

Green Chemistry adalah suatu falsafah atau konsep yang mendorong desain dari sebuah produk ataupun proses yang mengurangi ataupun mengeliminir penggunaan dan penghasilan zat-zat (substansi) berbahaya.

Konsep Green Chemistry itu sendiri berasal dari Kimia Organik, Kimia Anorganik, Biokimia, dan Kima Analitik. Bagaimanapun juga, konsep ini cenderung mengarah ke aplikasi pada sektor industri. Patut digarisbawahi di sini, bahwa Green Chemistry berbeda dengan Environmental Chemistry (Kimia Lingkungan). Perbedaannya adalah sebagai berikut.

Green Chemistry lebih berfokus pada usaha untuk meminimalisir penghasilan zat-zat berbahaya dan memaksimalkan efisiensi dari penggunaan zat-zat (substansi) kimia. Sedangkan, Environmental Chemistry lebih menekankan pada fenomena lingkungan yang telah tercemar oleh substansi-substansi kimia.

Menurut Ryoji Noyori,peraih hadiah Nobel Kimia pada tahun 2001,terdapat 3 kunci perkembangan Green Chemistry. Yaitu, penggunaan Supercritical Carbon Dioxide sebagai pelarut, larutan Hidrogen Peroksida untuk proses oksidasi yang bersih (clean oxidation), dan penggunaan Hidrogen dalam sintesis kiral (chiral synthesis).

Marilah kita tinjau beberapa sektor diatas….

Supercritical Carbon Dioxide adalah karbon dioksida (CO2) yang berada dalam fase cair (liquid phase),yang berada di atas ataupun pada temperatur dan tekanan kritis. Yaitu pada temperatur 31,1oC ke atas dan tekanan 73,3 atm. Zat ini banyak dimanfaatkan sebagai pelarut dalam industri,dikarenakan oleh zat ini memiliki kandungan racun yang rendah dan memiliki tidak memiliki dampak lingkungan yang berarti. Selain itu, rendahnya temperatur dari proses dan stabilitas CO2 memungkinkannya berfungsi sebagai pelarut layaknya aqua distilata.

Hidrogen Peroksida (H2O2), adalah suatu senyawa yang lazim digunakan sebagai dalam proses pemutihan kertas (paper-bleaching) dan desinfektan. Hidrogen Peroksida merupakan salah satu senyawa yang tergolong ke dalam oksidator kuat. Melalui proses katalisasi, dapat dihasilkan radikal hidroksil (-OH) yang memiliki potensial oksidasi dibawah Fluor (F). Keunggulan Hidrogen Peroksida dibandingkan senyawa yang lain adalah, senyawa ini tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Selain itu, kekuatan oksidatornya dapat disesuaikan (adjustable).

Sintesis kiral (chiral synthesis), adalah suatu proses sintesis organik yang menghasilkan suatu senyawa dengan elemen kiralitas yang diinginkan. Ada tiga jenis pendekatan kepada sintesis kiral, salah satunya adalah Katalisasi Asimetris (Assymetric Catalysis). untuk lebih jelas mengenai mekanismenya, dapat anda lihat ke http://nobelprize.org/nobel_prizes/chemistry/laureates/2001/public.html. Pada intinya, teknik yang dikembangkan oleh William S. Knowles, Ryoji Noyori, dan K. Barry Sharpless ini

Page 9: bahan PKM

menunjukkan bahwa langkah dari penelitian skala kecil menuju ke arah aplikasi industri dapat terjadi secara singkat. Selain itu, penemuan mereka sangat bermanfaat bagi pengembangan industri farmasi / obat-obatan.

Green Chemistry itu sendiri memiliki 12 asas, antara lain

1. Menghindari penghasilan sampah

2. Desain bahan kimia dan produk yang aman

3. Desain sintesis kimia yang tak berbahaya

4. Penggunaan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable)

5. Penggunaan katalis

6. Menghindari bahan kimia yang sifatnya derivatif (chemical derivatives)

7. Desain sintesis dengan hasil akhir (produk) yang mengandung proporsi maksimum bahan mentah

8. Penggunaan pelarut dan kondisi reaksi yang aman

9. Peningkatan efisiensi energi

10. Desain bahan kimia dan produk yang dapat terurai

11. Pencegahan polusi

12. Peminimalan potensi kecelakaan kerja

Seiring berkembangnya waktu, kesadaran para pelaku industri akan konsep ini semakin berkembang. Hampir setiap industri di negara-negara maju mulai menerapkan konsep kerja ini. Sementara itu, para ilmuwan pun banyak yang mulai mengadakan penelitian mendalam mengenai segala sesuatu mengenai konsep ini. Bahkan sejak tahun 1995, dibagikan The Presidential Green Chemistry Challenge Awards, kepada individu ataupun korporat yang dianggap telah turut andil dalam memberikan inovasi dalam Green Chemistry. Semua ini, dilakukan dengan satu tujuan. Yaitu, untuk menyelamatkan bumi kita yang tercinta ini.

Kegiatan laboratorium tidak lepas dari penggunaan bahan kimia yang kurang ramah terhadap lingkungan. Untuk menuju green chemistry diperlukan kiat-kiat untuk menerapkan 12 prinsip di atas.

Kepada masing-masing mahasiswa kimia lingkungan, buatlah suatu penerapan green chemistry dalam praktikum di laboratorium, bisa mengambil salah satu mata praktikum di laboratorium kimia PMIPA atau praktikum di SMA atau SMP!.

Page 10: bahan PKM

Jika mengalami kesulitan dalam proses pengerjaan, bisa dikonsultasikan langsung kepada dosen pengampu mata kuliah.

http://nurma.staff.fkip.uns.ac.id/green-chemistry/

12 Principles of Green Chemistry*

1. PreventionIt is better to prevent waste than to treat or clean up waste after it has been created.

2. Atom EconomySynthetic methods should be designed to maximize the incorporation of all materials used in the process into the final product.

3. Less Hazardous Chemical SynthesesWherever practicable, synthetic methods should be designed to use and generate substances that possess little or no toxicity to human health and the environment.

4. Designing Safer ChemicalsChemical products should be designed to effect their desired function while minimizing their toxicity.

5. Safer Solvents and AuxiliariesThe use of auxiliary substances (eg. solvents, separation agents, etc.) should be made unnecessary whenever possible and innocuous when used.

6. Design for Energy EfficiencyEnergy requirements of chemical processes should be recognized for their environmental and economical impacts and should be minimized. If possible, synthetic methods should be conducted at ambient temperature and pressure.

7. Use of Renewable FeedstocksA raw material or feedstock should be renewable rather than depleting whenever technically and economically practicable.

8. Reduce DerivativesUnnecessary derivatization (use of blocking groups, protection/deprotection, temporary modification of physical/chemical processes) should be minimized or avoided if possible, because such steps require additional reagents and can generate waste.

9. CatalysisCatalytic reagents (as selective as possible) are superior to stoichiometric reagents.

10. Design for DegradationChemical products should be designed so that at the end of their function they break down into innocuous degradation products and do not persist in the environment.

Page 11: bahan PKM

11. Real-time Analysis for Pollution PreventionAnalytical methodologies need to be further developed to allow for the real-time, in-process monitoring and control prior to the formation of hazardous substances.

12. Inherently Safer Chemistry for Accident PreventionSubstances and the form of a substance used in a chemical process should be chosen to minimize the potential for chemical accidents, including releases, explosions, and fires.

* Anastas, P. T. and Warner, J. C. Green Chemistry: Theory and Practice. Oxford University Press: New York, 1998, p. 30.