15
LAPORAN PRAKTIKUM PETROGRAFI UNTUK SAYATAN TIPIS KALKARENIT FORMASI SENTOLO DAERAH SENTOLO DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SENTOLO, KABUPATEN KULON PROGO, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Abstrak/sari Daerah penelitian termasuk dalam wilayah yang berada di Zona Pegunungan Kulon Progo, secara administratif terletak di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I. Yogyakarta. Secara geografis terletak pada koordinat408664 dan 9133767 Zona UTM 49, elevasi 32 m. Secara geomorfik, daerah penelitian dibagi menjadi tiga satuan bentukan asal, yaitu bentukan asal karst yang terdiri dari : Satuan Geomorfik Perbukitan Karst Bergelombang Kuat (K1) dan Satuan Geomorfik Perbukitan Karst Bergelombang Lemah (K2). Bentukan asal denudasional yang terdiri dari : Satuan Geomorfik Perbukitan Terkikis (D1). Kemudian bentukan asal Alluvial yang terdiri dari Tubuh Sungai (F1) dan Satuan Geomorfik Dataran Alluvial (F2). Pola pengaliran yang berkembang pada daerah telitian yaitu subdendritik sebagai perkembangan dari pengaruh struktural sesar yang bekerja, dengan stadia geomorfologi yang telah mencapai tahapan dewasa. Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari tiga satuan batuan, dari tua ke muda adalah Satuan Breksi Dukuh berumur Miosen Tengah (N9-N10) yang diendapkan pada fasies gunung api Medial (Bogie & Mackenzie, 1998), Satuan Kalkarenit Sentolo yang berumur Miosen Tengah (N11-N13) yang diendapkan pada Open Platform fasies (Wilson, 1975), dengan hubungan stratigrafi yang selaras, serta Satuan Endapan Alluvial berumur Holosen diendapkan tidak selaras di atas Satuan Batugamping-Klastik sentolo. Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian berupa struktur sesar normal berarah timur - barat. Dari analisis aspek biologi, fisika dan kimia pada Formasi Sentolo, maka lingkungan pengendapan Formasi Sentolo pada daerah penelitian ialah Open Platform Wilson, 1975). Potensi geologi yang ada pada daerah telitian terdiri dari

Bahan Poster

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jugu

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM PETROGRAFI UNTUK SAYATAN TIPIS KALKARENIT FORMASI SENTOLO DAERAH SENTOLO DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SENTOLO, KABUPATEN KULON PROGO, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Abstrak/sari

Daerah penelitian termasuk dalam wilayah yang berada di Zona Pegunungan Kulon Progo, secara administratif terletak di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I. Yogyakarta. Secara geografis terletak pada koordinat408664 dan 9133767 Zona UTM 49, elevasi 32 m.

Secara geomorfik, daerah penelitian dibagi menjadi tiga satuan bentukan asal, yaitu bentukan asal karst yang terdiri dari : Satuan Geomorfik Perbukitan Karst Bergelombang Kuat (K1) dan Satuan Geomorfik Perbukitan Karst Bergelombang Lemah (K2). Bentukan asal denudasional yang terdiri dari : Satuan Geomorfik Perbukitan Terkikis (D1). Kemudian bentukan asal Alluvial yang terdiri dari Tubuh Sungai (F1) dan Satuan Geomorfik Dataran Alluvial (F2). Pola pengaliran yang berkembang pada daerah telitian yaitu subdendritik sebagai perkembangan dari pengaruh struktural sesar yang bekerja, dengan stadia geomorfologi yang telah mencapai tahapan dewasa.

Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari tiga satuan batuan, dari tua ke muda adalah Satuan Breksi Dukuh berumur Miosen Tengah (N9-N10) yang diendapkan pada fasies gunung api Medial (Bogie & Mackenzie, 1998), Satuan Kalkarenit Sentolo yang berumur Miosen Tengah (N11-N13) yang diendapkan pada Open Platform fasies (Wilson, 1975), dengan hubungan stratigrafi yang selaras, serta Satuan Endapan Alluvial berumur Holosen diendapkan tidak selaras di atas Satuan Batugamping-Klastik sentolo. Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian berupa struktur sesar normal berarah timur - barat.

Dari analisis aspek biologi, fisika dan kimia pada Formasi Sentolo, maka lingkungan pengendapan Formasi Sentolo pada daerah penelitian ialah Open Platform Wilson, 1975).

Potensi geologi yang ada pada daerah telitian terdiri dari potensi positif berupa bahan galian golongan C yaitu, batugamping, Sedangkan potensi negatif berupa gerakan tanah dengan jenis slides (Hansen, 1984).

Dasar teori

Petrografi adalah salah satu cabang dari ilmu geologi yang mempelajari batuan berdasarkan kenampakan mikroskopis, termasuk di dalamnya melakukan pemerian (struktur, tekstur, hubungan antar butir mineral) dan pengklasifikasian batuan.Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mempunyai komposisi yang dominan (lebih dari 50%) terdiri dari garam-garam karbonat, yang dalam prakteknya secara umum meliputi Batugamping dan Dolomit.Proses Pembentukannya dapat terjadi secara insitu, yang berasal dari larutan yang mengalami proses kimiawi maupun biokimia dimana pada proses tersebut, organism turut berperan, dan dapat pula terjadi butiran rombakan yang telah mengalami transportasi secara mekanik dan kemudian diendapkan pada tempat lain, dan pembentukannya dapat pula terjadi akibat proses diagenesa dari batuan karbonat yang lain (sebagai contoh yang sangat umum adalah proses dolomitisasi, dimana kalsit berubah menjadi dolomite).Seluruh proses pembentukan batuan karbonat tersebut terjadi pada lingkungan laut, sehingga praktis bebas dari detritus asal darat.

Untuk batuan karbonat bertekstur klastika :

1. Kalsirudit, adalah breksi atau konglomerat dengan fragmen batugamping.

2. Kalkarenit, adalah batupasir yang tersusun oleh mineral karbonat.

3. Kalsilutit, adalah batugamping klastis berbutir halus (lanau – lempung).

Untuk batugamping bertekstur non klastika, cukup diberi nama batugamping non klastika. Apabila di dalam batugamping banyak mengandung fosil maka dapat disebut batugamping berfosil. Sedangkan batuan karbonat yang sudah tersusun oleh kristal kalsit atau dolomit disebut batugamping kristalin.

DESKRIPSI BATUAN

1. Warna : Putih kekuning2. Jenis Batuan : Batuan Sedimen Klastik3. Struktur : Masif4. Tekstur : - Ukuran besar butir :

Pasir/ <  mm- Derajat pemilahan : Pemilahan sedang- Derajat pembundaran : Membundar baik- Kemas : Tertutup

5. Komposisi Mineral : - Fragmen : Fosil- Matrik : Pasir sedang- Semen : Karbonat

6. Nama Batuan : Batugamping (kalkarenit)

         Gambar                             :

       Keterangan                 :

Novendi Bagus Prasetyo / 410013023Muhammad aldi / 410013205Andika Wely D.P / 410013198Michael Piar / 410013044Primananta / 410013008Nugroho Wisnumurtu H. / 410013011

1. Fisiografi dan Geomorfologi Regional

Menurut Van Bemmelen ( 1949, hal. 596), Pegunungan Kulon dilukiskan sebagai

dome besar dengan bagian puncak datar dan sayap-sayap curam, dikenal

sebagai “Oblong Dome”. Dome ini mempunyai arah utara timur laut – selatan

barat daya, dan diameter pendek 15-20 Km, dengan arah barat laut-timur

tenggara.

Gambar Sketsa Fisografi Jawa (Van Bemmmelen, 1949) dan Citraan Landsat (SRTM NASA, 2004)

Di bagian utara dan timur, komplek pegunungan ini dibatasi oleh lembah Progo,

dibagian selatan dan barat dibatasi oleh dataran pantai Jawa Tengah.

Sedangkan di bagian barat laut pegunungan ini berhubungan dengan deretan

Pegunungan Serayu.

Inti dari dome ini terdiri dari 3 gunung api Andesit tua yang sekarang telah

tererosi cukup dalam, sehingga dibeberapa bagian bekas dapur magmanya telah

tersingkap. Gunung Gajah yang terletak di bagian tengah dome tersebut,

merupakan gunung api tertua yang menghasilkan Andesit hiperstein augit

basaltic. Gunung api yang kemudian terbentuk yaitu gunung api Ijo yang terletak

di bagian selatan. Kegiatan gunung api Ijo ini menghasilkan Andesit piroksen

basaltic, kemudian Andesit augit hornblende, sedang pada tahapterakhir adalh

intrusi Dasit pada bagian inti. Setelah kegiatan gunung Gajah berhenti dan

mengalami denudasi, di bagian utara mulai terbentuk gunung Menoreh, yang

merupakan gunung terakhir pada komplek pegunungan Kulon Progo. Kegiatan

gunung Menoreh mula-mula menghasilkan Andesit augit hornblen, kemudian

dihasilkan Dasit dan yang terakhir yaitu Andesit.

Dome Kulon Progo ini mempunyai puncak yang datar. Bagian puncak yang datar

ini dikenal sebagai “Jonggrangan Platoe“ yang tertutup oleh batugamping koral

dan napal dengan memberikan kenampakan topografi “kars“. Topografi ini

dijumpai di sekitar desa Jonggrangan, sehingga litologi di daerah tersebut

dikenal sebagai Formasi Jonggrangan.

Pannekoek (1939), vide (Van Bammelen, 1949, hal 601) mengatakan bahwa sisi

utara dari Pegunungan Kulon Progo tersebut telah terpotong oleh gawir-gawir

sehingga di bagian ini banyak yang hancur, yang akhirnya tertimbun di bawah

alluvial Magelang.

2. Stratigrafi Pegunungan Kulon Progo

Daerah penelitian yang merupakan bagian sebelah timur dari Pegunungan

Serayu Selatan, secara stratigrafis termasuk ke dalam stratigrafis Pegunungan

Kulon Progo. Unit stratigrafis yang paling tua di daerah Pegunungan Kulon Progo

dikenal dengan Formasi nanggula, kemudian secara tidak selaras diatasnya

diendapkan batuan-batuan dari Formasi Jonggaran dan Formasi Sentolo, yang

menurut Van Bemmmelen (1949, hal.598), kedua formasi terakhir ini mempunyai

umur yang sama, keduanya hanya berbeda faises.

1. Formasi Nanggulan

Formasi Nanggulan merupakan formasi yang paling tua di daerah

pegunungan Kulon Progo. Singkapan batuan batuan penyusun dari

Formasi Naggulan dijumpai di sekitar desa Nanggulan, yang merupakn

kaki sebelah timur dari Pegunungan Kulon Progo.

Penyusun batuan dari formasi ini menurut Wartono Raharjo dkk (1977)

terdiri dari Batupasir dengan sisipan Lignit, Napal pasiran, Batulempung

dengan konkresi Limonit, sisipan Napa dan Batugamping, Batupasir dan

Tuf serta kaya akan fosil foraminifera dan Moluska. Diperkirakan ketebalan

formasi ini adalah 30 meter.

Marks (1957, hal.101) menyebutkan bahwa berdasarkan beberapa studi

yang dilakukan olh Martin (1915 dan 31 ), Douville (1912), Oppernorth &

Gerth (1928), maka formasi Nanggulan ini dibagai menjadi 3 bagian

secara strtigrafis dari bawah ke atas adalah sebagai berikut

a) Anggota (“ Axinea Berds”), marupakan bagian yang paling bawah dari

formasi Nanggulan. Ini terdiri dari Batupasir dengan interkalasi Lignit,

kemudian tertutup oleh batupasir yang banyak mengandung

fosil Pelcypoda, dengan Axinea dunkeri Boetgetter yang dominan.

Ketebalan anggota Axinea ini mencapai 40 m.

b) Anggota Djogjakartae (‘Djokjakarta”). Batuan penyususn dari bagian ini

adalh Napal pasiran, Batuan dan Lempung dengan banyak konkresi yang

bersifat gampingan. Anggota Djokjakartae ini kaya akan Foraminifera

besar dan Gastropoda. Fosil yang khas adalah Nummulites djokjakartae

MARTIN, bagian ini mempunyai ketenalan sekitar 60 m.

Anggota Discocyclina (“Discocylina Beds”), Batuan penyususn dari bagian

ini adalah Napal pasiran, Batupasir arkose sebagi sisipan yang semakin ke

atas sering dijumpai. Discocyciina omphalus, merupakan fosil penciri dari

bagian ini.Ketebalan dari anggota ini mencapai 200 m.

Berdasarkan pada studi fosil yang diketemukan, Formasi Nanggulan

mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah sampai Oligosen Atas

(Hartono, 1969, vide Wartono Raharjo dkk, 1977).

2. Formasi Andesit Tua

Batuan penyusun dari formasi ini terdiri atas Breksi andesit, Tuf, Tuf Tapili,

Aglomerat dan sisipan aliran lava andesit. Lava, terutama terdiri dari

Andesit hiperstein dan Andesit augit hornblende (Wartono Raharjo dkk,

1977).

Formasi Andesit Tua ini dengan ketebalan mencapai 500 meter

mempunyai kedudukan yang tidak selaras di atas formasi Nanggulan.

Batuan penyusun formasi ini berasal dari kegiatan vulaknisme di daerah

tersebut, yaitu dari beberapa gunung api tua di daerah Pegunungan Kulon

Progo yang oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Gunung Api

Andesit Tua. Gunung api yang dimaksud adalah Gunung Gajah, di bagian

tengah pegunungan, Gunung Ijo di bagian selatan, serta Gunung Menoreh

di bagian utara Pegunungan Kulon Progo.

Aktivitas dari Gunung Gajah di bagian tengah mengahsilkan aliran-aliran

lava dan breksi dari andesit piroksen basaltic. Aktivitas ini kemudian diikuti

Gunung Ijo di bagian selatan Pegunungan Kulon Progo, yang

menghasilkan Andesit piroksen basaltic, kemudian Andesit augit

hornblende dan kegiatan paling akhir adalah intrusi Dasit. Setelah

denudasi yang kuat, sedikit anggota dari Gunung Gajah telah tersingkap,

di bagian utara, Gunung Menoreh ini menghasilkan batuan breksi Andesit

augithornblende, yang disusul oleh intrusi Dasit dan Trakhiandesit.

Purnamaningsih (1974, vide warttono rahardjo, dkk, 1977) menyebutkan

telah menemukan kepingan Tuff napalan yang merupakan fragmen Breksi.

Kepingan Tuff napalan ini merupakan hasil dari rombakan lapisan yang

lebih tua, dijumpai di kaki gunun Mujil. Dari hasil penelitian, kepingan Tuff

itu merupakan fosil Foraminifera plantonik yang dikenal sebagai

Globigerina ciperoensis bolli, Globigerina geguaensis weinzrel; dan applin

serta Globigerina praebulloides blow. Fosil-fosil ini menunjukkan umur

Oligosen atas.

Formasi Andesit Tua secara stratrigrafis berada di bawah Formasi

Sentolo. Harsono Pringgoprawiro (1968, hal.8) dan Darwin Kadar (1975,

hal.2) menyimpulkan bahwa umur Formasi Sentolo berdasarkan penelitian

terhadap Foraminifera plantonik adalah berkisar antara Awal Meiosen

sampai Pliosen. Formasi Nanggulan, yang terletak di bawah Formasi

Andesit Tua mempunyai kisaran umur Eosen Tengah hingga Oligosen

Atas (hartono, 1969, vide Wartono Rahardjo, dkk, 1977). Jika kisaran umur

itu dipakai, maka Formasi Andesit Tua diperkirakan berumur Oligosen

Atas sampai Meiosen Bawah. Menurut Purbaningsih (1974, vide wartono

Rahardjo, dkk, 1977) umur Formasi Tua ini adalah Oligosen.

3. Formasi Jonggrangan

Litologi dari Formasi Jonggrangan ini tersingkap baik di sekitar desa

Jonggrangan, suatu desa yang ketinggiannya di atas 700 meter dari muka

air laut dan disebut sebagai Plato Jonggrangan.

Bagian bawah dari formasi ini terdiri dari Konglomerat yang ditumpangi

oleh Napal tufan dan Batupasir gampingan dengan sisipan Lignit. Batuan

ini semakin ke atas berubah menjadi Batugamping koral (Wartono

rahardjo, dkk, 1977)

Formasi Jonggrangan ini terletak secara tidak selaras di atas Formasi

Andesit Tua. Ketebalan dari Formasi Jonggrangan ini mencapai sekitar

250 meter (van Bemmelen, 1949, hal.598). koolhoven (vide van

Bemmelen, 1949, hal.598) menyebutkan bahwa formasi Jonggrangan dan

Formasi SEntolo keduanya merupakan Formasi Kulon Progo (“Westopo

Beds”) ini diduga berumur Miosen Tengah.

4. Formasi Sentolo

Litologi penyusun Formasi Sentolo ini di bagian bawah, terdiri dari

Aglomerat dan Napal, semakin ke atas berubah menjadi Batugamping

berlapis dengan fasies neritik. Batugamping koral dijumpai secara lokal,

menunjukkan umur yang sama dengan formasi Jonggrangan, tetapi di

beberapa tempat umur Formasi Sentolo adalah lebih muda (Harsono

Pringgoprawiro, 1968, hal.9).

Berdasarkan penelitian fosil Foraminifera yang dilakukan Darwin kadar

(1975) dijumpai beberapa spesies yang khas, seperti : Globigerina insueta

CUSHMAN & STAINFORTH, dijumpai pada bagian bawah dari Formasi

Sentolo. Fosil-fosil tersebut menurut Darwin Kadar (1975, vide Wartono

Rahardjo, dkk, 1977) mewakili zona N8 (Blow, 1969) atau berumur Miosen

bawah. Menurut Harsono Pringgoprawiro (1968) umur Formasi Sentolo ini

berdasarkan penelitian terhadap fosil Foraminifera Plantonik, adalh

berkisar antara Miosen Awal sampai Pliosen (zona N7 hingga

N21). Formasi Sentolo ini mempunyai ketebalan sekitar 950 meter

( wartono rahardjo, dkk, 1977).

Dari uraian di atas terlihat stratigrafi daerah Pegunungan Kulon Progo,

baik itu perbedaan hubungan stratigrafis antara formasi, maupun

perbedaan umur dari masing-masing formasi. Ini disebabkan oleh adanya

perbedaan data fosil yang digunakan untuk penentuan umur, karena

sebagian ahli mempergunakan fosil Moluska dan Foraminifera besar

sebagai dasar penelitian, sedangkan ahli lain mempergunakan

Foraminifera kecil plantonik sebagai penelitian. Tidak lengkapnya data

merupakan penyebab utama adanya perbedaan tersebut. Untuk lebih

jelasnya perbedaan tentang susunan stratigrafi di daerah pegunungan

Kulon Progo tersebut.

2.3 Struktur Geologi Regional

Seperti yang sudah dibahas pada geomorfologi regional, pegunungan Kulon

Progo oleh Van Bemmelen (1949, hal.596) dilukiskan sebagai kubah besar

memanjang ke arah barat daya-timur laut, sepanjang 32 km, dan melebar kea

rah ternggara-barat laut, selebar 15-20 km. Pada kaki-kaki pegunungan di

sekekliling kubah tersebut banyak dijumpai sesar-sesar yang membentuk pola

radial.

Gambar Skema blok diagram dome pegunungan Kulon Progo, yang digambarkan Van Bemmelen (1945, hal.596)

Pada kaki selatan gunung Menoreh dijumpai adanya sinklinal dan sebuah sesar

dengan arah barat-timur, yang memisahkan gunung Menoreh dengan gunung ijo

serta pada sekitar zona sesar.