Upload
hilman
View
12
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bahan pts
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dinyatakan
bahwa, “Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di
SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai
oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum
di setiap satuan pendidikan” (Depdiknas, 2006:47).Pencapaian SK dan
KD tersebut pada pembelajaran IPA didasarkan pada pemberdayaan
peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan
pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru dengan berorientasi kepada
tujuan kurikuler Mata Pelajaran IPA. Salah satu tujuan kurikuler pendidikan
IPA di Sekolah Dasar adalah “Mengembangkan keterampilan proses
untuk menyelidiki alam sekitar,memecahkan masalah dan membuat
keputusan;” (Depdiknas, 2006: 48).
Untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA, guru sebagai pengelola
langsung pada proses pembelajaran harus memahami karakteristik (hakikat)
dari pendidikan IPA sebagaimana dikatakan (Depdiknas, 2006:47), bahwa:
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi
dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Karakteristik pendidikan IPA yang digariskan oleh Departemen
Pendidikan Nasional sejalan dengan pandangan para pakar pendidikan IPA di
tingkat Internasional. Menurut Trowbridge & Bybee (1990:48) IPA merupakan
perwujudan dari suatu hubungan dinamis yang mencakup tiga faktor utama,
yaitu: IPA sebagai suatu proses dan metode (methods and processes); IPA
sebagai produk-produk pengetahuan (body of scientific knowledge), dan IPA
sebagai nilai-nilai (values). IPA sebagai proses/metode penyelidikan (inquiry
methods) meliputi cara berpikir, sikap, dan langkah-langkah kegiatan saintis
untuk memperoleh produk-produk IPA atau ilmu pengetahuan ilmiah, misalnya
observasi, pengukuran, merumuskan dan menguji hipotesis, mengumpulkan
data, bereksperimen, dan prediksi. Dalam wacana seperti itu maka IPA bukan
sekadar cara bekerja, melihat, dan cara berpikir, melainkan ‘science as a way
of knowing’. Artinya, IPA sebagai proses juga dapat meliputi kecenderungan
sikap/tindakan, keingintahuan, kebiasaan berpikir, dan seperangkat prosedur.
Sementara nilai-nilai (values) IPA berhubungan dengan tanggung jawab moral,
nilai-nilai sosial, manfaat IPA untuk IPA dan kehidupan nanusia, serta sikap
dan tindakan (misalnya, keingintahuan, kejujuran, ketelitian, ketekunan, hati-
hati, toleran, hemat, dan pengambilan keputusan).
Karakteristik dan pengertian IPA sebagaimana diuraikan di atas
secara singkat terangkum dalam pengertian IPA menurut Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) untuk Mata Pelajaran IPA, bahwa IPA adalah “cara
mencari tahu secara sistematis tentang alam semesta”. Dalam proses mencari
tahu ini pembelajaran IPA dirancang untuk mengembangkan Kerja Ilmiah dan
Sikap Ilmiah siswa. Pengertian tersebut mengandung makna bahwa proses
pembelajaran IPA di Sekolah Dasar menuntut guru mampu menyediakan
mengelola pembelajaran IPA dengan suatu metode dan teknik penunjang yang
memungkinkan siswa dapat mengalami seluruh tahapan pembelajaran yang
bermuatan keterampilan proses, sikap ilmiah, dan penguasaan konsep.
Sementara kenyataan di lapangan, pada mayoritas SD, tuntutan karak-
teristik pendidikan IPA sebagaimana diamanatkan oleh KTSP masih jauh dari
yang dimaksudkan.Implementasi KTSP lebih terfokus pada pembenahan jenis-
jenis administrasi pembelajaran. Sedangkan dalam pelaksanaan KBM belum
menunjukkan perubahan yang sangat berarti. Hal ini disebabkan antara lain,
pemberlakukan KTSP belum disertai dengan pelatihan bagi guru-guru
bagaimana mengelola pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum.
Selain itu, fasilitas pembelajaran IPA seperti media dan alat peraga, kualitas
dan kuantitasnya tidak banyak berubah, yaitu jauh dari memadai.
Pembelajaran seharusnya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif
dalam suasana yang menyenangkan, meng-gairahkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk semua itu maka
diperlukan adanya standar proses pembelajaran.
PP No. 19 tahun 2005 standar proses pembelajaran meliputi perencanaan
proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk bisa terlaksananya
proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Tugas pokok guru adalah menyusun perencanaan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar siswa. Agar mutu
pendidikan dapat dicapai secara optimal, maka pelaksanaan tugas pokok guru
tersebut harus mendapat pengawasan baik dari pengawas sekolah maupun
kepala sekolah. Pengawasan proses pembelajaran adalah salah satu bentuk
penjaminan mutu yang dilakukan secara internal (sekolah) untuk memberikan
layanan bagi terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Sebagai
bentuk pengawasan eksternal oleh pengawas/penilik, supervisi akademik juga
dapat difungsikan sebagai pengawasan internal, dan dalam kaitan dengan itu,
pengawasan proses pembelajaran menjadi tanggungjawab Kepala Sekolah
selaku supervisor pembelajaran, guru bersangkutan sebagai proses evaluasi dan
refleksi diri, serta oleh sejawat (guru) sebagai bentuk kepedulian terhadap mutu
pembelajaran bidang sejenis/serumpun. Pengawasan proses pembelajaran
dilakukan pada aspek perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses
pembelajaran, yang dilaksanakan pada awal, tengah, dan akhir semester.
Permasalahan umum yang saat ini masih menimpa dunia pendidikan kita
juga terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan yang dialami SDN 10
Petarukan Kecamatan petarukan, yaitu di samping keterbatasan tenaga guru
yang dimiliki tidak sesuai dengan jumlah guru yang diperlukan juga tingkat
kemampuan guru dalam mengajar masih sangat rendah. Maka untuk mengatasi
dan mengantisipasi rendahnya mutu pendidikan salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan. Untuk
meningkatkan pelayanan pendidikan pada tingkat instruksional harus dimulai
dari peningkatan kualitas layanan yang secara operasional dilaksanakan oleh
guru.
Hal ini berlandaskan pada pemikiran bahwa guru memegang peranan
yang sangat vital dan strategis dalam upaya pengembangan dan pembaharuan
pendidikan.Guru merupakan kunci utama proses pendidikan. Apapun
kurikulum dan sarana yang dimiliki sekolah, pada akhirnya gurulah yang
menggunakan dalam proses pendidikan. Untuk itu guru dituntut agar mampu
memfasilitasi kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan, memberikan
motivasi kepada siswa, menyediakan iklim belajar yang kondusif, melakukan
inovasi-inovasi dalam pembelajaran, dan mampu mentransfer ilmu
pengetahuan serta nilai-nilai kepada siswa. Oleh sebab itu keberhasilan
program layanan pendidikan pada tingkat instruksional sangat tergantung pada
kemampuan guru dalam kegiatan proses belajar mengajar. Tanpa guru,
pendidikan hanya akan menjadi slogan muluk, karena segala bentuk kebijakan
program pada akhirnya ditentukan oleh kinerja pihak yang berada pada garis
terdepan yaitu guru. Untuk itu guru harus dikelola dengan baik sehingga
mampu dan siap bekerja secara optimal.
Untuk mewujudkan peningkatan kualitas profesi guru di bidang studi
mata pelajaran IPA tidak akan terlepas adanya pembinaan dari pengawas
sekolah, karena bertugas melaksanakan pengawasan akademik dan pengawasan
manajerial di sekolah yang ditunjuk melalui kegiatan pemantauan, penilaian,
pembinaan, serta pelaporan dan tindak lanjut.Tanggung jawab pengawas
sekolah adalah meningkatkan mutu pembelajaran agar dapat mempertinggi
mutu hasil belajar siswa serta meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan
di sekolah.
Kenyataan menunjukkan bahwa saat ini prestasi peserta didik atau nilai
ulangan semester I tahun pelajaran 2014/2015 di SD Negeri 10 Petarukan
masih jauh dari harapan. Sebagai indikator adalah hasil analisis tes peserta
didik dengan ketuntasan belajar kurang 75%. Demikian juga pencapaian nilai
ujian akhir sekolah bidang studi IPA masih jauh dari KKM yang ditentukan.
Dari hasil pengamatan langsung observasi awal, salah satu penyebabnya guru
yang mengajar di sekolah tersebut belum mengetahui strategi dan teknik
mengajar atau cara penerapan proses belajar-mengajar secara benar dan efektif,
karena mayoritas guru-guru yang mengajar dalam penerapan metode/model
kurang bervariasi dan menganggap kemampuan siswa sama dengan
guru.Ternyata dalam melaksanakan pembelajaran banyak guru yang
mengalami kesulitan, sehingga hasil belajar siswa kurang optimal.
Mata pelajaran IPA dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat
dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPA
disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses
pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di
masyarakat (Lasmawan,2010:3). Dengan pendekatan tersebut diharapkan
peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam
pada bidang ilmu yang berkaitan. Kekurangmampuan guru dalam
melaksanakan pada proses pembelajaran merupakan akibat dari terbatasnya
guru dalam sistem memilih strategi pembelajaran dan kurangnya wawasan
guru tentang pendekatan, strategi, metode, teknik mengajar, mengajar dalam
pengetian mengatur lingkungan untuk membelajarkan peserta didik.
Sesungguhnya semua guru mempunyai daya kesanggupan yang lebih
besar daripada yang mereka pergunakan jika benar-benar diberi kesempatan,
bimbingan, dan jalan untuk mengembangkan kesanggupan-kesanggupannya.
Peranannya dalam kelas maupun dalam proses administrasi pendidikan tidak
kurang pentingnya.
Karena itu guru perlu diberikan bantuan sesuai dengan kebutuhannya
untuk mengatasi kelemahan ataukekurangan dalam proses pembelajaran,
sehingga dapat lebih meningkatkan keterampilan mengajar dan sikap
profesionalisme.Fenomena tersebut menunjukkan adanya masalah yang
dihadapi guru dalam melaksanakan proses yang segera dapat diatasinya. Ada
beberapa aspek yang harus untuk diperhatikan dalam memilih dan
menggunakan strategi membelajarkan pada peserta didik antara lain : (a)
kompetensi atau indikator hasil belajar yang harus dikuasai peserta didik, (b)
karakteristik bahan ajar, (c) kelas size dalam arti jumlah peserta didik dalam
satu rombongan belajar, (d) media dan alat bantu yang tersedia, (e) suasana dan
iklim, serta (f) interaksi guru dengan peserta didik. Oleh karena itu diperlukan
tindakan kegiatan Supervisi Klinis yang dilaksanakan oleh seorang pengawas
sekolah yang menangani dan mempertimbangkan masalah pembelajaran yang
dihadapi guru serta faktor-faktor yang menjadi penyebabnya melalui supervisi
klinis.
Supervisi klinis yang juga disebut supervisi kelas adalah suatu bentuk
bimbingan atau bantuan profesional yang diberikan kepada guru berdasarkan
kebutuhan guru melalui siklus yang sistematis untuk meningkatkan proses
belajar mengajar (La Sulo, Effendi, Godjali). Selanjutnya Suaidinmath (2010)
juga menggungkapkan bahwa secara umum supervisi klinis diartikan sebagai
bentuk bimbingan profesional yang diberikan kepada guru berdasarkan
kebutuhannnya melalui siklus yang sistematis. Siklus sistematis ini meliputi:
perencanaan, observasi yang cermat atas pelaksanaan dan pengkajian hasil
observasi dengan segera dan obyektif tentang penampilan mengajarnya yang
nyata.
Supervisi klinis adalah supervisi yang memiliki ciri-ciri esensial sebagai
berikut:
(1) Bimbingan dari supervisor kepada guru bersifat bantuan, bukan perintah
atau instruksi, sehingga prakarsa dan tanggung jawab pengembangan diri
berada di tangan guru; (2) Hubungan interaksi dalam proses supervisi bersifat
kolegial, sehingga inti (3) Meskipun unjuk kerja mengajar guru di kelas
bersifat luas dan terintegrasi, tetapi sasaran supervisi terbatas pada apa yang
dikontrakkan; (4) Sasaran supervisi diajukan oleh guru, dikaji dan disepakati
bersama dalam kontrak; (5) Proses supervisi klinis melalui tiga tahapan:
pertemuan pendahuluan, observasi kelas, dan pertemuan balikan; (6) Instrumen
observasi ditentukan bersama oleh guru dan supervisor; (7) Balikan yang
objektif dan spesifik diberikan dengan segera; (8) Analisis dan interpretasi data
observasi dilakukan bersama-sama; (9) Proses supervisi bersiklus.
Prosedur yang harus ditempuh dalam melaksanakan supervisi klinis
menurut Sahertian (2000:38) terdiri dari (a) pertemuan pendahuluan (b)
observasi guru mengajar (c) pertemuan balikan, serta (d) tindak lanjut.
Kemampuan mengelola kelas adalah kemampuan guru untuk
menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan kemampuan
guru untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal apabila terdapat
gangguan dalam proses pembelajaran, baik yang bersifat gangguan kecil dan
sementara, maupun yang bersifat gangguan yang berkelanjutan.
Tugas guru meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian, Ketiga hal
itu merupakan rangkaian yang utuh dalam proses pembelajaran. Perencanaan
pembelajaran adalah menyusun rencana tentang materi pembelajaran,
bagaimana melaksanakan pembelajaran, dan bagaimana melaksanakan
penilaian. Oleh karena itu esensi perencanaan pembelajaran adalah kesiapan
yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pembelajaran. Proses
pembelajaran adalah interaksi antara pendidik dan pesreta didik yang
diharapkan menghasilkan perubahan peserta didik. Inti dari proses
pembelajaran adalah efektivitasnya. Pembelajaran dikatakan efektif jika
mencapai hasil yang diinginkan, sedangkan evaluasi pembelajaran adalah suatu
proses untuk mendapatkan informasi tentang hasil belajar siswa.
Lasmawan (2010:126) menge-mukakan “pola pembelajaran IPS di SD
hendaknya lebih menekankan pada unsur pendidikan dan pembekalan
pemahaman, nilai-moral, dan keterampilan-keterampilan sosial pada siswa”.
Guru mengupayakan menanamkan sikap, perilaku, nilai, dan moral kepada
siswa, untuk bekal mereka hidup dalam masyarakat, dan bekal pengetahuan
mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Melalui supervisi klinis yang yang berbentuk siklus dan bersifat
kelegalitas, diharapkan kemampuan guru-guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran dapat meningkat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas yang dipaparkan, maka
permasalahannya adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan guru mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam di SDN 10 Petarukan Kecamatan Petarukan tahun
pelajaran 2014/2015 dalam merencanakan pembelajaran setelah mengikuti
supervisi klinis?
2. Bagaimanakah peningkatan kemampuan guru mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam SDN 10 Petarukan Kecamatan Petarukan tahun pelajaran
2014/2015 dalam melaksanakan proses pembelajaran setelah mengikuti
supervisi klinis?
3. Bagaimanakah peningkatan kemampuan guru mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam SDN 10 Petarukan Kecamatan Petarukan tahun pelajaran
2014/2015 dalam melengkapi administrasi setelah mengikuti supervisi klinis?
4. Kendala-kendala apa yang dihadapi
guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan alam SDN 10 Petarukan Kecamatan
Petarukan tahun pelajaran 2014/2015 dalam mengelola proses pembelajaran
dengan menggunakan supervisi klinis?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Peningkatan kemampuan guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SDN
10 Petarukan Kecamatan Petarukan tahun pelajaran 2014/2015 dalam
melaksanakan proses pembelajaran setelah mengikuti supervisi klinis
2. Peningkatan kemampuan guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SDN
10 Petarukan Kecamatan Petarukan tahun pelajaran 2014/2015 dalam
melaksanakan proses pembelajaran setelah mengikuti supervisi klinis .
3. Peningkatan kemampuan guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SDN
10 Petarukan Kecamatan Petarukan tahun pelajaran 2014/2015 dalam
melengkapi administrasi setelah diadakan supervisi klinis.
4. Kendala-kendala apa yang dihadapi guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
D. Manfaat Penelitian
Penelitian tindakan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai
kalangan,antara lain:
1. Bagi pengawas dapat lebih meningkatkan kemampuan dalam
melakukan pembinaan kepada para guru melalui supervisi klinis.
2. Bagi para guru dapat memberikan manfaat yang besar dalam
membantu memecahkan masalah yang berhubungan dengan
penyusunan perencanaan pembelajaran,sehingga mampu
meningkatkan kualitas pembelajaran yang akan berdampak pada
peningkatan hasil pembelajaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Supervisi Klinis
1. Supervisi Klinis
Supervisi klinis mulai dikembangkan pada akhir dasa warsa lima
puluhan dan awal enam puluhan oleh Morris L. Cogan, Robert Goldhammer,
dan Richard Weller di Harvard School of Education. Model supervisi klinis
lebih menekankan pada hubungan tatap muka antara supervisor dengan guru
serta terpusat pada perilaku aktual guru dalam mengajar. Acheson dan Gall
( 1980 ) memberikan istilah supervisi klinis sebagai Teacher Centered
Supervision. Richard Waller (dalam Purwanto, 2002) menyatakan :
Clinical supervision may be defined as supervision focused upon the
improvement as instruction by means of systematic cycles of planning,
observation and intensive intellectual analysis of actual teaching
performance in the interest of rational modification.
Sedang K.A. Acheson dan M.D. Gall (1980) mendefinisikan supervisi
klinis sebagai proses membantu guru-guru memperkecil kesenjangan antara
tingkah laku mengajar yang nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal.
Definisi ini memberi indikasi bahwa supervisi klinis merupakan suatu proses
membantu guru mengatasi kesulitannya dalam mengajar. Hal ini senada
dengan pendapat Olivia (1993) bahwa supervisi klinis bukan untuk tujuan
administrasi, tetapi lebih ditujukan untuk meningkatkan kemampuan mengajar
guru sehingga memberi efek yang jauh lebih baik.
Sergiovanni dan Starrat (1993) mengemukakan tujuan supervisi klinis
adalah untuk memperbaiki pengajaran guru di kelas dan meningkatkan
performance guru. Searah dengan pendapat tersebut Acheson dan Gall (1980)
menyatakan tujuan supervisi klinis adalah meningkatkan pengajaran guru di
kelas. Pada intinya dapat disimpulkan bahwa tujuan supervisi klinis adalah
untuk memperbaiki dan meningkatkan perilaku mengajar guru, terutama yang
lemah dalam mengajar agar dapat melaksanakan tugas secara profesional.
Acheson dan Gall (dalam Maisyaroh, 1999) mengemukakan tiga
prinsip umum pelaksanaan supervisi klinis yang bertumpu pada psikologi
humanistik, yakni : interaktif, demokratik dan terpusat pada guru. Prinsip
interaktif mensyaratkan adanya hubungan timbal balik yang dekat, saling
memberi dan menerima, memahami dan saling mengerti antara guru dan
supervisor. Prinsip demokratik menekankan adanya keterbukaan antara guru
dan supervisor untuk mengemukakan pendapat, tidak mendominasi
pembicaraan, bersama-sama mendiskusikan dan mengkaji semua pendapat
dalam pertemuan, dan pada akhirnya keputusan ditetapkan berdasar
kesepakatan bersama. Prinsip terpusat pada guru, artinya proses bantuan harus
didasarkan pada kebutuhan dan aspirasi guru serta tetap berada dalam lingkup
perilaku guru dalam mengajar secara aktual.
Dari beberapa prinsip di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip supervisi
klinis meliputi : (1) dilaksanakan dalam hubungan yang demokratik, interaktif,
dan harmonis; (2) terpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru untuk
memperbaiki kelemahannya dalam mengajar; (3) observasi dan analisis umpan
balik didasarkan pada kesepakatan yang dibuat sebelumnya.
Berkaitan dengan proses supervisi klinis, Sahertian (2000) dan Nurtain
(1989) menawarkan tiga langkah yaitu : (1) pertemuan awal, (2) observasi, dan
pertemuan akhir. Senada dengan dua pendapat di atas, Goldhammer, Anderson,
dan Krajewski (dalam Bafadal, 2003) mengemukakan lima kegiatan dalam
proses supervisi klinis yakni : (1) pertemuan sebelum observasi, (2) observasi,
(3) analisis dan strategi, (4) pertemuan supervisi, dan (5) analisis sesudah
pertemuan supervisi.
Supervisi klinis memiliki ciri khas yang membedakan dengan teknik
supervisi yang lain, ciri khas itu antara lain : diawali dengan adanya
kesepakatan mengenai aspek perilaku mengajar yang akan diperbaiki, hipotesis
beserta instrument observasinya, perbaikan dilakukan secara satu per satu
berdasar prioritas yang disepakati, ada pemberian penguatan dan kerjasama
yang saling bertanggung jawab.
2. Model Supervisi Klinis.
2.1 Beberapa Pembatasan tentang Supervisi Klinis.
Supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan
pada peningkatan mengajar dengan melalui siklus yang sistematik,
dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan
cermat tentang penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan
mengadakan perubahan dengan cara yang rasional. (R. Willem
dalam Archeson dan Gall, 1980 : 1 / terjemahan S.L.L Sulo, 1985).
K.A. Archeson dan M.D. Gall (1980 : 25) terjemahan S.L.L Sulo,
1985 : 5, mengemukakan supervisi klinis adalah proses membantu
guru-guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar
yang nyata dengan dengan tingkah laku mengajar yang ideal.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
supervisi klinis adalah suatu proses pembimbing dalam pendidikan
yang bertujuan membantu pengembangan profesional guru dalam
pengenalan mengajar melalui observasi dan analisis data secara
objektif, teliti sebagai dasar untuk usaha mengubah perilaku
mengajar guru. Ungkapan supervisi klinis (Clinical supervision)
sebenarnya digunakan oleh Morries Cogan, Robber Education.
Tekanan dalam pendekatan di Havard School of bersifat khusus
melalui tatap muka dengan guru pengajar. Inti bantuan terpusat pada
perbaikan penampilan dan perilaku mengajar guru (Archeson dan
Gall, 1980 :8).
2.2 Mengapa Perlu Dikembangkan Supervisi Klinis di Lingkungan Guru-
guru ?
Ada berbagai faktor yang mendorong dikembangkannya supervisi klinis
bagi guru-guru.
a. Dalam kenyataannya yang dikerjakan supervisi ialah mengadakan
evaluasi guru-guru semata. Di akhir satu semester guru-guru
mengisi skala penilaian yang diisi peserta didik mengenai cara
mengajar guru. Hasil penilaian diberikan kepada guru-guru dalam
mengajar hanya mencapai tingkat penampilan seperti itu. Cara ini
menyebabkan ketidakpuasan guru secara tersembunyi.
b. Pusat pelaksanaan superisi adalah supervisor, bukan berpusat
pada apa yang dibutuhkan guru, baik kebutuhan profesional
sehingga guru-guru tidak merasa memperoleh sesuatu yang
berguna bagi pertumbuhan profesinya.
c. Dengan menggunakan merit rating (alat penilaian kemampuan
guru), maka aspek-aspek yang diukur terlalu umum. Sukar sekali
untuk mendeskripsikan tingkah laku guru yang paling mendasar
seperti yang mereka rasakan, karena diagnosisnya tidak
mendalam, tapi sangat bersifat umum dan abstrak.
d. Umpan balik diperoleh dari hasil pendekatan, sifatnya memberi
arahan, petunjuk , instruksi, tidak menyentuh masalah manusia
yang terdalam yang dirasakan guru-guru, sehingga hanya bersifat
dipermukaan.
e. Tidak diciptakan hubungan identifikasi dan analisis diri, sehingga
guru-guru melihat konsep dirinya. Seperti yang dikemukakan P.
Winggens bahwa dalam diri seseorang ada 3 konsep diri, yaitu :
(1). Saya dengan self concept saya sendiri.
(2). Saya dengan self idea saya sendiri.
(3). Saya dengan self reality saya sendiri. supervisi selamanya
dapat menemukan dirinya sendiri dan menjadi diri sendiri.
f. Melalui diagnosis dan analisis dirinya sendiri guru menemukan
dirinya. Ia sadar akan kemampuan dirinya dengan menerima
dirinya dan timbul motivasi dari dalam dirinya sendiri untuk
memperbaiki dirinya sendiri. praktek-praktek supervisi yang tidak
manusiawi itu menyebabkan kegagalan dalam pemberian
supervisi kepada guru-guru, itulah sebabnya perlu supervisi
klinis.
2.3 Ada Beberapa Ciri Supervisi Klinis
a. Dalam supervisi klinis, bantuan yang diberikan bukan bersifat
instruksi atau memerintah. Tetapi tercipta hubungan manusiawi,
sehingga guru-guru memiliki rasa aman. Dengan timbulnya rasa
aman diharapkan adanya kesediaan untuk menerima perbaikan.
b. Apa saja yang akan disupervisi itu timbul dari harapan dan
dorongan dari guru sendiri karena dia memang membutuhkan
bantuan itu.
c. Satuan tingkah laku mengajar yang dimiliki guru merupakan
satuan yang terintegrasi. Harus dianalisis sehingga terlihat
kemampuan apa, ketrampilan apa yang spesifik yang harus
diperbaiki.
d. Suasana dalam pemberian supervisi adalah suasana yang penuh
kehangatan, kedekatan dan keterbukaan.
e. Supervisi yang diberikan tidak saja pada keterampilan mengajar
tapi juga mengenai aspek-aspek kepribadian guru, misalnya
motivasi terhadap gairah mengajar.
f. Instrument yang digunakan untuk observasi disusun atas dasar
kesepakatan antara supervisor dan guru.
g. Balikan yang diberikan harus secepat mungkin dan sifatnya
obyektif.
h. Dalam percakapan balikan sehausnya datang dari pihak guru lebih
dulu, bukan dari supervisor.
2.4 Prinsip-Prinsip Supervisi Klinis
a. Supervisi klinis yang dilaksanakan harus berdasarkan inisiatif dari
para guru lebih dahulu. Perilaku supervisor harus sedemikian
taktis sehingga guru-guru terdorong untuk berusaha memintan
bantuan dari supervisor.
b. Ciptakan hubungan manusiawi yang bersifat
interaktif dan rasa kesejawatan.
c. Ciptakan suasana bebas di mana setiap orang
bebas mengemukakan apa yang dialaminya. Supervisor berusaha
untuk apa yang diharapkan guru.
d. Objek kaitan adalah kebutuhan profesional guru yang riil yang
mereka sungguh alami.
e. Perhatian dipusatkan pada unsur-unsur yang spesifik yang harus
diangkat untuk diperbaiki.
2.5 Langkah-Langkah dalam Pelaksanaan Supervisi Klinis
Langkah-langkah dalam supervisi klinis melalui tiga tahap
pelaksanaan sebagai berikut :
(1). Pertemuan awal
(2). Observasi
(3). Pertemuan akhir
Perlu dijelaskan apa yang seharusnya dikerjakan oleh supervisor dan
apa yang seharusnya dikerjakan guru.
Prosedur supervisi klinis berlangsung dalam suatu proses berbentuk
siklus, terdiri dari tiga tahap yaitu: tahap pertemuan pendahuluan,
tahap pengamatan dan tahap pertemuan balikan. Dua dari tiga tahap
tersebut memerlukan pertemuan antara guru dan supervisor, yaitu
pertemuan pendahuluan dan pertemuan lanjutan.
a. Tahap Pertemuan Pendahuluan
Dalam tahap ini supervisor dan guru bersama-sama membicarakan
rencana tentang materi observasi yang akan dilaksanakan. Tahap ini
memberikan kesempatan kepada guru dan supervisor untuk
mengidentifikasi perhatian utama guru, kemudian menterjemahkannya
kedalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati. Pada tahap ini
dibicarakan dan ditentukan pula jenis data mengajar yang akan
diobservasi dan dicatat selama pelajaran berlangsung. Suatu komunikasi
yang efektif dan terbuka diperlukan dalam tahap ini guna mengikat
supervisor dan guru sebagai mitra didalam suasana kerja sama yang
harmonis.Secara teknis diperlukan lima langkah utama bagi
terlaksananya pertemuan pendahuluan dengan baik, yaitu:
1) Menciptakan suasana intim antara supervisor dengan guru sebelum
langkah-langkah selanjutnya dibicarakan.
2) Mengkaji ulang rencana pelajaran serta tujuan pelajaran.
3) Mengkaji ulang komponen keterampilan yang akan dilatihkan dan
diamati.
4) Memilih atau mengembangkan suatu instrumen observasi yang akan
dipakai untuk merekam tingkah laku guru yang akan menjadi perhatian
utamanya.
5) Instrumen observasi yang dipilih atau yang dikembangkan dibicarakan
bersama antara guru dan supervisor.
b. Tahap Pengamatan/Observasi Mengajar
Pada tahap ini guru melatih tingkah laku mengajar berdasarkan
komponen keterampilan yang telah disepakati dalam pertemuan
pendahuluan. Di pihak lain supervisor mengamati dan mencatat atau
merekam tingkah laku guru ketika mengajar berdasarkan komponen
keterampilan yang diminta oleh guru untuk direkam. Supervisor dapat
juga mengadakan observasi dan mencatat tingkah laku siswa di kelas
serta interaksi antara guru dan siswa. Kunjungan dan observasi yang
dilaksanakan supervisor bermanfaat untuk mengetahui pelaksanaan
pembelajaran sebenarnya. Manfaat observasi tersebut antara lain dapat:
1) Menemukan kelebihan atau kekurangan guru dalam melaksanakan
pembelajaran guna pengembangan dan pembinaan lebih lanjut;
2) Mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam melaksanakan suatu
gagasan pembaharuan pengajaran;
3) Secara langsung mengetahui keperluan dan kebutuhan masing-masing
guru dalam melaksanakan proses belajar-mengajar;
4) Memperoleh data atau informasi yang dapat digunakan dalam
penyusunan program pembinaan profesinal secara terinci;
5) Menumbuhkan kepercayaan diri pada guru untuk berbuat lebih baik;
serta
6) Mengetahui secara lengkap dan komprehensif tentang hal-hal
pendukung kelancaran proses belajar-mengajar.
Dalam proses pelaksanaannya, supervisor seharusnya memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1) Menciptakan situasi yang wajar, mengambil tempat didalam kelas yang
tidak menjadi pusat perhatian anak-anak, tidak mencampuri guru yang
sedang mengajar, sikap waktu mencatat tidak akan menimbulkan prasangka
dari pihak guru.
2) Harus dapat membedakan mana yang penting untuk dicatat dan mana yang
kurang penting.
3) Bukan melihat kelemahan, melainkan melihat bagaimana memperbaikinya.
4) Harus diperhatikan kegiatan atau reaksi murid-murid tentang proses belajar.
c. Tahap Pertemuan Lanjutan
Sebelum pertemuan lanjutan dilaksanakan supervisor mengadakan
analisis pendahuluan tentang rekaman observasi yang dibuat sebagai
bahan dalam pembicaraan tahap ini. Dalam hal ini supervisor harus
mengusahakan data yang obyektif, menganalisis dan menginterpretsikan
secara koperatif dengan guru tentang apa yang telah berlangsung dalam
mengajar.Setelah melakukan kunjuangan dan observasi kelas, maka
supervisor seharusnya dapat menganalisis data-data yang diperolehnya
tersebut untuk diolah dan dikaji yang dapat dijadikan pedoman dan
rujukan pembinaan dan peningkatan guru-guru selanjutnya. Masalah-
masalah professional yang berhasil diidentifikasi selanjutnya perlu dikaji
lebih lanjut dengan maksud untuk memahami esensi masalah yang
sesungguhnya dan faktor-faktor penyebabnya, selanjutnya masalah-
masalah tersebut diklasifikasi dengan maksud untuk menemukan
masalah yang mana yang dihadapi oleh kebanyakan guru di sekolah atau
di wilayah itu. Ketepatan dan kehati-hatian supervisor dalam menimbang
suatu masalah akan berpengaruh terhadap keberhasilan proses
pembinaan professional guru yang bersangkutan selanjutnya.Dalam
proses pengkajian terhadap berbagai cara pemecahan yang mungkin
dilakukan, setiap alternatif pemecahan masalah dipelajari kemungkinan
keterlaksanaannya dengan cara mempertimbangkan factor-faktor
peluang yang dimiliki, seperti fasilitas dan kendala-kendala yang
mungkin dihadapi. Alternatif pemecahan masalah yang terbaik adalah
alternatif yang paling mungkin dilakukan, dalam arti lebih banyak
faktor-faktor pendukungnya dibandingkan dengan kendala yang
dihadapi. Disamping itu, alternatif pemecahan yang terbaik memiliki
nilai tambah yang paling besar bagi peningkatan mutu proses dan hasil
belajar siswa.
Langkah-langkah utama pada tahap pertemuan lanjutan adalah:
a) Menanyakan perasaan guru secara umum atau kesan umum guru ketika ia
mengajar serta memberi penguatan.
b) Mengkaji ulang tujuan pelajaran.
c) Mengkaji ulang target keterampilan serta perhatian utama guru
d) Menanyakan perasaan guru tentang jalannya pelajaran berdasarkan target
dan perhatian utamanya.
e) Menunjukan serta mengkaji bersama guru hasil observasi (Rekaman data).
f) Menanyakan perasaan guru setelah melihat rekaman data tersebut.
g) Menyimpulkan hasil dengan melihat apa yang sebenarnya merupakan
keinginan atau target guru dan apa yang sebenarnya terjadi atau tercapai.
h) Menentukan bersama-sama dan mendorong guru untuk merencanakan hal-
hal yang perlu dilatih atau diperhatikan pada kesempatan berikutnya.
3. Keterampilan Dasar Mengajar
Proses pembelajaran menempatkan guru pada posisi yang sangat
penting, karena guru adalah pengelola pembelajaran yang harus dapat
melibatkan siswa secara aktif, serta mampu mengorganisir belajar dan
mengevaluasi. Untuk menjalankan tugasnya guru harus menguasai
keterampilan dasar mengajar.Keterampilan dasar mengajar merupakan
kemampuan yang dapat dipelajari serta diterapkan oleh setiap guru. Jika guru
mampu menerapkan keterampilan dasar mengajar secara tepat, maka akan
tercipta suasana pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, itu berarti guru
akan dapat meningkatkan mutu pembelajaran. Seperti dikemukakan
Underwood (1987) keterampilan mengajar yang baik akan sangat
mempengaruhi cara siswa memandang anda dan pada gilirannya akan
mempengaruhi perilaku mereka dalam belajar.
Hasibuan (2004), Suharto (1997), Sulo (1998), dan Djamarah (2000)
mengemukakan delapan keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai
guru, antara lain : (1) keterampilan bertanya dasar dan lanjut, (2) keterampilan
memberi penguatan, (3) keterampilan mengadakan variasi, (4) keterampilan
menjelaskan, (5) keterampilan membuka dan menutup pelajaran, (6)
keterampilan mengelola kelas, (7) keterampilan mengajar kelompok kecil dan
perorangan, (8) keterampilan memimpin diskusi kelompok kecil.
Berdasarkan uraian mengenai konsep supervisi klinis dan keterampilan
dasar mengajar di atas, pada intinya dapat disimpulkan bahwa supervisi
klinismerupakan salah satu alternatif untuk membantu guru dalam
meningkatkan keterampilan dasar mengajar, karena konsep supervisi klinis
memang ditujukan untuk memperbaiki aspek-aspek yang menyebabkab guru
kurang dapat mengajar dengan baik. Apabila kelemahan atau kesulitan guru
dapat diperbaiki, berarti mutu pembelajaran dapat ditingkatkan, dan pada
akhirnya tujuan pendidikan dapat dicapai secara optimal.
Adapun penjelasannya sebagai berikut
I. KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR
Delapan keterampilan dasar mengajar adalah sebagai berikut :
1. a. Keterampilan Menjelaskan
adalah suatu keterampilan menyajikan bahan belajar yang
diorganisasikan secara sistematis sebagai suatu kesatuan yang
berarti, sehingga mudah dipahami para peserta didik.
a. Prinsip-prinsip menjelaskan
- Penjelasan harus disesuaikan dengan kemampuan dan
karakteristik peserta didik
- Penjelasan harus diselingi tanya jawab
- Materi penjelasan harus dikuasai secara baik oleh guru
- Penjelasan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran
- Materi penjelasan harus bermanfaat dan bermakna bagi peserta
didik
- Dapat menjelaskan harus disertai dengan contoh-contoh yang
kongkrit dan dihubungkan dengan kehidupan
b. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam menjelaskan
- Bahasa yang digunakan dalam menjelaskan harus sederhana,
terang dan jelas
- Bahan yang akan diterangkan dipersiapkan dan dikuasai terlebih
dahulu
- Pokok-pokok yang diterangkan harus disimpulkan
- Dalam menjelaskan serta dengan contoh dan ilustrasi
- Adakan pengecekan terhadap tingkat pemahaman peserta didik
melalui pertanyaan-pertanyaan
2. Keterampilan Bertanya
a. Keterampilan bertanya merupakan ucapan atau pertanyaan yang
dilontarkan guru yang menuntun respon atau jawaban dari peserta
didik
b. Keterampilan bertanya bertujuan untuk :
- Memotivasi peserta didik agar terlibat dalam interaksi belajar
- Melatih kemampuan mengutarakan pendapat
- Merangsang dan meningkatkan kemampuan berfikir peserta
didik
- Melatih peserta didik berfikir divergen
- Mencapai tujuan belajar
c. Jenis-jenis pertanyaan
- Pertanyaan langsung, yaitu pertanyaan yang ditujukan kepada
salah satu peserta didik
- Pertanyaan umum dan terbuka, yaitu pertanyaan yang ditujukan
kepada seluruh kelas
- Pertanyaan retorik, yaitu pertanyaan yang tidak menghendaki
jawaban
- Pertanyaan faktual, yaitu pertanyaan untuk menggali fakta dan
informasi
- Pertanyaaan yang diarahkan kembali, yaitu pertanyaan yang
dikembalikan kepada peserta didik atas pertanyaan peserta didik
lain
- Pertanyaan memimpin (Leading Question) yaitu pertanyaan yang
jawabannya tersimpul dalam pertanyaan itu sendiri
d. Prinsip-prinsip bertanya
- Pertanyaan hendaknya mengenai satu masalah saja. Berikan
waktu berfikir kepada peserta didik
- Pertanyaan hendaknya singkat, jelas dan disusun dengan kata-
kata yang sederhana
- Pertanyaan didistribusikan secara merata kepada para peserta
didik
- Pertanyaan langsung sebaiknya diberikan secara random
- Pertanyaan hendaknya disesuaikan dengan kemampuan dan
kesiapan peserta didik
- Sebaiknya hindari pertanyaan retorika atau leading question
e. Teknik-teknik dalam bertanya
- Tekhnik menunggu
- Tekhnik menguatkan kembali
- Tekhnik menuntun dan menggali
- Tekhnik mekacak
3. Keterampilan Menggunakan Variasi
a. Pengertian penggunaan variasi merupakan keterampilan guru dalam
menggunakan bermacam kemampuan untuk mewujudkan tujuan
belajar peserta didik sekaligus mengatasi kebosanan dan
menimbulkan minat, gairah dan aktivitas belajar mengajar yang
efektif.
b. Tuujuan penggunaan variasi dalam proses belajar mengajar adalah
untuk :
- menghilangkan kejemuan dalam mengikuti proses belajar
- mempertahankan kondisi optimal belajar
- meningkatkan perhatian dan motivasi peserta didik
- memudahkan pencapaian tujuan pengajaran
c. Jenis-jenis variasi
- variasi dalam penggunaan media
- variasi dalam gaya mengajar
- variasi dalam penggunaan metode
- variasi dalam pola interaksi yaitu gunakan pola interaksi multi
arah
d. Prinsip-prinsip penggunaan variasi dalam pengajaran
- gunakan variasi dengan wajar, jangan dibuat-buat
- perubahan satu jenis variasi ke variasi lainnya harus efektif
- penggunaan variasi harus direncakan dan sesuai dengan bahan,
metode, dan karakteristik peserta didik
4. Keterampilan Memberi Penguatan
a. Memberi penguatan atau reincorcement merupakan tindakan atau
respon terhadap suatu bentuk perilaku yang dapat mendorong
munculnya peningkatan kualitas tingkah laku tersebut di saat yang
lain.
b. Tujuan menggunakan keterampilan memberi penguatan dalam
pengajaran untuk :
- Menimbulkan perhatian peserta didik
- Membangkitkan motivasi belajar peserta didik
- Menumbuhkan kemampuan berinisiatif secara pribadi
- Merangsang peserta didik berfikir yang baik
- Mengembalikan dan mengubah sikap negatif peserta dalam
belajar ke arah perilaku yang mendukung belajar
c. Jenis-jenis penguatan
- Penguatan Verbal
- Penguatan Gestural
- Penguatan dengan cara mendekatinya
- Penguatan dengan cara sambutan
- Penguatan dengan memberikan kegiatan yang menyenangkan
- Penguatan berupa tanda atau benda
d. Prinsip-prinsip penguatan
- Dilakukan dengan hangat dan semangat
- Memberikan kesan positif kepada peserta didik
- Berdampak terhadap perilaku positif
- Dapat bersifat pribadi atau kelompok
- Hindari penggunaan respon negative
5. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
a. Keterampilan membuka pelajaran adalah usaha guru untuk
mengkondisikan mental peserta didik agar siap dalam menerima
pelajaran. Dalam membuka pelajaran peserta didik harus
mengetahui tujuan yang akan dicapai dan langkah-langkah yang
akan ditempuh.
Keterampilan menutup pelajaran adalah keterampilan guru dalam
mengakhiri kegitan inti pelajaran. Dalam menutup pelajaran, guru
dapat menyimpulkan materi pelajaran, mengetahui tingkat
pencapaian peserta didik dan tingkat keberhasilan guna dalam
proses belajar mengajar.
b. Tujuan membuka dan menutup pelajaran adalah :
- Untuk menimbulkan minat dan perhatian peserta didik terhadap
pelajaran yang akan dibicarakan
- Menyiapkan mental para peserta didik agar siap memasuki
persoalan yang akan dibicarakan
- Memungkinkan peserta didik mengetahui tingkat keberhasailan
dalam pelajaran
- Agar peserta didik mengetahui batas-batas tugasnya yang akan
dikerjakan
c. Prinsip-prinsip membuka dan menutup pelajaran
- Dalam membuka pelajaran harus memberi makna kepada
peserta didik, yaitu dengan menggunakan cara-cara yang relevan
dengan tujuan dan bahan yang akan disampaikan
- Hubungan antara pendahuluan dengan inti pengajaran serta
dengan tugas-tugas yang dikerjakan sebagai tindak lanjut
nampak jelas dan logis
- Menggunakan apersepsi yaitu mengenalkan pokok pelajaran
dengan menghubungkannya terhadap pengetahuan yang sudah
diketahui oleh peserta didik.
6. Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perseorangan
a. Keterampilan mengajar kelompok kecil adalah kemampuan guru
melayani kegiatan peserta didik dalam belajar secara kelompok
dengan jumlah peserta didik berkisar antara 3 hingga 5 orang atau
paling banyak 8 orang untuk setiap kelompoknya.
Sedangkan keterampilan dalam pengajaran perorangan atau
pengajaran individual adalah kemampuan guru dalam mennetukan
tujuan, bahan ajar, prosedur dan waktu yang digunakan dalam
pengajaran dengan memperhatikan tuntutan-tuntutan atau perbedaan-
perbedaan individual peserta didik.
b. Tujuan guru mengembangkan keterampilan mengajar kelompok
kecil dan perorangan adalah :
- Keterampilan dalam pendekatan pribadi
- Keterampilan dalam mengorganisasi
- Keterampilan dalam membimbing belajar
- Keterampilan dalam merencakan dan melaksanakan KBM
7. Keterampilan Mengelola Kelas
- Keterampilan mengelola kelas merupakan kemampuan guru dalam
mewujudkan dan mempertahankan suasana belajar mengajar yang
optimal
- Tujuan dari pengelolaan kelas adalah :
- Mewujudkan situasi dan kondisi kelas yang memungkinkan
peserta didik memgembangkan kemampuannya secara optimal
- Menghilangkan berbagai hambatan dan pelanggaran disipilin
yang dapat merintangi terwujudnya interaksi belajar mengajar
- Mempertahankan keadaan yang stabil dalam susana kelas,
sahingga bila terjadi gangguan dalam belajar mengajar dapat
dikurangi dan dihindari
- Melayani dan membimbing perbedaan individual peserta didik
- Mengatur semua perlengkapan dan peralatan yang
memungkinkan peserta didik belajar sesuai dengan lingkungan
sosial, emosional dan intelektual peserta didik dalam kelas.
c. Prinsip-prinsip Pengelolaan Kelas
- Keluwesan, digunakan apabila guru mendapatkan hambatan
dalam perilaku peserta didik, sehingga guru dapat merubah
strategi mengajarnya
- Kehangatan dan keantusiasan
- Bervariasi, gunakan variasi dalam proses belajar mengajar
- Tantangan, gunakan kata-kata, tindakan atau bahan sajian yang
menantang
- Tanamkan displin diri, selalu mendorong peserta didik agar
memiliki disipin diri
- Menekankan hal-hal positif, memikirkan hal positif dan
menghindarkan konsentrasi pada hal negatif
d. Komponen Keterampilan Pengelolaan Kelas
- Keterampilan yang bersifat preventif guru dapat menggunakan
kemampuannya dengan cara :
Memusatkan perhatian
Menunjukkan sikap tanggap
Menegur
Membagi perhatian
Memberi petunjuk-petunjuk yang jelas
Memberi penguatan
- Keterampilan megelola kelas yang bersifat represif, guru dapat
menggunakan keterampilan dengan cara :
Pengelolaan kelompok
Modifikasi tingkah laku
Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang
menimbulkan masalah
e. Hal-hal yang harus dihindari dalam mengembangkan keterampilan
mengelola kelas :
- Ketidaktepatan memulai dan mengakhiri kegiatan
- Pengulangan penjelasan yang tidak perlu
- Penyimpangan
- Kesenyapan
- Bertele-tele
8. Keterampilan membimbing Diskusi Kelompok kecil
- Diskusi kelompok kecil adalah suatu proses belajar yang dilakukan
dalam kerja sama kelompok bertujuan memecahkan suatu
permasalahan, mengkaji konsep, prinsip atau kelompok tertentu.
- Prinsip-prinsip membimbing diskusi kelompok kecil :
- Laksanakan diskusi dalam suasana yang menyenangkan
- Berikan waktu yang cukup untuk merumuskan dan menjawab
permasalahan
- Rencanakan diskusi kelompok dengan sistematis
- Bimbinglah dan jadikanlah diri guru sebagai teman dalam diskusi
c. Komponen keterampilan guru dalam megembangkan pembimbingan
kelompok kecil :
- Memperjelas permasalahan
- Menyebarkan kesempatan berpartisipasi
- Pemusatan perhatian
- Menganalisa pandangan peserta didik
- Meningkatkan urutan pikiran peserta didik
- Menutup diskusi
d. Hal-hal yang harus dihindari dalam membimbing diskusi kelompok
kecil :
- Melaksanakan diskusi yang tidak sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan peserta didik
- Tidak memberikan kesempatan yang cukup kepada peserta didik
untuk memikirkan pemecahan masalah
- Membiarkan diskusi dikuasai oleh peserta didik tertentu
- Membiarkan peserta didik mengemukakan pendapat yang tidak
ada kaitannya dengan topik pembicaraan
- Membiarkan peserta didik tidak aktif
- Tidak merumuskan hasil diskusi dan tiadak membentuk tindak
lanjut
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian tindakan yang akan dilaksanakan dalam
2 (dua) siklus, tiap siklus ada 4 tahap yaitu 1) perencanaan tindakan, 2)
implementasi tindakan, 3) observasi dan interpresentasi tindakan, dilanjutkan
dengan analisis dan evaluasi, dan 4) refleksi.
Siklus I
1. Perencanaan
Tindakan pertama digunakan untuk mengetahui kemampuan guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Hal ini dilakukan dengan cara menilai
pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru Adapun langkah-langkah
yang akan ditempuh dalam siklus pertama adalah sebagai berikut. a. Peneliti
menilai guru yang sedang
melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan Instrumen
Penelitian Keterampilan Guru (APKG I).
b. Guru menerima hasil penilaian dari peneliti, kemudian guru
mendiskusikan bagian-bagaian
pelaksanaan proses pembelajaran yang masih dianggap kurang.
c. Mengadakan tindakan balikan
d. Mengadakan tindak lanjut
2. Pelaksanaan Tindakan (Implementasi)
Pelaksanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
adalah sebagai berikut:
a. Peneliti menilai guru yang sedang melaksanakan proses pembelajaran
dengan menggunakan Instrumen Penelitian Keterampilan Guru (APKG I).
b. Guru menerima hasil penilaian dari peneliti, kemudian guru mendiskusikan
bagian-bagaian pelaksanaan proses pembelajaran yang masih dianggap
kurang.
c. Mengadakan tindakan balikan
d. Mengadakan tindak lanjut
3. Pengamatan / Observasi (Monitor Impelemtasi, dan Efek)
Pengamatan dilaksanakan oleh peneliti, pengamatan diarahkan kepada :
A. Memeriksa administrasi guru yang meliputi: 1) Program tahunan, 2)
Program semester, 3) Silabus, 4) RPP, 5) Jurnal Harian, 6) Daftar Persensi
Siswa, 7) Daftar Nilai, 8) Program Perbaikan dan pengayaan.
B. Pelaksanaan proses pembelajaran yang meliputi: 1) Penguasaan materi
pembelajaran, 2) Pendekatan atau strategi pembelajaran, 3) Pemanfaatan
sumber atau media pembelajaran, 4) Pembelajaran yang memicu dan
memelihara keterlibatan siswa, 5) Penilaian proses dan hasil belajar, 6)
Penggunaan bahasa.
4. Evaluasi dan Refleksi (Penjelasan Implementasi dan Revisi)
Pada kegiatan tindakan balikan, peneliti mengikutsertakan semua guru kelas,
dengan maksud sebagai pembinaan khusus penyusunan RPP. Guru yang
dijadikan subyek penelitian dalam kegiatan tindakan balikan memaparkan
pengalamannya, yaitu membandingkan antara proses pembelajaran yang
dilaksanakan sebelum dilibatkan dalam penelitian tindakan sekolah dengan
yang dilaksanakant setelah dilibatkan pada penelitian tindakan sekolah.
Siklus II
Pelaksanaan siklus II dilaksanakan dengan penyempurnaan proses
pembelajaran sesuai dengan hasil refleksi siklus I.
Subjek penelitian ini adalah para guru mata pelajaran IPA kelas SD Negeri
01 Petarukan Kecamatan Petarukan dengan jumlah 8 orang.
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini adalah
observasi dan wawancara. Metode observasi digunakan untuk mencari data
mengenai kemampuan guru mengelola proses pembelajaran. Metode observasi
ini dilengkapi dengan instrumen yang berupa format observasi. Yang akan
diobservasi dalam kegiatan supervisi klinis ini adalah kemampuan guru
mengelola proses pembelajaran yang sesuai dengan Permendiknas No. 41
Tahuan 2007.
Metode wawancara digunakan utnuk mengumpulkan data tentang
kendala-kendala yang dihadapi guru dalam melaksanakan pembelajaran IPS.
Metode
Validasi yang dilakukan adalah validasi isi atau uji pakar. Mekanisme
perhitungan tersebut adalah sebagai berikut: a) para pakar yang dipercaya
menilai instrument per-butir, dengan menggunakan skala, b) dilakukan
pengelompokan skala, c) hasil penilaian para pakar ditabulasi dalam bentuk
matriks, d) dibuat tabulasi silang, e) dilakukan perhitungan validitas isi.
Setelah data dalam penelitian ini terkumpul maka selanjutnya dilakukan
analisis data. Data kemampuan guru mengelola proses pembelajaran dianalisis
menggunakan analisis statistik deskriptif. “Metode analisis statistik deskriptif
adalah cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan rumus-
rumus statistik deskriptif seperti angka rata-rata (Mean) untuk menggambarkan
keadaan suatu objek tertentu sehingga diperoleh kesimpulan umum” (Agung,
2010:8).
Tingkatan kemampuan guru mengelola proses pembelajaran dapat
ditentukan dengan membandingkan M(%) atau rata-rata persen ke dalam PAP
skala lima. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dapat dicapai pada
sebuah tindakan, maka perlu ditentukan kriteria keberhasilan yang dapat
diamati dari indikator-indikator ketercapaian. Kriteria keberhasilan penelitian
ini dapat diukur dari ketercapaian peningkatan kemampuan guru dalam
mengelola proses pembelajaran. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila
kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran berada pada kategori
sangat baik.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan penelitian dilakukan berdasarkan skenario yang telah
ditentukan. Pada siklus I dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan. Pelaksanaan
supervisi klinis untuk meningkatkan kemampuan guru mengelola proses
pembelajaran dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Pebruari 2015.
Secara rinci pertemuan I sampai pertemuan ke IV dituangkan dalam tabel
berikut.
Tabel 01 Pelaksanaan Tindakan Pertemuan I hingga Pertemuan IV
No. Hari/Tanggal Pertemuan Materi
1 Senin, 5-1-2015 Menyusun RPP
2 Senin , 19-1-2015 Melaksanakan Proses Pembelajaran
3 Senin , 26-1-2015 Kelengkapan Administrasi
4 Senin , 2-2-2015
Kendala-kendala yang dihadapi oleh guru mata
Pelajaran IPA dalam mengelola proses
Pelaksanaan observasi dan pemantauan dilakukan oleh peneliti dengan
mengikuti prosedur pelaksanaan yang telah ditetapkan. Selama proses
observasi berlangsung dilakukan pengamatan oleh peneliti dibantu oleh kepala
sekolah. Hasil
Analisis data dilihat dari aspek merencanakan proses pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran, dan kelengkapan administrasi dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 02 Data Penelitian pada Siklus I
Kemampuan guru Kemampuan guru
Kelengkapan administrasi
merencanakan proses melaksanakan proses
Guru
pembelajaran Pembelajaran
78,28% 75,83% 78,70%
(baik) (baik) (baik)
Dari Tabel 02 terlihat rata-rata kemampuan guru mengelola proses
pembelajaran berada pada kategori baik. Untuk itu tindakan perlu
dilanjutkan untuk mencapai kategori sangat baik. Maka dilanjutkan
pelaksanaan tindakan pada siklus II. Pada siklus II dilaksanakan dalam 4
kali pertemuan, yang dilakukan pada bulan Pebruari sampai dengan Maret.
Secara rinci pertemuan I sampai pertemuan ke IV dituangkan dalam tabel
berikut.
Tabel 03 Pelaksanaan Tindakan Pertemuan I hingga Pertemuan IV
No. Hari/Tanggal Pertemuan Materi
1 Senin , 16-2-2015 Menyusun RPP
2 Senin , 27-2-2015 Melaksanakan Proses Pembelajaran
3 Senin , 2-3-2015 Kelengkapan Administrasi
Kendala-kendalayangdihadapiolehgurumata
4 Senin, 9-3-2015 Pelajaran IPA dalam mengelola proses
Pembelajaran
Hasil analisis data dilihat dari aspek merencanakan proses
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, dan kelengkapan administrasi
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 04 Data Penelitian pada Siklus
II
Kemampuan guru Kemampuan guru
Kelengkapan
merencanakan proses melaksanakan proses
administrasi guru
Pembelajaran pembelajaran
92,19% 97,38% 95,32%
(sangat baik) (sangat baik) (sangat baik)
Dari Tabel 04 terlihat rata-rata kemampuan guru mengelola proses
pembelajaran berada pada kategori sangat baik. Dengan demikian penelitian ini
dihentikan dan dapat dikatakan berhasil. Berdasarkan hasil analisis dari siklus I
ke siklus II terlihat dari adanya peningkatan rata-rata dan kriteria kemampuan
guru mengelola proses pembelajaran baik dalam merencanakan proses
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, maupun kelengkapan
administrasi. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 05 Perbandingan Hasil Penelitian Siklus I dan II
No Siklus
Kemampuan guru
merencanakan proses
pembelajaran
Kemampuan guru
melaksanakan proses
pembelajaran
Kelengkapan
administrasi guru
1 I
78,28%
(baik)
75,83%
(baik)
78,70%
(baik)
2
II 92,19%
(sangat baik)
97,38%
(sangat baik)
95,32%
(sangat baik)
Pada siklus I kemampuan guru dalam merencanakan proses pembelajaran
berada pada kategori baik, dan berpengaruh pada kemampuan guru melaksanakan
proses pembelajaran. Hal ini disebabkan karena selama ini guru tidak menyusun
sendiri RPP yang digunakan pedoman dalam pembelajaran. RPP yang digunakan
disusun bersama-sama baik di tingkat gugus maupun kecamatan. Sehingga RPP
yang disusun belum tentu sesuai dengan karakteristik siswa di sekolah masing-
masing. Kendala-kendala yang dihadapi guru dalam mengelola proses
pembelajaran adalah adalah sebagai berikut.
(1) Kesulitan dalam pemilihan metode pembelajaran. Guru hanya menggunakan
metode ceramah dalam menyajikan pembelajaran, padahal banyak jenis
metode pembelajaran yang dapat dipilih agar siswa dapat memahami materi
dengan lebih optimal.
(2) Kesulitan dalam pemilihan media pembelajaran. Guru merasa kesulitan
dalam pemilihan media pembelajaran, terutama tentang materi Kendala-
kendala tersebut di atas dengan cara sebagai berikut.
(a). Membimbing guru bagaimana cara memilih metode pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik siswa dan materi pelajaran.
(b).Menggunakan media sederhana yang mudah diperoleh. Mislanya
gambargambar yang bisa dibeli di toko atau mencari di internet.
Kendala yang dihadapi peneliti pada pelaksanaan siklus I adalah sebagai
berikut.
(1) Guru belum mampu menyusun indicator yang menggunakan kata kerja
operasional, disebabkan karena guru belum mengerti tentang pembagian
kata kerja operasional menurut tingkatannya, baik aspek kognitif, afektif
maupun psikomotor.
(2) Sistematika materi yang disusun guru belum mengacu pada tujuan
pembelajaran yang ditetapkan.
(3) Guru belum mampu memilih metode yang sesuai dengan materi, atau
metode yang digunakan masih monoton/tidak inovatif.
(4) Guru belum mampu memilih media yang tepat dengan karakteristik materi
maupun peserta didik.
(5) Soal yang disusun guru belum sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
ditetapkan.
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah sebagai
berikut.
(1) Memberikan penjelasan lebih mendalam tentang kata kerja operasional
yang bisa digunakan dalam menyusun indikator maupun tujuan
pembelajaran.
(2) Memberikan penjelasan kepada guru tentang sistematika penyusunan
materi yang harus mengacu kepada tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
(3) Memberikan penjelasan kepada guru tentang cara pemilihan metode
pembelajaran yang sesusi dengan materi dan meberikan tambahan
pengetahuan tentang ,model dan media pembelajaran yang inovatif
model pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan.
(4) Memberikan penjelasan kepada guru tentang cara pemilihan media yang
tepat dengan karakteristik materi maupun peserta didik, dan memberikan
motivasi untuk membuat media sendiri yang menarik, dan pemanfaatan
lingkungan sebagai media dan sumber belajar.
(5) Memberikanpenjelasankepadaguru tentang cara pemilihan cara
penyusunan soal yang benar.Setelah diberikan tindakan supervisi klinis
yang lebih optimal lagi pada siklus II terlihat adanya peningkatan baik
menyusun RPP, melaksanakan proses pembelajaran, maupun kelengkapan
administrasi. Pada siklus II, guru diberikan penjelasan mengenai
bagaimana menyusun RPP sesuai dengan Permendiknas No. 41 Tahun
2007, bagaimana melaksanakan proses pembelajaran yang baik, dan
kelengkapan administrasi secara lebih mendalam.
Setelah guru diberikan bimbingan secara lebih intensif melalui supervisi
klinis, akhirnya guru mampu merencanakan proses pembelajaran yaitu menyusun
RPP yang beririentasi pada Permendiknas No. 41 Tahun 2007, melaksanakan
proses pembelajaran, dan melengkapi administrasi. Guru diberikan bimbingan
berdasarkan kebutuhan guru tersebut. Hal ini sesuai dengan pengertian supervisi
klinis yaitu ”suatu bentuk bimbingan atau bantuan profesional yang diberikan
kepada guru berdasarkan kebutuhan guru melalui siklus yang sistematis untuk
meningkatkan proses belajar mengajar” (La Sulo, Effendi, Godjali, 1994). Selama
ini supervisi yang dilakukan pengawas lebih banyak berupa instruksi yang harus
diikuti guru, tanpa ada interaksi atau diskusi. Melalui supervisi klinis yang
dilakukan, guru merasa nyaman dalam memaparkan kesulitan-kesulitan yang
dialami. Terjadi interaksi yang kondusif antara guru dengan peneliti, sehingga
bimbingan dapat berjalan dengan lancar dan berhasil meningkatkan kemampuan
guru.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik
simpulan sebagai berikut.
A.Simpulan
1. Penerapan supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru IPA SD
Negeri 1 Petarukan Kecamatan petaraukan kabupaten Pemalang dalam
merencanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan Permendiknas No. 41
tahun 2007. Hal ini terlihat dari tingkat kemampuan guru pada siklus I
sebesar 78,28% yang tergolong baik, meningkat pada siklus II menjadi
92,19% yang tergolong sangat baik. Sepervisi klinis yang diterapkan mampu
mengatasi kesulitan dan hambatan guru dalam merencanakan proses
pembelajaran, karena sifatnya yang kolegial. Tidak ada lagi instruksi yang
bersifat menekan, tetapi diskusi atau interaksi yang kondusif.
2. Penerapan supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru IPA
IPA SD Negeri 1 Petarukan Kecamatan petaraukan kabupaten Pemalang
dalam melaksanakan proses pembelajaran. Hal ini terlihat dari tingkat
kemampuan guru melaksanakan proses pembelajaran pada siklus I sebesar
75,83% yang tergolong baik, meningkat pada siklus II menjadi 97,38% yang
tergolong sangat baik. Melalui supervisi klinis yang bersifat kolegial, guru
dengan leluasa mengemukakan kesulitannya dalam melaksanakan proses
pembelajaran, sehingga peneliti bisa memberikan penjelasan yang lebih
mendalam dan akhirnya kemampuan guru lebih meningkat.
3. Penerapan supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru IPA IPA
SD Negeri 1 Petarukan Kecamatan petaraukan kabupaten Pemalang dalam
melengkapi administrasi. Hal ini terlihat dari tingkat kelengkapan
administrasi pada siklus I sebesar 78,70% yang tergolong baik, meningkat
pada siklus II menjadi 95,32% yang tergolong sangat baik.
4. Penerapan supervisi klinis dapat mengatasi kendala-kendala yang dihadapi
guru dalam mengelola pembelajaran IPA. Hal ini terlihat dari tingkat
persentase pada siklus I sebesar 70,76% yang tergolong cukup,
meningkat pada siklus II menjadi 94,67% yang tergolong sangat baik.
B. SARAN
Saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut.
1. Bagi peserta didik, diharapkan mengadakan refleksi diri mengenai kegiatan
pembelajaran yang telah dilaksanakan untuk selanjutnya diadakan
perbaikan-perbaikan dan peningkatan-peningkatan dalam rangka mencapai
prestasi belajar yang memuaskan.
2. Bagi guru, hendaknya mampu meningkatkan kemampuan dan
keterampilannya dalam persiapan melakukan layanan belajar.
3. Bagi kepala sekolah, hendaknya mampu mengembangkan berbagai
kebijakan sekolah dalam rangka pengembangan manajemen berbasis
sekolah dan sekaligus sebagai media strategis dalam menjalin kemitraan
yang mutualis antara sekolah dengan pihak lain, dalam upaya melakukan
berbagai inovasi dan perbaikan-perbaikan kualitas guru, serta peningkatan
profesionalisme staf (guru) di sekolahnya.
4. Bagi Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten, hendaknya mampu mengambil
kebijakan pendidikan, khususnya berkait dengan pemberdayaan guru, serta
turut meberikan kualitas dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru.
pelajaran, sehingga mereka nantinya dapat menjadi tenaga pendidik yang
berkualitas dan profesional di bidangnya.
5. Bagi peneliti lain, hendaknya dapat melakukan penelitian lebih lanjut
tentang efektivitas model ini, terhadap kemampuan dan keterampilan guru,
melalui penerapan rancangan penelitian dan penggunaan instrumen yang
lebih reliabel dan valid pada mata pelajaran lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
La Sulo S.L, Effendi A.R, Godjali D. 1994. Supervisi Klinis. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta:
Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan.
Lasmawan, Wayan. 2010. Menelisik Pendidikan IPA. Singaraja :Mediakom
Indonesia Press.
Nasution, S. 2008. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara
.
Sahertian, P.A. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam
Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Suaidinmath. 2010. SUPERVISI KLINIS:Konsep Dasar dan Prosedur
Pelaksanaannya. Tersedia pada http://www.suaidinmath.wordpress.co m. Diunduh
pada tanggal 8 Oktober 2012.
Sukardi. 2008. Metodologi PenelitianPendidikan. Yogyakarta: Bumi
Aksara
INSTRUMEN SUPERVISI KLINIS DAN EVALUASI
PELAKSANAAN KTSP
DOKUMEN I
Nama Sekolah : ………………………………………………………
Alamat : ...................................................................................
....................................................................................
N
oAspek Yang Diamati Tanggapan Alasan/Kendala
Saran
dan
Solusi
1
2
3
Apakah Tujuan
Pendidikan ,tujuan
Sekolah,Visi dan
Misi diketahui dan
dipahami oleh semua
unsur sekolah?
Apakah KTSP yang
telah disahkan itu
dijadikan pedoman
dalam penyusunan
Semua Unsur
Sebagian
Besar
Sebagian
Kecil
Ya
Tidak
N
oAspek Yang Diamati Tanggapan Alasan/Kendala
Saran
dan
Solusi
4
5
6
7
Program Sekolah
dan RAPBS?
Apakah Mata
Pelajaran di sekolah
sesuai dengan
struktur kurikulum
di KTSP?
Apakah ada
penambahan Mata
Pelajaran di luar
Struktur Kurikulum
yang telah
ditentukan BSMP?
Apakah Waktu
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
N
oAspek Yang Diamati Tanggapan Alasan/Kendala
Saran
dan
Solusi
7
8
9
1
0
untukTatap Muka
Perjam Pelajaran 40
menit?
Apakan Sekolah
memampaatkan 4
jam pelajaran
tambahan
Apakah muatan
lokal yang
dilaksanakan sesuai
dengan yang
ditetapkan dalam
KTSP?
Apakah
Pengembangan Diri
Tidak
Ya
Tidak
Sesuai KKM
Di atas KKM
Di bawah
KKM
Ya
Tidak
Ya
N
oAspek Yang Diamati Tanggapan Alasan/Kendala
Saran
dan
Solusi
1
1
1
2
di sekolah sesuai
dengan yang
ditetapkan dalam
KTSP?
Sejauh manakah
ketercapaian
Kriteria Ketuntasan
Minimal di Sekolah?
Apakah dalam
menentukan
kenaikan kelas dan
Kelulusan merujuk
kepada KTSP?
Apakah Sekolah
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
N
oAspek Yang Diamati Tanggapan Alasan/Kendala
Saran
dan
Solusi
mengembangkan
pendidikan
kecakapan hidup?
Apakah sekolah
mengembangkan
Pendidikan
Keunggulan Lokal
dan Global?
Apakah kegiatan
sekolah sesuai
dengan kalender
Pendidikan dalam
KTSP?
............,................... 2015
Supervisor,
INSTRUMEN SUPERVISI KLINIS DAN EVALUASI
PELAKSANAAN KTSP
DOKUMEN II
Nama Sekolah : ………………………………………
Nama Guru : ………………………………………
Mata Pelajaran : ………………………………………
No Aspek Tanggapan Alasan & Kendala
A. Kelengkapan Dokumen KTSP
1. Ketersediaan Buku “Kerangka
Dasar Kurikulum (KTSP)”
( ) Sangat lengkap
( ) Lengkap
( ) Kurang lengkap
( ) Tidak ada
2. Ketersediaan Buku “Standar Isi
dan SKL Mata Pelajaran".
( ) Sangat lengkap
( ) Lengkap
( ) Kurang lengkap
( ) Tidak ada
No Aspek Tanggapan Alasan & Kendala
3. Ketersediaan Buku Pedoman
“Pengembangan Silabus dan
RPP".
( ) Sangat lengkap
( ) Lengkap
( ) Kurang lengkap
( ) Tidak ada
4. Ketersediaan Buku Pedoman
“Pengembangan Penilaian
Berbasis Kelas.”
( ) Sangat lengkap
( ) Lengkap
( ) Kurang lengkap
( ) Tidak ada
B. Penguasaan Terhadap Konsep KTSP
1. Menguasai Konsep Dasar KTSP
(Struktur Umum Kurikulum)
(….) Sangat menguasai
(.....) Menguasai
(….) Kurang Menguasai
(….) Tidak Menguasai
2. Menguasai Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar Mata
Pelajaran.
(….) Sangat menguasai
(.....) Menguasai
(….) Kurang Menguasai
(….) Tidak Menguasai
No Aspek Tanggapan Alasan & Kendala
3. Mampu menjabarkan Standar
Kompetensi dan Kompetensi
Dasar ke dalam Mata Pelajaran
(….) Sangat menguasai
(.....) Menguasai
(….) Kurang Menguasai
(….) Tidak Menguasai
4. Mampu mengembangkan
silabus dan RPP.
(….) Sangat menguasai
(.....) Menguasai
(….) Kurang Menguasai
(….) Tidak Menguasai
5. Mampu mengembangkan
Rencana Langkah-langkah
Pembelajaran
(….) Sangat menguasai
(.....) Menguasai
(….) Kurang Menguasai
(….) Tidak Menguasai
6. Menguasai Sistem Penilaian
Kelas
(….) Sangat menguasai
(.....) Menguasai
(….) Kurang Menguasai
(….) Tidak Menguasai
No Aspek Tanggapan Alasan & Kendala
7. Mampu Mengembangkan
Program Remedial dan
Pengayaan
(….) Sangat menguasai
(.....) Menguasai
(….) Kurang Menguasai
(….) Tidak Menguasai
8. Mampu Mengembangkan
Program Tugas Mandiri
Terstruktur dan Mandiri Tidak
Terstruktur.
(….) Sangat menguasai
(.....) Menguasai
(….) Kurang Menguasai
(….) Tidak Menguasai
C Pengembangan Perangkat Pelaksanaan KTSP
1. Program Tahunan (Prota)
Mata Pelajaran telah
dikembangkan secara lengkap
dan memadai
(….) Sudah Lengkap
(….) Belum Lengkap
(….) Belum dikem-
bangkan
2. Pemetaan Kompetensi Dasar
Per-Semester telah
dikembangkan secara lengkap
dan memadai
(….) Sudah Lengkap
(….) Belum Lengkap
(….) Belum dikem-
bangkan
No Aspek Tanggapan Alasan & Kendala
3. Silabus Mata Pelajaran telah
dikembangkan secara lengkap
dan memadai
(….) Sudah Lengkap
(….) Belum Lengkap
(….) Belum dikem-
bangkan
4. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran(RPP) Mata
Pelajaran telah dapat
dikembangkan secara lengkap
dan memadai
(….) Sudah Lengkap
(….) Belum Lengkap
(….) Belum dikem-
bangkan
5. Penilaian Berbasis Kelas telah
dikembangkan secara lengkap
dan memadai
(….) Sudah Lengkap
(….) Belum Lengkap
(….) Belum dikem-
bangkan
D. Kelengkapan dan Pemanfaatan Media & Sumber Belajar
No Aspek Tanggapan Alasan & Kendala
1. Ketersediaan dan Pemanfaatan
OHP
(….) Memadai
(….) Cukup memadai
(….) Kurang memadai
(….) Tidak Tersedia
Pemanfaatan:
2. Ketersediaan dan Pemanfaatan
Media Audio (Tape Recorder)
(….) Memadai
(….) Cukup memadai
(….) Kurang memadai
(….) Tidak Tersedia
Pemanfaatan:
No Aspek Tanggapan Alasan & Kendala
3. Ketersedian Media Audio
Visual
Ketersediaan:
(….) Cukup
(….) Kurang
(….) Tidak Tersedia
Pemanfaatan:
4. Ketersedian Komputer (….) Memadai
(….) Cukup memadai
(….) Kurang memadai
(….) Tidak Tersedia
Pemanfaatan:
No Aspek Tanggapan Alasan & Kendala
5. Ketersediaan Buku Teks (….) Memadai
(….) Cukup memadai
(….) Kurang memadai
(….) Tidak Tersedia
Pemanfaatan:
6. Ketersediaan Referensi (….) Memadai
(….) Cukup memadai
(….) Kurang memadai
(….) Tidak Tersedia
Pemanfaatan:
No Aspek Tanggapan Alasan & Kendala
7. Buku siswa/modul (….) Memadai
(….) Cukup memadai
(….) Kurang memadai
(….) Tidak Tersedia
Pemanfaatan:
8. Majalah (….) Memadai
(….) Cukup memadai
(….) Kurang memadai
(….) Tidak Tersedia
Pemanfaatan:
No Aspek Tanggapan Alasan & Kendala
9. Peralatan Praktik (….) Memadai
(….) Cukup memadai
(….) Kurang memadai
(….) Tidak Tersedia
Pemanfaatan:
10. Bahan Praktik (….) Memadai
(….) Cukup memadai
(….) Kurang memadai
(….) Tidak Tersedia
Pemanfaatan:
No Aspek Tanggapan Alasan & Kendala
11. Lainnya:
…………………………
(….) Memadai
(….) Cukup memadai
(….) Kurang memadai
(….) Tidak Tersedia
Pemanfaatan:
E. Pelaksanaan Pembelajaran
1. Satu jam pelajaran 40 menit (….) Ya
(….) Tidak
2. Kegiatan pembelajaran
dilaksanakan sesuai dengan
Silabus dan RPP yang telah
disusun.
(….) Selalu
(….) Sering
(.....) Kadang-kadang
(.....) Tidak sesuai
No Aspek Tanggapan Alasan & Kendala
3. Siswa mudah diarahkan untuk
mengikuti kegiatan
pembelajaran
(….) Sangat mudah
(….) Mudah
(….) Tidak Tentu
(.....) Tidak mudah
4. Siswa aktif dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran
(….) Sangat aktif
(….) Aktif
(….) Tidak tentu
(…. ) Tidak aktif
5. Siswa belajar sambil
mengerjakan (Learning by
doing)
(….) Sangat mungkin
(….) Mungkin
(.....) Tidak tentu
(.....) Tidak mungkin
6. Komponen-komponen
pembelajaran CTL dapat
diterapkan secara proporsional
sesuai tujuan pembelajaran
(….) Sangat mungkin
(….) Mungkin
(.....) Tidak selalu
(.....) Tidak dapat
No Aspek Tanggapan Alasan & Kendala
7. Siswa dapat mengkonstruk
pemahamannya terhadap
substansi yang dipelajari
(….) Sangat mungkin
(….) Mungkin
(.....) Tidak selalu
(.....) Tidak dapat
8. Penilaian Berbasis Kelas dapat
dilaksanakan secara memadai
(….) Sangat memadai
(….) Memadai
(.....) Kurang memadai
(.....) Tidak memadai
9. Tujuan pembelajaran dapat
dicapai sesuai rencana
(….) Sangat sesuai
(….) Sesuai
(.....) Kurang sesuai
(.....) Tidak sesuai
10. Target materi (dalam satu
semester) yang seharusnya
dibahas dalam pembelajaran
dapat tuntas
(….) Sangat tuntas
(….) Tuntas
(.....) Kurang tuntas
(.....) Tidak tuntas
No Aspek Tanggapan Alasan & Kendala
11. Prestasi belajar siswa (….) Sangat tinggi
(….) Tinggi
(......) Sedang
(….) Rendah
12. Kegiatan remidi
diselenggarakan bagi siswa
yang belum mencapai
ketuntasan penguasaan sesuai
target kompetensi
(….) Selalu
(…..) Sering
(….) Kadang-kadang
(......) Tidak pernah
13. Pengayaan diselenggarakan
bagi siswa yang lebih cepat
dalam mencapai ketuntasan
penguasaan sesuai target
kompetensi
(….) Selalu
(….) Sering
(….) Kadang-kadang
(….) tidak pernak
ABSTRAKSKuswandi,2015 Dalam wacana seperti itu maka IPA bukan sekadar cara
bekerja, melihat, dan cara berpikir, melainkan ‘science as a way of knowing’. Artinya,IPA sebagai proses juga dapat meliputi kecenderungan sikap/tindakan, keingintahuan, kebiasaan berpikir, dan seperangkat prosedur. Sementara nilai-nilai (values) IPA berhubungan dengan tanggung jawab moral, nilai-nilai sosial, manfaat IPA untuk IPA dan kehidupan nanusia, serta sikap dan tindakan.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas yang dipaparkan, maka permasalahannya adalah sebagai berikut.1)Bagaimanakah peningkatan kemampuan guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SDN 10 Petarukan Kecamatan Petarukan tahun pelajaran 2014/2015dalam merencanakan pembelajaran setelah mengikuti supervisi klinis? 2) Bagaimanakah peningkatan kemampuan guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam 3) Bagaimanakah peningkatan kemampuan guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dalam melengkapi administrasi setelah mengikuti supervisi klinis? 4) Kendala-kendala apa yang dihadapiguru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan alam dalam mengelola proses pembelajaran dengan menggunakan supervisi klinis?
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:1) Peningkatan kemampuan guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dalam melaksanakan proses pembelajaran setelah mengikuti supervisi klinis 2) Peningkatan kemampuan guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dalam melaksanakan proses pembelajaran setelah mengikuti supervisi klinis 3) Peuningkatan kemampuan guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dalam melengkapi administrasi setelah diadakan supervisi klinis 4) Kendala-kendala apa yang dihadapi guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Adapun metode yang digunakan adalah penelian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus dan setiap siklusnya ada 4 pertemuan, dengan subyek penelitian guru SD Negeri I Petarukan sebanyak 10 guru.
Simpulan 1) Penerapan supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru IPA SD Negeri 1 Petarukan Kecamatan petaraukan kabupaten Pemalang dalam merencanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan Permendiknas No. 41 tahun 2007. Hal ini terlihat dari tingkat kemampuan guru pada siklus I sebesar 78,28% yang tergolong baik, meningkat pada siklus II menjadi 92,19% yang tergolong sangat baik. Sepervisi klinis yang diterapkan mampu mengatasi kesulitan dan hambatan guru dalam merencanakan proses pembelajaran, karena sifatnya yang kolegial. Tidak ada lagi instruksi yang bersifat menekan, tetapi diskusi atau interaksi yang kondusif.2)Penerapan supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru IPA dalam melaksanakan proses pembelajaran. Hal ini terlihat dari tingkat kemampuan guru melaksanakan proses pembelajaran pada siklus I sebesar 75,83% yang tergolong baik, meningkat pada siklus II menjadi 97,38% yang tergolong sangat baik. Melalui supervisi klinis yang bersifat kolegial, guru dengan leluasa mengemukakan kesulitannya dalam melaksanakan proses pembelajaran, sehingga peneliti bisa memberikan penjelasan yang lebih mendalam dan akhirnya kemampuan guru lebih meningkat.3) Penerapan supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru IPA dalam melengkapi administrasi. Hal ini terlihat dari tingkat kelengkapan administrasi pada siklus I sebesar 78,70% yang tergolong baik, meningkat pada siklus II menjadi 95,32% yang tergolong sangat baik.4) Penerapan supervisi klinis dapat mengatasi kendala-kendala yang dihadapi guru dalam mengelola pembelajaran IPA. Hal ini terlihat dari tingkat persentase pada siklus I sebesar 70,76% yang tergolong cukup,meningkat pada siklus II menjadi 94,67% yang tergolong sangat baik.