Bahasa Asilulu_latar Belakang Sejarah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bahasa Asilulu

Citation preview

Bahasa Asilulu

Latar Belakang Sejarah, Masyarakat, dan Bahasa

Pulau Ambon terletak di tengah-tengah gugusan Pulau Maluku di Laut Banda. Pulau ini memliki luas 761 km2 dan berpenduduk kira-kira 150.000 orang. Sebelum , kedatangan bangsa Barat, penduduk Maluku menjual rempah-rempah pada pedangang asing, seperti pedagang Jawa, Melayu, dan Makasar. Karena sering berinteraksi dengan orang-orang dari Jawa, Melayu, dan Makasar, masyarakat Ambon sering menggunakan bahasa Melayu untuk kepentingan perdagangan.

Setelah Portugis menguasai Malaka dan menguasai perdagangan, mereka berlayar dan mencari sumber rempah untuk didagangkan di daerah jajahan di Pulau Ambon. Waktu itu, bahasa Melayu sudah biasa digunakan oleh masyarakat Melayu. Bahasa Melayu di Kampung Kristian

Pada masa penjajahan Portugis, lalu Belanda, bahasa Melayu digunakan oleh pemerintah untuk pengajaran agama Kristian. Bahasa Melayu digunakan dalam doa dan khotbah kagamaan. Setelah masa penjajahan Portugis, penjajah dari bangsa Belanda menggunakan bahasa Melayu dalam bidang pendidikan dan pelajaran. Karena pemerintahan Belanda lama menduduki kampung karistian, juga karena bahasa Melayu digunakan oleh polisi untuk merampas harta pribumi dan menghancurkan tata masyarakat pribumi, akhirnya bahasa Melayu di kampung-kampung Kristian menggantikan peran bahasa asli. Pergantian bahasa Melayu di desa Kristian terjadi dalam kurun waktu 50 tahun. Sebelumnya bahasa asli yng digunakan oleh masyarakat pribumi adalah bahasa Allang dan bahasa Wai.

Ketika penelitian dilakukan, tidak ada desa Kristian yang menggunakan bahasa aslinya sebagai bahasa sehari-hari. Biasanya bahasa asli sudah menjadi bahasa yang tidak produktif, hanya digunakan dalam upacara-upacara dan seolah-olah menjadi kumpulan mantera dan dongeng yang dihafal saja. Penguasaan terhadap bahasa asli tidak diikuti dengan kesadaran arti kata-katanya.

Bahasa Allang digunakan di kampung Allang (kampung Kristian) di ujung barat Pulau Ambon. Bahasa asli tersebut menjadi bahasa rahasia yang hanya digunakan untuk merahasiakan pokok percakapan apabila ada orang asing yang berkunjung di desa itu. Tetapi bahasa argot tersebut hanya merupakan ringkasan yang tidak tertib. Artinya, bahasa tersebut tidak mengikuti peraturan seperti seperti fleksi kata kerja dan sistem kasus milik yang sangat penting dalam tatabahasa Maluku. Perbendaharaan katanya juga sangat terbatas. Bahasa rahasia ini juga tidak mengikuti peraturan sintaksis yang benar. Bahasa ini hanya dikuasai oleh kalangan orang yang berumur 50 tahun ke atas. Generasi muda sudah tidak bisa menggunakan bahasa Allang. Bahasa asli sebagai bahasa sehari-hari di kampung Kristian sudah punah dan berganti dengan bahasa Melayu Ambon.

Bahasa Melayu di Kampung Islam

Berbeda dengan bahasa asli di kampung krtistian, bahasa asli di kampung Islam masih terpelihara dan tetap bertahan. Collins berpendapat bahwa ada beberapa kemungkinan bahasa asli di kampung Islam masih terpelihara. Pertama, pada permulaan penjajahan bangsa Barat abad ke-16, kedudukan Islam lebih kokoh. Kedua, kampung Islam lebih besar daripada kampung Kristian sehingga penduduknya sanggup menentang pengaruh asing. Ketiga, bahasa Melayu di kampung Islam dianggap sebagai alat penindasan Belanda dan alat penyebaran agama Kristian sehingga orang-orang Islam tetap memelihara dan mempertahankan bahasanya. Keempat, selama masa penjajahan Belanda di Maluku, kampung Islam di Pulau Ambon sengaja dianak tirikan.

Salah satu kampung Islam di Pulau Ambon adalah desa Asilulu. Desa Asilulu merupakan desa terpencil di tanjung barat laut yang berhadapan dengan Pulau Seram dan Pulau Buru. Desa Asilulu berpenduduk lebih kurang 4.000 orang. Bahasa yang digunakan di desa ini adalah bahasa Asilulu dan bahasa Melayu Ambon. Bahasa Asilulu digunakan sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa ini juga dituturkan oleh anak-anak usia enam sampai tujuh tahun. Untuk bahasa Melayu Ambon, bahasa ini hanya digunakan untuk 1) melayani tamu asing; 2) urusan keagamaan, seperti menyampaikan khotbah di masjid; dan 3) untuk kepentingan pendidikan, seperti pengajaran di sekolah rendah.

Bahasa Asilulu tidak hanya digunakan di desa Asilulu, tetapi juga di desa Uren dan desa Henalima dengan sedikit perbedaan dialek. Van Hovell berpendapat bahwa bahasa Asilulu (BAs) merupakan salah satu dialek bahasa tanah Pulau Ambon. Istilah bahasa tanah yang dimaksud adalah bahasa asli Maluku Tengah. Van Hovell juga menemukan lima dialek bahasa asli yang terkenal, yaitu Asilulu, Hila, Haruku, Saparua, dan Nusalaut. Lima dialek tersebut memiliki hubungan yang erat. Tentang dialek ini, Dyen sependapat dengan Van Hovell dan menyatakan bahwa terdapat suatu rantaian dialek dari ujung barat Pulau Ambon hingga Pulau Nusalaut di sebelah Timur.

Berbeda dengan dua pendapat di atas, Collins berpendapat bahwa sebenarnya bahasa Asilulu (BAs) adalah salah satu turunan bahasa kuno yang diberi nama bahasa Teluk Piru Barat. Namun, semua bahasa asli di pulau Ambon dapat dibuktikan sebagai bahasa turunan kelompok bahasa Maluku Tengah Kuno. Kekerabatannya dapat dilihat dari persamaan sintaksis dan leksikon. Susunan dan peraturan tatabahasa BAs tidak berbeda dengan tatabahasa lain di daerah itu. Dapat disimpulkan bahwa tatabahasa BAs bisa dianggap sebagai gambaran sintaksis yang mewakili semua bahasa asli di Pulau Ambon, baik yang masih dituturkan maupun yang sudah lenyap. Pemilihan BAs sebagai bahasa yang diteliti didasarkan pada BAs merupakan salah satu bahasa asli Pulau Ambon yang masih hidup sebagai bahasa lisan.