226
BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA LEMBAGA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN DAN PENJAMINAN MUTU (LP3M) PUSAT PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN IDEOLOGI KEBANGSAAN (P3KIK) UNIVERSITAS JEMBER A. Erna Rochiyati S. Ali Badrudin Rusdhianti Wuryaningrum Fitri Nura Murti Ahmad Syukron

BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

  • Upload
    others

  • View
    18

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

LEMBAGA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN DAN PENJAMINAN MUTU (LP3M) PUSAT PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN IDEOLOGI KEBANGSAAN (P3KIK)

UNIVERSITAS JEMBER

A. Erna Rochiyati S. Ali Badrudin

Rusdhianti Wuryaningrum Fitri Nura Murti Ahmad Syukron

Page 2: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

Penerbit:

UPT Percetakan & Penerbitan Universitas Jember

Redaksi/Distributor Tunggal:

UNEJ Press

Jl. Kalimantan 37

Jember 68121

Telp. 0331-330224, Voip. 00319

e-mail: [email protected]

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak tanpa ijin

tertulis dari penerbit, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik

cetak, photoprint, maupun microfilm.

Penulis:

A. Erna Rochiyati S. Ali Badrudin Rusdhianti Wuryaningrum Fitri Nura Murti Ahmad Syukron

Desain Sampul dan Tata Letak

Risky Fahriza

M. Arifin

M. Hosim

ISBN: 978-623-7226-76-5

Page 3: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

iii

KATA PENGANTAR

UU RI Nomor 24 Tahun 2009 menegaskan bahwa “Bendera,

bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan merupakan atribut

kebangsaan” karenanya tidak ada yang boleh menghina dan merendahkan

atribut-atribut kebangsaan tersebut. Bahasa Indonesia merupakan identitas

bangsa yang membawa karakter dan jati diri bangsa. Sesuai fungsi dan

kedudukannya, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi

negara, wajib dikuasai, dijunjung tinggi, dan digunakan sesuai konteksnya

di masyarakat. Oleh sebab itu, Matakuliah Bahasa Indonesia wajib

ditempuh oleh seluruh mahasiswa Universitas Jember.

Buku ini merupakan salah satu wujud komitmen Pusat

Pengembangan Pendidikan Karakter dan Ideologi Kebangsaan (P3KIK) di

Matakuliah Wajib Umum (MKWU) memiliki potensi yang sangat

besar dalam membentengi krisis nasionalisme dan ideologi bangsa.

Pembelajaran MKWU sebagai rumpun matakuliah kepribadian harus

mampu membentuk karakter generasi muda agar memberikan peranannya

dalam mengukuhkan kedaulatan bangsa dan negara. Melalui Matakuliah

Bahasa Indonesia, nasionalisme berbahasa Indonesia dikuatkan dengan

cara menelisik kembali sejarah perkembangan bahasa Indonesia yang

digagas oleh para pemuda sebagai bagian dari strategi merancang

kemerdekaan. Melalui peristiwa Sumpah Pemuda, kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia dibentuk dan diikat melalui politik bahasa

Indonesia. Oleh sebab itu, sudah sepantasnyalah kita mendukung upaya

pemerintah dalam pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia.

LP3M telah berkomitmen dalam mendukung visi misi Universitas

Jember menjadi universitas kebangsaan yang menjunjung nilai

nasionalisme-religius. Oleh sebab itu, secara sistematis LP3M telah

merumuskan kurikulum berbasis karakter dan wawasan kebangsaan dan

telah mengeluarkan Pedoman Penyusunan Kurikulum Program Studi di

Lingkungan Universitas Jember (Keputusan Rektor Universitas Jember

No.17527/UN25/KP/2017) yang di dalamnya termaktub secara jelas

bahwa karakter yang akan dikembangkan dalam kurikulum program studi

di Universitas Jember adalah karakter religius-nasionalis. Salah satunya

melalui Matakuliah bahasa Indonesia (MKWU).

Page 4: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

iv

bawah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu

(LP3M) Universitas Jember terhadap kebutuhan pendidikan karakter

sekaligus sebagai jawaban Surat Edaran Kemristekdikti No.

03/M/SE/VIII/2017 tentang Penguatan Pendidikan Pancasila dan

Matakuliah Wajib Umum pada Pendidikan Tinggi yang secara eksplisit

menyatakan bahwa Matakuliah Umum Bahasa Indonesia harus berperan

aktif mendukung ideologi bangsa demi mempertahankan keutuhan NKRI.

Selanjutnya, buku ini diharapkan menjadi acuan guna menjaga kualitas

dan memudahkan monitoring yang dilakukan LP3M terhadap jalannya

perkuliahan matakuliah wajib umum di lingkungan Universitas Jember.

Pusat Pengembangan Pendidikan Karakter dan Ideologi Kebangsaan

(P3KIK)

Page 5: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

v

PRAKATA

Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sudah sepatutnya

dijunjung tinggi oleh bangsa dan negara sebagai identitas dan atribut

kebangsaan. Rakyat Indonesia harus berbangga diri memiliki bahasa

Indonesia. Di tengah popularitas bahasa Indonesia yang semakin dikenal

secara internasional, bahasa Indonesia harus menjadi tuan rumah di

negaranya sendiri.

Masyarakat, khususnya mahasiswa yang menjadi sasaran buku ini,

harus secara sadar menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar

sesuai konteks penggunaannya. Mahasiswa harus memahami peran bahasa

Indonesia dalam mendukung ideologi bangsa dan mempertahankan jati diri

bangsa. Untuk mendukung hal tersebut, mahasiswa perlu dibekali berbagai

pengetahuan tentang bahasa Indonesia agar memiliki keterampilan

berbahasa yang mumpuni dalam kegiatan-kegiatan akademisnya.

Dalam buku ajar yang berjudul “Bahasa Indonesia: Membangun

Karakter Bangsa” ini diuraikan hal-hal pokok mengenai: (1) sejarah,

fungsi, dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai identitas dan jati diri

bangsa Indonesia; (2) bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam

berbagai konteks penggunaannya; (3) penggunaan bahasa Indonesia ragam

ilmiah; (4) analisis bahasa ragam ilmiah; (5) menulis karya ilmiah; dan (6)

keterampilan berbicara dalam forum ilmiah. Buku ini disusun guna

memberikan informasi yang memadai kepada mahasiswa tentang capaian-

capaian akademis yang perlu dikuasai mencakup capaian ideologis, empat

keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, menulis, dan berbicara),

dan penulisan karya tulis ilmiah.

Tim Penyusun

Tentunya hal yang kami sajikan masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami butuhkan guna terwujudnya

buku ajar yang mampu secara praktis memudahkan mahasiswa memahami

materi bahasa Indonesia sebagai matakuliah wajib umum (MKWU) di

lingkungan Universitas Jember yang sangat kita cintai. Semoga buku ini

dapat membantu mahasiswa dalam meningkatkan keterampilan berbahasa

Indonesia dan menguatkan rasa cinta terhadap bahasa Indonesia.

Demikian, harapan kami. Jayalah Indonesia, gemalah bahasa Indonesia.

Page 6: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. iii PRAKATA ................................................................................................. v DAFTAR ISI ............................................................................................. vi DAFTAR TABEL ...................................................................................... x TINJAUAN MATAKULIAH .................................................................. xi BAB 1. SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA

INDONESIA ............................................................................... 1 1.1 Pengantar .............................................................................. 1 1.2 Sejarah Bahasa Indonesia ..................................................... 2

1.2.1 Sebelum Kemerdekaan ............................................. 7

1.2.2 Sesudah Kemerdekaan............................................ 10

1.3 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia .......................... 15 1.3.1 Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional ........... 15

1.3.2 Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara .............. 17

1.4 Rangkuman ......................................................................... 19 1.5 Bahan Diskusi..................................................................... 19 1.6 Daftar Rujukan ................................................................... 20 1.7 Latihan Soal ........................................................................ 21

BAB 2. BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR ........... 22 2.1 Pengantar ............................................................................ 22 2.2 Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar ............................. 22 2.3 Kesantunan Berbahasa ....................................................... 26

2.3.1 Konsep Kesantunan Berbahasa .............................. 28

2.3.2 Kesantunan di Lingkungan Kampus ...................... 32

2.3.3 Kesantunan Ilmiah .................................................. 34

2.4 Ragam Bahasa Indonesia .................................................... 37 2.4.1 Pengertian Ragam Bahasa ...................................... 38

2.4.2 Macam-macam Ragam Bahasa .............................. 38

2.5 Rangkuman ......................................................................... 40 2.6 Bahan Diskusi..................................................................... 40 2.7 Daftar Rujukan ................................................................... 41 2.8 Latihan Soal ........................................................................ 41

BAB 3. BAHASA INDONESIA RAGAM ILMIAH .......................... 42 3.1 Pengantar ............................................................................ 42

Page 7: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

vii

3.2 Pengertian Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah ...................... 42 3.3 Ranah Penggunaan Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah ........ 42 3.4 Ciri-ciri Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah .......................... 43 3.5 Diksi ................................................................................... 47 3.6 Kalimat ............................................................................... 52

3.6.1 Pengertian Kalimat ................................................. 52

3.6.2 Unsur-unsur Kalimat .............................................. 53

3.6.3 Struktur Kalimat ..................................................... 58

3.7 Kalimat Efektif ................................................................... 65 3.7.1 Pengertian Kalimat Efektif ..................................... 65

3.7.2 Ciri-ciri Kalimat Efektif ......................................... 66

3.8 Paragraf .............................................................................. 70 3.8.1 Pengertian Paragraf ................................................ 70

3.8.2 Ciri-ciri Paragraf .................................................... 71

3.8.3 Fungsi Paragraf ...................................................... 71

3.8.4 Pikiran Utama dan Kalimat Utama/Topik .............. 72

3.8.5 Syarat-syarat Paragraf yang Baik ........................... 76

3.8.6 Jenis Paragraf ......................................................... 82

3.8.7 Hubungan Antarparagraf ........................................ 85

3.8.8 Pengembangan Paragraf ......................................... 85

3.8.9 Paragraf Berdasarkan Fungsi ................................. 87

3.9 Rangkuman ........................................................................ 89 3.10 Bahan Diskusi .................................................................... 89 3.11 Daftar Rujukan ................................................................... 89 3.12 Latihan Soal ....................................................................... 90

BAB 4. ANALISIS BAHASA RAGAM ILMIAH .............................. 91 4.1 Pengantar ............................................................................ 91 4.2 Kesalahan Berbahasa Tataran Fonologi ............................. 92

4.2.1 Perubahan Fonem ................................................... 92

4.2.2 Penghilangan Fonem .............................................. 94

4.3 Kesalahan Berbahasa Tataran Morfologi ........................... 95 4.3.1 Kesalahan Berbahasa dalam Afiksasi..................... 95

4.3.2 Kesalahan Berbahasa dalam Reduplikasi ............... 97

4.3.3 Kesalahan Berbahasa dalam Komposisi................. 98

4.3.4 Kesalahan Berbahasa dalam Bidang Kata ............ 100

Page 8: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

viii

4.4 Kesalahan Berbahasa Tataran Sintaksis ........................... 104 4.4.1 Kesalahan dalam Frasa ......................................... 105

4.4.2 Kesalahan dalam Kalimat ..................................... 108

4.5 Kesalahan Berbahasa Tataran Semantik .......................... 112 4.6 Kesalahan Berbahasa Tataran Wacana ............................. 121

4.6.1 Ketidakefektivan Paragraf karena Tidak Ada

Pelesapan .............................................................. 121

4.6.2 Kesalahan karena Terdapat Kalimat Sumbang ..... 121

4.7 Kesalahan Berbahasa Tataran Ejaan dan Tanda Baca ...... 122 4.7.1 Kesalahan Berbahasa tataran Ejaan Bahasa

Indonesia .............................................................. 123

4.7.2 Kesalahan Berbahasa Tataran Tanda Baca ........... 130

4.8 Rangkuman ....................................................................... 131 4.9 Bahan Diskusi................................................................... 132 4.10 Daftar Rujukan ................................................................. 132 4.11 Latihan Soal ...................................................................... 134

BAB 5. MENULIS KARYA ILMIAH ............................................... 135 5.1 Pengantar .......................................................................... 135 5.2 Hakikat Menulis ............................................................... 136

5.2.1 Menulis sebagai Produk ....................................... 136

5.2.2 Menulis sebagai Proses Kreatif ............................ 136

5.2.3 Proses Menulis Karya Ilmiah ............................... 137

5.3 Keterampilan Membaca dalam Intelektualisasi Pikiran dan

Karya ................................................................................ 139 5.3.1 Membaca dan Proses Berpikir .............................. 139

5.3.2 Teknik Membaca .................................................. 140

5.3.3 Membaca Karya Ilmiah ........................................ 142

5.4 Hakikat Karya Tulis Ilmiah .............................................. 143 5.4.1 Bagian-bagian Karya Tulis Ilmiah ....................... 144

5.4.2 Tiga Pilar Ilmu: Ontologis, Epistimologis, dan

Aksiologis ............................................................. 151

5.5 Tahapan Menulis Karya Ilmiah ........................................ 152 5.5.1 Perencanaan Penulisan Karya Ilmiah ................... 153

5.5.2 Penyusunan Kerangka Karangan .......................... 153

5.5.3 Pengembangan Tulisan ......................................... 158

Page 9: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

ix

5.6 Sistematika Karya Tulis Ilmiah ........................................ 159 5.6.1 Makalah ................................................................ 159

5.6.2 Artikel .................................................................. 162

5.6.3 Proposal dan Laporan Penelitian .......................... 165

5.7 Teknik Pengutipan dan Sumber Rujukan ......................... 170 5.8 Tips Menghindari Plagiarism ........................................... 176 5.9 Rangkuman ...................................................................... 177 5.10 Bahan Diskusi .................................................................. 177 5.11 Daftar Rujukan ................................................................. 178 5.12 Latihan Soal ..................................................................... 179

BAB 6. KETERAMPILAN BERBICARA DALAM FORUM

ILMIAH (PRESENTASI) ..................................................... 180 6.1 Pengantar .......................................................................... 180 6.2 Berbicara sebagai Kapabilitas Berbahasa......................... 180 6.3 Hubungan Keterampilan Berbicara dengan Keterampilan

Berbahasa Lain ................................................................. 182 6.3.1 Hubungan Berbicara dengan Menyimak .............. 183

6.3.2 Hubungan Berbicara dengan Membaca ............... 186

6.3.3 Hubungan Berbicara dengan Menulis .................. 186

6.4 Berbicara pada Forum Ilmiah ........................................... 187 6.4.1 Teknik Berbicara yang Baik ................................. 187

6.4.2 Teknik Berbicara di Depan Umum ...................... 188

6.4.3 Teknik Membuka dan Menutup Pembicaraan ...... 189

6.4.4 Diskusi Ilmiah ...................................................... 190

6.5 Etika Diskusi .................................................................... 195 6.6 Kesantunan Berdiskusi ..................................................... 198 6.7 Rangkuman ...................................................................... 204 6.8 Bahan Diskusi .................................................................. 204 6.9 Daftar Rujukan ................................................................. 204 6.10 Latihan Soal ..................................................................... 205

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 206 DAFTAR ISTILAH (GLOSARIUM) ................................................... 212 TIM PENYUSUN .................................................................................. 213

Page 10: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kritikan secara Langsung dengan Kata-kata Kasar ................... 35

Tabel 3.1 Kata Tidak Baku dan Baku ........................................................ 48

Tabel 3.2 Kata Tidak Baku dan Baku ........................................................ 49

Tabel 3.3 Kata Tidak Baku dan Baku ........................................................ 49

Tabel 3.4 Kata Konotatif dan Denotatif .................................................... 49

Tabel 3.5 Kata Tidak Tepat dan Tepat ...................................................... 49

Tabel 3.6 Kata Emotif dan Tidak Emotif .................................................. 50

Tabel 3.7 Kata Ganti .................................................................................. 50

Tabel 3.8 Kata Kebijakan dan Kebijaksanaan ........................................... 50

Tabel 3.9 Kata dari dan daripada ............................................................. 51

Tabel 3.10 Kata Bentuk Frasa ................................................................... 51

Tabel 3.11 Kata Frasa Tidak Tepat dan Tepat ........................................... 52

Tabel 5.1 Matrik Penelitian ..................................................................... 147

Tabel 5.2 Kerangka Karangan ................................................................. 155

Tabel 5.3 Judul ........................................................................................ 160

Page 11: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

xi

TINJAUAN MATAKULIAH

Matakuliah Bahasa Indonesia memiliki beban 2 sks dan wajib

ditempuh oleh seluruh mahasiswa Universitas Jember. Bahasa Indonesia

sebagai matakuliah wajib umum (MKWU) berperan sebagai matakuliah

pendidikan karakter, khususnya pengembangan dan pengenalan kembali

jati diri bangsa melalui pembelajaran bahasa Indonesia. Setelah menempuh

Matakuliah Bahasa Indonesia (MKWU), mahasiswa diharapkan mampu

menciptakan sikap yang baik, santun, dan kreatif dalam menggunakan

bahasa Indonesia sebagai media pengungkapan pikiran, gagasan, dan sikap

ilmiah dalam berbagai bentuk karya ilmiah yang berkualitas, baik secara

lisan maupun tulis.

Matakuliah Bahasa Indonesia merupakan matakuliah wajib umum

atau disingkat MKWU. Matakuliah Bahasa Indonesia MKWU

membekali mahasiswa terkait wawasan dan pemahaman bahasa Indonesia

dalam ranah akademis dan ideologis sebagai identitas bangsa. Pada

ranah ideologis, mahasiswa dibekali pengetahuan mengenai sejarah,

kedudukan, dan fungsi bahasa Indonesia, serta posisinya sebagai

identitas bangsa; sedangkan ranah akademis, mahasiswa dibekali

pengetahuan tentang kecermatan penggunaan bahasa Indonesia yang baik

dan benar, kesantunan berbahasa Indonesia dalam berbagai konteks

penggunaannya di masyarakat maupun di ruang akademis, ragam

ilmiah bahasa Indonesia, analisis bahasa,menulis karya ilmiah,

mempresentasikannya dengan bahasa yang baik, santun, serta kreatif.

Materi-materi yang disajikan dalam Matakuliah Bahasa Indonesia

(MKWU) ialah (1) sejarah, kedudukan, dan fungsi bahasa Indonesia, (2)

bahasa indonesia yang baik dan benar, (3) bahasa indonesia ragam ilmiah,

(4) praktik menganalisis bahasa karya tulis ilmiah, (5) praktik menulis

karya tulis ilmiah, dan (6) presentasi karya tulis Ilmiah. Selanjutnya,

mahasiswa diharapkan menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan

inovatif dalam konteks penggunaan bahasa Indonesia baik secara lisan

maupun tulis; mencerminkan budaya berbahasa Indonesia yang santun;

serta mampu mengembangkan bidang profesi melalui penggunaan bahasa

Indonesia yang kreatif dan inovatif.

Page 12: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA
Page 13: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

1

BAB 1. SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA

INDONESIA

1.1 Pengantar

“Melalui bahasa kita dapat mempelajari kebudayaan suatu bangsa”,

itulah yang disampaikan Folley, W.A. (1997) dalam buku yang berjudul

“Anthroplogical Linguistics: An Introduction”. Masyarakat Indonesia

memiliki banyak peribahasa yang mengarah kepada hal yang sama di

antaranya: “Ajining diri ana ing lathi” (Jawa) yang berarti harga diri

seseorang terletak pada ucapannya, “Mulutmu harimaumu” yang memiliki

arti ucapanmu menunjukkan jati dirimu, dan banyak lagi. Bahasa

menunjukkan karakter/watak, pola pikir (mainset), tradisi, dan bahkan

intelegensi seseorang. Melalui bahasa yang dipergunakan (diksi, dan

intonasi yang diucapkan) dapat diketahui watak penuturnya. Seseorang

yang berhati lembut akan bertutur kata yang lembut juga dan sebaliknya.

Demikianlah, bahasa mencerminkan hati dan kepribadian penggunanya.

Bahasa Indonesia yang kita miliki tidak hanya berfungsi sebagai alat

komunikasi saja. Peranan bahasa Indonesia lebih dari bahasa yang lainnya

yaitu sebagai alat perjuangan. Keberadaan bahasa Indonesia di masa

kolonial menjadi pemicu sikap nasionalisme (persatuan anak bangsa).

Ikrar Sumpah Pemuda yang dideklarasikan para pemuda Indonesia pada

tanggal 28 Oktober 1928 menjadi tonggak kesatuan cita-cita bangsa. Ikrar

tersebut telah menghapuskan segala bentuk perbedaan SARA (suku,

agama, ras, dan golongan) serta mampu menyatukan seluruh elemen

bangsa.

Banyak bangsa di dunia yang tidak memiliki bahasanya sendiri,

karena itu kita wajib bersyukur karena memiliki bahasa sendiri.

Menggunakan dan mencintai Bahasa Indonesia dengan baik dan benar

merupakan bentuk terima kasih kita atas jasa-jasa para pahlawan dalam

merajut kemerdekaan. Mempelajari sejarah bahasa Indonesia merupakan

Kemampuan Akhir yang Diharapkan (KAD)

Mahasiswa mampu menjelaskan sejarah, fungsi, dan kedudukan

bahasa Indonesia; memiliki penghargaan yang tinggi terhadap

bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa; dan mampu

menggunakan bahasa Indonesia sesuai fungsi dan kedudukannya.

Page 14: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

2

wujud penghargaan kepada bangsa dan negara ini, sekaligus sebagai upaya

pemertahanan bahasa. Sebagai warga negara Indonesia, sudah selayaknya

kita menjaga diri kita agar tidak hanyut dalam gelombang penyalahgunaan

bahasa dan memiliki kesadaran di lubuk hati terdalam untuk berbahasa

yang baik dan benar tanpa harus menanggalkan keinginan untuk

berekspresi dan bereksplorasi. Mempelajari sejarah bahasa Indonesia

sangat penting bagi warga negara Indonesia untuk mengenal kepribadian

atau karakter bangsa sehingga dapat menggunakan bahasa Indonesia sesuai

fungsi dan kedudukannya.

Melalui sejarah yang panjang, bahasa Indonesia telah mengalami

perkembangan baik dari segi jumlah pemakainya maupun dari segi sistem

tata bahasa, kosa kata, dan maknanya. Saat ini, bahasa Indonesia telah

menjadi bahasa yang digunakan dan dipelajari tidak hanya di seluruh

Indonesia, tetapi juga di beberapa negara lain. Sebagai warga negara

Indonesia yang menjunjung tinggi harkat dan martabat negara Indonesia,

mahasiswa peserta matakuliah bahasa Indonesia perlu disadarkan akan

kenyataan ini dan perlu juga ditumbuhkan rasa kebanggaannya terhadap

bahasa Indonesia. Lebih lanjut, para mahasiswa perlu juga ditingkatkan

rasa kesadarannya akan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa

negara dan bahasa nasional. Bahasa Indonesia sebagai lingua franca

berpotensi untuk mempersatukan dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

1.2 Sejarah Bahasa Indonesia

Sejarah perkembangan bahasa Indonesia mulai sebelum

kemerdekaan sampai dengan era globalisasi dewasa ini sangat berwarna.

Sejarah perkembangan bahasa Indonesia harus sung-sungguh dipahami

oleh warga negara Indonesia karena melalui perkembangannya, bahasa

Indonesia merupakan pemersatu bangsa. Oleh sebab itu, membahas sejarah

bahasa Indonesia tidak mungkin dilepaskan dari konteks fungsi dan

kedudukannya, baik sebagai bahasa negara maupun sebagai bahasa

nasional.

Bahasa adalah lambang identitas suatu bangsa. Begitu pula bahasa

Indonesia merupakan salah satu identitas nasional bagi bangsa dan negara

Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan

bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan

penggunaannya satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,

tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, bersamaan dengan mulai

berlakunya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Page 15: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

3

Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu

dari banyak ragam bahasa Melayu. Ragam yang dipakai sebagai dasar bagi

bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu Riau. Pada Abad ke-19, bahasa

Melayu merupakan bahasa penghubung antaretnis dan suku-suku di

kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa penghubung antaretnis

(antarsuku), dulu bahasa Melayu juga menjadi bahasa penghubung dalam

kegiatan perdagangan internasional di wilayah nusantara. Transaksi

antarpedagang, baik yang berasal dari pulau-pulau di wilayah nusantara

maupun orang asing, menggunakan bahasa pengantar bahasa Melayu.

Bahasa melayu kala itu sebagai lingua franca (bahasa pergaulan). Hal ini

merupakan salah satu alasan mengapa bahasa Melayu disepakati sebagai

dasar bagi bahasa Indonesia.

Alasan lain mengapa bahasa Melayu dipilih menjadi bahasa nasional

bagi negara Indonesia adalah karena hal-hal sebagai berikut. Dibandingkan

dengan bahasa daerah lain, misalnya bahasa Jawa, sesungguhnya jumlah

penutur bahasa Melayu tidak lebih banyak. Dipandang dari jumlah

penuturnya, bahasa Jawa jauh lebih besar karena menjadi bahasa ibu bagi

sekitar setengah penduduk Indonesia, sedangkan bahasa Melayu dipakai

tidak lebih dari sepersepuluh jumlah penduduk Indonesia. Di sinilah letak

kearifan para pemimpin bangsa kala itu. Mereka tidak memilih bahasa

daerah yang besar sebagai dasar bagi bahasa Indonesia karena

dikhawatirkan akan dirasakan sebagai pengistimewaan yang berlebihan.

Alasan kedua, bahasa Melayu dipilih sebagai dasar bagi bahasa

Indonesia karena bahasa itu sederhana sehingga lebih mudah dipelajari dan

dikuasai. Bahasa Jawa lebih sulit dipelajari dan dikuasai karena kerumitan

strukturnya, tidak hanya secara fonetis dan morfologis, tetapi juga secara

leksikal. Seperti diketahui, bahasa Jawa memiliki ribuan morfem leksikal

dan stuktur gramatikal yang banyak dan rumit. Penggunaan bahasa Jawa

juga dipengaruhi oleh struktur budaya masyarakat Jawa yang cukup rumit.

Ketidaksederhaan itulah yang menjadi alasan mengapa bukan bahasa Jawa

yang dipilih sebagai dasar bagi bahasa Indonesia. Yang sangat

menggembirakan adalah bahwa orang-orang Jawa pun menerima dengan

ikhlas kebedaraan bahasa Melayu sebagai dasar bagi bahasa Indonesia,

meskipun jumlah orang Jawa jauh lebuih banyak daripada suku-suku lain

(Susanti, 2014:2).

Penggunaan bahasa Melayu sebagai lingua franca atau bahasa

pergaulan bagi suku-suku di wilayah nusantara dan orang-orang asing

yang datang ke wilayah nusantara dibuktikan dalam berbagai temuan

prasasti dan sumber-sumber dokumen. Dari dokumen-dokumen yang

ditemukan diketahui bahwa orang-orang Cina, Persia dan Arab, pernah

Page 16: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

4

datang ke kerajaan Sriwijaya di Sumatera untuk belajar agama Budha.

Pada sekitar abad ke-7 kerajaan Sriwijaya merupakan pusat internasional

pembelajaran agama Budha dan negara yang terkenal sangat maju

perdagangannya. Kala itu, bahasa Melayu merupakan bahasa pengantar

dalam pembelajaran agama Budha dan perdagangan di Asia Tenggara.

Bukti-bukti yang menyatakan hal itu adalah prasasti-prasasti yang

ditemukan di Kedukan Bukit di Palembang (683 M), Talang Tuwo di

Palembang (684 M), Kota Kapur (686 M), Karang Birahi di Jambi (688

M). Prasasti-prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari dan berbahasa Melayu

Kuno. Bahasa Melayu Kuno ternyata tidak hanya dipakai pada masa

kerajaan Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Ganda Suli) juga ditemukan

prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor berangka tahun 942 M yang

juga menggunakan bahasa Melayu kuno.

Pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu juga

dipakai sebagai bahasa kebudayaan dan pendidikan. Pada saat itu bahasa

Melayu sudah dipergunakan dalam penulisan buku-buku pelajaran agama

Budha. Seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing yang belajar agama Budha di

Sriwijaya, antara lain menyatakan bahwa di Sriwijaya kala itu ada bahasa

yang bernama Koen Loen yang berdampingan dengan bahasa Sanskerta.

Sebutan Koen-Luen bermakna bahasa perhubungan (lingua franca), yaitu

bahasa Melayu (Ali Syahbana, 1971).

Sejarah bahasa Melayu yang telah lama menjadi lingua franca

tampak makin jelas dari peninggalan-peninggalan kerajaan Islam, antara

lain tulisan pada batu nisan di Minye Tujah, Aceh (tahun 1380 M) dan

karya sastra abad 16-17, misalnya syair Hamzah Fansuri yang berisi

hikayat raja-raja Pasai dan buku Sejarah Melayu, yaitu Tajussalatin dan

Bustanussalatin. Selanjutnya, bahasa Melayu menyebar ke seluruh pelosok

nusantara bersama dengan menyebarnya agama Islam di wilayah.

Meskipun dipakai oleh lebih dari 90% warga Indonesia, bahasa

Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Bahasa ibu

bagi sebagian besar warga Indonesia adalah salah satu dari 748 bahasa

daerah yang ada di Indonesia. Dalam pemakaian sehari-hari, bahasa

Indonesia sering dicampuradukkan dengan dialek Melayu lain atau bahasa

daerah penuturnya. Meskipun demikian, bahasa Indonesia digunakan

sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat

lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya sehingga

dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga

Indonesia.

Dari prasasti-prasasti dan peninggalan kuno diketahui bahwa bahasa

Melayu telah digunakan sejak zaman Kerajaan Sriwijaya, yang kemudian

Page 17: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

5

berkembang pesat penggunaannya karena diperkaya dengan kata-kata dan

istilah pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari

cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini pun cukup luas,

karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau

Jawa dan Pulau Luzon. Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra,

kepala, kawin, dan kaca adalah kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta.

Pada Abad XV M berkembang varian baru bahasa Melayu yang

disebut sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval

Malay). Bahasa Melayu varian ini digunakan sebagai bahasa pengantar di

wilayah Kesultanan Melaka. Pada periode selanjutnya, bahasa Melayu

varian ini disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas

di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung

Malaya. Tome Pires, seorang pedagang asal Portugis menyebutkan adanya

bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan

Jawa. Pada masa itu, bahasa Melayu Tinggi banyak dipengaruhi oleh kosa

kata bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama

Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti

masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti

anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada

periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga

sekarang.

Selanjutnya, para pedagang dari Portugis, Belanda, Spanyol, dan

Inggris mulai berdatangan. Mereka kemudian banyak mempengaruhi

perkembangan bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-

kata yang diambil dari kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari.

Bahasa Melayu kemudian mengenal kosa kata baru, seperti gereja, sepatu,

sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda memperkaya kosa

kata bahasa Melayu di bidang administrasi dan kegiatan resmi (misalnya

dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi. Kata-kata seperti asbak,

polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa itu.

Para pedagang dari Cina juga ikut memperkaya kosa kata bahasa

Melayu, terutama yang berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-

hari. Kata-kata seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong

berasal dari kosa kata bahasa Cina. Jan Huyghen van Linschoten pada

abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan

bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling

penting di “dunia timur”. Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini

melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan

menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur

dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat.

Page 18: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

6

Tonggak penting bagi bahasa Melayu terjadi ketika pada

pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan

Kesultanan Melaka) menulis kamus bahasa Melayu. Sejak saat itu

kedudukan bahasa Melayu menjadi setara dengan bahasa-bahasa lain di

dunia, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi

dengan jelas. Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling

sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara:

bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu

Tinggi yang terbatas pemakaiannya, tetapi memiliki standar. Bahasa ini

dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai

bahasa kedua atau ketiga.

Dengan mengamati perkembangannya, pemerintah kolonial Hindia-

Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu

administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa

Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri

pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan)

sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa.

Pengenalan bahasa Melayu pun dilakukan di sejumlah institusi pemerintah,

seperti sekolah-sekolah dan lembaga pemerintahan. Sastrawan juga mulai

menulis karyanya dalam bahasa Melayu. Sebagai dampaknya, terbentuklah

cikal-bakal bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari asal-

usulnya, yaitu bahasa Melayu Riau.

Menyadari akan pentingnya kedudukan bahasa Melayu, campur

tangan pemerintah semakin kuat. Pada tahun 1908 pemerintah kolonial

membentuk Commissie voor de Volkslectuur atau “Komisi Bacaan

Rakyat” (KBR). Lembaga ini merupakan embrio Balai Poestaka. Di bawah

pimpinan D.A. Rinkes, pada tahun 1910 KBR melancarkan program

Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai

sekolah pribumi dan beberapa instansi pemerintah. Perkembangan

program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700

perpustakaan. Cara ini ditempuh oleh pemerintah kolonial Belanda karena

melihat kelenturan bahasa Melayu Pasar yang dapat mengancam eksistensi

jajahanannya. Pemerintah kolonial Belanda berusaha meredamnya dengan

mempromosikan bahasa Melayu Tinggi, di antaranya dengan penerbitan

karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka. Namun,

bahasa Melayu Pasar sudah telanjur berkembang dan digunakan oleh

banyak pedagang dalam berkomunikasi. Pada tahun 1917 pemerintah

kolonial belanda mengubah KBR menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit

ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-

buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang

Page 19: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

7

tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan

masyarakat luas.

1.2.1 Sebelum Kemerdekaan

Bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek bahasa Melayu.

Sudah berabad-abad lamanya bahasa Melayu digunakan sebagai alat

perhubungan atau lingua franca bukan saja di kepulauan Nusantara,

melainkan juga di hampir seluruh Asia Tenggara yang mempunyai bahasa

yang berbeda-beda. Bangsa asing pun yang datang di Indonesia juga

menggunakan bahasa Melayu untuk berkomunikasi dengan penduduk

setempat. Kenyataan itu dapat dilihat dari berbagai batu bertulis (prasasti)

kuno yang ditemukan seperti: (1) prasasti Kedukan Bukit di Palembang

tahun 683; (2) prasasti Talang Tuo di Palembang tahun 684; (3) prasasti

Kota Kapur di Bangka Barat tahun 686; dan (4) prasasti Karang Brahi di

antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688. Prasasti-prasasti tersebut

bertuliskan Prae-Nagari dan bahasanya bahasa Melayu Kuno. Hal itu

memberi petunjuk kepada kita bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa

Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman

Sriwijaya (Halim, 1979:6–7). Prasasti-prasasti yang juga tertulis di dalam

bahasa Melayu Kuno terdapat di Jawa Tengah yaitu pada Prasasti

Gandasuli, tahun 832 dan di Bogor pada Prasasti Bogor, tahun 942. Kedua

Prasasti di pulau Jawa ini lebih memperkuat dugaan bahwa bahasa Melayu

Kuno bukan saja dipakai di Pulau Sumatra, melainkan juga di Pulau Jawa

(Arifin, 1988:3).

Pada zaman kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu berfungsi sebagai:

(1) bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan

hidup dan sastra; (2) bahasa perhubungan (lingua franca) antarsuku di

Indonesia; (3) bahasa perdagangan, terutama di tepi-tepi pantai baik antar-

suku yang ada di Indonesia maupun terhadap pedagang-pedagang yang

datang dari luar Indonesia; dan (4) sebagai bahasa resmi kerajaan (Arifin,

1988:4).

Huruf-huruf yang digunakan untuk menuliskan bahasa Melayu

antara lain huruf Pallawa, yang digunakan untuk menulis pada prasasti

tertua yang berasal dari abad ke-7, dan setelah masuknya Islam ke

Indonesia sekitar abad ke-13, digunakan huruf Arab yang dikenal dengan

tulisan Jawi. Penggunaan huruf Arab berlangsung sampai abad ke-19.

Pada masa penjajahan Belanda, bahasa Melayu tetap digunakan

sebagai bahasa perhubungan di antara bangsa Indonesia. Pemerintah

Belanda tidak mau menyebarkan penggunaan bahasa Balanda pada

penduduk pribumi. Oleh karena itu, hanya sekelompok kecil orang

Page 20: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

8

Indonesia yang dapat berbahasa Belanda. Mereka itu pada umumnya

adalah orang-orang yang terpelajar saja sehingga komunikasi di antara

Pemerintah dan penduduk Indonesia serta di antara penduduk Indonesia

yang berbeda-beda bahasanya, sebagian besar dilakukan dengan

menggunakan bahasa Melayu. Selama masa penjajahan Belanda, banyak

surat kabar yang diterbitkan dan ditulis dengan bahasa Melayu.

Pada tanggal 28 Oktober 1928 diadakan Kongres Pemuda yang

dihadiri oleh aktivis dari berbagai daerah di Indonesia. Pada kesempatan

itulah bahasa Melayu diubah namanya menjadi bahasa Indonesia dan

diikrarkan dalam Sumpah Pemuda sebagai bahasa persatuan atau bahasa

nasional. Naskah Putusan Kongres Pemuda Indonesia Tahun 1928 berisi

tiga butir kebulatan tekad, yaitu: (1) kami putra dan putri Indonesia

mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; (2) kami putra dan

putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonsia; dan (3)

kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa

Indonesia.

Pernyataan yang pertama adalah pengakuan bahwa pulau-pulau

yang bertebaran dan lautan yang menghubungkan pulau-pulau yang

merupakan wilayah Republik Indonesia sekarang, adalah satu kesatuan

tumpah darah, yang disebut tanah air Indonesia. Pernyataan yang kedua

adalah pengakuan bahwa manusia–manusia yang menempati wilayah

Indonesia itu juga merupakan satu kesatuan, yang disebut bangsa

Indonesia. Pernyataan yang ketiga tidak merupakan pengakuan “berbahasa

satu”, tetapi merupakan pernyataan tekad kebahasaan yang menyatakan

bahwa kita, bangsa Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu

bahasa Indonesia (Halim, 1983:2–3). Pengakuan bahasa Indonesia sebagai

bahasa persatuan merupakan peristiwa penting dalam perjuangan bangsa

Indonesia, karena dengan adanya bahasa persatuan, rasa persatuan bangsa

menjadi semakin kuat.

Sungguh mengagumkan semangat pemuda-pemudia kala itu.

Mereka mengikrarkan bangsa, tanah air, dan bahasa Indonesia sebagai alat

pemerdekaan bangsa Indonesia. Pada saat itu, tahun 1928, Indonesia

belum merdeka dan belum bernama negara “Indonesia”.

Kata “Indonesia” sendiri sebenarnya telah terdengar jauh sebelum

itu. Kata “Indonesia” pertama kali diusulkan oleh George Windsor Earl

(1813-1865) pada tulisannya yang termuat pada majalah ilmiah tahunan di

Singapura yakni Journal of The Indian Archipelago and Eastern Asia

(JIAEA). Ia berpendapat bahwa area di bawah administrasi Hindia Belanda

harus memiliki nama yang khas. Ketika itu, ia mengajukan dua pilihan

nama yakni Indunesia atau Malayunesia. Indus berarti India, nesia atau

Page 21: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

9

nesos berarti kepulauan, dan malayu berarti Malaya. Pada

perkembangannya, kata “Indunesia” diucapkan “Indonesia” akibat maksim

kemudahan pada tataran fonologis.

Di era kebangkitan nasional, istilah Indonesia mulai dikenal secara

luas dan digunakan. Organisasi yang pertama mempopulerkan kata

Indonesia ialah Indonesische Studie Club (1924) oleh Dr. Sutomo,

Perserikatan Komunis Hindia berubah nama menjadi Partai Komunis

Indonesia (1924), Nationaal Indonesische Padvinderij (1925) oleh Jong

Islamieten Bond, dan Tan Malaka yang menulis buku dengan judul Naar

de Republiek Indonesia (1925).

“Bahasa Indonesia” yang dimaksud dalam Sumpah Pemuda,

secara teknis ketika itu adalah bahasa Melayu modern. Namun dalam

diskusi kongres, penamaan dengan “bahasa Melayu” dianggap

kurang sejalan dengan visi pemersatuan nasional. Oleh karena itu,

digunakanlah nama “bahasa Indonesia”.

Ada empat faktor yang menjadi penyebab bahasa Melayu diangkat

menjadi bahasa Indonesia, yaitu: (1) bahasa Melayu sudah merupakan

lingua franca di Indonesia, yaitu sebagai bahasa perhubungan dan bahasa

perdagangan; (2) sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari

karena pada bahasa Melayu tidak dikenal adanya tingkatan bahasa seperti

pada bahasa Jawa (ngoko, kromo) atau perbedaan bahasa kasar dan halus

seperti pada bahasa Sunda (kasar, lemes); (3) suku Jawa, suku Sunda dan

suku-suku yang lain dengan suka rela menerima bahasa Melayu menjadi

bahasa Nasional Indonesia; dan (4) bahasa Melayu mempunyai

kesanggupan untuk digunakan sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang

luas (Arifin, 1988:5–6).

Pada masa pendudukan Jepang, pemerintah Jepang

memberlakukan larangan penggunaan bahasa Belanda. Larangan ini

berdampak positif terhadap bahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia

digunakan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk kehidupan politik

dan pemerintahan yang sebelumnya lebih banyak dilakukan dengan

menggunakan bahasa Belanda.

Peristiwa-peristiwa penting yang sangat menentukan dalam

perkembangan bahasa Melayu sebelum masa kemerdekaan antara lain :

a. Pada tahun 1901 disusun ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. van

Ophuysen dan dimuat dalam Kitab Logat Melayu.

b. Pada tahun 1908 Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-

buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur

(Taman bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah

menjadi Balai Pustaka. Balai Pustaka menerbitkan buku-buku novel,

Page 22: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

10

seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, dan buku-buku penuntun

bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit

membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.

c. Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling

menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada

tanggal itulah para pemuda pilihan memancangkan tonggak yang

kokoh untuk perjalanan bahasa Indonesia.

d. Pada tahun 1933 resmi berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang

menamakan dirinya Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir

Alisyahbana dan kawan-kawan.

e. Pada tanggal 25 s.d. 28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa

Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres di Solo ini dapat disimpulkan

bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah

dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan kita saat itu.

f. Masa pendudukan Jepang (1942–1945) juga merupakan suatu masa

penting. Jepang memilih bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi

resmi antara pemerintah Jepang dan rakyat Indonesia karena niat

menggunakan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda untuk

alat komunikasi tidak terlaksana. Bahasa Indonesia juga dipakai

sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan dan untuk

keperluan ilmu pengetahuan.

1.2.2 Sesudah Kemerdekaan

Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan yaitu pada tanggal 18

Agustus 1945 ditetapkanlah Undang-Undang Dasar 1945 yang di

dalamnya terdapat salah satu pasal yaitu pasal 36 menyatakan bahwa

“Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.” Dengan demikian, selain

berkedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga

berkedudukan sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa negara, bahasa

Indonesia digunakan dalam semua urusan yang berkaitan dengan

pemerintahan dan kenegaraan.

Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan

yang pesat. Setiap tahun jumlah pemakai bahasa Indonesia bertambah.

Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara

juga semakin kuat. Perhatian terhadap bahasa Indonesia baik dari pihak

pemerintah maupun dari masyarakat sangat besar. Pemerintah Orde Lama

dan Orde Baru menaruh perhatian yang besar terhadap perkembangan

bahasa Indonesia di antaranya melalui pembentukan lembaga yang

mengurus masalah kebahasaan yang sekarang menjadi Pusat Bahasa dan

pusat penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia. Perubahan ejaan bahasa

Page 23: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

11

Indonesia dari ejaan van Ophuijsen ke ejaan Soewandi hingga Ejaan Yang

Disempurnakan selalu mendapat tanggapan yang baik dari masyarakat.

Beberapa peristiwa penting yang sangat menentukan dalam

perkembangan bahasa Indonesia setelah masa kemerdekaan antara lain:

a. Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang

Dasar 1945, yang dalam Pasal 36 “menetapkan bahasa Indonesia

sebagai bahasa negara”.

b. Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik

(Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuysen yang

berlaku sebelumnya.

c. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I

di Solo. Kongres Bahasa Indonesia adalah pertemuan rutin 5 tahunan

yang diadakan oleh pemerintah dan praktisi bahasa dan sastra

Indonesia untuk membahas bahasa Indonesia dan perkembangannya.

Pada mulanya, kongres diadakan untuk memperingati hari Sumpah

Pemuda yang terjadi pada tahun 1928, selanjutnya kegiatan ini tidak

hanya dilaksanakan untuk memperingati Sumpah Pemuda, melainkan

pula untuk membahas perkembangan bahasa dan sastra Indonesia

serta rencana pengembangannya.

d. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada 28 Oktober sampai

dengan 2 November 1954 juga merupakan salah satu perwujudan

tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa

Indonesia yang diangkat sebagai bahasa nasional dan ditetapkan

sebagai bahasa negara.

e. Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia

meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan melalui pidato kenegaraan di depan sidang DPR yang

dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.

f. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi

berlaku di seluruh Indonesia.

g. Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada

28 Oktober sampai dengan 2 November 1978 merupakan peristiwa

penting bagi bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka

peringatan hari Sumpah Pemuda yang kelima puluh ini, selain

memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa

Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan

dan fungsi bahasa Indonesia (Badudu, 1975 : 8–10).

Page 24: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

12

h. Kongres Bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada 21–26

November 1983. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka

peringatan hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya

disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia

harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum dalam

Garis-Garis Besar Haluan Negara yang mewajibkan kepada semua

warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan

baik dan benar dapat tercapai semaksimal mungkin. Selain itu,

kongres menugasi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa untuk

memantau hasil-hasil kongres dan melaporkannya kepada kongres

berikutnya.

i. Kongres Bahasa Indonesia V juga diadakan di Jakarta pada tanggal 28

Oktober sampai dengan 3 November 1988. Kongres ini merupakan

kongres yang terbesar dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia

karena selain dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa

Indonesia dari seluruh Nusantara, kongres ini juga diikuti oleh peserta

tamu dari negara sahabat, seperti Malaysia, Singapura, Brunai

Darussalam, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres ke-5 ini dibuka

oleh Presiden Soeharto di Istana Negara Jakarta. Kongres ini ditandai

dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa kepada seluruh pencinta bahasa di Nusantara,

yakni berupa: (1) Kamus Besar Bahasa Indonesia; (2) Tata Bahasa

Baku Bahasa Indonesia; dan (3) buku-buku bahan penyuluhan bahasa

Indonesia.

j. Tanggal 28 Oktober sampai dengan 2 November 1993

diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Kongres

Bahasa Indonesia VI diikuti oleh peserta sebanyak 770 pakar bahasa

dari Indonesia dan 53 peserta mancanegara yakni Australia,

Singapura, Brunei Darussalam, Jepang, Korea Selatan, India,

Hongkong, Rusia, Italia, Jerman, dan Amerika Serikat. Kongres

mengusulkan penyusunan Undang-Undang Bahasa Indonesia dan

agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan

statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia.

k. Tanggal 26–30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa

Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Pada kongres tersebut

diusulkan pembentukan Badan Pertimbangan Bahasa.

l. Kongres Bahasa Indonesia VIII diselenggarakan Oktober tahun 2003.

Berdasarkan Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada bulan Oktober

tahun 1928 yang menyatakan bahwa para pemuda memiliki satu

bahasa yakni Bahasa Indonesia, maka bulan Oktober setiap tahun

Page 25: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

13

dijadikan bulan bahasa. Pada setiap bulan bahasa berlangsung seminar

bahasa Indonesia di berbagai lembaga yang memperhatikan bahasa

Indonesia.

m. Kongres Bahasa Indonesia IX pada 28 Oktober–1 November 2008 di

Jakarta dalam rangka peringatan 100 tahun kebangkitan nasional, 80

tahun Sumpah Pemuda, dan 60 tahun berdirinya Pusat Bahasa dan

dicanangkan sebagai Tahun Bahasa 2008. Lima hal utama yang

dibahas pada kongres tersebut ialah bahaa Indonesia, bahasa daerah,

penggunaan bahasa asing, pengajaran bahasa dan sastra, serta bahasa

media massa.

n. Kongres Bahasa Indonesia X pada 28–31 Oktober 2013 di Hotel

Grand Sahid Jaya, Jakarta diputuskan sembilan subtema yang menjadi

landasan perumusan rekomendasi kongres:

1) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

2) Pengutamaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik

3) Bahasa, Sastra, dan Teknologi Informasi;

4) Ragam Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Ranah Kehidupan;

5) Pemetaan dan Kajian Bahasa dan Sastra Daerah;

6) Pengelolaan Bahasa dan Sastra Daerah;

7) Bahasa, Sastra, dan Kekuatan Kultural Bangsa Indonesia;

8) Bahasa dan Sastra untuk Strategi dan DiplomasI

9) Politik dan Perencanaan Bahasa dan Sastra.

o. Kongres Bahasa Indonesia XI di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta,

pada 28–30 Oktober 2018. Isi rekomendasi tersebut Sebanyak 22

rekomendasi disepakati dan disampaikan oleh Ketua Tim Perumus,

Prof. Djoko Saryono, M.Pd. sebagai berikut.

1) Pemerintah perlu meningkatkan sinergi, baik di dalam maupun

luar negeri, untuk pengembangan strategi dan diplomasi

kebahasaan guna memperluas penggunaan bahasa Indonesia ke

ranah internasional.

2) Pemerintah harus menertibkan penggunaan bahasa asing sebagai

bahasa pengantar dalam pendidikan di sekolah.

3) Pemerintah harus memperluas penerapan Uji Kemahiran Bahasa

Indonesia (UKBI) di berbagai lembaga pemerintah dan swasta.

4) Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB) harus

meningkatkan pemasyarakatan kamus bidang ilmu dan

teknologi.

5) Pemerintah harus memperkuat pembelajaran sastra di sekolah

untuk meningkatkan mutu pendidikan karakter dan literasi

Page 26: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

14

dengan memanfaatkan berbagai perangkat digital dan

memaksimalkan teknologi informasi.

6) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) harus

menetapkan jumlah karya sastra yang wajib dibaca oleh siswa

pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

7) Pemerintah melalui lembaga terkait harus mendorong kebijakan

pengembangan publikasi ilmiah yang berbahasa Indonesia dan

bereputasi internasional.

8) Kemdikbud harus melakukan penguatan pemebelajaran bahasa

dan sastra Indonesia yang berkenaan dengan model, metode,

bahan ajar, media, dan penilaian yang memantik keterampilan

bernalar aras tinggi.

9) Pemerintah harus mendaringkan produk kebahasaan dan

kesastraan untuk dimanfaatkan seluruh masyarakat Indonesia.

10) Pemerintah harus menegakkan peraturan perundang-undangan

kebahasaan dengan mendorong penertiban peraturan daerah yang

memuat sanksi atas pelanggaran.

11) Kemdikbud harus menerbitkan ketentuan dan pedoman kegiatan

mendongeng dan membacakan cerita pada anak-anak usia dini.

12) Pemerintah harus meningkatkan dan memperluas revitalisasi

tradisi lisan untuk mencegah kepunahan.

13) Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus mengintensifkan

pendokumentasian bahasa dan sastra daerah secara digital dalam

rangka pengembangan dan pelindungan bahasa dan sastra.

14) Pemerintah daerah harus mengembangkan sarana kebahasaan

dan kesastraan bagi penyandang disabilitas.

15) Pemerintah bersama seluruh komponen masyarakat harus

meningkatkan kebanggaan berbahasa Indonesia dalam berbagai

ranah kehidupan seiring dengan peningkatan penguasaan bahasa

daerah dan bahasa asing.

16) Perencanaan bahasa daerah, khususnya di Papua harus dilakukan

dengan tepat oleh pemerintah pusat dan daerah.

17) Pemerintah daerah harus berkomitmen dalam pengutamaan

penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara di ruang

publik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

dengan melibatkan lembaga-lembaga pengawasan terhadap

kinerja penyelenggaraan layanan publik.

18) Pemerintah harus mengelola bahasa dan sastra daerah dalam

upaya pelestarian dan penyusunan data dasar melalui penguatan

Page 27: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

15

kerja sama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dengan

pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan media.

19) Pemerintah bersama organisasi profesi harus meningkatkan

profesionalisme Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA),

program studi S2 BIPA, dan pendirian lembaga sertifikasi profesi

pengajar BIPA.

20) Pemerintah harus mengembangkan sikap dan kesantunan

berbahasa bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia, terutama

tokoh publik.

21) Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa harus bekerja

sama dengan berbagai pihak untuk menuntaskan penelitian

pemetaan dan melakukan penelitian kekerabatan bahasa daerah

di seluruh Indonesia.

22) Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa harus

memutakhirkan kebijakan politik bahasa dan sastra serta

memperkuat kelembagaannya sesuai dengan perkembangan

zaman.

Di era revolusi industri 4.0 yang berdampak pada penggunaan

bahasa asing dalam perdagangan global, bahasa Indonesia mendapatkan

tantangan yang luar biasa besar untuk mempertahankan eksistensinya di

masyarakat. Walaupun, hal tersebut juga diimbangi oleh perkembangan

yang cukup pesat di dunia internasional. Saat ini, bahasa Indonesia telah

menjadi bahasa internasional ke-2 di Asia Tenggara dan bahasa

internasional ke-5 di Asia. Masyarakat telah memiliki ketertarikan untuk

mempelajari bahasa Indonesia di antaranya disebabkan oleh terbukanya

investasi dan hubungan kerja Indonesia dengan nega-negara Asia. Hal

tersebut merupakan kesempatan emas bagi masyarakat Indonesia untuk

mengangkat dan mengembangkan bahasa Indonesia menjadi bahasa

internasional. Melalui bahasa, masyarakat Indonesia dapat menguatkan

identitasnya di mata dunia.

1.3 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Pada bagian ini, dipaparkan bahasan tentang bahasa Indonesia sebagai

bahasa nasional dan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara

1.3.1 Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Bersumber dari salah satu bunyi irkrar Sumpah Pemuda tahun

1928, yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa

persatuan, bahasa Indonesia”, dapat diketahui bahwa bahasa Indonesia

berkedudukan sebagai bahasa nasional. Kedudukan bahasa Indonesia di

atas bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia.

Page 28: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

16

Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1)

lambang kebanggaan kebangsaan; (2) lambang identitas nasional; (3) alat

pemersatu berbagai suku bangsa yang mempunyai latar belakang sosial

budaya dan bahasa sendiri-sendiri dalam kesatuan kebangsaan; dan (4)

alat perhubungan antardaerah, antarwarga dan antarbudaya.

a. Bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan kebangsaan

Tidak semua bangsa di dunia ini mempunyai sebuah bahasa

nasional yang digunakan secara luas dan dijunjung tinggi oleh

pemakainya. Adanya sebuah bahasa yang dapat menyatukan berbagai

suku bangsa yang berbeda merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa

Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sanggup

mengatasi berbagai perbedaan yang ada.

Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia

mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa

kebangsaan kita. Atas dasar rasa kebanggaan inilah bahasa Indonesia

kita pelihara dan kita kembangkan, serta rasa bangga memakainya

senantiasa kita bina.

b. Bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional

Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa yang budaya dan

bahasanya berbeda-beda. Untuk membangun kepercayaan diri yang

kuat, sebuah bangsa memerlukan identitas. Identitas sebuah bangsa

dapat diwujudkan antara lain melalui bahasanya. Dengan adanya

sebuah bahasa yang dapat mengatasi berbagai bahasa yang berbeda,

suku-suku bangsa yang berbeda, dapat mengidentikkan diri sebagai

satu bangsa melalui bahasa tersebut.

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita

junjung tinggi di samping bendera dan lambang negara kita. Di dalam

melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentu harus memiliki

identitas tersendiri sehingga dapat serasi dengan lambang kebangsaan

kita yang lain.

Bahasa Indonesia dapat memiliki identitas sendiri jika

masyarakat pemakainya mau membina dan mengembangkannya

sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain

terutama bahasa asing yang tidak benar-benar diperlukan.

c. Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa

Sebuah bangsa yang terdiri atas berbagai suku bangsa yang

budaya dan bahasanya berbeda-beda akan mengalami masalah besar

dalam melangsungkan kehidupannya. Perbedaan dapat memecah-

belah bangsa tersebut. Dengan adanya bahasa Indonesia yang diakui

sebagai bahasa nasional oleh semua suku bangsa yang ada,

Page 29: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

17

perpecahan itu dapat dihindari karena suku-suku bangsa tersebut

merasa satu. Jika tidak ada sebuah bahasa, seperti bahasa Indonesia,

yang dapat menyatukan suku-suku bangsa yang berbeda, akan banyak

muncul masalah perpecahan bangsa.

Sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa, bahasa Indonesia

memungkinkan berbagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup

sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan

identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta

latar belakang bahasa daerahnya. Lebih dari itu, dengan bahasa

nasional, kita dapat menempatkan kepentingan nasional di atas

kepentingan daerah atau golongan.

d. Bahasa Indonesia sebagai Alat Perhubungan Antardaerah,

Antarwarga, dan Antarbudaya

Masalah yang dihadapi bangsa yang terdiri atas berbagai suku

bangsa dengan budaya dan bahasa yang berbeda-beda, adalah

komunikasi. Dalam hal ini diperlukan sebuah bahasa yang dapat

digunakan oleh suku-suku bangsa yang berbeda bahasanya sehingga

mereka dapat saling berhubungan. Bahasa Indonesia sudah lama

memenuhi kebutuhan tersebut. Sudah berabad-abad lamanya bahasa

Indonesia menjadi lingua franca di wilayah Indonesia.

Berkat adanya bahasa nasional, kita dapat berhubungan satu

dengan yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai

akibat dari perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak

perlu dikhawatirkan. Kita dapat bepergian dari satu pelosok daerah ke

pelosok daerah yang lain di tanah air ini dengan memanfaatkan

bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi.

1.3.2 Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara

Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1)

bahasa resmi kenegaraan; (2) bahasa pengantar dalam dunia pendidikan;

(3) alat perhubungan di tingkat nasional untuk kepentingan pembangunan

dan pemerintahan; dan (4) alat pengembang kebudayaan, ilmu

pengetahuan dan teknologi.

a. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Resmi Kenegaraan

Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia digunakan untuk

urusan-urusan kenbegaraan. Dalam hal ini, pidato-pidato resmi

kenegaraan, dokumen dan surat-surat resmi harus ditulis dalam

bahasa Indonesia. Upacara-upacara kenegaraan juga dilangsungkan

dengan menggunakan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa

Indonesia pada acara-acara kenegaraan sesuai dengan UUD 1945

Page 30: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

18

mutlak diharuskan. Tidak digunakannya bahasa Indonesia dalam hal

seperti itu dapat mengurangi kewibawaan negara karena merupakan

pelanggaran terhadap UUD 1945.

b. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pengantar dalam Dunia Pendidikan

Dunia pendidikan di suatu negara memerlukan sebuah bahasa

yang seragam sehingga kelangsungan pendidikan tidak terganggu.

Penggunaan lebih dari satu bahasa dalam dunia pendidikan akan

mengganggu keefektivan pendidikan. Dengan satu bahasa, peserta

didik dari tempat yang berbeda dapat saling berhungan. Bahasa

Indonesia merupakan satu-satunya bahasa yang dapat memenuhi

kebutuhan akan bahasa yang seragam dalam dunia pendidikan di

Indonesia. Bahasa Indonesia telah berkembang pesat dan

penggunanya sudah tersebar luas. Penggunaan bahasa Indonesia pada

dunia pendidikan tidak hanya terbatas pada bahasa pengantar,

melainkan juga digunakan pada penulisan bahan-bahan ajar.

c. Bahasa Indonesia sebagai Alat Perhubungan di Tingkat Nasional

untuk Kepentingan Pembangunan dan Pemerintahan

Untuk kepentingan pembangunan dan pemerintahan di tingkat

nasioanl diperlukan sebuah bahasa sebagai alat perhubungan sehingga

komunikasi tidak terhambat. Jika terdapat lebih dari satu bahasa yang

digunakan sebagai alat perhubungan, keefiektifan pembangunan dan

pemerintahan akan terganggu karena akan diperlukan waktu yang

lebih lama dalam berkomunikasi. Dalam hal ini bahasa Indonesia juga

dapat mengatasinya.

d. Bahasa Indonesia sebagai Alat Pengembangan Kebudayaan, Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi

Untuk mengembangkan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan

teknologi diperlukan bahasa yang dapat digunakan untuk keperluan

tersebut dan bahasa tersebut dapat dimengerti oleh masyarakat luas.

Tanpa bahasa seperti itu, pengembangan kebudayaan, ilmu

pengetahuan, dan teknologi akan mengalami hambatan karena proses

pengembangannya akan memerlukan waktu yang lama dan hasilnya

pun tidak akan tersebar secara luas. Dalam hal ini, bahasa Indonesia

merupakan satu-satunya bahasa di Indonesia yang memenuhi syarat

sebagai alat pengembang kebudayaan, ilmu pemgetahuan, dan

teknologi karena bahasa Indonesia telah dikembangkan untuk

keperluan tersebut.

Dalam hubungan ini, bahasa Indonesia juga merupakan satu-

satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan

kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri

Page 31: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

19

dan identitas sendiri, yang dapat membedakannya dari kebudayaan

daerah. Selain itu, bahasa Indonesia juga dapat digunakan sebagai alat

untuk menyatakan nilai-nilai sosial budaya nasional kita (Halim,

1979:49-56 ; Moeliono, 1980:15-31).

1.4 Rangkuman

Bahasa Indonesia yang semula hanya sebagai salah satu dialek dari

bahasa Melayu telah lama menjadi alat perhubungan atau lingua franca di

kepulauan Nusantara dan di beberapa wilayah Asia Tenggara. Hal itu

terbukti dari ditemukannya beberapa prasasti yang menggunakan bahasa

Melayu Kuno baik di pulau Sumatera maupun di pulau Jawa.

Dengan latar belakang seperti itulah maka bahasa Indonesia

diangkat menjadi bahasa nasional, seperti salah satu bunyi ikrar Sumpah

Pemuda tahun 1928. Bahasa Indonesia dijadikan bahasa persatuan di

wilayah negara Republik Indonesia. Ada empat faktor yang menyebabkan

bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa nasional, yaitu (1) bahasa Melayu

sudah merupakan lingua franca di Indonesia; (2) sistem bahasa Melayu

sederhana; (3) suku-suku bangsa di Indonesia dengan suka reka menerima

bahasa Melayu menjadi bahasa Nasional Indonesia; dan (4) bahasa Melayu

mempunyai kesanggupan untuk digunakan sebagai bahasa kebudayaan

dalam arti yang luas.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, bahasa Indonesia

ditetapkan sebagai bahasa negara. Dalam hal ini, bahasa Indonesia

berfungsi sebagai: (1) bahasa resmi kenegaraan; (2) bahasa pengantar

dalam dunia pendidikan; (3) alat perhubungan di tingkat nasional untuk

kepentingan pembangunan dan pemerintahan; dan (4) alat pengembang

kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu pentingnya bahasa

Indonesia, sudah seharusnyalah bahasa Indonesia digunakan sesuai fungsi

dan kedudukannya.

1.5 Bahan Diskusi

Bahasa Indonesia lahir justru jauh sebelum adanya negara

Indonesia. Bahasa Indonesia secara politik ada untuk mempersatukan

rakyat Indonesia. Bahasa Indonesia bukan sekedar bahasa komunikasi

sehari-hari bagi rakyat Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan identitas

dan atribut kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui

bahasa Indonesia, negara Indonesia mencapai persatuan dan kesatuan

bangsa. Mari diskusikan peran bahasa, nasionalisme, dan keutuhan NKRI.

Page 32: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

20

1.6 Daftar Rujukan

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1988. Cakrawala Bahasa Indonesia.

Jakarta : Gramedia.

Browne, A. 1996. Developing Language and Literacy. London: Paul

Chapman.

Direktorat Ketenagaan. 2006. “Acuan Pembelajaran Matakuliah

Pengembangan kepribadian Bahasa Indonesia” (Naskah belum

diterbitkan). Disamapaikan pada Pelatihan Nasional Dosen bahasa

Indonesia kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di

Perguruan Tinggi.

Folley, W.A. 1997. A. Anthroplogical Linguistics: An Introduction.

Massachussetts: Blackwell Publisher Inc.

Halim, Amran. 1979. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Moeliono, Anton M. 1980. “Bahasa Indonesia dan Ragam-ragamnya:

Sebuah Pengajaran” dalam majalah Pembinaan Bahasa Indonesia

Jilid I No. 1. Jakarta: Bratara.

Susanti. 2014. Modul Pembelajaran MPK Bahasa Indonesia. Jambi:

Universitas Jambi Pers.

Tim. 2011. Kumpulan Putusan Kongres Bahasa I-XI Tahun 1938-2008.

Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan. (E-Book)

http://kbi.kemdikbud.go.id/kbi_back/file/foto_media/media_detail_1

540919688.pdf diakses pada tanggal 25 September 2019.

Tim. 2018. Putusan Kongres Bahasa Indonesia XI Jakarta, 28—31

Oktober 2018 (On Line)

http://kbi.kemdikbud.go.id/kbi_back/file/foto_media/media_detail_1

540919077.pdf diakses pada tanggal 25 September 2019.

Page 33: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

21

1.7 Latihan Soal

Kerjakanlah soal-soal berikut untuk mengukur pemahaman Saudara

mengenai Bab Sejarah, Kedudukan, dan Fungsi Bahasa Indonesia!

1. Apakah yang dimaksud dengan lingua franca?

2. Bagaimana rasionalitas diangkatnya bahasa Melayu menjadi embrio

bahasa Indonesia?

3. Paparkanlah hubungan antara bahasa dan nasionalisme! Jelaskan

dengan contoh!

4. Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional dan

bahasa negara. Jelaskan perbedaan dari kedua istilah tersebut !

5. Bagaimana padangan Saudara tentang bahasa Indonesia merupakan

alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa di

Indonesia ?

6. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pengembang kebudayaan

nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Berilah contoh

perwujudan dari pernyataan tersebut!

7. Bagaimana tanggapan Saudara bila di suatu kantor, seseorang asyik

berbicara dengan teman sesama pemakai bahasa daerah tertentu

dengan menggunakan bahasa daerahnya? Padahal, di kantor tersebut

banyak karyawan yang berasal dari suku bangsa lain turut

mendengarkan pembicaraannya!

8. Sebutkan dan jelaskan fungsi bahasa Indonesia terkait dengan

kedudukannya baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa

negara!

Page 34: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

22

BAB 2. BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

2.1 Pengantar

Dalam pergaulan sehari-hari, seringkali kita mendengar istilah

bahasa Indonesia yang baik dan benar. Idealnya, kita wajib menggunakan

bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari,

terlebih untuk kepentingan nasionalisme. Lantas, apakah sebenarnya yang

dimaksud bahasa Indonesia yang baik itu? Apa pula yang dimaksud

dengan bahasa Indonesia yang benar? Bagaimana menerapkannya dalam

pergaulan sehari-hari? Berikut materi tersebut diuraikan secara jelas.

2.2 Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Pada umumnya bahasa merupakan sarana komunikasi. Manusia

tidak pernah terlepas dari bahasa karena setiap hari manusia selalu

melakukan aktivitas komunikasi. Berdasarkan proses komunikasi, terdapat

tiga aspek penting, yakni pembicara (komunikator), pendengar

(komunikan), dan pesan yang ingin disampaikan komunikator kepada

komunikan. Sebagai sarana komunikasi, bahasa digunakan dalam berbagai

lingkungan, tingkatan, dan kepentingan yang beraneka ragam. Secara

khusus, pengertian bahasa menurut Harimurti Kridalaksana (2014:32)

adalah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh para anggota

klompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi

diri.

Berkaitan dengan pengertian tersebut, ada beberapa hal penting

yang menunjukkan sifat dan ciri bahasa yang hakiki. Sifat dan ciri tersebut

yaitu: (1) bahasa adalah sebuah sistem, artinya ada unsur-unsur tertentu

yang saling berkaitan untuk membentuk totalitas bahasa; (2) bahasa itu

berwujud lambang, artinya, kata-kata sebagai penyusun bahasa sebagai

lambang atau simbol; (3) bahasa itu berupa bunyi, artinya hakikat bahasa

adalah bunyi karena pada awalnya bahasa adalah bunyi yang keluar dari

alat ucap manusia sehingga bahasa primer adalah bahasa lisan; (4) bahasa

Kemampuan Akhir yang Diharapkan (KAD)

Mahasiswa mampu memahami dan membandingkan bahasa

Indonesia yang baik dan benar serta mampu menerapkan prinsip-

prinsip tersebut berdasarkan kesantunan dengan berbagai ragam

bahasa Indonesia baik secara lisan maupun secara tulis.

Page 35: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

23

bersifat arbitrer, artinya bahasa itu sewenang-wenang, manasuka, tidak ada

hubungan antara lambang bahasa dengan maknanya; (5) bahasa itu

bermakna, artinya jika tidak mempunyai makna/arti itu bukan bahasa; (6)

bahasa itu bersifat konvensional, artinya hal ini tidak terlepas dari sifat

bahasa yang arbitrer karena walaupun semena-mena, tetapi bahasa harus

tetap konvensional artinya bahasa itu merupakan kesepakatan bersama

dari masyarakat pengguna bahasa untuk menggunakan bahasa yang sama;

(7) bahasa itu bersiaft unik, artinya bahasa itu mempunyai ciri-ciri khas

tersendiri yang, tidak sama dengan bahasa yang lain; (8) bahasa itu

bersifat universal, artinya tidak hanya mempunyai ciri-ciri khusus yang

khas, tetapi juga mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bahasa-bahasa di

dunia; (9) bahasa itu bervariasi, artinya masyarakat bahasa terdiri atas

berbagai status yang berbeda-beda dan beragam, hal ini yang

memunculkan bahasa yang beragam atau bervariasi, misalnya idiolek,

dialek dan ragam bahasa; (10) bahasa itu bersifat dinamis, artinya bahasa

itu terus-menerus mengalami perkembangan; (11) bahasa berfungsi

sebagai alat interaksi sosial, artinya fungsi penting bahasa sebagai alat

komunikasi, dengan memanfaatkan bahasa kita dapat melakukan aktivitas

sehari-hari; (12) bahasa merupakan identitas penutur, artinya dengan

menggunakan bahasa, dapat diketahui identitas dari pengguna bahasa

tersebut, antara lain latar belakang, asal, dan identitasnya.

Sifat dan ciri-ciri tersebut menjadi dasar tentang pemahaman bahasa

secara fundamental yang akan memberikan landasan penggunaan bahasa,

dalam konteks ini ialah bahasa Indonesia. Pola pikir seseorang akan

terlihat dari bahasa yang ia gunakan. Mempelajari bahasa memiliki nilai

praktis sesuai dengan keperluan dan tujuan mempelajari bahasa.

Proses pembelajaran bahasa Indonesia yang berlandaskan pada sifat

dan ciri-ciri tersebut, tidak pernah terlepas dari kedudukan dan fungsi

bahasa Indonesia. Berdasarkan kedudukannya bahasa Indonesia sebagai

bahasa persatuan (bahasa nasional) dan sebagai bahasa resmi negara yang

masing-masing mempunyai fungsi. Berdasarkan kedudukan dan fungsi-

fungsi tersebut dan karena begitu luasnya wilayah pemakaian bahasa serta

berbagai macam latar belakang penuturnya, muncullah berbagai ragam

bahasa. Pada pokoknya, ragam bahasa berdasarkan medianya dibagi ke

dalam dua bagian, yaitu ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis.

Bahasa Indonesia ragam lisan dan ragam tulis sangat berbeda. Di

satu sisi, ragam bahasa tulis adalah pengalihan ragam lisan ke dalam

ragam tulis (huruf). Namun, dalam sisi yang lain tidak semua ragam lisan

dapat dituliskan, sebaliknya tidak semua ragam tulis dapat dilisankan.

Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan belum tentu berlaku bagi ragam

Page 36: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

24

tulis. Dengan demikian, jelas bahwa ada perbedaan antara bahasa ragam

lisan dan bahasa ragam tulis. Perbedaan ragam lisan dan ragam tulis, yaitu

(1) ragam lisan mengharuskan adanya orang kedua atau lawan bicara,

sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan adanya lawan bicara (secara

langsung);(2) pada ragam lisan, unsur-unsur gramatikal seperti subjek,

predikat, objek, keterangan tidak selalu dinyatakan karena didukung oleh

gerak, ekspresi, dan pandangan/mata, sedangkan ragam tulis unsur-unsur

gramatikal harus nyata dan lengkap paling tidak subjek dan predikat (bisa

ditambah objek dan keterangan) termasuk di dalamnya makna/arti dari

struktur kalimatnya; (3) ragam lisan terikat oleh situasi, kondisi, ruang,

dan waktu, sedangkan ragam tulis tidak terikat oleh situasi, kondisi, ruang,

dan waktu, tetapi terikat oleh kelengkapan unsur-unsurnya; (4) ragam lisan

dipengaruhi oleh tinggi dan rendahnya nada dan panjang pendeknya suara,

sedangkan ragam tulis terikat oleh tanda baca, huruf besar, huruf kecil,

huruf miring, dan sebagainya (lihat PUEBI).

Selain terdapat ragam lisan dan tulis, bahasa Indonesia juga

mempunyai ragam baku dan ragam tidak baku. Ragam baku adalah ragam

yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar masyarakat

pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma

bahasa dalam penggunaannya. Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak

dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma

ragam baku (Arifin dan Tasai, 1991). Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa ragam baku dipergunakan dalam situasi resmi sehingga bisa disebut

sebagai bahasa resmi, sebaliknya bahasa yang tidak baku dipergunakan

dalam situasi yang tidak resmi atau santai. Namun, penggunaannya

disesuaikan atau didasarkan pada kontekstual dan situasional.

Dengan adanya ragam bahasa Indonesia, kita sebagai warga negara

Indonesia dituntut mampu menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan

situsi dan kondisi selaras dengan kaidah struktur bahasa sehingga akan

menghasilkan bahasa yang baik dan benar. Lalu, muncullah pertanyaan”

Apakah yang dimaksud dengan bahasa yang baik dan benar?”

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui bahwa kata

kunci pada pertanyaan tersebut adalah kata baik dan benar yang dua kata

tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri. Artinya, dalam berbahasa kita

dituntut tidak hanya baik, tetapi harus benar dan tidak hanya benar, tetapi

juga harus baik. Berbahasa yang baik artinya sesuai dengan konteks

situasi. Dalam kehidupan sehari-hari ada bermacam-macam konteks dan

situasi, misalnya ada situasi resmi dan ada situasi tidak resmi, ada situasi

formal dan ada situasi yang tidak formal atau santai. Pada situasi seperti

itu bahasa yang kita gunakan harus sesuai dengan konteksnya, misalnya

Page 37: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

25

pada saat berada pada situasi resmi, kita harus menggunakan bahasa resmi

yang formal, sedangkan pada saat berada pada situasi tidak resmi atau

tidak formal, kita harus menggunakan bahasa yang tidak resmi/tidak

formal yang disebut bahasa pergaulan atau bahasa santai. Perbedaan

konteks dan situasi tersebut tidak hanya pada konteks bahasa lisan, tetapi

juga pada bahasa tulis. Namun, dalam penggunaannya kadang-kadang ada

perbedaannya, khususnya dalam konteks bahasa tulis. Artinya, pada

konteks bahasa lisan dalam situasi resmi ada kemungkinan muncul

bahasa-bahasa yang tidak baku/bahasa santai/bahasa pergaulan. Hal ini

bisa terjadi karena bahasa pergaulan/santai/tidak baku itu dipakai untuk

mencairkan suasana supaya tidak terlalu tegang. Sementara itu, pada

ragam tulis dalam konteks resmi dan formal harus menggunakan bahasa

yang formal/resmi/baku yaitu bahasa yang strukturnya sesuai dengan

kaidah tata bahasa baku.

Berbahasa Indonesia yang benar artinya dalam penggunaan bahasa

Indonesia dalam konteks resmi harus menggunakan bahasa

baku/resmi/sesuai dengan kaidah tata bahasa baku. Tata bahasa baku

tersebut menyangkut EYD, kata dan diksi, kalimat dan kalimat efektif,

paragraf, dan wacana. Dengan demikian, yang dimaksud dengan bahasa

Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang sesuai

dengan situasi dan kondisi serta sesuai dengan kaidah tata bahasa

Indonesia. Pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah

pemakaian bahasa yang tepat sesuai konteks dan sasaran dengan

mempertimbangkan kaidah bahasa (memenuhi persyaratan kebaikan dan

kebenaran).

Contoh:

1. Bahasa yang tidak benar

a. Masalah daripada lumpur Lapindo semakin berat.

b. Mahasiswa-mahasiswa ikip PGRI masih ragu-ragu

menunjukkan kemampuannya.

2. Bahasa yang benar

a. Masalah lumpur Lapindo semakin berat.

b. Mahasiswa-mahasiswa IKIP PGRI masih ragu untuk

menunjukkan kemampuannya.

(Komunikasi tulis, kaidahnya benar sesuai dengan kaidah tata

bahasa serta situasinya formal sehingga bahasanya baik dan

benar.)

3. Bahasa yang baik dan benar

Seorang Ibu : “Cak, Pasar Tanjung berapa?”

Tukang becak: “sepuluh ribu”

Page 38: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

26

(Komunikasi lisan; sesuai dengan situasi dan kondisi/tidak resmi;

komunikasi berjalan lancar dan saling memahami. Akhirnya seorang

ibu tersebut diantar oleh tukang becak ke Pasar Tanjung’ dengan

biaya sepuluh ribu rupiah. Dari percakapan tersebut dapat diketahui

komunikasi yang terjadi sangat komunikatif.)

2.3 Kesantunan Berbahasa

Salah satu ciri bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah adanya

kesesuaian antara pilihan ekspresi, baik kata maupun kalimat, dengan

konteks terjadinya komunikasi. Bahasa Indonesia yang baik dan benar

adalah bahasa yang sesuai dengan kondisi atau situasi dan sesuai pula

dengan kaidah yang berlaku untuk situasi atau kondisinya. Ketika

berkomunikasi, tentunya kita perlu menyesuaikan dengan situasi yang kita

hadapi. Pengguna bahasa yang baik akan menyesuaikan bahasanya dengan

situasi yang dihadapi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemakaian bahasa

dalam interaksi masyarakat dipengaruhi oleh faktor sosial dan situasional.

Nababan (1986) memaparkan rincian faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor

sosial yang memengaruhi pemakaian bahasa adalah jenis kelamin

(gender), umur, status sosial, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, dan

sebagainya. Faktor situasional meliputi siapa yang berbicara, kepada siapa,

kapan, di mana, mengenai apa, dalam bahasa apa, dalam situasi yang

bagaimana, apa media yang digunakan, ragam bahasa apa yang

melatarbelakangi, dan tujuan pembicaraan tersebut.

Kepekaan dalam memahami faktor sosial dan faktor situasional akan

menentukan kelancaran atau kesuksesan berkomunikasi. Sebagai penutur

bahasa Indonesia, kita harus mampu menunjukkan sikap positif untuk

menjunjung tinggi karakteristik bahasa Indonesia yang kita banggakan

sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Pada dasarnya, keunggulan

suatu bahasa tidak terletak pada sosok bahasa tersebut, tetapi bergantung

pada kemampuan penutur bahasa tersebut menggali potensi bahasa itu

lebih dari penutur bahasa lain. Dengan demikian, yang menjadi tolok ukur

bukan bahasanya, tetapi penuturnya. Ungkapan bahasa menunjukkan

bangsa bukan persoalan ada bahasa yang lebih baik dari bahasa lain atau

bahasa suatu bangsa lebih baik dari bahasa suatu bangsa yang lain,

melainkan bahasa menunjukkan karakter penutur yang mampu menggali

potensi bahasa tersebut untuk menggunakannya secara baik dan benar

untuk mencerminkan kepribadian pemakainya. Dalam hal tersebut kita

bisa mengacu hipotesis Sapir dan Worf, dua orang peneliti antropologi

dunia. Hipotesis tersebut menyatakan bahwa bahasa menunjukkan perilaku

budaya manusia. Hal tersebut sangat tepat. Penutur yang mampu

Page 39: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

27

menggunakan pilihan kata dengan tepat, santun dan beretika ketika

berkomunikasi, struktur kalimat yang dipilih baik dengan menunjukkan

makna yang tepat menunjukkan kepribadian yang baik pula. Demikian

pula sebaliknya, penutur yang tidak santun menggunakan bahasa secara

serampangan, tidak menghargai kaidah bahasa, dan biasanya menunjukkan

karakter atau kepribadian yang negatif.

Di masa kini, penggunaan bahasa sebagai sarana interaksi sosial

tidak hanya dalam komunikasi secara langsung, tetapi juga tidak langsung,

contohnya media sosial. Suatu persoalan dalam media sosial akan

mengundang penutur untuk bersikap dengan ekspresi yang dipilihnya. Kita

harus berhati-hati terhadap komentar atau pernyataan dalam media sosial.

Harus kita ingat, bahasa menunjukkan kepribadian kita. Komentar yang

relatif kasar, tidak menghargai orang lain, menyinggung SARA,

mencampuri urusan pribadi orang lain, penyebaran berita palsu (hoax)

merupakan hal yang harus kita hindari. Hal tersebut tentu berkaitan dengan

upaya kita sebagai pengguna bahasa Indonesia, menjunjung harkat dan

martabat bangsa Indonesia. Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat

kontrol sosial. penggunaan bahasa merupakan kunci memperbaiki etika

berinteraksi. Bahasa harus mampu menjadi media pengontrol

permasalahan sosial. Namun, penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan

etika di media sosial, dewasa ini, justru akan menyebabkan kerusuhan dan

perpecahan dalam masyarakat. Oleh karena itu, sebagai pengguna bahasa

yang baik, terutama sebagai kaum intelektual, kita harus mampu

menggunakan bahasa dengan memperhatikan kesantunan berbahasa.

Perilaku berbahasa dari aspek kebahasaan dan etika sosial

merupakan konsep kesantunan berbahasa. Kesantunan merupakan kaidah

atau perilaku etika sosial yang disepakati bersama. Kesantunan disebut

tata krama: tata ‘berkaitan dengan aturan atau penataan dan karama yang

berarti ‘baik atau kebaikan’. Kemampuan kita dalam mengatasi persoalan

sosial menunjukkan kecerdasan sosial kita. Kemampuan kita ber-tata

krama merupakan bentuk kecerdasan sosial. Dalam era kini, kecerdasan

sosial merupakan pertimbangan besar untuk menilai kapabilitas seseorang,

mengalahkan kecerdasan intelektual. Seorang yang cerdas secara

intelektual dan sosial akan lebih dipilih karena mampu melaksanakan tugas

dan memimpin orang lain dengan lebih baik.

Kesantunan berbahasa tercermin dalam tata cara berkomunikasi

yang ditunjukkan dengan tanda verbal atau tata cara berbahasa. Berbahasa

bukan hanya persoalan kemampuan menyampaikan ide atau informasi

dengan baik, tetapi juga menyangkut persoalan mampu merealisasikan

norma atau aturan budaya yang berlaku. Kita harus berusaha memiliki

Page 40: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

28

catatan postif dalam berbahasa. Artinya, kita harus mampu menunjukkan

kemampuan kita secara linguistis dan etis dalam berinteraksi dan berusaha

menunjukkan citra diri positif. Hal tersebut berbeda dengan sikap yang

kini dikenal dengan jaim atau ‘jaga image’ atau menjaga citra diri dengan

berpura-pura baik. Kecerdasan adalah kemampuan menghadapi dan

memecahkan masalah. Kemampuan kita menghadapi, beradaptasi, dan

menyelesaikan masalah sosial perlu dipelajari dan diupayakan.

2.3.1 Konsep Kesantunan Berbahasa

Setiap bahasa memiliki etika kesantunan. Sebagai pengguna

bahasa, kita dihadapkan pada kaidah linguistik dan kaidah kesantunan.

Kaidah linguistik berkaitan dengan kaidah tata bunyi (fonologi), tata kata

(morfologi), tata kalimat (sintaksis), tata makna (semantik). Kaidah

kesantunan berkaitan dengan rambu-rambu berkomunikasi yang secara

santun dapat diindentifikasi. Fraser dalam Rahardi (2005) menyebutkan

terdapat empat pandangan dalam memahami kesantunan berbahasa: (1)

kesantunan berkaitan dengan norma, (2) kesantunan yang sesuai dengan

maksim percakapan atau prinsip percakapan sebagai upaya

menyelamatkan muka atau tidak mempermalukan orang lain, (3)

kesantunan sebagai tindakan untuk memenuhi persyaratan terpenuhinya

sebuah kontrak percakapan (conversational contract), (4) kesantunan

berkaitan dengan penelitian sosiolinguistik yang berhubungan pandangan

masyarakat (social reference), honorifik (honorific), dan gaya bicara (style

of speaking).

Dalam konsep berkomunikasi, Chaer (2010: 10) mengemukakan

kaidah atau norma yang harus dipenuhi agar tuturan kita menjadi santun,

yaitu kaidah (1) formalitas (formality), (2) ketidaktegasan (hesistancy),

dan (3) kesamaan atau kesekawanan (equality or camaraderie). Pandangan

tersebut menunjukkan bahwa tuturan disebut santun bila tidak terdengar

memaksa atau angkuh. Tuturan santun tidak menggerakkan atau

mengarahkan orang lain untuk mengikuti keinginananya. Tuturan yang

santun memberikan peluang untuk orang lain melakukan sesuai dengan

kesadaran dirinya. Dalam dunia perdagangan, tuturan yang santun

ditunjukkan dengan paparan manfaat secara ilmiah bukan dengan paksaan

dan penuh agitasi secara langsung yang menunjukkan keegoisan. Tuturan

yang santun memberikan pilihan kepada orang lain untuk melakukan atau

memilih tindakan sesuai yang diyakininya. Tuturan yang santun

memberikan rasa senang kepada lawan tutur dengan memberikan rasa

nyaman dan penghormatan. Kesantunan ditandai dengan norma budaya

yang membuat kita tidak hanya patuh pada norma komunikasi, tetapi juga

norma-norma kemanusiaan yang secara eksplisit dapat diamati dari norma

Page 41: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

29

budaya. Leech (1993) menyatakan maksim-maksim atau prinsip

kebahasaan yang mengatur kesantunan, yaitu maksim kebijaksanaan,

maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan,

maksim kemufakatan, maksim kesimpatisan.

a. Maksim Kebijaksanaan (Maksim Kearifan)

Peserta tutur hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu

mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan

keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Tuturan yang santun

mengindikasikan pemberian kemudahan kepada mitra tutur, bukan

sebaliknya. Sikap bijaksana ditunjukkan dengan tidak merepotkan

mitra tutur untuk terlibat dalam pertuturan, merespon, dan beraktivitas

sesuai materi yang dibahas. Contohnya pada percakapan berikut.

A : “Silakan ambil dulu, saya nanti memilih setelah yang kamu

saja.”

B : “Terima kasih, jadi tidak enak ini.”

Pada tuturan, A mempersilakan B memilih barang sesuai dengan

seleranya; B khawatir bila barang yang dipilihnya nanti akan disukai

B. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mempersilakan orang lain

untuk mengambil dulu makanan, memberikan jalan, dan berhenti saat

lawan tutur berbicara atau berkomentar. Hal itu merupakan cermin

kesantunan.

b. Maksim Kedermawanan

Maksim kedermawanan memegang prinsip “Berikan keuntungan

diri sendiri sekecil-kecilnya dan berikan keuntungan untuk orang lain

sebesar-besarnya.” Dalam maksim tersebut kita diajarkan untuk tidak

mementingkan diri sendiri. Dengan demikian, sifat egois merupakan

sikap yang melanggar maksim kedermawanan. Jika seseorang

meminjam barang milik kita, misalnya alat tulis, berikanlah

keuntungan untuk tidak membuatnya menghampiri kita, tetapi kita

antar barang tersebut. Dalam konteks budaya Indonesia, sikap tersebut

adalah sikap menguntungkan orang lain. Misalnya, saat ada orang

ingin menolong kita atau membutuhkan bantuan kita, kita merespon

dengan baik. Tuturan santun ditunjukkan dengan meberikan

penawaran yang lebih menguntungkan orang lain.

c. Maksim Penghargaan

Maksim penghargaan mengacu pada tuturan memuji atau

menunjukkan sikap menghargai orang lain atas sekecil apa pun yang

dilakukan atau upayanya dalam melibatkan diri. Peserta pertuturan

untuk memaksimalkan rasa hormat dan menghargai kepada orang lain

Page 42: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

30

dalam eksprsi konatif menunjukkan penghargaan dan meminimalkan

rasa tidak hormat. Hal tersebut dapat diamati pada pertuturan berikut.

A: “Skripsimu tentang apa?”

B: “Penerapan sistem ketahanan pangan.”

A: “Wah, bagus itu, itu sangat penting untuk diteliti.”

Dari tuturan tersebut A memberikan penghargaan dengan

mendukung apa yang dilakukan oleh B. Dalam kehidupa sehari-hari,

kita harus menunjukkan dukungan yang merupakan indikator simpati

dan empati. Hal tersebut menunjukkan nilai rasa kita terhadap sesama.

d. Maksim Kesederhanaan (Maksim Kerendahan Hati)

Mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Maksim

kesederhanaan dan kerendahan hati merupakan parameter kesantunan

dalam budaya Indonesia. Dalam maksim ini, kita diajarkan untuk

mengurangi pujian untuk diri sendiri. Maksim ini mengatur sikap

untuk diri sendiri, sejalan dengan maksim penghargaan. Dengan

demikian, kita harus memaksimalkan pujian untuk orang lain dan

meminimalkan pujian untuk diri sendiri. Kita dapat menunjukkan

bahwa kita kurang baik dalam beberapa hal.

e. Maksim Pemufakatan

Dalam maksim ini kita diajarkan untuk memberikan

kemufakatan kepada orang lain. Dengan sikap yang menunjukkan

kecocokan atau kemufakatan pada yang dirasakan orang lain,

pembicara dan lawan bicara menunjukkan sikap saling menghormati.

Misalnya, ada seseorang yang merasa udara sedang panas lalu berkata

kepada teman di sebelahnya, “Kok panas sekali.” Lalu sikap santun

ditunjukkan dengan menyetujui, “Ya, memang panas, panas sekali.”

Hal tersebut menunjukkan adanya kemufakatan atau persetujuan yang

dapat membuat pembicara merasa didukung untuk nyaman dalam

interaksi.

f. Maksim Kesimpatisan

Para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara

pihak yang satu dengan pihak lainnya. Sikap antipati terhadap salah

seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun.

Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan sikap menunjukkan simpati

atau empati. Misalnya, dosen sedang tidak bisa hadir karena sakit, kita

dapat menunjukkan menyatakan, “Semoga lekas sehat, Pak.” Ketika

ada Saudara teman atau orang tua teman yang meninggal, kita bisa

ucapkan pernyataan sesuai agama kita atau pernyataan untuk

menumbuhkan rasa ikut berbela sungkawa atau berduka.

Page 43: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

31

Kesantunan berbahasa menunjukkan karakter pribadi seseorang. Yang

perlu dipahami, santun merupakan indikator nilai karakter positif yang

dapat dilatihkan dengan pembiasaan menggunakan bahasa secara santun.

Pranowo (2009) mendeskribsikan beberapa indikator tuturan santun, yakni

sebagai berikut:

1) menggunakan kata “tolong” untuk meminta bantuan pada orang lain;

2) menggunakan kata “maaf” untuk tuturan yang diperkirakan akan

menyinggung perasaan lain;

3) menggunakan kata “terima kasih” sebagai penghormatan atas

kebaikan orang lain;

4) menggunakan kata “berkenan” untuk meminta kesediaan orang lain

melakukan sesuatu;

5) menggunakan kata “beliau” untuk menyebut orang ketiga yang

dihormati; dan

6) menggunakan kata “Bapak/Ibu” untuk menyapa orang ketiga.

Berdasarkan situasi atau konteks tuturan, kita dapat menambahkan

indikator kesantunan yang terdapat pada tuturan kita. Hal tersebut menjadi

sangat penting di era digital dan media sosial dewasa ini. Bahasa paa

nitizen (orang yang bermedia sosial) tidak lagi menunjukkan etika dan

menggunakan bahasa santu. Dalam media sosial tersebut, perlu kita sadari

bahwa ragam bahasa yang digunakan adalah nonformal. Kesantunan tidak

berkaitan dengan ragam bahasa, tetapi dengan sikap berbahasa. Dalam

situasi santai pun, dalam komunikasi di media sosial, kita dapat

mengontrol diri dengan sikap santun, misalnya hal-hal berikut:

a) tidak menyebarkan berita palsu atau hoax;

b) tidak menyinggung SARA dalam mengunggah informasi atau status

dan berkomentar terhadap orang lain;

c) tidak mencampuri urusan orang lain dengan pertanyaan yang sifatnya

pribadi;

d) tidak bersikap seolah-olah tahu (sok tahu) terhadap sebuah kasus

tanpa berpikir objektif dengan mengomentari kasus sesuai dengan

pandangan pribadi; dan

e) tidak memberitakan atau berkomentar tentang sesuatu yang

berdampak pada kerugian orang lain.

Dalam media sosial dan dalam kehidupan sehari-hari, bahasa

merupakan alat kontrol sosial yang dapat mengarahkan situasi pada

suasana nyaman dan tenteram dengan meredam persoalan. Pada masi kini,

ada kalanya bahasa tidak lagi diperankan sebagai alat kontrol sosial karena

pernyataan beberapa pihak yang justru menimbulkan kerusuhan,

meningkatkan emosi, menggugah rasa marah, dan tidak dihargai. Oleh

Page 44: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

32

sebab itu, sikap santun diperlukan dalam berbagai ragam. Kesantunan

adalah sikap berbahasa yang akan menunjukkan kecerdasan sosial kita.

2.3.2 Kesantunan di Lingkungan Kampus

Mahasiswa merupakan generai penerus yang akan menjadi

pemimpin masa depan. Mahasiswa merupakan cerminan karakter bangsa

yang dapat memengaruhi beragam situsi di sebuah negara. Mahasiswa

merupakan kekuatan yang dapat membuat negara menjadi lebih maju.

Sikap santun perlu dipahami sebagai indikator kecerdasan sosial dan

emosionalnya. Kesantunan di lingkungan kampus sangat diperlukan untuk

memperlancar interksi sosial untuk keperluan akademik, misalnya saat

berkomunikasi dengan dosen, dengan teman pada saat diskusi atau

kegiatan lain, atau dengan staf akademik atau tenaga kependidikan yang

mengatur keperluan pelayanan kampus.

Ketika berkomunikasi dengan dosen, seperti membuat janji untuk

bertemu, meminta persetujuan untuk keperluan pelayanan daring, dan

keperluan perkuliahan sehari-hari, mahasiswa dihadapkan pada situasi

formal baik secara lisan maupun tulis. Namun, komunikasi secara lisan

ataupun secara langsung, tampaknya terkalahkan dengan intensitas

komunikasi secara lisan dan tulis melalui media teknologi. Untuk

memperlancar kegiatan, kita menggunakan media teknologi berupa pesan

singkat (SMS), percakapan (chat) lewat beberapa aplikasi misalnya

whatsapp, telegram, messeger, dan aplikasi lainnya. Pada dasarnya,

komunikasi melalui media tersebut merupakan ragam lisan yang ditulis.

Oleh karena itu, tersedia berbagai simbol emoticon untuk mempertegas

tulisan agar lebih ekspresif. Namun, dalam situasi formal, komunikasi

mahasiswa-dosen seharusnya menunjukkan komunikasi tulis yang formal

dengan mengurangi penggunaan singkatan, emoticon, dan ditandai dengan

struktur kalimat baku. Mahasiswa memerlukan keterampilan

berkomunikasi pada jalur tersebut untuk menunjukkan kesantunan dan

memperjelas isi pesan. Dalam mengirimkan pesan kepada dosen, terdapat

beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai berikut:

(1) perhatikan waktu pengiriman pesan. Upayakan pesan tersebut tidak

mengganggu aktivitas dosen saat beristirahat, misalnya di atas pukul 9

malam atau terlalui dini hari, kecuali ada pesan dari dosen tersebut

untuk mengirimkan pesan lebih pagi pada aktivitas selanjutnya,

misalnya sebelum pukul 6;

(2) ucapkan salam sesuai kondisi, misalnya selamat pagi, selamat siang,

selamat sore. Saudara dapat pula menggantinya dengan menggunakan

kalimat salam secara Islam (atau agama yang lain) untuk

Page 45: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

33

menunjukkan nilai lebih religius. Perlu diperhatikan; hindari

penyingkatan kalimat salam karena dapat menimbulkan makna

kurang sopan, seperti as, ass, askum, assamu, samlekum, mikum dan

bentuk tidak formal lain. Saudara bisa menggunakan

Assalamualaikum warahamtullahi wabarakatuh, Assalamualaikum

warahamtullah, atau Assalamualaikum saja;

(3) perkenalkan diri Saudara dahulu, minimal angkatan, nama, dan prodi

atau jurusan;

(4) sampaikan keperluan secara jelas, tidak berbelit-belit dan gunakan

bahasa ragam formal yang menunjukkan ketepatan struktur dan

pilihan kata baku;

(5) tunjukkan sikap empati dan kerendahan hati dengan meminta maaf

pada awal penyampaian pesan dan ucapa terima kasih pada akhir

pesan.

Contohnya: Assalamualaikum, Bapak. Saya Bayu Setiawan, angkatan

2016, Prodi Pendidikan Geografi. Mohon maaf sebelumnya,

saya ingin berkonsultasi tentang Bab I skripsi saya. Kapan

saya bisa menemui Bapak? Terima kasih, Pak.

Dalam contoh tersebut mahasiswa hendak membuat janji untuk

berkonsultasi. Pesan tersebut telah memenuhi syarat ketepatan dan

kesantunan pesan. Lalu, mahasiswa tersebut dapat menunggu balasan

pesan dari dosen. Bila dalam beberapa hari pesan tersebut tidak dibalas,

akan lebih baik Saudara mengirimkan pesan kembali atau menemui

dosen tersebut secara langsung.

Tidak hanya dalam mengirimkan pesan, dalam berdiskusi pun,

diperlukan sikap santun. Dalam berdiskusi kita berpendapat, bertanya,

menyanggah, atau memberikan masukan lain. Maksim atau prinsip

kesantunan perlu kita perhatikan, terutama dengan tidak membuat orang

lain merasa tidak nyaman. Oleh sebab itu, kaidah kesantunan perlu

diterapkan. Pada saat berdiskusi, perhatikanlah hal-hal berikut ketika

Saudara hendak berpendapat atau bertanya:

(a) mengucap salam;

(b) menyebutkan nama atau bila perlu NIM;

(c) menyatakan tujuan pertanyaan atau pendapat; Jika ada beberapa

pemateri atau nara sumber, maka sebutkan dengan jelas kepada

siapa pertanyaan atau tanggapan Saudara tujukan. Gunakan kata

sapaan Bapak atau Ibu atau Saudara sebelum menyebut nama

penyaji atau nara sumber;

(d) nyatakanlah pendapat atau pertanyaan dengan singkat dan jelas;

(e) akhiri dengan ucapan terima kasih dan salam.

Page 46: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

34

Dari segi konteks, pertanyaan atau pendapat dari audiens diberikan

pada sesi pertanyaan atau pendapat. Saudara harus mematuhinya dengan

tidak melakukan interupsi sebelum sesi tersebut atau saat audien lain

sedang mendapat gilir menanggapi. Bertanyalah setelah Saudara

dipersilakan, hindari sikap memaksa untuk mendapatkan giliran,

menggerutu karena tidak puas dengan keputusan moderator, dan sikap

kurang etis lain. Dengan sikap santun, diskusi akan berjalan lancar.

Saudara harus mematuhi kaidah diskusi yang telah disampaikan moderator

sebagai pemimpin diskusi. Sebagai moderator, sikap santun diindikasikan

dengan objektif dalam memberikan giliran. Moderator perlu menyatakan

kalimat persilaan dengan ramah dan cermat.

2.3.3 Kesantunan Ilmiah

Dalam bidang ilmiah, kecerdasan atau kemampuan intelektual saja

tidak cukup. Kita perlu bersikap positif yang menunjukkan kecerdasan

sosial dan emosional. Kesantunan bahasa ilmiah mengarah pada pilihan

sikap untuk menghargai pendapat orang lain. Dalam ragam tulis ilmiah,

sikap santun secara ilmiah dilakukan dengan memberikan penghargaan

dan mengakui karya orang lain. Hal tersebut perlu ditunjukkan dengan

menyebutkan sumber kutipan jika kita mengutip karya orang lain dengan

menuliskannya pada daftar pustaka atau referensi. Secara lisan, kita pun

perlu menyebut sumber informasi yang kita sampaikan. Jika itu berasal

dari buku, maka sebutkan pengarang atau bukunya dengan jelas. Hal

tersebut menunjukkan sikap menghargai karya orang lain. Jika pendapat

tersebut Saudara peroleh dari rekan bincang Saudara, mintalah izin untuk

menyampaikan dan sebutkan sumber tersebut pada saat Saudara

menyampaikannya. Hindari sikap menyerobot dengan mengemukakan

hasil diskusi atau pendapat teman lalu menunjukkan atau mengklaim

bahwa pendapat tersebut adalah pemikiran sendiri. Hal tersebut tidak

santun dan menimbulkan kekecewaan. Oleh sebab itu, sikap demikian

dapat disebut tidak mematuhi kaidah dan maksim kesantunan.

Dalam berpendapat terdapat beberapa hal yang perlu kita hindari

untuk menunjukkan sikap santun secara ilmiah. Pranowo (dalam Chaer,

2010) menyebutnya sebagai penyebab ketidaksantunan. Hal-hal tersebut,

sebagai berikut.

a. Kritik secara Langsung dengan Kata-kata Kasar

Kritik secara langsung dan kasar ditandai dengan penyebutan

sasaran atau objek secara langsung, diksi yang menunjukkan

sarkasme, umpatan, atau pun makian. Kritikan harus bersifat

Page 47: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

35

membangun dan tetap mengontrol kondisi sosial agar tetap stabil.

Bandingkan kritikan berikut.

Tabel 2.1 Kritikan secara Langsung dengan Kata-kata Kasar

Kritikan A Krtikan B

Kementerian pertanian pada

kabinet gotong royong bekerja

dengan amburadul dan bodoh

dalam menentukan kebijakan. Hal

tersebut tidak bisa dibiarkan,

sebaiknya segera dibubarkan saja

karena sudah banyak informasi

yang tidak sesuai kenyataan.

Tampaknya ada upaya membodohi

petani dan kondisi pasar.

Di berbagai kondisi, pertanian

Indonesia menunjukkan kestabilan.

Namun, terdapat kondisi yang

mungkin perlu kita cermati.

Kementerian pertanian

mengumumkan kemandirian dan

bahkan kedaulatan pangan pada

pidato laporan kerja Kabinet 2018,

tetapi seminggu setelahnya

Indonesia mengimpor beras, bawang

putih, dan garam. Ini menunjukkan

tidak sejalannya laporan kerja

dengan kenyataan di lapangan,

kondisi tersebut mengakibatkan

pasar tidak stabil. Sebaiknya segera

ada upaya pemulihan dengan

kesejalanan kinerja dan informasi.

Kritikan A tersebut tidak layak diucapkan karena menggunakan

sarkasme amburadul dan bodoh. Kritik yang baik harus dinyatakan

dengan label sesuai bidang pekerjaannya (terdapat istilah teknis yang

mengindikasikan keadaan secara spesifik), misalnya kritikan B

menjelaskan tentang peristiwa laporan kinerja kementerian dengan

label ketahanan dan kedaulatan pangan disertai bukti yang autentntik.

Kritikan dilakukan jika terdapat kesenjangan, ketidaksesuaian, dan

keruguian. Pada kritikan B, penulis kritik menggunakan aspek

kesenjangan antara laporan kinerja dengan kebijakan impor yang

menunjukkan dua hal yang ironis. Dengan demikian, kritikan

dinyatakan secara lugas, tetapi memberikan dukungan dengan kalimat

penghargaan di awal, penggunaan pernytaan mungkin perlu kita

cermati yang menunjukkan ketidaktegasan, tetapi menunjukkan

kerendahan hati. Dengan demikian, tuturan kritik tetap santun.

Page 48: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

36

b. Dorongan Emosi Penutur

Kesantunan berkaitan dengan kemampuan menggunakan bahasa

sebagai alat kontrol sosial. Peran bahasa sebagai alat kontrol sosial

bermakna kemampuan bahasa untuk mengondisikan keadaan menjadi

lebih baik. Di satu sisi, bahasa memiliki fungsi ekspresif yang

berperan menunjukkan eksistensi diri, nilai rasa, dan mewakili emosi.

Dalam kesantunan terdapat pagar untuk mengontrol keluasan

deskripsi mewakili emosi tersebut dengan peran kontrol sosial. Chaer

(2010) menyatakan, dorongan emosi merupakan penyebab

ketidaksantunan karena biasanya dorongan emosi melahirkan

kemarahan yang ditunjukkan dengan kata-kata bernada tinggi dan

pilihan kata yang menyinggung mitra tutur. Hal tersebut dapat diamati

pada kalimat, “Di mana datanya, kapan, bagaimana penelitian yang

disebut-disebut baik itu, kenyataannya kan peneliti tidak punya

kecerdasan menjelaskan. Pernyataan tersebut menunjukkan emosi dan

tidak menghargai pendapat orang lain. Setelah mendapatkan

penjelasan yang tidak sejalan dengan pemikiran atau pandangan kita,

sebaiknya kita menyatakan pandangan kita bukan menunjukkan emosi

dan menunjukkan keburukan pendapat orang lain. Sikap demikian

akan mengancam muka mitra tutur kita dan membuat orang-orang di

sekitar kita juga tidak nyaman.

c. Protektif terhadap Pendapat

Sikap ini bersifat agitatif atau membujuk orang lain untuk tidak

meyakini pendapat orang lain. Dalam sebuah diskusi atau forum

ilmiah, kadang terdapat sikap selalu egois dan ingin pendapatnya

dianggap paling benar. Sikap tersebut ditunjukkan dengan

menunjukkan kebaikan-kebaikan pendapatnya secara berlebihan dan

menunjukkan keburukan pendapat orang lain. Pernyataan yang

menunjukkan sikap tersebut misalnya, “Lihat saja, rencana itu pasti

gagal karena jelas merugikan banyak pihak. Bandingkan dengan

rencana saya yang praktis dan memakan biaya sedikit. Ini sudah

paling tepat.” Pendapat tersebut menunjukkan ketegasan yang kaku

dan merasa bahwa pendapatnya paling benar. Sikap tersebut bukan

sikap yang santun karena menunjukkan sikap tinggi hati dan tidak

memberikan kebebasan pada pemikiran orang lain.

d. Sengaja Menuduh Lawan Tutur

Bersikap curiga pada orang lain karena adanya indikasi yang kita

tangkap merupakan hal yang wajar. Dalam berkomunikasi, kita perlu

mengupayakan agar tuturan kita tidak mengarah pada tuduhan. Hal

tersebut didasarkan pada: (1) data yang kita dapat belum tentu benar,

Page 49: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

37

(2) mengancam muka orang lain, (3) mengaburkan peristiwa yang

sesungguhnya, (4) tidak menghormati orang lain, misalnya

pernyataan, “Penelitian semacam ini relatif subjektif, beberapa

hasilnya tampak ada penambahan data. Mengapa seperti ini?”

Kalimat tersebut menunjukkan bahwa penutur meyakini melihat

adanya penambahan data. Pertnyaan selanjutnya justru mengarahkan

mitra tutur untuk menerima tuduhan. Hal tersebut tidak santun, tidak

layak kita lakukan dalam menyatakan ketidakpercayaan. Bila kita

kurang meyakini, yang perlu dilakukan adalah menanyakan dengan

pertanyaan eksploratif atau menggali informasi secara ilmiah untuk

memahamkan pada mitra tutur dan diri kita tentang hal yang terjadi.

Dengan demikian, jika terdapat ketidakjujuran atau pemikiran kita

benar, mitra tutur akan menyadarinya secara mendalam sebagai

proses belajar.

e. Sengaja Memojokkan Lawan Tutur

Memojokkan lawan tutur ditunjukkan dengan rangkaian

pernyataan yang mengarahkan pada pembuktian kesalahan sesorang

atau membuat orang lain tidak mempunyai pilihan. Memojokkan

dilakukan untuk membenarkan tuduhan dengan mengintimidasi

secara tidak langsung. Tindakan memojokkan dilakukan untuk

menunjukkan kelemahan-kelemahan secara langsung, misalnya

“Kalau tujuannya menyejahterakan anggota, mengapa masih banyak

yang belum sejahtera, kalau memang serius ingin membantu kok

tidak segera bertindak malah sibuk mengurus administrasi. Anggota

kita ini kelaparan, jangan sibuk di administrasi saja.” Pernyataan

tersebut tidak santun karena menunjukkan ketidakberhasilan kinerja

seseorang secara langsung. Di samping itu, juga ada klaim yang

menunjukkan bahwa mitra tutur tidak serius dalam bekerja disertai

kata-kata hiperbolik yang menunjukkan emosi atau kemarahan. Hal

tersebut tidak tepat digunakan dalam situasi diskusi ilmiah atau forum

resmi. Dalam forum tidak resmi pun tuturan memojokkan kurang

layak dinyatakan karena membuat orang lain tidak nyaman dan

merasa tidak dihargai.

2.4 Ragam Bahasa Indonesia

Setelah Saudara memahami hal-hal yang perlu diperhatikan terkait

kesantunan berbahasa di atas, selanjutnya kita akan membicarakan ragam

bahasa beserta macam-macamnya. Pada bagian ini juga dipaparkan

karakteristik situasional dan fungsi bahasa sesuai ragamnya. Secara rinci

dijelaskan sebagai berikut.

Page 50: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

38

2.4.1 Pengertian Ragam Bahasa

Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang

berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan

pembicara, lawan bicara, dan orang yang dibicarakan, serta menurut

medium pembicaraan. Ragam bahasa dapat juga diartikan sebagai

jenis/macam bahasa berdasarkan pemakaiannya; lebih spesifikasi lagi

ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaiannya

Pengertian lebih lengkap dari ragam bahasa menunjuk pada

pengertian tentang penggunaan bahasa yang dibedakan atas dua

karakteristik, yaitu karasteristik situasional seperti tujuan, saluran, situai

keformalan; dan karakteristik pelaku, yaitu: pembicara, pendengar,

penulis, pembaca, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2014:119). Hubungannya

dengan situasi pemakaian, akan memunculkan berbagai ragam bahasa.

Misalnya, dalam situasi formal, ragam bahasa yang dipakai juga formal;

sebaliknya dalam situasi santai, ragam bahasa yang dipakai juga santai.

Munculnya berbagai ragam bahasa dapat didasarkan pada

beberapa hal. Menurut Wijono (2005), beberapa hal tersebut yaitu ragam

bahasa berdasarkan media, ragam bahasa berdasarkan waktu, dan ragam

bahasa berdasarkan pesan komunikasi. Menurut Ratri (2019), munculnya

berbagai ragam bahasa didasarkan pada beberapa hal, yaitu: media/sarana

yang digunakan untuk menghasilkan bunyi, karakteristik situasional, dan

fungsinya. Berdasarkan berbagai hal tersebut, terdapat macam-macam

ragam bahasa yang akan diuraikan/dijelaskan sebagai berikut.

2.4.2 Macam-macam Ragam Bahasa

Berikut ragam bahasa berdasarkan media atau sarana, karakteristik

situasional, fungsi bahasanya, dan aspek penuturnya.

a. Berdasarkan Media atau Sarana yang Digunakan untuk Menghasilkan

Bahasa

Ragam bahasa berdasarkan media dibedakan atas bahasa lisan

dan bahasa tulis. Ragam bahasa lisan ditandai dengan penggunaan

lafal atau pengucapan, intonasi, kosakata, penggunaan tata bahasa

dalam pembentukan kata, dan penyusunan kalimat. Ragam bahasa

lisan terdiri atas ragam bahasa lisan baku, ragam bahasa lisan tidak

baku (santai/pergaulan). Ragam bahasa tulis ditandai dengan

kecermatan menggunakan ejaan dan tanda baca, kosa kata,

penggunaan tata bahasa dalam pembentukan kata, penyusunan

kalimat, paragraf, dan wacana.

Page 51: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

39

b. Berdasarkan Karakteristik Situasional

Ragam bahasa berdasarkan karakteristik situasional terdapat dua

ragam bahasa, yaitu (a) ragam formal/resmi/baku, adalah

ragam/variasi bahasa yang digunakan dalam situasi resmi sehingga

bahasa yang harus digunakannya harus bahasa yang baku; dan (2)

ragam nonformal/tidak resmi/tidak baku, adalah ragam/variasi bahasa

yang digunakan dalam situasi tidak resmi sehingga bahasa yang

digunakannya tidak baku/santai.

c. Berdasarkan Fungsi dari bahasa itu

Ragam bahasa berdasarkan fungsinya, terdapat lima macam ragam

bahasa, yaitu ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa populer, ragam

bahasa sastra, ragam bahasa jurnalistik, dan ragam bahasa profesi.

1) Ragam bahasa ilmiah adalah ragam/variasi bahasa yang

digunakan dalam penulisan karya-karya ilmiah sehingga sering

disebut sebagai ragam bahasa baku (ragam bahasa yang sesuai

dengan kaidah bahasa baku).

2) Ragam bahasa populer adalah ragam/variasi bahasa yang

digunakan pada situasi-situasi tidak formal (tidak baku) atau

pada karangan-karangan yang berifat personal dan akrab.

3) Ragam bahasa sastra adalah ragam/variasi bahasa yang

digunakan dalam bidang sastra.

4) Ragam bahasa jurnalistik : ragam/variasi bahas yang digunakan

dalam dunia jurnalistik.

5) Ragam bahasa sesuai dengan profesi adalah ragam/variasi

bahasa yang digunakan sesuai dengan profesi, misal : ragam

kedokteran, ragam keagamaan, ragam hukum, dll

d. Berdasarkan aspek/segi penutur

Ragam bahasa berdasarkan aspek penutur terdapat beberapa ragam

bahasa, yaitu idiolek, dialek, kronolek/dialek temporal, dan

sosiolek/dialek sosial.

1) Idiolek adalah ragam bahasa yang bersifat perseorangan atau ciri

bahasa perseorangan.

2) Dialek adalah ragam bahasa dari sekelompok penutur yang

jumlanya relatif yang berada pada satu tempat, wilayah, atau

area tertentu (dialek areal, dialek regional, dialek geografi).

3) Kronolek atau dialek temporal adalah ragam bahasa yang

digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu, misalnya

ragam bahasa pada masa tahun tiga puluhan.

Page 52: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

40

4) Sosiolek/dialek sosial adalah ragam bahasa yang berkenaan

dengan status, golongan dan kelas sosial para penuturnya:

akrolek, basilek, kolokial, jargon.

Contoh beberapa ragam bahasa

Ragam dialek : “Gue udah baca itu buku ”

Ragam terpelajar : “Saya sudah membaca buku itu”

Ragam resmi : “Saya sudah mmbaca buku itu”

Ragam tak resmi : “Sudah saya baca buku itu”

Ragam hukum : Dia dihukum karena melakukan tindak pidana.

Ragam bisnis : Setiap pembelian di atas nilai tertentu akan

diberikan diskon.

Ragam sastra : Cerita itu menggunakan flashback.

Ragam kedokteran : Anak itu menderita penyakit kuorsior.

2.5 Rangkuman

Dengan adanya berbagai ragam bahasa dalam bahasa Indonesia, kita

sebagai bangsa Indonesia dituntut harus mampu menggunakan bahasa

Indonesia sesuai dengan situsi dan kondisi beriringan dengan selarasnya

kaidah struktur bahasa itu sehingga akan menghasilkan bahasa yang baik

dan benar. Bahasa yang baik artinya sesuai dengan konteks situasi dan

bahasa yang benar artinya sesuai dengan tata bahasa/kaidah bahasa baku.

Berkaitan dengan itu, dalam penggunaan bahasa tidak pernah terlepas dari

kesantunan bahasa karena dari bahasa yang digunakan, seseorang dapat

dilihat kepribadiannya dan kemampuannya.

2.6 Bahan Diskusi

Diskusikan hal-hal berikut ini. Setujukah Saudara dengan pernyataan-

pernyataan berikut.

a. Keberhasilan proses komunikasi yaitu ketika pembicara/komunikator

mampu menyampaikan pesan kepada komunikan yang dipahaminya

secara tepat dan benar. Salah satu faktor keberhasilan proses

komunikasi tersebut adalah bahasa.

1) Diskusikan mengapa aspek bahasa menjadi penentu keberhasilan

komunikasi!

2) Hal-hal apakah yang perlu diperhatikan agar bahasa mampu

menyampaikan pesan dengan tepat dan benar?

b. Diskusikan apakah kiat-kiat yang bisa dilakukan seseorang untuk

meningkatkan kemampuan berbahasa?

Page 53: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

41

2.7 Daftar Rujukan

Arifin, E. Zaenal dan Tasai, S. Amran. 2010. Cermat Berbahasa Indonesia

untuk Perguruan Tinggi. Sebagai Matakuliah Pengembangan

Kepribadian (MPK). Jakarta: Akademika Pressindo.

Damayanti, Rini dan Indrayanti, Tri. 2015. Bahasa Indonesia untuk

Perguruan Tinggi. Surabaya: Victory Inti Cipta.

Leech, G. 1989. Principle of Pragmatics. London : Longman.

Nababan, PWJ.1986. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT

Gramedia.

Pranowo. 2009. Berbahasa secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rahardi, K. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.

Jakarta: Penerbit Erlangga

Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori

dan Praktik. Surakarta: Yuma Pustaka.

Tim. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Edisi Keempat.

Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan.

2.8 Latihan Soal

Kerjakanlah soal-soal berikut dengan pemaparan yang jelas dan tepat!

1. Jelaskan bagaimanakah bahasa Indonesia yang baik dan benar?

2. Sejauhmanakah peran kesantunan berbahasa dalam proses

komunikasi seseorang?

3. Ada pepatah mengatakan bahwa “Bahasa menunjukkan bangsa”.

Apakah maksud pepatah tersebut? Jelaskan pendapat Saudara!

4. Apakah yang dimaksud dengan ragam bahasa?

5. Apakah faktor yang mnyebabkan munculnya beraneka ragam bahasa?

Sebutkan dan jelaskan pendapat Saudara!

Page 54: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

42

BAB 3. BAHASA INDONESIA RAGAM ILMIAH

3.1 Pengantar

Bahasa yang baik dan benar ialah bahasa yang sesuai dengan

konteks penggunaannya dan tetap menjunjung tinggi kaidah kebahasaan.

Dalam ragam ilmiah, bahasa yang digunakan harus mengikuti karakteristik

keilmiahan. Hal itu mengakibatkan bahasa yang digunakan dalam konteks-

konteks ilmiah memiliki karakteristik atau ciri-ciri yang berbeda bila

dibandingkan dengan ragam bahasa lainnya.

3.2 Pengertian Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah

Salah satu ragam yang terdapat dalam bahasa Indonesia adalah

ragam bahasa ilmiah. Ragam bahasa ilmiah merupakan ragam bahasa yang

digunakan untuk kegiatan yang bersifat ilmiah. Bahasa ragam ilmiah yang

digunakan dalam penulisan karya ilmiah harus benar-benar mengikuti

kaidah tata bahasa sehingga ragam bahasa ilmiah disebut juga dengan

ragam bahasa baku. Selain itu, ragam bahasa ilmiah harus singkat, padat,

jelas, dan logis karena bahasa ragam ilmiah digunakan sebagai sarana

untuk mengungkapkan pola pikir atau gagasan secara ilmiah melalui

tulisan sehingga dapat diterima oleh orang lain atau pembaca dengan

benar. Dengan demikian, bahasa Indonesia ragam ilmiah adalah sarana

verbal yang digunakan untuk mengkomunikasikan proses kegiatan dan

hasil penalaran yang bersifat ilmiah sesuai dengan kaidah tata bahasa

Indonesia.

3.3 Ranah Penggunaan Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah

Bahasa Indonesia ragam ilmiah digunakan dalam penulisan yang

mencakup segala kegiatan yang bersifat ilmiah. Dengan demikian, ranah

penggunaan bahasa Indonesia ragam ilmiah mencakup penulisan berikut.

Kemampuan Akhir yang Diharapkan (KAD)

Mahasiswa mampu memahami pengertian bahasa Indonesia

ragam ilmiah, ranah-ranah penggunaannya, ciri-cirinya, dan

struktur dalam bahasa Indonesia ragam ilmiah yang mencakup

diksi, struktur kalimat dan paragraf sehingga mahasiswa akan

terampil menulis karya ilmiah dengan bahasa Indonesia ragam

ilmiah secara tepat.

Page 55: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

43

a. Laporan yang berbentuk naskah, seperti: artikel, makalah, laporan

hasil penelitian, dan laporan yang berbentuk surat, seperti surat-surat

resmi.

b. Skripsi, tesis, dan disertasi.

c. Laporan pekerjaan yang berbentuk surat, atau naskah.

d. Laporan pertanggungjawaban seperti: laporan kegiatan, laporan

keuangan, dan laporan pemegang saham.

3.4 Ciri-ciri Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah

Ciri-ciri bahasa Indonesia ragam ilmiah pada dasarnya ada dua,

yaitu ciri umum dan ciri khusus. Ciri umumnya adalah bahasa yang

digunakan harus bersifat ilmiah, artinya sesuai dengan kaidah tata bahasa

baku bahasa Indonesia. Ciri-ciri khususnya, yaitu (a) cendekia, (b) lugas

dan logis, (c) jelas, (d) ringkas dan padat, (e) formal dan objektif, (f)

gagasan sebagai pangkal tolak, (g) penggunaan istilah teknis, dan (h)

konsisten. Untuk lebih jelas ikuti uraian berikut.

a. Cendekia

Ciri cendekia yang dimaksud adalah bahasa Indonesia yang

digunakan dalam penulisan karya ilmiah mampu mengungkapkan

hasil berpikir logis secara tepat. Hal itu diwujudkan dalam

penyusunan atau pengorganisasian bahasa secara sistematis, artinya

teratur dan runtut sehingga menunjukkan kelogisan berpikir seseorang

atau penulis

Contoh

1) Kemajuan informasi pada era globalisasi ini dikhawatirkan akan

terjadi pergeseran nilai-nilai moral bangsa Indonesia terutama

pengaruh budaya barat yang masuk ke Negara Indonesia yang

dimungkinkan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan moral

bangsa Indonesia.

Bandingkan

2) Pergeseran nilai-nilai budaya bangsa terjadi karena masuknya

pengaruh budaya barat ke Indonesia.

b. Lugas dan Logis

Ciri lugas yang dimaksud adalah bahasa Indonesia yang

digunakan dalam penulisan karya ilmiah harus bermakna harafiah dan

tidak bermakna ganda, sedangkan ciri logis adalah bahasa Indonesia

yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah sesuai dengan logika

atau dapat diterima oleh akal sehat. Hal itu membantu penulis dalam

mengungkapkan pola pikir atau gagasannya dan membantu pembaca

dalam memahami gagasan atau pola pikir penulis.

Page 56: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

44

Contoh

1) Kalau pada zaman Sunan Kalijaga dalam kesenian wayang

termasuk ceritanya digunakan sebagai media penyebaran agama.

Maka di masa sekarang lebih tepat apabila penanaman budi

pekerti dalam cerita wayang melalui pengajaran apresiasi.

2) Saat terjadi kekacauan di pasar, pencuri berhasil ditangkap sama

polisi.

3) Dari data yang berhasil dikumpulkan, peneliti ternyata dapat

dideskripsikan bahwa bahasa yang digunakan dalam ucapan

Selamat Hari Raya Idul Fitri dan Ramadan menggunakan pilihan

kata yang khas yang digunakan dalam ucapan Selamat Hari Raya

Idul Fitri.

Bandingkan:

1) Kalau pada zaman Sunan Kalijaga, kesenian wayang, termasuk

ceritanya, digunakan sebagai media penyebaran agama;

sekarang, kesenian wayang digunakan sebagai media penanaman

budi pekerti melalui apresiasi.

2) Saat terjadi kekacauan di pasar, polisi berhasil menangkap

pencuri.

3) Dari data yang ada, dapat dikatakan bahwa bahasa yang

digunakan dalam ucapan Selamat Idul Fitri dan Ramadan

menggunakan pilihan kata yang khas.

c. Jelas

Ciri jelas yang dimaksud adalah bahasa Indonesia yang

digunakan dalam penulisan karya ilmiah jelas struktur kalimat dan

maknanya. Hal itu sangat membantu penulis dalam memaparkan

gagasan atau pola pikirnya dan mempermudah pembaca untuk

memahami makna yang dimaksudkan.

Contoh

1) Untuk mengetahui apakah baik dan buruknya pribadi seseorang

dari tingkah dan lakunya dalam sehari-hari.

2) Perkara diajukan kemeja hijau berjumlah lima puluh satu.

Sedangkan perkara disidangkan berjumlah dua puluh satu.

Bandingkan

1) Baik buruknya pribadi seseorang dapat dilihat dari tingkah

lakunya sehari-hari.

2) Perkara yang diajukan ke meja hijau berjumlah 51 buah,

sedangkan perkara yang telah disidangkan berjumlah 21 buah.

Page 57: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

45

d. Padat dan Ringkas

Padat yang dimaksud adalah gagasan atau pola pikir yang akan

diungkapkan tidak tercampur unsur-unsur lain yang tidak ada

hubungannya atau tidak diperlukan. Ciri ringkas yang dimaksud

adalah bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan karya

ilmiah harus singkat, tidak menggunakan kata-kata yang tidak

diperlukan atau kata-kata yang berlebihan (mubazir). Karya tulis

ilmiah harus menunjukkan gagasan atau pola pikir yang padat dan

tertuang dalam kalimat yang ringkas.

Contoh

1) Pendidikan agama di Sekolah Dasar harus dan perlu dibantu serta

didukung oleh wali murid agar mengarahkan masa depan

anaknya secara baik dan religius.

Bandingkan

2) Pendidikan agama di SD tidak akan terlaksana dengan baik tanpa

dukungan orang tua.

e. Formal dan Objektif

Formal yang dimaksud mengacu pada pandangan bahwa

komunikasi ilmiah melalui tulisan ilmiah merupakan komunikasi

formal atau resmi sehingga bahasa Indonesia yang digunakannya

harus bahasa Indonesia formal, artinya bahasa Indonesia yang

digunakan harus bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau resmi

pada struktur bahasa yang mencakup seluruh tataran struktur

kebahasaan. Penggunaan bahasa seperti itulah yang menunjukkan ciri

objektif, yaitu dapat diukur kebenaranya secara terbuka oleh umum.

Contoh

1) Menurut Moeliono mengatakan bahwa bahasa ilmiah itu lugas,

eksak, dan menghindari kesamaran dan ketaksaan dalam

pengungkapan. (1989)

Bandingkan

2) Menurut Moeliono (1989), bahasa ilmiah itu lugas, eksak, dan

menghindari kesamaran dan ketaksaan dalam pengungkapan.

3) Moeliono (1989) mengatakan bahwa bahasa ilmiah itu lugas,

eksak, dan menghindari kesamaran dan ketaksaan dalam

pengungkapan.

Contoh yang lain

a) Metoda penelitian ini mencakup baik metoda kwantitatif dan

kwalitatif.

b) Kekacauan sosial diberbagai tempat disebabkan karena tidak

meratanya keadilan dan kemakmuran.

Page 58: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

46

c) Dalam sidang memutuskan bahwa terdakwa dikenai hukuman

penjara selama 4 tahun.

Bandingkan

a) Metode penelitian ini mencakup metode kuantitatif dan kualitatif.

b) Kekacauan di berbagai tempat disebabkan oleh tidak meratanya

keadilan dan kemakmuran.

c) Dalam sidang diputuskan bahwa terdakwa dikenai hukuman

penjara selama empat tahun.

d) Sidang memutuskan bahwa terdakwa dikenai hukuman penjara

selama empat tahun.

f. Gagasan sebagai Pangkal Tolak

Gagasan sebagai pangkal tolak yang dimaksud adalah bahasa

yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah harus berorientasi pada

gagasan atau pola pikir bukan pada penulis. Gagasan sebagai pangkal

tolak terkait dengan objektivitas penulis, artinya penggunaan bahasa

tersebut secara dominan harus bertolak pada objek yang dibicarakan

dan bukan pada penulis secara pribadi. Oleh karena itu, objektivitas

harus ditandai dengan upaya penulis untuk menghindari penggunaan

kata saya, kami, dan kita.

Contoh

1) Kita semua tahu bahwa pendidikan itu di lingkungan keluarga

sangat penting dalam menanamkan moral Pancasila.

Bandingkan

2) Perlu dikatahui bahwa pendidikan di lingkungan keluarga sangat

penting dalam penanaman moral Pancasila.

g. Penggunaan Istilah Teknis

Ciri penggunaan istilah teknis yang dimaksud adalah bahasa

Indonesia yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah harus

berfungsi sebagai wacana teknis, artinya sesuai dengan bidang

keilmuannya yang dilengkapi dengan peristilahan teknis yang

meliputi penulisan angka, lambang, dan istilah sesuai dengan bidang

ilmu.

Contoh

1) Hazard Analysis Critical Control Point/HACCP adalah sistem

penjaminan mutu dan keamanan pangan yang sangat dianjurkan

oleh badan keamanan pangan internasional Codex Alimentarius

Commission untuk diterapkan di industri pangan.

Bandingkan

2) Hazard Anaylisis Critical Control Point (HACCP) adalah sistem

penjaminan mutu dan keamanan pangan yang sangat dianjurkan

Page 59: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

47

oleh badan keamanan pangan internasional Codex Alimentarius

Commission (CAC) untuk diterapkan di industri pangan.

h. Konsisten

Ciri konsisten yang dimaksud adalah bahasa Indonesia yang

digunakan dalam penulisan karya ilmiah mulai dari tataran terkecil

sampai dengan tataran terbesar dan terluas (keseluruhan struktur

bahasa) harus ajeg. Arti ajeg adalah taat asas atau selalu

menggunakan bentuk-bentuk atau unsur-unsur tersebut dari awal

tulisan sampai akhir tulisan.

Contoh

Dalam penulisan skripsi, mahasiswa harus melakukan langkah-

langkah:

• pertemuan dengan penasihat akademik,

• mengajukan topik,

• melapor kepada ketua jurusan, dan

• bertemu pembimbing.

Bandingkan

Dalam penulisan skripsi, mahasiswa harus melakukan langkah-

langkah sebagai berikut:

1) menemui penasihat akademik,

2) mengajukan topik,

3) melaporkan rencana skripsi kepada ketua jurusan, dan

4) menemui pembimbing.

3.5 Diksi

Selain memperhatikan ciri-ciri bahasa Indonesia ragam ilmiah,

dalam penulisan karya ilmiah juga harus memperhatikan pemilihan kata

yang tepat (diksi), struktur kalimat, dan paragraf. Diksi atau pemilihan

kata adalah proses atau tindakan memilih kata yang dapat mengungkapkan

gagasan secara tepat, hasil dari proses atau tindakan pemilihan kata disebut

pilihan kata (Mustakim, 1995). Pilihan kata merupakan aspek yang sangat

penting dalam kegiatan berbahasa karena bila pilihan kata tidak tepat,

bahasa yang digunakan menjadi tidak efektif dan informasi yang

disampaikan menjadi tidak jelas. Untuk itulah, dalam proses penulisan

karya ilmiah, diksi atau pemilihan kata merupakan hal yang sangat penting

dan harus dilakukan agar dapat menunjukkan pola pikir penulis secara

tepat.

Pilihan kata dalam penulisan karya ilmiah harus mengutamakan

kata-kata bahasa Indonesia. Penggunaan kata-kata bahasa asing, bahasa

daerah, dan kata-kata yang berupa dialek harus dihindarkan apabila kata-

Page 60: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

48

kata tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Jika tidak ada

atau belum memasyarakat, teknik penulisannya adalah setelah kata atau

istilah tersebut kemudian diikuti kata atau istilah bahasa asing, bahasa

daerah, atau dialek sebagai padanan dan penulisannya dicetak miring.

Untuk uraian selanjutnya cukup digunakan padanannya.

Dalam pemilihan kata, hal yang perlu diperhatikan adalah ketepatan,

kecermatan, dan keserasian. Ketepatan berkaitan dengan kemampuan

memilih kata untuk mengungkap gagasan secara tepat dan diterima juga

oleh pembaca atau pendengar secara tepat. Kecermatan berkaitan dengan

kemampuan memilih kata dengan cermat, artinya mampu memahami kata-

kata yang mubazir atau kata-kata yang kehadirannya tidak diperlukan.

Keserasian berkaitan dengan kemampuan menggunakan kata-kata yang

sesuai dengan konteks dan lazim dalam pemakaian bahasa itu.

Berikut ini akan disampaikan teknik pemilihan kata yang tepat

dengan cara membandingkan antara contoh yang salah (tidak baku) dan

contoh yang benar (baku), serta contoh yang tidak tepat dan contoh yang

tepat. Teknik pemilihan kata tersebut sebagai berikut.

3.5.1 Memilih kata-kata baku

Contoh:

Tabel 3.1 Kata Tidak Baku dan Baku

tidak baku baku

membikin membuat

ketimbang

lantas

cuma

methode, metoda

technik, tehnik

system, sistim

prosen, prosentase

kwalitas, kwitansi, questioner

jadual

effektif, effisien

analisa, diagnosa, hipotesa

aktifitas, produktifitas

Pebruari, Nopember

Jum’at, Rebo, Rabo

obyek, subyek

daripada

lalu, kemudian

hanya

metode

teknik

sistem

persen, persentase

kualitas, kuitansi, kuesioner

jadwal

efektif, efisien

analisis, diagnosis, hipotesis

aktivitas, produktivitas

Februari, November

Jumat, Rabu

objek, subjek

Page 61: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

49

3.5.2 Menghindari kata-kata yang termasuk jargon/prokem/slang karena

kata-kata tersebut tidak termasuk kata-kata baku, kecuali sebagai

data

Contoh:

Tabel 3.2 Kata Tidak Baku dan Baku

tidak baku baku

Beli ipok utas gelas (jargon) Beli kopi satu gelas

3.5.3 Menghindari pemakaian kata-kata di mana, yang mana, yang

digunakan sebagai kata penghubung

Contoh:

Tabel 3.3 Kata Tidak Baku dan Baku

tidak baku baku

Kota Jember merupakan kota di

mana saya dilahirkan.

Masalah yang mana sudah saya

jelaskan tidak perlu ditanyakan lagi.

Kota Jember merupakan kota

tempat saya dilahirkan.

Masalah yang sudah saya

jelaskan tidak perlu ditanyakan

lagi.

3.5.4 Memilih kata-kata yang lugas, berekamakna, dan bermakna

denotatif bukan makna konotatif atau kias atau metaforis

Contoh:

Tabel 3.4 Kata Konotatif dan Denotatif

konotatif denotatif

Dalam pertengkaran itu, ia dijadikan

kambing hitam.

Kambing hitam itu dijual karena

sangat diminati banyak orang.

3.5.5 Memilih kata-kata bersinonim yang paling tepat, yang

memungkinkan satu tafsiran makna yang paling sesuai dengan

konteks dan maksud penulis

Contoh:

Tabel 3.5 Kata Tidak Tepat dan Tepat

tidak tepat tepat

Roni melihat pertunjukan wayang. Roni menonton pertunjukan

wayang

Page 62: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

50

3.5.6 Memilih kata-kata yang tidak berkonotasi emotif

Contoh:

Tabel 3.6 Kata Emotif dan Tidak Emotif

Emotif tidak emotif

Itu semua menunjukkan kepicikan

atau ketololan masyarakat setempat.

Itu semua menunjukkan

kurangnya pengetahuan

masyarakat setempat.

3.5.7 Memilih kata dengan tepat, terutama kata ganti, kata kebijakan

dan kebijaksanaan, dan kata dari dan daripada.

a. Kata Ganti

Pemakaian kata saya, kita, dan kami seringkali tidak tepat dan

seringkali dikacaukan. Pemakaian kata ganti yang tepat adalah saya

untuk orang pertama tunggal, kami untuk orang pertama jamak, dan

kita untuk orang pertama dan kedua jamak. Pemakaian kata ganti

yang tidak tepat adalah kata kami diganti kata kita, di lain pihak kata

saya diganti kata kami.

Contoh:

Tabel 3.7 Kata Ganti

tidak tepat tepat

Kemarin sewaktu kita datang,

dia sudah berada di sini.

Dengan ini kami sebagai

penulis ingin mengucapkan

terima kasih.

Kemarin sewaktu kami datang,

dia sudah berada di sini.

Dengan ini saya sebagai

penulis ingin mengucapkan

terima kasih.

b. Kata kebijakan dan kebijaksanaan

Sebenarnya kedua kata tersebut merupakan kata yang benar dan

baku. Akan tetapi, pemakaiannya berbeda sehingga sering tidak tepat.

Kata kebijakan digunakan untuk menyatakan hal yang menyangkut

politik atau strategi, sedangkan kebijaksanaan berkaitan dengan

kearifan atau kepandaian seseorang dalam menggunakan akal

budinya.

Contoh:

Tabel 3.8 Kata Kebijakan dan Kebijaksanaan

tidak tepat tepat

Berdasarkan kebijaksanaan

pim-pinan, penempatan

pegawai harus sesuai dengan

bidang keahlian masing-

masing.

Berdasarkan kebijakan

pimpinan, penempatan pegawai

harus sesuai dengan bidang

keahlian masing-masing.

Berkat kebijaksanaan orang

Page 63: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

51

Berkat kebijakan orang tua,

anak itu akhirnya tumbuh dan

berkem-bang menjadi anak

yang baik.

tua, anak itu akhirnya tumbuh

dan ber-kembang menjadi anak

yang baik.

c. Pemakaian kata dari dan daripada

Sebenarnya kedua kata tersebut pemakaiannya berbeda karena

maknanya juga berbeda. Kata dari digunakan untuk menyatakan

makna asal (asal tempat dan asal bahan), sedangkan kata daripada

untuk menyatakan perbandingan.

Contoh:

Tabel 3.9 Kata dari dan daripada

tidak tepat tepat

Bangunan yang megah itu

terbuat daripada bahan-bahan

yang ber-kualitas tinggi.

Nilai ekspor Indonesia pada

tahun 1989 lebih besar dari

nilai ekspor tahun-tahun

sebelumnya.

Bangunan yang megah itu

terbuat dari bahan-bahan yang

berkualitas tinggi.

Nilai ekspor Indonesia pada

tahun 1989 lebih besar

daripada nilai ekspor tahun-

tahun sebelumnya.

3.5.8 Memilih kata dalam bentuk frasa dengan tepat.

Contoh:

Tabel 3.10 Kata Bentuk Frasa

tidak tepat tepat

terdiri dari

tergantung pada, tergantung daripada

bertujuan untuk

berdasarkan kepada

membicarakan tentang

antara ... dengan ...

dalam menyusun

dibanding

walau/meskipun ......., tetapi

terdiri atas

bergantung pada

bertujuan

untuk

berdasarkan

berdasar pada

berbicara tentang

membicarakan ...

antara ... dan ...

dalam penyusunan

dibandingkan dengan

walau/meskipun …… (tanpa

tetapi)

Page 64: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

52

3.5.9 Menghindari penggunaan frasa yang bersinonim secara bersamaan.

Contoh:

Tabel 3.11 Kata Frasa Tidak Tepat dan Tepat

tidak tepat tepat

disebabkan karena

agar supaya

dalam rangka untuk

setelah … kemudian …

contoh jenis batuan misalnya …

baik … ataupun …

disebabkan oleh

karena

agar

supaya

dalam rangka …

untuk …

setelah …

contoh batuan ialah …

misalnya …

baik … maupun …

3.6 Kalimat

Pembentukan kalimat dalam ragam bahasa ilmiah sangatlah penting.

Kalimat yang baik akan mudak dipahami dengan baik pula oleh pembaca.

Dalam membuat kalimat yang baik, terdapat beberapa hal yang perlu

diperhatikan, yakni sebagai berikut.

3.6.1 Pengertian Kalimat

Kalimat adalah suatu bagian yang selesai dan menunjukkan pikiran

yang lengkap. Yang dimaksud dengan suatu bagian yang selesai adalah

kalimat itu diawali dan diakhiri dengan kesenyapan untuk bahasa lisan dan

kalimat itu diawali atau dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan

tanda titik, tanda seru, dan tanda tanya untuk bahasa tulis, sedangkan yang

dimaksud dengan menunjukkan pikiran yang lengkap adalah informasi

yang diberikan merupakan pikiran yang utuh. Kalimat dapat juga disrtikan

sebagai rangkaian dari kata-kata yang berfungsi sebagai subjek dan

predikat, maksudnya sekurang-kurangnya kalimat itu memiliki subjek atau

pokok kalimat dan predikat atau sebutan dan dapat ditambah dengan objek

dan atau keterangan. Jika tidak memiliki unsur-unsur subjek dan predikat,

maka pernyataan itu bukanlah sebuah kalimat, namun hanya sebagai frasa.

Contoh:

a. Adik menangis. (kalimat)

S P

b. Ruangan itu memerlukan kursi. (kalimat)

S P O

c. adik saya (frasa)

d. tiga buah kursi (frasa)

Page 65: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

53

3.6.2 Unsur-unsur Kalimat

Kalimat disusun berdasarkan unsur-unsur yang berupa kata, frasa,

dan atau klausa. Unsur-unsur kalimat itu adalah subjek, predikat, objek,

dan keterangan.Untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu per satu berikut

ini.

a. Subjek

Subjek sering disebut pokok kalimat, adalah unsur utama

kalimat. Subjek menentukan kejelasan makna kalimat. Penempatan

subjek yang tidak jelas atau tidak tepat dapat mengaburkan makna

kalimat. Keberadaan subjek dalam kalimat berfungsi: a) membentuk

kalimat dasar, luas, tunggal, dan majemuk; b) memperjelas makna; c)

menjadi pokok pikiran; d) menegaskan atau memfokuskan makna; e)

memperjelas ungkapan pikiran, dan f) membentuk kesatuan pikiran.

Untuk mencari subjek dalam kalimat, ada beberapa hal yang

perlu diketahui, antara lain:

1) subjek pasti kata benda atau kata yang dibendakan;

2) subjek merupakan jawaban dari pertanyaan kata apa yang…

atau siapa yang …

3) subjek berupa kata atau frasa benda

4) subjek disertai kata ini atau itu dan tidak didahului preposisi di,

dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dari menurut, berdasarkan,

dll.

5) subjek tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat

dengan kata bukan.

Contoh:

1) Saya / pergi ke Surabaya

S=KB

2) Saya / pergi ke Surabaya. (buat pertanyaan siapa yang pergi ke

Surabaya? jawabannya saya sehingga subjeknya adalah saya)

3) Ayah / bekerja. (subjek berupa kata)

S P

Ayah saya / bekerja (subjek berupa frasa)

S P

4) Air sungai kecil itu / terus mengericik (subjek disertai kata itu)

S P

5) *Bagi mahasiswa harus mengikuti kegiatan ekstrakurikuler (tidak

tepat)

Mahasiswa / harus mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. (tepat)

S P

Page 66: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

54

6) Petani / mengerjakan sawah itu.

S P

Jika subjek diingkarkan:

Bukan petani yang mengerjakan sawah itu, melainkan saya. (tepat)

*Tidak petani yang mengerjakan sawah itu, tetapi saya (tidak

tepat)

b. Predikat

Predikat sering disebut sebutan, adalah unsur penjelas dalam

kalimat yang muncul secara eksplisit. Keberadaan predikat dalam

kalimat berfungsi: a) membentuk kalimat dasar, kalimat tunggal,

kalimat luas, dan kalimat majemuk; b) menjadi unsure penjelas yaitu

memperjelas pikirtan atau gagasan yang diungkapkan dan

menentukan kejelasan makna kalimat; c) menegaskan makna, dan d)

membentuk kesatuan pikiran.

Untuk mencari atau menentukan predikat dalam kalimat, ada

beberapa hal yang harus diketahui antara lain:

1) predikat dapat berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, atau kata

bilangan;

2) predikat dapat berupa kata atau frasa;

3) predikat merupakan jawaban dari pertanyaan mengapa dan

bagaimana;

4) predikat dapat diingkarkan dengan kata tidak atau bukan;

5) predikat dapat didahului keterangan modalitas sebaiknya,

seharusnya, seyogyanya, mesti, selayaknya, dll.;

6) predikat tidak didahului kata yang, jika didahului yang, predikat

berubah fungsi menjadi perluasan subjek;

7) predikat dapat didahului keterangan aspek: akan, sudah, sedang,

selalu, hampir;

8) predikat didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni.

Contoh:

1) Ibu / sangat ramah

S P = Kata Sifat = frasa = jawaban atas pertanyaan

bagaimana

2) Ibu / ramah.

S P = dapat diingkarkan dengan kata tidak atau bukan,

menjadi :

Ibu / tidak ramah.

Ibu / bukan ramah.

Page 67: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

55

3) Ibu / ramah. (predikat dapat didahului keterangan modalitas

sebaiknya,)

S P

Ibu / sebaiknya ramah.

4) Ibu / sangat ramah.

S P

predikat tidak bisa didahului kata yang , misalnya kalimatnya

menjadi *Ibu yang sangat ramah ……( kalimat ini tidak

mempunyai predikat, karena predikat semula sangat ramah

menjadi keterangan subjek ibu sehingga predikatnya hilang)

5) Presiden / adalah pemimpin suatu negara.(kata adalah sebagai

kata keterangan aspek)

S P

Presiden / akan memimpin suatu Negara. ( kata akan sebagai

kata keterangan aspek)

S P

c. Objek

Objek merupakan pelengkap yang membentuk kesatuan dalam

kalimat. Jika subjek dan predikat dalam kalimat cenderung muncul

secara eksplisit, objek dalam kalimat tidak demikian, artinya

kehadiran objek bergantung pada jenis predikat kalimat dan ciri khas

dari objek tersebut. Kalimat yang predikatnya transitif berarti

predikatnya memerlukan objek, sebaliknya kalimat yang predikatnya

intransitif berarti predikatnya tidak memerlukan objek. Predikat yang

memerlukan objek biasanya berupa kata kerja berkonfiks me-kan,

atau me-i, misalnya: mengambilkan, mengumpulkan, mengambili,

melempari, mendekati, dsb. Dalam kalimat, objek berfungsi: (1)

membentuk kalimat dasar pada kalimat berpredikat transitif, (2)

memperjelas makna kalimat, dan (3) membentuk kesatuan atau

kelengkapan pikiran.

Untuk mencari atau menentukan objek kalimat, perlu

diperhatikan hal-hal berikut:

1) objek berupa kata benda;

2) objek selalu terletak atau melekat setelah predikat (tidak dapat

disisipi unsur kalimat yang lain);

3) objek tidak didahului kata depan;

4) objek merupakan jawaban atas pertanyaan apa atau siapa yang

terletak langsung di belakang predikat transitif;

5) objek dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat tersebut

dipasifkan;

Page 68: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

56

6) objek dapat dilengkapi dengan pelengkap yang mengkhususkan

objek yang fungsinya melengkapi informasi dan melengkapi

struktur kalimat.

Contoh:

1) Mahasiswa / mendiskusikan / antikorupsi.

S P O = Kata Benda = jawaban apa

setelah predikat =

melekat setelah

predikat = tidak

didahului kata depan.

2) Antikorupsi / didiskusikan / mahasiswa.

S P (pasif) O

3) Negara Republik Indonesia / berdasarkan / Pancasila.

S P Pelengkap

4) Ibu / membawakan / saya / oleh-oleh.

S P O Pelengkap

d. Keterangan

Keterangan berfungsi menjelaskan atau melengkapi informasi

pesan-pesan kalimat Apabila kalimat tidak ada keterangannya,

informasi menjadi tidak atau kurang jelas. Untuk mengetahui atau

menentukan keterangan kalimat perlu diketahui hal-hal berikut.

1) Keterangan bukan unsur utama kalimat, namun kalimat tanpa

keterangan,pesan menjadi tidak atau kurang jelas dan tidak

lengkap, misalnya surat undangan, apabila tanpa keterangan

tidak komunikatif;

2) Letak keterangan kalimat tidak terikat posisi, maksudnya dapat

di awal, di tengah, atau di belakang kalimat;

3) Keterangan dapat berupa: keterangan waktu, tujuan, tempat,

sebab, akibat, syarat, cara, posesif (posesif ditandai kata

meskipun, walaupun, atau biarpun) dan pengganti nomina (

menggunakan kata bahwa);

4) Keterangan dapat berupa keterangan tambahan yang berupa

aposisi yang dapat menggantikan subjek.

Contoh:

1) Sekarang / saya / berangkat / ke Surabaya. ( di awal)

Ket. S P K.Tuj.

Saya / sekarang / berangkat / ke Surabaya. (di tengah)

S Ket P K.Tuj.

Saya / berangkat / ke Surabaya / sekarang. (di akhir)

S P . K.Tuj. Ket.

Page 69: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

57

2) Saya tetap berangkat ke Surabaya meskipun cuaca tidak

mendukung. (posesif)

3) Mahasiswa berpendapat bahwa sekarang ini sulit untuk mencari

pekerjaan. (pengganti nomina)

4) Megawati, Presiden RI 2001–2004, adalah presiden pertama

wanita Indonesia. (aposisi)

e. Konjungsi

Konjungsi adalah bagian kalimat yang berfungsi

menghubungkan atau merangkai unsur-unsur kalimat. Unsur-unsur

kalimat itu adalah: (1) dalam sebuah kalimat yaitu subjek, predikat,

objek, pelengkap, dan keterangan; (2) sebuah kalimat dengan kalimat

yang lain; dan atau (3) sebuah paragrap dengan paragrap yang lain.

Konjungsi terdiri atas dua, yakni perangkai intrakalimat dan

perangkai antarkalimat. Perangkai intrakalimat berfungsi

menghubungkan unsur atau bagian kalimat dengan unsur atau bagian

kalimat yang lain dalam sebuah kalimat. Perangkai antarkalimat

berfungsi menghubungkan kalimat atau paragraph yang satu degan

kalimat atau paragraph yang lain. Bagian perangkai antarkalimat

disebut dengan istilah kata transisi. Kata-kata transisi sangat

membantu dalam menghubungksn gagasan sebelum dan sesudahnya

baik antarkalimat maupun antarparagrap.

Kata sebagai bentuk perangkai yang terdapat dalam karangan,

antara lain: adalah, andaikata, apabila, atau, bahwa, bilamana,

daripada, di samping itu, sehingga, ialah, jika, kalau, kemudian,

melainkan, meskipun, misalnya, padahal, seandainya, sedangkan,

seolah-olah, supaya, umpamanya, bahkan, tetapi, karena itu, oleh

sebab itu, jadi, maka, lagipula, sebaliknya, sementara itu, selanjutnya.

Contoh penggunaan konjungsi (yang dicetak miring).

1) Rektor beserta Pembantu Rektor segera menghadiri upacara

bendera

2) Di samping menghormati orang tua, Saudara juga harus

menghormati bangsa dan Negara.

3) Saudara telah berhasil meraih gelar sarjana. Dengan demikian,

harapan untuk mendapatkan pekerjaan semakin terbuka.

4) Saya senang bekerja di kantor, sedangkan adik senang bekerja di

kebun.

5) Andaikata kita telah mempersiapkan diri dalam menghadapi

hujan, tentu kita saat ini tidak kebanjiran.

Page 70: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

58

f. Modalitas

Modalitas dalam sebuah kalimat sering disebut keterangan

predikat. Modalitas dapat mengubah keseluruhan makna sebuah

kalimat. Dengan modalitas tertentu, makna kalimat dapat berubah

menjadi sebuah pernyataan yang tegas, ragu, lembut, dan pasti.

Modalitas dalam kalimat mempunyai beberapa fungsi, antara

lain: (1) mengubah nada, artinya dari nada tegas menjadi ragu-ragu

atau sebaliknya, dari nada keras menjadi lembut atau sebaliknya;

kata-kata yang sering digunakan adalah : barangkali, tentu, mungkin,

sering, harus, sungguh; (2) menyatakan sikap, artinya dalam

mengungkapkan kalimat digunakan kata-kata pasti, pernah, tentu,

sering, jarang

Contoh penggunaan modalitas (yang dicetak miring)

1) Adik saya kemungkinan besar sebagai seniman.

2) Dia sebetulnya seorang pelukis.

3) Mereka rupa-rupanya kurang setuju terhadap pendapat saya.

4) Dia jangan-jangan dianggap sebagai pencuri karena tingkah

lakunya mencurigakan.

5) Anda sebaiknya menerima hadiah itu dengan senang hati

3.6.3 Struktur Kalimat

Dalam berkomunikasi, kalimat merupakan sarana untuk

menyampaikan pikiran atau gagasan kepada orang lain agar dapat

dipahami dengan mudah dan jelas. Untuk itu, perlu digunakan kalimat

yang baik dan benar agar komunikasi juga berlangsung dengan baik dan

benar. Kalimat yang benar artinya adalah kalimat yang dapat

mengekspresikan gagasan secara benar, artinya jelas dan tidak

menimbulkan keraguan pembaca dan pendengarnya, sedangkan kalimat

yang baik adalah kalimat yang dapat mengekspresikan atau

mengungkapkan gagasan itu secara baik, artinya singkat, cermat, tepat,

jelas maknanya, dan santun atau sesuai dengan situasi dan kondisi.

Kalimat yang benar dapat juga diartikan kalimat yang mempunyai

struktur yang benar. Struktur yang benar artinya: (a) sebuah kalimat

minimal harus mempunyai subjek dan predikat; (b) harus lengkap; (c)

tidak berupa anak kalimat atau penggabungan anak kalimat; (d) urutan

kata harus tepat; dan (e) hubungan antarkalimat juga harus tepat. Hal ini

dapat dilihat pada contoh berikut.

a. Dalam sidang memutuskan bahwa terdakwa dikenahi hukuman

penjara selama empat tahun. (SALAH)

Page 71: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

59

Kalimat ini salah karena predikatnya berbentuk aktif, tetapi tidak

mempunyai subjek karena subjeknya didahului oleh kata dalam.

Agar kalimat tersebut menjadi benar, perbaikannya sebagai berikut.

1) Sidang memutuskan bahwa terdakwa dikenai hukuman penjara

selama empat tahun.

(Kata dalam dihilangkan sehingga kalimat ini mempunyai

subjek)

2) Dalam sidang diputuskan bahwa terdakwa dikenai hukuman

penjara selama empat tahun.

(Kata dalam tetap digunakan, tetapi predikat diubah menjadi

bentuk pasif)

b. Sidang yang memutuskan bahwa terdakwa dikenai hukuman penjara

selama empat tahun. (SALAH)

Kalimat tersebut salah karena di depan predikat menggunakan kata

yang. Hal ini berarti kalimat tersebut tidak mempunyai predikat, tetapi

hanya mempunyai subjek dan perluasan subjek. Agar menjadi kalimat

yang benar, perbaikannya sebagai berikut.

Sidang memutuskan bahwa terdakwa dikenai hukuman penjara

selama empat tahun. (BENAR)

Kata yang dihilangkan sehingga kalimat tersebut mempunyai

predikat.

c. Meskipun ia tidak pandai, tetapi ia suka membaca buku-buku untuk

menambah pengetahuannya. (SALAH)

Kalimat tersebut salah karena merupakan gabungan dari anak kalimat.

Hal ini dapat dilihat dari masing-masing kalimat diawali kata

penghubung meskipun dan tetapi yang menjadi dasar penentuan

bahwa kalimat itu merupakan anak kalimat. Agar menjadi kalimat

yang benar, perbaikannya sebagai berikut.

1) Ia tidak pandai. Ia suka membaca buku-buku untuk menambah

pengetahuannya.

(dua kalimat)

2) Meskipun tidak pandai, ia suka membaca buku-buku untuk

menambah pengetahuannya. (satu kalimat dengan susunan anak

kalimat dan induk kalimat)

3) Ia suka membaca buku-buku untuk menambah pengetahuannya

meskipun tidak pandai. (satu kalimat dengan susunan induk

kalimat dan anak kalimat)

4) Ia tidak pandai, tetapi suka membaca buku-buku untuk

menambah pengetahuannya.

(satu kalimat dengan susunan induk kalimat dan anak kalimat)

Page 72: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

60

d. Dalam kerjanya mereka menyusun laporan kegiatan, mengerjakan

perencanaan, kemudian melaksanakannya kegiatan. (SALAH)

Kalimat tersebut salah karena prosesnya tidak urut dan tidak logis.

Agar menjadi kalimat yang benar, perbaikannya sebagai berikut.

1) Mereka menyusun rencana kerja, melaksanakan, dan melaporkan

hasil pelaksanaannya.

2) Setelah menyusun dan melaksanakan rencana kerjanya, mereka

melaporkan hasilnya.

3) Mereka melaporkan hasilnya setelah menyusun dan

melaksanakan rencana kerjanya.

e. Orang itu sangat kaya, apalagi dia sangat gagah dan berwibawa.

(SALAH)

Kalimat di atas salah karena tidak cermat/tidak ada hubungan antara

kaya dengan gagah dan berwibawa. Agar menjadi kalimat yang

benar, perbaikannya sebagai berikut.

Orang itu sangat kaya, apalagi dia suka berderma kepada orang

miskin. (BENAR)

Berdasarkan strukturnya, kalimat dapat berupa kalimat tunggal dan

dapat pula berupa kalimat majemuk. Kalimat tunggal adalah kalimat yang

terdiri atas satu pola, artinya hanya terdiri atas satu subjek dan satu

predikat (dapat ditambah atau diperluas dengan objek dan keterangan).

Sementara itu, kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua pola

atau lebih. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan berikut.

1) Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu subjek dan

satu predikat (dapat ditambah atau diperluas dengan objek dan

keterangan). Pada dasarnya, apabila dilihat dari unsur-unsurnya,

sepanjang apapun kalimat-kalimat bahasa Indonesia dapat

dikembalikan pada kalimat-kalimat dasar yang sederhana, artinya

kalimat yang terdiri atas satu subjek dan satu predikat, dan dapat

ditelusuri pola-pola pembentukannya sehingga kalimat tunggal dapat

juga dikatakan kalimat yang mempunyai pola dasar

Contoh:

1) Adik / menangis.

S:KB P:KK

2) Ibunya / sangat ramah.

S:KB P:KS

3) Harga buku itu / lima belas ribu rupiah.

S : KB P : K Bil

Page 73: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

61

4) Ayah saya / di Bandung.

S : KB P: (KD+KB)

5) Mereka / menonton / sandiwara.

S:KB P:KK O:KB

6) Ayah / mencarikan / saya / pekerjaan.

S:KB P:KK O1:KB O2:KB

7) Efendi / pedagang.

S :KB P :KB

Dari contoh di atas dapat dikatakan bahwa kalimat-kalimat

tersebut terdiri atas satu kalimat tunggal dan berpola dasar dengan

struktur subjek (selalu kata kata benda) dan predikat (dapat berupa

kata benda, kata kerja, kata sifat, kata bilangan, dan kata keterangan).

Kalimat tunggal dan berpola dasar dapat diperluas dengan

menambahkan kata-kata pada masing-masing unsurnya sehingga

kalimat itu menjadi panjang (lebih panjang daripada kalimat asalnya)

namun masih dapat dikenali unsure utamanya (subjek dan

predikatnya). Perluasan itu dapat dilihat pada contoh berikut

1) Adik / menangis.

S P

1a) Adik bungsuku / sedang menangis di pangkuan ibu.

S P K

2) Mereka / menonton / sandiwara.

S P O

2a) Mereka beserta rombongannya / menonton / sandiwara

tradisional.

S P O

2) Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua pola atau

lebih. Kalimat majemuk dapat juga dikatakan sebagai kalimat luas,

artinya perluasan itu membentuk atau menambah pola baru atau

gabungan dari kalimat tunggal. Penggabungan tersebut dapat setara,

tidak setara atau campuran sehingga menghasilkan kalimat majemuk

setara koordinatif), kalimat majemuk bertingkat subordinatif), dan

kalimat majemuk campuran koordinatif-subordinatif)

a) Kalimat Majemuk Setara

Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yberupa

penggabungan dua kalimat tunggal yang masing-masing

mempunyai kedudukan yang sama. Penggabungan tersebut

ditandai dengan kata penghubung. Kalimat majemuk setara

Page 74: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

62

berdasarkan kata penghubung yang digunakan mempunyai

empat jenis, antara lain: (1) kalimat majemuk setara

penjumlahan yang ditandai dengan kata penghubung dan,

sedang atau serta: (2) kalimat majemuk setara pertentangan

yang ditandai dengan kata penghubung tetapi, namun,

sedangkan, atau melainkan: (3) kalimat majemuk setara

perurutan yang ditandai dengan kata penghubung lalu dan

kemudian: dan (4) kalimat majemuk setara pemilihan yang

ditandai dengan kata penghubung atau.

Contoh:

(1) Saya membaca.

Mereka menulis.

(a) Saya membaca dan mereka menulis

Direktur tenang.

Karyawan duduk teratur.

sabah tertib.

(b) Direktur tenang dan karyawan duduk teratur serta

nasabah tertib.

(c) Direktur tenang, karyawan duduk teratur, dan nasabah

tertib.

(2) Adiknya tinggi.

Kakaknya pendek

(a) Adiknya tinggi, tetapi kakaknya pendek

(b) Adiknya tinggi, sedangkan kakaknya pendek.

(c) Adiknya tinggi, namun kakaknya pendek.

(3) Upacara serah terima jabatan pengurus koperasi sudah

selesai.

Bapak Ustaz membacakan doa selamat.

(a) Upacara serah terima jabatan pengurus koperasi sudah

selesai, lalu Bapak Ustaz membacakan doa selamat.

(b) Mula-mula upacara serah terima jabatan pengurus

koperasi, kemudian pembacaan doa selamat.

(4) Para pemilik televisi membayar iuran televisinya di kantor

pos terdekat.

Para petugas menagihnya ke rumah pemilik televisi.

(a) Para pemilik televisi membayar iuran televisinya di

kantor pos terdekat, atau para petugas menagihnya

ke rumah pemilik televisi langsung.

Page 75: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

63

Kalimat majemuk setara, apabila unsur-unsurnya ada

yang sama, maka unsur-unsur itu dapat dipakai satu saja

atau dirapatkan sehingga akan menghasilkan kalimat

majemuk setara rapatan

Contoh:

Kami mengambil data.

Kami menganalisis data

Kami menyusun laporan

(b) Kami mengambil dan menganalisis data, kemudian

menyusun laporan.

b) Kalimat Majemuk Tidak Setara atau Bertingkat

Kalimat majemuk tidak setara atau bertingkat adalah

kalimat majemuk yang mempunyai kedudukan yang berbeda,

artinya salah satu kalimatnya mempunyai kedudukan yang

lebih tinggi dan bebas, sementara itu kalimat yang lainnya

mempunyai kedudukan yang lebih rendah dan tidak bebas.

Kalimat yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dan bebas

disebut dengan induk kalimat yang biasanya merupakan inti

kalimat, sedangkan kalimat yang mempunyai kedudukan yang

lebih rendah dan tidak bebas disebut anak kalimat karena tidak

mungkin ada tanpa adanya induk kalimat. Biasanya anak

kalimat ditandai dengan pertaliannya dari sudut pandang waktu,

sebab, akibat, tujuan, syarat, dsb. yang merupakan aspek

gagasan yang lain dari induk kalimat dan ditandai oleh kata

penghubung. Kata penghubung yang menandai anak kalimat

antara lain: walaupun, meskipun, sungguhpun, karena, apabila,

jika, kalau, sebab, agar, supaya, ketika, sehingga, dan

sebagainya.

Contoh:

(1) Komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern.

Mereka dapat mengacaukan data-data komputer

(a) Walaupun komputer itu dilengkapi dengan alat-alat

modern, mereka masih dapat mengacaukan data-data

komputer itu.

(b) Mereka masih dapat mengacaukan data-data

komputer itu walaupun komputer itu dilengkapi

dengan alat-alat modern.

(2) Engkau ingin meneliti dampak terjadinya gempa bumi.

Saya akan membawamu ke daerah Bantul Yogyakarta.

Page 76: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

64

(a) Apabila emgkau ingin meneliti dampak terjadinya

gempa bumi, saya akan membawamu ke daerah

Bantul Yogyakarta.

(b) Saya akan membawamu ke daerah Bantul Yogyakarta

apabila engkau ingin meneliti dampak terjadinya

gempa bumi.

Dua contoh di atas (kalimat 2a dan 2b) induk kalimatnya

adalah Saya akan membawamu ke daerah Bantul Yogyakarta.

dan anak kalimatnya adalah Apabila engkau ingin meneliti

dampak terjadinya gempa bumi. Dengan demikian, perlu

diperhatikan ciri dari induk kalimat dan anak kalimat, antara

lain: (a) induk kalimat dapat berdiri sendiri sebagai kalimat

yang utuh; (b) anak kalimat didahului oleh kata penghubung

sehingga tidak dapat berdiri sendiri; (c) apabila anak kalimat di

awal kalimat, setelah anak kalimat harus diberi tanda koma (,);

dan (d) apabila anak kalimat berada setelah induk kalimat tidak

perlu diberi tanda koma (,).

Seperti juga kalimat majemuk setara, kalimat majemuk

bertingkat apabila ada unsur-unsurnya yang sama, maka perlu

dirapatkan sehingga menjadi kalimat majemuk bertingkat

rapatan.

Contoh:

(3) Kami sudah mengambil data.

Kami sudah menganalisis data.

Kami ingin menyusun laporan.

(a) Karena sudah mengambil dan menganalisis data,

kami ingin menyusun laporan.

(b) Kami ingin menyusun laporan karena sudah

mengambil dan menganalisis data.

Jika unsurnya tidak sama atau yang sama itu berbeda

jabatannya, tidak dapat dirapatkan karena akan terjadi

penalaran makna yang salah.

Contoh:

(4) Usul itu tidak melanggar hukum.

Ia menyetujui usul itu.

(a) Karena tidak melanggar hukum, ia menyetujui usul

itu. (SALAH)

(b) Karena usul itu tidak melanggar hukum, ia

menyetujui usul itu.

Page 77: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

65

Kalimat (a). dinyatakan salah karena seolah-olah yang

melanggar hukum adalah ia padahal yang melanggar hukum

adalah usul itu. Agar kalimat tersebut benar, tidak perlu

dirapatkan; seperti contoh kalimat (b).

c) Kalimat Majemuk Campuran

Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk yang

terjadi akibat adanya penggabungan kalimat majemuk

bertingkat dengan kalimat majemuk setara, artinya kalimat ini

sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat sehingga

strukturnya terdiri atas dua induk kalimat dan satu anak

kalimat, atau dua anak kalimat dan satu induk kalimat.

Contoh:

(1) Hari sudah malam.

Kami berhenti bekerja

Kami langsung pulang

(a) Kami berhenti bekerja dan langsung pulang / karena

hari sudah malam.

Induk kalimat (setara: dua) Anak kalimat (satu)

(b) Hari sudah malam, / oleh karena itu kami berhenti

bekerja dan langsung pulang.

Induk kalimat (satu) Anak kalimat (setara: dua)

3.7 Kalimat Efektif

Pembentukan kalimat efektif mempengaruhi tingkat keterbacaan ragam

ilmiah. Dalam membuat kalimat efektif, perlu memahami hal-hal berikut.

3.7.1 Pengertian Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki kemampuan untuk

menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau

pembaca seperti yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis. Kalimat

efektif dapat mengkomunikasikan pikiran atau perasaan pembicara atau

penulis kepada pendengar atau pembaca secara tepat dan jelas sehingga

tidak akan terjadi keraguan, kesalahan komunikasi dan/atau informasi, dan

kesalahan pengertian. Oleh karena itu, kalimat efektif harus singkat, padat,

jelas, lengkap, dan dapat menyampaikan informasi secara tepat. Singkat,

maksudnya adalah hanya menggunakan unsure yang diperlukan saja dan

setiap unsur kalimat benar-benar berfungsi. Padat, maksudnya adalah

mengandung makna yang sarat dengan informasi yang terkandung di

dalamnya sehingga harus menghindarkan pengulangan-pengulangan yang

tidak diperlukan. Jelas, maksudnya ditandai oleh kejelasan struktur

kalimat dan makna yang terkandung di dalamnya dengan benar. Lengkap,

Page 78: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

66

maksudnya mengandung makna kelengkapan struktur kalimat secara

gramatikal dan kelengkapan konsep atau gagasan yang terkandung di

dalam kalimat tersebut.

3.7.2 Ciri-ciri Kalimat Efektif

Ciri-ciri kalimat efektif: (a) kesepadanan struktur, (b) keparalelan, (c)

ketegasan, (d) kehematan, (e) kecermatan, (f) kepaduan, dan (g) kelogisan.

Secara lengkap dijelaskan sebagai berikut.

a. Kesepadanan Struktur

Kesepadanan struktur adalah kesepadanan atau keseimbangan

antara pikiran/gagasan dan struktur bahasa yang dipakai.

Kesepadanan struktur ini ditunjukkan oleh adanya kesatuan gagasan

yang kompak dan kepaduan pikiran yang baik. Kesepadanan struktur

mempunyai cirri-ciri sebagai berikut.

1) Kalimat itu mempunyai subjek dan predikat yang jelas.

Maksudnya, apabila subjek dan predikat tidak jelas, kalimat itu

tidak efektif. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan subjek yang

di depannya diikuti oleh kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada,

dan sebagainya. Kalimat yang dihasilkannya salah karena tidak

mempunyai subjek. Agar menjadi kalimat yang benar, kata depan

tersebut harus dihilangkan.

Contoh:

a) Bagi semua mahasiswa universitas ini harus membayar uang

kuliah. (SALAH)

Semua mahasiswa universitas ini harus membayar uang

kuliah. (BENAR)

b) Pada penelitian ini membahas dampak-dampak terjadinya

gempa bumi di Bantul Yogyakarta. (SALAH)

Penelitian ini membahas dampak-dampak terjadinya gempa

bumi di Bantul Yogyakarta. (BENAR)

2) Tidak terdapat subjek yang ganda/rangkap.

Contoh:

a) Penyusunan laporan itu saya dibantu oleh para dosen

(SALAH)

Dalam menyusun laporan itu, saya dibantu oleh para dosen.

BENAR)

b) Hasil penelitian saya kurang puas. (SALAH)

Hasil penelitian itu bagi saya kurang puas. (BENAR)

3) Kata penghubung intrakalimat tidak dipakai pada kalimat tunggal

Page 79: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

67

Contoh:

a) Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat

mengikuti acara pertama. (SALAH)

Kami datang agak terlambat sehingga kami tidak dapat

mengikuti acara pertama. (BENAR)

Kami datang agak terlambat. Oleh karena itu, kami tidak

dapat mengikuti acara pertama. (BENAR)

b) Kakaknya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di kampus.

Sedangkan adiknya mengikuti kegiatan karang taruna di

rumah. (SALAH)

Kakaknya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di kampus,

sedangkan adiknya mengikuti kegiatan karang taruna di

rumah. (BENAR)

Kakaknya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di kampus.

Sementara itu, adiknya mengikuti kegiatan karang taruna di

rumah. (BENAR)

4) Predikat kalimat tidak didahului kata yang

Contoh:

a) Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu.

(SALAH)

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. (BENAR)

b) Kampus kami yang terletak di Jalan Kalimantan Jember.

(SALAH)

Kampus kami terletak di Jalan Karimata Jember. (BENAR)

b. Keparalelan

Keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam

kalimat itu. Artinya, apabila bentuk kata pertama menggunakan

nomina, bentuk kedua, ketiga, dan seterusnya juga harus

menggunakan nomina. Demikian juga apabila kata pertama

menggunakan verba, kata kedua, ketiga, dan seterusnya juga harus

menggunakan verba. Keparalelan ini sering disebut dengan konsisten.

Contoh:

1) Harga beras dibekukan atau kenaikan secara luwes. (SALAH)

a1) Harga beras dibekukan atau dinaikkan secara luwes.

(BENAR)

2) Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan

pengecatan tembok, memasang penerangan, menguji sistem

pembagian air, dan pengaturan tata ruang. (SALAH)

Page 80: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

68

b1) Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan

pengecatan tembok, pemasangan penerangan, pengujian sistem

pembagian air, dan pengaturan tata ruang. (BENAR)

c. Ketegasan

Ketegasan disebut juga penekanan adalah suatu perlakuan

penonjolan pada ide pokok kalimat. Pada dasarnya dalam sebuah

kalimat ada ide yang perlu ditonjolkan yang tertuang dalam kalimat

dengan memberi penegasan atau penekanan. Ada beberapa cara untuk

membentuk penekanan atau penegasan dalam kalimat.

1) Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal

kalimat)

Contoh:

a) Presiden mengharapkan agar rakyat Indonesia mau

menyadari bahwa musibah saat ini sebagai introspeksi dari

apa yang telah kita lakukan selama ini.

b) Berdasarkan peraturan, mahasiswa yang masa studinya

melebihi target harus dikeluarkan.

2) Membuat urutan kata yang logis

Contoh :

Tidak hanya seribu, sejuta, seratus, sepuluh, tetapi berjuta-juta

penduduk Indonesia saat ini tertimpa musibah. (SALAH)

Tidak hanya sepuluh, seratus, seribu, sejuta, tetapi berjuta-juta

penduduk Indonesia saat ini tertimpa musibah (BENAR)

3) Melakukan pengulangan kata (repetisi)

Contoh :

Saya bangga akan kepandaiannya, saya suka akan tingkah

lakunya, dan saya hormat akan prestasinya.

4) Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan

Contoh :

Mahasiswa itu tidak nakal dan malas, tetapi tanggung jawab dan

rajin.

d. Kehematan

Kehematan adalah hemat dalam menggunakan kata, frasa, atau

bentuk lain yang dianggap tidak perlu. Kehematan bukan berarti harus

menghilangkan kata-kata atau frasa yang dapat menambah kejelasan

kalimat melainkan menghilangkan kata-kata atau frasa yang tidak

diperlukan sejauh tidak menyalahi kaidah tata bahasa. Ada beberapa

kriteria untuk melakukan penghematan.

1) Dilakukan dengan cara menghilangkan pengulangan subjek

Contoh:

Page 81: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

69

a) Karena ia tidak diundang, ia tidak datang pada rapat penting

itu. (SALAH)

Karena tidak diundang, ia tidak datang pada rapat penting

itu. (BENAR)

b) Masyarakat segera berlari setelah masyarakat mengetahui

banjir telah datang. (SALAH)

Masyarakat segera berlari setelah mengetahui banjir telah

datang. (BENAR)

2) Menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponimi kata.

Contoh :

a) Bendera Indonesia berwarna merah putih. (SALAH)

Bendera Indonesia merah putih. (BENAR)

b) Saya suka makan buah jeruk, mangga, dan salak. (SALAH)

Saya suka makan jeruk, mangga, dan salak. (BENAR)

3) Menghindarkan kesinoniman dalam kalimat

Contoh:

a) Saya hanya meneliti masalah dampak terjadinya gempa

bumi di Bantul Yogyakarta saja. (SALAH)

Saya hanya meneliti dampak terjadinya gempa bumi di

Bantul Yogyakarta. (BENAR)

b) Sejak dari pengumpulan data, penganalisisan data, dan

pemaparan hasil analisis data, saya dibantu oleh beberapa

teman-teman. (SALAH)

Sejak pengumpulan , penganalisisan, dan pemaparan hasil

analisis data, saya dbantu oleh beberapa teman. (BENAR)

e. Kecermatan

Kecermatan adalah cermat dalam membuat kalimat dengan pilihan

kata yang tepat sehingga tidak menimbulkan tafsiran ganda atau

salah.

Contoh:

Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menerima hadiah.

(MAKNA GANDA)

Perbaikan:

Mahasiswa yang terkenal dari perguruan tinggi itu menerima hadiah.

(BENAR)

Mahasiswa dari perguruan tinggi yang terkenal itu menerima hadiah.

(BENAR)

f. Kepaduan

Kepaduan adalah kepaduan pernyataan dalam kalimat sehingga

informasi yang disampaikan tidak terpecah-pecah. Kalimat yang padu

Page 82: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

70

adalah kalimat yang tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara

berpikir yang tidak sistematis. Untuk itu, harus dihindari kalimat yang

terpalu panjang dan bertele-tele. Ada pola untuk membuat kalimat

yang padu, yaitu dengan memperhatikan pola aspek = agen = verbal

secara tertib khususnya kalimat yang berpredikat persona.

Contoh:

a) Saran yang telah disampaikan kami akan pertimbangkan.

(SALAH)

Saran yang telah disampaikan akan kami pertimbangkan.

(BENAR)

b) Presiden sedang membicarakan daripada kehendak rakyat.

(SALAH)

Presiden sedang membicarakan kehendak rakyat. (BENAR)

g. Kelogisan

Kelogisan adalah ide kalimat itu dapat diterima oleh akal sehat dan

sesuai dengan ejaan atau kaidah tata bahasa yang berlaku.

Contoh :

a. Pencuri berhasil ditangkap polisi. (TIDAK LOGIS)

Polisi berhasil menangkap pencuri. (LOGIS)

b. Waktu dan tempat kami persilahkan. (TIDAK LOGIS)

Bapak Pimpinan kami persilakan. (LOGIS)

Bapak Pimpinan dipersilakan. (LOGIS)

3.8 Paragraf

3.8.1 Pengertian Paragraf

Paragraf mempunyai empat pengertian, yaitu:

a. paragraf adalah karangan mini;

b. paragraf adalah satuan bahasa tulis yang terdiri atas beberapa kalimat

yang tersusun secara runtut, logis, dalam satu kesatuan ide yang

tersusun secara lengkap, utuh, dan padu;

c. paragraf adalah bagian dari suatu karangan yang terdiri atas sejumlah

kalimat yang mengungkapkan satuan informasi dengan pikiran utama

sebagai pengendalinya dan pikiran penjelas sebagai pendukungnya;

d. paragraf adalah rangkaian dari beberapa kalimat yang saling

berhubungan dan terkait dalam satu kesatuan serta hanya mempunyai

satu pokok pikiran atau gagasan.

Page 83: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

71

3.8.2 Ciri-ciri Paragraf

Ciri-ciri paragraf adalah sebagai berikut.

a. Kalimat pertama bertakuk atau menjorok ke dalam lima ketukan spasi

untuk jenis karangan biasa, misalnya: makalah, skripsi, tesis, dan

desertasi. Karangan berbentuk lurus yang tidak bertakuk (block style)

ditandai dengan jarak spasi merenggang, satu spasi lebih banyak

daripada jarak antarbaris lainnya.

b. Paragraf menggunakan pikiran utama (gagasan utama) yang

dinyatakan dalam kalimat topik.

c. Setiap paragraf menggunakan sebuah kalimat topik dan selebihnya

merupakan kalimat pengembang yang berfungsi menjelaskan,

menguraikan, atau menerangkan pikiran utama yang ada dalam

kalimat topik.

d. Paragraf menggunakan pikiran penjelas (gagasan penjelas) yang

dinyatakan dalam kalimat penjelas. Kalimat itu berisi detail-detail

kalimat topik. Paragraf hanya berisi satu kalimat topik dan beberapa

kalimat penjelas. Setiap kalimat penjelas berisi detail yang sangat

spesifik dan tidak mengulang pikiran penjelas lainnya.

3.8.3 Fungsi Paragraf

Paragraf mempunyai fungsi yang penting dalam karangan yang

panjang. Dengan paragraf pengarang dapat mengekspresikan keseluruhan

gagasan secara utuh, runtut, lengkap, menyatu, dan sempurna sehingga

bermakna dan dapat dipahami oleh pembaca sesuai dengan keinginan

penulisnya. Paragraf dapat mendinamiskan sebuah karangan menjadi lebih

hidup dan energik sehingga pembaca menjadi bersemangat. Artinya,

paragraf mempunyai fungsi strategis dalam menjembatani gagasan penulis

dan pembacanya.

Fungsi paragraf adalah:

a. mengespresikan gagasan tertulis dengan memberi bentuk suatu

pikiran dan perasaan ke dalam serangkaian kalimat yang tersusun

secara logis dalam suatu kesatuan;

b. menandai peralihan (pergantian) gagasan baru bagi karangan yang

terdiri atas beberapa paragraf, ganti paragraf berarti ganti pikiran;

c. memudahkan perorganisasian gagasan bagi penulis, dan

memudahkan pemahaman bagi pembaca;

d. memudahkan pengembangan topik karangan ke dalam saruan-satuan

unit pikiran yang lebih kecil; dan

e. memudahkan pengendalian variabel, terutama karangan yang terdiri

atas beberapa variabel.

Page 84: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

72

Karangan yang terdiri beberapa paragraf, masing-masing berisi

pikiran-pikiran utama dan diikuti oleh sub-subpikiran penjelas. Sebuah

paragraf belum cukup untuk mewujudkan keseluruhan karangan, namun

sebuah paragraf sudah perupakan sajian informasi yang utuh. Ada kalanya,

sebuah karangan terdiri hanya satu paragraf karena karangan itu hanya

berisi satu pikiran.

Untuk mewujudkan suatu kesatuan pikiran, sebuah paragraf yang

terdiri satu pikiran utama dan beberapa pikiran pengembang (penjelas)

dapat dipolakan sebagai berikut: pikiran utama, beberapa pikiran

pengembang, pikiran penjelas, atau pikiran pendukung.

Pikiran-pikiran pengembang dapat dibedakan kedudukannya sebagai

pikiran pendukung dan pikiran penjelas. Sebuah pikiran utama dapat

dikembangkan dengan beberapa pikiran pendukung, dan tiap pikiran

pendukung dapat dikembangkan dengan beberapa pikiran penjelas.

Salah satu cara untuk merangkai kalimat-kalimat yang membangun

paragraf ialah menempatkan kalimat utama pada awal paragraf (sebagai

kalimat pertama) yang kemudian disusul kalimat-kalimat pengembangnya

(pendukung dan penjelas), dan ditutup dengan kalimat kesimpulan.

3.8.4 Pikiran Utama dan Kalimat Utama/Topik

Pikiran utama yaitu topik yang dikembangkan menjadi paragraf.

Pikiran utama dinyatakan dalam kalimat topik. Dalam paragraf, pikiran

utama berfungsi sebagai pengendali keseluruhan paragraf. Setelah penulis

menentukan pikiran utama dan mengekspresikannya dalam kalimat topik

maka dia terikat oleh pikiran tersebut sampai akhir paragraf. Paragraf yang

berisi analisis, klasifikasi, deduktif, atau induktif sebaiknya menggunakan

kalimat topik. Paragraf narasi atau dekripsi menggunakan kalimat yang

sama kedudukannya, tidak ada yang lebih utama. Oleh karena itu, paragraf

yang demikian tidak diharuskan menggunakan kalimat utama.

a. Paragraf Tanpa Kalimat Topik

Paragraf yang terdiri beberapa kalimat kadang-kadang

menyajikan pikiran-pikiran yang setara, tidak ada pikiran yang lebih

utama dari kalimat lainnya. Paragraf yang demikian menyajikan

kalimat-kalimat yang sama kedudukannya. Paragraf itu tidak

memiliki pikiran utama dan pikiran penjelas, juga tidak memiliki

kalimat utama dan kalimat penjelas. Semua pikiran dan kalimat sama

kedudukannya.

Contoh:

Pada hari Senin Ahmad mengikuti kuliah Bahasa Indonesia. Ia duduk

di kursi paling depan sambil membuka-buka bukunya. Dia dalam

Page 85: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

73

keadaan tenang. Tidak lama kemudian ia disuruh oleh dosennya

untuk membaca buku. Teman-temannya mendengarkan dengan

saksama. Tidak lama kemudian dosennya menyuruh mendiskusikan

apa yang dibacanya dengan teman-temannya. Mereka berdiskusi

dengan semangat berapi-api. Kemudian mereka tenang kembali

sambil menuliskan hasilnya. Setelah itu dikumpulkannya kepada

dosennya. Mereka pun tenang kembali sambil mendengarkan

penjelasan dosen.

Paragraf tersebut tidak menunjukkan adanya kalimat topik,

walaupun keberadaan gagasan utama dapat dirasakan oleh pembaca,

yaitu tentang keadaan kelas Ahmad pada hari Senin ketika ada kuliah

Bahasa Indonesia.

b. Kalimat Topik dalam Paragraf

Penempatan kalimat topik dalam karangan yang terdiri beberapa

paragraf dapat dilakukan secara bervariasi, pada awal, pada akhir,

atau tengah paragraf. Hal itu dimaksudkan agar pembaca dapat

mengikuti alur penalaran sambil menikmati karangan yang tidak

monoton dan bersifat alami.

1) Kalimat topik pada awal paragraf

Kalimat topik pada awal paragraf pada umumnya berisi

pikiran utama yang bersifat umum. Kalimat selanjutnya berisi

pikiran penjelas yang bersifat khusus, disebut kalimat penjelas.

Isi kalimat itu berupa: penjelas, uraian, analisis, contoh-contoh,

keterangan, atau rincian kalimat topik.

Contoh:

(1)Jalan Kasablanka selalu padat. (2) Pada pukul 05.30,

jalan itu mulai dipadati oleh kendaraan sepeda motor, mobil

pribadi, dan kendaraan umum. (3) Kendaraan tersebut sebagian

besar dari arah Pondok Kopi melintas ke arah Jalan Jenderal

Sudirman. (4) Para pengendara di antaranya pedagang yang akan

berjualan di Pasar Tanah Abang, pemakai jalan yang

menghindari three in one, karyawan yang bekerja di Tangerang,

Grogol, atau ke tempat lain yang searah, dan siswa sekolah yang

berupaya menghindar kemacetan. (5) Pada pukul 07.00 s.d.

10.00, jalan itu dipadati oleh mahasiswa dan karyawan yang akan

bekerja, orang yang akan berjualan atau berbelanja, dan sebagian

orang yang berpergian dengan kepentingan lain-lain. (6) Pada

pukul 11.00 s.d. pukul 15.00 jalan itu tidak begitu padat. Namun,

pukul 15.00 s.d. 21.00 kendaraan ke arah Pondok Kopi kembali

memadati jalan tersebut.

Page 86: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

74

Paragraf tersebut diawali kalimat topik (no.1) berisi pikiran

utama. Selebihnya (kalimat 2 s.d.6) merupakan kalimat penjelas.

Dengan demikian, paragraf ini menggunakan penalaran deduktif.

Pikiran utama : Jalan Kasablanka padat.

Pikiran : 1) pagi dipadati kendaraan ke arah Jenderal

Sudirman

2) menghindari kemacetan

3) menghindari three in one

4) tengah hari kendaraan berkurang

5) sore jalan dipadati kendaraan ke arah

Pondok Kopi

Penalaran : deduktif

2) Kalimat topik dan akhir paragraf

Paragraf diakhiri kalimat topik dan diawali dengan kalimat

penjelas. Artinya, paragraf menyajikan kasus khusus, contoh,

penjelasan, keterangan, atau analisis lebih dahulu, barulah

ditutup dengan kalimat topik. Dengan demikian paragraf ut

menggunakan penalaran induktif.

Contoh:

(1) PT Genting Pazola pada awal tahun 2004 ini semakin

sulit mendapatkan konsumen. (2) Produknya mulai berkurang,

karyawan semakin banyak yang pindah kerja, dan beberapa

karyawan mengeluh gaji yang tidak pernah naik, padahal harga

barang konsumsi terus melambung. (3) Hal ini bisa dimaklumi

oleh pimpinan perusahaan dan sebagian besar karyawan. (4)

Bahkan, dokumen yang menyatakan bahwa pajak perusahaan

yang belum dibayar pun sudah sampai kepada karyawan. (5)

Pemilik perusahaan menyadari bahwa desain produk sudah mulai

usang, peralatan teknis sudah ketinggalan teknologi, dan

kreativitas baru karyawan yang mendukung kinerja bisnis sudah

mengering. (6) Direksi dan seluruh karyawan berkesimpulan

sama, PT Genting Pazola telah bangkrut.

Paragraf tersebut diawali kalimat penjelas dan diakhiri kalimat

utama.

Susunan pikiran paragraf tersebut:

Pikiran penjelas : 1) kesulitan mendapatkan konsumen

2) kesejahteraan karyawan menurun

3) pajak tidak terbayar

4) kualitas produk menurun

Page 87: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

75

Pikiran utama : PT Genting Pazola bangkrut

Penalaran : induktif

3) Kalimat topik di awal dan akhir paragraf

Kalimat topik dalam sebuah paragraf pada hakikatnya hanya

satu. Penempatan kalimat topik yang kedua berfungsi untuk

menegaskan kembali pikiran utama paragraf tersebut. Namun

demikian, penempatan kalimat topik pada awal dan akhir

berpengaruh pada penalaran. Kalimat topik pada awal paragraf

menimbulkan sifat deduktif, pada akhir menjadikan paragraf

bersifat induktif, pada awal dan akhir menjadikan paragraf

bersifat deduktif-induktif.

Contoh:

(1) Selain merinci corak keragaman paradigma sosiologi, Ritzer

mengemukakan alasan perlunya paradigma yang lebih bersifat

terintegrasi dalam sosiologi. (2) Meski ada alasan untuk

mempertahankan paradigma yang ada, dirasakan adanya

kebutuhan paradigma yang makin terintegrasi. (3) Ritzer

berharap adanya keanekaragaman yang lebih besar melalui

sebuah pengembangan paradigma baru yang terintegrasi untuk

melengkapi paradigma yang ada, dan tidak dimaksudkan untuk

menciptakan posisi hegemoni baru. (4) Paradigma yang lebih

bersifat terintegrasi diperlukan kehadirannya dalam sosiologi

modern (Ritzer and Goodman, 2004; A-15).

Paragraf tersebut diawali kalimat topik dan diakhiri dengan

kalimat topik. Kedua kalimat topik tersebut berisi pikiran utama

yang sama.

Pikiran utama : perlunya paradigma terintegrasi dalam

sosiologi

Pikiran penjelas : 1) fungsi paradigma terintegrasi

2) paradigma terintegrasi tidak menciptakan

hegemoni

Pikiran utama : paradigma terintegrasi diperlukan

Penalaran : deduktif-induktif

4) Kalimat topik di tengah paragraf

Paragraf dengan kalimat topik di tengah paragraf, berarti

diawali dengan kalimat penjelas dan diakhiri pula dengan kalimat

penjelas. Paragraf ini menggunakan pola penalaran induktif-

deduktif.

Contoh:

Page 88: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

76

(1) Pasar Tanah Abang mulai dibanjiri pedagang yang hendak

mempersiapkan dagangannya sejak pukul 05.00. (2) Aktivitas

jual beli di pasar ini dimulai sekitar pukul 08.00. (3) Barang

dagangan sebagian besar berupa produk tekstil, dari yang paling

murah dengan satuan harga berdasarkan timbangan sampai

dengan tekstil berkualitas impor dan ekspor. (4) Pasar ini

memperdagangkan berbagai jenis tekstil yang dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat ekonomi tinggi, menengah, maupun lapis

bawah. (5) Pasar Tanah Abang merupakan puat perdagangan

yang tidak pernah sepi oleh penjual maupun pembeli. (6) Para

pembeli mulai berdatangan pukul 08.00. (7) Jumlah pembeli ini

meningkat sampai pukul 11.30. (8) Pada tengah hari, jumlah

pembeli menurun. (9) Namun, jumlah tersebut memuncak

kembali pada pukul 14.00 sampai dengan 16.30.

Paragraf tersebut disusun dengan urutan kalimat 1 sampai

dengan 5 menuju penalaran induktif (dari khusus ke umum) dan

dari 5 sampai dengan 9 menuju penalaran deduktif (dari umum

ke khusus). Penalaran keseluruhannya induktif-deduktif.

Gagasan yang disajikan dalam paragraf tersebut, adalah:

Pikiran penjelas : 1) Pasar Tanah Abang dibanjiri pedagang

2) aktifitas jual-beli

3) barang yang diperdagangkan

4) tekstil kebutuhan masyarakat

Pikiran utama : Pasar Tanah Abang tidak pernah sepi

Pikiran penjelas : 5) kedatangan pembeli

6) puncak kedatangan pembeli

Penalaran : induktif-deduktif

3.8.5 Syarat-syarat Paragraf yang Baik

Paragraf yang baik harus memenuhi syarat kesatuan, kepaduan,

ketuntasan, keruntutan, dan konsistensi penggunaan sudut pandang.

a. Kesatuan Paragraf (Kesatuan Pikiran)

Untuk menjamin adanya kesatuan paragraf, setiap paragraf hanya

berisi satu pikiran. Paragraf dapat berupa beberapa kalimat. Akan

tetapi, seluruhnya harus merupakan kesatuan, tidak satu kalimat pun

yang sumbang, yang tidak mendukung kesatuan paragraf. Jika

terdapat kalimat yang sumbang maka kesatuan paragraf rusak.

Contoh:

(1) Kebebasan berekspresi berdampak pada pengembangan kreativitas

baru.. (2) Dengan kebebasan ini, para guru dapat dengan leluasa

Page 89: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

77

mengajar siswanya sesuai dengan basis kompetensi siswa dan

lingkungannya. (3) Kondisi kebebasan tersebut menjadikan

pembelajaran berlangsung secara alami, penuh gairah, dan siswa

termotivasi untuk berkembang. (4) Siswa belajar dengan suasana

gembira, aktif, kreatif, dan produktif. (5) Dampak kebebasan ini,

setiap saat siswa dapat melakukan beberapa eksperimen dengan

menyinergikan bahan ajar di sekolah dan lingkungannya. (6)

Kreativitasnya menjadi tidak terbendung.

Paragraf (6-2) dikembangkan dengan kesatuan pikiran. Seluruh

kalimat membahas pikiran yang sama yaitu kebebasan berekspresi

(kalimat 1). Kalimat 2 membahas dampak pikiran pada kalimat 1

siswa dapat belajar sesuai dengan basis kompetensinya. Kalimat 3

siswa belajar penuh gairah sebagai dampak pikiran kalimat 2. Kalimat

4 berisi siswa menjadi kreatif sebagai dampak pikiran kalimat 4.

Kalimat 5 siswa belajar secara sinergi teori dan praktik sebagai

dampak pikiran pada kalimat 4. Kalimat 6 kreativitas siswa tidak

terbendung sebagai dampak pikiran kalimat 5.

b. Kepaduan Paragraf

Paragraf dinyatakan padu jika dibangun dengan kalimat-kalimat

yang berhubungan logis. Hubungan pikiran-pikiran yang ada dalam

paragraf menghasilkan kejelasan struktur dan makna paragraf.

Hubungan kalimat tersebut menghasilkan paragraf menjadi satu padu,

utuh, dan kompak. Kepaduan ini dapat dibangun melalui repetisi

(pengulangan) kata kunci atau sinonim, kata ganti, kata transisi, dan

bentuk parallel.

1) Pengulangan kata kunci

Semua kalimat dalam paragraf dihubungkan dengan kata

kunci atau sinonimnya. Kata kunci (sinonimnya) yang telah

disebutkan dalam kalimat pertama diulang pada kalimat kedua,

ketiga, dan seterusnya. Dengan pengulangan itu, paragraf

menjadi padu, utuh, dan kompak.

Contoh:

(1) Budaya merupakan sumber kreativitas baru. (2) Budaya

baik yang berupa sistem ideal, sistem sosial, maupun sistem

teknologi, ketiganya dapat dijadikan sumber kreativitas baru. (3)

Budaya yang bersumber pada sistem ideal dapat mengarahkan

kreativitas konsep-konsep pemikiran filsafat, dan ilmu

pengetahuan. (4) Budaya yang bersumber sistem sosial dapat

mengendalikan perilaku sosial atau masyarakat termasuk para

pemimpinnya. (5) Budaya yang bersumber pada sistem teknologi

Page 90: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

78

dapat mengendalikan kreativitas baru berdasarkan geografis

bangsa, misalnya sebagai negara pertanian harus memproduksi

teknologi pertanian, sebagai negara kelautan harus

mengembangkan teknologi kelautan. (6) Sinergi dari ketiga

sistem budaya dapat menghasilkan kreativitas yang lebih

sempurna. (7) Misalnya, produk teknologi pertanian yang sesuai

dengan tuntutan masyarakat, kondisi alam, dan daya pikir

masyarakat akan menghasilkan budaya yang lebih disukai.

Kata kunci paragraf di atas yaitu budaya. Kata itu diulang

pada setiap kalimat. Dalam paragraf kata kunci berfungsi untuk

mengikat makna sehingga menghasilkan paragraf yang jelas

makna dan strukturnya.

2) Pengulangan kata ganti

Kepaduan dapat dijalin dengan kata ganti, pronominal, atau

padanan. Sebuah kata yang telah disebutkan pada kalimat

pertama (terdahulu) dapat disebutkan kembali pada kalimat

berikutnya dengan kata gantinya. Kata ganti (padanan) dapat

pula menggantikan kalimat, paragraf, dan dapat pula

menggantikan bab.

Misalnya: ia, mereka, kami, kita, hal itu, masalah itu,

paragraf tersebut.

Contoh:

(1) Pengusaha Indonesia kini mulai mandiri. (2) Mereka

tidak lagi mengharapkan perlindungan sepenuhnya dari

pemerintah. (3) Namun, dalam kaitannya dengan persaingan

global, mereka berharap agar pemerintah melindungi produk

pertanian dengan cara membatasi impor. (4) Mereka juga

berharap agar pemerintah menegakkan hukum dan membrantas

KKN tanpa pandang bulu. (5) Sebab, dengan KKN, mereka harus

mengeluarkan biaya produksi yang sangat besar sehingga tidak

mampu bersaing di pasar internasional.

3) Kata Transisi

Kata transisi yaitu kata penghubung, konjungsi, perangkai

yang menyatakan adanya hubungan, baik intrakalimat maupun

antarkalimat. Penggunaan kata transisi yang tepat dapat

memadukan paragraf sehingga keseluruhan kalimat menjadi

padu, menyatu, dan utuh. Kata transisi menyatakan hubungan

sebab akibat, hasil, pertentangan, waktu, syarat, cara, penegasan,

tambahan informasi, gabungan, atau urutan.

Penulisan kata transisi harus diikuti koma.

Page 91: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

79

Contoh:

Setelah berhasil membawa pulang medali emas bulu tangkis

Olimpiade 2004, Taufik Hidayat pantas menikmati penghargaan

yang terus mengalir kepadanya. Mula-mula, ia menerima sebuah

rumah mewah seharga 2 miliar dari Gubernur DKI Jakarta, yang

sekaligus menjabat Ketua Koni. Kedua, ia menerima hadiah dari

PBSI. Ketiga, ia juga menerima hadiah dari para sponsor.

Akhirnya, sampai dengan 29 Agustus 2004, ia menerima total

haidah sebesar 3,3 miliar rupiah.

4) Struktur Paralel

Struktur parallel (kesejajaran) yaitu bentuk-bentuk sejajar:

bentuk kata yang sama, struktur kalimat yang sama, repetisi atau

pengulangan bentuk kata (kalimat) yang sama.

Contoh:

Sejak 1998, pelaksanaan reformasi hukum belum

menunjukkan tanda-tanda yang serius. Menurut Presiden

Megawati (Kompas, Agustus 2004), pelaksanaan tersebut justru

terhambat oleh para penegak hokum di lapangan. Jika

kelambanan berlarut-larut, publik menduga bahwa oknum

penegak hokum belum sungguh-sungguh melaksanakan

tanggung jawabnya. Sementara itu, para investor dan pengusaha

berharap agar penegakan hokum tersebut dipercepat. Jika

berhasil, pencapaian keadilan dan kemakmuran masyarakat

segera terwujud. Ini berarti, peningkatan pertumbuhan ekonomi

dan iklim bisnis juga terangkat.

Kata yang dicetak miring merupakan bentuk sejajar

(pararel). Seluruhnya menggunakan imbuhan pe-an. Kesejajaran

bentuk ini berfungsi untuk mengikat makna sehingga membentuk

kepaduan paragraf. Selain itu, kepaduan paragraf tersebut juga

dibarengi dengan kesejajaran struktur kalimat. Perhatikan,

hampir setiap kalimat menggunakan struktur yang sama, dimulai

dengan anak kalimat, kata keterangan, atau kata transisi.

c. Ketuntasan Paragraf

Ketuntasan paragraf ialah kesempurnaan paragraf. Hal itu dapat

diwujudkan dengan cara sebagai berikut.

1) Klasifikasi, yaitu mengelompokkan objek secara lengkap dan

menyeluruh. Ketuntasan klasifikasi tidak memungkinkan adanya

bagian yang tidak masuk kelompok klasifikasi. Klasifikasi ada 2

jenis, yaitu sederhana dan kompleks. Klasifikasi sederhana

membagi sesuatu ke dalam dua kelompok, misalnya: pria dan

Page 92: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

80

wanita, besar dan kecil, baik dan buruk, sedangkan klasifikasi

kompleks membagi sesuatu menjadi lebih dari dua kelompok,

misalnya: besar-sedang-kecil, pengusaha besar-menengah-kecil,

negara maju, negara berkembang, negara terbelakang.

2) Ketuntasan bahasan yaitu kesempurnaan membahas materi

secara menyeluruh dan utuh. Hal itu harus dilakukan karena

pembahasan yang tidak tuntas akan menghasilkan simpulan yang

salah, tidak sahih, dan tidak valid.

Contoh:

Mahasiswa di kelas itu terdiri atas 15 orang perempuan dan

13 orang laki-laki. Prestasi perempuan mencapai IPK 4 sebanyak

3 orang. IPK 3 sebanyak 10 orang, dan IPK 2,7 sebanyak dua

orang, sedangkan prestasi laki-laki mencapai IPK 4 sebanyak 2

orang. IPK 3 sebanyak 10 orang. Mereka yang belum mencapai

IPK 4 berupaya meningkatkan dengan menulis skripsi

sesempurna mungkin sehingga dapat mengangkat IPK lebih

tinggi, sedangkan mereka yang sudah mencapai IPK 4 juga

berupaya mendapatkan nilai skripsi A dengan harapan dapat

memper-tahankan IPK akhir tetap 4.

Klasifikasi objek pada contoh tersebut menunjukkan ketuntasan:

(1) seluruh objek (mahasiswa) diklasifikasi. Tidak seorang pun

mahasiswa dalam kelas itu tidak masuk ke dalam kelompok. (2)

Klasifikasi pembahasan gagasan juga tuntas. Pengelompokan IPK

yang dicapai oleh mahasiswa (IPK4,3,dan 2,7) di kelas itu dibahas

seluruhnya, tidak ada gagasan dan fakta yang tertinggal.

d. Konsistensi Sudut Pandang dalam Paragraf

Sudut pandang adalah cara penulis menempatkan diri dalam

karangannya. Dalam cerita, pengarang sering menggunakan sudut

pandang aku seolah-olah menceritakan dirinya sendiri. Selain itu,

pengarang dapat menggunakan sudut pandang dia atau ia seolah-olah

menceritakan dia. Dalam karya ilmiah, pengarang menggunakan

penulis. Sekali menggunakan sudut pandang tersebut harus

menggunakan secara konsisten dan tidak boleh berganti sejak awal

sampai akhir karya ilmiah.

Contoh:

Penulis membatasi kajian ini sebatas pada konsep kebahasan

dalam penulisan ilmiah bagi mahasiswa di perguruan tinggi. Untuk

memudahkan pemahaman konsep dan aplikasinya, penulis

mengidentifikasi konsep-konsep tersebut dengan definisi dan

Page 93: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

81

pengertian. Untuk memudahkan aplikasinya, penulis berikan contoh-

contoh yang relevan dengan teorinya

e. Keruntutan Paragraf

Keruntutan paragraf adalah penyusunan urutan gagasan dalam

karangan. Gagasan demi gagasan disajikan secara runtut bagaikan air

mengalir yang tidak pernah putus. Karangan yang runtut enak dibaca,

dapat dipahami dengan mudah, dan menyenangkan pembacanya.

Keruntutan dapat dilakukan dengan beberapa cara atau secara

bersamaan dari berbagai cara: (1) penalaran, (2) kejelasan gagasan,

makna, dan struktur, (3) kata transisi yang tepat, (4) kata ganti yang

tepat, (5) ikatan makna yang jelas, (6) penggunaan idiomatic yang

tepat, (7) komunikasi yang efektif (terpahami, merangsang

kreativitas), (8) membangun suasana (ilmiah, onjektivitas,

menyenangkan), dan (9) hubungan antargagasan, antarkata, dan

antarkalimat yang tidak terputus.

Menulis yang runtut menuntut pengendalian pikiran, emosi, dan

kemauan. Oleh karena itu, penulis memerlukan: (1) kesabaran

(konsistensi) sehingga tidak melewatkan pikiran penting dan

menyajikannya dengan cara-cara tersebut. (2) Berketelitian tinggi

dalam menghimpun gagasan, data, dan fakta yang tersebar menjadi

satu sajian tulisan yang utuh, lengkap, dan menarik. (3) Ketekunan

dalam menjaring (menyisir) pikiran yang perlu ditulis dan yang harus

dibuang, serta menyinergikan dengan himpunan kata, kalimat, tanda

baca, paragraf, dan penalaran menjadi sajian yang sempurna. (4)

Gigih yaitu menulis secara berkelanjutan sampai tuntas, dan tidak

mengenal lelah. (5) Membaca dan menulis kembali menjadi naskah

yang siap dikonsumsi oleh pembaca.

Contoh:

Agamawan organik. Agamawan organik adalah orang yang bisa

mengartikulasikan dan menemukan “suara-suara agama” (religious

voices) menjadi kritik social dan counter hegemony terhadap sistem

yang menindas. Agamawan organik memiliki kepekaan dalam

membaca situasi sosial-politik yang ada di sekitarnya: diskriminasi,

marjinalisasi, perenggutan hak asasi, ketidakadilan, dan lain-lain.

Kepekaan itu juga mendorong agamawan organik untuk merespon

dan menyuarakan realitas sosial politik tersebut. Ketidakadilan bukan

hanya membuat agamawan organik mengetahui dan menyadari

adanya realitas semacam itu, melainkan juga menggerakkannya untuk

merespon dan mengkritik ketidakadilan tersebut. Keberadaan

agamawan organik tidak sebatas membimbing ritualitas dan

Page 94: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

82

spiritualitas unat, tetapi menumbuhkan kesadaran kolektif agar umat

memiliki kesadaran tentang asal-usul atau sumber penindasan dan

bagaimana menyikapinya (M.Hialy Basya “Agamawan

Organik,”Kompas,27 Agustus 2004).

3.8.6 Jenis Paragraf

Kita dapat berbicara tentang paragaraf dari tiga sudut pandang: (1)

sudut pandang isi atau pikiran yang dikemukakan (paragaraf narasi,

paragraf deskripsi, paragraf ekspositoris, paragraf argumentasi), atau (2)

sudut pandang penalaran (pragraf induksi, paragraf deduksi, paragraf

induksi-deduksi), atau (3) sudut pandang tempat dan fungsinya di dalam

karangan (paragraf pengantar, paragraf pengembang, paragrtaf penutup).

Seluruh jenis paragraf tersebut harus dikuasai dengan baik. Jenis paragraf

menurut fungsinya dalam karangan.

a. Paragraf Pengantar

Tamu harus mengetuk pintu rumah agar tuan rumah

membukakan pintu baginya. Pengarang ingin “bertamu” ke “rumah”

pembaca. Pengarang harus mengetuk pintu hati pembaca agar dapat

dibukakan pintu hatinya. Mengetuk pintu dan mengucapkan sepada

bila akan bertemu kepada pembaca berfungsi sebagai pengantar. Anda

mengadakan pameran. Anda ingin para tamu dapat menikmati

sepenuhnya pameran itu. Anda akan mengantar para tamu, entah

dengan menggunakan panduan entah menggunakan pengantar.

Pengantar itu berfungsi untuk memberitahu latar belakang, masalah

tujuan, anggapan dasar. Pengantar yang baik dapat mengetuk hati dan

memperoleh simpati, menggugah minat dan gairah orang lain untuk

mengetahui lebih banyak.

Fungsi paragraf pengantar sebagai berikut.

1) Menunjukkan pokok persoalan yang mendasari masalah,

2) Menarik minat pembaca dengan mengungkapkan latar belakang,

pentingnya pemecahan masalah,

3) Menyatakan tesis yaitu ide sentral karangan yang akan dibahas,

4) Menyatakan pendirian (pernyataan maksud) sebagai persiapan ke

arah pendirian selengkapnya sampai dengan akhir karangan.

Untuk menarik minat pembaca, penulis dapat melakukan

berbagai upaya yang dapat dipilih dan dirasa tepat:

(1) menyampaikan berita hangat,

(2) menyampaikan anekdot,

(3) memberikan latar belakang, suasana, atau karakter,

Page 95: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

83

(4) memberikan contoh konkret berkenan dengan pokok

pembicaraan,

(5) mengawali karangan dengan suatu pernyataan yang tegas,

(6) menyentak pembaca dengan suatu pernyataan tajam,

(7) menyentak dengan perbandingan, analogi, kesenjangan kontras,

(8) mengungkapkan isu misteri yang belum terungkap (bukan

masalah gaib),

(9) mengungkapkan peristiwa yang luar biasa,

(10) mendebarkan hati pembaca dengan suatu suspensi.

Paragraf pengantar juga disebut paragraf topik, berfungsi sebagai

pengikat makna bagi semua paragraf lain. Paragraf menentukan arah

karangan selanjutnya. Oleh karena itu, paragraf pertama harus dibuat

sebaik dan semenarik mungkin.

Contoh:

Buku yang berjudul Bahasa Indonesia. Materi Ajar Matakuliah

Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi merupakan materi

ajar yang dikumpulkan sejak awal penulis menjadi dosen pada tahun

1981 hingga 2004. Setiap materi disusun dalam bentuk satuan acara

perkuliahan dan diwujudkan dalam bentuk transparan untuk setiap

tatap muka. Kumpulan pengalaman itu kiranya diperlukan oleh

mahasiswa.

b. Paragraf Pengembang

Paragraf pengembang yaitu paragraf yang berfungsi

menerangkan atau menguraikan gagasan pokok karangan. Fungsi

paragraf pengembang sebagai berikut:

1) menguraikan, mendeskripsikan, memBandingkan,

menghubungkan, menjelaskan, atau menerangkan.

Kata-kata yang lazim digunakan: mengidentifikasikan,

menganalisis, detail, menguraikan arti, fungsi, mengklasifikasi,

menbandingkan, dengan demikian, atau membahas.

2) menolak konsep: alasan, argumentasi (pembuktiaan), contoh,

alasan, fakta, rincian, menyajikan dukungan.

Kata-kata yang lazim digunakan: bertentangan dengan, berbeda

dengan, tetapi, meskipun demikian, tidak sama halnya dengan,

bertolak belakang dengan, tidak sejalan dengan, dan kontroversi.

3) mendukung konsep: argumen, argumentasi, contoh, alasan, fakta,

rincian.

Kata-kata yang lazim digunakan: tambahan pula, lebih jauh, sejalan

dengan hal itu, sesungguhnya, sesuai dengan, seimbang dengan,

pertimbangan lain.

Page 96: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

84

Contoh:

Kurikulum dikembangkan dengan pendekatan berbasis

kompetensi agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan

kompetitif. Pertimbangan lainnya adalah agar sistem pendidikan

nasional dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan

informasi, ilmu pengetahuan, tekonologi, seni, dan pemenuhan

tuntutan masyarakatnya. Dengan demikian, lembaga pendidikan tidak

akan kehilangan relevansi program pembelajarannya terhadap

kepantingan masyarakat dan karakteristik peserta didik dan tetap

memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan kurikulum yang

berdiversifikasi (Suwandi, 2003:3)

c. Paragraf Peralihan

Paragraf peralihan yaitu paragraf penghubung yang terletak di

antara dua paragraf utama. Paragraf ini relatif pendek. Fungsinya

sebagai penghubung antar-paragraf utama, memudahkan pikiran

pembaca beralih ke gagasan lain.

d. Paragraf Penutup

Selesai berkomunikasi dan menyampaikan gagasan, kita perlu

meninggalkan kesan kuat dan mendalam. Diharapkan pembaca

mengenang kesan tersebut. Dalam berkomunikasi dengan pembaca,

penulis berharap agar komunikasi tidak sebatas dengan pembaca,

tetapi daya guna yang besar dan kesan yang kuat pula. Oleh karena

itu, paragraf pengantar dan paragraf penutup perlu diperhatikan

sungguh-sungguh oleh penulis karena kerapkali pembaca terlebih

dahulu hanya membaca kedua jenis paragraf itu untuk mencari dan

mengetahui sesuatu.

Fungsi paragraf penutup:

1) sebagai penutup, menyatakan bahwa karangan sudah selesai.

Komunikasi melalui karangan yang dibacanya telah ditutup,

namun semangat yang besar dan segar diharapkan terus

berlanjut;

2) mengingatkan (menegaskan) kepada pembaca akan pentingnya

pokok pembahasan;

3) memuaskan pembaca untuk mendapatkan pandangan baru; dan

4) menyajikan kesimpulan.

Upaya penutup karangan dengan kesan yang kuat:

(1) menegaskan kembali tesis atau ide pokok karangan dengan kata-

kata lain;

(2) meringkas atau merangkum gagasan-gagasan penting yang telah

disampaikan ;

Page 97: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

85

(3) memberikan kesimpulan, saran, dan/ atau proyeksi ke masa

depan;

(4) memberikan pernyataan yang tegas, dan kesan mendalam.

Contoh:

Pembelajaran yang berkualitas atau pembelajaran yang efektif

tersebut akan sangat ditentukan oleh: (1) ketersediaan guru yang

kompeten dan profesional, guru yang memiliki kemampuan reflektif,

(2) keorganisasian sekolah yang dapat memfasilitasi keterlaksanaan

belajar dan mengajar (di ruang sekolah, dan masyarakat), (3)

partisipasi masyarakat dalam penyediaan sumber-sumber dorongan,

termasuk penciptaan lingkungan belajar yang disebut kondusif.

Dengan perkataan lain, implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi dapat berhasil dengan baik jika dijiwai oleh penerapan

kebijakan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (Suwandi,

2003:13-14).

3.8.7 Hubungan Antarparagraf

Sebuah karangan menuntut kepaduan keseluruhan paragraf. Paragraf

pembuka, peralihan, pengembang, dan penutup harus menghasilkan

kepaduan karangan. Hal itu dapat dihasilkan dengan menjalin hubungan

logis, keruntutan, dan kepaduan karangan. Oleh karena itu, masing-masing

paragraf harus terkait dengan topik karangan.

3.8.8 Pengembangan Paragraf

Paragraf yang baik, selain harus memenuhi syarat, paragraf harus

ditulis secara logis dan memenuhi standar nalar. Hal itu dimaksudkan agar

paragraf dapat mencapai target penulisan. Misalnya, efektivitas jangkauan

komunikasi agar gagasan sampai kepada pembaca, kebenaran gagasan

yang dapat diukur secara empirik, terpahami dengan mudah, dan

menghasilkan efek psikologis (kepuasan) pembaca. Oleh karena itu,

penulis memerlukan strategi menulis paragraf, yaitu cara dan upaya yang

dapat memikat pembaca.

Pengembangan paragraf, misalnya: berdasarkan jenis, berdasarkan

nalar (secara alami, klimaks, antiklimaks, deduktif, induktif, deduktif-

induktif, induksi-deduksi, sebab-akibat, kronologis), berdasarkan fungsi

(contoh, analogi, ilustrasi, analisis, pembuktian, perbandingan, dan definisi

luas).

a. Secara Alamiah

Pengembangan paragraf secara alamiah didasarkan pada urutan

ruang dan waktu (kronologis). Urutan ruang merupakan urutan yang

Page 98: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

86

akan membawa pembaca dari satu titik ke titik berikutnya dalam suatu

ruang. Adapun urutan waktu adalah urutan yang menggambarkan

urutan terjadinya peristiwa, perbuatan, atau tindakan.

Contoh:

Legenda kerajaan Mycenae membuat bulu kuduk tegak karena

penuh peristiwa berdarah. Istri Astreus digoda oleh saudara laki-

lakinya, Thyestes. Sebagai pembalasan, Atreus membunuh kedua

anak laki-laki Thyestes, merebusnya, dan menghidangkannya dalam

makan malam bagi Thyestes. Atreus kemudian sengaja

memperlihatkan kepada Thyestes sisa-sisa tubuh kedua anaknya agar

Thyestes tahu apa yang telah dimakannya. Sejak saat itu Atreus dan

keturunannya, termasuk Agamemnon. Minelaus, Orestes, dikutuk

para dewa. Mereka mati di tangan orang-orang terdekatnya (Myrna

Ratna, “Kutukan Tujuh Turunan di Mycenae, “Kompas, 14 agustus

2004)

b. Klimaks–antiklimaks

Paragraf jenis ini lazim digunakan untuk menyajikan sebuah

cerita atau konflik. Penulisan diawali dengan pengenalan tokoh,

dilanjutkan dengan konflik, mencapai puncak konflik, dan menurun

menuju solusi (antiklimaks). Jenis paragraf ini dapat digunakan untuk

menulis sejarah, cerita fiksi (roman, novel, cerita pendek), kisah

permusuhan, atau peperangan.

c. Deduksi dan Induksi

Deduksi adalah proses penalaran dengan menyebutkan gagasan

utama yang bersifat umum dan dilanjutkan dengan gagasan-gagasan

yang bersifat khusus.

Contoh:

Pelaku bisnis sering dihadapkan pada risiko, yaitu risiko bersifat

strategis dan risiko bersifat operasioanl. (1) Risiko strategi

merupakan pengeluaran yang mengharuskan perusahaan untuk

berpikir pada skala strategis. Risiko jenis ini harus dipecahkan oleh

pemimpin dan memerlukan perencanaan strategis. (2) Risiko

operasional mengharuskan keterlibatan pimpinan sekaligus pada

tingkat yang lebih rendah. Risiko operasional dapat terjadi pada

pemasok, yang dapat pula terjadi pada aspek produksi, yang

berpengaruh kepada unit distribusi, atau pada saat barang dipakai. (3)

Risiko strategi dan operasional terjadi secara bertumpang tindih,

misalnya, kebakaran dapat berdampak kepada pemasok dan

distributor (Husen Umar, Manajemen Risiko Bisnis, Jakarta:

Gramedia, 1998, hlm.14–15).

Page 99: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

87

Paragraf tersebut menggunakan deduksi-analisis. Paragraf

tersebut diawali kalimat yang bersifat umum dilanjutkan dengan

pembahasan klasifikasi. Masing-masing kelompok diuraikan dengan

rincian.

3.8.9 Paragraf Berdasarkan Fungsi

Bentuk paragraf selain ditentukan oleh teknik pengembangannya,

juga ditentukan oleh fungsi tersebut dalam suatu karangan, misalnya,

membandingkan, mempertentangkan, menggambarkan, memperdebatkan,

contoh, definisi luas.

a. Perbandingan dan Pertentangan

1) Perbandingan

Paragraf perbandingan dan pertentangan adalah paragraf yang

berusaha memperjelas paparannya dengan jalan membandingkan

dan mempertentangkan hal-hal yang dibicarakan. Dalam

perbandingan tersebut dikemukakan persamaan dan perbedaan

antara dua hal itu. Yang dapat dibandingkan dan dipertentangkan

adalah dua hal yang tingkatannya sama dan kedua hal itu

memiliki perbedaan dan persamaan.

Contoh:

Suasana lebaran biasanya begitu semarak di negeri kita ini,

dapat dibandingkan dengan Thanks Giving Day di Amerika

Serikat, saat negara itu bersukaria bersyukur kepada Tuhan

bersama seluruh keluarganya. Gerak mudik rakyat Indonesia juga

mirip sekali dengan yang tejadi pada orang-orang Amerika

menjelang Thanks Giving Day itu. Semuanya merasakan

dorongan amat kuat untuk bertemu ayah-ibu dan sanak

saudaranya karena justru dalam suasana keakraban keluarga

itulah hikmah Idul Fitri dan Thanks Giving Day dapat dirasakan

sepenuhnya (Nurcholish Madjis, Cendekiawan & Religiusitas

Masyarakat, Jakarta: Paramadina, 1998, hlm. 38).

2) Pertentangan

Pertentangan merupakan proses argumentasi dengan melakukan

penolakan. Oleh karena itu, pertentangan ditargetkan menolak

eksistensinya dan disertai pembuktian.

Contoh:

Pertentangan XYZ menimbulkan pencemaran air minum

masyarakat di sekitarnya. Warga setempat yang menjadi kurban

menderita penyakit kulit yang kronis. Perusahaan itu diserang

dan dinilai sebagai antisosial dan tidak peduli lingkungan.

Page 100: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

88

Perusahaan jenis ini bertentangan dengan keinginan masyarakat

peduli lingkungan san social. Atas penilaian itu, beberapa

perusahaan mendapat citra buruk sebagai akibat laporan media

masa, serta unjuk rasa mahasiswa dan masyarakat yang terus-

menerus mengenai maslah lingkungan yang ditimbulkannya.

Kelompok yang mempunyai kepentingan tertentu dan para

jurnalis sering bergabung untuk menyerang perusahaan itu, yang

berakibat pasa konsumen beralih kepada pesaing. Selain itu,

perusahaan tersebut kesulitan modal karena bank tidak mau

berisiko.

b. Analogi

Paragraf yang merupakan analogi biasanya digunakan oleh

penulis untuk membandingkan sesuatu yang dikenal oleh umum

dengan yang kurang dikenal itu. Perhatikan contoh paragraf berikut.

Contoh:

Budaya sebagai sumber kreativitas. Orang yang cerdas akan

mampu mengolah kekayaan budaya Indonesia yang luar biasa besar.

Produk makanan, misalnya, dari Sabang sampai Merauke terdapat

ratusan ribu diolah secara kreatif, moderen, dikemas yang sempurna,

jelaskan kandungan gizinya dalam berbagai bahasa di dunia,

disesuaikan selera (rasa) menurut negara tujuan, produk makanan

tersebut dapat dipastikan akan membanjiri pasar dunia. Selain itu, kita

memiliki budaya yang berupa cerita tradisional. Setiap daerah

memiliki cerita yang unik. Cerita ini dapat dijadikan sumber

kreativitas film, cerita petualangan, cerita yang bernilai edukatif, dan

sebagainya. Cerita ini dapat dikemas menjadi cerita kartun modern.

Jika dikemas sesuai dengan selera masyarakat dunia dalam CD,

produk ini pasti dapat mendatangkan manfaat yang besar. Selain

bernilai komersial, produk ini dapat berfungsi sebagai pengenalan

budaya bangsa.

c. Sebab - Akibat

Dalam paragraf sebab akibat, sebab dapat berfungsi sebagai

pikiran utama dan akibat sebagai pikiran penjelas. Atau sebaliknya,

yaitu akibat sebagai pikiran utama dan sebab sebagai rincian

penjelasnya.

Contoh:

Proses pemilihan capres dan cawapres 2004 berdampak positif

bagi masyarakat. Mereka semakin sadar akan hak-haknya. Mereka

bukan hanya menyadari hak politiknya melainkan juga hak

mendapatkan kesejahteraan. Meresak merasakan bahwa penderitaan

Page 101: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

89

dan kesulitan hidupnya merupakan akibat semakin meluasnya pejabat

yang korupsi. Untuk menjamin tidak korupsi, para calon legislative,

eksekutif, dan yudikatif itu diminta kesediaannya menandatangani

kontrak politik.

3.9 Rangkuman

Materi Bahasa Indonesia ragam ilmiah menyajikan pengertian,

ranah penggunaan dan ciri-cirinya. Selain itu juga disertai diksi atau

pilihan kata yaitu proses memilih kata yang dapat mengungkapkan

gagasan secara tepat. Kalimat adalah rangkaian darikata-kata yang

menunjukkan pikiran yang lengkap atau utuh dan bermakna. Dari segi

struktur kalimat mempunyai dua macam yaitu kalimat tunggal dan kalimat

majemuk. Jika kalimat-kalimat tersebut dirangkai menjadi satu dan

menunjukkan satu topik atau satu pokok pikiran secara lengkap disebut

paragraf. Paragraf harus dibuat dengan menggunakan kalimat yang efektif,

artinya kalimat itu harus sesuai dengan kaidah dan menunjukkan struktur

yang jelas, singkat, padat, dan logis.

3.10 Bahan Diskusi

Carilah beberapa paragraf yang berbeda jenisnya, kemudian

analisislah dari aspek teori tentang paragraf, struktur kalimatnya, ejaannya,

dan diksinya. Kemudian hasilnya diskusikan.

3.11 Daftar Rujukan

Arifin, E. Zaenal dan Tasai, S. Amran. 2010. Cermat Berbahasa Indonesia

untuk Perguruan Tinggi. Sebagai Matakuliah Pengembangan

Kepribadian (MPK). Jakarta: Akademika Pressindo.

Damayanti, Rini dan Indrayanti, Tri. 2015. Bahasa Indonesia untuk

Perguruan Tinggi. Surabaya: Victory Inti Cipta.

Ratri, Rose Kusumaning. 2019. Cakap Berbahasa Indonesia Panduan

Lengkap Belajar Berbahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Sleman

Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA

Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori

dan Praktik. Surakarta: Yuma Pustaka.

Tim. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Edisi Keempat.

Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 102: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

90

3.12 Latihan Soal

Kerjakanlah soal-soal berikut untuk mengukur pemahaman kalian terkait

materi Bab 3 Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah!

1. Susunlah sebuah paragraf secara alamiah, yang merupakan hasil

pengamatan Anda terhadap suatu objek!

2. Susunlah sebuah paragraf dengan ketentuan sebagai berikut:

a) bentuk : perbandingan atau pertentangan

pikiran utama : perbedaan budaya barat dan timur

b) bentuk : analogi

pikiran utama : rentenir merusak ekonomi

c) bentuk : contoh-contoh

pikiran utama : pembinaan musik tradisional!

3. Buatlah karangan terdiri atas 4-6 paragraf dengan ketentuan sebagai

berikut.

a) Paragraf pertama berisi sari tema atau pernyataan maksud

b) Paragraf kedua berisi deskripsi masalah

c) Paragraf ketiga berisi tujuan pembahasan

d) Paragraf keempat berisi cara mencapai tujuan

e) Paragraf kelima berisi alternatif pemecahan masalah

f) Paragraf keenam kesimpulan/jawaban masalah!

4. Buatkan contoh paragraf (argumentasi) tentang suatu sikap dengan

pola: pendirian, dukungan 1, dukungan 2, penegasan (kesimpulan)!

5. Buatkan contoh karangan empat paragraf tentang pembuktian sesuatu

dengan pola (1) pendapat, (2) sanggahan, (3) dukungan, (4)

pendirian/kesimpulan!

6. Buatkan contoh paragraf ilmiah dengan pola (induktif): tesis, variabel

x dan variabel y, analisis hubungan, hasil, kesimpulan!

7. Buatkan paragraf ilmiah (deduktif) dengan pola deskripsi umum-

khusus!

8. Buatlah sebuah karangan yang terdiri atas beberapa paragraf! Topik

sesuai dengan bidang studi Saudara. Perhatikan penulisan paragraf

pembuka, penghubung, penutup, serta penggunaan unsur kepaduan

paragraf!

Page 103: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

91

BAB 4. ANALISIS BAHASA RAGAM ILMIAH

4.1 Pengantar

Analisis kesalahan berbahasa merupakan sebuah metode prosedural

yang digunakan untuk menganalisis dan menyunting serta menemukan

penyebab kesalahan berbahasa tersebut terjadi. Secara lebih lanjut, analisis

kesalahan berbahasa juga sampai pada langkah tindak lanjut untuk

mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut agar tidak terjadi lagi. Melalui

analisis kesalahan berbahasa, seseorang dapat mencermati bahwa

kesalahan dalam berbahasa adalah sebuah fenomena yang menarik untuk

diteliti karena di dalamnya mungkin terdapat pola-pola kesalahan yang

dapat dijadikan materi pembelajaran bahasa.

Dalam praktiknya, kesalahan berbahasa terjadi dalam penggunaan

bahasa di berbagai tataran kebahasaan berdasarkan kaidah berbahasa yang

baik dan benar. Kesalahan berbagai tataran kebahasan tersebut meliputi:

ejaan dan tanda baca, fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, wacana,

pragmatik, dan lain-lain. Analisis kesalahan berbahasa dalam dilakukan

secara metodologis melalui prosedur yang ilmiah. Parera (1993:7)

berpendapat bahwa analisis merupakan proses menjelaskan gejala-gejala

alam dengan cara: (1) membedakan, (2) mengelompokkan, (3)

menghubung-hubungkan, (4) mengendalikan, dan (5) meramalkan.

Ellis (dalam Tarigan dan Djago, 1990:170) mengungkapkan bahwa

analisis kesalahan berbahasa ialah suatu prosedur yang digunakan oleh

para peneliti dan para guru, yang meliputi pengumpulan sampel,

pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan

kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan

penyebabnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan

kesalahan. Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu proses yang

sistematis berupa pengumpulan data, pengidentifikasian penyebab

kesalahan, serta pengevaluasian taraf keseriusan kesalahan tersebut.

Kemampuan Akhir yang Diharapkan (KAD)

Mahasiswa mampu menganalisis bahasa ilmiah dengan

memperhatikan Ejaan Bahasa Indonesia, diksi, kalimat efektif,

dan paragraph dalam karya tulis ilmiah.

Page 104: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

92

4.2 Kesalahan Berbahasa Tataran Fonologi

Fonologi adalah cabang ilmu linguistik yang secara khusus

mempelajari tentang bunyi-bunyi bahasa. Menurut Chaer (1994:104),

fonologi ialah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan

membahas bunyi-bunyi bahasa. Secara etimologi terbentuk dari kata fon

yaitu bunyi dan logi yaitu ilmu. Bunyi bahasa dalam kajian fonologi

adalah bunyi ujaran dihasilkan oleh alat ucap manusia dan memiliki

makna.

Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat bentuk kesalahan-kesalahan

berbahasa pada tataran fonologi pada fenomena-fenomena kebahasaan.

Penelitian yang dilakukan Syukron (2012) yang berjudul

“Ketidakkonsistenan Fonologis Bahasa Indonesia dalam Persidangan di

Pengadilan Tipikor” membuktikan bahwa ada 2 kategori utama kesalahan

berbahasa dalam tataran fonologi yakni: perubahan fonem dan

penghilangan fonem. Kesalahan berbahasa berupa perubahan fonem terdiri

atas: perubahan fonem vokal, perubahan fonem konsonan, dan perubahan

fonem pada singkatan. Sementara itu, kesalahan berbahasa berupa

penghilangan fonem terjadi dalam bentuk penghilangan fonem vokal dan

penghilangan fonem konsonan. Berikut ini adalah paparan rinci dari hal

tersebut.

4.2.1 Perubahan Fonem

Perubahan bunyi fonem pada bahasa disebabkan oleh banyak faktor.

Kontaminasi dari bahasa daerah dan bahasa asing juga dapat memengaruhi

perubahan pelafalan fonem yang dituturkan oleh penutur. Pada konteks

tertentu hal ini dapat menyebabkan perubahan makna. Merah bila

dilafalkan [merah] maka artinya warna, namun jika dilafalkan [mərah]

bermakna peras.

a. Perubahan Fonem Vokal

Lafal Baku Lafal Tidak Baku

penasihat [pənasihat] penasehat [pənasehat]

kemarin [kəmarin] kemaren [kəmarεn]

atlet [atlet] atlit [atlit]

benar [bənar] bener [bənər]

tetap [tətap] tetep [tətəp]

kesempatan [kəsəmpatan] kesempatan [kəsεmpatan]

Penasihat [pənasihat] menjadi penasehat [pənasehat]

disebabkan oleh pengaruh dari bahasa jawa, karena pada jawa vokal

[i] diucapkan menjadi [e] dalam keadaan tertutup . Pelafalan ini dapat

dilihat pada kata kuning, dalam bahasa jawa kuning dilafalkan dengan

Page 105: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

93

[kuneng], namun kunci dilafalkan [kunci] bukan [kunce]. Hal ini yang

menjadi sebab lafal [i] menjadi [e] pada kata penasihat dan kemarin.

Atlet dan atletik sebenarnya adalah hasil adaptasi dari bahasa

Yunani yaitu atlhos yang berarti kontes. Dalam bahasa Indonesia

atletik bermakna kontes beberapa jenis olahraga, dan atlet adalah

orang yang mengikuti kontes tersebut. Lafal baku dari atlet adalah

[atlet], namun karena masyarakat tutur Indonesia juga mengenal kata

atletik, banyak yang salah kaprah melafalkan atlet menjadi [atlit]. Jadi

pelafalan atlet [atlet] menjadi [atlit] disebabkan oleh bentuk atletik,

dengan pertimbangan keselarasan pelafalan dan kedua bentuk ini

menjadi dua bentuk bersaing dalam masyarakat tutur Indonesia.

Bentuk pengubahan lafal [a] menjadi [e] pada kata benar dan

tetap merupakan pengaruh dari sistem fonologi bahasa Indonesia

dialek Jakarta. Dialek Jakarta ini merupakan salah satu bentuk ragam

atau variasi bahasa di Indonesia. Dalam konteks resmi, masuknya

unsur-unsur dialek seperti ini harus dihindari.

Perubahan pelafalan kata kesempatan [kəsəmpatan] menjadi

[kəsεmpatan] disebabkan pengaruh sistem fonologi dari bahasa Batak.

Dalam bahasa Batak, fonem /e/ banyak dilafalkan [ε]. Seperti [səpərti]

dalam bahasa batak dilafalkan [sεpεrti].

b. Perubahan Fonem Konsonan

Lafal Baku Lafal Tidak Baku

miliar [miliar] milyat [milyat]

izin [izin] ijin [ijin]

Terjadi dua kali ketidakbakuan pada kata milyat. Pertama,

miliar menjadi bentuk milyar, kemudian milyar menjadi milyat.

Tidak terlalu jelas penyebab terjadinya perubahan pelafalan [r]

menjadi [t]. Namun, dapat dimungkinkan karena adanya 2 bentuk

bersaing yaitu milioner dan miliarder. Dalam bahasa Indonesia, kedua

kata tersebut bermakna sama yaitu orang yang mempunyai harta

miliaran. Namun bentuk bakunya adalah miliarder, karena berasal dari

bentuk baku miliar. Bentuk milyat muncul dimungkinkan karena

masyarakat tutur Indonesia salah mengadopsi dari bentuk miliarder

menjadi milyat.

Pelafalan kata izin [izin] menjadi [ijin] disebabkan oleh

pengaruh sistem fonologi bahasa Jawa. Bahasa jawa tidak mengenal

fonem /z/ [zet], namun mengenal fonem /j/ [je]. Jadi, orang jawa

banyak melafalkan kata yang mengandung fonem /z/ menjadi fonem

/j/. Contoh lain dapat dilihat pada kata zaman [zaman], banyak yang

melafalkannya menjadi [jaman].

Page 106: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

94

c. Perubahan Fonem pada Singkatan

Lafal Baku Lafal Tidak Baku

BBM [be be em] BBM [bi bi em]

Sistem fonologi bahasa Inggris juga ikut memengaruhi sistem

fonologi bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia fonem b

dilafalkan [be], dalam bahasa Inggris fonem /b/ dilafalkan [bi]. Inilah

yang menjadi penyebab ketidakbakuan pelafalan singkatan BBM di

atas. BBM yang seharusnya dilafalkan secara Indonesia yaitu [be be

em], karena pengaruh bahasa Inggris pelafalannya menjadi [bi bi em].

4.2.2 Penghilangan Fonem

Penghilangan fonem merupakan wujud dari penghematan bahasa

secara fonologis. Dalam semua bahasa di dunia, penutur-penutur berusaha

untuk ‘menghemat’ tenaga dalam pemakaian bahasa dan memperpendek

tuturan-tuturannya, sejauh hal itu tidak menghambat komunikasi, dan tidak

bertentangan dengan budaya tempat bahasa tersebut dipakai. Sifat “hemat”

itu dalam bahasa lazim disebut “ekonomi bahasa” (Verhaar, 2006:85).

Muslich (2008:123) menyebut “ekonomi bahasa” dengan istilah zeroisasi.

Zeroisasi adalah penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya

penghematan atau ekonomisasi pengucapan. Meskipun penghematan

bahasa ini tidak menghambat komunikasi antar penutur, dalam konteks

resmi bentuk penghematan ini harus dihindari karena tidak baku.

a. Penghilangan Fonem Vokal

Lafal Baku Lafal Tidak Baku

majelis [majəlis] majlis [majlis]

karena [karəna] karna [karna]

Zeroisasi pada kata majelis dan karena di atas termasuk pada

zeroisasi jenis sinkop. Sinkop adalah proses penghilangan atau

penanggalan satu atau lebih fonem pada tengah kata (Masnur

Muslich, 2008:124). Majelis [majəlis] kehilangan fonem /e/ sehingga

menjadi [majlis]. Begitu juga pada kata karena [karəna], kehilangan

fonem /e/ sehingga menjadi [karna].

b. Penghilangan Fonem Konsonan Lafal Baku Lafal Tidak Baku tahun [tahun] taun [taun]

tahu [tahu] tau [tau]

lihat [lihat] liat [liat]

kasih [kasih] kasi [kasi]

Zeroisasi jenis sinkop juga terjadi pada kata tahun, tahu, dan

lihat. Kata tahun [tahun] kehilangan fonem /h/ sehingga menjadi

Page 107: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

95

[taun]. Kata tahu [tahu] juga kehilangan fonem /h/ sehingga menjadi

[tau]. Hal ini juga terjadi pada kata lihat [lihat], kata lihat [lihat]

kehilangan fonem /h/ sehingga menjadi [liat].

Pada kata kasih, zeroisasi yang terjadi adalah jenis apokop.

Apokop adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih

fonem pada akhir kata (Muslich, 2008:124). Kata kasih [kasih]

kehilangan fonem /h/ sehingga menjadi [kasi].

4.3 Kesalahan Berbahasa Tataran Morfologi

Morfologi adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang

bentuk-bentuk bahasa terkecil (morfem dan kata) serta proses

pembentukannya. Dalam morfologi, morfem adalah satuan kajian terkecil

dan kata menjadi satuan kajian terbesar (Ramlan, 1980; Sutarna, 1998:14).

Morfem adalah satuan kebahasaan terkecil yang dibentuk dari deretan

fonem yang dapat membangun struktur dan makna gramatikal tertentu.

Sementara itu, kata disikapi sebagai bentukan dari morfem yang sudah

miliki makna.

Proses pembentukan morfem dapat ditempuh dengan tiga cara yaitu:

(1) afiksasi atau pengimbuhan, (2) reduplikasi atau pengulangan, dan (3)

komposisi atau penggabungan (Verhaar, 2006). Dalam ketiga proses

pembentukan morfem itulah biasanya ditemukan fenomena kesalahan

berbahasa (tataran morfologi). Selain itu, kesalahan berbahasa dalam

tataran morfologi juga dapat terjadi dalam bidang kata (kategori kata).

4.3.1 Kesalahan Berbahasa dalam Afiksasi

Kesalahan berbahasa dalam tataran afiksasi dapat disebabkan

oleh berbagai hal. Afiksasi adalah proses pengimbuhan kata dasar untuk

membentuk kata baru dengan makna dan maksud yang berbeda. Dalam

proses tersebut, sering terjadi kesalahan berbahasa. Berikut ini paparannya.

a. Kesalahan Berbahasa Karena Salah Menentukan Bentuk Dasar

Kesalahan pada kategori ini terjadi karena penulis atau penutur

salah dalam menentukan bentuk dasar karena tidak memahami

bentuk-bentuk dasar bahasa yang membentuknya.

Contoh

Ia bertugas untuk bertanggung jawab pada unit

produksi yang ia kelola.

Pada contoh di atas, terdapat kata kelola. Orang yang tidak

memahami bentuk dasar dari kata tersebut, dapat beranggapan bahwa

kelola berasal dari kara lola yang mendapatkan prefiks ke-. Padahal,

Page 108: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

96

kelola adalah sebuah bentuk dasar. Kelola berarti kegiatan mengatur,

menata, dan menjaga.

b. Fonem yang Seharusnya Luluh dalam Proses Afiksasi Tidak

Diluluhkan

Di dalam proses afiksasi, perlu diketahui bahwa kata dasar

yang diawali fonem (k), (p), (t), (s) akan luluh ketika mendapatkan

afiks nasal (N).

Contoh

Bu Guru memperintahkan siswanya untuk

mensapu kelas setiap pagi sebelum pelajaran

dimulai.

Pada contoh di atas, terdapat kesalahan berbahasa karena tidak

luluhnya kata dasar yang diawali fonem (k), (p), (t), (s) setelah

mendapatkan imbuhan nasal (N), yaitu kata memperintahkan dan

mensapu. Kata memperintahkan berasal dari kata dasar perintah yang

mendapatkan imbuhan meN-kan. Sementara itu, kata mensapu

berasal dari kata dasar sapu yang mendapatkan awalan meN. Jadi,

perbaikan dari bentuk tersebut adalah sebagai berikut.

Perbaikan

Bu Guru memerintahkan siswanya untuk menyapu

kelas setiap pagi sebelum pelajaran dimulai.

Sebagai catatan, hanya kata dasar yang fonem (k), (p), (t), (s)

yang luluh dan tidak berlaku untuk kluster yang diawali fonem (k),

(p), (t), (s). Contoh kluster yang diawali fonem (k), (p), (t), (s)

misalnya: klasifikasi, produksi, transmigrasi, dan stiker.

c. Fonem yang Seharusnya Tidak Luluh dalam Proses Afiksasi

Justru Diluluhkan

Dalam kasus lain, terdapat pula kesalahan berbahasa karena

meluluhkan fonem dalam kata dasar yang seharusnya tidak luluh.

Seperti yang terdapat contoh berikut.

Contoh

Kasus tersebut terjadi karena menurut pelaku,

korban sering memitnahnya.

Pada contoh di atas, terdapat kesalahan pada kata memitnahnya.

Hal ini disebabkan oleh terjadinya peluluhan pada kata dasar yang

seharusnya tidak luluh. Perbaikannya adalahl sebagai berikut.

Perbaikan

Kasus tersebut terjadi karena menurut pelaku,

korban sering memfitnahnya.

Page 109: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

97

Kategori ini biasa juga sering terjadi pada afiksasi yang

dilakukan pada kata dasar yang berawalan fonem (c).

Contoh

Hampir setiap hari istrinya menyucikan pakaian

milik suami dan anak-anaknya. Inilah bukti bahwa

ia sangat menyintai keluarganya.

Pada contoh di atas, terdapat kesalahan pada kata menyucikan

dan menyintai. Hal ini terjadi karena seharusnya kata dasar yang

diawali fonem (c) tidak luluh.

Perbaikan

Hampir setiap hari istrinya mencucikan pakaian

milik suami dan anak-anaknya. Inilah bukti bahwa

ia sangat mencintai keluarganya.

4.3.2 Kesalahan Berbahasa dalam Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses pengulangan kata. Kesalahan dalam

reduplikasi masuk tataran morfologi karena berkaitan dengan

pembentukan kata ulang. Berikut ini paparan rincinya.

a. Kesalahan Berbahasa Disebabkan Kesalahan dalam Menentukan

Bentuk Dasar yang Diulang.

Kesalahan ini terjadi karena penulis/penutur tidak memahami

kaidah pembentukan kata ulang. Secara spesifik, hal ini berkaitan

dengan kesalahan dalam menentukan bentuk dasar yang diulang.

Contoh

Dalam kasus perampok di rumah tuan tanah itu,

polisi mengorek-korek barang bukti.

Pada contoh di atas terdapat kata ulang yang mengalami

kesalahan dalam menentukan bentuk dasar yang diulang, yaitu kata

ulang mengorek-korek. Berikut ini perbaikannya.

Dalam kasus perampok di rumah tuan tanah itu,

polisi mengorek-ngorek barang bukti.

b. Kesalahan Pengulangan Kata Karena Bentuk Dasar yang Tidak Tepat.

Dalam kesalahan ini, penulis atau penutur melakukan

pengulangan yang salah karena bentuk dasar yang dipilih tidak tepat.

Perhatikan contoh berikut ini.

Contoh

Setelah kejadian itu, tangan-tangan kanan mafia

yang tersohor itu juga ikut menjadi tersangka.

Pada contoh tersebut, terdapat kata ulang tangan-tangan kanan

dibentuk dari bentuk dasar yang tidak tepat. Sebenarnya, bentuk

Page 110: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

98

dasarnya adalah tangan kanan. Jadi, perbaikannya adalah sebagai

berikut.

Perbaikan

Setelah kejadian itu, tangan kanan-tangan kanan

mafia yang tersohor itu juga ikut menjadi

tersangka.

c. Kesalahan Berbahasa Terjadi Karena Menghindari Pengulangan yang

Terlalu Panjang.

Kadangkala, dalam penbentukan kata ulang, penulis atau

penutur ingin menghindari pengulangan kata yang terlalu panjang dan

justru mengalami kesalahan berbahasa. Untuk menghindari

pengulangan yang terlalu panjang, penulis/penutur hanya mengulang

sebagian bentuk dasarnya.

Contoh

Wanita karir-karir perlu memikirkan bagaimana

memenuhi tugasnya sebagai ibu.

Pada contoh di atas, terdapat kata ulang Wanita karir-karir

yang bentuknya salah. Hal ini karena bentuk dasarnya hanya diulang

sebagian. Berikut ini perbaikannya.

Perbaikan

Wanita karir-wanita karir perlu memikirkan

bagaimana memenuhi tugasnya sebagai ibu.

4.3.3 Kesalahan Berbahasa dalam Komposisi

Komposisi adalah penggabungan kata atau proses pembentukan

kata majemuk. Dalam penggabungan kata, terdapat kaidah-kaidah yang

perlu diperhatikan. Berikut ini bentuk-bentuk kesalahan dalam komposisi.

a. Kata Majemuk yang Seharusnya Serangkai, Tidak Ditulis Serangkai

Kata majemuk ada yang harus ditulis serangkai dan ada pula

yang tidak perlu ditulis serangkai. Terdapat beberapa kaidah

penggabungan kata yang seharusnya ditulis serangkai (diatur di dalam

PUEBI). Berikut ini paparannya.

Contoh

Di semester ini, ia tidak lulus dalam dua mata

kuliah.

Pada contoh tersebut, terdapat kata majemuk matakuliah yang

seharusnya ditulis serangkai justru ditulis terpisah. Berikut ini

pembenarannya.

Perbaikan

Page 111: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

99

Di semester ini, ia tidak lulus dalam dua

matakuliah.

b. Kata majemuk yang seharusnya ditulis terpisah justru dirangkai

Berbeda dengan kategori sebelumnya, pada kategori ini, justru

yang terjadi sebaliknya. kata majemuk yang seharusnya ditulis

terpisah justru dirangkai.

Contoh

Banyak tetangganya yang terjakit hepatitis dan

harus opname di rumahsakit.

Pada contoh tersebut, terdapat kata majemuk rumahsakit yang

ditulis serangkai. Padahal, seharusnya kata majemuk tersebut ditulis

terpisah.

Perbaikan

Banyak tetangganya yang terjakit hepatitis dan

harus opname di rumah sakit.

c. Kesalahan Berbahasa Terjadi Karena Kata Majemuk yang Sudah

Berpadu Tidak Seluruhnya Diulang.

Kesalahan ini terjadi karena pengulangan (reduplikasi) kata

majemuk yang sudah padu hanya diulang sebagian. Hal ini

menyebabkan kepaduannya menjadi hilang.

Contoh

Segi-segitiga tersebut harus dibuat dengan ukuran

yang presisi.

Pada contoh tersebut, terdapat kata Segi-segitiga yang

sebenarnya merupakan kata majemuk yang sudah padu. Ketika

direduplikasi dengan tidak tepat membuat kepaduannya menmjadi

hilang. Berikut ini perbaikannya.

Perbaikan

Segitiga-segitiga tersebut harus dibuat dengan

ukuran yang presisi.

d. Kesalahan Berbahasa Karena Afiksasi Dianggap Menyatukan

Penulisan Kata Majemuk yang Belum Padu.

Kesalahan ini terjadi karena penulis tidak paham bahwa afiksi

yang dilakukan pada kata majemuk yang belum padu ditulis

serangkai. Perhatikan contoh berikut ini.

Contoh

Belum ada yang bertanggungjawab dalam

kejadian itu.

Pada contoh tersebut, terdapat kesalahan pembentukan kata

majemuk bertanggungjawab yang ditulis serangkai karena afiksasi

Page 112: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

100

padahal kata majemuknya belum padu. Jadi, seharusnya ditulis

terpisah.

Perbaikan

Belum ada yang bertanggung jawab dalam

kejadian itu.

Sebagai tambahan, proses afiksasi dalam kata majemuk ditulis

serangkai apabila kata majemuknya yang dibentuk sudah padu,

misalnya mempertanggungjawabkan, melatarbelakangi, dan lain-lain.

4.3.4 Kesalahan Berbahasa dalam Bidang Kata

Dalam penelitian yang dilakukan Pramala (2017) dengan judul

“Kesalahan Penggunaan Preposisi dan Konjungsi pada Teks Cerita Ulang

Biografi Karya Siswa Kelas XI SMKN 5 Jember”, ditemukan bahwa siswa

melakukan kesalahan berbahasa dalam penggunaan preposisi (kata depan)

dan konjungsi (kata hubung). Kesalahan penggunaan preposisi dan

konjungsi meliputi kesalahan penempatan dan pemilihan. Kesalahan

penempatan mencakup kesalahan posisi penempatan dan penghilangan.

Kesalahan pemilihan berupa pilihan penggunaan preposisi maupun

konjungsi yang kurang tepat. Kesalahan penggunaan preposisi terjadi pada

preposisi tunggal dan majemuk. Kesalahan dalam aspek konjungsi berupa

konjungsi intrakalimat dan antar kalimat.

a. Kesalahan Penggunaan Preposisi

Terdapat beberapa jenis kesalahan penggunaan preposisi. Hal

tersebut sesuai jenis preposisi yang digunakan dalam kalimat.

Kesalahan-kesalahan tersebut diuraikan sebagai berikut.

1) Kesalahan Penggunaan Preposisi Tunggal

Kesalahan penggunaan preposisi tunggal dibagi menjadi kesalahan

penempatan dan kesalahan pemilihan, berikut pemaparan bagian-

bagian tersebut.

a) Kesalahan Penempatan Preposisi Tunggal

Kesalahan berbahasa dalam kategori kesalahan penempatan

preposisi tunggal apabila terdapat kesalahan tempat preposisi

sehingga harus berpindah tempat.

Contoh (1)

...sampai akhirnya di usia 18 ikut bergabung

bersama rekan-rekannya mendirikan production

house dan menjadi prosedur pelaksana untuk

sebuah film pendek, memimpin perusahaan jasa....

Page 113: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

101

Contoh (2)

Pada saat itu Kartini dilarang untuk keluar hingga

dia menikah demi menghilangkan rasa bosan

Kartini terus menghabiskan waktunya untuk

membaca buku ilmu pengetahuan.

Pada kedua contoh tersebut ditemukan kesalahan

penempatan preposisi tunggal untuk. Contoh (1) dan (2)

penempatan preposisi untuk diikuti dengan keterangan penjelas

dan tidak menunjukkan adanya perbuatan untuk pihak lain. Hal

ini dibuktikan dengan kata ganti yang masih merujuk pada

subjek. Kata ganti yang dimaksud pada contoh (1) adalah kata –

nya dan pada contoh (2) dia. Oleh karena itu, preposisi tunggal

untuk pada contoh a1 harus berpindah posisi dan pada contoh (2)

harus dihilangkan. Perbaikan kalimat yang benar sebagai berikut

Perbaikan (1)

...sampai akhirnya di usia 18 ikut bergabung

bersama rekan-rekannya untuk mendirikan

production house dan menjadi prosedur pelaksana

sebuah film pendek, memimpin perusahaan jasa....

Perbaikan (2)

Pada saat itu Kartini dilarang keluar hingga dia

menikah demi menghilangkan rasa bosan Kartini

terus menghabiskan waktunya untuk membaca

buku ilmu pengetahuan.

b) Kesalahan Pemilihan Preposisi Tunggal

Kesalahan pemilihan preposisi tunggal terjadi apabila terdapat

preposisi yang tidak sesuai sehingga harus digantikan dengan

preposisi yang tepat.

Contoh (1)

Zulham mengawali karirnya bersama tim

kampung halamannya yaitu di Persiter Ternate

pada tahun 2006.

Contoh (2)

Ia justru menyelesaikan kuliahnya dibidang

akuntansi yaitu di sekolah tinggi akuntansi negara.

Pada kedua contoh tersebut ditemukan dua penggunaan

preposisi yang berdampingan dalam satu kalimat. Penggunaan

dua preposisi yang berdampingan tidak dianjurkan dalam kalimat

tersebut. Pemilihan preposisi yaitu kurang tepat digunakan pada

contoh (1) dan (2), karena preposisi yaitu tidak dapat digunakan

Page 114: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

102

di depan keterangan tempat. Contoh (1) keterangan tempatnya

adalah Persiter Ternate dan contoh (2) sekolah tinggi akuntansi

negara. Oleh karena itu, preposisi yaitu harus dihilangkan karena

pemilihannya kurang tepat dan hanya menggunakan preposisi di.

Kalimat yang benar sebagai berikut.

Perbaikan (1)

Zulham mengawali karirnya bersama tim

kampung halamannya di Persiter Ternate pada

tahun 2006.

Perbaikan (2)

Ia justru menyelesaikan kuliahnya dibidang

akuntansi di sekolah tinggi akuntansi negara.

2) Kesalahan Penggunaan Preposisi Majemuk

Berdasarkan analisis kesalahan penggunaan preposisi majemuk

terdapat pada kesalahan pemilihan preposisi majemuk. Dikategorikan

sebagai kesalahan pemilihan preposisi majemuk apabila terdapat

preposisi yang tidak sesuai sehingga harus digantikan dengan

preposisi yang tepat. Kesalahan pemilihan preposisi majemuk

ditemukan pada kedua contoh berikut.

Contoh a)

Dalam profil lengkap Tri Rismaharini dapat dilihat

bahwa pada awal tahun 1997 hingga tahun 2000

Risma telah menjabat sebagai kepala seksi tata

ruang dan tata ruangan tanah Bappeta Surabaya.

Contoh b)

Penelitian tersebut dimulai pada tahun 1934 dan

35 tahun setelah penelitiannya, insulin berhasil

diungkapkan.

Pada contoh a) dan b) ditemukan adanya kesalahan pemilihan

preposisi majemuk. Penggunaan preposisi majemuk pada...hingga

dan preposisi majemuk pada...dan kurang tepat digunakan karena

preposisi pada digunakan untuk menyatakan waktu tertentu bukan

awal dari suatu masa. Contoh a) dan b) menyatakan mulainya masa

yang harusnya ditandai dengan preposisi majemuk dari dan harus

diikuti dengan preposisi majemuk sampai untuk menyatakan akhir

dari suatu masa. Perbaikan kalimat majemuk yang benar sebagai

berikut.

Perbaikan a)

Dalam profil lengkap Tri Rismaharini dapat dilihat

bahwa dari awal tahun 1997 sampai tahun 2000

Page 115: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

103

Risma telah menjabat sebagai kepala seksi tata

ruang dan tata ruangan tanah Bappeta Surabaya.

Perbaikan b)

Penelitian tersebut dimulai dari tahun 1934

sampai 35 tahun setelah penelitiannya, insulin

berhasil diungkapkan.

b. Kesalahan Penggunaan Konjungsi

Kesalahan penggunaan konjungsi terdiri atas kesalahan

penggunaan konjungsi intrakalimat dan antarkalimat. Kesalahan

berbahasa ini terkait dengan penggunaan dan penempatan konjungsi

intrakalimat dan antarkalimat. Kesalahan penggunaan konjungsi

dibagi menjadi kesalahan penempatan konjungsi intrakalimat dan

kesalahan pemilihan konjungsi intrakalimat, berikut pemaparan

kesalahan berbahasa tersebut.

1) Kesalahan Penempatan Konjungsi Intrakalimat

Kesalahan penempatan konjungsi intrakalimat terjadi apabila

terdapat kesalahan posisi konjungsi sehingga harus berpindah tempat.

Paparan analisis contoh berikut ini menunjukkan kesalahan

penempatan konjungsi intrakalimat dengan.

Contoh a)

Dengan gayanya di lapangan hijau membuat

dirinya dijuluki Messinya Indonesia.

Contoh b)

Dengan cepat Rooney bergabung dengan tim

Everton.

Kedua contoh tersebut menunjukkan adanya kesalahan

penempatan konjungsi intrakalimat dengan. Konjungsi intrakalimat

dengan digunakan untuk menghubungkan kesertaan, alat dan

perbuatan. Pada contoh a) dan b) konjungsi dengan tidak dapat

diletakkan pada awal kalimat karena tidak terdapat unsur yang harus

dihubungkan sehingga konjungsi dengan dapat dihilangkan.

Konjungsi dengan juga tidak dapat diletakkan di depan kata kerja.

Perbaikan konjungsi intrakalimat dengan sebagai berikut.

Perbaikan a)

Gayanya di lapangan hijau membuat dirinya

dijuluki Messinya Indonesia.

Perbaikan b)

Rooney dengan cepat bergabung dengan tim

Everton.

Page 116: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

104

2) Kesalahan Penggunaan Konjungsi Antarkalimat

Berdasarkan analisis kesalahan penggunaan konjungsi

antarkalimat, terdapat kesalahan berbahasa berupa kesalahan

penempatan konjungsi. Kesalahan penempatan konjungsi

antarkalimat adalah kesalahan letak konjungsi antarkalimat sehingga

harus berpindah tempat atau melakukan penghilangan. Kesalahan

tersebut ditunjukkan contoh berikut.

Contoh

Sebelum kemudian memeranginya dengan

membawa lari senjata dan perlengkapan perang

lain.

Terdapat kesalahan konjungsi antarkalimat sebelum pada

contoh di atas. Penggunaan konjungsi antarkalimat sebelum kurang

tepat karena konjungsi tersebut tidak dianjurkan digunakan

berdampingan dengan konjungsi kemudian. Oleh karena itu, salah

satu konjungsi antarkalimat harus dihilangkan. Konjungsi

antarkalimat sebelum digunakan untuk menghubungkan pernyataan

peristiwa yang terjadi sebelum klausa keterangan waktu. Konjungsi

antarkalimat kemudian digunakan untuk menghubungkan keterangan

waktu dan urutan peristiwa setelah klausa. Pada contoh tersebut

keterangan waktu dinyatakan secara berurutan sehingga konjungsi

antarkalimat sebelum harus dihilangkan. Perbaikan konjungsi

antarkalimat sebagai berikut.

Perbaikan

Kemudian memeranginya dengan membawa lari

senjata dan perlengkapan perang lain.

4.4 Kesalahan Berbahasa Tataran Sintaksis

Sintaksis adalah cabang ilmu linguistik yang objek bahasannya

aspek gramatika bahasa terkait frasa, klausa, dan kalimat. Ramlan (1987)

menjelaskan bahwa sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang

membicarakan struktur frasa dan kalimat. Secara spesifik, sintaksis juga

membahas tentang fungsi, kategori, dan peran unsur-unsur pembentuk

kalimat. Selain itu, dalam tataran sintaksis kesalahan berbahasa juga

berkaitan dengan kaidah-kaidah kalimat efektif.

Menurut Tarigan (1990:199), Kesalahan sistaksis adalah kesalahan

atau penyimpangan struktur frasa, klausa, kalimat, serta ketidaktepatan

pemakaian partikel. Dalam penelitian Diana (2015) berjudul “Kesalahan

Berbahasa pada Proposal Kegiatan Ormawa Periode 2014 Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember”, kategori kesalahan

Page 117: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

105

sintaksis dikelompokkan menjadi dua yaitu kesalahan pada frasa dan

kalimat. Berikut ini paparannya.

4.4.1 Kesalahan dalam Frasa

Kategori kesalahan frasa dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu:

penggunaan preposisi yang tidak tepat, penggunaan unsur yang berlebihan

(mubazir), bentuk resiprokal yang salah, dan penjamakan yang ganda.

a. Penggunaan Preposisi yang Tidak Tepat

Kesalahan berbahasa tataran frasa dapat disebabkan oleh

pengunaan preposisi yang tidak tepat dalam frasa berkata depan. Hal

ini biasanya terjadi pada frasa preposisional yang menyatakan tempat,

waktu, dan tujuan. Kesalahan berbahasa tataran frasa yang disebabkan

oleh penggunaan preposisi yang tidak tepat juga ditemukan dalam

proposal kegiatan. Berikut adalah contoh yang mengalami kesalahan

penggunaan preposisi.

Contoh 1)

Kegiatan ini memiliki tujuan, antara lain:

Mengenalkan Himpunan Mahasiswa Prodi

“Golden Age” pada mahasiswa baru

Pada contoh tersebut, preposisi pada digunakan di depan kata

mahasiswa untuk menyatakan predikat yang dituju. Preposisi pada

berfungsi sebagai (1) menyatakan tempat dan (2) menyatakan tempat

keberadaan. Preposisi ini sebaiknya tidak digunakan di depan objek

dalam predikatnya mengandung pengertian “tertuju terhadap sesuatu”.

Kalimat tersebut dapat direvisi sebagai berikut.

Perbaikan 1)

Kegiatan ini memiliki tujuan, antara lain:

1. mengenalkan Himpunan Mahasiswa Prodi

“Golden Age” kepada mahasiswa baru;

2. dst.

Contoh 2)

Perubahan pola pikir serta perilaku manusia dalam

memperlakukan diri sendiri dan lingkungan telah

jauh berbeda dengan era-era sebelumnya.

Pada contoh di atas, preposisi dengan kurang tepat digunakan

pada kalimat tersebut. Preposisi dengan berfungsi sebagai a) untuk

menyatakan alat, b) menyatakan beserta, c) menyatakan cara atau sifat

perbuatan, dan d) menyatakan ungkapan tetap. Frasa telah jauh

berbeda menyatakan perbandingan antara era sebelum dan

sesudahnya menyebabkan preposisi dengan kurang tepat digunakan

Page 118: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

106

pada kalimat tersebut. Selain itu, preposisi serta diganti dengan dan.

Preposisi serta dapat digunakan apabila dalam satu kalimat preposisi

dan telah digunakan sebelumnya. Kalimat tersebut dapat direvisi

sebagai berikut.

Perbaikan 2)

Perubahan pola pikir dan perilaku manusia dalam

memperlakukan diri sendiri dan lingkungan telah

jauh berbeda dari era-era sebelumnya.

b. Penggunaan Unsur yang Berlebihan atau Mubazir

Kesalahan berbahasa dalam bidang frasa dapat juga disebabkan

oleh penggunaan kata yang berlebihan. Jika diperhatikan dari segi

efisiensi bahasa, kesalahan berbahasa seperti ini tidak efektif dan

mubadzir. Pada proposal kegiatan, penggunaan unsur yang berlebihan

terjadi karena pemakai bahasa menggunakan dua kata atau frasa yang

maknanya sama atau hampir bersamaan dalam satu konstruksi frasa.

Berikut adalah contoh kesalahan berbahasa tataran frasa yang

disebabkan penggunaan unsur yang berlebihan.

Contoh 1)

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal,

dijadikan tempat yang mempunyai peran penting

dan strategis untuk melaksanakan tugas tersebut.

Pada contoh di atas, frasa sebagai lembaga pendidikan formal

tidak perlu digunakan karena sudah jelas bahwa sekolah adalah

lembaga pendidikan formal. Selain itu, frasa tersebut mengkaburkan

fungsi predikat pada kalimat. Kalimat tersebut dapat direvisi sebagai

berikut.

Perbaikan 1)

Sekolah menjadi tempat yang mempunyai peran

penting dan strategis untuk melaksanakan tugas

tersebut.

Contoh 2)

Oleh karenanya, mata pelajaran bahasa

Indonesia dijadikan mata pelajaran pokok yang

wajib diikuti dan dimasukkan ke dalam syarat

kelulusan ujian disetiap jenjang pendidikan.

Pada contoh tersebut, kata mata pelajaran sebelum kata bahasa

Indonesia tidak perlu digunakan karena sudah dijelaskan pada frasa

mata pelajaran pokok. Penggalan frasa yang wajib diikuti tidak perlu

digunakan karena frasa pelajaran pokok sudah dapat menjelaskan

bahwa pelajaran bahasa Indonesia wajib diikuti. Selain itu, frasa

Page 119: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

107

dimasukkan ke dalam tidak perlu digunakan karena sudah dijelaskan

pada frasa syarat kelulusan ujian. Kalimat tersebut dapat direvisi

sebagai berikut.

Perbaikan 2)

Oleh karena itu, bahasa Indonesia menjadi mata

pelajaran pokok dan syarat kelulusan ujian di

setiap jenjang pendidikan.

c. Kesalahan Bentuk Resiprokal

Kesalahan bentuk resiprokal terjadi pada proposal kegiatan.

Bentuk resiprokal dapat dihasilkan dengan cara menggunakan kata

saling atau dengan kata ulang berimbuhan. Akan tetapi jika ada

bentuk yang berarti ‘berbalasan’ itu dengan cara pengulangan kata,

digunakan sekaligus dengan kata saling, akan terjadi bentuk

resiprokal yang salah. Berikut adalah contoh kesalahan bentuk

resiprokal.

Contoh

Salah satu tujuan utama ESA adalah agar setiap

anggota dapat saling mengena dan saling bertukar

pengalaman.

Penggalan frasa saling bertukar pengalaman pada contoh di atas

mengalami kesalahan resiprokal. Menurut KBBI, bertukar adalah

seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain yang memberikan

sesuatu. Berdasarkan pengertian tersebut, kata bertukar merupakan

bentuk yang berarti ‘berbalasan’ sehingga kata saling tidak perlu

digunakan. Kalimat tersebut dapat direvisi sebagai berikut.

Perbaikan

Salah satu tujuan utama ESA adalah agar setiap

anggota dapat saling mengenal dan bertukar

pengalaman.

d. Kesalahan penjamakan yang ganda

Menurut kaidah, bentuk jamak bahasa Indonesia dapat dilakukan

dengan cara pengulangan, menambahkan kata bilangan,

menambahkan kata bantu jamak, dan kata ganti orang. kalimat

menjadi tidak baku apabila menggunakan dua bentuk penjamakan

sekaligus. Contoh di bawah ini adalah bentuk kesalahan penjamakan

yang ganda.

Contoh

Diharapkan dengan memahami dan mengerti

tentang kebudayaan dari negara-negara yang sudah

dipilih, mahasiswa mengerti dan memahami

Page 120: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

108

bahwa banyak sekali subjek-subjek kebudayan

yang bisa kita persentasikan sebagai bahan ajar

kita kepada anak-anak didik kita di masa depan.

Pada contoh di atas, frasa banyak sekali subjek-subjek

mengalami kesalahan penajamakan. Contoh tersebut akan menjadi

baku bila memilih salah satu cara penjamakan antara menambahkan

kata bantu jamak (banyak) dan pengulangan (subjek-subjek). Kalimat

tersebut dapat direvisi sebagai berikut.

Perbaikan

Diharapkan dengan memahami dan mengerti

kebudayaan dari negara-negara yang sudah dipilih,

mahasiswa mengerti dan memahami bahwa

banyak subjek kebudayan yang bisa

dipresentasikan sebagai bahan ajar kepada anak-

anak didik di masa depan.

4.4.2 Kesalahan dalam Kalimat

Kategori kesalahan kalimat dapat dikelompokkan menjadi tujuh

yaitu: (a) kalimat tidak bersubjek, (b) kalimat buntung, (c) penggunaan

kata tanya yang tidak perlu, (d) kalimat ambigu, (e) kalimat tidak logis,

dan (f) penggunaan konjungsi yang berlebihan dan penghilangan

konjungsi. Berikut ini paparannya.

a. Kesalahan Kalimat Tidak Bersubjek

Suatu kalimat paling sedikit harus terdiri atas subjek dan

predikat, kecuali kalimat perintah atau ujaran yang merupakan

jawaban pertanyaan. Kalimat yang subjeknya tidak jelas terdapat

dalam kalimat rancu, yaitu kalimat yang berpredikat verba aktif

transitif di depan subjek terdapat preposisi. Berikut adalah contoh

kesalahan kalimat tidak bersubjek pada proposal kegiatan.

Contoh

Sebagai mahasiswa FKIP UNIVERSITAS

JEMBER yang berkompeten tidak hanya

berkompeten dalam bidang akademik.

Pada contoh di atas, kesalahan kalimat tidak bersubjek terdapat

pada proposisi sebagai. Kalimat aktif yang diawali dengan proposisi

menjadikan kalimat tersebut tidak bersubjek atau kabur. Perbaikan

kalimat tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu (a) apabila

ingin tetap mempertahankan proposisi yang mendahului subjek, maka

predikat diubah menjadi bentuk pasif dan (b) apabila menghendakai

predikat tetap dalam bentuk aktif, maka proposisi yang mendahului

Page 121: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

109

subjek harus dihilangkan. Kalimat tersebut dapat direvisi sebagai

berikut.

Perbaikan

Mahasiswa FKIP Universitas Jember tidak hanya

berkompeten dalam bidang akademik.

b. Kesalahan Kalimat Tidak Bersubjek dan Tidak Berpredikat (Kalimat

Buntung)

Kalimat tidak bersubjek dan berperdikat ditemukan dalam

proposal kegiatan. Sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, kalimat

tunggal tidak boleh diawali oleh kata-kata karena, sehingga, apabila,

agar, seperti, kalau, walaupun, jika, dan konjungsi yang lain. Berikut

adalah contoh kesalahan kalimat buntung.

Contoh

Apabila tujuan ini diterapkan dengan baik maka

akan berguna bagi masyarakat, bangsa, dan

negara. Serta dapat memperkaya kebudayaan

nasional.

Kalimat yang dipenggal tersebut masih mempunyai hubungan

gantung dengan kalimat sebelumnya. Kalimat yang memiliki

hubungan gantung tersebut disebut anak kalimat, sedangkan kalimat

tempat bergantung anak kalimat tadi disebut induk kalimat. Kalimat

tersebut bukan kalimat baku karena tidak ada fungsi subjek dan

predikat. Kalimat tersebut dapat direvisi sebagai berikut.

Perbaikan

Apabila tujuan ini diterapkan dengan baik maka

akan berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara

serta dapat memperkaya kebudayaan nasional.

c. Penggunaan Kata Tanya yang Tidak Perlu

Penggunaan bentuk-bentuk kata tanya dalam kalimat berita

(bukan kalimat tanya) menyebabkan kalimat tidak baku. Berikut

adalah kesalahan penggunaan kata tanya.

Contoh

...dengan harapan agar senantiasa mendapat

dukungan dari berbagai pihak sehingga apa yang

menjadi maksud dan tujuan diselenggarakan acara

ini dapat tercapai dengan baik dan sukses....

Kata tanya apa tidak perlu digunakan. Kalimat tersebut bukan

kalimat tanya sehingga bentuk-bentuk kata di mana, yang mana, hal

mana, dari mana, apa dan bentuk kata tanya lain tidak perlu

digunakan pada kalimat pernyataan. Selain itu, penggalan frasa

Page 122: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

110

dengan harapan agar senantiasa kurang tepat digunakan karena

membuat kalimtat menjadi kabur. Kalimat tersebut dapat direvisi

sebagai berikut.

Perbaikan

...dengan harapan agar senantiasa mendapat

dukungan dari berbagai pihak sehingga maksud

dan tujuan diselenggarakan acara ini dapat tercapai

dengan baik dan sukses....

d. Kalimat yang Ambigu

Ambigu adalah kegandaan arti kalimat sehingga meragukan atau

sama sekali tidak dipahami orang lain. Ambiguitas dapat disebabkan

beberapa hal, di antaranya intonasi yang tidak tepat, pemakaian kata

yang bersifat polisemi, struktur kalimat yang tidak tepat. Berikut

contoh kalimat ambigu dalam proposal kegiatan.

Contoh

Bentuk kegiatan antara lain:

Pameran foto kegiatan Earth Day Action yang

telah dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa

Pendidikan Biologi pada tanggal 22 April 2014

dan pemberian tempat sampah di lingkungan

Gedung III FKIP Universitas Jember.

Penempatan preposisi dan kurang tepat sehingga membuat kalimat

tersebut ambigu. Kalimat tersebut memiliki dua persepsi yaitu 1) kegiatan

pameran foto kegiatan Earth Day telah dilaksanakan pada 22 April

dilanjutkan dengan kegiatan pemberian tempat sampah di tanggal yang

berbeda, 2) kedua kegiatan tersebut dilaksanakan pada 22 April. Kalimat

tersebut dapat direvisi sebagai berikut.

Perbaikan

Pameran foto kegiatan Earth Day Action dan

pemberian tempat sampah telah dilaksanakan oleh

Himpunan Mahasiswa Pendidikan Biologi pada 22

April 2014 di lingkungan Gedung III FKIP

Universitas Jember.

e. Kalimat Tidak Logis

Kalimat tidak logis adalah kalimat yang tidak masuk akal. Hal itu

terjadi karena penulis kurang berhati-hati dalam memilih kata. Berikut

contoh kalimat tidak logis.

Contoh

Berusaha memperbanyak pasokan ilmu dan

pengalaman adalah salah satu cara manusia untuk

Page 123: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

111

mengembangkan kualitas fisiknya. Cara ini tidak

akan berhenti hingga manusia sampai di tepi

ajalnya.

Frasa Kualitas fisik tidak ada hubungannya dengan

memperbanyak ilmu sehingga kalimat tersebut tidak logis.

Ketidaklogisan kalimat berikutnya terdapat pada penggalan frasa di

tepi ajalnya. Ajal manusia tidak berada pada suatu tempat. Selain itu,

kata pasokan kurang tepat digunakan karena kata tersebut biasa

dihubungkan pada kata benda seperti beras, BBM, gabah dan lain-

lain. Kalimat tersebut dapat direvisi sebagai berikut.

Perbaikan

Berusaha memperbanyak ilmu dan pengalaman

adalah salah satu cara untuk mengembangkan

potensi diri. Cara ini tidak akan berhenti hingga

akhir hayat.

f. Penggunaan Konjungsi yang Berlebihan

Kekurangcermatan pemakai bahasa dapat mengakibatkan

penggunaan konjungsi yang berlebihan. Hal itu tejadi karena dua

kaidah bahasa bersilang dan bergabung dalam sebuah kalimat. Berikut

contoh penggunaan konjungsi yang berlebihan.

Contoh

Namun, bila dibandingkan dengan negara-negara

yang lain, maka pendidikan Indonesia masih perlu

ditingkatkan, khususnya dalam peningkatan daya

saing bangsa.

Penggunaan dua konjungsi sekaligus kurang tepat digunakan

pada kalimat tersebut. Bentuk konjungsi namun dan maka tidak serasi

digunakan pada satu kalimat. Selain itu, preposisi yang tidak perlu

digunakan. Anatara kata pendidikan dan Indonesia seharusnya

diberikan preposisi di agar kalimat tersebut jelas. Kalimat tersebut

dapat direvisi sebagai berikut.

Perbaikan

Namun, bila dibandingkan dengan negara-negara

lain, pendidikan di Indonesia masih perlu

ditingkatkan, khususnya dalam peningkatan daya

saing bangsa.

g. Penghilangan konjungsi

Pada proposal kegiatan terdapat gejala penghilangan konjungsi

pada anak kalimat. Penghilangan konjungsi itu menjadikan kalimat

Page 124: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

112

tersebut tidak efektif (tidak baku). Berikut adalah contoh kesalahan

penghilangan konjungsi pada proposal kegiatan.

Contoh

Melihat kondisi perahu karet GEMAPITA

FKIP UNIVERSITAS JEMBER yang kurang

memadai di antaranya tidak adanya identitas pada

perahu karet serta peralatan pendukung yang

kurang, maka kami selaku pengurus GEMAPITA

FKIP Universitas Jember bermaksud mengajukan

perlengkapan rescue guna mendukung

pelaksanaan kegiatan rutin dan SAR, serta sebagai

media publikasi.

Penghilangan konjungsi terjadi pada penggalan kalimat melihat

kondisi perahu karet sehingga kalimat tersebut tidak baku. Penggalan

frasa tersebut berfungsi sebagai keterangan namun penghilangan

konjungsi membuat frasa tersebut kabur. Fungsi keterangan akan

lebih jelas apaila menggunakan konjungsi setelah sebelum penggalan

frasa melihat kondisi perahu karet. Penggalan frasa selaku pengurus

GEMAPITA FKIP Universitas Jember tidak perlu digunakan karena

sudah jelas yang mengajukan proposal adalah pengurus. Kalimat

tersebut dapat direvisi sebagai berikut..

Perbaikan

Setelah melihat kondisi perahu karet GEMAPITA

FKIP Universitas Jember yang kurang memadai di

antaranya tidak ada identitas pada perahu karet dan

peralatan pendukung yang kurang, kami

bermaksud mengajukan perlengkapan rescue guna

mendukung pelaksanaan kegiatan rutin dan SAR

serta sebagai media publikasi.

4.5 Kesalahan Berbahasa Tataran Semantik

Semantik adalah ilmu tentang makna. Chaer (2002) mengungkapkan

bahwa semantik mengkaji makna yang berkaitan dengan bahasa sebagai

alat komunikasi. Dalam tataran semantik, kesalahan berbahasa dapat

terjadi pada beberapa hal seperti: (a) diksi (pemilihan kata), (b) hiperkorek,

(c) ambiguitas, dan (d) pleonasme (Setyo, 2017). Berikut ini paparannya.

4.5.1 Pleonasme

Pleonasme adalah praktik penggunaan unsur-unsur kebahasaan secara

berlebihan.

Page 125: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

113

Contoh 1

Cabai mahal diakibatkan karena musim hujan

yang berkepanjangan. Karena itu petani-petani

cabai ada yang merugi.

Kalimat yang bercetak tebal pada contoh di atas termasuk kesalahan

pleonasme. Terdapat penggunaan dua kata yang searti yang tidak perlu

karena menggunakan salah satu di antara kedua kata itu sudah cukup yaitu

pada kata diakibatkan dan karena. Penggunaan kata akibat memiliki makna

hasil suatu peristiwa, sedangkan kata “karena” merupakan kata

penghubung yang menandai sebab atau alasan. Kata hubung “karena”

sebenarnya tidak perlu digunakan, karena pengertian yang terkandung

pada kata itu sudah terkandung pada kata yang mendahuluinya. Dilihat

dari kesesuaian kalimatnya, seharusnya penulis cukup menggunakan kata

“akibat” sebab makna yang ditunjukkan sudah sangat jelas. Kalimat yang

tepat adalah sebagai berikut.

Perbaikan 1)

Cabai mahal diakibatkan musim hujan yang

berkepanjangan. Karena itu petani-petani

cabai ada yang merugi.

Contoh 2)

Tetapi masih banyak orang-orang yang suka

membuat ulah dengan alam kita. Seperti menebang

pohon sembarangan, membuang sampah ke sungai

dan masih banyak yang lainnya.

Pada kalimat tersebut, terdapat kesalahan pleonasme karena terdapat

bentuk jamak yang dinyatakan dua kali. Kata “banyak” mengandung

makna jamak, sebaiknya kata benda yang mengikutinya tidak perlu

dijamakkan dengan perulangan sehingga makna yang disampaikan tidak

berlebihan. Jadi kalimat tersebut cukup dikatakan sebagai berikut.

Perbaikan 2)

Tetapi masih banyak orang yang suka membuat

ulah dengan alam kita. Seperti menebang

pohon sembarangan, membuang sampah ke

sungai, dan masih banyak yang lainnya.

Contoh 3)

Proses penularannya biasanya penularannya

dari penyakit ini berada di tempat umum yang

ramai orang-orangnya. Contoh sekolah,

perumahan, pasar.

Page 126: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

114

Pada contoh kalimat tersebut, ada penggunaan kata yang berlebihan

yaitu pengulangan kalimat “proses penularannya” yang sebenarnya tidak

perlu digunakan. Hal ini menyebabkan makna yang terdapat dalam kalimat

tersebut tidak tersampaikan dengan jelas dan sulit dipahami. Seharusnya

penulisannya cukup satu kali saja agar makna dalam kalimat tersebut tidak

berlebihan. Jadi penulisan kalimat yang tepat adalah sebagai berikut.

Perbaikan 3

Proses penularannya biasanya dari penyakit ini

berada di tempat umum yang ramai orang-

orangnya. Contoh sekolah, perumahan, pasar.

Selanjutnya perhatikan contoh berikut.

Contoh 4)

Para hadirin yang saya hormati yang saya hormati.

Pada contoh tersebut, terdapat penggunaan kata yang berlebihan yaitu

pengulangan kalimat “yang saya hormati”. Seharusnya penulisannya

cukup satu kali saja agar makna yang disampaikan tidak berlebihan. Selain

itu, penggunaan kata “para” tidak perlu digunakan karena kata para

memiliki makna jamak yaitu kata penyerta yang menyatakan pengacuan ke

kelompok, sedangkan kata “hadirin” sudah memiliki makna semua orang

yang hadir dalam pertemuan itu. Jadi penulisan kalimat yang benar adalah

sebagai berikut.

Perbaikan 4)

Hadirin yang saya hormati.

Berikutnya, contoh 5)

Narkoba adalah obat-obatan berbahaya yang dapat

merusak tubuh. Narkoba terdiri atas beberapa

macam dan jenis.

Pada kalimat tersebut terdapat kesalahan pleonasme karena kata

beberapa mengandung pengertian jamak, begitu pula kata macam dan jenis

memiliki arti yang sama. Karena itu dalam sebuah kalimat cukup

digunakan salah satu saja agar maknanya tidak berlebihan. Maka kalimat

yang tepat adalah sebagai berikut.

Perbaikan 5)

Narkoba adalah obat-obatan berbahaya yang dapat

merusak tubuh. Narkoba terdiri atas beberapa

macam dan jenis.

Perhatikan contoh 6) berikut ini.

Narkoba adalah penyebab utama melemahnya

pemikiran dan kesehatan yang dimiliki semua

siswa di SMAN darussholah singojuruh ini,

Page 127: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

115

banyak sekali macam-macam narkoba dan cara

penyebarannya....

Pada kutipan tersebut, termasuk kesalahan gejala pleonasme yaitu

pada kalimat yang digarisbawahi. Pada kalimat tersebut mengandung

unsur yang berlebihan yaitu pada kalimat “banyak sekali macam-macam”,

kata “banyak” memiliki makna besar jumlahnya/tidak sedikit, sedangkan

kata “macam-macam” memiliki makna jenis/ aneh-aneh. Jadi dalam

kalimat tersebut kurang efisien karena mengandung unsur yang berlebihan.

Sebaiknya penulis menggunakan kalimat “banyak macam” atau

“bermacam-macam” untuk menggantikan penggunaan kata yang salah

tersebut. Karena maknanya tetap sama yaitu banyak jenisnya. Jadi

penulisan kalimat yang benar adalah sebagai berikut.

Perbaikan 6)

Narkoba adalah penyebab utama melemahnya

pemikiran dan kesehatan yang dimiliki semua

siswa di SMAN Darussholah Singojuruh ini,

banyak macam narkoba dan cara

penyebarannya....

Perhatikan contoh 7)

Selanjutnya adalah masalah kesehatan, istirahat yang

cukup dapat memulihkan stamina tubuh kita yang letih,

istirahat juga bagi untuk kesehatan.

Kutipan tersebut termasuk kesalahan gejala pleonasme yaitu

penggunaan unsur yang berlebihan. Pada kalimat tersebut terdapat

beberapa kata yang tidak perlu digunakan namun tetap digunakan oleh

penulis sehingga terkesan berlebihan. Pada kata yang bergaris bawah, kata

“bagi” memiliki makna kata depan untuk menyatakan tujuan, sedangkan

kata “untuk” memiliki makna kata depan menyatakan bagi. Dari kedua

kata tersebut makna yang dimiliki hampir sama, namun dilihat dari

konteks kalimat lebih cocok menggunakan kata “untuk”. Jadi penulisan

kalimat yang benar adalah sebagai berikut.

Perbaikan 7)

Selanjutnya adalah masalah kesehatan, istirahat

yang cukup dapat memulihkan stamina tubuh kita

yang letih, istirahat juga untuk kesehatan.

Contoh 8)

Progam kerja yang lebih baik dan membuat

Indonesia semakin jaya, dan mari kita optimalkan

anak-anak kita yang sebagai penerus bangsa yang

bisa membanggakan bangsa kita. Para-para

Page 128: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

116

anak-anak kita dalam berkembang dalam hal

apapun sesuai bakat dan minat masing-masing.

Pada kalimat tersebut termasuk kesalahan gejala pleonasme yaitu

penggunaan kata yang berlebihan. Pada kalimat tersebut terdapat beberapa

kata yang tidak perlu digunakan namun tetap digunakan oleh penulis

sehingga membuat maknanya berlebihan. Pada kata “yang” memiliki

makna menyatakan bahwa bagian kalimat berikutnya menjelaskan kata

yang di depan, penggunaan kata “yang” di bagian awal tidak menjelaskan

kata yang ada sebelumnya, sedangkan kata “yang” di bagian akhir

menjelaskan kata sebelumnya. Jadi penggunaan kata “yang” di awal tidak

diperlukan. Selanjutnya pada kalimat “para-para anak-anak” seharusnya

cukup “para anak” atau “anak-anak” karena maknanya sama yaitu bersifat

jamak. Penulisan kalimat yang benar adalah sebagai berikut.

Perbaikan 8)

Progam kerja yang lebih baik dan membuat

Indonesia semakin jaya, dan mari kita optimalkan

anak-anak kita sebagai penerus bangsa yang bisa

membanggakan bangsa kita”. Anak-anak kita

berkembang dalam hal apapun sesuai dengan

bakat dan minat masing-masing.

Perhatikan contoh 9 berikut ini.

Dengan adanya banjir karena luapan sungai yang

tidak mampu menghadang derasnya air yang

datang sehingga menyebabkan jebolnya sistem

perairan di suatu perairan.

Pada contoh tersebut terdapat penggunaan kata yang berlebihan yaitu

pada kalimat yang bercetak tebal sehingga menimbulkan makna yang

berlebihan. Kalimat yang bercetak tebal sebaiknya tidak perlu digunakan,

karena kalimat sebelumnya sudah menjelaskan apa yang disampaikan.

Maka kalimat yang tepat adalah sebagai berikut.

Perbaikan

Dengan adanya banjir karena luapan sungai yang

tidak mampu menghadang derasnya air yang

datang sehingga menyebabkan jebolnya sistem

perairan.

Perhatikan contoh 10)

Bencana alam tersebut mempunyai berbagai

macam jenis bencana, seperti banjir, tanah

longsor, kebakaran hutan liar dan lain sebagainya.

Page 129: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

117

Pada contoh tersebut terdapat penggunaan penanda jamak diikuti kata

benda bentuk jamak. Kata berbagai artinya sama dengan kata macam dan

jenis. Kata berbagai menunjukkan makna jamak. Sebaiknya dalam kalimat

tersebut cukup menggunakan kata “berbagai macam” saja, karena makna

yang dimunculkan sudah sangat jelas. Maka kalimat yang tepat adalah

sebagai berikut.

Perbaikan

Bencana alam tersebut mempunyai berbagai

macam bencana, seperti banjir, tanah longsor,

kebakaran hutan liar dan lain sebagainya”.

4.5.2 Ambiguitas

Ambiguitas adalah menduanya makna. Ambiguitas makna dapat

terjadi karena makna yang tepat bisa didapatkan ketika konteks yang

melingkupinya dibangun dengan baik. Djajasudarma (2012:99)

mengatakan bahwa setiap kata dapat bermakna lebih dari satu, dapat

mengacu pada benda yang berbeda, sesuai dengan lingkungan

pemakaiannya. Kesalahan berbahasa dalam aspek ambiguitas terjadi

karena penggunaan bentuk bahasa yang dapat memnyebabkan multitafsir.

Berikut ini paparannya.

Contoh 1)

Keadaan di sana sangat minim sekali, contohnya

seperti bangunannya, atap yang bocor sana-sini,

lantainya masih tanah sehingga pada musim hujan

tanahnya becek dan itu sangat mengganggu proses

pembelajaran. Bangku di kelas juga sangat

sedikit ada yang keropos.

Pada contoh di atas termasuk kesalahan ambiguitas yang

menimbulkan makna ambigu. Kalimat yang bercetak tebal tersebut tidak

jelas merujuk ke mana. Kalimat tersebut menimbulkan penafsiran ganda

yaitu yang pertama bangku di kelas sangat sedikit ada yang keropos (lebih

banyak yang tidak keropos) makna tersebut berlainan dengan konteks

kalimat yang menunjukkan kurangnya fasilitas sekolah. Kedua penafsiran

lain yaitu bangku di kelas sangat sedikit dan juga keropos. Maka kalimat

yang tepat adalah sebagai berikut.

Perbaikan 1)

Keadaan di sana sangat minim sekali, contohnya

seperti bangunannya, atap yang bocor sana-sini,

antainya masih tanah sehingga pada musim hujan

tanahnya becek dan itu sangat mengganggu proses

Page 130: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

118

pembelajaran. Bangku di kelas sangat sedikit dan

ada yang keropos.

Contoh 2)

Hadiahnya bukan itu saja pemenang pertama akan

mengikuti lomba di antar provinsi yang

hadiahnya lebih besar dan mendapatkan bantuan

siswa dalam pendidikan yang lebih tinggi.

Pada contoh di atas mengandung makna yang ambigu. Kata yang

bergaris bawah menimbulkan penafsiran makna ganda, yaitu provinsi yang

mengantar saat perlombaan atau lomba antarprovinsi. Agar kalimat

tersebut tidak ambigu atau rancu, kata “diantar” diganti dengan kata

“antar” yang memiliki makna yang jelas dan mudah dipahami dalam

kalimat tersebut. Jadi kalimat yang tepat adalah sebagai berikut.

Perbaikan 2)

Hadiahnya bukan itu saja pemenang pertama akan

mengikuti lomba antarprovinsi yang hadiahnya

lebih besar dan mendapatkan bantuan siswa dalam

pendidikan yang lebih tinggi.

Contoh 3)

Hadirin semua anggota bisa semangat lagi untuk

meraih hadiah-hadiah yang bisa membanggakan

negara dan orang tua hadirin dan para pelatih-

pelatih bisa memberikan semangat dan

memperhatikan fisiknya siswa-siswi....

Pada contoh di atas termasuk kesalahan ambiguitas yang

menimbulkan makna yang ambigu. Kalimat yang bercetak tebal tersebut

tidak jelas merujuk kemana. Pertama, pada kalimat “Hadirin semua

anggota” menimbulkan makna semua anggota hadir atau hanya sebagian.

Kedua, pada kalimat “fisiknya siswa siswi”. Akhiran –nya merupakan kata

ganti yang menyatakan kepemilikan yang digabungkan dengan kata dasar.

Selain sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan, satuan –nya dapat

memiliki fungsi untuk menunjukkan sesuatu. Dalam kalimat tersebut, kata

“fisiknya” dapat menimbulkan dua penafsiran yaitu menunjukkan fisiknya

pelatih atau fisik siswa-siswi, karena sebelum kata fisik merujuk pada

pelatih sehingga maknanya sulit dipahami. Jadi kalimat yang tepat adalah

sebagai berikut

Perbaikan 3)

Hadirin bisa semangat lagi untuk meraih hadiah-

hadiah yang bisa membanggakan negara dan orang

Page 131: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

119

tua hadirin dan para pelatih-pelatih bisa

memberikan semangat dan memperhatikan fisik

siswa-siswi....

Selanjutnya perhatikan contoh 4 berikut ini

Di samping itu hidupnya pemuda haruslah dengan

berbagai ilmu....

Pada contoh di atas terdapat kesalahan ambiguitas yang menimbulkan

makna ambigu. Pada kata “hidupnya” memiliki dua makna yaitu yang

pertama dapat berarti bangkitnya pemuda, atau berarti hidup keseharian

pemuda tersebut. Akhiran –nya membuat makna kata tersebut menjadi

ambigu, sebaiknya cukup menggunakan kata “hidup” saja sehingga makna

kata tersebut menjadi jelas. Maka kalimat yang tepat adalah sebagai

berikut.

Perbaikan 4)

Di samping itu hidup pemuda haruslah dengan

berbagai ilmu....

Contoh 5)

Melalui kegiatan ini, marilah kita bersama-sama

melakukan beberapa upaya untuk mengatasi

bencana alam yang melanda yaitu dengan upaya

reboisasi dan membuang sampah sembarangan.

Pada kalimat di atas terdapat kesalahan penulisan yang menyebabkan

kalimat tersebut ambigu, yaitu pertama pada kata “melanda” menimbulkan

makna bahwa peristiwa itu sudah terjadi saat itu sedangkan dalam konteks

dalam teks pidato yang disampaikan hanya berupa wacana/upaya. Hal ini

menyebabkan ketidaksesuaian. Kedua, penggunaan kalimat “dan

membuang sampah sembarangan” tidak sesuai dengan konteks kalimat

sebelumnya yang menjelaskan tentang upaya mengatasi bencana alam,

sedangkan kalimat yang digaris bawahi tersebut salah satu faktor

terjadinya bencana tersebut. Karena ketidaktelitian tersebut maka makna

yang disampaikan tidak sesuai. Seharusnya kalimat tersebut diperbaiki

menjadi

Perbaikan 5)

Melalui kegiatan ini, marilah kita bersama-sama

melakukan beberapa upaya untuk mengatasi

bencana alam yaitu dengan upaya reboisasi dan

tidak membuang sampah sembarangan” agar tidak

menimbulkan penafsiran lain pula.

Contoh 6)

Page 132: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

120

...dan saya mengucapkan terima kasih kepada

seluruh anggota Pecinta Alam yang telah hadir

untuk mendiskusikan tentang bagaimana cara

menghindari Bencana Alam pada siang hari ini.

Pada kalimat yang bercetak tebal menimbulkan makna yang ambigu,

yang pertama menimbulkan makna bagaimana acara menghindari bencana

alam yang terjadi pada saat itu, dan makna yang kedua pada siang hari itu

membahas tentang bagaimana cara menghindari bencana alam. Hal itu

menyebabkan makna yang disampaikan sulit dipahami. Maka, penulisan

kalimat yang tepat adalah sebagai berikut.

Perbaikan 6)

...dan saya mengucapkan terima kasih kepada

seluruh anggota Pecinta Alam yang telah hadir

pada siang hari ini untuk mendiskusikan tentang

bagaimana cara menghindari Bencana Alam.

4.5.3 Pemilihan Diksi

Salah satu pertimbangan penting ketika berkomunikasi adalah

pemilihan diksi. Pemilihan diksi adalah proses pemilihan bentuk

kebahasaan yang tepat untuk mengungkapkan ide yang dimaksud. Keraf

(2010:22—23) berpendapat bahwa istilah pilihan kata atau diksi

sebenarnya bukan saja dipergunakan untuk masyarakat kata-kata mana

yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga

meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Berikut ini

sajian rinci kesalahan berbahasa dalam bidang diksi/pemilihan kata.

Contoh

Kali ini saya akan membicarakan tentang

diesnatalis.

Contoh di atas termasuk kesalahan kecermatan pemilihan makna

kata yaitu pada kata “membicarakan” kurang sesuai untuk

menyampaikan gagasan pada sebuah teks pidato formal. Menurut

KBBI “membicarakan” memiliki makna mempercakapkan dan

memperkatakan. Agar menjadi kalimat yang baik dan sesuai konteks

kalimat sebaiknya menggunakan kata “membahas” yang memiliki

makna membicarakan, karena dilihat dari kesesuaian dengan kalimat

yang disampaikan. Maka kalimat yang tepat adalah

Perbaikan

Kali ini saya akan membahas tentang diesnatalis.

Page 133: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

121

4.6 Kesalahan Berbahasa Tataran Wacana

Kesalahan berbahasa pada tataran wacana dapat ditemukan pada

paragraf. Paragraf adalah rangkaian kalimat yang memaparkan satu ide

pokok yang disusun secara koheren dan kohesif. Kesalahan berbahasa

pada tataran ini, dapat dicermati dalam kalimat-kalimat penyusunnya

tersebut. Artinya, rangkaian kalimat dalam paragraf menjadi satu kesatuan

yang harus padu untuk mendukung penyapaian ide pokoknya. Berikut ini

paparan rinci mengenai kesalahan-kesalahan dalam tataran wacana.

4.6.1 Ketidakefektivan Paragraf karena Tidak Ada Pelesapan

Dalam menulis paragraf, penulis harus membangun keefektivan

paragraf dengan melakukan pelesapan-pelesapan untuk membangun

kepaduan paragraf. Dengan melakukan pelesapan, paragraf akan efektif

karena tidak mengulang-ulang kata pada kalimat-kalimat penyusunnya.

Perhatikan paragraf berikut.

Kami telah melakukan berbagai inovasi

dalam bidang Green Industry. Kami menerapkan

teknologi atap hijau dengan memanfaatkan

tanaman sebagai atap rumah. Kami berpikir

bahwa teknologi atap hijau dapat mengurangi

polusi udara. Kami juga beranggapan bahwa atap

hijau mampu mengurangi dampak pemanasan

global.

Kata yang bercetak tebal pada paragraf di atas tidak efektif karena

seharusnya bisa dilesapkan. Untuk membangun keefektivan kalimat, perlu

keekonomisan penggunaan bahasa untuk mencapai kepaduan paragraf.

Berikut ini perbaikan dari paragraf tersebut.

Perbaikan

Kami telah melakukan berbagai inovasi

dalam bidang Green Industry. Penerapan teknologi

atap hijau merupakan salah satu bentuk inovasi

tersebut dengan memanfaatkan tanaman sebagai

atap rumah. Kami berpikir bahwa teknologi

tersebut dapat mengurangi polusi udara. Selain

itu, atap hijau dianggap mampu mengurangi

dampak pemanasan global.

4.6.2 Kesalahan karena Terdapat Kalimat Sumbang

Paragraf terdiri atas satu kalimat utama yang berisi ide pokok dan

didukung oleh beberapa kalimat penjelas atau kalimat pendukung. Kalimat

penjelas/kalimat pendukung adalah kalimat yang berisi penjelasan atau

Page 134: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

122

gagasan yang mendukung ide pokok. Ketika terdapat kalimat yang tidak

mendukung kalimat utama di dalam sebuah paragraf, kalimat tersebut

diistilahkan dengan kalimat sumbang. Perhatikan paragraf berikut.

Error adalah jenis kesalahan berbahasa yang

dikarenakan penutur/penulis mengalami

ketidakpahaman terhadap kaidah bahasa yang

digunakannya (1). Kesalahan berbahasa terjadi

karena penulis/penutur hanya menguasai

bahasa daerah atau bahasa pertamanya saja

(2). Dalam konteks ini, kesalahan berbahasa

dilakukan oleh penutur/penulis dengan sengaja dan

tanpa disadari karena penutur/penulis tidak

memahami kaidah bahasa yang benar (3).Biasanya

ditandai dengan bentuk-bentuk kesalahan

berbahasa yang konsisten dan berpola (4).

Pada paragraf di atas, terdapat kalimat sumbang yaitu kalimat (2).

Ide pokok pada paragraf tersebut sebenarnya menjelaskan tentang

kesalahan berbahasa karena error atau kesalahan berbahasa karena tidak

memahami kaidah bahasa yang digunakan. Pada kalimat (2), paparannya

terlalu jauh membahas tentang bahasa kedua berupa bahasa daerah. Untuk

itu, perlu cermat dalam menyusun kalimat penjelas/kalimat pendukung.

Sebaiknya, kalimat penjelas/kalimat pendukung tersebut dihilangkan atau

direvisi.

Perbaikan

Error adalah jenis kesalahan berbahasa yang

dikarenakan penutur/penulis mengalami

ketidakpahaman terhadap kaidah bahasa yang

digunakannya. Dalam konteks ini, kesalahan

berbahasa dilakukan oleh penutur/penulis dengan

sengaja dan tanpa disadari karena penutur/penulis

tidak memahami kaidah bahasa yang benar.

Biasanya ditandai dengan bentuk-bentuk

kesalahan berbahasa yang konsisten dan berpola.

4.7 Kesalahan Berbahasa Tataran Ejaan dan Tanda Baca

Ejaan dan tanda baca adalah aspek teknis terkait kaidah atau

tatatertib dalam bahasa Indonesaia. Bahasa Indonesia telah melewati

perjalanan yang cukup panjang dalam sejarah pengaturan ejaan dan tanda

bacanya. Hingga saat ini, tercatat terdapat 6 kali pergantian kaidah ejaan

dan tanda baca bahasa Indonesia, yaitu: Ejaan Van Ophuysen (1901),

Page 135: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

123

Ejaan Republik/Ejaan Soewandi (1947), Ejaan Baru/Ejaan LBK (1967),

Ejaan yang Disempurnakan (1975), Penyempurnaan Ejaan yang

Disempurnakan (1987), Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia/PUEBI

(2015).

4.7.1 Kesalahan Berbahasa tataran Ejaan Bahasa Indonesia

Dalam penelitian Diana (2015) berjudul “Kesalahan Berbahasa pada

Proposal Kegiatan Ormawa Periode 2014 Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Jember”, ditemukan dan dipetakan kategori

kesalahan berbahasa tataran ejaan dan tanda baca dalam tiga jenis yaitu:

penggunaan huruf kapital, penulisan huruf miring, dan penulisan kata.

Berikut paparannya.

a. Kesalahan Penggunaan Huruf Kapital

Kategori kesalahan penggunaan huruf kapital ditemukan pada

proposal kegiatan di antaranya adalah kesalahan penggunaan huruf

kapital pada nama instansi, nama geografi, kata yang bukan diawal

kalimat, nama peristiwa sejarah, nama orang, dan agama. Kesalahan

penggunaan huruf tersebut dominan terjadi pada latar belakang,

tujuan, dan waktu pelaksanaan proposal kegiatan. Kesalahan tersebut

dipaparkan sebagai berikut.

Contoh (1a) dan (2a) kesalahan penggunaan huruf kapital pada nama

instansi

1a) ...selaku pengurus GEMAPITA FKIP

UNIVERSITAS JEMBER menyampaikan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

pihak FKIP Universitas Jember.

2a) Melihat kondisi perahu karet GEMAPITA

FKIP UNIVERSITAS JEMBER yang

kurang memadai di antaranya tidak adanya

identitas pada perahu karet....

Pada contoh (1a) dan (2a), penulisan nama instansi

“UNIVERSITAS JEMBER” mengalami kesalahan ejaan. Frasa

UNIVERSITAS JEMBER tidak ditulis huruf kapital semua karena

bukan singkatan. Contoh tersebut dapat direvisi sebagai berikut.

Perbaikan

1a) ...selaku pengurus GEMAPITA FKIP

Universitas Jember menyampaikan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak

FKIP Universitas Jember.

Page 136: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

124

2a) Melihat kondisi perahu karet GEMAPITA

FKIP Universitas Jember yang kurang

memadai di antaranya tidak adanya identitas

pada perahu karet....

Contoh (3a) dan (4a) kesalahan penggunaan huruf kapital pada nama

geografi

3a) Bencana banjir di daerah kecamatan kencong

kabupaten jember, pada tanggal 19 April

2013

Bencana banjir di desa kraton Kecamatan

kencong Kabupaten Jember, pada tanggal 21-

24 Desember 2013

Pencarian korban tenggelan di sungai desa

kedung suko kecamatan Bangsalsari

Kabupaten Jember, pada tanggal 12

Desember 2013

Pencarian koraban tenggelam di kali mayang

daerah kali mayang desa Sruni kecamatan

Jenggawah kabupaten Jember, pada tanggal

22 April 2013

4a) ...suatu wadah kegiatan demi

terselenggaranya olimpiade Matematika dan

IPA tingkat SD se-kabupaten jember...

Huruf kapital digunakan pada huruf pertama nama geografi. Pada

contoh 3a dan 4a, penulisan nama geografi mengalami kesalahan di

antaranya pada nama geografi kecamatan kencong, kabupaten jember,

desa kraton, desa kedung suko, kali mayang, dan se-kabupaten

jember. Contoh tersebut dapat direvisi sebagai berikut.

Perbaikan

3a) Bencana banjir di daerah Kecamatan

Kencong Kabupaten Jember, pada tanggal 19

April 2013

Bencana banjir di Desa Kraton Kecamatan

Kencong Kabupaten Jember, pada tanggal 21-

24 Desember 2013

Pencarian korban tenggelan di sungai Desa

Kedung Suko Kecamatan Bangsalsari

Kabupaten Jember, pada tanggal 12

Desember 2013

Page 137: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

125

Pencarian korban tenggelam di Kali Mayang

daerah Kali Mayang Desa Sruni Kecamatan

Jenggawah kabupaten Jember, pada tanggal

22 April 2013

4a) ...suatu wadah kegiatan demi

terselenggaranya olimpiade Matematika dan

IPA tingkat SD se-Kabupaten Jember...

Contoh (5a) kesalahan penggunaan huruf kapital pada awal kalimat

5a) Adapun tujuan kegiatan tersebut adalah :

(1) Turut berpartisipasi membantu program kerja

pemerintah khususnya Mendiknas.

(2) Menumbuhkembangkan sikap menghargai dan

melestarikan nilai-nilai bahasa Indonesia.

(3) Mengembangkan kemampuan berbahasa

Indonesia.

(4) Menanamkan rasa saling memiliki dan mencintai

terhadap bahasa Indonesia.

(5) Implementasi program kerja Ikatan Mahasiswa

Bahasa Indonesia (IMABINA).

(6) Memperkenalkan Program Studi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember pada

masyarakat. (OBIT-TU.H3)

Pada contoh (5a), terdapat kesalahan penulisan huruf kapital di

antaranya huruf “T” pada kata “turut”, huruf “M” pada kata

menumbuhkembangkan, huruf “M” pada kata mengembangkan, huruf

“M” pada kata menanamkan, huruf “I” pada kata implementasi, dan

huruf “M” pada kata memperkenalkan seharusnya ditulis

menggunakan huruf kecil. Kata-kata tersebut merupakan kelanjutan

dari kalimat sebelumnya. Contoh tersebut dapat direvisi sebagai

berikut.

Perbaikan

5a) Adapun tujuan kegiatan tersebut adalah :

(1) turut berpartisipasi membantu program kerja

pemerintah khususnya Mendiknas.

(2) menumbuhkembangkan sikap menghargai dan

melestarikan nilai-nilai bahasa Indonesia.

(3) mengembangkan kemampuan berbahasa

Indonesia.

Page 138: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

126

(4) menanamkan rasa saling memiliki dan mencintai

terhadap bahasa Indonesia.

(5) implementasi program kerja Ikatan Mahasiswa

Bahasa Indonesia (IMABINA).

(6) memperkenalkan Program Studi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember pada

masyarakat.

Contoh 6a)

Kegiatan Pelatihan Dasar Manejemen Organisasi tahun

akademik 2014/2015 ini dilakasakan pada :

Hari : Jumat – Minggu

Tanggal : 31 Oktober – 2 November 2014

Pukul : 12.30 WIB – 22.00 WIB

Tempat : Gedung 1 FKIP Universitas Jember

Pada contoh 6a, huruf yang ditebalkan merupakan kesalahan

penggunaan huruf kapital. Kata-kata tersebut merupakan kelanjutan dari

kalimat sebelumnya sehingga huruf yang ditebalkan seharusnya ditulis

huruf kecil. Contoh tersebut dapat direvisi sebagai berikut.

Perbaikan 6a

Kegiatan Pelatihan Dasar Manejemen Organisasi tahun

akademik 2014/2015 ini dilakasakan pada :

hari : Jumat – Minggu

tanggal : 31 Oktober – 2 November 2014

pukul : 12.30 WIB – 22.00 WIB

tempat : Gedung 1 FKIP Universitas Jember

Contoh (7a) dan (8a) kesalahan penggunaan huruf kapital pada

nama tahun, bulan, hari, hari raya dan peristiwa sejarah

6a) ...kegiatan ini bertepatan dengan peringatan

hari pendidikan nasional agar adik-adik kita

yang berada di PAUD dapat mengetahui hari

bersejarah ini....

7a) Pada tanggal 22 April dunia internasional

telah memutuskan sebagai peringatan hari

bumi internasional.

Huruf kapital digunakan pada huruf pertama peristiwa sejarah.

Huruf yang ditebalkan pada contoh atas merupakan kesalahan penulisan

huruf kapital. Huruf tersebut seharusnya ditulis dengan huruf kapital

karena merupakan peristiwa sejarah. Contoh tersebut dapat direvisi

sebagai berikut.

Page 139: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

127

Perbaikan

6a) ...kegiatan ini bertepatan dengan peringatan

hari Pendidikan Nasional agar adik-adik kita

yang berada di PAUD dapat mengetahui hari

bersejarah ini....

7a) Pada tanggal 22 April dunia internasional

telah memutuskan sebagai peringatan hari

Bumi Internasional.

Contoh (8a) kesalahan penggunaan huruf kapital pada agama, kitab

suci dan nama Tuhan termasuk kata gantinya

8a) ...tali silaturahmi serta perilaku yang sesuai

dengan syariat islam yang diawali dari

lingkungan terkecil....

9a) Media syiar islam dan mempererat ukhuwah

islamiah antar umat beragama muslim.

Huruf kapital digunakan pada huruf pertama nama agama. Huruf “i”

pada kata “Islam” seharusnya ditulis huruf kapital karena merupakan

nama agama. Contoh tersebut dapat direvisi sebagai berikut.

8a) ... tali silaturahmi serta perilaku yang sesuai

dengan syariat Islam yang diawali dari

lingkungan terkecil....

9a) Media syiar Islam dan mempererat ukhuwah

islamiah antar umat beragama muslim

b. Kesalahan Penggunaan Huruf Miring

Huruf miring digunakan dalam cetakan. Dalam tulis tangan atau

ketikan, huruf yang akan dicetak miring diberi garis bawah tunggal.

Kategori kesalahan penggunaan huruf miring ditemukan pada

proposal kegiatan di antaranya adalah penulisan istilah atau ungkapan

asing. Kesalahan penggunaan huruf tersebut dominan terjadi pada

latar belakang. Di bawah ini adalah contoh kesalahan tersebut.

1) ...mengajukan perlengkapan rescue guna

mendukung pelaksanaan kegiatan rutin dan

SAR, serta sebagai media publikasi.

2) pameran foto kegiatan Earth Day Action

yang telah dilaksanakan oleh Himpunan

Mahasiswa Pendidikan Biologi....

Page 140: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

128

3) ...memiliki tiga tugas utama yaitu sebagai

akademisi, agent of change dan pengemban

amanat leluhur.

4) ...membongkar muatan yang mengandung

nilai stereotype dan mitos yang selalu

direproduksi oleh manusia.

Sesuai dengan PUEBI, istilah atau ungkapan asing harus ditulis

dengan huruf miring. Pada contoh di atas terdapat kesalahan ejaan di

antaranya adalah kata rescue, Earth Day Action, agent of change, dan

stereotype yang tidak ditulis dengan huruf miring. Contoh tersebut

dapat direvisi sebagai berikut.

Perbaikan

1) ...mengajukan perlengkapan rescue guna

mendukung pelaksanaan kegiatan rutin dan

SAR, serta sebagai media publikasi.

2) Pameran foto kegiatan Earth Day Action yang

telah dilaksanakan oleh Himpunan

Mahasiswa Pendidikan Biologi....

3) ...memiliki tiga tugas utama yaitu sebagai

akademisi, agent of change dan pengemban

amanat leluhur.

4) ...membongkar muatan yang mengandung

nilai stereotype dan mitos yang selalu

direproduksi oleh manusia

c. Kesalahan Penulisan Singkatan

Pada proposal kegiatan, kategori kesalahan penulisan kata terdiri

atas penulisan singkatan, penulisan kata depan dan penulisan

imbuhan. Kesalahan penggunaan huruf tersebut dominan terjadi pada

latar belakang. Di bawah ini adalah contoh kesalahan tersebut.

Contoh (1c) dan (2c) Kesalahan penulisan singkatan kata

1c) Segala puji bagi Allah swt, Rabb Yang Maha

Suci yang telah menunjukan....

2c) Tempat: Ruang 15 dan 16 (Biologi) Gedung 3

Fkip Universitas Jember

Pada contoh di atas terdapat kesalahan penulisan singkatan kata.

Kata-kata yang disingkat dengan menuliskan huruf depannya saja

penulisannya harus mengunakan huruf kapital. Contoh tersebut dapat

direvisi sebagai berikut.

Perbaikan (1c) dan (2c) berikut.

Page 141: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

129

1c) Segala puji bagi Allah SWT, Rabb Yang

Maha Suci yang telah menunjukkan...

2c) tempat : Ruang 15 dan 16 (Biologi)

Gedung 3 FKIP Universitas Jember

d. Kesalahan penulisan kata depan (preposisi)

Contoh (1d) dan (2d) berikut ini.

1d) ...akan menyumbangkan kontribusi demi

kemajuan PGSD Universitas Jember kearah

yang lebih baik.

2d) ...bagi mahasiswa Pendidikan Fisikan kearah

perluasan wawasan dan kecakapan pribadi

siswa.

Pada contoh di atas terdapat kesalahan penulisan preposisi.

Penulisan kata depan (preposisi) ditulis terpisah dari kata yang

mengikutinya. Pada kata kearah, preposisi ke- seharusnya ditulis

terpisah karena bukan imbuhan. Contoh tersebut dapat direvisi

sebagai berikut.

Perbaikan (1d) dan (2d)

1d) ...akan menyumbangkan kontribusi demi

kemajuan PGSD Universitas Jember ke arah

yang lebih baik.

2d) ...bagi mahasiswa Pendidikan Fisikan ke arah

perluasan wawasan dan kecakapan pribadi

siswa.

e. Kesalahan penulisan kata berimbuhan

Beerikut contoh (1e) dan (2e).

1e) Maka dari itu di perlukan sarana dan

prasarana yang memadai sebagai penunjang

kegiatan operasi SAR.

2e) ...sehingga sarana ORAD dapat di gunakan

sebagaimana mestinya dalam waktu dekat.

Pada contoh di atas terdapat kesalahan penulisan kata

berimbuhan. Penulisan kata berimbuhan ditulis serangkai dengan kata

dasarnya. Bila bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau

akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau

mendahuluinya. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata

mendapat awalan dan akhiran segaligus, maka unsur gabungan kata

ini ditulis serangkai. Imbuhan di- - kan ditulis serangkai dengan kata

dasarnya. Berikut adalah pembetulan contoh tersebut.

Perbaikan (1e) dan (2e)

Page 142: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

130

1e) Maka dari itu diperlukan sarana dan prasarana

yang memadai sebagai penunjang kegiatan

operasi SAR.

2e) Besar harapan kami agar proposal kami dapat

ditindak lanjuti sebagaimana mestinya

sehingga sarana ORAD dapat digunakan

sebagaimana mestinya dalam waktu dekat.

4.7.2 Kesalahan Berbahasa Tataran Tanda Baca

Di dalam bahasa tulis, bahasa Indonesia memanfaatkan tanda baca

untuk memperjelas fungsi maupun maksud dari satuan bahasa yang

dituliskan. Dengan memanfaatkan tanda baca, penulis dipermudah untuk

mengungkapkan maksud dan mengatur tulisan. Berikut ini beberapa

bentuk kesalahan berbahasa dalam penggunaan tanda baca.

a. Tanda (:) digunakan untuk pemerian lebih dari dua

Contoh

Akhirnya, karena sudah capek memilih barang di

sepanjang Malioboro, kami hanya membeli dua

barang yakni: kemeja batik dan kaos.

Pada contoh tersebut, terdapat kesalahan penggunaan tanda (:).

Pada contoh tersebut ada dua pemerian dan tidak perlu menggunakan

tanda (:). Jadi, perbaikan dari kesalahan tersebut adalah sebagai

berikut.

Perbaikan

Akhirnya, karena sudah capek memilih barang di

sepanjang Malioboro, kami hanya membeli dua

barang yakni kemeja batik dan kaos.

b. Penggunaan tanda hubung (-) untuk makna “sampai dengan” atau

“sampai ke”

Contoh

Perjalanan Jember-Bali cukup lama karena libur

panjang meningkatkan animo masyarakat.

Pada contoh tersebut, terdapat penggunaan tanda baca yang

salah. Tanda hubung (-) bukanlah tanda untuk menyatakan “sampai

dengan” atau “sampai ke”. Apabila ingin menyatakan “sampai

dengan” atau “sampai ke”, penulis dapat menggunakan tanda pisah

(—). Perbaikannya menjadi sebagai berikut.

Perbaikan

Perjalanan Jember—Bali cukup lama karena libur

panjang meningkatkan animo masyarakat.

Page 143: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

131

c. Ketidaktepatan penggunaan tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)

Tanda penyingkat atau apostrof (‘) digunakan untuk penanda

penghilangan salah satu bagian kata/angka tahun. Contoh: Dia lahir di

tahun ’91. Perhatikan kesalahan yang terdapat dalam contoh berikut

ini.

Dia akan pergi ke luar kota bersama keluarganya

pada Jum’at depan.

Pada contoh di atas, terdapat penggunaan tanda apostrof (‘) yang

salah. Penggunaan dalam tanda apostrof (‘) dalam kata bercetak tebal

tersebut justru membuat penulisannya tidak baku karena fungsi

apostrof (‘) adalah untuk menandai bagian yang dihilangkan.

Seharusnya, ditulis sebagai berikut.

Perbaikan

Dia akan pergi ke luar kota bersama keluarganya

pada Jumat depan.

4.8 Rangkuman

Analisis kesalahan berbahasa merupakan sebuah metode prosedural

yang digunakan untuk menganalisis dan menyunting serta menemukan

penyebab kesalahan berbahasa tersebut terjadi. Dalam praktiknya,

kesalahan berbahasa terjadi dalam penggunaan bahasa di berbagai tataran

kebahasaan berdasarkan kaidah berbahasa yang baik dan benar. Kesalahan

berbagai tataran kebahasan tersebut meliputi: ejaan dan tanda baca,

fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, wacana, pragmatik, dan lain-lain.

Analisis kesalahan berbahasa dalam dilakukan secara metodologis melalui

prosedur yang ilmiah. Parera (1993:7) berpendapat bahwa analisis

merupakan proses menjelaskan gejala-gejala alam dengan cara: (1)

membedakan, (2) mengelompokkan, (3) menghubung-hubungkan, (4)

mengendalikan, dan (5) meramalkan.

Ellis (dalam Tarigan dan Djago, 1990:170) mengungkapkan bahwa

analisis kesalahan berbahasa ialah suatu prosedur yang digunakan oleh

para peneliti dan para guru, yang meliputi pengumpulan sampel,

pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan

kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan

penyebabnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan

kesalahan. Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu proses yang

sistematis berupa pengumpulan data, pengidentifikasian penyebab

kesalahan, serta pengevaluasian taraf keseriusan kesalahan tersebut.

Analisis kesalahan berbahasa merupakan sebuah metode prosedural yang

digunakan untuk menganalisis dan menyunting serta menemukan

Page 144: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

132

penyebab kesalahan berbahasa tersebut terjadi. Dalam praktiknya,

kesalahan berbahasa terjadi dalam penggunaan bahasa di berbagai tataran

kebahasaan berdasarkan kaidah berbahasa yang baik dan benar. Kesalahan

berbagai tataran kebahasan tersebut meliputi: ejaan dan tanda baca,

fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, wacana, pragmatik, dan lain-lain.

Analisis kesalahan berbahasa dalam dilakukan secara metodologis melalui

prosedur yang ilmiah. Parera (1993:7) berpendapat bahwa analisis

merupakan proses menjelaskan gejala-gejala alam dengan cara: (1)

membedakan, (2) mengelompokkan, (3) menghubung-hubungkan, (4)

mengendalikan, dan (5) meramalkan.

Ellis (dalam Tarigan dan Djago, 1990:170) mengungkapkan bahwa

analisis kesalahan berbahasa ialah suatu prosedur yang digunakan oleh

para peneliti dan para guru, yang meliputi pengumpulan sampel,

pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan

kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan

penyebabnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan

kesalahan. Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu proses yang

sistematis berupa pengumpulan data, pengidentifikasian penyebab

kesalahan, serta pengevaluasian taraf keseriusan kesalahan tersebut.

4.9 Bahan Diskusi

Berdasarkan berbagai bentuk kesalahan berbahasa yang telah

Saudara pelajari, coba cermati factor-faktor apakah yang secara signifikan

menyebabkan kesalahan tersebut terjadi? Bagaimana pandangan solutif

Saudara untuk meminimalisasi kesalahan berbahasa!

4.10 Daftar Rujukan

Ayuningtyas, Setyo. 2017. Kesalahan Semantis Pada Teks Pidato Karya

Siswa Kelas X SMA Negeri Darus Sholah Singojuruh. (Skripsi) tidak

diterbitkan. Universitas Jember

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta:

Rineka Cipta

Diana, Rara Diyah Ayu Candra. 2015. Kesalahan Berbahasa pada

Proposal Kegiatan Ormawa Periode 2014 Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Jember. (Skripsi) tidak diterbitkan.

Universitas Jember.

Page 145: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

133

Djajasudarma, Fatimah. 2012. Semantik 1: Makna Leksikal dan

Gramatikal. Bandung: PT Refika Aditama.

Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta. Gramedia.

Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif

Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Parera, Jos Daniel. 1993. Leksikon Istilah Pembelajaran Bahasa. Jakarta:

Gramedia.

Pramala, Yemima Sana. 2017. Kesalahan Penggunaan Preposisi dan

Konjungsi pada Teks Cerita Ulang Biografi Karya Siswa Kelas XI

SMKN 5 Jember. (Skripsi) tidak diterbitkan. Universitas Jember

Ramlan, M. 1985. Morfologi:Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CW

Karyono.

Ramlan, M. 1985. Tata Bahasa Indonesia: Penggolongan Kata.

Yogyakarta: Andi Offset.

Ramlan, M. 1987. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: C.V.

Karyono

Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia.

Surakarta: Yuma Pustaka

Sutarna, dkk. 1998. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Syukron, Ahmad. 2012. Ketidakkonsistenan Fonologis Bahasa Indonesia

dalam Persidangan di Pengadilan Tipikor. (Makalah) tidak

diterbitkan. Universitas Jember.

Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1990. Pengantar Analisis

Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Tarigan, Henry Guntur H. 1997. Analisis Kesalahan Berbahasa. Jakarta:

Depdikbud.

Page 146: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

134

Weinreich. 1993. Pengantar Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung:

Angkasa.

Verhaar, J.W.M. 2006. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

4.11 Latihan Soal

Kerjakanlah latihan soal berikut dengan seksama!

1. Amatilah penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik dan

analisislah penggunaan aspek ejaan dan tanda baca, diksi, kalimat

efektif, paragraf, dan wacana dalam ruang publik tersebut!

2. Pilih salah satu tugas kuliah kalian (makalah, esai, artikel, dan lain-

lain) untuk dianalisis dari penggunaan aspek ejaan dan tanda baca,

diksi, kalimat efektif, paragraf, dan wacana dalam tugas-tugas

tersebut!

Page 147: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

135

BAB 5. MENULIS KARYA ILMIAH

5.1 Pengantar

Menulis karya ilmiah sering kali menjadi momok bagi mahasiswa.

Masalah waktu, banyaknya agenda perkuliahan dan organisasi, kendala

sarana dan prasarana teknis menjadi alasan rendahnya produktivitas

mahasiswa khususnya karya tulis ilmiah. Begitu pula bagi mahasiswa

pasca seminar proposal. Dalam penyelesaian laporan penelitiannya,

mahasiswa acap kali membutuhkan waktu yang relatif lama. Hal itu

disebabkan oleh minimnya keterampilan menulis mahasiswa.

Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa,

di antaranya menyimak, membaca, dan berbicara. Menulis merupakan

keterampilan produktif lanjutan dan biasanya merupakan bentuk ekspresi

dari kegiatan menyimak dan/atau membaca. Hingga kini, keterampilan

menulis masih menjadi masalah di Indonesia.

Keterampilan menulis, terlebih menulis karya ilmiah perlu

dilatihkan secara terus menerus dan bertahap kepada mahasiswa hingga

menjadi sebuah budaya akademis yang bergengsi tinggi. Semakin tinggi

kuantitas keterampilan, maka semakin berpotensi keterampilan tersebut

memiliki kualitas yang tinggi pula. Sebagai sebuah keterampilan berbahasa

mahasiswa—dalam hal ini menulis—perlu diasah dan dikembangkan.

Dalam proses pembelajaran, praktik-praktik menulis niscaya untuk

diabaikan. Sangat mustahil bagi mahasiswa untuk mampu menulis dengan

baik bila dalam proses belajarnya tidak diikuti oleh aktivitas-aktivitas

menulis.

Dalam bab ini, mahasiswa akan mempelajari hakikat menulis dan

hakikat karya tulis ilmiah, membaca dalam intelektualisasi pikiran dan

karya kaitannya dalam menyiapkan bahan tulisan, tiga pilar keilmuan

dalam karya tulis ilmiah, sistematika karya tulis ilmiah, teknik pengutipan,

serta tips menghindari plagiarisme. Menurut Peterson (1980), “Seperti

halnya dengan sebuah percobaan, tulisan harus didasarkan atas organisasi

Kemampuan Akhir yang Diharapkan (KAD)

Mahasiswa mampu menerapkan bahasa ilmiah dengan

memperhatikan tiga pilar keilmuan karya tulis ilmiah, sistematika

karya tulis ilmiah, dan teknik pengutipan sumber referensi dalam

praktik menulis karya ilmiah.

Page 148: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

136

yang mantap dan rapih: Organisasi yang baik merupakan kunci tulisan

yang baik”. Materi-materi berikut dibutuhkan dalam pengorganisasian ide

karya tulis ilmiah sehingga tulisan memenuhi sifat-sifat keilmiahan, jelas,

tepat, rasional dan mudah dibaca atau ditafsirkan oleh pembaca.

5.2 Hakikat Menulis

Menulis merupakan sebuah aktivitas yang kompleks yang

melibatkan aktivitas kognitif-kreatif. Dalam subbab ini akan dibahas

hakikat menulis sebagai produk dan proses kreatif serta proses dalam

menulis karya tulis ilmiah. Agar terhindar dari aktivitas menulis yang tidak

terarah, Saudara perlu memperhatikan hal-hal berikut ini.

5.2.1 Menulis sebagai Produk

Menulis sebagai produk bermakna hasil dari aktivitas menulis itu

sendiri yang berupa tulisan (teks). Tulisan ialah sebuah ungkapan ide,

gagasan, pemikiran melalui proses berpikir kritis-kreatif dengan kaidah-

kaidah gramatika. Teks lebih diperhatikan dalam hal tata bahasa dan

kalimat sebagai pembentuk wacana. Menulis sebagai produk berfokus

pada hasil akhir yakni teks yang jauh dari kekeliruan dan kesalahan.

Bahasa tulis relatif lebih mudah diatur dan memungkinkan adanya

pengecekan dan perbaikan bila terjadi kekeliruan. Hal tersebut

mengakibatkan penyampaian informasi dalam bahasa tulis dapat lebih

sistematis dibandingkan bahasa lisan.

Tulisan yang baik ialah tulisan yang mudah dibaca dan dipahami.

Kemudahan tersebut diperoleh dari baiknya pengorganisasian ide tulisan

dan kesederhanaan bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, penulis

dituntut kreatif dalam mengolah ide dan bahasa dalam menyajikan

masalah, merencanakan dan mengembangkan tulisan, serta

menyempurnakan tulisannya.

5.2.2 Menulis sebagai Proses Kreatif

Menulis sebagai proses kreatif memiliki makna bahwa menulis

merupakan sebuah aktivitas berpikir (bernalar). Penulis yang mampu

mengorganisir daya nalarnya dengan baik, pastilah mampu menulis dengan

baik. Begitu pula sebaliknya. Tchudy mengemukakan bahwa “bernalar

merupakan dasar dalam kegiatan menulis. Siswa harus menyeleksi dan

mengorganisasikan informasi untuk kemudian merepresentasikannya

kembali dalam urutan yang logis” (Crawley, 1988:200).

Menulis merupakan aktivitas produktif sekaligus kreatif. Melalui

aktivitas produktif kreatif kalimat-kalimat diciptakan dan dirangkai hingga

mencerminkan sebuah gagasan yang utuh. Penulis mengembangkan

Page 149: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

137

tulisannya berdasarkan daya pikirnya untuk menciptakan kalimat-kalimat

yang sesuai dengan pemikirannya. Akan tetapi, melalui aktivitas menulis

pula, keterampilan berpikir dan bernalar terus berkembang karena

skemata-skemata pengetahuan penulis mengalami aktualisasi dan revisi-

revisi. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Hadis (1995) bahwa

“belajar berpikir dapat dilakukan melalui kegiatan menulis atau

mengarang. Menulis karangan mendorong anak untuk berpikir terlebih

dahulu sebelum menuliskan karangannya.”

Nunan (dalam Tim, 2007:125) selanjutnya memaparkan tahap-tahap

menulis yakni tahap prapenulisan, tahan penulisan dan tahap

penyempurnaan. Pada tahap prapenulisan terdapat kegiatan

mengembangkan pengetahuan awal, memilih topik yang tepat,

mempertimbangkan jenis pembaca, memutuskan teknik yang akan

digunakan, menemukan gagasan-gagasan terkait topik, melakukan

penelitian, dan mengorganisasikan pikiran (nalar). Pada tahap penulisan

terdapat kegiatan menuangkan ide ke dalam tulisan tanpa kekhawatiran

adanya kesalahan tata bahasa, ejaan, dan sebagainya untuk selanjutnya

dibacakan kepada orang lain untuk memberikan masukan-masukan. Tentu

pada tahap ini, format yang digunakan ialah sistematika yang jelas dan

memudahkan orang lain dalam memberikan masukan. Pada tahap

penyempurnaan terdapat kegiatan perbaikan hal-hal atau bagian-bagian

yang mendapatkan masukan. Pada tahap ini draf tulisan harus dibaca

berulang-ulang untuk menemukan hal-hal atau bagian-bagian yang

memang dirasa perlu dan masukan yang diperoleh memanglah tepat.

Terakhir ialah menulis kembali draf tulisan dengan mempertimbangkan

masukan yang diperoleh.

5.2.3 Proses Menulis Karya Ilmiah

Menulis sebagai proses berpikir (kognitif) dalam penulisan karya

tulis ilmiah ketidaknya dilakukan dengan empat tahapan berikut (Tim,

2007:124).

a. Tahap persiapan (prapenulisan)

Penulis merencanakan, menyiapkan diri, mengumpulkan dan

mencari informasi, merumuskan masalah, menentukan arah dan fokus

tulisan, mengolah informasi, menafsirkan dan inferensi terhadap

realitas, mendiskusi topik, membaca, mengamati, melakukan survei,

dan lain-lain yang akan memperkaya kognitifnya untuk diproses pada

tahap selanjutnya.

Page 150: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

138

b. Tahap inkubasi

Penulis memproses informasi sedemikian rupa dalam upaya

pemecahan masalah dan pencarian solusi secara kognitif sebagai

implikasi dari perluasan pikiran. Tahap ini dapat berlangsung sekian

detik atau bertahun-tahun bergantung kemampuan penulis dalam

mengolah segala informasi yang dimilikinya. Tak jarang pada tahap

ini penulis merasa frustasi akibat kebingungan dalam memaknai dan

mensintesiskan segala informasi yang diperoleh. Pada tahap ini,

sangat disarankan penulis berdiskusi atau meminta pandangan orang

lain untuk menjaga motivasinya dalam menulis karena pada dasarnya-

-di alam bawah sadar penulis--data-data yang diinkubasikannya telah

siap untuk dituliskan.

c. Tahap iluminasi

Pada tahap ini, penulis mendapatkan inspirasi (insight) berupa

gagasan yang muncul secara tiba-tiba layaknya eureka. Eureka ialah

suatu keadaan penemuan, penyadaran, pemahaman secara kognitif

seperti keadaan ketika kita berkata “Aha!”, “Oh, aku tahu!”, “Oh,

ya!”, “Itu dia”, dan sebagainya. Ketika iluminasi ini terjadi, penulis

harus segera mencatat atau menuliskannya agar tidak hilang dan

menguap begitu saja karena biasanya datang begitu cepat, tanpa sadar,

dan tak terduga. Keadaan ini merupakan peristiwa kognitif alam

bawah sadar manusia yang akhirnya muncul dalam alam sadar

sebagai titik temu dari berbagai data dan upaya nalar kognitif.

d. Tahap verifikasi (evaluasi)

Pada tahap ini penulis memeriksa kembali apa-apa yang terjadi

pada tahap sebelumnya (tahap inkubasi dan iluminasi) untuk

kemudian menyusunnya sesuai tujuan dan fokus karya tulis ilmiah

yang diinginkan. Penulis juga dapat menghilangkan hal-hal yang

dianggap tidak perlu atau tidak penting; menambah hal-hal yang

belum terpikirkan sebelumnya atau hal yang belum ada; memeriksa

diksi dan istilah-istilah agar lebih tepat, memeriksa kalimat serta

konsep-konsep yang disajikan. Penulis juga harus membandingkan

ulang hal yang ditulisnya dengan realitas yang ada secara kontekstual

seperti sosial, budaya, nilai dan norma yang ada dalam masyarakat. Di

sinilah penulis dituntut memiliki keterampilan, kepiawaian, ketelitian,

dan kreativitasnya dalam menulis.

Page 151: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

139

5.3 Keterampilan Membaca dalam Intelektualisasi Pikiran dan

Karya

Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa reseptif

setelah keterampilan menyimak. Membaca merupakan suatu kegiatan fisik

dan psikologis (kognitif) dalam mengidentifikasi lambang atau simbol

bahasa (grafologi) untuk menemukan makna atau informasi dalam sebuah

teks atau tulisan. Sebagai aktivitas psikologis, membaca dapat dijadikan

jalan dalam mengembangkan daya nalar seseorang. Melalui membaca,

seseorang dapat mengambil informasi-informasi atau pesan sehingga

menambah perbendaharaan skemata pengetahuannya. Tampubolon

(1987:6) menyatakan bahwa “membaca adalah seuatu kegiatan atau cara

dalam mengupayakan pembinaan daya nalar”.

Berdasarkan uraian di atas, membaca merupakan aktivitas aktif-

interaktif. Dengan membaca, pembaca berusaha memaknai kata demi kata

dan mengaitkan maksudnya hingga menemukan dan menyimpulkan hal

yang dibacanya. Pembaca tidak hanya berusaha mengikuti jalan pikiran

penulis teks, melainkan juga untuk merespon (menyetujui-tidak

menyetujui) hal yang dikemukakan penulis (Tim, 2007:194).

5.3.1 Membaca dan Proses Berpikir

“Teori Schema menyatakan bahwa pengetahuan manusia tentang

dunia terhimpun atau tersusun dalam suatu struktur yang saling

berhubungan yang disebut skemata (schemata)” (Rumelhart dalam

Massofa, 2012). Pembaca akan menggunakan skematanya dalam

memaknai teks yang dibacanya berdasarkan pengetahuan dan

pengalamannya dengan realitas. Pada proses tersebut terjadi penyesuaian,

pemeriksaan, dan perubahan-perubahan skemata sesuai proses kognitifnya

saat memahami teks yang dibaca. Misalnya, ketika kita membaca teks

dengan topik kebangsaan, skemata kita akan menghubungkan teks dengan

pemahaman dan realitas kebangsaan masyarakat dan relasinya dengan

negara dan sebagainya yang telah ada sebelumnya dalam kognitif

pembaca.

Melalui proses membaca, pembaca akan mengambil informasi baru

dan menempatkannya pada jaringan skemata sebagai bangunan skemata

yang permanen. Dengan demikian, ruang pengetahuan pembaca (skemata)

akan termodifikasi sesuai kebutuhan dan kapasitas bernalar pembaca. Saat

itulah proses akomodasi dan asimilasi yang dimaksud oleh Piaget terjadi.

Oleh karena itu, bila dosen meminta mahasiswa untuk pramembaca di

awal perkuliahan, hal itu semata-mata agar mahasiswa dapat menata

sumber referensi, mengukur kesenjangan pengetahuan, dan

Page 152: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

140

mempersiapkan proses akomodasi (penyesuaian) skemata pengetahuan

mahasiswa.

5.3.2 Teknik Membaca

Secara umum, seorang mahasiswa harus menguasai dua teknik

membaca yakni membaca cepat dan membaca kritis. Membaca cepat ialah

kegiatan membaca untuk memperoleh informasi atau pesan penulis secara

cepat. Membaca kritis ialah kegiatan membaca secara kritis dalam

menyerap dan memahami informasi sekaligus memberikan tanggapan

terhadap teks yang dibacanya baik secara lisan maupun tertulis (Tim,

2007:194). Dalam membaca cepat terdapat dua teknik yang dapat

digunakan oleh mahasiswa yakni skimming dan scanning, sedangkan

teknik yang dapat digunakan dalam membaca kritis ialah teknik KWHL

dan SQ3R.

a. Teknik membaca skimming

“Teknik membaca skimming adalah proses membaca cepat dalam

mencari fakta” (Wiener dan Bazerman, 1978:65). Pembaca yang

menggunakan teknik skimming harus dapat memilih kalimat yang

memungkinkan tersedianya nformasi yang dibutuhkan. Teknik ini

sangat sesuai bagi pembaca yang memiliki sedikit waktu, tetapi ingin

mengetahui secara cepat informasi umum teks. Oleh karena itu,

Mikulecky (1990) menyatakan “skimming...memerlukan kemampuan

memproses teks secara tepat...”. skimming membutuhkan pengetahuan

tentang organisasi teks, kata kunci (key word), kemampuan

menentukan kalimat utama, dan menemukan kalimat-kalimat teoritis

atau prior.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam membaca skimming ialah

sebagai berikut.

1) Pembaca harus menentukan informasi-informasi yang harus

ditemukan dalam teks.

2) Pembaca perlu membaca abstrak beserta kata kunci untuk

mendapatkan pengetahuan awal tentang teks yang akan

dibacanya.

3) Pembaca harus membaca kata per kata dan kalimat-kalimat

secara cepat. Tinggalkan kalimat dan paragraf yang pembaca

anggap tidak bersesuaian dengan tujuan membaca.

4) Pembaca memusatkan perhatian kepada frasa-frasa atau kalimat

yang mengandung kata kunci untuk mendapatkan gagasan utama

teks.

Page 153: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

141

5) Pembaca harus mengingat kebutuhan informasi yang harus

ditemukan dalam proses skimming.

6) Jika pembaca menemukan kalimat-kalimat yang memungkinkan

adanya informasi yang dibutuhkan, maka pembaca perlu

memperlambat proses skimming.

7) Pembaca wajib membaca penutup yang biasanya berisi simpulan

dari topik yang dituliskan.

b. Teknik membaca scanning

Scanning merupakan teknik membaca cepat yang bertujuan

untuk menemukan informasi-informasi atas konsep yang bersifat

khusus. Contohnya mencari tanggal lahir pada buku biografi; mencari

nomer telepon , mencari arti kata di kamus, mencari nama jalan di

peta, dan sebagainya. Membaca teknik scanning dapat dilakukan

dengan memusatkan diri untuk hanya membaca sesuai kebutuhan

dengan memperhatikan bagian yang dianggap penting. Teknik ini

dapat dilakukan lebih cepat dibanding skimming, tetapi skimming

lebih komprehensif dibanding scanning.

Teknik skimming dan scanning dapat dilakukan secara

bersamaan disesuaikan kebutuhan pembaca. Kedua teknik ini sangat

cocok digunakan ketika mahasiswa dituntuk membuat

ringkasan/sinopsis buku. Mahasiswa dapat menggunakan teknik

skimming ketika mencari masalah, topik, dan uraian yang diperlukan,

sedangkan scanning dapat digunakan untuk menemukan kata khusus.

c. Teknik membaca KWLH

Teknik membaca KWLH diperkenalkan oleh Florence (1997)

sebagai singkatan dari kata Know (apa yang telah diketahui?), Want

(apa yang hendak diketahui?), Learn (apa yang telah

dipelajari/diketahui?), dan How (bagaimana cara mendapatkan pesan

baru yang diperlukan?). Dalam teknik ini, pembaca harus terlebih

dahulu mengingat pengetahuan awal yang telah diketahui sebelumnya

(know), kemudian membayangkan atau menentukan apa yang ingin

diketahui (want), membaca, lalu mengetahui apa yang telah diperoleh

dari aktivitas membaca tersebut (learn), dan menentukan hal-hal yang

masih perlu diketahui lebih lanjut (how).

d. Teknik membaca SQ3R

Teknik membaca SQ3R diperkenalkan oleh Robinson (1961)

sebagai singkatan dari Survey (meninjau), Question (menanya), Read

(membaca), Recite (menyatakan kembali secara lisan, dan Review

(membaca ulang). Survey (meninjau) dilakukan dengan cara membaca

untuk mendapatkan gambaran keseluruhan tentang hal yang

Page 154: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

142

terkandung dalam bahan bacaan. Pada tahap ini, pembaca perlu

memperhatikan judul utama tulisan, sub-sub judul bacaan, gambar

atau ilustrasi, grafik, pendahuluan, isi, dan bagian akhir buku.

Question (menanya) dilakukan dengan membuat beberapa pertanyaan

terkait informasi yang ingin diperoleh pembaca dari bahan.

Pertanyaan-pertanyaan yang disusun tersebut nantinya akan menjadi

panduan hal-hal yang harus diperoleh dari proses membaca bahan.

Read (membaca) ialah kegiatan aktif menemukan jawaban dari

pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat pembaca sebelumnya pada

tahap question. Pada tahap ini, pembaca perlu mengembangkan

pemahaman-pemahamannya terhadap persoalan-persoalan tambahan

yang muncul sebagai konsekuensi akomodasi pengetahuan dalam

skematanya. Recite (menyatakan kembali secara lisan) ialah aktivitas

mengingat kembali informasi-informasi yang terdapat pada bacaan.

Pembaca harus mampu mengidentifikasi dan menjawab persoalan-

persoalan yang dicoba dijawab dengan membaca bahan tanpa melihat

kembali bahan yang dibacanya. Pada tahap ini, skemata yang baru

dimantapkan. Review (membaca ulang), dilakukan untuk membentuk

sikap berpikir kritis terhadap apa yang dibaca pembaca. Pada tahap

ini, pembaca membaca bagian-bagian tertentu untuk mencocokkan

jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dibuat pada tahap

sebelumnya (Tim, 2007:197-198).

5.3.3 Membaca Karya Ilmiah

Membaca karya ilmiah sedikit berbeda dengan membaca bahan

bacaan nonilmiah. Membaca karya ilmiah menuntut ketelitian,

perbendaharaan istilah-istilah teknis, dan penalaran yang lebih dalam. Hal

tersebut disebabkan oleh jenis informasi yang ada dalam karya ilmiah

biasanya berupa informasi yang berhubungan dengan penelitian dari

berbagai bidang ilmu.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membaca karya ilmiah ialah

sebagai berikut:

a. membaca abstrak terlebih dahulu untuk mengembangkan pengetahuan

umum pembaca;

b. mengidentifikasi struktur karya tulis ilmiah. Dalam artikel jurnal,

biasanya memiliki struktur IMRD yaitu abstrak diikuti pendahuluan

(Introduction), metode (Method), hasil (Result), dan diskusi

(Discussion). Masing-masing struktur tersebut memiliki ciri yang

mudah dikenali. Misalnya, pendahuluan selalu mengangkat masalah,

pentingnya masalah diselesaikan, dan kebaruan (state of the art) dari

Page 155: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

143

penelitian yang dilakukan. Metode membahas cara kerja dan teknis

penelitian. Hasil ialah uraian data. Diskusi merupakan paparan

pembahasan data melalui sebuah pendekatan dan teori tertentu hingga

simpulan;

c. membaca secara antisipatif ciri-ciri konvensional tersebut untuk

mencapai pemahaman dengan lebih cepat; dan

d. berpindah kepada data-data visual yang lebih lengkap dalam karya

ilmiah.

5.4 Hakikat Karya Tulis Ilmiah

Pengertian karya ilmiah/karya tulis ilmiah (KTI) adalah tulisan yang

mengungkapkan buah pikir penelitian dan pengamatan suatu objek yang

memiliki sifat-sifat keilmiahan yakni sistematis, objektif, dan dapat

dipertanggungjawabkan. Karya tulis ilmiah dapat berupa artikel, makalah,

proposal/laporan penelitian, dan esai. Penulisan karya ilmiah ditujukan

untuk perluasan ilmu (disseminasi) hasil penelitian atau kajian agar

diketahui oleh khalayak luas (masyarakat) khususnya peneliti dan

akademisi yang memiliki persamaan fokus bidang kajian untuk pengkajian

ulang, penelaahan lebih lanjut, dan pengujian teori. Oleh karena itu,

implikasi dari penulisan karya ilmiah biasanya berupa seminar atau diskusi

atau dapat pula lokakarya. Dalam hal ini, semakin multiinterdisipiner ilmu

yang digunakan dalam kajian, semakin tinggilah potensi dan

kebermanfaatannya bagi perkembangan ilmu masyarakat.

Karya tulis ilmiah ialah karya yang disusun berdasarkan hasil

penelitian dengan disertai data-data dan pengkajian teoritis. Karya tulis

ilmiah bukanlah karya imajinatif dan kreasi kata-kata seperti halnya karya

sastra. Ciri-ciri karya tulis ilmiah yang baik, memiliki aspek2 sebagai

berikut.

a. Bahasa yang digunakan merupakan bahasa ilmiah (Periksa Bab 3).

b. Karya tulis memiliki aspek ontologis, epistimologis, dan aksiologis

yang jelas (akan diuraikan pada subbab selanjutnya).

c. Karya tulis memiliki otentisitas dan orisinalitas (keaslian).

d. Karya tulis emenuhi aspek kebaruan atau kemutakhiran ilmu (state of

art). State of the art dapat berada dalam metodologi penelitian, topik

dan objek penelitian, teori yang digunakan, dan kontribusi penelitian

yang baru (novelty) bagi ilmu pengetahuan secara luas. State of the

art selain memberikan nilai unggul bagi karya tulis ilmiah, tetapi juga

strategi agar terhindar dari plagiarisme ide dan redundansi penelitian.

e. Karya tulis memiliki kebermanfaatan yang tinggi (penting) bagi

khalayak luas dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Page 156: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

144

f. Karya tulis disusun secara sistematis artinya ada keruntutan antara

bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.

g. Bahasa atau istilah yang digunakan dalam karya tulis ilmiah harus

konsisten atau ajeg, artinya tidak menggunakan diksi yang berbeda-

beda atau beragam, misalnya intelek, intelektual, intelektualitas

karena masing-masing kata memiliki makna yang berbeda konteks

penggunaannya. Penggunakan kata yang tidak konsisten akan

mengakibatkan biasnya pemahaman pembaca dan gagalnya

pemahaman pembaca karya tulis ilmiah.

5.4.1 Bagian-bagian Karya Tulis Ilmiah

Karya tulis ilmiah memiliki bagian-bagian yakni abstrak atau

ringkasan, masalah penelitian, tujuan penelitian, objek penelitian, tinjauan

teoritis, metode penelitian, hasil penelitian, dan manfaat penelitian. Berikut

dijelaskan bagian-bagian yang dimaksud.

a. Abstrak dan Ringkasan

Abstrak merupakan hasil pengabstraksian (esensi) penelitian atau

kajian yang sedang dibicarakan dalam karya tulis ilmiah. Abstrak

biasanya terdapat pada artikel jurnal dan menjadi syarat formal

diterimanya naskah untuk publikasi. Abstrak dalam artikel ilmiah

yang berbahasa Indonesia ditulis dalam bahasa Inggris, sedangkan

abstrak yang artikel ilmiahnya berbahasa Inggris ditulis menggunakan

bahasa Indonesia. Kebijakan ini dilakukan untuk kebermanfaatan,

penyebarluasan ilmu, dan penyetaraan bahasa. Bahasa Indonesia dan

bahasa Inggris harus mampu dipahami dan didudukkan secara bijak

dan arif. Dalam konteks penulisan karya tulis ilmiah, bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris sama-sama memiliki peran sebagai

penghela ilmu pengetahuan (setara). Abstrak artikel berbahasa Inggris

yang menggunakan bahasa Indonesia secara politis dilakukan agar

masyarakat dunia mengetahui bahasa Indonesia secara internasional.

Bahasa abstrak harus mampu menjembatani bahasa atau objek-

objek ilmiah dengan masyarakat ilmiahnya. Abstrak yang merupakan

abstraksi penelitian harus menggunakan kosakata-kosakata yang

formal dan teknis. Informasi-informasi dalam penelitian harus dapat

dikemukakan secara menarik dan jelas. “Abstraksi merupakan

manifestasi dari “obyektifikasi,” yaitu representasi dari aksi, peristiwa

dan kualitas, seolah itu semuanya adalah obyek atau benda ...

Abstraksi bukan hanya sekedar menjadi bentuk-bentuk alternatif dari

makna-makna yang sama, melainkan juga “membangun pengalaman

Page 157: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

145

yang berbeda di mana di dalamnya terjalin hubungan-hubungan

antarmakna” (Halliday dan Martin dalam Mirahayuni 2018:1).

Setidaknya pada abstrak memuat secara singkat tujuan dan

pemikiran dasar penelitian (mengapa penelitian tersebut diakukan?),

metode (bagaimana peneliti melakukan penelitian tersebut?), hasil

penelitian (temuan), dan simpulan (makna penelitian tersebut). Dalam

abstrak tidak boleh mengulang kata-kata dalam judul, informasi, dan

simpulan di luar artikel yang telah ditulis, merek dagang, dan

singkatan kecuali nanti akan disebutkan penjelasannya, serta tidak

boleh menyebut merek dagang. Dalam abstrak tidak perlu ada

pengacuan pada pustaka, gambar, dan tabel.

Penyajian abstrak diletakkan sebelum pendahuluan setelah judul

dan identitas penulis. Penulisan abstraksi dapat dilakukan secara

kualitatif (abstrak indikatif) atau informatif (abstrak informatif).

Abstrak ditulis dalam jarak satu spasi dan hanya satu paragraf rata kiri

dan kanan. Kata abstrak ditulis dalam huruf kapital tebal

(ABSTRAK/ABSTRACT) diletakkan di posisi tengah secara

horizontal. Panjang abstrak maksimal 250 kata dan tidak lebih dari

satu halaman. Pada bagian akhir abstrak terdapat kata kunci (key

words) terdiri atas 3 sampai 5 kata atau frasa yang menjadi objek atau

visualisasi (isyarat) masalah pokok dan hal yang dibahas dalam

artikel. Kata kunci diperlukan untuk komputerisasi sistem informasi

ilmiah. Dengan kata kunci dapat ditemukan dengan mudah judul-

judul artikel ilmiah, skripsi, tesis, atau disertasi beserta abstraknya.

Ringkasan (summary) adalah penyajian secara singkat bagian-

bagian dari substansi karya ilmiah. Karya ilmiah yang memuat

ringkasan adalah laporan penelitian; laporan kegiatan mahasiswa; dan

laporan tugas akhir mahasiswa program diploma, skripsi, tesis, dan

disertasi. Ringkasan umumnya mengurai latar belakang secara

singkat, tujuan penelitian, metode penelitian, hasil penelitian, dan

simpulan. Ringkasan ditulis dalam bahasa Indonesia dan dapat

diterjemahkan dalam bahasa Inggris tidak lebih dari 600 kata atau

setara dengan 2 halaman ukuran kuarto dengan jarak antarbaris 1,5

spasi.

b. Pendahuluan

Bagian pendahuluan, pertama, memuat latar belakang masalah

yang menjelaskan bukti data dan fakta empiris yang merupakan

pengalaman peneliti dan/atau pengalaman (penelitian) orang lain.

Biasanya masalah yang diangkat merupakan masalah yang dihadapi

oleh khalayak luas atau menjadi topik terkini yang menarik untuk

Page 158: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

146

dicari jawabnnya melalui sebuah penelitian. Masalah biasanya muncul

akibat adanya perbedaan antara apa yang seharusnya ada (pandangan

dunia yang ideal) dan apa yang ada dalam kenyataan (data), antara

yang dibutuhkan dengan yang tersedia, atau antara harapan dan

kenyataan. Untuk itu, latar belakang sebaiknya memberikan tantangan

riset atau penelitian yang dapat menjawab masalah. Argumen-

argumen dan data-data penelitian pendukung sangat perlu diajukan

guna mendukung rumusan masalah penelitian. Kedua, tujuan

penelitian yang menjelaskan target atau capaian penelitian. Ketiga,

manfaat penelitian yang mampu menyentuh ranah teoritis dan praktis.

Antara latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat

haruslah memiliki konsistensi dan kerunutan. Kerunutan dan

konsistensi penelitian dapat dilihat pada matrik penelitian. Contoh

Page 159: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

Tabel 5.1 Matrik Penelitian

Judul

Penelitian

Rumusan

Masalah

Tujuan Penellitian Manfaat

Penelitian

Metodologi

Penelitian

Hasil dan

Pembahasan

Simpulan Pustaka

Nilai

Kebangsaan

dalam Karya

Sastra

Hamka

(1930-1962)

1) Bagaimanakah

lapis objek,

lapis, arti, dan

lapis metafisis

yang terdapat

dalam karya-

karya Hamka?

2) Bagaimanakah

analisis nilai

kebangsaan

karya sastra

Hamka

1) untuk

mendeskripsikan

lapis objek, lapis,

arti, dan lapis

metafisis yang

terdapat dalam

karya-karya

Hamka?

2) untuk

mendeskripsikan

nilai-nilai

kebangsaan karya

sastra Hamka

1) bagi dosen

dan

mahasiswa

2) bagi

peneliti

3) bagi

perkemban

gan teori

sastra

Jenis dan

rancangan

penelitian:

deskriptif-

kualitatif

menggunakan

pendekatan

struktural

1) deskripsi lapis

objek, lapis,

arti, dan lapis

metafisis yang

terdapat dalam

karya-karya

Hamka?

2) deskripsi nilai-

nilai

kebangsaan

karya sastra

Hamka

Karya

sastra

Hamka

(1930-

1962) sarat

akan nilai-

nilai

kebangsaan

(referensi

yang

mampu

menjawab

rumusan

masalah)

147

Page 160: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

148

Perhatikan contoh matrik penelitian di atas. Bacalah baik-baik

dan temukan linieritas, konsistensi, dan kerunutan fokus

penelitiannya. Semakin jelas arah dan logika pemikiran suatu

penelitian, maka semakin mudah penellitian tersebut dipahami oleh

pembaca. Karya tulis ilmiah harus disusun secara baik, apik, jelas, dan

terperinci agar pembaca mampu mengikuti alur dan mengambil

informasi penelitian.

c. Tinjauan Teoritis

Tinjauan teoritis atau yang disebut pula dengan tinjauan pustaka

atau kajian pustaka atau telaah pustaka atau juga landasan teori adalah

bagian karya tulis ilmiah yang khusus menerangkan teori-teori yang

digunakan dan mendukung penelitian. Bagian ini adalah bagian yang

amat penting dan menjadi penentu kejelasan penelitian. Perumusan

definisi operasional juga tidak dapat terlepas dari bagian ini.

Karya tulis ilmiah yang merupakanuraian atau laporan deskriptif

terkait kegiatan-kegiatan ilmiah (identifikasi, klasifikasi, analisis, dan

penyimpulan) harus bertitik pangkal pada khasanah ilmu

pengetahuan. Oleh karena itu, penelitian harus berangkat dari

pengkajian teoritis berdasarkan fakta dan data, dikembangkan secara

toritis sistematis melalui metode-metode yang tepat, dan harus

berpotensi memperkaya teori-teori yang ada. Semakin banyak teori

relevan yang digunakan sebagai dasar berpijak, semakin mantap

penelitian tersebut dilakukan.

d. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah serangkaian langkah-langkah atau

tahapan terkait proses atau cara yang digunakan untuk mendapatkan

data-data penelitian sekaligus menganalisis secara teoritis data

penelitian. Metodologi penelitian harus mampu mencerminkan

pendekatan yang digunakan dalam penelitian. Pendekatan dapat

ditulis baik secara eksplisit, maupun implisit. Dalam bagian ini,

setidaknya mencakup (1) rancangan penelitian, (2) ruang

lingkup/sasaran/objek penelitian, (3) data dan sumber, (4) prosedur

pengumpulan data, (5) teknis analisis data, dan (6) instrument

penelitian. Dalam bagian ini sudah tidak perlu lagi menjelaskan secara

teoritis jenis atau teknik-teknik tertentu, melainkan langsung

memaparkan secara teknis langkah-langkah atau tahapan dalam

penelitian. Untuk itu, penulis harus menghindari adanya kutipan

dalam bagian metodologi penelitian.

Page 161: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

149

Perlu diperhatikan pula bahwa jenis dan rancangan penelitian

akan mempengaruhi istilah yang akan digunakan oleh peneliti.

Misalnya dalam penelitian kualitatif, istilah yang digunakan ialah

ruang lingkup penelitian atau objek penelitian, sedangkan dalam

penelitian kuantitatif istilah yang digunakan ialah sasaran dan

populasi. Begitu pula dengan istilah informan, nara sumber, dan

responden digunakan sesuai dengan rancangan penelitiannya.

Perbedaan penggunaan istilah tersebut berimplikasi logis terhadap

posisinya dalam penelitian.

e. Hasil dan Pembahasan

Hasil merupakan bagian karya tulis ilmiah yang menyajikan data

dari permasalahan yang diangkat, sedangkan pembahasan

merupakan bagian yang menyajikan hasil kajian dan analisis data.

Terdapat dua model yang dapat dipilih oleh peneliti dalam

menyajikan hasil penelitiannya. Pertama, bagian hasil ditulis terpisah

denganp pembahasan; menjadi bagian (bab) tersendiri sehingga ada

Bab Hasil dan Bab Pembahasan. Kedua, bagian hasil menjadi satu

dengan pembahasan; menjadi satu bab yaitu Bab Hasil dan

Pembahasan. Model pertama biasanya dipilih oleh peneliti-peneliti

bidang sains atau peneliti yang menggunakan rancangan penelitian

kuantitatif. Model kedua biasanya dipilih oleh peneliti-peneliti bidang

humaniora atau yang memilih rancangan penelitian kualitatif. Pada

model pertama, data dengan pembahasannya dibedakan, sedangkan

pada model kedua penyajian data-data penelitian langsung dianalisis

dan dikupas (diskusi) secara bersamaan. Penggunaan model-model

tersebut bergantung pada kebutuhan penulis akan penyajian hasil

penelitiannya. Dalam artikel konseptual, hal ini sedikit berbeda. Pada

artikel konseptual, hasil dan pembahasan berisi konsep-konsep dan

bahasan masalah serta hasil analitis pikiran kritis penulis.

f. Simpulan Penelitian

Selama ini penggunaan kata simpulan dan kesimpulan masih

sering kali membuat bingung. Kadang kali ditemukan karya tulis

ilmiah yang menggunakan kata simpulan, tetapi ada juga yang

menggunakan bentukan kata kesimpulan. Perhatikan pembentukan

kata dengan afiksasi dan akhiran berikut ...peng-an

Simpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah dan

memenuhi harapan yang tertera dalam tujuan. Keempat bagian ini

harus menunjukkan adanya sambungan yang harmonis, runtut, dan

benar. Apabila belum runtut, peneliti harus meninjau kembali pada

data yang terkumpul dan pada proses analisisnya. Dengan kata lain,

Page 162: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

150

terdapat korelasi di antara berbagai kata kerja yang berawalan meng-

dapat dibentuk menjadi kata benda yang bermakna proses yang

berimbuhan peng-…-an, dan dapat pula dibentuk menjadi kata benda

yang bermakna hasil yang berimbuhan –an. Perhatikan keteraturan

pembentukan kata berikut: simpul – menyimpulkan – penyimpul –

penyimpulan – simpulan. Oleh karena itu, bentukan yang tepat ialah

simpulan yang berarti hasil menyimpulkan, bukanlah kesimpulan.

Simpulan merupakan pendapat atau tesis terakhir dari seorang

peneliti dari sebuah uraian data-data, fakta-fakta, pikiran kritis,

alasan-alasan teoritis terkait suatu masalah atau objek penelitian.

Simpulan dapat dibuat berdasarkan metode berpikir baik secara

induktif, maupun deduktif. Secara induktif, simpulan ditarik dari

informasi-informasi dalam penelitian yang bersifat khusus ke umum

(generalisasi, anologi, dan akibat-sebab), sedangkan secara deduktif

berangkat dari informasi-informasi dalam penelitian yang bersifat

umum ditarik ke hal yang lebih khusus (silogisme, akibat-sebab-

sebab, dan sebab-akibat).

Simpulan berbeda dengan ringkasan. Simpulan adalah hasil dari

aktivitas menyimpulkan atau yang disimpulkan, sedangkan ringkasan

adalah penyajian karangan dalam bentuk yang lebih singkat dengan

tetap mempertahankan diksi dan bagian-bagian karangan. Oleh karena

itu, hindari pengulangan pernyataan-pernyataan pada bagian

sebelumnya (pernyataan yang terletak di pendahuluan, tinjauan

pustaka, dan pembahasan) pada bagian Simpulan.

g. Daftar Rujukan

Daftar rujukan atau sering disebut juga daftar pustaka atau daftar

referensi merupakan bagian akhir dari karya tulis ilmiah yang menjadi

bukti atas aktivitas keilmiahan penulis. Daftar rujukan merupakan

daftar buku, artikel, jurnal, catatan ilmiah, makalah, dan sebagainya

yang telah disebutkan sebelumnya. Dengan demikian, apabila dalam

karya tulis ilmiah tersebut mengutip sepuluh rujukan (misalnya:

sepuluh nama pengarang atau judul referensi), maka pada bagian

daftar rujukan haruslah ada sepuluh nama pengarang atau judul

referensi. Referensi yang dikutip dan identitas kutipannya pada bagian

daftar rujukan haruslah sama dan cocok. Bahan kajian yang hanya

menjadi bahan bacaan tanpa adanya aktivitas pengutipan (tidak

dirujuk), tidak perlu dituliskan pada bagian daftar rujukan.

Page 163: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

151

5.4.2 Tiga Pilar Ilmu: Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis

Terdapat tiga pilar keilmuan yang harus ada dalam karya tulis ilmiah

yaitu: ontologis, epistimologis, dan aksiologis. Ontologi, menurut Muchsin

(dalam Hidayat, 2015):

... Ontologi adalah hakikat yang ada (being, sein) yang

merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai

kenyataan dan kebenaran. dalam perspektif ilmu, (sic!)

ontologi ilmu dapat dimaknai sebagai teori tentang

wujud dalam perspektif objek materil ke-Ilmuan (sic!),

konsep-konsep penting yang diasumsikan oleh ilmu

ditelaah secara kritis dalam ontologi ilmu. ...

epistomologis (cara mendapatkan pengetahuan).

Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat

episteme, pengetahuan dan logos, theory. Epistemologi

adalah cabang ilmu filasafat (sic!) yang menenggarai

(sic!) masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori

ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, epistemologi adalah

bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar,

sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan ...

aksiologis (manfaat pengetahuan). Aksiologis (teori

tentang nilai) sebagai filsafat yang membahas apa

kegunaan ilmu pengetahuan manusia. Aksiologi

menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu

dipergunakan? Bagaimana kaitan antar acara (sic!)

penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?

(Sumarto, 2017:18)

Hidayat memiliki pengertian yang lebih sederhana terkait ontologis,

epistimologi, dan aksiologi. “Objek telaah ontologi adalah yang ada. Studi

tentang yang ada” (Hidayat, 2015: 46). “Epistimologi yaitu masalah

bagaimana mendapatkan ilmu itu. Dan (sic!) untuk mendapatkannya

apakah sesuai atau malah menyimpang dari metode ilmiah.” ... Aksiologi.

(sic!) ini menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu itu sendiri (Hidayat,

2015:91-92).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ontologi dalam sebuah

karya tulis ilmiah berbicara tentang objek penelitian, masalah yang

diangkat dan dicari pemecahannya dalam penelitian, dan tujuan penelitian.

Epistimologi ialah bagian yang membicarakan cara/metode/teknis kegiatan

penelitian (pemecahan penelitian) temasuk alat teoritis yang digunakan

dalam penelitian. Aksiologi ialah bagian membicarakan kebermanfaatan

Page 164: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

152

dan kegunaan penelitian tersebut dalam menjawab atau memecahkan

masalah yang diangkat.

Antara ketiga pilar ilmu tersebut yakni ontologi, epistimologi, dan

aksiologi harus memiliki konsistensi yang berujung pada kejelasan

penelitian. Ketiga hal tersebut saling berhubungan guna menggiring

peneliti kepada keberhasilan penelitian. Ketiganya harus sesuai dan

memiliki linieritas teoritis. Misalnya, antara judul-masalah-metode harus

linier. Tidak bisa penelitian pengembangan dilakukan dengan metode

kualitatif atau metode analisis wacana kritis digunakan untuk masalah atau

objek penelitian terkait teknik permesinan. Oleh karena itu, ontologi,

epistimologi, dan aksiologi memiliki satu bahasa yakni inti penelitian.

Bagan dimensi filsafat keilmuan dalam penulisan karya ilmiah.

5.5 Tahapan Menulis Karya Ilmiah

Dalam penulisan karya ilmiah, penulis tidak dapat seenaknya

menuangkan pikiran dalam bentuk-bentuk tulisan tanpa memperhatikan

kaidah-kaidah penulisan dan data-data atau fakta dan dipaparkan secara

teoritis dengan jelas. Karya tulis ilmiah haruslah mengandung unsur-unsur

keilmiahan, salah satunya pengkajian atau penelitian terkait objek atau

masalah yang akan disampaikan melalui bahasa tulis. Untuk itu, terdapat

Judul

Ontologis

rumusan masalah

tujuan

Epistimologis

kajian teoritis

metodologi

Aksiologis

hasil

simpulan

manfaat

Page 165: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

153

tahap-tahap yang harus dilakukan penulis menyusun sebuah karya tulis

ilmiah.

5.5.1 Perencanaan Penulisan Karya Ilmiah

Pada tahap ini, hal-hal yang harus dilakukan oleh penulis ialah

sebagai berikut:

a. menentukan topik. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam pemilihan topik oleh peneliti yakni visibilitas (kemungkinan

terlesainya pengkajian/penelitian topik), ketertarikan penulis (minat)

untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah tersebut, dan kapabilitas

(pengetahuan yang mumpuni yang dimiliki ole penulis);

b. mengkaji masalah yang akan diteliti atau dibahas dalam karya tulis

ilmiah sebagai upaya menemukan hipotesis nol (hipotesis penelitian

awal);

c. mengkaji teori-teori yang mampu mendukung atau digunakan dalam

penelitian atau pembahasan masalah dalam karya tulis ilmiah;

d. menemukan kebermanfaatan penelitian dalam hal teoritis dan praktis

yang nantinya harus disampaikan dalam karya tulis ilmiah;

e. mempelajari atau menguasai teknik penulisan karya tulis ilmiah; dan

f. menguasai kaidah-kaidah kebahasaan, khususnya ragam bahasa

ilmiah.

5.5.2 Penyusunan Kerangka Karangan

Setelah tahap perencanaan dilakukan, penulis harus menyusun

kerangka karangan agar karya tulis yang dibuat memenuhi aspek

sistematika dan penalaran ilmiah yang baik dan jelas. Kerangka (outline)

mutlak diperlukan sebagai panduan dalam memaparkan isi tulisan.

Kedudukan kerangka dalam penulisan karya tulis ilmiah sama halnya

dengan topik (Tim, 2007:128). Tim (2007:129) lebih lanjut menjelaskan

tiga alasan penulis harus membuat kerangka:

“Pertama, pembuatan kerangka membantu penulis

mengorganisasikan idenya.Kerangka terutama dapat

meyakinkan penulis bahwa ia tidak akan memasukkan hal-

hal yang tidak relevan...;melewatkan butir-butir yang

penting; dan ... akan dapat menyusun ide-ide pendukung

yang logis. Kedua, ... mempercepat proses penulisan. ...

Terakhir (sic!) adanya kualitas bahasa yang tinggi...”

Selesainya penyusunan kerangka karangan, dapat dikatakan telah

menyelesaikan 75% tulisan yang akan dibuat. Penulis tidak akan khawatir

lagi akan keberlangsungan tulisannya. Kerangka karangan harus sudah

penulis pikirkan secara matang dan perlu peninjauan berulang kali untuk

Page 166: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

154

memperkaya materi tulisan. Kerangka karangan berfungsi sebai peta

konseptual untuk mengantisipasi kemacetan pikiran, ambiguitas teoritis,

pengumpulan dan anlisis yang biasanya membutuhkan waktu lama, dan

sebagainya. Hal tersebut dapat diminimalisir karena penulis akan lebih

terfokus pada pengembangan penalaran dan perbaikan naskah.

Kerangka karangan dapat merujuk pada matrik penelitian yang telah

dibuat sebelumnya guna pengecekan hal-hal yang perlu disampaikan

dalam karya tulis ilmiah. Oleh karena itu, matrik penelitian yang mewakili

desain penelitian harus diikuti secara konsisten hingga akhir penelitian,

bahkan dalam penulisan luaran penelitian yang berupa karya tulis ilmiah.

Berikut contoh kerangka penelitian yang merujuk pada contoh matrik

penelitian sebelumnya (periksa tabel 5.1). Berikut contoh kerangka

karangan (outline) makalah. Kerangka berikut ini dapat dibuat lebih detil

lagi sesuai kebutuhan dan keluasan pikiran (pengetahuan) peneliti.

Judul: Nilai Kebangsaan dalam Karya Sastra Hamka (1930-1962)

1. Pendahuluan

- masalah

- tujuan

2. Isi

- apresiasi sastra

- sastra sebagai ekspresi manusia

- sastra sebagai retorika

- metode struktural dalam apresiasi sastra

- deskripsi lapis objek, lapis, arti, dan lapis metafisis secara teoritis

- deskripsi lapis objek, lapis, arti, dan lapis metafisis yang terdapat

dalam karya-karya Hamka (data dan analisis data)

- deskripsi nilai-nilai kebangsaan dalam karya sastra Hamka

3. Penutup

- simpulan

- saran

4. Daftar Rujukan

Selain cara di atas, kerangka karangan dapat pula dibuat dengan

mempertimbangkan prinsip persamaan nilai dan prinsip keparalelan.

a. Prinsip Persamaan Nilai

Dalam penulisan kerangka karangan, gagasan-gagasan yang

sederajat diberi kodifikasi yang sederajat. Untuk itu, akan ada

kodifikasi A, B, C dan seterusnya dengan derajat yang sama;

kodifikasi 1, 2, 3 dan seterusnya; dan kodifikasi a, b, c dan seterusnya

yang sama pula derajatnya (Tim, 2007:129).

Page 167: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

155

Agar lebih jelas perhatikan contoh kerangka karangan berjudul

Esai “Masyarakat Gegar Bahasa” berikut.

Tabel 5.1 Kerangka Karangan

Kerangka Karangan Sesuai Prinsip

Persamaan Nilai

Kerangka Karangan yang

Tidak Sesuai Prinsip

Persamaan Nilai

A. Pengantar

1. Lemahnya kemampuan

masyarakat dalam hal berbahasa

Indonesia

2. Pengaruh pesatnya

perkembangan informasi dan

teknologi

B. Fenomena Gegar Bahasa Indonesia

1. Data kesalahan tataran fonologis

dan perbaikannya

a. “konci”

b. “veleg”

c. “blutut”

d. “kifet macet”

2. Data kesalahan tataran

morfologis dan perbaikannya

a. “di jual”

b. “dikontrakan”

3. Data kesalahan tataran sintaksis

dan perbaikannya

a. “Anda Perlu Bantuan Polisi?

Hub. Emergency Call

xxxxxxx”

b. “Service: HP, soft ware, haft

ware, no sinyal mati total,

blaank LCD, mic mati,

spiker mati,kifet macet,

hank”

4. Data kesalahan tataran kata baku

dan perbaikannya

a. “apotek”

b. dst.

5. Data kesalahan kata serapan dan

perbaikannya

1. Pengantar

2. Lemahnya kemampuan

masyarakat dalam hal

berbahasa Indonesia

3. Pengaruh pesatnya

perkembangan informasi

dan teknologi

4. Fenomena Gegar Bahasa

Indonesia

5. Data kesalahan tataran

fonologis dan perbaikannya

6. “konci”

7. “veleg”

8. “blutut”

9. “kifet macet”

10. Data kesalahan tataran

morfologis dan

perbaikannya

11. “di jual”

12. “dikontrakan”

13. Data kesalahan tataran

sintaksis dan perbaikannya

14. “Anda Perlu Bantuan

Polisi? Hub. Emergency

Call xxxxxxx”

15. “Service: HP, soft ware,

haft ware, no sinyal mati

total, blaank LCD, mic

mati, spiker mati,kifet

macet, hank”

16. Data kesalahan tataran kata

baku dan perbaikannya

17. “apotek”

18. Data kesalahan kata

Page 168: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

156

a. “Holan Bakeri”

b. dst.

C. Landasan Berbahasa Indonesia

1. Sumpah Pemuda

2. Landasan Hukum Bahasa

Indonesia

a. UUD 1945, Pasal 36; UU

No 24 2009, dan

penjelasannya

b. UU RI Nomor 24 Tahun

2009 dan penjelasannya

c. Tap MPR 1978 dan 1983

dan penjelasannya

d. Peraturan Menteri No.

20/1991 dan penjelasannya

e. Peraturan Presiden No 63

2019 dan penjelasannya

3. Aturan Pusat Pembinaan Bahasa

1995 dan penjelasannya

D. Masalah Interferensi

1. Difusi kebudayaan

2. Gegar bahasa diawali dengan

gegar budaya

3. Politik bahasa asing dalam dunia

teknologi dan informasi

E. Solusi

1. Sosialisasi

2. Sikap positif terhadap bahasa

Indonesia

3. Sanksi terhadap pelanggaran

4. Pembelajaran di sekolah

F. Simpulan

G. Daftar Referensi

serapan dan perbaikannya

19. “Holan Bakeri”

20. Landasan Berbahasa

Indonesia

21. Sumpah Pemuda

22. Landasan Hukum Bahasa

Indonesia

23. UUD 1945, Pasal 36; UU

No 24 2009, dan

penjelasannya

24. UU RI Nomor 24 Tahun

2009 dan penjelasannya

25. Tap MPR 1978 dan 1983

dan penjelasannya

26. Peraturan Menteri No.

20/1991 dan penjelasannya

27. Peraturan Presiden No 63

2019 dan penjelasannya

28. Aturan Pusat Pembinaan

Bahasa 1995 dan

penjelasannya

29. Masalah Interferensi

30. Difusi kebudayaan

31. Gegar bahasa diawali

dengan gegar budaya

32. Politik bahasa asing dalam

dunia teknologi dan

informasi

33. Solusi

34. Sosialisasi

35. Sikap positif terhadap

bahasa Indonesia

36. Sanksi terhadap

pelanggaran

37. Pembelajaran di sekolah

38. Simpulan

39. Daftar Referensi

Page 169: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

157

Setelah membaca secara detil contoh tabel kerangka karangan di

atas, kerangka karangan yang tidak memenuhi prinsip persamaan nilai

(kolom kanan) cukup membingungkan karena tidak diorganisasikan

berdasarkan derajat-derajat ide yang sama. Kerangka karangan yang

memenuhi prinsip persamaan nilai (kolom kiri), disusun berdasarkan

derajat persamaan nilainya sehingga terbaca secara jelas. Kerangka

karangan seperti tersebut akan memudahkan peneliti dalam menulis

karangan.

Dalam menulis kerangka karangan, penulis perlu memusatkan

pikiran dan terlebih dahulu memperkaya bahan referensinya.

Pembuatan kerangka karangan sering kali tidak sekali jadi. Penulis

perlu mengecek kerangka karangan untuk mengetahui hal yang belum

tercantum yang mungkin sangat penting untuk dibahas. Penulis juga

mungkin menemukan ide-ide tambahan di tengah jalan yang dapat

mengubah struktur kerangka karangan. Jika demikian, maka penulis

cukup mencari ruang dalam kerangka karangan.

b. Prinsip Keparalelan

Bagian kerangka karangan harus ditulis secara paralel.

Maksudnya, semua gagasan yang telah diberi kodifikasi yang

sederajat ditulis dalam ungkapan gramatikal (kalimat, frasa, atau kata)

(Tim, 2007:131). Perhatikan contoh berikut.

A. Pengantar

1. Lemahnya kemampuan masyarakat dalam hal berbahasa

Indonesia

2. Pengaruh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi

B. Fenomena Gegar Bahasa Indonesia

1. Data kesalahan tataran fonologis dan perbaikannya

a. “konci”

b. “veleg”

c. “blutut”

d. “kifet macet”

2. Data kesalahan tataran morfologis dan perbaikannya

a. “di jual”

b. “dikontrakan”

3. Data kesalahan tataran sintaksis dan perbaikannya

a. “Anda Perlu Bantuan Polisi? Hub. Emergency Call

xxxxxxx”

b. “Service: HP, soft ware, haft ware, no sinyal mati total,

blaank LCD, mic mati, spiker mati,kifet macet, hank”

4. Data kesalahan tataran kata baku dan perbaikannya

Page 170: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

158

a. “apotek”

b. dst.

5. Data kesalahan kata serapan dan perbaikannya

a. “Holan Bakeri”

b. dst.

C. Landasan Berbahasa Indonesia

1. Sumpah Pemuda

2. Landasan Hukum Bahasa Indonesia

a. UUD 1945, Pasal 36; UU No 24 2009, dan penjelasannya

b. UU RI Nomor 24 Tahun 2009 dan penjelasannya

c. Tap MPR 1978 dan 1983 dan penjelasannya

d. Peraturan Menteri No. 20/1991 dan penjelasannya

e. Peraturan Presiden No 63 2019 dan penjelasannya

3. Aturan Pusat Pembinaan Bahasa 1995 dan penjelasannya

D. Masalah Interferensi

1. Difusi kebudayaan

2. Gegar bahasa diawali dengan gegar budaya

3. Politik bahasa asing dalam dunia teknologi dan informasi

E. Solusi

1. Sosialisasi

2. Sikap positif terhadap bahasa Indonesia

3. Sanksi terhadap pelanggaran

4. Pembelajaran di sekolah

F. Simpulan

G. Daftar Referensi

Perhatikanlah secara seksama, kerangka karangan tidak sama

dengan sistematika karya tulis ilmiah. Sistematika karya tulis ilmiah

memuat bagian-bagian karangan, sedangkan kerangka karangan

merupakan peta penulis untuk mengembangkan penalaran paragraf

guna membangun wacana karangan. Kerangka karangan dibuat

dengan tanpa mengabaikan sistematika karya tulis ilmiah.

5.5.3 Pengembangan Tulisan

Kegiatan pengembangan tulisan ialah kegiatan lanjutan setelah

menyusun atau membuat kerangka karangan. Jika kerangka karangan

berfokus pada organisasi ide atau gagasan dan penyajian konsep-konsep

tulisan atau karangan, maka kegiatan pengembangan tulisan berfokus pada

penyusunan atau pengembangan ide atau gagasan tersebut dengan

memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan paragraf. Oleh karena itu,

penulis harus menguasai kaidah-kaidah penulisan kata, kalimat, ejaan dan

Page 171: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

159

lain sebagainya sesuai yang telah dibahas pada bab sebelumnya yakni

Ragam Bahasa Ilmiah (periksa kembali Bab 3).

Pengembangan tulisan perlu dilakukan secara teliti, serius, dan

sistematis guna memastikan tulisan atau karangan tetap pada koridor

ilmiah. Untuk itu, penulis sering kali harus mengecek tulisannya, baik pada

tataran morfologis, sintaksis, semantik, peristilahan atau terminologi,

logika penalaran, kata hubung, hingga ejaan yang digunakan untuk

menemukan hal-hal yang perlu diperbaiki (revisi). Perbaikan akan

mengarahkan penulis untuk menghasilkan tulisan yang baik, jelas, dan

mudah dibaca. Oleh karena itu, perlu juga kiranya, penulis membaca

secara berulang-ulang dan bersungguh-sungguh demi penyempurnaan

tulisannya.

5.6 Sistematika Karya Tulis Ilmiah

Sistematikan karya tulis ilmiah meliputi sistematika makalah, proposal,

laporan penelitian, dan artikel. Sistematika karya tulis ilmiah atau disebut

juga gaya selingkung berbeda-beda antarlembaga. Penulis perlu

memastikan sistematika atau gaya selingkung yang berlaku pada lembaga

atau penyelenggara. Berikut sistematika umum yang biasa digunakan di

lingkungan Universitas Jember.

5.6.1 Makalah

“Makalah merupakan salah satu bentuk tulisan ilmiah yang berisi

gagasan penulis tentang suatu topik bahasan ilmiah” (Tim, 2007:136).

Terdapat dua jenis makalah yaitu makalah yang dipresentasikan pada

forum ilmiah dan makalah untuk kepentingan perkuliahan. Sistematika

makalah ialah sebagai berikut.

a. Halaman Sampul

Hal-hal yang harus ada pada bagian sampul adalah logo (bila

makalah ditulis di bawah asosiasi atau lembaga), judul makalah,

keperluan atau maksud ditulisnya makalah, nama penulis makalah,

dan tempat serta waktu penulisan makalah. Keperluan atau maksud

penulisan makalah dapat berupa, misalnya, untuk memenuhi tugas

matakuliah yang dibina dosen X. Tempat dan waktu yang dimaksud

dapat berisi nama lembaga (universitas, institut, fakultas, jurusan,

program studi), nama kota, serta bulan dan tahun.

1. Logo Universitas

Logo dapat diletakkan pada posisi paling atas atau pada posisi

tengah (vertikal setelah judul). Penempatan logo dengan kedua posisi

tersebut mempunyai argumentasi yang berbeda. Argumentasi

penempatan logo pada posisi paling atas karena logo merupakan

Page 172: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

160

identitas, kebanggaan, dan simbol kepercayaan diri, sedangkan

argumentasi penempatan logo pada posisi tengah karena dekat di hati

dan tidak terkesan menyombongkan diri.

2. Judul

Judul tidak boleh diawali dengan kata kerja dan menggunakan

bentuk bahasa yang terdiri atas subjek dan predikat (berupa kalimat).

Hendaknya penulis menghindari penggunaan kata-kata klise pada

judul, misalnya: beberapa, sekelumit, studi, studi pendahuluan, dan

penelaahan. Judul harus berbentuk frasa (kelompok kata) yang

menerangkan atau penjelas kata atau unsur yang lainnya dan mampu

memberikan pengertian yang utuh. Judul juga tidak boleh

mengandung pembenaran (justifikasi).

Tabel 5.2 Judul

Judul Salah

Mahasiswa Memanfaatkan Ekstrak

Daun Kelor untuk Mengembangkan

Produk Masker dengan Konten

Lokal

Studi Pendahuluan Efek Membaca

Sastra terhadap Perkembangan Janin

Ibu Hamil

Problem Based Learning (PBL)

Mampu Meningkatkan Kemampuan

Menulis Karya Ilmiah Mahasiswa”

Judul Benar

Pemanfaatan Ekstrak Daun Kelor

dalam Pengembangan Masker

Tradisional

Dampak Pembacaan Sastra

terhadap Perkembangan Janin Ibu

Hamil

Pengaruh Problem Based Learning

(PBL) dalam Pembelajaran

Menulis Karya Ilmiah Mahasiswa

Penulisan judul menggunakan sistem simetris berbentuk segitiga

terbalik dengan jarak ketik satu spasi. Judul sebaiknya tidak lebih dari

15 kata (tidak termasuk kata sambung dan kata depan), kecuali pada

buku. Untuk penulisan judul yang panjang, antara judul dan anak

judul dipisahkan oleh tanda titik dua (:) atau tanda kurung ((...))

menggunakan ukuran yang sama. Judul dan anak judul ditulis dengan

huruf kapital, termasuk penulisan kata tugas yaitu kata depan dan kata

sambung. Penulisan judul tidak diakhiri dengan tanda titik.

3. Daftar Isi

Daftar isi ini berfungsi memberikan panduan dan gambaran

tentang garis besar isi makalah. Melalui daftar isi, pembaca dapat

Page 173: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

161

dengan mudah menemukan bagian-bagian yang membangun makalah.

Sselain itu, melalui daftar isi dapat diketahui sistematika penulisan

makalah. Daftar isi dipandang perlu jika panjang makalah lebih dari

20 halaman. Penulisan daftar isi dilakukan dengan ketentuan (1) judul

bagian makalah ditulis dengan menggunakan huruf kecil (kecuali

awal kata selain kata tugas ditulis dengan huruf besar), (2) penulisan

judul bagian dan judul subbagian dilengkapi dengan nomor halaman

tempat pemuatannya dalam makalah, dan (3) penulisan daftar isi

dilakukan dengan menggunakan spasi tunggal dengan antarbagian dua

spasi.

4. Daftar Tabel dan Gambar (Jika Ada)

Penulisan daftar tabel dan gambar juga dimaksudkan untuk

memudahkan pembaca menemukan tabel atau gambar yang tedapat

dalam makalah. Identitas tabel dan gambar (yang berupa nomor dan

nama) dituliskan secara lengkap. Jika tabel dan gambar lebih dari satu

buah, sebaiknya penulisan daftar tabel dan tabel dilakukan terpisah.

Jika hanya terdapat sebuah tabel atau gambar, maka sebaiknya daftar

tabel atau gambar disatukan dengan daftar isi makalah.

5. Pendahuluan

Bagian ini berisi latar belakang penulisan makalah, masalah atau

topik bahasan beserta batasannya, dan tujuan penulisan makalah.

a) Latar Belakang Penulisan Makalah

Latar belakang harus mampu memaparkan hal-hal yang bersifat

praktis dan teoretis tentang masalah. Dalam latar belakang penulis

harus menghindari alasan-alasan subjektif dan harus mampu

menggiring pembaca untuk melihat pentingnya masalah tersebut

dibahas.

b) Masalah atau Topik Pembahasan

Masalah atau topik bahasan tidak terbatas pada persoalan yang

memerlukan pemecahan, tetapi juga mencakupi persoalan yang

memerlukan deskripsi atau penegasan lebih lanjut. Masalah dalam

makalah seringkali dianggap sama degan topik walaupun keduanya

tidak selalu memiliki pengertian yang sama.

c) Tujuan Penulisan Makalah

Tujuan penulisan makalah bukanlah untuk memenuhi tugas X

seperti pada apa yang terdapat pada judul, melainkan dua tujuan, yaitu

bagi penulis makalah dan bagi pembaca makalah. Bagi penulis

makalah, rumusan tujuan penulisan makalah dapat mengarahkan

kegiatan yang harus dilakukan selanjutnya dalam menulis makalah,

khususnya dalam pengumpulan bahan-bahan penulisan. Bagi

Page 174: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

162

pembaca makalah, tujuan penulisan memberikan informasi tentang

apa yang disampaikan dalam makalah tersbut. Dengan demikian,

tujuan dapat pula berfungsi sebagai batasan ruang lingkup makalah.

Rumusan tujuan dapat berupa kalimat kompleks atau dalam bentuk

perincian. Contoh: Makalah ini dimaksudkan untuk membahas

sejumlah kesalahan yang seringkali dilakukan oleh mahasiswa ketika

menulis karya tulis ilmiah.

6. Isi atau Pembahasan

Bagian isi ditulis berdasarkan toipk-topik yang diangkat dalam

makalah. Jika dalam makalah diangkat tiga topik, maka terdapat tiga

pembahasan dalam bagian isi. Pada bagian ini, penulis harus mampu

membahas topik secara tuntas, jelas, dan mencerminkan kualitas

makalah. Oleh sebab itu, penulis harus menghindari bahasa yang

berbelit-belit, panjang, dan kurang efektif. Pada bagian ini, gagasan-

gagasan teoritis dan praktis dipadukan dengan bukti-bukti empiris dan

disajikan menggunakan bahasa ilmiah yang memenuhi aspek

kejelasan, kepaduan, dan keorisinilan.

7. Penutup

Bagian penutup berisi simpulan atau rangkuman pembahasan. Saran

dapat ditambahkan bila dipandang perlu.

8. Daftar Rujukan

Daftar rujukan berisi daftar buku, artikel, makalah lain yang

dirujuk dalam makalah. Daftar rujukan ditulis urut mengikuti abjad a-

z dan berdasarkan aturan nama, tahun, judul, kota, dan penerbit

(natajukop). Bagian ini, secara rinci akan dijelaskan pada subbab

selanjutnya.

9. Lampiran

Bagian ini berisi hal-hal yang bersifat pelengkap untuk

mendukung kualitas makalah. Hal-hal yang dimaksud dapat berupa

data (kuantitatif atau kualitatif). Lampiran tetap diberi nomor

halaman.

5.6.2 Artikel

Secara umum, artikel merupakan salah satu bentuk tulisan ilmiah

yang berisi gagasan penulis tentang suatu fenomena faktual yang ditulis

untuk memaparkan, meyakinkan, mendidik, bahkan pula menghibur.

Terdapat dua jenis artikel yakni artikel ilmiah dan artikel populer. Artikel

ilmiah hampir mirip dengan makalah yaitu menyajikan gagasan-gagasan

teoritis-praktis tentang suatu bahasan ilmiah. Akibat kemiripan sifat ini,

makalah yang dipresentasikan di ruang-ruang ilmiah, misalkan seminar

Page 175: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

163

dan dipublikasikan dalam jurnal ilmiah dapat dikatakan pula sebagai

artikel ilmiah. Artikel ilmiah dibedakan pula berdasarkan isinya. Artikel

ilmiah yang menjadi hasil atau luaran dari penelitian dan artikel ilmiah

yang ditulis berdasarkan pemikiran-pemikiran kritis mengenai suatu hal

(konseptual). Perbedaannya artikel dan makalah ada pada sistematika

penulisannya. Artikel populer lebih bersifat luwes, menggunakan bahasa

yang tidak ketat, mengangkat topik-topik nonilmiah, dan biasanya

dipublikasikan di media massa seperti koran, buletin, majalah (bukan

jurnal ilmiah). Berikut sistematika yang umum digunakan dalam penulisan

artikel.

a. Judul Artikel

Judul artikel hendaknya dibatasi sepuluh sampai lima belas kata,

tetapi dapat memberikan kesan utuh tentang keseluruhan isi artikel

yang dibahas. Susunan kata yang dipakai pada judul artikel memiliki

daya tarik dan bersifat provokatif, tetapi efektif, spesifik, dan tidak

berlebihan. Judul artikel ilmiah harus bermakna lugas (denotatif),

sedangkan artikel populer diperbolehkan menggunakan bahasa-bahasa

yang figuratif (konotatif).

b. Nama Penulis

Nama penulis dituliskan di bawah judul tanpa menggunakan

gelar. Semua penulis yang terlibat dalam penulisan artikel ilmiah

dicantumkan dan disertai dengan nama lembaga atau instansi asal

(afiliasi). Biasanya, artikel ilmiah menyebutkan penulis yang

berwenang untuk melakukan korespondensi dengan penerbit jurnal

dan pihak lain. Penulis ini disebut dengan coresponding author (co-

author). Nama co-author harus ditandai dan disertai dengan alamat e-

mail.

c. Abstrak dan Kata Kunci

Abstrak adalah esensi dari artikel ilmiah mulai dari latar

belakang, permasalahan, metode, hasil dan pembahasan serta

simpulan. Penulisan abstrak dibatasi dengan jumlah kata yang

berkisar 200-250 kata, tetapi mampu memberikan informasi secara

utuh kepada pembaca tentang isi dari artikel yang disajikan. Abstrak

diikuti dengan 3 sampai 5 kata kunci yang merupakan kata-kata

penting untuk mengarahkan pembaca memahami artikel.

Pada penulisan artikel hasil tugas akhir studi (skripsi, tesis,

disertasi), kata abstrak ditulis di bagian tengah halaman dengan huruf

kapital, simetris di batas atas bidang pengetikan dan tanpa tanda titik.

Nama penulis diketik dengan jarak 2 spasi dari kata abstrak, di tepi

kiri dengan urutan: nama diakhiri titik, tahun lulus diakhiri dengan

Page 176: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

164

titik, judul dicetak miring dan diketik dengan huruf kecil (kecuali

huruf-huruf pertama dari setiap kata) dan diakhiri dengan titik.

Kemudian diikuti kata skripsi, tesis, atau disertasi diakhiri dengan

koma, diikuti nama jurusan, nama fakultas, nama

universitas/institute/sekolah tinggi, dikhiri dengan titik. Setelah itu

dicantukan nama dosen Pembimbing Utama dan Pembimbing

Anggota (ada yang lengkap dengan gelar akademiknya).

d. Bagian Pendahuluan

Bagian pendahuluan berisi latar belakang pentingnya penelitian

dilakukan. Pada bagian pendahuluan ini juga dibahas tentang

kebaruan penelitian (state of the art) yang dilakukan dibandingkan

dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Kebaruan ini bisa dalam

bentuk kontroversial dengan penelitian sebelumnya, bisa melanjutkan

penelitian sebelumnya yang belum tuntas, ataukebaruan ilmu dan

teknologi yang diterapkan dalam penelitian. Pada bagian pendahuluan

ini juga dicantumkan rumusan singkat tentang pokok bahasan dalam

artikel tersebut.

e. Bagian Inti

Pada artikel ilmiah, bagian inti mencakup landasan teori,

metodologi (umumnya secara eksplisit), dan hasil serta pembahasan.

Landasan teori berisi teori-teori atau konsep-konsep dasar yang

dipergunakan dalam membahas masalah. Metodologi berisi

pendekatan metode penelitian, populasi dan sampel, serta langkah-

langkah analisis data. Hasil dan pembahasan berisi hasil dan analisis

dari penelitian yang dilakukan. Hal ini sedikit berbeda pada artikel

konseptual. Hasil dan pembahasan pada artikel ilmiah konseptual

berisi konsep-konsep dan bahasan masalah serta hasil analisis dan

pikiran kritis penulis.

f. Penutup atau Simpulan

Bagian ini memiliki perbedaan yang menonjol antara artikel

penelitian dan artikel konseptual. Pada artikel ilmiah penelitian, penutup

atau simpulan berisi simpulan dari hasil penelitian dan saran untuk

penelitian selanjutnya. Pada artikel ilmiah konseptual, penutup atau

simpulan berisi simpulan atau penekanan dari hasil pemikiran kritis

penulis.

g. Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih pada artikel ilmiah dituliskan dengan

menggunakan bahasa baku yang disampaikan kepada pihak yang telah

membantu proses penelitian dan kepada sponsor penyedia dana penelitian.

Page 177: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

165

h. Daftar Referensi

Bagian ini berisi daftar referensi yang dirujuk dalam artikel

ilmiah. Bahan bacaan yang tidak dirujuk dalam artikel tidak perlu

dituliskan dalam daftar referensi.

5.6.3 Proposal dan Laporan Penelitian

Sistematika proposal dan laporan penelitian sebagai berikut.

a. Proposal penelitian

Proposal merupakan salah satu bentuk karya tulis ilmiah yang

berbentuk renca kerja penelitian. Sebelum melakukan sebuah

penelitian, peneliti perlu menyusul proposal demi kepentingan

pedoman penelitian atau bahkan menggalangan dana penelitian.

Sistematika proposal ialah sebagai berikut.

1) Halaman Sampul

Halaman sampul biasanya berisi judul, kata skripsi, tesis, atau

disertasi (sebagai identitas jenjang), nama dan nomor induk

mahasiswa (NIM), lambang perguruan tinggi (logo), nama

universitas, fakultas, jurusan, dan waktu (bulan, tahun) disusunnya

proposal. Semua huruf dicetak dengan huruf kapital, dengan

komposisi dan tata telak tiap-tiap bagian diatur secara simetris, rapi,

dan serasi. Ukuran huruf (font size) yang digunakan antara 12-16 pt,

jenis huruf konsisten (Times New Romans atau Arial).

2) Halaman Judul

Halaman judul pada proposal ditulis sama dengan halaman

sampul. Akan tetapi, pada laporan penelitian, halaman judul terdiri

atas dua halaman. Halaman pertama, berisi dan berformat sama

dengan halaman sampul. Halaman judul lembar kedua memuat (1)

judul skripsi, atau tesis, atau disertasi secara lengkap diketik dengan

huruf kapital, (2) teks Skripsi diajukan kepada

Universitas/Institut/Sekolah Tinggi untuk memenuhi untuk memenuhi

salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program

Sarjana/Magister/Doktor, (3) nama dan nomor induk mahasiswa

(NIM), (4) nama lengkap universitas/institute/sekolah tinggi, fakultas,

dan jurusan, diketik dengan huruf kapital, dan (5) bulan dan tahun

lulus ujian.

3) Lembar Persetujuan

Ada dua lembar persetujuan. Lembar persetujuan pertama adalah

lembar persetujuan yang memuat persetujuan dari (para) pembimbing.

Hal-hal yang dicantumkan pada lembar persetujuan lembar

Page 178: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

166

pembimbing adalah (1) teks Skripsi/Tesis/Disertasi oleh ….. ini telah

disetujui untuk diuji; dan (2) nama lengkap dan nomor induk pegawai

(NIP) Pembimbing Utama dan Pembimbing Anggota.

Lembar persetujuan kedua adalah lembar persetujuan yang berisi

pengesahan skripsi oleh para penguji, ketua jurusan, dan dekan.

Pengesahan ini baru diberikan setelah mahasiswa yang bersangkutan

melakukan perbaikan sesuai saran-saran yang diberikan oleh para

penguji saat berlangsungnya ujian. Dalam lembar persetujuan dosen

penguji, dicantumkan tanggal, bulan, dan tahun dilaksanakannya

ujian, tanda tangan, nama lengkap dan NIP dari tiap-tiap dosen

penguji dan dekan/ /ketua jurusan/ketua program studi (untuk skripsi)

atau direktur Program Pascasarjana (untuk tesis dan disertasi).

4) Ringkasan

Ringkasan disajikan dalam sistematika sebagai berikut.

Judul, Nama Penulis, dan Identitas Kelembagaan

a) Judul ditulis secara Title Case.

b) Nama lengkap peneliti (tanpa gelar).

c) Nomor dan identitas peneliti (NIP atau NIM).

d) Tahun penulisan dan jumlah halaman (tidak termasuk lampiran).

e) Nama program studi, jurusan, fakultas, dan perguruan tinggi

ditulis lengkap.

f) Nomor dan tanggal kontrak jika menggunakan dana sponsor.

Substansi ringkasan memuat permasalahan, tujuan penelitian,

metodologi penelitian (desain penelitian, data, sumber data, metode

pengambilan data, analisis data), hasil, dan simpulan.

5) Prakata

Prakata memuat ucapan terima kasih penulis yang ditujukan

kepada orang-orang, lembaga, organisasi, dan pihak-pihak lain yang

telah membantu dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan

menyelesaikan penelitian (skripsi, tesis, atau disertasi). Tulisan

prakata diketik dengan huruf kapital, simetris di batas atas bidang

pengetikan dan tanpa tanda titik. Teks prakata diketik dengan jarak

dua spasi. Panjang teks tidak lebih dari dua halaman kertas ukuran

kuarto (A4). Pada bagian akhir teks (pojok kanan bawah)

dicantumkan kota, bulan, tahun, dan penulis (tanpa menyebutkan

nama terang).

6) Daftar Isi

Dalam halaman daftar isi dimuat judul bab, subbab, dan judul

subsubbab yang disertai dengan nomor halaman tempat pemuatannya

dalam teks. Semua judul bab diketik dengan huruf kapital, judul

Page 179: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

167

subbab dan subsubbab diketik dengan huruf kecil kecuali huruf-huruf

pertama kata utama.

7) Daftar Tabel

Secara umum, halaman daftar tabel memuat nomor tabel, judul

tabel, dan nomor halaman pemuatannya di dalam proposal. Judul

tabel harus sama dengan judul tabel yang terdapat dalam proposal.

Jarak antarbaris judul tabel diketik dengan spasi ganda, sedangkan

judul tabel yang memerlukan lebih dari satu baris, jarak antarbaris

diketik dengan spasi tunggal.

8) Daftar Gambar atau Daftar Ilustrasi

Pada halaman daftar gambar atau daftar ilustrasi dicantumkan

nomor gambar, judul gambar, dan nomor halaman tempat

pemuatannya di dalam teks. Judul gambar harus sama dengan judul

gambar yang terdapat di dalam proposal. Jarak antarbaris judul

gambar diketik dengan spasi ganda, sedangkan judul gambar yang

memerlukan lebih dari satu baris, jarak antarbaris diketik dengan spasi

tunggal.

9) Daftar Lampiran

Secara umum, halaman daftar lampiran memuat nomor lampiran,

judul lampiran, dan nomor halaman pemuatannya. Judul lampiran

harus sama dengan judul lampiran yang terdapat di dalam proposal.

Jarak antarbaris judul lampiran diketik dengan spasi ganda, sedangkan

judul lampiran yang memerlukan lebih dari satu baris, jarak antarbaris

diketik dengan spasi tunggal.

10) Daftar Lain

Jika dalam proposal penelitian banyak digunakan tanda-tanda

lain yang mempunyai makna esensial, misalnya singkatan atau

lambang-lambang yang digunakan dalam matematika, ilmu eksakata,

teknik, bahasa (semiotik), simbol budaya, dan sebagainya, perlu ada

daftar khusus mengenai tanda-tanda, singkatan, atau lambang-

lambang tersebut.

11) Bab I Pendahuluan

Pendahuluan ialah bab pertama dalam proposal yang

mengantarkan pembaca untuk dapat menjawab pertanyaan terkait

ontologi penelitian (apa yang diteliti? untuk apa?) dan mengapa

penelitian itu dilakukan. Oleh sebab itu, bab pendahuluan ini memuat

(1) latar belakang masalah, (2) identifikasi masalah, (3) pembatasan

masalah, (4) rumusan masalah, (5) tujuan penelitian, (6) hipotesis

penelitian (jika ada), (7) manfaat penelitian, dan (8) definisi

operasional. Definisi operasional bukanlah definisi leksikon yang

Page 180: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

168

terdapat dalam kamus, melainkan definisi praktis yang digunakan

peneliti dalam penelitiannya.

12) Bab II Kerangka Teoretis

Kerangka Teoretis disebut pula dengan Kajian Pustaka, atau

Kajian Teoretis, Studi Pustaka, atau Tinjauan Pustaka. Tujuan

kerangka teoretis adalah untuk membatasi teori (hukum, dalil,

hipotesis) yang digunakan atau mendukung kegiatan penelitian dan

menemukan metodologi yang sesuai dengan penelitian yang akan

dilakukan. Kerangka teoretis juga diperlukan untuk membandingkan

temuan hasil penelitian (data) dengan teori, atau hasil penelitian yang

telah dilakukan oleh peneliti lain. Karena itu, kerangka teoretis

dilakukan baik sebelum maupun sesudah data dikumpulkan. Dalam

penyusunan kerangka teoritis, peneliti harus memiliki sikap jujur

untuk menyertakan identitas sumber kutipan.

13) Bab III Metodologi Penelitian

Pada bab metodologi penelitian sekurang-kurangnya mencakupi

(1) rancangan penelitian, (2) ruang lingkup penelitian, (3) data dan

sumber data (penelitian kualitatif); populasi, sampel, dan besaran

sampel (penelitian kuantitatif dan tindakan), (4) instrumen penelitian,

(5) prosedur pengumpulan data, dan (6) teknis analisis data.

14) Daftar Rujukan atau Daftar Pustaka

Bagian ini berisi daftar rujukan atau daftar pustaka yang dirujuk

dalam artikel ilmiah. Bahan pustaka yang dimasukkan ke dalam daftar

rujukan (pustaka) harus sudah disebutkan dalam teks. Bahan bacaan

yang tidak dirujuk dalam artikel tidak perlu dituliskan dalam daftar

rujukan atau daftar pustaka.

15) Pernyataan Keaslian Tulisan

Pernyataan keaslian tulisan berisi ungkapan penulis bahwa

proposal penelitian bukan plagiasi dan hasil pemikirannya sendiri.

16) Lampiran

Berisi hal-hal yang dipandang penting untuk mendukung

proposal. Lampiran dapat berupa instrument penelitian, data mentah

hasil penelitian, rumus-rumus statistik yang digunakan (jika

diperlukan), hasil perhitungan statistik, surat izin tanda bukti telah

melaksanakan pengumpuan data, dan lampiran lain yang dianggap

perlu. Lampiran harus diberi nomor lampiran serta halaman.

17) Riwayat Hidup

Riwayat hidup disajikan secara naratif dan menggunakan sudut

pandang orang ketiga (bukan menggunakan kata saya atau kami). Hal-

hal yang perlu dimuat dalam riwayat hidup adalah nama lengkap

Page 181: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

169

penulis, tempat dan tanggal lahir, riwayat pendidikan, pengalaman

berorganisasi yang relevan, dan informasi tentang prestasi yang

pernah diraih selama belajar di perguruan tinggi atau pun pada waktu

duduk di SD hingga SMA.

b. Laporan Penelitian

Sistematika laporan pada bagian awal mengikuti sistematika

proposal karena sejatinya laporan adalah hasil kerja dari yang telah

direncanakan pada laporan. Dalam laporan ditambahkan bab hasil,

pembahasan dan penutup setelah bab metodologi penelitian dan

sebelum daftar pustaka. Dalam laporan bahasa yang digunakan

peneliti tidak lagi “akan” melainkan “telah” yang bermaksud

melaporkan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Sistematika

laporan penelitian secara singkat sebagai berikut (periksa kembali

penjelasan sistematika proposal).

1) Halaman Sampul

2) Halaman Judul

3) Lembar Persetujuan

4) Ringkasan

5) Prakata

6) Daftar Isi

7) Daftar Tabel

8) Daftar Gambar atau Daftar Ilustrasi

9) Daftar Lampiran

10)Daftar Lain

11)Bab I Pendahuluan

12)Bab II Kerangka Teoretis

13)Bab III Metodologi Penelitian

14)Bab IV Hasil Penelitian

Dalam penelitian yang mengandung bagian pengujian hipotesis,

laporan mengenai hasil-hasil yang diperoleh (data) sebaiknya dibagi

antara karakteristik tiap-tiap variable dan hasil pengujian hipotesis

(Chaer, 2011).

a) Bab V Pembahasan

Pembahasan dari data penelitian yang dikemukakan pada Bab IV

mengarah pada narasi temuan penelitian yang mempunyai arti penting

bagi keseluruhan kegiatan penelitian. Tujuan pembahasan adalah (1)

menjawab masalah penelitian dicapai, (2) menafsirkan temuan

penelitian, (3) mengintegrasikan temuan penelitian ke dalam

kumpulan pengetahuan yang telah mapan, (4) memodifikasi teori

Page 182: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

170

yang ada atau menyusun teori baru, dan (5) menjelaskan implikasi

lain dari hasil penelitian, termasuk keterbatasan temuan penelitian

(Chaer, 2011).

b) Bab VI Penutup

Pada bagian ini, terdapat dua hal yang penting untuk

disampaikan yakni simpulan dan saran. Simpulan merupakan

pernyataan yang jelas, tidak menimbulkan multitafsir, dan merupakan

pernyataan akhir penalaran deduktif-induktif sebagai jawaban atas

kegiatan penelitian. Kesimpulan deduktif adalah pernyataan ulang

hasil kajian yang diperoleh penulis dari beberapa asumsi melalui

aturan silogistik (perbandingan antara dua premis yang menghasilkan

suatu kesimpulan sebagai keputusan). Kesimpulan induktif adalah

pernyataan ulang hasil kajian yang diperoleh dari interpretasi terhadap

hasil-hasil data empiris (Chaer, 2011).

Simpulan harus dibuat berdasarkan fakta yang tersurat bukan

yang tersirat, dirumuskan singkat dan jelas, serta mengandung semua

informasi yang merupakan jawaban dari tujuan yang sudah

ditentukan. Simpulan bukan merupakan ringkasan hasil, atau

pengulangan pernyataan yang sudah dikemukakan pada bab

sebelumnya, artinya informasi yang sama harus dikemukakan dengan

ungkapan yang berbeda (Calderon & Gonzales dalam DIKTI, 2005).

Saran adalah rekomendasi yang didasarkan atas hasil

pelaksanaan kegiatan yang ditujukan untuk mengatasi atau membantu

dalam menyelesaikan masalah yang ada. Saran dapat berupa usulan

perbaikan sistem atau praktik dan harus bersifat logis, sahih, dan

praktis (Chaer, 2011).

c) Daftar Rujukan atau Daftar Pustaka

d) Pernyataan Keaslian Tulisan

e) Lampiran

f) Riwayat Hidup

5.7 Teknik Pengutipan dan Sumber Rujukan

Terdapat beberapa jenis kutipan yang umum digunakan dalam

menulis sebuah karya ilmiah yaitu (1) kutipan langsung dan (2) kutipan

tidak langsung. Cara penulisan nama pengarang dan tahun harus mengikuti

aturan pengutipan, sedangkan penulisan nomor halaman teks yang dikutip

boleh diikutkan pada tulisan, tetapi harus dilakukan secara konsisten pada

seluruh kutipan. Adapun format umum penulisan nama penulis, tahun

terbitan dan atau nomor halaman sumber kutipan adalah sebagai berikut

(Tim, 2016).

Page 183: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

171

Nama belakang penulis (tahun terbitan:nomor halaman sumber

kutipan) atau (Nama belakang penulis, tahun terbitan:nomor halaman

sumber kutipan).

Pengarang hanya satu orang, dengan formula umum sebagai berikut:

a. ([nama akhir pengarang], [tahun terbitan]:[dapat diikuti

halaman yang dikutip]), atau

b. ([nama akhir pengarang], [tahun terbitan]:[dapat diikuti

halaman yang dikutip])

Contoh:

Siswoyo (2018) atau Siswoyo (2018:154)

.....(Siswoyo, 2018) atau .....(Siswoyo, 2018:154).

Pengarang berjumlah dua orang dengan formula umum sebagai

berikut:

a. [nama akhir pengarang pertama] dan [nama akhir pengarang

kedua] ([tahun terbitan]:[dapat diikuti halaman yang dikutip]),

atau

b. ([nama akhir pengarang pertama] dan [nama akhir pengarang

kedua], [tahun terbitan]:[dapat diikuti halaman yang dikutip])

Catatan: kata “dan” pada formula penulisan dapat diganti dengan

“&” secara konsisten pada keseluruhan tulisan referensi.

Contoh:

Dewi dan Suyati (2017) atau Dewi dan Suyati (2017:16)

Dewi & Suyati (2017) atau Dewi & Suyati (2017:16)

.....(Dewi dan Suyati, 2017) atau .....(Dewi dan Suyati, 2017:16)

.....(Dewi & Suyati, 2017) atau .....(Dewi & Suyati, 2017:16)

Pengarang berjumlah lebih dari dua orang dengan formula umum

sebagai berikut:

a. [nama akhir pengarang pertama] dkk ([tahun terbitan]:[dapat

diikuti halaman yang diutip]), atau

b. ([nama akhir pengarang pertama] dkk, [tahun terbitan]:[dapat

diikuti halaman yang diutip])

Catatan: kata “dkk” pada formula penulisan dapat diganti dengan “et

al.” dengan format tulisan cetak miring (italic) ataupun tegak secara

konsisten pada keseluruhan tulisan referensi.

Contoh:

Murti dkk. (2015) atau Murti dkk. (2015:218)

Murti et al. (2015) atau Murti et al. (2015:218)

(Murti dkk., 2015) atau (Murti dkk., 2015:218)

(Murti et al., 2015) atau (Murti et al., 2015:218)

Berikut dipaparkan teknik pengutipan langsung dan tidak langsung.

Page 184: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

172

a. Kutipan Langsung

Kutipan langsung merupakan jenis kutipan dibuat tanpa

sedikitpun merubah teks dari sumber yang dikutip yang umumnya

berupa sebuah kalimat atau alinea. Ada beberapa teknik yang umum

digunakan untuk membuat sebuah kutipan langsung sebagai berikut:

1) Kutipan langsung yang ditulis tanpa tanda kutip (“) dan

diletakkan terpisah dari teks yang mendahului. Kutipan seperti

ini dibuat menjorok ke dalam baris baik dari tepi kanan maupun

dari tepi kiri halaman dengan spasi tunggal. Kutipan seperti ini

dibuat jika teks yang dikutip lebih dari 4 baris.

Contoh:

Murti (2019) menjelaskan bahwa:

Reformasi tahun 1998 telah mengubah paradigma

tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara dari tatanan kehidupan yang serba

sentralistik ke desentralistik. Masyarakat bawah

yang menjadi sasaran kini didorong untuk menjadi

pelaku dalam proses pembangunan bangsa. Sejak

itu, bangsa kita mengalami apa yang kita kenal

dengan “gegar budaya”. Rupanya rakyat

Indonesia belum siap untuk mereformasi diri,

mengubah diri dari negara agraris menjadi negara

industri. Mau tidak mau, nilai konvensional sedikit

demi sedikit berubah. Masyarakat merasa

terdorong melakukan pemodernan (sesuai

anggapan mereka masing-masing), pembaruan,

tetapi lambat laun meninggalkan tatanan lama

bahkan tanpa mereka sadari juga melanggar aturan

lama.

2) Kutipan langsung ditulis di antara tanda kutip (“) dan terpadu

dengan teks. Pada pengutipan ini, nama pengarang dan tahun

terbitan dapat diletakkan pada awal kalimat maupun di akhir

kalimat.

Contoh: (nama pengarang diletakkan di awal kalimat)

Murti (2019) menyimpulkan, “Ritual merupakan

serangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara

simbolis berdasarkan tradisi suatu komunitas

tertentu yang sudah diatur atau ditentukan dan

dilaksanakan secara ketat”.

atau:

Page 185: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

173

Murti (2019:1) menyimpulkan, “Ritual merupakan

serangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara

simbolis berdasarkan tradisi suatu komunitas

tertentu yang sudah diatur atau ditentukan dan

dilaksanakan secara ketat”.

Contoh: (nama pengarang diletakkan di akhir kalimat)

Pada tulisan yang lain disimpulkan “Ritual

merupakan serangkaian kegiatan yang

dilaksanakan secara simbolis berdasarkan tradisi

suatu komunitas tertentu yang sudah diatur atau

ditentukan dan dilaksanakan secara ketat” Murti

(2019:1).

atau:

Pada tulisan yang lain disimpulkan “Ritual

merupakan serangkaian kegiatan yang

dilaksanakan secara simbolis berdasarkan tradisi

suatu komunitas tertentu yang sudah diatur atau

ditentukan dan dilaksanakan secara ketat” (Murti,

2019:1).

Pada kutipan langsung, terdapat tiga prinsip yang harus

diperhatikan yaitu:

a) tidak boleh mengubah naskah asli (sumber rujukan) meskipun

pada naskah tersebut terjadi kesalahan penulisan;

b) memberikan tanda pada kutipan yang salah menggunakan [sic!]

yang diletakkan setelah tiap kata yang salah; dan

c) memberi tanda pada bagian kutipan yang dihilangkan.

Contoh:

“Diplomasi dapat diartikan sebagai proses

komunukasi [sic!] antar pelaku hubungan

internasional untuk mencapai tujuan bersama atau

kesepakatan tertentu” (Jayadi, 2012).

atau:

“Diplomasi dapat diartikan sebagai proses

komunukasi [sic!] antarpelaku hubungan

internasional untuk mencapai tujuan bersama atau

kesepakatan tertentu” (Jayadi, 2012:12).

Pada contoh tersebut terjadi kesalahan ketik pada naskah asli,

yaitu kata komunukasi yang seharusnya komunikasi. Kesalahan

tersebut tetap dikutip sesuai aslinya dan diberi tanda [sic!] yang

berarti “demikian adanya”. Tanda [sic!] menggunakan kata “sic!”

Page 186: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

174

yang merupakan singkatan dari bahasa latin “sic erat scriptum” atau

dalam bahasa Inggris adalah “thus was it written”.

Selain itu, terkadang ada beberapa teks yang dibaca hanya

sebagian kalimat saja yang dianggap relevan dengan informasi yang

akan dikutip namun dianggap penting untuk ditampilkan. Penulis

tetap dapat mengutip bagian yang dianggap relevan dengan

menghilangkan bagian teks yang dianggap kurang relevan tersebut.

Berikut adalah contoh cara pengutipan yang menghilangkan sebagian

teks karena dianggap kurang relevan.

Contoh:

“Indonesia sebagai bangsa besar dengan

keanekaragaman suku dan budaya, memiliki ribuan

ekspresi kebudayaan, termasuk keanekaragaman

tradisi lisan dan bahasa ... Praktik-praktik

kebudayaan, sebut saja tradisi lisan yang

menggunakan sastra dan bahasa sebagai media,

seringkali mengalami tumpang tindih secara

intertekstualitas akibat daya kreativitas. Maka tidak

mengherankan bentuk-bentuk tradisi lisan begitu

variatif akibat praktik-praktik transkreasi (Murti,

2016:3).

atau

Murti (2016) mengatakan, “Indonesia sebagai

bangsa besar dengan keanekaragaman suku dan

budaya, memiliki ribuan ekspresi kebudayaan,

termasuk keanekaragaman tradisi lisan dan bahasa

... Praktik-praktik kebudayaan, sebut saja tradisi

lisan yang menggunakan sastra dan bahasa sebagai

media, seringkali mengalami tumpang tindih secara

intertekstualitas akibat daya kreativitas ...

Pada contoh tersebut, terdapat tanda ... (3 tanda titik) ditengah

kutipan yang menunjukkan bagian teks yang dihilangkan berada di

tengah naskah. Jika bagian teks yang dihilangkan berada di bagian

akhir, maka ditandai dengan .... (4 tanda titik).

b. Kutipan Tidak Langsung

Jenis kutipan ini merupakan kutipan yang ditulis berdasarkan

penerjemahan atau interpretasi sebuah sumber bacaan yang

selanjutnya ditulis dengan bahasa dan gaya penulis. Tidak seperti

kutipan langsung, penulisan kutipan tidak langsung hanya dapat

dibuat dengan satu pola yaitu terpadu dengan teks tanpa tanda kutip.

Page 187: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

175

Pada kutipan ini, nama pengarang dan tahun terbitan dan atau nomor

terbitan dapat diletakkan pada awal, di tengah maupun di akhir

kalimat.

1) Jika nama pengarang ditulis sebelum kutipan,

Contoh:

Menurut Saryono (2006) bahwa yang disebut

“tanah air” Indonesia sudah terisi dan ditumbuhi

oleh beratus-ratus budaya dan bahasa lokal yang

dipangku oleh komunitas-komunitas lokal

setempat.

atau:

Menurut Saryono (2006:75) bahwa yang disebut

“tanah air” Indonesia sudah terisi dan ditumbuhi

oleh beratus-ratus budaya dan bahasa lokal yang

dipangku oleh komunitas-komunitas lokal

setempat.

2) Jika nama pengarang ditempatkan setelah kutipan,

Contoh:

“Tanah air” Indonesia sudah terisi dan ditumbuhi

oleh beratus-ratus budaya dan bahasa lokal yang

dipangku oleh komunitas-komunitas lokal

setempat (Saryono, 2006).

atau:

“Tanah air” Indonesia sudah terisi dan ditumbuhi

oleh beratus-ratus budaya dan bahasa lokal yang

dipangku oleh komunitas-komunitas lokal

setempat (Saryono, 2006:75).

3) Jika kutipan diambil dari dua sumber rujukan atau lebih maka di

antara sumber rujukan ditulis tanda titik koma (;).

Contoh:

Penggunaan antibiotik dalam bidang mikrobiologi

dapat berdampak negatif bagi penggunanya jika

penggunaannya tidak dilakukan dengan tepat

(Razak, 1982; Santoso dan Indriati, 1995; Pratiwi

dkk., 2012).

atau:

Penggunaan antibiotik dalam bidang mikrobiologi

dapat berdampak negatif bagi penggunanya jika

penggunaannya tidak dilakukan dengan tepat

Page 188: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

176

(Razak, 1982:112; Santoso dan Indriati, 1995:231;

Pratiwi dkk., 2012:12).

5.8 Tips Menghindari Plagiarism

Plagiarisme adalah cara pandang melegalkan penjiplakan,

pengambilan karya, tulisan, pandangan orang lain. Aktivitas plagiarisme

dikenal dengan plagiat. Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan

RI No. 17 Tahun 2010, telah menjelaskan dalam pasal 1 ayat (1) bahwa

“Plagiat adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh

atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah,

dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan atau karya ilmiah pihak

lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara

tepat dan memadai.” Menurut Soelistyo (2011) ada beberapa tipe

plagiarisme, yakni sebagai berikut.

a. Plagiarisme kata demi kata (word for word plagiarism). Penulis

menggunakan kata-kata penulis lain (persis) tanpa menyebutkan

sumbernya.

b. Plagiarisme atas sumber (plagiarism of source). Penulis

menggunakan gagasan orang lain tanpa memberikan pengakuan yang

cukup (tanpa menyebutkan sumbernya secara jelas).

c. Plagiarisme Kepengarangan (plagiarism of authorship). Penulis

mengakui sebagai pengarang karya tulis karya orang lain.

d. Self Plagiarism. Termasuk dalam tipe ini adalah penulis

mempublikasikan satu artikel pada lebih dari satu redaksi publikasi

dan mendaur ulang karya tulis ilmiah. Seharusnya ketika mengutip

karya sendiri, maka ciptaan karya baru yang dihasilkan harus

memiliki perubahan yang berarti. Dengan demikian, karya lama

merupakan bagian kecil dari karya baru yang dihasilkan sehingga

pembaca akan memperoleh hal baru.

Sebagai akademisi dan peneliti, sudah seharusnya menjunjung tinggi

hasil pemikiran dan penelitian orang lain. Justru akan lebih baik lagi bila

hasil pemikiran atau penelitian kita dapat mendukung atau menguji hasil

pemikiran dan penelitian orang lain. Dengan begitu, ilmu pengetahuan

akan berkembang, Beberapa hal dapat dilakukan untuk menghindari

aktivitas plagiarisme sebagai berikut.

1) Penulis hendaknya menguasai keterampilan berbahasa (khususnya

membaca dan menulis) dengan baik sehingga memiliki rasa percaya

diri yang tinggi terhadap hal yang ditulisnya.

2) Penulis harus menguasai tekni pengutipan dengan baik, baik teknik

pengutipan secara langsung, maupun tidak langsung.

Page 189: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

177

3) Penulis perlu memperkaya bahan bacaan yang mutakhir bila perlu

bahan yang berasal dari artikel jurnal internasional setidaknya 70%

agar topik yang dibahas mengikuti perkembangan dan menjawab

kebutuhan zaman.

4) Peneliti harus memiliki sikap jujur dan bertanggung jawab atas hal

yang ditulisnya.

5) Peneliti dapat tetap menggunakan teknik parafrase dengan wajib

menuliskan sumber rujukan.

6) Sebelum mengirimkan karya tulis ilmiahnya, peneliti dapat mengecek

tingkat plagirismenya menggunakan alat pendeteksi plagiarisme,

seperti Turnitin, Wcopyfind, dan sebagainya.

7) Penggunaan aplikasi Zotero, Endnote dan aplikasi sejenis untuk

pengelolaan sitiran dan daftar pustaka.

5.9 Rangkuman

Praktik menulis karya ilmiah, membutuhkan persiapan yang matang

terkait penyediaan bahan bacaan (eksplorasi) guna memperkaya pemikiran

dan tulisan, pengembangan tulisan, dan perbaikan tulisan untuk mencapai

kesempurnaan. Pada tahap menyiapkan bahan tulisan, penulis harus

melakukan aktivitas membaca bahan-bahan terkait topik. Keterampilan

membaca kritis dapat dilatih melalui teknik membaca skimming, scanning,

KWLH, dan SQ3R. Selain itu, penulis harus terlebih dahulu memahami

tiga pilar ilmu yang wajib ada dalam karya tulis ilmiah, yaitu ontologi,

epistimologi, dan aksiologi. Ketiga dimensi ilmu tersebut harus dinyatakan

secara jelas agar pembaca mudah mengambil informasi dan manfaat karya

tulis ilmiah.

Tahapan menulis karya ilmiah meliputi tahap perencanaan,

pengembangan tulisan, dan perbaikan. Masing-masing tahapan harus

dilakukan secara sungguh-sungguh, objektif, konsisten, dan sistematis

mengikuti sistematika karya tulis ilmiah. Sikap jujur dan bertanggung

jawab harus dijunjung tinggi oleh peneliti agar terbebas dari aktivitas-

aktivitas plagiarisme.

5.10 Bahan Diskusi

Setelah mempelajari materi tentang penulisan karya tulis ilmiah,

Saudara memahami pentingnya proses menulis dan karya tulis ilmiah

untuk mendukung perkembangan ilmu dan teknologi. Untuk itu, kiranya

sangat besar harapan bangsa kepada generasi muda untuk turut berkiprah

dalam kegiatan-kegiatan akademis (ilmiah) guna mendukung pemajuan

bangsa dan negara.

Page 190: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

178

5.11 Daftar Rujukan

Chaer, A. (2011). Ragam Bahasa Ilmiah. Jakarta: Rineka Cipta.

Dwiloka, B. (2005). Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Rineka Cipta.

Hidayat, Ade. 2015. Persoalan Filsafat Ilmu. (Ebook)

https://www.researchgate.net/publication/284442954 diaksses pada

tanggal 28 September 2019.

Jahja, A. S. 2017. Perbedaan Skripsi, Thesis, dan Disertasi. (On Line)

https://dosen.perbanas.id: https://dosen.perbanas.id/perbedaan-

skripsi-thesis-dan-disertasi/ diakses pada tanggal 12 April 2019.

Mirahayuni, Ni Ketut. 2018. Abstraksi dalam Bahasa Inggris dan Bahasa

Indonesia Ilmiah dan Implikasinya bagi Penulisan Artikel

Berbahasa Inggris (Abstraction in English and Indonesian Scientific

Language and its Implication on English Article Writing). Mozaik

Humaniora Vol. 18 (2): 214-224. (On Line) https://e-

journal.unair.ac.id/MOZAIK/article/download/10936/6212 diakses

pada tanggal 18 September 2019.

Mussofa. 2012. Proses Membaca dan Hubungannya dengan Proses

Berpikir. (On Line)

https://massofa.wordpress.com/2012/01/02/proses-membaca-dan-

hubungannya-dengan-proses-berpikir/ diakses pada tanggal 20 Juni

2019.

Patiung, Dahlia. 2016. Membaca sebagai Sumber Pengembangan

Intelektual. Artikel. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin

Makassar. (On Line) http://journal.uin-

alauddin.ac.id/index.php/al_daulah/article/viewFile/4854/4346

diakses pada tanggal 18 September 2019.

Soelistyo, H. (2011). Plagiarisme: Pelanggaran Hak Cipta dan

Etika. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Sumarto. 2017. Filsafat Ilmu. Jambi: Pustaka Ma’arif Press. (Ebook).

https://staimaarif-jambi.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/BUKU-

FILSAFAT-ILMU.pdf diakses pada tanggal 27 Juli 2019.

Page 191: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

179

Syarifuddin, d. 2013. Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi. Makassar:

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

Tampubolon, DP. 1987. Kemampuan Membaca: Teknik Membaca Efektif

dan Efisien. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan

Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tim. 2007. Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa. Universitas Jember.

Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Tim. 2016. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jember: UPT Penerbitan

Universitas Jember.

5.12 Latihan Soal

Kerjakanlah soal-soal berikut untuk menguji pemahaman Saudara terkait

materi penulisan karya tulis ilmiah!

1. Jelaskan menurut pemahaman Saudara yang dimaksud dengan karya

tulis ilmiah dan sebutkan ciri-cirinya!

2. Cobalah Saudara paparkan kembali tiga pilar ilmu dalam karya tulis

ilmiah yakni ontologis, epistimologis, dan aksiologis!

3. Menurut Saudara samakah abstrak dan ringkasan? Bila berbeda,

jelaskan perbedaan antara keduanya!

4. Apa tanggapan Saudara bila dikatakan penulis yang baik adalah

pembaca yang baik?

5. Buatlah karya tulis ilmiah sesuai bidang akademik Saudara dengan

terlebih dahulu membuat kerangka karangan. Tulislah dengan

memperhatikan sistematika dan logika penalaran yang tepat! Ketik

dalam format kertas A4 menggunakan font Times New Roman 12

spasi 1,5 maksimal 8-10 halaman.

Page 192: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

180

BAB 6. KETERAMPILAN BERBICARA DALAM FORUM ILMIAH

(PRESENTASI)

6.1 Pengantar

Seseorang dapat saja memiliki keterampilan menulis dengan baik,

tetapi belum tentu dalam hal berbicara. Terlebih dalam hal

mempertahankan pandangan teoritis terhadap suatu masalah. Hal yang

dipaparkan hendaklah memenuhi aspek kejelasan, penalaran yang baik,

kelogisan, sekaligus kesantunan yang mencerminkan budaya. Dalam

presentasi karya tulis ilmiah, penyampaian gagasan, teori, dan hasil diskusi

disampaikan secara lisan (berbicara). Presentasi ilmiah merupakan

aktivitas penyebaran hasil telaah teori, kajian ilmu, makalah, dan/atau hasil

penelitian (disseminasi) melalui penyajian materi oleh presentator dalam

suatu forum ilmiah yang melipatkan peserta sebidang. Presentasi ilmiah

lazim dilakukan dalam seminar-seminar nasional dan internasional. Dalam

kegiatan presentasi, seringkali menuntut adanya diskusi aktif antara peserta

dan presentator. Untuk menciptakan suasana yang kondusif dan

mendukung jalannya presentasi, presentator perlu memperhatikan aspek

kebahasaan dan nonkebahasaan. Berikut beberapa hal terkait keterampilan

berbicara dalam forum ilmiah (presentasi).

6.2 Berbicara sebagai Kapabilitas Berbahasa

Pembahasan bahasa dapat difokuskan pada segi keilmuannya yang

berhubungan dengan teori-teori bahasa dan pada aspek praktis atau

aplikatif. Aspek praktis atau aplikatif berkaitan dengan pengetahuan

menggunakan bahasa. Dalam bidang pembelajaran bahasa, pembelajaran

keterampilan berbahasa merupakan realisasi dari pendekatan komunikatif.

Dalam pendekatan tersebut, kita belajar bagaimana menggunakan dan

menerapkan pengetahuan bahasa dalam berkomunikasi. Keterampilan

berbahasa tersebut secara urut dalam proses pemerolehannya dimulai dari

menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Kemampuan Akhir yang Diharapkan (KAD)

Mahasiswa mampu mempresentasikan hasil karya tulis ilmiah

yang dibuat menggunakan bahasa yang baik dan benar serta

santun.

Page 193: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

181

Berbicara merupakan proses yang melibatkan beberapa sistem

fungsi tubuh. Seseorang yang berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut)

membutuhkan kombinasi yang serasi antara sistem neuromuskular untuk

mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara (Wahyuni, 2008). Definisi

tersebut merupakan definisi fonetis yang berfokus pada cara menghasilkan

suara dalam berkomunikasi. Berbicara dalam pembelajaran di perguruan

tinggi tidak didefinisikan secara sempit, dibatasi pada kemampuan

merealisasinya bunyi bahasa untuk memyampaikan maksud, tetapi

didefinisikan pada kemampuan dalam menyampaikan pengetahuan dengan

proses berpikir tingkat tinggi. Berbicara dalam konteks pembelajaran di

pergurua tinggi merupakan wujud kapabilitas berbahasa atau kemampuan

berbahasa yang mencerminkan kedalaman pengetahuan, kemampuan

bernalar, dan kemampuan menyajikan dalam tuturan yang memahamkan

mitra tutur.

Pringgawidagdo (2002) menyatakan bahwa bahasa merupakan

sarana berkomunikasi secara individual dan sosial. Demikian pula halnya

dengan berbicara. Saat kita berbicara dengan Tuhan dalam berdoa, secara

individual, kita mengatur diri kita, perasaan dan keyakinan diri, kepada

Tuhan. Sejatinya, tuturan tersebut dari diri kita dan untuk diri kita yang

kita nyatakan kepada Tuhan. Dalam kehidupan sosial, kita pun berbicara

untuk mencapai tujuan kita. Secara fungsional, manusia dapat berbicara

untuk keperluan mengekspresikan diri (fungsi ekspresif/emotif), untuk

menginformasikan (fungsi referensial), dan untuk meraih tujuan atas

tindakan mitra tutur (fungsi konatif). Bühler (2011) menyatakan ketiga

fungsi tersebut berdasarkan fokus berbahasa kita. Jika berfokus pada diri

kita maka kita sedang menerapkan fungsi ekspresif, jika berfokus pada isi

pesan maka yang kita terapkan adalah fungsi referensial, dan jika berfokus

pada mitra tutur maka kita sedang menerapkan fungsi konatif. Dari

ketiganya dapat disimpulkan bahwa ketika kita berbicara atau pun

berbahasa kita sedang dihadapkan pada tujuan berbicara: menyatakan diri,

memberikan informasi, dan membujuk atau menghibur. Sejalan dengan hal

tersebut, tujuan utama berbicara adalah menyampaikan pikiran secara

efektif, kemudian mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap

pendengarnya. Menurut Och dan Winker, pada dasarnya berbicara

mencakup tiga tujuan, yaitu memberi tahu, melaporkan (to inform),

menjamu, menghibur (to entertain), dan membujuk, mengajak, mendesak,

meyakinkan (to persuade). Pada tujuan pertama, pembicara akan berupaya

memperjelas objek yang dibicarakan dalam bahasa yang sederhana dengan

bantuan ilustrasi yang memperjelas objek. Pada tujuan kedua dan ketiga,

Page 194: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

182

pembicara berfokus pada penyimak (mitra tuturnya), memahami mitra

tutur dalam memperhatikan objek atau tindakan yang dibawanya.

Sebagai bagian interaksi, kita membutuhkan respon dari apa yang

dibicarakan. Bahasa lisan atau berbicara adalah alat komunikasi berupa

simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, berupa lambang-lambang

bunyi dan gerak yang diterima oleh komunikan sehingga dapat dimengerti

pesan yang ingin disampaikan oleh komunikan. Dari kegiatan itu, akan

timbul sebuah reaksi berupa jawaban ataupun tindakan lain (Wahyuni,

2008). Dari aspek kemampuan berpikir atau bernalar, Musaba (2012)

menyatakan bahwa kemampuan berbicara merupakan kemampuan

mengemukakan ide atau buah pikirannya serta perasaannya dengan jelas

kepada orang lain. Dengan demikian, berbicara kemampuan berbicara

diindikasikan oleh pahamnya seseorang terhadap apa yang kita bicarakan.

Pembicara yang baik mampu memahamkan pengetahuan dan maksud

dengan baik, meyakinkan orang lain tentang apa yang dikatakannya.

Namun, pengertian tersebut bukan pengertian mutlak yang perlu

ditekankan pada hasil. Mengapa demikian? Itu semua perlu kita pandang

dari aspek strategi. Di samping mampu memahamkan dan mengubah

pandangan dengan meyakinkan orang lain, pembicara yang baik pun

menerapkan aspek ketepatan proses dalam mengemukaan pengetahuan dan

maksudnya.

Kapabilitas berbahasa, khususnya berbicara, mengarah pada dua hal

yaitu ketercapaian tujuan dan realisasi strategi tutur yang baik dan santun.

Dengan kata lain, kapabilitas berbahasa merupakan gambaran kecerdasan

dan karakter yang baik. Seseorang yang mampu menyampaikan

pengetahuan, tetapi membuat mitra tutur terancam mukanya, tidak

nyaman, dan membuat situasi semakin tidak baik, tentu tidak bisa

dikatakan memiliki kapabilitas berbicara yang baik. Seorang pemimpin

yang berhasil mengelola pekerjaannya belum bisa dikatakan sukses jika

belum mampu menjadi penggunan bahasa yang baik. Bahasa seorang

pemimpin mencerminkan kewibawaan. Ketepatan pandangan dan cara

berpikir akan semakin baik dan menunjukkan jati diri positif jika

dinyatakan dalam kalimat yang baik dan benar yang di dalamnya

mencerminkan kesantunan.

6.3 Hubungan Keterampilan Berbicara dengan Keterampilan

Berbahasa Lain

Keterampilan berbicara berkaitan dengan komponen bahasa lainnya.

Keterampilan berbicara ditunjang oleh keterampilan berbahasa lain dan

keterampilan berbicara pun menunjang keterampilan berbahasa lainya.

Page 195: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

183

Keterampilan berbahasa dibagi menjadi dua berdasarkan unsur

tindakannya, yaitu reseptif dan produktif. Keterampilan berbahasa yang

bersifat reseptif yaitu, menyimak dan membaca, sedangkan yang bersifat

produktif yaitu berbicara dan menulis. Reseptif berarti menerima produk

yang dilakukan orang lain, sedangkan produktif memproduksi bahasa

untuk orang lain. Jika terdapat pengertian keterampilan berbahasa

berbahasa reseptif bersifat pasif, tidak melakukan apa-apa, merupakan

pernyataan yang kurang tepat. Pada umumnya semua keterampilan

berbahasa bersifat produktif karena meskipun diam tidak memproduksi

bahasa, orang yang membaca atau menyimak berpikir dan berupaya

memahami apa yang dibaca atau disimaknya dengan bernalar,

membandingkan, mengevaluasi, atau menganalisis. Pembagian reseptif

dan pasif berdasarkan ada tidaknya produksi bahasa pada saat aktivitas

berlangsung. Terlebih lagi, setelah beraktivitas secara reseptif, pembaca

dan penyimak harus memproduksi kembali bahan simakannya. Secara

otomatis, hal tersebut menunjukkan adanya kinerja yang telah diproses

sebelumnya.

Dari segi wujudnya, keterampilan berbahasa dibagi menjadi

keterampilan lisan dan tulis. Keterampilan lisan merupakan keterampilan

yang memerlukan unsur kelisanan (tuturan), yaitu menyimak dan

berbicara. Keterampilan tulis berobjek bahasa tulis berupa wacana.

Keterampilan tulis meliputi membaca dan menulis. Secara utuh, kita

menggunakan keempat keterampilan tersebut untuk beraktivitas sehari-

hari. Keempat keterampilan tersebut saling memengaruhi dan

berhubungan.

6.3.1 Hubungan Berbicara dengan Menyimak

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa kemampuan

berbahasa seseorang diperoleh dengan pola yang teratur dan tetap.

Kemampuan berbicara dimulai dengan proses menyimak. Hal yang

didengarnya atau disimaknya merupakan bahan untuk berbicara dari aspek

kebahasaan dan nonkebahasaan. Aspek non kebahasaan berkaitan dengan

cara bertutur, pilihan kata, kecenderungan pola kalimat, penekanan-

penekanan kata tertentu dan sebagainya. Oleh karena itu, cara berbicara

kita dipengaruhi oleh lingkungan tempat kita menyimak berbagai hal. Ada

benarnya pula ketika terdapat pemikiran bahasa anak merupakan cerminan

bahasa orang tuanya. Aspek nonverbal berkaitan dengan cara berpikir,

kecenderungan pemahaman, dan ideologi yang muncul dari pemikiran dan

kekritisan pembicara di sekelilingnya. Dengan demikian, apa yang disimak

akan menentukan cara bertutur dan cara berpikir. Hal tersebut akan

mengembangkan keterampilan berbicarnya.

Page 196: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

184

Kemampuan berbicara dijadikan tolok ukur kemampuan menyimak.

Dalam kehidupan kampus, mahasiswa berbicara sebagai hasil kegiatan

menyimak secara komprehensif dan kritis. Oleh karena itu, untuk

memaksimalkan kemampuan kita dalam berbicara, kita pun harus menjadi

penyimak yang baik. Seperti apakah penyimak yang baik itu?

Wuryaningrum (2019) menyatakan bahwa menyimak melibatkan syaraf

kognitif yang berproses dalam sistem auditori: penyimak memerlukan

kemampuan untuk memiliki sikap yang baik agar menjadi penyimak yang

baik. Penyimak yang baik memiliki kemampuan kognitif dengan cepat dan

tepat memahami, mengevaluasi, dan menganalisis bahan simakan juga

bersikap baik dan tenang secara psikologis. Penyimak yang baik tidak

terpengaruh oleh hal-hal yang akan mengganggu konsentrasinya.

Lebih rinci, Anderson & Lynch (1988) dalam Wuryaningrum (2019)

menyatakan ciri-ciri penyimak yang baik sebagai berikut.

a. Mempersiapkan Sikap fisik dan Mental

Penyimak yang baik ialah penyimak yang betul-betul mempersiapkan

diri untuk tidak menyimak. Ia memiliki kesiapan fisik dan mental

misalnya, dalam kondisi yang sehat, lelah, mental stabil, dan pikiran

jernih.

b. Berkonsentrasi

Penyimak yang baik dapat memusatkan perhatian dan pikirannya

terhadap apa yang disimak. Bahkan ia dapat menghubungkan bahan

yang disimak dengan apa yang sudah diketahui.

c. Bermotivasi

Penyimak yang baik mempunyai motivasi atau mempunyai tujuan

tertentu. Misalnya; ingin menambah pengetahuan, ingin mempelajari

sesuatu. Ada tujuan atau motivasi ini tentunya untuk memotivasi

penyimak untuk sungguh-sungguh menyimak.

d. Objektif

Penyimak yang baik adalah penyimak yang selalu tahu tentang apa

yang sedang dibicarakan dan sebaiknya penyimak selalu menghargai

pembicara, walaupun pembicara kurang menarik penampilannya atau

sudah dikenal oleh penyimak.

e. Menyimak secara utuh (menyeluruh)

Penyimak yang baik akan menyimak secara utuh atau keseluruhan. Si

penyimak tidak hanya menyimak yang disukai, tetapi menyimak

secara keseluruhan.

f. Selektif

Page 197: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

185

Penyimak yang baik dapat memilih bagian-bagian yang dianggap

penting dari bahan simakan. Tidak semua bahan simakan diterima

begitu saja, tetapi ia dapat menentukan bagian yang dianggap penting.

g. Tidak mudah terganggu

Penyimak yang baik tidak mudah terganggu oleh suara-suara yang

lain di luar bunyi yang disimaknya. Andaikata ada gangguan yang

membedakan perhatiannya, dengan cepat ia kembali kepada bahan

yang disimaknya.

h. Menghargai pembicara

Penyimak yang baik adalah penyimak yang menghargai pembicara.

Penyimak tidak boleh menganggap remeh terhadap pembicara.

i. Cepat menyesuaiakan diri dan kenal arah pembicaraan

Penyimak yang baik dapat dengan cepat menduga ke arah mana

pembicaraan bahkan mungkin ia dapat menduga garis besar isi

pembicaraan.

j. Tidak emosional

Penyimak yang baik dapat menyimak dengan baik terhadap pokok

pembicaraan serta dapat mengendalikan emosinya dan tidak mencela

pembicara.

k. Kontak dengan pembicara

Penyimak yang baik mencoba mengadakan kontak dengan pembicara.

Misalnya dengan memperhatikan pembicara, memberikan dukungan

kepada pembicara melalui mimik, gerak atau ucapan tertentu.

l. Merangkum

Penyimak yang baik dapat menangkap isi pembicaraan atau bahan

simakan. Misalnya dengan membuat rangkuman dan menyajikan atau

menyampaikannya sesudah selesai menyimak. Namun perlu diingat,

selama menyimak jangan hanya asyik membuat catatan-catatan.

Apabila mencatat semua yang diucapkan atau semua yang

disampaikan pembicara, sehingga pesan pembicara tidak lagi dapat

dipahami.

m. Menilai

Penyimak yang baik ialah proses penilaian terhadap materi yang

disampaikan. Pada saat ini penyimak mulai menimbang, memeriksa,

membandingkan apakah pokok-pokok pikiran yang dikemukakan si

pembicara dikaitkan atau dihubungkan dengan pengalaman atau

pengetahuan si penyimak, sehingga ia dapat menilai kekuatan bahan

simakan tersebut.

n. Mendengarkan tanggapan

Page 198: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

186

Bagian terakhir dari proses menyimak ialah mengevaluasi bahan

simakan. Penyimak mengemukakan tanggapan atau reaksi misalnya,

dengan mengemukakan komentar. Reaksi akan terlihat dalam bentuk

bahasa dan terpancar dari ucapan-ucapan yang pendek seperti; wah,

menarik sekali, bagus, setuju, sependapat dan sebagainya.

6.3.2 Hubungan Berbicara dengan Membaca

Kemampuan berbahasa lainnya yang erat kaitannya dengan

berbicara adalah membaca. Membaca merupakan keterampilan berbahasa

yang bersifat pemahaman. Untuk memahami bacaan dan menunjukkan

pemahaman dari kegiatan membaca, berbicara dijadikan metode dalam

melakukan asesmen. Setelah membaca, mahasiswa harus mampu

memroduksi apa yang dibacanya dalam kegiatan berpresentasi atau

berdiskusi. Beberapa kegiatan perkuliahan pun menunjukkan hubungan

berbicara dengan membaca melalui kemampuan bertanya. Setelah

membaca, mahasiwa diminta untuk bertanya secara kritis yang

menunjukkan pemahaman dengan pertanyaan yang berkualitas.

Kemampuan berbicara sebagai kemampuan produktif memerlukan

bahan yang diolah secara kognitif untuk diproduksi dalam kegiatan

berbicara. Bahan tersebut dapat diperoleh dari kegiatan membaca.

Membaca sesuai bidang yang akan kita bahas atau kita sajikan akan

meningkatnya kualitas pembicaraan kita. Dengan demikian, membaca

akan memandu atau menuntun kita memperluas pemahaman untuk

memperkaya konten pembicaraan kita.

6.3.3 Hubungan Berbicara dengan Menulis

Keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa tingkat

tinggi. Menulis merupakan keterampilan bahasa yang bersifat produktif

seperti keterampilan berbicara. Kemampuan menulis merupakan saran

pendukung kemampuan berbicara. Pada saat tertentu, kemampuan

berbicara memerlukan naskah atau makalah (Mulyati, 2010). Di situlah

peran penulis yang baik diperlukan. Kemampuan menulis makalah akan

menjadi jalan untuk mengabstraksi dan memaparkan pembicaraan kita.

Tulisan yang baik akan mudah dimengerti dan mudah disajikan oleh

pembicara. Di samping itu, banyak jenis kegiatan berbicara yang

memerlukan naskah-naskah tertulis. Dalam kegiatan seminar, pemakalah

diminta untuk menulis artikel atau makalah lalu mempresentasikan artikel

tersebut. Artikel yang berkualitas akan menghasilkan materi pembicaraan

yang berkualitas pula. Secara langsung, keterampilan menulis menentukan

keberhasilan presentasi. Adakalanya, terdapat kesenjangan. Penulis yang

Page 199: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

187

baik bukan pembicara yang baik dan sebaliknya. Oleh karena itu, perlu

kesdaran bahwa keterampilan dapat dilatihkan. Dengan berfokus dan

berlatih, kita pasti bisa melakukannya.

Di samping itu, menulis sangat diperlukan dalam kegiatan berbicara

dialog (Mulyati, 2010). Pendapat tersebut sangat tepat. Ketika kita sedang

mewawancarai seseorang, pewawancara menyampaikan pertanyaan dan

narasumber memberikan respon berupa jawaban. Jawaban atau respon

tersebut harus sesuai dengang pertanyaan atau informasi yang dibutuhkan.

Dalam hal ini, kita tidak bisa mengandalkan kemampua menyimak. Kita

perlu menuliskan hasil wawancara tersebut untuk menjaga dan melakukan

kroscek kesesuaian antara pertanyaan dengan respon atau jawaban.

Keterampilan menulis sangat diperlukan untuk menelaah hasil

pembicaraan saat wawancara atau dialog. Oleh karena itu, keterampilan

menulis diperlukan untuk meningkatkan kualitas hasil pembicaraan kita.

6.4 Berbicara pada Forum Ilmiah

Berbicara pada forum ilmiah memiliki etika atau kaidah yang harus

kita penuhi agar membawa kesuksesan dalam menyampaikan informasi,

meningkatkan kualitas pengetahuan, atau memecahkan masalah. Sebelum

berfokus pada kaidah berbicara pada forum ilmiah secara spesifik,

misalnya diskusi, debat, atau bentuk komunikasi lain. Perlu kita perhatikan

teknik berbicara secara umum dan teknik berbicara di depan umum.

Dalam kehidupan kita sehari-hari di kampus, penampilan

merupakan hal yang perlu diperhatikan. Penampilan yang bersih dan rapi

menunjang kualitas kita dalam dunia akademik. Tidak hanya penampilan

yang baik, seorang juga harus mempunyai kemampuan berbicara dengan

baik. Musaba (2012) menyatakan bahwa kemampuan berbicara bermanfaat

untuk (1) memperlancar komunikasi antarsesama, (2) mempermudah

pemberian informasi, (3) meningkatkan kepercayaan diri, (4)

meningkatkan kewibawaan diri, (5) mempertinggi dukungan publik, (6)

menjadi penunjang meraih prodesi atau pejerjaan, dan (8) meningkatkan

mutu profesi atau pekerjaan. Keterampilan berbicara tersebut berkaitan

erat dengan kehidupan sosial dan kehidupan ilmiah. Keduanya merupakan

cerminan pengetahuan dan kepribadian (etika) kita. Sebelum berfokus

pada kegiatan berbicara dalam forum ilmiah, perlu kita perhatikan teknik

berbicara yang baik secara umum.

6.4.1 Teknik Berbicara yang Baik

Terdapat beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam berbicara agar

memenuhi kaidah berbicara yang baik.

Page 200: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

188

a. Bicaralah ramah pada setiap orang. Keramahan menunjukkan

kerendahan hati dan upaya membuat orang lain nyaman. Keramhan

ditunjukkan dengan senyum dan kemampuan untuk memperhatikan

tuturan orang-orang di sekitar kita. Dengan kata lain kita tidak

bersikap angkuh dan tak acuh pada orang lain.

b. Artikulasi atau pelafalan harus jelas untuk menghindari

kesalahpahaman. Bersikap disiplin dalam berbicara dengan membuat

orang lain memahami apa yang kita bicarakan dapat diwujudkan

dengan mematuhi kaidah pelafalan dan mengupayakan pelafalan yang

jelas.

c. Perhatikan pemilihan kata atau diksi. Pilihan kata yang kurang tepat

dapat menimbulkan permasalahan. Misalnya, kata menyarankan tidak

sepenuhnya bisa diganti dengan kata memerintahkan, misalnya pada

kalimat, Bendahara menyarakan agar kita melakukan rapat di luar

kampus dengan kalimat Bendahara memerintahkan agar kita

melakukan rapat di luar kampus. Meskipun hasilnya sama: membuat

orang lain melakukan seperti yang dikatakan, tetapi memiliki nilai dan

makna yang berbeda. Kata menyarankan bernilai lebih halus dan

santun karena adanya ketidaktegasan (hesistancy) yang memberikan

pilihan kepada mitra tutur dan tidak menunjukkan adanya jarak sosial.

Berbeda halnya dengan kata memerintahkan yang menunjukkan

keharusan dan menunjukkan bahwa penutur adalah orang memiliki

kuasa lebih.

d. Fokuslah pada apa yang kita bicarakan dengan menyatakan dalam

kailmat yang efektif, berkaidah sesuai dengan situasi yang kita hadapi

baik formal maupun nonformal. Fokus pada pembicaraan kita ditandai

pula dengan pernyataan yang tidak berbelit-belit.

6.4.2 Teknik Berbicara di Depan Umum

Berbicara di depan umum bukanlah soal bakat atau keterampilan

yang diwariskan secara genetik. Ada kecenderungan orang tua yang

menjadi pembicara yang baik akan memiliki anak yang memiliki

kemampuan yang baik pula. Hal tersebut lebih mengarah pada adanya

pembiasaan anak memgamati orang tuanya atau dilatih pula oleh orang

tuanya. Oleh karena itu, belum ada penelitian yang menunjukkan adanya

hubungan secara genetis kpada kemampuan berbicara. Simpulannya,

kemampuan berbicara bisa dilatihkan. Keterampilan tersebut akan

meningkat sejalan dengan intensitas kita dalam berlatih dan keberanian

kita membawakan diri dalam forum. Kepercayaan diri perlu dipupuk sejak

Page 201: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

189

dini dengan melatih diri bicara di depan publik dan bersosialisasi dengan

lingkungan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah sebagai berikut:

a. tunjukkan antusias terhadap situasi dan pendengar. Kita harus

berupaya menunjukkan antusiasme dengan memperhatikan audien

dan menunjukkan sikap ramah dan bersahaja;

b. lakukan kontak mata 5-15 detik, dan tatapan kita pun harus bekeliling

bukan pada satu orang saja. Jadi, semua orang merasa diajak

berbicara;

c. perlihatkan senyuman agar lawan bicara fokus pada kita. Senyuman

sewajarnya untuk kita tunjukkan kepada orang lain dan memberikan

suasana tenang dan santai;

d. sisipkanlah humor, karena humor akan menghilangkan kejenuhan.

Perlu diketahui, humor yang berbau porno dan menyinggung SARA

perlu dihindari. Gurauan tersebut justru akan merendahkan diri kita di

mata orang lain. Banyak humor yang justru mencerdaskan. Kita bisa

belajar dari video dan buku-buku yang berkualitas;

e. fokus pada pembicaraan. Tidak perlu memperlihatkan semua

wawasan kita. Hal tersebut akan menunjukkan bahwa kita sedang

memamerkan diri dan tampak membuat hadiri tidak lebih tahu dari

kita. Posisikam diri kita sebagai orang yang menyampaikan informasi

dan hadiri adalah orang yang dapat memahaminya; dan

f. berikan pujian yang jujur pada orang lain, tanpa menyimpang dari

maksud. Pujian yang berlebihan pun akan mengundang rasa tidak

nyaman dan justru merendahkan karena dinilai memberikan nilai

ironi.

6.4.3 Teknik Membuka dan Menutup Pembicaraan

Pembicaraan akan terkesan menarik jika kita berhasil membuka dan

menutup dengan kesan yang baik. Dalam pembelajaran bahasa dikenal

tuturan ringan atau small talk, seperti ucapan salam, misalnya selamat

pagi, siang, sore atau malam. Dapat pula ucapan salam sesuai agama,

misalnya Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh atau

singkatannya. Untuk memancing perhatian, gunakanlah sambutan

berkaitan dengan rasa syukur, rasa bahagia, dan hal-hal positif lain. Akhir

pembicaraan memerlukan sedikit pembahasan dari apa yang dibicarakan.

Pembicara atau biasanya moderator harus mampu menyimpulkan hasil

pembicaraan untuk membantu pendengar mengabstraksi apa yang

dikatakan oleh pembicara. Sangat penting dalam kegiatan pembicaraan,

kita gunakan ilustrasi yang mendukung untuk membuat pendengar

memahami isi pembicaraan dan mudah mengingat materi.

Page 202: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

190

Berbicara atau berkomunikasi secara profesional menuntut kesiapan

tiga hal. Pertama wawasan atau materi yang disampaikan, kedua cara

penyampaian yang meliputi gerak, intonasi suara, dan penekanannya,

ketiga penampilan. Semua hal tersebut dapat dipelajari asalkan siswa

memiliki kemauan. Yang sangat diperlukan adalah motivasi. Motivasi

merupakan komponen afektif yang akan membuat kita berhasil. Banyak

orang yang memiliki kemampuan intelektual bagus, tetapi kurang sukses

karena motivasinya yang rendah. Banyak pula orang yang di awal kurang

berkembang kognitifnya, tetapi memiliki motivasi yang tinggi. Golongan

yang kedua ini lebih mudah untuk sukses dan terdorong untuk belajar dan

berlatih lebih baik.

6.4.4 Diskusi Ilmiah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Diskusi bermakna

pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah. Dalam

pengertian tersebut, diskusi selalu bersifat ilmiah. Dengan demikian, jika

berbicara untuk menyelesaikan masalah yang tidak dilakukan dalam forum

ilmiah bukan termasuk diskusi. Istilah yang lebih tepat adalah berembug.

Dalam bahasa aslinya, bahasa Latin, discutio atau discusum bermakna

bertukar pikiran. Dalam bahasa Inggris, disccussion bermakna

perundngan. Dengan demikian, diskusi merupakan perundingan atau

pertukaran pikiran yang dilakukan oleh lebih dari satu orang untuk

memahami, menemukan masalah dan penyebabnya lalu mencari jalan

keluar atau solusinya. Jumlah peserta diskusi harus lebih dari dua orang.

Beberapa diskusi kelompok besar bahkan terdiri atas ratusan orang.

Diskusi merupakan cerminan kebudayaan bermusyawarah dalam budaya

Indonesia. Diskusi juga menunjukkan budaya gotong royong.

Kata ilmiah pada diskusi ilmiah memberikan makna khusus.

Diskusi tersebut mempunyai cara-cara yang lebih khusus dan kesimpulan

yang dihasilkan oleh diskusi tersebut harus memenuhi persyaratan tertentu

(Sulistyo, 2016) disebut ilmiah karena, (1) materinya menyangkut

keilmuan, (2) memiliki asas moral yang melatarbelakangi ilmu tersebut.

Asas moral tersebut sangat mempengaruhi teknik berdiskusi dan hasil

diskusi. Dengan asas moral seperti itu, semua proses dalam pelaksanaan

diskusi dari persiapan diskusi sampai penyebarluasan simpulan harus

memenuhi etika keilmuan.

Sulistyo (2016) memaparkan beberapa teknik diskusi yang dapat

digunakan secara ilmiah maupun nonilmiah.

Page 203: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

191

a. Diskusi Meja Bundar

Jika jumlah diskusi tidak terlalu banyak ( 5--15 orang), diskusi meja

bundar dapat dilakukan. Seorang ketua ditunjuk untuk memimpin

diskusi.

b. Diskusi berkelompok (buzz groups)

Jika peserta banyak dan yang didiskusikan bermacam-macam,

diskusi dapat dilaksanakan dalam kelompok-kelompok. Tiap

kelompok dipimpin oleh seorang ketua (kelompok). Demikian juga,

diskusi antar kelompok dipimpin oleh seorang ketua.

c. Diskusi panel

Diskusi panel merupakan forum pertukaran pikiran yang

dilakukan oleh sekelompok orang di hadapan sekelompk pendengar

mengenai suatu masalah tertentu yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Diskusi dipimpin oleh seorang moderator. Pada saat diskusi, para

anggota panel duduk berjejer menghadap ke arah para pendengar.

Moderator duduk di tengah para anggota panel. Urutan diskusi panel

diraikan sebagai berikut.

1) Tahap pertama, ketua mengumumkan pokok pembicaraan dan

menjelaskan berbagai istilah yang harus didefinisikan.

Selanjutnya, ketua memperkenalkan para anggota panel dan

mengemukakan tahap khusus pokok pembicaraan yang akan

diutarakan setiap anggota panel.

2) Tahap kedua, pembicaraan prasaran oleh para anggota panel.

Setelah diperkenalkan, anggota panel secara bergiliran

menyampaikan prasaran mereka.

3) Tahap ketiga, berdiskusi bebas. Setelah para anggota panel

selesai mengemukakan prasaran, anggota panel dipersilakan

untuk memberikan komentar terhadap gagasan lain,

menerangkan berbagai hal yang memerlukan penyelesaian yang

lebih rinci, dan mempertahankan pernyataan yang ditentang.

4) Tahap keempat, peran serta pendengar. Kalau diskusi

antarpanelis telah dianggap cukup, ketua/moderator

mempersilakan para pendengar untuk mengemukakan pendapat

atau pertanyaan mereka kepada anggota panel.

5) Tahap kelima, merangkum. Pada akhir diskusi, ketua merangkum

hasil diskusi dengan jalan menyatakan butir – butir yang sama-

sama disepakati, yang masih menimbulkan perbedaan pendapat,

dan butir-butir yang tidak disepakati anggota panel dan

pendengar.

Page 204: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

192

d. Seminar

Seminar sudah lazim dilakukan dalam kehidupan kampus.

Seminar dilakukan untuk membahas suatu tema tertentu yang

memerlukan respon pakar sebagai narasumber. Kata seminar berasal

dari kata Latin semin yang berarti “benih”. Jadi, seminar berarti “

tempat benih-benih kebijaksanaan”. Seminar merupakan pertemuan

ilmiah yang dengan sistematis mempelajari suatu topik khusus di

bawah pimpinan seorang ahli dan berwenang dalam bidang tersebut.

Ketua duduk di depan bersama pembicara dan (para) penyanggah.

etelah ketua memberikan pengantar, pembicara membawakan

makalah, kemudian secara bergiliran penyanggah melancarkan

sanggahannya. Setelah berbagai komentar dan sanggahan ditanggapi

pembicara, audien diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat

dan pertanyaan.

e. Konferensi

Konferensi sebagai suatu bentuk diskusi kadang-kadang

mengacu kepada diskusi untuk pengambilan tindakan. Konferensi

berusaha membuat suatu keputusan yang akan diikuti dengan

tindakan berdasarkan keputusan itu. Dari berbagai ensiklopedia,

konferensi diartikan sebagai pembicaraan, permusyawaratan, rapat

yang terutama dipakai untuk pertemuan antara wakil-wakil dari

berbagai negara untuk membicarakan kepentingan-kepentingan

bersama. Konferensi sering dipertukargunakan dengan kongres.

Kongres didefinisikan sebagai, (1) rapat yang diselenggarakan oleh

suatu partai dan dihadiri oleh wakilwakil dari semua cabang partai

tersebut. Kongres biasanya dilakukan sekali setahun untuk

menentukan garis besar aktivitas partai; (2) Pertemuan antarwakil

berbagai negara. Biasanya lebih penting daripada konfrensi biasa.

f. Lokakarya (Workshop)

Lokakarya merupakan pertemuan yang bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan dan keterampilan peserta dengan

menggunakan berbagai jenis metode pertemuan. Lokakarya dimulai

dengan pandangan umum tentang masalah yang akan dipecahkan.

Sesudah itu, peserta dibagi dalam kelompok-kelompok. Setiap

kelompok didampingi oleh penasehat ahli. Dalam lokakarya, masalah

yang dibahas spesifik, diskusi dan pengkajian sangat terarah dan

mendalam secara teknis, dan kesimpulan/keputusan diambil sebagai

hasil lokakarya.

Page 205: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

193

g. Rapat kerja

Rapat kerja adalah suatu pertemuan wakil-wakil eselon suatu

badan atau instansi untuk membahas suatu masalah sesuai dengan

tugas atau fungsi. Badan atau instansi yang bersangkutan untuk

mendapatkan keputusan mengenai masalah yang sedang dihadapi.

Rapat kerja membahas masalah yang jelas/spesifik, dilakukan dengan

terarah dan terpimpin, menghasilkan keputusan, dan dipimpin oleh

pimpinan badan/instansi yang bersangkutan.

h. Simposium

Simposium merupakan pertemuan terbuka dengan beberapa

pembicara yang menyampaikan ceramah pendek mengenai aspek

yang berbeda, tetapi saling berkaitan tentang suatu masalah.

Simposium dipimpin oleh seorang ketua yang bertugas mengatur

jalannya diskusi. Pendengar bertanya dan para ahli menjawab.

Beberapa ahli diundang untuk memberi jawaban terhadap pertanyaan

yang diajukan pendengar mengenai topik yang ditentukan.

i. Kolokium

Kolokium sama dengan simposium. Bedanya, pada kolokium

para ahli tidak mengajukan (makalah). Mereka menyampaikan

pemikiran dan hasil kerja yang mereka lakukan. Prosedur yang

dilakukan sama dengan simposium.

j. Debat

Debat berarti berbicara kepada lawan untuk membela

pendirian/pendapatnya atau menyerang pendirian/pendapat lawannya.

Debat dapat juga dilakukan antar kelompok. Debat dipimpin oleh

seorang ketua. Panitia menyediakan kursi dalam bentuk setengah

lingkaran. Ketua duduk pada kursi yang di tengah menghadap kepada

pendengar. Kursi-kursi di sebelah ketua diduduki oleh para ahli dan

yang di sebelah kanan kosong. Setelah ketua memberi penjelasan,

mereka yang ingin bertanya maju dan duduk pada kursi kosong dan

mengajukan pertanyaan yang akan dijawab oleh para ahli. Para

penanya bergantian maju dan menduduki kursi yang kosong.

k. Curah Pendapat (Brainstorming)

Dalam metode ini, suatu persoalan diajukan dan peserta diminta

mengemukakan saran secara cepat dan spontan. Semua dicatat di

papan tulis atau pada kertas. Pada dasarnya, semua masukan diterima.

Kemudian, seluruh kelompok mengevaluasi masukan-masukan

tersebut.

Page 206: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

194

l. Diskusi Kelompok Terpumpun (Focus Group Discussion)

Istilah kelompok diskusi terarah atau dikenal sebagai Focus

Group Discussion (FGD). Pada dasarnya FGD adalah sebuah metode

penelitian untuk mencari atau mengumpulkan data. Saat ini sangat

populer dan banyak digunakan sebagai metode pengumpulan data

dalam penelitian sosial. Pengambilan data kualitatif melalui FGD

dikenal luas karena kelebihannya dalam memberikan kemudahan dan

peluang bagi peneliti untuk menjalin keterbukaan, kepercayaan, dan

memahami persepsi, sikap, serta pengalaman yang dimiliki oleh

responden atau pesertanya. FGD adalah suatu diskusi yang dilakukan

secara sistematis dan terarah mengenai suatu isu atau masalah

tertentu. Irwanto (2006) mendefinisikan FGD adalah suatu proses

pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu

permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok.

People Innovation Excelent (2014) menyatakan bahwa FGD secara

sederhana dapat didefinisikan sebagai sebuah metode penelitian, maka

FGD adalah sebuah upaya yang sistematis dalam pengumpulan data dan

informasi. Sebagaimana maknanya dalam Focused Group Discussion,

terdapapat tiga kata kunci, yaitu Diskusi (bukan wawancara atau

obrolan), kelompok (bukan individual), terfokus (bukan bebas). FGD

dilakukan dengan cara berdiskusi dengan para nara sumber di suatu

tempat dan dibantu dengan seseorang yang memfasilitatorkan

pembahasan mengenai suatu masalah dalam diskusi tersebut. Orang

tersebut disebut dengan moderator. Permasalahan yang dibahas dalam

FGD sangat spesifik karena untuk memenuhi tujuan yang sudah jelas.

Oleh karena itu, pertanyaan yang disusun dan diajukan kepada para

peserta FGD jelas dan spesifik.Banyak orang berpendapat bahwa FGD

dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Artinya, diskusi yang dilakukan

ditujukan untuk mencapai suatu kesepakatan tertentu mengenai suatu

permasalahan yang dihadapi oleh para peserta. Hasil FGD tidak bisa

dipakai untuk melakukan generalisasi karena FGD memang tidak

bertujuan menggambarkan (representasi) suara masyarakat. Meski

demikian, arti penting FGD bukan terletak pada hasil representasi

populasi, tetapi pada kedalaman informasinya. Lewat FGD, peneliti bisa

mengetahui alasan, motivasi, argumentasi atau dasar dari pendapat

seseorang atau kelompok.

Page 207: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

195

6.5 Etika Diskusi

Selama ini kita mengenal aturan berdiskusi untuk menghasilkan

kemanfaatan secara ilmiah. Kesuksesan sebuah diskusi bergantung pada

komponen yang terlibat di dalamnya. Diskusi seperti seminar, kolokium,

FGD, dan diskusi lain yang merupakan sebuah event membutuhkan

panitia. Penitia sangat berpengaruh pada kelancaran diskusi. Berikut ini

etika yang perlu diketahui saat melakukan diskusi sebagaimana diungkap

oleh Sulistyo (2016).

Dalam penyelengaraan suatu diskusi, kepanitiaan biasanya terdiri

atas ketua umum, panitia pengarah, dan panitia pelaksana. Sebaiknya ketua

umum juga merangkap keanggotaan panitia pengarah agar pelaksanaan

diskusi sesuai dengan permasalahan yang ingin diatasi. Panitia Pengarah

bertugas:

a. menerjemahkan tujuan diskusi secara jelas dan rinci,

b. menerjemahkan tujuan diskusi ke dalam topik-topik diskusi (yang

sesuai),

c. menentukan pemakalah yang akan diminta menulis dan membawakan

topik diskusi,

d. menyusun jadwal kegiatan diskusi,

e. menyusun tim perumus jika diperlukan suatu tim perumus,

f. menulis laporan hasil diskusi,

g. menyunting makalah baik sebelum maupun sesudah presentasi,

h. menyunting rumusan diskusi,

i. menyusun proseding hasil diskusi.

Tugas pelaksana adalah menyukseskan diskusi dengan menyiapkan

sarana diskusi. Hal yang kurang layak dalam diskusi karena kinerja

panitia pelaksana yang kurang baik adalah, panitia masih belum siap

dengan media penyampaian materi seperti LCD atau pengeras suara. Hal-

hal penting bagi petugas pelaksana dalam kesekretariatan.

1) Semua kelengkapan diskusi harus sudah dicek sehari sebelum diskusi

dimulai. suku cadang berbagai peralatan harus disiapkan.

2) Nama peserta, atau siapa pun yang terlibat dalam diskusitidak

sebaiknya jangan diubah diubah.

3) Redaksi makalah, baik ejaan maupun lebih lebih isinya jangan diubah.

4) Orang yang diundang untuk menyajikan suatu makalah hendaknya

tahu betul apa yang diharapkan darinya. Term of reference (TOR)

diskusi dan judul hendaknya disertakan dalam surat permintaan untuk

dapat menyiapkan sesuai dengan tujuan diskusi.

5) Makalah yang telah disunting panitia pengarah hendaknya segera

disampaikan kepada pemakalah untuk mendapat persetujuan.

Page 208: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

196

6) Setelah selesai diskusi, segera menulis laporan pelaksanaan dan

meggabungkan dengan laporan panitia pengarah.

7) Mengirimkan proseding hasil diskusi kepada individu/instansi yang

terkait dengan diskusi.

Setiap jenis diskusi mempunyai ketua atau moderator yang

didampingi oleh seorang para penulis (notula) agar hasil diskusi dicatat

secara sistematis. Seorang moderator yang baik tidak bertindak sebagai

pengatur yang berkuasa. Tugas seorang moderator adalah mengatur lalu

lintas pembicaraan dalam diskusi. Moderator harus memberikan arah yang

jelas dan selalu mendorong peserta diskusi. Hal-hal yang harus dilakukan

oleh seorang ketua:

a) menyiapkan diskusi secara matang. Membaca, membuat catatan, dan

berpikir tentang masalah yang didiskusikan.

b) mengumumkan judul atau masalah dan mengemukakan tujuan

diskusi.

c) menyediakan serta menetapkan waktu. Moderator harus menyediakan

waktu untuk mengucapkan kata-kata pendahuluan, diskusi, dan suatu

rangkuman singkat

d) menjaga keteraturan diskusi. Ketua diskusi harus bertindak tegas dan

bijaksana. Pada saat yang sama, ketua hanya mengizinkan seorang

saja yang berbicara. Setiap penanya harus mendaftarkan diri untuk

bertanya misalnya dengan tunjuk tangan.

e) memberi kesempatan kepada setiap orang yang ingin mengemukakan

pendapat. Prioritas hendaknya diberikan kepada oarng yang belum

mendapat kesempatan bertanya.

f) menjaga agar minat para peserta tetap besar.

g) menjaga agar diskusi tetap bergerak maju. Ketua harus mengarahkan

diskusi untuk mencapai tujuan diskusi.

h) mencatat hal-hal yang penting selama diskusi berlangsung; dan

i) membuat rangkuman singkat pada akhir diskusi.

Berikut ini contoh sikap moderator yang perlu diterapkan:

(1) mengajukan pertanyaan yang “provokatif” agar dapat membuat

suasanamenjadi hidup,

(2) menjadi pendengar yang baik,

(3) berpikiran terbuka,

(4) menjamin peran serta yang merata,

(5) memimpin dengan kemahiran memimpin,

(6) menangkap makna pembicaraan pembicara,

(7) berpikir mendahului kelompok,

(8) mendorong peserta diskusi untuk berpikir,

Page 209: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

197

(9) menumbuhkan suasana saling membantu,

(10) berusaha sensitif,

(11) berlaku jujur tentang hal yang tidak dikuasai, dan

(12) bersikap bersahabat.

Berikut ini sejumlah sikap moderator yang perlu dihindari:

(a) memaksakan pendirian sendiri,

(b) berselisih,

(c) bersilat lidah,

(d) mencemooh,

(e) berbicara terlalu banyak,

(f) bertingkah berlebihan,

(g) lupa diri,

(h) mengalami kehilangan kesabaran,

(i) terlambat memulai diskusi,

(j) terlambat menutup diskusi,

(k) bersikap angkuh,

(l) bersikap terlalu serius,

(m) menggunakan kata-kata yang tidak dimengerti peserta, dan

(n) mencela diskusi.

Hal-hal yang harus dilakukan oleh pemakalah yang baik ialah

berikut.

i. Pemakalah harus menulis/berdiskusi sesuai dengan topik yang

diminta atau dengan tujuan diadakannya diskusi. Untuk keperluan

ini. Pemakalah harus membaca dengan cermat apa yang diminta dan

apa yang tercantum dalam term of reference.

ii. Sekiranya tidak setuju dengan topik yang diminta, pemakalah harus

segera menghubungi panitia pengarah guna merundingkan

perubahan ini supaya tidak menyimpang dari tujuan diskusi.

iii. Pemakalah datang tepat pada waktunya.

iv. Waktu berbicara, pemakalah menjaga kontak mata dengan hadirin

dan . tidak hanya melihat ke layar tayangan.

v. Pemakalah mengakui argumentasi yang lebih kuat (tidak berdebat

kusir).

vi. Pemakalah mengakui jika tidak mengetahui sesuatu yang ditanyakan

peserta.

vii. Pemakalah mengakui jika tidak mengetahui sesuatu yang

ditanyakan.

viii. Pembicara tidak menganggap adanya pertanyaan yang tolol.

Pembicara harus menghargai audien.

ix. Pembicara tidak melebihi waktu yang disediakan untuknya.

Page 210: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

198

x. Pembicara menggunakan alat bantu secara efektif.

Tidak hanya pada panitia dan pemakalah, peserta diskusi yang

sopan dan etis sangat memengaruhi hasil diskusi. Peserta perlu

memperhatikan hal-hal berikut ini:

1. turut mengambil bagian dalam diskusi.

2. berbicara hanya kalau sudah diizinkan moderator,

3. berbicara dengan tepat, tegas, lugas, dan jelas. Hal tersebut ditandai

dengan sikap:

(i) jangan menjadi pemakalah tandingan;

(ii) hindarkan menggunakan kata-kata”pendahuluan” yang terlalu

banyak (kita harus ingat bahwa orang lain menunggu giliran

untuk berbicara);

(iii) hindarkan kata-kata gagah yang maknanya kurang dikuasai;

(iv) menunjang pertanyaan/pernyataan dengan fakta-fakta, contoh-

contoh, pendapat para ahli yang sesuai / relevan;

(v) mengikuti diskusi dengan penuh saksama. Jika anda tidak

berminat terhadap topik diskusi, maka tiidak perlu memenuhi

undangan yang diberikan kepada anda;

(vi) mendengarkan dengan penuh perhatian;

(vii) mendengarkan dengan penuh perhatian;

(viii) bertindak sopan dan bijaksana; dan

(ix) mencoba memahami pendapat orang lain.

6.6 Kesantunan Berdiskusi

Dalam kegiatan berdiskusi diperlukan cara dan pemakaian bahasa

yang santun agar terjalin komunikasi yang baik antara penutur dan lawan

tutur. Pemakaian bahasa yang santun yang diungkapkan Pranowo (2009).

6.6.1 Penutur berbicara wajar dengan akal sehat

Bertutur secara santun tidak perlu dibuat-buat. Berbicara secara

wajar dengan akal sehat akan membuat tuturan terasa santun. Tuturan yang

sederhana menunjukkan sikap bahwa penutur memiliki anggapan mitra

tuturnya memhamai maksud dan memiliki pengetahuan yang memadai.

6.6.2 Penutur mengedepankan pokok masalah yang diungkapkan

Penutur hendaknya selalu mengedepankan pokok masalah yang

diungkapkan, penutur mengarahkan tuturannya secara langsung pada apa

yang hendak dikatakan terkait masalah. Kalimat tidak perlu berputar-putar

untuk menghindari kebingungan.

Page 211: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

199

6.6.3 Penutur selalu berprasangka baik kepada mitra tutur

Penutur selalu berprasangka baik kepada mitra tutur yang

ditunjukkan dengan pandangan bahwa mitra tutur memiliki pengetahuan

untuk memahami apa yang dikatakannya. Jika penutur berprasangka buruk

pada mitra tutur, tidak akan terjadi kecocokan pendapat dan komunikasi

menjadi tidak menyenangkan. Prasangka buruk memandang mitra tutur

lebih rendah dan kurang berpengetahuan atau tidak akan paham apa yang

dikatakan akan membuat suasana diskusi menjadi kurang menyenangkan.

6.6.4 Penutur bersikap terbuka dan menyampaikan kritik secara umum

Komunikasi akan terasa santun jika penutur berbicara secara terbuka

dan seandainya menyampaikan kritik disampaikan secara umum, tidak

ditujukan secara khusus pada person tertentu. Kritikan dalam diskusi

diperlukan untuk membangun bukan melakukan pengancaman muka

terhadap seseorang. Hindarilah mengkritik secara personal dengan

menyebut nama dan langsung pada seseorang dalam diskusi.

6.6.5 Penutur menggunakan bentuk lugas, atau bentuk pembelaan diri

secara lugas

Komunikasi dapat dinyatakan secara santun jika penutur

menggunakan bentuk tuturan yang lugas, tidak perlu ditutup-tutupi,

meskipun kadang-kadang mengandung sindiran. Kritikan yang

diungkapkan dalam bentuk lugas, apa adanya, akan terasa lebih santun

dibandingkan dengan menyindir secara kasar.

6.6.6 Penutur mampu membedakan situasi bercanda dengan situasi serius

Komunikasi masih akan terasa santun jika penutur mampu

membedakan tuturan sesuai dengan situasinya. Pemahaman konteks

tuturan yang mendukung situasi diksusi. Perlu dibedakan suasana yang

memerlukan pembicaraan secara resmi dan ada beberapa waktu terdapat

candaan yang menurunkan keformalannya. Penutur tidak bersikap kaku

agar tuturan mengalir sesuai dengan kondisi yang sesuai. Dalam candaan

pun tetap diperlukan sikap santun dan tidak berlebihan.

Peran moderator sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah

diskusi. Dalam diskusi, moderator yang bersikap baik akan menunjang

keberhasilan diskusi. Berikut ini adalah panduan sikap yang baik sebagai

moderator.

a. Seorang moderator tidak boleh memihak dan harus bertindak adil

pada setiap peserta. Hal tersebut ditunjukkan dengan secara objektif

menunjuk siapa yang mendapatkan kesempatan bertanya.

Page 212: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

200

b. Seorang moderator tidak boleh menguasai seluruh jalannya diskusi

dan harus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada

peserta. Fokus moderator adalah mengatur agar peserta terlayani

dengan baik. Oleh karena itu, hindarilah sikap mendominasi dengan

terus menampilkan diri.

Sebagai peserta diskusi, sikap santun dapat ditunjukkan dengan

sikap berikut:

1) menghargai peserta lain

Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak memotong pembicaraan,

sekalipun kurang sependapat dengan pendapat yang dikemukakan

peserta lain

2) setiap peserta harus mematuhi tata tertib diskusi

Peserta perlu mengendalikan pembicaraannya agar selalu relevan

dengan topik yang didiskusikan dan tidak melenceng dari tema atau

tujuan diskusi.

3) setiap peserta diskusi harus patuh pada moderator

sikap tersebut ditunjukkan dengan berbicara setelah diizinkan oleh

moderator

4) menyanggah diskusi dengan etika yang baik, tidak berkata kasar

meskipun ada keberatan.

5) setiap peserta harus berlapang dada dalam menerima hasil diskusi.

Kegiatan diskusi akan berjalan baik dan lancar jika peserta diskusi

mengetahui tata cara diskusi dan tugas-tugasnya sebagai peserta. Tarigan

(2009: 46) menguraikan tugas-tugas peserta diskusi sebagai berikut:

a) turut mengambil bagian dalam diskusi,

b) berbicaralah hanya kalau ketua mempersilakan kita,

c) berbicaralah dengan tepat dan tegas,

d) kita harus dapat menunjang pernyataan-pernyataan kita dengan fakta-

fakta, contoh-contoh, atau pendapat-pendapat ahli,

e) ikutilah dengan seksama dan penuh perhatian terhadap diskusi yang

sedang berlangsung,

f) dengarkanlah dengan penuh perhatian,

g) bertindaklah dengan sopan santun, dan bijaksana.

Sikap-sikap tidak santun yang dapat menghambat diskusi menurut Parera

(1988):

(1) sikap agresif dan reaksioner. Sikap ini dapat ditandai dengan mudah

tersulut emosi, mudah marah dan selalu merespon segala sesuatu yang

tidak disetujui atau berbeda pendapat dengannya,

Page 213: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

201

(2) sikap menutup diri, takut mengeluarkan pendapat. Hal tersebut

menunjukkan sikap tidak mau membangunjalannya diskusi dan

membuat diskusi berjalan stagnan dan relatif kurang hidup dan

bahkan tidak mencapai tujuan,

(3) terlalu banyak bicara, bicara berbelit-belit atau bicara berbisik-bisik

dengan teman di samping. Ketdakterusterangan akan membuat

susasana menjadi tidak nyaman dengan rasa curiga pada sikap orang

yang berbisik-bisik. Sikap terlalu banyak berkomentar pun akan

menggangu jalannya diskusi karena menghabiskan waktu untuk hal

yang tidak perlu.

(4) menunjukkan sikap tak acuh merupakan sikap tidak peduli. Dalam

diskusi, orang yang tak acuh tidak menyimak dengan baik dan

menunjukkan sikap kurang menghargai.

Dipodjoyo dalam Hariyadi (1997) mengungkap hal-hal yang perlu

dijalin dapam diksui, yaitu sikap kooperatif, semangat berinteraksi,

kesadaran berkelompok, penggunaan bahasa yang komunikatif atau

efektif, dan kemampuan memahami persoalan. Pada saat berdiskusi,

hendaknya peserta bersikap menunjukkan sikap santun dengan

mendengarkan uraian dengan penuh perhatian, menghilangkan sikap

emosional dan prasangka, menangkap gagasan utama dan gagasan

penjelas.

Pertanyaan dan sanggahan dalam diskusi harus dinyatakan secara

tepat dari aspek etika dan kebahasaan, Mulyati (2010) menyatakan peserta

diskusi perlu menyampaikannya secara santun dengan cara:

(a) mengajukan pertanyaan dan sanggahan secara jelas dan tidak

berbelit-belit,

(b) mengemukakan pertanyaan dan sanggahan secara santun dan tidak

berbelit-belit, menghindari pernyataan, permintaan, dan perintah

langsung,

(c) mengupayakan agar pertanyaan dan sanggahan tidak mengarah pada

bantahan atu pun debat.

Dalam menanggapi dikusi, Mulyati (2010) menyatakan beberapa hal

yang perlu dipahami sebagai cara untuk memperlancar dan menunjukkan

etika diskusi sebagai berikut:

(i) jawaban atau tanggapan harus sesuai dengan pertanyaan,

(ii) jawaban harus objektif dan memuaskan berbagai pihak,

(iii) menghindari prasangka dan emosi,

(iv) bersikap jujur dan terus terang manakala tidak bisa menjawab

Pada forum ilmiah diskusi merupakan komunikasi dalam

menemukan argumen. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan memahami

Page 214: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

202

masalah, kritis dalam mengaitkan dengan pengetahuan yang dimiliki,

evaluatif, dan menganalisis dengan baik. Argumen merupakan

menyampaian alasan yang didukung dengan fakta. Alasan tersebut

merupakan alasan ilmiah karena didasarkan pada fakta berupa data dan

konsep atau teori yang memadai. Dengan demikian, sikap ilmiah

merupakan jalan untuk mengarahkan diskusi pada kelancaran.

Dalam menyajikan makalah, pembicara perlu berpresentasi untuk

mengungkap hal yang dituangkan dalam makalah. Dalam uraian di atas,

dipaparkan bahwa berbicara berhubungan dengan menulis, salah satunya

adalah menuangkan gagasan dalam lembar salindia (slide). Berikut ciri-ciri

salindia yang baik,

1. Sederhana

Salindia sederhana mudah dipahami audiens dalam beberapa detik.

Buatlah salindia sederhana yang efektif, mudah dipahami dengan

memperhatikan pilihan kata dan tanda atau simbol yang menunjukkan

hubungan antarkata. Dapat pula didukung oleh ilustrasi gambar yang ada

hubungannya dengan makna salindia. Beberapa orang sering berpikir

untuk menyajikan gambar yang menarik dan lucu dalam salindia, tetapi

tidak mendukung isinya. Hal tersebut perlu dihindari karena mengganggu

proses komunikasi visual. Ironisnya, terdapat pembicara yang tidak bisa

menjelaskan salindia yang disusunnya sendiri. Hal tersebut menunjukkan

ketidakcermatannya dalam menyusun. Perhatikan pula paduan warna

salindia gunakan paduan warna yang tidak mengganggu isi tulisan. Warna

mencolok mata perlu dihindari. Upayakan tulisan atau ilustrasi salindia

tampak menonjol dan menyajikan kepraktisan.

2. Satu salindia, satu pesan

Salindia yang baik hanya terfokus pada satu pesan. Tiap satu

salindia sebaiknya mewakili sebuah ide yang ingin dijelaskan. Jangan

mencampur beberapa ide berbeda ke dalam satu salindia. Jika hal tersebut

terjadi maka audien akan kesulitan memhami maksud dan hubungan antar

komponen materi yang dipaparkan. Salindia yang terfokus pada satu pesan

akan lebih kuat, lebih mudah diingat sekaligus mampu menjadi alat

komunikasi visual.

3. Gunakan teks dengan ringkas

Salindia yang baik harus bisa terbaca oleh audiens terjauh yang

menyaksikan presentasi. Jika tidak bisa terlihat, artinya itu percuma

ditampilkan. Beberapa ahli presentasi menyarankan maksimum lima baris

teks. Dengan demikian seandainya Anda harus menampilkan teks dalam

bentuk daftar, pastikan tidak lebih dari lima baris.

Page 215: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

203

Desain slide presentasi yang amazing harus mampu berbicara.

Dengan image yang tajam, font yang berpengaruh dan warna yang

memanjakan. Usahakan teks yang ditampilkan cukup besar sehingga

mampu terbaca dengan baik. Jika teks cukup besar, maka tentu jumlah

kalimat dalam tiap slide tidaklah terlalu panjang.

4. Hindari bullet point

Banyak cara menyampaikan gagasan selain dengan bullet point.

Gunakan kreativitas Saudara. Seandainya Saudara masih perlu

menggunakan bullet point, pastikan hanya melakukannya sesekali saja.

Jika tidak, bersiaplah untuk dianggap membosankan.

Bullet point adalah titik atau dots yang tersedia di template

powerpoint untuk menempatkan teks. Keberadaan bullet point

dimaksudkan membantu pemateri membuat alur presentasinya dengan baik

secara berurutan dan terstruktur. Namun ternyata sebagian besar pemateri

menggunakan bullet point sebagai sarana copy paste tulisan paragraf ke

dalam slide presentasi yang membuat pemateri atau penyaji bergantung

pada bullet point dan presentasi kita tidak akan optimal.

Bullet point perlu diminimalkan karena pertama, menghambat

kreativitas dalam menyusun salindia presentasi. Anda akan terpaku pada

template, yang akhirnya masing-masing slide tidak memiliki kekuatan

untuk menggerakkan audiens. Kedua, bullet point menjadikan presentasi

menjemukan. Jika dalam satu slide terdiri atas 10 bullet point dan

seterusnya dan seterusnya. Tentu audien akan jenuh dan tak konsentrasi

dalam menikmati salindia karena salindia berupa tampilan visual akan

memuaskan visual audiens, dan bullet point sebaliknya. Ketiga, penyaji

tidak mampu membedakan mana pernyataan yang penting di antara bullet

point yang tersampai karena semua tampak sama dan tak memiliki

keunggulan satu dengan yang lain. Keempat, semakin banyak bullet point,

makin banyak pesan yang tidak diingat oleh audiens. Hal tersebut tidak

menyederhanakan presentasi, tetapi merumitkan presentasi karena konten

presntasi tidak diingat dengan baik.

Salindia yang optimal minim bullet point. Supaya mudah diingat,

sampaikan pesan Saudara satu per satu. Mengutip perkataan Steve Jobs,

salindia akan banyak jika satu pesan satu salindia. Banyak atau tidak itu

relatif. Perlu diingat, presentasi bukan iklan yang diulang-ulang. Dalam

presentasi, kita punya satu kali kesempatan. Oleh sebab itu, perlu kita

optimalkan. Sebagai penutup, coba renungi perkataan Nancy Duarte,

“Jangan hitung salindia Saudara, tapi pastikan isi slide-slide Saudara

diperhitungkan.”

Page 216: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

204

5. Alur yang teratur

Salindia yang baik memiliki alur teratur, dari pembukaan, penjelasan,

sampai penutup. Audien akan melihatnya sebagai satu kesatuan yang

harmonis dan sinergis. Salindia yang isinya melompat-lompat dari satu

topik ke topik yang lain tanpa alur yang jelas akan menyulitkan audien

untuk memahaminya.

6.7 Rangkuman

Kapabilitas berbahasa, khususnya berbicara, mengarah pada dua hal

yaitu ketercapaian tujuan dan realisasi strategi tutur yang baik dan santun.

Dengan kata lain kapabilitas berbahasa merupakan gambaran kecerdasan

dan karakter yang baik. Keterampilan berbicara berkaitan dengan

komponen bahasa lainnya. Keterampilan berbicara ditunjang oleh

keterampilan berbahasa lain dan keterampilan berbicara pun menunjang

keterampilan berbahasa lainya. Dalam diskusi ilmiah diperlukan

pemahaman etika dalam menyampaikan pertanyaan, sanggahan, dan

tanggapan. Dalam diskusi diperlukan kemampuan memahami masalah,

kritis dalam mengaitkan dengan pengetahuan yang dimiliki, evaluatif, dan

menganalisis dengan baik. Argumen merupakan menyampaian alasan yang

didukung dengan fakta. Alasan tersebut merupakan alasan ilmiah karena

didasarkan pada fakta berupa data dan konsep atau teori yang memadai.

Dengan demikian, sikap ilmiah merupakan jalan untuk mengarahkan

diskusi pada kelancaran.

6.8 Bahan Diskusi

Keterampilan berbicara mencerminkan tata pikir, tata bahasa, dan

cara bernalar kit. Pernyataan apapun yang dikeluarkan oleh seorang

akademisi harus mencerminkan kelogisan, kesistematisan pikiran yang

jelas, dan kearifan. Terutama generasi muda (mahasiswa) yang

mengemban tugas besar sebagai agent of change, harus turut berperan aktif

dalam euforia keilmuan dan perkembangan teknologi masa depan.

6.9 Daftar Rujukan

Binus University. 2014, August 28. Focus Group Discussion. Retrieved

August 8, 2019, from People Innovation Excelent:

https://qmc.binus.ac.id.

Bühler, K. 2011. Theory of Language. Amsterdam/ Philadelphia: John

Benjamins Publishing Company.

Page 217: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

205

Mulyati. Y, et al. 2010. Keterampilan Berbahasa Indonesia. Jakarta:

Universitas Terbuka

Musaba, Z. 2012. Terampil Beribicara: Teori dan Pedoman

Penerapannya. Yogyakarta: Aswaja Pressindo

Parera. J.D. 1988. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erlangga

Pranowo. 2009. Berbahasa secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pringgowidagdo, S. 2002. Strategi Penguasan Berbahasa. Yogyakarta:

Adicita.

Sulistyo, B. 2016, Januari 12. Teknik dan Etika Diskusi Ilmiah. Retrieved

Oktober 10, 2019, from Universitas Nergeri Yogyakarta:

http://staff.uny.ac.id

Sri Wahyuni, et al. 2008. Bahasa Indonesia 1. Surabaya: Surabaya:

Lapis– PGMI , 2008), paket 5, hal: digilib.uinsby.ac.id.

Tarigan, Dj. 1998. Pengembangan Keterampilan Berbicarai. Jakarta:

Deparetemen Pendidikan dan kebudayaan.

Wuryaningrum, R. 2019. Pembelajaran Menyimak. Jember: Prodi Bahasa

Indonesia, Universitas Jember

6.10 Latihan Soal

Kerjakanlah soal-soal berikut dengan cermat!

1. Menurut Saudara, apakah etika diskusi berkaitan dengan penggunaan

bahasa efektif? Jelaskan pendapat Saudara!

2. Kapabilitas bahasa dalam berbicara bisa dioptimalkan. Menurut

Saudara cara apa yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkannya?

3. Seorang pemimpin yang baik harus mampu menjadi pembicara yang

baik. Menurut Saudara, bagaimana kapabilitas bahasa seorang

pemimpin ketika beribicara?

Page 218: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

206

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1988. Cakrawala Bahasa Indonesia.

Jakarta : Gramedia.

Arifin, E. Zaenal dan Tasai, S. Amran. 2010. Cermat Berbahasa Indonesia

untuk Perguruan Tinggi. Sebagai Matakuliah Pengembangan

Kepribadian (MPK). Jakarta: Akademika Pressindo.

Ayuningtyas, Setyo. 2017. Kesalahan Semantis Pada Teks Pidato Karya

Siswa Kelas X SMA Negeri Darus Sholah Singojuruh. (Skripsi) tidak

diterbitkan. Universitas Jember

Binus University. 2014, August 28. Focus Group Discussion. Retrieved

August 8, 2019, from People Innovation Excelent:

https://qmc.binus.ac.id.

Browne, A. 1996. Developing Language and Literacy. London: Paul

Chapman.

Bühler, K. 2011. Theory of Language. Amsterdam/Philadelphia: John

Benjamins Publishing Company.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta:

Rineka Cipta

Chaer, A. 2011. Ragam Bahasa Ilmiah. Jakarta: Rineka Cipta.

Damayanti, Rini dan Indrayanti, Tri. 2015. Bahasa Indonesia untuk

Perguruan Tinggi. Surabaya: Victory Inti Cipta.

Diana, Rara Diyah Ayu Candra. 2015. Kesalahan Berbahasa pada

Proposal Kegiatan Ormawa Periode 2014. Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Jember. (Skripsi) tidak diterbitkan.

Universitas Jember.

Direktorat Ketenagaan. 2006. “Acuan Pembelajaran Matakuliah

Pengembangan kepribadian Bahasa Indonesia” (Naskah belum

diterbitkan). Disampaikan pada Pelatihan Nasional Dosen bahasa

Page 219: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

207

Indonesia kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di

Perguruan Tinggi.

Djajasudarma, Fatimah. 2012. Semantik 1: Makna Leksikal dan

Gramatikal. Bandung: PT Refika Aditama.

Dwiloka, B. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Rineka Cipta.

Folley, W.A. 1997. A. Anthroplogical Linguistics: An Introduction.

Massachussetts: Blackwell Publisher Inc.

Halim, Amran. 1979. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Hidayat, Ade. 2015. Persoalan Filsafat Ilmu. (E-book)

https://www.researchgate.net/publication/284442954 diakses pada

tanggal 28 September 2019.

Jahja, A. S. 2017. Perbedaan Skripsi, Thesis, dan Disertasi. (On Line)

https://dosen.perbanas.id: https://dosen.perbanas.id/perbedaan-

skripsi-thesis-dan-disertasi/ diakses pada tanggal 12 April 2019.

Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta. Gramedia.

Leech, G. 1989. Principle of Pragmatics. London : Longman.

Mirahayuni, Ni Ketut. 2018. Abstraksi dalam Bahasa Inggris dan Bahasa

Indonesia Ilmiah dan Implikasinya bagi Penulisan Artikel

Berbahasa Inggris (Abstraction in English and Indonesian Scientific

Language and its Implication on English Article Writing). Mozaik

Humaniora Vol. 18 (2): 214-224. (On Line) https://e-

journal.unair.ac.id/MOZAIK/article/download/10936/6212 diakses

pada tanggal 18 September 2019.

Moeliono, Anton M. 1980. “Bahasa Indonesia dan Ragam-ragamnya:

Sebuah Pengajaran” dalam majalah Pembinaan Bahasa Indonesia

Jilid I No. 1. Jakarta: Bratara.

Page 220: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

208

Mulyati. Y, et al. 2010. Keterampilan Berbahasa Indonesia. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Musaba, Z. 2012. Terampil Beribicara: Teori dan Pedoman

Penerapannya. Yogyakarta: Aswaja Pressindo

Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif

Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Mussofa. 2012. Proses Membaca dan Hubungannya dengan Proses

Berpikir. (On Line)

https://massofa.wordpress.com/2012/01/02/proses-membaca-dan-

hubungannya-dengan-proses-berpikir/ diakses pada tanggal 20 Juni

2019.

Nababan, PWJ.1986. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT

Gramedia.

Parera, Jos Daniel. 1993. Leksikon Istilah Pembelajaran Bahasa. Jakarta:

Gramedia.

Parera, Jos Daniel. 1988. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta:

Erlangga

Patiung, Dahlia. 2016. Membaca sebagai Sumber Pengembangan

Intelektual. Artikel. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin

Makassar. 2016. http://journal.uin-

alauddin.ac.id/index.php/al_daulah/article/viewFile/4854/4346

diakses pada tanggal 18 September 2019.

Pramala, Yemima Sana. 2017. Kesalahan Penggunaan Preposisi dan

Konjungsi pada Teks Cerita Ulang Biografi Karya Siswa Kelas XI

SMKN 5 Jember. (Skripsi) tidak diterbitkan. Universitas Jember

Pranowo. 2009. Berbahasa secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pringgowidagdo, S. 2002. Strategi Penguasan Berbahasa. Yogyakarta:

Adicita.

Page 221: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

209

Rahardi, K. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.

Jakarta: Penerbit Erlangga

Ramlan, M. 1985. Morfologi:Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CW

Karyono.

Ramlan, M. 1985. Tata Bahasa Indonesia: Penggolongan Kata.

Yogyakarta: Andi Offset.

Ramlan, M. 1987. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: C.V.

Karyono

Ratri, Rose Kusumaning. 2019. Cakap Berbahasa Indonesia Panduan

Lengkap Belajar Berbahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Sleman

Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA

Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori

dan Praktik. Surakarta: Yuma Pustaka.

Soelistyo, H. 2011. Plagiarisme: Pelanggaran Hak Cipta dan

Etika. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Sulistyo, B. 2016, Januari 12. Teknik dan Etika Diskusi Ilmiah. Retrieved

Oktober 10, 2019, from Universitas Nergeri Yogyakarta:

http://staff.uny.ac.id

Sumarto. 2017. Filsafat Ilmu. Jambi: Pustaka Ma’arif Press. Ebook.

https://staimaarif-jambi.ac.id/wp-content/uploads/2018/02/BUKU-

FILSAFAT-ILMU.pdf diakses pada tanggal 27 Juli 2019.

Sri Wahyuni, et al. 2008. Bahasa Indonesia 1. Surabaya: Surabaya :

Lapis – PGMI , 2008), paket 5, hal: digilib.uinsby.ac.id.

Susanti. 2014. Modul Pembelajaran MPK Bahasa Indonesia. Jambi:

Universitas Jambi Pers.

Sutarna, dkk. 1998. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Syarifuddin, d. 2013. Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi. Makassar:

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

Page 222: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

210

Syukron, Ahmad. 2012. Ketidakkonsistenan Fonologis Bahasa Indonesia

dalam Persidangan di Pengadilan Tipikor. (Makalah) tidak

diterbitkan. Universitas Jember.

Tampubolon, DP. 1987. Kemampuan Membaca: Teknik Membaca Efektif

dan Efisien. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1990. Pengantar Analisis

Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1990. Pengajaran Analisis

Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan

Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1997. Analisis Kesalahan Berbahasa. Jakarta:

Depdikbud.

Tarigan, Dj. (1998). Pengembangan Keterampilan Berbicarai. Jakarta:

Deparetemen Pendidikan dan kebudayaan.

Tim. 2011. Kumpulan Putusan Kongres Bahasa I-XI Tahun 1938-2008.

Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan. (E-Book)

http://kbi.kemdikbud.go.id/kbi_back/file/foto_media/media_detail_1

540919688.pdf diakses pada tanggal 25 September 2019.

Tim. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Edisi Keempat.

Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim. 2018. Putusan Kongres Bahasa Indonesia XI Jakarta, 28—31

Oktober 2018 (On Line)

http://kbi.kemdikbud.go.id/kbi_back/file/foto_media/media_detail_1

540919077.pdf diakses pada tanggal 25 September 2019.

Tim. 2007. Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa. Universitas Jember.

Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Page 223: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

211

Tim. 2016. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jember: UPT Penerbitan

Universitas Jember.

Verhaar, J.W.M. 2006. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Weinreich. 1993. Pengantar Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung:

Angkasa.

Wuryaningrum, R. 2019. Pembelajaran Menyimak. Jember: Prodi Bahasa

Indonesia, Universitas Jember

Page 224: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

212

DAFTAR ISTILAH (GLOSARIUM)

bullet point : titik tempat penulisan unsur salindia dalam ragangan

ekspresif : menyatakan diri, menunjukkan perasaan

fonetis : berkaitan dengan penghasilan bunyi

kapabilitas : kemampuan atau kecakapan yang mengacu pada

pengetahuan dan keterampilan

mengabstraksi : membuat intisari sebagai bentuk pemahaman

mitra tutur : lawan bicara; teman yanng menyimak pertuturan

salindia : tayangan presentasi, slide

Page 225: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

213

TIM PENYUSUN

Dra. A. Erna Rochiyati S., M.Hum

• Lahir di Blitar, 7 November 1960

• Alumni Fakultas Sastra Unej 1986 (S1)

Alumni Pascasarjana Universitas Gajah Mada 1996 (S2)

• Sejak tahun 1987 hingga sekarang, tercatat telah 31 tahun sebagai

dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

• Saat buku ini diterbitkan, menjabat sebagai Ketua Jurusan Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember

• Spesialisasi pada bidang Linguistik yang mengampu matakuliah: (1)

Bahasa Indonesia, (2) Fonologi Bahasa Indonesia, (3) Metode

Penelitian Bahasa, (4) Sosiolinguistik, dan (5) Karya Tulis Ilmiah.

• Narahubung: [email protected]

Dr. Ali Badrudin, S.S., M.A.

• Lahir di Pati, 9 Maret 1977

• Alumni Fakultas Sastra Unej 2000 (S1)

Alumni Pascasarjana Universitas Gajah Mada 2008 (S2) dan 2017

(S3)

• Spesialisasi pada bidang Linguistik

• Mengajar di Fakultas Ilmu Budaya sejak 2003 mengampu

matakuliah: (1) Bahasa Indonesia, (2) Logika Bahasa, (3) Fonologi

Bahasa Indonesia, (4) Etnografi Komunikasi, dan (5) Etnolinguistik.

• Lahir di Banyuwangi, 6 Mei 1978

• Alumni Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS, Unesa 2001

(S1)

• Alumni Pendidikan Bahasa dan Sastra, Unesa 2004 (S2)

• Alumni Pendidikan Bahasa Indonesia, UM 2019 (S3)

• Spesialisasi pada bidang bahasa dan pembelajarannya

• Mengajar di FKIP sejak 2003

• Mengampu matakuliah: (1) Bahasa Indonesia, (2) Menyimak, (3)

Berbicara, (4) Teori Belajar Bahasa, (5) Aliran Linguistik, dan (6)

Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA).

• Narahubung: [email protected]

• Narahubung: [email protected]

Dr. Rusdhianti Wuryaningrum, M.Pd.

Page 226: BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

214

Fitri Nura Murti, S.Pd., M.Pd.

• Lahir di Bondowoso, 2 Juni 1987

• Alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2010 (S1)

Alumni Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Program Studi

Pendidikan Bahasa Indonesia 2015 (S2)

• Saat buku ini diterbitkan tercatat menjadi anggota Pusat

Pengembangan Pendidikan Karakter dan Ideologi Kebangsaan

(P3KIK) LP3M, Universitas Jember sebagai Koordinator Mata

Kuliah Wajib Umum Bahasa Indonesia di lingkungan Universitas

Jember.

• Spesialisasi pada bidang sastra dan pembelajarannya

• Mengajar di FKIP sejak 2016 mengampu matakuliah: (1) Bahasa

Indonesia, (2) Membaca, (3) Menulis, (4) Psikologi Sastra, dan (5)

Tradisi Lisan.

• Narahubung: [email protected]

Ahmad Syukron, S.Pd., M.Pd.

• Lahir di Jember, 28 Oktober 1991

• Alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2013 (S1)

Alumni Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Program Studi

Pendidikan Bahasa Indonesia 2015 (S2)

• Spesialisasi pada bidang bahasa dan pembelajarannya

• Mengajar di FKIP sejak 2016 mengampu matakuliah: (1) Bahasa

Indonesia, (2) Menulis, (3) Penulisan Buku Ajar, (4) Psikolinguistik,

dan (5) Penulisan Karya Ilmiah.

• Narahubung: [email protected]