Bahasa Manusia-multilingual 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bahasa Manusia-multilingual 1

Citation preview

BAHASA MANUSIA

BAHASA MANUSIA

Kata PengantarPuji syukur patut dipanjatkan kepada Tuhan yang Mahaesa, karena hanya atas tuntunanNya semata penulisan makalah sosiolingistik Ciri-ciri Bahasa Manusia ini bisa terselesaikan.Manusia diciptakan sebagai makhluk hidup yang paling sempurna. Yangmembuat manusa menjadi sempurna adalah bahasa yang dimilikinya. Bahasa digunakan oleh manusia untuk menjadi makhluk hidup yang bermasyarakat dan makhluk sosial. Bahasa menciptakan kemasyarakatan, karena bahasa merupakan media untuk menghubungkan satu manusia dengan manusia lainya. Inilah yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya.Selain berfungsi untuk pembentuk manusia bermasyarakat, bahasa merupakan alat dan cara berpikir manusia. Bahasa menjadi sangat penting di antara unsur-unsur pelengkap hidup manusia seperti unsur kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun bahasa adalah hal penting di dalam kehidupan manusia, tidak semua manusia memahami hakikat dari bahasa itu sendiri. Dalam pembahasan makalah ini, penulis lebih memfokuskan pada dua hal yakni;Apa itu bahasadanciri rancang bahasa manusia.Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, dan keritikan dan masukan yang membangun penulis sangat harapkan, sehingga dalam penulisan-penulisan selanjutnya aka nada perubahan ke arah yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat diterima dan bisa menamba wawasan kita semua sebagai masyarakat pengguna bahasa.Penulis,Jolly D. Horonis

DAFTAR ISIKata Pengantar Daftar Isi BAB ILatar belakang BAB IIPembahasan Apa itu Bahasa Ciri Rancang Bahasa Manusia BAB IIIPenutup A.KesimpulanB.Saran Daftar Pustaka BAB ILATAR BELAKANGLinguistikSesungguhnya, para penyelidik hingga saat ini masih belum mencapai kesepakatan tunggal tentang asal-usul bahasa. Diskusi tentang asal-usul bahasa sudah dimulai ratusan tahun lalu, Malahan masyarakat linguistik Perancis pada tahun 1866 sempat melarang mendiskusikan asal-usul bahasa. Menurut mereka mendiskusikan hal tersebut tidak bermanfaat, tidak ada artinya karena hanya bersifat spekulasi.Penelitian Antropologi telah membuktikan bahwa kebanyakan kebudayaan primitif meyakini keterlibatan Tuhan atau Dewa dalam permulaan sejarah berbahasa. Teori-teori ini dikenal dengan istilah divine origin (teori berdasarkan kedewaan/kepercayaan) pada pertengahan abad ke-18. Namun teori-teori tersebut tidak bertahan lama. Teori yang agak bertahan adalah Bow-wow theory, disebut juga onomatopoetic atau echoic theory Menurut teori ini kata-kata yang pertama kali adalah tiruan terhadap bunyi alami seperti nyanyian ombak, burung, sungai, suara guntur, dan sebagainya. Ada pula teori lain yang disebut Gesture theory yang menyatakan bahwa isyarat mendahului ujaran.Teori-teori yang lahir dengan pendekatan modern tidak lagi menghubungkan Tuhan atau Dewa sebagai pencipta bahasa. Teori-teori tersebut lebih memfokuskan pada anugerah Tuhan kepada manusia sehingga dapat berbahasa. Para ahli Antropologi menyoroti asal-usul bahasa dengan cara menghubungkannya dengan perkembangan manusia itu sendiri.Dari sudut pandang para antropolog disimpulkan bahwa manusia dan bahasa berkembang bersama. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia menjadi homo sapiens juga mempengaruhi perkembangan bahasanya. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa pada manusia berkembang sejalan dengan proses evolusi manusia. Perkembangan otak manusia mengubah dia dari agak manusia menjadi manusia sesungguhnya. Hingga akalnya manusia mempunyai kemampuan berbicara. Pembicaraan tentang asal-usul bahasa dapat dibicarakan dari dua pendekatan, pendekatan tradisional dari modern para ahli dari beberapa disiplin ilmu masing-masing mengemukakan pandangannya dengan berbagai argumentasi. Diskusi tentang hal ini hingga sekarang belum menemukan kesepakatan, pendapat mana dan pendapat siapa yang paling tepat.Banyak definisi tentang konsep bahasa yang dinyatakan para ahli bahasa. Pada umumnya definisi tersebut berpendapat bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang bersifat arbitrer dan konvensional, merupakan lambang bunyi. Hal inilah yang kemudian disebut sebagai ciri-ciri bahasa, yaitu (1) bahasa itu adalah sebuah sistem, (2) bahasa itu berwujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu bersifat produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, (12) bahasa itu bersifat manusiawi.Bahasa dapat dipeleajari dari sekurang-kurangnya dua dimensi, yaitu dimensi penggunaan dan struktur. Dimensi pemakaian menjadi kepedulian berbagai bidang studi antra lain, kesusastraan, komunikasi, retorika, sosiologi, ilmu politik dan dan psikologi. Sebaliknya dimensi struktur menjadi kepedulian para linguis. Di bidang linguistiklah bahasa diberi definisi. Ada bermacam-macam definisi, tergantung dari pendekatan yang ditempubseorang linguis. Para ahli bahasa transformasi generative mendefinisikan bahasa sebagai pengetahuan. Mereka menekuni studi tentang kemampuan manusia mengakuisi bahasa, serta pemerolehan bahasaBAB IIPEMBAHASANA.Apa itu bahasaBahasa adalah sistem tanda yang digunakan sebagai lambang untuk merepresentasikan pikiran, konsep, dan pengalaman manusia. Bahasa berkaitan dengan kemampuan kognitif dan akal budi serta cara manusia mengonseptualisasikan dunia. Bahasa adalah dasar dari manah (Mithen, 1996: 44). Lambang adalah alat untuk membangun pengetahuan dan sarana berekspresi yang paling awal dan mendasar pada manusia (Cooper, 1978:7-8). Seluruh bahasa manusia bertumpu pada perlambangan (Benveniste (1971:73); perhatikan ungkapananimal simbolicum, hewan yang menciptakan lambang. (Kataanimalditurunkan dari kataanima, memiliki manah atau jiwa.)Jean Piaget (1955), ahli psikologi perkembangan, mengatakan bahwa fungsi awal dari bahasa manusia bukanlah komunikasi tetapi simbolisasi (Cast, 1989:241). Ia berpendapat bahwa fungsi inteligensi manusia adalah membangun realitas, dan bahwa tahap-tahap perkembangan mental anak mencerminkan tahapan evolusi kognitif manusia (Mithen, 1996:35). Penelitian Piaget menunjukkan bahwa pada usia dini anak-anak telah menciptakan lambang untuk menamai benda dan hal di sekitarnya. Pada usia tiga tahun anak-anak sudah mampu membedakan mana yang simbolis dan mana yang nyata.Bahasa sebagai alat representasi memungkinkan manusia menjelaskan hal-ikhwal kehidupan secara renik, jelas, dan tepat. Bahasa adalah perilaku sosial budaya yang muncul dari dorongan moral dan kecintaan akan kehidupan (Rosseau and Herder, 1966:11-12), dan alat untuk menata dunia, masyarakat dan pikiran (Yaguello,1998:75; Cassirer, 1955:158). Para linguis memerikan hakikat bahasa sebagai sifat pembeda dari manah yang khas manusiawi (Bateson, 1979: 92; Chomsky 1975:4; Wierzbicka, 1992: 40-44). Chomsky (1968:20) mengatakan bahwa bahasa membentuk manah. Menurut Bateson (1972: 344) manah adalah kumpulan bagian yang membawa perbedaan tetapi kait-mengait membentuk jaringan makna; tanpa perbedaan, tidak ada makna. Aitchinson (1999: 91) menunjukkan bahwa bahasa dan pikiran mencirikan manusia, karena dengan bahasa manusia dapat mengamati dan merenung. Bahasa berbeda dengan semua sistem tanda, karena ia dapat menafsirkan dirinya, semua sistem komunikasi lain, dan menjadikan dirinya objek telaah ilmiah (Benveniste 1971:56). Bapak linguistik moderen, Saussure menelaah bahasa sebagai:langage, kemampuan manusia mempelajari dan menciptakan bahasa;langue, sistem bahasa yang abstrak, sosial, bebas konteks; danparole, bahasa kongkret dalam peristiwa wicara yang terikat konteks. Uraian berikut memerikan perilaku manusia yang khas dan kekhasan bahasa biasa. Diharapkan uraian dapat menerangkan manusia yang memiliki kebebasan, jati diri, dan martabat. Bahasa adalah wujud tunggal yang melandasi kemanusiaan dan keinsanian.B.Ciri Rancang Bahasa ManusiaBahasa memiliki 22 ciri rancang yang memungkinkannya berkembang menjadi system komunikasi yang amat canggih.Bunyi dan saluran komunikasi(1)Bahasa manusia memanfaatkan saluran bunyi-dengar. Ia bertumpu pada bunyi yang dihasilkan oleh alat wicara dan ditangkap oleh sistem pendengaran (Denes & Pinson: 1993: 17-152). Pentingnya bunyi bahasa dan komunikasi lisan ditopang oleh bukti bahwa bayi suka bermain dengan bunyi bahasa, dan bahwa manusia menikmati keindahan bunyi bahasa dalam bercakap dan bernyanyi. Bahasa yang rumit hanya dijumpai pada manusia karena pemanfaatan perangkat bunyi sebagai tanda (Teyler, 1975: 121).(2)Suara sebagai gelombang bunyi disiarkan ke segala arah dan dapat ditangkap oleh sistem pendengaran manusia dalam radius tertentu. Manusia dapat menentukan lokasi sumber bunyi; hal ini penting untuksurvival(Denes & Pinson, 1993:79, dan 29).(3)Bunyi bahasa bersifat sesaat, karena terdengar lalu lenyap. Untai bunyi bahkan tertangkap secara lengkap beserta maknanya pada saat ia menghilang (Ong, 1982:32). Ciri ini memungkinkan manusia bercakap-cakap secara bergantian dengan cepat dan berturut-turut.(4)Untai bunyi bahasa sebagai tanda untuk menyampaikan makna dapat dipilah ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil. Ujaran didengar dalam ujudanalog, gelombang bunyi yang sambungmenyambung, namun di dalam benaknya manusia memilahkannya ke dalam satuan-satuandigital. Denes dan Pinson (1993:188-189) mengatakan bahwa terdapat konverter di benak manusia yang mengubah wujud analog menjadi digital sebagai representasi dari sinyal-sinyal akustik. Wilden (1972: 189) mengatakan bahwa pikiran manusia pun berwujud digital yang bersifat analitis, bernilai oposisi biner, dan analog bersifat dialektis, bernilai ganda.(5)Bahasa manusia memungkinkan umpan balik sempurna. Seorang pencetus tanda dapat memantau bunyi dan mengatur volumenya dan mengulangi bunyi bilamana diperlukan.Struktur(6)Pola artikulasi ganda memungkinkan bunyi bahasa disusun dan diubah-ubah untuk mengungkapkan berbagai makna. Hal ini terjadi karena satuan lingual terdiri dari unsur-unsur bunyi pembeda makna (Field: 2003: 144). Contohnya, dengan lima fonem pembeda makna /t, a, h, u, n/, dapat dibentuk katatahun, tuhan, hutan, hantu. Hakikat bahasa itulinearartinya bunyi atau kata sebagai satuan muncul berturut-turut, namun gagasan itu utuh dan muncul secara serempak. Ketika mendengar kalimat panjang, maka bagian demi bagian tertangkap oleh telinga, tetapi makna muncul pada akhir untai setelah diproses oleh manah. Manusia dapat memrakirakan kata yang akan muncul karena ia mengenali pola struktur satuan lingual.Secara teoritis dari unsur bunyi yang terbatas dapat dirangkai untai kata yang tak berhingga; kata-kata dapat disusun menjadi kalimat yang tak berhingga jumlahnya; dan dengan memanfaatkan ciri rekursif, kalimat pun dapat digubah menjadi amat panjang (Yaguello, 1998:3). Namun, bahasa-bahasa di dunia hanya memanfaatkan jumlah pola struktur yang terbatas (prinsip kehematan). Pola membantu manusia mengenali dan mengingat satuan lingual. Unsur-unsur kebahasaan tidaklah disusun secara acak, karena susunan yang acak akan sukar dipahami dan sukar diingat.(7)Bahasa manusia terikat oleh kaidah, bergantung pada struktur dan bertumpu pada prinsip kerja sama yang ketat. Ada kaidah fonetis/fonologis, sintaktis, dan semantis yang menyangkut struktur dalam suatu sistem yang bersifat hirarkis (Wilden, 1972: 155-157). Bateson (1972:143) mengatakan bahwa bahasa adalah system dari sistem-sistem yang terpadu. Bahasa terdiri dari hirarki bunyi, gramatikal, dan referensial yang kait-mengait membentuk keutuhan.(8)Bahasa memungkinkan manusia menciptakan tuturan yang sama sekali baru dan belum pernah didengarnya (Lightfoot: 1983: 9).Ciri semantis (makna)(9)Bunyi bahasa diujarkan dengan tujuan membangun makna. Sekali nama digunakan untuk melabeli suatu benda atau hal, maka ia terus digunakan untuk mengacu benda atau hal itu. Suatu kata mengacu semua benda atau hal sebagai kelompok bukan berdiri sendiri. Pemberian nama mengikuti pola taksonomis atau model pengorganisasian tertentu (Harrison, 2007: 35).(10)Bahasa manusia berkembang dan digunakan mengikuti kesepakatan (Aitchinson, 1976: 40). Meskipun manusia memiliki kemampuan bawaan untuk berbahasa, tetapi ia harus mengikutikonvensi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa bahasa adalah kontrak sosial: sosial dalam awal-mulanya, perkembangannya dan penggunaannya. (Kata sosial diturunkan dari katasocius, kawan).(11)Bahasa diciptakan untuk menjadi khasanah pengetahuan, sarana menyebarkan informasi dan bekerja sama. Saussure (1966:44) mengemukakan bahwa begitu untai bunyi bahasa diberi makna maka ia ditransformasikan dari substansi menjadi konsep formal, dan dengan demikian untaian bunyi itu memiliki nilai sesuai pola budayanya. Itulah alasan nama dianggap memiliki kekuatan magis. Pendapat ini tampaknya tidak disetujui oleh Shakespeare, yang di dalamRomeo and Julietmenulis: Apalah arti sebuah nama; sekuntum mawar, apa pun namanya, tetap harum semerbak.(12)Manusia dapat berkomunikasi tentang benda, hal, kegiatan, buah pikiran yang tidak terikat oleh ruang dan waktu (Hockett, 1974:354, Marks, 2002: 184; Corballis, 1991:111). Manusia bahkan dapatbercerita tentang hal-hal yang tidak ada, atau yang mungkin ada. Hal ini terjadi karena ia menggunakan lambang sebagai representasi. Manusia tidak harus mengalami suatu peristiwa secara langsung; bahasanya dapat menyediakan informasi tentang peristiwa itu.(13)Bahasa manusia itu dibangun oleh lambang-lambang yang arbitrer (acak), artinya tidak ada hubungan kausal/fungsional antara kata yang digunakan dengan benda atau hal yang diacu. Kearbitreran bahasa itu bertingkat-tingkat karena unsur-unsur yang digunakan untuk membangun lambang adalah bentuk formal tanpa substansi (Marks, 2002: 184). Kearbitreran memungkinkan manusia mengacu segala sesuatu secara lugas.Pembelajaran(14)Bahasa manusia diwariskan melalui sosialisasi. Proses itu diciptakan melalui kebudayaan, dan bukan oleh naluri. Manusia juga mempelajari bahasa melalui khasanah kebahasaan yang berwujud teks: lagu, kisah, dongeng, dll. Proses belajar itu bertingkat-tingkat.Menurut Bateson (1972: 167) manusia menerapkanrote learning, menghafal;proto learning,belajar tentang sesuatu; dandeuteron learning, belajar untuk belajar.Deutero learninghanya terdapat pada manusia, dan oleh sebab itu ia disebuthomo educandus et educandum,manusia terdidik dan yang (terus-menerus) mendidik dirinya.(15)Terdapat kesamaan-kesamaan dasariah di antara bahasa-bahasa manusia, dan dengan demikian orang dapat mempelajari bahasa lain dan memindahkan pengetahuan melalui penerjemahan. Terdapat semestaan yakni unsur, pola struktur dan makna yang sama dalam semua bahasa manusia. Menurut catatan tahun 2001 terdapat 6.912 bahasa di dunia (Harrison, 2007:3). Manusia itu berbeda-beda, namun memiliki kesatuan kejiwaan. Para ahli genetika danpaleoantropologi menghipotesiskan bahwa umat manusia berasal dari satu ibu mitokondria yang sama yang muncul di Afrika (Marks, 2002:83). Ketunggalan (singularity) leluhur itulah yang membawa sifat dan kemampuan tertentu yang sama pada manusia.Penggunaan bahasa(16)Orang yang berbicara juga dapat bertindak sebagai pendengar, dan keduanya dapat bertukar peran. Ciri rancang inimemungkinkan terjadinya tanya-jawab. Sebagai ilustrasi, lebah pekerja yang menemukan sumber makanan, lokasi dan jarak menyampaikan informasi dalam bentuk tarian ritual; informasi itu ditangkap, dan langsung ditanggapi oleh lebah pekerja yang lain tanpa tanya-jawab (Watzlavick, 1976:5-6). Hewan bereaksi terhadap sinyal, sedangkan manusia menanggapi tanda.(17)Bahasa manusia dapat digunakan untuk menelaah dirinya sendiri; misalnya konsepkata, kata benda, frasa, kalimat, wacana, dll., bersifat refleksif karena menerangkan perihal bahasa itu sendiri melalui metabahasa (Bateson, 1972:178). Hanya bahasa verbal yang memiliki daya untuk menafsirkan dirinya dan menciptakan kategorinya sendiri (Yaguello, 1998: 14, 126).(18)Bahasa manusia memungkinkan orang berbohong (Field, 2003: 50), tidak menyampaikan seluruh informasi atau dengan sengaja menyembunyikan bagian tertentu. Suatu pesan dapat dikemas menjadi ungkapan kebenaran, kebohongan atau sesuatu yang tak bermakna. Bahasa manusia juga digunakan untuk menyampaikan makna kias melalui metafora, metonimia, analogi, dan ungkapan idiomatis.(19)Bahasa dapat digunakan secara serta-merta tanpa direncanakan terlebih dahulu (Field, 2003:50), karena manusia dapat memanfaatkan teks,script, yang tersimpan dalam ingatannya.(20)Bahasa verbal memungkinkan terjadinya pengingkaran atau negasi (Benveniste, 19771: 73), dan kearbitreran memungkinkan pemberian penandaan kala (lampau, kini, yang akan datang), dll. Dalam bahasa Indonesia ada negasitidak,bukan,jangandalam bahasa verbal. Sementara hewan menyatakan penolakan dengan tidak berbuat, karena komunikasinya non-verbal (gerak) (Wilden, 1972:18, 446). Komunikasi non-verbal hanya menyangkut kini dan di sini, dan tidak ada bentuk negasi atau berbohong (Bateson, 1972:11, 55).(21)Sistem bahasa manusia itu produktif, terbuka bagi bentuk baru; pembangkitan bentuk melalui perubahan (Corballis, 1991:112- 113, 218). Kata, istilah baru diciptakan (prosesneologisme)untuk merujuk perkembangan kehidupan manusia (Yaguello, 1998: 41).(22)Bahasa manusia itu dibangun dengan sengaja, bukan terjadi secara kebetulan belaka. Melalui budaya manusia menciptakan bahasa untuk mengidentifikasi dan menglasifikasi benda, hal, dll. Membuat klasifikasi adalah fungsi utama manah manusia (Foley, 1997:99) Semua ciri rancang itu menyangkut hakikat bahasa dan kodrat keinsanian manusia. Untuk mengucapkan sepatah kata manusia harus melalui tujuh tahap:Gagasan direncanakan secara neurolinguistik dalam manah,Pelaksanaan neuromuskular otak (perintah melalui syaraf untuk menggerakkan otot-otot),Pergerakan organik (letak dan gerakan organ wicara),Pemanfaatan aerodinamika (kecepatan aliran udara dan volume),Pengubahan wujud akustik (bunyi/suara dan resonator),Pengaktifan neuroreseptif (penangkapan oleh syaraf telinga), danIdentifikasi neurolinguistik oleh manah (Catford, 1977:25-95).Peneliti lain hanya memerhatikan aspek linguistik, fisiologis, akustis, dan psikologis (Garman, 1990: 4-18). Banyak peneliti yang memostulasikan bahwa otak manusia memainkan peranan penting dalam pemrosesan bahasa, seperti Jay (2003:29-55), namun perlu ditekankan bahwa otak adalah suatu entitas fisiologis. Wilden (1972:xx) mengatakan otak bukanlah alat untuk berpikir, tetapi untuk bertahan hidup. Yang berperan dalam menciptakan pikiran dan makna adalah manah. Sebagai ilustrasi, Paul Watzlawick (1976:149) menyatakan bahwa meskipun simpanse dekat dengan manusia dari segi DNA, namun ia tidak dapat mengembangkan bahasa verbal karena keterbatasan anatominya. Ia tidak dapat menghasilkan bunyi yang beragam seperti manusia. Mulut manusia relatif kecil sehingga dapat dibuka dan ditutup dengan cepat untuk menghasilkan bunyi; lidah manusia tebal, berotot dan mudah digerakkan untuk membentuk ruang dalam rongga mulut untuk menghasilkan berbagai bunyi vokal dan konsonan (Aitchinson, 1976: 52). Simpanse hanya dapat menghasilkan beberapa bunyi vokal dan konsonan. Garman (1990:226) menyebutkan bahwa untuk mengunyah dan menelan makanan ada 20 otot yang terlibat, tetapi untuk berbicara lebih banyak otot terlibat. Alat ucap yang menumpang pada organ untuk mengolah makanan rupanya telah disiapkan agar manusia dapat berbicara. Lidah dapat bergetar amat cepat ketika menghasilkan bunyi [r], lebih daripada yang dibutuhkan untuk tindakan makan.BAB IIIPENUTUPA.KesimpulanStudi tentang bahasa sebagai alat komunikasi mencakup dua hal, yakni isyarat bermakna dan bunyi. Karena hewan pun memiliki gerak-gerik bermakna dan mengeluarkan bunyi atau suara, maka perlu dipertanyakan apakah hewan, seperti halnbya manusia juga memiliki bahasa. Memang jelas bahwa banyak jenis hewan berkomunikasi satu sama lain, namun hanya paada komunikasi verbal manusia terdapat karakteristik yang unik.Bahasa manusia memiliki tujuh ciri khas. Pertama, bahasa-bahasa manusia memiliki system yang terpisa namun saling terkait baik pada tata bahasa, bunyi maupun isyarat. Kedua, bahasa-bahasa manusia memungkinkan terkomunikasinya hal-hal baru. Ketiga, manusia membedakan antara isi pesan yang dikomunikasikan dan label yang mewakili isi pesan. Keempat, dalam komunikasi manusia, bahasa lisan dapat ditukarkan dengan makna yang didengar. Kelima, bahasa-bahasa manusia digunakan untuk maksud-maksud khusus khusus; terdapat kebohongan yang disengaja di balik apa yang dikomunikasikan. Keenam, apa yang diutarakn dapat merujuk ke masa lampau dan masa yang akan datang. Ketujuh, bahasa manusia dipelajari anak-anak dari orang dewasa dan diturunkan dari generasi ke generasi.B.Saran-Dalam pembelajaran sosiolingistik baiknya diberikan waktu yang lebih banyak mengingat cakupan sosiolinguistik ini masih sangat kompleks-Penelitian mengenai asal-usul bahasa perlu diperdalam lagi karena akan berhubungan dengan ciri-ciri bahasa manusia-Antropologi sebaiknya harus disisipkan dalam pembelajaran sosiolinguistik-Perbanyak rangsangan kepada mahasiswa untuk terjun mengkaji sosiolingistik mengingat sedikitnya minat mahasiswa khususnya di FBS Unima dalam meneliti sosiolinguistikBahasa Manusia danBinatang

Posted onJune 27, 2012byKABUL ASTUTILeave a comment

1 Vote

Buat saya, masa-masa ujian adalah masa yangdi satu sisi membuat saya merasa sedikit lebih produktif. Masa ujian adalah masa untuk mengupload berbagai jawaban ujian saya ke blog. Iya, sekedar share, ngapain jawaban diumpetin. Dan kali ini, saya ingin mengupload salah satu jawaban soal mata kuliah psikolinguistik saya. Apa pertanyaannya Pertanyaannya adalah sebagai berikut. Manusia memiliki bahasa, bagaimana dengan binatang? Mengapa binatang tidak dapat berbahasa layaknya manusia? Jelaskan pendapat Anda dengan disertai bukti.

Kita lihat semut saling menyentuhkan sungut dan kakinya bila bertemu dengan semut lain. Induk ayam akan mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu untuk memanggil anak-anaknya ketika menemukan makanan. Kucing juga akan menciptakan bunyi-bunyian yang khas (bahkan terkadang mirip tangisan bayi) ketika ia hendak menarik perhatian lawan jenis. Demikian pula halnya dengan lebah. Lebah juga memiliki tarian-tarian tertentu untuk memberitahu teman-temannya ketika menemukan nektar. Mereka akan membuat tarian yang menunjukkan dimana tempat nektar tersebut berada, berapa banyak, berapa jauh jaraknya, apakah ada ancaman atau tidak untuk sampai ke sana, dan sebagainya.

Dari fakta ini tampak bahwa binatang juga memiliki bahasa, sekalipun bahasa yang digunakan oleh binatang berbeda dengan bahasa yang dimiliki oleh manusia. Binatang juga menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan spesies yang sejenis, seperti halnya manusia berbahasa untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya. Namun, bentuk komunikasi yang dilakukan oleh binatang juga terbatas. Bagi binatang, bahasa hanya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primitif (primer) mengenai keadaan emosi, tanda adanya bahaya, mengenali sesama golongan, memanggil pasangan atau anak, adanya makanan di tempat tertentu, dan percumbuan (Markam, 1991: 21). Apabila manusia memakai sebagian besar otaknya untuk proses mental, termasuk proses kebahasaan, binatang lebih banyak memakai otaknya untuk kebutuhan-kebutuhan fisik (Dardjowidjojo, 2010: 208).

Mengapa manusia dapat berbahasa sedangkan binatang tidak ? Studi dalam neurolinguistik menunjukkan bahwa manusia ditakdirkan memiliki otak yang berbeda dengan primata lainnya, baik dalam struktur maupun fungsi. Pada manusia ada bagian-bagian otak yang dikhususkan untuk kebahasaan, sedangkan pada binatang bagian-bagian ini tidak ada. Pada makhluk lain seperti simpanse dan gorilla juga tidak terdapat daerah-daerah yang dipakai untuk memproses bahasa (Dardjowidjojo, 2010: 208). Dari segi biologi, manusia juga ditakdirkan memiliki struktur biologi yang berbeda dengan binatang. Mulut manusia misalnya, memiliki struktur yang memungkinkan manusia untuk mengeluarkan bunyi yang berbeda-beda. Ukuran ruang mulut dalam bandingannya dengan lidah, kelenturan lidah, dan tipisnya bibir membuat manusia mampu untuk menggerak-gerakkannya secara mudah untuk menghasilkan bunyi-bunyi yang distingtif (Dardjowidjojo, 2010: 4).

Orang telah banyak melakukan penelitian dan mencoba mengajar binatang untuk berbahasa, tetapi tidak satu pun dari mereka yang berhasil. Gua, seekor simpanse yang diteliti oleh Prof. Kellog dan istrinya, dapat memahami sekitar tujuh puluh kata tetapi ia tidak dapat berbicara. Vicki, simpanse yang diajar oleh Dr. Hayes dan istrinya, hanya dapat mengatakanpapa, mama, cup,danup. Prof. Gardner dan istrinya juga melatih simpanse Washoe bahasa isyarat. Dia berhasil menguasai sekitar 100 kata dala waktu 21 bulan, tetapi tetap saja tidak dapat berbicara. Dan terakhir, simpanse yang dilatih oleh Herbert Terrace yang dinamakan Nim Chimsky tampaknya menunjukkan adanya kemampuan menggabung kata, tetapi setelah diteliti lebih lanjut kedapatan bahwa kemampuan itu semu belaka (Dardjowidjojo, 2010: 5).

Simpanse merupakan primata yang paling dekat dengan manusia. Bahkan, menurut penelitian terbaru, DNA kedua makhluk ini mirip sampai 95-99% (Dardjowidjojo, 2000: 52). Namun, tetap saja primata seperti simpanse tidak dapat menguasai bahasa meskipun sudah dididik dan dilatih secara khusus. Semua usaha yang berujung pada ketidakberhasilan melatih hewan berbahasa menggunakan bahasa manusia tersebut menunjukkan bahwa bahasa manusia merupakan sesuatu yang bersifat insani.

Hal itu senada dengan teori pemerolehan bahasa yang diajukan oleh Noam Chomsky, bahwa pemerolehan bahasa bersifat kodrati dari dalam diri manusia. Manusia dapat berbahasa karena ia memang telah terlahir dengan seperangkat piranti yang memungkinkan dia untuk berbahasa, kapasitas otak yang sesuai, dan faktor biologis yang mendukung. It conveys the idea that people know how to talk in more or less the sense that spiders know how to spin websspiders spin spider webs because they have spider brains, which give them the urge to spin and the competence to succeed (Pinker, 1994: 18).

BAB IPENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pemilihan bahasa (language choice) lazimnya lahir akibat penggunaan bahasa dalam suatu masyarakat bilingual (dwibahasa) atau multilingual (multibahasa). Dalam pemilihan bahasa, kekeliruan dalam peristiwa pemilihan bahasa atau ragam bahasa yang cocok dengan situasi komunikasi itu tidak dapat dihindari, dan kekeliruan tersebut dapat berakibat kerugian bagi peserta komunikasi. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dikaji tentang sikap bahasa dan pemilihan bahasa yang mungkin kajian ini akan bermanfaat dalam memberikan wawasan tentang peristiwa komunikasi dalam masyarakat multibahasa di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa sikap bahasa itu?

2. Apa pemilihan bahasa itu?

3. Bagaimana perspektif sosiolinguistik tentang pemilihan bahasa?

4. Apa saja faktor-faktor penentu pemilihan bahasa?

C. Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui tentang sikap bahasa.

2. Mengetahui tentang pemilihan bahasa.

3. Mengetahui perspektif sosiolinguistik tentang pemilihan bahasa.

4. Mengetahui faktor-faktor penentu pemilihan bahasa.

BAB IIPEMBAHASANSIKAP BAHASA DAN PEMILIHAN BAHASA

Sikap bahasa adalah hal yang penting dalam kaitanya dengan suatu bahasa karena sikap bahasa dapat melangsungkan hidup suatu bahasa. Berikut ini akan dibahas apa yang dimaksud dengan sikap bahasa dan bagaimana kaitanya dengan pemilihan suatu bahasa

A.Sikap Bahasa

Sikap bahasa adalah anggapan atau pandangan seseorang terhadap suatu bahasa, apakah senang atau tidak terhadap bahasa tersebut, sehingga sikap bahasa mempengaruhi terhadap pemilihan bahasa.Lambert menyatakan bahwa sikap itu terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Dengan penjelasan sebagai berikut:a. Komponen kognitif berhubungan dengan pengetahuan dan gagasan yang digunakan dalam proses berfikir.b. Komponen afektif menyangkut masalah penilaian suka atau tidak suka terhadap sesuatu.c. Komponen konatif menyangkut perilaku atau perbuatan sebagai putusan akhir melalui komponen inilah orang biasanya mencoba menduga bagaimana sikap seseorang terhadap keadaan yang dihadapinya.

Melalui ketiga komponen inilah, orang biasanya mencoba menduga bagaimana sikap seseorang terhadap suatu keadaan yang sedang dihadapinya. Ketiga komponen sikap ini (kognitif, afektif, dan konatif) pada umumnya berhubungan dengan erat. Namun, seringkali pengalaman menyenangkan atau tidak menyenangkan yang didapat seseorang di dalam masyarakat menyebabkan hubungan ketiga komponen itu tidak sejalan. Apabila ketiga komponen itu sejalan, maka bisa diramalkan perilaku itu menunjukkan sikap. Tetapi kalau tidak sejalan, maka dalam hal itu perilaku tidak dapat digunakan untuk mengetahui sikap. Banyak pakar yang memang mengatakan bahwa perilaku belum tentu menunjukkan sikap.

Dewasa ini ada tiga ciri sikap bahasa sebagai berikut:

1) Kesetiaan bahasa (language loyalty) yang mendorong masyarakat suatu bahasa memepertahankan bahasanya, dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain.

2) Kebangaan bahasa (language pride) yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakanya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat.

3) Kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm) yang mendorong yang mendorong orang mengunakan bahasanya dengan cermat dan santun dan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan kegunaan bahasa (languagae use).

B. Pemilihan Bahasa

Pemilihan bahasa menurut Fasold (1984: 180) adalah memilih sebuah bahasa secara keseluruhan dalam suatu komunikasi. Dalam masyarakat multibahasa tersedia berbagai kode, baik berupa bahasa, dialek, variasi, dan gaya untuk digunakan dalam interaksi sosial. Untuk istilah terakhir, Kartomihardjo lebih suka mempergunakan istilah ragam sebagai padanan dari style. Dengan tersedianya kode-kode itu, anggota masyarakat akan memilih kode yang tersedia sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam interaksi sehari-hari, anggota masyarakat secara konstan mengubah variasi penggunaan bahasanya.

Dalam sebuah Negara, berlaku penggunaan dwibahasa dan setiap individu mengetahui lebih dari satu bahasa. Dalam masyarakat dwilingual atau multilingual, masyarakat harus memilih bahasa mana yang harus digunakan. Dalam hal pilihan ini ada tiga jenis pilihan yang dapat digunakan:1. Alih kode, yaitu menggunakan suatu bahasa pada suatu keperluan dan bahasa lain pada keperluan yang lain.

2. Campur kode, yaitu menggunakan bahasa tertentu dengan dicampuri sebagian dari bahasa lain.3. Dengan memilih variasi bahasa yang sama.

Ketiga pilihan ini dapat dilakukan dengna mudah, tetapi malah terkadang sulit untuk dilakukan karena kesulitan membedakan antara alih kode dan campur kode. Seseorang yang melakukan pemilihan bahasa dalam komunikasinya sebenarnya sedang menerapkan kompetensi komunikatifnya, atau sedang menunjukkan performansi komunikatifnya. Sebagai perilaku, pemilihan bahasa hakikatnya merupakan tindakan atau perilaku dalam menggunakan bahasa terpilih berdasarkan situasi yang tersedia. Karena itu, Fasold (1984) menggunakan istilah perilaku pilihan bahasa.

Dalam memahami pemilihan bahasa, para psikolog memiki pandangan yang berbeda. Penutur menerapkan asumsi dasar tentang potensi linguistic lawan bicaranya dalam masyarakat dwilingual atau multilingual. Hal ini didasarkan pada teori akomodasi bahasa, yaitu ketika penutur mengalami proses wacana interaktif dia mungkin akan konvergen terhadap bahasa lawan bicaranya atau divergen terhadap kode bahasanya sendiri. Keputusan seseorang dalam memilih bahasa atau menggunakan salah satu kode bahasa bergantung pada ongkos (cost) atau reward yang dipersepsikan akan diperolehnya.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan bahasa, antara lain:

1. Kemampuan penutur, biasanya penutur akan lebih banyak menggunakan bahasa yang lebih dikuasainya.

2. Kemampuan pendengar, biasanya penutur juga cenderung menggunakan bahasa yang digunakan oleh pendengar, hal ini terjadi apabila penutur sama-sama menguasai bahasa pertama dan kedua.

3. Umur, Orang yang lebih dewasa cenderung menggunakan bahasa kedua untuk menunjukkan rasa kepemilikannya terhadap suatu tempat.

4. Status social, pada situasi tertentu seseorang akan menggunakan suatu bahasa yang menunjukkan strata social yang tinggi.

5. Derajat hubungan, terkadang seseorang menggunakan suatu bahasa pada pertemuan pertama, namun menggunakan bahasa yang lain ketika hubungannya sudah semakin dekat.

6. Hubungan etnis, seseorang terkadang berbicara suatu bahasa dengan orang se-etnis. Dan berbicara bahasa lain dengan orang yang berlainan etnis.

7. Tekanan dari luar, apabila suatu bahasa tidak disukai dalam suatu masyarakat karena suatu sebab, maka pemilik bahasa ini hanya akan menggunakan bahasanya dalam rumah seperti sembunyi-sembunyi.

8. Tempat, terkadang pemilihan bahasa dengan menggunakan asas pembagian integrative. Menggnakan bahasa pertama didalam rumah, dan bahasa kedua diluar rumah misalnya.

C. Perspektif Sosiolinguistik tentang Pemilihan Bahasa

Sosiolinguistik melihat fenomena pemilihan bahasa sebagai fakta sosial dan menempatkannya dalam sistem lambang (kode), sistem tingkah laku budaya, serta sistem pragmatik. Dengan demikian, kajian sosiolinguistik menyikapi fenomena pemilihan bahasa sebagai wacana dalam peristiwa komunikasi dan sekaligus menunjukkan identitas sosial dan budaya peserta tutur.

Dalam kaitannya dengan situasi kebahasaan di Indonesia, kajian pemilihan bahasa dalam masyarakat di Indonesia bertemali dengan permasalahan pemakaian bahasa dalam masyarakat dwibahasa atau multibahasa karena situasi kebahasaan di dalam masyarakat Indonesia sekurang-kurangnya ditandai oleh pemakaian dua bahasa, yaitu bahasa daerah sebagai bahasa ibu (pada sebagaian besar masyarakat Indonesia), bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, dan bahasa asing. Studi pemilihan bahasa dalam masyarakat seperti itu lebih mengutamakan aspek tutur (speech) daripada aspek bahasa (language). Sebagai aspek tutur, pemakaian bahasa relatif berubah-ubah sesuai dengan perubahan unsur-unsur dalam konteks sosial budaya. Hymes (1972; 1973; 1980) merumuskan unsur-unsur itu dalam akronim SPEAKING, yang merupakan salah satu topik di dalam etnografi komunikasi (the etnography of communication), yang oleh Fishman (1976: 15) dan Labov (1972: 283) disebut sebagai variabel sosiolinguistik.

Hymes (1980) mengemukakan tujuh belas komponen peristiwa tutur (components of speech event) yang bersifat universal. Ketujuh belas komponen itu oleh Hymes diklasifikasikan lagi menjadi delapan komponen yang diakronimkan dengan SPEAKING:

(1) setting and scene (latar dan suasana tutur),

(2) participants (peserta tutur),

(3) ends (tujuan tutur),

(4) act sequence (topik/urutan tutur),

(5) keys (nada tutur),

(6) instrumentalities (sarana tutur),

(7) norms (norma-norma tutur), dan

(8) genre (jenis tutur).

Pandangan Hymes tentang kedelapan komponen peristiwa tutur tersebut merupakan faktor luar bahasa yang menentukan pemilihan bahasa.

D. Faktor-Faktor Penentu Pemilihan Bahasa

Ervin-Trip (dalam Grosjean 1982: 125) mengidentifikasikan empat faktor utama yang menyebabkan pemilihan bahasa, yaitu:

1. Situasi dan latar (waktu dan tempat)

2. Partisipan dalam interaksi, yaitu mencakup hal-hal, seperti: usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, asal, latar belakang kesukuan, dan peranannya dalam hubungan dengan partisipan lain.

3. Topik percakapan

4. Fungsi interaksi.

BAB IIIKESIMPULAN1. Sikap bahasa adalah anggapan atau pandangan seseorang terhadap suatu bahasa, apakah senang atau tidak terhadap bahasa tersebut, sehingga sikap bahasa mempengaruhi terhadap pemilihan bahasa. Lambert menyatakan bahwa sikap itu terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif.

2. Pemilihan bahasa adalah memilih sebuah bahasa secara keseluruhan dalam suatu komunikasi. Dalam hal memilih ini ada tiga jenis pilihan yang dapat dilakukan, yaitu, pertama dengan alih kode, artinya, menggunakan satu bahasa pada satu keperluan, dan menggunakan bahasa yang lain pada keperluan lain. Kedua dengan melakukan campur kode, artinya, menggunakan satu bahasa tertentu dengan dicampuri serpihan-serpihan dari bahasa lain. Ketiga, dengan memlilih satu variasi bahasa yang sama.

3. Perspektif sosiolinguistik tentang pemilihan bahasa adalah Sosiolinguistik melihat fenomena pemilihan bahasa sebagai fakta sosial dan menempatkannya dalam sistem lambang (kode), sistem tingkah laku budaya, serta sistem pragmatik. Dengan demikian, kajian sosiolinguistik menyikapi fenomena pemilihan bahasa sebagai wacana dalam peristiwa komunikasi dan sekaligus menunjukkan identitas sosial dan budaya peserta tutur

4. Faktor-Faktor pemilihan bahasa yaitu:

a. Situasi dan latar (waktu dan tempat).

b. Partisipan dalam interaksi, yaitu mencakup hal-hal, seperti: usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, asal, latar belakang kesukuan, dan peranannya dalam hubungan dengan partisipan lain.

c. Topik percakapan.

d. Fungsi interaksi.

DAFTAR PUSTAKA

Lambert, W. E. A. Social Psichology Of Bilingualism. Journal Of Social Issues 23.Chaer, A. Dan Leoni Agustina. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.Garvin, P.L Dan M. Mathiot. 1968. The Urbanization Of The Gurani Language : Problem In Language And Culture.Kartomiharjo, S. 1988. Bahasa Cermin Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Dikbud.Ibrahim, Abd. Syukur. 1993. Kapita Selekta Sosiolinguistik. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.Dimyathi, Afifudun. 2010. Ilmu Al-Lughah Al-IjtimaI. Surabaya: Dar Al-Ulum Al-Lughawiyyah.

BAB IPENDAHULUAN1.1LATAR BELAKANGBahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya. Dengan menguasai bahasa maka manusia dapat mengetahui isi dunia melalui ilmu dan pengetahuan-pengatahuan yang baru dan belum pernah terbayangkan sebelumnya.Sebagai alat komunikasi dan interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia, bahasa dapat dikaji secara internal maupun secara eksternal. Secara internal artinya pengkajian tersebut dilakukan terhadap unsur intern bahasa saja seperti, struktur fonologis, morfologis, dan sintaksisnya saja. Sedangkan kajian secara eksternal berarti kajian tersebut dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor di luar bahasa, tetapi berkaitan dengan pemakaian bahasa itu sendiri, masyarakat tutur ataupun lingkungannya.Cuneiform adalah salah satu bentuk bahasa tulisan yang pertama kali diketahui, tetapi bahasa lisan dipercaya mendahului paling tidak sejak sepuluh atau ribuan tahun sebelumnya.Bahasa bisa mengacu kepada kapasitas khusus yang ada pada manusia untuk memperoleh dan menggunakan sistem komunikasi yang kompleks, atau kepada sebuah instansi spesifik dari sebuah sistem komunikasi yang kompleks. Kajian ilmiah terhadap bahasa dalam semua indra disebut dengan linguistik.Sekitar 3000-6000 bahasa yang digunakan oleh manusia sekarang adalah suatu contoh yang menonjol, tapi bahasa alami dapat juga berdasarkan visual daripada rangsangan pendengaran, sebagai contoh pada bahasa isyarat dan bahasa tulis. Kode dan bentuk lain dari sistem komunikasi artificial seperti yang digunakan untuk pemrograman komputer juga dapat disebut bahasa. Bahasa dalam konteks ini adalah sebuah sistem isyarat untuk mengkodekan dan menterjemahkan informasi. Kata bahasa Inggris language yang diturunkan secara langsung dari Latinlingua, language, tongue, lewat Prancis tua. Hubungan metaforis antara bahasa dan lidah ada dalam banyak bahasa dan menjadi saksi dalam sejarah munculnya bahasa lisan. Bila digunakan sebagai konsep umum, bahasa mengacu pada kemampuan kognitif yang membuat manusia dapat belajar dan menggunakan sistem komunikasi yang kompleks.Kemampuan bahasa manusia dikatakan pada dasarnya berbeda dari dan lebih tinggi tingkat kerumitannya daripada spesies lain. Bahasa manusia sangat rumit dimana ia berdasarkan sekumpulan aturan berkaitan dengan simbol dan makna, sehingga membentuk sejumlah kemungkinan penyebutan yang tak terbatas dari sejumlah elemen yang terbatas. Bahasa dikatakan berasal sejak hominid pertama kali mulai bekerja sama, mengadopsi sistem komunikasi awal yang berdasarkan pada isyarat ekspresif yang mengikutkan teori dari pikiran dan dibagi secara sengaja. Perkembangan tersebut dikatakan bertepatan dengan meningkatnya volume pada otak. Bahasa diproses pada otak manusia dalam lokasi yang berbeda, tetapi secara khusus berada di area Broca dan area Wernicke. Manusia mengakuisisi bahasa lewat interaksi sosial di masa balita, dan anak-anak sudah dapat berbicara dengan fasih sekitar umur tiga tahun. Penggunaan bahasa telah bercokol dalam kultur manusia dan, selain digunakan untuk berkomunikasi dan berbagi informasi, ia juga memiliki fungsi sosial dan kultur, seperti untuk menandakan identitas suatu kelompok, stratifikasi sosial dan untuk dandanan sosial dan hiburan. Kata bahasa juga dapat digunakan untuk menjelaskan sekumpulan aturan yang membuat ia bisa ada, atau sekumpulan penyebutan yang dapat dihasilkan dari aturan tersebut.Semua bahasa bergatung pada proses semiosis untuk menghubungkan sebuah isyarat dengan sebuah makna tertentu. Bahasa lisan dan isyarat memiliki sebuah sistem fonologikal yang mengatur bagaimana suara atau simbol visual digunakan untuk membentuk urutan yang dikenal sebagai kata atau morfem, dan sebuah sistem sintaks yang mengatur bagaimana kata-kata dan morfem digunakan membentuk frasa dan penyebutan. Bahasa tulis menggunakan simbol visual untuk menandakan suara dari bahasa lisan, tetapi ia masih membutuhkan aturan sintaks yang memproduksi makna dari urutan kata-kata. Bahasa-bahasa berubah dan bervariasi setiap waktu, dan sejarah evolusinya dapat direkonstruksi ulang dengan membandingkan bahasa modern untuk menentukan ciri-ciri mana yang harus dimiliki oleh bahasa pendahulunya untuk perubahan nantinya dapat terjadi. Sekelompok bahasa yang diturunkan dari leluhur yang sama dikenal sebagai keluarga bahasa.Karena semakin banyaknya bahasa yang digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari berkenaan dengan hubungan bahasa dengan masyarakat, serta berbagai aspek yang muncul sebagai akibat dari hubungan itu. Itu lah yang mendasari penulis untuk mengangkat masalah ini sebagai bahan untuk dikaji.1.2RUMUSAN MASALAH1. Apa perbedaan antara bahasa dengan tutur?2. Apa pengertian bahasa menurut para ahli?3. Apa hakikat bahasa?4. Apa pengertian verbal repertoire?5. Apa pengertian monolingual, dwilingual, dan multilingual?1.3TUJUAN PENULISANTujuan dari makalah ini yaitu untuk dapat memberikan wacana kepada pembaca berupa bahasa sosiolinguistik yang dalam makalah ini menjelaskan tentang bahasa dan tutur serta verbal repertoire dengan demikian para pembaca juga mampu mengaplikasikan nilai-nilai yang termuat dalam kebahasaan yang telah kami paparkan. Di samping itu makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiolinguistik.BAB IIBAHASA DAN TUTUR, VERBAL REFERTOIRE2.1BAHASA DAN TUTURMenurut Ferdinand de Saussure (dalam Abdul Chaer dan Leonie Agustina 2004 : 30-34) membedakan antara yang disebutlangage, langue, dan parole. Ketiga istilah yang berasal dari bahasa Prancis itu, dalam bahasa Indonesia secara tidak cermat, lazim dipadankan dengan satu istilah, yaitubahasa. Padahal ketiganya mempunyai pengertian yang sangat berbeda, meskipun ketiganya memang sama-sama bersangkutan dengan bahasa. Dalam bahasa Prancis istilahlangagedigunakan untuk menyebut bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara verbal di antara sesamanya. Langage ini bersifat abstrak. Barangkali istilahlangagedapat dipadankan dengan katabahasaseperti terdapat dalam kalimat Manusia mempunyaibahasa, binatang tidak. Jadi, penggunaan istilahbahasadalam kalimat tersebut, sebagai padanan katalangage, tidak mengacu pada salah satu bahasa tertentu, melainkan mengacu pada bahasa umumnya, sebagai alat komunikasi manusia. Binatang juga melakukan kegiatan komunikasi, tetapi alat yang digunakan bukan bahasa.Istilah kedua dari Ferdinand de Saussure yaknilanguedimaksudkan sebagai sebuah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Jadi,languemengacu pada sebuah sistem lambang bunyi tertentu yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu, yang barangkali dapat dipadankan dengan katabahasadalam kalimat, Nita belajarbahasaJepang, sedangkan Dika belajarbahasaInggris. Sama denganlangageyang bersifat abstrak ,languejuga bersifat abstrak, sebab baiklanguemaupunlangageadalah satu sistem pola, keteraturan, atau kaidah yang ada atau dimiliki manusia tetapi tidak nyata-nyata digunakan.Berbeda denganlangagedanlangueyang bersifat abstrak, maka istilah yang ketiga yaituparolebersifat konkret, karenaparoleitu merupakan pelaksanaan darilanguedalam bentuk ujaran atau tuturan yang dilakukan oleh para anggota masyarakat di dalam berinteraksi atau berkomunikasi sesamanya.Paroledi sini barangkali dapat dipadankan dengan katabahasadalam kalimat. Kalau beliau berbicarabahasanyapenuh dengan katadaripadadan akhiranken. Jadi, sekali lagiparoleitu tidak bersifat abstrak, nyata ada, dan dapat diamati secara empiris.Perlu dicatat yang menjadi objek studi linguistik adalahlangue, sebagai satu sistem bahasa tertentu, tetapi dilakukan melaluiparole. Mengapa? Karenaparoleinilah yang dapat diobservasi secara empiris.Langueitu tidak dapat diamati secara empiris karena sifatnya yang abstrak, padahal setiap penelitian harus dilakukan melalui data empiris itu.Dari pembahasan mengenai istilahlangage,langue, danparoledi atas terlihat bahwa kata atau istilahbahasadalam bahasa Indonesia menanggung beban konsep yang amat berat, karena ketiga istilah yang berasal dari bahasa Prancis itu dapat dipadankan dengan satu katabahasaitu, meskipun harus dalam konteks yang berbeda. Beban konsep atau makna yang ditanggung katabahasaitu, memang sangat berat, karena selain menanggung konsep istilahlangage,langue, danparoleitu juga menanggung konsep atau pengertian lain. Perhatikan penggunaan katabahasadalam kalimat-kalimat berikut!Sesama aparat penegak hukum haruslah ada kesamaanbahasa, agar keputusan yang diambil tidak bertentangan.Bahasamiliter tak perlu digunakan dalam menghadapi kerusuhan di sana.Nyatakanlah rasa cintamu dalambahasabunga. Hasilnya pasti akan lebih baik.Sang Raja yang sedang dimabuk kemenangan itu tidak mengetahuibahasasang permaisuri telah tiada.Agak sukar juga berbicara dengan orang yang gila-gilabahasaitu.Kelima kata bahasa di atas tidak ada hubungannya baik dengan katalangage,langue, maupunparole. Yang pertama berarti kebijakan, pandangan; yang kedua berarti cara; yang ketiga berarti alat komunikasi; yang keempat berarti bahwa; dan yang kelima berarti agak.Sebagailangagebahasa itu bersifat universal, sebab dia adalah satu sistem lambang bunyi yang digunakan manusia pada umumnya, bukan manusia pada suatu tempat atau suatu masa tertentu. Tetapi sebagailanguebahasa itu, meskipun ada ciri-ciri keuniversalannya, bersifat terbatas pada satu masyarakat tertentu. Satu masyarakat tertentu ini memang agak sukar rumusannya; namun adanya ciri saling mengerti (mutual intelligible) barangkali bisa dipakai batasan adanya satu bahasa. Jadi, misalnya, penduduk yang ada di Garut Selatan dengan yang ada di Karawang dan di lereng Gunung Salak, Bogor, masih berada dalam satu masyarakat bahasa dan dalam satu bahasa, karena mereka masih dapat mengerti dengan alat verbalnya. Mereka dapat berkomunikasi atau berinteraksi secara verbal. Begitu juga penduduk yang berada di Banyumas dengan yang berada di Semarang dan yang berada di Surabaya, masih berada dalam satu bahasa dan satu masyarakat bahasa karena masih ada saling mengerti di antara mereka sesamanya.Adanya saling mengerti antara penduduk di Garut Selatan dengan penduduk di Karawang adalah karena adanya kesamaan sistem dan subsistem (fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantik) di antara parole-parole yang mereka gunakan. Begitu juga dengan penduduk yang ada di Banyumas, Semarang, dan Surabaya, mereka bisa saling mengerti tentunya karena adanya kesamaan-kesamaan sistem dan subsistem dalam parole-parole yang mereka gunakan. Begitu juga dengan penduduk yang ada di Banyumas, Semarang, dan Surabaya, mereka bisa saling mengerti tentunya karena adanya kesamaan-kesamaan sistem dan subsistem dalam parole-parole yang mereka gunakan. Tetapi antara penduduk di Garut Selatan dengan penduduk di Banyumas tidak ada saling mengerti secara verbal di antara mereka sesamanya. Hal ini terjadi karena parole-parole yang digunakan di antara penduduk di kedua tempat itu tidak mempunyai kesamaan sistem maupun subsistem. Ketiadaan kesamaan sistem dan subsistem di antara kedua masyarakat bahasa ini yang menyebabkan tidak terjadinya saling mengerti, menandai adanya dua sistemlangueyang berbeda. Maka dalam kasus parole yang digunakan penduduk di Garut Selatan dan di Banyumas itu, kita menyebutnya ada dua buah sistem langue, yaitu bahasa Sunda di Garut Selatan dan bahasa Jawa di Banyumas.Dengan demikian kita menyebut dua parole dari dua masyarakat yang berbeda sebagai dua buah bahasa yang berbeda adalah karena tiadanya saling mengerti secara verbal. Penamaan ini adalah berdasarkan kriteria linguistik. Namun, dalam berbagai kasus ada ditemui adanya dua masyarakat bahasa yang saling mengerti, tetapi mengaku menggunakan dua bahasa yang berbeda dengan nama yang berbeda. Misalnya, penduduk Malaysia dapat saling mengerti dengan penduduk Indonesia karena secara linguistik ada persamaan sistem dan subsistem di antara kedua parole yang digunakan. Tetapi penduduk Malaysia menyatakan dirinya berbahasa Malaysia, sedangkan penduduk Indonesia menyatakan dirinya berbahasa Indonesia. Maka dalam kasus ini penamaan bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia bukanlah berdasarkan kriteria linguistik, melainkan berdasarkan kriteria politik. Bahasa yang digunakan di Malaysia adalah bahasa Malaysia dan yang digunakan di Indonesia adalah bahasa Indonesia. Kasus serupa terjadi di Swedia, Norwegia, dan Skandinavia. Secara linguistik bahasa yang digunakan oleh penduduk di tiga negara itu adalah sebuah bahasa; tetapi secara politis penduduk di tiga negara itu mengaku memiliki bahasa masing-masing. Kasus yang agak berbeda terjadi di daratan Cina. Suku-suku bangsa yang ada di daratan Cina itu tidak dapat berkomunikasi verbal secara lisan karena secara linguistik bahasa-bahasa mereka berbeda. Tetapi secara tertulis mereka dapat berkomunikasi dengan baik, karena sistem tulisan mereka sama, yaitu bersifat ideografis. Artinya, setiap huruf melambangkan sebuah konsep atau makna, meskipun wujud bunyinya tidak sama. Atau kalau mengikuti peristilahan de Saussure (1961) setiap huruf melambangkan signifie, meskipun signifiannya tidak sama. Dalam kasus bahasa Inggris dewasa ini sudah tampak adannya usaha untuk memberi nama berbeda pada bahasa Inggris yang digunakan penduduk di Inggris, di Amerika, dan di Australia dengan munculnya namaBritish English,American English, danAustralian English.Di atas sudah dikemukan bahwaparoleyang digunakan penduduk di Garut Selatan, di Karawang, dan di Bogor adalah berbeda, meskipun mereka saling mengerti, karena masih terdapatnya kesamaan sistem atau subsistem di antara parole di ketiga tempat tersebut. Jadi, di dalam keberbedaan mereka masih terdapat kesaling-mengertian. Dalam kasus ini, parole-parole yang digunakan di ketiga tempat itu disebut sebagai dialek-dialek dari sebuah bahasa yang sama. Secara konkret lazim dikatan sebagai: bahasa Sunda dialek Garut, bahasa Sunda dialek Karawang, dan bahasa Sunda dialek Bogor. Begitu juga dalam contoh di atas kita menemukan bahasa Jawa dialek Banyumas, bahasa Jawa dialek Semarang, dan bahasa Jawa dialek Surabaya.Setiap orang secara konkret memiliki kekhasan sendiri-sendiri dalam berbahasa (berbicara atau menulis). Kekhasan ini dapat mengenai volume suara, pilihan kata, penataan sintaksis, dan penggunaan unsur-unsur bahasa lainnya. Itulah sebabnya, kalau kita akrab dengan seseorang, kita akan dapat mengenali orang itu hanya dengan mendengar suaranya saja (orangnnya tidak tampak), atau hanya dengan membaca tulisannya saja (namanya tidak disebutkan dalam tulisan itu). Ciri khas bahasa seseorang disebut dengan istilahidiolek. Jadi, kalau ada 1000 orang, maka akan ada 1000 idiolek.Dari pembicaraan di atas, secara linguistik dapat disimpulkan bahwa setiap bahasa sebagailanguedapat terdiri dari sejumlah dialek, dan setiap dialek terdiri dari sejumlah idiolek. Namun perlu juga dicatat bahwa dua buah dialek yang secara linguistik adalah sebuah bahasa, karena anggota dari kedua dialek itu bisa saling mengerti; tetapi secara politis bisa disebut sebagai dua buah bahasa yang berbeda.Stephen Ulimann (dalam Kinayati Djojosuroto 2007 : 52-54) menjelaskan perbedaan bahasa dan tutur itu sebagai berikut:a.Bahasa adalah wahana komunikasi (untuk semua orang dalam suatu masyarakat), dan tutur adalah penggunaan wahana itu oleh seseorang pada suatu kejadian tertentu. Jelasnya, bahasa adalah sandi (kode) sedangkan tutur adalahpenyandian (enkode), yaitu penggunaan sandi dengan isi makna tertentu, oleh penutur, yang kemudiandidekodekan(ditafsirkan maknannya) oleh pendengar.b.Bahasa itu masih merupakan sesuatu yang potensial (berupa daya yang tersembunyi), merupakan sistem tanda yang tersimpan di dalam benak (memory) kita, yang siap diaktualisasikan (diwujudkan) dan diterjemahkan ke dalam bunyi-bunyi yang bersifat fisik dalam proses tutor. Jadi, sebenarnya bahasa itu tidak terdiri dari bunyi-bunyi dalam arti fisik, melainkan terdiri dari kesan-kesan bunyi yang tinggal di balik bunyi-bunyi nyata yang kita ujarkan atau kita dengar dari orang lain.c.Tutur adalah penggunaan bahasa oleh satu orang dalam situasi yang khas (spesifik), suatu tindakan individual. Sebaliknya bahasa menguasai individu karena bahasa menjadi milik dan kelengkapan masyarakat secara luas. Bahasa dapat bertindak sebagai alat komunikasi hanya jika bahasa itu secara mendasar sama bagi semua penutur. Bahasa adalah lembaga sosial.d.Sejalan dengan itu, perbedaan lainnya menyangkut sikap tiap penutur terhadap bahasa dan tutur. Seorang penutur adalah majikan dari tuturnya sendiri. Tutur bergantung kepada penuturnya: apakah ia ingin mengatakannya atau tidak, apa yang hendak dikatakannya, bagaimana ia hendak mengatakannya. Namun, dalam soal bahasa, dia sebenarnya hanyalah seorang penerima (recipient) yang pasif. Ia mengasimilasikan (menguasai, berbaur dengan) bahasanya pada masa awal kanak-kanaknya, dan sejak itu tidak dapat berbuat apa-apa untuk mengubahnya.e.Tutur adalah tindak tunggal yang sama sekali terbatas oleh waktu. Tutur yang panjang berlalu dalam hitungan menit, bahkan detik. Begitu sebuah kata keluar dari mulut, maka dia tidak dapat disedot kembali. Sebaliknya, bahasa bergerak lamban sehingga kadang-kadang tampak mandek. Perubahan sedikit demi sedikit, kalau ada, memerlukan waktu panjang, bahkan berabad-abad untuk perubahan bunyi dan tata bahasa. Bahasa adalah gejala sosial yang paling mampu bertahan dibandingkan gejala sosial yang lain. Lebih mudah membunuhnya daripada memecah-mecahkan bentuk invidualnya (Sapir, 1921).f.Tutur itu mempunyai dua segi (wajah), yaitu segi fisik dan psikologi. Bunyi-bunyi tutor (yang diujarkan dan kita dengar) adalah peristiwa fisik (berupa gelombang-gelombang bunyi), sedangkan makna yang dibawa (atau terkandung) oleh bunyi itu merupakan gejala psikologi. Tetapi bahasa murni bersifat psikologi. Bahasa terbentuk dari kesan-kesan bunyi, kata, dan unsur-unsur tata bahasa yang tersimpan dalam benak kita dan tetap tinggal di sana.Secara ringkas perbedaan utama antara bahasa dan tutur tadi dapat ditabelkan sebagai berikut:BAHASA/LANGUE:TUTUR/PAROLE:Sandi (kode)Penyandian (pengkodean)PotensialDiaktualisasikanSosialIndividualPasti (fixed)BebasBergerak lambanBergerak cepat-singkatPsikologisPsikofisik2.1.1Hakikat BahasaDalam kajian linguistik umum bahasa, baik sebagailangagemaupunlangue, lajim didefinisikan sebagai sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan manusia sebagai alat komunikasi atau alat interaksi sosial. Sebagai sebuah sistem, bahasa juga bersifatsistematis, artinya secara keseluruhan bahasa itu ada kaidah-kaidahnya. Lalu, secara sistematis artinya, sistem bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, melainkan ada subsistem-subsistemnya, yang subsistemnya gramatikal dan subsistem semantik.Sebagai lambang artinya, setiap satuan bahasa seperti kata dan kalimat, tentu ada yang dilambangkannya. Kemudian, karena lambang bahasa itu berupa bunyi, maka lambang bahasa yang berbunyi [kuda] digunakan untuk melambangkan atau menandai sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai dan lambang bahasa yang berbunyi [air] digunakan untuk melambangkan atau menandai sejenis zat cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari.Lambang bahasa itu bersifat arbitrer. Artinya, tidak ada hubungan wajib antara lambang dengan yang dilambangkan. Jadi, kalau ditanyakan mengapa binatang berkaki empat yang biasa dikendarai disebut atau dilambangkan dengan bunyi [kuda] tidaklah bisa dijelaskan. Begitu juga tidak bisa dijelaskan mengapa zat cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari disebut atau dilambangkan dengan bunyi [air].Akibat dari sifat arbitrer ini, maka akan kita dapati adanya sebuah lambang yang digunakan untuk melambangkan dua maujud yang berbeda. Misalnya, lambang yang berbunyi [pacar] digunakan untuk melambangkan dua maujud yaitu, kekasih dan pemerah kuku atau inai. Bisa juga dua lambang yang berbeda atau lebih digunakan untuk melambangkan maujud yang sama. Misalnya lambang [mati] , [wafat], dan [meninggal] sama-sama melambangkan keadaan yang tadinya bernyawa menjadi tidak bernyawa. Kejadian lain akibat dari sifat arbitrer ini bisa menjadikan sebuah lambang bunyi menjadi berbeda dari yang dilambangkan terdahulu. Misalnya lambang yang berbunyi [ceramah], dulu digunakan untuk melambangkan keadaan bawel, cerewet; tetapi sekarang digunakan untuk melambangkan maujud uraian mengenai suatu bidang ilmu di muka orang banyak.Bagian akhir dari definisi tentang bahasa menyatakan bahwa bahasa itu digunakan oleh para penuturnya untuk berkomunikasi atau berinteraksi dalam suatu tuturan (Abdul Chaer, 2010 : 14-15).2.1.2Pengertian dan Definisi Bahasa Menurut Para AhliBahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi sabagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi (http://carapedia.com/pengertian_definisi_bahasa_menurut_para_ahli_into494).Bahasa adalah sebuah sistem pengembangan psikologi individu dalam sebuah konteks intersubjektif (Bill Adams dalamhttp://carapedia.com/pengertian_definisi_bahasa_menurut_para_ahli_into494).Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan realitas, dan memiliki bentuk dan struktur yang logis (Wittgenstein dalam http://carapedia.com/pengertian_definisi_bahasa_menurut_para_ahli_into494).Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain (Ferdinand De Saussure dalam http://carapedia.com/pengertian_definisi_bahasa_menurut_para_ahli_into494).Bahasa pada dasarnya adalah pernyataan pikiran seseorang dengan perantaraan onomata (nama benda atau sesuatu) dan rhemata (ucapan) yang merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut (Plato dalam http://carapedia.com/pengertian_definisi_bahasa_menurut_para_ahli_into494).Bahasa adalah sebuah sistem simbol yang bersifat manasuka dan dengan sistem itu suatu kelompok sosial bekerja sama (Bloch & Trager dalam http://carapedia.com/pengertian_definisi_bahasa_menurut_para_ahli_into494).Bahasa adalah sistem berstruktural mengenai bunyi dan urutan bunyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang digunakan, atau yang dapat digunakan dalam komunikasi antar individu oleh sekelompok manusia dan yang secara agak tuntas memberi nama kepada benda-benda, peristiwa-peristiwa, dan proses-proses dalam lingkungan hidup manusia (Carrol dalam http://carapedia.com/pengertian_definisi_bahasa_menurut_para_ahli_into494).Bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak sempurna sehingga ketidaksempurnaan bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi salah satu sumber terjadinya kesalahpahaman (Sudaryono dalam http://carapedia.com/pengertian_definisi_bahasa_menurut_para_ahli_into494).Bahasa adalah suatu sistem bunyi yang jika digabungkan menurut aturan tertentu menimbulkan arti yang dapat ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam bahasa itu (William A. Haviland dalam http://carapedia.com/pengertian_definisi_bahasa_menurut_para_ahli_into494).Ada dua pengertian bahasa; pertama, menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer (Keraf dalam Syarif Hidayatullah, 2009).Bahasa yaitu language can be defined as a socially shared combinations of those symbol and rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefinisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan) (Owen dalam Syarif Hidayatullah, 2009).Ada dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah sistem yang sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer (Henry Guntur Tarigan dalam Syarif Hidayatullah, 2009).Bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar (Kusno Budi Santoso dalam Syarif Hidayatullah, 2009).Bahasa adalah sebuah bentuk dan bukan suatu keadaan (language may be form and not matter) atau sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, atau juga suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari suatu tatanan atau suatu tatanan dalam sistem-sistem (W.F. Mackey dalam Syarif Hidayatullah, 2009).Bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran (Wahyu Wibowo dalam Syarif Hidayatullah, 2009).Bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain (Walija dalam Syarif Hidayatullah, 2009).Ada dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan (A.R. Syamsuddin dalam Syarif Hidayatullah, 2009).Bahasa adalah suatu sistem yang mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada sistem saraf (Maruli Pangabean dalam Syarif Hidayatullah, 2009).Bahasa adalah suatu sarana penghubung rohani yang amat penting dalam hidup manusia (Ag Soejono dalam Syarif Hidayatullah, 2009).2.2VERBAL REPERTOIREDi atas sudah bicarakan bahwa Ferdinand de Saussure membedakan antaralanguedanparole, antara bahasa sebagai sebuah sistem yang sifatnya abstrak, dan bahasa dalam penggunaannnya secara nyata di dalam masyarakat yang bisa kita sebut tataran (Inggris:speech). Pakar lain, Chomsky, tokoh tata bahasa generatif transformasi, menyebutkan adanyakompetens(Inggris:competence) di samping performans (Inggris:performance). Yang dimaksud dengan kompetens adalah kemampuan, yakni pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya. Sedangkan performans adalah perbuatan berbahasa atau pemakaian bahasa itu sendiri dalam keadaan yang sebenarnya di dalam masyarakat. Halliday, tokoh linguistik sistematik, yang banyak menaruh perhatian pada segi kemasyarakatan bahasa, tidak secara eksplisit membedakan bahasa sebagai sistem dan bahasa (tuturan) sebagai keterampilan. Dia hanya menyebut adanyakemampuan komunikatif(Inggris: Communicative Competence), yang kira-kira merupakan perpaduan atau gabungan antara kedua pengertian itu. Yang dimaksud dengan kemampuan untuk menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi dan situasi serta norma-norma penggunaan bahasa dengan konteks situasi dan konteks sosialnya (Halliday1972 : 269-293). Jadi, untuk dapat disebut mempunyai kemampuan komunikatif seseorang itu haruslah mempunyai kemampuan untuk bisa membedakan kalimat yang gramatikal dan yang tidak garamatikal, serta mempunyai kemampuan untuk memilih bentuk-bentuk bahasa yang sesuai dengan situasinya, mampu memilih ungkapan yang sesuai dengan tingkah laku dan situasi, serta tidak hanya dapat menginterpretasikan makna referensial (makna acuan) tetapi juga dapat menafsirkan makna konteks dan makna situasional. Setiap penutur suatu bahasa, tentunya dengan berbagai taraf gradasi, mempunyai kemampuan komunikatif itu.Kemampuan komunikatif seseorang ternyata juga bervariasi, setidaknya menguasai satu bahasa ibu dengan pelbagai variasinya atau ragamnya; dan yang lain mungkin menguasai, selain bahasa ibu, juga sebuah bahasa lain atau lebih, yang diperoleh sebagai hasil pendidikan atau pergaulannya dengan penutur bahasa di luar lingkungannya. Rata-rata seorang Indonesia yang pernah menduduki bangku sekolah menguasai bahasa ibunya dan bahasa Indonesia. Selain itu, mungkin menguasai satu bahasa daerah lain atau lebih, dan juga bahasa asing, bahasa Inggris, atau bahasa lainnya, apabila mereka telah memasuki pendidikan mengah atau pendidikan tinggi. Semua bahasa beserta ragam-ragamnya yang dimiliki atau dikuasai seorang penutur ini biasa disebut dengan istilahrepertoirbahasa atauverbal repertoirdari orang itu.Verbal repertoir sebenarnya ada dua macam yaitu yang dimiliki setiap penutur secara individual, dan yang merupakan milik masyarakat tutur secara keseluruhan. Yang pertama mengacu pada alat-alat verbal yang dikuasi oleh seorang penutur, termasuk kemampuan untuk memilih norma-norma sosial bahasa sesuai dengan situasi dan fungsinya. Yang kedua mengacu pada keseluruhan alat-alat verbal yang ada di dalam suatu masyarakat, beserta dengan norma-norma untuk memilih variasi yang sesuai dengan konteks sosialnya.Kajian yang mempelajari penggunaan bahasa sebagai sistem interaksi verbal di antara para penuturnya di dalam masyarakat disebutsosiolinguistik interaksionalatausosiolinguistik mikro. Sedangkan kajian mengenai penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan adanya ciri-ciri linguistik di dalam masyarakatsosiolinguistik korelasionalatausosiolinguistik makro(Appel 1976 : 22). Kedua jenis sosiolinguistik ini, mikro dan makro mempunyai hubungan yang sangat erat, tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling bergantung. Maksudnya, verbal repertoir setiap penutur ditentukan oleh masyarakat di mana dia berada; sedangkan verbal repertoir suatu masyarakat tutur terjadi dari himpunan verbal repertoir semua penutur di dalam masyarakat itu (Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004 : 34-35).Totalitas variasi dialektal dan superposed yang diterapkan secara regular dalam masyarakat menyusunrepertoire verbalmasyarakat tersebut. Kalau hubungan suatu bahasa bisa berpadu atau tidak berpadu dengan kelompok sosial, maka repertoire verbal selalu bersifat spesifik pada penduduk tertentu. Sebagai suatu konsep analitik, repertoire verbal memberi peluang kepada kita untuk menetapkan hubungan langsung antara bahasa yang berdekatan denagn kompleksitas sosio-ekonomi masyarakat.Kita mengukur hubungan ini dalam bentuk dua konsep:linguistic range dan degree of compartementalization.Linguistic rangemengacu pada jarak bahasa internal antar variasi yang berdekatan, yaitu, jumlah total perbedaan linguistik secara murni yang ada dalam masyarakat, sehingga membedakan masyarakat multibahasa, multidialek, dan masyarakat homogen.Compartementalizationmengacu pada ketajaman yang digunakan untuk memisahkan variasi tertentu dengan variasi yang lain, baik menurut dimensi variasi dialektal maupan variasi superposed. Oleh karena itu kita membicarakan repertoire yang terkopartementalisasi ketika beberapa bahasa dipakai tanpa pencampuran, ketika dialek dipisahkan dengan dialek isoglos yang tajam, atau ketika pilihan kata tertentu dibedakan secara jelas dengan bentuk-bentuk bahasa yang lain. Sebaliknya kita berbicara tentang repertoirefluidketika transisi antara bahasa yang berpadu bersifat gradual atau ketika satu style bahasa berpadu dengan style yang lain sedemikian rupa sehingga sulit untuk menggariskan batas yang jelas.Rentang linguistik suatu repertoire merupakan suatu fungsi bahasa dan pilihan kata tertentu yang diterapkan sebelum adanya hubungan (contact). Tetapi dengan periode hubungan tertentu, rentang linguistikmenjadi tergantung pada jumlah interaksi internal. Semakin tinggi frekuensi interaksi internal, semakin besar kecenderungan untuk berinovasi muncul di pihak masyarakat tutur untuk berdifusi melalui interaksi itu. Dengan demikian, apabila arus komunikasi didominasi oleh pusat tertentu misalnya, sebagaimana Paris mendominasi Perancis tengah maka rentang linguistiknya relatif kecil. Sebaliknya, fragmentasi politik dikaitkan dengan diversitas bahasa atau dialek, seperti di Jerman selatan, yang lama didominasi oleh banyak negeri-negeri kecil yang semi independen.Tetapi frekuensi itu bukan satu-satunya determinan keseragaman. Dalam masyarakat yang terstratifikasi, para penutur bahasa atau dialek minoritas pada umumnya tinggal berdampingan, berdagang, dan melakukan hubungan jasa, maka seringkali mempertahankan hubungan sosial sebagai pekerja dan juragan atau majikan dengan buruh. Namun terlepas dari hubungan ini, mereka cenderung mempertahankan bahasa mereka sendiri dan menunjukkan adanya norma-norma sosial yang menetapkan batasan terhadap kebebasan inter-komunikasi.Compartementalizationmencerminkan norma-norma sosial itu. Hakekatkendala sosial linguistik ini belum terpahami secara jelas, kendati beberapa literatur telah menyarankan jalan baru untuk penelitian.Kita menemukan, misalnya, bahwa bahasa yang terpisah mempertahankan diri secara lebih siap dalam sistem kesukuan yang dekat, di mana hubungan darah mendominasi semua aktivitas. Sebaliknya, pilihan kata khusus yang berbeda secara linguistik, dipertahankan melalui kendala statusyang ditentukan. Apabila perubahan sosial menyebabkan rontoknya struktur sosial tradisional dan pembentukan ikatan-ikatan baru, seperti dalam urbanisasi dan kolonialisasi, maka kendala linguistik antar berbagai variasi juga rontok. Masyarakat yang berubah secara cepat pada umumnya menunjukkan transisi bertahap dari style bahasa tertentu dan style yang lain atau apabila masyarakat itu dwibahasa, terdapat rentang variasi berdekatan yang menjembatani transisi antara kedua ekstrim (Abdul Syukur Ibrahim, 1993 : 143-146).2.2.1Masyarakat BahasaDalam sosiolinguistik Dell Hymes (dalam Ferdinaen Saragih, 2009) tidak membedakan secara eksplisit antara bahasa sebagai sistem dan tutur sebagai keterampilan. Keduanya disebut sebagai kemampuan komunikatif (communicative competence). Kemampuan komunikatif meliputi kemampuan bahasa yang dimiliki oleh penutur beserta keterampilan mengungkapkan bahasa tersebut sesuai dengan fungsi dan situasi serta norma pemakaian dalam konteks sosialnya.Bahasa berdasarkanverbal repertoireyang dimiliki oleh masyarakat, masyarakat bahasa dibedakan menjadi tiga, yaitu:a) Masyarakat Monolingual (satu bahasa)Monolingual adalah individu yang hanya menguasai satu bahasa saja, lebih-lebih bila konsep bahasa yang dimaksud sangat sempit yakni hanya sebatas pengertian ragam ( I Dewa Putu Wijana dan Muhammad Rohmadi, 2010 : 55).Faktor yang mempengaruhi monolingual, antara lain:1.Di dalam masyarakat yang tidak diglosia dan tidak bilingual, tentunya hanya ada satu bahasa dan tanpa variasi serta dapat digunakan untuk segala macam tujuan, keadaan ini hanya mungkin ada dalam masyarakat primitif atau terpencil yang dewasa ini sukar ditemukan (Fishman dalam Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004 : 118).2.Dalam guyub diaglosa, anak-anak kecil mula-mula belajar bahasa L, akibatnya hampir semua anak-anak muda adalah ekabahasawan L. Begitu menginjak dewasa akan memperoleh bahasa H, jadilah mereka dwibahasawan L dan H (Sumarsono dan Paina Partana, 2002 : 233).b) Masyarakat Bilingual (dua bahasa)Bilingualisme dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey dalam Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004 : 84). Selain itu, Mackey mengelompokkan empat aspek untuk mempermudah pembicaraan mengenai bilingual, yaitu sebagai berikut:1.Tingkat kemampuanKemampuan berbahasa akan nampak pada empat keterampilan, yaitu menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Keempat keterampilan ini mencakup level fonologi, gramatik, leksis, semantik, dan stylistik.2.FungsiTingkat kefasihan berbahasa tergantung pada fungsi atau pemakaian bahasa itu. Dapat dikatakan bahwa semakin sering bahasa itu dipakai, semakin fasihlah penuturnya. Adapun faktor yang mempengaruhi yaitu faktor internal dan eksternal.Faktor internal mencakup antara lain:a.Pemakaian internal seperti menghitung, perkiraan, berdoa, menyumpah, mimpi, menulis catatan harian, dan mencatat.b.Aptitude : bakat atau kecerdasan dan ini dipengaruhi oleh antara lain : 1. Sex 2. Usia 3. Intelegensi 4. Ingatan 5. Sikap bahasa 6. Motivasi.Faktor eksternal dipengaruhi oleh :a.Kontak,artinya kontak penutur dengan bahasa di rumah, bahasa dalam masyarakat, bahasa di sekolah, bahasa media massa, dan korespondensi.b.Variabel, artinya variabel dari kontak penutur tadi dan ditentukan oleh 1. Lamanya kontak 2. Seringnya kontak 3. Tekanan, artinya bidang yang mempengaruhi penutur dalam pemakaian bahasa, seperti ekonomi, administratif, kultural, politik,militer, historis, agama, dan demografi.3.Pergantian antar bahasa (alternation)Pergantian antar bahasa ini bergantung pada kefasihan dan juga fungsi eksternal dan internal. Kondisi-kondisi penutur berganti bahasa diciptakan paling tidak oleh tiga hal; yang pertama oleh topik pembicaraan, yang kedua orang yang terlibat dan ketegangan (tension).4.Interfensi (interference)Interfensi adalah kekeliruan yang disebabkan terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa atau dialeg ibu ke dalam bahasa dialeg kedua. Interfensi biasa terjadi pada pengucapan, tata bahasa, kosa kata, dan makna bahkan budaya. Diskripsi interfensi dengan demikian bersifat individual, jadi bersifat idiosinkrasi dan parole penutur.Selain empat aspek yang telah dikemukakan oleh Mackey, Alwasilah menambahkan dua aspek lainnya, yaitu:1.Pergesaran bahasa (language shift)Bila suatu kelompok baru datang ke tempat lain dan bercampur dengan kelompok setempat maka akan terjadilah pergesaran bahasa (language shift).2.Konvergensi (convergence) dan IndonesianisasiKonvergensi adalah kegiatan bertemu dan terutama bergerak menuju kesatuan dan keseragaman.Indonesianisasi adalah bahwa kosakata serapan itu mengalami perubahan dalam bunyi dan ejaan disesuaikan dengan bahasa Indonesia.Kedwibahasaan yang ada di Indonesia, yaitu :1.Bahasa daerah dan bahasa IndonesiaKedwibahasaan di Indonesia (bahasa daerah dan bahasa Indonesia).Penggunaan kedwibahasaan ini dapat terjadi karena :a.Dalam sumpah pemuda tahun 1928 menggunakan bahasa Indonesia (pada waktu itu disebut Maleis) dikaitkan dengan perjuangan kemerdekaan dan nasionalisme.b.Bahasa-bahasa daerah mempunyai tempat yang wajar di samping pembinaan dan pengembangan bahasa dan kebudayaan Indonesia.c.Perkawinan campur antar suku.d.Perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain disebabkan urbanisasi, transmigrasi, mutasi karyawan atau pegawai, dan sebagainya.e.Interaksi antar suku: yakni dalam perdagangan, sosialisasi dan unsur kantor atau sekolah.f.Motivasi yang banyak didorong oleh kepentingan profesi dan kepentingan hidup.Namun, sering para penutur bahasa daerah yang juga penutur bahasa Indonesia menggunakan bahasa daerahnya yang bersifat informal disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :1.Pada upacara adat yang mengharuskan penggunaan bahasa daerah akan lebih mengesankan dan lebih sesuai dengan suasana yang diharapakan.2.Untuk menciptakan suasana khas; umpamanya, antara anggota-anggota keluarga, teman akrab dan sebagainya.3.Untuk kepentingan sastra dan menikmati budaya.c) Masyarakat Multilingual (lebih dari dua bahasa)Multilingual adalah masyarakat yang mempunyai beberapa bahasa. Masyarakat yang demikian terjadi karena beberapa etnik ikut membantu masyarakat sehingga dari segi etnik bisa dikatakan sebagai masyarakat majemuk (plural society) (Sumarsono dan Paina Partana, 2002 : 76).Adanya perkembangan bahasa dari monolingual kemudian menjadi bilingual dan pada akhirnya menjadi multilingual disebabkan banyak faktor. Perkembangan teknologi komunikasi, adanya globalisasi, pesatnya dunia pendidikan menyebabkan kebutuhan masyarakat mengenai bahasa mengalami pergeseran serta kemajuan jaman secara tidak langsung membaurkan antar bahasa.Dalam sejarah terbentuknya bahasa yang aneka bahasa kita melihat setidak-tidaknya ada 4 pola yaitu melalui migrasi, penjajahan, federasi, dan keanekabahasaan di wilayah perbatasan.MigrasiMigrasi atau perpindahan penduduk yang menimbulkan masalah kebahasaan hakikatnya dapat dibagi menjadi 2 jenis. Jenis pertama adalah sekelompok besar penduduk yang melebarkan sayap ke wilayah lain yang sudah dihuni oleh kelompok-kelompok lain. Jenis kedua terjadi jika sejumlah kecil anggota etnik memasuki wilayah yang sudah di bawah kontrol nasional lainnya.PenjajahanDalam proses penjajahan kontrol itu dipegang oleh sejumlah orang yang relatif sedikit dari nasionalitas pengontrol di wilayah baru itu.FederasiFederasi adalah penyatuan berbagai etnik atau nasionalitas di bawah kontrol politik satu negara.Keanekabahasaan di wilayah perbatasanAsal mula keanekabahasaan biasa terjadidi wilayah perbatasan akibatnya di perbatasan terjadi bisa jadi ada penduduk yang jadi warganegara A tapi secara sosiokultur menjadi warganegara B. Komplikasi wilayah perbatasan biasanya dihubungkan dengan perang. Bangsa yang kalah dipaksa untuk menyerahkan sebagian wilayah kepada yang menang.BAB IIIPENUTUP3.1KESIMPULANKata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian. Banyak pakar yang membuat definisi tentang bahasa dengan pertama-tama menonjolkan segi fungsinya. Bahasa adalah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri.Masalah lain yang berkenaan dengan pengertian bahasa adalah sebuah tuturan disebut bahasa, yang berbeda dengan bahasa lainnya; bilamana hanya dianggap sebagai variasi dari suatu bahasa. Dua buah tuturan bisa disebut sebagai dua bahasa yang berbeda berdasarkan dua buah patokan, yaitu patokan linguistik dan patokan politis. Secara linguistik dua buah tuturan dianggap sebagai dua buah bahasa yang berbeda, kalau anggota-anggota dari dua masyarakat tuturan itu tidak saling mengerti. Karena rumitnya menetukan suatu parole bahasa atau bukan, hanya dialek saja dari bahasa yang lain, maka hingga kini belum pernah ada angka yang pasti berupa jumlah bahasa yang ada di dunia ini.Kemampuan komunikatif yang dimiliki individu maupun kelompok disebut verbal repertoire. Jadi verbal repertoire dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu verbal repertoire yang dimiliki individu dan yang dimiliki masyarakat. Jika suatu masyarakat memiliki verbal repertoire yang relatif sama dan memiliki penilaian yang sama terhadap pemakaian bahasa yang digunakan dalam masyarakat disebut masyarakat bahasa.3.2SARANMengingat keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh penulis, maka untuk mendapat pemahaman yang lebih mendasar lagi, disarankan kepada pembaca untuk membaca literatur-literatur yang telah dilampirkan pada daftar rujukanDengan demikian pula diharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca, agar makalah ini dapat memberikan pengetahuan tentang bahasa dan tutur serta verbal repertoire.PENGGUNAAN ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM MASYARAKAT MULTILINGUAL

Oleh :Siti Rosdiana JatmikoA.Latar BelakangBahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya. Dengan menguasai bahasa maka manusia dapat mengetahui isi dunia melalui ilmu dan pengetahuan-pengetahuan yang baru dan belum pernah terbayangkan sebelumnya.Di era globalisasi saat ini, ketika hubungan dan pergaulan antar suku bangsa semakin luas terbuka, sangatlah sulit menemukan kelompok-kelompok masyarakat yang di dalamnya hanya memiliki atau hidup satu bahasa saja. Berbagai interaksi yang terjadi antar individu dalam kelompok maupun kelompok lain menyebabkan hidup berkembangnya kemultibahsaan dalam suatu masyarakat. Sebagai akibat penggunaan dua bahasa dan juga pertemuandua budaya atau lebih, seorang penutur tentu tidak terlepas dari akibat-akibat penggunaan dua bahasa. Salah satu akibatnya adalah percampuran yang dilakukan (secara secara sadar maupun tidak)dua sistem bahasa yang dipakai. Dalam keadaan tersebut, ada kalanya seorang penutur mengganti unsur-unsur bahasa atau tingkat tutur dalam pembicaraan yang dilakukannya, hal ini tergantung pada konteks dan situasi berbahasa tersebut. Misalnya, pada waktu si A berbahasa X dengan si B, datang si C yang tidak dapat berbahasa X memasuki situasi berbahasa itu, maka si A dan B beralih memakai bahasa yang dimengerti oleh si C.Kondisi di atas merupakan kondisi berbahasa di dalam masyarakat bilingual/multilingual menyangkut pemakaian dua atau lebih bahasa atau variasi bahasa secara bergantian oleh penutur yang sama; penutur ini disebutbilingual/multilingual.Kontak yang intensif antara dua bahasa atau lebih di dalam situasi yang bilingual/multilingual seperti dalam masyarakat Indonesia cenderung mengakibatkan timbulnyagejala alih kode (code-switching), campur kode (code-mixing),daninterferensi (interference).Dengan kata lain, ketiga gejala tersebut merupakan gejala yang lazim terjadi sebagai produk bilingualisme/multilingualisme.Penggunaan alih kode dan campur kode menjadisalah satu kajian SosiolinguistikB.Pengertian Alih Kode dan Campur Kode1. Alih KodeAlih kode (code switching) adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain dalam suatu peristiwa tutur. Misalnya penutur menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa daerah.Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa (language dependency) dalam masyarakat multilingual. Dalam masyarakat multilingual sangat sulit seorang penutur mutlak hanya menggunakan satu bahasa. Dalam alih kode masing-masing bahasa masih cenderung mendukung fungsi masing-masing danmasing-masing fungsi sesuai dengan konteksnya.Nababan (1991: 31) menyatakan bahwa konsep alih kode ini mencakup juga kejadian pada waktu kita beralih dari satu ragam bahasa yang satu, misalnya ragam formal ke ragam lain, misalnya penggunaan kromo inggil (bahasa jawa) ke tutur yang lebih rendah, misalnya, bahasa ngoko, dan sebagainya. Kridalaksana (1982: 7) mengemukakan bahwa penggunaan variasi bahasa lain untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipasi lain disebut alih kode. Holmes (2001:35) menegaskan bahwa suatu alih kode mencerminkan dimensi jarak sosial, hubungan status, atau tingkat formalitas interaksi para penutur.Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwaalih kode merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa karena perubahanperan dan situasi. Alih kode menunjukkan adanya saling ketergantungan antara fungsi kontekstual dan situasional yang relevan dalam pemakaian dua bahasa atau lebih.2. Campur KodeCampur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).Kridalaksana (1982; 32) memberikan batasan campur kode atau interferensi sebagai penggunaan satuan bahasa dari suatu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa; termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan sebagainya. Nababan (1989:32) menyatakan bahwa suatu keadaan berbahasa menjadi lain bilamana orang mencampurkan dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran bahasa itu. Tindak bahasa yang demikian disebut campur kode. Campur kode dapat juga dikatakan sebagai alih kode yang berlangsung cepat dalam masyarakat multilinguistik (Holmes, 2001:42).Dalam situasi berbahasa yang formal, jarang terdapat campur kode. Kalau terdapat campur kode dalam keadaan formal biasanya disebabkan karena keterpaksaan tidak adanya ungkapan atau padanan yang tepat dalam bahasa yang dipakai itu, sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa lain (bahasa asing).3. Persamaan dan Perbedaan Alih Kode dan Campur KodePersamaan alih kode dan campur kode adalah kedua peristiwa ini lazim terjadi dalam masyarakat multilingual dalam menggunakan dua bahasa atau lebih. Namun terdapat perbedaan yang cukup nyata, yaitu alih kode terjadi pada masing-masing bahasa yang digunakan dan masih memiliki otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja, karena sebab-sebab tertentu. Campur kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan memiliki fungsi dan otonomi, sedangkan kode yang lain yang terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut hanyalah berupa serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi dan otonomi sebagai sebuah kode.Jika dalam alih kode digunakan dua bahasa otonom secara bergantian maka dalam campur kode sebuah unsur bahasa lain hanya menyisip atau disisipkan pada sebuah bahasa yang menjadi kode utama atau kode dasar. Sebagai contoh penutur menggunakan bahasa dalam peristiwa tutur menyisipkan unsur bahasa Jawa, sehingga tercipta bahasa Indonesia kejawa-jawaan atau dalam sebuah ceramah agama, pembicara menyisipkan unsur-unsur bahasa Arab yang memang tidak ada padanannya yang tepat dalam bahasa Indonesia.Dengan kata lain, dalam campur kode, elemen yang diambil itu milik sistem yang berbeda. Motivasinya adalah motivasi linguistik dan hasrat untuk menjelaskan/interpretasi semata; tidak didorong/tidak dipengaruhi oleh faktor situasional. Sedangkan alih kode lebih banyak berkaitan dengan aspek situasional.C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Kode dan Campur KodeBaik alih kode maupun campur kode dilakukan oleh penutur bilingual maupun multilingual dengan tujuan utama agar makna pesan dalam komunikasi dapat diterima dengan lebih efektif.Hymes mengemukakan 16 komponen tutur yang kemudian menyingkatnya menjadi sebuah istilah dalam bahasa Inggris yaituSPEAKINGS= Situasi (act situation), mencakup latar dan suasanaP= Partisipan, mencakup penutur, pengirim, pendengar, dan penerima.E=End(tujuan), mencakup bentuk pesan dan isi pesan.A=Act Sequence(urutan tindak), mencakup bentuk pesan dan isi pesanK=Key( kunci)I=Instrumentalities(peranti, perabotan), mencakup saluran dan bentuk tutur.N=Norms(norma), mencakup norma interaksi dan norma interpretasiG=Gendre(Sumarsono, 2007: 335)Berdasarkan pendapat Hymes tersebut maka dapat dikaji bahwa alih kode dan campur kode terjadi karena faktor-faktor berikut.a.Penutur dan Pribadi PenuturDalam suatu peristiwa tutur, penutur kadang-kadang sengaja beralih kode terhadap mitra bahasa karena dia mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Dipandang dari pribadi pembicara, ada berbagai maksud dan tujuan beralih kode antara lain pembicara ingin mengubah situasi pembicaraan, yakni dari situasi formal yang terikat ruang dan waktu ke situasi non-formal yang tidak terikat ruang dan waktu. Pembicara tak jarang pula melakukan campur kode bahasa satu ke dalam bahasa yang lain karena kebiasaan atau karena rasa ingin menonjolkan identitasnya.b. Mitra TuturMitra tutur yang latar belakang kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode dalam wujud alih varian dan bila mitra tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda cenderung alih kode berupa alih bahasa. Misalnyaseorang pembicara yang mula-mula menggunakan satu bahasa dapat beralih kode menggunakan bahasa lain dengan mitra bicaranya yang mempunyai latar belakang bahasa daerah yang sama. Seorang bawahan yang berbicara dengan seorang atasan melakukan campur kode yaitu menggunakan bahasa Indonesia dengan disisipi kata-kata dalam bahasa daerah yang nilai tingkat tuturnya tinggi dengan maksud untuk menghormati.c.Hadirnya Penutur KetigaUntuk menetralisasi situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan mitra tutur beralih kode, apalagi bila latar belakang kebahasaan mereka berbeda. Dalam situasi ini, kadang alih kode juga digunakan untuk menyampaikan pesan yang tidak ingin dimengertioleh penutur ketiga.d. Tempat Tinggal dan Waktu tuturan BerlangsungPembicaraan yang terjadi di sebuah pasar, misalnya