Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pembebanan Struktur
Pembebanan yaitu adalah salah satu faktor penting dalam merancang suatu
kontruksi struktur, dalam merancang sebuah struktur perlu mengelompokkan beban
dalam beberapa kelompok, yaitu seperti beban mati, beban hidup, beban gempa,
beban angin, dan dari beban tersebut dikelompokkan menjadi beban vertikal,
horisontal, maupun lateral dan beban lainnya yang diperlukan dalam perencanaan
struktur tersebut, agar dapat mengetahui reaksi – reaksi terjadi yang di timbulkan
oleh beban – beban yang bekerja pada suatu struktur, dan dari reaksi-reaksi inilah
kita dapat merencanakan struktur bangunan yang aman dan stabil.
Tabel 2.1 Kategori Resiko Pada Bangunan dan Struktur Lainnya Untuk Beban banjir,
Angin, Salju, Gempa dan Es
Sumber : SNI 1727 (2013:3)
Penggunan atau Pemanfaatan Fungsi bangunan Gedung dan Struktur Kategori Risiko
Bangunan gedung dan struktur lain yang merupakan risiko rendah untuk
kehidupan manusia dalam kejadian kegagalanI
Semua bangunan gedung dan struktur lain kecuali mereka terdaftar dalam
kategori Risiko I, III, dan IVII
Bangunan gedung dan struktur lain, kegagalan yang dapat menimbulkan risiko
besar bagi kehidupan manusia.
Bangunan gedung dan struktur lain, tidak temasuk dalam kategori Risiko IV,
dengan potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi substansi dan atau
gangguan massa dari hari ke hari kehidupan sipil pada saat terjadi kegagalan.
Bangunan gedung dan struktur lain, tidak temasuk dalam kategori Risiko IV,
(termasuk, namun tidak terbatas pada fasilitas yang manufaktur, proses,
menangani, menyimpan, menggunakan, atau membuang zat-zat seperti bahan
bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan
peledak) yang mengandung zat beracun atau mudah meledak dimana kuantitas
material melebih jumlah ambang batas yang diteapkan oleh pihak yang
berwenang dan cukup untuk menimbulkan suatu ancaman kepada publik jika
dirilis.
Bangunan gedung dan struktur lain yang dianggap sebagai fasilitas penting.
Bangunan Gedung dan Struktur lain, kegagalan yang dapat menimbulkan
bahaya besar bagi masyarakat.
Bangunan gedung dan struktur lain (termasuk, namun tidak terbatas pada
fasilitas yang memproduksi, memproses, menangani, menyimpan,
menggunakan, atau membuang zat-zat berbahaya seperti bahan bakar, bahan
kimia berbahaya, atau limbah berbahaya) yang berisi jumlah yang cukup dari
zat yang sangat beracun dimana kuantitas melebihi jumlah ambang batas yang
ditetapkan oleh pihak yang berwenang dan cukup menimbulkan ancaman bagi
masyarakat jika dirilis.
Bangunan gedung dan Struktur lain yang diperlukan untuk mempertahankan
fungsi dari kategori Risiko IV struktur lainnya.
III
IV
6
2.1.1.LRFD (Load and Resistance Factor Design)
Menurut SNI 1729 (2015: XXXVII) LRFD (Load and Resistance Factor
Design) atau DFBK (Desain Faktor Beban dan Ketahanan), yaitu adalah metode
pembebanan yang memperkecil atau mereduksi desain komponen pada struktur
sehingga kekuatan desain pada komponen yaitu sama atau dapat melebihi dari
kekuatan perlu komponen yang diakibatkan dari aksi yang ditimbulkan akibat
kombinasi beban oleh LRFD. Kombinasi beban pada LRFD ditujukan untuk desain
kekuatan sesuai dengan faktor dari beban serta ketahanan yang berlaku.
LRFD (Load Resistance Factor Design) adalah metode dari perencanaan
struktur yang sekarang ini digunakan dalam panduan perencanaan konstruksi baja
Amerika yaitu suatu badan institut baja di Amerika yang bernama AISC (American
Institute Steel Contruction), LRFD di Indonesia merupakan peraturan yang metode
perencanaan yang diacu oleh Peraturan SNI (Standar Nasional Indonesia), dalam
peraturan desain struktur yang lama menggunakan metode pembebanan ASD
(Allowable Stress Design), sedangkan pada saat ini sudah diperbarui dan mengacu
pada LRFD yang diambil dari AISC. Metode LRFD itu sendiri lebih mengacu pada
perilaku penampang dan bahan saat terjadinya keruntuhan. Seperti yang kita
ketahui bahwa suatu bahan kontruksi (khususnya baja) tidak akan segera
mengalami keruntuhan, ketika keruntuhan tegangan terjadi lebih dari tegangan
leleh (fy), kemudia akan terjadi regangan plastis pada bagian bahan baja tersebut.
Apabila kekuatan dari regangan yang terjadi sudah sangat besar atau melebihi
kekuatan izin maka strain hardening akan terjadi, yaitu maka akan mengakibatkan
peningkatan tegangan hingga ke tegangan runtuh (fu) yang biasanya sering disebut
tegangan ultimate. Dan ketika tegangan ultimate melampaui batas maka bahan
tersebut akan mengalami keruntuhan.
Metode LRFD biasanya metode perhitungannya menggunakan suatu metode
yaitu adalah metode yang perhitungan dengan memakai tegangan ultimate (fu) dan
merubahnya menjadi tegangan izin (fy), namun tidak selalu dari metode
perhitungan tegangan yang menggunakan tegangan ultimate (fu), masih ada juga
perhitungan yang menggunakan tegangan izin (fy), basanya pada metode
7
perhitungan suatu kekuatan di mana deformasi yang terjadi yaitu sangatlah besar
sehingga mengakibatkan ketidakstabilan pada suatu konstruksi.
Metode LRFD yaitu metode yang memakai beban terfaktor sebagai beban
maksimum ketika terjadi keruntuhan. Besarnya beban layan yang bekerja akan
dikalikan dengan faktor implikasi yang pastinya lebih besar dari 1 (satu) dan
sehingga kemudian menjadi beban terfaktor. Selain itu pada kekuatan nominal
(kekuatan yang menahan kekuatan beban) akan diberi faktor resistensi yaitu faktor
tahanan atau juga dapat disebut sebagai faktor reduksi akibat dari kurang
sempurnanya dalam proses pelaksanaan di lapangan ataupun pabrik.
𝑓𝑢 ≤ Ø𝑓𝑛 ................................................................................. Persamaan 2.1
Keterangan :
Ƒu = yaitu kekuatan tarik ultimate (MPa)
Ø = yaitu faktor resistensi / tahanan
ƒn = yaitu kekuatan tarik nominal bahan (MPa)
Besaran faktor resistansi atau tahan yaitu berbeda-beda pada setiap
perhitungan kekuatan desain yang ditinjau, misalnya pada kekuatan tarik digunakan
faktor reduksi sebesar 0.9 dan pada kekuatan geser digunakan faktor 0.75 dan lain
sebagainya. Dalam menentukan besarnya faktor resistensi melihat dari data
statistik, baik yaitu dari hasil lapangan atau dari prcobaan atau hasil riset dari
laboratorium. Dapat dilihat yaitu untuk penampang yang sama hasil kekuatan
tahanan nominal yang diperoleh dengan menggunakan metode LRFD akan lebih
besar daripada perhitungan yang diperoleh dengan menggunakan metode ASD.
2.1.2.Beban Mati (D)
Menurut SNI 1727 (2013:15) beban mati adalah beban dari seluruh bahan-
bahan material dari kontruksi yang terpasang pada bangunan, yaitu termasuk lantai,
dinding, plafon, atap, dinding partsi tetap, bahan finishing, klading gedung dan
komponen material arsitektural dan structural dan komponen peralatan layan
terpasang lain termasuk berat keran. beban mati sendiri bersifat tetap dan selalu
ditempat yang sama posisinya pada setiap saat, beban ini terdiri dari berat kontruksi
struktur sendiri dan semua kompenen melekat yang bersifat permanen atau tetap.
8
Dalam mendesain beban mati ini harus dilakukan analisa dari jenis bahan
material yang digunakan pada struktur tersebut baik berupa baja, beton, kayu,
alumunium, maupun material alami lainnya serta material komposit yang
merupakan gabungan dua material atau lebih yang jelas akan mempengaruhi sifat
dan berat dari beban mati tersebut, serta dimensi dan volume dari total komponen
struktur yang melekat agar dapat ditemukan massa dari beban mati itu sendiri.
Tabel 2.2 beban mati bahan bangunan dan komponen gedung
Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (1983)
2.1.3.Beban Hidup (L)
Menurut SNI 1727 (2013:18) beban hidup yaitu suatu beban yang disalurkan
oleh pengguna dan penghuni pada bangunan gedung atau struktur-struktur lain dan
juga bukan bebanyang berasal dari beban kontruksi dan beban lingkungan, seperti
beban hujan, beban angin, beban banjir, beban gempa, atau beban mati, yang
termasuk beban mati yang bersifat tidak konstan atau tidak tetap.
Beban hidup ini sifatnya berubah-ubah, dan bergerak secara tidak beraturan
baik vertical, horizontal, diagonal, maupun lateral yang menyesuaikan baik dengan
situasi dan kondisi angin, cuaca, geografis (dapat menyebabkan beban bergerak
berupa gempa bumi yang diakibatkan pergeseran atau retakan lempeng) dan
kompenen yang bergerak baik manusia, alat-alat yang bersifat tidak tetap, dan lain-
lain.
Beban hidup sendiri terbagi menjadi bermacam-macam, yaitu berupa beban
angin, beban gempa, beban hujan, bahkan beban salju, namun dalam peraturan di
9
jelaskan secara khusus beban-beban tersebut, terkhusus beban hidup dalam SNI
1727, beban hidup dalam sifatnya terbagi menjadi dua yaitu beban hidup yang di
distribusi secara merata dan beban terpusat, dan lebih lengkapnya dijabarkan dalam
tabel dibawah ini.
Tabel 2.3 beban hidup terdistribusi merata minimum, Lo dan beban terpusat minimum
Sumber : SNI 1727 (2013:26)
2.1.4.Beban Angin (W)
Berdasarkan SNI 1727 (2013:38) beban angin yaitu beban yang berkerja pada
suatu gedung bangunan yang ditimbulkan akibat selisih pada kekuatan tekanan
udara. Beban angin berpengaruh terhadap lokasi dan tinggi suatu bangunan. Untuk
gedung-gedung yang dianggap banguan tinggi, beban angin harus diperhitungkan
karena akan berpengaruh terhadap simpangan gedung (story drift) dan penulangan
geser.
Merata Terpusat
psf (kN/m2) lb (kN)
Rumah sakit:
Ruang operasi, laboratorium 60 (2,87) 1000 (4,45)
Ruang pasien 40 (1,92) 1000 (4,45)
Koridor di atas lantai pertama 80 (3,83) 1000 (4,45)
Atap
Atap datar, berbubung, dan lengkung 20 (0,96)n
Atap digunakan untuk taman atap 100 (4,79)
Atap yang digunakan untuk tujuan lainSama seperti hunian
dilayanii
a
Atap yang digunakan untuk hunian lainnya5 (0,24) tidak boleh
direduksi
Awning dan kanopi
5 (0,24) tidak boleh
direduksi dan
berdasarkan luas tributari
dari atap yang ditumpu
oleh rangka
Konstruksi pabrik yang didukung oleh struktur rangka kau
ringan20 (0,96)
Rangka tumpu layar penutup 200 (0,89)
Semua konstruksi lainnya 2000 (8,9)
Komponen struktur atap utama, yang terhubung langsung
dengan pekerjaan lantai
Titik panel tunggal dari batang bawah rangka atap atau
setiap titik sepanjang komponen struktur utama yang
mendukung atap di atas pabrik, gudang, dan perbaikan
garasi
Semua komponen struktur atap utama lainnya
Semua permukaan atap dengan beban pekerja pemeliharaan
Hunian atau penggunaan
300 (1,33)
300 (1,33)
10
Selain ketinggian, beban angin juga penting pada bangunan yang
menggunakan material lebih ringan dan menggunakan bentuk yang mempengaruhi
aliran udara biasanya bentuk atap. Intensitas tekanan tiup yang direncanakan maka
diambil kuat tiup minimum yaitu 25 kg/m2 , kecuali untuk kondisi berikut ini:
1. untuk tepi laut hingga sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum maka
tekanan tiup angin yang diambil yaitu 40 kg/m2.
2. Untuk bangunan – bangunan pada daerah yang lain maka kekuatan tekanan
tiup angin nya biasanya lebih dari 40 kg/m2, maka diambil sebesar p = V2 / 16
(kg/m2), dengan V yaitu merupakam kecepatan tiupan angin dalam satuan m/s.
3. Pada cerobong, maka kekuatan tiup angin harus ditentukan dengan rumus
(42,5 + 0,6h) dengan satuan kg/m2, dan h adalah tinggi cerobong semuanya
dengan satuan meter.
Beban angin biasanya digunakan di dalam perencanaan SPBAU untuk
bangunan bersifat tertutup atau tertutup sebagian saja, tidak boleh ditetapkan lebih
kecil nilainya dari 0,77 kN/m2 serta kemudian dikalikan pada daerah luas dinding
gedung yang terkena angin, serta juga nilai sebesar 0,38 kN/m2 yang dikalikan
terhadap luas atap gedung yang tersalurkan pada bidang yang vertikal serta tegak
lurus terhadap arah angin yang telah direncanakan, beban atap serta dinding harus
diterapkan secara bersamaan, gaya yamg terjadi pada desain bangunan gedung yang
bersifat terbuka tidak harus dibawah dari 0,77 kN/m2 yang dikalikan dengan luas
Af.
Nilai tekanan tiup angin yang didapatkan masih harus dikalikan dengan koefisien
angin yang telah ditetapkan tabel dibawah ini, guna mendapatkan besarnya resultan
gaya yang bekerja pada suatu struktur.
11
Tabel 2.4 Faktor Arah Angin, Kd
Sumber : SNI 1727 (2013:50)
2.1.5.Beban Gempa (E)
Berdasarkan SNI 1727 (2013:40) beban gempa adalah beban yang
diakibatkan sebab adanya proses alami dibawah struktur suatu gedung atau
bangunan akibat pergerakan tanah, dan percepatan getaran tanah menimbulkan beban
pada saat gempa terjadi. Untuk mendesain struktur bangunan yang tahan terhadap
gempa maka perlu diperhatikan di dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 2.5 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung Untuk Beban Gempa
Sumber : SNI 1726 (2012:14)
Tipe Struktur Faktor Arah Angin Kd*
Bangunan Gedung
Sistem Penahan Beban Angin Utama 0.85
Komponen dan Klading Bangunan Gedung 0.85
Atap Lengkung 0.85
Cerobong asap, Tangki, dan Struktur yang sama
Segi Empat 0.9
Segi Enam 0.95
Bundar 0.95
Dinding Pejal berdiri bebas dan papan reklame pejal
berdiri bebas dan papan reklame terikat0.85
Rangka batang menara
Segi tiga, segi empat, persegi panjang 0.85
Penampang lainnya 0.95
Jenis pemanfaatan Kategori risiko
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia
pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain:
Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan
Fasilitas sementara
Gudang penyimpanan
Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko
I, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
Perumahan
Rumah toko dan rumah kantor
Pasar
Gedung perkantoran
Gedung apartemen/rumah susun
Pusat perbelanjaan/mall
Bangunan industri
Fasilitas manufaktur
Pabrik
I
II
12
Tabel 2.6 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung Untuk Beban Gempa
(Lanjutan)
Sumber : SNI 1726 (2012:14)
Jenis pemanfaatan Kategori risiko
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia
pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
Bioskop
Gedung pertemuan
Stadion
Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat
Fasilitas penitipan anak
Penjara
Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung, tidak termasuk ke dalam kategori risiko IV, yang
memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau
gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi
kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
Pusat pembangkit listrik biasa
Fasilitas penanganan air
Fasilitas penanganan limbah
Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV,
(termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan,
penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya,
bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak)
yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan
bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang
dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting,
termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
Bangunan-bangunan monumental
Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah
dan unit gawat darurat
Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi
kendaraan darurat
Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat
perlindungan darurat lainnya
Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya
saat keadaan darurat
Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik,
tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur
pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran)yang
disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi
struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV.
III
IV
13
Tabel 2.7 Faktor Keutamaan Gempa
Sumber : SNI 1726 (2012:15)
2.1.5.1 Menentukan Percepatan Respons Spektral MCE dari Peta Gempa
Pada tahap ini adalah menentukan nilai parameter percepatan spektral desain.
pada parameter respons percepatan spektral MCE dari peta untuk periode 1 detik
yaitu S1. sedangkan parameter respons percepatan spektral MCE periode 0,2 detik
yaitu SS. S1 dan SS merupan dua variable pada peta gempa yang telah
dipertimbangkan, seperti dibawah ini:
Gambar 2.1 Ss Gempa Maksimum yang dipertimbangkan risiko tertarget/(MCER), Kelas
Situs SB
2.1.5.2 Menentukan Klasifikasi Situs
Menurut SNI 1726 (2013 : 17) dalam pertimbangan kriteria desain seismik
gempa pada bangunan gedung pada permukaan tanah atau penentuan amplifikasi
pada besaran pada percepatan gempa puncak dari dasar batuan ke wilayah daerah
permukaan pada suatu situs, situs tersebut harus diklasifikasiksan terlebih dahulu.
Dan tipe kelas pada situs harus ditetapkan yaitu sesuai dengan ketentuan dari Tabel
2.8 dengan pasal-pasal sebagai berikut.
Kategori Risiko Faktor Keutamaan Gempa, I e
I atau II 1.00
III 1.25
IV 1.50
14
Tabel 2.8 Klasifikasi Situs
Sumber : SNI 1726 (2012:17)
2.1.5.3 Koefisien-Koefisien Situs dan Parameter-Parameter Respons Spektra
Percepatan Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko
Tertarget (MCER)
Menurut SNI 1726 (2012 : 21) percepatan gempa MCER untuk pemilihan
desain respon spektra di permukaan tanah, diperlukan yaitu suatu faktor amplifikasi
seismic yaitu pada periode 0,2 detik serta periode 1,0 detik. Faktor amplifikasi
antara lain faktor terkait percepatan pada getaran perioda pendek (Fa) dan juga
percepatan yang meliputi getaran pada perioda 1,0 detik (Fv). Parameter spektrum
respons percepatan pada perioda pendek (SMS) dan perioda 1,0 detik (SM1) yang
disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan Persamaan
berikut ini:
𝑆𝑀𝑆 = 𝐹𝑎 𝑆𝑠 ............................................................................ Persamaan 2.2
𝑆𝑀1 = 𝐹𝑣 𝑆1 ............................................................................. Persamaan 2.3
Kelas situs vs (m/detik) N atau Noh su (kPa)
SA (batuan keras) >1500 N/A N/A
SB (batuan) 705 sampai 1500 N/A N/A
SC (tanah keras, sangat padat
dan batuan lunak)350 sampai 750 >50 100
SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100
<175 <15 <50
• Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan
Indeks Plastisitas PI > 75)
SE (tanah lunak)
SF (tanah khusus, yang
membutuhkan investigasi
geoteknik spesifik dan analisis
respons spesifik-situs yang
mengikuti 6.10.1)
Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m
dengan su< 50 kPa
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan
karakteristik sebagai berikut:
1. Indeks plastisitas, PI > 20,
2. Kadar air, w 40%,
3. Kuat geser niralir su< 25 kPa
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari
karakteristik berikut:
• Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa
seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi
lemah
• Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m)
15
Keterangan:
Fa = yaitu getaran pada periode pendek.
Fv = yaitu getaran yang terjadi pada periode 1,0 detik.
Ss = yaitu parameter respons spektral perioda pendek terpetakan pada percepatan
gempa MCER.
S1 = yaitu parameter respons spektral perioda 1,0 detik terpetakan untuk
percepatan gempa MCER.
Tabel 2.9 Koefisien Situs Fa
Sumber : SNI 1726 (2012:22)
Tabel 2.10 Koefisien Situs FV
Sumber : SNI 1726 (2012:22)
Catatan :
(a) Untuk mencari nilai-nilai antara Ss dan S1 maka dilakukan interpolasi linier ;
(b) SS= situs yang nilainya diperlukan investigasi analisis respons situs spesifik
dan geoteknik spesifik.
2.1.5.4 Parameter Percepatan Spektral Desain
Menurut SNI 1726 (2012 : 22) yaitu perioda pendek parameter untuk
percepatan sepktral desain, SDS dan pada perioda 1 detik, SD1, maka ditentukan
melalui rumus perhitungan sebagai berikut:
𝑆𝐷𝑆 = 2
3 𝑆𝑀𝑆 ........................................................................ Persamaan 2.4
Kelas situs
SS = 0,25 SS = 0,5 SS = 0,75 SS =1,0 SS = 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF
Parameter respons spektral percepatan gempa (MCEr) terpetakan pada
periode pendek, T=0,2 detik, Ss
SSb
Kelas situs
S1 =0,25 S1 = 0,5 S1 = 0,75 S1 =1,0 S1 = 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2,0 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
SF
Parameter respons spektral percepatan gempa (MCEr) terpetakan pada
perioda 1 detik, S1
SSb
16
𝑆𝐷1 = 2
3 𝑆𝑀1 ......................................................................... Persamaan 2.5
Keterangan :
SDS = yaitu parameter spektrum respons untuk percepatan pada perioda pendek.
SD1 = yaitu parameter spektrum respons untuk percepatan pada perioda 1,0 detik.
2.1.5.5 Spektrum Respons Desain
Menurut SNI 1726 (2012 : 23) bila spektrum respons desian diperlukan oleh
tata cara ini dan presedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka
kurva spektrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu pada Gambar
dan mengikuti ketentuan dibawah ini :
1. Spektrum respons percepatan untuk periode yang nilainya lebih kecil dari T0,
maka desain, Sa ;
𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆 (0,4 + 0,6 𝑇
𝑇0) ......................................................... Persamaan 2.6
2. spektrun respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS Untuk periode lebih
kecil atau sama dengan nilai TS dan lebih besar atau sama dengan nilai T0 ;
3. Untuk periode lebih besar dari TS, spektrum respons percepatan desain, Sa,
diambil berdasarkan persamaan ;
𝑆𝑎 = 𝑆𝐷1
𝑇 .................................................................................. Persamaan 2.7
Keterangan :
SDS = yaitu parameter spektrum respons untuk percepatan pada perioda pendek.
SD1 = yaitu parameter spektrum respons untuk percepatan pada perioda 1,0
detik.
T = Periode getar struktur yang fundamental.
T0 = 0,2 𝑆𝐷1
𝑆𝐷𝑠
TS = 𝑆𝐷1
𝑆𝐷𝑠
17
Gambar 2.2 Spektrum Respon Desain
2.1.5.6 Kategori Desain Seismik
Dalam perencanaan struktur harus ditetapkan memiliki suatu kategori desain
seismik, semua struktur harus ditetapkan kategori desain seismiknya berdasarkan
kategori resiko dan parameter respons spectral percepatan desainnya SDS dan SD1.
Kategori Desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan Pada
perioda pendek dan perioda 1 detik di batasi dengan tabel dibawah ini.
Tabel 2.11 Kategori Desain Seismik berdasarkan Parameter Respons Percepatan Pada
Perioda Pendek
Sumber : SNI 1726 (2012:24)
Tabel 2.12 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan Pada
Perioda 1 Detik
Sumber : SNI 1726 (2012:25)
2.1.5.7 Kombinasi Sistem Perangkai dalam Arah yang Berbeda
Menurut SNI 1726 (2012 : 34) pada arah kedua sumbu ortogonal struktur
untuk menahan gaya gempa di masing-masing maka sistem penahan-gaya gempa
18
yang berbeda dizinkan untuk digunakan. Bila sistem yang digunakan berbeda, maka
masing - masing nilai R, Cd, dan ΩD harus dipakai pada setiap sistem, termasuk
untuk batasan sistem struktur yang dimuat dalam Tabel 2.13.
Tabel 2.13 Faktor R, 0, dan Cd Untuk Sistem Penahan Gaya Gempa
Sumber : SNI 1726 (2012:36)
2.1.5.8 Perioda Fundamental Pendekatan
Menurut SNI 1726 (2012 : 55) (Ta)pada pendekatan periode fundamentalya,
dalam detik, semua nilai harus ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
𝑇𝑎 = 𝐶𝑡 ℎ𝑛𝑥 ...................................................................................... Persamaan 2.8
Keterangan :
hn = Ketinggian struktur, dalam (m), di atas sampai tingkat tertinggi struktur,
Ct , x = Nilainya ditentukan pada tabel 2.14
19
Tabel 2.14 Tabel Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan X
Sumber : SNI 1726 (2012:56)
pendekatan (Ta) dalam detik diizinkan untuk menentukan perioda
fundamental Sebagai alternatifnya, pada persamaan berikut untuk struktur dengan
sistem penahan gaya gempa teridiri atas rangka penahan momen beton atau baja
secara keseluruhan dan tinggi tingkatnya paling sedikit 3m dan juga ketinggian
yang tidak lebih dari 12 tingkat dimana:
𝑇𝑎 = 0,1𝑁 .............................................................................. Persamaan 2.9
Keterangan :
N = Jumlah tingkat
2.1.5.9 Geser Dasar Seismik
Menurut SNI 1726 (2012 : 54), dalam arah yang telah ditetapkan maka gaya
geser dasar seismik V, harus ditentukan dengan persamaan berikut :
𝑉 = 𝐶𝑠 𝑊 ........................................................................................ Persamaan 2.10
Keterangan :
Cs = perhitungan koefisien respons seismik untuk menentukan koefisien respons
seismik.
W = yaitu berat efektif seismik.
2.1.5.10 Perhitungan Koefisien Respons Seismik.
Menurut SNI 1726 (2012 : 54) Cs yaitu koefisien respon seismik, maka
persamaanya harus ditentukan sebagai berikut :
𝐶𝑠 =𝑆𝐷𝑠
(𝑅
𝐼𝑒)................................................................................... Persamaan 2.11
Keterangan :
SDS = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang perioda
pendek.
20
R = yaitu faktor untuk modifikasi respons
Ie = yaitu faktor untuk keutamaan gempa
Nilai Cs yang telah dihitung menggunakan persamaan diatas, maka nilainya
tidak perlu melebihi dengan persamaan berikut ini :
𝐶𝑠 =𝑆𝐷1
𝑇(𝑅
𝐼𝑒) ................................................................................. Persamaan 2.12
Keterangan :
Cs tidak boleh kurang dari :
𝐶𝑠 = 0,044SDSIe ≥ 0,01 ...................................................... Persamaan 2.13
Pada struktur yang berlokasi di daerah dimana S1 nilainya sama atau lebih
besar dari 0,6g, sebagai tambahan, maka nilai Cs harus tidak kurang dari :
𝐶𝑠 =0,5 𝑆1
(𝑅
𝐼𝑒)
................................................................................ Persamaan 2.14
Keterangan :
SD1 = yaitu nilai parameter spektrum respons percepatan desain untuk perioda
sebesar 1,0 detik
T = Perioda struktur bersifat fundamental (detik)
S1 = yaitu parameter yang telah dipetakan untuk percepatan spektrum respons
yang maksimum.
2.1.5.11 Distribusi Vertikal Gaya Gempa
Menurut SNI 1726 (2012 : 57) gaya gempa lateral yang timbul disemua
tingkat Fx (Kn) maka ditentukan dari persamaan berikut:
𝐹𝑥 = 𝐶vx 𝑉 ............................................................................ Persamaan 2.15
dan
𝐶𝑣𝑥 = 𝑊𝑥ℎ𝑥
𝑘
∑ 𝑊𝑥ℎ𝑥𝑘 𝑛
𝑖=1
...................................................................... Persamaan 2.16
Keterangan :
Cvx = yaitu faktor distribusi vertical.
V = yaitu gaya lateral geser atau desain di dasar daerah struktur (kN).
wi dan wx = Bagian berat total efektif seismic pada struktur (W) yang
ditempatkan pada struktur tingkat i atau x.
hi dan hx = yaitu tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x pada struktur, (m)
21
k = yaitu nilai eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut :
Untuk struktur yang memiliki nilai perioda sebesar 0,5 detik atau kurang, k =
1 ; Untuk struktur yang memiliki nilai perioda sebesar 2,5 detik atau lebih, k
= 2; Untuk struktur yang memiliki nilai perioda antara 0,5 hingga 2,5 detik, k
harus Sebesar 2 atau lebih maka nilainya ditentukan dengan interpolasi linear
antara 1 dan 2.
2.1.5.12 Beban Kombinasi Terfaktor
perhitungan pembebanan yang telah dikombinasikan dan dimasukkan ke
dalam program pendukung serta telah dikombinasi dengan beban sesuai peraturan
SNI-03-1726-2012. yaitu kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh beban-
beban terfaktor dengan kombinasi-kombinasi dengan elemen-elemen pondasi dan
Komponen elemen struktur harus dirancang sedemikian rupa, metode kombinasi
diatur dalam tabel 2.15.
Tabel 2.15 Kombinasi Beban untuk Metode Ultimit
Sumber : SNI 1726 (2012 :15)
Menurut SNI 1726 (2012 : 51) arah yang akan menghasilkan pengaruh beban
paling kritis merupakan arah untuk penerapan gempa yang digunakan dalam desain
suatu struktur. Prosedur pada pembebanan yang telah ditetapkan struktur juga harus
dianalisis secara terpisah semua dalam dua arah ortogonal. Pengaruh beban paling
kritis akibat arah penerapan gaya gempa pada struktur dianggap terpenuhi jika
kombinasi beban-beban yang diterapkan komponen dipikul pondasinya yang telah
didesain untuk beban dengan: 100% gaya untuk satu arah ditambah 30% gaya untuk
tegak lurus.
2.2 Struktur Komposit
Struktur komposit adalah struktur yang terdiri dari dua material atau lebih
namun memilik sifat bahan yang dalam penerapannya yaitu menggabungkan kedua
22
elemen tersebut menjadi satu kesatuan untuk menghasilkan elemen struktur yang
lebih baik dari elemen struktur sebelumnya.
Baja dan beton merupakan dua sifat bahan yang sering ditemukan dalam
pembanguanan suatu struktur konstruksi, baja memiliki keunggulan dalam perilaku
Tarik ketika menerima suatu beban namun sangat rentan sekali ketika menerima
tekan yang menyebabkan tekuk, sedangkan beton yaitu mempunyai perilaku
sebaliknya yaitu mudah hancur dalam perilaku tariknya, namun memiliki
keunggulan dalam perilaku tekan dalam menerima beban.
Struktur komposit merupakan kombinasi beton dan balok baja merupakan
struktur yang memanfaatkan keunggulan dari beton dan baja yang bekerja sebagai
satu kesatuan bersama - sama. Kelebihan itu merupakan baja yang kuat terhadap
tarik dan beton kuat terhadap tekan. konstruksi pelat beton yang di tumpu balok
baja sebelumnya di desain dengan cara cor di tempat, jika sebelumnya didesain
dengan mengnasumsikan bahwa pelat beton dan baja dalam menahan beban bekerja
yaitu dengan terpisah. Pada pelat beton dan baja yang bekerja bersama-sama untuk
pengaruh kompositnya tidak diperhitungkan. Pengabaian ini ddasarkan atas asumsi
bahwa ikatan yang terjadi pada pelat beton di bagian atas balok baja tidak dapat
diandalkan. Tapi dengan kemajuan pada teknologi penggunaan las, penggunaan
sambungan geser yang bersifat mekanis menjadi mudah untuk menahan gaya geser
horisontal. (Widiarsa & Seskarta, 2007).
Umumnya struktur komposit berupa:
1. Kolom baja yang telah dibungkus beton ataupun balok untuk baja terbungkus
beton (Gambar 2.3.a/d).
2. Kolom baja tang telah dibungkus beton atau tiang pancang (Gambar 2.3.b/c).
3. Balok bermaterial baja yang menahan komponen slab beton (Gambar 2.3.e).
23
Gambar 2.3 Macam – Macam Struktur Komposit
2.3 Dek Baja Gelombang
Perkembangan struktur komposit dimulai dengan digunakannya dek baja
gelombang, selain berfungsi sebagai bekisting saat pelat beton dicetak, juga
berfungsi sebagai tulangan positif bagi pelat beton. Penggunaan dek baja juga dapat
dipertimbangkan sebagai dukungan dalam arah lateral dari balok sebelum beton
mulai mengeras. Arah dari gelombang dek baja biasanya diletakkan tegak lurus
dengan balok penopangnya.
Persyaratan dek baja gelombang dan penghubung gesernya untuk digunakan
dalam komponen struktur komposit diatur dalam pasal I3.2c SNI 1729:2015. Dalam
pasal ini diisyaratkan:
1. Tinggi maksimum dek baja, hr ≤ 75 mm, lebar rata-rata minimum dari dek
gelombang, wr > 50 mm tetapi tidak boleh diambil dalam perhitungan sebagai
lebih dari lebar bersih minimum di dekat bagian paling atas dari dek baja
2. Pelat beton harus disambungkan ke balok baja dengan angkur steel headed
stud di las baik pada dek atau penampang melintang baja. Diameter stud
maksimum 19 mm.
3. Tebal pelat di atas dek baja tidak boleh kurang dari 50 mm.
4. Dek baja harus diangkurkan ke semua komponen struktur pendukung pada
spasi tidak lebih dari 460 mm.
24
Dalam perencanaan pelat atap yang menggunakan floor deck, tulangan positif
digantikan peranannya dengan floor deck. Besarnya nilai momen kapasitas floor
deck dapat dihitung dengan rumus:
𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 . (𝑑𝑒𝑓𝑓 − 𝑎
2) .................................................... Persamaan 2.17
dengan
𝑎 = 𝐴𝑠 .𝑓𝑦
0,85 .𝑓𝑐 .𝑏 .......................................................................... Persamaan 2.18
Dalam perencanaan tulangan lapis atas terlebih dahulu perlu ditentukan rasio
tulangan maksimum dan minimum.
𝜌𝑏 = 0,85 . 𝛽1 .𝑓𝑐
′
𝑓𝑦 . (
600
600+ 𝑓𝑦) ................................................. Persamaan 2.19
dengan
𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,75 . 𝜌𝑏 .................................................................. Persamaan 2.20
𝜌𝑚𝑖𝑛 = 1,4
𝑓𝑦 ............................................................................... Persamaan 2.21
Nilai As pakai dari tabel A-5 Struktur Beton Bertulang Istimawan
Dipohusodo didapat dari
𝐴𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = 𝜌 𝑥 𝑏 𝑥 𝑑 ............................................................... Persamaan 2.22
dengan
𝜌 = 0,85𝑥𝑓𝑐
′𝑥𝛽1
𝑓𝑦𝑥 [1 − √1 −
2 𝑥 𝑅𝑛
0,85𝑥𝑓𝑐′] ........................................ Persamaan 2.23
𝑅𝑛 = 𝑀𝑢
𝜙.𝑏.𝑑2 ............................................................................. Persamaan 2.24
𝑀𝑛 = 𝑀𝑢
Ø ................................................................................. Persamaan 2.25
Tabel 2.16 Luas penampang tulangan baja per meter panjang pelat
Diameter
batang
(mm)
Luas Penampang (mm2)
Jarak Spasi p.k.p (mm)
50 100 150 200 250 300 350 400 450
6 565,5 282,7 188,5 141,4 113,1 94,2 80,8 70,7 62,8
8 1005,3 502,7 335,1 251,3 201,1 167,6 143,6 125,7 111,7
9 1272,3 636,2 424,1 318,1 254,5 212,1 181,8 159,0 141,4
10 1570,8 785,4 523,6 392,7 314,2 261,8 224,4 196,3 174,5
12 2261,9 1131,0 754,0 565,5 452,4 377,0 323,1 282,7 251,3
13 2654,6 1327,3 884,9 663,7 530,9 442,4 379,2 331,8 295,0
14 3078,8 1539,4 1026,3 769,7 615,8 513,1 439,8 384,8 342,1
25
16 4021,2 2010,6 1340,4 1005,3 804,2 670,2 574,5 502,7 446,8
18 5089,4 2544,7 1696,5 1272,3 1017,9 848,2 727,1 636,2 565,5
19 5670,6 2835,3 1890,2 1417,6 1134,1 945,1 810,1 708,8 630,1
20 6283,2 3141,6 2094,4 1570,8 1256,6 1047,2 897,6 785,4 698,1
22 3801,3 2534,2 1900,7 1520,5 1267,1 1086,1 950,3 844,7
25 4908,7 3272,5 2454,4 1963,5 1636,2 1402,5 1227,2 1090,8
28 6157,5 4105,0 3078,8 2463,0 2052,5 1759,3 1539,4 1368,3
29 6605,2 4403,5 3302,6 2642,1 2201,7 1887,2 1651,3 1467,8
32 8042,5 5361,7 4021,2 3217,0 2680,8 2297,9 2010,6 1787,2
36 6785,8 5089,4 4071,5 3392,9 2908,2 2544,7 2261,9
40 8377,6 6283,2 5026,5 4188,8 3590,4 3141,6 2792,5
50 13090,0 9817,5 7854,0 6545,0 5610,0 4908,7 4363,3
Sumber: Struktur beton bertulang Istimawan Dipohusodo (1993:459)
Kontrol lendutan diambil pada pelat yang mempunyai bentang dan nilai
momen yang terbesar tetapi sebelum melakukan kontrol lendutan dilakukan
pemeriksaan tinggi minimum sesuai dengan tabel 9.5 (a) SNI 2847:2013.
Tabel 2.17 Tebal minimum balok non-prategang atau pelat satu arah bila lendutan tidak
dihitung
Sumber: SNI 2847 (2013:70)
Lendutan yang dihitung berdasarkan tabel di atas tidak boleh melebihi batasan
berikut
Tertumpu
sederhana
Satu ujung
menerus
Kedua unjung
menerusKantilever
Pelat masif satu-arah l/20 l/24 l/28 l/10
Balok atau pelat rusuk satu-arah l/16 l/18,5 l/21 l/8
Tebal minimum, h
Komponen struktur tidak menumpu atau tidak
dihubungkan dengan partisi atau konstruksi lainnya
yang mungkin rusak oleh lendutan yang besar
Komponen struktur
26
Tabel 2.18 Lendutan izin maksimum yang dihitung
Sumber: SNI 2847 (2013:71)
2.4 Sistem Struktur Komposit Balok dan Pelat lantai
Sistem pada lantai beton bertulang yang bertumpu pada balok baja profil I ,
biasanya berperilaku sebagai sistem plat satu arah. Jarak antar as ke as balok saling
berjajar dan digunakan sebagai tumpuan pada pelat tersebut.
Pada kasus balok komposit jenis gaya yang dipikul agar kedua material (baja
dan beton) yaitu gaya geser, dan untuk mengatasi gaya geser biasa terjadi pada pelat
beton yang berada diatas profil baja, maka digunakan shear connector atau shear
stud dan biasa juga disebut steel anchor, jika tidak diberikan shear connector maka
akan menyebabkan pergerseran (Δ) secara lateral dan mengakibatkan pelat beton
dan profil baja bekerja menjadi satu kesatuan, sehingga tidak bekerja lagi sebagai
balok komposit.
Gambar 2.4 perilaku pelat beton diatas profil baja balok
Jenis komponen struktur Lendutan yang diperhitungkan Batas Lendutan
Atap datar yang tidak menumpu atau tidak
disatukan dengan komponen nonstruktural
yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang
besar
Lendutan seketika akibat beban
hidup Ll/180
*
Lantai yang tidak menumpu atau tidak
disatukan dengan komponen nonstruktural
yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang
besar
Lendutan seketika akibat beban
hidup Ll/360
Jenis komponen struktur Lendutan yang diperhitungkan Batas Lendutan
Konstruksi atap atau lantai yang menumpu atau
disatukan dengan komponen nonstruktural atau
mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar
l/480
Konstruksi atap atau lantai yang menumpu atau
disatukan dengan komponen nonstruktural
yang mungkin tidak akan rusak oleh lendutan
yang besar
l/240
Bagian dari lendutan total yang
terjadi setelah pemasangan
komponen nonstruktural (jumlah
dari lendutan jangka panjang,
akibat semua beban tetap yang
bekerja, dan lendutan seketika,
akibat penambahan beban hidup)
27
Kuat geser nominal shear stud tunggal, Qn yang dihubungkan pada pelat beton
atau pelat beton komposit yang menggunakan dek baja, dapat dihitung kekuatannya
menggunakan rumus yaitu sebagai berikut.
𝑄𝑛 = 0,5𝐴𝑠𝑎√𝑓𝑐′𝐸𝑐 ≤ 𝑅𝑔𝑅𝑝𝐴𝑠𝑎𝐹𝑢 ....................................... Persamaan 2.26
Keterangan :
Asa = Luas pada penampang shear stud (mm2).
Ec = Modulus elastisitas pada beton 0,043 𝑤𝑐1,5√𝑓𝑐
′ atau 4700 √𝑓𝑐′ (MPa)
Untuk beton normal.
Fu = Kuat Tarik minimum pada shear stud (MPa).
Rg, Rp = yaitu adalah parameter yang digunakan dengan memasukkan pengaruh
pelat beton komposit dengan dek baja.
Tabel 2.19 Kondisi menentukan Rg dan Rp
Sumber : AISC 360-10 (2010:98)
Keterangan :
Wr = lebar rusuk (rib)
Hr = tinggi rusuk
** = Shear Stud tunggal
+ = Jika emid-ht ≥ 0,50 mm maka Rp = 0,75
28
Gambar 2.5 pengaruh orientasi rusuk dek baja tegak lurus profil balok (AISC 2010)
Untuk memperkirakan kuat geser dari shear-stud di dasarkan oleh riset
empiris, tingkat akurasinya tergantung kesamaan detail rencana dengan detail
sampel uji empiris yang menjadi rujukan, jadi untuk pelat beton komposit dan dek
baja, maka penempatan shear stud harus sesuai dan memenuhi ketentuan sesuai
gambar dibawah ini.
Gambar 2.6 persyaratan pendetailan shear-stud dengan dek baja (AISC 2010)
29
Pada pemasangan shear stud dengan profil balok yang menggunakan dek baja,
pertama membuat lubang atau dapat dilas diatasnya, namun apabila tebalnya t ≥ 1,5
mm (lapis tunggal) atau 1,2 mm (lapis ganda) maka cara pemasangan dek baja
mengikuti ketentuan atau ketetapan dari pabrik.
Syarat dek baja yaitu harus disambung pada profil baja maksimum setiap 450
mm (AISC 2010). Sambungan dapat menggunakan shear-stud atau dapat ditambah
las titik (spot weld).
Menurut ketentuan AISC 2010 pasal I3.2d.(1) seluruh kekuatan gaya geser
horisontak yang terjadi pada interface profil baja dan pada pelat berton, keseluruhan
dianggap dipikul oleh angkur baja : c-channel atau stud.
Pada penampang plastis pada balok komposit. Jumlah stud yang dihitung
dengan rumus.
𝑁 = 𝑉’/𝑄𝑛 .............................................................................. Persamaan 2.27
Keterangan :
V’ = Yaitu gaya geser nominal.
Qn = yaitu kuat geser nominal stud tunggal.
Gambar 2.7 aliran geser shear-stud balok sederhana
Untuk balok sederhana perlu dua kali dari hasil jumlah perhitungan dari
persamaan di atas agar terpasang secara lengkap, dari kiri sampai tengah pada
bentang dan lanjut pada tumpuan bagian kanan.
30
Jika shear-stud yang dibutuhkan cukup banyak, maka harus dipasang
sedemekian rupa agar jarak antara stud yang terpasang tidak kuran dari 6d. dan bila
mungkin dibutuhkan dapat dibuat staggering sebagai berikut.
Gambar 2.8 ketentuan pemasangan jarak antar shear-stud
2.4.1 Perencanaan Lentur Balok Komposit
Untuk perencanaannya yang bersifat konservatif, perilaku dari reaksi
komposit yaitu hanya terjadi pada balok yang hanya mengalami momen positif,
pada balok menerus ada juga bagian yang mengalami momen negatif, sehingga
pelat beton bagian atas mengalami tarik, sedangkan bagian tekat dialami pada
bagian bawah profil baja I, maka untuk perencanaan efek dari balok komposit tidak
di perhitungkan, dan hanya dianggap sebagai balok biasa.
Karena permasalah stabilitas, analisa momen pada balok komposit relatif
lebih sederhana, bagian sayap yang terhubung atau menyatu dengan pelat beton,
membuat permasalahan tekuk torsi dan lokal terabaikan, hanya pelat badan yang
perlu ditinjau kembali pada stabilitas.
Pelat badan berklasifikasi kompak
ℎ𝑡𝑤
⁄ ≤ 3,76 √𝐸
𝑓𝑦 .................................................................... Persamaan 2.28
Pada pelat badan yang terklasifikasi kompak, tidak meninjau stabilitas, yaitu
tekuk local dan tekuk lateral, profil pada baja yang dibebani hingga kondisi plastis.
Maka kapasitas pada lentur yaitu Mn dihitung berdasarkan momen plastisnya.
Pelat badan berklasifikasi kompak
31
ℎ𝑡𝑤
⁄ > 3,76 √𝐸
𝑓𝑦 .................................................................... Persamaan 2.29
Pada pelat badan yang terklasifikasi kompak atau langsing, yaitu meninjau
stabilitas, yaitu ketika dibebani sebelum mencapai keadaan plastis, akan mengalami
kegagalan pada stabilitas, yaitu terjadi tekuk lokal, dan cara mengatasinya
mengasumsikan balok dalam kondisi elastis saja.
2.4.2 Lebar Efektif Balok Komposit
Konsep lebar efektif sangat berguna dalam proses desain, terutama ketika
proses desain harus dilakukan terhadap suatu elemen yang mengalami distribusi
tegangan yang tidak seragam. Besarnya lebar efektif dari suatu komponen struktur
komposit dapat ditentukan sebagai berikut:
Gambar 2.9 Lebar efektif balok komposit
Sesuai dengan pasal I3.1a SNI 1729:2015, menyatakan bahwa lebar efektif
pelat beton harus diambil dari jumlah lebar efektif untuk setiap sisi sumbu balok,
masing-masing yang tidak melebihi:
1. Seperdelapan dari bentang balok, pusat-ke-pusat tumpuan
2. Setengah jarak ke sumbu dari balok yang berdekatan
3. Jarak ke tepi dari pelat
𝑏𝑒 ≤ 𝐿
4 𝑥 𝐿 .............................................................................. Persamaan 2.30
𝑏𝑒 = 𝑏𝑜 ................................................................................... Persamaan 2.31
32
2.4.3 Gaya Geser Balok Komposit
Untuk gaya geser pada balok komposit yaitu sama saja sifatnya dengan balok
biasa, hal ini dikarenakan kuat gesernya hanya ditentukan oleh profil baja itu sendiri
yakni pelat badan dari balok tersebut, dan tidak terpengaruh oleh pelat beton, begitu
pula shear-stud tidak memengaruhi apa-apa dan hanya sebagai penyatu antara pelat
beton dan balok baja.
Menurut SNI 1729 (2015:75) desain kekuatan dari nilai geser ditentukan
dengan persamaan dibawah ini
𝑉𝑛 = 0,6 𝐹𝑦 𝐴𝑤 𝐶𝑣 ................................................................... Persamaan 2.32
Keterangan:
Fy = yaitu nilai dari tegangan leleh minimum yang telah disyaratkan Ksi (N-
mm2)
Aw = yaitu luas dari badan, dengan tinggi keseluruhan dikalikan dengan ketebalan
pada badan, dtw, In2 (mm2)
Cv = 1,0
2.4.4 Penampang Plastis Balok Komposit
Momen plastis terjadi jika pelat badan pada profil baja komposit memenuhi
persamaan
ℎ𝑡𝑤
⁄ ≤ 3,76 √𝐸
𝑓𝑦 ..................................................................... Persamaan 2.33
Atau terklasifikasi kompak, dengan asumsi bahwa penampang balok
komposit dalam kondisi plastis, yaitu terjadi ketika tegangan pada seluruh
penampang mengalami leleh atau Fy baik pada daerah tegangan tarik maupun tekan.
Pada saat terjadi Tarik maka kekuatannya diabaikan. Untuk beton yang mengalami
tekan, kondisi plastis ekivalen jika seluruh penampang terjadi tegangan yang
bersifat merata 0,85fc’
Pada perhitungan luas penampang beton yang mengalami tekan, dan
digunakan pada pelat komposit dengan dek baja, maka penempatannya pada arah
rusuk, akan menentukan luas efektif yang dapat digunakan. Untuk arah rusuk tegak
lurus balok (lihat gambar 2.10), yang efektif hanya beton diatas elevasi rusuk dan
33
dapat diperhitungkan, sedangkan yang bagian dalam rusuk tidak bekerja maka
diperlukan kuat geser shear-stud.
Gambar 2.10 komponen – komponen balok komposit
Momen plastis yang terjadi pada balok komposit sangat dipengaruhi oleh
kekuatan geser yang dipikul oleh shear-stud. Jika ternyata tidak dapat ditahan, maka
momen plastis tidak akan tercapai, maka dengan itu gaya geser nominal V’ antara
profil baja dan pelat baja dan pelat beton yang ditahan oleh shear-stud yang
bereaksi pada titik-titik momen positif maksimum, sampai dengan titik momen nol.
Besarnya nilai V’ tergantung dari tiga kondisi batas
Nilai V’ untuk beton pecah
𝑉′ = 0,85 𝑓𝑐′𝐴𝑐 ....................................................................... Persamaan 2.34
Nilai V’ untuk profil baja mencapai leleh Tarik
𝑉′ = 𝑓𝑦𝐴𝑠 ............................................................................... Persamaan 2.35
Nilai V’ untuk kuat geser total shear-stud
𝑉′ = ∑ 𝑄𝑛 ............................................................................... Persamaan 2.36
Keterangan :
Ac = yaitu luasan pada pelat beton yang berada diantara lebar efektif pada pelat
As = yaitu luasan pada profil baja I
34
ƩQn = jumlah besarnya nilai kuat geser nominal pada shear-stud pada balok
komposit yang terpasang antara titik momen maksimum sampai titik momen
nol (agar terjadi efek komposit penuh), nilainya tidak boleh yang terkecil.
Besarnya gaya geser V’ dari profil baja atau beton pecah yang mengalami
leleh sama seperti pada resultan gaya tekan serta tarik besarnya nilai gaya geser
sebagai berikut.
Resultan gaya tekan maksimum yang terjadi yaitu :
𝐶 = 0,85 𝑓𝑐′𝐴𝑐 ......................................................................... Persamaan 2.37
Resultan Gaya Tarik minimum yang terjadi yaitu ;
𝑇 = 𝑓𝑦𝐴𝑠 ................................................................................. Persamaan 2.38
Dalam menghitung momen plastis balok komposit, ada tiga macam kondisi
distribusi tegangan plastis, yang nilainya tergantung pada resultan gaya tarik dan
tekan dan menghasilkan sumbu netral plastis yang berbeda-beda.
Case-a : Jika T ≤ C maka sumbu netral plastis berada dalam plat beton
Gambar 2.11 distribusi tegangan plastis – case a
Yaitu pada kondisi ini, merupakan kondisi paling ideal bagi penampang balok
komposit, dan sering dijumpai di lapangan, momen positif pada lentur sehingga
kondisi leleh dialami baja terlebih dahulu dikarenakan volume beton yang relatife
lebih besar, sehingga kopel gaya tarik yang menentukan 𝑇 = 𝑇 ∗ dan 𝐶 = 𝑇 ∗.
35
Tinggi blok yang terjadi pada pelat beton yang mengalami tegangan tekan
yaitu a dapat dihitung besar nilainya dengan persamaan sebagai berikut:
𝑎 = 𝑓𝑦𝐴𝑠
0,85𝑓𝑐′.𝑏𝑒 ............................................................................ Persamaan 2.39
Dan asumsi dinyatakan terbukti jika 𝑎 < 𝑡𝑐 yaitu jika memakai dek baja, dan
𝑎 < 𝑡 dengan menggunakan pelat yang solid. Yc adalah jarak pada tepi atas profil
baja I ke bagian atas pada pelat beton, sedangkan Y2 adalah jarak dari tepi atas profil
baja I ke resultan gaya pelat beton yang dicari, maka :
Nilai Yc untuk pelat beton solid
𝑌𝑐 = 𝑡 ..................................................................................... Persamaan 2.40
Nilai Yc untuk pelat komposit dengan dek-baja)
𝑌𝑐 = ℎ𝑟 + 𝑡𝑐 ......................................................................... Persamaan 2.41
Nilai Yc untuk pelat solid haunch / Penebalan)
𝑌𝑐 = ℎℎ + 𝑡 ............................................................................ Persamaan 2.42
Nilai untuk Y2
𝑌2 = 𝑌𝑐 − 1
2𝑎 ........................................................................ Persamaan 2.43
Keterangan:
t = yaitu tebal pelat beton solid (tanpa dek baja).
hr = yaitu adalah tinggi rusuk pada pelat komposit dengan dek baja.
tc = yaitu adalah tebal pelat beton di atas elevasi rusuk pada pelat komposit
dengan dek baja.
hh = yaitu tinggi haunch atau penebalan diatas profil balok.
maka dapat ditemukan persamaan kapasitas dari momen plastis pada
penampang balok ko,posit case-a sebagai berikut:
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝑓𝑦𝐴𝑠 + 1
2𝑑 ......................................................... Persamaan 2.44
Case-b : Jika T > C maka sumbu netral plastis berada di baja, yaitu pada pelat sayap
36
Gambar 2.12 distribusi tegangan plastis – case b
Kondisi pada case-b ini terjadi ketika luasan pada plat beton yang relative
lebih kecil dari kopel Tarik profil baja, maka sebab itu ketika terjadi momen positif
maka profil baja tersebut akan mengalami desak, dan hal ini sangat dapat terjadi
jika 𝑡𝑓 > 𝑦 > 0.
Dan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
𝑇 = 𝑓𝑦𝐴𝑠 ................................................................................. Persamaan 2.45
𝐶 = 0,85 𝑓𝑐′𝑏𝑒𝑡 ....................................................................... Persamaan 2.46
𝑦 = 𝑇−𝐶
𝑏𝑓.𝐹𝑦 ≤ 𝑡𝑓 ........................................................................ Persamaan 2.47
Jika persyaratan dari persamaan di atas terpenuhi maka kuat lentur dari
penampang komposit dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
𝐶𝑠𝑚 = 2𝐹𝑦𝑦 ............................................................................. Persamaan 2.48
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝐶 (𝑌2 + 1
2𝑑) + 𝐶𝑠𝑚 (𝑑 − 𝑦)
1
2 .......................... Persamaan 2.49
Case-c : Jika T > C maka sumbu netral plastis berada di baja, yaitu pada pelat badan
Gambar 2.13 distribusi tegangan plastis – case c
37
Pelat beton dengan kondisi luasannya yang terjadi nilainya relatif lebih kecil
dibandingkan luasan pada profil baja. Untuk terjadinya keseimbangan gaya,
akibatnya masih mengalami gaya tekan pada bagian pelat badan profil baja. Dan
kondisi ini yaitu terjadi jika nilai pada 𝑻 − 𝑪 – 𝑪𝒔𝒇 > 𝟎 adapun persamaan –
persamaannya dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini:
𝑇 = 𝑓𝑦𝐴𝑠 ................................................................................. Persamaan 2.50
𝐶 = 0,85 𝑓𝑐′𝑏𝑒𝑡 ....................................................................... Persamaan 2.51
𝐶𝑠𝑓 = 𝑏𝑓𝑡𝑓2𝐹𝑦 ........................................................................ Persamaan 2.52
𝑦 = 𝑇−𝐶−𝐶𝑠𝑓
𝑏𝑓.𝐹𝑦 ........................................................................... Persamaan 2.53
𝐶𝑠𝑤 = 𝑡𝑤. 𝑦 . 2𝐹𝑦 .................................................................... Persamaan 2.54
𝑦𝑓 = 1
2 (𝑑 − 𝑡𝑓) ..................................................................... Persamaan 2.55
𝑦𝑤 = 1
2 (𝑑 + 𝑦) − 𝑡𝑓 ............................................................. Persamaan 2.56
Selanjutnya untuk menentukan kapasitas momen plastisnya ditentukan
sebagai berikut.
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝐶 (𝑌2 + 1
2 𝑑) + 𝐶𝑠𝑓𝑦𝑓 + 𝐶𝑠𝑤𝑦𝑤 ....................... Persamaan 2.57
2.4.5 Penampang Elastis Balok Komposit
Untuk analisa elastis penampang komposit untuk menghitung lendutan dan
kekuatan pada balok komposit dengan pelat badan relatif lebih langsing harus
memenuhi kriteria dengan persamaan.
ℎ𝑡𝑤
⁄ > 3,76 √𝐸
𝑓𝑦 ..................................................................... Persamaan 2.58
Untuk mempelajari perilaku elastis dari balok penampang komposit, maka
ditinjau balok dengan sisi atas pelat beton yang menyatu (tersedia shear connector
baja dibawahnya, maka lihat gambar dibawah ini.
38
Gambar 2.14 perilaku tegangan-regangan elastis penampang komposit
Akibat momen positif, sisi atas tekan dan bawah tarik, ini merupakan
karakteristik dari balok lentur gambar 2.14 (a) untuk kondisi tegangan pada bahan
yang tergambar linier pada umumnya. Hanya saja slopenya berbeda antara bagian
penampang dengan material beton berada di atas, dan penampang baja di bagian
bawahnya, yaitu dapat dilihat pada gambar 2.14 (b).
Jika regangan sama, namun tegangan yang ditunjukan oleh slope berbeda,
maka hal itu diakibatkan oleh modulus elastisitas kedua bahan yang bebeda, dapat
ditujukan pada persamaan di bawah ini
𝜎 = 𝜀𝐸. ................................................................................... Persamaan 2.59
Jika dapat dibuat transformasi penampang sehingga modulus elastisitasnya
setara, maka kondisi tegangan yang berbeda menjadi tidak ada atau diabaikan, dan
juga slope pada tegangan, dikerjakan seperti penampang utuh biasa. Dengan
menggunaka cara n atau rasio modular, atau disebut juga penampang elastis
transformasi dengan persamaan sebagai berikut.
𝑛 = 𝐸𝑠
𝐸𝑐=
200000
0,043𝑤𝑐1,5 √𝑓𝑐′
............................................................ Persamaan 2.60
Untuk material beton yang berat normalnya (wc) berkisar diantara 1440 ~
2560 kg/m3 maka persamaan yaitu sebagai berikut:
𝑛 = 𝐸𝑠
𝐸𝑐=
200000
4700 √𝑓𝑐′=
42,6
√𝑓𝑐′ ....................................................... Persamaan 2.61
Dari gambar 2.14 dapat dimuat dengan persamaan sebagai berikut:
𝜀𝑠 = 𝜀𝑐 .................................................................................... Persamaan 2.62
Atau
39
𝑓𝑠
𝐸𝑠=
𝑓𝑐′
𝐸𝑐 ................................................................................... Persamaan 2.63
𝑓𝑠 = 𝐸𝑠
𝐸𝑐 𝑓𝑐′ .............................................................................. Persamaan 2.64
Atau
𝑓𝑠 = 𝑛𝑓𝑐′ ................................................................................ Persamaan 2.65
Dari persamaan diatas maka dapat di deskripsikan yaitu n kali unit pada luasan
beton yang diperlukan untuk memikul gaya yang sama seperti beban yang dipikul
oleh satuan dari unit luasan baja. Untuk memikul gaya yang sama pada beton, maka
luasan pada beton dibagi dengan n, maka mengganti Ac dengan Ac/n, maka
menghasilkan luasan penampang yang bertransformasi, untuk balok komposit,
maka hanya dibagi dengan be saja.
Gambar 2.15 konversi menjadi balok biasa
Tegangan pada sisi atas dan sisi bawah profil baja persamaannya dapat
diuraikan sebagai berikut
𝑓𝑠𝑡 =𝑀𝑦𝑡
𝐼𝑡𝑟 ................................................................................ Persamaan 2.66
𝑓𝑠𝑏 = 𝑀𝑦𝑏
𝐼𝑡𝑟 ................................................................................ Persamaan 2.67
Pada penampang beton tegangan maksimumnya
𝑓𝑐 =𝑀𝑦
𝐼𝑡𝑟 .................................................................................... Persamaan 2.68
Dalam mencari titik berat penampang komposit, yaitu penampang dibagi
menjadi segmen – segmen sederhana, dihitung statis momennya terhadap acuan,
perhitungan akan lebih mudah dibuat dalam bentuk tabulasi. Persamaan diuraikan
di bawah ini.
40
𝑦 = ∑ 𝐴𝑖𝑦𝑖
𝐴𝑖 ................................................................................ Persamaan 2.69
𝑡𝑟 = Ʃ𝐼𝑜 + Ʃ𝐴𝑖 (𝑦 − 𝑦𝑖)2 ...................................................... Persamaan 2.70
2.5 Castellated Beam
Castellated Beam adalah suatu bentuk pada penampang profil yang
ditingkatkan kekuatan kapasitas komponen pada strukturnya dengan
memperpanjang profilnya satu arah dengan penampang yang lain dengan cara di
las sepanjang pola yang telah dipotong. Castellated Beam ini mempunyai tinggi (h)
yaitu hampir 50% lebih tinggi dari profil awal sehingga dapat meningkatkan nilai
lentur axial pada penampang profil, momen inersia (Ix), dan modulus section (Sx)
(Knowles, 1991).
Dibawah ini merupakan ilustrasi bagian-bagian dari Castellated Beam:
1. Web Post, yaitu merupakan Area solid atau badan penampang profil dari
Castellated Beam.
2. Castellation, yaitu proses perlubangan pada area web post atau badan
pada penampang profilnya (hole).
3. Throat Width : yaitu perpanjangan horisontal dari potongan ber “gigi”
penampang bagian bawah profil.
4. Throat Depth, yaitu tinggi area pada penampang profil dilakukan
potongan “gigi” bawah hingga bagian sayap profil.
Gambar 2.16 Bagian-bagian Hexagonal Castellated Beams (Patrick Bardley 2007)
41
Gambar 2.17 Castella Beam (Balok Kastela)
Unruk balok kastela sendiri memiliki perlakuan khusus dalam perhitungan
momen nominalnya yang telah dirumuskan sebagai berikut:
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 − 𝐹𝑦.ᐃ𝐴𝑠ℎ𝑜
4+ 𝑒 ................................................... Persamaan 2.71
Atau,
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 (𝑍𝑥− 1 4 ⁄ ℎ𝑜
2 𝑡𝑤
𝑍𝑥)......................................................... Persamaan 2.72
Keterangan:
Mn = yaitu nilai momen nominal Castellated beam
Mp = yaitu nilai dari momen plastis = 𝑍𝑥 𝑓𝑦
fy = yaitu kuat kuat leleh pada baja
ᐃ𝐴𝑆 = ℎ𝑜 . 𝑡𝑤
ho = yaitu tinggi lubang pada penampang profil
tw = yaitu tebal web atau badan pada penampang profil
e = yaitu panjang eksentrisitas pada lubang
sedangkan untuk nilai gaya geser maksimum yang dapat di tahan oleh
penampang profil kastela ditunjukan dengan persamaan :
𝑉𝑚𝑡 = √6+
𝑣 +√3 𝑉𝑝𝑡 ≤ 𝑉𝑝𝑡 .......................................................... Persamaan 2.73
Keterangan:
Vpt = yaitu kapasitas dari nilai geser plastis dari web = 𝑓𝑦 . 𝑡𝑤. 𝑠𝑡 / √3
fy = yaitu kuat leleh pada baja
42
tw = yaitu tebal dari web
v = yaitu nilai rasio dari tee = 𝑎𝑜 / 𝑠𝑡 (gunakan ao/�̅�𝑡untuk perkuatan bukaan)
ao = yaitu panjang daerah bukaan pada web
st = yaitu kedalaman tee
sedangkan untuk Kontrol tekuk pada web (Web Buckling) dirumuskan
dengan persamaan:
𝑑−2𝑡𝑓
𝑡𝑤 ≤
1100
√𝑓𝑦, fy dalam MPa .................................................. Persamaan 2.74
Dengan memenuhi batasan :
𝑎𝑜
ℎ𝑜 ≤ 3,0 .................................................................................. Persamaan 2.75
𝑉𝑚 ≤ 2
3 �̅�𝑝 ............................................................................. Persamaan 2.76
Gambar 2.18 profil asli Wf dan Castellated.
Keterangan:
Vm = yaitu nilai dari gaya geser maksimum
fy = yaitu kuat leleh pada baja
tw = yaitu tebal pada web
tf = yaitu tebal pada sayap
d = yaitu kedalaman lubang
= yaitu nilai rasio dari tee = ao / st (gunakan ao/�̅�𝑡 untuk nilai perkuatan
bukaan)
ao = yaitu panjang bukaan pada web
ℎ𝑜 = yaitu tinggi bukaan pada web
st = yaitu kedalamn tee pada web
𝑉𝑚 = yaitu nilai dari kapasitas geser maksimum
𝑉 ̅𝑝 = yaitu nilai dari kapasitas geser plastis
43
Besarnya kemiringan pada sudut θ yaitu antara 45° sampai 70°, dan
kemiringan sudut yang sering dipakai penerapannya di lapangan adalah 45° dan
60°. Sudut θ ditentukan dengan cara memperhitungkan tegangan pada geser yang
terjadi atas bagian garis netral badan yaitu sehingga tidak melebihi tegangan
izinkan. Pada penampang balok kastella untuk analisis rumus perhitungannya
adalah dengan persamaan sebagai berikut:
Gambar 2.19 Penampang Asli Profil WF.
Gambar 2.20 Penampang Profil Castellated.
𝑡𝑎𝑛 𝜃 =ℎ
𝑏 ................................................................................ Persamaan 2.77
𝑑𝑔 = 𝑑𝑡 + ℎ𝑜 ......................................................................... Persamaan 2.78
𝑑𝑡 = 𝑑𝑔−ℎ
2 ............................................................................... Persamaan 2.79
Keterangan:
dg = yaitu tinggi profil pada badan castellated beam.
db = yaitu tinggi profil balok awal sebelum pemotongan (castellatitation).
h = yaitu tinggi pemotongan pada profil.
Penampang castellated beam memiliki syarat ketinggian, yaitu 2 y > db
44
Gambar 2.21 Contoh Sambungan Castellated Beam
2.6 Kolom
Kolom yaitu batang tekan vertikal dengan rangka (frame) struktural yang
menahan beban yang disalurkan balok. kemudian beban-beban disalurkan oleh
kolom dari elevasi atas sampai ke elevasi terbawah sampai akhirnya menuju ke
tanah melalui struktur pondasi. Karena sifat struktur kolom yang merupakan
komponen batang tekan, sehingga keruntuhan atau menyebabkan collapse (runtuh)
pada lantai bersangkutan, dan keruntuhan ini terjadi di kolom yang merupakan
lokasi kritis dan juga juga terjadi pada beban batas total tekuk pada kolom (ultimate
total collapse) seluruh strukturnya (Nawi, 2003).
Pada perencanaan kolom banyak parameter penting yang mempengaruhi
kekuatan kolom selain panjang kolom dan kelangsingan kolom, hal yang
mempengaruhi kekuatan kolom dalam perencanaan sebuah kolom, parameter -
parameter lainnya (Bjorhovde, 1988) :
1. Mutu pada baja
2. Metode pembuatan pada kolom
3. Ukuran suatu penampang kolom
4. Bentuk dari penampang kolom
5. Sumbu lentur pada kolom
6. Banyaknya kerusakan, kecacatan, dan kebengkokan yang ada pada kolom
(initial crookedness)
45
7. Kondisi pengekangan ujung pada tumpuan struktur kolom (degree of end
restraint).
2.6.1 Kolom Komposit
Kolom yang terbuat dari penampang baja gilas atau tersusun yang diberi
selubung beton di sekelilingnya, ataupun yang terbuat dari penampang baja
berongga yang diisi dengan beton struktural harus direncanakan sesuai dengan
kekuatan batas tekan.
Ada dua tipe kolom komposit, yaitu:
1. Struktur kolom baja berselubung beton
adalah struktur kolom komposit yang dibuat dengan profil bajanya yang
diselubungi atau dilapisi beton pada sekelilingnya.
Gambar 2.22 Profil baja berselubung beton dan profil baja king cross
2. Struktur kolom baja yang berintikan beton
Adalah kolom yang sekelilingnya adalah profil baja dan dengan berintikan
beton atau kolom yang terdiri dari penampang baja berongga yang rongganya
diisi dengan material beton.
Gambar 2.23 Profil baja berintikan beton
46
2.6.2 Rangka Tidak Bergoyang dan Bergoyang
Pada perencanaan kolom biasanya digunakan kekuatan kolom dengan
menentukan panjang efektif kolom yaitu dengan mencari korelasi dari bentuk
tekuk pada kolom yang sesuai dengan rumus euler.
Gambar 2.24 Faktor Prediksi Panjang Efektif Kolom, K
Kondisi ideal dari tumpuan tidak mudah dievaluasi dilapangan, maka
daripada itu rekomendasi nilai dari K diperbesar, namun tidaklah mudah karena
proses implementasinya dan hanya memuat satu elemen saja dari struktur real yang
kompleks.
Dalam hal ini struktur cukup digolongkan menjadi dua kategori yang berbeda,
yaitu rangka tidak bergoyang dengan batasan 0,5 K 1,0 dan rangka tidak
berggoyang dengan batasan 1,0 K , rangka tidak bergoyang jika titik nodal
pada ujung-ujung kolom tidak berpindah saat dibebani dikarenakan ada tambatan
penahan lateral khusus baik berupa bracing atau dinding geser, sedangkan rangka
bergoyang merupakan lawan dari rangka tidak bergoyang yaitu ketika dibebani
maka titik nodalnya akan mengalami perpindahan. Untuk mencari panjang efektif
kolom atau nilai K, terlebih dahulu harus dicari nilai GA dan GB, dengan
menggunakan persamaan dibawah ini.
47
𝐺𝐴 = ∑(𝐸𝐼/𝐿)𝑐
∑(𝐸𝐼/𝐿)𝑏 .......................................................................... Persamaan 2.80
𝐺𝐵 = ∑(𝐸𝐼/𝐿)𝑐
∑(𝐸𝐼/𝐿)𝑏 .......................................................................... Persamaan 2.81
Setelah menemukan nilai GA dan GB maka kemudian ditinjau dengan
alignment chart baik rangka bergoyang maupun rangka tidak bergoyang.
Gambar 2.25 Alignment Chart Rangka Tidak Bergoyang
Gambar 2.26 Alignment Chart Rangka Bergoyang
2.6.3 Bentuk Penampang Terhadap Tekuk
Pada batang tekan pendek ketika dibebani aksial tekan tanpa eksesntrisitas
maka batang tekan tersebut tidak mengalami tekuk, perilakunya seperti batang
tarik, yang tergantung pada luas penampang, pada batang tekan yang terpengaruhi
terhadap tekuk, yang mempengaruhi adalah luas dan momen inersia pada
penampang, dan biasa disebut sebagai factor kelangsingan pada batang dengan
mengacu pada persamaan dibawah ini
48
𝐾𝐿
𝑟𝑚𝑖𝑛 .......................................................................................... Persamaan 2.82
Pada nilai radius girasi minimum sendiri ditentukan dengan rumusan sebagai
berikut.
𝑟𝑚𝑖𝑛 = √𝐼𝑚𝑖𝑛
𝐴 ........................................................................... Persamaan 2.83
Dan nilai pada Imin sendiri tergantung inersia terkecil baik dari nilai Ix ataupun
Iy, dan nilai girasi minimum pun dapat ditentukan dengan menghitung radius girasi
ekuivalen terhadap tekuk torsi dengan persamaan sebagai berikut.
𝑟𝑡 = √𝐶𝑤+0,04 𝐽 𝑥 (𝐾𝐿)2
𝐼𝑝𝑠 ............................................................. Persamaan 2.84
Sedangkan nilai Ips sendiri adalah momen inersia polar terhadap pusat geser
terhadap penampang simetri ganda, pusat berat berhimpit dengan pusat geser
sehingga, nilai Ips yaitu:
𝐼𝑝𝑠 = 𝐼𝑥 + 𝐼𝑦 ......................................................................... Persamaan 2.85
Dan nilai J didapatkan dengan persamaan berikut:
𝐽 =1
3 𝑥 (2 𝑥 𝑏 𝑥 𝑡𝑓
3 + (𝑑 − 2 𝑥1
2 𝑥𝑡𝑓 ) 𝑥 𝑡𝑓
3 ) .................. Persamaan 2.86
Tabel 2.20 Rasio Terhadap Lebar Elemen Tekan Komponen Struktur Yang Menahan
Tekan Aksial
Sumber : SNI 1729 (2015:17)
49
Tabel 2.21 Rasio Terhadap Lebar Elemen Tekan Komponen Struktur Yang Menahan Tekan
Aksial (Lanjutan)
Sumber : SNI 1729 (2015:18)
Jika rasio lebar terhadap terhadap ketebalan dari setiap elemen baja yang
dihitung melebihi r, penampang tersebut dapat disebut langsing terhadap tekan
aksial dengan mengacu pada tabel diatas.
Tabel 2.22 Rasio Terhadap Lebar Elemen Tekan Komponen Struktur Yang Menahan
Lentur
Sumber : SNI 1729 (2015:19)
50
Tabel 2.23 Rasio Terhadap Lebar Elemen Tekan Komponen Struktur Yang Menahan
Lentur (Lanjutan)
Sumber : SNI 1729 (2015:20)
Jika rasio lebar terhadap terhadap ketebalan dari setiap elemen baja yang
dihitung melebihi r, penampang tersebut dapat disebut langsing terhadap tekan
yang menahan lentur dengan mengacu pada tabel diatas.
2.6.4 Kekuatan Tekan Nominal Pada Kolom
Yaitu merupakan nilai terkecil kuat tekan terhadap kondisi batas tekuk lentur,
tekuk torsi dan tekuk torsi-lentur yang biasa dipengaruhi dari bentuk penampang
kolom tersebut, dengan persamaan sebagai berikut:
Adapun Fcr dapat dicari berdasarkan kurva kuat tekan kolom yang merupakan
fungsi dari kelangsingan. Rumus kurva tegangan tekuk kritis kolom khusus tekuk
lentur saja adalah:
𝐾𝐿
𝑟𝑚𝑖𝑛 4,71 √
𝐸
𝐹𝑦 ....................................................................... Persamaan 2.87
51
Atau
𝐹𝑦
𝐹𝑒 < 2,25 ............................................................................... Persamaan 2.88
Apabila dari hasil perhitungan dengan persamaan memenuhi syarat maka
dapat dikaakan bahwa kolom mengalami kondisi tekuk inelastis.
𝐹𝑐𝑟 = (0,658𝐹𝑦
𝐹𝑒 ) 𝑥 𝐹𝑦 ............................................................ Persamaan 2.89
Sedangkan pada kondisi tekuk elastis sendiri nilai Fcr dapat dicari dengan
persamaan berikut.
𝐹𝑐𝑟 = 0,877 𝑥 𝐹𝑒 ..................................................................... Persamaan 2.90
Dan Fe merupakan tegangan tekuk kristis elastis dengan persamaan sebagai
berikut.
Tegangan kritis elastis terhadap tekuk lentur
𝐹𝑒 = 𝜋2 𝑥 𝐸
(𝐾𝐿
𝑟𝑚𝑖𝑛)
2 ............................................................................. Persamaan 2.91
Tegangan kritis elastis terhadap tekuk puntir
𝐹𝑒 = (𝜋2 𝑥 𝐸 𝑥 𝐶𝑤
𝐾𝑧 𝑥 𝐿+ 𝐺 𝑥 𝐽) 𝑥
1
𝐼𝑝 ............................................... Persamaan 2.92
2.6.5 Kekuatan Lentur Nominal
Pada perhitungan Mn rasio lebar dan tebal dan klasifikasi sangat
mempengaruhi, proses klasifikasi merupakan tahapan awal dalam perencanaan
struktur baja, cara ini digunakan untuk mengantisipasi terhadap tekuk lokal (Local
Buckling) dari elemen- elemen penyusun profil, elemen – elemen penyusun profil
diklasifikasi menjadi tiga yaitu, kompak, non-kompak, dan langsing.
Untuk penampang kompak
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 ................................................................................ Persamaan 2.93
Untuk Penampang non-kompak
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 − (𝑀𝑝 − 𝑀𝑦) (−𝑝
𝑟−𝑝) ............................................ Persamaan 2.94
Untuk penampang langsing, Mn, harus ditentukan sebagai momen leleh
pertama, pada tegangan sayap tekan yang dibatasi sampai Kekuatan tegangan tekuk
lokal, Fcr.
52
2.6.6 Kekuatan Tekan
untuk penentuan pada keadaan batas yang berdasarkan kelangsingan
komponen struktur untuk tekuk lenturnya dari kekuatan tekan yang tersedia pada
struktur komposit bersimetris ganda yang telah terisi beton dan telah dibebani
secara aksial yaitu sebagai berikut:
Kuat rencana kolom komposit yang menumpu beban aksial yang digunakan
sebagai acuan adalah:
𝑃𝑢 = 𝜙𝑐𝑃𝑛, dengan 𝜙𝑐 = 0,90 ......................................... Persamaan 2.95
Dengan nilai Pn :
𝑃𝑛 = 𝐴𝑠 𝑥 𝑓𝑐𝑟 ........................................................................ Persamaan 2.96
Nilai faktor tekuk ω ditentukan berdasarkan nilai λc sebagai berikut:
𝜆𝑐 ≤ 0,25 maka 𝜔 = 1 ...................................................... Persamaan 2.97
0,25 < 𝜆 < 1,2 maka 𝜔 = 1,431,6 − 0,67𝜆𝑐 ................... Persamaan 2.98
𝜆𝑐 ≥ 1,2 maka 𝜔 = 1,25𝜆𝑐 ................................................ Persamaan 2.99
dengan:
𝑓𝑐𝑟 = 𝑓𝑦
𝜔 ............................................................................... Persamaan 2.100
𝜆𝑐 = 𝐾𝑐𝐿
𝑟𝑚𝜋√
𝑓𝑚𝑦
𝐸𝑚 .................................................................... Persamaan 2.101
𝑓𝑚𝑦 = 𝑓𝑦 + 𝐶1𝑓𝑦𝑟 (𝐴𝑟
𝐴𝑠) + 𝐶2𝑓𝑐′ (
𝐴𝑠
𝐴𝑠) .................................... Persamaan 2.102
𝐸𝑚 = 𝐸 + 𝑐3𝐸𝑐𝐴𝑐
𝐴𝑠 ............................................................. Persamaan 2.103
𝐸𝑐 = 0,041𝑤1,5√𝑓′𝑐 ......................................................... Persamaan 2.104
Keterangan:
Ac = yaitu luas untuk penampang beton, mm2
Ar = yaitu luas untuk penampang longitudinal, mm2
As = yaitu luas untuk profil pada baja, mm2
E = yaitu adalah modulus elastisitas pada baja, (MPa)
Ec = yaitu adalah modulus elastisitas pada beton, (MPa)
Em = yaitu modulus elastisitas untuk kolom komposit, (MPa)
Fcr = yaitu tegangan tekan kritis, (MPa)
f y = yaitu tegangan leleh pada perhitungan pada kolom komposit, (MPa)
53
fy = yaitu tegangan leleh pada profil baja, (MPa)
Pada persamaan di atas C1, C2 dan C3 adalah koefisien yang besarnya untuk
profil baja yang diberi selubung beton adalah: C1=0,7; C2 = 0,6 dan C3=0,2.
Tabel 2.24 Batasan Rasio Lebar Terhadap Ketebalan Untuk Elemen Baja Tekan Dalam
Komponen Struktur Komposit Yang Menahan Aksial Tekan
Sumber : SNI 1729 (2015: 90)
2.6.7 Kekuatan Lentur
Menurut SNI 1729 (2015:98), nilai dari Mn, kekuatan lentur nominal, harus
ditentukan sebagai berikut:
Untuk Penampang Kompak
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 .............................................................................. Persamaan 2.105
Keterangan :
Mp = tegangan plastis pada penampang komposit, kip-in (N-mm), distibusi
momennya harus disesuaikan.
Untuk Penampang Non Kompak
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 (𝑀𝑛 − 𝑀𝑝) (− 𝑃
𝑟−𝑃) ............................................. Persamaan 2.106
Keterangan :
, p, dan r adalah nilai dari rasio kelangsingan yang telah ditentukan dari pada
tabel 2.25
My = nilai momen leleh dari sayap tarik yang mengalami leleh serta leleh pertama
dari sayap tekan, Kip-in (N-mm). Kapasitas harus dihitung dengan asumsi
suatu distribusi tegangan elastis linier pada leleh pertama dengan syarat
tegangan baja yang maksimum dibatasi hingga Fy.
54
Tabel 2.25 Batasan Rasio Lebar Terhadap Ketebalan Untuk Elemen Baja Tekan Dalam
Komponen Struktur Komposit Yang Menahan Lentur Tekan
Sumber: SNI 1729 (2015: 90)
2.6.8 Dasar Perencanaan Batang Portal (Balok-Kolom)
Batang baja terhadap gaya aksial saja (tarik atau tekan) hanya cocok untuk
perencanaan struktur rangka batang (truss) dibebani pada titik buhul, dan berat
sendirinya relatif kecil dibanding beban yang dipikul. Sedangkan batang baja
dengan momen lentur hanya cocok untuk struktur balok, yang besar momen
lenturnya lebih dominan dibanding gaya geser yang terjadi. Struktur yang elemen
batangnya menerima kombinasi gaya aksial dan momen sekaligus harus
direncanakan dengan perhitungan batang portal (balok-kolom). Pada dasarnya
perencanaan batang portal ditinjau terhadap kuat tekan dan juga kuat lenturnya.
Dari tinjauan kuat tekan akibat gaya aksial dan kuat lentur akibat gaya lentur
nantinya dihubungkan dengan persamaan interaksi antara kuat tekan dan kuat lentur
sebagai berikut.
Jika 𝑃𝑢
𝑃𝑛 0,2 maka
𝑃𝑢
2 𝑥 𝑃𝑛+ (
𝑀𝑢𝑥
𝑀𝑛𝑥 +
𝑀𝑢𝑦
𝑀𝑛𝑦) ........................ Persamaan 2.107
Jika 𝑃𝑢
𝑃𝑛 0,2 maka
𝑃𝑢
𝑃𝑛+
8
9(
𝑀𝑢𝑥
𝑀𝑛𝑥 +
𝑀𝑢𝑦
𝑀𝑛𝑦) .......................... Persamaan 2.108
2.7 Sambungan Struktur
Struktur terdiri dari elemen-elemen penting berupa kolom, balok, pelat, dan
lain-lain, dalam proses penyatuannya dibutuhkan suatu sistem sambungan sehingga
komponen-komponen dapat menjadi satu kesatuan sistem struktur, sehingga beban
55
yang bekerja pada suatu bangunan dapat disalurkan dengan merata kepada sistem
struktur yang telah di desain atau direncanakan.
2.7.1 Kuat minimum sambungan
Fungsi dari sambungan adalah mendistribusikan reaksi-reaksi berupa gaya
geser, tarik, momen internal, dan gaya lainnya dari satu komponen suatu struktur
ke komponen- komponen struktur lain, sehingga pembebanan dapat di distribusikan
hingga ke struktur bawah yaitu pondasi.
Dalam AISC tidak memberikan ketentuan tentang kuat sambungan harus
sama kekuatannya sekuat profil, namun untuk sistem struktur seperti portal struktur
daktail tahan gempa, maka kekuatan dari sambungan tidak boleh lemah dari batang
yang disambung.
2.7.2 Las
Las yaitu adalah suatu metode proses penyambungan yang terjadi pada
material logam atau material bukan logam, dengan membentuk atau membuat
bagian yang akan disambung menjadi lebur (coalescence). Ada dua macam las yang
di kelompokan dalam segi kekuatan yaitu las tumpul (butt-weld), dan las sudut
(fillet weld).
Gambar 2.27 jenis las ditinjau dari segi pemasangannya
Ukuran las sudut minimum untuk tebal pelat tertentu yang disambung yaitu sesuai
table dibawah ini.
Tabel 2.26 Tinggi Las Minimum
Sumber : Struktur Baja,Wiryanto Dewobroto (2016:600)
Untuk LRFD AISC dengan beban terfaktor Pu, maka kuat nominal las sudut
adalah:
Kuat nominal las sudut
Tebal Pelat Sambung
TerkecilLas Sudut Minimum
≤ 6 mm 3 mm
6 mm ~ 13 mm 5 mm
13 mm ~ 19 mm 6 mm
> 19 mm 8 mm
56
𝑃𝑢 ≤ 𝜙𝑅𝑛 ............................................................................. Persamaan 2.109
𝑅𝑛 = 𝐹𝑛𝑤𝐴𝑤𝑒 ...................................................................... Persamaan 2.110
𝐴𝑤𝑒 = 𝑡. 𝐿 ............................................................................. Persamaan 2.111
𝐹𝑛𝑤 = 0,6𝐹𝐸𝑋𝑋 ...................................................................... Persamaan 2.112
Keterangan:
Pu = beban terfaktor (N)
Rn = kuat nominal total las sudut (N)
= 0,75
Fnw = tegangan nominal (MPa)
Awe = luas efektif (mm2)
FEXX = kuat Tarik kawat las (MPa)
Gambar 2.28 dimensi las sudut untuk perhitungan tegangan geser
Tegangan geser las sudut
τ =P
L.t .................................................................................... Persamaan 2.113
τijin = 0,4 σy ......................................................................... Persamaan 2.114
τ < τijin ................................................................................. Persamaan 2.115
Keterangan:
τ = tegangan geser las (MPa)
L = panjang bagian yang di las (mm)
T = tebal bagian yang di las (mm).
2.7.3 Baut Mutu Tinggi
Baut adalah salah satu komponen sambungan yang berfungsi menyatukan dua
komponen struktur atau lebih, dan sering digunakan dalam perakitan struktur baja
di lapangan. Di pasaran ada dua macam jenis baut yaitu ASTM A307 yaitu baut
biasa dan ASTM A325/A490 yaitu baut mutu tinggi. Baut biasa sering disebut baut
57
hitam atau dapat juga disebut baut mesin, terbuat dari baja karbon rendah dengan
kuat Tarik minimum adalah 60 ksi atau 414 MPa (ASTM A307-03) yang hanya
digunakan pada beban statis dan bukan pada beban kejut. Sedangkan baut mutu
tinggi yaitu A325 dan A490, baut A325 memiliki kuat Tarik minimum 830 MPa
(ASTM A325M-04), yaitu pada jenis tipe 1 (medium carbon) dan tipe 3
(weathering steel), yang memiliki kuat Tarik 1040 – 1210 MPa (ASTM A490M-
04), dan jenisnya juga sama yaitu tipe 1 dan 3.
2.7.3.1 Persyaratan Spasi Baut
Gambar 2.29 jarak dan spasi baut
Penempatan baut mutu tinggi perlu dibuat teratur, dan sebisa mungkin simetris
spasi (s) antar baut dan jarak bersih, spasi yang minimum dipasang antar lubang
baut untuk semua tipe yaitu 𝑠 ≥ 2,67 d dan di sarankan 𝑠 ≤ 3𝑑, dan d adalah
diameter baut nominal, dan untuk jarak dari baut ke tepi pada sambungan (st) yaitu
disyaratkan minimum 𝑠𝑡 ≤ 1,25𝑑, namun tidak boleh lebih dari 12 kali tebal plat
paling kecil pada sambungan atau 150 mm, pada slot pendek perlu ditambah 2 ~ 5
mm, sedangkan slot panjang perlu ditambah 0,75d.
Tabel 2.27 standarisasi diameter lubang baut
Sumber : SNI 1729 (2015:126)
58
2.7.3.2 Tipe sambungan dan kekuatan baut
Gaya yang bekerja pada baut sangat dipengaruhi oleh bentuk sambungan dan
beban, tipe sambungan pada baut dibagi menjadi beberapa macam yaitu sambungan
tipe geser yaitu baut yang dibebani arah transversal (tegak lurus pada sumbu) dan
menerima gaya geser, sedangkan sambungan tipe tarik yaitu sambungan yang
menerima beban arah longitudinal (searah pada sumbu).
Gambar 2.30 orientasi beban terhadap baut
Dalam perencanaan sambungan bahwa elemen-elemen yang disambung harus
sesuai persyaratan, bagian yang paling , mempengaruhi dan menentukan adalah alat
sambung itu sendiri yang relatif terbatas dan tertentu, yaitu baut, walaupun gaya
yang bekerja bervariasi namun dalam perencanaan semua gaya terbagi rata pada
semua baut. Dalam hal ini baut tidak hanya kuat maupun kaku namun harus bersifat
daktail.
pada saat terjadi beban tertentu, baut juga dapat menerima gaya Tarik dan
geser sekaligus.
Gambar 2.31 baut dengan gaya kombinasi
59
Ada pula konfigurasi yang mengakibatkan sambungan pada baut hanya
mengalami geser saja.
Gambar 2.32 sambungan tipe geser untuk batang tarik
Dengan mengubah konfigurasi elemen pada sambungan, bias saja konsol
yang sebelumnya menerima gaya Tarik dan geser, berubah menjadi sambungan
tipe geser.
Gambar 2.33 sambungan tipe geser untuk konsol
Spesifikasi baut yang memiliki mutu tinggi menurut dari ketentuan pasal J3.1
pada AISC 2010 yaitu dibagi menjadi 2 bagian grup yaitu:
Grup A : yaitu ASTM A325, A325M, F1852, A354 Grade BC, dan A449
Grup B : yaitu ASTM A490, A490M, F2280, dan A354 Grade BD.
Untuk kuuat nominal pada baut serta alat sambung yang berulir pada
perencanaan sambungan tipe geser dan tipe geser yaitu sebagai berikut.
Tabel 2.28 kuat nominal baut dan batang berulir
Sumber: SNI 1729 (2015:125)
Deskripsi Pengencang
Kekuatan Tarik
Nominal, Fnt, ksi
(Mpa)[a]
Kekuatan Geser Nominal
dalam Sambungan Tipe
Tumpu, Fnv, ksi (Mpa)[b]
Baut A307 45 (310) 27 (188)[c][d]
Baut grup A (misal, A325), bila ulir tidak
dikecualikan dari bidang geser90 (620) 54 (372)
Buat grup A (misal,A325), bila ulir tidak
termasuk dari bidang geser90 (620) 68 (457)
Baut A490 atau A490M, bila ulir tidak
dikecualikan dari bidang geser113 (780) 68 (457)
Baut A490 atau A490M, bila ulir tidak
termasuk dari bidang geser113 (780) 84 (579)
Bagian berulir yang memenuhi
persyaratan Pasal A3.4, bila ulir tidak
dikecualikan dari bidang geser
0,75 Fu 0,450 Fu
Bagian berulir yang memenuhi
persyaratan Pasal A3.4, bila ulir tidak
termasuk dari bidang geser
0,75 Fu 0,563 Fu
60
2.7.3.3 Sambungan Baut Tipe Geser
Pada bentuk konfigurasi tipe geser pada sambungan baut, dan kekuatan dan
kekakuan pada sambungan sangat dpengaruhi dengan cara pemasangan baut
tersebut, serta menghasilkan yaitu dua mekanisme untuk pengalihan gaya yaitu
tumpu dan slip-kritis.
Gambar 2.34 mekanisme slip-kritis
Kuat sambungan slip-kritis terjadi akibat tahanan pada friksi bidang kotak karena
adanya gaya prategang pada baut tersebut yang dikencangkan sambungannya
secara khusus. Tahanan slip kritis ditentukan dengan persamaan
𝑅𝑛 = 𝜇 𝐷𝑢ℎ𝑓𝑇𝑏𝑛𝑠 ................................................................ Persamaan 2.116
Keterangan :
μ = koefisien pada slip rata-rata yaitu tergantung pada kondisi permukaan.
Untuk pekerjaan persiapan pada mutu kelas-A nilainya yaitu 𝜇 = 0,3, dan
untuk mutu kelas-B adalah 𝜇 = 0,5
Du = yaitu koefisien dengan nilai 1,13 yaitu berasal dari fakor pengali akibat gaya
prategang yang terjadi pada baut rata-rata yang telah terpasang dari gaya tarik
prategang minimum
hf = yaiu factor kaitannya dengan pelat pengisi, hf = 1 jika 1 filler, dan hf = 0,85
jika ada 2 filler diantara pelat sambung
Tb = yaitu gaya tarik baut prategang minimum sesuai tabel yang terdapat pada
J3.1 M (AISC 2010)
ns = yaitu jumlah permukaan yang dapat menimbulkan bidang kontak.
61
Gambar 2.35 mekanisme tumpu
Pengaruh deformasi diperhitungkan pada kuat tumpu yang berada pada pelat
sambung, kekuatannya perlu dibatasi karena sangat mempengaruhi fungsi pada
suatu struktur maka kekuatannya dibatasi oleh rumusan berikut dengan mengambil
nilai terkecil dari beberapa persamaan di bawah ini.
𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐𝑡 𝐹𝑢 ≤ 2,4 𝑑 𝑡 𝐹𝑢 ................................................ Persamaan 2.117
𝑅𝑛 = 1,5 𝑙𝑐𝑡 𝐹𝑢 ≤ 3,0 𝑑 𝑡 𝐹𝑢 ................................................ Persamaan 2.118
𝑅𝑛 = 1,0 𝑙𝑐𝑡 𝐹𝑢 ≤ 2,0 𝑑 𝑡 𝐹𝑢 ................................................ Persamaan 2.119
Keterangan:
lc = adalah jarak bersih (mm) searah gaya, di hitung dari tepi lubang ke tepi pelat
terluar (untuk baut pinggir) atau jarak bersih antar tepi lubang (untuk baut
dalam.
Fu = yaitu kuat tarik minimum pada pelat baja yang ditinjau (MPa).
Pada baut juga terjadi gaya geser, dan gaya geser menyebabkan kerusakan
awal pada baut, sehingga kuat geser nya perlu ditinjau, karena dalam perencanaan
kuat geser pada baut lebih lemah dibandingkan kuat tumpunya, untuk menghitung
kuat geser pada satu baut yaitu:
𝑅𝑛 = 𝐹𝑛𝑣 𝐴𝑏........................................................................... Persamaan 2.120
Keterangan:
Fnv = yaitu tegangan geser nominal baut sesuai tabel 2.28
Ab = yaitu luas penampang pada baut yang berulir atau polos, hal ini tergantung
pada besarnya tegangan geser nominal yang dipakai.
Pada perhitungan baut yang relatif lebih banyak dan penempatan dalam
jumlah kelompok mempunyai cara khas, untuk mencegah keruntuhan perlu
perencanaan yang berbeda pada kuat geser blok.
62
𝑅𝑛 = 0,6𝐹𝑢𝐴𝑛𝑣 + 𝑈𝑏𝑠𝐹𝑢𝐴𝑛𝑡 ≤ 0,6𝐹𝑦𝐴𝑔𝑣 + 𝑈𝑏𝑠𝐹𝑢𝐴𝑛𝑡 ....... Persamaan 2.121
Keterangan:
Fu = yaitu kuat tarik minimum pada pelat sambungan (MPa)
Fy = yaitu kuat leleh minimum pada pelat sambungan (MPa)
Anv = yaitu luas neto (dengan lubang) potongan yang mengalami gaya geser.
dengan garis batas blok searah gaya (mm2).
Agv = yaitu luas utuh (tanpa lubang) serta pada potongan mengalami gaya geser.
dengan garis batas blok searah gaya (mm2).
Ant = yaitu luas neto (dengan lubang) dan juga potongan mengalami gaya tarik.
serta garis batas blok tegak lurus gaya (mm2).
Ubs = yaitu untuk tegangan tarik yang merata, nilai Ubs = 1,0 dan dan untuk tidak
merata nilai Ubs = 0,5.
Gambar 2.36 kemungkinan keruntuhan blok geser pada profil I dan T
2.7.3.4 Sambungan Baut Tipe Tarik
Sambungan tipe tarik (end-plate) dibandingan tipe geser kekuatan dan
kekakuannya lebih dipertimbangkan, untuk sambungan tipe tarik lebih terlihat
sederhana, sambungan tipe Tarik ini sering biasnya sering dipakai pada sambungan
pada balok-balok dan sambungan pada kolom-kolom, pada sambungan tipe tarik
terdapat pelat ujung, sehingga perlu las untuk penyambungan pelatnya, walaupun
begitu hal ini menguntungkan karena gaya tekan yang bekerja pada baut, langsung
di distribusikan pada pelat tersebut.
Dari tabel 2.28 bahwa kekuatan tarik dan geser dari baut yaitu adalah :
𝐹𝑛𝑡 = 0,75 𝐹𝑢 ........................................................................ Persamaan 2.122
𝐹𝑛𝑣 = 0,45 𝐹𝑢 ........................................................................ Persamaan 2.123
63
Dari dua persamaan diatas kuat tarik nilainya 1,67 lebih besar dari pada kuat
geser nya. Pada suatu struktur portal di bagian pertemuan balok dan kolom atau
rafter akan terjadi momen negatif karena tegangan sisi atas yaitu tarik dan
bawahnya tekan, makanya pada sambungan pelat ujung di bagian sisi atasnya di
pasang lebih banyak baut daripada bagian sisi bawahnya, dalam sambungan seperti
ini bagian kritisnya terdapat di bagian baut tarik yaitu bagian atas.
Jenis sambungan yang bersifat seperti end-plate namun memiliki kemudahan
dalam hal pekerjaan adalah sambungan tipe T-stub. Dan keunggulan tipe T-Stub ini
yaitu resiko keruntuhan getas akibat penggunaan las lebih kecil.
Gambar 2.37 bentuk sambungan tipe T-stub
Adanya pelat ujung pada sistem sambungan T-stub atau end-plate
mempengaruhi gaya tarik pada baut, maka aksi sebesar 2T pada profil tee yang
dipikul oleh kedua baris baut.
Gambar 2.38 mekanisme gaya internal yang menyebabkan efek prying
Perencanaan hanger dari profil tee atau siku, beban Tarik 2T untuk profil tee
dan T untuk profil siku, karena adanya efek prying adala +𝑄 .
Untuk ketebalan pelat sayap biasa lebih besar dari persyaratan minimum
𝑡𝑚𝑖𝑛 = √1,111𝑥𝑀𝑢
𝑏 𝑥 𝐹𝑦𝑝𝑥 𝑌𝑝 ................................................ Persamaan 2.124
𝑆 = 1
2√𝑏𝑝 𝑥 𝑔 ......................................................................... Persamaan 2.125
64
Gambar 2.39 Konfigurasi Baut Sambungan Flush End Plate
Nilai X0 dan Yp untuk Flush End Plate 4 baut
Yp =𝑏𝑝
2 [ℎ1 (
1
𝑃𝑓𝑖+
1
𝑆) + ℎ0 (
1
𝑃𝑓0) −
1
2] +
2
𝑔 [ℎ1 (𝑃𝑓𝑖 + 𝑆] ... Persamaan 2.126
Nilai X0 dan Yp Flush End Plate 6 baut
X0 = 2
𝑔 [ℎ1(𝑝𝑓𝑖 + 0,75𝑃𝑏) + ℎ2(𝑆 + 0,25𝑃𝑏)] +
𝑔
2 .......... Persamaan 2.127
Yp = 𝑏𝑝
2[ℎ1 (
1
𝑃𝑓𝑖) + ℎ2 (
1
𝑆𝑖) + ℎ0 (
1
𝑃𝑓0) −
1
2] +X0............. Persamaan 2.128
Nilai X0 dan Yp Flush End Plate 8 baut
X0 = 2
𝑔 [ℎ1(𝑝𝑓𝑖 + 1,5 𝑃𝑏) + ℎ3(𝑆 + 0,5 𝑃𝑏)] +
𝑔
2 ............. Persamaan 2.129
Yp = 𝑏𝑝
2[ℎ1 (
1
𝑃𝑓𝑖) + ℎ3 (
1
𝑆𝑖) + ℎ0 (
1
𝑃𝑓0) −
1
2] +X0............. Persamaan 2.130
Keterangan:
tmin = tebal pelat sayap minimum (mm)
Mu = momen rencana kapasitas sambungan
b = 0,9
Fyp = tegangan leleh pada pelat
Yp = kuat batas pelat sayap kolom berdasarkan pola garis leleh.