Upload
hasyim-alie
View
119
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ILMU MATEMATIKA
Citation preview
Ilmu BalaghahPENDAHULUAN
Bahasa Arab pertama sekali dikenal sebagai bahasa-bahasa orang-orang dizajirah Semenanjung Arabia, kemudian setelah datangnya agama Islam dikenal pula sebagai bahasa Al-Quran sebagai pedoman hidup kaum muslimin itu dituliskan dalam bahasa Arab yang sangat indah susunannya dan rangkaian kalimatnya.
Dilihat dari segi penggunaannya maka bahasa Arab ini terbagi dua yaitu Bahasa Ammiyah dan bahasa Fushah yaitu bahasa Resmi. Bahasa fushah (resmi) ini mempunyai tingkat kesulitan tersendiri karena terikat erat dengan peraturan kebahasaan diantaranya ilmu nahwu (Qawaid) dan Ilmu Balaghah. Pelajaran ilmu Balaghah (semantik Arab) ini sangat berat untuk dipahami, terutama sekali bagi orang-orang yang tidak mempunyai ilmu-ilmu dasar bahasa Arab.
Untuk mempelajari tata bahasa Arab: pertama dibutuhkan semacam kesepakatan mengenai asas-asas umum tata bahasa jika orang ingin memperoleh hasil dari bahasan-bahasan mengenai penafsiran dari ayat-ayat Al-Quran, dan kedua kesepakatan mengenai makna kata-kata yang tidak diketahui artinya.
Dalam makalah ini kami mencoba membahas ilmu qawaid, ilmu balaghah dan metode insya’ yang terkandung dalam pembelajaran bahasa Arab.
PEMBAHASAN
A. Metode Insya’(Mengarang)
Metode insya’ yaitu cara menyajikan bahan pelajaran dengan menyuruh siswa mengarang dalam bahasa Arab. Untuk mengungkapkan isi hati, pikiran dan pengalaman yang dimilikinya.
Insya’ merupakan suatu seni yang indah, mencoba membuat siswa berperasaan halus dan dapat menghayati keindahan kata-kata maupun susunan yang baik. Insya’ juga mengajarkan bagaimana pentingnya meletakkan kata-kata dan ungkapan pada tempatnya.
Melalui metode ini diharapkan siswa dapat mengembangkan daya imajinasi secara kreatif dan produktif sehingga berpikirnya menjadi berkembang dan tidak statis.
a. Tujuan metode Insya’
Dalam metode Insya’ mempunyai tujuan yang hendak dicapai, adapun yang menjadi tujuan dalam menggunakan metode insya atau metode mengarang adalah sebagai berikut : Siswa dapat mengarang kalimat-kalimat sederhana dalam bahasa Arab.
Siswa mampu berkomunikasi melalui koresponden dalam bahasa Arab
Siswa dapat mengarang buku-buku cerita yang menarik
Siswa dapat menyajikan berita atau peristiwa kejadian dalam lingkungan masyarakat dan dunia Islam melalui karya yang berbentuk cerita (cerpen), tajuk rencana, artikel dan karya ilmiah lainnya, yang aktual dan merangsang.
Dalam menerapkan metode Insya’ tersebut perlu diperhatikan guna mencapai hasil yang maksimal adalah materi pelajaran hendaknya direncanakan dahulu dengan matang serta memilih topik yang sesuai dengan perkembangan siswa.
b. Langkah-langkah penggunaan metode insya’
Materi pelajaran hendaknya disesuaikan dengan usia, pola pikir dan tingkat kemampuan anak didik dalam memahami materi.
Untuk tingkat pemula, sebaiknya dimulai dari pembentukan kata menjadi kalimat sederhana.
Pada kelas-kelas menengah pelajaran insya’ dapat diberikan mengenai pembentukan kata-kata atau kalimat yang telah diketahui (dikuasai) anak didik menjadi kalimat yang sederhana.
Sedangkan pada kelas-kelas atas, maka pengajaran insya’ dapat ditingkatkan pada pembentukan kalimat yang telah sempurna, yang telah mengandung pengertian yang utuh
Sedangkan pada kelas / tingkat yang lebih tinggi, maka materi insya’ dapat berupa pemberian topik atau tema-tema, cerita-cerita hikmah tertentu, syair, puisi atau berupa karya ilmia lainnya dan siswa mengembangkannya.
Setelah insya’ dikerjakan anak didik, maka guru hendaknya mengadakan soal jawab, dan berdiskusi mengenai hasil karya mereka untuk saling bertukar pendapat dan saling melengkapi
Guru membetulkan insya’, dengan memberikan berbagai keterangan dan penjelasan kepada anak didik
Guru mencatat dan melengkapi karyanya itu atas dasar keterangan gunanya
Guru mengakhiri acara insya’ dengan memberikan berbagai petunjuk atau nasehat yang berguna bagi anak didik.
B. Ilmu Balaghah
Pengertian balaghah dari segi etimologi adalah sampai atau berkesudahan atau sampai.Balaghah ialah menyampaikan makna yang agung secara jelas dengan menggunakan kata-
kata yang benar dan fasih, yang memiliki kesan dalam hati dan cukup menarik, serta sesuai setiap kalimatnya kepada kondisi atau situasi sekaligus orang-orang yang diajak bicara.
Dalam ilmu balaghah metode pengajaran lebih ditekankan dalam metode Audio lingual, metode tersebut adalah metode pembelajaran dengan cara mengingat materi yang diajarkan agar siswa terbiasa. Caranya dengan latihan pengulangan, penggantian/penukaran, pengubahan dan tanya jawab.
Dalam ilmu balaghah sebagaimana diketahui terdiri dari beberapa bagian, yaitu:1. ilmu Bayan
Ilmu Bayan adalah ilmu yang menjelaskan seluk beluk bahasa Arab dimulai dari mengetahui uslub (ragam bahasa) puisi dan prosa.Menurut istilah ulama Balaghah (Al-Balagha') adalah: “Dasar-dasar dan kaidah-kaidah untuk mengetahui cara menyampaikan satu makna dengan beberapa cara yang sebagiannya berbeda dengan sebagian yang lain dalam menjelaskan segi penunjukan terhadap keadaan makna tersebut.”Jadi, ilmu Bayan adalah ilmu pengetahuan yang dijadikan pedoman untuk menyatakan satu makna dengan beberapa bentuk yang berbeda dan susunan yang berlainan derajat kejelasannya. Perlu diketahui bahwasannya yang dianggap dalam ilmu Bayan adalah kehalusan makna-makna yang terdiri dari isti'arah dan kinayah beserta jelasnya lafadz-lafadz yang menunjukkannya. Dari
itu dapat disimpulkan bahwa Al-Bayan adalah lafadz atau ucapan yang fasih yang menjelaskan maksud yang ada dalam hati nurani.Tujuan pembelajaran ilmu bayan tersebut yaitu dapat memahami dan mampu menjelaskan bermacam-macam makna, obyek kajian ilmu Bayan meliputi: (1) Tasybîh (2) Majâz, dan (3)Kinâyah.2. Ilmu Ma’ani
ilmu ma’ ani adalah ilmu untuk mengetahui kejelasan ucapan Arab sesuai dengan situasi kondosinya (amin Hakri 1979:53). Ilmu Ma’ani merupakan pengetahuan untuk menentukan beberapa kaedah untuk pemakaian kata sesuai muqtadal hal. Jelasnya Ilmu Ma’ani itu adalah suatu peraturan tentang pemberian makna yang tepat sesuai dengan redaksi kalimat.Ilmu Ma'ani adalah pokok-pokok dan dasar-dasar untuk mengetahui tata cara menyesuaikan kalimat kepada kontekstualnya (muqtadhal halnya) sehingga cocok dengan tujuan yang dikehendaki. Perkataan Al-Ma'ani adalah bentuk jamak dari kata makna. Secara terminology adalah hal yang dituju. Menurut pengertian terminology ulama ilmu Bayan ialah menyatakan apa yang tergambar di hati dengan suatu ucapan atau lafazd, atau tujuan yang dimaksudkan oleh lafadz tergambar di dalam hati.‘Ilmu Ma’âni adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang menjelaskan pola kalimat berbahasa Arab agar bisa disesuaikan dengan kondisi dan tujuan yang dikehendaki penutur.Tujuan ‘ilmu al-ma’âni adalah menghindari kesalahan dalam pemaknaan yang dikehendaki penutur yang disampaikan kepada lawan tutur.
3. ilmu Badi’
Al-Badi' (البديع) menurut pengertian etimologi ialah sesuatu yang diciptakan tanpa dengan contoh yang mendahului. Menurut pengertian terminology ialah :“Suatu ilmu yang dengannya diketahui segi-segi dan keistimewaan-keistimewaan yang dapat membuat kalimat semakin indah, bagus dan menguasinya dengan kebaikan dan keindahan setelah kalimat tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi serta jelas makna yang dikehendaki.”Segi-segi yang dimaksud adalah cara-cara yang ditetapkan untuk mengiasai kalimat dan memperindahnya, dengan ilmu Ma'ani dan ilmu Bayan menurut materinya dan dengan ilmu Badi' menurut sifatnya.Ilmu Badi’ merupakan pengetahuan tentang seni sastra, Penemu ilmu ini adalah Abdullah bin Mu’taz.Tujuan ilmu badi’ yaitu untuk menguasai seluk beluk sastra sehingga memudahkan seseorang dalam meletakkan kata- sesuai tempatnya sehingga kata-kata tadi indah, sedap didengar dan mudah diucapkan.
Obyek kajian ilmu balâghah merupakan tiga serangkai retorika bahasa arab yang saling melengkapi. Ilmu Ma’ani merupakan kajian makna pertama yang menyelaraskan ujaran dengan situasi dan kondisi. Setelah memahami makna pertama dari sebuah ujaran, Ilmu Bayan mengajak pembaca berfantasi memahami sebuah ide dengan beberapa style sastra yang kemudian disempurnakan irama dan maknanya oleh Ilmu Badi’.
Dalam pembelajaran balaghah selain metode Audio lingual juga ada metode ceramah, metode tersebut adalah metode memberikan uraian atau penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu dan tempat tertentu. Dengan kata lain metode ini adalah sebuah metode mengajar dengan
menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif.
Metode ini disebut juga dengan metode kuliah atau metode pidato. Dalam metode ini secara umum mempunyai kekurangan yaitu:1. Guru lebih aktif sedangkan murid pasif karena perhatian hanya terpusat pada guru saja.
2. Murid seakan diharuskan mengikuti segala apa yang disampaikan oleh guru, meskipun murid ada yang bersifat kritis karena guru dianggap selalu benar
Untuk bidang studi agama, metode ceramah ini masih tepat untuk dilaksanakan. Misalnya, untuk materi pelajaran akidah.
DAFTAR PUSTAKAMuhtadi, Ahmad Ansori M. Ag, Pengajaran Bahasa Arab, teras sukses offset, Yogyakarta,
2009Wa muna, metodologi pembelajaran bahasaarab, teori, dan aplikasi. teras sukses offset,
Yogyakarta, 2011http://nahwusharaf.wordpress.com/bahasa-arab/nahwu-shorof/http://rumahbahas4.wordpress.com/2010/05/22/ilmu-balaghah-sebagai-cabang-ilmu-
bahasa-arab/https://alhafizh84.wordpress.com/2010/02/05/metode-qowaid-nahwu-sharafht
PENDAHULUAN
Pengkajian sebenarnya bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan dan
menggairahkan. Ketika dorongan rasa ingin tahu menggelora, maka
pengembaraan pengkajian itu terasa indah dan bergairah. Sebelum
mengkaji sesuatu secara mendalam, perlu diketahui sebelumnya obyek
kajian apa saja yang terkandung dalam kajian tersebut, karena
pengetahuan tentang sesuatu akan lebih mudah dipelajari dengan metode
dan kajian yang sistematik.
Ilmu Balâghah, sebagaimana ilmu lain berangkat dari sebuah proses
penalaran untuk menemukan premis-premis pengetahuan yang dianggap
benar untuk kemudian disatukan menjadi kumpulan teori. Setelah teori itu
terkumpul secara generik dengan pembagian-pembagian yang sepesifik,
maka ada kecenderungan untuk mempelajari bagian-bagian tersebut secara
parsial—banyak yang menyebut al-Sakkâki sebagai tokoh yang mengubah
balâghah dari shinâ’ah menjadi ma’rifah—dari induktif menjadi deduktif.
Dari paparan tersebut tersirat bahwa setiap ilmu mempunyai obyek kajian
yang membatasi ruang gerak keilmuan tertentu, agar jelas dan tidak
mengaburkan pembahasan.
Sastra yang merupakan ekspresi merdeka, bukan sesuatu yang tanpa
aturan dan rumusan. Hal ini bisa dibuktikan dengan munculnya beragam
ilmu sastra yang menentukan kualitas karya saatra yang dianalisa. Dalam
tradisi ilmu sastra Arab,balâghah setelah menjadi ilmu mempunyai
rumusan-rumusan tertentu yang digunakan sebagi basis konkretisasi sastra
dan tolak ukur keindahan dan ke-balâghah-an karya sastra. Balâghah
merupakan ilmu sastra di atas kajian morfologi dan sintaksis,
kajianbalâghah berpijak pada kedua ilmu tersebut, yang secara teori
prasyarat mempelajari balagah harus menguasai morfologi (sharf) dan
sintaksis (nahw). Makalah ini secara ringkas berusaha untuk
mendeskripsikan obyek kajian ‘Ilmu al-Balâghah.
II.PEMBAHASAN
A. AL-BALÂGHAH — AL-FASHÂHAH
Balâghah secara etimologi berarti al-wusûl wa al-intihâ’ (sampai dan
berakhir).Balâghah secara terminologi hanya ditempatkan sebagi sifat yang
melekat pada kalâm(balâghatu al-kalâm) dan sifat yang melekat
pada mutakallim (balâghatu al-mutakallim).Balâghat al-kalâm, berarti
mencari kalimat yang sesuai dengan maksud yang dikehendaki, dengan
kata-kata yang fasih baik ketika mufrad maupun murakkab. Sedangkan
kalimat yang bâligh (al-kalâm al-balîgh) adalah kalimat yang mampu
mengejawentahkan ide penutur untuk disampaikan kepada lawan tutur
(pendengar) dengan gambaran ide yang tidak berubah pada keduanya.
Sedangkan balâghat al-mutakallim, berarti kemampuan diri untuk
mencipta kalimat yang balîgh (fasîh dan mengena sasaran)[1]. Dari
terminologi di atas nampak jelas bagaimana balâghahmempunyai peran
komunikatif—stimulus dan respon—dengan kalimat yang tidak ambigu dan
mampu mewakili ide penutur.
Al-Fashâhah dalam istilah ilmuan balâghah diartikan sebagai ungkapan
yang jelas dan gamblang, mudah difahami dan benar strukturnya,
sebagaimana biasa digunakan oleh para penyair dan
penulis[2]. Fashâhah terdapat dalam kata (al-mufrad), kalimat (al-
kalâm) dan penutur (al-mutakallim). Sedangkan balâghah hanya
bersinggungan dengan kalimat (al-kalâm) dan penutur (al-mutakallim)-nya
saja.[3] Dari pengertian balâghahdan fashâhah diatas nampak jelas
bagaimana balâghah mensyaratkan aspek eksternal bahasa, yakni sampai
dan mengenanya ide kalimat kepada lawan tutur. Balâghahmenempatkan
kalimat sebagai proses sampainya makna dari stimulus ke responden, tidak
hanya pada aspek internal kalimat saja (mufrad), pendek kata kalimat
yang balîgh mestifashîh dan tidak sebaliknya.
Balâghah dalam terminologi ilmu berarti sebuah kemampuan untuk
mengungkapkan apa yang ada dalam fikiran dengan ungkapan yang jelas
maknanya dan benar strukturnya, sangat berkaitan erat dengan sastra
bahkan awalnya mencakup ilmu sastra dengan segala macam bentuk dan
keindahannya[4]. Balâghah dalam pengertian ini sering dipadankan dengan
retorika, Gorys Keraf mengartikan retorika sebagai suatu teknik pemakaian
bahasa sebagai seni, baik lisan maupun tertulis, yang didasarkan pada
suatu pengetahuan yang tersusun dengan baik.[5] Susunan pengetahuan
yang berupa komulasi aturan-aturanpragmatik[6] dan estetika kalimat
itulah yang dalam bahasa Arab kemudian disebut sebagai Ilmu Balâghah.
Balâghah mempunyai tiga cabang ilmu yaitu (1) Ilmu al-Ma’âni (2) Ilmu al-
Bayân, dan (3)Ilmu al-Badî’, ketiganya mempunyai obyek kajian yang
masing-masing saling melengkapi.
B. ‘ILMU AL-MA’ÂNI
‘Ilmu Ma’âni adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang menjelaskan pola
kalimat berbahasa Arab agar bisa disesuaikan dengan kondisi dan tujuan
yang dikehendaki penutur. Tujuan ‘ilmu al-ma’âni adalah menghindari
kesalahan dalam pemaknaan yang dikehendaki penutur yang disampaikan
kepada lawan tutur. Ilmuan bahasa yang dianggap sebagai pencetus Ilmu
Bayan adalah ‘Abdul Qâhir al-Jurjani ( w. 471 H)[7].
Dari terminologi ‘ilmu al-ma’âni yang ingin menyelaraskan antara teks dan
konteks, maka obyek kajiannya-pun berkisar pada pola-pola kalimat
berbahasa arab dilihat dari pernyataan makna dasar—ashly, bukan tab’iy—
yang dikehendaki oleh penutur. Menurut as-Sakkâki, yang dikehendaki oleh
pembacaan model ma’âni bukan pada struktur kalimat itu sendiri, akan
tetapi terdapat pada “makna” yang terkandung dalam sebuah tuturan. Jadi
yang terpenting dalam pembacaan ma’ani adalah pemahaman pendengar
terhadap tuturan penutur dengan pemahaman yang benar, bukan pada
tuturan itu secara otonom.[8]
Adapun obyek kajian Ilmu Ma’ani adalah tema-tema berikut, (1) Kalâm
Khabar (2)Kalâm Insya’ (3) al-Qasr (4) Îjaz, Ithnab dan Musâwah.
1. Kalâm Khabar (statement sentence)
Kalâm Khabar atau kalimat berita adalah kalimat yang penuturnya bisa
dikatakan jujur atau bohong. Penutur dikatakan jujur jika kalimatnya sesuai
dengan fakta, dan dikatakan bohong jika kalimatnya tidak sesuai dengan
fakta[9]. Contoh kalâm khabar “purnama telah datang dan pekat-pun
berlalu”, bisa saja berita ini benar bisa juga salah. Adapun tujuan kalimat
berita (kalâm khabar) bermacam-macam, diantaranya;
Sebagai permohonan belas kasihan (istirhâm), contoh:
ربي عفو إلى فقير إني
Menampakkan kelemahan dan kepasrahan , contoh:
شيبا الرأس واشتعل مني العظم وهن إني
Penyesalan dari sesuatu yang diharapkan, contoh;
أنثى وضعتها إني
Dilihat dari sisi susunan gramatikalnya kalâm khabar dibagi kedalam dua
bentuk[10]:
Pertama: al-jumlah al-fi’liyyah (verbal sentence), menunjukkan suatu
pekerjaan yang temporal, dengan tiga keterangan waktu, sekarang, yang
telah berlalu dan yang akan datang. Contoh:
هاربا الظالم ولى وقد الشمس أشرقت
Kedua: al-jumlah al-ismiyah (nominal sentence), biasanya untuk
menentukan ketetapan sifat kepada yang disifati dan untuk menyatakan
kebenaran umum (general thuth). Contoh:
مشرقة والشمس متحركة األرض
2. Kalâm Insya’(originative sentence)
Kalâm Insya’ adalah kalimat yang penuturnya tidak bisa dinilai bohong
ataupun jujur.[11]Kalâm insya’ dibagi kedalam dua bagian, yaitu (1) Insya’
thalaby (2) Insya’ ghairu thalaby.
a. Insya’ thalaby
Insya’ thalaby adalah kalimat yang menghendaki suatu permintaan yang
belum diperoleh saat meminta. Insya’ thalaby dibagi kedalam lima macam,
yaitu[12]:
1) Al-`amr.
Al-`amr adalah meminta terlaksananya suatu pekerjaan kepada lawan
bicara dengan superioritas dari penutur untuk melaksanakan perintah.
Dilihat dari bentuk kalimatnya,al-`amr dalam bahasa Arab memiliki empat
bentuk, yaitu[13]:
a) Fi’il `amr, contoh:
2 2ح3ي2ىي 2اب2 خ6ذ4 اي 4ت 3ك 4ق6و>ة: ال 2اه6 ب 3ن 2ي 3م2 و2ء2آت 3ح6ك Aا ال 4ي (12:مريم ) ص2ب
b) Fi’il mudhâri’ yang bersambung dengan lâm al-`amr, contoh:
6نف4ق3 4ي ع2ة: ذ6و ل 4ه4 مKن س2 ع2ت (7: الطالق )س2
c) Ism fi’il al-`amr, contoh:
Pه2ا ي2 2اأ >ذ4ين2 ي 6وا ال 6م3 ء2ام2ن 3ك 2ي 6م3 ع2ل ك 2نف6س2 6م3 أ ك P2ض6ر 2ي ض2ل> م>ن3 ال
6م3 3ت 2د2ي 4ذ2ااه3ت {105:المائدة } 2 إ
d) Mashdar sebagai ganti fi’il `amr, contoh:
3ن4 4د2ي 3و2ال 4ال Zا و2ب ان 4ح3س2 2ى و2ذ4ي إ ب 3ق6ر3 2ام2ى ال 2ت 3ي 4ين4 و2ال اك 3م2س2 6وا و2ال و2ق6ول>اس4 4لن Zا ل ن {83: البقرة } ح6س3
Selain model pola kalimat al-`amr juga memiliki beberapa fungsi makna,
diantaranya:a) Al-du’a` (do’a), contoh:
Kب 4ي ر2 و3ز4ع3ن2 2ن3 أ 6ر2 أ ك 2ش3 2ك2 أ 4ع3م2ت 4ي ن >ت 3ع2م3ت2 ال 2ن 4د2ي> و2ع2ل2ى ع2ل2ي> أ }و2ال
{19: النمل
b) Al-Irsyâd (petuah bijak), contoh:
Pه2ا ي2 2آأ >ذ4ين2 ي 6وا ال 4ذ2ا ء2ام2ن 6م3 إ 2نت 2د2اي 3ن: ت 4د2ي 4ل2ى ب 2ج2ل: إ 6وه6 مPس2مAى أ 6ب 3ت ف2اك
6ب 3ت 2ك 3ي 6م3 و2ل 2ك 3ن >ي 4بf ب 2ات 3ع2د3ل4 ك 4ال (282: البقرة )ب
c) Al-Tahdîd (ancaman), contoh:
2ام2ة4 3ق4ي 6وا ال 6م3 اع3م2ل 3ت ئ >ه6 م2اش4 4ن 4م2ا إ 6ون2 ب 2ع3م2ل 2ص4يرf ت {40:فصلت }ب
d) Al-Ta`jîz (melemahkkan), contoh:
6وا 3ت ة: ف2أ 4س6ور2 4ه4 م4ن ب 3ل 6م و2اد3ع6وا مKث ه2د2آء2ك >ه4 د6ون4 مKن ش6 4ن الل 6م3 إ 6نت (23:البقرة )ص2اد4ق4ين2 ك
e) Al-Ibâhah (pembolehan), contoh:
6وا 6ل 6وا و2ك ب ر2 >ى و2اش3 >ن2 ح2ت 2ي 2ب 2ت 6م6 ي 2ك 3ط6 ل ي 3خ2 2ض6 ال 3ي 2ب 3أل 3ط4 م4ن2 ا ي 3خ2 و2د4 ال 2س3 3أل 3ف2ج3ر4 م4ن2 ا :البقرة )ال187)
2) Al-Nahy.
Al-nahy adalah meminta dihentikannya suatu pekerjaan kepada lawan
bicara dengan superioritas dari penutur untuk melaksanakan permintaan.
Struktur kalimatnya disusun dengan menyambungkan fi’il
mudhâri’ dengan lâ nâhiyah ( berarti: jangan..!)[14] contoh:
د6وا 6ف3س4 2ت ر3ض4 ف4ي و2ال2 3أل 2ع3د2 ا 2ح4ه2ا ب 4ص3ال 6م3 إ 4ك 3رf ذ2ل ي 6م3 خ2 >ك 4ن ل 6م إ 6نت 4ين2 ك (85: األعرف ) مPؤ3م4ن
Seperti halnya amr, struktur nahy juga memiliki beberapa fungsi makna,
diantaranya:
a) Al-du’â`(berfungsi sebagai do’a), contoh:
2ا >ن ب 6ز4غ3 ر2 2ت 2ا ال 2ن 6وب 2ع3د2 ق6ل 4ذ3 ب 2ا إ 2ن 3ت 2ا و2ه2ب3 ه2د2ي 2ن >د6نك2 م4ن ل ح3م2ةZ ل >ك2 ر2 4ن 2نت2 إ 3و2ه>اب6 أ :عمران ال )ال 8)
b) Al-Irsyâd ( memberi petuah bijak), contoh:
Pه2ا ي2 2اأ >ذ4ين2 ي 6وا ال 6وا ء2ام2ن 2ل ئ 2س3 2ت 2آء2 ع2ن3 ال ي 2ش3 4ن أ 3د2 إ 6ب 6م3 ت 2ك 6م3 ل ؤ3ك 2س6 (101: المائدة… )ت
c) Al-Dawâm (keabadian), contoh:
2ن> ب 2ح3س2 2ت Z الله2 و2ال 2ع3م2ل6 ع2م>ا غ2اف4ال 4م6ون2 ي >م2ا الظ>ال 4ن ه6م3 إ 6ؤ2خKر6 : ي 2و3م 4ي خ2ص6 ل 2ش3 3ص2ار6 ف4يه4 ت 2ب 3أل ا(42:إبراهيم)
d) Al-Tahdîd (ancaman), contoh:
األخ ايها أمري تطع ال ..
e) Al-Tamannî (pengharapan), contoh:
تطلع ال قف صبح يا * زل نوم يا طل:4 ليل يا
3) al-Istifhâm,
Al-Istifhâm adalah mencari tahu tentang sesuatu yang belum diketahui
sebelumnya, dengan menggunakan adât al-istifhâm (kata sandang
untuk istifhâm), yaitu: hamzah, hal, man, mâ, matâ, ayyâna, kayfa, aina,
kam dan ayyu . Dilihat dari segi bentuk permintaannya, istifhâm dibagi
menjadi tiga macam, yaitu[15]:
a) Pertanyaan yang kadang meminta konfirmasi dan kadang meminta
afirmasi(tashawwur). Adât yang digunakan adalah hamzah, contoh:
مسافر؟ علي أ (2 خالد؟ أم مسافر علي أ (1
b) Pertanyaan yang meminta afirmasi saja, adât al-istifhâm yang
digunakan adalahhal.contoh:
الحيوان؟ يعقل هل
c) Pertanyaan yang meminta konfirmasi saja. Adât yang digunakan
adalah semua adât al-istifhâm kecuali hal dan hamzah.contoh:
مرسها؟ أيان الساعة عن يسئلونك
4) al-Tamannî
Al-Tamannî adalah mengharapkan sesuatu yang mustahil digapai atau yang
tidak mampu digapai[16].
a) Sesuatu yang mustahil digapai, contoh:
المشيب فعل بما فأخبره * يوما يعود الشباب ليت أال
b) Sesuatu yang mungkin digapai namun tidak mampu teraih, contoh:
3ت2 2ي 2ال 2ا ي 2ن 3ل2 ل 4ى2 م4ث 6وت ون6 م2آأ >ه6 ق2ار6 4ن 2ذ6و إ : ح2ظ� ل (79:القصص )ع2ظ4يم
Al-Tamannî memiliki satu `adât ashly yakni ليت dan mempunyai
tiga `adât yang tidakashly sebagai penggantinya, yaitu:
a) Hal (apakah, adakah, akankah…), contoh:
2ا ف2ه2ل >ن ف2ع2آء2 م4ن ل ف2ع6وا ش6 2ش3 2آ ف2ي 2ن و3 ل2 دP أ 6ر2 2ع3م2ل2 ن 3ر2 ف2ن >ذ4ي غ2ي >ا ال 6ن 2ع3م2ل6 ك وا ق2د3 ن ر6 خ2س4
ه6م3 2نف6س2 6وا ع2نه6م و2ض2ل> أ 2ان ون2 م>اك 2ر6 2ف3ت (53:األعراف )ي
b) Lau (jika, sekiranya..), contoh:
2و3 2ن> ف2ل 2ا أ 2ن ةZ ل 2ر> 6ون2 ك 2ك 4ين2 م4ن2 ف2ن 3م6ؤ3م4ن (102: الشعراء )ال
c) La’alla( niscaya…), contoh:
أطير هويت قد من إلى لعلي * جناحه يعير من هل القطا سرب أ
5) al-Nidâ’
al-Nidâ’ adalah meminta kedatangan sesorang atau sesuatu dengan kata
ganti yang bermakna “aku memanggil”. Ada delapan kata sandang dalam
istifhâm, yaitu: hamzah,aiy, yâ, wâ, âa, ayâ,
hayâ dan wâ. Hamzah dan aiy berfungsi untuk memanggil sesuatu yang
berada di dekat pemanggil, sedangkan `adât yang lain untuk sesuatu yang
jauh dari pemanggil. Contoh[17]:
تموت أنت و الدنيا تجمع لمن* بالغة لغير الدنيا جميع أيا
Selain berfungsi memanggil, al-nidâ’ memiliki makna yang beragam seiring
konteks yang melingkupinya, macam-macam arti nidâ’ antara lain:
a) Al-Ighrâ` (bujukan, anjuran), seperti anjuran kepada seseorang yang
mondar mandir mau masuk rumah musuhnya:
أقدم شجاع يا ..
b) Al-Zijr (hardikan, cacian), contoh:
ألما رأس فوق والشيب تصح *ألما المتاب متى فؤدي يا
c) Al-Tahassur wa al-taujî` (penyesalan dan kesakitan), contoh:2ق6ول6 2اف4ر6 و2ي 3ك 4ي ال 2ن 3ت 2ي 2ال 6نت6 ي Zا ك اب 6ر2 (40:النباء )ت
d) Al-Istighâtsah (permintaan pertolongan), contoh:
إليها مكتوم وهوائي حبي…. ألله يا
e) Al-Nudbah (ratapan/elegi), contoh:
فاضل النقص يظهر كم أسفا ووا * ناقص الفضل يدعي كم فواعجبا
b. Insya’ Ghair Thalaby
Insya’ Ghairu Thalaby adalah kalimat yang didalamnya tidak menghendaki
suatu permintaan. Insya’ ghairu thalaby bisa berbentuk, al-Madh wa al-
Dzam,Shiyâgh al-’Uqûd, al-Qasam dan al-Ta’ajjub wa al-Raja’. Contoh:.[18]
a) al-Madh wa al-Dzam,menggunakan kata ni’ma, bi`sa dan habbadza,
contoh:
مادر البخيل وبئس ….حائم الكريم نعم
b) Shiyaghu al-’Uqûd. kebanyakan menggunakan shîghah fi’il
madhi, contoh:
ذاك ووهبتك هذا بعتك
c) al-Qasam, menggunakan wawu, ba’, ta’ dan lain sebagainya, contoh:
كذا فعلت ما لعمرك
d) al-Ta’ajjub, biasanya berisi dua pernyataan yang berkebalikan, contoh:
(28 البقرة )فأحياكم أمواتا وكنتم بالله تكفرون كيف
e) al-Raja’, biasanya menggunakan, ‘asâ, hariyyu
(la’alla) dan ikhlaulaqa, contoh:
بالفتح يأتي أن الله عسى
3. Al-Qashr (rhetorical restriction)
Al-Qashr berarti mengkhususkan sesuatu dengan sesuatu yang lain dengan
cara yang khusus pula, kata pertama adalah al-maqsûr (yang
mengkhususkan) dan kata yang kedua adalah al-maqsûr ‘alaihi (yang
dikhususkan)[19]. Metodologi pembentukan qashr ada empat macam yaitu:
a) Al-nafyu wa al-istitsnâ`, contoh:
شاعر إال شوقي وما شاعر إال شوقي ما
b) Innamâ, contoh:
>م2ا 4ن ى إ 2خ3ش2 2اد4ه4 م4ن3 الله2 ي ب 2م2اؤ6ا ع4 3ع6ل (28: الفاطر )ال
c) Mendahulukan kata yang seharusnya berada diakhir, contoh:
>اك2 4ي 6د6 إ 2ع3ب >اك2 ن 4ي 2ع4ين6 و2إ ت 2س3 (5: الفاتحة )ن
d) Athaf dengan lâ, bal dan lakin, contoh:
الداني يومه ال حزيه وموته * مدته طول ال ذكره الفتى عمر
Qashr dilihat dari eksistensinya ada dua macam:
Pertama: Qashr Haqîqy yaitu pengkhususan sesuatu berdasarkan realitas
kenyataan tuturan dan tidak keluar dari itu. Contoh, الله إال إله ال
Kedua: Qashr idhôfi yaitu pengkhususan sesuatu yang didasarkan pada
penyandaran sesuatu yang berada diluar ujaran. Contoh:
شجاع حسن إنما
4. Îjaz (brachylogi), Ithnab (periphrasis), Musâwah (equality)
a. Îjaz adalah adanya makna yang luas dibalik kalimat yang pendek.
Îjaz ada dua macam, ada kalanya Qashr (meringkas) dan ada
kalanya Hadf (membuang)[20]. Contoh:
(القصر )األلباب أولى يا حياة القصاص فى ولكم
(الخذف )جهاده حق الله فى وجاهد
b. Ithnab[21] adalah menambah kata-kata dari makna yang sebenarnya
untuk tujuan tertentu. Contoh:
فيها الروح و المالئكة تنزل
c. Musâwah adalah kalimat dimana kata-katanya sepadan dengan
maknanya dan maknanya sepadan dengan kata-katanya, tidak lebih dan
tidak kurang.
تزود لم من باألخبار ويأتيك * جاهال كنت ما األيام لك ستبدى
5. Al-Fashl dan al-Washl
Al-Washl adalah menyambungkan kalimat dengan kalimat yang lainnya
dengan hurufwawu[22], contoh:
Pه2ا ي2 2اأ >ذ4ين2 ي 6وا ال >ق6وا ء2ام2ن 6وا الله2 ات 6ون (119: التوبة )الص>اد4ق4ين2 م2ع2 و2ك
Al-Fashl adalah kebalikan dari al-washl, yakni tidak menyambungkan
antara dua kalimat, contoh:
2و4ي ت 2س3 2ت 2ة6 و2ال ن 3ح2س2 2ة6 ال Kئ ي 2الس> 4ي اد3ف2ع3 و2ال >ت 4ال 2ح3س2ن6 ه4ي2 ب 4ذ2ا أ >ذ4ي ف2إ 2ك2 ال 3ن 2ي 2ه6 ب 3ن 2ي >ه6 ع2د2او2ةf و2ب ن2 2أ 4ي� ك ح2م4يمf و2ل
(34:فصلت)
C. ILMU AL-BAYÂN
Al-Bayân secara etimologi berarti penyingkapan, penjelasan dan
keterangan. Sedangkan secara terminologi, Ilmu Bayân berarti dasar dan
kaidah-kaidah yang menjelaskan keinginan tercapainya satu makna dengan
bermacam-macam metode (gaya bahasa), bertujuan menjelaskan
rasionalitas semantis dari makna tersebut.[23]
Berangkat dari pengertian Ilmu Bayan yang berisi bermacam-macam
metode untuk menyampaikan makna, maka obyek kajiannya-pun berkisar
pada berbagai corak gaya bahasa yang merupakan metode penyampaian
makna. Obyek kajian ilmu Bayan meliputi: (1) Tasybîh (2) Majâz, dan
(3) Kinâyah.
1. al-Tasybîh(comparison[24])
Al-Tasybîh adalah seni penggambaran yang bertujuan menjelaskan dan
mendekatkan sesuatu pada pemahaman, tasybîh merupakan ungkapan yang
menerangkan adanya kesamaan sifat diantara beberapa hal, yang ditandai
dengan kata-sandang kaf(bak/laksana) dan sejenisnya, baik secara tersurat
maupun tersirat. Tasybîh mempunyai beberapa variabel,
diantaranya: Musyabbah, Musyabbah bih -keduanya disebut sebagai dua
titik pokok tasybih-, Adâtu al-Tasybîh dan Wajhu al-Syibhi.[25] Dari
beberapa variabel ini kemudian memunculkan beberapa macam tasybih,
yaitu:
a. Tasybih Mursal, yaitu tasybih yang disebutkan adât (kata sandang)-nya,
contoh:
الخطوب قراع في والسيف دام * واإلقــ الشجاعة في كالليث أنت
b. Tasybih Muakkad, yaitu tasybih yang dibuang adât (kata sandang)-
nya, contoh:
وغربا شرقا العيون تجتليك * وضياء رفعة في نجم أنت
c. Tasybih Mujmal, yaitu tasybih yang dihilangkan wajah sibhi-nya.,
contoh:
مكنون بيض كأنهن
d. Tasybih Baligh, yaitu tasybih yang tidak ada adat dan wajah shibhi-
nya, contoh:
أنجم واألسنة بدور وهم لة * أهــ والسروج الدياجى ركبوا
2. Al-Majâz(allegory)[26]
Majâz secara etimologi terbentuk dari kata jâza al-syai’
yajûzuhu (melampaui sesuatu). Sedangkan secara
terminologi, majâz menurut al-Jurjani berarti nominal yang dimaksudkan
untuk menunjuk sesuatu yang bukan makna tekstual, karena adanya
kecocokan antara keduanya (makna tekstual dan kontekstual).[27]
Majâz ada dua macam, yaitu:
a. Majâz Lughawi
Majâz Lughawi adalah ujaran yang digunakan untuk menunjuk sesuatu
diluar makna tekstual (dalam istilah percakapan) karena adanya korelasi
(dengan makna kiasan), dengan adanya indikasi yang melarang pemaknaan
asli (tekstual).[28] Majâz Lughawidibagi lagi menjadi dua
macam: Isti’ârah dan Majâz Mursal.
1) Isti’ârah
Istiârah adalah majâz dimana hubungan antara makna asli dengan makna
kiasan bersifat hubungan ke-serupa-an. Isti’ârah dilihat dari segi
penyebutan musyabbah danmusyabbah bih-nya dibagi lagi menjadi dua
macam[29]:
a) Al-Isti’ârah al-Tashrihiyyah: adalah isti’ârah yang diutarakan
dengan tetap menyebutkan kata-kata musyabbah bih-nya, contoh:
يرتقى البدر إلى أم يسعى البحر إلى * درى فما البساط فى يمشى وأقبل
b) Al-Isti’arah al-Makniyyah: adalah isti’ârah yang dibuang musyabbah
bih-nya dan digantikan dengan sesuatu yang lazim dengan itu, contoh:
تنفع ال تميمة كل ألفيت *أطفارها أنشبت المنية وإذا
Dilihat dari segi pengambilan kata-kata yang
dijadikan isti’ârah, isti’ârah ada dua macam, yaitu:
a) Isti’ârah Ashliyyah : yaitu isti’ârah yang mana kata-kata isti’arah-
nya berasal dari ism jins (generik noun: kumpulan noun berupa sesuatu
non-personal), contoh:
f2اب 4ت 2اه6 ك 3ن ل 2نز2 3ك2 أ 2ي 4ل 6خ3ر4ج2 إ 4ت >اس2 ل 6م2ات4 م4ن2 الن 4ل2ى الظPل Pور4 إ 4ذ3ن4 الن 4إ Kه4م3 ب ب 4ل2ى ر2 اط4 إ 3ع2ز4يز4 ص4ر2 3ح2م4يد4 ال ال
(1: إبراهيم)
b) Isti’ârah Taba’iyyah: yaitu isti’ârah yang kata-kata isti’arah-nya
diambil dariisim, fiil ataupun huruf, contoh:
6م3 >ك 2ن Kب ص2ل6 >خ3ل4 ج6ذ6وع4 ف4ي و2أل 2م6ن> الن 2ع3ل 2ت 2ا و2ل Pن 2ي دP أ 2ش2 3ق2ى أ 2ب (71:طه )و2أ
Dilihat dari pengkiasan musyabbah dan musyabbah bih-nya, isti’arah dibagi
menjadi tiga macam:
a. Al-Isti’arah al-Murasysyahah: yaitu isti’ârah yang disebutkan
pengkiasan pada musyabbah bih-nya, contoh:4ك2 ئ ـ2 6ول >ذ4ين2 أ وا ال 2ر2 ت 2ة2 اش3 2ل 3ه6د2ى الض>ال 4ال 4ح2ت ف2م2ا ب ب 6ه6م3 ر2 ت ار2 4ج2 6وا و2م2ا ت 2ان 2د4ين2 ك (16: البقرة )م6ه3ت
b. Al-isti’ârah al-Mujarradah: yaitu isti’ârah yang disebutkan
pengkiasan padamusyabbah-nya, contoh:
قمر وال نجم لـها يضئ فما * ناحية كل من مرضت وليلة
c) Al-Isti’ârah al-Muthlaqah: yakni isti’ârah yang tidak disebutkan
pengkiasan pasa musyabbah dan musyabbah bih-nya, ataupun disebutkan
keduanya secara bersamaan, contoh:
>ذ4ين2 2نق6ض6ون2 ال >ه4 ع2ه3د2 ي 2ع3د4 م4ن الل 2اق4ه4 ب 2ق3ط2ع6ون2 م4يث م2ر2 و2ي2 >ه6 م2آأ 4ه4 الل 2ن ب 6وص2ل2 أ د6ون2 ي 6ف3س4 ر3ض4 ف4ي و2ي
2 األ4ك2 ئ ـ2 و3ل
6 ون2 ه6م6 أ ر6 3خ2اس4 (27: البقرة )ال
2) Majâz Mursal
Majâz Mursal adalah majâz dimana hubungan pemaknaannya tidak bersifat
ke-serupa-an.Majâz mursal dilihat dari segi pengkiasannya dibagi ke dalam
beberapa bentuk, diantaranya[30]:
a) As-Sababiyyah , contoh:
(المتنبى )أعددها وال منها أعد * سابغة علي أياد له
b) Al-Musabbabiyyah, contoh:
(اآلية )فليصمه الشهر منكم شهد فمن
c) Al-Kulliyah, contoh:
(اآلية )قلوبهم في ليس ما بأفواههم يقولون
d) Al-Juz`iyyah, contoh:
(اآلية )تحزن وال عينها تقر أمك إلى فرجعنك
e) I’tibâr mâ kâna, contoh:
(اآلية )أموالـهم اليتامى وآتو
f) I’tibâr mâ yakûnu, contoh:
(اآلية ) خمرا أعصر أرني إني
g) Al-Hâliyah, contoh :
(اآلية )فيها كنا التى القرية واسأل
h) Al-Mahalliyah, contoh:
(اآلية )الله رحمة ففى وجوههم ابيضت الذين وأما
b. Majâz ‘Aqli
Majâz ‘aqli adalah majâz yang menyandarkan fi’il (verb) atau sejenisnya
bukan kepada pemaknaan yang sebenarnya karena adanya indikasi yang
melarang pemakmaan yang sebenarnya (tekstual)[31]. Ada beberapa model
hubungan pengkiasan dalam majâz ‘aqli, diantaranya:
1) Hubungan sebab akibat, contoh:
إيمانا زدتهم آياته عليهم تليت وإذا
2) Hubungan waktu, contoh:
شيبا الولدان يجعل يوما
3) Hubungan tempat, contoh:
تحتهم من تجرى األنهار وجعلنا
3. Al-Kinâyah(metonymy[32])
Kinâyah secara etimologi adalah sesuatu yang dibicarakan oleh seseorang
namun maksudnya lain. Secara terminologi, kinâyah berarti ujaran yang
dimaksudkan bukan untuk makna sesungguhnya, namun diperbolehkan
menggunaan makna sesungguhnya karena tidak adanya indikasi yang
melarang keinginan pemaknaan haqiqî.[33]
Kinâyah dilihat dari segi kedudukan kalimatnya dibagi menjadi tiga,
yaitu[34]:
a) Berkedudukan sebagai sifat,contoh:
شتا ما إذا الرماد كثير * العماد رفيع النجاد طويل: صخر أخيها فى الخنساء قالت
b) Berkedudukan sebagai mausûf, contoh:
األضغان مجامع والطاعنين * مخدام أبيض بكل الضاربين
c) Berkedudukan sebagai nisbat, contoh:
الحشرج ابن على ضربت قبة فى * والندى والمروءة السماحة إن
D. ILMU AL-BADÎ’
Al-Badî’ secara etimologi adalah kreasi yang dicipta tidak seperti ilustrasi
yang telah ada. Secara terminologi, Ilmu Badi’ adalah ilmu yang
mempelajari beberapa model keindahanstylistika, beberapa pepaês—
ornamen perhiasan kalimat—yang menjadikan kalimat indah dan bagus,
menyandangi kalimat dengan kesantunan dan keindahan setelah
disesuaikan dengan situasi dan kondisi.[35]
Secara gais besar ilmu badî’ mempunyai dua obyek kajian, yaitu al-
Muhassinât al-Lafdziyyah (keindahan ujaran) dan al-Muhassanât al-
Ma’nawiyyah (keindahan makna).
1. al-Muhassanât al-Lafdziyyah
a. al-Jinâs (paronomasia;pun[36]),
Jinâs adalah adanya kesamaan dua kata dalam pelafalan namun berbeda
dalam pemaknaan. Ada dua macam jinâs, yaitu[37]:
1) Jinâs tâm : adanya kesamaan antara dua kata dari jumlah hurufnya,
macam hurufnya, syakl-nya dan urutannya. Contoh:
2و3م2 2ق6وم6 و2ي اع2ة6 ت م6 الس> 6ق3س4 3م6ج3ر4م6ون2 ي 6وا ال 4ث 2ب 3ر2 م2ال اع2ة: غ2ي 4ك2 س2 2ذ2ل 6وا ك 2ان 6ون2 ك 6ؤ3ف2ك {55: الروم }ي
2) Jinas ghairu tâm: adanya perbedaan antara dua kata dalam satu
macam diantara keempat macam persyaratan tersebut (syakl, huruf, jumlah
dan urutannya). Contoh:
م>ا2 4يم2 ف2أ 2ت 3ي 2ق3ه2ر3 ال 2ت م>ا ف2ال
2 4ل2 و2أ ائ 3ه2ر3 الس> 2ن 2ت (10-9:الضحى )ف2ال
b. al-Saj’(rhimed prose)
Saj’ dalam terminologi balâghiyyin berarti adanya dua kalimat atau lebih
yang mempunyai akhiran dengan huruf yang sama, kata terakhir pada
setiap kalimat disebut denganfâshilah, dan setiap kalimat disebut
dengan faqrah.[38]: Ada tiga macam saj’, yaitu:
a. Al-Saj’ al-Mutharraf, yaitu dua kalimat atau lebih
yang wazan fashilah-nya berbeda namun bunyi akhirnya sama, contoh:
2م3 2ل 2ج3ع2ل4 أ ر3ض2 ن2 3أل 2ال2 م4ه2ادZا ا ب 3ج4 2ادZا و2ال و3ت
2 (7-6:النبأ )أ
b. Al-Saj’ al-Murashsha’, yaitu dua kalimat atau lebih yang
mana lafadz pada setiapfaqrah-nya memiliki wazan dan qafiyah yang sama,
contoh:
وعظه بزواجر األسماع ويقرع لفظه، بجواهر األسجاع يطبع فهو
c. Al-Saj’ al-Mutawâzi, adalah dua faqrah yang sama
dalam wazan dan qafiah-nya, contoh:
ف6وع2ةf ف4يه2ا م>ر3 ر66 ر6 66م>و3ض6وع2ةf س6 3و2اب ك2 (14-13:الغاشية )و2أ
c. al-Tarshî’(homoeptoton)
Tarshî’ adalah adanya kesamaan antara lafadz dalam faqrah pertama
(syathrah pertama) dengan faqrah sesudahnya dalam wazan dan qafiyah-
nya[39]. Adakalanya sama persisdalam wazan dan a’jaz-nya, seperti:
4ن> ار2 إ 3ر2 ب2 3أل 2ف4ي ا : ل 2ع4يم 4ن> ن ار2 و2إ 3ف6ج> 2ف4ي ال : ل (14-13:االنفطار ) ج2ح4يم
Dan adakalanya berdekatan saja dalam wazan dan a’jaz-nya, contoh:
2اه6م2ا 3ن 2ي 2اب2 و2ء2ات 3ك4ت 4ين2 ال 2ب ت 3م6س3 2اه6م2ا ال 3ن اط2 و2ه2د2ي 2ق4يم2 الصKر2 ت 3م6س3 )118-117: الصافات )ال
d. al-Tasythir (internal rhyme)
Tasytîr adalah ketika pembagian penyair terhadap shadr dan ‘ajuz syair
masing-masing menjadi dua bagian, dan antara shadr dan ‘ajuz, saja’-nya
dibuat berbeda. Contoh:[40]
همم فى والدهر كرم فى والبحر * شرف فى والبدر ترف فى كالزهر
2. al-Muhassanât al-Ma’nawiyyah
a. al-Tauriyah(paronomasia;pun)
Al-Tauriyah adalah ujaran yang mempunyai dua makna, pertama, makna
yang dekat dari penunjukan ujaran yang nampak, kedua, makna yang jauh
dan penunjukan katanya tersirat dan inilah makna yang
dikehendaki. [41]Contoh:
>ذ4ي و2ه6و2 6م ال 2و2ف>اك 2ت 3ل4 ي >ي 4ال 2م6 ب 2ع3ل 6م و2ي ح3ت >ه2ار4 م2اج2ر2 4الن (60:األنعام )ب
b. al-Thibâq (antithesis)
Tibâq adalah terkumpulnya suatu kata dengan lawan-kata-nya dalam
sebuah kalimat, ada dua macam tibâq[42], yaitu:
1) Tibâq al-Ijab, yaitu tibâq yang mana kedua hal yang berlawanan itu
tidak hanya dibedakan dengan mempositifkan dan menegatifkan saja,
contoh:
6ه6م3 ب 2ح3س2 3ق2اظZا و2ت 2ي ق6ودf و2ه6م3 أ (18: الكهف )ر6
2) Tibaq al-Salbi, yaitu tibâq yang hanya memeperlawankan kata
negatif dan positifnya saja.2 و6ا ف2ال 2خ3ش2 >اس2 ت و3ن4 الن 2 و2اخ3ش2 وا و2ال 2ر6 ت 2ش3 4ي ت 2ات 2اي 4ئ Zا ب 2م2ن Z ث 4يال >م3 و2م2ن ق2ل 6م ل 2ح3ك ل2 ي 2نز2 4م2آأ 4ك2 الله6 ب 2ئ و3ال
6 ه6م6 ف2أ
ون2 2اف4ر6 3ك (44:المائدة )ال
c. al-Muqâbalah (antithesis)
Muqâbalah adalah membuat susunan dua makna atau lebih, kemudian
membuat susunan yang berlawanan dari makna itu secara berurutan.
[43] Contoh:
م>ا2 2ع3ط2ى م2ن3 ف2أ >ق2ى أ 2ى و2ص2د>ق2 و2ات ن 3ح6س3 4ال ه6 ب ر6 K2س 6ي ن ى ف2س2 ر2 6س3 3ي 4ل م>ا ل
2 2خ4ل2 م2ن و2أ 2ى ب 2غ3ن ت 2ذ>ب2 و2اس3 و2ك
2ى ن 3ح6س3 4ال ه6 ب ر6 K2س 6ي ن ى ف2س2 ر2 3ع6س3 4ل (10-5:الليل )ل .
d. Husnu al-Ta’lil (conceit)
Husnu al-ta’lil adalah pengingkaran seorang sastrawan secara tersurat
maupun tersirat atas sebuah konvensi dan mendatangkan konvensi sastra
baru sebagai cara yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan[44]. Contoh:
بقدومكم غبطة رقصت ولكنها النسيم بفعل الروض فى األغصان ماهتزب .
e. Uslûb al-Hakîm(deliberate equivocation).
Uslûb al-Hakîm terjadi ketika orang yang diajak berbicara menjawab
sesuatu dan tidak sesuai dengan yang diharapkan orang yang bertanya.
Dengan cara, keluar dari pentanyaan itu, atau dengan menjawab sesuatu
yang tidak ditanyakan, ataupun membawa pembicaraan kepada topik lain,
sebagai sebuah isyarat bahwa penanya pantasnya tidak usah menanyakan
hal itu, atau berbicara pada topik yang diharapkan lawan bicara.[45]contoh:2ك2 6ون 2ل ئ 2س3 >ة4 ع2ن4 ي 2ه4ل 3أل >اس4 م2و2اق4يت6 ه4ي2 ق6ل3 ا 4لن (189: البقرة )ل
Selain dari beberapa macam muhassinât al-ma’nawiyyah di atas, para
ulama balaghah masih banyak menyebutkan pola-pola lain seperti itbâ’,
istitbâ’, tafrî’ dan lain sebagainya, namun diantara yang paling sering
dikemukakan dan kita jumpai adalah lima pola diatas.
III. KESIMPULAN
Obyek kajian ilmu balâghah merupakan tiga serangkai retorika bahasa
arab yang saling melengkapi. Ilmu Ma’ani merupakan kajian makna
pertama yang menyelaraskan ujaran dengan situasi dan kondisi. Setelah
memahami makna pertama dari sebuah ujaran, Ilmu Bayan mengajak
pembaca berfantasi memahami sebuah ide dengan beberapa style sastra
yang kemudian disempurnakan irama dan maknanya oleh Ilmu Badi’.
Demikianlah pemaparan singkat tentang obyek kajian ilmu balâghah,
menurut penulis, ilmu sastra-termasuk didalamnya ilmu balâghah-,
merupakan sebuah struktur yang mengejawentah dari konvensi (rasa
sastra) menjadi sebuah teori. Namun struktur itu bukan sesuatu yang statis
akan tetapi merupakan proses strukturasi dan destrukturasi yang harus
hidup dan berkembang. Semoga anugrah nalar dan lisan mampu jadi pelita
penertian, pemahaman dan pencerahan. Amin… Wallâhu a’lam.
REFERENSI
Banna’, Haddam. Al-Balâghah: fi ‘Ilm al-Ma’ani. Ponorogo: Darussalam
Press
____________. Al-Balâghah: fi Ilmi al-Bayan. Ponorogo: Darussalam Press. .
Ghufran, Muhammad. Al-Balâghah: fi Ilmi al- Badi’. Ponorogo:Darussalam
Press.
Hasyimi, Ahmad. Jawâhir al-Balâghah.Beirut : Dâr al-Fikri. 1994. hlm. 28-
30.
Jarim, ‘Ali dan Musthafa Amin. Al-Balâghah al-Wadhihah. Mesir:Dâr al-
Ma’ârif. Cet.X. 1977.
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Cet. XIV. 2004.
Sakkâki, Yûsuf ibn Abi Bakar Ya’kub ibn ‘Ali. Miftâhul ‘Ulûm. Beirut : Dâru
al-Kutub al-’Ilmiyyah. Cet. II. 1987.
Verhaar, J.W.M.. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. cet. III. 2001.
Wahbah, Majdi dan Kamil Muhandis. Mu’jam al-Musthalahât al-’Arabiyyah fi
al-
[1] Lihat. Ahmad Hasyimi. Jawâhir al-Balâghah.Beirut : Dâr al-Fikri.
1994. hlm. 28-31
[2] Ibid. hlm. 7.
[3] Jadi yang ada hanya istilah al-lafdhu al-fasîh dan tidak ada al-lafdhu al-
baligh,sedangkan kalimat (kalâm) dan penutur (al-mutakallim)
bisa fasîh dan juga balîgh. Lihat Majdi Wahbah dan Kamil
Muhandis. Mu’jam al-Musthalahât al-’Arabiyyah fi al-Lughah wa al-Adab.
Beirut: Maktabah Lubnan. Cet. II. 1983. hlm. 260.
[4] Kemudian ilmu balâghah perlahan-lahan terpisah dari satra menjadi
ilmu yang otonom dengan obyek pembelajaran yang jelas diantara ilmu-ilmu
bahasa arab. Ibid. hlm. 259.
[5] Lihat, Gorys Keraf. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. Cet. XIV. 2004. hlm. 3.
[6] J.W.M. Verhaar mengartikan pragmatik sebagai cabang ilmu linguistik
yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat
komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-
tanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang dibicarakan. Lihat. J.W.M.
Verhaar. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. cet. III. 2001. hlm. 14.
[7] Ahmad al-Hasyimi. Op.cit. hlm. 39-40.
[8] Al-Sakkâki sering disebut sebagai orang pertama yang menulis ilmu
balâghah secara sisitematis, meskipun dia masih menggabungkan
ilmu balâghah dengan ilmu nahwu, ilmusharaf, semantik dan ilmu syi’ir.
Lihat. Yûsuf ibn Abi Bakar Ya’kub ibn ‘Ali al-Sakkâki.Miftâhul ‘Ulûm.
Beirut : Dâru al-Kutub al-’Ilmiyyah. Cet. II. 1987. hlm. 161
[9] ‘Ali al-Jarim dan Musthafa Amin. Al-Balâghah al-Wadhihah. Mesir:Dâr al-
Ma’ârif. Cet.X. 1977. hlm. 139.
[10] Haddam Banna’. Al-Balâghah: fi ‘Ilm al-Ma’ani. Ponorogo: Darussalam
Press. hlm.13-16. dan Ahmad Hasyimi. Op.cit. hlm. 59-60.
[11] ‘Ali al-Jarim dan Musthafa Amin. Op.cit. hlm. 139.
[12] Haddam Banna’. Loc.cit. hlm. 22.
[13] Lihat. Ibid. hlm.22-23.
[14] Lihat. ‘Ali Jarim dan Musthafa Amin. Op. Cit. hlm. 184-187, dan
Haddam Banna’. Ibid. hlm. 27-28.
[15] Lihat. ‘Ali Jarim dan Musthafa Amin. ibid. hlm. 192-199, dan Haddam
Banna’, ibid. hlm. 29-38.
[16] Lihat. ‘Ali Jarim dan Musthafa Amin. ibid. hlm. 206-207, dan Haddam
Banna’, ibid. hlm. 39.
[17] Lihat. ‘Ali Jarim dan Musthafa Amin. ibid. hlm. 210-212, dan Haddam
Banna’, ibid. hlm. 40-43.
[18] Insya’ Ghairu thalabi biasanya tidak dibahas Ulama Balâghah karena
kebanyakan bentuknya pada dasarnya merupakan kalâm khabar yang
berlawanan dengan kalâm insya’. Lihat. Ahmad Hasyimi. Op.cit. Ibid. hlm.
6.
[19]Loc. cit. hlm. 154
[20] Lihat. ‘Ali Jarim dan Musthafa Amin. ibid. hlm. 239-250, dan Haddam
Banna’, ibid. hlm. 66-77.
[21] Ithnâb dalam bahasa Indonsia hampir mirip dengan
istilah Pleonasme dan Tautologi, yang merupakan acuan yang
mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk
menyatakan satu pikiran atau gagasan, atau juga bisa disamakan
denganPerifrasis, hanya saja perifrasis kata-kata yang berkelebihan itu
dapat diganti dengan satu kata saja dalam pleunasme kata-kata yang
berkebihan itu dapat dihilangkan Lihat. Gorys Keraf. Op.cit. hlm.133-134.
[22] Ahmad Hasyimi. Op.cit. hlm. 170-171.
[23] Ibid.. hlm. 212.
[24] Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat ekplisit yang
langsung menyatakan sesuatu dengan yang lain. Lihat. Gorys Keraf. Op,cit.
Hlm. 138.
[25] Haddam Banna’ . al-Balâghah, fi Ilmi al-Bayan. Ponorogo: Darussalam
Press. hlm. 23-26. dan ‘Ali Jarim dan Mustafa Amin. Op.cit. Hlm.20.
[26] Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan, makna
kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Lihat. Goris
Keraf. Op.cit. hlm. 140.
[27] Majdi Wahbah dan Kamil Muhandis. Op.cit. hlm. 333.
[28] Ahmad Hasyimi. Op.cit. 235
[29] Ibid. hlm.262, Hadam Banna’. Op.cit. hlm. 61-66.
[30] Lihat. Haddam Banna’. Op.cit. hlm. 80-84.
[31] ‘Ali Jarim dan Mustafa Amin. Op. Cit. hlm. 117. dan Ahmad
Hasyimi. Op. Cit. hlm. 258
[32] Kata metonimia diturunkan dari kata Yunani meta yang berarti
menunjukkan perubahan dan anoma yang berarti nama. Dengan
demikian metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan
sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian
yang sangat dekat. Lihat. Gorys Keraf. Op.cit. hlm. 142.
[33] Ahmad Hasyimi. Loc.cit. hlm. 297
[34] Haddam Banna’. Op.cit.hlm.92-95.
[35] Ahmad Hasyim. Loc.cit. hlm. 308
[36] Pun atau paromonasia adalah kiasan dengan mempergunakan
kemiripan bunyi. Ia merupakan permainan kata yang didasarkan pada
permainan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya. Lihat.
Gorys Keraf. Op.cit. hlm.145.
[37] Muhammad Ghufran.Balâghah: Ilmu Badi’. Ponorogo:Darussalam
Press.hlm. 23-25.
[38] Ibid. hlm. 29-31 dan Ahmad Hasyimi. Op. Cit. Hlm. 351-352
[39] Muhammad Ghufran. Ibid. hlm. 33-35 dan Ahmad Hasyimi. Ibid. hlm.
351-352.
[40] Muhammad Ghufran. Ibid. hlm-38-40
[41] Ahmad Hasyimi. Loc. cit. hlm. 310-311.
[42] Muhammad Ghufran. Loc. cit. hlm. 56-57.
[43] Ahmad Hasyimi. Loc.cit.. Hlm. 314-315. dan Ibid. hlm. 60-61.
[44] Ali Jarim dan Musthafa Amin. Op.cit. hlm. 288-289 dan Ibid. hlm. 66-68.
[45] ‘Ali Jarim dan Musthafa Amin. Op.cit. Hlm. 295-296. dan Muhammad
Ghufran. Ibid. hlm. 66-68.