16
Legalitas Bantuan Hukum di Daerah Harus Diperkuat UU Bantuan Hukum mengamanatkan produk hukum Perda. Semakin banyak daerah yang berusaha mengalokasikan anggaran bantuan hukum bagi masyarakat kurang mampu. Kebijakan populis itu diapresiasi, meskipun dari aspek legalitas, alokasi anggaran bantuan hukum dari APBD patut dipertanyakan. UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (UU Bankum) memberikan payung hukum bagi daerah yang ingin mengalokasikan anggaran bantuan hukum dalam APBD. Pasal 19 menyebutkan daerah dapat mengalokasikan anggaran bantuan hukum dalam APBD. Tetapi alokasi itu harus dituangkan dalam Perda. Namun sebelum UU Bankum mulai berlaku 2 November tahun lalu, sejumlah kepala daerah telah membuat program bantuan hukum gratis. Antara lain, Kota Makassar dan Kabupaten Sinjai di Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan dan Kota Palembang, Sumatera Barat, Kota Semarang dan Jawa Tengah, serta Bantul. Namun, pengelolaan anggaran bantuan hukum di sejumlah daerah selama ini menghadapi masalah pelik. Direktur LBH Makassar, Abdul Azis, mencatat tiga aspek krusial berdasarkan pengamatannya atas pelaksanaan bantuan hukum di Makassar dan Sinjai. Ketiga aspek itu mencakup konsep bantuan hukum, kelembagaan, serta mekanisme layanan. Dari aspek konsep, bantuan hukum masih lebih didasarkan pada kebijakan individual kepala daerah. Sehingga payung hukumnya pun berkarakter individual, misalnya Peraturan Walikota (Perwali) atau Peraturan Gubernur (Pergub). “Seharusnya diatur dalam Perda karena menyangkut kepentingan rakyat,” kata Azis kepada hukumonline. Di Palembang, program bantuan hukum didasarkan pada Peraturan Walikota No. 12 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum kepada Penduduk Tidak Mampu dalam Kota Palembang. Di Sumatera Barat merujuk pada Pergub No. 29 Tahun 2010 tentang Prosedur Pemberian Bantuan Biaya untuk Penanganan Kasus Hukum Bagi Masyarakat Kurang Mampu.

Bantuan Hukum Di Makassar

  • Upload
    mrsya

  • View
    95

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bantuan Hukum Di Makassar

Legalitas Bantuan Hukum di Daerah Harus DiperkuatUU Bantuan Hukum mengamanatkan produk hukum Perda.

Semakin banyak daerah yang berusaha mengalokasikan anggaran bantuan hukum bagi masyarakat kurang mampu. Kebijakan populis itu diapresiasi, meskipun dari aspek legalitas, alokasi anggaran bantuan hukum dari APBD patut dipertanyakan.

UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (UU Bankum) memberikan payung hukum bagi daerah yang ingin mengalokasikan anggaran bantuan hukum dalam APBD. Pasal 19 menyebutkan daerah dapat mengalokasikan anggaran bantuan hukum dalam APBD. Tetapi alokasi itu harus dituangkan dalam Perda.

Namun sebelum UU Bankum mulai berlaku 2 November tahun lalu, sejumlah kepala daerah telah membuat program bantuan hukum gratis. Antara lain, Kota Makassar dan Kabupaten Sinjai di Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan dan Kota Palembang, Sumatera Barat, Kota Semarang dan Jawa Tengah, serta Bantul.

Namun, pengelolaan anggaran bantuan hukum di sejumlah daerah selama ini menghadapi masalah pelik. Direktur LBH Makassar, Abdul Azis, mencatat tiga aspek  krusial berdasarkan pengamatannya atas pelaksanaan bantuan hukum di Makassar dan Sinjai. Ketiga aspek itu mencakup konsep bantuan hukum, kelembagaan, serta mekanisme layanan.

Dari aspek konsep, bantuan hukum masih lebih didasarkan pada kebijakan individual kepala daerah. Sehingga payung hukumnya pun berkarakter individual, misalnya Peraturan Walikota (Perwali) atau Peraturan Gubernur (Pergub). “Seharusnya diatur dalam Perda karena menyangkut kepentingan rakyat,” kata Azis kepada hukumonline.

Di Palembang, program bantuan hukum didasarkan pada Peraturan Walikota No. 12 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum kepada Penduduk Tidak Mampu dalam Kota Palembang. Di Sumatera Barat merujuk pada Pergub No. 29 Tahun 2010 tentang Prosedur Pemberian Bantuan Biaya untuk Penanganan Kasus Hukum Bagi Masyarakat Kurang Mampu.

Konsep bantuan hukum yang berbasis pada kebijakan individu memiliki kelemahan. Ganti pemimpin sangat mungkin ganti kebijakan. Selain itu, konsep masyarakat miskin juga masih terlalu formal mengandalkan Surat Keterangan Miskin.

Dari aspek kelembagaan, pengelolaan program bantuan hukum, di Makassar, diserahkan kepada pengacara profesional berdasarkan kontrak. Di Palembang, ada 13 anggota tim. Akibatnya, kata Yohannes P. Simanjuntak, Direktur LBH Pers Palembang, acapkali pendekatannya bersifat individual. 

Kondisi ini juga berkaitan dengan aspek ketiga, mekanisme layanan. Menurut Azis dan Yohannes, masih banyak warga miskin yang tak paham mekanisme mendapatkan bantuan hukum di wilayah mereka masing-masing. Program bantuan hukum belum maksimal dimanfaatkan untuk segala lapisan masyarakat. Apalagi bantuan hukum cenderung diberikan

Page 2: Bantuan Hukum Di Makassar

hanya untuk litigasi, sedangkan non-litigasi kurang diperhatikan. “Dana bantuan hukum belum dimanfaatkan maksimal,” kata Azis.

Meskipun demikian, alokasi anggaran program bantuan hukum di daerah tetap mendapat apresiasi. Setelah UU Bantuan Hukum berlaku, satu persatu daerah mempersiapkan diri menerapkan bantuan hukum untuk masyarakat miskin. Jawa Timur, misalnya, kini sudah punya Perda tentang Bantuan Hukum untuk Masyarakat Miskin setelah DPRD setuju pengesahan Ranperda menjadi Perda pada 11 Oktober lalu.

Tim Bantuan Hukum Gratis Dibubarkan

MAKASSAR– Tim bantuan hukum yang dibentuk Pemkot Makassar akan dibubarkan. Pembubaran tersebut berkaitan dengan peraturan dan perundang-undangan dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

Program bantuan hukum gratis yang diluncurkan Pemkot Makassar sejak 18 Agustus 2009 lalu itu, akan ditangani Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar. Koordinator Tim Bantuan Hukum Hasbi Abdullah yang dikonfirmasi, mengakui adanya pengalihan program tersebut. Pengalihan ini sementara berproses antara Pemkot Makassar dan LBH.

Menurut dia, pengalihan itu akan berjalan lebih baik dan spesifik dalam mendampingi masyarakat miskin dalam penyelesaian kasus melalui jalur hukum. “Kami akan bubar.Pengalihan ini sangat bagus karena pembentukan tim bantuan hukum hanya bersifat sementara dalam merealisasikan program 100 hari IASmo (Ilham Arief Sirajuddin-Supomo Guntur),” papar mantan Ketua LBH Makassar ini kemarin.

Diketahui, tim yang dibentuk Pemkot Makassar dalam merealisasikan bantuan hukum mayoritas mantan penasihat hukum IASmo pada Pilkada Makassar yang digelar beberapa waktu lalu. Jumlah orang yang tergabung dalam tim tersebut sebanyak 15 orang, antara lain Nasaruddin Pasigai,Amirullah Tahir, Susuman Halim atau yang akrab disapa Sugali. Sejauh ini tim tersebut sudah menangani empat kasus yang dilaporkan masyarakat.

Dua di antaranya telah diselesaikan, sedangkan selebihnya masih berjalan.Dengan demikian, penanganan dua kasus tersebut akan diambil alih LBH Makassar. Kepala Bagian Hukum Pemkot Makassar A Apriady yang dikonfirmasi terpisah menegaskan, tim bantuan hukum yang sudah dibentuk tidak akan dibubarkan.

Tim tersebut tetap akan digunakan dalam hal verifikasi berkas masyarakat yang ingin mendapatkan bantuan hukum agar program Bantuan Hukum tepat sasaran kepada orang miskin. “Hal ini memang baru sebatas wacana.Namun,perubahan ini memang perlu karena harus sesuai ketentuan pertanggungjawaban keuangan.

Tetapi, tim yang sudah dibentuk tetap digunakan dalam hal verifikasi berkas, sedangkan LBH yang akan menangani dalam proses pendampingan hukumnya,” ungkapnya. Mantan Kepala Bidang Kinerja dan Kesejahteraan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Makassar ini menambahkan, pihaknya tidak akan mengurangi jumlah personel yang ada dalam tim karena

Page 3: Bantuan Hukum Di Makassar

sudah sesuai konsep. “Jumlahnya tetap 15. Setiap orang meng-cover satu kecamatan dan memiliki koordinator,” jelasnya.

Ada Laporan Tak Layak

Sementara itu, jumlah laporan permintaan bantuan hukum yang masuk ke Pemkot Makassar tercatat 11 kasus.Mayoritas adalah kasus sengketa lahan.Namun,masyarakat yang meminta bantuan hukum mayoritas memiliki pekerjaan, yakni pensiunan PNS, wiraswasta, pedagang, dan pimpinan media cetak. Jika mengacu pada perda tentang bantuan hukum,warga tersebut dianggap tak layak.

Sebab, program bantuan hukum hanya berlaku kepada orang miskin atau tak mampu. Status itu harus disertai rekomendasi RT/RW dan lurah setempat. “Memang ada yang tidak bersyarat karena setelah disurvei,kondisi perekonomian warga yang meminta bantuan hukum itu masih dianggap masih mampu,” papar Kepala Subbagian Bantuan Hukum Bagian Hukum Pemkot Makassar Takdir Salam.

Dia menambahkan, pihaknya sangat membatasi dalam pendampingan hukum tersebut. Pendampingan hukum tidak diberikan bagi masyarakat yang berkasus narkoba, perjudian, pencurian, jambret, dan pemerkosaan. “Kasus seperti itu tidak boleh dilindungi.Masalah pidana sangat terbatas,” tandasnya. (SI-mulyadi abdillah)

Kontroversi Penerapan Pelayanan Bantuan Hukum Gratis di MakassarOPINI | 25 August 2009 | 08:23 Dibaca: 750 Komentar: 2 0

Penerapan Pelayanan Bantuan Hukum Gratis (PBHG) khususnya di kota Makassar melalui draft Rancangan Peraturan Walikota (Perwali) tentang Pelayanan Bantuan Hukum Gratis Kepada Masyarakat yang Tidak Mampu dalam Kota Makassar, menjadi hal yang gamang. Ini ditandai dengan tidak adanya keseragaman sistem dan struktur yang terbangun dalam pelaksanaannya, apalagi pemerintah kota terlihat setengah hati dalam pelaksanaan PBHG, padahal merupakan hak dasar warga yang harus dimiliki. Ini tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Article 7/Pasal 7 :

“All are equal before the law and are entitled without any discrimination to equal protection of the law. All are entitled to equal protection against any discrimination in violation of this Declaration and against any incitement to such discrimination.”

(Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Deklarasi ini, dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam ini)

Setiap orang, baik secara sendiri-sendiri ataupun berkelompok berhak mendapatkan perlindungan hukum tanpa memandang status. Dan perlindungan hukum yang dimaksud di sini,

Page 4: Bantuan Hukum Di Makassar

salah satunya adalah pemberian bantuan hukum bagi setiap warga masyarakat yang membutuhkannya. Mulai dari penyuluhan hukum, pendampingan kasus di pengadilan hingga pada penanganan biaya perkara. Sehingga sangat dibutuhkan suatu sistem kerja yang dibangun secara sistematis dan terencana dengan baik, mulai dari pembentukan kebijakan hingga pelaksanaan dilapangan.

Hal yang paling mendasar dan secara terinci yang perlu dimasukkan dalam Perwali tersebut, diantaranya perbedaan pengistilahanan. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma (selanjutnya dalam tulisan ini disingkat PP) disebutkan sebagai Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma, namun dalam Perwali diistilahkan sebagai Pelayanan Bantuan Hukum Gratis. Juga dalam Mengingat pada Rancangan Perwali tidak dicantumkan aturan PP, padahal merupakan struktur atau hirarki peraturan perundang-undangan yang sangat berkaitan langsung.

Begitu pula mengenai pengajuan bantuan oleh masyarakat bila bersandar pada UU No. 18 Tahun 2003 dan PP, penekanannya ada pada advokat ataupun organisasi advokat sebagai tempat pengajuan langsung, sementara pemerintah hanya sebagai pelaksana administrasi berupa pemberian surat keterangan tidak mampu bagi masyarakat miskin. Sementara Perwali lebih penekanan sebagai pelaksana dalam pengajuan PBHG dan pemberi anggaran, padahal dalam PP No. 83 Tahun 2008 ditekankan dalam Pasal 1 Point 3 bahwa Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma adalah jasa hukum yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu.

Namun dalam Rancangan Perwali pada Bab IV Pembiayaan Pasal 9 disebutkan advokat yang mendampingi klien dalam pelayanan bantuan hukum berhak mendapatkan uang jasa pendampingan dan biaya perkara yang dikeluarkan dari Pemerintah Kota yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Artinya, dalam persoalan anggaran saja ada ketimpangan antara PP dan Perwali yang akan dikeluarkan Walikota Makassar.

Agar tak terjadi ketimpangan itu, sangat dituntut adanya kerja sistematis yang harus dilakukan, tak terlepas dari peran pemerintah dan aparat penegak hukum lainnya. Peran pemerintah dalam hal kebijakan berupa penerbitan peraturan hingga turut melakukan kerja teknis dalam pelaksanaan, mulai dari pembiayaan perkara, penyuluhan hukum, dan terpenting pembuatan unit kerja khusus yang mengurusi persoalan bantuan hukum. Melalui PP, secara jelas menguraikan hal itu, mulai dari Pasal 4 yang menitik beratkan pada pengajuan permohonan PBHG hingga pada pengembangan program PBHG dan pembentukan unit kerja tersendiri di Pasal 15 dalam PP tersebut.

Peran pemerintah kota Makassar yang memiliki itikad baik dengan membuat peraturan terkait yang kini masih berupa draft memang perlu mendapat respon secara positif. Hal tersebut perlu didorong dan diawasi dengan baik, karena masih banyak hal yang perlu dibenahi. Semisal dalam draft tersebut, pada Pasal 1 bagian 4 disebutkan Bantuan Hukum Gratis adalah pemberian pelayanan bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu baik berupa penyuluhan maupun pendampingan secara gratis oleh Pengacara yang ditunjuk oleh Walikota yang meliputi perkara perdata, tata usaha negara, pidana, perceraian maupun sengketa perburuhan.

Page 5: Bantuan Hukum Di Makassar

Pasal diatas menekankan perlunya Walikota Makassar bekerjasama dengan advokat/pengacara dalam melakukan penyuluhan dan pendampingan hukum. Namun, mekanisme penunjukan advokat yang akan ditunjuk oleh Walikota sangat tidak jelas. Padahal dicantumkan dalam PP No. 82 Tahun 2008 Pasal 8 Ayat 1 yang berbunyi :

“Dalam hal permohonan diajukan kepada Organisasi Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum maka Organisasi Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum tersebut menetapkan Advokat yang ditugaskan untuk memberikan Bantuan Hukum Secara cuma-Cuma”

Hal ini mengharuskan Walikota Makassar untuk bekerjasama dengan organisasi advokat ataupun dengan lembaga bantuan hukum yang ada di kota Makassar. Sehingga sangat diperlukan kerjasama yang bersinergi, berupa adanya kebijakan yang jelas, perjanjian kerjasama, dan perumusan kerja agar terencana dengan baik. Apalagi sebenarnya, advokat berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Pasal 22 Ayat 1 berbunyi, Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.

Advokat memang memiliki kewajiban melakukan atau memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma, namun persoalanya bantuan itu tidak berjalan sebagai mana mestinya. Sebab organisasi advokat sendiri kebanyakan belum memberikan layanan bantuan cuma-cuma, padahal itu merupakan kewajiban dan dapat dikenakan sanksi berdasarkan kode etik organisasi advokat tempat mereka bernaung bila menolak ataupun meminta bayaran diluar dari kemampuan masyarakat yang kurang mampu tersebut. Persoalan lebih lanjut, advokat belum bekerja secara terorganisir untuk melakukan bantuan cuma-cuma. Hanya melalui lembaga bantuan hukum hal tersebut berjalan walaupun hal itu juga tidak maksimal karena keterbatasan anggaran dengan jumlah perkara yang terbilang banyak.

Rancangan Perwali sendiri tidak menyebutkan besaran anggaran yang akan dikeluarkan setiap perkara, padahal dalam perkara yang berbeda memiliki anggaran yang berbeda pula. Seharusnya, ada mekanisme kerjasama dengan pengadilan terutama dalam penetapan anggaran biaya perkara selain koordinasi yang harus dibangun dalam penanganan perkara. Ada tiga pengadilan yang harus dikoordinasikan oleh pemerintah kota, diantaranya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Agama (PA), dan Pengadilan Negeri (PN) yang menangani perkara yang berbeda dan memiliki aturan khusus tersendiri walaupun tak berbeda jauh.

Apalagi bila menyangkut persoalan pidana, pihak pemerintah kota harus pula bekerjasama dengan Kejaksaan dan Kepolisian. Dua institusi ini sebagai penyidik dan penyelidik memainkan peran penting dalam proses penanganan perkara yang berkaitan dengan masyarakat, karena setiap orang yang berperkara pidana seharusnya telah mendapat pendampingan sejak proses di kepolisian mulai dari pemanggilan menjadi saksi ataupun penangkapan karena tertangkap tangan.

Tidak adanya model kerjasama yang jelas dengan aparat hukum lainnya selain advokat/pengacara, membuat rancangan Perwali Kota Makassar menjadi pincang. Selayaknya dalam rancangan Perwali ini, pihak Pemerintah Kota melakukan dengar pendapat ataupun memasukkan setiap elemen penegak hukum dalam tim rancangan Perwali tersebut. Dan tidak

Page 6: Bantuan Hukum Di Makassar

sampai disitu, beberapa unsur masyarakat yang berkepentingan turut pula dilibatkan secara aktif bukan sekedar pendengar setia saja.

Perlunya melibatkan berbagai sektor yang berkepentingan langsung, tak lain guna membuat Rancangan Perwali tidak hanya sekedar kejar tayang saja. Pelibatan tersebut lebih diarahkan pada pembuatan mekanisme sistem dan struktur berjalan sistematis, karena melihat persoalan PBHG yang tertuang dalam Rancangan Perwali hanya terfokus pada persoalan anggaran, masyarakat yang berhak mendapat pelayanan, tata cara pada tingkatan administrasi dan birokrasi pengurusan untuk mendapatkan bantuan, dan pelaporan/pengawasan. Padahal struktur pelaksana sangat membantu lancarnya kegiatan PBHG di masyarakat, apalagi bila melihat cakupan wilayah kota dengan jumlah penduduk sekitar 2 juta jiwa terbilang kota besar.

Diharapkan kedepan, Walikota Makassar tidak terburu-buru dalam pembuatan, pembahasan dan penetapan Perwali tersebut. Berbagai hal yang sangat berhubungan dan terkait satu sama lainnya perlu dituangkan dalam peraturan tersebut, sehingga tak ada lagi ketimpangan ketika Perwali itu diterapkan di tengah masyarakat.

{Penulis adalah Advokat/Pengacara pada Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Makassar (YLBHM) dan Anggota DPD KAI Sul-Sel dan Barat}

PNS Pemkot Dapat Bantuan Hukum GratisMAKASSAR,UPEKS— Para Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar akan mendapatkan bantuan hukum gratis jika berhadapan dengan kasus hukum.Namun, bantuan tersebut hanya berlaku jika PNS tersebut berkasus yang diakibatkan aktifitasnya dalam melaksanakan tugas pemerintahan.Sekertaris Daerah (Sekda) Kota Makassar, Anis Zakaria Kama mengatakan, pihaknya akan segera menyusun draf dan payung hukum dalam bentuk peraturan wali kota.Menurut Anis, dirinya telah menginstruksikan kepada Bagian Organisasi dan Tata Laksana (Ortala) dan Bagian Hukum Pemkot Makassar untuk segera melakukan kajian dan pendalaman terhadap apa yang telah diterapkan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).“Diharapkan ini segera terlaksana dan PNS lingkup Pemkot Makassar mendapat pendampingan selama menjalani proses hukum,” kata Anis yang juga merupakan Ketua Dewan Pembina Korpri Kota Makassar.Lanjur Anis, dalam melaksanakan tugas keseharian, PNS sangat rentang menghadapi persoalan hukum, sehingga para PNS perlu untuk diberi perlindungan.Sementara, salah seorang pengurus Korpri Makassar, Kasim Wahab menambahkan, selama ini Pemkot Makassar telah menerapkan bantuan hukum gratis kepada warga Makassar melalui program IASmo bebas.“Program tersebut telah berjalan dan sudah banyak masyarakat yang menikmati bantuan hukum gratis tersebut,” katanya.

Kamis, 11 Oktober 2012 | 13:41 WIB

Page 7: Bantuan Hukum Di Makassar

Warga Miskin Bakal Dapat Bantuan Hukum Gratis

Warga memasak makanan di pemukiman kumuh tepi rel Petamburan, Jakarta, Senin (2/4). Rencana pemberian BLT dari pemerintah, tidak menjadikan kehidupan warga miskin menjadi lebih baik. TEMPO/Subekti. 20120402.

Topik

#Sistem Hukum

Besar Kecil Normal

TEMPO.CO, Makassar - Pemerintah Kota Makassar menjamin warga miskin memperoleh bantuan hukum gratis. Bantuan hukum gratis ini akan dituangkan dalam peraturan daerah yang resmi.

Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, mengatakan program ini akan meringankan masyarakat tidak mampu yang terlibat masalah hukum. Hal ini diungkapkan Ilham saat membuka sosialisasi program bantuan hukum kerja sama Pemerintah Kota Makassar dengan Lembaga Bantuan Hukum Makassar serta Yayasan Tifa di kantor Kecamatan Biringkanaya, Kamis, 11 Oktober 2012.

Program bantuan hukum gratis untuk masyarakat tidak mampu telah ada sejak 4 tahun silam. Namun, menurut Ilham, dari segi pemanfaatan dan sosialisasi, bantuan hukum itu masih kurang. Pada kesempatan ini, Ilham meminta semua pihak, termasuk tokoh masyarakat dan ketua rukun

Page 8: Bantuan Hukum Di Makassar

tetangga, agar mampu menjadi mediator dalam mensosialisasikan program ini ke masyarakat.

Kurangnya sosialisasi mengenai bantuan hukum ini juga dibenarkan oleh Ilham. “Memang program ini masih sangat perlu untuk terus disosialisasikan. Masih banyak warga pinggiran yang sebenarnya sangat membutuhkan program ini, namun tingkat pemahaman mereka sangat kurang.”

Ilham mengatakan akses hukum masyarakat kecil selama ini sangat kecil. Ke depannya Ilham berharap hal ini tidak boleh lagi terjadi. “Semua masyarakat yang tidak mampu jika tersangkut masalah hukum harus mendapatkan pendampingan. Ini demi keadilan,” ujar Ilham.

Menurut Ilham, perda ini ke depannya akan menjadi dasar yang kuat dalam mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011. Ini juga sejalan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang juga menegaskan bahwa semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum tanpa diskriminasi.

Abdul Aziz, Direktur LBH Makassar, mengatakan bantuan hukum gratis ini akan kuat bila dibakukan dalam peraturan daerah. “Ini juga seiring dengan upaya pembenahan sisi kualitas terhadap layanan bantuan hukum yang diberikan kepada masyarakat kecil, sebab layanan ini akan diawasi langsung oleh pemerintah kota,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala bagian Hukum Pemkot Makassar, Apriadi, menyebutkan bahwa pihaknya akan memberikan perlindungan kepada warga yang terlibat masalah hukum, kecuali untuk kejahatan pidana seperti narkoba, pembunuhan, serta pelecehan seksual. "Kami jamin warga miskin di Kota Makassar akan mendapat bantuan hukum," ujarnya.

Bantuan Hukum Gratis di Makassar Dinilai Tak Jelas

Topik

#Sistem Hukum

Besar Kecil Normal

TEMPO Interaktif, Makassar - Kebijakan Pemerintah Kota Makassar memberi bantuan hukum gratis kepada warga miskin dinilai bias. Sebab, kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Wali Kota Makassar Nomor 63 Tahun 2009 itu tidak menjelaskan jenis bantuan hukum yang diberikan kepada warga.

Amir Ilyas, Asisten Komisioner Ombudsman Makassar mengaku khawatir kebijakan itu menimbulkan dampak negatif. Misalnya, dimanfaatkan oleh oknum pelaku kejahatan seperti narkoba, pembunuhan, dan pelecehan seksual untuk mendapatkan perlindungan hukum.

Page 9: Bantuan Hukum Di Makassar

"Seharusnya ada garis-garis disini yang mana yang bisa dibantu secera hukum dan yang tidak. Jangan sampai melenceng," katanya dalam sosialisasi Peraturan Walikota Tentang Pelayanan Bantuan Hukum Kepada Penduduk Warga Tidak Mampu, di Hotel Dinasti, Makassar, Rabu (24/3).

Kegiatan ini dihadiri warga dari berbagai kecamatan. Muhammad Yasir, seorang warga juga mempertanyakan masalah hukum apa saja yang bisa dinaungi dalam kebijakan itu. Ia menilai malah membingungkan masyarakat. "Perlu dijelaskan jenis bantuan hukumnya. Supaya, kami bisa menjelaskan kepada warga," katanya.

Apriady, Kepala Bagian Hukum Makassar mengatakan, meskipun tidak tertuang dalam peraturan tetapi pemerintah sudah memiliki batasan jenis hukum yang tidak bisa dibantu, di antaranya kejahatan pidana seperti narkotika, pembunuhan, dan pelecehan seksual. "Sepanjang tidak berpotensi melanggar hukum akan dibantu dengan syarat mereka warga miskin," katanya.

Yasir menimpali, seharusnya perlu ditinjau ulang batasan hukum yang bisa dibantu oleh pemerintah kota. Misalnya, kejahatan narkoba yang lebih banyak mengorbankan warga miskin. Candra Tompo, warga lainnya juga berpendapat demikian. "Para korban adalah warga miskin, jangan difonis," katanya.

Apriady mengatakan, kejahatan narkoba adalah hal yang melanggar hukum. Kasus ini ditangani oleh pihak kepolisian. "Tetapi ke depan kami akan memperbaiki aturan ini," janjinya.

TRI SUHARMAN

Siapkan Layanan Hukum GratisPERSOALAN sengketa tanah yang marak terjadi antara masyarakat kelas bawah dan para "cukong", disikapi Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin. Menurutnya, sengketa tanah merupakan persoalan yang pelik dan berada pada skala prioritas untuk diselesaikan.

Untuk itu, kata dia, pemerintah kota Makassar memberikan pelayanan hukum gratis guna membantu masyarakat kecil yang dirugikan dalam kasus tersebut. Kebijakan ini, kata Ilham, sudah berlaku sejak lama dan tersosialisasikan hingga ke level terbawah dari struktur organisasi pemerintah.

Menurut Ilham, sejatinya persoalan sengketa tanah tidak terjadi bila semua pihak mengetahui prosedur dan menaati peraturan yang ada. "Sebenarnya riwayat tanah itu jelas, karena ada daftar C dan F di tingkat lurah dan camat. Sehingga sulit sekali menghindari kalau ingin membuat duplikat atau sertifikat ganda," papar Ilham, ditemui seusai sidang paripurna di gedung DPRD Makassar, kemarin.

Persoalan tanah, lanjut Ketua DPD Partai Demokrat Sulsel ini, muncul dipicu adanya sertifikat yang palsu atau ada riwayat tanah yang dipalsukan. "Sehingga terlahir sertifikat itu menjadi asli. Ini yang menjadi problem," urainya.

Untuk meluruskan hal itu, sambung Ilham, sebaiknya masyarakat menyelesaikan lewat proses

Page 10: Bantuan Hukum Di Makassar

hukum. Mengenai mekanisme hukum, Ilham menegaskan Pemkot Makassar menyiapkan bantuan jasa hukum gratis pada siapa saja masyarakat yang tidak mampu.

"Sistem pelaporannya, kalau ada masyarakat merasa dirugikan langsung melapor ke pemerintah. Baik di tingkat kota, kecamatan, hingga kelurahan. Dari situ, pemkot menyiapkan pengacara secara gratis," katanya.

Sayangnya, program ini ternyata belum diketahui banyak masyarakat. Padahal, kebijakan ini dalam nota keuangan APBD Kota Makassar 2011 diketahui menelan anggaran yang cukup banyak. Dari item anggaran Sekda Makassar diketahui anggaran fasilitasi masalah konflik-konflik pertanahan mencapai Rp108.886.900. Sementara untuk anggaran sosialisasi penanganan konflik pertanahan lingkup pemerintah mencapai nilai Rp118.865.000.

Salah seorang warga, Rifandy Ahmad, 27, mengaku sama sekali tidak ada sosialisasi di lingkungannya mengenai jasa bantuan hukum gratis soal sengketa tanah. "Saya kira, program ini perlu digaungkan lebih baik lagi. Sosialisasi harus berjalan, karena masyarakat kecil tidak tahu," pintanya. (*)

Warga Mampu Diduga Manfaatkan Bantuan Hukum Gratis

Program bantuan hukum gratis untuk warga miskin yang diterapkan Pemerintah Kota Makassar diduga telah dimanfaatkan oleh orang mampu. Dari 11 kasus yang sedang ditangani pemerintah kota, empat pelapor di antaranya berprofesi layaknya orang mampu. Mereka adalah Akbar Hasan (Pemimpin Redaksi Tabloid Gema), Ilyas Saliman (pensiunan pegawai negeri sipil), Syamsuddin (wiraswasta), dan Baso Daeng Naba (pedagang).

Takbir Salam, Kepala Subbagian Bantuan Hukum Kota Makassar, mengakui adanya warga mampu yang meminta bantuan hukum secara gratis. Namun permohonan itu akan ditolak. "Program bantuan hukum hanya diberikan kepada warga miskin," kata dia kemarin.

Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah surat keterangan miskin dari kelurahan. Menurut Takbir, pihaknya telah menemukan beberapa pelapor yang tergolong warga mampu. Salah satunya Akbar Hasan, Pimpinan Redaksi Tabloid

Page 11: Bantuan Hukum Di Makassar

Gema. Warga Jalan Maccini Baru itu melaporkan dugaan penipuan dan penggelapan sejumlah uang dalam bisnisnya. "Kami tidak lanjuti laporannya."

Takbir menambahkan, dari 11 kasus yang dilaporkan warga, hanya empat yang telah diserahkan kepada tim bantuan hukum pemerintah kota, yang diketuai oleh Hasbih Abdullah, di antaranya laporan kasus tanah di Sudiang oleh Darwis, imam masjid Kelurahan Sudiang, Kecamatan Biringkanayya. Palloho bin Jumalang, petani di Kelurahan Paccerakkang, Kecamatan Biringkanayya, melaporkan masalah tanah. Sedangkan Nurlina, ibu rumah tangga warga Jalan Kandea, melaporkan kasus kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Barru.

Hasbih Abdullah mengaku telah menyelesaikan dua kasus, yakni kasus Darwis dan Nurlina. Menurut dia, pihaknya tidak mengurusi warga mampu yang memanfaatkan program bantuan hukum itu. Sebab, proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah kota. Pihaknya hanya menangani proses hukumnya.

Mustagfir Sabri, snggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Makassar, menilai titik masalahnya adalah sosialisasi yang kurang sehingga program tersebut dimanfaatkan warga mampu. Ia yakin, bila sosialisasi dioptimalkan, seluruh warga akan mengetahui syarat program itu.

"Sampai sekarang kami belum punya data yang valid, apa memang masyarakat sudah tahu program bantuan hukum gratis itu," kata dia.

Politikus Partai Demokrasi Kebangsaan itu mengatakan sosialisasi program tak hanya dilakukan melalui media massa, tapi pemerintah harus terjun langsung ke masyarakat. "Seperti kita ketahui, warga miskin jarang baca koran, jadi besar peluang mereka tidak tahu," ujarnya.

Ia mendesak agar janji pemerintah memberikan bantuan hukum secara gratis kepada warga miskin dipenuhi. Menurut dia, warga miskin membutuhkan perlindungan hukum untuk memenuhi haknya. "Semua orang punya hak untuk mendapat bantuan hukum, tapi warga miskin harus dikedepankan," katanya.

TRI SUHARMAN

Terbit di Koran Tempo Makassar edisi 230310Sumber foto : http://politikana.com