Upload
vodang
View
250
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
i
BANTUAN SOSIAL KEMENTERIAN AGAMA RI BAGI RUMAH IBADAT DAN ORMAS KEAGAMAAN
Editor:
Muchit A. Karim
KEMENTERIAN AGAMA RI
BADAN LITBANG DAN DIKLAT PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN
JAKARTA, 2011
ii
Perpustakaan Nasional: katalog dalam terbitan (KDT) bantuan sosial kementerian agama ri bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan / Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Ed. I. Cet. 1. ------- Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2011 xxii + 202 hlm; 15 x 21 cm ISBN : 978-979-797-330-8 Hak Cipta pada Penerbit Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara menggunakan mesin fotocopy, tanpa izin sah dari penerbit Cetakan Pertama, Nopember 2011 BANTUAN SOSIAL KEMENTERIAN AGAMA RI BAGI RUMAH IBADAT DAN ORMAS KEAGAMAAN Editor: Muchit A. Karim Desain cover dan Lay out oleh: Zabidi Penerbit: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jl. MH. Thamrin No. 6 Jakarta Telp/Fax. (021) 3920425, 3920421
iii
Kata Pengantar Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Puji syukur kepada Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa, “Penerbitan Naskah Buku Kehidupan Keagamaan” ini akhirnya dapat diwujudkan. Penerbitan buku ini, merupakan hasil kegiatan penelitian dan pengembangan Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI pada tahun 2010. Kami menghaturkan ucapan terimakasih kepada para pakar dalam menulis prolog, juga kepada para editor buku ini yang secara tekun telah menyelaraskan laporan hasil penelitian menjadi sebuah buku yang telah diterbitkan, yang hasilnya dapat dibaca oleh masyarakat secara luas. Pada tahun 2011 ini ditetapkan 9 (sembilan) naskah buku untuk diterbitkan, yang meliputi judul-judul buku sebagai berikut: 1. Dimensi-Dimensi Kehidupan Beragama: Studi tentang Paham/Aliran Keagamaan, Dakwah dan Kerukunan, editor: Nuhrison M. Nuh. 2. Perkembangan Paham Keagamaan Lokal di Indonesia, editor: Achmad Rosidi. 3. Perkembangan Paham Keagamaan Transnasional di Indonesia, editor: Ahmad Syafi’i Mufid. 4. Keluarga Harmoni dalam Perspektif Berbagai Komunitas Agama, editor: Kustini. 5. Kepuasan Jamaah Haji terhadap Kualitas Penyeleng-garaan Ibadat Haji Tahun 1430 H/2009 M, editor: Imam Syaukani. 6. Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan, editor: Muchit A Karim.
iv
7. Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia (Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006), editor: M. Yusuf Asry. 8. Potret Kerukunan Umat Beragama di Provinsi Jawa Timur, editor: Haidlor Ali Ahmad. 9. Islam In A Globalized World, penulis M. Atho Mudzhar. Untuk itu, kami menyampaikan terimakasih setinggi-tingginya kepada para peneliti yang telah “merelakan” karyanya untuk kami terbitkan, serta kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi bagi terlaksananya program penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini. Semoga penerbitan karya-karya hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan khazanah sosial keagamaan, serta ikut memberikan pencerahan kepada masyarakat secara lebih luas tentang pelbagai perkembangan dan dinamika sosial kegamaan yang terjadi di Indonesia. Penerbitan buku ini dapat dilakukan secara simultan dan berkelanjutan setiap tahun, untuk memberikan cakrawala dan wawasan kita sebagai bangsa yang memiliki khasanah keagamaan yang amat kaya dan beragam. Tentu saja tidak ada gading yang tak retak, sebagai usaha manusia, penerbitan ini pun masih menyimpan berbagai kekurangan baik tampilan dan pilihan huruf, dimana para pembaca mungkin menemukan kejanggalan dan kekurangserasian. Dalam pengetikan, boleh jadi juga ditemukan berbagai kesalahan dan kekeliruan yang mengganggu, dan berbagai kekeliruan dan kejanggalan lainnya.Untuk itu kami mohon maaf. Tetapi yakinlah, berbagai kekurangan dan kekhilafan itu bukan sesuatu yang disengaja. Itu sepenuhnya disebabkan kekurangtelitian para editor maupun tim pengetikan. Semoga berbagai kekurangan
v
dan kelemahan teknis itu dapat dikurangi pada penerbitan berikutnya. Akhirnya, ucapan terimakasih kami haturkan kepada Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI yang telah memberikan arahan demi tercapainya tujuan dan sasaran penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini.
Jakarta, November 2011 Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D NIP. 19600416 198903 1 005
vi
vii
Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI uji syukur kehadirat Ilahi Tuhan Yang Maha Esa atas terselenggaranya penelitian tentang Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Indonesia pada tahun anggaran 2010 dan tersusunnya laporan kegiatan tersebut. Studi ini dirasa sangat urgen dan berarti bagi Puslitbang Kehidupan Keagamaan. Evaluasi bagi kebijakan pemberian dana bantuan untuk rumah ibadah dan ormas keagamaan perlu dilakukan oleh Puslitbang Kehidupan untuk memperoleh informasi langsung di lapangan mengenai implementasi program bantuan sosial untuk rumah ibadat dan ormas keagamaan tersebut. Informasi yang diperoleh diharapkan menjadi bahan mengambil kebijakan pemerintah sehingga kebijakan yang dikeluarkan berbasis riset oleh unit kelitbangan Kementerian Agama. Dengan mengevaluasi akan mudah diketahui efektivitas dari pemberian dana bantuan sosial tersebut. Evaluasi dimaksud akan menjadi rujukan bagi pengambil kebijakan di Kementerian Agama RI, khusus unit kerja yang berwenang menyalurkan dana bantuan sosial pembangunan rumah ibadat dan lembaga sosial. Unit kerja tersebut yaitu Direktorat Bimas Islam dan Sekretariat Jenderal. Juga menjadi bahan masukan lembaga audit Kementerian Agama RI (Inspektorat Jenderal). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara, studi lapangan dan kajian perpustakaan. Jumlah lokasi penelitian sebanyak 5 (lima) provinsi di
P
viii
Indonesia, yaitu Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Aceh, dan Bali. Sebelum dilakukan penyusunan dalam bentuk sebuah buku ini, hasil penelitian ini telah melalui proses pra-seminar dan seminar. Seminar dilaksanakan Ruang Sidang Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Lt. 4 Gd. Bayt Al-Qur’an Komplek Taman Mini Indonesia Indah Jakarta pada tanggal 13 Desember 2010. Hadir dalam seminar tesebut para pakar, akademisi, stakeholders, para pengamat, birokrasi, ormas keagamaan, LSM, dan masyarakat luas. Dari hasil seminar tersebut diperoleh banyak sumbangsih pemikiran guna penyempurnaan dalam penyusunan akhir dalam sebuah buku dan sebagai bahan evaluasi bagi penyelenggaraan kegiatan sejenis di tahun berikutnya. Sebagai sebuah karya ilmiah, tersusunnya buku ini pantaslah memperoleh apresiasi khususnya kepada tim peneliti Bidang Pelayanan dan Pengamalan Keagamaan. Dengan kesungguhannya telah merencanakan, melaksanakan, dan mendiseminasikan secara baik penelitian ini. Apresiasi juga pantas diberikan karena penelitian ini juga mendeskripsikan dimensi pembinaan dan pelayanan pemerintah bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan berupa kebijakan pemberian bantuan dana sosial yang dapat menunjang kinerja rumah ibadat dan ormas-ormas itu. Sehubungan dengan selesainya laporan akhir ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh peneliti Bidang Pelayanan dan Pengamalan Keagamaan yang telah berhasil menuntaskan seluruh proses kegiatan penelitian dengan baik. Kami berharap kinerja ini tetap dapat dipertahankan pada kegiatan berikutnya di tahun 2012. Akhirnya, dengan mengharap ridha Allah SWT, semoga seluruh kerja keras kita tercatat sebagai amal saleh dan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas
ix
penelitian di lingkungan Puslitbang Kehidupan Keagamaan dan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak umumnya. Kepada Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan dan jajaran peneliti khususnya, dan kepada semua pihak pada umumnya tak lupa kami sampaikan terima kasih atas suksesnya penyelenggaraan kegiatan dan tersusunnya buku laporan ini. Jakarta, November 2011 Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA NIP. 19570414 198203 1 003
x
xi
PROLOG Dr. H. Mundzir Suparta, MA Inspektur Jenderal Kementerian Agama RI Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke Hadirat Allah SWT, Tuhan Yang maha Esa, atas karunia rahmat, taufiq dan hidayah-Nya buku dengan judul "Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Indonesia" sebagai hasil penelitian Badan Litbang dan Diklat ini dapat diterbitkan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan nabi Muhammad, Nabi dan Rasul terakhir. Selanjutnya, sebagaimana diyatakan oleh Sdr. Prof. Dr. H. Abdurrahman Mas'ud, Kepala Puslitbang Kehidupan Beragama dalam kata pengantar buku ini bahwa penerbitan ini dianggap penting, karena tiga hal. Saya sangat setuju dengan pernyataan itu, karena memang selama ini banyak karya hasil penelitian di Kementerian Agama yang sebetulnya cukup bagus dan bisa menambah wawasan bagi percerdasan kehidupan bangsa Indonesia belum atau tidak banyak diterbitkan, sehingga kurang bias dimanfaatkan oleh orang banyak. Namun saya ingin menambah satu hal lain, yakni bahwa peneribitan hal-hasil penelitian ini akan memberikan informasi kepada mayarakat luas bahwa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama bukan saja memperhatikan dan mendorong terwujudnya kerukunan dan kemakmuran kehidupan beragama, tetapi Kementerian Agama tidak hanya
xii
tinggal diam, membiarkan, dan berpangku tangan, akan tetapi melalui berbagai bentuk program dan kegiatan, yang salah satunya adalah memberitakan bantuan terhadap rumah-rumah ibadat dan ormas-ormas keagamaan. Sekalipun mungkin bantuan dimaksud bila dilihat dari nominalnya tidak banyak menolong dan mengatasi kebutuhan mereka, namun bila dilihat dari segi tanggung jawab, perlindungan, pengayoman, dan layanan terhadap kehidupan beragama di Indonesia sangatlah bermakna. Karena itu, saya memandang program bantuan terhadap rumah-rumah ibadat dan ormas keagamaan mempunyai makna sangat strategis, terlebih melihat kenyataan kondisi masyarakat kita akhir-akhir ini yang sering terjadi gesekan dan konflik sosial, bisa jadi akan mengancam persatuan dan eksistensi bangsa. Konflik kekerasan yang bernuansa politis, etnis dan agama seperti ini juga merupakan salah satu bukti betapa masih rapuhnya konstruksi bangunan kebangsaan berbasis kebersamaan dan kemajmukan di negeri kita. Sehingga tidak heran kalau belakangan ini rasa kebersamaan, saling menghargai, tolong menolong, dan tenggang rasa sudah tidak tampak lagi dan nilai-nilai kebudayaan yang dibangun selama ini juga menjadi tergerus. Tanggung jawab Kementerian Agama sebagai sebuah instansi yang diberi amanat terhadap pembangunan bidang agama memang sangat berat, karena sebetulnya tidak semua bentuk gesekan dan konflik social dilatarbelakngi oleh persoalan-persoalan agama, akan tetapi tidak jarang karena
xiii
dipicu oleh kepentingan-kepentingan lain, baik kepentingan politik, social, suku, ekonomi, maupun kepentingan lain yang sama sekali tidak bersentuhan dengan persoalan-persoalan agama. Namun anehnya permasalahan ini sering kali dikembalikan kepada tanggung jawab Kementerian Agama. Tentang pemberian bantuan seperti dimaksud dalam buku ini, bahwa pemberian bantuan ini di samping dapat memberikan manfaat bagi tumbuh dan berkembangnya kehidupan beragama bangsa Indonesia, juga diketemukan sejumlah kendala dan kelemahan. Untuk itu, saya menyarankan kepada Direktorat-Direktorat Jenderal bimas beberapa hal sebagai berikut:
1. Secara terus menerus mengusahakan peningkatan anggaran sektor agama. Kita tahu, memang anggaran Kementerian Agama akhir-akhir ini cukup besar, tetapi besarnya anggaran tersebut bukan untuk sektor agama yang menjadi tugas pokok Kementerian Agama namun lebih diarahkna untuk sektor pendidikan. Dan anggaran untuk sektor agama sangatlah kecil, jauh dari kebutuhan untuk kepentingan layanan dan tanggung jawabnya terhadap pembinaan keberagamaan umat. Pemberian bantuan keagamaan tidak hanya terbatas pada bantuan saraa fisik, tetapi juga sangat diperlukan bantuanbantuan lainnya seperti kitab-kitab ajaran agama, 2. Melakukan pendataan secara riil terhadap rumah-rumah ibadat dan ormas-ormas keagamaan secara terus menerus, sehingga diperoleh data terbaru dan riil sesuai data yang ada di lapangan/masyarakat. Hal ini penting karena dari data riil itulah program pemberdayaan
xiv
keberagamaan umat dapat dijalankan secara tepat dan bijak, 3. Meningkat kordinasi antar Direktorat-Direktoran Jenderal yang bertanggung jawab terhadap pembinaan umat beragama, sehingga diperoleh kesamaan visi dan misi pembinaan, termasuk visi misi pemberian bantuan, 4. Meningkatkan kordinasi dengan jajaran Kementerian Agama daerah, baik baik Kemenag tingkat wilayah maupun Kemenag tingkat Kabupaten/Kota, shingga dapat dihidari berbagai kendala dan kelemahan yang ada selama ini, seperti tumpang tindih bantuan, tidak tetap sasaran, tidak tepat guna, tidak tepat tujuan, tidak tepat waku, dan tidak tepat jumlah, seperti dinyatakan dalam kata pengantar Editor buku ini, 5. Meningkatkan kordinasi dan mendorong pemerintah daerah agar lebih meningkatkan perhatian dan layanan terhadap kehidupan beragama, sehingga tercipta kerukunan umat beragama, baik intern maupun antar umat beragama, sehingga terwujud masyarakat yang damai, sejahtera, dan bersatu yang pada gilirannya akan dapat membantu suksesnya program pembangunan bangsa di daerah itu, 6. Lebih memerdayakan dan memfungsikan forum-forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang sudah selama ini dibangun di berbagai daerah, sehingga berbagai bentuk gesekan dan konflik social dengan mengatasnamakan agama secara dii dapat dicegah secara bersama-sama antara pemerintah dengan tokoh-tokoh agama daerah itu, 7. Melakukan kajian dan evaluasi terhadap program dan kegiatan serta prosedur pemberian bantuan, pemanfaatan
xv
dan keguanaan bantuan, dan dampak positif bagi pembangunan dan pengembangan agama, pengamalan dan penghayatan terhadap ajaran-ajaran agama. 8. Kepada Badan Litbang dan Diklat, saya menyarankan kiranya kegiatan penelitian dan penerbitan hasil karya penelitian dan kajian dapat diteruskan dan disebarluaskan ke masyarakat luas. 9. Selain beberapa hal di atas, kiranya pemberian bantuan dlaksanakan sesuai aturan, sehingga tidak saja pemberian bantuan tersebut bermanfaat dan baik, tetapi juga benar.
Selanjutnya, saya ingin menyatakan bahwa terlepas dari kekurangan dan kelemahan buku hasil penelitian ini, baik dari segi metodologi, sasaran, maupun hasilnya yang jelas program ini merupakan terobosan yang baik dan pasti bermanfaat yang perlu diteruskan. Demikian sekilas catatan yang dapat saya sumbangkan, terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya dan mohon maaf bila terdapat kekhilafan dan kesalahan.
Jakarta, November 2011
xvi
xvii
Prakata Editor egara dan pemerintah berkewajiban memberikan jaminan dan perlindungan atas hak setiap warganya untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, serta memberikan fasilitas dan pemenuhan hak dasar warga tersebut (PP No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2000-2014 Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama).
Pada bagian lain pelayanan kehidupan beragama masih terbatas, untuk itu pemerintah memprioritaskan peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama, dengan meningkatkan pengelolaan dan fungsi rumah ibadat serta kapasitas lembaga-lembaga sosial keagamaan. Untuk mewujudkan hal tersebut Kementerian Agama RI 2009-2014 menetapkan visi ”Tewujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri, dan sejahtera lahir batin,” dengan misi untuk meningkatkan kualitas kehidupan beragama, meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama, meningkatkan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan agama dan keagamaan, serta meningkatkan kualitas penyelengga-raan haji, mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Salah satu bentuk implementasi dari usaha pening-katan kualitas pelayanan kehidupan beragama, Kementerian Agama RI melaksanakan program bantuan sosial terhadap
N
xviii
rumah ibadat dan ormas keagamaan, memberi motivasi agar aktifitas rumah ibadat dan ormas keagamaan semakin meningkat. Pemberian bantuan tersebut bersifat stimulus agar masyarakat terdorong melakukan kegiatan sosial keagamaan. Penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan tahun 2010 yang mengevaluasi bantuan sosial Kementerian Agama bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan di berbagai daerah seperti Provinsi Aceh, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Timur, hasilnya disajikan sebagai berikut:
1. Secara umum bantuan sosial keagamaan masih kurang nampak dampak sosialnya bagi peningkatan aktifitas rumah ibadat dan ormas keagamaan, walaupun di beberapa daerah bantuan tersebut dirasa dapat meng-gairahkan jamaah untuk memberi sumbangan dalam membangun rumah ibadat serta mengembang-kan aktifitas ormas keagamaan. 2. Dana bantuan rumah ibadat pada umumnya dimanfaatkan untuk rehabilitasi rumah ibadat. Khusus di Provinsi Nusa Tenggara Timur dana bantuan sosial dimanfaatkan bagi pemberdayaan ekonomi umat. 3. Puslitbang Kehidupan Keagamaan memandang dalam pelaksanaan program bantuan sosial keagamaan mem-punyai hambatan antara lain masih minimnya bantuan sosial kepada rumah ibadat dan ormas keagamaan dibanding kebutuhan masyarakat; dalam proses penerima-an di sebagian tempat memerlukan waktu cukup lama; serta kurangnya koordinasi antara Kementerian Agama
xix
Pusat dengan Kanwil Kementerian Agama daerah dalam penentuan penerima dana bantuan sosial; serta kurang adanya studi kelayakan dan monitoring terhadap pelaksanaan pemberian bantuan sosial terhadap rumah ibadat dan ormas keagamaan. Temuan di atas disarikan dari hasil penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan di berbagai daerah seperti dikemukakan di atas, sebagaimana disajikan dalam buku ini, yang diharapkan dapat dijadikan informasi dan arujukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, terutama bagi Kementerian Agama dalam merumuskan kebijakan bagi pengembangan kehidupan beragama. Kritik dan saran kami harapkan guna penyempurnaan tulisan ini, semoga bermanfaat. Amin.
Jakarta, November 2011 Editor, Muchit A Karim
xx
xxi
Daftar Isi Kata Pengantar Kapuslitbang Kehidupan Keagamaan ___ iii Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ___ vii Prolog ___ xi Prakata Editor ___ xvii Daftar Isi ___ xxi Pendahuluan ___ 1 Masalah Penelitian ___ 6 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ___ 7 Kerangka Teori dan Definisi Konsep ___ 8 Kerangka Dasar Pemikiran ___ 10 Metode Penelitian ___ 11 Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Kalimantan Tengah Oleh: Kustini ___ 17 Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Nusa Tenggara Timur Oleh: Imam Syaukani ___ 57
xxii
Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Jawa Timur Oleh: Muchtar Ilyas & Zaenal Abidin ___ 107 Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Provinsi Aceh Oleh: Agus Mulyono ___ 137 Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Provinsi Bali Oleh: Muchtar ___163 Daftar Pustaka ___ 202
1
Pendahuluan
2
3
Latar Belakang
eberadaan Kementerian Agama RI berkembang
sebagai sebuah birokrasi dalam konteks sosial
budaya dan sejarah bangsa Indonesia. Ia lahir
dari sejarah dan merupakan tuntutan bangsa, yang berakar
kokoh dalam tata-nilai kemasyarakatan bangsa Indonesia.
Kementerian ini lahir dalam rangka memenuhi hasrat
bangsa dan negara, yang tidak lepas dari motif beragama
dan sejarah perjuangan bangsa, sesuai dengan visi
Kementerian Agama "Terwujudnya masyarakat Indonesia
yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera
lahir batin" Dan misinya antara lain: meningkatkan kualitas
kehidupan beragama; meningkatkan kualitas kerukunan
umat beragama; raudhatul athfal, madrasah, perguruan
tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan
keagamaan; meningkatkan kualitas penyelenggaraan
ibadah haji; dan mewujudkan tata kelola kepemerintahan
yang bersih dan berwibawa.1
Disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 5
Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 Buku II Bab
II Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan
Beragama, bahwa negara dan pemerintah berkewajiban
memberikan jaminan dan perlindungan atas hak setiap
warganya untuk memeluk agama dan beribadah menurut
agamanya, serta memberikan fasilitas dan pelayanan
1 Lih. http://kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=visimisi
K
4
pemenuhan hak dasar warga tersebut. Berkaitan dengan
kualitas beragama yang belum optimal, dinyatakan bahwa
pelayanan kehidupan beragama masih terbatas, untuk itu
peran pemerintah perlu lebih meningkatkan pelayanan dan
fasilitas kepada umat beragama dalam menjalankan
aktivitas keagamaannya dengan mudah dan aman.
Tujuan jangka panjang pembangunan bidang agama
yang hendak dicapai Kementerian Agama adalah
terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama,
maju, sejahtera, dan cerdas saling menghormati antar
pemeluk agama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Untuk mewujudkan tujuan
tersebut Kementerian Agama berusaha memberikan
bimbingan dan dorongan kepada usaha atau kegiatan
organisasi sosial Islam, pembangunan atau rehabilitasi
masjid, mushalla, dan pemeliharaan makam-makam
bersejarah dengan pemberian dana bantuan kepada
lembaga-lembaga keagamaan dimaksud.
Namun dana bantuan keagamaan Kementerian
Agama yang dimaksudkan untuk peningkatan pemaha-
man, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama di
masyarakat Indonesia dewasa ini dirasa masih kurang
memadai serta belum terlihat dampaknya bagi kehidupan
beragama, pada sebagian masyarakat baru nampak pada
tataran simbol-simbol keagamaan, dan belum menyentuh
permasalahan substansial. Begitu pula pelayanan kehidup-
an beragama dinilai masih kurang memadai, hal itu terlihat
dari kurangnya sarana dan prasarana ibadah, belum
5
optimalnya pemanfaatan tempat peribadatan, serta belum
optimalnya pengelolaan serta pemanfaatan dana sosial
keagamaan.
Permasalahannya adalah bantuan pemerintah pada
umumnya dan khususnya bantuan Kementerian Agama RI,
banyak dipertanyakan oleh berbagai lapisan masyarakat
dan berita di media massa terutama mengenai dampak
sosialnya bagi pembangunan kehidupan beragama di
Indonesia. Sebagaimana dirilis dalam situs
http://www.Indonesia.com pada tanggal 19 Maret 2009
dengan judul ”Bantuan Departemen Agama dan
Masalahnya”, Dalam terbitan tersebut antara lain dimuat
program terkait bantuan Kementerian Agama. Sementara
di lapangan diduga mekanisme kerja penanganan dana
bantuan keagamaan yang disalurkan melalui Kementerian
Agama Pusat masih kurang tepat sasaran, tidak tepat
waktu, serta tidak jarang disalah gunakan oleh oknum-
oknum serta kepentingan tertentu, maupun orang yang
tidak bertanggung jawab seperti melakukan kolusi,
nepotisme dan lain-lain.
Pada bagian lain tahun 2008 dan 2009 pelaksanaan
program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas
keagamaan Kementerian Agama masih menemui kendala,
diantaranya adalah: Pelaksanaan program bantuan salah
prosedur, yang mengakibatkan program bantuan sosial
diberikan kepada sesama unit kerja Kementerian Agama.
Misalkan bantuan dari Direktorat Kementerian Agama
diberikan ke Kanwil dan diteruskan ke Kantor Kemenag,
Dalam penentuan sasaran penerima belum menggunakan
6
studi kelayakan, yang mengakibatkan penentuan rumah
ibadat dan ormas keagamaan yang berhak menerima
bantuan kurang tepat sasaran. Banyak terjadi penyim-
pangan akibatnya pelaksanaan pemberian program
bantuan penerima bantuan tidak dilakukan monitoring dan
pengawasan. Dalam pengelolaan dan pemanfaatan bantuan
oleh pihak penerima bantuan.
Mengacu pemikiran di atas Puslitbang Kehidupan
Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
tahun anggaran 2010 melakukan penelitian tentang
Evaluasi Program Bantuan Sosial Kementerian Agama Bagi
Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Indonesia.
Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: Apa saja kebijakan
yang ditempuh Kementerian Agama dalam pelaksanaan
program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas
keagamaan; bagaimana pengelolaan bantuan sosial rumah
ibadat dan ormas keagamaan Kementerian Agama oleh
penerima bantuan; bagaimana pemanfaatan bantuan sosial
rumah ibadat dan ormas keagamaan oleh penerima
bantuan; dampak sosial apa saja bantuan sosial rumah
ibadat dan ormas keagamaan Kementerian Agama bagi
pengembangan kehidupan keagamaan; dan apakah faktor-
faktor pendukung dan penghambat keberhasilan program
bantuan sosial rumah ibadat dan ormas keagamaan.
7
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Secara umum penelitian ini merupakan salah satu
kegiatan peningkatan pelayanan kehidupan beragama
kearah yang lebih baik, bagi penghayatan dan pengamalan
agama masyarakat Indonesia. Melalui kegiatan penelitian
ini dapat diperoleh data dan informasi yang akurat
mengenai program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas
keagamaan, serta dampak sosial bagi pengembangan
kehidupan beragama di Indonesia.
Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan data mengenai kebijakan yang
ditempuh Kementerian Agama dalam pelaksanaan
program bantuan sosial rumah ibadat dan organisasi
keagamaan dengan maksud apakah bantuan tersebut
sudah dimanfaatkan dan didayagunakan sesuai dengan
tujuan yakni mendorong serta memberi motivasi;
mengelola program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas
keagamaan oleh masing-masing unit kerja Kementerian
Agama sudahkah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; memperoleh informasi mengenai
pemanfaatan program bantuan sosial rumah ibadat dan
ormas keagamaan oleh penerima bantuan; mengetahui
dampak sosial program bantuan sosial rumah ibadat dan
ormas keagamaan bagi pengembangan kehidupan
beragama; mengetahui faktor pendukung dan penghambat
program dana bantuan rumah ibadat dan ormas
keagamaan Kementerian Agama serta mengetahui
efektifitas penggunaan bantuan sosial oleh lembaga
penerima bantuan.
8
Kerangka Teori dan Definisi Konsep
Program bantuan sosial keagamaan dicanangkan
Kementerian Agama untuk mendorong dan memberi
motivasi agar aktifitas rumah ibadat dan ormas keagamaan
dapat semakin meningkat, sehingga pada akhirnya akan
semakin meningkatkan kualitas kinerja Kementerian
Agama.
Menurut sifatnya suatu organisasi cenderung
merupakan kesatuan yang komplek dan selalu berusaha
mengalokasikan sumberdayanya (resources) secara rasional
demi tercapainya tujuan. Menurut Streers (1985:2) makin
rasional suatu organisasi, makin besar upayanya pada
kegiatan yang mengarah ke tujuan. Makin besar kemajuan
yang diperoleh kearah tujuan, organisasi makin efektif
pula.
Pengertian Evaluasi menurut (Stufflebeam dan
Shinkfield, 1995) adalah merupakan suatu proses
menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai
pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa dari
tujuan yang dicapai, desain, implementasi, dan dampak
untuk membantu membuat keputusan, membantu
pertanggungjawaban, dan meningkatkan pemahaman
terhadap fenomena.
Pengertian efektifitas dalam penelitian ini
menggunakan pendapat dari Robbins (2001:51) yang
menyatakan sebagai berikut: Dalam menyelenggarakan
aktivitas organisasi, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi efektifitas, yaitu: (1) adanya tujuan yang
9
jelas; (2) sumber daya manusia; (3) struktur organisasi; (4)
adanya dukungan atau partisipasi masyarakat, dan (5)
adanya sistem nilai yang dianut. Dari konsepsi diatas
menunjukkan secara jelas bahwa sumber daya manusia dan
partisipasi masyarakat terhadap efektivitas organisasi.
Sementara bantuan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu
bantuan sosial dan bantuan keuangan. Bantuan sosial
adalah bantuan yang berbentuk uang atau barang
digunakan untuk membantu masyarakat dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bantuan sosial
tidak diberikan secara terus menerus atau tidak berulang
setiap tahun anggaran, selektif dan memiliki kejelasan di
dalam peruntukannya. Bantuan keuangan adalah anggaran
atau dana yang diberikan oleh Kementerian Agama kepada
beberapa lembaga yang dibatasi pada Mata Anggaran
Belanja Lembaga Sosial lainnya dan Biaya Lembaga Sosial
Daerah.
Lembaga keagamaan dalam penelitian ini diartikan
sesuai yang disebutkan dalam SK Sekjen Departemen
Agama Nomor 77 Tahun 2008 bahwa sasaran bantuan
meliputi: (1) Rumah Ibadah seperti: Masjid, Musholla,
Gereja, Pura, Vihara, dan Klenteng/Kuil; dan (2) Lembaga
dan Kegiatan Sosial keagamaan meliputi: Organisasi-
organisasi Keagamaan Masyarakat serta kegiatan Kemasya-
rakatan dan Keagamaan.
Kajian ini lebih menekankan pada pendekatan
evaluatif program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas
keagamaan di lingkungan Kementerian Agama, serta
dalam bentuk studi kelayakan atas program bantuan sosial
10
rumah ibadat dan ormas kegamaan. Evaluasi dilakukan
bahwa bantuan sosial memberikan feedback positif bagi
lembaga dan masyarakat sekitar, bukan sebaliknya bahwa
dengan bantuan sosial menjadikan lembaga penerima
bantuan semakin tidak mandiri.
Kerangka Dasar Pemikiran
Penelitian ini lebih menekankan pada penelitian
evaluasi program dana bantuan rumah ibadat dan ormas
keagamaan di lingkungan Kementerian Agama. Penelitian
juga berupa studi kelayakan bahwa bantuan dana
keagamaan memberikan feed back positif bagi lembaga dan
masyarakat sekitar, dan bukan sebaliknya bahwa bantuan
menjadikan lembaga penerima bantuan semakin tidak
mandiri. Supaya penelitian ini dapat berdaya guna juga
tidak hanya menekankan pada hasil, jika peneliti
menemukan adanya bantuan yang diberikan tidak efektif,
maka harus digali informasi lebih jauh dan mendalam
tentang faktor-faktor penyebab dan penghambatnya. Peneliti
dapat mengembangkan temuan contoh bantuan yang tidak
efektif menjadi berguna bagi para pengambil kebijakan,
kalau dapat menguraikan faktor-faktor tersebut secara
runtut (dimulai dari kenapa lembaga itu dipilih, bagaimana
proses yang dilakukan oleh unit kerja Kementerian Agama,
dan apakah ada monitoring dan pengawasan yang
dilakukan oleh lembaga pemeriksa/auditor). Dengan
demikian data dan informasi yang diperoleh bukan
berdasarkan asumsi-asumsi tetapi berdasarkan landasan
hasil temuan.
11
Penyimpangan terkait dengan pelaksanaan program
dana bantuan rumah ibadah dan ormas keagamaan dapat
dilakukan dengan beberapa aspek baik secara
pertanggungjawaban keuangan, temuan auditor maupun
berdasarkan pengaduan masyarakat. Peneliti dimasing-
masing lokasi penelitian mengfokuskan pada seluruh
program dana bantuan rumah ibadat dan ormas keagamaan
yang diberikan (Sekretariat Jenderal, Direktorat Urusan
Agama, Kanwil Kemag, Kankemag), yang diterimakan pada
tahun anggaran 2008 dan 2009.
Metode Penelitian
Pendekatan dan jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,
dengan pendekatan evaluatif, untuk memperoleh feedback
dari suatu aktivitas yang dapat meningkatkan produk
(Sugiono, 2001:5). Diharapkan dari kegiatan ini dapat
diperoleh informasi dari masyarakat yang mengetahui
pelaksanaan bantuan Kementerian Agama (Pusat maupun
Kantor Kementerian Agama Provinsi).
Metode kualitatif dalam penelitian ini lebih menekan-
kan peneliti sebagai instrumen pokok dalam pengumpulan
dan analisis data. Studi kasus dipilih berdasarkan
pertimbangan bahwa obyek studinya beragam, dan
berusaha menelusuri berbagai variabel yang kemungkinan
saling berkaitan, akan tetapi hasil ”ekplanasinya” tidak
dapat digeneralisir (Sanapiah Faisal, Format-format
Penelitian Sosial, 2003:22)
12
Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lima (5) daerah meliputi
ProvinsiAceh, Sumatera Utara, Jawa Timur, Bali,
Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Timur. Pemilihan
lokasi berdasarkan bahwa daerah tersebut memiliki
kelompok yang bervariasi ditinjau dari segi besarnya
jumlah bantuan, kondisi sosial ekonomi, karakter budaya
dan agama. Subyek penelitian ini adalah rumah Ibadat
dana ormas keagamaan, meliputi masjid, gereja, pura,
vihara, dan lainnya.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara
langsung kepada sejumlah informan dan data sekunder
diperoleh dari buku, laporan dan literatur lainnya. Data
dikumpulkan menggunakan teknik studi pustaka,
wawancara dan pengamatan. Studi pustaka dilakukan
dengan mengkaji dan menelaah buku-buku, dokumen dan
tulisan yang terkait dengan masalah yang dikaji.
Wawancara dilakukan kepada sejumlah informan yang
dianggap banyak mengetahui permasalahan yang dikaji,
dengan menggunakan pedoman wawancara. (Ida Bagus
Mantra, 2004:86). Untuk memperoleh informasi secara
mendalam sesuai kebutuhan data yang dikumpulkan,
peneliti mengembangkan sendiri pedoman wawancara
tersebut. Sedangkan pengamatan dilakukan terhadap
obyek-obyek tertentu untuk memperkaya data terkait. Data
yang berhasil dikumpulkan, diperiksa keabsahannya
melalui teknik trianggulasi.
13
Informan dalam penelitian ini adalah para pejabat di
lingkungan Kementerian Agama Pusat dan para pejabat
Kementerian Agama Provinsi dan ormas keagamaan yang
mengelola dana bantuan rumah ibadat.
Analisis Data
Secara garis besar, dalam proses analisis data
ditempuh cara pengorganisasian data melalui pengum-
pulan catatan lapangan, komentar peneliti, dokumen,
laporan, artikel dan sebagainya untuk dideskripsikan
sesuai kontek masalah, diinterpretasi untuk memperoleh
pengertian.
14
15
Bantuan Sosial
Kementerian Agama RI
bagi Rumah Ibadat dan
Ormas Keagamaan di
Indonesia
16
17
Kustini
Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas
Keagamaan di Kalimantan Tengah
18
19
Kementerian Agama mempunyai posisi yang
strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional yaitu
melalui melalui pelaksanaan program bantuan sosial
rumah ibadat dan ormas keagamaan. Dalam melaksanakan
program ini Sekretaris Jenderal Departemen Agama telah
mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 77 Tahun 2008
tentang Pedoman Pemberian Bantuan Menteri Agama dan
Sekretaris Jenderal Departemen Agama bagi Lembaga-
Lembaga dan Kegiatan Keagamaan. Tujuan dibuatnya
Pedoman Pemberian Bantuan adalah untuk meningkatkan
akuntabilitas kinerja aparat Kementerian Agama, khusus-
nya dalam pelaksanaan program bantuan bagi lembaga-
lembaga keagamaan, agar bantuan dapat didistribusikan
sesuai program yang telah ditetapkan, sehingga dapat
memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan Kemen-
terian Agama serta pembangunan nasional pada umum-
nya.
Kegiatan kajian lebih difokuskan pada bantuan yang
diberikan Sekretariat Jenderal Kementerian Agama
1
Kebijakan
Kementerian Agama
dalam Program
Bantuan Sosial
20
kepada: (1) rumah ibadat pada komunitas Islam, Kristen,
dan Hindu; (2) lembaga dan kegiatan sosial keagamaan
yang meliputi organisasi-organisasi kemasyarakatan
keagamaan dan kegiatan keagamaan; (3) kegiatan lintas
sektoral seperti Forum Kerukunan Umat Beragama. Dalam
Lampiran Keputusan Sekretariat Jenderal Kementerian RI
Nomor 77 tahun 2008 disebutkan 4 (empat) sasaran
bantuan yaitu: (1) lembaga pendidikan di bawah
pengelolaan Kementerian Agama antara lain: RA/BA,
TPA/TPQ. MI, MTs, MA, perguruan tinggi, pondok
pesantren, madrasah diniyah, majelis taklim, serta lembaga
pendidikan lainnya; (2) Rumah ibadat meliputi: mesjid,
musholla, gereja, pura, vihara, kelenteng/kuil; (3) lembaga
dan kegiatan sosial keagamaan yang meliputi: organisasi-
organisasi masyarakat keagamaan dan kegiatan kemasya-
rakatan dan keagamaan; (4) kegiatan lintas sektoral yang
meliputi: kegiatan pengarusutamaan gender dan anak,
kesehatan reproduksi remaja, dan Forum Kerukunan Umat
Beragama. Sesuai dengan tugas dan fungsi Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, maka jenis bantuan yang menjadi
fokus penelitian terbatas pada tiga hal yaitu: rumah ibadat,
lembaga sosial keagamaan, dan Forum Kerukunan Umat
Beragama.
Pedoman pemberian bantuan juga dikeluarkan oleh
pimpinan unit kerja eselon satu di lingkungan Kementerian
Agama. Dirjen Bimas Islam mengeluarkan Keputusan
Dirjen Nomor Dj II/274 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelaksanaan Bantuan Sarana Peribadatan. Sebagai
tindaklanjut pelaksanaanya, Dirjen-Dirjen mengeluarkan
21
surat keputusan tentang pemberian bantuan terlampir
nama dan alamat penerima bantuan.
Kebijakan di Lingkungan Ditjen Bimas Islam
Pada tahun 2008, Dirjen Bimas Islam mengeluarkan
beberapa kebijakan melalui Surat Keputusan (SK) Dirjen
Bimas Islam sebagai berikut:
a. SK Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Nomor: DJ.II/301 Tahun 2008 tentang Pemberian
Bantuan Rehabilitasi dan Pembangunan Masjid
tertanggal 2 Juli 2008.
Dalam surat keputusan disebutkan: (1) Menetapkan
pemberian bantuan pembangunan dan rehabilitasi
masjid-masjid yang jumlahnya tercantum dalam
lampiran. (2) Bantuan dimaksud dipergunakan untuk
pembangunan atau rehabilitasi masjid sesuai per-
mohonan yang bersangkutan dan hasil survey Kantor
Wilayah Kementerian Agama setempat.
Point kedua isi surat keputusan tersebut menyatakan
dalam menentukan subyek bantuan ditetapkan atas
dasar permohonan yang telah diajukan dan dikuatkan
dengan hasil survey Kantor Wilayah Kementerian
Agama. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan yang
ditetapkan Dirjen Bimas Islam mempertahankan
aspirasi masyarakat.
Dalam surat keputusan itu telah ditetapkan sebanyak
238 (dua ratus tiga puluh delapan) masjid. Setiap masjid
Rp. 50.000.000,-. Provinsi Kalimantan Tengah, diberikan
22
kepada: Masjid Hidayaturrahman Jl. Tinggang KM3
Palangka Raya; Masjid Al Muhajirin Jl. Cilik Riwut Km7
Palangka Raya; Masjid Da’watul Haq Jl. Adonis Samad
palangka Raya; Masjid Al Musyarifin Jl. Hiu Putih
Nomor 10 Cilik Riwut KM 7 Palangka Raya.
b. SK Dirjen Bimas Islam Nomor DJ.II/325 Tahun 2009
tertanggal 23 Juni 2009 tentang Pemberian Bantuan
Rehabilitasi dan Pembangunan Masjid.
Kebijakan yang ditentukan Dirjen Bimas Islam dalam
pemberian bantuan pembangunan masjid adalah ketika
akan menentukan masjid yang berhak menerima
bantuan seleksi proposal yang masuk dikuatkan hasil
survey Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi
Kalimantan Tengah. Dalam Surat Keputusan Dirjen
Terlampir 189 (seratus delapan puluh sembilan) masjid
yang menerima bantuan dari setiap masjid Rp.
48.250.000,- (empat puluh delapan juta dua ratus lima
puluh ribu rupiah). Tetapi ada satu masjid yaitu Masjid
Syeh Burhanuddin di Padang Pariaman yang mendapat
yang mendapat bantuan sebesar Rp. 150.000.000,-
karena daerah itu baru dilanda gempa yang meruntuh-
kan seluruh bangunan masijid. Pada tahun 2009, di
Provinsi Kalimantan Tengah ada dua masjid yang
memperoleh bantuan yaitu: (1) Masjid Ar Rahman Jl.
Barito Selatan Hulu Kecamatan Selat Kabupaten
Kapuas; (2) Masjid Al Amin Desa Tahai Jaya Kecamatan
Maliku Kabupaten Pulang Pisau.
23
c. SK Dirjen Bimas Islam Nomor: DJ.II/392 Tahun 2009
tanggal 4 September 2009 tentang Pemberian Bantuan
Rehabilitasi dan Pembangunan Musholla.
Surat Keputusan tersebut tercatat 125 musholla yang
mendapat bantuan sebesar Rp. 19.296.000,- (sembilan
belas juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah).
Dari 125 musholah hanya satu musholah yang
diberikan bantuan rehabilitasi di Provinsi Kalimantan
Tengah yaitu Musholla Darul Iman Desa Mantaren
Kecamatan Anjir Pasar Kabupaten Barito Kuala.
Kebijakan di Lingkungan Ditjen Bimas Kristen
Pada tahun 2009 Dirjen Bimas Kristen mengeluarkan
Pedoman Pemberian Bantuan di Lingkungan Direktorat Urusan
Agama. Dalam pedoman itu, Direktur Urusan Agama
Kristen, Edison Pasaribu, M. Th. menyatakan bahwa
pedoman bantuan merupakan acuan dasar yang mengatur
ketentuan tentang pemberian, penggunaan, dan per-
tanggungjawaban atas realisasi bantuan, serta pelaporan
dari penggunaan bantuan. Berdasarkan pedoman tersebut
serta pedoman lainnya yang telah dibuat sebelumnya,
maka tahun 2008 diterbitkan beberapa Surat Keputusan
Dirjen Bimas Kristen antara lain:
a) Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Nomor
DJ.III/KEP/ HK.00.5/71/2008 tanggal 13 Maret 2008
tentang Penetapan Bantuan untuk Pembangunan/
Rehabilitasi Tempat Ibadat. Dalam Surat Keputusan
disebutkan tentang Penerima dan Besarnya Bantuan
dari Program Peningkatan Pelayanan Kehidupan
24
Keagamaan yang didalamnya tercatat 3 (tiga) provinsi
penerima bantuan yaitu Provinsi Sumatera Utara, Bali,
dan provinsi Sulawesi Tengah. Setiap provinsi terdapat
3 (tiga) gereja yang memperoleh bantuan masing-
masing sebesar Rp.20.000.000.
b) Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Departemen
Agama RI No. DJ.III/KEP/HK.00.5/176/2008 tanggal
12 Juni 2008 tentang Bantuan Sosial Lembaga Peribadat-
an untuk Pembangunan/Rehabilitasi Rumah Ibadah
dari Program Peningkatan Pelayanan Kehidupan
Beragama. Lampiran Surat Keputusan tersebut tercatat
sebanyak 100 (seratus) gereja yang memperoleh
bantuan masing-masing sebesar Rp. 20.000.000,- (dua
puluh juta rupiah). Disana disebutkan bahwa yang
memperoleh bantuan gereja pada tahun 2008 di
Provinsi Kalimantan Tengah tercatat 2 rumah ibadat
yaitu: Gereja Bethel Indonesia Kabupaten Lamandau,
dan GKE Palangkaraya Jl. Diponegoro Palangkaraya.
Setiap Gereja Kalimantan Evangelis menerima bantuan
sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
c) Surat Keputusan Dirjan Bimas Kristen Nomor
DJ.III/KEP/HK.00.5/258/2008 tentang Bantuan
Lembaga Sosial Keagamaan/Sinode dari Program
Pengembangan Lembaga-Lembaga Sosial Keagamaan
dan Lembaga Pendidikan Keagamaan. Dalam Surat
Keputusan tersebut tercatat sebanyak 150 (seratus lima
puluh) gereja yang memperoleh bantuan, masing-
masing Rp. 11.000.000,- (sebelas juta rupiah). Di
Kalimantan Tengah terdapat dua gereja yang menerima
25
bantuan yaitu Gereja Kalimantan Evangelis (GKE)
Jemaat Pangarinah Jl. Teuku Umar No. 121 Palangka
Raya, dan Gereja Bethel Indonesia Jl. Rajawali Km. 5
Palangka Raya.
d) Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Departemen
Agama RI No. DJ.III/KEP/HK.00.5/ 323/2008 tanggal
1 Desember 2008 tentang Bantuan Sosial Lembaga
Peribadatan untuk Pembangunan/Rehabilitasi Rumah
Ibadah dari Program Peningkatan Pelayanan
Keagamaan. Sebanyak 7 (tujuh) gereja yang dibantu,
setiap gereja memperoleh sebesar Rp. 20.000.000,. Tapi
tidak satupun gereja di lingkungan Provinsi
Kalimantan Tengah tercatat sebagai penerima bantuan.
e) Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Departemen
Agama RI No. DJ.III/KEP/HK.00.5/ 324/2008 tanggal
1 Desember 2008 tentang Bantuan lembaga Sosial
Keagamaan/Sinode/Gereja serta Program Pengem-
bangan Lembaga-Lembaga Sosial Keagamaan dan
Lembaga Pendidikan Keagamaan. Dalam Surat
Keputusan tersebut tercatat 20 gereja memperoleh
bantuan sosial masing-masing sebesar Rp. 11.000.000,-
(sebelas juta rupiah). Namun dalam Surat Keputusan
tersebut di Provinsi Kalimantan Timur tidak tercatat
nama gereja yang menerima bantuan.
Sementara pada tahun 2009 Dirjen Bimas Kristen
mengeluarkan Surat Kepututusan Nomor
DJ.III/KEP/HK.00.5/166/2009 tentang Bantuan Sosial
Lembaga Peribadatan untuk Rehabilitasi Tempat
Ibadah dan Program Peningkatan Pelayanan Kehidup-
26
an Beragama. Dalam Surat Keputusan tersebut tercatat
sebanyak 50 (lima puluh) gereja yang mendapatkan
bantuan, untuk setiap gereja memperoleh bantuan
sebesar Rp. 20.000.000,-
Dari uraian diatas menunjukan bahwa Ditjen Bimas
Kristen telah memberi perhatian yang cukup memadai
kepada sejumlah gereja meskipun nominalnya tidak terlalu
besar hanya rata-rata Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta
rupiah). Selama tahun 2008 lebih dari 130 gereja
memperoleh bantuan rehab sebesar Rp. 20.000.000,- dan
sekitar 150 (seratus lima puluh) buah gereja memperoleh
bantuan sebesar Rp. 11.000.000,- (sebelas juta rupiah).
Kebijakan di Lingkungan Ditjen Bimas Hindu
Seperti Dirjen Bimas agama lain, Dirjen BImas
Hindu menyediakan pula sejumlah anggaran untuk
membangun atau merehab rumah ibadat. Pada tahun 2oo7
Dirjen Bimas Hindu mengeluarkan Keputusan Nomor
DJ.VI/15/SK/2007 tanggal 22 Februari 2007 tentang
Bantuan Rehabilitasi tempat Ibadat Hindu (Pura). Dalam
Surat Keputusan tersebut tercatat sebanyak 24 (dua puluh
empat) Pura mendapat bantuan masing-masing sebesar Rp.
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Yang satu
diantaranya diberi ke Pura di Kalimantan Tengah tepatnya
Balai Basarah Tampung Kalingu Desa Pilang, Kabupaten
Pulang Pisau.
27
Kebijakan Kepala Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Kalimantan Tengah
Program bantuan sosial untuk rumah ibadat dan
lembaga sosial keagamaan di Provinsi Kalimantan Tengah
seperti terlihat pada tabel 1.
Tabel 1: Data Jumlah dan Alokasi Bantuan Sosial
Keagamaan DIPA Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2008
Sasaran/Jenis
Bantuan Vol
Harga
(dlm Juta)
Jumlah
(dlm Juta) Pelaksana
Masjid 10 20 200
Bid. Pekapontren
& Penamas
Gereja Kristen 3 20 60 Bid. Bimas Kristen
Gereja Katolik 2 20 40 Bimas Katolik
Pura/Balai 2 20 20 Bimas Hindu
Vihara 1 20 20 Bimas Buddha
alat rebana/nasyid 14 10 140
Bid. Pekapont &
Penamas
LASQI Provinsi 1 15 15
Bid. Pekapont &
Penamas
LASQI Kab/Kota 8 8.5 68
Bid. Pekapont &
Penamas
Operasional FKUB 1 10 10
Subbag Humas &
KUB
Pembinaan &
Pengemb. LSK 3 50 150
Bid. Pekapont &
Penamas
28
Sumber: Subbag Perencanaan Kanwil Kementerian Provinsi
Kalimantan Tengah (2010)
Sementara itu, anggaran bantuan rumah ibadat,
lembaga sosial keagamaan termasuk FKUB yang
bersumber pada DIPA Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2009 sebagai terlihat
pada tabel 2.
Tabel 2: Data Jumlah dan Alokasi Bantuan Sosial
Keagamaan DIPA Kanwil Kementerian Agama Provinsi
Kal. Tengah Tahun 2009
Sasaran Vol Harga
(dlm Juta)
Jml
(dlm Juta) Pelaksana
Masjid 20 20 400
Bid. Pekapont &
Penamas
Gereja Kristen 6 20 120 Bid. Bimas Kristen
Gereja Katolik 2 20 40 Bimas Katolik
Pura/Balai 4 20 80 Bimas Hindu
Vihara 1 20 20 Bimas Buddha
Operasional
FKUB Provinsi 1 30 30
Subbag Humas dan
KUB
Operasional
FKUB Kab/ Kota 3 25 75
Subbag Humas dan
KUB
Pembinaan LSK
Islam 12 20 240
Bid. Pekapont &
Penamas
Pembinaan LSK
Kristen 2 20 40
Bid. Bimas Kristen
29
Pembinaan LSK
Katolik 1 20 20
Bimas Katolik
Pembinaan LSK
Hindu 1 20 20
Bimas Hindu
Pembinaan LSK
Buddha 1 20 20
Bimas Buddha
Sumber: Subbag Perencanaan Kanwil Kementerian Provinsi
Kalimantan Tengah (2010)
Kebijakan tersebut kemudian diimplementasikan
lebih lanjut dalam bentuk Surat Keputusan Kepala Kanwil
Departemen Provinsi Kalimantan Tengah. Beberapa
keputusan terkait kebijakan bantuan sosial Kanwil
Kementerian Agama adalah sebagai berikut:
a. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen
Agama Propinsi Kalimantan Tengah Nomor Kw.
15.5/3/BA.00/896/2008 tanggal 14 Agustus 2008
tentang Penetapan Penerima Bantuan Pembangunan/
Rehab Rumah Ibadah di Kalimantan Tengah. Dalam
Surat Keputusan tersebut tercatat 10 masjid penerima
bantuan masing-masing Rp. 20.000.000.-. Dalam penen-
tuan masjid yang akan dipilih sebagian penerima
bantuan diseleksi berdasarkan proposal yang diajukan
pengurus masjid,terlebih dahulu diseleksi oleh panitia
yang dibentuk Kanwil Kementerian Agama.
b. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen
Agama Provinsi Kalimantan tengah Nomor Kw.15.5/4/
BA.001/684/2008 tanggal 10 Nopember 2008 tentang
30
Penetapan Penerima Bantuan Pembinaan Lembaga
Sosial Keagamaan Kalimantan Tengah tahun 2008.
Dalam Surat Keputusan tersebut tercatat 3 lembaga
penerima bantuan masing-masing memperoleh sebesar
Rp. 50.000.000,- Lembaga tersebut adalah: LP2A
Propinsi Kalimantan Tengah; Dewan Masjid Propinsi
Kalimantan Tengah, dan Forum Komunikasi Penyuluh
Agama Islam (FK-PAI) Propinsi Kalimantan Tengah.
c. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen
Agama Propinsi Kalimantan Tengah selaku Kuasa
Pengguna Anggaran Nomor kw.15.5/3 /PP.03.1
/956/2009 tentang Bantuan Pembangunan/Rehabilitasi
Tempat Ibadah Kabupaten/Kota se Kalimantan
Tengah. Dalam Surat Keputusan tersebut terdaftar 20
(dua puluh) masjid yang memperoleh bantuan, masing-
masing sebesar Rp. 20.000.000,-
d. Surat Keputusan Kepala kantor Wilayah Departemen
Agama Provinsi Kalimantan Tengah Nomor:
01/PLB.PRTI/KTG/2008 tentang Penunjukkan Lokasi
Bantuan Pembangunan/Rehab Tempat Ibadah (Gereja)
di Kalimantan Tengah Tahun 2008. Tercatat 3 (tiga)
buah gereja mendapatkan bantuan masing-masing
sebesar Rp. 20.000.000,-
e. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen
Agama Propinsi Kalimantan Tengah Nomor
103/PLB.PRT/KTG/2009 tanggal 11 Februari 2009
tentang Penunjukan Lokasi Bantuan Pembangunan/
Rehabilitasi Tempat Ibadah (Gereja) di Kalimantan
Tengah Tahun 2009. Dalam Surat Keputusan tersebut
31
terdaftar 6 (enam) gereja yang memperoleh bantuan,
masing-masing sebesar Rp. 20.000.000.
f. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen
Agama Propinsi Kalimantan Tengah Nomor
278/BP.MAK/KTG/2009 tanggal 20 April 2009 tentang
Penunjukan Lokasi Bantuan Pembinaan Majelis Agama
Kristen di Kalimantan Tengah Tahun 2009. Terdaftar 2
(dua) majelis agama Kristen yang menerima bantuan,
masing-masing sebesar Rp. 15.000.000.
g. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen
Agama Provinsi Kalimantan Tengah Nomor Kw.15.2/
P-8/PP.00/630/2009 tentang Penunjukkan Lembaga
sebagai Penerima Bantuan Pembinaan dan Pengem-
bangan Lembaga Pendidikan Keagamaan Hindu Tahun
2009. Surat Keputusan tersebut menetapkan 2 (dua)
lembaga yang berhak menerima bantuan yaitu Yayasan
Pura Pithamaha Palangka Raya dan Parisada Hindu
Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Kapuas, masing-
masing menerima sebesar Rp. 15.000.000,-
Surat Keputusan tersebut menjadi acuan lebih
lanjut setiap bidang pada Kanwil Kementerian Agama
untuk memberikan bantuan. Ada beberapa kebijakan yang
ditempuh dalam menentukan bantuan. Hampir semuanya
(Bidang Pekapontren dan Penamas; Bidang Bimas Kristen,
dan Bimas Hindu) menetapkan penerima bantuan ber-
dasarkan proposal yang diterima. Kemudian dilakukan
studi kelayakan ke lapangan untuk memperkuat informasi
yang tertera pada proposal.
32
Untuk bantuan di lingkungan Bimas Hindu, selain
seleksi proposal juga diterapkan asas keseimbangan antara
umat Hindu yang tergabung dalam Parisada Hindu
Dharma Indonesia dengan umat Hindu Kaharingan. Jika
bantuan hanya tersedia untuk satu rumah ibadat, maka
penerimanya digilir setiap tahun antara rumah ibadat umat
Hindu Parisada (PHDI) dengan rumah ibadat umat Hindu
Kaharingan. Demikian hal jika dalam setahun ada 2 rumah
ibadat yang berhak menerima bantuan, akan ditentukan
secara adil bahwa satu bantuan diberikan ke Pura, dan
yang lain diberikan ke rumah ibadat Kaharingan. Dengan
cara ini, diharapkan konflik yang sering muncul terkait
aspirasi kelompok Kaharingan dapat dikurangi.
33
Sebagaimana telah disebutkan, bantuan yang
diterima kelompok umat beragama baik untuk rumah
ibadat maupun lembaga sosial keagamaan, termasuk
Forum Kerukunan Umat Beragama, bisa berasal dari
Direktorat Jenderal Kementerian Agama Pusat maupun
Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah.
Dalam studi ini akan dijelaskan beberapa bantuan tersebut.
Bantuan Sosial untuk Masjid
Penelitian ini mencoba menelusuri lebih lanjut
bantuan yang diberikan ke masjid Al Muhajirin yang
beralamat di Jl. Cilik Riwut Km 7 Palangka Raya. Masjid Al
Muhajirin pembangunannya dimulai dari pemasangan
fondasi dan tiang-tiang pada tahun 2004. Namun sampai
tahun 2008 Pembangunan agak tersendat. Sehingga diada-
kan pergantian panitia pembangunan masjid diketuai oleh
H. Effendi. Dia mulai bekerja sejak 17 Januari 2008. Sebagai
seorang pegawai di lingkungan Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. H. Effendi memperolah informasi bahwa di
Kementerian Agama Pusat ada program bantuan rumah
ibadat. Untuk itu ia mengajukan proposal melalui Kanwil
Kementerian Agama setempat.
2
Implementasi
Bantuan Sosial
34
Beberapa bulan kemudian, petugas dari Kementerian
Agama datang untuk mengambil foto lokasi yang akan
dibangun masjid. Dengan bantuan seorang Kepala Seksi di
lingkungan Kementerian Agama setelah memenuhi be-
berapa persyaratan administrative permohonan bantuan
diterima. Bantuan dikirim ke rekening Masjid Al Muhajirin
pada tanggal 1 September 2008 sebesar Rp. 50.000.000,-
Uang bantuan digunakan untuk membeli berbagai material
seperti besi-besi, pasir, kerikil, semen, paku, serta upah.
Sekarang masjid di Jl. Tjilik Riwut KM7 telah berdiri
dengan megah terletak dipinggir jalan kabupaten yang
menghubungkan Kota Palangkaraya dengan Kota
Waringin Barat serta Kota Waringin Timur. Bagian
bangunan masjid yang belum selesai adalah tempat wudu
dan menara. Secara keseluruhan biaya yang diperlukan
masjid sebesar Rp. 1 milyar rupiah.
Selain bantuan dari Kementerian Agama Pusat,
panitia menerima bantuan dari berbagai sumber seperti
Pemerintah Daerah tingkat Provinsi sebesar Rp.
150.000.000,- serta Kanwil Kementerian Agama sebesar Rp.
20.000.000,- yang diterima tanggal 1 Juli 2009. Untuk
menggalang dana, pembangunan masjid panitia pernah
mengajukan permohonan agar masjid tersebut digunakan
pelaksanaan taraweh. Taraweh tersebut dihadiri oleh Wakil
Gubernur, Sekda Danrem. Ketika memberikan sambutan
pada acara Wagub menghimbau agar jamaah membantu
pembangunan masjid secara spontan, pada saat itu
terkumpul dana sebanyak Rp. 37,5 juta.
35
Saat ini masjid telah digunakan untuk pelaksanaan
ibadat secara rutin. dalam menjaga kebersihan serta
mempersiapkan peralatan sholat berjamaah, maka peng-
urus masjid telah mempekerjakan seorang kaum dengan
upah Rp. 500.000/bulan. Dia setiap bertugas mempersiap-
kan speaker, mangatur mimbar dan membersihkan masjid,
namun sampai saat ini belum ditunjuk imam masjid,
bahkan ustadz yang secara khusus bertanggung jawab
terhadap kegiatan masjid juga belum ada. Kegiatan masjid
mulai nampakperkembangannya seperti adanya kegiatan
Majelis Taklim atau pengajian anak-anak.
Selain sholat jamaah 5 waktu kegiatan rutin yang
dilaksanakan adalah peringatan hari-hari besar Islam.
Namun seperti diakui Ketua Pembangunan Masjid bahwa
sampai sekarang belum ada kegiatan yang bersifat
monumental. Pengurus masjid baru merencanakan untuk
mengadakan tabligh akbar dengan mengundang Haji Bakir
dari Banjarmasin. Namun hal itu masih terbatas pada
rencana. Dengan kata lain, keberadaan masjid terhadap
kegiatan keagamaan masyarakat sekitar relative belum
terlihat.
Bantuan Sosial bagi Umat Kristen
Dalam Keputusan Dirjen Bimas Kristen Departemen
Agama RI No. DJ.III/KEP/HK.00.5/ 324/2008 disebutkan
bahwa bantuan untuk lembaga sosial keagamaan/sinode/
gereja di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2008 mencakup
bantuan untuk 2 rumah ibadat yaitu: Gereja Bethel
Indonesia Kabupaten Lamandau, dan Gereja Kalimantan
Evangelis Palangkaraya Jl. Diponegoro Palangkaraya.
36
Setiap gereja memperoleh bantuan sebesar Rp. 20.000.000,-
(dua puluh juta rupiah). Namun, pejabat di lingkungan
Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah,
dalam hal ini Kabid Bimas Kristen, tidak mengetahui
adanya bantuan tersebut. Menurut Sudjito S. Silay SH,
Kabid Bimas Kristen tidak pernah mengetahui secara pasti
adanya bantuan dari Dirjen Bimas Kristen.
Menurut dia sampai saat ini tidak pernah diberi
tahu adanya bantuan dari Kementerian Agama Pusat
Pusat. Namun, kami tidak pernah mengatakan bahwa tidak
ada bantuan dari Pusat. Bisa saja bantuan itu ada tetapi
kami tidak diberi tahu tentang hal itu karena bantuan
dikirim langsung ke gereja atau yayasan tanpa melalui
Kanwil Kementerian Agama. Sehingga, kalau kami ditanya
tentang adanya bantuan untuk umat Kristen dari
Kementerian Agama Pusat, kami tidak tahu.
Kanwil Kepartemen Agama tahun 2008 dan 2009
menganggarkan bantuan rumah ibadat dan lembaga sosial
keagamaan sebagai berikut: pada tahun 2008 bantuan sosial
diberikan kepada 3 (tiga) gereja masing-masing Rp.
20.000.000,- serta tahun 2009 bantuan diberikan kepada 6
(enam) gereja dan 2 (dua) Yayasan masing-masing Rp.
20.000.000,-
Pemberian bantuan kepada umat Kristen yang
berasal dari DIPA Kanwil Kementerian Agama, gereja atau
yayasan yang berhak menerima bantuan ditetapkan
melalui Surat Keputusan Kepala Kanwil Kementerian
Agama setempat atas masukan dari Kepala Bidang Bimas
Kristen. Proposal yang masuk ke Bidang Bimas Kristen
37
setiap tahun mencapai puluhan. Tetapi yang bisa dipenuhi
adalah proposal sesuai dengan yang tercantum pada DIPA
Kanwil kementerian Agama.
Dalam penelitian ini dipilih dua bantuan sosial
yaitu Gereja Kristen Evangelis yang menerima bantuan
dari Dirjen Bimas Kristen2 tahun 2008, dan Yayasan Yusuf
Arimatea yang menerima bantuan Kanwil Kementerian
Agama Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2009, setiap
gereja danyayasan menerima sebesar Rp. 20.000.000,-
Gereja Kristen Evangelis (GKE) merupakan gereja terbesat
di Provinsi Kalimantan Tengah dilihat dari jumlah umat
maupun bangunan gereja.
Terkait bantuan untuk Gereja Kristen Evangelis
sebesar Rp. 20.000.000,-, yang berasal dari Ditjen Bimas
Kristen Badan Pengurus Harian Majelis Resort GKE
Palangka Raya menjelaskan pada tahun 2008 GKE
Palangkaraya menerima surat dari Ditjen Bimas Kristen
bahwa gereja tersebut merupakan gereja yang terdaftar
sebagai gereja akan menerima bantuan diharapkan agar
bantuan disalurkan ke gereja yang membutuhkan.
Beberapa bulan sebelumnya GKE di Desa Petuk Liti
Kabupaten Pulang Pisau mengajukan proposal bantuan
untuk perbaikan gereja. Pada saat itu didaerah ini hanya
2 Meskipun dengan nada “ragu-ragu”, Kabid Bimas Kristen menyatakan tidak
mengetahui adanya bantuan untuk gereja yang bersumber dari Ditjen Bimas Kristen. Sikap keraguan yang peneliti tangkap dari Kepala Bidang BImas Kristen tersebut antara lain karena secara formal ia tidak mengetahui (tidak diberi tahu) adanya bantuan dari Ditjen BImas Kristen, tetapi realitas di lapangan tampaknya ia mengetahui adanya bantuan. (Hasil pengamatan penelti ketika wawancara dengan Bimas Kristen tanggal 29 April 2010).
38
ada satu proposal permohonan bantuan yang masuk, maka
GKE Petuk Liti dalam rapat Majelis Resort GKE Palangka
Raya ditetapkan sebagai gereja yang menerima bantuan.3
Gambaran kondisi lingkungan sekitar gereja di Desa
Petuk Liti sebagaiberikut: Jumlah penduduk 145 KK, terdiri
atas 299 laki-laki dan 253 perempuan. Sebagian besar
penduduk + 300 orang beragama Kristen yang terbagi
dalam dua jemaat Gereja Kristen Evangelis dan Gereja
Bethel Indonesia. Selebihnya + 200 orang pemeluk umat
Islam, Katolik (Santo Petrus), ada diantara mereka + 5 KK
masih menganut kepercayaan Kaharingan. Adat
Kaharingan masih kental di anut masyarakat wilayah
tersebut. Ester salah seorang informan mengatakan bahwa
upacara tiwah masih berlaku. Misalnya seorang nenek
yang telah meninggal selama 31 kemudian dibongkar
untuk dilaksanakan upacara tiwah. Tokoh masyarakat
Dayak biasa disebut Mantir Adat. Biasanya berperan dalam
mendamaikan perselisihan dalam masyarakat secara adat.
Apabila Mantir Adat Desa tidak bisa mendamaikan, kasus
ini dimusyawarahkan pada tingkat kecamatan, kabupaten
dan seterusnya. Sebagian besar masyarakat di desa ini
keturunan Dayak Kahayan. Kahayan adalah nama sebuah
sungai didaerah tersebut.
Penduduk sebagian bekerja menyadap getah karet.
Sebagian yang lain petani ladang dan sedikit menjadi guru.
Pemahaman keagamaan masyarakat relative baik. Namun
tidak semua umat Kristen didaerah tersebut secara rutin
3 Wawancara dengan Sekretaris BPH Majelis Resort GKE Palangka Raya
Andel Matsam, BA.
39
mengunjungi ke gereja untuk beribadat karena hari minggu
mereka memilih pergi ke hutan menyadap getah karet
dibandingkan pergi ke gereja.
Gereja Sinta Petuk Liti merupakan salah satu majelis
jemaat yang bernaung di bawah Majelis Resort GKE
Palangkaraya di Desa Siaga Kabupaten Pulang Pisang
telah berdiri sejak tahun 70-an. Gereja ini terletak sekitar
100 meter di pinggir jalan raya yang menghubungkan
Palangkaraya dengan Kota Sampit. Gereja ini berawal dari
bangunan berdinding kayu, berlantai papan. Setelah lebih
dari 30 tahun, kondisi fisik gereja sudah mulai rusak.
Papan kayu di lantai sudah banyak yang berjamur.
Demikian halnya dinding kayu banyak yang rapuh. Ketika
itu ada salah seorang jemaat gereja yang menyediakan
tanah yang letaknya di pinggir jalan raya sehingga mulai
tanggal 19 April 2006 mulai dilakukan penggalian tanah,
untuk memasang pondasi gereja. dana pembangunan
sebagian diperoleh dari sumbangan jamaah yang secara
kolektif dikumpulkan setiap minggu. Sumbangan diper-
oleh pula dari pemerintah daerah Provinsi Kalimantan
Tengah sebesar Rp. 10.000.000,-
Pada awal tahun 2008, panitia pembangunan gereja
mengajukan proposal ke Majelis Resort GKE Palang-
karaya. Beberapa bulan berikutnya pemberitahuan dari
Dirjen Bimas Kristen bahwa Majelis Resort GKE
Palangkaraya memperoleh bantuan sosial. Melalui berbagai
pertimbangan Badan pengurus harian GKE Palangkaraya
bantuan itu disalurkan ke Majelis Jemaat Petuk Liti. Untuk
itu, pengurus gereja membuat rekening di Bank Pem-
40
bangunan Kalteng, atas nama Gereja Sinta Jemaat GKE
Desa Petuk Liti Kabupaten Pulang Pisau.
Bantuan dari Dirjen Bimas Kristen tersebut diterima
diterima melalui rekening gereja pada tanggal 25
November 2008 sebesar Rp. 20.000.000,- Uang tersebut
kemudian diambil pada tanggal 4 Desember 2008, dan
digunakan untuk membeli sejumlah material keperluan
gereja yaitu keramik (Rp. 9.450.000,-). Selebihnya diguna-
kan untuk membeli engsel jendela, engsel pintu, kunci,
hendel, cat, semen, lem, amplas, cat dinding, upah
pengerjaan, uang bensin pembelian material. Keseluruhan
yang dibelanjakan berjumlah Rp. 15.240.000,- Uang
bantuan sosial memang sengaja tidak dibelanjakan
seluruhnya karena sebagian bantuan harus disiishkan
untuk kepentingan administrasi.
Jika ditaksir secara keseluruhan, maka biaya
pembangunan gereja mencapai Rp. 250.000.000,- Peng-
gunaan gereja dimulai ketika dilaksanakan perayaan hari
natal tahun 2008. Waktu itu pembangunan gereja belum
selesai sehingga bantuan sebesar Rp. 20 jt maka belum
semua dipergunakan karena baru diambil pada tanggal 4
Desember. Keramik sudah dibeli, tetapi belum dipasang.
Namun pada tanggal 25 Desember 2008 gereja sudah bisa
digunakan. Pada waktu itu pengaruh pembangunan gereja
terhadap jemaat gereja setempat, dilihat dari jumlah jemaat
sebenarnya tidak terjadi perubahan yang signifikan. Setiap
kebaktian gereja dihadiri antara 50 sampai 75 jemaat. Ada
beberapa kegiatan tambahan setelah gereja itu dibangun
41
yaitu adanya jemaat mitra dan pertukaran mimbar. Namun
hal itu sudah menjadi program GKE Palangka Raya.
Bantuan lain diberikan oleh Kanwil Kementerian
Agama untuk Yayasan Yusuf Arimatea. Yayasan ini telah
berdiri sejak tahun 1991 dan telah mengelola lahan seluas
30 ha untuk pemakaman umat Krsiten yang lahan tersebut
merupakan bantuan dari Pemerintah Daerah Kota Palang-
karaya. Yayasan Yusuf Arimatea didirikan berdasar-kan
Akta Notaris Melyo Unan Sawang, SH Nomor 17 tahun
1990 tertanggal 7 Nopember 1990. Yayasan ini didirikan
berazas pelayanan sebagai berikut: Yayasan Yusuf
Arimatena mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan dan
Juruslamat manusia; Yayasan Yusuf Arimatea berdasarkan
pada Pancasila dan UUD 1945, melayani umat kristiani
khususnya serta masyarakat umum lainnya tidak
memandang status dan kedudukan dalam peri kehidupan
berbangsa dan bernegara. Tujuannya adalah sebagai beikut:
Memberi pelayanan kepada anggota Jemaat GKE atau
keluarga Kristen lainnya serta masyarakat umum yang
ditimpa kematian; Mengelola komplek pemakaman Kristen
supaya teratur dan tertata dengan baik; dan Mengamanat-
kan asset milik Yayasan Yusuf Arimatea Resort GKE
Palangka Raya.
Untuk mencapai tujuan tersebut sejak tahun 1991
Yayasan mengelola tanah seluas 30 ha yang dijadikan
tempat pemakaman umat Kristen. Tanah yang berasal dari
Dinas Tata Kota Palangka Raya terletak di Jl. Tjilik Riwut
Km 12 Palangka Raya. Di lokasi itu tidak hanya tersedia
pemakaman umat Kristen namun pemakaman umat Islam,
42
Katolik, Hindu dan Buddha terletak didaerah tersebut baru
sejak pemakaman umat Kristen yang digunakan. Yayasan
Arimatea mulai menggunakan lahan tersebut sejak
Desember 1991 bertepatan dengan perayaan Natal. Saat ini
tanah yang telah digunakan baru mencapai 2 ha dengan
jumlah 1.500 makam.
Meskipun berbentuk Yayasan, Yusuf Arimatea
tidak semata mencari keuntungan. Biaya pemakaman di
Yayasan ini relatif murah. Hanya berkisar 0 rupiah sampai
dengan 15 juta rupiah. Harga normal biaya pemakaman
sekitar 5 juta rupiah. Tetapi jika mereka tidak mampu, bisa
gratis biaya dengan menggunakan surat keterangan tidak
mampu dari aparat setempat. Hal itu sebenarnya menyulit-
kan Yayasan karena jika ada seorang yang meminta
pemakaman gratis, biaya baru tercover setelah 10 kali
pemakaman berikutnya. Oleh karena itu digunakan sistem
subsidi silang. Bagi mereka yang mampu diminta
membayar lebih mahal untuk menutup mereka yang tidak
mampu membayar.
Dalam mendukung kegiatan pemakaman itu,
Pengurus Yayasan menganggap perlunya didirikan
sekretariat yang berlokasi di sekitar pemakaman. Didirkan
sekretariat bertujuan untuk memberi pelayanan yang
optimal kepada masyarakat. Kantor yayasan masih
mengontrak sejak didirikan pada tahun 1990, sehingga
sekretariatnya selalu berpindah-pindah. Dengan begitu
seringkali jenazah jemaat tidak bisa disemayamkan di
tempat yang layak. Hal itu terjadi antara lain karena orang
yang meninggal dunia tidak memiliki sanak keluarga atau
43
karena rumah keluarga tidak mau dijadikan persema-
yaman jenazah. Kondisi seperti ini mengharuskan ruang
sekretariat dijadikan sebagai rumah duka. Keadaan ini
mendorong pengurus yayasan untuk menyelesiakan
pembangunan gedung sekretarat, pihak yayasan meng-
ajukan permohonan bantuan ke Direktorat Urusan Agama
Kristen. Permohonan itu dikabulkan sehingga yayasan
menerima bantuan sebesar Rp. 20.000.000,- Uang
digunakan untuk membeli plafon, cat kayu, pemasangan
pintu dan jendela.
Dampak bantuan terhadap komunitas agama
Kristen tidak terlalu nampak bagi masyarakat secara
individu. Setiap bantuan bermanfaat berapapun besaran-
nya, merupakan sesuatu yang tidak bisa dielakkan.
Bantuan bisa mempercepat penyelesaian pembangunan
gereja Sinta di Petuk Liti. Begitu pulan bantuan untuk
Yayasan Yusuf Arimatea sangat bermanfaat bagi
penyelesaian gedung sekretariat.
Bantuan bagi Umat Hindu
Bantuan sosial umat Hindu digunakan untuk
membangun rumah ibadat serta lembaga sosial keagamaan.
Pada tahun 2008 Kanwil Kementerian Agama Provinsi
Kalimantan Tengah menyediakan bantuan sosial untuk 2
(dua) rumah ibadat masing-masing sebesar Rp. 20.000.000,-.
Sementara tahun 2009 Kanwil Kementerian Agama
menyediakan bantuan untuk 4 buah rumah ibadat sebesar
Rp. 20.000.000,- serta satu paket bantuan untuk lembaga
sosial keagamaan, yang nilainya sama, yaitu sebesar Rp.
20.000.000,-.
44
Pada tahun 2008 itu bantuan diberikan kepada Balai
Tuyang Hasuling Riwut Kecamatan Pahandut Kota
Palangka Raya milik Parisada Hindu dan Balai Hindu
Kaharingan Desa Pangi Kecamatan Banama Tingang
Kabupaten Pulang Pisau miliki Balai Kaharingan.
Kemudian pada tahun 2009 bantuan diberikan ke
Pura Dalem Prajapati milik Parisada Hindu dan Balai
Ibadah Hindu Kaharingan Riak Bulan milik Hindu
Kaharingan. Juga kepada Balai Basarah Induk Paren Nakit
milik Hindu Kaharingan, kemudian Pura Mekarsari milik
Parisada Hindu dan Lembaga Suka Duka Hindu Dharma
Kota Palangka Raya.
Sementara itu, di Provinsi Kalimantan Tengah
terdapat kelompok Kaharingan yang sering menyalurkan
aspirasi untuk diakui sebagai agama sendiri. Problema
internal ini menimbulkan potensi konflik diantara umat
Hindu untuk menghindari konflik di kalangan umat
Hindu, setiap bantuan yang diterima dari Kementerian
Agama Pusat maupun Kanwil Kementerian Agama
Propinsi digunakan bersama untuk kepentingan komunitas
Hindu dengan masyarakat Kaharingan yang secara
administratif termasuk dalam penganut agama Hindu.
Bantuan dari Kanwil Kementerian Agama tahun 2008
diberikan kepada dua rumah ibadat, satu digunakan untuk
umat Hindu yang berada di bawah Parisada Hindu
Dharma Indonesia dan satu lagi diberikan kepada Hindu
Kaharingan.
45
Bantuan untuk FKUB Provinsi Kalimantan Tengah.
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 Pasal 25
menyatakan bahwa: “belanja pembinaan dan pengawasan
terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama serta
pemberdayaan FKUB secara nasional didanai dari dan atas
beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara”.
Dibanding FKUB provinsi lainnya, FKUB Provinsi
Kalimantan Tengah termasuk kategori FKUB tipe pertama4.
Terutama jika dilihat dari bantuan pemerintah daerah
Provinsi Kalimantan Tengah. Sejak 3 tahun terakhir yaitu
tahun 2007 FKUB telah menerima bantuan untuk biaya
operasional dari Pemda Provinsi sebesar Rp. 725.000.000,- .
Sementara itu bantuan dari Kementerian Agama
selama tahun 2008 dan 2009 adalah sebagai berikut: Pada
tahun 2008, bantuan diterima: Dari Pusat Kerukunan Umat
Beragama sebesar Rp.20.000.000,- digunakan untuk
4 Menteri Agama membuat kategorisasi FKUB menjadi 3 (tiga) tipe. Pertama,
adalah FKUB yang surplus perhatian pemda dan aparatur pemerintah setempat serta pengurus FKUB yang ideal sehingga mengakibatkan surplus kreativitas.Perhatian dimaksud termasuk pendanaan yang rutin dan sungguh-sungguh dialokasikan untuk program penting dan strategis untuk masyarakat setempat. Hal ini mencerminkan diakomodirnya ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab VIII, Pasal 25 dan 26, Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Tipe kedua, adalah FKUB yang suplus kreativitas tetapi minus perhatian, terutama pendanaan. Dalam hal ini tampak kepedulian pemerintah menjadi masalah utama bagi kedinamisan kinerja FKUB. Dan, tipe ketiga adalah FKUB yang nyaris kurang bergerak karena defisit perhatian (fasilitas dan pendanaan) maupun kreativitas. Mencermati tiga tipologi FKUB tersebut, terutama tipologi kedua dan ketiga, maka pembenahan ideal tentu melalu dua arah, yakni dari sisi perhatian maupun kepengurusan (Sambutan Menteri Agama RI pada Rapot Koordinansi Nasional FKUB yang dilaksanakan di Hotel Sahid Jakarta tanggal 25 – 27 Mei 2010). .
46
kegiatan Seminar Sehari tentang Fenomena Aliran
Keagamaan di Indonesia; Dari Kanwil Kementerian Agama
Provinsi untuk biaya operasional Rp. 10.000.000,-;
pembangunan kantor sekretariat FKUB sebesar Rp.
300.000.000,-. Tetapi karena FKUB Provinsi Kalimantan
Tengat telah memiliki kantor sekeretariat, maka bantuan
dialihkan ke Kabupaten Katingan.
Sedangkan bantuan tahun 2009 berasal dari: Kanwil
Kementerian Agama Propinsi Kalimantan Tengah sebesar
Rp.30.000.000,- digunakan untuk Kunjungan Kerja FKUB
Propinsi Kalimantan Tengah ke Loksado Kabupaten Hulu
Sungai Selatan Kalimantan Selatan. Dipilihnya Loksado
sebagai tempat kunjungan kerja adalah karena daerah
tersebut memiliki beberapa kesamaan dengan adat dan
budaya Kalimantan Tengah yaitu: kemajemukan
masyarakat yang tinggal dalam satu komunitas tetapi
kehidupannya sangat harmonis dan rukun; mayoritas
masyarakat adalah suku Dayak yang memiliki adat yang
sama dengan masyarakat Kalimantan Tengah. Kegiatan
tersebut dilaksanakan pada tanggal 17 – 19 Nopember 2009;
Pusat Kerukunan Umat Beragama sebesar Rp. 20.000.000,-
digunakan untuk kegiatan Silaturahmi dan Dialog Antar
Umat Beragama di Provinsi Kalimantan Tengah yang
dilaksanakan pada bulan Oktober 2009.
Meskipun bantuan Kementerian Agama tidak
sebesar yang diberikan Pemda Provinsi Kalimantan
Tengah namun manfaatnya dikarenakan bisa mendukung
kegiatan FKUB. Tidak bisa dipungkirin bahwa bantuan
47
dari Pemda Provinsi lah yang sangat mendukung kerja
FKUB.
Faktor Pendukung dan Penghambat
Dalam pelaksanaan program bantuan sosial bagi
rumah ibadat dan lembaga sosial keagamaan, terdapat
beberapa faktor pendukung dan penghambat. Adapun
yang menjadi faktor pendukung pelaksanaan program
bantuan Kementerian Agama adalah sebagai berikut. (1)
Kebijakan pimpinan yang menempatkan bantuan sebagai
hal yang penting untuk diprogramkan. (2) Antusias
masyarakat untuk memperoleh dan memanfaatkan
bantuan telah ikut mempercepat pelaksanaan program
bantuan. (3) Proses administrasi yang cukup sederhana,
juga pertanggungjawaban yang juga relatif mudah. (4)
Ada kelonggaran bagi penerima bantuan untuk meman-
faatkan bantuan sesuai dengan kebutuhan.
Sementara itu beberapa hal yang dianggap sebagai
penghambat pelaksanaan program bantuan adalah (1).
Tidak semua pelaksanaan bantuan dari Kementerian
Agama Pusat dikoordinasi dengan Kanwil Kementerian
Agama di Provinsi Kalimantan Tengah. (2) Belum ada
data tentang rumah ibadat sehingga tidak dapat dipetakan
kebutuhan riil bantuan yang diperlukan rumah ibadat. (3)
Tidak semua bantuan mengacu pada pedoman yang telah
dibuat Kementerian Agama. (4). Jumlah bantuan relatif
kecil dibanding dengan kebutuhan rumah ibadat. Dengan
jumlah tersebut menjadi sulit untuk mengetahui sejauh
mana bantuan mempunyai dampak positif bagi pem-
48
bangunan rumah ibadat. (5) Bantuan hanya digunakan
untuk kepentingan fisik bangunan dan serta ada panduan
agar bantuan digunakan untuk kepentingan yang
produktif dan berkelanjutan.
Analisis
Dengan menggunakan kerangka analisis penelitian,
bisa dijelaskan bahwa dalam rangka melaksanakan
program bantuan sosial bagi rumah ibadat dan ormas
keagamaan, Kementerian Agama Pusat maupun Kanwil
Kementerian Agama provinsi telah memiliki input sebagai
bahan (raw materials) untuk penentuan kebijakan. Input
tersebut di dalamnya mencakup anggaran, sumber daya
manusia penentu kebijakan, kebutuhan di masyarakat akan
pentingnya rumah ibadat serta adanya dukungan
masyarakat yang akan mengimplementasikan kebijakan
tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam
aspek input, ada hal yang kurang terpenuhi yaitu data
tentang rumah ibadat serta kebutuhan masyarakat
terhadap rumah ibadat. Data tersebut penting untuk
membuat peta sasaran yang tepat dalam penentuan
bantuan rumah ibadat serta untuk mengukur apakah satu
kelompok agama telah terpenuhi kebutuhan terhadap
rumah ibadatnya.
Tahap selanjutnya adalah proses diskusi, negosiasi,
dan konversi sehingga mengubah input tersebut menjadi
output yaitu keluarnya Surat Keputusan Sekretaris Jenderal
Kementerian Agama, Keputusan Dirjen, maupun
Keputusan Kepala Kanwil Kementerian Agama. Dalam
49
proses ini, terjadi bargaining dan negosiasi antara para aktor
yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Pelaksanaan
kebijakan ini kemudian terwujud dalam bentuk terbantu-
nya biaya pembangunan atau renovasi rumah ibadat
masjid, gereja maupun pura. Demikian pula beberapa
yayasan keagamaan (dalam hal ini Yayasan Yusuf
Arimatea) serta Forum Kerukunan Umat Beragama telah
meningkat kegiatannya. Satu hal yang masih dirasakan
kurang mendukung proses pelaksanaan kebijakan ini
adalah untuk beberapa bantuan kurang koordinasi antara
pembuat kebijakan di Kementerian Agama Pusat dengan
pelaksana di daerah yaitu Kanwil Kementerian Agama
Tingkat Provinsi .
Outcome bantuan untuk rumah ibadat maupun
ormas keagamaan dapat dilihat antara lain tersedianya
rumah ibadat yang lebih nyaman bagi masyarakat muslim
di sekitar masjid yang memperoleh bantuan, umat Kristen
dapat beribadat dengan lebih tenang karena tersedianya
gereja di Petuk Liti. Outcome dari bantuan untuk ormas
keagamaan di lingkungan masyarakat Kristen di Palang-
karaya antara lain masyarakat dapat lebih mudah
memperoleh tempat untuk tanah kuburan. Demikian pula,
bantuan untuk Forum Kerukunan Umat Beragama,
meskipun jumlahnya relative sedikit, tetapi telah ikut
meningkatkan peran FKUB sebagai media bagi bertemu
dan berkumpulnya tokoh-tokoh agama melalui kegiatan
yang dilaksanakan FKUB.
Impact (dampak) atau akibat lebih jauh dari bantuan
yang diberikan Kementerian Agama belum dapat
50
diidentifikasi. Hal ini terjadi karena untuk melihat dampak
diperlukan jangka waktu yang relatif lama (sekitar lima
tahun) sejak bantuan diberikan. Demikian pula, jumlah
bantuan yang relatif sedikit telah mengaburkan dampak
yang bisa dilihat dari pemberian bantuan tersebut. Dalam
kaitannya dengan bantuan untuk Forum Kerukunan Umat
Beragama, maka impact yang bias dilihat adalah kondisi
rukun dalam kehidupan bermasyarakat. Jikapun saat ini
masyarakat Palangkaraya berada dalam kondisi rukun, hal
itu tidak semata-mata karena bantuan yang diberikan
terhadap FKUB, tetapi sejak lama kondisi masyarakat
Palangkaraya memang sudah relatif rukun.
51
Dari uraian di atas, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kebijakan yang diambil oleh Kementerian Agama baik
di tingkat Pusat maupun propinsi dalam pelaksanaan
bantuan bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan,
telah melalui proses yang relative memadai yaitu
melalui penerbitan Surat Keputusan. Namun demikian,
belum semua pemberi bantuan membuat buku
pedoman sehingga pelaksanaan bantuan belum
sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan secara
objektif. Akibat tidak adanya pedoman, maka tidak
diketahui alasan yang pasti mengapa satu rumah ibadat
memperoleh bantuan, sementara rumah ibadat lainnya
tidak.
2. Dana bantuan telah dimanfaatkan dan dikelola
semaksimal mungkin oleh pihak penerima. Ada bukti
fisik maupun administratif terkait dengan penerimaan
dan pemanfaatan bantuan tersebut. Untuk memperoleh
dana bantuan tersebut, khususnya yang berasal dari
Anggaran Kanwil Kementerian Agama, masyarakat
(penerima bantuan) mengajukan permohonan atau
3
Penutup
52
proposal ke Kanwil Kementerian Agama untuk
kemudian dilakukan seleksi seperlunya. Sementara
untuk bantuan yang berasal dari Dirjen, beberapa
dilakukan dengan penunjukkan langsung ke suatu
rumah ibadat. Setelah ada penunjukkan tersebut, baru
dibuat proposal dari pengurus rumah ibadat.
3. Dampak sosial dari pemberian bantuan sosial untuk
rumah ibadat maupun ormas keagamaan dapat dilihat
baru sampai kepada tahap outcome yaitu antara lain
tersedianya sebuah tempat ibadat yang cukup megah
yaitu masjid Al Muhajirin di Jl. Cilik Riwut Km 7
Palangkaraya, serta tersedianya gereja yang lebih
nyaman untuk beribadat umat Kristen yaitu Gereja
Kristen Evangelis Sinta di Desa Petuk Liti Kabupaten
Pulang Pisau. Sementara dampak lebih jauh (impact)
dari bantuan sosial yaitu perubahan sosial pada
masyarakat, belum sepenuhnya dapat terdeteksi.
Sedangkan beberapa poin sebagai rekomendasi dari
kajian ini diantaranya:
1. Diperlukan data base tentang rumah ibadat pada setiap
kelompok agama. Oleh karena itu setiap direktorat
hendaknya menggagas program penyediaan data base
ini bekerjasama dengan unit-unit terkait termasuk
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
2. Perlu adanya panduan yang memadai bagi pelaksanaan
bantuan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari
ketidakpuasan masyarakat serta adanya temuan pihak
53
pemeriksa bahwa penentuan ormas penerima bantuan
kurang obyektif.
3. Studi kelayakan dalam penentuan penerima bantuan
serta monitoring pelaksanaan bantuan menjadi bagian
penting dalam setiap pelaksanaan program bantuan.
Oleh karena itu setiap pelaksana program hendaknya
menyediakan pula agenda untuk studi kelayakan serta
monitoring.
4. Perlu terus ditingkatkan kordinasi antara Direktorat-
Direktorat dilingkungan Kementerian Agama Pusat
dengan Kanwil Kementerian Agama Provinsi dalam
pelaksanaan bantuan. Kanwil Kementerian Agama
dapat dilibatkan dalam proses studi kelayakan maupun
monitoring sehingga pelaksanaan bantuan dapat
memberikan hasil yang lebih maksimal.
5. Agar bantuan dapat terlihat dampak sosial yang lebih
jauh (impact), hendaknya dilakukan pendampingan
pelaksanaan program bantuan dengan dana yang
relative memadai.
54
Daftar Pustaka
Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI. 2006.
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006
tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan
Kerukunan Umat Beragama Pemberdayaan Forum
Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah
Ibadat.
Bryman, Alan. Social Researsch Methods. Second Edition.
Oxford University Press. USA. 2004.
Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Kalimantan
Tengah. 2008. Hasil Seminar tentang Fenomena Aliran
Keagamaan di Indonesia.Tanggal 8 Oktober 2010.
Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Kalimantan
Tengah. 2009. Laporan Kunjungan Kerja FKUB
Provinsi Kalimantan Tengah ke Loksado Kabupaten Hulu
Sungai Selatan Kalimantan Selatan.
Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Kalimantan
Tengah. 2010. Program Kerja FKUB Provinsi
Kalimantan Tengah Tahun Anggaran 2010.
Hovland, Ingie. 2010. Membuat Perbedaan: Pemantauan dan
Evaluasi Penelitian Kebijakan. Working Paper 281.
http://www.bimasislam.depag.go.id. Dana Bantuan Depag
Bukan Untuk Konsumtif. Akses 21 Juli 2010
55
Menteri Agama RI. Sambutan pada Rapot Koordinansi
Nasional FKUB yang dilaksanakan di Hotel Sahid
Jakarta tanggal 25 – 27 Mei 2010
Neuman, W. Lawrence. (2003) Social Researsch Methods
Qualitative dan Quantitive Approaches. Fifth Edition.
Pearson Education. USA.
Subarsono (2009). Analisis Kebijakan Publik, Konsep Teori
dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Keputusan Sekretaris Jenderal Departemen Agama telah
mengeluarkan Nomor 77 Tahun 2008 tentang
Pedoman Pemberian Bantuan Menteri Agama dan
Sekretaris Jenderal Departemen Agama bagi Lembaga-
Lembaga dan Kegiatan Keagamaan.
56
57
Imam Syaukani
Bantuan Sosial Kementerian Agama RI
bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Nusa Tenggara Timur
58
59
Pada bagian ini akan disajikan tentang kebijakan
bantuan sosial bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan,
implementasi kebijakan serta dampak kebijakan program
bantuan sosial Kementerian Agama RI bagi rumah ibadat
dan ormas keagamaan. Tetapi, sebelum itu akan disajikan
terlebih dahulu bantuan sosial yang telah dianggarkan dan
diberikan Kementerian Agama RI pusat dan Kanwil
Kementerian Agama Provinsi bagi peningkatan kesejah-
teraan masyarakat di bidang agama dan keagamaan di
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pada tahun anggaran 2008
s.d. 2010. Tujuan disajikannya data ini adalah untuk
memberikan gambaran umum tentang besar bantuan sosial
Kementerian Agama RI pusat maupun wilayah selama
kurun 3 tahun terakhir; sehingga bisa diketahui tingkat
penurunan dan peningkatannya.
Data dihimpun terkait masalah di atas dilakukan
dengan mengumpulkan dan menganalisis berbagai surat
keputusan dan Rencana Anggaran Kementerian Agama
pada tahun dimaksud, catatan rekapitulasi yang diterima
dari Subbag Perencanaan, serta triangulasi data kepada
Kebijakan Bantuan
Sosial dan
Implementasinya 1
60
Subbag Keuangan Kantor Wilayah Kementerian Agama,
dan Kementerian Agama RI di Jakarta. Ternyata data yang
dibutuhkan semua bisa diperoleh bantuan sosial. Walau-
pun begitu gambaran umum Kementerian Agama RI
selama 3 tahun terakhir, berhasil diungkap sebagai berikut.
Tabel 1. Bansos Kementerian Agama RI di NTT (2008-2010)
(dalam ribuan)
Kementerian Agama RI Pusat
Sumber 2008 2009 2010 Jumlah
Ditjen Bimas Islam 901.388 324.138 - 1.225.526
Ditjen Bimas Kristen 31.000 - - 31.000
Ditjen Bimas Katolik 1.883.000 - 875.000 2.758.000
Ditjen Bimas Hindu - - - -
Ditjen Bimas Buddha - - - -
Sekretariat Jenderal - - - -
4.014.528
Kantor Wilayah Kementerian Agama RI
Sumber Bansos 2008 2009 2010 Jumlah
Bid. Urusan Agama Katolik 330.500 100.000 150.000 580.500
Bid. Urusan Agama Kristen 115.665 75.000 120.000 310.665
Bid. Urusan Agama Islam 20.000 50.000 100.000 170.000
Pembimbing Zakat dan
Wakaf
103.835 - - 103.835
61
Pembimas Hindu/Buddha 60.000 10.000 50.000 120.000
Subbag Hukmas dan KUB 160.000 620.000 30.000 810.000
1.915.000
Ket: Diolah dari berbagai sumber
Tabel di atas menunjukkan bahwa Ditjen Bimas Islam
pada tahun anggaran 2008, telah mengucurkan dana
bantuan sosial sebesar Rp 901.388.000. Dana sebesar itu
digunakan untuk pengembangan wakaf produktif dalam
bentuk ruko oleh Yayasan Masjid Agung Baiturrahman, Jl.
Ainiba 17, Kelurahan Nefonaek, Kecamatan Kelapa Lima,
Kota Kupang, sebesar Rp 500.000.000; untuk merehabilitasi
6 masjid menerima bantuan sebesar Rp 300.000.000 dan
setiap masjid menerima bantuan sebesar Rp 50.000.000
untuk pembangunan 2 mushalla sebesar Rp 78.888.000,
mushalla menerima bantuan sebesar Rp 39.440.000; Dari
dana tersebut juga digunakan untuk penyelenggaraan
khitanan massal oleh PW Muhammadiyah sebesar Rp
22.500.000. Sedangkan pada tahun anggaran 2009, dana
bantuan sosial yang dikucurkan oleh Ditjen Bimas Islam
sebesar Rp 324.138.000, dengan perincian: untuk mereha-
bilitasi 5 masjid sebesar Rp 241.000.000. Setiap masjid
menerima sebesar Rp 48.250.000 untuk pembangunan
mushalla pada 3 lokasi sebesar Rp 57.888.000 dan setiap
mushalla menerima sebesar Rp 19.296.000 serta penyeleng-
62
garaan khitanan massal oleh Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia (DDII) sebesar Rp 25.000.000.5
Sementara itu, Ditjen Bimas Kristen pada tahun
anggaran 2008 telah memberi bantuan sosial kepada umat
Kristiani di Propinsi NTT sebesar Rp 31.000.000 yang
diberikan kepada dua gereja guna merehab gereja masing-
masing gereja menerima sebesar Rp 20.000.000 dan Rp
11.000.000.6 Sedangkan pada tahun anggaran 2009 dan
2010, tidak ditemukan data yang memadai mengenai
adanya bantuan sosial pada tahun itu.
Pada sisi lain, Ditjen Bimas Katolik pada tahun
anggaran 2008 telah memberi bantuan sosial kepada umat
Katolik di Propinsi NTT sebesar Rp 1.883.000.000 dengan
perincian: untuk pembangunan gereja sebesar Rp
1.670.000.000 dan kegiatan ormas keagamaan sebesar Rp
213.000.000. Bantuan sosial bagi ormas keagamaan di-
gunakan untuk membiayai kegiatan musyawarah nasional
organisasi kewanitaan.7 Pada tahun anggaran 2009 tidak di-
temukan data yang memadai, Namun pada tahun ang-
garan 2010, Ditjen Bimas Katolik telah mengucurkan dana
5SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/506/Tahun 2007; SK Dirjen Bimas Islam No.
DJ.II/301/Tahun 2008; SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/ 356/Tahun 2008; SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/208/Tahun 2008; SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/325/Tahun 2009; SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/392/Tahun 2008.
6SK Dirjen Bimas Kristen No. DJ.III/KEP/HK.00.5/176/2008; SK Dirjen Bimas Kristen No. DJ.III/KEP/HK. 00.5/ 258/2008.
7SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/52/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/58/ 2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/59/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/68/ 2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/70/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/111/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/112/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/ 164/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/175/2008.
63
bantuan sosial untuk rehabilitasi gereja di Propinsi NTT
sebesar Rp 650.000.000 dan bantuan sosial kegiatan bagi or-
mas keagamaan sebanyak Rp 225.000.000. Bantuan sosial
untuk ormas keagamaan digunakan untuk biaya kegiatan
pekan mudika, pemberdayaan Dewan Pastoral, karya sosial
gereja, dan pemberdayaan pemuda.8
Adapun bagi Ditjen Bimas Hindu dan Ditjen Bimas
Buddha antara tahun 2008 s.d. 2010, tidak ditemukan data
memadai tentang bantuan sosial rumah ibadat dan ormas
keagamaan di Propinsi NTT. Sedangkan pada tahun 2008
dan 2009 bagi Sekretariat Jenderal Kementerian Agama
bantuan tidak disebutkan, ditemukan data tetapi tidak
disebutkan jumlah nominal. Demikian nilai besaran
bantuan sosial yang diberikan Kementerian Agama RI
pusat terhadap Propinsi NTT dari tahun 2008 s.d. 2010. Se-
dangkan besaran bantuan sosial Kanwil Kementerian
Agama Provinsi NTT dapat diuraikan sebagai berikut.
Pada tahun anggaran 2008, Bidang Urusan Agama
Katolik telah memberikan bantuan sosial kepada rumah
ibadat dan ormas keagamaan sebesar Rp 330.500.000,
dengan perincian sebesar Rp 40.000.000 diberikan kepada 4
lembaga sosial-keagamaan Katolik yaitu rumah sakit, biara,
dan paroki untuk melengkapi sarana peribadatan masing-
masing menerima Rp 10.000.000; diberikan kepada 6
8SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/81/2010; SK Dirjen Bimas Katolik
No. DJ.IV/Hk.00.5/80/ 2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/78/2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/63/ 2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/125/2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/121/2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/117/2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/95/ 2010.
64
komunitas umat basis (KUB) Katolik untuk pemberdayaan
ekonomi masyarakat sebesar Rp 180.000.000, masing-
masing menerima Rp 30.000.000); dan diberikan kepada 7
keuskupan guna penyertifikatan tanah gereja 7 lokasi
sebanyak 30 bidang Rp. 110.500.000.9
Pada tahun anggaran 2009, Bidang Urusan Agama
Katolik menganggarkan bantuan sosial sebesar Rp
100.000.000. Dana sebesar itu diberikan kepada 8 gereja dan
2 stasi merehabilitasi dan pembangunan gereja dan masing-
masing menerima Rp 10.000.000. Pada tahun anggaran
2010, bantuan sosial yang diberikan bernilai sebesar Rp
150.000.000 dialokasikan kepada 15 gereja untuk mereha-
bilitasi dan membangun gereja masing-masing menerima
Rp 10.000.000.10
Sementara itu, pada tahun anggaran 2008 Bidang
Urusan Agama Kristen, telah memberikan bantuan sosial
sebesar Rp 115.665.000 guna sertifikasi tanah gereja pada 21
lokasi sebanyak 23 bidang dan setiap gereja menerima
sebesar Rp 5.050.000. Sedangkan pada tahun anggaran
2009, bantuan sosial digulirkan sebesar Rp 75.000.000.
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kanwil Kementerian
Agama bantuan tersebut satu gereja. Namun praktiknya,
bantuan sosial itu diberikan kepada 8 gereja, dengan nilai
bervariasi. Ada gereja yang nerima bantuan sebesar Rp
25.000.000, 3 gereja masing-masing menerima Rp
9SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.6/1/BA.00.2/ 1093/2008;
SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.6/1/ BA.00.2/1094/2008; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.1/2/KU.00.1/ 2024/2008.
10SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.6/1/BA.00.2/ 1093/2008; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/1/ KU.00/1178/2010.
65
10.000.000, serta sisanya menerima Rp 5.000.000. Pada
tahun anggaran 2010, bantuan sosial dikucurkan sebesar
Rp 120.000.000 yang diperuntukkan untuk merehabilitasi
dan pembangunan gereja pada 12 lokasi masing-masing
menerima sebesar Rp 10.000.000).11
Pada sisi lain, Bidang Urusan Agama Islam Kanwil
Kementerian Agama, tahun anggaran 2008 telah memberi
bantuan sosial sebesar Rp 20.000.000 kepada 4 ormas Islam
untuk menyelenggarakan sosialisasi reproduksi kesehatan
perempuan dan kegiatan lain masing-masing menerima
sebesar Rp 5.000.000. Sedangkan pada tahun anggaran
2009, bantuan sosial diberikan rehabilitasi dan
pembangunan 10 masjid sebesar Rp 50.000.000 untuk ma-
sing-masing menerima sebesar Rp 5.000.000. Kemudian
pada tahun anggaran 2010, bantuan sosial diberikan
sebesar Rp 100.000.000 diperuntukkan bagi 20 masjid
masing-masing Rp 5.000.000.12
Pada tahun anggaran 2008, Pembimbing Zakat dan
Wakaf, telah memberikan bantuan sosial sebesar Rp
103.835.000 untuk sertifikasi tanah wakaf pada 51 lokasi.
Bantuan sosial hanya diberikan kepada Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia (DDII) kemudian ormas ini meng-
11SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/5/BA.00/ 802A/2009;
SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/1/ BA.01.2/903/2009. 12SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/1/KP.01.1/ 561/2008;
SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/1/ KP.01.1/670/2009 SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/ 1/KP.07.1/ 1271/2010.
66
alokasikanya sesuai yang disebutkan dalam Surat
Keputusan.13
Selanjutnya pada tahun anggaran 2008, Pembimas
Hindu/Buddha telah memberikan bantuan sosial sebesar
Rp 60.000.000 untuk pengembangan kegiatan keagamaan.
Bantuan tersebut diberikan kepada 2 Pura masing-masing
menerima sebesar Rp 30.000.000. Pada tahun anggaran
2009, Pembimas Hindu/ Buddha hanya dapat memberikan
bantuan sosial sebesar Rp 10.000.000 dialokasikan untuk
rehabilitasi 1 Pura. Pada tahun anggaran 2010, bantuan
sosial diberikan kepada 5 Pura masing-masing menerima
sebesar Rp 10.000.000. Bantuan sosial tidak langsung
diberikan kepada rumah ibadat bersangkutan tetapi
melalui Pengurus PHDI pada 5 kabupaten yang berbeda.14
Pihak PHDI kemudian mendistribusikannya kepada
beberapa Pura yang layak memperoleh bantuan sosial.
Forum Kerukunan Umat Beragama juga memperoleh
perhatian dari Kanwil Kementerian Agama melalui Subbag
Hukmas dan KUB. Pada tahun anggaran 2008 telah
memberikan bantuan sosial sebesar Rp 160.000.000
digunakan untuk dana operasional 17 Forum Kerukunan
Umat Beragama (FKUB) propinsi dan daerah. Pada tahun
anggaran 2009, bantuan sosial yang dikelola Subbag
13SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.1/2/ KU.00.1/
2024/2010. 14SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/2/KU.00/ 1170/2010;
SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/7/ KU.00/538/2009 SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/2/ KU.00/1170/2010; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/ 7/KU.00/538/2009; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.1/ 2/PP.00/801/2010.
67
Hukmas dan KUB mengalami kenaikan menjadi Rp
620.000.000. Dari dana itu sebesar Rp 30.000.000
dialokasikan untuk dana operasional FKUB propinsi, Rp
281.875.000 untuk biaya pembangunan gedung sekretariat
bersama FKUB, dan selebihnya Rp 18.125.000 untuk
mengurus surat izin dan administrasi pembangunan; serta
sebesar Rp 290.000.000 untuk biaya operasional kepada 16
FKUB daerah masing-masing mendapat Rp 18.125.000. Pa-
da tahun anggaran 2010, bantuan sosial yang disediakan
Subbag Hukmas dan KUB hanya sebesar Rp 30.000.000
untuk biaya operasional FKUB propinsi.15
15SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.1/5/BA.05/ 249/2008;
SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.1/2/PP.00/ 865/2009.
68
69
Keberhasilan implementasi kebijakan akan
ditentukan oleh banyak faktor, dan setiap faktor satu sama
lain saling berhubungan. Telah banyak teori dikemukakan
para ahli terkait faktor keberhasilan implementasi
kebijakan. Satu di antaranya dikemukakan George C.
Edwards III (1980). Menurutnya, implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh empat faktor, yakni: komunikasi;
sumberdaya; disposisi; dan struktur birokrasi. Keempat
faktor tersebut saling berhubungan satu sama lain
Komunikasi maksudnya, implementor (pemanfaat ke-
bijakan) mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang
menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan
kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan
mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sa-
saran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketa-
hui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkin-
an akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. Sumber-
daya maksudnya, apabila implementor kekurangan
sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan
berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud
Kebijakan Bantuan
Sosial Kementerian Agama RI
2
70
sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dan
sumberdaya finansial. Disposisi maksudnya, watak dan ka-
rakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti
komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implemen-
tor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat
menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang
diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor
memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan
pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan
juga menjadi tidak efektif. Struktur birokrasi maksudnya,
struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan
kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur
yang penting dari setiap organisasi adalah adanya
prosedur operasi yang standar (Standard Operating Pro-
cedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap
implementor dalam bertindak.16
Terkait aspek komunikasi dan struktur birokrasi
sebagaimana disebut di atas, terutama SOP, penelitian ini
mempertanyakan, apakah pemberian bantuan sosial
didasarkan kepada sebuah pedoman, petunjuk pelaksana-
an atau petunjuk teknis tertentu, dan apakah hal-hal tese-
but diberitahukan kepada implementor. Dari analisis
dokumen dan wawancara di Kanwil Kementerian Agama
RI diketahui bahwa pemberian bansos telah didasarkan
kepada suatu pedoman tertentu yang disusun oleh masing-
masing bidang dengan merujuk pada ketentuan umum
16AG. Subarsono. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi, hlm.
90-92.
71
pemberian bantuan sosial di tingkat wilayah dan pusat.
Pengamatan selama melakukan penelitian di Kanwil
Kementerian Agama RI, semua bidang telah menyusun
pedoman pemberian bantuan sosial tersendiri kecuali Bi-
dang Urusan Agama Islam.
Pedoman tersebut secara umum menjelaskan tentang
dasar pemikiran pemberian bantuan sosial oleh masing-
masing bidang, kriteria penerima bantuan yang terdiri atas
keharusan mengajukan proposal, memiliki rekening atas
nama lembaga, proposal ditandatangani Ketua Panitia,
rekomendasi dari pejabat pemerintah setempat atau
pemuka agama, dan pernyataan memanfaatkan bantuan
sosial sesuai peruntukkannya, serta kewajiban yang harus
dilakukan bagi para penerima bantuan sosial. Pedoman
atau petunjuk pelaksanaan tersebut kemudian dijadikan
sebagai lampiran atau menjadi bagian dari surat
pemberitahuan bidang-bidang yang disampaikan kepada
seksi-seksi urusan atau penyelenggara agama di daerah.
Perbincangan dengan Agustinus L. Gempa, Kabid
Urusan Agama Katolik,17 mengungkapkan bahwa bansos
diberikan berdasarkan proposal yang masuk ke mereka.
Proposal yang masuk cukup banyak. Menurut pengakuan-
nya sudah mencapai 100-an proposal. Semua proposal yang
masuk dicatat dibuku register. Namun, ketika diminta
beberapa contoh proposal saja, mereka tidak memberikan
dengan alasan sudah diikat rapih. Dalam menetapkan siapa
yang mendapatkan bansos, dilakukan berdasarkan nomor
17Dipaparkan Agustinus T. Gempa (Kabid Urusan Agama Katolik), Lodovikus
Lena (Kasi Sarana Keagamaan) dan Helly Asterius (Kasi Evaluasi dan Pelaporan).
72
urut proposal yang masuk terlebih dahulu. Akan tetapi,
ada kemungkinan proposal yang baru masuk di tahun
anggaran akan direspon cepat apabila memang ada alasan-
alasan yang bisa diterima, misalnya ada permohonan dari
pihak keuskupan, mengalami kerusakan akibat konflik,
atau karena pelestarian budaya.
Bantuan bisa berbentuk perbaikan kondisi fisik
bangunan atau kegiatan. Misalnya, pada tahun 2009 pernah
diberikan bantuan rehabilitasi kepada Gereja Taman Doa di
Sumba Barat yang mengalami kerusakan akibat dibakar
orang yang tidak dikenal. Bantuan non-fisik atau dalam
bentuk kegiatan diberikan kepada Gereja Tuan Ma dan Tu-
an Anak, yang pada tahun 2009 mengadakan kegiatan
“Peringatan 500 tahun Gereja Tuan Ma dan Tuan Anak”
yang berbentuk peribadatan pada Jumat Agung dan arak-
arakan. Kegiatan ini hanya ada satu-satunya di NTT, dan
mungkin di Indonesia. Kegiatan tersebut sudah ber-
langsung ratusan tahun sejak masa Portugis sehingga
mempunyai nilai sejarah dan budaya yang kuat. Atas dasar
pertimbangan pelestarian sejarah dan budaya, maka
Bidang Urusan Agama Katolik memberikan bantuan sosial
terhadap kegiatan ini.18
Bidang Urusan Agama Katolik tidak akan
memberikan bantuan kepada lembaga keagamaan yang sa-
ma pada setiap tahunnya. Lembaga keagamaan yang sudah
pernah menerima tidak akan menerima bantuan lagi. Guna
menjamin pemanfaatan bantuan sesuai peruntukkannya,
18Ibid.
73
Bidang Urusan Agama Katolik menyelenggarakan
pemantauan dan pengawasan dengan anggaran sebesar Rp
16.000.000,-. Apakah dana sebesar itu cukup? Menurut
mereka tidak cukup untuk melakukan monitoring ke
wilayah kepulauan seperti NTT membutuhkan dana yang
tidak sedikit. Biayanya bisa lebih besar dibandingkan per-
jalanan dari Kupang ke Jakarta.
Terdapat hambatan pelaksanaan program bantuan
menurut Kabid Urusan Agama Katolik adalah: (1) masih
lambatnya pemenuhan persyaratan oleh lembaga yang
menerima bantuan; (2) agak mengalami kesulitan
menjelaskan kepada penerima bantuan bahwa untuk
mencairkan dana LS harus membubuhkan tanda tangan
terlebih dahulu di kwitansi penerimaan uang, seakan-akan
pekerjaan telah dilakukan. Para Pastor tentu tidak akan
mudah percaya begitu saja. Bahwa kemudian mereka bisa
percaya, tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama.
Mereka harus diyakinkan berdasarkan SK yang ada bahwa
mereka dipastikan dapat bantuan hanya tinggal
menyelesaikan masalah administrasinya saja; (3)
pertanggungjawaban keuangan dan kegiatan kadang lama,
bahkan kadang hanya ucapan terima kasih saja. Sedangkan
faktor pendukungnya menurut Kabid Urusan Agama
Katolik bahwa apabila syarat-syarat administrasi sudah di-
penuhi, dana bisa cepat dicairkan.19
Ketika ditanyakan apakah ada bantuan langsung dari
Kementerian Agama RI pusat ke ormas keagamaan di
19Ibid.
74
daerah, Bidang Urusan Agama Katolik menjawab ke-
mungkinan besar ada, sebab proposal-proposal yang dirasa
tidak mungkin dipenuhi Kanwil akan diteruskan ke pusat.
Selanjutnya ditanyakan, apakah ada koordinasi tentang
masalah ini? Mereka menjawab, selama ini tidak ada. Per-
nyataan tersebut dibenarkan oleh satu informan yang di-
jumpai di Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI. Pa-
dahal koordinasi penting untuk memastikan bahwa tidak
ada bantuan kembar untuk satu lembaga yang sama.20
Menurut Bidang Urusan Agama Kristen, Yacobus
Oktavianus, Harun, dan seorang staf menjelaskan bahwa
prosedur pemberian bantuan diawali dengan surat edaran
kepada Kantor Kementerian Agama RI daerah yang
memberitahukan adanya bantuan sosial keagamaan bagi
lembaga keagamaan di lingkungan Kristen. Surat edaran
direspon dengan proposal permohonan bantuan. Sama
seperti Bidang Urusan Agama Katolik, proposal yang
masuk diseleksi berdasarkan pertimbangan urutan tahun
yang lebih dahulu dan skala prioritas berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Pemberian bantuan sosial Kementerian Agama di
NTT dirasa mengalami kesulitan karena banyaknya jumlah
denominasi gereja, di mana saat penelitian dilakukan
kurang lebih ada 22 denominasi gereja. Setiap denominasi
tentu harus diperhatikan, karena waktu itu masih banyak
gereja-gereja yang membutuhkan bantuan pembangunan-
nya belum selesai atau dalam kondisi rusak. Keberadaan
20Ibid.
75
denominasi tidak bisa dilepaskan dari munculnya aliran-
aliran baru dalam Kristen. Apabila ada aliran baru yang
muncul, apa yang dilakukan Kementerian Agama wilayah?
Menurut informan, Kementerian Agama wilayah
memerintahkan mereka bergabung dengan denominasi
yang sudah ada atas dasar kesepakatan dan kesamaan
teologi dan praktik keagamaan. Apabila pun berbeda
mereka tetap harus bernaung pada denominasi yang telah
ada, sedangkan untuk teologi dan praktik keagamaannya
pihak Kamenterian Agama wilayah tidak akan campur
tangan.21
Berbeda dengan 2 bidang sebelumnya yang menyam-
paikan pemberitahuan kepada daerah terkait adanya ban-
tuan sosial, menurut penjelasan Moh. Marhaban, Kasi
Keluarga Sakinah Kementerian Agama, mereka tidak
menyebarluaskan edaran terkait adanya bantuan
rehabilitasi rumah ibadat dan ormas keagamaan. Proposal
bantuan sudah datang dengan sendirinya, sepertinya
mereka sudah tahu. Dalam memberikan bantuan mereka
mempertimbangkan proposal yang masuk terlebih dahulu.
Kebanyakan proposal yang masuk dari luar kota Kupang,
karena memang masih banyak rumah ibadat (masjid) yang
belum baik kondisinya. Sedangkan untuk di Kupang,
kondisi-kondisi masjid sudah cukup baik, bahkan di
antaranya sangat baik.
21Wawancara dengan Yacobis Oktavianus (Kasi Pelayanan dan Keesaan
Gereja), Harun Y. Natonis (Kasi Supervisi Pendidikan Kristen), dan Deci S.C. Snae (Kasi Pelayanan dan Sarana Agama Kristen).
76
Sebelum terjadi konflik tahun 1997, kondisi masjid-
masjid relatif kurang bagus. Namun, pascakonflik kondisi
masjid berubah menjadi lebih baik, karena ketika itu
banyak dermawan dari luar Kupang yang secara pribadi
atau kelompok mendermakan uangnya untuk perbaikan
masjid yang rusak terbakar. Saat itu jumlah uang derma
perbaikan masjid yang beredar sudah tidak terhitung
jumlahnya. Banyak uang derma yang penyampaiannya
tidak berkoordinasi dengan Kementerian Agama RI
wilayah atau daerah saat itu, sehingga ada beberapa masjid
yang pembangunannya tidak sesuai dengan kondisi yang
ada. Misalnya, masjid dibangun cukup luas tetapi umat
yang tinggal di sekitar masjid hanya 4 KK. Hal tersebut
jelas menimbulkan kecemburuan sosial bagi umat
beragama yang lain, selain dianggap bertentangan dengan
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Ne-
geri No. 9 dan 8 Tahun 2006. Umat Kristen protes dan
pernah hendak membongkar masjid tersebut. Namun,
setelah melalui proses negosiasi upaya tersebut tidak
dilakukan. Keberatan pembongkaran masjid juga disuara-
kan umat Katolik yang tinggal disekitar masjid, yang
kebetulan punya anak beragama Islam dan tengah
mendapat pendidikan di pesantren-pesantren di Jawa.
Mereka mengatakan, apabila dibongkar ke mana anak-anak
mereka akan shalat kalau pulang dari Jawa.22
Setali tiga uang dengan Bidang Urusan Agama Islam,
Pembimbing Zakat dan Wakaf juga tidak menyebarluaskan
22Wawancara dengan Pahlawan Mukin (Kabid Urais) dan Muh. Marhaban
(Kasi Keluarga Sakinah).
77
pemberitahuan adanya bansos kepada daerah. Hal tersebut
karena mereka jarang sekali mendapat alokasi bantuan
sosial. Dari tahun 2008-2010, mereka baru mendapat
bantuan sosial sebanyak 1 kali, yaitu melalui program
penerapan pemerintahan yang baik dari Sekretariat.
Bimzawa mendapatkan dana Rp 103.000.000,- untuk
sertifikasi tanah wakaf sebanyak 50 lokasi. Dari 50 lokasi
tersebut baru 11 lokasi yang berhasil tersertifikasi, se-
dangkan yang lain masih proses. Kendala yang dihadapi
adalah di BPN dan lokasi yang jauh dan luas.23
Berkaitan dengan program peningkatan kerukunan
umat beragama, Subbag Hukmas dan KUB mengedarkan
surat pemberitahuan kepada FKUB kabupaten/kota dan
provinsi bila ada bantuan dana operasional. Sebagaimana
telah dijelaskan di muka, pada tahun 2008 FKUB provinsi
mendapat anggaran sebesar Rp 160.000.000,- yang dibagi-
kan kepada semua FKUB kabupaten/kota. Berkenaan
dengan uang Rp 160.000.000,- yang direkap Bagian
Perencanaan (PIK) tercatat hanya Rp 155.000.000,-.
Berkenaan dengan masalah ini Robert, staf Hukmas dan
KUB menjelaskan bahwa pada tahun anggaran 2008 tertulis
Rp 505.000.000,- di mana rinciannya adalah Rp 500.000.000,-
untuk pembangunan gedung Sekber FKUB NTT dan Rp
5.000.000,- untuk biaya administrasi.
Namun uang Rp 500.000.000,- ternyata tidak bisa di-
cairkan tetapi yang Rp 5.000.000,- bisa dicairkan, yang ke-
mudian digabungkan dengan Rp 155.000.000,-. Pada tahun
23Wawancara dengan Ening Murtiningsih (Penyelenggara Zakat Wakaf) dan
Moa (Staf).
78
anggaran 2009 FKUB propinsi dan kabupaten/kota
mendapat bantuan operasional sebesar Rp 320.000.000,-
dan bantuan untuk pembangunan gedung FKUB provinsi
sebesar Rp 300.000.000,-. Hingga masuk tahun anggaran
2010, bantuan tersebut belum bisa terealisasikan karena
belum ada kesepakatan letak tanah pemda yang akan
didirikan gedung di atasnya.24
Bagaimana bantuan sosial dari pusat ke Kantor
wilayah Kementerian Agama Provinsi menurut penjelasan
beberapa informan, dilakukan dengan cara: (1) memberi-
kan bantuan langsung kepada sasaran tanpa sepenge-
tahuan pihak Kanwil Kementerian Agama Provinsi. Jenis
bantuan ini biasanya dilakukan apabila pihak pemohon
langsung mengajukan permohonan kepada Kementerian
Agama pusat tanpa sepengetahuan sama sekali pihak
Kanwil Kementerian Agama Provinsi; (2) memberikan
bantuan langsung kepada sasaran dan hanya diberikan
pemberitahuan atau tembusan kepada Kanwil Kementerian
Agama Provinsi. Jenis ini biasanya dilakukan apabila pihak
pemohon mengajukan permohonan ke pusat setelah men-
dapat rekomendasi wilayah atau mengajukan permohonan
bantuan ke Kanwil Kementerian Agama Provinsi, namun
karena dana yang tidak teralokasikan, maka diteruskan
oleh Kanwil Kementerian Agama Provinsi ke kementerian
Agama Pusat; (3) memberikan bantuan melalui Kanwil
Kementerian Agama Provinsi dengan jumlah dana tertentu,
24Wawancara dengan Yakobus Beda Kleden (Kasubag Hukmas dan KUB)
dan Robert (staf).
79
sedangkan penetapan penerima bantuan diserahkan sepe-
nuhnya kepada wilayah.
Perbedaan prosedur pemberian bantuan dari pusat ke
wilayah tersebut, berpengaruh pula terhadap bentuk
pengawasan yang dilakukan. Untuk bantuan yang
diterimakan langsung dari Kementerian Agama Pusat ke
Kanwil Kementerian Agama Provinsi, pengawasan
biasanya dilakukan oleh pegawai Kementerian Agama pu-
sat dalam sebuah kunjungan kerja antara 1-3 hari. Akan
tetapi, pengawasan jenis ini tidak bisa dilakukan secara
periodik, karena keterbatasan anggaran, waktu, dan jarak.
Menurut informasi, pengawasan dari pusat biasanya
dilakukan tidak lebih dari 1 kali setiap tahunnya.25
Oleh karena itu, Kementerian Agama Pusat
terkadang meminta bantuan pengawasan kepada Kanwil
Kementerian Agama Provinsi. Pihak Kanwil Kementerian
Agama Provinsi memenuhi permintaan pusat, namun ka-
rena tidak adanya anggaran, pengawasan hanya dilakukan
terhadap lokasi yang bisa dijangkau melalui jalur darat.
Sedangkan untuk bantuan yang harus melalui jalur laut
atau udara pada umumnya tidak dilakukan, kecuali secara
bersamaan ada kunjungan kerja di lokasi yang sama. Untuk
sasaran yang mendapat bantuan dari Kementerian Agama
Pusat yang harus melalui rekomendasi Kanwil Kemente-
rian Agama, selalu mendapat pengawasan secara rutin.
Walaupun dalam prakteknya hanya untuk lokasi yang bisa
dijangkau melalui jalur darat.26
25Wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kementerian wilayah. 26Ibid.
80
81
Pada bagian ini dipaparkan beberapa contoh bantuan
sosial yang telah diberikan oleh Kementerian Agama Pusat
dan Kanwli Kementerian Agama Provinsi NTT. Beberapa
contoh ini diambil berdasarkan hasil pemantauan di lokasi
yang paling mudah dijangkau melalui jalur darat. Ada 4
contoh yang dikemukakan, yaitu: (1) bantuan sosial Kanwil
Kementerian Agama Provinsi untuk rehabilitasi dan
pembangunan Gereja Kuasi Paroki Stasi Maria Fatima,
Taklale, Kabupaten Kupang sebesar Rp 10.000.000; Bantuan
tersebut digunakan untuk pengadaan sarana ibadat pada
Biara Kongregasi Putri-putri Cinta Kasih dari Darah Yang
Maha Mulia (DCPB), Kota Kupang sebesar Rp 10.000.000;
untuk pemberdayaan ekonomi umat pada Komunitas
Umat Basis (KUB) oleh Komisi Pengembangan dan
Pengendalian Sosial Ekonomi Keuskupan Agung Kupang
sebesar Rp 30.000.000; untuk rehabilitasi dan pembangunan
Gereja GMIT Ebenheizer, Tarus, Kupang sebesar Rp
5.000.000; untuk rehabilitasi dan pembangunan Masjid
Nurul Jadid, Merdeka Babu Kecamatan Kupang Timur
sebesar Rp 5.000.000 dan bantuan sosial dari Kementerian
Implementasi
Kebijakan Bantuan Sosial
3
82
Agama pusat sebesar Rp 48.250.000; (2) bantuan sosial
Kementerian Agama Pusat untuk pemberdayaan wakaf
produktif kepada Yayasan Masjid Agung Baiturrahman
sebesar Rp 500.000.000; untuk rehabilitasi dan
pembangunan Masjid Al-Akbar Camplong dan Masjid
Nabawi, Desa Reknamo masing-masing sebesar Rp
50.000.000.
Gereja Kuasi Paroki Stasi Maria Fatima. Gereja terletak
di daerah Kabupaten Kupang. Gereja tengah dalam tahap
perbaikan untuk persiapan menjadi Paroki baru. Paroki ini
terletak di daerah yang kebanyakan dihuni eks pengungsi
Timor Leste. Perbincangan dengan Pastor Piet Olin, selaku
penanggung jawab sekaligus Pastor Paroki, mengungkap-
kan bahwa dalam rangka persiapan menjadi Paroki baru,
mereka telah mengajukan permohonan bantuan sosial
kepada Bidang Urusan Agama Katolik Kanwil
Kementerian Agama RI sebesar Rp 10.000.000 dari Rp
30.000.000 yang mereka butuhkan. Bantuan sosial tersebut
rencananya akan digunakan untuk memperluas tempat
paduan suara gereja saat pemantauan di lapangan, namun
ternyata tempat dimaksud belum diperlebar.
Mengapa demikian? Menurut pengakuan Pastor Piet,
pelebaran tempat paduan suara belum dilakukan sama
sekali karena dana bantuan sosial belum dicairkan dari ta-
bungan. Bahkan, menurut pengakuannya, dia sudah
mendengar dari pihak Kanwil Kementerian Agama RI
bahwa bantuan sosial sudah dikirimkan namun dia sama
sekali memastikan adanya pengiriman bantuan sosial
tersebut ke bank. Dia berjanji akan mengecek berdasarkan
83
proposal tahun 2009 dan langsung dipenuhi diakhir tahun
bantuan sosial diberikan. Alasan keterlambatan, karena
pihak Kementerian Agama harus menunggu dipenuhinya
syarat-syarat untuk pencairan dana bantuan sosial dari
gereja yang lain.27
Sementara adanya informasi bantuan sosial diperoleh
dari Pastor Piet yang menjelaskan bahwa sebelum bertugas
di Kuasi Paroki Stasi Maria Fatima, dia sudah sering
berhubungan dengan Kanwil Kementerian Agama RI.
Beberapa Paroki yang pernah dikelolanya mendapat ban-
tuan sosial dari kementerian. Namun, ketika ditanya,
mengenai sumber dana bantuan sosial selain Kementerian
Agama RI, Pastor Piet mengaku tidak tahu sama sekali.
Mulai dari sinilah pembicaraan lebih diarahkan pada
pemberian informasi daripada penggalian data dari
informan.28
Biara Konggregasi Putri-putri Cinta Kasih dari Darah
Yang Maha Mulia (DCPB). Pernah mengajukan proposal
permohonan bantuan ke Kanwil Kementerian Agama,
tahun 2008, yang isinya memohon bantuan untuk
pengadaan sarana serta kegiatan pembinaan rohani.
Bantuan yang dimohonkan sebesar Rp 16.210.000,- dengan
rincian untuk: Pembelian orgen sebesar Rp 4.000.000,-;
komputer Rp 6.000.000,-, 2 gitar Rp 500.000,-; biaya
pembinaan rohani (retreat) untuk 26 orang sebanyak Rp
5.710.000,-.
27Wawancara dengan Pastor Piet Olin, PR, Beni Mas Neno (Ketua Panitia
Pembangunan), dan Donatus Meka (Wakil Ketua Panitia Pembangunan). 28Ibid.
84
Proposal direspon pada tahun yang sama oleh
Kanwil Kementerian Agama RI dengan besaran bantuan
sosial sebesar Rp 10.000.000,-. Menurut Suster Mariamma,
Ketua Biara, telah dipergunakan untuk pembelian orgel, gi-
tar dan biaya retreat, sedangkan pembelian komputer tidak
bisa dilakukan karena dana tidak mencukupi. Suster
Mariamma menjelaskan bahwa orgel dan gitar sekarang
dimanfaatkan untuk berlatih menyanyi pengisi acara
kebaktian di gereja. Menurut pengakuannya, sebelumnya
menerima bantuan Biara tidak memiliki orgen dan gitar,
sehingga kegiatan kebaktian tidak diiringi musik.
Keberadaan orgen dan gitar hasil bantuan sosial Ke-
menterian Agama itu menurutnya sangat bermanfaat bagi
kelangsungan peribadatan.
Sebagai tambahan informasi bahwa kondisi Biara
sangat permanen. Tembok pengaman cukup tinggi
mengelilingi Biara, yang tidak memungkinkan bagi
seseorang untuk melihat ke dalam lokasi kecuali harus naik
ke tempat yang lebih tinggi. Asrama para calon suster dan
ruang kelas sudah tersedia dan tertata rapih. Menurut
pengakuan Suster Mariamma, kamar tempat tinggal para
calon suster masih belum ideal karena antara calon suster
dan suster masih bercampur. Mestinya tidak demikian,
kamar calon suster dan suster seharusnya berpisah agar
mereka lebih berkonsentrasi dalam menjalankan laku
hidup spiritual. Dengan kata lain, masih diperlukan
penambahan kamar-kamar baru. Terlepas dari adanya
85
kekurangan tersebut, sekilas keberadaan Biara jauh dari
kesan kekurangan.29
Pada tahun 2008, dan tahun 2009, Biara mengajukan
proposal kepada Kanwil Kementerian Agama yang akan
digunakan untuk keperluan pengadaan 10 unit bangku, 50
unit kursi berlengan, dan 1 unit mimbar baca, dengan
besaran permohonan seharga Rp 44.000.000. Namun,
Bidang Urusan Agama Katolik tidak bisa memenuhi
permohonan tersebut karena sesuai ketentuan, bahwa yang
telah mendapatkan bantuan sosial pada tahun sebelumnya
tidak akan mendapat lagi pada tahun berikutnya.
Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi/Delsos Keuskupan
Agung Kupang. Pada tahun 2008, mengajukan proposal
kepada Kanwil Kementerian Agama RI yang berisi
permohonan bansos untuk kegiatan pemberdayaan
ekonomi umat meliputi: (1) pendampingan dan
monitoring; (2) pelatihan manajemen kelompok usaha ber-
sama simpan pinjam; dan (3) penyertaan modal bergulir
untuk pengembangan usaha produktif. Atas pengajuan
proposal tersebut, Kanwil Kementerian Agama merespon
pemain tersebut dengan memberikan bantuan sosial
sebesar Rp 30.000.000. Dana tersebut dikirim melalui
langsung kepada rekening Komisi PSE Keuskupan Agung
Kupang. Dari laporan pertanggungjawaban dan per-
bincangan dengan pengurus Komisi PSE, dana itu
digabung dengan uang kas dan bunga bank pada tahun
berjalan sebesar Rp 511.374, ditambah biaya pelaksanaan
29Wawancara dengan Suster Mariamma Antony, DCPB, Suster Selly, DCPB,
Suster Essy, DCPB, dan Suster Marcelina, DCPB.
86
kegiatan pemberdayaan ekonomi umat sehingga berjunlah
Rp 30.511.374. Dana sebesar itu dipergunakan untuk
pendampingan kelompok masyarakat sebesar Rp 2.101.500;
pelatihan manajemen kelompok usaha bersama simpan
pinjam sebesar Rp 7.500.000; dan pinjaman modal
pengembangan usaha produktif anggota kelompok umat
basis sebesar Rp 15.500.000; dana tersebut diberikan kepada
4 orang, 3 orang diantaranya masing-masing Rp 4.000.000;
dan seorang mendapat Rp 3.000.000. Sisanya digunakan
untuk monitoring.
Berkenaan dengan tiga kegiatan yang digelar terse-
but, tampak adanya penyertaan modal bergulir untuk
pengembangan usaha produktif, yang perlu memperoleh
perhatian tersendiri. Sebab, dari uang Rp 15.500.000 yang
diberikan kepada 4 orang itu, ternyata, sudah dapat
dikembalikan kepada Komisi PSE. menjadi Rp 17.000.000,
pada saat pengembalian dipungut jasa tambahan untuk
kelompok umat sebesar 1% dan Keuskupan 1%. Dana itu
rencananya akan digulirkan kembali kepada anggota
kelompok umat basis yang lain pihak Komisi PSE tidak
sembarangan. Dalam menentukan siapa yang berhak
menerima modal bergulir. Mereka sudah membuat kriteria
yang ketat, dengan hanya memberikan kepada anggota
yang sudah mempunyai usaha dagang tetap sehingga bisa
mengembalikan dan mereka harus mengikuti pembinaan
yang dilakukan Komisi PSE.
Satu hal yang menarik untuk dicatat adalah, ternyata
anggota usaha simpan pinjam komunitas umat basis bukan
hanya dari kalangan umat Katolik, tetapi juga dari
87
kalangan umat Islam. Keterlibatan mereka dalam perhim-
punan tersebut, karena memang secara ekonomi mereka
lemah sehingga memerlukan banyak belajar dalam
pengembangan usaha dan permodalan.30
Kiprah Komisi PSE dalam pemberdayaan ekonomi
umat tidak berjalan mulus, banyak hambatan yang mereka
temui. Misalnya, masih maraknya perilaku senang berpesta
yang menghabiskan uang dalam jumlah besar. Padahal
uang itu bisa mereka tabungkan. Dalam upaya mengikis
kebiasaan berpesta, pihak Komisi PSE mengadakan kegi-
atan Aksi Puasa Pembangunan. Yakni, mereka me-
laksanakan ritual puasa setiap kali menjelang Paskah,
mereka menyimpan uang senilai yang dibutuhkan ketika
mereka tidak berpuasa. Uang itulah yang nanti akan
digunakan untuk modal usaha bersama. Hambatan lain
menurut pihak Komisi PSE adalah di lapangan masih
kurangnya pendamping kelompok basis dikarenakan
keterbatasan sumberdaya manusia.31
Gereja GMIT Ebenheizer, Tarus, Kupang. Gereja ini pada
tahun 2009 mendapat bantuan sosial dari Kanwil
Kementerian Agama RI sebesar Rp 5.000.000. Gereja ini
tidak mengajukan proposal ke kementerian karena bantuab
sosial mereka terima dari pecahan bantuan yang diberikan
kepada GMIT Syalom Yesu-Salimana, Alor Timur sebesar
Rp 75.000.000. Pada tahun 2009 gereja ini baru mengajukan
30Wawancara dengan Kanisius Kusi (Ketua Komisi PSE/Delsos Keuskupan
Agung Kupang). 31Wawancara dengan Roring Siltje Cecilia (Bendahara Komisi PSE/Delsos
Keuskupan Agung Kupang).
88
proposal kepada Kementerian Agama dan permohonan
dipenuhi pada tahun yang sama. Dana tersebut rencananya
akan digunakan untuk memperbaiki kayu pada atapnya.
Pada tahun 2007 gereja ini telah memperbaiki bangunan
gereja yang rusak akibat bencana alam dan sudah
menyelesaikan pondasi, pengecoran tiang, pemasangan
batu bata merah, dan pemasangan kusen pintu dan jendela.
Proposal tersebut direspon oleh Bidang Urusan Aga-
ma Kristen, namun tidak seluruhnya dipenuhi. Berdasar-
kan kebijakan Kepala Bidang, dana sebesar Rp 75.000.000
akan tetap dikucurkan melalui GMIT Syalom Yesu-
Salimana dan dipertanggungjawabkan secara administrasi
kepada Kanwil Kementerian Agama, namun dalam
praktiknya tidak akan dimanfaatkan seluruhnya. Gereja
Syalom Yesu-Salimana hanya sebatas menerima bantuan
sosial namun untuk distribusinya akan diberikan kepada
gereja-gereja lain dengan besaran yang bervariasi. Gereja
Syalom Yesu-Salimana selaku penerima mendapat Rp
25.000.000, sedangkan sisanya dibantukan ke gereja lain,
termasuk Gereja GMIT Ebenheizer, Tarus, Kupang sebesar
Rp 5.000.000. Bukti distribusi berdasarkan kwitansi yang
ditandatangani oleh pimpinan gereja masing-masing.
Dana Rp 5.000.000 ternyata tidak digunakan oleh
Gereja GMIT Ebenheizer, tetapi diberikan kepada Gereja
Jemaat Kaltari Osiloam, Klasisko, Kupang Tengah yang
letaknya cukup jauh dari Gereja GMIT Ebenheizer. Gereja
Jemaat Kaltari Osiloam merupakan cabang dari Gereja
GMIT Ebenheizer. Gereja cabang ini didirikan karena umat
membutuhkan rumah ibadat yang dekat. Gereja GMIT
89
Ebenheizer sebagai gereja induk letaknya terlalu jauh bagi
masyarakat yang tinggal di Kaltari. Pada saat
pembangunan Gereja Jemaat Kaltari Osiloam, sebagai
gereja induk tidak berkontribusi apapun. Gereja dapat ber-
diri sepenuhnya melalui swadaya jemaat. Digunakan untuk
apakah dana Rp 5.000.000 itu? Menurut pengakuan Ketua
Majelis, uang itu digunakan untuk sertifikasi tanah gereja.
Masjid Nurul Jadid. Pemantauan lapangan mengung-
kapkan bahwa Masjid Nurul Jadid, Merdeka Babu,
Kecamatan Kupang Timur merupakan masjid yang sudah
selesai pembangunannya. Ukuran masjid tidak terlalu
besar, tetapi cukup indah, bersih dan asri. Menurut
beberapa orang informan, bahwa masjid mendapat bantuan
sosial dari Kementerian Agama RI sebanyak 2 kali, yaitu
dari Kanwil Kementerian Agama sebesar Rp 5.000.000 dan
dari Kementerian Agama Pusat sebesar Rp 48.250.000.
Kedua bantuan sosial tersebut diterima pada tahun 2009,
dengan rentang bulan yang berbeda.
Menurut keterangan salah satu informan, dana itu
telah dihabiskan untuk pembangunan masjid sebesar Rp
250.000.000. Selain mendapat dana dari Kementerian
Agama, mereka juga mencari donatur untuk penggalian
dana. Atas dorongan dan dukungan dari Kepala Polres se-
tempat, dan sekaligus sebagai dai, rehabilitasi masjid bisa
berjalan dengan lancar.32
32Wawancara dengan Abdullah (Ketua Pembangunan) dan Harun (Bendahara
Pembangunan).
90
Yayasan Masjid Agung Baiturrahman. Bantuan sosial
untuk pemberdayaan wakaf produktif sebesar Rp
500.000.000,- diberikan kepada Yayasan Masjid Agung
Baiturrahman oleh Direktorat Pemberdayaan Wakaf Ditjen
Bimas Islam. Bantuan sosial sebesar itu, rencananya, akan
dipergunakan untuk membangun rumah toko (ruko) seba-
nyak 8 unit di atas tanah wakaf milik Yayasan Masjid
Baiturrahman. Menurut informasi, pemberian bantuan
wakaf produktif ini tidak banyak melibatkan pihak Kanwil
Kementerian Agama secara institusional. Keterlibatannya
hanya sebatas pemberian informasi oleh salah seorang
pegawai yang kebetulan menjadi jamaah masjid, bahwa
ada program bantuan sosial dari Kementerian Agama
Pusat untuk pemberdayaan wakaf produktif.
Merespon informasi tersebut, pada 2006, pihak Ya-
yasan mengajukan proposal kepada Kementerian Agama
pusat. Proposal dipenuhi akhir tahun 2007 dan dana diteri-
ma tahun 2008. Setelah bantuan cair dan pihak Yayasan
menyepakati segala ketentuan yang ditetapkan Kementeri-
an Agama Pusat, dan siap diaudit oleh akuntan publik,
mereka segera membangun ruko dimaksud. Akan tetapi,
sampai bantuan secara keseluruhan habis terpakai, ruko
yang diidam-idamkan itu belum bisa diselesaikan.
Observasi terhadap lokasi memperlihatkan bahwa ruko
yang direncanakan berlantai 2 (dua) berjumlah 8 (delapan)
unit itu baru 40% selesai, bangunan yang sudah berdiri
baru bangunan lantai 1 (satu). Bentuk bangunan baru seba-
tas tembok dipelur sebanyak 8 ruang, belum dicat dan
sama sekali belum berlantai. Dari 8 ruang yang
91
direncanakan baru 3 (tiga) ruang yang mempunyai pintu
besi. Menurut pengakuan Panitia pembangunan, bahan-
bahan bangunan yang bisa disimpan lama dan
kemungkinan harganya meningkat telah dibeli, seperti
keramik. Hanya saja belum bisa dipasang karena tidak ada
anggaran. Apabila anggaran tersedia, pasti keramik akan
cepat dipasang.
Ketika ditanyakan mengapa uang sebesar Rp
500.000.000,- tidak bisa digunakan untuk membangun ruko
sampai selesai, mereka memberikan jawabannya sebagai
berikut. Bahwa, estimasi harga yang mereka cantumkan
dalam proposal adalah ketika harga bangunan sebelum
mengalami kenaikan. Dengan membandingkan harga ruko
lain di dekat lokasi, mereka sangat yakin ruko bisa berdiri
dengan dana sebesar itu. Akan tetapi, ketika bantuan cair
di tahun 2007, estimasi harga tahun 2006 dipastikan gagal
total, disebabkan harga-harga barang bangunan sudah
melonjak naik.
Ketika ditanyakan, apakah dengan kenaikan harga
itu tidak ada upaya dari pihak Panitia untuk menego-
siasikan ulang kualitas dan kuantitas bangunan yang akan
dibangun, misalnya dari 8 unit menjadi 5 (lima) unit,
mereka menjelaskan sebagai berikut. Bahwa, mereka telah
berupaya melakukan negosiasi ke pihak Kementerian
Agama Pusat melalui pegawai yang datang meninjau
lokasi, bersikeras agar kualitas dan kuantitas bangunan
tidak dikurangi sebagaimana usulan proposal. Atas dasar
itu, mereka melakukan pembangunan. Mereka sebetulnya
92
sudah berusaha mengurangi ukuran ruangan tetapi
hasilnya tidak begitu banyak membantu.
Informasi berbeda diperoleh dari pihak lain bahwa
pegawai Kementerian Agama pusat yang melakukan
peninjauan sudah memberikan masukkan agar bangunan
tidak perlu semuanya diselesaikan, tetapi cukup beberapa
unit saja yang penting selesai 100% sehingga siap
dipergunakan. Akan tetapi, pihak Panitia bersikeras akan
membangun sebanyak 8 unit. Ada upaya untuk
mengonfirmasikan informasi ini kepada pihak pusat tetapi
subyek yang dimaksud tidak bisa dihubungi. Sebab, dirasa
cukup riskan pula maka informasi ini hingga penelitian
selesai tidak dilakukan check dan recheck lebih lanjut.
Observasi menunjukan bahwa penyelesaian
bangunan ruko masih terus dilakukan kendati prosesnya
berjalan lambat. Pada saat observasi, ada sebuah ruangan
yang sedang dikerjakan oleh 2 orang pekerja. Katanya, ada
pihak yang berminat menyewa ruangan tersebut untuk
pengembangan usaha dagang tetapi informasi tersebut
masih diragukan kebenarannya, sebab ruangan yang
dimaksud masih jauh dari harapan karena penyelesaian
ruangan itu masih memerlukan waktu yang cukup lama.33
Berapa dana yang sudah dikeluarkan selama ini? Me-
nurut surat laporan mereka yang ditujukan kepada
Direktur Pemberdayaan Wakaf per tanggal 31 Desember
2009, tercantum sebesar Rp 649.680.150,-. Dana tersebut
33Wawancara dengan Mandarlangi Pua Upa (Ketua) dan Samsuddin Amir
(Sekretaris) Nazhir Wakaf Yayasan Masjid Agung Baiturrahman Perumnas Kupang.
93
terdiri atas bantuan Kementerian Agama Pusat sebesar Rp
500.000.000,- dan Rp 149.680.150,- dari pinjaman kas
Yayasan Masjid Agung Baiturrahman. Panitia selalu
melaporkan perkembangan pembangunan ruko kepada
Kementerian Agama pusat dengan harapan akan mendapat
bantuan kembali sebesar Rp 500.000.000,- s.d. Rp
600.000.000,- untuk menyelesaikan pembangunan ruko
tersebut. Apa yang dilakukan Panitia, terlepas harapan
mendapat bantuan kembali, kiranya patut dihargai karena
berarti memudahkan pihak pusat memantau bantuan yang
telah diberikannya. Selain itu, mereka juga masih ragu ten-
tang status bantuan yang diberikan kepada mereka itu,
apakah hibah atau pinjaman yang harus dikembalikan
setelah ruko mereka menghasilkan laba.34
Ketika ditanyakan untuk apa sesungguhnya ruko-
ruko itu dibangun, Panitia menjelaskan bahwa mereka
bercita-cita menjadikan ruko-ruko tersebut sebagai tempat
pusat penjualan perlengkapan busana muslim, kematian
dan penyewaan peralatan perayaan, sebagaimana yang
mereka lihat di komplek makam dan masjid Sunan Ampel,
Surabaya. Cita-cita tersebut cukup bagus tetapi tampaknya
tidak memper-timbangkan faktor budaya. Observasi
memperlihatkan bahwa sulit membandingkan antara lokasi
ruko dengan komplek makam dan masjid Sunan Ampel.
Lokasi ini merupakan tempat yang bersejarah di mana
sejak lama menjadi pusat ziarah umat Islam. Jumlah
peziarah tiap hari bisa ratusan dan pada hari-hari tertentu
34Wawancara dengan Mandarlangi Pua Upa (Ketua) dan Samsuddin Amir
(Sekretaris) Nazhir Wakaf Yayasan Masjid Agung Baiturrahman Perumnas Kupang.
94
bisa ribuan orang, atau bahkan mungkin mencapai jutaan
orang. Peziarah ditengarai datang dari berbagai penjuru
tanah air. Sebagai pusat kehadiran orang, maka sentra-sen-
tra ekonomi rakyat pun tumbuh dan berkembang dengan
sendirinya.
Sedangkan, lokasi wakaf produktif---terlepas lokasi-
nya yang memang tergolong bukan di pinggir jalan raya---
tidak mempunyai nilai sejarah apapun yang membuat ma-
syarakat muslim tertarik untuk mengunjungi tempat terse-
but. Lokasi yang terletak di pinggiran Perumnas Nofonaek
tersebut, hanya ada sebuah masjid yang didirikan oleh Ya-
yasan Muslim Pancasila, yang diberi nama Masjid Agung
Baiturrahman. Jamaah masjid tersebut sebagian besar dari
penghuni komplek Perumnas yang beragama Islam, yang
secara kebetulan juga bukan penghuni mayoritas. Keterli-
batan mereka dalam aktivitas masjid pun tampaknya tidak
terlalu intens.
Hal tersebut setidaknya dapat disimpulkan dari tidak
tumbuhnya gairah berwakaf di kalangan umat Islam
sekitar masjid. Dari informasi yang diperoleh, Panitia tidak
terlalu intens mengajak masyarakat untuk gemar berwakaf,
dengan menjadikan bantuan sosial dari Kementerian
Agama pusat sebesar Rp 500.000.000,- tersebut sebagai
momentumnya. Ada kemungkinan, suasana persaingan
antarumat beragama di tempat tersebut tidak terlalu kuat.
Umat Islam masih menenggang rasa untuk tidak lebih
menonjol dibandingkan umat beragama lain, karena
dikhawatirkan akan terjadi gesekan yang mengganggu
kerukunan umat beragama.
95
Masjid Al-Akbar Camplong. Masjid ini terletak di
pinggir jalan yang ramai, di lingkungan mayoritas umat
Kristen. Kondisi masjid masih sangat jauh dari sempurna.
Kendati bisa untuk dijadikan tempat beribadat, tetapi
sekeliling tempat ibadat ini masih dipasang peralatan
bangunan. Tempat berwudhu dan kamar mandi masih
dalam keadaan darurat. Mereka yang ingin beribadat di
masjid tersebut harus sudah dalam keadaan suci sejak dari
rumah. Melihat kondisi fisik bangunan, tampaknya masih
memerlukan waktu lama dan dana cukup besar untuk
menyelesaikan pembangunan masjid.
Masjid Nabawi, Desa Reknamo, terletak di daerah
terpencil. Masjid ini jauh dari jalan raya. Umat Islam yang
tinggal di dekat masjid tersebut hanya berjumlah 4 KK.
Masjid cukup besar dan permanen kendati tampak belum
sempurna. Tempat untuk wudhu belum tersedia. Namun
demikian, tempat untuk melakukan ibadat sudah cukup
memadai. Masjid terletak di dekat lingkungan masyarakat
Kristen, baik penduduk asli Kabupaten Kupang atau bekas
pengungsi Timor Timur yang beragama Katolik. Karena
kondisi bangunan yang besar dan permanen, ternyata me-
nimbulkan kecemburuan di kalangan nonmuslim. Mereka
tidak bisa terima masjid sebesar itu hanya dimanfaatkan
oleh umat Islam yang sangat sedikit jumlahnya. Namun,
setelah melalui musyawarah yang cukup intens keinginan
tersebut tidak diteruskan dan masalah berakhir dengan
damai.
Keberadaan masjid ini belum memberikan manfaat
sosial apapun kepada masyarakat muslim karena
96
tempatnya yang sangat jauh dari keramaian, kecuali jika
tempat itu sudah menjadi konsentrasi penduduk beragama
Islam. Masjid ini menerima bantuan langsung dari Menteri
Agama RI. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa
sebenarnya bukan Masjid Nabawi yang akan menerima
bantuan sosial tetapi Masjid Al-Jihad yang terletak di tem-
pat lain. Namun, konon atas petunjuk Menteri Agama, alo-
kasi bantuan sosial itu dialihkan kepada Masjid Nabawi.35
Berdasarkan elaborasi di atas diperlukan sebuah ana-
lisis dengan menggunakan standar pertanyaan sebagai ber-
ikut, di antaranya: apakah implementasi program bansos
dilaksanakan sesuai dengan petunjuk; apakah fasilitas dan
sumberdaya digunakan dalam program secara optimal dan
bagaimana derajat manfaat atau keuntungan yang ditetap-
kan dalam program; apakah manfaat nyata dari program
dapat dinikmati oleh sekelompok sasaran; apakah program
menghasilkan outcomes yang diharapkan atau tidak; dan
lain-lain.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan guna men-
jawab terpenuhinya empat fungsi yang hendak dicapai me-
lalui penelitian ini, yaitu: (1) Eksplanasi. Melalui evaluasi
dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat
dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan
antarberbagai dimensi realitas yang diamatinya; (2) Ke-
patuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan
yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun
pelaku lain sesuai dengan standar dan prosedur yang
35Informasi dari Mukhtar Ilyas, mantan Direktur Urusan Agama Islam.
97
ditetapkan; (3) Auditing. Melalui evaluasi dapat diketahui
apakah output benar-benar sampai ke tangan kelompok
sasaran maupun penerima lain (individu, keluarga, dan
organisasi); (4) Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui
apakah akibat sosial-keagamaan dari kebijakan program
bansos tersebut.
Implementasi program bantuan sosial Kementerian
Agama yang didasarkan kepada suatu ketentuan yang
telah dibuat sebelumnya merupakan satu langkah bagus
untuk menghindari sekecil mungkin penyimpangan, baik
yang dilakukan oleh pihak birokrasi maupun masyarakat.
menghindari sedini mungkin penyimpangan terhadap
adanya ketentuan tersebut merupakan salah satu ciri khas
implementasi kebijakan yang menggunakan strategi top-
down. Ciri khas lainnya adalah adanya konsistensi
implementor dan target group dengan keputusan yang
dibuat, diketahuinya faktor-faktor yang potensial mempe-
ngaruhi upaya pencapaian sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan, dan bagaimana kebijakan dapat diperbarui
berdasarkan pengalaman pelaksanaannya.
Dari beberapa implementasi bantuan sosial di atas
ada beberapa catatan yang mungkin bisa direnungkan
berdasarkan analisis Hogwood dan Gunn (1993) yang
menemukan bahwa ada 9 sebab mengapa tidak pernah
tercapainya pelaksanaan suatu kebijakan secara sempurna,
di antaranya:
Pertama, tidak ada dukungan lingkungan eksternal
yang dibutuhkan pelaksana untuk mengatasi kendala di
lapangan, misalnya dalam kasus pemberdayaan wakaf
98
produktif. Dalam kasus ini, jamaah sekitar lokasi
pembuatan ruko tampaknya tidak terlalu peduli dengan
keberadaan ruko. Stimulus Rp 500.000.000 ternyata tidak
membangkitkan semangat berwakaf jamaah masjid dan
umat Islam sekitarnya. Program pemberdayaan wakaf
produktif pada akhirnya hanya menjadi kegiatan pribadi
para nazhir.
Kedua, tidak tersedianya waktu dan sumber dukung-
an yang memadai untuk melakukan usaha mencapai sasar-
an yang ditetapkan, misalnya upaya pemberdayaan ekono-
mi umat oleh Delsos Keuskupan Agung Kupang. Kegiatan
seperti ini mestinya dilakukan secara rutin setiap tahun
untuk beberapa kali kegiatan, karena hal tersebut dapat
mempercepat proses pengentasan kemiskinan. Kasus ini
juga merupakan contoh kasus yang baik untuk sebab
Ketiga, yaitu tidak memadainya sumberdaya manusia
dan sumberdaya alam yang sifatnya saling mendukung.
Kondisi alam yang gersang membuat pilihan untuk usaha
masyarakat pun menjadi sangat terbatas.
Keempat, sasaran yang hendak dicapai tidak disusun
dalam satu rangkaian tindakan yang sistematis dan
terencana, misalnya dalam kasus pemberdayaan wakaf
produktif dan kasus Masjid Nabawi. Pada kasus wakaf
produktif, tampaknya tidak dipikirkan upaya untuk
melakukan tindakan prioritas pembangunan pasca naiknya
harga-harga barang bangunan atau kemungkinan
dukungan masyarakat terhadap kelangsungan pembangu-
nan. Sedangkan untuk kasus Masjid Nabawi, faktor
sosiologis ternyata berpengaruh terhadap nilai manfaat
99
bantuan sosial yang diberikan. Apabila bantuan sosial
terhadap masjid ini direkomendasikan oleh Menteri
Agama, maka mestinya Menteri Agama bisa diyakinkan
tentang kemungkinan ketidak efektifan bantuan sosial
tersebut, selain juga bertentangan dengan Peraturan Bersa-
ma Menteri Agama No. 9 dan 8 Tahun 2006, karena tidak
memenuhi unsur kebutuhan nyata sungguh-sungguh dan
batas minimal pengguna serta pendukung.
Dampak positif yang diharapkan dari pemberian
bantuan sosial tidak terwujud ketika implementor tidak
membuat keputusan sehingga dapat mengurangi manfaat
dana bantuan sosial, misalnya dalam kasus pemberian
bantuan terhadap GMIT Yesu-Salimana yang hanya
mendapat Rp 25.000.000 dari usulan Rp 75.000.000.
100
101
Berdasarkan elaborasi di atas, maka dapat disarikan
beberapa kesimpulan berikut.
1. Dalam penyelenggaraan bantuan sosial, Kementerian
Agama Pusat dan Kanwil Kementerian Agama telah
menetapkan prosedur operasi yang standar (Standard
Operating Procedures atau SOP) dalam wujud pedoman
atau petunjuk pelaksanaan yang telah dibuat sebelum-
nya. Pedoman atau petunjuk pelaksanaan itu secara
garis besar berisi hak dan kewajiban penerima bantuan
sosial. Pembuatan ketentuan ini dalam rangka
menghindari sedini tingkat penyimpangan, baik yang
dilakukan oleh birokrat maupun masyarakat. Dalam
rangka memenuhi asas transparansi, efek, dan
akuntabilitas publik, Kanwil Kementerian Agama RI
telah mengomunikasikan program bantuan itu kepada
masyarakat dengan cara mengirim surat pemberitahuan
kepada Kanwil Kementerian Agama RI daerah tentang
adanya bantuan sosial, bagaimana mempertanggung-
jawabkannya, dan pemanfaatannya. Dalam kasus di
NTT, ketidakadaan SOP dan pemberitahuan kepada
masyarakat terkait program hanya dilakukan oleh
Penutup 4
102
Bidang Urusan Agama Islam, dengan alasan telah rutin
dilakukan dan diketahui masyarakat.
2. Implementasi bantuan sosial oleh Kanwil Kementerian
Agama RI, mulai tahap pengusulan proposal dan pene-
tapan implementor yang akan penerima bantuan sosial
tetap memperhatikan skala prioritas, kebutuhan, ling-
kungan, dan budaya masyarakat. Hal tersebut tepat
untuk menghindari menurunnya nilai pemanfaatan
dana bantuan sosial yang diakibatkan faktor lingkungan
dan budaya, sebagaimana yang dilakukan Kementerian
Agama RI pusat dalam kasus pemberdayaan wakaf
produktif dan Masjid Nabawi. Implementasi bantuan
sosial juga mempertimbangkan asas pemerataan,
kendati dalam praktiknya tidak selalu konsisten. Ada
beberapa target yang mendapatkan bantuan sosial
kemungkinan menerima lebih dari satu kali untuk
tujuan yang sama atau kegiatan yang berbeda tetapi
untuk kurun waktu yang sama. Hal tersebut bisa terjadi
karena lemahnya perencanaan atau pengawasan (mo-
nitoring), misalnya pengawasan tidak banyak dilakukan
oleh Kementerian Agama Pusat dan Kanwil
Kementerian Agama.
3. Dampak sosial keagamaan yang diharapkan belum
begitu tampak, kecuali terjadi di Masjid Nurul Jadid,
yaitu dapat menggairahkan jamaah masjid untuk
menyumbang pembangunan masjid, dan Delsos
Keuskupan Agung Kupang, yaitu mampu melipatkan
modal bergulir sehingga dapat diberikan kembali
kepada anggota yang lain. Keberhasilan kedua tempat
103
mengoptimalkan bantuan sosial tersebut lebih pada
faktor disposisi implementor di mana mereka bekerja
atas dasar kejujuran, kebersamaan, dan keinginan keras
untuk melakukan perubahan. Faktor lingkungan ternya-
ta memberikan andil cukup besar bagi keberhasilan dan
kegagalan program bantuan sosial, sebagaimana dalam
kasus wakaf produktif.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka beberapa
rekomendasi yang dapat disampaikan adalah:
1. Mengetatkan persyaratan dan pengawasan pemberian
bantuan sosial untuk bantuan yang jumlah nominalnya
besar.
2. Memberikan pendampingan terhadap bansos yang
bersifat pemberdayaan masyarakat.
3. Mempertimbangkan faktor kondisi keagamaan dan bu-
daya masyarakat dalam pemberian bantuan sosial untuk
meminimalisir dampak negatif.
4. Meningkatkan koordinasi antara Kementerian Agama RI
Pusat dan Kanwil Kementerian Agama Propinsi/
Kabupaten/Kota dan daerah.
5. Meningkatkan transparansi pemberian dan pengelolaan
bantuan sosial, baik pemerintah maupun masyarakat.
104
Daftar Pustaka
Abidin, Said Zainal. Kebijakan Publik (Jakarta: Suara Bebas,
2006).
Denzin, Norman K. & Lincoln, Yvonna S. Handbook of Quali-
tative Research (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
Ekowati, Mas Roro Lilik. Perencanaan, Implementasi dan
Evaluasi Kebijakan atau Program: Suatu Kajian Teoritis
dan Praktis (Surakarta: Pustaka Cakra, 2009).
Indiahono, Dwiyanto. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic
Policy Analysis (Yogyakarta: Gava Media, 2009).
Kompilasi DIPA Satuan Organisasi/Kerja Departemen Agama
Tahun 2008, Inspektur Wilayah I (Jakarta: Inspektorat
Jenderal, 2009).
Nugroho, Riant. Public Policy (Jakarta: Elex Media Kompu-
tindo, 2008).
Kementerian Agama RI, Peraturan Bersama Menteri Agama
dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan No-
mor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan
Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Keru-
kunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat
(Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2006).
Subarsono, A.G. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan
Praktik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
105
Suharto, Edi. Analisis Kebijakan Publik (Bandung: Alvabeta,
2005).
Rencana Strategis Kementerian Agama RI 2010-2014 (Jakarta:
Kementerian Agama RI, 2010).
106
107
Muchtar Ilyas & Zaenal Abidin
Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas
Keagamaan di Jawa Timur
108
109
Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur
Pada tahun 2008 Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Jawa Timur memberi bantuan langsung kepada
FKUB Provinsi Jawa Timur sebesar Rp. 30.000.000,- dan 14
FKUB kabupaten/kota masing-masing sebesar Rp.
25.000.000,-. Ditahun 2009 besarnya bantuan sama, antara
FKUB provinsi dengan 13 FKUB kabupaten/kota. Program
bantuan diperuntukan operasionalisasi kegiatan FKUB.
Mengingat terbatas bantuan maka FKUB kabupaten/kota
dilakukan secara bergilir. Provinsi Jawa Timur mempunyai
36 kabupaten/kota, maka setiap FKUB baru menerima
akan bantuan operasional 3 tahun sekali. Bantuan
operasional menurut salah seorang informan lebih baik jika
diberikan secara merata ke seluruh FKUB kabupaten/kota,
sehingga dapat membantu kelancaran kegiatan
operasionalnya.
Pada tahun 2009 Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Jawa Timur, melalui Pembimas Kristen
memberikan bantuan kepada Lembaga Pengembangan
Implementasi
Kebijakan Pemberian Bantuan Sosial
1
110
Pesparawi Daerah (LPPD) Jawa Timur sebesar Rp.
50.000.000,- Bantuan tersebut dipergunakan untuk
mencetak Buku Panduan Pesta Paduan Suara Gerejawi
(Pesparawi). Tahun 2008 Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Jatim memberi bantuan kepada Lembaga
Keagamaan Buddha kabupaten/kota berupa sarana
keagamaan, buku pelajaran agama masing-masing sebesar
Rp. 5.000.000,-. Diberikan kepada 6 vihara.
Pengelolaan dan Pemanfaatan Bantuan
Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi bantuan
rumah Ibadat dan ormas keagamaan di Jawa Timur,
penelitian tiga rumah ibadat yaitu satu gereja, satu masjid
dan satu musholla, serta tiga ormas keagamaan.
Gereja Kristen Al Kitab Indonesia (GKAI)
Gereja Kristen Al Kitab Indonesia (GKAI) beralamat
di RW. 04 Kel. Pakis Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya.
Gereja ini mempunyai Jamaat sebanyak 15 Kepala Keluarga
(KK), 31 orang, dalam menggunakan bangunan milik
Yayasan Berita Hidup (sekolah TK dan SD Kristen)
melaksanakan ibadah. Kebaktian dilakukan terlebih dahulu
dalam ruang kelas, dengan cara memindahkan peralatan
sekolah.
Pada tahun 2008 mendapat bantuan dana dari
Ditjen Bimas Kristen sebesar Rp. 20.000.000,-. Pada waktu
bantuan sudah diterima Pdt. Sadrach Kadisan memberi-
tahukan kepada seluruh jamaah bahwa gereja yang
dipimpin mendapat bantuan dan akan digunakan untuk (1)
111
pemasangan atap dari asbes, plafon dan perbaikan lantai
yang keramiknya rusak seluas 8x8m2, yang merupakan
sebagian dari gedung; (2) pengadaan tape recorder untuk
sekolah minggu, (3) pengadaan mimbar gereja, (4)
pengadaan keyboard, dan over head projector (OHP). Seluruh
bukti penggunaan uang sudah dikumpulkan, namun
sebelum dikirimkan ke Ditjen Bimas Kristen penerima
bantuan Pdt. Sadrach Kadisan meningal dunia, sehingga
pertanggungjawaban keuangan tidak dikirimkan ke
Kementerian Agama.
Musholla Al Fatah, Desa Pulo Gedang, Kecamatan Tembelang,
Jombang
Musholla Al Fatah mulai dibangun sejak awal tahun
2008 diatas tanah wakaf milik perserikatan Muhamma-
diyah Jombang. Luas tanah + 400m2 bangunan 150m2.
Kegiatan Mushola Al Fatah adalah melaksanakan jamaah
sholat 5 waktu; setiap dua minggu sekali menyeleng-
garakan pengajian magrib sampai isya’; setiap Jum’at Legi
setelah sholat Isya’ diadakan ceramah agama dengan
penceramah dari luar daerah; setiap malam bulan
ramadhan diselenggarakan sholat tarawih dan ba’da magrib
sampai isya’ belajar membaca Al Qur’an kelompok ibu-ibu.
Panitia Pembangunan Musholla Al Fatah Desa Pulo
Gedang, Kecamatan Tembelang, Jombang tahun 2008
mengajukan proposal permohonan bantuan sosial ke
Kementerian Agama Pusat di Jakarta namun kebijakan
tidak berhasil memperoleh bantuan. Tahun 2009 panitia
kembali mengajukan proposal melalui warga Jombang
yang bekerja di Kementerian Agama Pusat dan berhasil
112
mendapat bantuan sebesar Rp. 48.000.000,-. Pencairan uang
dilakukan bulan September 2009 melalui rekening Bank
BRI atas nama Masjid Al Fatah, namun setelah bantuan
diterima panitia diminta untuk mengirim uang sebesar
Rp.18.000.000,- kepada orang yang membantu atas
berhasilnya menerima bantuan. Dia beralasan bahwa uang
tersebut akan digunakan untuk membantu musholla lain
yang berada di Jombang. Dana bantuan sebesar Rp.
30.000.000,- itu selanjutnya dipergunakan untuk
pemasangan keramik, mengecat tembok, plester dan
sebagian digunakan untuk memperindah pintu dan
jendela. Menurut panitia pembangunan Musholla Al Fatah.
Bantuan sosial yang diterima, setelah dimanfaatkan untuk
menyempurnakan bangunan ternyata tidak mencukupi
karena bantuan sosial yang diberikan kepada Musholla Al
Fatah, mengatas namakan Masjid Al falah maka bantuan
sebesar Rp. 48.250.000,-, yang seharusnya hanya mendapat
bantuan rehabilitasi sebesar Rp. 19.296.000,-. Sehingga
harus dirubah menggunakan kata masjid menjadi
musholla, sehingga dengan itu menjamin terlaksananya
peraturan dan pertanggungjawaban bantuan ternyata
masih sangat lemah.
Masjid Al Hasan, Dusun Kunto, Kecamatan Tembelang,
Jombang
Masjid Al Hasan dibangun di atas tanah 800 m2 luas
bangunan sekitar 400m2. Pada dasarnya masjid terbuka
bagi masyarakat Islam yang ingin menggunakannya.
Namun, pada kebanyakan masjid bisa dilihat dari basis
pendukungnya yang mempunyai orientasi faham
113
keagamaan tertentu, seperti Nahdlatul Ulama (NU)
khususnya di wilayah di Jombang.
Masjid berbasis masyarakat NU umumnya
menampilkan ciri tradisional terutama dalam arsitekturnya
(Barliana, 2004), yang memiliki beberapa ciri sebagai
berikut:
1. Bentuk dasar denah “tradisional Jawa” persegi empat
(dalam arti fisik maupun simbolik);
2. Sinkretisme36 dan eklektisisme37 dalam penataan ruang,
bentuk, dan fungsi;
3. Adanya orientasi kosmologis dan mistis;
4. Komposisi dan konfigurasi simbolik;
5. Penggunaan material tidak diterapkan mengikuti kaidah
teknologik38; gaya/langgam arsitektur masjid mengikuti
langgam tradisional seperti bentuk atap tajug atau
pemakaian kubah berlanggam Timur Tengah/Pan
Arabian berdasar persepsi umat Islam tentang “ciri”
arsitektur masjid, dan lain-lain.
6. Dari segi transformasi bentuk, tampak bahwa perubahan
bentuk masjid bersifat inkremental;
36Sinkretisme merupakan upaya untuk penyesuaian pertentangan perbedaan
kepercayaan, umumnya dalam praktek berbagai aliran berpikir. Istilah ini bisa mengacu kepada upaya untuk bergabung dan melakukan sebuah analogi atas beberapa ciri-ciri tradisi, terutama dalam teologi dan mitologi agama, dan dengan demikian menegaskan sebuah kesatuan pendekatan yang melandasi memungkinkan untuk berlaku inklusif pada agama lain.
37Eklektisisme bisa diartikan sebagai upaya seseorang untuk membentuk suatu perpaduan dari berbagai unsur agama atau mazhab tertentu.
38Penggunaan material untuk konstruksi beton bertulang misalnya, tidak berdasarkan perhitungan rasional, tetapi berdasarkan intuisi dan pengalaman tukang; tak ada standarisasi, dll.
114
7. Bentuk masjid tumbuh dan berkembang tanpa skenario
dengan tempelan ruang dan bentuk yang tidak selalu
menyatu dengan bentuk asal; dan lain-lain.
Pada dasarnya karakteristik Masjid Al Hasan tidak
jauh berbeda dengan karakteristik masjid-masjid NU
lainnya di Indonesia. Bangunan permanen berbentuk
persegi empat “tradisional Jawa” dengan posisi
menyesuaikan diri dengan arah kiblat. Bangunan masjid
terdiri dari dua bagian, yaitu bagian dalam masjid dan
bagian teras, ditambah halaman yang relatif luas. Atap
masjid berbentuk limas segi empat terdiri dari dua tingkat,
sebagai perwakilan bentuk atap rumah dalam budaya
Jawa. Pada bagian atap tengah mengerucut ke atas, dihiasi
dengan kubah untuk menegaskan bahwa status bangunan
tersebut sebagai sebuah masjid. Bangunan masjid
dilengkapi sebuah menara, dengan kubah berlanggam
Timur Tengah/Pan Arabian menyerupai bawang di
atasnya, sebagai tempat pengeras suara. Bentuk bangunan
sejauh ini menegaskan adanya sinkretisme antara
kebudayaan Timur Tengah dengan budaya Jawa.
Ciri khas tradisional Jombang sebagai basis kaum
Nahdhliyin sangat mewarnai karakteristik Masjid Al
Hasan, yaitu keberadaan kolam untuk mencuci kaki
sebelum memasuki bagian teras, serta sebuah bedug besar
yang dipukul dengan irama tertentu sebelum azan
berkumandang. Kolam untuk mencuci kaki diperlukan
mengingat sebagian besar masyarakat adalah petani yang
sehari-hari bergelut dengan lumpur persawahan. Para
petani dapat langsung ke masjid setelah mendengar suara
115
bedug berkumandang, dan membersihkan kakinya
sebelum masuk ke dalam masjid.
Ciri khas yang sama tampak pada Masjid Jami’
Baitul Mukminin yang biasa disebut Masjid Agung
Kabupaten Jombang. Ini berlokasi di sebelah barat alun-
alun kota Jombang. Bentuk tersebut kemungkinan besar
sengaja diadopsi oleh Masjid Al Hasan, yang berada
kurang lebih tiga kilometer dari pusat kota Jombang.
Rencana awal mula pembangunan Masjid Al Hasan
hanya untuk merehab bangunan masjid, namun setelah
dibentuk panitia mereka membuat rencana untuk
memperluas bangunan masjid dan membuat menara.
Perubahan bentuk bangunan masjid itu terus berjalan tanpa
perencanaan yang pasti, hal ini menyebabkan ruang dan
bentuk masjid menjadi berbeda dengan bentuk asalnya.
Sejarah awal terbentuknya kepengurusan masjid Al Hasan,
sudah dibentuk kepanitiaan pembangunan terdiri dari
Ketua, Sekretaris, Bendahara dan bagian teknis yang
bertanggung jawab secara langsung proses pelaksanaan
pembangunan. Kepanitiaan ini mengelola seluruh dana
pembangunan masjid.
Bantuan sosial diterima panitia pembangunan dari
Kementerian Agama sebesar Rp 50.000.000,- Hal yang unik
dalam penerimaan dana bantuan ini adalah penggunaan-
nya tidak bedannya untuk pembangunan satu masjid,
tetapi dibagi menjadi empat untuk membangun masjid
pada empat desa, yaitu:
116
1. Masjid Al Hasan, Desa Kunto memperoleh bantuan
sosial sebesar Rp 20.000.000,- dana bantuan
dipergunakan untuk memperbaiki lantai bagian dalam
masjid yang menggunakan keramik berbahan granit,
perbaikan enternit dan untuk membuat mimbar.
Gambar 1:
Masjid Al Hasan dalam proses pengembangan
2. Desa Pesantren memperoleh bantuan sebesar Rp
10.000.000,- dipergunakan untuk membangun kembali
sebuah masjid.
3. Desa Tembelang memperoleh sebesar Rp 10.000.000,-
dimanfaatkan untuk merenovasi masjid.
4. Desa Tampingan memperoleh sebesar Rp 10.000.000,-
dipergunakan untuk merenovasi masjid.
117
Pembagian dana bantuan sosial semacam itu
berdasarkan atas hasil musyawarah masyarakat setempat,
karena desa yang berdekatan itu masing-masing
membutuhkan dana untuk membangun masjid di
daerahnya. Hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi
kecemburuan antardesa, walaupun begitu jika hal tersebut
dihubungkan dengan pertanggunjawaban keuangan satuan
kerja pemberi bantuan sebenarnya tidak bisa diterima.
Langkah yang ditempuh pengurus Masjid Al Hasan
dengan membagikan bantuan Kementerian Agama RI
terhadap tiga desa lainnya, ternyata membawa berkah
yaitu memperoleh tambahan dana dari masyarakat dengan
menyumbang langsung melalui panitia pembangunan
masjid. Dana dari sumbangan masyarakat yang terkumpul
mencapai Rp 80.000.000,- lebih. Pengumpulan dana
dilakukan melalui berbagai cara adakalanya menyumbang
datang sendiri menyerahkan uang ke bendahara,
khususnya melalui infak, sedekah menjelang hari raya Idul
Fitrih, dan pelaksanaan sholat Jumat.
Pengelolaan dan pemanfaatan dana secara rutin
dilaporkan kepada masyarakat menjelang sholat Jumat.
Meskipun masih menggunakan sistem pencatatan sesuai
prinsip akuntansi dan terkesan masih tradisional, namun
rincian penggunaan, bukti-bukti penerimaan dan penge-
luaran dicatat, dan tersimpan secara baik. Pengawasan
pemanfaatan dana dilakukan secara internal oleh
bendahara. Masyarakat ikut melakukan pengawasan.
Pembangunan Masjid Al Hasan tidak memiliki donatur
besar (bos), ada hanyalah beberapa orang donatur tetap
118
yang sumbangannya bervariasi. Pemanfaatan dana bantuan
Masjid Al Hasan dipisahkan dari operasional harian
masjid.
Gambar 2 Buku Rincian Pengeluaran dan Bukti-bukti transaksi
Seluruh pekerjaaan pembangunan Masjid Al Hasan
dilakukan oleh masyarakat secara bersama-sama
dikoordinir oleh Subadi selaku bendahara panitia
pembangunan masjid. Pemanfaatan dana umumnya masih
sesuai perencanaan sebelumnya walaupun ditemukan ada
beberapa penyesuaian.
Pengurus Anak Cabang Nahdlatul Ulama (PAC NU) Tembelang
Jombang
Bantuan sosial Kementerian Agama RI pada tahun
2008 terhadap Pengurus Anak Cabang Nahdlatul Ulama
Jombang memperoleh sebesar Rp. 60.000.000.,- untuk
menyelenggarakan Pelatihan Hisab dan Rukyat bekerja-
sama Pondok Pesantren (Ponpes) Bahrul Ulum Tambak-
beras, Jombang. Berdirinya ormas Nadhlatul Ulama
119
diprakarsai oleh KH. Hasyim ‘Asy’ary, yang menjadi cikal
bakal berdirinya 6 pondok pesantren besar, yaitu Pondok
Pesantren (Ponpes) Darul ‘Ulum Rejoso, Ponpes Maba’ul
Ma’arif Denanyar, Ponpes Bahrul ‘Ulum Tambakberas, dan
Pondok Pesantren Tebu Ireng Cukir. Keempat pondok
pesantren tersebut merupakan basis dari kaum Nahdhliyin.
Selain Ormas NU, Jombang juga merupakan basis Lembaga
Dakwah Islam Indonesia (LDII).seperti, Ponpes Maj’mal
Bahrain Ploso merupakan pondok pesantren Sidiqiyah dan
Ponpes Pesantren Gading Mangu Perak.
Untuk mengelolah dana bantuan PAC NU
membentuk kepanitiaan, yang terdiri dari: Ketua,
Bendahara, Sekretaris dan seksi-seksi. Kegiatan Pelatihan
Hisab dan Rukyat merupakan bagian dari program kerja
PAC NU Tembelang. Bantuan yang diterima sebesar Rp
60.000.000,- sesuai kuitansi tanda terima. Bantuan tersebut
lebih besar dari proposal yang diajukan sebesar Rp
50.000.000,-. Dana bantuan dimanfaatkan untuk melaksana-
kan pelatihan selama 4 hari, 1 hari di Tanjungkodok,
Lamongan. Peserta pelatihan berjumlah 55 orang, namun
hanya dilaksanakan 25 orang (5 orang Muhammadiyah dan
20 orang ormas NU). Setiap tiga bulan NU Jombang
melakukan kajian hisab rukyat, tempat penyelenggaraan
dan pemberi materi dilaukan secara bergantian.
Lembaga Pembinaan Keagamaan Buddha (LPKB) Jawa Timur
Lembaga Pembinaan Keagamaan Buddha (LPKB)
Jawa Timur berdiri sejak Oktober 2008 dibentuk berdasar-
kan Akta Notaris dan terdaftar di Kementerian Hukum dan
HAM. Susunan diketuai oleh seorang Guru Agama Buddha
120
pada sekolah swasta didampingi oleh pegawai Pembimas
Buddha Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur
selama 2 tahun. Aktivitas LPKB Jatim menggunakan dana
bantuan murni (100%) dari Ditjen Bimas Buddha. Bantuan
diberikan Kementerian Agama bukan sebagai stimulus,
namun berupa bantuan utuh digunakan untuk melaksana-
kan beberapa kegiatan Lembaga Pembinaan Keagamaan
Buddha (LPKB).
Bantuan Ditjen Bimas Buddha kepada LPKB tahun
2008 sebesar Rp. 110.000.000,- digunakan untuk melakukan
empat kegiatan, yaitu: sosialisasi PBM, pembinaan guru
sekolah minggu, pembinaan tokoh rohaniawan, pembinaan
pengurus rumah ibadat, pengadaan ATK dan pengadaan
laptop. Pada tahun 2009 bantuan yang diterima LPKB
sebesar Rp. 125.000.000,- digunakan untuk melaksanakan 4
kegiatan yaitu: orientasi 40 guru sekolah minggu Buddhis
selama 3 hari, orientasi 40 orang pengelola sekolah minggu
selama 1 hari, pengadaan ATK, dan pengadaan monitor
komputer, serta pengadaan peralatan yang dibeli dari dana
bantuan berupa laptop dan monitor komputer digunakan
untuk keperluan unit kerja Pembimas Buddha Kanwil
Kementerian Agama Provinsi Jatim.
Dengan begitu bansos yang diberikan kepada LPKB
tahun 2008 dan 2009 merepresentasikan bentuk kegiatan
Pembimas Buddha Kanwil Kemag Provinsi Jatim Ditjen
Bimas Buddha. Untuk menjamin terlaksananya peraturan
dan pertanggungjawaban, sebaiknya anggaran Ditjen
Bimas Buddha dipindahkan menjadi anggaran Pembimas
Buddha Provinsi Ditjen Bimas Buddha atau kegiatan
121
swakelola, namun dalam pelaksanaanya diserahkan ke
Pembimas Buddha di masing-masing provinsi.
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Jawa
Timur
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi
Jawa Timur dipimpin oleh H. Endro Siswantoro,
pembangunan gedung Sekretariat FKUB Provinsi Jatim
terletak di lingkungan Kanwil Kemag Provinsi Jatim
sampai sekarang belum selesai. Untuk itu, sementara FKUB
berkantor di Islamic Center Jl. Raya Dukuh Kupang 122-124
Surabaya. FKUB Provinsi Jatim banyak melaksanakan
kegiatan pemberdayaan umat bekerjasama dengan
berbagai instansi pemerintah (pemprov dan pemkab/kota).
Kegiatan tersebut antara lain: sarasehan Kerukunan Umat
Beragama (KUB) bekerjasama dengan Pemkot Batu;
seminar tentang nilai pluralitas dalam demokrasi di STAIN
Pamekasan diikuti oleh STAIN sewilayah Madura dengan
tema “Pengembangan Nilai-nilai Pruralitas Dalam Rangka
Demokrasi”; Pertemuan Pemuka Agama Dalam Rangka
Mendukung Program Kependudukan dan Keluarga
Berencana; dan pertemuan dengan 30 LSM pemerhati KUB
yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Anti
Kekerasan (JAMAK), serta penerbitan Buletin FKUB Prov
Jatim sejak 2010.
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi
Jatim pada tahun 2008 mendapat bantuan dari Pusat
Kerukunan Umat Beragama (PKUB) sebesar Rp.
15.000.000,- dan tahun 2009 menerima bantuan sebesar Rp.
20.000.000,-. Dana bantuan digunakan untuk menunjang
122
kegiatan rutin, dan transpot pegawai dan honor 1 orang
Rp. 250.000,- per bulan. Bantuan juga digunakan untuk
honor dan uang sidang pengurus sebanyak 12 kali untuk 21
orang dalam setahun. Dari bantuan tersebut 4 kali dibiayai
dari dana tersebut sekali sidang pengurus mendapat honor
Rp. 100.000,-. Selain itujuga digunakan untuk konsumsi,
ATK, dan penggandaan (foto copy). Materi sidang FKUB
sebanyak 12 kali dalam setahun antara lain adalah:
1. Pembahasan permasalahan FKUB kabupaten/kota;
2. Penyusunan program kunjungan ke kabupaten/kota;
3. Sosialisasi hasil kongres;
4. Penyiapan draf surat ke Makamah Agung 11 Februari
2010 yang mendukung agar UU PNPS I/Tahun 1965
dilakukan 3 kali sidang.
Pada akhir tahun 2008, ketika waktu Ketua FKUB
Kabupaten Jombang bertugas ke Jakarta, diberi tahu Pusat
Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama agar
membuat proposal untuk memperoleh bantuan biaya
operasional dan FKUB Bantuan PKUB tersebut baru masuk
ke rekening FKUB tanggal 17 Desember 2009 sebesar Rp.
20.000.000,-. Selain itu FKUB menerima bantuan dana pula
dari Kanwil Kementerian Agama dan Pemprov Jatim. Pada
tahun yang sama Kanwil Kementerian Agama memberi
bantuan kepada FKUB Provinsi Jatim sebesar Rp.
30.000.000,-. Bantuan itu digunakan untuk biaya
operasional FKUB.
Dengan semikian pada tahun itu FKUB Provinsi
Jatim menerima biaya operasional dari 2 satuan kerja di
Kementerian Agama, dari PKUB dan Kanwil Kementerian
123
Agama Provinsi Jatim. FKUB juga melakukan kerjasama
dengan berbagai instansi pemerintah provinsi, perguruan
tinggi dan pemerintah kabupaten/kota.
124
125
Bantuan untuk Gereja Kristen Al Kitab Indonesia
(GKAI) Kelurahan Pakis Kecamatan Sawahan, Kota
Surabaya dan Musholla Al Fatah, Desa Pulo Gedang,
Kecamatan Tembelang, Jombang, serta Masjid Al Hasan,
Dusun Kunto, Kecamatan Tembelang, Jombang, menurut
keterangan para informan dipergunakanuntuk menambah
sarana fisik rumah ibadah tersebut.
Bantuan diberikan kepada GKAI menurut
keterangan pengurus gereja sangat bermanfaat untuk bagi
pelaksanaan ibadat bagi umat dan peralatan-peralatan
ibadat yang dibeli dari bantuan sosial dapat menambah
fasilitas gereja, yang rata-rata bantuan sosial tersebut
sangat memberi motivasi para jamaah untuk melengkapi
sarana dan fasilitas gereja yang masih sangat minim.
Bantuan untuk Musholla Al Fatah, Desa Pulo
Gedang, Kecamatan Tembelang, Jombang mempunyai
dampak, bahwa masyarakat sekitar masih nyaman untuk
melaksanakan sholat jamaah, sholat tarawih,pengajian,
ceramah agama serta belajar membaca Al Qur’an.
Dampak Sosial
Bantuan Kementerian Agama
2
126
Pengurus Masjid Al Hasan, Dusun Kunto,
Kecamatan Tembelang, Jombang mengemukakan bahwa
setelah merubah kondisi masjid lebih nyaman sholat, dan
jamaah lebih bersemangat untuk melaksanakan sholat, dan
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan
ibadat di masjid. Sebelumnya ketika tiba waktu sholat
subuh mereka yang mengikuti jamaah hanya dua orang
jamaah, berbeda dengan kondisi sekarang jamaahnya
mencapai dua shaf, dampak lain yang nampak adalah
kemajuan syiar agama di daerah iniperlahan-lahan mulai
terlihat, meski belum ada pengajian rutin.
Pengajian rutin direncanakan pelaksanaannya
kultum ba’da sholat subuh. Pengajian yang sudah yang
sudah dilaksanakan adalah kultum sebelum sholat tarawih.
Dalam waktu-waktu tertentu dipergunakan untuk
pertemuan ormas keagamaan seperti berlatih “banjari’ yaitu
masih yang bernafaskan Islam menggunakan rebana yang
biasa digunakan pada upacara pernikahan, sunatan, dan
sebagainya. Pelaksanaan ibadat di masjdi adala sholat lima
waktu dipimpin oleh seorang dan sekaligus imam tetap
sekaligus bertanggung jawab atas pelaksanaan ibadat rutin
di Masjid Al Hasan. Pembangunan masjid hanya bermodal
dana Rp 600.000,-, Dalam perkembangannya kesadaran
masyarakat untuk menyumbang untuk pembangunan
masjid lebih meningkat.
LPKB Provinsi Jatim tahun 2008 dan tahun 2009
ternyata bisa meningkatkan kompetensi para guru sekolah
Minggu dan rohaniawan Buddha, bantuan tersebut,
menurut keterangan pengurus digunakan untuk fasilitas
127
dan peralatan Pembimas Buddha Kanwil Kementerian
Agama Provinsi Jatim, dalam menunjang kelancaran tugas
mereka.
FKUB Provinsi Jatim menerima bantuan dari
beberapa satuan kerja Kementerian Agama, dana bantuan
dapat menunjang kegiatan rutin (konsumsi, ATK, dan
penggandaan/foto copy), dan memberi honor sidang
pengurus dan membayar pegawai honorer. Selain itu dana
bantuan digunakan untuk pembinaan ke FKUB
kabupaten/kota. Bantuan dapat memperlancar terlaksana-
nya kegiatan rutin FKUB Provinsi Jatim.
Sementara Pelatihan Hisab dan Rukyat, yang
diselenggarakan PAC NU sebanyak dua kali mempunyai
dampak positif terhadap proses penetapan tanggal, bulan
dan tahun hijriyah, walaupun begitu ormas NU memiliki
kebijakan internal dalam proses penetapan rukyat, yaitu
selalu mengkonfirmasi penetapan rukyat yang dilakukan
pemerintah. Perserikatan Muhammadiyah, tetap meng-
gunakan hisab sebagai pedoman penetapan waktunya.
128
129
Niat membangun masjid, dilihat dari kerangka
Theory of Reasoned Action, didasari oleh keyakinan
keagamaan yang kuat sebagian masyarakat, dalam
menegakkan ajaran Islam yang dianut. Keyakinan normatif
akan adanya pahala yang akan menghantarkan pelaku ke
dalam surga, merupakan norma subjektif (subjective norm)
seseorang untuk memiliki niat (intention to behave)
membangun masjid yang pada akhirnya menggerakkan
hatinya untuk mewujudkan (behave) niat tersebut.
Dalam konteks Masjid Al Hasan, pembangunan
masjid merupakan program yang sudah direncanakan,
sepertinya Dewan Pengurusan Masjid, hal ini bahwa niat
membangun Masjid Al Hasan, tak hanya didasari oleh
subjective norm semata. Namun dipengaruhi oleh sikap
(attitude towards behavior) sebagai penentu dasarnya. Ini
terlihat dari perencanaan ketika awal pembentukan
pengurus masjid serta dibuatnya kepanitiaan tersendiri
dalam membangun masjid itu.
Berdasarkan kondisi di atas, pemberian bantuan
Kementerian Agama tampaknya dapat menumbuhkan
kemandirian masyarakat setempat untuk membangun
masjid. Ditinjau dari konteks community development, proses
Problematika Pemberian
Bantuan Sosial 3
130
pembangunan masjid yang berkesinambungan sudah
berjalan. Pembangunan masjid dilaksanakan secara
terorganisir dan secara bertahap diikuti dengan adanya
evaluasi pelaksanaan kegiatan (follow-up activity dan
evaluation). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
sebagian besar tenaga menggunakan masyarakat yang
digaji murah atau bahkan tidak digaji. Dengan demikian
maka bantuan yang diterima melebihi dana yang
dianggarkan, karena adanya partisipasi masyarakat baik
bantuan dana, tenaga maupun bahan bangunan.
Sementara keikutsertaan secara khusus aparat
pemerintah dalam pembangunan masjid ini tidak nampak,
tetapi beberapa tokoh masyarakat ikut berperan dalam
proses pembangunan tersebut sehingga masih terpenuhi
peran pendamping. Kondisi ini bisa menumbuhkan
semangat masyarakat (group action) setempat untuk
memberdayakan potensi mereka guna mewujudkan
berdirinya sebuah masjid. Mereka lebih aktif dalam
memberikan sumbangan sehingga berdirinya masjid tidak
bergantung pada bantuan pemerintah.
Kesepakatan membagi dana bantuan untuk empat
rumah ibadat lainnya, menunjukkan adanya modifikasi
dari para penerima bantuan terhadap dana yang
diterimanya. Konsep pembagian ini mengingatkan kepada
konsep shared poverty yang dikemukakan Geertz (1963).
Rakyat mengenal budaya tolong-menolong, gotong-
royong, termasuk mampu mengemban prinsip shared-
poverty sebagai wujud nyata berlakunya sistem social safety
net Indonesia yang tulen (genuine). Akan tetapi, konsep ini
131
bisa memberi penyadaran akan adanya sisi-sisi negatif dari
dana yang dibagi-bagi itu mengakibatkan tersendat
pembangunan masjid. Dalam konteks ini, proses renovasi
masjid menjadi tidak maksimal. Umpamanya renovasi
masjid Al Hasan renovasi sempat tersendat, namun dalam
perjalanannya karena masyarakat terdorong memberi
bantuan maka dana terus mengalir. Pengumpulan dana
dari masyarakat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain para penyumbang datang sendiri ke bendahara masjid
ketika mereka melaksanakan sholat Jumat.
Faktor Pendukung dan Penghambat
Faktor-faktor pendukung keberhasilan program
bansos rumah ibadat dan ormas keagamaan di Jawa Timur
antara lain: (1) adanya peraturan dan petunjuk pelaksanaan
program bantuan rumah ibadat dan ormas keagamaan; (2)
prosedur pelaksanaan bantuan dapat diterima langsung
oleh pihak penerima bantuan tanpa melalui Kanwil
Kementerian Agama Provinsi atau Kankemag
kabupaten/kota sehingga proses penerimaan lebih cepat;
(3) Kejujuran pengelolaan bantuan memberikan dorongan
kepercayaan masyarakat untuk terus memberikan
sumbangan; (4) keteguhan tekad para pengelola (panitia
pelaksana) untuk melanjutkan pembangunan masjid.
Sementara dalam proses pelaksanaan faktor
penghambat adalah: (1) Bantuan tidak dilakukan studi
kelayakan, setelah bantuan diberikan tidak dilakukan
monitoring oleh pihak pemberi bantuan sehingga sulit
ditelusuri pemanfaatannya; (2) sosialisasi penyaluran dana
132
kurang dilakukan sehingga informasi tentang adanya
bantuan kurang dilakukan masyarakat sehingga bisa terjadi
tumpang tindih dalam memberi bantuan; (3) Kurangnya
dukungan aparat pemerintah setempat dalam proses
menerima bantuan: (4) Bantuan sering diberikan pada
akhir tahun, sehingga memperlambat pemanfaatan dana
tersebut.
133
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Dalam pengelolaan bantuan sosial Kementerian Agama
RI yang diberikan terhadap rumah ibadat dan ormas
keagamaan dirasa masyarakat sangat bermanfaat.
Pertanggungjawaban pengelolaan bantuan secara
administrasi masih sangat lemah, dan sebagai
persyaratan untuk pencairan anggaran ke KPPN sudah
cukup baik, namun kurang bisa dipertanggung-
jawabkan oleh lembaga audit (baik Itjen maupun BPK).
2. Penggunaan bantuan sosial oleh lembaga penerima
bantuan telah dibukukan disertai bukti-bukti
penerimaan dan pengeluaran dicatat dan bisa
dipertanggungjawabkan meski pencatatannya
masih sederhana. Tapi pemberi bantuan tidak
membuat standar yang jelas dan tegas mengenai
pertanggungjawaban keuangan.
3. Agar program bantuan sosial Kementerian Agama
RI bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan
berlanjutnya tahun berikutnya, sebaiknya setiap
direktorat membuat panduan yang jelas baik
sehingga bisa di taati oleh semua pihak. Panduan
Penutup 4
134
bantuan hendaknya mencakup seluruh aspek
peraturan dan administrasi, misalkan penerima
bantuan harus membuat laporan pertanggung
jawaban seluruh anggaran pengeluaran sesuai
bukti-bukti yang tertera dalam buku panduan.
Berpijak dari hasil kajian di atas dapat disampaikan
beberapa rekomendasi sebagai berikut:
1. Perlu dibuat standar baku bagi proses pemberian
bantuan Kementerian Agama RI, agar pengelola
anggaran bantuan pada setiap unit kerja bisa
melaksanakan tugasnya dengan baik. Sehingga bantuan
yang diberikan dapat di pertanggungjawaban,
demikian halnya penyaluran dana bantuan akan lebih
mudah dilakukan evaluasi.
2. Bantuan langsung (LS) akan lebih aman apabila
penerima bantuan membuat laporan pertanggung-
jawaban melalui bukti-bukti pengeluaran setelah itu
bantuan baru dicairkan. Akan tetapi cara semacam itu
tentu akan menyulitkan pemanfaatan bantuan, karena
tidak semua rumah ibadat dan ormas memiliki
kemampuan cukup untuk memulai kegiatannya. Untuk
itu, pemberian bantuan dapat dilakukan secara
bertahap, sehingga penerima dituntut memper-
tanggungjawabkan dana bantuan tahap sebelumnya,
setelah itu baru bisa menerima bantuan tahap
berikutnya. Sehingga perlu dilakukan pendampingan
intensif dalam setiap program pemberian bantuan yang
berbasis community development agar bantuan sosial
dapat menghasilkan manfaat yang optimal.
135
Daftar Pustaka
A.A. Anwar Prabu Mangkunegara. 2009. Evaluasi Kinerja
SDM, PT. Refika Aditama, Cet. IV.
Asry, M. Yusuf at.al. 2009. Pemberdayaan Lembaga Keagamaan
Dalam Kehidupan Ekonomi dan Sosial. Jakarta: Badan
Litbang dan Diklat, Departemen Agama RI.
Ekowati, Mas Roro Lilik, 2009. Perencanaan, Implementasi
dan Evaluasi Kebijakan atau Program: Suatu Kajian
Teoritis dan Praktis, Surakarta, Pustaka Cakra.
Sinambela, Lijan Poltak, 2008. Reformasi Pelayanan Publik
Teori Kebijakan dan Implementasi, Bumi Aksara,
Jakarta, Cet. IV.
Tim. 2005. Pengawasan Dengan Pendekatan Agama,
Inspektorat Jenderal, Departemen Agama RI,
Jakarta.
Sanapiah Faisal, 2003. Format-format Penelitian Sosial,
Jakarta, RajaGrafindo.
Syarif Makmur, 2008. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
dan Efektifitas Organisasi, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Tim. 2008. Modul Pengawasan Dengan Pendekatan Agama,
Inspektorat Jenderal, Departemen Agama RI,
Jakarta.
136
137
Agus Mulyono
Bantuan Sosial Kementerian Agama RI
bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Provinsi Aceh
138
139
Masa Orde Baru
Banda Aceh merupakan salah satu kota yang
terkena bencana dashyat Tsunami akhir tahun 2004 yang
lalu. Bencana ini hampir melumpuhkan seluruh aktivitas
perekonomian di kota ini, demikian halnya beberapa
infrastruktur penting. Namun, bencana tersebut ber-
dampak positif terhadap Provinsi Aceh, yaitu terjadinya
mobilisasi cukup besar, baik dari dalam maupun luar
negeri ke Aceh. Mereka berbondong-bondong memberikan
bantuan. Bahkan Mantan Presiden Amerika Serikat, Bill
Clinton, datang khusus mengunjungi Aceh dan memberi-
kan bantuan. Tragedi itu menarik simpati orang untuk
datang ke Banda Aceh. Banda Aceh juga kaya sejarah dan
budaya serta alamnya yang belum dimanfaatkan secara
optimal.
Ada beberapa adat istiadat dan pandangan hidup
yang menjadi ciri khas masyarakat Aceh. Mereka menyapa
tamu atau orang yang baru dikenal dengan ucapan. Tidak
boleh menerima sesuatu dari seseorang dengan tangan kiri
atau kaki, dilarang memegang kepala, menghormati yang
1
Pelaksanaan Bantuan Sosial Keagamaan
140
dituakan, menjalin hubungan kekeluargaan yang mesra
dengan tetangga, berperasaan damai, tidak pendendam,
baik dalam pergaulan, dan kekeluargaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa adat
pergaulan dan tata kehidupan masyarakat Aceh telah
diwarnai dengan nilai-nilai keIslaman. Ajaran Islam
dihayati oleh penduduk Aceh sejak dahulu sampai
sekarang. Salah satu pengaruh agama yang nampak adalah
tradisi bahasa tulisan yang menggunakan huruf Arab.
Meskipun etnis Aceh mempunyai bahasa sendiri yang
disebut bahasa Aceh (termasuk rumpun bahasa
Austronesia), tetapi tidak memiliki sistem huruf khas
bahasa Aceh asli.
Umat Beragama dan Kehidupan Keagamaan
Populasi umat Islam di Provinsi Aceh pada tahun
2009 berjumlah 4.356.624 jiwa (98%), Kristen 26.212 jiwa
(0,595%), Katolik sebanyak 15.971 jiwa (0,363%), Hindu
sebanyak 437 jiwa (0,010) dan Budha sebanyak 5.928 jiwa
(0,139%). Sementara umat Konghucu belum terdata. Pada
tahun yang sama, sarana rumah ibadat di Provinsi Aceh
yakni, masjid/meunasah berjumlah 12.584 buah, gereja
katolik sebanyak 11 buah, gereja Kristen sebanyak 15 buah
dan 1 Pura Hindu serta 3 Wihara. Khusus yang berada di
kota Sabang terdaftar sebuah Vihara, 2 gereja Katolik dan
229 buah masjid/mushola. (Laporan Tahunan Kanwil
Kemenag Provinsi Aceh tahun 2009).
Kehidupan umat beragama di Aceh berjalan secara
harmonis. Bahkan sudah sekian lama di Provinsi Aceh
141
tidak pernah terjadi konfik keagamaan yang serius.
Permasalahan hubungan antarumat beragama yang
muncul di Aceh secara umum dapat dikategorikan menjadi
dua, yaitu penyiaran agama, konflik internal dan sesama
pemeluk agama. Ini terjadi akibat perbedaan penafsiran,
dan adanya upaya-upaya penistaan agama yang sering
dianggap sebagai aliran sesat. Karena penduduk Aceh
mayoritas Muslim, maka kasus yang menonjol berkisar
pada penodaan agama Islam. Namun hal itu kemudian
dapat dituntaskan oleh pemuka agama, tokoh masyarakat
dan lembaga keagamaan yang ada seperti Majelis
Permusyawaratan Ulama (MPU), Kementerian Agama dan
Pemda dan kedua adalah pendirian rumah ibadat. Kedua
permasalahan itu dapat diselesaikan melalui jalur
musyawarah. Sumber bantuan sosial rumah ibadat dan
ormas keagamaan di provinsi Aceh berasal dari DIPA
Kementerian Agama Pusat tahun anggaran 2008 dan 2009.
Pengelolaan dan Pemanfaatan Bantuan Sosial
Bantuan Sosial Masjid Al Maghfiroh
Sebelum musibah gempa dan tsunami melanda di
dusun Gano berdiri sebuah masjid yang diberi nama Al
Maghfiroh diresmikan oleh Bahtiar, Walikota Banda Aceh,
pada tahun 2001. Masjid dapat menampung ratusan
jamaah. Gano adalah nama sebuah dusun yang letaknya
persis di bibir pantai di kawasan Desa Lamdingin
Kecamatan Kuta Alam Jln. Syiah Kuala Kota Banda Aceh
Provinsi Aceh.
142
Luas tanah Masjid Al Maghfiroh + 1.400 m² dengan
luas bangunan masjid 18 x 20 m² tidak termasuk dua kamar
istirahat dan teras. Sebenarnya masjid ini sudah dibangun
sejak tahun 1998. Waktu itu sudah dibangun pondasi,
namun karena terhempas Tsunami, semua sarana hilang
tersapu gelombang besar. Penduduk Dusun Gano lebih
dari 200 KK. Mereka dan masyarakat sekitarnya
melaksanakan shalat Jum’at, Idul Fitri dan Idul Adha di
Masjid Al-Abrar yang jarak tempuhnya yang cukup jauh.
Dusun Gano adalah Dusun yang penduduknya
mayoritas muslim, letaknya berpendampingan dengan
Makam Kerajaan Tgk. Chik di Kuta (Tgk. Syiah). Makam
tersebut dikenal masyarakat sebagai Makam Keramat di
seluruh Indonesia.
Berdasarkan Keputusan Ditjen Bimas Islam
Kementerian Agama RI No. Dj.II/325/Tahun 2009, Masjid
Al Maghfiroh Dsn. Anggreg Gano Kecamatan Kuta Alam
Kota Banda Aceh memperoleh bantuan sosial sebesar Rp.
48.250.000. Dari DIPA Kementerian Agama Pusat tahun
2009.
Penetapan pemberian bantuan sosial rumah ibadat
ditetapkan melalui Keputusan Direktur Bimbingan
Masyarakat Islam, sesuai prosedur permohonan bantuan
dan persyaratan administrasi yang dikeluarkan oleh
Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah
Ditjen Bimas Islam tahun 2009. Menurut pejabat Kemenag
Provinsi Aceh, sebelum penetapan bantuan, proposal yang
masuk ke Kanwil Kementerian Agama cukup banyak,
proposal diseleksi dan dipilih sesuai prioritas, dari hasil
143
seleksi yang diusulkan ke Kementerian Agama Pusat hanya
beberapa proposal dan salah satunya adalah proposal dari
Masjid Al Maghfiroh.
Menurut informasi dari panitia pembangunan
Masjid Al-Maghfiroh, sebelum bantuan diterima petugas
dari Kementerian Agama Pusat melakukan studi
kelayakan, dan setelah dana cair, dilakukan monitoring.
Bantuan sosial Kemenag Pusat digunakan untuk
merehab Masjid Al Maghfiroh, membeli semen, batu bata,
besi batangan, kayu serta membeli bahan bangunan yang
dibutuhkan, sehingga jika dilihat dari pemanfaatan
bantuan, sesuai dengan tujuan pemberi bantuan.
Menurut Fauzan bendahara pembangunan masjid
bahwa proses untuk bangun Masjid Al Maghfiroh dibentuk
kepanitiaan yang terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara
dan teknis lapangan dengan struktur kepanitiaan tersebut
pembangunan masjid ini telah memenuhi persyaratan
sebagaimana dikehendaki Kementerian Agama.Bantuan
sosial yang diterima panitia pembangunan sebesar Rp.
48.250.000 sesuai foto kopi rekening bank yang dimilik
panitia.
Bantuan sosial Kementerian Agama Pusat sebesar
RP. 48.250.000,- relatif kecil jumlahnya dibandingkan biaya
rencana pembangunan yang mencapai Rp. 2.121.814.000,-
sehingga panitia pembangunan rumah berusaha mencari
bantuan berbagai lapisan masyarakat .
Pengurus masjid maupun masyarakat sekitarnya
merasa berterima kasih kepada Kemenag Pusat yang telah
144
membantu pembangunan Masjid Al Maghfiroh. Selain
bantuan Kemenag, bantuan diperoleh pula dari BRR NAD
sebesar Rp. 410.000.000, masyarakat sekitar sebesar Rp.
25.000.000, Rp. 5.000.000 dari para donatur. sehingga total
dana terkumpul dan sudah kurang lebih Rp. 488.250.000,-.
Sementara pembangunan, baru mencapai 30%. Walaupun
demikian panitia dan masyarakat sekitarnya tetap berusaha
untuk menyelesaikan pembangunan Masjid Al-Maghfiroh
Bantuan Sosial Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU):
LPPOM
Data Kanwil Kementerian Agama NAD tanggal 2
Oktober 2009, menunjukan ormas Islam di Kota Banda
Aceh berjumlah 65 buah. Badan Musyawarah Organisasi
Islam Indonesia (BMOIWI), Lembaga Kajian dan
Pengembangan Sumber Daya Nahdlatul Ulama
(LAKPESDAM), Rabithah Ulama Dayah Aceh (RUDA),
Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Organisasi Foto
Amatir Baiturrahman (OFAB), DPP-Front Pembela Syari'at
Islam Provinsi Aceh, Majelis Taklim Putroe Kande, PW-
Ikatan Remaja Muhammadiyah Aceh, Majelis Ulama
Nanggroe Aceh (MUNA), Pemuda Islam, Forum Penegak
Syari'at Islam (FPSI), Pelajar Islam Indonesia (PII), Rabithah
Thaliban Aceh, Komite Alumni Pesantren Aceh (KAPA),
Majelis Dakwah Islamiyah (MDI), Badan Kontak Majelis
Taklim (BKMT), PW-Pemuda Muhammadiyah, PP-Dewan
Kemakmuran Masjid Aceh (DKMA), Manajemen Dakwah
Aceh (Madah) Jroeh Nanggroe, Lembaga Cinta Al-Qur'an
(LCA), DPW-Asosiasi Pengacara Syari'ah Indonesia (DPW-
APSI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Yayasan
145
An-Nisaa' Centre, Majleis Amanah Rakyat Aceh (MARA),
Lembaga Kajian Agama dan Sosial (LKAS), Lembaga
Muslimat Keadilan, Forum Silahturrahmi Wali Santri/
Dayah NAD (Forsiwarsa NAD), Majelis Daerah
Masyarakat Wisata Ziarah Indonesia (Mawaz), Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Kesatuan Aksi Pelajar
Muslim Indonesia (KAPMI), Majelis Permuyawaratan
Ulama (MPU), Al-Jami'ah Washliyah, Muhammadiyah,
Muslimin Indonesia (MI), Nahdlatul 'Ulama (NU),
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PTI), Syarikat Islam (SI),
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Wanita Persatuan
Tarbiyah Islamiyah (Wanita PERTI), Pengajian Al-Hidayah
(Al-Hidayah), Majelis Muslimin Indonesia (MMI), Lembaga
Dakwah Islam Indonesia (LDII), Badan Pembina
Perpustakaan Masjid Indonesia (BPPMI), FKDAI, Korp
Alumni IAIN ArR-RANIRY (KONIRY), A I S Y I A H, PW
Ikatan Kader Dakwah (ISKADA), Muslimat Al-washliyah
(MA), Persatuan Dayah Inshafuddin, Satuan Karya Ulama
Indonesia (SATKAR ULAMA INDONESIA), Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia Orwil Provinsi NAD
(ORWIL ICMI), Jam'iyyah Al-Waliyyah (Al-Waliyyah),
Persatuan Pengamal Thareqat Islam (PPTI), Persatuan
Islam (PERSIS), Lembaga Kemaslahatan Keluarga
Nahdlatul Ulama (LKK-NU), Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia (DDII), Persaudaraan Muslim Indonesia
(PARMUSI), Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat NU),
Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Persaudaraan
Muslim (SALIMAH), Badan Pembina Perpustakaan Masjid
Indonesia (BPPMI), DPW BKPRMI, Ikatan Persaudaraan
Haji Indonesia (IPHI), Forum Komunikasi Lembaga
146
Dakwah (FKLD) Aceh, dan Ikatan Da'i Indonesia (IKADI)
Aceh.
Menurut beberapa informan di Kanwil Kemenag
Provinsi Aceh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU)
pada tahun 2009 telah menerima bantuan dari Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dengan No.
Dj.II.2/3/ KU.05/1272/2009 sebesar Rp. 50.000.000,-
Bantuan tersebut diperuntukkan kepada LP-POM yang
merupakan salah satu badan dalam otonom struktur
organisasi MPU Aceh yang bertugas menangani Lembaga
Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM),
terutama dalam membuat sertifikasi produk halal.
Organisasi LP-POM MPU Aceh periode 2009-2012 diketuai
oleh Drs. Syahrial, M. Si.
Bantuan Sosial diterima melalui rekening Bank
MPU yang dilengkapi foto kopi buku rekening, berita acara
serah terima dan kwitansi penerimaan. Seharusnya
bantuan sosial tersebut dapat dicairkan bulan September
s/d November 2009, dan pertanggungjawaban keuangan
paling lambat enam hari setelah bantuan sosial
direalisasikan.
Namun proses pengurusan bantuan, menurut staf
khusus peneliti pemeriksaan obat-obatan dan makanan
MPU Aceh periode 2009-2012, Hendra Herawadi, ada
kesalahan pembuatan rekening, sehingga proses pencairan
terlambat. Pada tahun 2010 dana tersebut baru dapat
ditransfer. Menurut Hendra Herawadi, dana bantuan
digunakan sebagai operasionalisasi kegiatan sertifikasi
produk halal bagi pengusaha kecil/UKM.
147
Bantuan Sosial Vihara Buddha Dharma
Pada tahun 2009 salah satu rumah ibadat Provinsi
Aceh yang mendapat bantuan sosial adalah Vihara Buddha
Dharma, Jl. Perdagangan No.127 Sabang, sesuai surat
pemberitahuan nomor DJ.VI/Dt.VI.1/BA.01.1/ 241/2009.
Pengurus Vihara Buddha Dharma mengatakan bahwa
sebelum tsunami, Vihara ini bernama Kelenteng Khong
Fuk Kiung aliran Buddha. Vihara Buddha Dharma
menunjukan satu-satunya Vihara di Kota Sabang dan
bantuan sosial Kementerian Agama diberikan ke Vihara
itu sebesar Rp. 15.000.000,- dan digunakan untuk
merenovasi bangunan gedung Vihara.
Setelah memperoleh kepastian bahwa Vihara
Buddha Dharma tersebut akan mendapatkan bantuan
rumah ibadat. Pengurus Vihara segera mencek syarat yang
harus dipenuhi dan dilengkapi yakni surat permohonan
bantuan ditujukan ke Dirjen Bimas Buddha Kementerian
Agama RI, Foto Kopi No. rekening atas nama
yayasan/Vihara, Proposal rehab Vihara, Foto kopi
sertifikat/ girik/surat hibah Vihara, Tanda daftar Vihara
dari Pembimas Buddha Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Aceh.
Menurut keterangan Pembimas Buddha Kanwil
Kementerian Agama Provinsi Wiswadasi dan panitia
rehabilitasi Vihara Buddha Dharma bantuan sosial yang
telah diterima sebesar Rp. 15.000.000,- dan tersebut
digunakan untuk memperbaiki plafon, pengecatan dan
pemasangan keramik sesuai proposal yang diajukan
pengurus yakni rehabilitasi Vihara.
148
149
Masjid Al-Maghfiroh
Bantuan sosial yang diberikan kepada Masjid Al
Maghfiroh sebesar Rp. 48.250.000,- sudah diterima pihak
pengurus tepat waktu. Proses pemberian bantuan ini sudah
sesuai prosedur pemberian bantuan, karena terlebih dahulu
dilakukan studi kelayakan dan setelah dana cair dievaluasi
pihak yang berwenang.
Bantuan sosial untuk pengembangan fisik Masjid Al
Maghfiroh sudah terlihat, ditandai dengan berdirinya
bangunan satu lantai walaupun tembok belum diplester
dan belum di cat. Sehingga belum layak digunakan untuk
kegiatan peribadatan dan sosial keagamaan. Untuk
sementara ini masyarakat menggunakan mushala Al
Muhajirin untuk melaksanakan ibadat di mushala tersebut
setiap hari dilaksanakan pengajian umum, tiga hari dalam
seminggu yaitu malam senin, malam kamis dan malam
jum’at. Selain itu terdapat pula pengajian anak-anak
dilaksanakan setiap malam Ahad, Selasa dan Rabu, khusus
malam Sabtu diadakan wiridan yang dihadiri warga
sekitarnya.
Dampak Bantuan Sosial
Keagamaan 2
150
Dibangunnya Masjid Al Maghfiroh menurut
keterangan beberapa orang pengurus dikarenakan mushala
Al Muhajirin sudah tidak bisa menampung para jamaah.
Hal itu terlihat ketika masyarakat akan melakukan shalat
jum’at, mereka harus mencari masjid yang jaraknya cukup
jauh, dari tempat tinggal mereka.
Menurut panitia pembangunan dan masyarakat
sekitar Masjid Al Maghfiroh, jika pembangunan sudah
selesai, masjid akan digunakan oleh masyarakat pada
empat desa disekitarnya. Penggunaan masjid tidak hanya
diguna-kan untuk kegiatan keagamaan tetapi juga kegiatan
sosial masyarakat sekitarnya.
LPPOM MPU Aceh
Menurut pengurus LPPOM, kesadaran para
pengusaha di Provinsi Aceh untuk menggunakan
sertifikasi produk halal masih rendah padahal untuk
memperoleh sertifikasi produk halal sangat mudah. Hingga
saat ini baru enam perusahaan yang mendapat sertifikat
halal, yakni Kopi Gayo Montain, Shuns (bumbu masak),
Bubuk Kopi Ule Kareng, Sirup Menara, Dendeng Ikan
Blang Raya, Emping, dan Kopi Produk Blangrakal.
Sebenarnya banyak produk makanan di Aceh yang
seharusnya memiliki sertifikat halal, tapi pengusaha di
daerah itu tidak melakukan hal itu.
Karena LPPOM: MPU Aceh kurang melakukan
sosialisasi ke para pengusaha, karena kurangnya dana,
sehingga LPPOM: MPU Aceh dewasa ini masih belum
bekerja secara maksimal. Struktur organisasi LPPOM
151
belum memadai, karena masih bersifat semen-
tara. Sehingga dengan bantuan sosial Kemenag, LPPOM
merasa terbantu dan akan dimanfaatkan sesuai tujuan
pemberian bantuan.
Harapan LPPOM kepada pemerintah pusat dan
pemerintah Aceh khususnya agar lebih serius
memperhatikan keberadaan LPPOM ini, sehingga akan
menjadi badan sungguh-sungguh menangani sertifikasi
produk halal untuk kemajuan industri di daerah ini.
Vihara Budha Dharma Sabang
Menurut keterangan beberapa pengurus Vihara
sebelum memperoleh bantuan sosial, atap Vihara Buddha
Dharma dalam keadaan bocor sehingga untuk beribadat
kurang nyaman. Setelah direnovasi Vihara Buddha
Dharma menjadi lebih indah, nyaman dan umat semakin
khusyu dalam melakukan peribadatan.
Para pengurus Vihara Buddha Dharma merasa
berterima kasih terhadap pemberian bantuan rehabilitasi
vihara. Mereka berharap selain bantuan rehabilitasi vihara,
pemerintah lebih memperhatikan umat Buddha Sabang
terutama dalam pembinaan maupun pendidikan umat.
Menurut Chandra Sien, pengurus Vihara Buddha Dharma,
jumlah umat Buddha di Sabang kurang lebih 80 KK, namun
belum mempunyai Pandita, belum tersedia guru
tetap/PNS, sehingga pengurus Vihara khawatir umat
Buddha terseret pada ajaran sesat. Chandra belajar agama
Buddha lebih banyak dari buku-buku agama yang dikirim
pemerintah Pusat. Pandita yang datang ke Vihara Sabang
152
hanya tiga bulan sekali, sehingga untuk dia melakukan
pembinaan umat dengan waktu yang amat singkat. Kalau
kondisi ini berlanjut maka pembinaan umat Buddha di
Sabang masih belum maksimal. Untuk itu diharapkan
pemerintah sungguh-sungguh memperhatikan dengan
menyediakan penyuluh Agama Buddha di Sabang.
Faktor Pendukung dan Penghambat
Beberapa faktor pendukung diantaranya adalah
warga masyarakat sekitar rumah ibadat dan pemerintah
setempat mendukung pembangunan Masjid Al Maghfiroh,
renovasi Vihara Buddha Dharma dan operasionalisasi LP-
POM. Faktor pendukung lainnya persyaratan pengajuan
permohonan bantuan sosial sangat simpel sehingga banyak
pemohon bantuan yang masuk dapat dipenuhi. Adanya
koordinasi yang melibatkan Kemenag Pusat dengan
Kanwil Kemenag Provinsi/Kabupaten/Kota yang intensif
sehingga bantuan diberikan tepat sasaran, khusunya ke
Masjid Al-Maghfiroh dan Vihara Budha Dharma.
Adapun faktor penghambat antara lain keterbatasan
dana dari Kementerian Agama pusat sehingga hanya
sebagian kecil ormas keagamaan yang mendapat bantuan
sosial rumah ibadat. Pencairan bantuan sosial memakan
waktu cukup lama, kurangnya informasi terkait prosedur
penerimaan bantuan, bahkan terjadi kesalahan dalam
pembuatan rekening yang berdampak pada keterlambatan
pencairan bantuan sosial dan belum dapat dimanfaatkan
sesuai keperluan penerima bantuan.
153
Kesimpulan
Pemberian dana bantuan rumah ibadat dan ormas
keagamaan oleh pemerintah pusat ke Kota Banda Aceh
masih sangat terbatas padahal bantuan sosial sangat
dibutuhkan masyarakat Aceh karena pasca Tsunami dan
berbagai konflik yang telah melanda daerah tersebut masih
memerlukan berbagai dukungan dan bantuan baik fisik
maupun rohani. Oleh karena itu bantuan yang diberikan
pemerintah baik dari pusat maupun daerah sangat
diharapkan.
Bantuan yang diterima oleh panitia pembangunan
Masjid Al Maghfiroh sudah sesuai prosedur yang
ditentukan oleh Kementerian Agama Pusat, yaitu melalui
pengajuan proposal ke Dirjen Bimas Islam, namun ketika
pencairan dana bantuan di LP-POM MPU, mereka kurang
memahami syarat-syaratnya. Mereka juga kurang
melakukan koordinasi dengan Kemenag Pusat dan Kanwil
Kemenag sehingga timbul kesalahan dalam pembuatan
rekening. Yang berakibatnya pencairan mengalami
hambatan.
Penutup 3
154
Dalam realisasi bantuan sosial di Masjid Al
Maghfiroh sudah digunakan tujuan. Begitupula sesuai
bantuan sosial untuk renovasi Vihara juga dimanfaatkan
karena bantuan sosial hanya bersifat stimulus maka
sumbangan umat Buddha justru lebih banyak. Adanya
bantuan untuk LPPOM belum dapat direalisasikan karena
adanya keterlambatan dalam penerimaan.
Dengan adanya bantuan sosial untuk rumah ibadat
dan ormas keagamaan dirasakan telah meringankan
masyarakat dan menambah semangat beribadah di
komunitas agama masing-masing.
Rekomendasi
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Agama
perlu memprioritaskan pemberian bantuan kepada rumah
ibadat yang terkena bencana atau musibah dimana rumah
ibadat tersebut memang sangat diperlukan oleh
masyarakat sekitarnya sehingga mereka dapat menjalankan
ibadah sesuai dengan keyakinannya.
Kementerian Agama Pusat sebagai pemberi
bantuan hendaknya benar-benar mensosialisasikan tentang
juklak dan juknis pemberian bantuan. Komunikasi setelah
adanya bantuan untuk masyarakat atau ormas keagamaan
agar lebih intensif sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
penerimaan bantuan dan memperlancar penyelesaian
pertanggungjawabannya.
Untuk mengefektifkan bantuan pemerintah kepada
ormas atau rumah ibadat, maka perlu komunikasi antara
155
direktorat-direktorat di lingkungan Kementrian Agama
dengan Kanwil Kementerian Agama hendaknya dilakukan
lebih intensif dalam pelaksanaan program bantuan sosial
agar bantuan tersebut tepat sasaran dan tepat guna sesuai
dengan proposal.
Yang tidak kalah penting adalah dilakukan evaluasi
oleh Kementerian Agama Pusat maupun Kanwil Kemenag
agar proses pembangunan rumah ibadat dan pembinaan
terhadap masyarakat lebih nyata.
156
Daftar Pustaka
A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Dr, M.Si, Evaluasi
Kinerja SDM, PT. Refika Aditama, Cetakan keempat
2009
http://kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=visimisi
diakses tanggal 26 Juni 2010
Surat Keputusan Sekretaris Jenderal Departemen Agama RI
Nomor 77 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian
Bantuan Menteri Agama dan Sekretaris Jenderal
Departemen Agama Bagi Lembaga-Lembaga dan
Kegiatan Keagamaan
Lijan Poltak Sinambela, Prof. Dr. Dkk, Reformasi Pelayanan
Publik Teori Kebijakan dan Implementasi, Bumi Aksara,
Jakarta, Cetakan keempat Tahun 2008
M. Yusuf Asry dan Amiur Nuruddin, Pemberdayaan
Lembaga Keagamaan Dalam Kehidupan Ekonomi dan
Sosial, Badan Litbang dan Diklat, Departemen
Agama RI, Jakarta Tahun 2009
Inspektorat Jenderal, Departemen Agama RI,Modul
Pengawasan Dengan Pendekatan Agama, Jakarta, 2008
Inspektorat Jenderal, Departemen Agama RI, Pengawasan
Dengan Pendekatan Agama, Jakarta 2005
Departemen Agama RI, Dirjen Pendis, Pondok Pesantren,
Jakarta, Tahun 2009
157
Sapaniah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Jakarta, Raja
Grafindo, 2003
Syarif Makmur, Dr. M.Si, Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia dan Efektifitas Organisasi, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2008
158
159
Muchtar
Bantuan Sosial Kementerian Agama RI
bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Provinsi Bali
160
161
Sekilas Provinsi Bali
Provinsi Bali terdiri dari 8 Kabupaten dan satu
Kotamadya dengan jumlah penduduk 3.602.856 jiwa,
mayoritas 3.194.207 beragama Hindu. Selebihnya 329.785
pemeluk agama Islam, 34.674 Kristen, 25.630 Katolik, dan
18.560 pemeluk Buddha, sementara Khonghucu belum
terdata di Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali.
Jumlah rumah ibadah umat Hindu terdiri dari 9
Pura Besar yang biasa disebut Sad-Kahyangan, 693 Pura
Dang Kahyanangan, 4.617 Pura Kahyangan Tiga, serta
sejumlah Panti dan Marajan. Pura Sad Kahyangan Pura
yang terletak di tempatkan pada empat arah mata angin,
sehingga letak masing-masing Pura berada di wilayah
Timur, Barat, Selatan, Utara Provinsi Bali, misalnya Pura
Besakih dan lain-lain. Pura ini merupakan tempat
persembahyangan yang paling tinggi tingkatannya di
Provinsi Bali. Tingkatan dibawahnya Pura Dang
Kahyangan, yang digunakan sebagai tempat peribadatan
masyarakat Hindu tingkat Kabupaten. Adapun Pura
Kahyangan Tiga tingkat kecamatan digunakan untuk
peribadatan umat Hindu, serta Panti Marajan merupakan
Kebijakan Pemberian Bantuan Sosial 1
162
Pura milik gabungan beberapa keluarga, dan yang
digunakan tempat peribadatan dalam suatu keluarga.
Sementara itu Umat Islam mempunyai 234 masjid,
134 langgar, serta 348 Mushalla, Umat Buddha memiliki 36
Vihara, 20 Cetya dan umat Katolik mempunyai 21 Gereja,
11Kapel serta umat Kristen mempunyai 69 Gereja.
Sedangkan pemeluk agama Khonghucu jumlah rumah
ibadahnya belum terdata di Kementerian Agama Provinsi
Bali.39
Perlu diketahui bahwa Penelitian Evaluasi
Program Bantuan Dana Keagamaan Bagi Rumah Ibadat
dan Organisasi Kemasyarakatan di Provinsi Bali
difokuskan terhadap tiga rumah ibadat meliputi: Bantuan
Dana Keagamaan Pura Luhur Pucak Geni Kecamatan
Marge Kabupaten Tabanan, Masjid Al-Ihsaan Sanur
Denpasar, dan Gereja Kristen Bali di Desa Kaba-Kaba
Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan serta ormas-ormas
keagamaan yang berada pada ketiga komunitas agama
tersebut.
Kebijakan Pemberi Bantuan Dirjen Bimas Hindu
Menurut informasi Kasubdit Pendidikan Agama
Hindu Tingkat Menengah Direktorat Urusan Agama
Hindu, Direktorat Jenderal Bimas Hindu Nyoman Susila, S.
Ag, M. Si kebijakan pemberian dana bantuan keagamaan
bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan antara lain calon
39 Kantor Kementerian Agama RI Provinsi Bali, Provil Kawil Kementerian
Agama Provinsi Bali, hal 24, tahun 2009;
163
penerima dana bantuan terlebih dahulu mengajukan
proposal ke Dirjen Bimas Hindu dan Buddha melalui
rekomendasi Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota
dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi. Memang sering
terjadi proposal yang diajukan tidak melalui
rekommendasi Kantor Wilayah Kementerian Agama
setempat. Hal itu terjadi biasanya karena proposal
dimaksud telah memperoleh disposisi pejabat Kementerian
Agama Pusat yang berkunjung ke daerah Bali.
Selanjutnya ia mengatakan pemberian bantuan
terhadap rumah ibadat sangat memperhatikan urutan
proposal yang masuk ke Direktorat urusan Agama Hindu,
Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI. Bantuan
diberikan dengan pertimbangan bahwa rumah ibadat
dimaksud memang layak untuk dibantu. Sifat bantuan
hanya sekedar member motivasi warga masyarakat
setempat agar mereka suka beramal terutama dalam
membangun rumah ibadat.40
Implementasi bantuan sosial ini secara khusus tidak
dibentuk tim yang menangani, sebagaimana tercantum
dalam Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Dirjern
Bimas Hindu Kementerian Agama sebagai Pejabat Pembuat
Komitmen.
40 I. Nyoman Susila, S.Ag, M. Si, Kasubdit urusan Agama Hindu Tingkat
menengah Direktorat Urusan Agama Hindu, Wawancara 20 Mei 2010.
164
Kebijakan Ditjen Bimas Islam
Berdasarkan data yang diperoleh beberapa
kebijakan yang ditempuh oleh Direktorat Urusan Agama
Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam dalam
pemberian bantuan sosial keagamaan sebagai berikut:
1. Dalam pengolahan bantuan sosial keagamaan Direktorat Urais dan PembinaanSyariah Ditjen Bimas Islam membuat uku Pedoman Pelaksanaan Bantuan Sarana Peribadatan, yang meliputi:
Program bantuan diadakan dalam rangka pemenuhan tugas pokok Subdit Kemasjidan yaitu melaksanakan bimbingan dan pelayanan di bidang kemakmuran, manajemen dan sarana kemasjidan;
Tujuan pemberian bantuan secara umum untuk memberikan pelayanan, bimbingan dan dorongan kepada masyarakat dalam pembangunan maupun rehabilitas masjid dan mushalla sehingga akan terwujud kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat melakukan ibadah.
2. Syarat-syarat untuk mendapatkan bantuan ialah:
Mengajukan permohonan bantuan dan proposal yang meliputi: RAB, susunan panitia/pengurus, bestek/ gambar bangunan, fotokopi, sertifikat tanah dan photo-photo kegiatan/bangunan;
Memiliki rekening bank atas nama pengurus dan atau panitia.
3. Proses Penetapan bantuan meliputi:
Seleksi proposal oleh unit teknis yaitu Direktorat Urais dan Pembinaan Syariah; Survey kelayakan bagi
165
permohonan yang memenuhi persyaratan administrasi oleh petugas pusat dan wilayah;
Penyusunan daftar calon penerima bantuan untuk mendapatkan persetujuan pimpinan; Penetapan Surat Keputusan oleh Ditjen Bimas Islam.
Pemberitahuan SK kepada Kanwil Provinsi dan Kab./Kota
4. Mekanisme Pencairan Dana adalah:
Sosialisasi pemberian bantuan kepada calon penerima bantuan; Calon penerima bantuan mengajukan kelengkapan administrasi (No. Rekening, tanda tangan, berita acara, dan kuitansi bermaterai; Pencarian bantuan transfer melalui KPPN IV Jakarta.
5. Pemanfaatan bantuan sesuai dengan usulan dalam proposal dan kegiatan berupa pembangunan/rehab fisik;
6. Monitoring secara langsung maupun tidak langsung atas bantuan yang akan diberikan dan survey ke lapangan pada saat dan sesudah bantuan diberikan.
7. Laporan pertanggungjawaban kepada Dirjen Bimas Islam c.q. Direktur Urais dan Pembinaan Syariah oleh penerima bantuan.
8. Evaluasi oleh Subdit Kemasjidan terhadap program bantuan dan menyampaikan usulan/saran untuk perbaikan masa yang akan datang.
9. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: DJ-II/301 tahun 2008 tentang Pemberian Bantuan Rehabilitasi dan Pembangunan Masjid,telah memberikan bantuan sosial
166
keagamaan kepada 7 buah masjid yang ada di Sumatera Utara. Bantuan yang diberikan kepada tiap-tiap masjid sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Kebijakan Ditjen Bimas Kristen
Berdasarkan keterangan Pembimas Urusan Agama
Kristen Kantor Wilayah Kementerian Agama RI Provinsi
Bali, Pdt. I Nyoman Sumanjaya bahwa pada tahun
anggaran 2010 di Bali ada beberapa Gereja yang menerima
bantuan Ditjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI.
Bantuan diberikan melalui SK Ditjen Bimas Kristen Nomor
DJ/III/KEP/HK.005 /322/2008 tentang bantuan Sosial
Lembaga Peribadatan untuk Pembangunan/Rehabilitasi
Rumah Ibadah dan Program Peningkatan Pelayanan
Kehidupan Beragama.
Untuk memperoleh bantuan, gereja harus meng-
ajukan proposal bantuan terlebih dahulu ke Ditjen Bimas
Kristen Kementerian Agama RI tanpa melalui rekomendasi
Kantor Kementerian Agama RI Kabupaten/ Kota dan
Kanwil Kementerian Agama RI Provinsi Bali. Proposal
yang masuk ke Ditjen Bimas Kristen akan dinilai layak atau
tidak memperoleh bantuan. Bantuan diprioritaskan untuk
gereja yang lingkungan masyarakat-nya masih miskin.
Kepada mereka Pembimas memberikan informasi bahwa
Kementerian Agama RI Pusat memberikan bantuan untuk
rehabilitasi Rumah Ibadat sebesar Rp. 30.000.000 (Tiga
puluh juta rupiah).
167
Jumlah pemohon menurut pembimas Kristen cukup
banyak, proses pencairannya harus mengikuti ketentuan
Surat Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama
RI Nomor 77 tahun 2008 tentang pedoman pemberian
bantuan Menteri Agama RI, serta SK ekretaris Jenderal
Kementerian Agama RI bagi Lembaga Keagamaan dan
Kementerian Agama RI.
Menurut keterangan Kepala Subdit Bina Pelayanan
dan Keesaan Gereja Pontas Situros, latar belakang tentang
diberikan bantuan bagi Rumah Ibadah adalah masih
banyaknya rumah ibadah di daera-daerah terpencil yang
memerlukan bantuan. Selain meringankan beban umat
bantuan diberikan untuk merangsang masyarakat lebih
meningkatkan amal dan membantu membangun rumah
ibadat.
Proposal yang diajukan harus memenuhi
persyaratan, apakah rumah ibadat layak atau tidak
menerima bantuan. Permohonan persetujuan Kabupaten/
Kota maupun Kanwil Kementerian Agama RI di tingkat
Provinsi. Proposal yang diajukan sudah memenuhi
persyaratan bisa mendapatkan bantuan sosial.
Bantuan sosial Kementerian Agama ditangani Kepala
Saksi Penguatan Kelembagaan permohonan yang masuk
tidak diseleksi oleh tim khusus rumah ibadat yang terkena
bencana alam memperoleh prioritas untuk menerima
bantuan.
Bantuan sosial rumah ibadat bertujuan untuk
meningkatkan pengamalan agama masyarakat sekitar
168
rumah ibadat. Mengingat banyaknya jumlah pemohon
yang masuk ke Kementerian Agama, maka rumah ibadat
dan ormas keagamaan yang memperoleh bantuan sesuai
peraturan yang berlaku antara lain Surat Keputusan
Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI Nomor 77 tahun
2008 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Menteri Agama
RI dan sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI bagi
Lembaga Lembaga Keagamaan dan Kementerian Agama
RI. Rumah ibadat setelah menerima bantuan Pembimas
Urusan Agama Kristen Provinsi Bali melakukan
monitoring terhadapbantuan tersebut.
169
Rumah ibadat yang memperoleh bantuan dana
sosial adalah yang telah mengajukan permohonan untuk
memperoleh dana, baik dana pembangunan maupun dana
renovasi. Proposal permohonan dana bantuan juga
diajukan oleh ormas keagamaan. Rumah ibadat tersebut
diajukan oleh elemen penganut agama Hindu, Islam dan
Kristen.
Pura Luhur Pucak Geni
Pura Luhur Pucak Geni terletak di DR Seribupati
Desa Cau Belayu Kecamatan Marge Kebupaten Tabanan.
Pura terletak di perbukitan berjarak kurang lebih 10 Km
dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Tabanan, lokasinya
jauh dari lalu lalang kendaraan. Kehidupan masyarakatnya
sangat sederhana, sebagian besar penduduknya hidup dari
hasil pertanian. Didirikan pada tahun 1848 Masehi oleh
seorang raja I Gusti Bau dari Blayu.
Menurut keterangan Perbekal setempat berdirinya
Pura diawali dengan adanya berbagai peristiwa alam,
dikisahkan antara lain bahwa daerah ini dahulu
merupakan hutan, yang didalamnya banyak semut merah
Implementasi
Kebijakan Pemberian
Bantuan Sosial 2
170
yang mengganggu kehidupan masyarakat setempat. Ketika
itu datang seorang raja dari daerah Blayu I Gusti Bau
menetap di alas itu bersama pengikutnya. Apabila matahari
terbenam terlihat asap mengepul diatas alas tersebut.
Melihat hal itu Raja bertanya kepada salah seorang
pengikutnya yang taat beribadat, ia bernama Ida Bagus
Jenar bergelar Pedande Gede Raji. Asap yang selalu
mengepul di malam hari itu oleh Raja I Gede Bagus Bau
dilaporkan kepada Pendeta tersebut. Kemudian mereka
bersama-sama datang menuju ketempat itu untuk ber-
semedi dan menyaksikan kepulan asap. Selesai bersemedi
mereka berkesimpulan bahwa asap yang mengepul setiap
malam ternyata keluar dari kumpulan batu-batu, dan batu-
batu itu sampai sekarang disimpan dalam Pura.
Cerita Perbekal Desa Cau Belayu, Raja dan Pedande
ketika bersemedi berjanji, apabila penduduk tidak lagi
diganggu semut-semut merah didaerah itu akan didirikan
Pura. Janji akhirnya ditepati kedua orang itu dengan
mendirikan Pura, sebab setelah mereka bersemedi semut
merah ternyata tidak lagi mengganggu penduduk desa
setempat. Pura itu diberi nama Luhur Pucak Geni. Pura
ini memiliki areal seluas 15 are (1500 m2). Bangunan Pura
tersebut meliputi:
Pelinggih Utama Pura
Pelinggih ini meliputi Pelinggih Ratu Gede,
Pelinggih Ratu Mas serta Pelinggih Ratu Pucak Padang
Dawa, Pelinggih Pepelik serta Pelinggih Padma Sana.
171
Pelinggih Ratu Pucak Geni
Pelinggih ini meliputi Pelinggih Ratu Mas Lingsir,
Pelinggih Ratu Ngurah, Pelinggih Siwa Sangkara.
Pelinggih Tempat Sembahyangan
Pelinggih ini Murda Manik, Sembahyangan Siwa
Sangkara.
Balai-balai
Balai-balai tersebut diantaranya Balai Pecalang,
Panggungan, Pewaregan Suci, Gong, Kulkul, Pengubengan,
Pewaregan serta Pesandekan dan Pelinggih seperti Apit
Sarung, Kori Agung, Apit Lawang, dan Wantilan.
Dilingkungan Pura direncanakan akan dibuat Tiolet Kran
umum serta akan diperluas tempat parkir umum.
Rumah ibadat ini masuk kategori Pura Jagat
Kahyangan, selain digunakan untuk persembahyangan
masyarakat setempat juga warga desa lain. Pada upacara-
upacara Oedalan dan lain-lain, umat Hindu tingkat
kecamatan maupun kabupaten banyak datang ke Pura ini
untuk melakukan sembahyang.41
Pada tahun 2008 Pura Luhur Pucak Geni menerima
bantuan sosial dari Direktur Urusan Agama Hindu, Dirjen
Bimas Hindu sebesar Rp. 60.000.000,- (Enam puluh juta
rupiah). Menurut Pembekal Desa Cau Belayu informasi
mengenai adanya bantuan bagi rumah ibadat diperoleh
dari penyuluh agama kabupaten. Informasi tersebut oleh
41 Pendeta Adat Ida Bagus Eka Surawan; Wawancara tanggal, 29 April
2010,
172
pengelola Pura akhirnya direspon dengan mengajukan
permohonan bantuan Kepada Kepala Kantor Kementerian
Agama Kabupaten setempat, yang pada gilirannya
permohonan tersebut dikanulkan Kementerian Agama
tanpa perlu rekomendasi.
Dana bantuan yang diperoleh diantaranya dari
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali. Dana
bantuan ini dikelola oleh sebuah panitia yang dibentuk
berdasarkan musyawarah pengurus Pura. Sebagai
ketuanya yaitu I Gusti Gde Nyoman Sudana BE, SE. dana
tersebut dimanfaatkan untuk perluasan Pelinggih Ratu
Gede yaitu tempat berstana para tapakan Ida Bahatara.
Anggaran pembangunannya sebesar Rp.163.000.000,-
(Seratus enam puluh tiga juta rupiah), memperoleh
bantuan dari Kementerian Agama RI sebesar Rp
60.000.000,- (Enam Puluh Juta Rupiah). Dana itu berfungsi
sebagai stimulus bagi masyarakat maupun donatrr untuk
membantu pembangunan Pura lain. Menurut keterangan
tetua desa, setiap warga dikenakan sumbangan biaya rehab
sebesar Rp. 300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah) dibayarkan
boleh secara angsur.
Pelaksanaan rehab dikerjakan masyarakat setempat
secara bergotong-royong, adapun rincian penggunaan
uang dicatat dalam Laporan Keuangan. Pelaksanaan
pembangunan diawasi oleh Pecalang Pura. Pengawasan
dilakukan oleh aparat desa dan Pendeta Adat. Pelaksana
Pembangunan oleh Ketua Bantuan sosial termasuk
sumbangan warga dilaporkan ke masyarakat luas
disaksikan pengurus Pura.
173
Bantuan sosial untuk rehab Pelinggih-Pelinggih
sangat bermanfaat kegiatan Pura, misalnya ketika
dilaksanakan Oedalan biasanya Barong-Barong ditempat-
kan di halaman Pura tetapi sekarang ditempatkan dalam
pelinggih-pelinggih itu dan sebelum ada hanya bisa
singgah satu malam di Pura. Namun sekarang Barong-
Barong tersebut bisa menginap beberapa malam. Setelah
perluasan, Pura juga bisa digunakan untuk musyawarah.
Kemajuan syiar keagamaan cukup dirasakan masyarakat
setempat karena tempat persembahyangan kini sudah
cukup memadai. Pura selalu dijaga para pecalang untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Masjid Al-Ikhsan Sanur Bali
Masjid Al-Ihsaan Sanur Bali terletak di area Hotel
Bali Beach Sanur berjarak + 3 km dari pusat pemerintahan
Provinsi Bali. Pada tahun 1963 bertepatan meletusnya
Gunung Agung yang sangat dahsyat masjid tersebut mulai
dibangun, letusan tersebut mengakibatkan Kota
Amplapura Karang Asem rusak berat, tidak sedikit korban
harta dan jiwa. Pada saat itu Pemerintah Pusat sedang
membangun hotel bertingkat sepuluh, dengan biaya dari
pampasan perang Jepang. Pembangunan dikerjakan oleh
PN. PP Jakarta, Teknisi dari Jepang yang personalianya
kebanyakan beragama Islam. Ketika itu PN. PP mendirikan
sebuah bangunan mushalla sederhana sebagai tempat salat
fardhu dan salat Jum’at untuk karyawan PN. PP serta para
karyawan Hotel Bali Beach Sanur.
174
Pada tahun 1965 pembangunan Hotel Bali Beach
hampir selesai kemudian mushalla di bongkar dipindahkan
ke gudang dinding musholla masih papan sampai
peresmian Hotel Bali Beach Sanur pada tahun 1966.
Peresmian dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono ke
IX, Setelah hotel diresmikan mushalla di pindah lagi ke
gudang dekat perumahan karyawan yang waktu itu
digunakan untuk kepentingan karyawan dan masyarakat
desa Sanur.
Pada tahun 1972 dilakukan perluasan pembangun-
an hotel dari 300 kamar menjadi 500 kamar, pembangunan-
nya juga dikerjakan oleh PN. PP Jakarta. Setelah
penambahan kamar hotel, persetujuan Mantan Direksi
Letjen R. Suryo, dengan di tempat itu didirikan masjid
berbentuk Joglo dan Khas Bali beratap alang-alang dileng-
kapi tempat wudhu, masjid dapat menampung + 200
jamaah, masjid tersebut kemudian diberi nama Al-Ihsaan.
Seiring dengan terus berkembangnya pariwisata,
masjid Al-Ihsaan tidak dapat lagi menampung jamaah
untuk melaksanakan salat Jum’at, Idul Fitri dan lain-lain.
Pada tahun 1982 dilakukan dan perluasan masjid. Biaya
pembangunan diperoleh dari sumbangan umat Islam dan
dermawan muslim yang berada di sekitar pantai Sanur
Denpasar. Masjid ini sebelumnya telah mendapat bantuan
dari pemerintah Propinsi Bali dan Presiden Soeharto.
Bantuan sosial bagi rumah ibadat diberikan
berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) serta SK yang
dibuat Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama untuk
memperoleh bantuan tersebut. Pengurus masjid terlebih
175
dahulu mengajukan permohonan bantuan ditujukan
kepada Menteri Agama RI cq. Dirjen Bimas Islam.
Permohonan itu dilampiri/dilengkapi susunan pengurus
diketahui Kepala KUA dan Camat setempat; Rencana
Anggaran Biaya (RAB); Rekomendasi Kanwil Kementerian
Agama RI Provinsi, Bistek/gambar bangunan yang dibuat
oleh arsitek; foto copy sertifikat tanah dilegalisasi BPN
setempat; mencantumkan nomor rekening Bank BRI atas
nama pengurus atau panitia; dan foto-foto pembangunan.
Seluruh proposal yang mamsuk diseleksi oleh Direktorat
Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas
Islam Kementerian Agama RI.
Terhadap masjid atau mushalla yang proposalnya
dianggap memenuhi syarat secara administratif dilakukan
studi kelayakan. Setelah memperoleh persetujuan dari
pejabat berwenang, selanjutnya dibuatkan SK sebagai
tanda disetujuinya proposal tersebut yang dibuat secara
kolektif.
Permohonan yang telah diterima melalui Kepala
Kanwil Kementerian Agama dalam hal ini Kabid Bimas
Islam dan Penyelenggara haji dan Kepala Kantor Kemen-
terian Agama kabupaten/kota hal itu diberitahukan
kepada pengurus rumah ibadat yang bersangkutan.
Menurut keterangan Bidang Pendidikan dan
Pemberdayaan Masjid Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Bali pihaknya tidak pernah memberikan
rekomendasi, tetapi yang menentukan masjid layak atau
tidak memperoleh bantuan adalah Direktorat Urusan
Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama
176
RI. Karena di Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali
belum pernah dibuat aturan secara tertulis, tentang proses
penerima bantuan kepada masyarakat.
Jumlah rumah ibadat yang mengajukan permohon-
an bantuan + 10 rumah ibadah meliputi masjid dan
mushalla. Bantuan yang diberikan sebesar Rp. 50.000.000,-
(Lima puluh juta rupiah). Pencairan dana dilakukan secara
langsung (LS) melalui rekening Bank BCA atas nama
pengurus masjid.
Menurut keterangan salah seorang Pengurus Masjid
Al-Ihsan, bantuan dana yang diperoleh Masjid Al-Ihsan
pada tahun 2008 berawal dari informasi Ketua Dewan
Masjid Indonesia ketika dia mengikuti Rakernas DMI di
Jakarta. Ketua DMI waktu itu menganjurkan agar masjid
Al-Ikhsan Pantai Sanur mengajukan proposal ke Direktorat
Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas
Islam. Menurut Ketua DMI, untuk daerah minoritas Islam
seperti Provinsi Bali, masjid diprioritaskan untuk
menerima bantuan. Permohonan dialamatkan ke Kantor
Kementrian Agama Pusat tanpa menyertakan rekomendasi
Kanwil kementerian Agama Provinsi Bali. Proposal
diajukan langsung ke Kantor Kementerian Agama Pusat
untuk merehab atap yang mulai rusak. Dana yang berhasil
dicairkan sebesar Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah),
tentunya tidak cukup untuk memperbaikan atap masjid.
Kemudian dialihkan penggunaan untuk membangun pagar
sekeliling masjid. Pembuatan pagar menghabiskan dana
sebesar Rp. 60.415.000,- (Enam Puluh Juta Empat Ratus
Lima Belas Ribu Rupiah).
177
Pagar selesai dibangun pada tanggal 7 Pebruari
2009. Pengawasannya dilakukan pengurus, penasehat dan
Ketua Umum masjid. Keterlibatan aparat dalam pem-
bangunan masjid hanya pada even-even tertentu seperti 1
Muharram, Idul Fitri dan lain-lain.
Dana yang diterima panitia digunakan untuk
membuat pagar masjid Al-Ikhsan pantai Sanur karena
masjid tersebut belum di pagar secara permanen sehingga
menyebabkan banyak binatang keluar masuk ke
lingkungan masjid sehingga mengurangi kesucian masjid.
Para pengunjung masjid kebanyakan wisatawan
yang berkunjung ke Bali dan sebagian karyawan hotel yang
beragama Islam. Masjid pada awalnya diperuntukkan bagi
karyawan hotel yang beragama Islam. Pada perkembangan
selanjutnya masjid banyak dimanfaatkan oleh orang orang
dari luar hotel dengan alasan untuk memakmurkan masjid.
Disamping untuk kegiatan ibadah shalat lima waktu
masjid juga dimanfaatkan keperluan akad nikah, pengajian
karyawan hotel, dan masyarakat sekitar dan wisatawan
domistik maupun manca Negara yang siggah di masjid.
Pada bagian lain masjid dimanfaatkan untuk kegiatan
peserta kongres PDIP dan Kongres PAN kebanyakan
peserta kongres yang beragama Islam mereka mengunjungi
masjid untuk melak-sanakan ibadah salat lima waktu
sedangkan masyarakat sekitar kawasan masjid kurang
peduli terhadap keberadaan masjid karena mereka
kebanyakan beragama Hindu Bali tetapi bila ada kegiatan
hari-hari besar Islam dan sejenisnya mereka turut
178
membantu terutama terhadap keamanan kendaraan tamu
masjid dan lain sebagainya.
Menurut salah seorang pengurus masjid
Pertanggungjawaban keuangan selalu dengan cara
dilaporkan kepada jamaah maupun kepada masyarakat
melalui setiap saat jamaah masjid bisa membaca keadaan
kas masjid.
Gereja Kristen Kaba-Kaba
Gereja ini berlokasi di jalan Raya Gamongan desa
Toya Urip Kaba-Kaba Kecamatan Kediri Kabupaten
Tabanan. Gereja Kristen ini dibangun diatas tanah seluar
300 meter persegi, tanah tersebut adalah milik salah
seorang penduduk asli Bali yang bernama I Nyoman Rinis
dan Imade Manre (alm) adalah orang pertama yang
mendirikan Gereja Kristen Bali. Awal dibangun gereja
tersebut tahun 1976 dengan ukuran lebar 7 meter dan
panjang 10 meter, kemudian mengalami perubahan pada
bangunan gereja tersebut menjadi 108 meter persegi
dengan panjang 12 meter dan lebar 9 meter itu terjadi
tahun 1982. Pada akhir tahun 2007 bangunan gereja
mengalami perubahan kembali sehingga pembangunan
gereja berubah menjadi 182 meter persegi. Sebelum ada
bangunan gereja umat Kristen melakukan ibadah dari
rumah kerumah secara bergantian.
Bangunan gereja tersebut berada ditengah-tengah
persawahan, baik disebelah kanan dan kiri tidak ada
bangunan rumah penduduk yang ada hanyalah lahan
sawah. Jarak rumah penduduk dengan bangunan gereja
179
kurang lebih 400 meter. Gereja ini termasuk Sinode Badung
Selatan dan langsung masuk ke wilayah pusat walaupun
secara administrasi gereja itu berada di wilayah Kabupaten
Tabanan yang koordinasi pelayanan berada di Kabupaten
Badung Selatan.42
Pengelolaan Dana Bantuan Sosial Keagamaan
Pengelolaan dana bantuan rumah ibadah dengan
melalui seleksi proposal dan diutamakan gereja yang
sangat membutuhkan, kepanitiaannya dilampirkan dalam
proposal, sedangkan program kerjanya direncanakan
untuk evesiensi dana dan tenaga. Jumlah uang yang
diterima sesuai dengan yang dimintakan karena
penerimaan langsung melalui rekening atas nama gereja.
Gambar bangunan dilampirkan dalam proposal, sedangkan
laporan dilakukan secara rutin dan tertulis setiap minggu
kepada jemaat. Informasi bantuan tersebut diperoleh dari
Penbimas Urusan Agama Kristen. Bantuan dana
dimanfaatkan untuk memperluas bangunan gereja,
sehingga dapat menampung jamaah yang lebih banyak.
Pemanfaatan Dana Bantuan Sosial Keagamaan
Pemberian dana bantuan fisik gedung ternyata
dirasakan oleh masyarakat sangat bermanfaat, karena
sebelum ada bantuan kondisi gereja kurang nyaman untuk
pelaksanaan kebaktian sebab sebagian atapnya sudah rusak
namun sesudah mendapat bantuan atapnya sudah
42 Pdt. I putu Lukas Sumaja, Pengurus gereja Kristen Desa Kaba-Kaba,
Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Wawancara tanggal 28 April 2010.
180
diperbaiki dan nyaman untuk mwelaksanakan kebaktian.
Partisipasi masyarakat setempat dalam membangun gereja
ternyata tidak ada kecuali partisipasi jamaah gereja dalam
membangun gereja.
Untuk kemajuan syiar agama memang sangat
kurang dirasakan karena umat pemeluk agama Kristen di
daerah tersebut hanya 14 KK atau sekitar 45 jiwa.
Merekalah yang menghidupkan gereja di Desa kaba-kaba.
Untuk menghidupkan kegiatan gereja dan mengembang-
kannya jamaah gereja kadang-kadang mendatangkan
pendeta dari tempat lain untuk berkhutbah dalam rangka
menghidupkan rasa keagamaan jamaah.
Kemudian bangunan gereja tidak pernah
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kecuali pada
halaman untuk parker kendaraan. Dampak sosial memang
belum dirasakan oleh masyarakat sekitar yang beragama
lain.
Bantuan FKUB Provinsi Bali
Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Bali
terbentuk pada tanggal 12 Pebruari 1999. Sebelum itu telah
tepatnya selama 6 tahun, telah terbentuk forum serupa
dengan nama Forum Kerukunan Antar Umat Beragama
(FKAUB) yang berkantor di MUI Provinsi Bali. Pada tahun
2005 sampai tahun 2008 kantor FKAUB pindah ke
Universitas Dwi Jendra. Selanjutnya pada tanggal 16 Juli
2008 FKAUB berubah menjadi Forum Kerukunan Umat
Beragama dan berkantor di gedung milik sendiri,
181
memperoleh dana bantuan pemerintah sebesar Rp.
500.000.000,-
Kegiatan Forum Kerukunan Umat Beragama
mendapatkan bantuan setiap tahunnya dari Kementerian
Agama RI Pusat sebesar Rp. 30.000.000,- (Tiga puluh juta
rupiah) sedangkan dana anggaran dari pemerintah daerah
sebesar Rp. 140.000.000,- (Seratus empat puluh juta rupiah).
Di tingkat kabupaten mendapatkan bantuan kegiatan
sebesar Rp. 75.000.000,- untuk 8 (delapan) kabupaten dan
satu kotamadya. Yang terbagi atas 3 (tiga) wilayah setiap
wilayah mendapat Rp. 25.000.000,- (Dua puluh lima juta
rupiah) yaitu wilayah barat terdiri dari Kabupaten
Tabanan, Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Buleleng.
Wilayah Tengah terdiri dari Kabupaten Badung, Kabupa-
ten Kota Denpasar dan Kabupaten Gianjar; Sedangkan
wilayah Timur terdiri dari Kabupaten Karangasem,
Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Bangli.
Bantuan Ormas Hindu
Bantuan yang diperuntukkan bagi Ormas Keagama-
an Hindu diberikan kepada Pecalang Desa Pakraman
Wongayagede, Banjar Wongayagede, Desa Wongayagede,
Kecamatan Penebal Kabupaten Tabanan Bantuan dana
tersebut berasal dari Anggaran Pemda setempat, dalam Hal
ini Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali. Pecalang
petugas yang bergerak di bidang keamanan pada tingkat
desa dan Pura.
Dalam mengembangkan tugas itu, mereka
mendapat perhatian (bantuan) dari Pemda setempat,
182
dengan diberikan insentif dana bantuan sebesar Rp.
5.000.000,- (Lima juta rupiah) pada tahun 2009, untuk
perlengklapan dalam memegang tugas mereka seperti,
Kenip Kuli, Kaos kaki, Baju Hitam, Biji Bross Perak, Kain
Kamen katun, Pesawat Brike, dan Transport petugas.
Penyerapan Dana
Adapun pemanfaatan dana tersebut adalah sebagai
berikut: (1) pembelian 8 pasang kenip kulit, seharga Rp.
2.396.000; (2) 8 (delapan) pasang kaos kaki seharga Rp.
48.000,- (3) pakaian baju kulit hitam seharga Rp. 25.000,- (4)
8 (delapan) biji bross perak seharga Rp. 1.200.000,- (5) 8
(delapan) kain kamen katun seharga Rp. 200.000,- (6)
Handy-talky seharga Rp. 950.000,- dan transport petugas 4
kali sebesar Rp. 181.000,-43
Persyaratan penerimaan dana bantuan bagi rumah
ibadat dan ormas keagamaan pada intinya mereka
mengajukan proposal ke Kantor Kementerian Agama RI,
namun yang membedakan kadang-kadang proses
pengajuannya. Karena masing-masing bagi pemohon tidak
sama baik hubungan atau kedekatan dengan si pemberi
bantuan sehingga ada lebih mudah dan ada juga melalui
prosedur. Setelah mendapatkan penjelasan dari Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Tabanan Pengurus Pura
membentuk Panitia untuk mengajukan proposal dana
bantuan merenovasi Pura dengan ketua I Gusti Gde
Nyoman Sudana, BE, SE, tertanggal 2 Mei 2008. Setelah
43 Panitia Ormas Keagamaan, Perincian Penggunaan Dana bantuan tahun
2009.
183
proposal selesai dan persyaratan dilengkapi kemudian di
kirim ke Kantor Kementerian Agama Kabupaten dan
dilanjutkan ke Kanwil Kementerian Agama Tingkat
Propinsi untuk mendapatkan rekomendasi, baru dikirim ke
Ditjen Bimas Hindu dan Buddha Kementerian Agama RI
Pusat.44
Pengiriman proposal dari Kanwil Kementerian
Agama Provinsi Bali menurut keterangan Kasi Sarana dan
Prasarana Bidang Urusan Agama Hindu Kanwil
Kementerian Agama Provinsi Bali Drs. I Nyoman
Arimbawa bahwa proses seperti ini ditempuh sejak tahun
2008, yang sebelumnya tidak pernah dikordinasikan.
Bantuan Dana Ormas Islam Lasqi
Ormas yang memperoleh dana bantuan dari
Kementerian Agama adalah Lembaga Seni Qasidah
Indonesia (Lasqi) sebagai organisasi Keagamaan Lembaga
Seni Qasidah Indonesia (Lasqi) yang ada di Provinsi Bali
berdiri pada tahun 2009, adalah suatu organsasi yang
mengurus seni qasidah Indonnesia. Pada Periode 2009 –
2014 sekarang Lasqi. mendapat bantuan dari Pemerintah
Pusat sebesar Rp. 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah).
Lembaga ini diketahui oleh Drs. H. Moch Soleh, M. Pd.
Jajaran pengurus di bawahnya adalah pegawai Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali yang beragama
Islam. Mereka itu adalah kumpulan orang-orang memiliki
bakat bidang Seni terutama seni yang bernafaskan Islam.
44 Ida bagus Eka Surawan, Pendeta Adat, Desa Cau Belayu, Kecamatan
Marge, Kabupaten Tabanan, tanggal 29 April 2010.
184
Masalah dana bantuan yang diberikan oleh Kantor
Kementerian Agama RI Provinsi Bali yang baru pertama
kali dalam memperoleh dana pengurus mengajukan
proposal/anggaran kegiatan selama satu tahun namun
anggaran tersebut tidak semuanya dipenuhi untuk
kebutuhan selama satu tahun, sehingga pengurus terpaksa
mencari tambahan dana untuk mencukupi kebutuhan
tersebut.
Adapun penggunaan dan pemanfaatan dana
bantuan tersebut digunakan untuk kegiatan yang berkaitan
dengan pelaksanaan kegiatan harian pengurus Lasqi
seperti membeli kertas, mengirim surat-surat keluar dan
transport petugas dan lain-lain. Sedang pemanfaatannya
diantaranya dapat menunjang kegiatan operasional Lasqi
selama satu tahun. Disamping itu pemanfaatannya untuk
membiayai kegiatan Lembaga Seni Qosidah Indonesia.
Faktor pendukung implementasi dana bantuan
ormas keagamaan antara lain kegiatan berjalan sesuai
dengan program meski dana sedikit. Sebagian besar yang
duduk di jajaran pengurus adalah para pegawai
Kementerian Agama RI. Disamping itu karena adanya
kemudahan menghubungi petugas yang dapat dihubungi
sewaktu-waktu.
Sedangkan faktor penghambatnya diantaranya
LASQI tidak memiliki dana sendiri, hanya bergantung
pada donatur, yaitu dari pemerintah pusat dan daerah.
Akibatnya tidak jarang pengurus mengeluarkan dana dari
uang pribadinya.
185
Bantuan Dana Untuk Pusparawi
Dana yang dikeluarkan dari Bimas Kristen
diperuntukkan bagi Lembaga Pesta Paduan Suara Gerejawi
(Pesparawi) Bali. Lembaga tersebut terbentuk berdasarkan
Surat Keputusan Gubernur Bali, nomor 595/01-
D/HK/2007 pada tanggal 30 Juli 2007. Duduk sebagai
ketua umum adalah Budi Panglela, SE.
Pesparawi merupakan salah satu sarana pembinaan
umat Kristiani untuk meningkatkan kualitas iman dan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang maha Esa, yang sekaligus
memperhatikan menghargai, dan mendorong seni budaya
yang bernafaskan keagamaan. Pusparawi merupakan
kegiatan umat Kristiani baik secara nasional regional,
daerah, yang didukung oleh pemerintah dan lembaga-
lembaga Gerejawi azas nasional antara lain PGI, PGPI, PII,
PBI, Bala Keselamatan, GMAHK, GDI, dan semua
dukungan masyarakat Kristiani. Karena itu Pusparawi
merupakan tugas pemerintah gereja, dan masyarakat
sebagai partisipasi aktip umat beragama dalam pem-
bangunan nasional atau dapat disebut asset pembangunan
nasional.
Pusparawi memiliki Visi terwujudnya sikap dan
penampilan umat Kristiani sebagai teladan dalam memuji
dan memuliakan Tuhan melalui suara yang berkumandang
harmonis, dan merdu sebagai wujud? ibadah kepada Allah.
Misi membina dan melastarikan seni budaya yang
bernafaskan keagamaan Kristiani, membina dan meme-
lihara kebaragamaan rasa persaudaraan dan kerukunan
186
umat Kristiani, memperkokoh dan meningkat-kan kualitas
iman umat Kristiani melalui puji-pulian kepada Tuhan
yang Maha Esa; Menjadikan Pesparawi menjadi wujud
kesaksian dan wujud partisipasi umat Kristiani dalam
pembangunan; membina dan mengem-bangkan kreatifitas
musisi dan komponis Kristen serta melaksanakan peng-
kaderan generasi muda; Menjadikan event Pesparawi
sebagai sarana untuk mewujudkan kerukunan dan har-
monisasi kehidupan internal antar umat beragama. 45
Pada tahun anggaran 2008 mendapat dana bantuan
sebesar Rp. 60.000.000,- (Enam puluh juta rupiah) dari
Ditjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI.Penggunaan
dana bantuan tersebut antara lain untuk membina umat
dalam bidang seni yang bercorak keagamaan.
Bantuan Sosial Keagamaan dirasa semakin
meningkatkan umat dalam mengembangkan seni budaya
yang bernafaskan agama melalui seni, umat semakin
menyadari pentingnya pengembangan dakwah agama
melalui seni budaya yang nafaskan agama, selain itu
bantuan sosial juga dapat meningkatkan keimanan umat
melalui seni budaya yang bercorak religius, serta dapat
mewujudkan dan memelihara rasa persaudaraan serta
kerukunan bagi umat kristiani, meningkatkan kreatifitas
para musisi dan kompunis kristiani terhadap pengkaderan
gerenasi muda.
Pada bagian lain dana bantuan bagi rumah ibadat
dan ormas keagamaan telah dikucurkan. Dana tersebut
45 Pesparawi IIX, Medan 8-18 Juli 2006.
187
memberikan dampak positif yang dirasakan masyarakat.
Umat menjalankan aktivitas agamanya lebih nyaman
karena memperoleh pelayanan dan perhatian dari
pemerintah. Hal tersebut dirasakan oleh umat Hindu yang
melakukan peribadatan. Umat yang berasal dari tempat
lain juga berduyun-duyun berdatangan ke Pura dan
mereka nyaman berlama-lamaan berada di Pura dibanding
sebelum direhab. Secara kuantitas, umat yang datang ke
Pura juga bertambah.
Religiusitas umat Hindu juga dipengaruhi oleh
ketokohan dan karisma Drs. I Nyoman Jendra, rohaniwan
di Pura tersebut. Beliau juga menjabat Kepala Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Tabanan. Kondisi Pura
dan Perkembangannya sangat didukung oleh masyarakat
setempat, karena setiap kegiatan dilakukan secara
bergotong-royong tanpa membedakan asal usul mereka.
Sementara itu pembangunan masjid bagi umat
Islam di Masjid Al-Ihsan Sanur juga berdampak signifikan
bagi pelayanan ibadah. Jama’ah di masjid tersebut merasa
lebih nyaman karena penambahan infrastruktur yang
makin tertata.
Adapun jamaah masjid kebanyakan wisatawan
yang berkunjung ke Bali dan sebagian karyawan hotel yang
beragama Islam.majid pada awalnya diperuntukkan bagi
karyawan hotel yang beragama namun dalam
perkembangan selanjutnya masjid banyak dimanfaatkan
oleh orang orang dari luar hotel. Alsan pengurus mamsjid
membolehkan mereka karena masjid harus selalu
dimakmurkan.
188
Disamping untuk kegiatan ibadah shalat lima
waktu masjid juga dimanfaatkan akad nikah, pengajian
karyawan hotel, dan masyarakat sekitar dan wisatawan
domistik maupun manca Negara yang siggah di masjid.
Pada bagian lain masjid dimanfaatkan untuk kegiatan
peserta kongres PDIP dan Kongres PAN kebanyakan
peserta kongres yang beragama Islam mereka mengunjungi
masjid untuk melak-sanakan ibadah salat lima waktu
sedangkan masyarakat sekitar kawasan masjid kurang
peduli terhadap keberadaan masjid karena mereka
kebanyakan beragama Hindu Bali tetapi bila ada kegiatan
hari-hari besar Islam dan sejenisnya mereka turut
membantu terutama terhadap keamanan kendaraan tamu
masjid dan lain sebagainya
Menurut salah seorang pengurus masjid
Pertanggungjawaban keuangan selalu dengan cara
dilaporkan kepada jamaah maupun kepada masyarakat
melalui setiap saat jamaah masjid bisa membaca keadaan
kas masjid.
Rumah ibadah umat Kristiani gereja Kaba-Kaba
juga memperoleh perhatian. Dampak pemberian dana
bantuan fisik sangat berarti bagi umat di gereja itu.
Sebelum dilakukan renovasi, kondisi gereja dirasakan
kurang nyaman. Atapnya sudah usang dan pada rusak
sehingga dirasakan sangat mengganggu pada saat ibadah.
Masyarakat turut berpartisipasi aktif merenovasi tempat
ibadat mereka.
Untuk kemajuan siar agama memang sangat kurang
dirasakan karena umat pemeluk agama Kristen di daerah
189
tersebut hanya 14 KK atau sekitar 45 jiwa. Merekalah yang
menghidupkan gereja di Desa kaba-kaba. Untuk
menghidupkan kegiatan gereja dan mengembangkannya
jamaah gereja kadang-kadang mendatangkan pendeta dari
tempat lain untuk berkhutbah dalam rangka
menghidupkan rasa keagamaan jamaah.
Kemudian bangunan gereja tidak pernah
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kecuali pada
halaman untuk parker kendaraan. Dampak sosial memang
belum dirasakan oleh masyarakat sekitar yang beragama
lain.
Pengelolaan Dana Bantuan Kementerian Agama RI
Pengelolaan bantuan dana kegiatan Forum
Kerukunan Umat Beragama dari Kementerian Agama RI
Pusat dimanfaatkan untuk keperluan kegiatan rutin selama
satu tahun.
Faktor Pendukung Implementasi Bantuan
Diantara faktor-faktor pendukung implementasi
bantuan sosial ini adalah:
1. Adanya bantuan rutin dari Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi Bali untuk perawatan
gedung dan mebelair;
2. Baik bantuan yang dari pusat maupun dari Provinsi
Bali sangat membantu kegiatan operasional kantor
Forum Kerukunan Umat Beragama;
190
3. Adanya kerja sama orum Kerukunan Umat Beragama
dengan instansi yang terkait seperti Kesra, Kesbang
Linmas, dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi,
serta pemerintah daerah yang dapat mendukung
kegiatan Forum Kerukunan Umat Beragama sehingga
kegiatan tersebut dapat berjalan dengan biaya yang
sedikit bahkan kadang-kadang tidak mengeluarkan
biaya kegiatan karena sudah duitanggulangi oleh
pemerintah daerah;
Sedangkan kendala yang dihadapi antara lain:
1. Mekanisme pecairan dana kadang sering terlambat
sehingga bila ada kegiatan biaya tersebut mencari
pinjaman dahulu;
2. Kurang adanya koordinasi antara pengurus yang ada
selama ini sehingga kegiatan berjalan tidak tepat waktu;
3. Sebaiknya anggaran untuk FKUB perlu ada
penambahan sehingga programkan yang telah dibuat
dapat dilaksanakan tepat waktu, serta hailnya dapat
dimaksimalkan selama satu tahun;
191
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan:
1. Kebijakan pemerintah dalam menyalurkan bantuan
dana bagi rumah ibadah dan ormas keagamaan tidak
jauh berbeda. Masing-masing calon penerima dana
bantuan terlebih dahulu mengajukan proposal ke Dirjen
masing-masing.
2. Proposal permohonan yang diajukan disyaratkan untuk
memenuhi ketentuan yang berlaku.
3. Pencairan dana dilakukan melalui transfer ke rekening
BRI atas nama pengurus atau panitia. Setelah bantuan
diterima, pihak penerima membuat laporan
pertanggungjawaban keuangan, dan pihak pemberi
bantuan ada yang melakukan pengawasan
penggunaannya.
4. Bantuan pembangunan sarana ibadat dan ormas
keagamaan dirasakan manfaatnya oleh umat masing-
masing.
3
Penutup
192
Daftar Pustaka
A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Dr, M.Si, Evaluasi
Kinerja SDM, PT. Refika Aditama, Cetakan keempat
2009
Lijan Poltak Sinambela, Prof. Dr. Dkk, Reformasi Pelayanan
Publik Teori Kebijakan dan Implementasi, Bumi Aksara,
Jakarta, Cetakan keempat Tahun 2008
M. Yusuf Asry dan Amiur Nuruddin, Pemberdayaan
Lembaga Keagamaan Dalam Kehidupan Ekonomi dan
Sosial, Badan Litbang dan Diklat, Departemen
Agama RI, Jakarta Tahun 2009
----- Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Direktorat
Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren,
Departemen Agama RI, Dirjen Pendis, Jakarta,
Tahun 2009
Sapaniah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Jakarta,
RajaGrafindo, 2003
Syarif Makmur, Dr. M.Si, Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia dan Efektifitas Organisasi, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2008
Pengawasan Dengan Pendekatan Agama, Inspektorat Jenderal,
Departemen Agama RI, Jakarta 2005
Modul Pengawasan Dengan Pendekatan Agama, Inspektorat
Jenderal, Departemen Agama RI, Jakarta, 2008
193
Penutup
194
195
enelitian ini merupakan penelitian evaluasi
(evaluation research) terhadap program bantuan
dana sosial keagamaan di lingkungan
Kementerian Agama, dilakukan dengan meng-gunakan
metode kualitatif. Penelitian yang diselenggara-kan dengan
menurunkan tim dalam waktu bersamaan ini
mempertimbangkan lokasi-lokasi yang diteliti secara
berimbang dan populasi yang signifikan. Secara umum,
benang merah yang dapat dipeorleh dari kajian ini
diantaranya:
1. Kementerian Agama RI dalam penyediaan dana bantuan
sosial dilakukan oleh pimpinan unit kerja eselon I
(Ditjen Bimas Islam, Bimas Kristen, Bimas Katolik, Bimas
Buddha, dan Bimas Hindu). Dana bantuan diperuntuk-
kan bagi pembangunan rumah ibadat dan ormas
keagamaan ini memerlukan pedoman pelaksanaan
pemberian bantuan rumah peribadatan dan ormas
keagamaan.
2. Selain dilakukan unit kerja Eselon I, bantuan sosial juga
dilakukan oleh Kantor Wilayah Kementrian Agama
yang dilegalkan melalui surat keputusan-nya. Namun,
implementasi kebijakan Kantor Wilayah tersebut di
lapangan bervariasi.
3. Dana bantuan untuk rumah ibadah pada umumnya
dimanfaatkan untuk rehabilitasi rumah ibadat. Khusus
di Propinsi Nusa Tenggara Timur ditemukan dana
bantuan sosial yang dimanfaatkan untuk menunjang
pemberdayaan ekonomi umat.
P
196
4. Secara umum dampak sosial keagamaan pem-berian
bantuan masih kurang nampak, karena kecilnya jumlah
bantuan dibandingkan kebutuhan ril rumah ibadat.
Namun di beberapa wilayah jumlah bantuan untuk
rumah ibadat dan ormas keagamaan bantuan tersebut
dirasa dapat meng-gairahkan jamaah untuk memberi
sumbangan dalam membangun rumah ibadat serta
mengembangkan aktivitas ormas keagamaan.
5. Faktor pendukung pelaksanaan pemberian bantuan
sosial adalah: 1) adanya kebijakan Kementrian Agama
melalui surat keputusan yang mengatur proses
pemberian bantuan, dan dibuatnya pedoman pelak-
sanaan pemberian bantuan sosial baik di pusat maupun
pada Kanwil Kementrian Agama masing-masing
daerah, 2) adanya partisipasi masyarakat untuk
memanfatkan bantuan. Sedangkan faktor penghambat
antara lain: 1) minimnya jumlah bantuan sosial kepada
rumah ibadat dan ormas keagamaan dibanding
kebutuhan masyarakat 2) lamanya waktu diterima-nya
bantuan di sebagian tempat; 3) kurangnya koordinasi
antara Kementrian Agama Pusat dengan Kanwil
Kementrian Agama daerah dalam penentuan penerima
dana bantuan sosial; dan 4) minimnya studi kelayakan
dan monitoring terhadap pelaksanaan pemberian
bantuan sosial terhadap rumah ibadat dan ormas
keagamaan.
Dan untuk pihak-pihak sebagai pemangku
kebijakan, disampaikan rekomendasi beberap hal berikut:
197
1. Diperlukan studi kelayakan dalam penentuan
penerima bantuan dan monitoring dalam pelaksanaan
bantuan. Studi kelayakan dilakukan oleh pemberi
bantuan melalui seleksi proposal calon penerima
bantuan berdasarkan juklak dan juknis serta
melakukan survey untuk memastikan kebenaran isi
proposal. Monitoring dilakukan untuk memastikan
bahwa penggunaan bantuan sesuai dengan ketentuan
dan tujuannya.
2. Secara terus menerus perlu ditingkatkan koordinasi
antara direktorat-direktorat di lingkungan Kementrian
Agama dengan Kanwil Kementerian Agama dalam
pelaksanaan program bantuan sosial. Dengan begitu
Kanwil Kementrian agama bisa dilibatkan dalam
proses studi kelayakan maupun monitoring sehingga
pelaksanaan program bantuan sosial lebih maksimal.
3. Untuk bantuan dalam jumlah yang besar (minimal Rp.
100 juta) dan strategis diperlukan proses analisis yang
lebih cermat, baik dari studi kelayakan, pengawasan
(monitoring), pendampingan, dan juga perlu
dilakukan evaluasi secara priodik.