5
2. Batasan Kerahasiaan Informasi harus diberikan kepada pasien, kecuali kalau dokter beranggapan pasien dalam keadaan tidak mampu menerima informasi, maka informasi dapat diberikan kepada keluarga pasien, tetapi dengan syarat ada persetujuan dari pasien, dalam arti tanpa persetujuan pasien tidak boleh doberikan kepada orang lain, meski pun keluarganya. Dokter mengetahui bahwa rahasia kedokteran yang tidak boleh disampaikan kepada keluarga pasien, karena takut dipersalahkan oleh keluarga pasien maka memberitahukan kepada keluarga pasien, tidak dapat dijadikan alas an, tetap dokter harus terlebih dahulu meminta persetujuan pasien (Supriadi, 2001). Wajib simpan rahasia kedokteran tercantum dua kali di dalam UU Pradok, yaitu pasal 48 ayat (1) sampai dengan ayat (3), dan pasal 51 huruf c UU Pradok. Segala sesuatu yang diketahui tentang pasien harus dirahasiakan, bahkan sampai setelah pasien tersebut meninggal dunia, demikian isi pasal 51 huruf c UU Pradok. Kewajiban ini boleh disampingi berdasar pasal 48 ayat (2) UU Pradok yang mengizinkan rahasia kedokteran dibuka untuk hal-hal sebagai berikut: A. Untuk kepentingan kesehatan pasien, misalnya pasien menderita kanker stadium lanjut yang kemungkinan harapan sembuh sangat tipis. Bila hal ini diketahui oleh pasien, akan membuat pasien

Batasan Kerahasiaan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Batasan Kerahasiaan

2. Batasan Kerahasiaan

Informasi harus diberikan kepada pasien, kecuali kalau dokter beranggapan

pasien dalam keadaan tidak mampu menerima informasi, maka informasi dapat

diberikan kepada keluarga pasien, tetapi dengan syarat ada persetujuan dari

pasien, dalam arti tanpa persetujuan pasien tidak boleh doberikan kepada orang

lain, meski pun keluarganya.

Dokter mengetahui bahwa rahasia kedokteran yang tidak boleh disampaikan

kepada keluarga pasien, karena takut dipersalahkan oleh keluarga pasien maka

memberitahukan kepada keluarga pasien, tidak dapat dijadikan alas an, tetap

dokter harus terlebih dahulu meminta persetujuan pasien (Supriadi, 2001).

Wajib simpan rahasia kedokteran tercantum dua kali di dalam UU Pradok,

yaitu pasal 48 ayat (1) sampai dengan ayat (3), dan pasal 51 huruf c UU

Pradok. Segala sesuatu yang diketahui tentang pasien harus dirahasiakan,

bahkan sampai setelah pasien tersebut meninggal dunia, demikian isi pasal 51

huruf c UU Pradok. Kewajiban ini boleh disampingi berdasar pasal 48 ayat (2)

UU Pradok yang mengizinkan rahasia kedokteran dibuka untuk hal-hal sebagai

berikut:

A. Untuk kepentingan kesehatan pasien, misalnya pasien menderita kanker

stadium lanjut yang kemungkinan harapan sembuh sangat tipis. Bila hal ini

diketahui oleh pasien, akan membuat pasien merasa cemas, sehingga akan

mempengaruhi kestabilan jiwanya. Dalam hal demikian, biasanya dokter

terpaksa mengatakan penyakit pasien kepada keluarganya, dan tidak

mengatakannya kepada pasien sendiri. Hal ini diizinkan berdasar pasal 48

ayat (2) UU Pradok, sehingga perbuatan dokter dalam hal ini tidak dapat

dipidana.

B. Untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka

penegakan hukum, misalnya dokter terkena tuntutan pasal 360 KUHP,

kemudian disidik oleh polisi. Maka penjelasan dokter kepada polisi tentang

penyakit pasien yang kemudian menimbulkan cacat atau luka berat tersebut

dibenarkan oleh pasal 48 ayat (2), sehingga dokter tidak dapat dipidana

dengan tuduhan membuka rahasia kedokteran.

Page 2: Batasan Kerahasiaan

C. Untuk pemintaan pasien sendiri, misalnya pasien adalah peserta asuransi

kesehatan yang akan mendapat biaya perawatan atas sakitnya bila pasien

mengajukan kepada perusahaan asuransi tersebut dengan data yang

membuat kronologis penyakit yang dideritanya. Dalam hal demikian,

biasanya pasien akan meminta kepada dokter tentang hal tersebut dan

membawanya ke pihak asuransi. Dokter yang memenuhi permintaan pasien

untuk memberikan data tentang penyakitnya semacam ini, juga diizinkan

oleh pasal 48 ayat (2) UU Pradok sehingga ia tidak dapat dipidana.

D. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan, misalnya adanya penyakit

yang bisa membahayakan kepentingan orang banyak, yang harus dilindungi

dari penyebaran penyakit tersebut. Dalam hal terjadi demikian, maka

undang-undang memerintahkan dokter untuk membuka rahasia jabatannya

agar masyarakat dapat terlindungi atau mengadakan pencegahan terhadap

penyakit yang berbahaya tersebut, seperti: demam berdarah, flu burung,

TBC.

Perbuatan dokter yang membuka rahasia jabatannya diluar 4 alasan tersebut,

dapat dikenakan ancaman pidana 1 tahun kurungan atau denda paling banyak

Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) berdasarkan pasal 79 butir c UU

Pradok (Isfandyarie, 2006).

Contoh lain dalam praktik sehari-hari dengan pengorbanan kepentingan

suatu pihak harus dilakukan untuk kepentingan pihak lainnya ialah:

A. Seorang supir yang menderita sakit ayan (epilepsi), yang jika penyakitnya

bangkit pada waktu sedang menjalankan tugasnya, pasti sangat

membahayakan tidak saja terhadap dirinya sindiri, tetapi lebih-lebih lagi

terhadap keselamatan umum.

B. Seorang guru yang menderita penyakit tuberculosis aktif yang dapat

menular kepada murid-murid pada waktu ia mengajar.

C. Seorang pembantu rumah tangga yang menderita penyakit gonorea atau

hepatitis B yang tugasnya mengasuh beberapa anak kecil, sehingga

kemungkinan besar sekali ia akan menulari mereka.

Dalam ketiga hal tersebut di atas, berbagai alasan yang dipergunakan untuk

melepaskan rahasia jabatan harus kokoh dan kuat, sehingga dapat meyakinkan

Page 3: Batasan Kerahasiaan

orang lain (termasuk hakim yang mungkin selalu ikut campur tangan jika

seandainya dokter itu kelak diadukan).

Kalau seandainya pasien menderita penyakit yang tidak sukar disembuhkan,

kepadanya dapat diberi cuti dahulu sampai ia sembuh. Sebelum sembuh, ia

dilarang melakukan pekerjaan. Bila penyakit tidak dapat disembuhkan dan

tetap merupakan bahaya bagi orang lain (misalnya epilepsi), sebelum

melanggar rahasia pekerjaan, dokter dapat memberikan penerangan

sepenuhnya kepada pasien supaya persoalannya dapat dipahami benar-benar.

Pasien diyakinkan bahwa penyakitnya membahayakan orang lain supaya ia

dengan rela menerima pemberhentian dari pekerjaannya dengan ketentuan

yang berlaku dalam soal ini. Bila rahasia jabatan terpaksa dilanggar setelah

segala ikhtiar dilakukan tanpa hasil, hal ini hendaknya disalurkan ke sebuah

majelis penguji kesehatan resmi yang tugasnya antara lain menentukan apakah

seseorang itu sehat atau menderita penyakit.

Kewajiban dokter dalam keadaan terpaksa serupa itu ialah memberitahukan

kepada majikan si sakit, bahwa ia menganggap si sakit perlu diperiksa

kesehatannya oleh majelis tersebut. Dengan jalan ini, majelis penguji kesehatan

yang menurut undang-undang tugasnya memang menguji kesehatan orang,

dapat melaporkan kepadanya secara bebas. Tanpa melanggar pasal 322 KUHP,

penyakit yang diderita oleh orang yang diuji itu dapat diteruskan kepada

majikannya. Mungkin nama penyakitnya (diagnosis) tidak perlu disampaikan

kepada majikannya, cukup kalau dokter menerangkan atas sumpah jabatannya

bahwa si pagawai menderita penyakit yang tidak memungkinkan untuk bekerja

terus, dapat menular, atau membahayakan orang lain dan karena itu dokter

menasihati supaya diberhentikan dari pekerjaannya. Jika ia seorang pegawai,

kepadanya dapat diberikan cuti dahulu, bermula dengan gaji yang penuh atau

sebagaian, kemudian baru diberhentikan dengan hak pensiun penuh atau

sebagian menurut lamanya dalam jabatan atau dengan mendapatkan uang

sokongan atau pesangon (Jusuf, 2008).

Isfandyarie, Anny. 2006. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Edisi

2. Prestasi Pustakaraya. Jakarta

Page 4: Batasan Kerahasiaan

Jusuf Hanafiah, M. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 4. EGC.

Jakarta

Supardi, WC. 2001. Hukum Kedokteran. Mandar Maju. Bandung.