60
1 PROFIL BATU SALURAN KEMIH DI RSUD MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO PERIODE JANUARI 2011-DESEMBER 2012 Pembimbing : dr. Tri Budi, Sp.U Disusun Oleh : Merry Safitry A G1A211075 Qonita Wachidah G1A211076 Nadia Natasia 1110221033 Rianti Kamaratih 1110221138 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Batu Saluran Kemih

  • Upload
    qonnita

  • View
    321

  • Download
    10

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ulasan singkat batu saluran kemih dalam sebuah penelitian kecil

Citation preview

Page 1: Batu Saluran Kemih

1

PROFIL BATU SALURAN KEMIH

DI RSUD MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO

PERIODE JANUARI 2011-DESEMBER 2012

Pembimbing :

dr. Tri Budi, Sp.U

Disusun Oleh :

Merry Safitry A G1A211075

Qonita Wachidah G1A211076

Nadia Natasia 1110221033

Rianti Kamaratih 1110221138

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONALSMF ILMU BEDAH UROLOGI

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTOPURWOKERTO

2013

Page 2: Batu Saluran Kemih

2

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus yang berjudul

“Profil Batu Saluran Kemih di RSUD Margono Soekardjo Purwokerto

Periode Januari 2011-Desember 2012”

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepanitraan Klinik

Di bagian SMF Bedah Urologi

RSUD Prof. Margono Soekardjo Purwokerto

Disusun oleh:

Merry Safitry A G1A211075

Qonita Wachidah G1A211076

Nadia Natasia 1110221033

Rianti Kamaratih 1110221038

Purwokerto, Desember 2012

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Tri Budi, Sp.U

Page 3: Batu Saluran Kemih

3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan

judul“Profil Batu Saluran Kemih di RSUD Margono Soekardjo Purwokerto

Periode Januari 2011-Desember 2012”. Tujuan penulisan ini untuk memenuhi

salah satu syarat mengikuti Kepanitraan Klinik di bagian Ilmu Bedah RSUD Prof.

Dr. Margono Soekardjo, Purwokerto.

Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk menyampaikan

ucapan terima kasih kepada :

1. dr. Tri Budi, Sp.U selaku pembimbing yang telah memberikan arahan

pada presus ini.

2. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan

presus ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan presentasi refrat

ini masih jauh dari kesempurnaan serta masih banyak terdapat kekurangan. Kami

berharap semoga presentasi kasus ini dapat memberikan manfaat bagi para

pembaca serta perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang

kedokteran.

Purwokerto, 22 Februari 2013

Penulis

Page 4: Batu Saluran Kemih

4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit batu saluran kemih (BSK) adalah terbentuknya batu yang

disebabkan pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang

jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut

substansi. Batu Saluran Kemih (BSK) merupakan penyakit yang sering di

Indonesia. Penyakit batu saluran kemih (BSK) merupakan masalah

kesehatan yang cukup bermakna, baik di Indonesia maupun di dunia.

Prevalensi penyakit batu diperkirakan sebesar 13% pada laki-laki dewasa

dan 7% pada perempuan dewasa. Prevalensi batu ginjal di Amerika

bervariasi tergantung pada ras, jenis kelamin dan lokasi geografis. Empat

dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia puncak adalah dekade

ketiga sampai keempat.

Berdasarkan data epidemiologik, negara yang mulai berkembang

terdapat banyak BSK bawah terutama pada anak. Negara sedang

berkembang insidensi batu relatif rendah baik saluran kemih atas maupun

bawah. Di negara yang telah berkembang insidensi BSK atas banyak

terutama pada dewasa. Angka kejadian batu ginjal di Indonesia tahun 2002

berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia

adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959

orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang,

dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang (Lina, 2008;

Sjamsuhidajat, 2008).

Di negara-negara berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli

sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian

atas, hal ini dikarenakan adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien

sehari-hari. Di dunia peyakit BSK merupakan penyakit peringkat ketiga

dibidang urologi setelah penyakit infeksi dan penyakit kelenjar prostat,

Page 5: Batu Saluran Kemih

5

Insidens BSK diseluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% tahun. Di Amerika

Serikat 0,14% per tahun dari jumlah penduduk.

Manifestasi BSK dapat asimptomatik, berbentuk rasa sakit ringan

sampai berat dan komplikasi seperti urosepsis dan gagal ginjal. BSK dapat

menimbulkan keadaan darurat bila batturun dalam sistem kolektivus dan

dapat menyebabkan kelainan pada kolektivus ginjal atau infeksi dalam

sumbatan saluran kemih. Kelainan tersebut menyebabkan nyeri karena

dilatasi sistem sumbatan dengan peregangan reseptor nyeri dan iritasi lokal

dinding ureter atau dinding pelvis ginjal yang disertai edema dam pelepasan

mediator nyeri. Sekitar 60-70% batu yang turun spontan sering disertai

serangan kolik ulangan. BSK beresiko komplikasi gangguan fungsi ginjal

yang dapat berdampak sindrom uremia, gagal ginjal hingga kematian

(Manon, 2002; Pahira, 2001).

Angka kekambuhan BSK dalam satu tahun 15-17%, 4-5 tahun 50%,

10 tahun 75% dan 95-100% dalam 20-25 tahun. Apabila BSK kambuh dapat

terjadi peningkatan mortalitas dan peningkatan biaya pengobatan. Beban

ekonomi akibat batu saluran kemih sangat besar. Pada tahun 2000, biaya

total untuk pengobatan batu saluran kemih di Amerika Serikat diperkirakan

2,1 milyar dolar, yang meliputi 971 juta dolar untuk pasien rawat inap, 607

juta dolar untuk pasien rawat jalan dan kunjungan praktik dokter, serta 490

juta dolar untuk pelayanan gawat darurat. Angka-angka tersebut

menggambarkan kenaikan sebesar 50% dari biaya pengobatan urolitiasis

sebesar 1,34 milyar dolar pada tahun 1994. Di Indonesia belum ada data

mengenai beban biaya kesehatan untuk batu saluran kemih (William, 1990).

Menurut Departemenn Kesehatan RI (2004), jumlah pasien rawat

inap penderita BSK di rumah sakit seluruh Indonesia yaitu 17.509 penderita,

dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,79%. Menurut DepKes RI (2006),

jumlah pasien rawat inap penderita BSK di Rumah Sakit seluruh Indonesia

yaitu 16,251 penderita dengan CFR 0,94%.

Data rekam medis di RS, Dr. Kariadi diketahui bahwa proporsi BSK

menuju peningkatan pada tahun 2003 dari 32,8% menjadi 35,4% pada tahun

2004 dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 39,1%. Analisis jenis BSK di

Page 6: Batu Saluran Kemih

6

Semarang didapatkan paling banyak batu Kalsium yiatu Kaliumm Oksalat

56,3%, kalsium Fosfat 9,2%, Batu Struvit 12,5%, Batu urat 5,5% dan

sisanya campuran.

Dalam memilih pendekatan terapi optimal untuk pasien urolitiasis,

berbagai faktor harus dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut adalah faktor

batu (ukuran, jumlah, komposisi dan lokasi), faktor anatomi ginjal (derajat

obstruksi, hidronefrosis, obstruksi uretero-pelvic junction, divertikel kaliks,

ginjal tapal kuda), dan faktor pasien (adanya infeksi, obesitas, deformitas

habitus tubuh, koagulopati, anak-anak, orang tua, hipertensi dan gagal

ginjal).

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah profil pasien Batu Saluran Kemih (BSK) di Rumah Sakit Prof.

Dr. Margono Soekardjo Periode Januari 2011-Desember 2012.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui profil pasien BSK di Rumah Sakit Prof. Dr.

Margono Soekardjo Periode Januari 2011 hingga Desember 2012.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien BSK berdasarkan

sosiodemografi yaitu usia dan jenis kelamin.

b. Untuk mengetahui daerah paling banyak yang terkena BSK

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien BSK berdasarkan letak

batu.

d. Untuk mengetahui jumlah pasien dan tindakan BSK yang dilakukan

di RS Prof. Dr. Margono Soekardjo

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi pihak Rumah Sakit Prof.

Dr.Margono Soekardjo dalam upaya memberikan pelayanan perawatan

penderita BSK.

2. Sebagai bahan informasi atau referensi bagi penelitian tentang BSK

selanjutnya.

Page 7: Batu Saluran Kemih

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

Page 8: Batu Saluran Kemih

8

1. Ginjal

Traktus urinarius sistem terdiri dari ginjal yang terus menerus

membentuk urin dan berbagai reservoar yang dibutuhkan untuk

membawa urin keluar tubuh. Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous

tipis dan mengkilat yaitu kapsula fibrosa (true capsule) ginjal dan dari

luar kapsul terdapat jaringan lemak perirenal.Ginjal adalah sepasang

organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian

atas. Bentuknya menyerupai kacang dan terletak di sisi kolumna

vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan

ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hepar (Purnomo, 2009).

Pada sisi medial terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur –

struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem syaraf dan ureter

menuju dan meninggalkan ginjal. Berat dan besar ginjal bervariasi,

bergantung jenis kelamin, umur serta ada tidaknya ginjal pada sisi

yang lain. Pada autopsy klinis didapatkan ukuran ginjal orang dewasa

rata – rata 11,5cm x 6cm x 3,5cm dengan berat 120-170 gr atau ± 0,4%

Berat badan (Purnomo 2003).

Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi costa ke XII

sedangkan kutub atas ginjal kiri setinggi costa XI. Ginjal berfungsi

mengeluarkan kelebihan air dan racun-racun dari darah dan

mengubahnya menjadi urin. Ginjal juga menjaga keseimbangan garam

dan substrasi lain dalam darah, ginjal memproduksi hormon yang

dapat membantu pertumbuhan tulang yang kuat dan pembentukan sel

darah (Price, 2005)

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks

dan medulla ginjal. Didalam kortek terdapat berjuta-juta nefron

sedangkan didalam medulla banyak terdsapat duktuli ginjal. Nefron

adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus

kontortus proksimalis, tubulus kontortus distalis dan duktus

kolegentes.

. Jumlah nefron bervariasi, semakin rendah jumlah nefron,

semakin tinggi resiko penyakit ginjal dan hipertensi. Nefron terdiri atas

Page 9: Batu Saluran Kemih

9

renal korpuskulus (glomerulus), tubulus proksimal, lengkung henle,

tubulus distal dan ductus kolektivus. Filtrasi glomerular terdiri atas

pori – pori pada sel endotel glomerulus, membran basalis glomerular

dan tonjolan kaki pada podosit. Karena ukuran pori – pori dan

perbedaan elektrisitas pada sawar filtrasi, menyebabkan sifat

permeabilitas tinggi terhadap air dan substansi kecil larut air tetapi

permeabilitas rendah pada protein plasma (Benninghoff, A. 1993).

Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh

difiltrasi di dalam glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat

yang masih diperlukan tubuh mengalamim sekresi bersama air

membentuk urine. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh

difiltrasi glomerulus dan menghasilkan urin 1-2 liter. Urin yang

terbentuk didalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem

pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan didalam ureter. Sistem

pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks

mayor, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri

atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang

mampu mengalirkan urina sampai ureter (Poernomo, 2009).

Gambar 2.1. Ginjal(Sumber : Wolf, 2012)

2. Ureter

Merupakan organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi

mengalirkan urin dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Jika karena

suatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urin, terjadilah kontraksi otot

Page 10: Batu Saluran Kemih

10

polos yang berlebihan yang bertujuan mendorong/mengeluarkan

sumbatan tersebut dari saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai

nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan irama peristaltik

ureter. Terdapat beberapa tempat penyempitan di ureter diantaranya

(Purnomo, 2009):

a. Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter

junction.

b. Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis.

c. Pada saat ureter masuk ke buli-buli

Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan berada di

dalam otot buli-buli (intra mural); keadaan ini dapat mencegah

terjadinya aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau refluks vesico-

ureter pada saat buli-buli berkontraksi. Pembagian ureter secara

anatomi perlu diketahui karena berkaitan dengan tatalaksana batu

ureter, yaitu: (1) ureter 1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis sampai

batas atas sacrum, (2) ureter 1/3 medial mulai dari batas atas sacrum

sampai pada batas bawah sacrum, dan (3) ureter 1/3 distal mulai batas

bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli (Poernomo, 2009).

3. Vesika Urinaria

Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot

detrusor yang saling beranyaman. Disebelah dalam adalah otot

longitudinal. mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel transisional yang

sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter, dan

uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus

internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli

(Poernomo, 2009; Snell, 1997).

Buli-buli berfungsi menampung urin dan kemudian

mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi. Pada saat

kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat

penuh berada di atas simfisis sehingga dapat di palpasi dan perkusi.

Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen

dan menyebabkan aktivitas pusat miksi di medula spinalis segmen

Page 11: Batu Saluran Kemih

11

sakral S2-4. Hal ini meyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya

leher buli-buli dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses

miksi (Poernomo, 2009; Sherwood, 2001).

4. Uretra

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari

buli-buli melalui proses miksi. Secara anatomi uretra dibagi menjadi 2

bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini

berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi

dengan spingter uretra interna yang terletak pada perbatasan uretra

anterior dan posterior. Spingter uretra interna terdiri atas otot polos

yang dipersarafi oleh sistem simpatis posterior. Spingter uretra interna

terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatis sehingga

pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada

saat menahan kencing (Purnoemo, 2009; Scwartz, 2000).

B. Etiologi dan Faktor Resiko

Batu saluran kemih adalah penyakit dimana didapatkan massa

keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik

saluran kemih atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih

bawah(kandung kemih dan uretra) yang dapat menyebabkan nyeri,

perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi.

Etiologi pembentuk batu saluran kemih diduga ada kaitannya

dengan gangguan aliran air kemih (urin), gangguan metabolik, infeksi

saluran kemih, dehidrasi yang kronis, kelainan bentuk saluran kemih

(bawaan). Lebih dari 80% penyebab batu tak diketahui, dan dianggap

bahwa penderita itu tubuhnya mempunyai bakat membentuk batu

saluran kemih.

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah

terjadinya batu saluran kemih pada seseorang (Purnoemo, 2009):

1. Faktor intrinsik

a. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang

tuanya

Page 12: Batu Saluran Kemih

12

b. Umur : penyakit ini paling banyak didapatkan pada usia 30-50

tahun

c. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki 4 kali lebih banyak

dibandingkan dengan pasien perempuan (4:1).

d. Penyakit lain yang mendasari atau memperberat seperti

Hiperparathiroid yang menyebabkan hiperkalsemia, penyerapan

kalsium tinggi dari usus, struktur anatomi yang patologis.

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan

gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,

dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap

(idiopatik). Infeksi serta stasis pada saluran kemih. Infeksi, stasis,

dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga

terbentuk lingkaran setan atau sirkulus visiosus.

2. Faktor ekstrinsik

a. Geografi

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran

kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal

sebagai daerah stone belt seperti di India, Thailand, Indonesia, dll.

Sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan sangat jarang

ditemukan batu saluran kemih.

b. Iklim dan Temperatur

c. Asupan Air

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada

air yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran

kemih.

d. Diet diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah

terjadinya penyakit batu saluran kemih.

e. Pekerjaan penyakit ini sering dijumpai pada orang yang

pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas.

C. Teori Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih (BSK)

Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah asam

urat, oksalat, fosfat, sistin dan xantin. Batu terdiri atas kristal-kristal yang

Page 13: Batu Saluran Kemih

13

tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam

urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap

terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang

menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling

mengadakan presipitasi akan membentuk inti batu (nukleasi) yang

kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain

sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup

besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu

saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran

kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain

diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar

untuk menyumbat saluran kemih (Purnoemo, 2009).

Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya

koloid di dalam urin, konsentrasi solute didalam urin, laju aliran urin di

dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum didalam saluran kemih

yang bertindak sebagai inti batu. Banyak teori yang menerangkan proses

pembentukan batu di saluran kemih tetapi hingga kini masih belum jelas

teori mana yang paling benar (Purnoemo, 2009).

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih

terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran

urine (stasis urin), yaitu pada sistem kalises ginal atau buli-buli. Adanya

kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertrikel

obstruksi ontravesica kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna,

striktura dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang

memudahkan terjadinya pembentukan batu (Poernomo, 2009).

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan

organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal

tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin

jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya

presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi akan

membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan

agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang

Page 14: Batu Saluran Kemih

14

lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh

dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat

kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal),

dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga

membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih

(Purnoemo, 2009).

Beberapa teori pembentukan batu adalah (Muslim, 2007) :

1. Teori Nukleasi : Batu terbentuk didalam urine karena adanya inti batu

(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat

jenuh (supersaturated) akan mengendap didalam nukleus itu sehingga

akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda

asing di saluran kemih.

2. Teori Matriks : Matriks organik terdiri atas serum/protein urine

(albumin,globulin dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat

diendapkannya kristal-kristal batu.

3. Teori Penghambat Kristalisasi : Urine orang normal mengandung zat-

zat penghambat pembentuk kristal, antara lain : magnesium, sitrat,

pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu

atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu

didalam saluran kemih.

4. Teori Supersaturasi

Supersaturasi air kemih dengan garam – garam pembentuk batu

merupakan dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya

pengendapan. Apabil kelarutan suatu produk tinggi dibandingkatn titik

endapannya maka terjadi supersaturasi sehingga menimbulkan

terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk batu. Disini

terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti sistin,

santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya

batu.

Faktor lain yang diduga ikut mempengaruhi kalkulogenesis antara lain:

a. Infeksi

Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan

Page 15: Batu Saluran Kemih

15

akan menjadi inti pembentukan batu saluran kencing. Infeksi oleh

bakteri yang memecah ureum dan membentuk amonium akan

mengubah pH urin menjadi alkali dan akan mengendapkan garam-

garam fosfat sehingga akan mempercepat pembentukan batu yang telah

ada.

b. Hipertensi

Pada penderita darah tinggi, aliran darah berubah dari aminer menjadi

turbulensi. Hal ini menyebabkan pengendapan ion – ion kalsium papilla

(Ranal’s plaque) atau disebut juga perkapuran ginjal, yang dapat

berubah menjadi batu (Stoler. 2004).

c. Obsruksi dan Statis Urin

Adanya obstruksi dan statis urin menyebabkan infeksi karena

memberikan kesempatan bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang

biak.

d. Jenis Kelamin

Data menunjukan bahwa batu saluran kencing banyak ditemukan pada

pria. Hal ini disebabkan saluran kemih pria lebih panjang dan sempit

daripada wanita; kebiasaan menahan kencing saat bekerja terutama

persentasi laki – laki yang bekerja lapangan lebih banyak daripada

wanita. Pula, testosterone menghasilkan peningkatan produksi oksalat

endogen oleh hati daripada pada perempuan (Lina,N. 2008)

e. Keturunan

Ternyata keluarga penderita batu saluran kencing lebih banyak

mempunyai kesempatan untuk menderita batu saluran kencing dari pada

orang lain karena umumnya memiliki habit perilaku dan kebiasaan yang

serupa.

f. Air minum

Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum akan mengurangi

kemungkinan trebentuknya batu sakuran kemih, sedangkan bila kurang

minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urin akan

meningkat dan akan mempermudah pembentukan batu saluran kemih.

Page 16: Batu Saluran Kemih

16

Konsumsi air minum yang banyak, akan meningkatkan dieresis dan

mengefektifkan efek washout. Kandungan mineral pada air minum juga

turut kontribusi pada kalkulogenesis. Air yang mengandung sodium

karbonat seperti softdrink serta phospidic acid (Alon, U.S. 2008).

g. Pekerjaan

Pekerja-pekerja yang banyak bergerak misalya buruh dan petani akan

mengurangi kemungkinan-kemungkinan terjadinya batu saluran kemih

bila dibandingkan dengan pekerja yang lebih banyak duduk. Namun

kekurangannya, mereka beraktivitas mengeluarkan keringat yang

banyak, di bawah terik matahari sehingga banyak cairan tubuh serta

elektrolit yang hilang yang tidak diimbangi dengan pemasukan cairan.

h. Makanan

Pada golongan masyarakat yang lebih banyak makanan protein hewani

angka morbiditas batu saluran kemih berkurang.

i. Suhu

Tempat yang bersuhu panas misalnya didaerah panas menyebakan

banyak mengeluarkan keringat, akan mengurangi produksi urin dan

mempermudah pembentukan batu sakuran kemih.

D. Komposisi Batu

1. Batu kalsium

Batu ini paling banyak ditemui,yaitu kurang lebih 70-80% dari

seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas

kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur itu

(Purnomo, 2009). Faktor terjadinya batu kalsium adalah :

a. Hiperkalsiuria

Adalah kadar kalsium dalam urine lebih besar dari 250-300

mg/hari. Terdapat 3 macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri,

antara lain (1) Hiperkalsiuria absorptif yang terjadi karena adanya

peningkatan absorpsi kalsium melalui usus, (2) Hiperkalsiuria

renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorpsi

kalsium melalui tubulus ginjal, dan (3) Hiperkalsiuri resorptif /

puasa terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang,

Page 17: Batu Saluran Kemih

17

yang banyak terjadi pada tumor paratiroid atau hiperparatiroidisme

primer.

b. Hiperoksaluria

Adalah ekskresi oksalat urine yang melebihi 45 g/hari. Keadaan ini

banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus

sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak

mengkonsumsi makanan yang kaya akan oksalat, diantaranya

adalah : teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk

sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.

c. Hiperurikosuria

Adalah kadar asam urat didalam urine yang melebihi 850 mg/hari.

Asam urat yang berlebihan dalam urine bertindak sebagai inti batu

atau nidus untuk terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam

urat di dalam urine berasal dari makanan yang banyak

mengandung purin/asam urat maupun berasal dari metabolisme

endogen.

d. Hipositraturia

Di dalam urine sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk

kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan

oksalat atau fosfat. Karena itu sitrat dapat bertindak sebagai

penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositraturia dapat

terjadi karena : penyakit asidosis tubuli ginjal, atau renal tubular

acidosis, sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan

tiazide dalam jangka waktu lama.

e. Hipomagnesiuria

Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak sebagai

penghambat timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine

magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium

oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat.

2. Batu Struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi karena

terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih.

Page 18: Batu Saluran Kemih

18

Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea

atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah

urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi

amoniak.

CO (NH3)2 + H2O 2NH3 + CO2

Suasana ini yang memudahkan garam-garam magnesium,

amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium

fosfat (MAP) dan karbonat apatit. Karena terdiri atas 3 kation (Ca++ ,

Mg++ dan NH4+) batu ini dikenal sebagai triple phosphate. Kuman-

kuman yang termasuk pemecah urea adalah : Proteus spp, Klebsiella,

Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus.

3. Batu asam urat

Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran

kemih. Batu ini banyak diderita oleh pasien-pasien penderita gout,

penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker,

dan yang banyak menggunakan obat urikosurik diantaranya adalah

sulfinpirazone, thiazide dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol

dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk

mendapatkan penyakit ini. Faktor yang menyebabkan terbentuknya

batu asam urat adalah :

a. Urine yang terlalu asam (pH urine < 6)

b. Volume urine yang jumlahnya sedikit (<2 L/hari) atau dehidrasi.

c. Hiperurikosurik

4. Batu jenis lain

Batu sistin, batu xantin, batu triamteren dan batu silikat sangat jarang

dijumpai di Indonesia.

E. Penegakan Diagnosis

Diagnosis batu saluran kemih dapat ditegakkan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan

radiologik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya untuk

Page 19: Batu Saluran Kemih

19

menentukan adanya obstruksi traktus urinarius infeksi dan gangguan faal

ginjal (Sjamsuhidayat, 2004, Scholtmeijer R.J et al., 1992).

1. Batu Ginjal

Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di

kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bisa mengisi pelvis serta

seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua

kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga

disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises

ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis uteropelvik)

mempermudah timbulnya batu saluran kemih (Purnomo, 2009).

Batu pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai

dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan

akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Nyeri di daerah pinggang

dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri yang terus menerus

dan hebat karena adanya pionefrosis.

Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak

ada, sampai mungkin terabanya ginjal yang membesar akibat adanya

hidronefrosis. Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok pada daerah

arkus kosta pada daerah yang terkena. Sesuai dengan gangguan yang

terjadi, batu ginjal yang terletak di pelvis dapat menyebabkan

terjadinya hidronefrosis, sedangkan batu kaliks pada umumnya tidak

memberikan kelainan fisik (Sjamsuhidayat, 2004).

Page 20: Batu Saluran Kemih

20

Gambar 2.2. Distribusi saraf pada ginjal(Sumber : Wolf, 2012)

2. Batu Ureter

Anatomi ureter mempunyai beberapa tempat penyempitan yang

memungkinkan batu ureter terhenti. Karena peristaltis, akan terjadi

gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul disertai perasaan mual

dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas ke regio inguinal.

Selama batu bertahan ditempat yang menyumbat, selama itu kolik akan

berulang-ulang sampai batu bergeser dan memberi kesempatan pada

air kemih untuk lewat (Scott R et al., 1982; Scholtmeijer R.J, 1992).

Pada batu ginjal yang tidak terlalu besar didorong oleh

peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi

batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan

batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kecil (< 5mm)

pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar

seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi keradangan (

periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter

atau hidronefrosis (Purnomo, 2009).

Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalis

mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan

Page 21: Batu Saluran Kemih

21

kelainan struktur saluran kemih atas. Obstruksi di ureter menimbulkan

hidroureter atau hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan

hidronefrosis dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliekstasis

pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder

dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsi, abses ginjal, abses

perinefrik, abses paranefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang

lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi

dapat mngenai gagal ginjal permanen (Purnomo, 2009).

Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada : posisi

atau letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan

yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri

ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik

terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun

ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran

kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan

intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal

saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat

peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada

ginjal. Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien

sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan

ukuran kecil mungkin dapat keluar spontan setelah melalui hambatan

pada perbatasan uretero-pelvik, saat ureter menyilang vasa iliaka, dan

saat ureter masuk ke dalam buli-buli. Hematuria seringkali dikeluhkan

oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan

oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan

urinalisis berupa hematuria mikroskopik (Purnomo, 2009).

Page 22: Batu Saluran Kemih

22

a. Ureter bagian proximal dan tengah

Batu atau benda lain yang berada pada ureter atas atau tengah dapat

menimbulkan nyeri yang berat, tajam pada punggung

(costovertebral angle). Nyeri mungkin lebih berat dan interminten

jika batu bergerak turun ke distal dan menyebabkan obstruksi

intermiten. Batu yang menetap pada satu tempat di ureter akan

menyebabkan nyeri yang lebih ringan. Nyeri pada ureter proximal

akibat batu menjalar ke regio lumbal dan flank. Batu ureter

tengah cenderung menimbulkan nyeri yang menjalar ke caudal dan

anterior abdomen (Anglade et al., 2004).

Gambar 2.3. Penjalaran nyeri pada batu ureter proximal dan tengah(Sumber : Scott R et al., 1982; Scholtmeijer R.J, 1992)

b. Ureter distal

Batu pada ureter distal sering menyebabkan nyeri yang menjalar ke

scrotum dan testis pada pria dan pada labium mayus pada wanita.

Nyeri alih ini sering dihantarkan oleh n. Ilioinguinal atau cabang

genital dari n. Genitofemoral (Anglade et al., 2004).

Page 23: Batu Saluran Kemih

23

Gambar 2.4. Penjalaran nyeri pada batu ureter distal(Sumber : Scott R et al., 1982; Scholtmeijer R.J, 1992)

3. Batu Buli-buli

Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang

menderita gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli.

Gangguan miksi terjadi pada pasien-pasien hyperplasia prostat, striktur

uretra, divertikel buli-buli, atau buli-buli neurogenik. Kateter yang

terpasang pada buli-buli dalam waktu yang lama, adanya benda asing

lain yang secara tidak sengaja dimasukkan ke dalam buli-buli

seringkali menjadi inti untuk terbentuknya batu buli-buli. Selain itu,

batu buli-buli dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun

ke buli-buli. Di negara-negara berkembang masih sering dijumpai batu

endemik pada buli-buli yang banyak dijumpai pada anak-anak yang

menderita kurang gizi atau yang sering mengalami dehidrasi atau diare.

Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara

lain nyeri kencing / disuri hingga stranguri, perasaan tidak enak

sewaktu kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi

lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh. Nyeri pada saat

kencing sering kali dirasakan (refered pain) pada ujung penis, skrotum,

perineum, pinggang, sampai kaki. Pada anak seringkali mengeluh

adanya enuresis nocturnal, di samping sering menarik-narik penisnya

(pada anak laki-laki) atau menggosok-gosok vulva (pada anak

perempuan).

Page 24: Batu Saluran Kemih

24

Seringkali komposis batu buli-buli terdiri atas asam urat atau

struvit (jika penyebabnya adalah infeksi), sehingga tidak jarang pada

pemeriksaan foto polos abdomen tidak tampak sebagai bayangan opak

pada kavum pelvis. Dalam hal ini pemeriksaan PIV pada fase

sistogram memberikan gambaran sebagai bayangan negative.

Ultrasonografi dapat mendeteksi batu radiolusen pada buli-buli.

F. Pemeriksaan Penunjang

Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan pemeriksaan untuk

menegakkan diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan

radiologik, laboratorium, dan penunjang lain untuk menentukan

kemungkinan adanya obstruki saluran kemih, infeksi, dan gangguan faal

ginjal. Pemeriksaan penunjang tersebut antara lain (Purnomo, 2009):

1. Pemeriksaan Urine

Pemeriksaan sedimen urin menunjukan adanya leukosituria, hematuria,

dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urin

mungkin menunjukan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.

2. Pemeriksaan faal ginjal (ureum, kreatinin)

Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan

terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien

menjalani pemeriksaan foto PIV.

3. Kadar elektrolit

Kadar elektrolit perlu diperiksa yang diduga sebagai faktor penyebab

timbulnya batu saluran kemih (kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di

dalam darah maupun di dalam urin).

4. Foto polos abdomen

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan

adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium

oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling sering

dijumpai diantara jenis batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat

non-opak (radio-lusen).

Page 25: Batu Saluran Kemih

25

Tabel 2.1. Urutan Radio-opasitas Batu Saluran KemihNo. Jenis Batu Radiopasitas1. Kalsium Opak2. MAP Semiopak3. Urat/Sistin Non opak

(Sumber : Purnomo, 2009)5. Pielografi Intra Vena (PIV)

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi

ginjal. Selain itu, PIV dapat mendeteksiadanya batu semi-opak ataupun

batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika PIV

belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya

penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan

pielografi retrograd.

6. Ultrasonografi

USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan

PIV, yaitu pada keadaan- keadaan seperti alergi terhadap bahan

kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil.

Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli

(yang ditunjukan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis,

atau pengkerutan ginjal.

G. Penatalaksanaan

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih

secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih

berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih

adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi atau harus diambil

karena sesuatu indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan dengan cara

medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endurologi,

bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka (Purnomo, 2009).

1. Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang

dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang

diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, memperlancar aliran urine

dengan pemberian diuretikum dan minum banyak supaya dapat

mendorong batu keluar.

2. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)

Page 26: Batu Saluran Kemih

26

Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali

oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu

ureter proksimal atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan

tanpa pembiusan. Batu dipecah dengan gelombang kejut menjadi

fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran

kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar

meimbulkan perasaan nyeri kolik atau menyebabkan hematuria.

3. Endurologi

Tindakan endourologi merupakan tindakan invasif minimal untuk

mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan

kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang

dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan

melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan).

Sedangkan pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan

memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi

laser. Beberapa tindakan endourologi itu antara lain (Purnomo, 2009):

a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy)

Yaitu mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal dengan cara

memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi pada

kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu.

b. Litotripsi

Yaitu memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan

memasukkan alat pemecah batu (Litotriptor) ke dalam buli-buli.

Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik (Purnomo,

2009).

c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi

Yaitu memasukkan alat ureteroskopi per-uretram guna melihat

keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai

energi tertentu, batu yang berada didalam ureter maupun di dalam

pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan

ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.

d. Ekstraksi Dormia

Page 27: Batu Saluran Kemih

27

Yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat

keranjang Dormia.

4. Bedah Terbuka

Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk

tindakan endurologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambiln batu

masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka ini

adalah antara lain pielolitotomi atau nefrolitotomi untukmengambil

batu pada saluran ginjal, dan uterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak

jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan

ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah

(pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami

pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi

dan infeksi yang menahun.

Batu buli-buli dapat dipecahkan dengan litotripsi ataupun jika

terlalu besar memerlukan pembedahan terbuka (vesikolitotomi). Hal yang

tidak kalah pentingnya adalah melakukan koreksi terhadap penyebab

timbulnya stasis urin (Purnomo, 2009).

Tabel 2.2. Terapi untuk pencegahan timbulnya kembali Batu Saluran Kemih

No. Jenis Batu Faktor Penyebab Timbulnya Batu

Jenis Obat / Tindakan

Mekanisme Kerja Obat

1. Kalsium

Hiperkalsiuri absorbtif

Natrium selulosa fosfat

Mengikat Ca dalam usus absorbsi ↓

Thiazide ↑ Reabsorbsi Ca di tubulus

Orthofosfat ↓Sintesis vit.D;

↑urin inhibitorHiperkalsiuri renal Thiazide ↑ Reabsorbsi Ca di

tubulusHhiperkalsiuri resorptif

Paratiroidektomi ↓Reabsorbsi Ca dari tulang

Hipositraturi Potassium sitrat ↑ pH; ↑ sitrat;

↓Ca urinHipomagnesiuri Magnesium sitrat ↑ Mg urinHiperurikosuri Allopurinol ↓urat

Potassium alkali ↑ pHHiperoksaluria Allupurinol;

pyridoxine; ↓urat

Page 28: Batu Saluran Kemih

28

kalsium suplemen

2.

MAP (Magnesium ammonium fosfat)

Infeksi

Antibiotika Eradikasi infeksiAHA (amino hydroxamic acid)

Urease inhibitor

3. Urat

Dehidrasi (pH urin ↓)

Hidrasi cukup; potassium alkali (Nat Bik)

↑ pH

Hiperurikosuri Allopurinol ↓urat

(Sumber : Purnomo, 2009)

Page 29: Batu Saluran Kemih

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian non-eksperimental

menggunakan metode survei deskriptif dengan pendekatan cross sectional

dengan mengambil data sekunder dari rekam medik pasien batu saluran

kemih yang dirawat di RS Prof Dr. Margono Soekardjo periode Januari

2011 hingga Desember 2012.

Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk

memberikan gambaran dari variabel penelitian. Penelitian ini bertujuan

untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik kejadian batu saluran

kemih dan penatalaksanaannya.

B. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien dengan diagnosis

batu saluran kemih yang masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto selama periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2012

menurut data rekam medis yang diperoleh dengan jumlah 739 orang.

Sampel pada penelitian menggunakan teknik total sampling, dengan

kriteria inklusi dan eksklusi:

Kriteria inklusi :

1. Pasien dengan catatan rekam medik menderita batu saluran kemih.

2. Dirawat di instalasi rawat inap RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto

Kriteria eksklusi :

1. Catatan rekam medik tidak ditemukan atau tidak lengkap.

2. Catatan rekam medik tidak sesuai dengan data yang diperoleh.

Sehingga jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 585.

Page 30: Batu Saluran Kemih

30

C. Variabel Penelitian

Variabel Penelitian

a. Jenis kelamin

b. Usia

c. Penatalaksanaan

d. Letak batu saluran kemih

D. Pengumpulan Data

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah cross sectional

dengan cara melihat data sekunder dari rekam medik pasien batu saluran

kemih yang masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

selama periode Januari 2011 sampai Desember 2012. Data rekam medik

pasien diambil dari bagian Rekam Medik RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 1 Januari

sampai 19 Februari 2013. Rekam medis dikumpulkan, dianalisis, dan

dilakukan tabulasi sehingga dapat diketahui distribusi frekuensi umur,

jenis kelamin, jenis batu dan penatalaksanaanya.

E. Tata Urutan Kerja

1. Pengambilan data sekunder pasien dengan diagnosis batu saluran

kemih di rekam medik pasien di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo.

2. Tahap pengolahan dan analisis data.

3. Tahap penyusunan laporan.

F. Analisis Data

Analisis data merupakan bagian dari suatu penelitian dengan tujuan

untuk memperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti. Data yang

telah terkumpul dari bagian rekam medik akan diolah dan dianalisis secara

deskriptif. Analisis data yang digunakan adalah metode analisis univariat.

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing

variabel berupa distribusi frekuensi dan persentase pada setiap variabel

seperti umur, jenis kelamin, jenis batu dan penatalaksanaan. Analisa data

secara deskriptif disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.

Page 31: Batu Saluran Kemih

31

G. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari-Februari 2013 di

bagian Rekam Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Puwokerto.

Page 32: Batu Saluran Kemih

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian berlangsung dari tanggal 1 Januari – 19 Februari 2013

bertempat di bagian Rekam Medik RSUD Margono Soekarjo (RSMS)

Sampel penelitian berasal dari pasien yang menderita batu saluran kemih

(BSK) berupa batu ginjal, batu ureter dan batu kandung kemih di RSMS

periode Januari 2010 hingga Desember 2011. Total sampel yang

didapatkan sebanyak 558 pasien yang terdiri atas 232 pasien (41,5%) pada

tahun 2011 dan 326 pasien (58,5%) pada tahun 2012.

1. Variabel Jenis Kelamin

Tabel 1.1 Perbandingan Jenis Kelamin Pasien

No Jenis Kelamin 2011 2012 Total

1. Laki-lakiPersentase

16169,3%

25879,14%

41975%

2. PerempuanPersentase

7130,7%

6820,86%

13925%

JumlahPersentase

232100%

326100%

558100%

Colom 1.1 Distribusi kejadian BSK berdasarkan jenis kelamin 2011

Laki-laki; Series1;

161Perempuan; Series1; 71

Distribusi Kejadian Batu Saluran Kemih Berdasarkan Jenis Kelamin

Tahun 2011

Page 33: Batu Saluran Kemih

33

Colom 1.2 Distribusi kejadian BSK bedasarkan jenis kelamin 2012

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perbandingan jenis kelamin

pria lebih banyak dibandingkan dengan wanita, yakni 419 (75%) pasien

laki-laki berbanding dengan 139 (25%) pasien perempuan.

1. Variabel Usia

Tabel 1.2 Distribusi Usia Pasien

No Kelompok usia 2011 2012 Total

1. Balita (0-5) 2 (0,9%) 1 (0,3%) 3 (0,5%)

2. Anak (6-11) 3 (1,3%) 0 3 (0,5%)

3. Remaja (12-17) 5( 2,15%) 1 (0,3%) 6 (1%)

4. Dewasa dini (18-40) 50 (21,5%) 72 (22,08%) 122 (22%)

5. Dewasa madya (41-55)

81 (35%) 117 (35,89%) 198 (35,5%)

6. Dewasa lanjut (56-64)

46 (19,8%) 68 (20,86%) 114 (20,4%)

7. Lansia (≥65) 45 (19,3%) 67 (20,55%) 112 (20%)

Jumlah 232 326 558

Distribusi Kejadian Batu Saluran Kemih Berdasarkan Jenis Kelamin

Tahun 2012

Page 34: Batu Saluran Kemih

34

Distribusi Kejadian Batu Saluran Kemih Berdasarkan Usia

Tahun 2012

Series1

Kelompok usia terbanyak yang menderita BSK adalah kelompok

usia dewasa madya yaitu 41-55 tahun sebanyak 198 pasien atau 35,5%.

Urutan ke-2 ditempati kelompok usia dewasa dini yaitu 18-40 tahun

sebanyak 122 pasien atau 22% dan disusul oleh kelompok usia dewasa

lanjut (56-64 tahun) 114 pasien atau 20,4%.

2. Variabel Letak BSK

Distribusi Kejadian Batu Saluran Kemih Berdasarkan Kelompok Usia

tahun 2011

Series1

Page 35: Batu Saluran Kemih

35

Tabel 4.4. Distribusi Letak BSK

No Diagnosis BSK 2011Presentase

2012Presentase

Total

1. Batu ginjal 9943%

13340,79%

23241,5%

2. Batu ureter 5323%

8526,07%

13824,7%

3. Batu kandung kemih

7532%

10331,57%

17831,9%

4. Batu saluran kemih

52%

51,53%

101,8%

Jumlah 232 326 558

Page 36: Batu Saluran Kemih

36

Distribusi Letak Batu Saluran Kemih Tahun 2012

Series1

Pada penelitian ini didapatkan bahwa pasien terbanyak yang menderita

BSK adalah berupa batu ginjal dengan persentase sebesar 41,5% atau

sbanyak 232 pasien . Batu kandung kemih menempati urutan ke-2 dengan

persentase 31,9% atau sebanyak 178 pasien, kemudian disusul batu ureter

sebesar 24,7%.

3. Variabel Penatalaksanaan

No Penatalaksanaan 2011Presentase

2012Presentase

Total

1. Konservatif 12353%

10833,13%

23141,3%

2. Nefrectomy 2711%

30,92%

305,3%

3. Nefrolitotomy 93,8%

4614,11%

5510%

4. Ureterolitotomy 177,3%

123,68%

295.1%

5. Vesicolitotomy 5021,5%

5015,33%

10018%

7. Litotripsy 52,15%

4413,5%

498,7%

8. URS + DJ stent 10,4%

3911,96%

407,1%

Page 37: Batu Saluran Kemih

37

Jumlah 232 326 558

Distribusi Penatalaksanaan Batu Saluran KemihTahun 2012

Series1

Pada penelitian ini didapatkan bahwa penatalaksanaan yang paling

sering dilakukan adalah konservatif sebesar 41,3%, kemudian

vesikolitotomi sebesar 18%, yang ketiga yaitu litotripsy sebesar 8,7%.

B. Pembahasan

Jumlah penderita batu saluran kemih yang meliputi batu ginjal,

batu ureter dan batu kandung kemih di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

periode 2011 - 2012 sebanyak 558 pasien, yaitu 232 pasien pada tahun

2011 dan 326 pasien.

Distribusi Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih Tahun 2011

Series1

Page 38: Batu Saluran Kemih

38

Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak terkena batu

saluran kemih terbukti dengan jumlah penderitanya sebanyak 419 pasien,

berbanding dengan 139 pasien perempuan. Hal tersebut sesuai dimana

angka insidensi batu ginjal pada laki-laki lebih tinggi dari wanita

berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika (Anonim, 2009). Hasil

penelitian ini juga sesuai dengan faktor risiko internal pada pasien BSK

yang telah disampaikan pada bagian tinjauan pustaka yaitu jumlah pasien

laki-laki empat kali lebih banyak dibanding pasien perempuan.

Berdasarkan distribusi kelompok usia pasien, kisaran usia 41-55

tahun atau kelompok usia dewasa madya paling banyak terkena BSK

terbukti dengan jumlah penderitanya sebanyak 198 pasien (35,5%), Urutan

ke-2 ditempati kelompok usia dewasa dini yaitu 18-40 tahun sebanyak 122

pasien atau 22% dan disusul oleh kelompok usia dewasa lanjut (56-64

tahun) 114 pasien atau 20,4%. Hasil yang didapat Umur terbanyak

penderita BSK di negara-negara Barat adalah 20-50 tahun, sedangkan di

Indonesia terdapat pada golongan umur 30-60 tahun. Penyebab pastinya

belum diketahui, kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan

faktor sosial ekonomi, budaya, dan diet. Berdasarkan penelitian Latvan,

dkk (2005) di RS.Sedney Australia, proporsi BSK 69% pada kelompok

umur 20-49 tahun. Menurut Basuki (2011), penyakit BSK paling sering

didapatkan pada usia 30-50 tahun.

Berdasarkan distribusi letak batu, didapatkan bahwa pasien

terbanyak yang menderita BSK adalah berupa batu ginjal dengan

persentase sebesar 41,5% atau sbanyak 232 pasien . Batu kandung kemih

menempati urutan ke-2 dengan persentase 31,9% atau sebanyak 178

pasien, kemudian disusul batu ureter sebesar 24,7%. Hal tersebut sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Lina tahun 2009, Lokasi BSK paling

banyak dijumpai di ginjal yaitu sebanyak 22 orang (36%), ureter sebanyak

21 orang (35%) dan di Buli sebanyak 9 orang (15%).

Berdasarkan jenis penatalaksanaan Pada penelitian ini didapatkan

bahwa penatalaksanaan yang paling sering dilakukan adalah konservatif

sebesar 41,3%, kemudian vesikolitotomi sebesar 18%, yang ketiga yaitu

Page 39: Batu Saluran Kemih

39

litotripsy sebesar 8,7%. Sebanyak 80% dari total penatalaksanaan

konservatif yang dilakukan, merupakan pasien yang dirawat oleh

departemen penyakit dalam, dan tidak dilakukan tindakan invasif untuk

batu saluran kemihnya. Sedangkan pasien yang mendapat terapi invasif

selain hanya terapi konservatif merupakan pasien yang datang langsung ke

departemen urologi.

Page 40: Batu Saluran Kemih

40

BAB V

KESIMPULAN

1. Penyakit batu saluran kemih (BSK) adalah terbentuknya batu yang disebabkan

pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya

berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi.

2. Total jumlah pasien BSK di RSMS selama periode Januari 2011 hingga

Desember 2012 adalah sebanyak 558 pasien.

3. Distribusi pasien BSK di RSMS selama periode Januari 2011 hingga

Desember 2012 berdasarkan jenis kelamin adalah 232 pasien pria (41,6%) dan

326 pasien wanita (58,4%).

4. Distribusi pasien BSK di RSMS selama periode Januari 2011 hingga

Desember 2012 berdasarkan usia adalah balita sebanyak 3 pasien (0,5%),

anak-anak sebanyak 3 pasien (0,5%), remaja sebanyak 6 pasien (1,7%),

dewasa dini sebanyak 122 pasien (21,8%), dewasa madya sebanyak 198

pasien (35,5%), dewasa lanjut sebanyak 114 pasien (20,4%) dan lansia

sebanyak 112 pasien (19,6%).

5. Distribusi pasien BSK di RSMS selama periode Januari 2011 hingga

Desember 2012 berdasarkan letak batu adalah batu ginjal sebanyak 232 pasien

(41,6%), batu ureter sebanyak 53 pasien (9,5%), batu saluran kemih sebanyak

5 pasien (0,9%) dan batu kandung kemih sebanyak 75 pasien (48%).

6. Penatalaksanaan yang paling sering dilakukan adalah konservatif sebesar

41,3%, kemudian vesikolitotomi sebesar 18%, yang ketiga yaitu litotripsy

sebesar 8,7%.

Page 41: Batu Saluran Kemih

41

DAFTAR PUSTAKA

Anglade, RE, Wang, DS and Babayan, RK. 2004. Urinary calculi and endourology dala : Handbook urology diagnosis and therapy. Lippinscott Wiliams and Wilkins. Edisi ketiga.

Anonym, Kidney stones in Adults, 2009. Ureteolitiasis. Didownload pada tanggal 20 Agustus 2012 dalam www. NIDDK.htm.ureterolitiasis

Lina, Nur. 2008. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Batu Saluran Kemih pada Laki-Laki (Studi Kasus di RS. Dr. Kariadi, RS Roemani, RSI Sultan Agung Semarang). Tesis. Semarang : Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.

Menon,M., Resnick, Martin,I. 2002. Urinary lithiasis : etiology and endourology, in Chambell’s urology, 8th ed, Vol 14. W.B. Saunder Company, Philadelphia, 2002 : 3230-3292.

Muslim, Rifky. 2007. Batu Saluran Kemih : Suatu Problema Gaya Hidup dan Pola Makan Serta Analisis Ekonomi pada Penatalaksanaannya. Badan penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Pahira,J.J., Razack,A.A. 2001. Nephrolithiasis ; Clinical Manual of Urology. Mc Graw – Hill

Purnomo, Basuki B. 2009. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta : CV Sagung Seto

Price, S. 2005. Batu Saluran Kemih dalam: Patofisiologi Dasar dan Klinis. EGC, Jakarta.

Schwartz dkk, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.2000

Scholtmeijer R.J, and Schroder F.H, Kolik Ginjal dalam Andrianto P. (ed.) Urologi untuk Praktek Umum (terj.), EGC, Jakarta, 1992, hal 85-94.

Sherwood, Lauralee. 2001. Sistem Kemih dalam : Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta. 461.

Sjamsuhidajat R, De jong W, Saluran Kemih dan alat kelamin laki dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 2005, hal. 756-757.

Page 42: Batu Saluran Kemih

42

Snell, Richard S. 1997. Rongga Abdomen dalam : Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 3 Bagian 2. EGC, Jakarta, 217

William,D.M. 1990. Clinical and Laboratory Evaluation of Renal Stone Patients. Dalam Endocrinology and Metabolism Clinic of North America. W.B. Saunders : Philadelphian.

Wolf, J Stuart. 2012. Nefrolithiasis. Available from: http//www.emedicine.com Retrived on August 25 2012.