21
BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) I. PENDAHULUAN Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Dulu bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram disebut bayi prematur. Tetapi ternyata morbiditas dan mortalitas neonatus tidak hanya bergantung pada berat badannya, tetapi juga pada maturitas bayi itu. 1 Untuk mendapatkan keseragaman, pada kongres European Perinatal Medicine II di London (1970) telah diusulkan definisi sebagai berikut : - Bayi Kurang Bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu - Bayi Cukup Bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu sampai 42 minggu - Bayi Lebih Bulan adalah bayi dengan masa kehamilan 42 minggu atau lebih. 1,2 1

Bayi Berat Lahir Rendah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bayi Berat Lahir Rendah

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)

I. PENDAHULUAN

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada saat

kelahiran kurang dari 2500 gram. Dulu bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama

dengan 2500 gram disebut bayi prematur. Tetapi ternyata morbiditas dan mortalitas neonatus

tidak hanya bergantung pada berat badannya, tetapi juga pada maturitas bayi itu.1

Untuk mendapatkan keseragaman, pada kongres European Perinatal Medicine II di London

(1970) telah diusulkan definisi sebagai berikut :

- Bayi Kurang Bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu

- Bayi Cukup Bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu sampai 42

minggu

- Bayi Lebih Bulan adalah bayi dengan masa kehamilan 42 minggu atau lebih.1,2

Dengan pengertian seperti yang telah diterangkan seperti diatas, bayi BBLR dapat dibagi

menjadi dua golongan, yaitu :

- Prematuritas Murni

Masa gestasi < 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa

gestasi itu atau biasa disebut bayi kurang bulan (BKB)-sesuai masa kehamilan (SMK)

- Dismaturitas

Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu.

Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin dan merupakan bayi yang kecil

untuk masa kehamilan tersebut (KMK).1,3

1

Page 2: Bayi Berat Lahir Rendah

II. ETIOLOGI

A. Prematuritas Murni

1. Faktor Ibu

a. Penyakit

Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia gravidarum,

perdarahan antepartum, trauma fisis dan psikologis. Penyebab lainnya adalah diabetes

mellitus, penyakit jantung, bakterial vaginosis, chorioamnionitis, atau tindakan operatif

dapat merupakan faktor etiologi prematuritas.

b. Usia

Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah pada usia dibawah 20 tahun dan pada

multi gravida yang jarak antar kelahirannya terlalu dekat. Pada ibu yang sebelumnya telah

melahirkan lebih dari 4 anak juga sering ditemukan. Kejadian terendah adalah pada usia

antara 26-35 tahun.1,4

c. Keadaan sosial ekonomi

Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi yang rendah. Hal ini disebabkan oleh

keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang.

2. Faktor Janin

Hidramnion gawat janin, kehamilan ganda, eritroblastosis umumnya akan mengakibatkan

lahirnya bayi dengan BBLR.

B. Dismaturitas

Penyebab dismaturitas adalah setiap keadaan yang mengganggu pertukaran zat antara ibu dan

janin ( gangguan suplai makanan pada janin). Dismaturitas dihubungkan dengan keadaan medic

2

Page 3: Bayi Berat Lahir Rendah

yang mengganggu sirkulasi dan insufisiensi plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin,

atau kesehatan umum dan nutrisi ibu.2,3

III. EPIDEMIOLOGI

Angka Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih cukup tinggi, terutama di negara dengan

sosio-ekonomi rendah. Data statistik menunjukkan sekitar 90 kasus BBLR terjadi di negara

berkembang. Di negara berkembang, angka kematian BBLR 35 kali lebih tinggi dibandingkan

bayi dengan berat badan lahir diatas 2500 gram.4

Sejak tahun 1981, frekuensi BBLR telah naik, terutama karena adanya kenaikan jumlah

kelahiran preterm. Sekitar 30% bayi BBLR di Amerika Serikat mengalami dismaturitas, dan

dilahirkan sesudah 37 minggu. Di negara yang sedang berkembang sekitar 70% bayi BBLR

tergolong dismaturitas.4

Di negara maju, angka kejadian kelahiran bayi prematur adalah sekitar 6-7%. Di negara

yang sedang berkembang, angka kelahiran ini lebih kurang 3 kali lipat. Di Indonesia, kejadian

bayi prematur belum dapat dikemukakan, tetapi angka kejadian BBLR di Rumah Sakit Dr. Cipto

Mangunkusumo pada tahun 1986 adalah 24%. Angka kematian perinatal di rumah sakit yang

sama adalah 70% dan 73% dari seluruh kematian disebabkan oleh BBLR.1,2

IV. PATOGENESIS

Bayi lahir prematur yang berat badan lahirnya sesuai dengan umur pretermnya, biasanya

dihubungkan dengan keadaan medik, dimana terdapat ketidakmampuan uterus untuk

mempertahankan janin (incompetent cervix/premature dilatation), gangguan pada perjalanan

3

Page 4: Bayi Berat Lahir Rendah

kehamilan, pelepasan plasenta, atau rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraksi efektif

pada uterus sebelum kehamilan mencapai umur cukup bulan.2

Dismaturitas dihubungkan dengan keadaan medic yang mengganggu sirkulasi dan efisiensi

plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin, atau kesehatan umum dan nutrisi ibu.

Dismaturitas mungkin merupakan respon janin normal terhadap kehilangan nutrisi atau oksigen.

Sehingga, masalahnya bukan pada dismaturitasnya, tetapi agaknya pada resiko malnutrisi dan

hipoksia yang terus-menerus. Serupa halnya dengan beberapa kelahiran preterm yang

menandakan perlunya persalinan cepat karena lingkungan intra uterin berpotensi merugikan.2,4

V. GEJALA KLINIK

A. Prematuritas Murni

Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm, lingkar

dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.

Kepala relatif lebih besar daripada badannya, kulitnya tipis, transparan, lanugo banyak, lemak

subkutan kurang. Osifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura lebar, genitalia imatur.

Desensus testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minora belum tertutup oleh labia

mayora. Rambut biasanya tipis dan halus. Tulang rawan dan daun telinga belum cukup, sehingga

elastisitas daun telinga masih kurang. Jaringan mammae belum sempurna, puting susu belum

terbentuk dengan baik. Bayi kecil, posisinya masih posisi fetal, yaitu posisi dekubitus lateral,

pergerakannya kurang dan masih lemah. Bayi lebih banyak tidur daripada bangun. Tangisnya

lemah, pernapasan belum teratur dan sering terdapat serangan apnoe. Otot masih hipotonik,

sehingga kedua tungkai selalu dalam keadaan abduksi, sendi lutut dan sendi kaki dalam fleksi

dan kepala menghadap ke satu jurusan.

4

Page 5: Bayi Berat Lahir Rendah

Refleks moro dapat positif. Refleks mengisap dan menelan belum sempurna, begitu juga

refleks batuk. Kalau bayi lapar, biasanya menangis, gelisah, aktivitas bertambah. Bila dalam

waktu 3 hari tanda kelaparan ini tidak ada, kemungkinan besar bayi menderita infeksi atau

perdarahan intrakranial. Seringkali terdapat edema pada anggota gerak, yang menjadi lebih nyata

sesudah 24-48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta terdapat “pitting edema”. Edema

ini seringkali berhubungan dengan perdarahan antepartum, diabetes mellitus, dan toksemia

gravidarum.

Frekuensi pernapasan bervariasi terutama pada hari-hari pertama. Bila frekuensi pernapasan

terus meningkat atau selalu diatas 60x/menit, harus waspada kemungkinan terjadinya penyakit

membrane hialin, pneumonia, gangguan metabolik atau gangguan susunan saraf pusat. Dalam

hal ini harus dicari penyebabnya, misalnya dengan melakukan pemeriksaan radiologis toraks.1,2

B. Dismaturitas

Dismaturitas dapat terjadi pre-term, term, dan post-term. Pada pre-term akan terlihat gejala

fisis bayi prematur murni ditambah dengan gejala dismaturitas. Dalam hal ini berat badan kurang

2500 gram, karakteristik fisis sama dengan bayi prematur dan mungkin ditambah dengan

retardasi pertumbuhan dan “wasting”. Pada bayi cukup bulan dengan dismaturitas, gejala yang

menonjol adalah “wasting”, demikian pula pada post term dengan dismaturitas. Bayi dismatur

dengan tanda “wasting” tersebut, yaitu:

1. Stadium Pertama

Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulitnya longgar, kering seperti perkamen,

tetapi belum terdapat noda mekonium.

2. Stadium Kedua

Didapatkan tanda stadium pertama ditambah dengan warna kehijauan pada kulit, plasenta,

5

Page 6: Bayi Berat Lahir Rendah

dan umbilicus. Hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur dalam amnion yang

kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilikus, dan plasenta sebagai akibat anoksia

intrauterine.

3. Stadium Ketiga

Ditemukan tanda stadium kedua ditambah dengan kulit yang berwarna kuning,demikian

pula kuku dan tali pusat. Ditemukan juga tanda anoksia intrauterin yang sudah berlangsung

lama.1,3

VI. DIAGNOSIS

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) didiagnosis bila termasuk dalam golongan:

1. Prematuritas Murni

Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan

untuk masa gestasi itu atau biasa disebut Bayi Kurang Bulan-Sesuai untuk Masa

Kehamilan (KMK).1

2. Dismaturitas

Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu.

Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi Kecil

untuk Masa Kehamilan (KMK).

VII. PENATALAKSAAN

A. Penatalaksanaan Prematur Murni

Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan

perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus, maka perlu

6

Page 7: Bayi Berat Lahir Rendah

diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan, dan bila perlu pemberian

oksigen, mencegah infeksi, serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.2

- Atur Suhu

BBLR mudah mengalami hipotermi, oleh karena itu suhu tubuhnya harus dipertahankan

dengan ketat, bisa dengan membersihkan cairan pada tubuh bayi, kemudian dibungkus, atau

bisa juga dengan meletakkannya di bawah lampu atau dalam inkubator. Dan bila listrik tidak

ada, bisa dengan metode kangguru, yaitu meletakkan bayi dalam pelukan ibu (skin to skin).5

- Cegah Sianosis

Cara mencegah sianosis dengan cara pemberian oksigen agar saturasi oksigen dalam tubuh

bayi dapat dipertahankan dalam batas normal.

- Cegah Infeksi

BBLR mudah sekali diserang infeksi. Ini disebabkan oleh karena daya tahan tubuh terhadap

infeksi berkurang, relatif belum sanggup untuk membentuk antibodi dan daya fagositosis serta

reaksi terhadap peradangan belum baik. Oleh karena itu, perlu diperhatikan prinsip-prinsip

pencegahan infeksi, antara lain mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi,

membersihkan tempat tidur bayi segera sesudah tidak dipakai lagi, membersihkan kulit dan

tali pusat bayi dengan sebaik-baiknya.5,6

- Pemberian Vitamin K

Dosis 1 mg intra muskular, 1 kali pemberian. Pemberian vitamin K pada bayi imatur adalah

sama seperti pada bayi-bayi dengan berat badan dan maturitas yang normal.

- Intake Harus Terjamin

Pada bayi-bayi prematur, refleks isap, telan dan batuk belum sempurna. Kapasitas lambung

masih sedikit, daya enzim pencernaan, terutama lipase masih kurang. Pemberian minum

7

Page 8: Bayi Berat Lahir Rendah

dimulai pada waktu bayi berumur 3 jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan

hiperbilirubinemia. Pada umumnya, bayi dengan berat badan lahir 2000 gram atau lebih dapat

menyusui pada ibunya. Bayi dengan berat kurang dari 1500 gram kurang mampu mengisap air

susu ibu atau susu botol, terutama pada hari-hari pertama. Dalam hal ini bayi diberi minum

melalui sonde lambung.2,6

B. Penatalaksanaan Bayi Dismaturitas

Pada umumnya, sama dengan perawatan neonates pada umumnya, seperti pengaturan suhu

lingkungan, makanan, mencegah infeksi dan lain-lain. Bayi dismatur biasanya tampak haus dan

harus diberi makanan dini (early feeding). Hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya

hipoglikemia. Kadar gula darah harus diperiksa setiap 8-12 jam. Sebaiknya sebelum dilakukan

pemeriksaan “true glucose” dilakukan lebih dahulu pemeriksaan penyaring dengan “dextrostix”.

Jika dengan cara ini ternyata kadar glukosa 45 mg% atau kurang, harus dilakukan pemeriksaan

“true glucose”. Frekuensi pernapasan terutama dalam 24 jam pertama harus diawasi untuk

mengetahui adanya sindrom aspirasi mekonium atau sindrom gangguan pernapasan idiopatik.

Sebaiknya, setiap jam dihitung frekuensi pernapasan. Bila frekuensi lebih dari 60x/menit, dibuat

foto thoraks. Pencegahan terhadap infeksi sangat penting, karena bayi sangat rentan terhadap

infeksi, yaitu karena pemindahan IgG dari ibu ke janin terganggu. Temperatur harus dikelola,

jangan sampai kedinginan karena bayi dismatur lebih mudah menjadi hipotermi. Hal ini

disebabkan oleh karena luas permukaan tubuh bayi relatif besar dan jaringan lemak subkutan

kurang.1,6

Perawatan Bayi Dalam Inkubator

Inkubator yang canggih dilengkapi oleh alat pengatur suhu dan kelembapan bayi agar bayi dapat

mempertahankan suhu tubuhnya yang normal, alat oksigen yang dapat diatur, serta kelengkapan

8

Page 9: Bayi Berat Lahir Rendah

lain untuk mengurangi kontaminasi bila inkubator dibersihkan. Kemampuan bayi berat lahir

rendah dan bayi sakit untuk hidup, lebih besar bila mereka dirawat pada atau mendekati suhu

lingkungan yang netral. Suhu ini ditetapkan dengan mengatur suhu permukaan yang terpapar

radiasi, kelembapan yang relatif, dan aliran udara sehingga produksi panas (yang diukur dengan

konsumsi oksigen) sesedikit mungkin dan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas

normal. Bayi yang besar dan lebih tua memerlukan suhu lingkungan lebih rendah dari bayi yang

kecil dan lebih muda. Suhu inkubator yang optimum diperlukan agar panas yang hilang dan

konsumsi oksigen terjadi minimal sehingga bayi telanjang pun dapat mempertahankan suhu

tubuhnya sekitar 36,5-37 0C. Tingginya suhu lingkungan ini tergantung dari besar dan

kematangan bayi. Dalam keadaan tertentu, bayi yang sangat prematur tidak hanya memerlukan

inkubator untuk mengatur suhu tubuhnya, tetapi juga memerlukan pleksiglas penahan panas atau

topi maupun pakaian. Mempertahankan kelembapan nisbi 40-60 % diperlukan dalam membantu

stabilisasi suhu tubuh, yaitu dengan cara sebagai berikut: (1) mengurangi kehilangan pada suhu

lingkungan yang rendah, (2) mencegah kekeringan dan iritasi pada selaput lendir jalan nafas,

terutama pada pemberian oksigen dan selama pemasangan intubasi endotrakea atau nasotrakea,

dan (3) mengencerkan sekresi yang kental serta mengurangi kehilangan cairan insensible dari

paru-paru.2,6

Seandainya tidak ada inkubator, pengaturan suhu dan kelembapan dapat diatur dengan

memberikan sinar panas, dan botol air hangat, disertai dengan pengaturan suhu dan kelembapan

ruangan. Mungkin pula diperlukan pemberian oksigen melalui topeng atau pipa intubasi.6

Ibu yang memiliki Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), tidak perlu khawatir lagi soal perawatan

buah hatinya selepas keluar dari rumah sakit. Sekarang, para ahli di bidang kedokteran

mengembangkan metode kangguru untuk merawat BBLR itu. Metode tersebut, memungkinkan

9

Page 10: Bayi Berat Lahir Rendah

panas tubuh bayi dijaga oleh panas tubuh ibunya. Metode kangguru ini memang terkesan unik.

Dengan sebuah pakaian yang berbentuk seperti tubuh kangguru yang berkantung, bayi bisa

mendapatkan kehangatan cukup karena bersentuhan langsung dengan tubuh ibunya.

Ada tiga kriteria BBLR yang sudah bisa dirawat dirumah setelah keluar dari inkubator. Pertama,

berat sudah kembali ke berat lahir dan lebih dari 1500 gram. Kemudian berat bayi cenderung

naik dan suhu tubuh stabil selama tiga hari berturut-turut. Yang juga harus diperhatikan, bayi

sudah mampu mengisap dan menelan. Selain itu, ibu sudah harus merawat dan member minum.

Metode kangguru ini cukup efektif sebab selain membuat bayi tidak tergantung pada rumah

sakit, ibu lebih percaya diri merawat bayinya di rumah. Keuntungan lainnya, BBLR bisa

mendapatkan ASI ekslusif dan menurunkan resiko bayi terkena kehilangan panas tubuh.6

\

VIII. KOMPLIKASI

A. Komplikasi Prematuritas.1,5,6

1. Sindrom gangguan pernapasan idiopatik

Disebut juga penyakit membran hialin karena pada stadium akhir akan terbentuk membran

hialin yang melapisi alveolus paru

2. Pneumonia aspirasi

Sering ditemukan pada prematur karena refleks menelan dan batuk yang belum sempurna

3. Perdarahan intraventrikuler

Perdarahan spontan di ventrikel otak lateral karena anoksia otak (erat kaitannya dengan

gangguan pernapasan). Kelainan ini biasanya hanya ditemukan pada otopsi.

10

Page 11: Bayi Berat Lahir Rendah

4. Fibroplasia retolental

Penyakit ini ditemukan pada bayi prematur disebabkan oleh gangguan oksigen yang

berlebihan.

5. Hiperbilirubinemia

Bayi prematur lebih sering mengalami hiperbilirubinemia dibandingkan dengan bayi cukup

bulan. Hal ini disebabkan faktor kematangan hepar yang tidak sempurna sehingga

konjungasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk belum sempurna

6. Infeksi

Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya IgG gamma globulin.

B. Komplikasi Dismaturitas.1,2,5

1. Sindrom aspirasi mekonium

Keadaan hipoksia intrauterine mengakibatkan janin mengadakan “gasping” dalam uterus.

Selain itu mekonium akan dilepaskan kedalam likuor amnion, akibatnya cairan yang

mengandung mekonium yang lengket itu masuk kedalam paru-paru janin karena inhalasi.

Pada saat lahir bayi akan menderita gangguan pernapasan idiopatik

2. Hipoglikemia simptomatik

Terutama pada bayi laki-laki, penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin sekali disebabkan

oleh persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas. Diagnosis dapat

dibuat dengan melakukan pemeriksaan kadar gula darah. Bayi BBLR dinyatakan

hipoglikemia bila kadar gula darah kurang dari 20 mg%.

3. Asfiksia neonatorum

Bayi dismaturitas lebih sering menderita asfiksia neonatorum dibandingkan bayi normal.

11

Page 12: Bayi Berat Lahir Rendah

4. Penyakit membran hialin

Terutama bayi dismatur yang “pre-term”. Hal ini disebabkan karena surfaktan pada paru

belum cukup sehingga alveolus sering kolaps.

5. Hiperbilirubinemia

Bayi dismatur lebih sering mendapat hiperbilirubinemia dibandingkan dengan bayi yang

sesuai masa kehamilannya. Hal ini mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hepar.

IX. PROGNOSIS

Prognosis BBLR ini tergantung dari berat ringannya masa perinatal, misalnya masa gestasi

(makin muda masa gestasi/makin rendah berat badan, makin tinggi angka kematian), asfiksia,

atau iskemia otak, sindroma gangguan pernapasan, perdarahan intraventrikuler, displasia

bronkopulmonal, retrolental fibroplasias, infeksi, gangguan metabolik, (asidosis, hipoglikemia,

hiperbilirubinemia). Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan

orang tua, dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan, dan postnatal (pengaturan suhu

lingkungan, resusitasi, makanan, mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia,

hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dan lain-lain).2,4

X. PENCEGAHAN

Untuk pencegahan BBLR dapat dilakukan beberapa intervensi dengan pendekatan faktor

resiko yang menjadi penentu terjadinya BBLR seperti Keluarga Berencana (KB), pendidikan

wanita, peningkatan kesehatan ibu dan anak melalui pelayanan antenatal, perbaikan gizi,

pemberdayaan keluarga dan masyarakat.

12

Page 13: Bayi Berat Lahir Rendah

DAFTAR PUSTAKA

1. Hasan R, Alatas H. Perinatologi. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak 3; edisi ke-4. Jakarta: FKUI,

1985;1051-1057.

2. Wiknjasastro H, Saifuddin A B. Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam: Ilmu Kebidanan;edisi ke-3.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawieohardjo, 2002;771-783.

3. Arifuddin J, Palada P. BBLR-LBW. Dalam: Perinatologi dan Tumbuh Kembang. Makassar :

FKUI, 2004;9-11.

4. Behrman R E, Kliegman R M. The Fetus and the Neonatal Infant. In: Nelson textbook of

Pediatrics; 17th ed. California: Saunders. 2004;550-558.

5. Saifuddin A B, Adriansz G. Masalah Bayi Baru Lahir. Dalam: Buku Acuan Nasional

Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal; edisi ke-1. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, 2000;376-378.

6. Gomella T L, Cunningham M D. Management of the Extremely Low Birth Infant During the

First Week of Life. In: Lange Neonatolog; 5th ed. New York: Medical Publishing Division,

2002;120-131.

7. Rauf S. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak; edisi ke-1. Makassar: Fakultas Kedokteran

UNHAS/SMF Anak RS DR. Wahidin Sudirohusodo, 2009.

13