13
BEBERAPAFAKTORYANGMEMPENGARUHIKEAMANANPANGAN ASALTERNAKDIINDONESIA Dengan meningkatnya kesejahteraan, tingkat pendapatandantingkatpendidikanmasyarakatsaatini, keamanan pangan menjadipenting artinya untuk mendapatkan pangan yang sehat dan aman . Ketersediaanpangan yang sehatdanamanmenjadi kunciutamauntukmencapaitingkatgizi yang baik . Untukmendapatkanpangandemikian, perluproses panjang melaluimatarantaiproduksi mulaidari penyediaanbibit,prapanen,hinggapascapanen. BerdasarkanUndang-undang No .7 tahun 1996, "Pangan"didefinisikansebagaisegalasesuatu yang berasaldarisumberhayatidan air, baik yang telah SJAMSULBAHRI,YULVIANSANI dan INDRANINGSIH BalaiPenelitianVeteriner,Jl . R.E.Martadinata 30, Bogor 16114 ABSTRAK BerdasarkanUndang-undang No .7 tahun 1996, pangan didefinisikan sebagaisegalasesuatu yang berasal darisumber hayatidan air, baik yang telahdiolahmaupuntidakdiolahuntukdimanfaatkan sebagaimakananatauminuman,termasukbahan tambahanpangan,bahanbakudanbahan lainyang digunakandalamprosespersiapan,pengolahandanpembuatanmakananatau minuman .Selanjutnya,KeamananPanganadalah suatukondisidanupaya yang diperlukan untukmencegahpangandari pencemaranagenmikrobapatogen,bahankimiaberacun danbendaasinglainnya yang dapatmengganggu, merugikan dan membahayakankesehatanmanusia .Keamananpanganpadadasarnyamerupakanhal yang kompleksdanberkaitaneratdengan aspekkebijakan,toksisitas,mikrobiologi,kimia, status gizi, kesehatandanketentramanbatin .Sementaraitu, masalah keamanan panganbersifatdinamisseiringdenganberkembangnyaperadabanmanusia yang meliputiaspeksosial budaya,kesehatan, kemajuanilmupengetahuandanteknologisertasegala yang terkaitdengankehidupanmanusia .Secaragarisbesarterdapattiga tahapanutama yang menjadititikkritisdalamkeamananpanganasalternakyaitu : (1) prosespraproduksi ; (2) prosesproduksi : dan (3) prosespascaproduksi .Faktor-faktorpentingdariketigatahapantersebutdibahasdalammakalahini . Katakunci : Keamananpangan,ternak,praproduksi,produksi,pascaproduksi ABSTRACT FACTORSAFFECTINGFOODSAFETYOFANIMALORIGINININDONESIA BasedontheIndonesianRegulationNumber7year1996,foodisdefinedaseverythingderivedfrombiologicalsources andwater,eitherprocessedandnon-processedmaterialstobeusedasfoodanddrinks,includingfoodadditives, foodraw materialsandothermaterialsforpreparationprocess,processingandproductionoffoodordrinks .Furthermore,foodsafetyisa conditionandanapproachrequiredtopreventthefoodfromcontaminationofpathogenicmicrobes,toxiccompoundsandother xenobioticsthatmayaffectandhazardoustohumanhealth .Foodsafetyisbasicallyacomplexityandcloserelatedtopolicy . toxicity,microbiology,chemicals,nutrition status,healthandpublicwelfare .Ontheotherhand, foodsafetyproblemisa dynamicprocessfollowingthechangingofpublicsocietyincludingsocioculture,health,developmentofscienceandtechnology aswellaseverythingrelatedtohumanlife .Ingeneral,therearethreemain stagesofprocessasthecriticalpointinfoodsafetyof animalorigin,namely :(1)preharvest ;(2)production ;and(3)postharvest .Themainfactorsofthesestagesarediscussedinthis paper . Keywords : Foodsafety,livestock,preharvest,harvest,postharvest PENDAHULUAN diolah maupun tidak diolah untukdimanfaatkan sebagaimakanan atauminuman, termasuk bahan Definisipangan tambahanpangan,bahanbakudan bahan lainyang digunakandalamprosespersiapan, pengolahandan pembuatanmakananatauminuman . Sumber-sumberbahanpangan Berdasarkansumbernya,bahanpanganterdiridari bahanpangan nabati yang berasaldaritanaman/ tumbuhandanbahanpanganhewani yang berasaldari ternakdanikan .Makalahiniakanmembahas bahan panganterutamaasalternak yang terdiridaridaging, telurdansusu . 1

BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN …

BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN PANGANASAL TERNAK DI INDONESIA

Dengan meningkatnya kesejahteraan, tingkatpendapatan dan tingkat pendidikan masyarakat saat ini,keamanan pangan menjadi penting artinya untukmendapatkan pangan yang sehat dan aman .Ketersediaan pangan yang sehat dan aman menjadikunci utama untuk mencapai tingkat gizi yang baik .Untuk mendapatkan pangan demikian, perlu prosespanjang melalui mata rantai produksi mulai daripenyediaan bibit, prapanen, hingga pascapanen.

Berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 1996,"Pangan" didefinisikan sebagai segala sesuatu yangberasal dari sumber hayati dan air, baik yang telah

SJAMSUL BAHRI, YULVIAN SANI dan INDRANINGSIH

Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata 30, Bogor 16114

ABSTRAK

Berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 1996, pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumberhayati dan air, baik yang telah diolah maupun tidak diolah untuk dimanfaatkan sebagai makanan atau minuman, termasuk bahantambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses persiapan, pengolahan dan pembuatan makanan atauminuman . Selanjutnya, Keamanan Pangan adalah suatu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan daripencemaran agen mikroba patogen, bahan kimia beracun dan benda asing lainnya yang dapat mengganggu, merugikan danmembahayakan kesehatan manusia . Keamanan pangan pada dasarnya merupakan hal yang kompleks dan berkaitan erat denganaspek kebijakan, toksisitas, mikrobiologi, kimia, status gizi, kesehatan dan ketentraman batin . Sementara itu, masalah keamananpangan bersifat dinamis seiring dengan berkembangnya peradaban manusia yang meliputi aspek sosial budaya, kesehatan,kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta segala yang terkait dengan kehidupan manusia . Secara garis besar terdapat tigatahapan utama yang menjadi titik kritis dalam keamanan pangan asal ternak yaitu : (1) proses praproduksi ; (2) proses produksi :dan (3) proses pascaproduksi . Faktor-faktor penting dari ketiga tahapan tersebut dibahas dalam makalah ini .

Kata kunci : Keamanan pangan, ternak, praproduksi, produksi, pascaproduksi

ABSTRACT

FACTORS AFFECTING FOOD SAFETY OF ANIMAL ORIGIN IN INDONESIA

Based on the Indonesian Regulation Number 7 year 1996, food is defined as everything derived from biological sourcesand water, either processed and non-processed materials to be used as food and drinks, including food additives, food rawmaterials and other materials for preparation process, processing and production of food or drinks . Furthermore, food safety is acondition and an approach required to prevent the food from contamination of pathogenic microbes, toxic compounds and otherxenobiotics that may affect and hazardous to human health . Food safety is basically a complexity and close related to policy .toxicity, microbiology, chemicals, nutrition status, health and public welfare. On the other hand, food safety problem is adynamic process following the changing of public society including socioculture, health, development of science and technologyas well as everything related to human life . In general, there are three main stages of process as the critical point in food safety ofanimal origin, namely : (1) preharvest ; (2) production ; and (3) postharvest . The main factors of these stages are discussed in thispaper .

Key words : Food safety, livestock, preharvest, harvest, post harvest

PENDAHULUAN

diolah maupun tidak diolah untuk dimanfaatkansebagai makanan atau minuman, termasuk bahan

Definisi pangan

tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yangdigunakan dalam proses persiapan, pengolahan danpembuatan makanan atau minuman .

Sumber-sumber bahan pangan

Berdasarkan sumbernya, bahan pangan terdiri daribahan pangan nabati yang berasal dari tanaman/tumbuhan dan bahan pangan hewani yang berasal dariternak dan ikan . Makalah ini akan membahas bahanpangan terutama asal ternak yang terdiri dari daging,telur dan susu .

1

Page 2: BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN …

Peranan pangan asal ternak

Pangan asal ternak sangat dibutuhkan untukkesehatan manusia sebagai sumber protein ftingsionalmaupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usiadini (balita) dimana pada usia tersebut lajupertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak sangattinggi . Protein hewani menjadi sangat penting artinyakarena mengandung asam amino yang lebih mendekatisusunan asam amino yang dibutuhkan manusiasehingga mudah dicerna dan lebih efisien .

Meskipun protein hewani tersebut sangatdibutuhkan sebagai sumber gizi untuk kesehatanmasyarakat, produk ternak dapat menjadi berbahayabagi kesehatan masyarakat bila tidak terjaminkeamanannya. Oleh karena itu, keamanan pangan bagimasyarakat merupakan prasyarat utama yang tidakdapat ditawar-tawar lagi. Beberapa kasus penyakitbawaan pangan (foodborne disease) dilaporkan terjadidi berbagai belahan dunia seperti kasus penyakitBovine Spongioform Encephalopathv (BSE) atau lebihdikenal dengan Mad Cow di Eropa pada akhir tahun1990-an, cemaran dioksin yang merupakan bahankimia beracun pada produk asal ternak di Belgia danBelanda pada tahun 1999 (PUTRO, 1999 unpublisheddata) dan kasus penyakit antraks pada domba dankambing di Indonesia pada tahun 2001 (NooR et al.,2001) . Kondisi demikian menggambarkan pentingnyamasalah keamanan pangan asal ternak yang dapatberdampak negatif baik terhadap ternak secaralangsung maupun kesehatan masyarakat (konsumen) .Pada akhirnya kondisi tersebut dapat mempengaruhiperdagangan domestik maupun global serta per-ekonomian negara yang terlibat didalam perdaganganproduk pangan asal ternak (DARMINTO dan BAHRI,1996 ; PUTRO, 1999 unpublished data ; NoOR et al .,2001).

Pada akhir tahun 1960-an, perhatian masyarakatterhadap residu senyawa asing (xenobiotics) dalambahan pangan asal ternak masih sangat rendah, karenapada saat itu perhatian masyarakat lebih tertuju kepadamasalah residu pestisida dalam buah-buahan dan sayur-sayuran (produk tanaman/bahan pangan nabati) .Terdeteksinya residu bahan kimia seperti pestisidaDDT dan dieldrin, tetrasiklin dan obat-obat lain dariproduk ternak menimbulkan perhatian khusus bagimasyarakat untuk melakukan pengawasan keamananpangan asal ternak .

Keberadaan berbagai residu obat hewan sepertiantibiotika, pestisida, mikotoksin dan hormon padaproduk ternak baik daging, susu dan telur telahdilaporkan dari berbagai wilayah di Indonesia(DARSONO, 1996 ; DEwI et al., 1997 ; WIDIASTUTI et al.,2000) . Demikian pula halnya dengan cemaran kumanpatogen seperti Salmonella sp . pada berbagaikomoditas ternak di Indonesia (POERNOMo dan BAHRI,1998).

2

SJAMSUL BAHRI el al. : Beberapa Faklor yang Mempengaruhi Keamanan Pangan Asal Ternak di Indonesia

Peran keamanan pangan asal ternak

Lebih lanjut, UU No. 7 Tahun 1996 ini jugamendefinisikan "Keamanan Pangan" sebagai suatukondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegahpangan dari pencemaran agen mikroba patogen, bahankimia-beracun dan benda asing lainnya yang dapatmengganggu, merugikan dan membahayakankesehatan manusia. Keamanan pangan pada dasarnyamerupakan hal yang kompleks dan berkaitan eratdengan aspek kebijakan, toksisitas, mikrobiologis,kimia, status gizi, kesehatan dan ketentraman batin .Sementara itu, masalah keamanan pangan bersifatdinamis seiring dengan berkembangnya peradabanmanusia yang meliputi aspek sosial budaya, kesehatan,kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta segalasesuatu yang terkait dengan kehidupan manusia .

Untuk menjamin produk pangan yang aman dansehat untuk dikonsumsi oleh masyarakat, makaIndonesia telah melengkapi Program KeamananPangan Nasionalnya dengan berbagai perangkatperundang-undangan, peraturan pemerintah, saranalaboratorium pengujian, standar nasional untuk panganasal ternak, program monitoring dan surveilans sertasistem jaminan keamanan pangan produk peternakan .

Namun, kasus-kasus keracunan/penyakit bawaanpangan (foodborne disease) mulai bermunculan diberbagai wilayah Indonesia seperti kasus salmonellosisdan keberadaan residu/cemaran bahan kimia sepertipestisida, antibiotik, mikotoksin, dan logam berat padapangan produk peternakan maupun tanaman .Keberadaan bahan kimia beracun dalam pangantersebut dapat membahayakan kesehatan konsumenkarena dapat menimbulkan kejadian keracunan,imunosupresi dan karsinogenisitas . Dilain pihak,peredaran daging ilegal menjadi isu nasional yangmengkhawatirkan dalam keamanan pangan, karenatidak adanya jaminan produk daging aman, sehat, utuhdan halal . Lebih lanjut, daging ilegal khususnya dagingimpor ilegal dikhawatirkan dapat membawa bibitpenyakit eksotik, karena tidak disertai denganpersyaratan dokumen impor . Kemajuan IPTEKmembawa dampak terhadap kekhawatiran pangan asalrekayasa genetika (genetic modified organismiGMOdan modified living organismiMLO) yang belumdiketahui dampaknya terhadap kesehatan masyarakat .Oleh karena itu, pemerintah perlu menetapkan ProgramKeamanan Pangan secara nasional dan membangunJejaring Keamanan Pangan yang independen .

Untuk memberikan perlindungan terhadapkesehatan masyarakat, maka diperlukan jaminankeamanan terhadap pangan produk peternakan . Namununtuk mendapatkan pangan produk peternakan yangaman harus melalui proses yang panjang mulai darifarm (proses praproduksi) sampai dengan prosespascaproduksi yang lebih dikenal dengan jaminan

Page 3: BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN …

keamanan from farm to table . Dalam hal ini berbagaifaktor yang dapat mempengaruhi Keamanan PanganAsal Ternak akan dibahas sesuai dengan Gambar 1 .

Produsen/Peternak/Farm

Jr

Transportasi

JrProsesor (RPH)

JrDistributor

1Pengecer

1Konsumen

Praproduksi

Produksi

Pascaproduksi

Gambar I . Bagan rantai penyediaan produk ternak (daging)

Pangan produk peternakan yang terdiri daridaging, susu dan telur dipengaruhi oleh proses yangmenyertai penyediaan produk pangan asal ternaktersebut . Secara garis besar terdapat tiga macamtahapan utama yaitu : (1) proses praproduksi ; (2) prosesproduksi, serta (3) proses pascaproduksi .

Sebagai tindak lanjut dalam mewujudkan upayakeamanan pangan asal unggas, maka telahdiberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentangkriteria RPU dalam SNI 01-6-6160-1999 .

Tim Penyusun Ambang Batas Cemaran Mikrobadan Residu di dalam bahan makanan asal hewan telahdibentuk oleh Departemen terkait (DepartemenKesehatan dan Departemen Pertanian) untukmelindungi konsumen dari bahaya cemaran mikrobadan residu . Batas Maksimum Cemaran Mikroba danBatas Maksimum Residu (BMR) dalam bahan panganasal hewan yang tertuang dalam SNI ditujukan untuk :

(a) Memberikan perlindungan kepada konsumen danmasyarakat untuk aspek keamanan dan kesehatan ;

(b) Mewujudkan jaminan mutu dari bahan pangan asalhewan ;

(c) Mendukung perkembangan agroindustri danagrobisnis .

WARTAZOA Vol. 16 No . I Th. 2006

Oleh karena itu, pemerintah dan organisasi terkaitseperti produsen pangan, Yayasan Lembaga KonsumenIndonesia dan lain sebagainya harus bekerjasamadalam menetapkan Program Keamanan PanganNasional untuk meningkatkan keamanan dan mutupangan, serta menerapkan strategi pengawasan mutupangan dalam rangka menjamin produk pangan yangaman dan sehat .

TUNTUTAN KEAMANAN PANGAN ASALTERNAK DALAM ERA GLOBALISASI

Program Keamanan Pangan merupakan suatulangkah strategis yang perlu dilaksanakan secaraterpadu untuk memberikan jaminan perlindungan bagikesehatan masyarakat . Pengembangan KeamananPangan perlu didukung oleh riset dan teknologi dariberbagai bidang keilmuan dan kebijakan diantaranyakesehatan (medis), veteriner, pangan, peternakan danpertanian .

Disamping itu, pesatnya perubahan pasarinternasional (Era Pasar Bebas Dunia melaluiKesepakatan GATT), maka keamanan pangan bukanhanya menjadi isu nasional tetapi juga merupakan isuglobal . Oleh karena itu, World Trade Organization(WTO) menetapkan standar, pedoman danrekomendasi masalah perdagangan produk panganyang ditetapkan oleh Komisi Gabungan FAO/WHOCodex Alimentarius (Joint FAO/WHO CodexAlimentarius Commission) dan haruis diterima sebagaitolok ukur dalam program pengawasan dan keamananpangan oleh masyarakat internasional . Peraturan iniperlu pula dikembangkan lebih lanjut di negaramasing-masing, termasuk Indonesia .

Kesepakatan GATT memiliki dampak yang sangatluas terhadap perdagangan internasional . Salah satuaspeknya adalah kesepakatan tentang penerapanSanitary and Phytosanitary (SPS) yang mengaturtindakan perlindungan keamanan pangan dalam bidangkesehatan hewan dan tumbuhan yang perlu diterapkanoleh negara-negara anggota WTO termasuk Indonesia .Tujuan diberlakukannya SPS tersebut adalah untukmelindungi masyarakat dari resiko yang ditimbulkanoleh bahan makanan tambahan (food additives) dalampangan, cemaran, racun atau organisme penyebabpenyakit dalam makanan atau dari penyakit zoonosis .Oleh karena itu, setiap negara hanus melakukan upayauntuk menjamin keamanan pangan bagi konsumen danmencegah penyebaran hama dan penyakit pada hewan .

Pada masa yang akan datang, dapat diperkirakanbahwa, persaingan untuk pemasaran berbagai produkdari dan ke dalam negeri maupun luar negeri akansemakin ketat . Oleh karena itu, pangan termasukproduk peternakan selain merupakan kebutuhan dasarkehidupan manusia juga sebagai komoditas dagangyang dituntut keamanannya agar mempunyai daya

3

Page 4: BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN …

r

saing yang tinggi, sehingga dapat memberikansumbangan yang berarti dalam peningkatanpertumbuhan ekonomi nasional .

Pangan asal ternak mempunyai hubungan yangerat untuk meningkatkan pembangunan sumberdayamanusia (meningkatkan kualitas) yaitu daya intelektualmasyarakat melalui perbaikan gizi protein hewani .Dengan adanya tuntutan kualitas hidup dan kehidupanyang semakin baik, maka pembangunan peternakansebagai sumber protein tidak hanya dituntut untukmeningkatkan kuantitas pangan tetapi juga kualitas dankeamanannya . Oleh karena itu, pemerintah RepublikIndonesia mengeluarkan Undang-undang No. 8 tahun1998 tentang Perlindungan Konsumen .

BAHAYA DAN DAMPAK NEGATIF PANGANASAL TERNAK YANG TERCEMAR

Bahaya atau Hazard

SJAMSUL BAHRI el al. : Beberapa Faklor yang Mempengaruhi Keamanan Pangan Asal Ternak di Indonesia

Bahaya atau hazard yang berkaitan dengankeamanan pangan asal ternak dapat terjadi pada setiapmata rantai produksi pangan, mulai dari titikpraproduksi di tingkat peternaklfarm atau produsenmaupun pada proses pascaproduksi sampai saat produkpeternakan tersebut didistribusikan dan disajikankepada konsumen . Hazard tersebut dikelompokkanmenjadi 3 bagian, yaitu :

(a) Penyakit ternak (zoonosis) .

(b) Penyakit bawaan makanan (food borne disease).

(c) Cemaran atau kontaminasi .

(d) Pernalsuan dan bahan pengawet .

Penyakit ternak (zoonotis)

Penyakit ternak menular dapat terbawa oleh bahanpangan sehingga mempengaruhi kesehatan konsumen .Penyakit ternak menular yang dimaksud adalahpenyakit-penyakit yang terjadi selama prosespraproduksi selama pemeliharaan ternak. Penyakittersebut selain mempengaruhi kesehatan ternak yangbersangkutan, juga dapat mempengaruhi kualitas dankeamanan produk ternak yang dihasilkan. Beberapakasus penyakit demikian masih berjangkit di berbagaikawasan di Indonesia seperti penyakit antraks,tuberkulosis, radang paha (clostridiosis) dancycticercosis .

Seiring dengan perdagangan bebas internasionaldan tingginya impor ternak hidup maupun produknya,maka dikhawatirkan beberapa penyakit eksotik menulardapat terbawa melalui ternak impor tersebut . Padatahun 1999/2000 terjadi wabah penyakit BovineSpongioform Encephalopathy (Mad Cow) di beberapa

4

negara Eropa (Belanda, Inggris, Perancis) yangkemudian disusul oleh Amerika Serikat dan Jepang .Beberapa diantara negara-negara tersebut merupakanpemasok utama ternak dan produknya bagi Indonesia .Demikian pula dengan kejadian penyakit Nipah viruspada babi yang berjangkit di Malaysia dan Singapura,virus ini dapat memasuki wilayah Indonesia. Keduapenyakit dapat menular ke manusia, sehingga perlumengantisipasi masuknya penyakit ini melaluipeningkatan kemampuan deteksi dan analisis kualitaspangan asal ternak tertular, serta menerapkan prosedurkarantina yang ketat .

Dilain pihak, beredarnya daging ilegal danpemalsuan daging dari negara tetangga yang endemisterhadap Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)dikhawatirkan pula dapat menularkan penyakit tersebutkembali ke Indonesia yang selama ini telah dinyatakanbebas dari PMK. Untuk mengatasi kondisi demikian,perlu dilakukan pengawasan lalu lintas ternak antarnegara dengan memperkuat sistem karantina, khusus-nya di setiap point of entry dan peraturan danperundang-undangan yang ketat serta pengembangansumberdaya manusia dan sarana diagnosa yang kuat .

Penyakit bawaan pangan (foodborne disease)

Foodborne disease merupakan penyakit berasaldari makanan tercemar yang bersifat infeksius .Timbulnya penyakit ini karena adanya faktorlingkungan (makanan) yang tidak sehat sepertitercemar oleh bahan kimia, racun dan mikroorganisme .Berdasarkan kasus lapang, foodborne diseaseumumnya terjadi akibat kontaminasi oleh kumanpatogen terutama yang berhubungan dengan gejala-gejala gastrointestinal seperti nausea (mual), muntah,sakit perut dan diare. Bakteri patogen yang palingumum ditemukan antara lain Enterobacteriaceae,Campylobacter sp., dan Clostridium perfringens sertatoksin bakteri Staphylococcus aureus (NAIM, 2003unpublished data) .

Kasus foodborne disease yang disebabkan olehkontaminasi bakteri patogen terus meningkat sejak 20tahun terakhir . Peningkatan ini antara lain akibatperubahan pola atau gaya hidup ; penyiapan,pemrosesan atau penyimpanan makanan yang tidakhigienis ; respon individu yang lebih peka terhadappenyakit asal makanan serta adanya impor pangan yangberkaitan dengan wabah penyakit yang sedangberjangkit di negara asal (NAIM, 2003 unpublisheddata) . Makanan yang berasal dari bahan pangan asalternak (unggas dan mamalia) yang berupa daging, telurdan susu serta bahan olahannya seperti nugget, burger,keju, es krim, yoghurt dsb. dilaporkan sebagai sumberutama kontaminasi bakteri patogen (AGUSTIN, 2000 ;HARSOJO dan ANDINI, 2002 ; POERNOMO et al ., 1984 ;RUMAWAS et al., 1996) .

Page 5: BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN …

t

Cemaran dan kontaminasi

Cernaran/kontaminan yang dapat ditemukandalam pangan asal ternak adalah cemaran dan residubahan kimia beracun dan obat-obatan yang terdiri dariresidu pestisida, mikotoksin, logam berat, antibiotikadan hormon. Keberadaan residu bahan kimia dan obat-obatan di dalam pangan dapat menurunkan kualitaspangan yang dihasilkan dan dapat pula menimbulkangangguan kesehatan masyarakat . Residu pestisida yangterdapat di dalam pangan asal ternak telah dilaporkanterjadi di Indonesia dan beberapa diantaranyamelampaui batas ambang yang telah ditentukan (ILJASet a! ., 1986 ; INDRANINGSIH et al ., 1988; 2003a; 2003b) .Bahaya dari residu pestisida dalam pangan adalah efekkeracunan, posing, sesak nafas, iritasi pada kulit ataualergi serta untuk jangka waktu yang lama dapatmenimbulkan imunosupresi dan bersifat karsinogenik(GoEBEL et al ., 1982; STOKES et al ., 1995 ; KIsHI et al.,1995) . Residu mikotoksin khususnya aflatoksindilaporkan masih dapat terdeteksi dari daging danorgan hati sapi yang dikoleksi dari pasar tradisionalmaupun swalayan di Jawa Barat (WIDIASTUTI et al .,1999) . Meskipun tingkat residu tersebut masih beradadibawah nilai ambang batas'yang diizinkan, keberadaancemaran ini perlu disikapi dengan upaya untukmenghilangkan atau menurunkannya melaluiidentifikasi sumber pencemaran, perbaikan sistempeternakan serta riset teknik analisis dan pencegahan .Residu aflatoksin ternyata dapat pula dideteksi daridaging dan organ hati ayam (MARYAM, 1996) .

Demikian pula halnya dengan obat-obatan(hormon dan antibiotika) dapat pula terdeteksi dariproduk peternakan. Residu hormon 17- (3 trenbolondilaporkan terdeteksi pada daging dan hati sapi impordi Jakarta (WIDIASTUTI et al., 2000) . Residu antibiotikdilaporkan banyak terdeteksi dari produk peternakanseperti daging, telur dan susu oleh beberapa lembagapenelitian dan pengujian . Residu sulfonamida dapatdideteksi pada daging ayam dalam tingkat yang cukuptinggi (DEwi et al ., 1997) . Demikian pula halnyadengan residu antibiotika terdeteksi dari daging ayam,kerbau dan babi di Medan (SETYOWATI danPAKPAIIAN, 1997) .

Residu pestisida dalam pangan asal ternak

Pestisida adalah senyawa kimia yang digunakanuntuk pengendalian hama dan penyakit pada tanamandan ternak . Namun, penggunaan pestisida yang tidakmengikuti aturan pakai dapat menimbulkan resistensipada sejumlah hama penyakit dan timbulnya residupada produk yang dihasilkan, sehingga dapatmembahayakan kesehatan konsumen (GOEBEL et al.,1982) . Residu pestisida golongan organoklorindilaporkan sering terdeteksi dalam susu, telur dan

IVARTAZOA Vol. 16 No . / Th. 2006

daging (ILYAs et al., 1986 ; INDRANINGSIH et al., 1988 ;1999) .

Serangkaian penelitian lapangan yang dilakukanoleh Balai Penelitian Veteriner antara tahun 1998 -1999 (MURDIATI et al ., 1998 ; WIDIASTUTI et a!., 1999 ;INDRANINGSIH et a! ., 1999) untuk mempelajari statusresidu pestisida pada susu dan daging ternakmenunjukkan bahwa, beberapa pestisida golonganorganoklorin dan organofosfat'terdeteksi pada sampelyang dikoleksi dari pasar tradisonal, swalayan danpeternak . Namun, tingkat residu pestisida secarakeseluruhan pada daging (sapi dan ayam) masih beradadibawah batas nilai ambang yang diizinkan . Sebaliknyabeberapa pestisida seperti lindan, endosulfan dandiazinon berada diatas batas nilai ambang .

Analisis residu pestisida pada susu dilakukan diJawa Barat (Tabel 1) pada tahun 2002 terlihat bahwarataan residu pestisida yang terdeteksi pada susu asalPangalengan terdiri dari lindan (7,6 ppb) ; heptaklor(16,3 ppb) dan diazinon (32,5 ppb), sedangkan susuasal Bogor terdiri dari lindan (2,7 ppb), heptaklor (3,5ppb), CPM (5,9 ppb) dan endosulfan (5,9 ppb). Rataantotal residu pestisida golongan OP (50,1 ppb) pada susuasal Pangalengan lebih tinggi daripada golongan OC(20,5 ppb) . Sedang, susu asal Bogor tidakmenunjukkan perbedaan yang nyata, namun totalresidu pestisida pada susu asal Bogor lebih rendahdaripada susu asal Pangalengan . Secara umum, residupestisida pada susu asal Bogor berada di bawah nilaibatas maksimum residu (BMR), namun terdapat duasampel susu asal Pangalengan yang memiliki residulebih besar daripada nilai BMR yaitu masing-masing239,0 ppb diazinon (BMR = 200 ppb) serta 60,3 ppbheptaklor (BMR = 60 ppb) dan 143,0 ppb diazinon(STANDAR NASIONAL INDONESIA, 2001) .

Sementara itu pada tahun 1988, produk telur yangberasal dari beberapa jenis unggas (itik, ayam ras,ayam buras dan puyuh) terdeteksi beberapa jenis residupestisida yaitu lindan, endosulfan, ronnel, DDT danmetabolitnya, diazinon dan aldrin, namun secara umumtingkat residu pestisida tersebut masih berada di bawahnilai ambang batas yang diizinkan (INDRANINGSIH etal., 1988) . Kecuali beberapa jenis pestisida beradadiatas nilai BMR pada telur unggas tertentu sepertiendosulfan pada telur ayam huras ; DDT danmetabolitnya pada telur itik, ayam buras dan puyuh dandiazinon pada telur ayam ras .

Residu pestisida yang terdeteksi pada daging, hatidan lemak sapi potong di Bogor, Jawa Barat . Keduagolongan pestisida (OC dan OP) dapat terdeteksi padasampel produk sapi potong di Bogor . Pada dagingdapat terdeteksi residu lindan (tt - 135,5 ppb) dandiazinon (tt - 754,4 ppb). Residu diazinon terlihatmelebihi batas maksimum residu yang diizinkan olehSNI, 2001 yaitu sebesar 0,7 ppm. Sedangkan, padaorgan hati terdeteksi lindan (tt - 16,7 ppb); diazinon

5

Page 6: BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN …

SJAMSUL BAHR1 et al. : Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Keamanan Pangan Asal Ternak di Indonesia

Tabel 1 . Residu pestisida dalam susu asal Jawa Barat (Pangalengan dan Bogor)

CPM = chlopyriphos methylOC

= organokhlorinEndo = endosulfanOP

= organofosfat

Sumber : INDRANINGSIH et al. (2004)

Residu antibiotika pads pangan

6

(tt - 969,0) ; dan endosulfan (tt - 191,8 ppb). Kondisiyang sama juga dijumpai pada organ hati dimana residudiazinon melebihi batas maksimum residu . Begitu pulapada lemak, residu diazinon (tt - 908,Ippb) melebihibatas maksimum residu (INDRANINGSIH et al ., 2004) .

Residu pestisida pada pakan dan bahan pakandilaporkan pada tahun 1996 sebanyak 32 sampel yangditerima di laboratorium toksikologi terdeksi adanyaresidu pestisida antara lain diazinon, malathion,fenthion, endosulfan, lindan, heptaklor dan metoksiklor(INDRANINGSIH et al., 1988) . Di antara 32 sampel yangberupa bahan pakan antara lain dedak terdeteksi adanyaresidu endosulfan yang melebihi batas maximumresidu, bungkil terdeteksi adanya residu lindan danpada sampel wijen terdeteksi adanya residu fention,endosulfan dan heptaklor (INDRANINGSIH et a! ., 1999) .

Meningkatnya permintaan produk ternak akandiikuti dengan peningkatan pemakaian obat hewan balkdalam bentuk jenis maupun jumlahnya . Dalamkesehatan hewan, antibiotika selain digunakan sebagaiobat juga sebagai pemacu pertumbuhan yang diberikandalam bentuk imbuhan pakan . Kondisi ini cenderungmengakibatkan penggunaan antibiotika yang berlebihansehingga dapat menimbulkan residu antibiotika didalam produk hewan tersebut . Beberapa hasilpenelitian melaporkan bahwa residu antibiotika sepertitetrasiklin dan sulfonamida dapat terdeteksi dari produkpangan asal ternak. Keberadaannya yang melebihibatas maksimum residu dapat menyebabkan produkternak tersebut tidak aman untuk dikonsumsi karenadampaknya yang mengakibatkan resistensi, reaksialergis atau gangguan fisiologis pada manusia (BAHRIet al ., 1992 unpublished data ; DEW[ et al., 1997 ;MURDIATI et al., 1998) .

Residu antibiotika yang sama ternyata terdeteksipula pada produk unggas seperti daging dan telur. Daribeberapa laporan hasil analisis residu antibiotika dalamdaging dan telur unggas (MURDIATI et a! ., 1998 ; DEwIet al., 1997) pada tahun 1997 - 1998 terlihat bahwaoksitetrasiklin terdeteksi pada 65 dari 93 sampel dagingayam berada diatas nilai BMR ;.yang diikuti oleh residuklortetrasiklin pada 28 dari 93 sampel dan residusulfonamida pada 4 dari 50 sampel. Sebaliknya hanyaresidu sulfonamida yang terdeteksi pada 19 dari 50sampel telur ayam .

Selanjutnya, sejak beberapa tahun terakhir ini,produk ternak impor telah membanjiri pasar Indonesiakhususnya di kota-kota besar. Produk impor tersebutberasal dari negara produsen produk ternak utamaseperti Australia, Selandia Baru dan Amerika. Dari 33sampel daging dan 16 sampel hati, kandungan residupenisilin G masih berada di bawah nilai BMR(WIDIASTUTI et al., 1999) .

Penggunaan antibiotika spiramisin ternyata cukuptinggi dalam kegiatan produksi peternakan unggas,karena antibiotika ini digunakan sebagai imbuhanpakan ternak, sehingga residu spiramisin dapatterdeteksi pada daging ayam. Sebanyak 26 dari 36sampel daging ayam di Bogor, Sukabumi danTangerang mengandung residu spiramisin melebihinilai BMR yang diizinkan . Hat ini menunjukkan bahwaspiramisin diberikan setiap hari sebagai salah satuimbuhan pakan hingga ayam dipanen (YuNINGSIH danMURDIATI, 2003) .

SETYOWATI dan PAKPAHAN (1997) melaporkanbahwa pada pemeriksaan 506 sampel yang terdiridaging ayam, babi, kerbau, kambing dan sapi denganmetode bioassay menunjukkan adanya residu aminoglikosida pada daging ayam (1,9%), daging kerbau(0,3%), daging babi (0,5%) sedangkan pada dagingsapi dan kambing tidak mengandung residu antibiotika .

Lokasi Residu pestisida (ppb) Total residu Total residu

Lindan Heptaklor Diazinon CPM Endo . OC OP

Pangalengan (n = 25)

Kisaran tt - 71 .2 tt - 60,3 tt - 239,0 tt tt 0,11 - 293,6 0.11 -31,5 tt-239,0

Rata-rata positif 7,6 16,3 32,4 tt tt 36,5 20,5 50,1

Bogor (n = 45)

Kisaran tt - 24,0 tt - 46,8 tt tt-6,61 tt-4,3 tt- 10,8tt-46,8 tt-46,8

Rata-rata positif 2,7 3,5 tt 5,9 1 .9 5,9 5,4 5,9

Page 7: BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN …

Cemaran logam berat pada pangan

Bahan pangan asal hewan yang mengandunglogam seperti timbal (Pb) dan kadmium (Cd) biasanyarelatif kecil dan masih dibawah batas yangdirekomendasikan (<2,0 mg/kg Pb dan 0,2 mg/kg Cd) .Pada hewan yang biasanya merumput di daerah industrimaupun di lokasi yang banyak terjadi pembuanganbaterai, kandungan cukup tinggi yaitu dalam hatisampai 32,9 pg/g (WARDROPE dan GRAHAM, 1982) .Sampai sekarang belum dilaporkan kandungan Pb yangtinggi di dalam tubuh ternak di Indonesia . Pada pakanunggas, biasanya Cd mencemari pakan pada saatpemberian suplemen mineral fosfat . Pada penelitianlapangan terhadap pakan ayam di sekitar Bogorditemukan sebanyak 23% pakan ayam pedagingmengandung kadar Cd yang melebihi batasrekomendasi (0,5 mg/kg) (RACHMAWATI et al ., 1996) .Pada umumnya, cemaran logam berat pada pangandiperoleh dari pakan yang tercemar sehingga produkyang dihasilkan mengandung residu logam berat juga .

Residu mikotoksin pada pangan

Hasil analisis mikotoksin dalam panganmenunjukkan adanya residu aflatoksin B1 danaflatoksin MI . Pencemaran ini mungkin terjadi sejak dipeternakan yaitu semasa produksi, mungkin jugaselama transportasi . Sedangkan, residu mikotoksinpada bahan pakan seperti jagung dilaporkan denganterdeteksinya residu zearalenon dari Pacet, Dieng,Sumatera Utara dan Bogor. Hal ini menunjukkanbahwa semua sampel dari beberapa daerah tersebuttelah terkontaminasi oleh F. graminarum yangmenghasilkan zearalenon (WIDIASTUTi et al . 1985unpublished data; 1986a unpublished data; 1986bunpublished data ; 1986c unpublished data ; 1988) . Padasampel jagung yang dikoleksi dari Pacet dan Bogorternyata juga mengandung deoksinevalenol masing-masing 58,5% dan 84,6% (MARYAM dan ZAHARI,1994). Tabel 2 menunjukkan bahwa residu aflatoksinM l pada susu yang dikoleksi dari Solo dan Boyolalikisaran residu yang terdeteksi melebihi batasmaksimum residu yaitu melebihi 1 ppb (SNI, 2001),hal ini berbahaya untuk dikonsumsi secara terus-menerus karena efek kroniknya dapat menimbulkankanker hati . Sedangkan, residu aflatoksin yangterdeteksi pada daging dan telur masih di bawah batasmaksimum residu yaitu 20 ppb (SNI, 2001), namunperlu diwaspadai dan diupayakan pencegahannya .

Pemalsuan dan bahan pengawet

Sehubungan dengan meningkatnya permintaanpangan asal ternak yang tidak sebanding dengan tingkatproduksi pangan asal ternak, maka pada awal tahun

IVARTAZOA Vol. 16 No . / Th 2006

2000 banyak beredar produk pangan yang dipalsukan(khususnya pemalsuan daging) dan penggunaan bahanpengawet berbahaya . Isu utama keamanan pangan asalternak umumnya terdiri dari peredaran daging ayamtiren (mati kemaren); daging ayam berformalin danboraks ; daging sapi glonggongan (sapi dicekok airsebanyak-banyaknya/daging nangis) ; pemalsuandaging sapi dengan daging kangguru atau celeng ; danpenggunaan bahan pengawet pada susu yang keamananbelum diketahui . Peredaran daging palsu sangatmeresahkan dan membahayakan kesehatan masyarakatkarena tidak terjaminnya kualitas dan keamananpangan tersebut . Sementara itu, teknologi diagnosacepat untuk tingkat lapangan belum tersedia diIndonesia, kecuali deteksi bahan pengawet formalindan boraks yang memerlukan waktu lama dalampendeteksian dan biaya tinggi . Sedangkan, perangkatdiagnosa untuk daging ayam tiren belum tersedia samasekali . Dalam hal ini perlu melaksanakan pengawasanperedaran pangan asal ternak secara ketat .

Tabel 2 . Cemaran berbagai macam senyawa toksik padaproduk ternak di Jawa

AfM1 = aflatoksin M1AfB I = aflatoksin B IRo

= aflatoksikol

Sumber: MARYAM dan ZAHARI (1994); MARYAM et a!.(1995) ; MARYAM (1996)

7

Macam bahan pangan (n) Macamaflatoksin

Kadar rata-rata/kisaran

(ppb)Susu, Jabar (97) AIM 1 0,4Susu, Boyolali (25) AtMI 1,69Susu Ungaran (24) AtMI 0,99Susu, Solo (24) AIM I 1,09Telur ayam buras, Blitar (20) Ro 1,04Telur ayam ras, Blitar (40) AM 1 0,2

Ro 2,36Telur itik, Blitar (10) AM 1 0,37

Ro 1,5Hati ayam broiler, Jabar (31) AtM1 12,07

Ro 1,54Telur ayam ras, Bandung (20) AIM 1 0,123

Ro 0,147Daging ayam broiler, Jabar (31) AIM 1 7,36

Ro 0,34Daging sapi, Jabar (30) Affil 0,456-1,149

AIM I <0,1Hati sapi, Jabar (20) AfB 1 0,33-1,44

AIM I <0, IDaging ayam, Jabar (61) Lindan 38(62%)

Aldrin 18(29%)Endosulfan 15 (25%)DDT 20(33%)

Page 8: BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN …

8

SJAMSUL BAHRI el al. : Beberapa Faklor yang Mempengaruhi Keamanan Pangan Asal Ternak di Indonesia

Dampak negatif pangan tercemar

Kerugian ekonomi pangan tercemar

Dampak negatif kerugian ekonomi dari panganasal ternak tercemar adalah hambatan atau penolakanterhadap berbagai komoditas produk peternakan olehnegara pengimpor. Salah satu bentuk kerugian ekonomitersebut adalah pengalaman pemerintah Inggris dalamkasus penyakit sapi gila (Mad Cow/BSE) yang meng-alami kerugian jutaan poundsterling akibat pemusnahanribuan ekor sapi dalam rangka pemberantasan penyakittersebut . Selain itu, pemerintah Inggris kehilanganpasar luar negerinya untuk ekspor produk peternakansapi. Kerugian yang sama juga dialami oleh beberapanegara di Eropa termasuk Enggris dalam menghadapikasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada awal tahun2001, serta beberapa negara Amerika Latin (Argentinadan Brazil) dan Asia (Cina, Korea Selatan, Taiwan danMalaysia) .

Kasus cemaran dioksin pada produk peternakan(daging, susu dan telur) serta produk olahannya asalBelgia dan beberapa negara Eropa lainnya (Belanda)telah menimbulkan kerugian yang besar di Belgia,karena negara ini harus menarik seluruh produkpeternakannya dari pasar serta mengganti kerugian(kompensasi) yang diakibatkannya . Selain itu, jugadikenakan pelarangan ekspor produk peternakan dalamwaktu yang cukup lama (PUTRO, 1999 unpublisheddata) .

Pada awal tahun 1999, Malaysia mengalamikerugian jutaan dollar Amerika akibat wabah penyakit"Nipah virus" yang menyerang babi dan manusia .Sekitar satu juta ekor babi di Malaysia terpaksadimusnahkan untuk memberantas penyakit tersebut .Sementara itu, kerugian ekonomi yang lain adalahpenutupan jalur ekspor ternak babi ke Singapura dariMalaysia yang merupakan pemasok babi terbesar bagiSingapura yaitu sebesar 80% dari keperluan dagingbabi .

Dampak sosial ekonomi pangan tercemar

Kerugian sosial ekonomi umumnya akibat efekbertingkat dari wabah penyakit . Kasus penyakit antraksyang menyerang kambing/domba dan manusia diKabupaten Bogor pada awal tahun 2001 telahmenimbulkan gangguan pasar lokal di wilayahJabotabek. Kelesuan pasar tersebut terjadi menjelanghari Raya Qurban, sehingga sempat meresahkansejumlah pedagang kambing/domba dan sapi diwilayah tersebut .

Sementara itu, pada kasus wabah penyakit "Nipahvirus" di Malaysia sempat menimbulkan keresahanmasyarakat berupa pengungsian besar-besaran darikeluarga yang bermukim di sekitar peternakan babi

yang mengalami serangan penyakit tersebut . Kasusantraks yang menyerang burung unta di Purwakartapada tahun 1999 - 2000 dan wabah antraks padadomba/kambing di Bogor pada tahun 2000 - 2001 jugamenimbulkan keresahan masyarakat setempat .

Dampak kesehatan masyarakat dari pangan tercemar

Dampak negatif pangan tercemar terhadapkesehatan masyarakat umumnya akibat timbulnyakeracunan pangan, gangguan kesehatan dan kematianpada masyarakat . Kasus penyakit Sapi Gila di Inggrisdan beberapa negara Eropa lainnya telah menimbulkankematian sejumlah penduduk di Eropa . Namun, kasuskematian manusia ini dikhawatirkan masih akan ternsberlangsung mengingat masa inkubasi penyakitberlangsung cukup lama yait u sekitar 5 - 8 tahun,sehingga, keadaan tersebut menimbulkan keresahan dikalangan masyarakat Eropa terutama di Inggris .

Kasus wabah penyakit Nipah virus di Malaysiatelah menimbulkan kematian manusia lebih dari 100orang yang umumnya sebagai pekerja peternakan babiatau yang berhubungan langsung dengan ternakterinfeksi . Penyakit ini sangat fatal, menular langsungmelalui kontak dengan bagian-bagian tubuh babi yangtertular (ANONIMus, 1999) .

Selanjutnya, gangguan kesehatan manusia terjadiakibat mengkonsumsi daging bur ng unta yangterinfeksi kuman antraks di Kabupaten Purwakartamenyerang 20 orang pada tahun 1999 - 2000 (WIDARSOet al., 2000) . Demikian pula kematian beberapa orangdi Kabupaten Bogor pada tahun 2000 - 2001 didugakuat akibat mengkonsumsi daging kambing/dombayang terserang antraks (NOOR et al ., 2001) .

Dampak lain pangan tercemar

Dampak lain dari pangan tercemar asal ternakadalah : (1) biaya perawatan korban yang ditanggungpemerintah maupun masyarakat ; (2) pihak industri ataupengusaha mengalami penurunan produksi, bahkanpada kasus antraks pada burung unta di Purwakartatelah menyebabkan tutupnya perusahaan tersebut ; (3)kerugian masyarakat petemak atau pengusaha akibatkematian ternaknya dalam jumlah besar baik akibatpenyakit maupun akibat pemusnahan ; (4) inenurunnyaproduktivitas manusia yang terserang penyakittersebut ; dan (5) kehilangan jiwa atau kematian .

SITUASI KEAMANAN PANGAN ASAL TERNAKDI INDONESIA

Sebagaimana dalam bahasan sebelumnya,cemaran pada pangan asal ternak dapat berasal daricemaran mikrobiologis dan cemaran kimiawi .

Page 9: BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN …

Cemaran mikrobiologis

Cemaran mikrobiologis sering terdeteksi padadaging di Indonesia antara lain kuman antraks danSalmonella . Cemaran oleh kuman antraks terjadi padaproses praproduksi pada tingkat peternak . Manusiaumumnya terinfeksi akibat mengkonsumsi produkternak tercemar antraks maupun akibat berhubunganlangsung dengan agen penyakitnya pada saat ternakterserang penyakit antraks . Kasus antraks pada ternakdi Indonesia telah dilaporkan sejak tahun 1885(SOEMANEGARA, 1958 ; MANSJOER, 1961) . Sedangkan,kasus antraks pada manusia dilaporkan terjadi sejaktahun 1922 (SOEPARWI, 1922) Tabel 3 dan terakhirpada tahun 2000 (WIDARSO et al., 2000) .

Tabel 3. Beberapa kasus antraks pada manusia di Indonesia

*Jumlah kasus tidak tercatat dengan tepat

Sementara itu, hasil pengamatan selama tujuhtahun (1989 - 1997) Tabel 4 terhadap cemaran kumanSalmonella pada produk peternakan di Indonesia cukupmemprihatinkan dengan jumlah kuman Salmonellayang dapat diisolasi sebanyak 828 kasus pada ayam,233 kasus pada itik, 219 kasus pada telur, 95 kasus

Tabel 4 . Cemaran Salmonella spp . pada beberapa spesimen komoditas ternak di Indonesia dari tahun 1989 - 1996

Sumber : POERNOMO dan BAI-rRI (1998)

IVARTAZOA Vol. 16 No. I Th . 2006

pada babi dan 29 kasus pada sapi (POERNOMO danBAHRI, 1998) . Hal ini menunjukkan bahwa sanitasipada tingkat produsen dan pengolah produk peternakanbelum memadai dan perlu ditingkatkan agar produktersebut memiliki daya saing yang tinggi .

Cemaran kimiawi

Cemaran kimia pada produk peternakan dapatterjadi akibat penggunaan obat-obatan, bahan aditif dancemaran senyawa kimia serta toksin pada pakan .Pencemaran ini dapat terjadi selama proses praproduksimaupun pada saat produksi berlangsung . Hasilpenelitian menunjukkan bahwa pada produkpeternakan ditemukan residu antibiotika golongantetrasiklin dan sulfonamida (Tabel 5) . Golongantetrasiklin lebih banyak ditemukan dengan kandunganyang cukup tinggi . Keberadaan residu obat hewan yangmelampaui batas maksimum residu (BMR) akanmenyebabkan daging dan susu tersebut menjaditidakaman untuk dikonsumsi karena dapat menimbulkanreaksi alergis, keractman, resistensi mikroba tertentuatau mengakibatkan gangguan fisiologis pada manusia .

Berdasarkan penelitian pada produk peternakanterhadap cemaran kimiawi lainnya ternyata ditemukanresidu pestisida dan aflatoksin (Tabel 2). Hal inidisebabkan oleh pakan ternak yang telah tercemar olehsenyawaan tersebut sehingga menyebabkan adanyaresidu pada produk peternakan dimana hewanmengkonsumsi pakan tercemar tersebut .

FAKTOR PENTING DALAM KEAMANANPANGAN ASAL TERNAK

Keamanan pangan asal ternak sangat dipengaruhioleh proses produksi yang menyertai penyediaanpangan asal ternak tersebut. Dalam hat ini terdapat tigatitik kritis proses utama dalam menghasilkan produkpeternakan, yaitu : (1) proses praproduksi ; (2) prosesproduksi; serta (3) proses pascaproduksi .

9

Komoditas ternak Jumlah kasus89/90 90/91 91/92 92/93 93/94 94/95 95/96

Ayarn 49 56 73 131 75 239 205

Itik 46 49 33 50 55

Telur 1 30 20 85 70 13

Babi 69 26Sapi 28 4 21 6

Daerah kejadian Tahun kejadian (Jumlah kasus)

Purwakarta 1892*

Pulau Rote NTT 1922*

Kalaka dan Kendari, Sultra 1932*

Kendari, Sultra 1969- 1977 (327 orang)Purwakarta, Jabar 1975- 1994 (30 orang)

Karawang, Jabar 1983- 1985 (36 orang)

Bekasi, Jabar 1983 - 1985 (47 orang)

Semarang, Jateng 1990 - 1993 (71 orang)Boyolali, Jateng 1990- 1993 (54 orang)Kudus, Jateng 1994 (1 orang)Kabupaten Ngada, NTT 1996 (24 orang)Purwakarta, Jabar 1999 - 2000 (> 20 orang)

Page 10: BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN …

Tabel 5 . Residu obat hewan pada produk ternak asal beberapa daerah di Jawa dan Bali

10

SJAMSUL BAHRI el al . : Beberapa Faklor yang Mempengaruhi Keamanan Pangan Asal Ternak di Indonesia

Sumber : BAIHRI et al. (1992) unpublished data; (1994) ; DEwI et al. (1997) ; MuRDIATI et a!. (1998)

Faktor praproduksi

Tahapan proses praproduksi, bahan pangan asalternak meliputi aspek budidaya yang berlangsung padatingkat farm (peternakan) atau produsen . Pada tahapanini, terdapat beberapa faktor dominan yang dapatmenentukan kualitas produk peternakan yangdihasilkan, yaitu :'

(a) Pakan atau bahan pakan yang digunakan .(b) Bahan kimia seperti pestisida, desinfektan dan lain-

lain .

(c) Obat hewan .

(d) Status penyakit hewan menular, termasuk penyakitzoonosis .

(e) Sistern manajemen peternakan .

Faktor produksi

Keamanan pangan asal ternak merupakan prosesyang panjang dimana terdapat beberapa titik kritismulai dari pemotongan ternak di Rumah Potong Hewanhingga produk tersebut siap disantap konsumen . Faktorpenting dalam proses produksi ini terdiri dari :

(a) Proses pemotongan ternak diserta proses pemerahan susu .

Pemeriksaan antemortem .(b)

(c)

(d)

Pemeriksaan postmortem .

Sarana dan prasarana rumahtempat pemerahan susu .

Faktor pascaproduksi

Keamanan pangan asal ternak yang berkaitandengan proses pascaproduksi Iebih ditekankan kepadapengawasan Kesehatan Masyarakat Veteriner(Kesmavet) . Dalam hal ini pengawasan terhadappenanganan (handling), pengangkutan (transportasi),peredaran (distribusi) dan penyimpanan (storing)produk peternakan . Disamping itu, pengawasan jugadiarahkan untuk melakukan pengujian terhadap produkternak yang dihasilkan, yang meliputi kegiatanpemeriksaan kesehatan bahan pangan asal ternak danuntuk mengetahui kelayakan, kesehatan dan keamananbahan pangan tersebut terhadap kesehatan masyarakat .

RPH maupun RPU

potong hewan dan

Macam produk ternak clan asalnya Jumlah sampel Positif (%) Macam residu (obat)Susu dari individu (Jabar) 166 80 Antibiotika

Susu dari kandang (Jabar) 416 24 AntibiotikaSusu dari loper (Jabar) 128 34,4 AntibiotikaSusu pasteurisasi (Jabar) 31 41 AntibiotikaSusu segar/mentah (Jateng) 91 5,5 Tetrasiklin

63,7 Klortetrasiklin70,3 Oksitetrasiklin

Susu segar/mentah (Jatim) 52 28,8 Tetrasiklin19,2 Klortetrasiklin71,2 Oksitetrasiklin

Susu pasteurisasi 206 32,5 Golongan PenisilinSusu mentah 22 59 .1 Golongan PenisilinDaging ayam (Jatim) 60 13,2 AntibiotikaHati ayam (Jatim) 40 82,5 AntibiotikaHati ayam kampung (Jatim) 30 76,7 OksitetrasiklinHati ayam broiler (Jatim) 30 83,33 OksitetrasiklinDaging ayam (Bali) 50 8 Golongan SulfaTelur ayam (Bali) 50 38 Golongan SulfaDaging ayam (Jabar) 93 70 Oksitetrasiklin

30 Klortetrasiklin

Page 11: BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN …

Permasalahan pengamanan pangan asal ternak

Keberadaan berbagai residu pada produkpeternakan Indonesia menunjukkan bahwapermasalahan keamanan pangan asal ternak lebihsering terjadi selama proses praproduksi danpascaproduksi, terutama hal yang menyangkutpengawasan dan penerapan peraturan . Permasalahanyang sering dijumpai dalam keamanan pangan asalternak adalah :

(a) Tidak mematuhi peraturan yang berlaku .

(b) Ketidaktahuan peternakan tentang peraturan yangberlaku untuk keamanan pangan .

(c) Masih rendahnya pengetahuan peternakan terhadapbahaya residu .

(d) Rendahnya pengawasan yang dilakukan danrendahnya sanksi yang diterapkan .

(e) Rendahnya penguasaan Iptek di tingkat peternak.

(0

(g)

Strategi pengamanan pangan asal ternak

Untttk mengatasi permasalahan dalam keamananpangan asal ternak, perlu dikembangkan suatu strategipengamanan pangan asal ternak secara terpadu mulaidari proses praproduksi, produksi, pascaproduksi dansiap saji . Strategi pengamanan tersebut terdiri dari :

(a) Memperketat pengawasan dan sanksi .(b) Meningkatkan fasilitas, SDM, dan penguasaan

IPTEK .(c) Memberdayakan laboratoriuun penelitian .(d) Memberi kesempatan berkembangnya laboratorium

swasta .Penyuluhan pentingnya keamanan pangan .Menggalakkan tim monitoring dan surveilansnasional .Mengevaluasi kebiasaan mengkonsumsi organ hati .Mengevaluasi BMR dan ADI untuk kondisiIndonesia .Menerapkan HACCP pada tiap rantai penyediaanpangan .Menerapkan risk analysis dan risk management .

(e)

( 1)

(g)(h)

(I)

(1)

PERMASALAHAN DAN STRATEGIPENGAMANAN

Kurang dilaksanakannya pengujian keamananpangan .Minimnya fasilitas laboratorium yang tersediayang diikuti dengan keterbatasan dana dansumberdaya manusia .

WART.AZOA Vol. 16 No . / Th. 2006

KESIMPULAN

Keamanan pangan asal ternak berkaitan eratdengan rantai penyediaan pangan tersebut . Sedangkanaspek pakan, penyakit, pemakaian obat hewan,pengawasan dan kelengkapan sarana/prasaranamerupakan beberapa faktor dominan yang berpengaruhterhadap permasalahan keamanan pangan asal ternak diIndonesia . Oleh karena itu, penerapan HACCP padasetiap mata rantai proses penyediaan pangan asalternak akan dapat menjamin keamanan produk yangdihasilkan .

Perlu digalakkan program sosialisasi/penyuluhankepada peternak tentang pentingnya mengikutipetunjuk penggunaan obat hewan dan bahan kimia baikyang terdapat dalam ransum ternak maupun yang akandigunakan langsung kepada ternak terutama ketentuanmentaati waktu henti obat tersebut .

Pengawasan mutu pakan ternak yang beredar agarditingkatkan, termasuk pengawasan terhadap obathewan yang dicampur dalam ransum ternak. Demikianjuga, pengawasan pemakaian obat hewan yangdiberikan kepada ternak secara langsung baik untukpengobatan maupun pencegahan .

Lembaga pengujian residu perlu ditingkatkanperanan dan kemampuannya dalam melakukan ber-bagai pengujian dan pelayanan dengan meningkatkanpembinaan SDM, peningkatan fasilitas saranalaboratorium, sehingga kedua laboratorium pengujianmutu pakan dan produk peternakan tersebut dapatberoperasi secara profesional . Pada masa mendatangdiperlukan laboratorium penguji swasta lainnya yangmemenuhi standar, terakreditasi dan profesional .

Dengan terdeteksinya berbagai residu pada produkpeternakan, terutama organ hati, maka perlu dipikirkanuntuk mengubah kebiasaan mengkonsumsi hatiterutama pada anak balita, sedangkan penghitunganADI dan BMR untuk kondisi Indonesia perlu ditinjauulang dan disesuaikan dengan pola konsumsimasyarakat Indonesia terhadap produk-produk tersebut .Untuk itu, perlu diadakan penelitian atau pengkajianuntuk mendapatkan angka yang lebih sesuai untukkondisi Indonesia .

DAFTAR PUSTAKA

AGUSTIN, U .T. 2000 . Salmonella pada . telur. KesehatanMasyarakat Veteriner, Institut Pertanian Bogor .

ANONIMUS. 1999 . Outbreak of Hendra-like virus Malaysiaand Singapore 1998 - 1999 . Centre for DiseaseControl and Prevention (CDC) . April 9, 1999 . 8(13) :263-269 .

DARMINTO dan S . BAHRI . 1996 . Mad Cow dan penyakitsejenis lainnya pada hewan dan manusia . J . LitbangPertanian 15(4) : 81 - 89 .

Page 12: BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN …

i

DARSONO, R. 1996 . Deteksi residu oksitetrasiklin danganibaran patologi anatomi hati dan ginjal ayamkampung dan ayam broiler yang dijual di lima pasarKodya Surabaya . Media Kedokteran Hewan 12(3) :178- 182 .

DEwi, A.A.S ., D.M.N. DHARMA dan I.K.K. SUPARTIKA. 1997 .Survei residu obat golongan sulfonamida pada dagingdi Bali dan Mataram . Bull. Vet. 1X(47) : 19- 37 .

DEWI, A .A.S ., N .L .P. AGUSTINI dan D.M.N. DHARMA. 1997 .Survei residu obat preparat sulfa pada daging dantelur ayam di Bali . Bull . Vet . X(51) : 9 - 14 .

GOEBEL, H ., S. GORBACH, W. KAUF, R.H. RIMPAU andH. HUTTENVACH. 1982 . Properties, effects, residuesand analytics of insecticides endosulfan . ResidueReview 83 : 56 - 88 .

HARDJOUTOMO, S. 1980 . Vibriosis pada sapi di Indonesia.Risalah Seminar Penyakit Reproduksi dan Unggas.LPPH Bogor . him. 69 - 81 .

IIARSOJO dan L . ANDINI . 2002 . Pengaruh iradiasi danpenyimpanan Listeria monocytogenes yangdiinokulasi pada daging kambing . Pros. SeminarTeknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 30September 2002 . Puslit_bang Peternakan, Bogor . him .334-337 .

ILYAS, L ., K. WIDODO, I. PRAYANA dan K. SUPARNO . 1986 .Penelitian kadar residu pestisida dalam susu sapiperah dari daerah Jawa Tengah . Medika 12(12) :1097- 1100.

INDRANINGSIH, R. MARYAM, R . MILTON and R.B. MARSHALL .1988. Organochlorine pesticide residues in bird eggs.Penyakit Hewan XX(36) : 98 - 100 .

INDRANINGSIH, R . WIDIASTUTI, S . RACHMAWATI dan Z .ARIFIN . 1999. Dampak pencemaran pestisida terhadaplingkungan dan produksi peternakan di Jawa Barat .Pros. Teknik Kesehatan Lingkungan . Bandung, 8 - 9Oktober 1999 . Institut Teknologi Bandung. 21 : 1 - 8 .

INDRANINGSIH, R. WIDIASTUTI, YUNINGSIH, E . MASBULAN danY . SANI. 2003a. Identification of pesticidecontamination sources in animal products inLampung. Food safety, quality Assurance andEnvironmental Sustainability, Emerging ChalengesConfronting the Postharvest Sector . Program andAbstracts 21 51 ASEAN/3`d APEC Seminar onPostharvest Technology . 23 - 26 August 2003 .

INDRANINGSIH, R . WIDIASTUTI, YUNINGSIH, E . MASBULAN danY . SANL 2003b . Organic farming system insupporting milk production of pesticidecontamination free. Food safety, quality Assuranceand Environmental Sustainability, EmergingChalenges Confronting the Postharvest Sector.Program and Abstracts 21 st ASEAN/3 d Seminar onPostharvest Technology . 23 - 26 August 2003 .

INDRANINGSIH, Y . SAN], R. WIDIASTUTI, E . MASBULAN andG.A. BONWICK. 2004. Minimalization of pesticideresidues in anaimal products . Pros. Seminar NasionalParasitologi dan Toksikologi Veteriner. Balai

1 2

SJAMSUL BAHRI el at. : Beberapa Faktoryang Mempengaruhi Keamanan Pangan Asal Ternak di Indonesia

Penelitian Veteriner dan Department for InternationalDevelopment, Bogor . him . 105 - 126 .

KISHI, M ., N . HIRscHORN, M. D.IAJADISASTRA, L .N .SATTERLEE, S. STROWMAN and R. DILTS. 1995 .Relationship of pestiside spraying to signs andsymptoms in Indonesian farmers. Scand J . WorkEnviron health 21(2) : 124 - 133.

MANSJOER, M. 1961 . Anthrax in man and animals inIndonesia . Comm . Vet . Bogor 5 : 61 -79 .

MARYAM, R. 1996 . Residu aflatoksin dan metabolitnya dalamdaging dan hati ayam . Pros . Temu Ilmiah NasionalBidang Veteriner . Bogor, 12 - 13 Maret 1996. BalaiPenelitian Veteriner, Bogor. him. 336-339 .

MARYAM, R. dan P. ZAHARI. 1994. Mikotoksin fusarium padajagung yang berasal dari dataran tinggi dan dataranrendah. Kongres Nasional Perhimpunan MikologiKedokteran Manusia dan Hewan 1 dan Temu Ilmiah .Bogor, 21 - 24 Juli 1994. him. 276 - 282 .

MARYAM, R., S . BAHRI dan P . ZAHARI . 1995. Detcksiallatoksin B1, MI dan allatoksikol dalam telur ayamras dengan kromatograft cair kinerja tinggi . Pros .Seminar Nasional Teknologi Veteriner. Bogor,22 - 24 Maret 1994 . Puslitbang Peternakan, Bogor .him. 412 - 416 .

MURDIATI, T.B ., INDRANINGSIH , and S . BAHRI . 1998 .Contamination of Animal products by Pesticides andAntibiotics . In : Seeking Agricultural Produce free ofPesticide Residues. KENNEDY, I .R ., J .H . SKERRITT,G.1. JOHNSON and E . HEGHLEY (Eds .) . ACIAR Proc .85 : 115-121 .

NOOR, S.M ., DARMINTO dan S. HARDJOUTOMO. 2001. Kasusanthrax pada manusia dan hewan di Bogor pada awaltahun 2001 . Wartazoa 11(2): 4- 14 .

POERNOMO, S. dan S . BAHRt. 1998 . Salmonella serotypingconducted at Bogor Research Institute for VeterinaryScience during April 1985 - March 1986. Proc . of the3` d Asia-Pacific Symposium on the Typhoid Feverand Other Salmonellosis . Denpasar, Bali . December8`h - 10` h , 1997 . pp. 133 - 142 .

POERNOMO, S ., S . HARDJOUTOMO daft SUTARMA. 1984 . IsolasiCampylobacter fetus subspecies intestinalis dari sapiperah asal Garut, Jawa Barat . Penyakit HewanXVI(27): 183 - 187 .

RACHMAWATI, S., INDRANINGSIH dan DARMONO. 1996 .Derajat kontaminasi kadmium dalam pakan ayam .Pros. Temu Ilmiah Nasional Bidang Veteriner. Bogor,12 - 13 Maret 1996. Puslitbang Peternakan, Bogor .him. 257 - 261 .

RuMAWAS, I ., D.W. LUKMAN, T . PURNAWARMAN danC.S . LEKSMONO . 1996 . Insidensi Salmonellae padatelur ayam ras, telur ayam kampung, dan telur bebekdi Bogor. Livet Edisi Februari 199 . him . 9 - 12.

SETYOWATI dan S . PAKPAHAN . 1997 . Laporan monitoring dansurveillance residu tahun 1996/1997 . Bull . Vet . BPPH1 1 : 12- 18 .

Page 13: BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN …

SOEMANEGARA, R.M.D.T . 1958 . Ichtisar singkat dari penyakitradang limpa, penyakit ngorok dan radang paha diIndonesia . Hemera Zoa 65 : 95 - 109 .

SOEPARwt, M. 1922 . Over een miltvvuuritbraak bij mensch endier. Ned . Ind . BI . V. Diergeneesk 33 : 163 .

STANDAR NASIONAL INDONESIA. 2001 . Batas MaximumCemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residudalam Bahan Makanan Asal Hewan . DirektoratKesehatan Masyarakat Veteriner Direktorat JenderalBina Produksi Peternakan Departeman Pertanian .

STOKES, L., A. STARK, E . MARSHALL and A . NARANG . 1995 .Neurotoxicity among pestiside applicators exposed toorganophosphates . Occup Environ Med 52(10) :

648-653 .

WARDROPE, D.D. dan J. GRAHAM . 1982. Lead mine wasthazard to livestock. Vet . Rec . 13 : 457 - 459 .

WIDARSO, H.S ., T . WANDRA dan W.H . PURBA . 2000 . Kejadianluar biasa (KLB) anthrax pada burung unta diKabupaten Purwakarta bulan Desember 1991 dandampaknya pada masyarakat . Seminar dan PameranTeknologi Veteriner. Jakarta 14 - 15 Maret 2000 .Puslitbang Peternakan, Bogor .

WARTAZOA Vol . 16 No. I Th . 2006

WIDIASTUTI, R ., R MARYAM and A . SALFINA . 1988 . Corn issource of mycotoxin in Indonesian poultry feeds andthe effectiveness of visual examination methods fordetecting contamination . Mycopathol . 102 : 45 - 49 .

WIDIASTUTI, R ., T.B . MURDIATI, INDRANINGSIH danYUNINGSIH . 1999. Penelitian Reside Antibiotika danHormon Pertumbuhan dalam Produk Peternakan .Laporan Teknis Penelitian T .A. 1998/1-999 . BalaiPenelitian Veteriner, Bogor .

WIDIASTUTI, R., T .B . MURDIATI dan YUNINGSIH . 2000. ResiduHormon 17-G3 trenbolon pada daging sapi impor yangberedar di DKI, Jakarta. Pros. Seminar NasionalPeternakan dan Veteriner. Bogor, 18 - 19 September2000. Puslit Peternakan, Bogor . h1m .

578-581 .

YUNINGSIH dan T.B . MURDIATI . 2003 . Analisis residuantibiotika spiramisin dalam daging ayam secarakhromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) . Pros .Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan

Veteriner . Bogor, 29 - 30 September 2003 .Puslitbang Peternakan, Bogor. him . 527 - 531 .

1 3