Upload
rahdiyansyah-tuasikal
View
243
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BEBERAPA KASUS HUKUM ADAT PERKAWINAN
Sarak (Bercerai)
Rumah tangga yang sudah dibina dengan baik sekalipun tidaklah
merupakan suatu jaminan bahwa rumah tangga itu lestari selamanya.
Karena beragaman perbedaan dalam prinsip, kepribadian, pandangan
hidup, sikap, perilaku, perbuatan, etika, moral, spiritua;, keadaan
ekonomi dan sebagainya, bisa saja menyebabkan terjadinya
perceraian, atau sarak dalam bahasa Tonyooi. Setiap masalah yang
terjadi dalam rumah tangga, memang tentunya selalu diupayakan
pemecahannya, agar tidak terjadi perceraian. Namun, apabila tidak
ada kecocokan lagi yang sangat berat, maka perceraian tidak bisa
dihindari.
Proses Penyelesaian Kasus Perceraian
Pihak yang diceraikan melaporkan kasusnya kepada Kepala Adat,
dengan menyerahkan penenukng-penyingkap dan pembuang paneer.
Kemudian pihak Dewan Adat kampung memanggil suami-istri yang
berselisih tersebut dan menanyakan apa yang menjadi akar
masalahnya sehingga hendak bercerai. Setelah mendengar keterangan
dari kedua belah pihak, maka akhirnya dewan adat tersebut
bermusyawarah untuk menilai apakah kasus yang terjadi tersebut
melanggar norma-norma adat dan hukum adat perkawinan yang
berlaku dalam masyarakat adat Tonyooi.
Setiap masalah atau pertengkaran antara suami-istri dalam
rumah tangganya, yang mengarah kepada keinginan untuk bercerai,
oleh Kepala Adat selalu diupayakan secara maksimal, agar bisa
bersatu kembali dalam rumah tangga yang bersangkutan. Namun,
apabila upaya yang dilakukan oleh Kepala Adat tersebut berikut pihak
keluarga besarnya tetap menemui jalan buntu, maka perceraian bisa
saja disetujui dan sah berdasarkan hukum adat. Jadi tidak ada ikatan,
perjanjian atau kontrak perkawinan yang bersifat mutlak tak
terputusakan atau tak terceraikan dalam hukum adat perkawinan
Tonyooi. Tidak seperti halnya ikatan perkawinan menurut Ajaran
Gereja Katolik Roma, yang bersifat mutlak tak terputusakan!
Ketentuan Denda Adat Perceraian Tonyooi
Jika perceraian yang idealnya tak pernah diinginkan antara
suami-isteri mana pun, namun toh terjadi juga, maka ketentuan denda
adatnya adalah sebagai berikut ini.
1. Apabila suami-istri yang berselisih dan hendak bercerai,
sementara urusannya telah diserahkan ke Dewan Adat. Lalu kemudian
setelah diurus oleh Dewan Adat, ternyata suami-isteri tersebut mau
rujuk kembali, maka untuk menentukan denda adat harus melihat
kasusnya terlebih dahulu, barulah kepala adat dan anggotanya
bermusyawarah untuk menentukan denda adat. Apabila masalahnya
dianggap sangat melanggar norma adat yang berlaku, maka denda
adatnya bisa berupa bemakng paliq dan ditambah dengan dua buah
antaakng.
2. Jika keinginan bercerai dari salah satu pihak dengan alasan
mau kawin lagi atau tidak cocok dengan pihak keluarga besar
pasangannya (suami atau isteri), maka denda adatnya adalah
mencapai satu sampai dengan lima buah antaakng, dan ditambah
dengan catrekah, batun ruratn nikah, bemakng paliq.
Adapun harta gono-gini dibagi dengan perhitungan persentase.
Apabila dalam proses perceraian terjadi perebutan harta benda
tersebut, dan penyelesaiannya tidak dapat dilakukan secara
kekeluargaan, maka kasus ini harus diserahkan kepada Kepala Adat.
Jika masalah ini ditangani oleh Dewan Adat, maka ketentuan adatnya
adalah sebagai berikut di bawah ini.
Kententuan Pembagian Harta Benda dalam Perceraian
Ketentuan adat tentang pembagian harta benda dalam kasus
perceraian dapat diterangkan sebagai berikut di bawah ini.
(1) Retaaq rempuk (harta bersama), yaitu harta benda yang
diperoleh secara bersama-sama oleh suami-istri selama berumah
tangga. Apabila terjadi perceraian, maka harta benda ini harus dibagi
atas dasar kesepakatan bersama.
(2) Retaaq mento, yaitu harta benda yang diperoleh suami-istri
semasa belum menikah, misalnya harta warisan dari orang tua
perempuan atau orang tua laki-laki. Apabila terjadi perceraian, maka
pembagiannya adalah sebagai berikut: (a) harta benda tersebut tetap
menjadi milik laki-laki (suami), apabila harta itu didapatkan sebelum
menikah atau warisan dari orang tuanya; dan (b) harta benda itu tetap
menjadi milik perempuan (isteri), apabila barang atau harta itu
didapatkan sebelum menikah atau warisan dari orang tuanya.
(3) Jika terjadi perebutan harta warisan antara anak-anak yang
masih bersaudara kandung, maka ketentuannya adalah sebagai
berikut: (a) anak laki-laki berhak atas harta warisan (retaaq mento)
ayahnya; dan apabila tidak mempunyai anak laki-laki, maka warisan
ini dikembalikan kepada keluarganya yang laki-laki; dan (b) anak
perempuan berhak atas harta warisan (retaaq mento) ibunya, dan
apabila tidak mempunyai anak perempuan, maka warisan ini
dikembalikan kepada keluarga yang perempuan.
Perceraian Atas Kemauan Bersama
Apabila dalam membina rumah tangga pasangan suami-istri
tidak memiliki kecocokan lagi, maka pilihan terakhir adalah perceraian.
Hal ini disepakati secara bersama-sama termasuk segala harta benda
yang mereka peroleh selama berumahtangga harus dibagi secara adil.
Jika pasangan yang bercerai ini memiliki anak, maka hak
mengasuhnya dimusyawarahkan oleh kedua belah pihak; dan bisa juga
kepada anak diberikan kebebasan untuk memilih apakah ia memilih
untuk mengikuti ibu atau bapaknya kandungnya.
Adapun ketentuan denda adatnya adalah sebagai berikut di
bawah ini, yaitu: (1) Bemakng paliq, yang terdiri dari: burai (pupur dari
beras), satu telur ayam kampung, isa (pisau), satu mengoong
(mangkuk kecil) dan satu piring putih untuk dewan adat kampung; (2)
Bemakng paliq, yang terdiri dari burai (pupur dari beras), satu telur
ayam kampung, isa (pisau), satu mengoong (mangkuk kecil), satu
piring putih, dan ditambah dengan duyuun (tombak) dan edooq
(parang) untuk lalaakng ( suruh).
Lepah empuluuq
Lepah empuluuq adalah suatu perceraian di mana seorang suami
atau istri yang menginginkan perceraian tidak mendapatkan bagian
apapun dari harta benda yang didapatkan secara bersama-sama
selama berumah tangga. Biasanya perceraian dengan istilah lepah
empuluq ini terjadi, apabila hanya salah satu pihak saja yang
menginginkan perceraian, sementara pihak pasangannya tidak
menginginkan perceraian. Setelah diupayakan perdamaian melalui
nasehat dari kepala adat dan keluarga besar masing-masing pihak,
namun salah satu pihak tetap pada keputusannya untuk bercerai,
walaupun alasan-alasan yang diajukannya tidak begitu kuat menurut
pihak dewan adat dan keluarga besarnya.
Perceraian dalam bentuk lepah empuluuq ini tentu saja adalah
harapan dari pihak yang diceraikan. Karenanya, kepala adat harus
mendengarkan usulan-usulan dari kedua belah pihak dan
mempertimbangkannya dengan baik serta bermusyawarah dalam
mengambil keputusan supaya diperoleh keputusan pembagian harta
benda yang lebih bijaksana secara maksimal.
Pengkau
Yang dimaksud dengan istilah ‘pengkau’ adalah merebut istri
atau suami yang sah orang lain. Artinya seseorang yang masih terikat
oleh ikatan perkawinan (adat), tiba-tiba kawin lagi dengan laki atau
perempuan lain dengan menceraikan istri atau suaminya yang
terdahulu. Pada masa lalu, biasanya pasangan yang melakukan
perkawinan pengkau ini lari ke tempat kepala adat untuk
mendapatkan perlindungan sekaligus menyerahkan segala
permasalahannya.
Apabila terjadi kasus semacam ini biasanya pihak keluarga, yang
ditinggalkan melaporkannya kepada kepala adat disertai adat
penenukng-penyingkap berupa satu piring putih dan pembuang
paneer. Yang dimaksud dengan penenukng-penyingkap adalah
sebagai suatu pemberitahuan kasus perkara yang telah diserahkan
masalahnya kepada kepala adat, sedangkan pembuang paneer
artinya adalah uang tunai yang harus diserahkan oleh orang yang
melaporkan kasus itu kepada Kepala Adat.
Ketentuan denda adat untuk perkawinan pengkau poyut dalam
adalah sebagai berikut ini. (1) Pihak yang diceraikan atau ditinggalkan
harus mengisi persyaratan besaraaq yang lengkap seperti: (a)
Bemakng paliq, yang terdiri dari: burai (pupur dari beras), satu telur
ayam kampung, isa (pisau), satu mengoong (mangkuk kecil) dan satu
piring putih untuk Dewan Adat kampung; dan (b) Bemakng paliq, yang
terdiri dari: burai (pupur dari beras), satu telur ayam kampung, isa
(pisau), satu mengoong (mangkuk kecil), satu piring putih untuk
lalaakng (suruh).
Adapun denda adat pengkau serta nilai gawai-nya mencapai 7
hingga 10 buah antaakng, yaitu : (1) Penengkola tukaar (2 buah); (2)
Penengau juwakng (2 buah); (3) Bemakng nyui spootn (2 buah); (4)
Pemerawit-pemeremaat (2 buah); (5) Apaar tete serentenaan (1
buah); (6) Ruraatn (2 buah); dan (7) Catrekah tanaq turus : pihak
laki-laki (3 buah), dan perempuan sebesar (2 buah).
Pengkau Balotn
Menurut pendapat beberapa imforman kajian ini, pengkau balotn
adalah bila orang yang sudah berumah tangga (suami atau istri)
berselingkuh dengan perempuan atau laki-laki lain. Tetapi perbuatan
tersebut tidak diakuinya, namun bukti atau fakta yang ada serta
keterangan dari orang lain menunjukkan bahwa perselingkuhan itu
memang benar terjadi, misalnya dari hubungan cinta tersebut telah
lahir seorang anak. Apabila terjadi kasus seperti ini, maka pihak yang
melakukan perbuatan tersebut harus membayarkan denda adat
berupa: bemakng paliq, serepatn, remangkap-remangkup dengan
denda berupa 4 buah antaakng kepada istri/suami pertama.
Pengertian pengkau balotn menurut informan lainnya adalah
seseorang laki-laki yang mempunyai hubungan cinta dengan istri sah
secara adat dari orang lain, kemudian setelah masalahnya diajukan
kepada Dewan Adat guna dimintai pertanggungjawabannya untuk
menikahi isteri orang lain tersebut secara adat pula, namun laki-laki
tersebut menolak atau membatalkan rencanannya semula untuk
menikahi perempuan tersebut.
Pengertian pengkau balotn menurut informan yang lain lagi
adalah bahwa seorang laki-laki yang mempunyai hubungan cinta
dengan istri sah secara adat dari seseorang, dan tiba-tiba saja suami
perempuan tersebut sakit dan meninggal dunia. Sebelum upacara adat
suaminya selesai, maka sang janda tersebut mau menerima lamaran
laki-laki tersebut untuk menikahinya, walau masa bergabung atas
suaminya tersebut belum selesai masanya.
Pengkau Bangkai
Istilah pengkau bangkai berasal dari bahasa Tonyooi, yaitu dari
kata kerja mengkaau, yang artinya melangkahi, sedangkan bangkai
artinya mayat atau jenazah. Jadi pengkau bangkai adalah bila
seseorang yang suami atau istrinya baru saja meninggal dunia dan
mayatnya masih ada di dalam rumah (belum dikuburkan), namun
sudah menerima lamaran dari orang lain untuk menikah dan sudah
kumpul dalam satu rumah dengan suami/isteri yang baru.
Apabila terjadi kasus semacam ini, maka orang yang berbuat
tersebut harus membayarkan denda adat kepada pihak keluarga yang
meninggal dunia, sedangkan besarnya mencapai 5 hingga 10 buah
antaakng, dengan rincian sebagai berikut, yaitu (1) Bolitn baluuq (2
buah antaakng); (2) Sima meruaaq (2 buah antaakng); dan (3) Angih
rarikng (4 buah antaakng). Adapun harta gono-gini adalah hak dari
pihak anggota keluarga yang meninggal.
Sait Sumakng
Sait sumakng adalah bila seseorang (suami/isteri) yang sudah
menikah secara sah berteman dengan orang yang sudah
menikah/berkeluarga pula, baik itu dengan suami maupun istrinya,
kemudian ada barang yang terbawa ke rumahnya (misalnya sapu
tangan, handuk kecil, jaket atau barang apapun), yang adalah milik
dari suami/istri yang sah, teman berkencan tersebut tadi.
Untuk kasus seperti ini, maka pihak suami/istri yang merasa
dikhianati oleh suami/isterinya, membawa barang tersebut tadi
kepada kepala adat, dan disertai dengan penenukng- penyingkap dan
pembuang paneer.
Setelah melihat barang bukti tersebut, maka kepala adat
memanggil ke dua belah pihak untuk menyelesaikannya secara
musyawarah dan mufakat dengan memberikan denda adat yang
dinamakan sait sumakng, seperti berikut ini, yaitu: (1) Satu piring putih
dan satu jie. (2) Bemakng paliq yang terdiri dari: burai (pupur dari
beras), satu telur ayam kampung, isa (pisau), satu mengoong
(mangkuk kecil), dan satu piring putih.
Sumakng Labakng Dusaakng Turu
Sumakng labakng dusaakng turu adalah bila seorang suami atau
isteri yang sudah berkeluarga mempunyai hubungan cinta dengan
wanita atau pria lain, lalu hubungan mereka diketahui oleh pihak
suami atau istrinya yang sah. Untuk memperkuat tuduhannya, maka
dia melakukan penangkapan dan mengambil barang bukti, seperti
pakaian atau benda lainnya dari pasangan selingkuh istri/suaminya itu.
Kemudian barang tersebut diserahkan kepada kepala adat sebagai
barang bukti, disertai dengan penenukng-penyingkap dan pembuang
paneer. Ketentuan denda adatnya adalah sebagai berikut.
(A) Seorang suami/istri yang menangkap basah perlakuan di luar
norma atau etika tersebut di tempat tidur. Ketentuannya adalah
sebagai berikut. (1) Jika perbuatan tersebut baru dilakukan yang
pertama kalinya, maka denda adatnya sebesar 2 antaakng; (2) Jika
perbuatan itu sudah berulang kali, maka denda adatnya sebesar 4 - 6
antaakng (bisa juga dilakukan musyawarah mengenai jumlah denda
adat dengan orang yang bersalah dan dendanya dibayarkan pada saat
itu juga, sehingga orang lain dan pihak adat tidak mengetahuinya,
karena kejadian ini terjadi pada malam hari. (urusannya tidak sampai
ditangani oleh Dewan adat); dan kedua ketentuan tersebut harus
disertai dengan bemakng paliq: burai (pupur dari beras), satu telur
ayam kampung, isa (pisau), satu mengoong (mangkuk kecil), satu
piring putih.
(B) Apabila penangkapan ini terjadi luar rumah, misalnya di
hutan, maka ketentuan denda adatnya mencapai 6 – 10 buah
antaakng. Termasuk bemakng paliq, yang terdiri dari burai (pupur dari
beras), satu telur ayam kampung, isa (pisau), satu mengoong
(mangkuk kecil), dan satu piring putih.
Gampakng
Yang dimaksud dengan gampakng adalah apabila seorang
perempuan yang hamil di luar ikatan pernikahan yang sah secara adat;
dan belum ada laki-laki yang bertanggung jawab atas kehamilannya
itu. Apabila terjadi kasus seperti ini, maka pihak orang tua perempuan
tersebut segera mencari pelakunya; dan apabila pelakunya sudah
diketahui, maka urusannya segera diserahkan kepada kepala adat
untuk mencari penyelesaiannya dengan melibatkan pihak keluarga
perempuan maupun keluarga laki-laki. Ada tiga macam kemungkinan
cara penyelesaian kasus seperti ini.
(A) Pelaku bersedia untuk menikah. Jika pelaku pada saat
ditanyakan oleh kepala adat dan tokoh-tokoh adat menyatakan
besedia untuk menikahi perempuan tersebut, maka urusanya menjadi
singkat. Kedua pasangan tersebut harus menyerahkan tanda bukti
(tununt lepusu biraakng ate), berupa mandau dari pihak laki-laki dan
pisau dari pihak perempuan. Makna dari mandau tersebut ialah
menunjukkan ketulusan hati seorang laki-laki untuk membina keluarga
dengan penuh tanggung jawab. Demikian pula halnya dengan pisau
mempunyai makna ketulusan hati seorang perempuan dalam
membina rumah tangga secara bertanggung jawab serta bersedia
bekerjasama dengan suaminya. Dengan selesainya acara ini pasangan
tersebut dinyatakan sah oleh kepala adat dan upacara adat
perkawinan (pelulukng-peruku) dapat dilaksanakan di kemudian hari
sesuai dengan kesepakatan keluarga dari kedua belah pihak.
(B). Pelaku tidak bersedia menikah. Apabila pada waktu memintai
pertanggangjawaban dan penegasan dari dewan adat, pelaku yang
terbukti melakukan perbuatan tersebut tetap memilih tidak menikahi
perempuan tersebut, maka sanksi adat akan diberikan kepadanya.
Adapun sanksi adatnya adalah sebagai berikut. (1) Bontakng
tekaas/delatn (sarana penerangan). (2) Sentahat/sentaratn (pakaian
bebat untuk ibu yang melahirkan). (3) Bangkat metuuq luluuq /yuur
pakuuq piko (lauk-pauk). (4) Merusak diri seseorang. (5) Sangu anak.
(6) Apaar tete anaak (anak bisa pergi ke tempat bapak). (6) Peruruuq
(mohon maaf). (7) Bemakng paliq dan menyiapkan ruraatn 2 par
(baki). Satu par adalah sebagai syarat untuk kepala adat berbicara,
dan satu par lainnya untuk menyerahkan denda adat.
Besarnya ketentuan denda adat untuk nomor 1 sampai dengan 6
di atas, wajib disesuaikan dengan kondisi atau tingkat ekonomi
seseorang, artinya berdasarkan kebijaksanaan dewan adat.
(C) Menikah dengan pria lain. Jika seseorang yang seharusnya
bertanggung jawab atas perbuatan tersebut tidak mau menikahi, maka
dalam tradisi perkawinan orang Tonyooi kadang-kadang ada pria lain
yang bersedia menikahi perempuan tersebut, walaupun perempuan
tersebut dalam keadaan hamil; dan kehamilan itu bukanlah hasil dari
hubungannya dengan perempuan tersebut.
Hal ini bisa terjadi, apabila kedua pihak memiliki kepentingan
yang sama, yaitu ingin segera menikah. Misalnya saja si laki-laki agak
kesulitan dalam mencari calon istri, sedangkan perempuan harus
mencari orang yang mau bertanggung jawab terhadap janin yang
dikandunginya, sekaligus untuk menyelamatkan aib dirinya, berikut
untuk melindungi nama baik keluarga besarnya. Orang yang menikahi
perempuan dalam kondisi seperti ini dikenal dengan istilah nyelamar
tolakng tapikng. Maknanya adalah bagaikan seseorang yang
memungut bambu sedang hanyut di sungai.
Menurut ketentuan adat yang berlaku, pihak perempuan harus
membayarkan denda adat kepada pihak laki-laki yang bersedia
menikahinya berupa bemakng paliq, dan ditambah dengan 4 buah
antaakng. Kemudian kepala adat menyatakan hubungan mereka sah
secara adat dan upacara adat pelulukng peruku pun dapat
dilaksanakan di kemudian hari.
Pemaduq
Pemaduq adalah apabila seorang laki-laki yang sudah menikah
mempunyai keinginan untuk menikah lagi, namun tidak menceraikan
istrinya yang pertama. Untuk melaksanakan niatnya tersebut, maka ia
harus meminta persetujuan dari istri pertama dan calon istri keduanya.
Bila tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak tersebut, maka
perkawinan ini bisa disyahkan oleh Dewan Adat. Ada kemungkinan
adat terpengaruh oleh ketentuan dalam hukum agama Islam.
Pada masa sekarang ini, perkawinan pemaduq ini jarang
sekali terjadi dan hanya dilakukan pada masa lampau ketika
masyarakatnya masih sangat tradisional. Perkawinan dengan bentuk
pemaduq ini kebanyakan dilakukan oleh seorang laki-laki yang ingin
beristri dua (poligami).
Denda adat yang harus diserahkan kepada istri pertama adalah
sebagai berikut. (1) Manik tabur lemiaang pulak (2 antaakng).
Bermakna ungkapan ini adalah sebuah pengakuan dari isteri tua untuk
bersatu dalam pemakaai harta perhiasan. (2) Sape tetar ulap tetar (2
antaakng). Makna ungkapan ini adalah pengakuan dari isteri untuk
besatu dalam pakaian yang sama. (3) Anoq bebeh (2 antaakng).
Maknanya adalah sebuah pengakuan dari isteri tua untuk besedia
memakai wadah pengangkut padi yang sama. (4) Lomuq bahoo (2
antaakng) Makna ungkapan ini adalah sebuah pengakuan dari isteri
tua untuk bergabung tempat tempian padi atau beras. (5) Jamot tetar
buat tetar (2 antaakng). Makna ungkapan ini adalah sebuah
pengakuan dari isteri tua untuk melakukan pekerjaan rumah tangga
secara bersama-sama. (6) Sine peretolaq (2 antaakng). Makna
ungkapan ini adalah sebuah pengakuan dari isteri tua untuk bersatu di
dalam satu selimut atau di atas satu tempat tidur. (7) Tolaak ruakng
(2 antaakng). Makna ungkapan ini adalah pengakuan dari isteri tua
untuk bergabung pada satu wadah air minum (labuuq atau gaa). (8)
Mohon maaf, mohon ampun, dan denda adatnya sebesar ( sebuah
antaakng). (9) Berupa jamuan maka bersama atau ruraatn dengan
menyediakan: (a) Udaatn perakatn (Dewan Adat). Denda adatnya
adalah (sebuah antaakng); dan (b) Paar (baki) untuk menyerahkan
denda adat (peruruuq).
Di samping ketentuan denda adat di atas, ada juga syarat yang
harus dipenuhi/disepakati oleh istri pertama dan istri kedua, yaitu
bahwa Istri pertama dan istri kedua saling tukar-menukar barang bukti,
sebagai tanda kesepakatan dan kebersamaan dalam satu ikatan
rumah tangga (dua insan di bawah satu atap). Maksudnya mereka
berdua sepakat untuk dijadikan istri dari satu orang laki-laki, yang
disaksikan oleh dewan adat. Adapun barang yang saling dipertukarkan
tersebut adalah sebagai berikut: satu piring putih, satu ladikng (pisau),
satu lembar tudukng (batik/caor sebagai penutup kepala), satu ketau
(rok), satu sapai (baju), satu manik tamakng pengikat, dan satu
antaakng pengakup remangkup.
Semua barang tersebut diserahkan untuk calon madu, kemudian
calon madu menerima dan mengeluarkan barang yang sama untuk
diberikan kepada istri pertama.
Sancut Salitn
Menurut informan studi ini sancut salitn adalah menggantikan
pakaian yang lama dengan pakaian yang baru akibat dari suatu
perbuatan atau tutur kata seseorang atau lebih yang ditujukan kepada
orang lain dengan maksud menjelek-jelekan yang bersangkutan
berupa tutur kata yang kurang sopan, menghina dan merendahkan
harga diri orang lain.
Jadi Sancut salitn di sini lebih bermakna konotatif, artinya bahwa
seseorang harus membayar denda adat atas tutur katanya sendiri
yang tidak sopan. Kata konotasi adalah tautan pikiran yang
menimbulkan nilai rasa pada seseorang, ketika berhadapan dengan
sebuah kata. Kata konotatif berarti tentang suatu perkataan yang
mempunyai makna tautan antara perkataan dan nilai rasa pada kata
yang diungkapkan dan ditujukan kepada orang lain.
Nulak Busukng
Yang dimaksud dengan nulak busukng ialah suatu perkawinan
yang semestinya tidak boleh terjadi, karena apabila ditinjau dari garis
keturunan ayah dan ibu, maka perkawinan tersebut tidak sesuai atau
tidak sederajat. Jika terjadi perkawinan seperti ini, maka pasangan
yang melakukan perkawinan ini harus membayar denda adat kepada
mertua masing-masing.
Ada pun denda adat yang dijatuhkan adalah sebagai berikut,
yaitu: (1) Burai bango : burai (pupur dari beras), satu telur ayam
kampung, isa (pisau), satu mengoong (mangkuk kecil) , satu piring
putih; (2) Pihak laki-laki menyerahkan sapai (baju) yang ditambah lagi
dengan satu buah antaakng kepada mertuanya laki-laki (bapak orang
tua perempuan); (3) Pihak perempuan menyerahkan satu sapai (baju)
yang ditambah dengan satu buah antaakng kepada mertuanya yang
perempuan (ibu laki-laki); dan (4) Pejeak petakar guna meminta
pengampunan kepada roh-roh, agar kedua pasangan lepas dari mara
bahaya.
Perkawinan Cahuuq
Dalam masyarakat Tonyooi, perkawinan yang dilarang (incest)
disebut cahuuq. Apabila perkawinan itu dilakukan antara pasangan
yang bersaudara kandung, anak dengan ibu atau ayah, menantu
dengan mertua, paman atau bibi dengan kemenakannya, kakek atau
nenek dengan cucu.
Sumakng Buhotn
Seseorang yang suami atau istrinya baru saja meninggal dunia
dan mayatnya masih ada di dalam rumah, namun suami atau istri dari
yang meninggal tersebut sudah berpacaran lagi dengan perempuan
atau lelaki lain dan tertangkap basah oleh suami/isterinya yang sedang
berduka, yang sebenarnya perbuatan serong ini sudah diketahuinya
selagi yang meninggal itu masih hidup. Yang menuntut denda adat
dalam kasus seperti ini adalah pihak keluarga yang anggota
keluarganya meninggal dunia tersebut. Adapun denda adatnya adalah
berupa burai bango, dan ditambah dengan satu sampai tiga buah
antaakng.
Menurut informan yang dimaksud dengan sumakng buhotn
adalah seseorang yang suami atau istrinya baru saja meninggal dunia,
kemudian pada waktu diadakan upacara adatnya, maka suami atau
istri berpacaran dengan perempuan atau laki-laki lain, sehingga pihak
keluarga yang sedang musibah menuntut denda adat, karena
kesalahan itu.
Bulitn Baluuq
Yang dimaksud dengan bulitn baluq adalah seseorang isteri, yang
suaminya baru saja meninggal dunia, kemudian ia menerima lamaran
laki-laki yang ingin menikahinya, padahal acara adat penguburan
suaminya belum selesai dilaksanakan. Keluarga pihak suami masih
dalam masa berkabung atau berduka. Oleh karena itu, pihak keluarga
suami yang meninggal dunia menuntut denda adat kepada kedua
pasangan suami istri yang baru tersebut.
Pada masa lalu seseorang perempuan yang suaminya baru saja
meninggal dunia selalu melakukan adat masa berkabung yang
ditandai dengan ketaw tenelungkup (bentuk pakaian bawah seperti
yang dipakai pada acara tarian gantar, tetapi bagian dalamnya dibalik
menjadi bagian luar) atau pemotongan rambut panjang sampai
mendekati bawah daun telinga.
Seseorang isteri baru bisa menikah lagi, kalau rambutnya sudah
panjang sampai ke bahu. Tujuannya adalah supaya kesedihan pihak
keluarga terhadap orang yang meninggal dunia sudah mulai hilang
dan segala upacara adat kematian sudah terselesaikan dengan baik.
Jika ada anggota masyarakat yang melihat bentuk rambut perempuan
yang dipotong seperti itu, berarti perempuan tersebut masih dalam
masa berkabung dan suaminya baru saja meninggal dunia yang
disebut baluuq.
Menurut tradisi pada masa lalu, seseorang isteri yang melakukan
perkawinan pada masa baluuq ini dikenakan denda adat sebagai
berikut : (a) Burai bango, yang terdiri dari burai (pupur dari beras),
satu telur ayam kampung, isa (pisau), satu mengoong (mangkuk kecil),
satu piring putih; (b) Satu mekau atau antaakng); dan (c) Ruratn
peruruuq (upacara dengan maksud untuk mempererat hubungan
kekeluargaan).