Upload
dindinmk
View
9
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Artikel Belajar Dari Alam Semesta
Citation preview
Belajar Dari Alam Semesta
Sedari kecil kita sudah sering mengenal dan mendengarkan banyak istilah bintang yang sering
muncul di langit malam. Salah satu bintang yang paling terkenal adalah bintang kejora. Bintang
kejora ini menjadi begitu dikenal karena ada lagu yang menggambarkan dirinya. Lagu lawas yang
masih bisa kita dengarkan hingga detik ini itu menggambarkan sebuah keindahan dari sebuah karya
Tuhan yang indah itu. Jenis bintang tidak hanya ada satu di alam raya ini, tetapi ada beberapa yang
biasa kita kenal dengan sebutan gugusan bintang.
Tentang Bintang
Gugusan bintang atau lebih sering kita kenal dengan sebutan rasi bintang merupakan sebuah
kelompok bintang di alam semesta yang seolah-olah berhubungan satu sama lain dan
menggambarkan suatu bentuk khusus tertentu, padahal pada kenyataannya tidaklah demikian.
Penggambaran bentuk ini sejatinya hanyalah perkara sudut pandang dan kemampuan
manusia saja dalam mengamati dan memvisualisasikan berbagai bentuk imajiner dari titik titik
bintang tersebut. Pernah bermain tebak-tebakan bentuk awan? Nah, kurang lebih seperti itulah
konsep dasarnya, ketika para ahli astronomi menggambarkan pola dalam suatu rasi bintang.
Susunan rasi bintang ini ada yang bersifat resmi, yaitu yang diakui keberadaannya oleh
Himpunan Astronomi Internasional, ada pula yang tidak resmi alias asterima atau kelompok
bintang yang memang diketahui oleh masyarakat luas tetapi tidak diakui secara resmi oleh
organisasi astronomi internasional tersebut. Rasi bintang asterisma umumnya jarang ada yang
memiliki hubungan secara astrofisika, mereka hanya kebetulan saja tampak saling berdekatan dan
membentuk pola tertentu di langit ketika dilihat dari bumi.
Pengelompokan bintang-bintang hingga menjadi suatu gugusan sebenarnya dipengaruhi
beberapa faktor, selain dari sudut pandang keilmuan, ada peran budaya atau kebiasaan dalam
masyarakat yang turut menciptakan pengelompokan gugusan ini. Misalnya saja dikalangan para
penjelajah atau pelaut yang sudah sejak lama memanfaatkan pola-pola rasi bintang sebagai kompas
alam.
Sampai saat ini Himpunan Astronomi International telah melakukan pengelompokan rasi
bintang di alam semesta kedalam 88 rasi bintang resmi dengan berbagai ketentuan yang jelas,
sehingga setiap satu rasi bintang hanya menunjukan arah tertentu saja. Misalnya untuk belahan
bumi bagian utara (hemisfer), pengelompokan rasi bintangnya merujuk pada budaya Yunani kuno
saat Abad Pertengahan, seperti simbol-simbol Zodiak yang kita ketahui sekarang.
Sejarah Singkat Penemuan Rasi Bintang
Adalah Ptolemeus Filose, seorang berkebangsaan Mesir, lulusan dari Institute Alexandria
menulis buku perdananya yang diberi judul Almagest sekitar tahun 150 Masehi. Dalam bukunya
tersebut dia mencoba mengelompokan , mengidentifikasi dan memetakan sekitar 48 bintang yang
ada di jagat raya.
Kemudian antara abad ke-8 hingga 16 Masehi, para intelektual muslim menjadi pelopor
kebangkitan ilmu pengetahuan modern termasuk di dalamnya adalah ilmu astronomi
(perbintangan). Mereka melakukan berbagai revisi dan memasukkan banyak data-data tambahan
yang substansial bagi perkembangan ilmu perbintangan modern.
Tahun 1603, Alexander Mair membuat sebuah karya yang ikut berkontribusi besar dalam
dunia perbintangan modern. Dia membuat sebuah peta konstelasi bintang di langit sekaligus
menambahkan 12 nama bintang baru ke dalam pemetaan gugusan bintang yang telah dilakukan oleh
Ptolemeus Filose sebelumnya di tahun 150 Masehi. Kemudian berturut-turut berikutnya, tahun 1664
Jacob Bartsch memberikan tambahan tiga nama bintang baru, serta selang beberapa lama ada
Nicolas Louis yang berhasil pula menambahkan empat belas bintang baru lainnya.
Perkembangan ilmu perbintangan ini akhirnya mencapai puncaknya pada tahun 1690,
dimana Jehannes Hevelius ikut memberikan tambahan sembilan bintang baru, sehingga total
seluruhnya menjadi 88 rasi bintang sebagaimana yang kita kenal sekarang.
Rasi Bintang Sebagai Penunjuk Arah Alami
Sebelum teknologi berkembang pesat seperti hari ini, ketika kompas, GPS (Global
Positioning System) atau bahkan aplikasi semacam Google Maps ditemukan, metode penentuan
arah mata angin tentunya masih menggunakan teknik-teknik yang sangat alami dan sederhana,
misalnya saja dengan cara menggunakan matahari sebagai patokan arah Timur dan Barat. Lalu
bagaimana menentukan arah mata angin pada saat malam hari ketika matahari tidak ada sebagai
penentu arah? Maka jawabannya adalah rasi bintang-bintang yang ada dilangit tersebut. Sudah sejak
lama para pelaut atau navigator memanfaatkan pola rasi bintang sebagai panduan bagi mereka
dalam menentukan arah mata angin saat berlayar di malam hari.
Beberapa gugusan bintang yang umum dikenali dan bisa dijadikan patokan arah mata angin
adalah sebagai berikut:
Gugus Bintang Biduk (Great Bear) alias Big Dipper. Tersusun dari 7 buah bintang
yang menyerupai bentuk sendok atau gayung, oleh karenanya kadang disebut juga
sebagai rasi bintang tujuh atau Bintang Utara karena memang rasi bintang ini
menunjukan arah utara.
Selanjutnya ada Gugus Bintang Pari, Layang-layang atau Palang (Crux). Konfigurasi
rasi bintang yang satu ini memang menyerupai bentuk layang-layang atau palang
dimana bintang dibagian ujung palang tersebut sebagai penunjuk arah selatan.
Gugus bintang penunjuk arah Barat namanya adalah Gugus Bintang Pemburu
(Orion) alias Waluku. Rasi bintang ini dapat kita lihat jika langit di sebelah Barat
sedang cerah.
Terakhir ada yang namanya Gugus Bintang Kalajengking (Scorpio) yang menjadi
penentu arah Tenggara atau Timur. Scorpio ini cukup sulit ditemukan atau dikenali
mengingat jumlah bintang yang membentuk gugusan ini ada sekitar dua puluh buah,
butuh pengalaman banyak dalam ilmu perbintangan untuk bisa mengenalinya dengan
mudah di langit.
Keempat rasi bintang tersebut merupakan sebagian dari sekian banyak pola atau bentuk
yang bisa menjadi penentu alami arah mata angin. O iya, salah satu kelemahan dalam
memanfaatkan rasi bintang ini sebagai patokan arah mata angin adalah selain hanya bisa digunakan
pada malam hari kita juga harus mendapatkan kondisi langit yang benar-benar cerah, karena jika
tidak maka tentu saja kita akan kesulitan atau bahkan tidak bisa mengenalinya sama sekali. Musim
panas atau kemarau merupakan saat yang tepat untuk menikmati langit dan mempelajari pola rasi
bintang karena biasanya langit di musim tersebut kerap kali dalam kondisi cerah.
Rasi Bintang Dalam Perspektif Yunani Kuno dan Islam
Sebagaimana kita ketahui bahwasannya dahulu Yunani dan Islam menjadi kiblat dalam
berbagai penemuan maupun inovasi di bidang ilmu pengetahuan, baik itu kesehatan, teknolofi,
filsafat maupun astronomi khususnya mengenai perbintangan. Ilmu pengetahuan modern saat ini
pun secara langsung maupun tidak langsung telah mendapat rujukan berkualitas dan menjadikan
berbagai penemuan para cendekiawan muslim dan Yunani dari berbagai disiplin ilmu sebagai tolak
ukur pengembangan ilmu pengetahuan pada saat ini.
Dalam perspektif Yunani sendiri ilmu astronomi atau perbintangan ini penamaannya banyak
yang mengambil nama-nama dari cerita mitologi mereka, atau yang dikenal dengan Zodiak.
Kebanyakan mungkin kita sangat familiar dengan nama-nama tersebut, seperti: Taurus, Leo, Virgo,
Sagitarius, Pisces dan lainnya.
Sementara dalam Islam topik mengenai rasi bintang dengan jelas mendapat porsi khusus
dan tercan tum dalam sebuah surat Al-quran bernama Al-buruuj yang artinya rasi bintang. Dalam
surat. di Al-Qur'an dengan tegas dijelaskan kembali berbagai manfaat lain dari keberadaan rasi
bintang di langit. Tidak hanya sebagai indikator alami penentu arah tetapi juga berpengaruh lebih
dalam terhadap kehidupan manusia itu sendiri.
Pada akhirnya perkembangan ilmu astronomi atau gugusan bintang khususnya harus dijadikan
sebuah tolak ukur bagi kita dalam kaitannya berinteraksi dengan alam semesta sekaligus
mengajarkan membaca gejala alam yang ada, sehingga kita sebagai manusia bisa mengambil
manfaat baiknya dengan semaksimal mungkin.