5
Belanja Modal dan Investasi jadi Tumpuan Pertumbuhan Menurut Menkeu, terdapat dua jenis pelaku investasi yang berperan penting, yaitu sektor pemerintah dan sektor swasta. Dari sisi pemerintah, investasi dapat dilakukan dengan kebijakan pengalokasian anggaran untuk belanja investasi dalam bentuk belanja modal dan belanja yang bersifat dukungan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menkeu berharap program-program pembangunan infrastruktur yang telah dan akan dilaksanakan dengan skema tersebut memberikan dampak yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi di akhir tahun. Dari sektor swasta, meningkatnya arus aliran modal hanya dapat didorong dengan memperbaiki iklim investasi. Menkeu menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk memperbaiki iklim investasi tersebut, antara lain dengan mendorong pelayanan terpadu satu pintu secara nasional. Di samping itu, pemerintah juga akan memberikan insentif fiskal, terutama untuk investasi baru di bidang manufaktur. Partisipasi swasta melalui kerja sama pemerintah swasta pun akan lebih didorong. “Ini yang akan kami fokuskan dengan harapan pertumbuhan bisa lebih baik daripada 2014,” kata Menkeu. Saat ditemui di kantornya awal bulan ini, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal, Luky Alfirman, mengungkapkan bahwa pemerintah berkomitmen untuk mendorong belanja infrastruktur pada kuartal berikutnya. Anggaran infrastruktur telah ditambah dari Rp170 triliun menjadi Rp290 triliun.”Peningkatannya lebih dari 60 persen,” kata Luky. Pemerintah berharap investasi swasta bisa meningkat dari penanaman modal asing dan dalam negeri. Belanja masih jauh Lebih jauh, Luky menilai menurunnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal I juga merupakan dampak restrukturisasi organisasi sejumlah kementerian/lembaga (K/L). Proses tersebut memerlukan waktu, misalnya dalam penetapan struktur dan penetapan pejabat yang berpengaruh pada masih jauhnya penyerapan belanja negara. Sampai dengan Mei, realisasi belanja negara baru sebesar Rp540,5 triliun atau 27,2 persen dari pagu APBNP 2015. Meskipun demikian, penyerapan belanja K/L sampai dengan 15 Mei 2015 sedikit lebih baik, yaitu mencapai Rp129,5 triliun atau lebih tinggi dibandingkan tahun lalu Rp123,8 triliun.

Belanja Modal Dan Investasi Jadi Tu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kn

Citation preview

Page 1: Belanja Modal Dan Investasi Jadi Tu

Belanja Modal dan Investasi jadi Tumpuan PertumbuhanMenurut Menkeu, terdapat dua jenis pelaku investasi yang berperan penting, yaitu sektor

pemerintah dan sektor swasta. Dari sisi pemerintah, investasi dapat dilakukan dengan kebijakan pengalokasian anggaran untuk belanja investasi dalam bentuk belanja modal dan belanja yang bersifat dukungan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menkeu berharap program-program pembangunan infrastruktur yang telah dan akan dilaksanakan dengan skema tersebut memberikan dampak yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi di akhir tahun.Dari sektor swasta, meningkatnya arus aliran modal hanya dapat didorong dengan memperbaiki iklim investasi. Menkeu menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk memperbaiki iklim investasi tersebut, antara lain dengan mendorong pelayanan terpadu satu pintu secara nasional. Di samping itu, pemerintah juga akan memberikan insentif fiskal, terutama untuk investasi baru di bidang manufaktur. Partisipasi swasta melalui kerja sama pemerintah swasta pun akan lebih didorong. “Ini yang akan kami fokuskan dengan harapan pertumbuhan bisa lebih baik daripada 2014,” kata Menkeu. Saat ditemui di kantornya awal bulan ini, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal, Luky Alfirman, mengungkapkan bahwa pemerintah berkomitmen untuk mendorong belanja infrastruktur pada kuartal berikutnya. Anggaran infrastruktur telah ditambah dari Rp170 triliun menjadi Rp290 triliun.”Peningkatannya lebih dari 60 persen,” kata Luky. Pemerintah berharap investasi swasta bisa meningkat dari penanaman modal asing dan dalam negeri.

Belanja masih jauhLebih jauh, Luky menilai menurunnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal I juga

merupakan dampak restrukturisasi organisasi sejumlah kementerian/lembaga (K/L). Proses tersebut memerlukan waktu, misalnya dalam penetapan struktur dan penetapan pejabat yang berpengaruh pada masih jauhnya penyerapan belanja negara. Sampai dengan Mei, realisasi belanja negara baru sebesar Rp540,5 triliun atau 27,2 persen dari pagu APBNP 2015. Meskipun demikian, penyerapan belanja K/L sampai dengan 15 Mei 2015 sedikit lebih baik, yaitu mencapai Rp129,5 triliun atau lebih tinggi dibandingkan tahun lalu Rp123,8 triliun.

Pada kuartal berikutnya, tumpuan ekonomi akan berada pada sektor belanja modal dan investasi. Sementara konsumsi rumah tangga, meskipun masih akan menyumbang share terbesar dalam PDB, diperkirakan akan stabil. Pada tahun lalu, kata Luky, lonjakan konsumsi dipengaruhi oleh aktivitas kampanye pemilu.”Kalau tidak ada peristiwa khusus seperti pemilu, konsumsi akan cenderung stabil pada angka 5-5,1 persen,” ujarnya.

Luky optimistis pertumbuhan ekonomi pada kuartal berikutnya akan lebih baik Apalagi belum lama ini, Lembaga Pemeringkat Kredit Internasional Standard and Poor’s (S&P) menaikkan outlook rating Indonesia dari Stable menjadi Positive Outlook. Hal ini sekaligus mengafirmasi rating pada BB+. Perbaikan peringkat ini mencerminkan kemungkinan Indonesia akan memperoleh peningkatan rating lagi dalam 12 bulan ke depan. Menurut Luky, peningkatan rating ini menjadi pengakuan atas pengelolaan ekonomi dalam negeri. Indonesia dipandang telah melakukan upaya reformasi struktural, salah satunya kebijakan penghapusan subsidi BBM.”Peningkatan rating menjadi recognition terhadap kebijakan yang memang mungkin tidak populer, tapi kita tahu bagus untuk ekonomi jangka menengah jangka panjang,” katanya.

Jangka waktu dua belas bulan ke depan menjadi krusial untuk membuktikan bahwa pengelolaan ekonomi masih dilakukan dengan baik. Dunia internasional akan melihat kebijakankebijakan yang dihasilkan, termasuk janji pemerintah untuk mempercepat

Page 2: Belanja Modal Dan Investasi Jadi Tu

pembangunan infrastruktur.”Kalau belanja infrastruktur kita berhasil seperti yang sudah direncanakan, saya percaya rating dari S&P bisa naik jadi investment grade,” ujar Luky.

Investasi berpeluang tumbuh Selain mengandalkan realisasi belanja modal, masuknya aliran investasi juga berperan

penting. Menkeu mengungkapkan bahwa berdasarkan data pada triwulan I, investasi tumbuh sekitar 4 persen. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani, dalam siaran pers bertanggal 28 April, yakin bahwa realisasi investasi dapat mencapai target yang telah ditetapkan sebesar Rp519,5 Triliun. Optimisme Franky dilandasi angka realisasi investasi Triwulan I (Januari-Maret 2015) yang meningkat dibandingkan periode yang samatahun lalu.

Menurut data BKPM, realisasi investasi proyek penanaman modal kuartal pertama mencapai Rp124,6 triliun. Laporan ini menunjukkan peningkatan sebesar 16,9 persen bila dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 106,6 triliun.”Angka tersebut sekaligus kembali memecahkan rekor tertinggi realisasi investasi di Indonesia, yang berasal dari realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN),”kata Franky. Nilai investasi PMDN menembus rekor Rp42,5 triliun, naik 22,8 persen dari Rp 34,6 triliun pada periode yang sama tahun 2014.

Rapor baik juga ditunjukkan oleh realisasi penanaman modal asing (PMA). Secara total, ada investasi sebesar Rp82,1 triliun atau meningkat 14 persen dari Rp72 triliun pada periode yang sama lalu. Lima negara yang menyumbang realisasi PMA terbesar adalah Singapura (US$1,2 miliar), Jepang (US$1,2 miliar), Korea Selatan (US$0,6 miliar), Inggris (US$0,4 miliar), dan Amerika Serikat (US$0,3 miliar).

Franky mengungkapkan bahwa BKPM akan memberi perhatian khusus terhadap upaya peningkatan daya saing investasi Indonesia. Dalam survei Ease of Doing Business (EODB) 2015 World Bank Group, Indonesia masih berada di peringkat 114 dalam hal kemudahan berusaha. Terdapat beberapa indikator yang digunakan dalam survei itu, antara lain indikator memulai usaha, izin mendirikan bangunan, penyambungan listrik, dan penegakan kontrak. Ke depan, perbaikan indikator ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menunjukkan kepada para investor bahwa Indonesia adalah negara yang ramah terhadap investasi.BKPM berencana melakukan survei sub-national doing business yaitu mengukur kemudahan berusaha di tingkat regional. Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal BKPM, Farah Ratnadewi Indriani, dalam siaran pers yang diterbitkan awal bulan ini mengungkapkan bahwa indikator memulai usaha, perizinan terkait pendirian bangunan, serta pendaftaran propertimerupakan indikator yang terkait langsung dengan daya saing kemudahan berusaha di daerah. Indikator-indikator ini akan menjadi fokus BKPM selanjutnya. Pemeringkatan kemudahan berusaha di daerah diharapkan semakin memacu daerah untuk memperbaiki iklim investasinya. “Bagaimanapun, semakin baik kemudahan berusaha di suatu daerah, semakin meningkat pula investasi di daerah tersebut yang pada akhirnya berimplikasi terhadap penyerapan tenagam kerja,” kata Farah.

Upaya pemerintahSelain menggenjot belanja negara dan investasi, pemerintah telah mengambil beberapa

kebijakan lain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Langkah ini mendapat apresiasi dari beberapa ekonom. Menurut Peneliti Badan Kebijakan Fiskal, Joko Tri Haryanto, dalam kelesuan ekonomi, biasanya peran pemerintah memang menjadi lebih dominan. Pemerintah memiliki peran penting dalam spending allocation yang relatif signifikan untuk menggerakkan sektor-

Page 3: Belanja Modal Dan Investasi Jadi Tu

sektor lainnya.”Artinya, peran APBN menjadi sangat krusial. Implementasi APBN yang berkualitas akan menjadi ujung tombak perbaikan,” kata Joko.

Berbagai jurus dan strategi kebijakan yang dikeluarkan untuk mempertahankan daya beli masyarakat dan mengendalikan inflasi juga dipandang baik. Joko menyoroti kebijakan terbaru yang dilakukan pemerintah, yaitu revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/ PMK.011/2013 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain Kendaraan Bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Dalam beleid aturan tersebut, beberapa jenis barang yang sebelumnya menjadi obyek PPnBM, sekarang dibebaskan, antara lain peralatan elektronik (diantaranya kulkas, mesin cuci, TV, perekam video, microwave, dan kamera), alat olahraga (diantaranya pemancing, golf, selam, surfing dan menembak), alat musik (diantaranya piano dan alat musik elektrik), branded goods (diantaranya tas, pakaian, jam dan logam mulia), dan peralatan rumah tangga dan kantor (diantaranya karpet, kristal, kursi, kasur dan lampu). Namun Joko memberikan catatannya. Secara teori, menurutnya, kebijakan keep buying strategy yang dijalankan pemerintah melalui PMK tersebut dapat berlawanan dengan fakta di lapangan. Dalam periode krisis, biasanya masyarakat dan seluruh pihak justru akan mengurangi konsumsi. Berkurangnya demand masyarakat ini berpotensi menyebabkan industri menjadi mandek, pengangguran bertambah, dan inflasi makin tak terkendali.

Sebagai langkah anitispasi, dibutuhkan solusi menciptakan demand baru oleh pemerintah untuk menjaga inflasi, sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga.”Upaya mempertahankan konsumsi di masa kelusuan ekonomi dianggap kredibel, jika struktur barang yang dikonsumsi merupakan barang yang diproduksi di dalam negeri,” ujar Joko. Lebih jauh Joko melihat bahwa secara fundamental, kondisi makro ekonomi masih kondusif. Dia mengingatkan harmonisasi kebijakan fiskal dan moneter juga menjadi isu yang tak kalah penting.

Di tempat berbeda, Ekonom Senior PermataBank, Achmad Permana menilai pemerintah perlu segera mengucurkan anggaran belanja negara untuk turut menggerakkan sektor riil. Permana mencontohkan penurunan daya beli di sektor otomotif yang mencapai 30 persen, perlu mendapat perhatian lebih. Dari sektor moneter, kebijakan Bank Indonesia mengeluarkan Loan-toValue untuk pembiayaan KPR dan mobil dipandang sebagai langkah yang tepat.”Dengan kebijakan itu, perbankan bisa membiayai kredit masyarakat dan membuat masyarakat mampu mengambil pembiayaan,” kata Permana. Yang tak kalah penting, pemerintah tetap perlu mewaspadai faktor-faktor eksternal yang akan memberikan pengaruh terhadap ekonomi dalam negeri.